Pengaruh Pemberian Air Rebusan Kacang Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) terhadap Ekspresi TNF- Ginjal dan Profil Protein Hati Tikus (Rattus norvegicus) Model Fibrosis Ginjal Hasil Induksi Streptokinase The effect of soybean (Glycine max (L.) Merr.) stewed water on kidney TNF- expressions and liver protein profiles of renal fibrosis rats (Rattus norvegicus) induced with Streptokinase Fithrotul Khoiri Ummun Nisa’, Aulanni’am dan Analis Wisnu Wardhana Program Studi Kedokteran Hewan, Program Kedokteran Hewan Universitas Brawijaya
[email protected] ABSTRAK Fibrosis ginjal merupakan akumulasi kolagen secara abnormal yang dapat menyebabkan penyakit gagal ginjal jika tidak ditangani dengan tepat. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa hewan model yang diinduksi streptokinase mengalami fibrosis ginjal yang ditandai dengan peningkatan kadar TNF-. Selain nefrotoksik, streptokinase juga bersifat hepatotoksik sehingga dapat menyebabkan stress oksidatif dan mengakibatkan luka jaringan hati. Kacang kedelai adalah sumber isoflavon alami yang melimpah, dimana isoflavon yang terkandung dalam air rebusan kacang kedelai berfungsi sebagai anti-inflamasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penurunan ekspresi TNF- ginjal dan perubahan profil protein hati tikus fibrosis ginjal hasil induksi streptokinase setelah pemberian air rebusan kacang kedelai. Dalam penelitian ini, tikus dibagi dalam 4 kelompok yaitu kontrol negatif (A), kontrol positif dengan induksi Streptokinase 3 x 6000IU(B), kelompok terapi dosis 6 g/200 g BB (C), dan kelompok terapi dosis 9 g/200 g BB (D). Penelitian ini mengamati ekspresi TNF-α ginjal dengan metode imunohistokimia serta profil protein hati dengan metode SDS-PAGE. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata ekpresi TNF- antar perlakuan (p<0,05). Pemberian air rebusan kacang kedelai menurunkan ekspresi TNF- sebesar 64,8% untuk kelompok terapi C dan 88,6% untuk kelompok terapi D. Hasil analisa protein hati menunjukkan adanya sintesis protein dengan berat molekul 14,8 kDa pada kontrol positif dan tidak disintesis setelah terapi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pemberian air rebusan kacang kedelai dapat menurunkan ekspresi TNF- ginjal dan tidak terjadi sintesis protein dengan berat molekul 14,8 kDa pada hati. Kata kunci: Fibrosis ginjal, streptokinase, isoflavon, TNF-, profil protein hati
ABSTRACT
Renal fibrosis is the accumulation of collagen abnormally that can lead to renal failure disease chronically if there is not an apropriate treatment. Animal model that induced with streptokinase shows renal fibrosis that characterized by increase of TNF- level. Streptokinase is an agent both nephrotoxic and hepatotoxic that can cause oxidative stress which lead to liver tissue injury. Soybean is an abundant source of natural isoflavone and soybean stewed water that contains amount of isoflavone serves as a anti-inflammatory
1
substance. The purposes of this study was to find out the effect of soybean stewed water decrease the kidney TNF- expressions and liver protein profile changes on renal fibrosis rats induced with streptokinase. In this study, rat were divided into 4 groups: negative control group (A), positive control group induced with 3x6000 IU of streptokinase (B), therapy group with soybean dose of 6 g/200 g BW (C), and therapy group with soybean dose of 9 g/200 g BW (D). The kidney TNF- expressions were determine by immunohistochemistry and the liver protein profile was determine by SDS-PAGE method. The results of this study show that soybean stewed water therapy decreased TNF- expression of kidney significantly (p<0,05). The decreasing of TNF- were 64,8% and 88,6% for group C and D, respectively. The analyze of liver protein profile shows the appearance of a spesific protein with the molecular weight of 14,8 kDa on positive control and dissappear on therapy groups. The conclusions are the soybean stewed water is an effective therapy for renal fibrosis with dose of 9 g/200 g BW that characterized by decreasing of kidney TNF- expression and liver protein change with the molecular weight 14,8 kDa. Keywords: Renal fibrosis, Streptokinase, isoflavone, TNF-, liver protein profile streptokinase yang menyebabkan peroksidasi lipid membran sehingga menjadi steatosis. Steatosis atau perlemakan hati yang disertai adanya inflamasi dapat berkembang menjadi fibrosis hati yang berat bahkan sirosis (Reddy and Rao, 2005). Penelitian ini dilakukan untuk melanjutkan penelitian sebelumnya, yaitu menguji terapi yang bisa diberikan untuk fibrosis ginjal karena induksi streptokinase. Terapi yang digunakan yaitu kacang kedelai dengan kandungan isoflavon sebagai zat penekan inflamasi untuk mengurangi gejala fibrosis. Kacang kedelai adalah sumber isoflavon alami yang melimpah (Dixit, et al., 2011). Penelitian terdahulu menyebutkan bahwa isoflavon kedelai yang diberikan secara teratur dapat mengurangi penumpukan kolagen pada hewan model fibrosis hati, dan secara nyata menghambat efek fibrosis hati yang ditandai dengan penurunan TGF dan sitokin proinflamasi TNF-. Penurunan ekspresi TNF- merupakan penanda berkurangnya inflamasi yang menunjukkan tingkat kesembuhan pada fibrosis hati setelah diterapi dengan isoflavon kedelai. Pemberian terapi isoflavon kedelai terhadap fibrosis hati ini digunakan sebagai landasan untuk terapi fibrosis ginjal pada penelitian ini. Karena belum adanya informasi mengenai terapi herbal terutama untuk fibrosis ginjal hasil induksi
PENDAHULUAN Ginjal adalah organ yang sangat penting pada tubuh makhluk hidup, oleh karena itu kesehatan ginjal sangat penting untuk dijaga. Penyakit yang umum terjadi adalah gagal ginjal kronik yang merupakan manifestasi dari kelainan ginjal ringan seperti fibrosis. Fibrosis ginjal merupakan akumulasi kolagen secara abnormal dan molekul yang berhubungan dengan lapisan interstisial, dan membentuk tumpukan yang berlapis-lapis (Farris, 2012). Kondisi ini merupakan proses yang mendasari perkembangan penyakit ginjal kronis sampai akhir penyakit ginjal seperti penyakit gagal ginjal (Eddy, 2000). Prevalensi penyakit ginjal pada pet animal sebesar 1,6-20% terutama anjing dan kucing. Penyakit gagal ginjal kronik sering terjadi terutama pada hewan tua, dimana dalam keadaan tua hewan akan mengalami penurunan fungsi organ tubuhnya seperti ginjal (Kirk and Hickman, 2000). Tingginya angka morbiditas tersebut dikarenakan belum ditemukan solusi untuk mengatasi penyakit ini, sehingga diperlukan tindakan terapi yang tepat. Pada penelitian sebelumnya, hewan model yang diinduksi streptokinase dosis 6000 IU/ekor secara intravena menyebabkan fibrosis ginjal ditandai dengan peningkatan sitokin inflamatory TNF- (Wulandari, dkk., 2013). Selain pada ginjal, hati juga mengalami stress oksidatif karena induksi 2
Streptokinase. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penelitian ini ditujukan untuk mengetahui perubahan ekspresi TNF- pada ginjal dan perubahan profil protein hati tikus fibrosis ginjal setelah terapi air rebusan kacang kedelai.
dilakukan sampai air hanya tersisa 10 ml. Air rebusan disaring dari ampas kedelai lalu didinginkan, air rebusan kacang kedelai diberikan sebanyak 2 ml untuk masingmasing tikus pada kelompok C dan D peroral. Air rebusan kacang kedelai diberikan setiap hari pada tikus, mulai hari ke-16 sampai hari ke-30 pasca induksi streptokinase yang pertama (Nurcahyaningtyas, 2012). Pengambilan Organ Ginjal dan Hati Pengambilan organ ginjal dan hati pada hewan coba tikus (Rattus norvegicus) dilakukan pada hari ke 31 pasca induksi streptokinase, atau setelah 15 hari pemberian terapi. Langkah awal yang dilakukan adalah dislokasi leher tikus kemudian dilakukan pembedahan untuk diambil organ-organnya (Muntiha, 2001). Organ ginjal dan hati dibilas dengan NaCl-fisiologis 0,9%, ginjal direndam dalam larutan fiksatif PFA 10% (Biolegend, 2008), sementara hati direndam dalam larutan PBS-Azida pH 7,4. Penentuan Ekspresi TNF- Ginjal dengan Metode Immunohistokimia Identifikasi ekspresi TNF- dilakukan dengan metode imunohistokimia. Langkah dari metode imunohistokimia adalah rehidrasi preparat ginjal ke dalam xylol I, xylol II, alkohol bertingkat (100%, 90%, 80%, 70%). Selanjutnya preparat ditetesi 3% H2O2, diblok dengan BSA 1%, diberikan antibodi primer anti-rat TNF- dan antibodi sekunder biotin (anti rabbit IgG biotin labeled). Selanjutnya ditetesi dengan SAHRP (Strep-Avidin horse radis peroxidase) dan diaplikasikan kromogen DAB (3-3’diamino benzidine). Counterstain dilakukan dengan Hematoxylen eosin. Ekspresi TNF- dihitung menggunakan aplikasi khusus Axio Vision.
MATERI DAN METODE Persiapan Hewan Coba Tikus yang digunakan untuk penelitian adalah tikus (Rattus norvegicus) strain Wistar jantan, umur 10 minggu dengan berat badan 150-200 gram, diadaptasi selama tujuh hari dengan diberi pakan dan minum ad libitum. Tikus dibagi dalam 4 kelompok perlakuan. Setiap kelompok perlakuan terdiri dari 5 ekor tikus. Penggunaan tikus model fibrosis ginjal dalam penelitian ini telah mendapatkan persetujuan Komisi Etik Universitas Brawijaya dengan nomor 218KEP-UB. Preparasi dan Induksi Streptokinase Streptokinase 1.500.000 IU dilarutkan dengan ringer laktat sebanyak 2 ml kemudian dihomogenkan (stok 1). Pembuatan stok 2 dilakukan dengan mengambil 1 ml dari stok 1 dan ditambahkan dengan ringer laktat sampai 5 ml yang mengandung streptokinase 750.000 IU. Pembuatan stok 3 dilakukan dengan mengambil larutan dari stok 2 sebanyak 1ml yang mengandung 150.000 IU. Dari stok 3 diambil 40 µl dan ditambah ringer laktat sampai 100 µl, sehingga terkandung 6000IU dalam 100 µl larutan. Induksi dilakukan pada hari ke-1, ke-6 dan ke-11, sebesar 6000IU pada semua tikus kelompok B, C dan D secara intravena melalui vena coccygea. Kelompok A tidak diinduksi streptokinase sebagai kontrol sehat (Wulandari, dkk., 2013). Preparasi Kacang Kedelai Kacang kedelai dibersihkan dan ditimbang, untuk dosis C 6g/200 g BB sehingga total untuk 5 ekor tikus sebanyak 30 g, dan dosis D 9g/200 g BB untuk 5 ekor tikus menjadi 45 g. Kedelai direndam selama 6-8 jam, kemudian dicuci dengan air. Selanjutnya dilakukan perebusan dalam suhu 60C dengan air sebanyak 75 ml, perebusan
Penentuan Profil Protein dengan Metode SDS PAGE Profil protein hati dikarakterisasi dengan SDS-PAGE (Sodium Dodecyl Sulphate Poliacrilamide Gel Electrophoresis). Plate gel ditempatkan dalam chamber elektroforesis, kemudian diisi dengan buffer running. Sebanyak 10 l sampel dimasukkan 3
ke dalam masing-masing sumur dengan mikropipet dan dilakukan running selama 1 jam. Pewarnaan menggunakan coomasive brilliant blue selama 30-60 menit, lalu dicuci dengan larutan destaining hingga pita-pita protein jelas terlihat. Pita-pita protein yang muncul atau hilang bisa dikarakterisasi menurut berat molekul yang dihitung berdasarkan berat molekul marker. Analisis Data Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan analisa kuantitatif untuk ekspresi TNF- ginjal dengan uji ANOVA, apabila terdapat perbedaan antar perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji BNJ α = 0.05, untuk melihat perbedaan antar kelompok perlakuan nghhj
(Kusriningrum, 2008). Profil protein hati dianalisa menggunakan analisa deskriptif semi-kuantitatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Ekspresi TNF- Ginjal Tikus Model Fibrosis Ginjal Ekspresi TNF- pada preparat ginjal tikus (Rattus norvegicus) model fibrosis ginjal dan mendapatkan terapi air rebusan kacang kedelai (Glycine max (L.) Merr.) ditunjukkan dengan adanya warna coklat (Gambar 1). Jumlah tinggi dan rendahnya ekspresi TNF dihitung menggunakan software Axio vision berdasarkan persen area (Tabel 1).
A
B
C
D
Gambar 1- Ekspresi TNF- jaringan glomerulus ginjal tikus (Rattus norvegicus) fibrosis ginjal dengan pemberian air rebusan kacang kedelai perbesaran 1000x Keterangan: .A=kontrol negatif; B=kontrol positif; C=terapi 1 dosis 6 g/200g BB; D=terapi dosis 9 g/200g BB
pada model fibrosis ginjal ini diyakinkan adanya proses inflamasi akibat induksi streptokinase. Streptokinase adalah produk streptokokus yang memiliki kemampuan sebagai aktivator plasminogen dengan membentuk kompleks streptokinase-
Ekspresi TNF- tertinggi ada pada kelompok perlakuan (B) yaitu kelompok tikus model fibrosis ginjal yang tidak mendapatkan terapi air rebusan kacang kedelai (Gambar 1 B), ditandai dengan banyaknya spot coklat ( ). Tingginya ekspresi TNF- 4
plasminogen menghasilkan plasmin (Zafar, et al., 2009). Ekspresi TNF- pada penelitian ini ditunjukkan adanya warna coklat hasil immunohistokimia pada preparat ginjal (Gambar 1). TNF- merupakan sitokin proinflamasi yang diproduksi oleh makrofag, terdapat pada hampir semua jaringan, karena reseptor TNF- (TNFR1 dan TNFR2) ada di seluruh jaringan dalam tubuh. TNF- merupakan protein transmembran yang berikatan dengan reseptor pada permukaan sel. TNF- berperan sebagai mediator utama penyakit ginjal, dan diekspresikan pada hampir semua jenis sel pada jaringan ginjal seperti sel mesangial, sel epitel tubulus dan sel glomerular (Vielhauer and Mayadas, 2007). Ekspresi TNF- dengan teknik immunohistokimia terwarna coklat. Timbulnya warna coklat disebabkan dalam proses pewarnaan imunohistokimia (IHK) dimana antigen pada jaringan ginjal berikatan dengan antibodi primer (Rat Anti TNF), selanjutnya dilabeli dengan antibody sekunder (Anti Rat biotin labeled), setelah semua berikatan dilakukan penambahan substrat kromagen Diaminobenzidine (DAB) yang kemudian berikatan dengan hidrogen peroksida (H2O2) sehingga menghasilkan endapan coklat dan H2O. Endapan coklat
merupakan hasil penguraian substrat (kromagen DAB dan H2O2) oleh enzim peroksidase dalam Strep-Avidin Horse Radis Peroxidase (SA-HRP). Warna coklat menandakan bahwa pada jaringan tersebut positif terdapat antigen berupa sitokin TNF (Kumar, et al., 2009). Pengamatan jaringan glomerulus ginjal dengan perbesaran 1000x dilakukan pengamatan ekspresi TNF- pada masingmasing ulangan dengan penilaian pada lima bidang pandang. Rata-rata ekspresi TNF yang dihasilkan pada preparat IHK ginjal dihitung menggunakan program Axio vision dalam persentase area untuk mengetahui jumlah ekspresi TNF-. Axio vision merupakan software yang digunakan untuk memproses, mengukur, menganalisa detail dan profil foto mikroskopis. Pada foto hasil IHK, axio vision dapat menunjuk dan menemukan warna coklat yang sama pada satu lapang pandang, dan diinterpretasi dalam bentuk persen area, yang menunjukkan besarnya persentase area ekspresi dalam satu lapang pandang. Persentase area ekspresi TNF- pada empat kelompok perlakuan yang dikonversikan dalam bentuk persentase total (Calnek, 1997), ditunjukkan dengan penurunan nilai rata-rata ekspresi TNF- seperti pada Tabel 1....................................
Tabel 1 Ekspresi Tumor Necrosis Factor- (TNF-) Kelompok A (Kontrol Negatif)
Rata-rata Ekspresi TNF-
Peningkatan Ekspresi TNF- (%)
Penurunan Ekspresi TNF-(%)
0,936 0,197 a
0
-
B (Kontrol Positif) 919,62 9,564 0,384 c C (Terapi 1 dosis 6 3,368 0,304 b g/200 g BB tikus) D (Terapi 2 dosis 9 1,09 0,217 a g/200 g BB tikus) Keterangan: Notasi menunjukkan berbeda nyata antar perlakuan dengan =0,05
Hasil uji statistik ANOVA, menunjukkan adanya perbedaan antar perlakuan, sehingga dilanjutkan dengan uji BNJ yang
0 64,79 88,60
menunjukkan hasil berbeda nyata antar perlakuan (p<0,05). Perbedaan antar kelompok ditandai dengan notasi a,b,c pada
5
uji BNJ, dimana kelompok B berbeda nyata dari kelompok C dan D. Pada kelompok C dengan pemberian terapi air rebusan kacang kedelai pada tikus fibrosis ginjal dengan dosis 6 g/200 g BB memiliki rata-rata persentase area ekspresi TNF- yang berbeda nyata dengan kelompok A. Sementara untuk kelompok D dengan pemberian air rebusan kacang kedelai dosis 9 g/200 g BB tidak signifikan berbeda dengan kelompok A (notasi a). Kelompok A (kontrol sehat) menunjukkan rata-rata ekspresi TNF- sebesar 0,936 0,197. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok tikus kontrol sehat juga terdapat sedikit ekspresi TNF-, sebab dalam kondisi normal, sitokin terdapat di dalam tubuh sebagai sistem kekebalan. TNF- merupakan protein yang dihasilkan oleh leukosit untuk merangsang dan mengaktifkan sistem imun terhadap respon inflamasi, dalam keadaan normal membantu sistem kekebalan tubuh untuk memicu respon imun (Baratawidjaya, 2004). Kelompok B menunjukkan rata-rata 9,564 0,384 sebagai kontrol positif fibrosis ginjal. Nilai ekspresi TNF- pada kelompok kontrol digunakan sebagai standar untuk menentukan adanya perubahan, baik peningkatan atau penurunan yang terjadi karena pengaruh perlakuan. Berdasarkan tabel tersebut, menunjukkan terjadi peningkatan ekspresi TNF- ginjal tikus setelah diinduksi dengan streptokinase sebanyak 3x6000IU adalah sebesar 919,62 % jika dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif (A). Hal ini menunjukkan bahwa induksi streptokinase diyakinkan dapat meningkatkan ekspresi TNF- melalui aktivasi plasminogen (Sulyok, 2004). Streptokinase sebagai bahan fibrinolitik bersifat kurang selektif, yaitu dapat menguraikan fibrinogen yang beredar dalam darah. Plasmin yang teraktivasi karena ikatan streptokinase-plasminogen, memecah fibrinogen menjadi fibrinogen degradation products (FDP), pemecahan protein menghasilkan radikal bebas. Radikal bebas atau reactive oxygen species (ROS) sangat berbahaya karena memiliki sifat reaktifitas yang tinggi.
Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan pada membran sel karena oksidasi aktif dari gugus radikal terhadap membran sel. Membran sel sangat mudah teroksidasi karena komponen terpenting membran sel adalah fosfolipid dan glikolipid yang mengandung asam lemak tak jenuh atau polyunsaturated fatty acid (PUFA). Asam lemak tak jenuh ini sangat rawan terhadap serangan radikal bebas dan menyebabkan kerusakan membran sehingga terjadi jejas pada sel (Murray, et al., 2009). Kerusakan sel mengaktivasi pelepasan mediator inflamasi yang memicu aktivasi platelet sehingga terjadi dilatasi pembuluh darah dan peningkatan permeabilitas. Terjadinya luka pada jaringan dan peningkatan permeabilitas akan memicu pengerahan monosit ke bagian yang mengalami luka dan berdiferensiasi menjadi makrofag. Aktivasi makrofag menghasilkan radikal bebas dan sitokin proinflamasi TNF dan IL1 yang menstimulasi inflamasi (Boyer, et al., 2000), sehingga ekspresi TNF pada jaringan meningkat. Sebagai respon inflamasi, sitokin akan menginduksi pembentukan fibroblas yang menginduksi pembentukan epitel mesenkimal transisi (EMT) yang memproduksi matriks ekstraseluler. Penumpukan matriks ekstraseluler yang mengandung berbagai komponen seperti kolagen dan fibronektin menyebabkan terbentuknya jaringan fibrosa pada ginjal (Liu, 2011). Pada penelitian ini, pemberian air rebusan kacang kedelai sebagai terapi fibrosis ginjal diharapkan dapat mengurangi pembentukan jaringan fibrosa pada ginjal, dengan mengamati penurunan ekspresi TNF- sebagai marker fibrosis ginjal. Berdasarkan data yang diamati, pada kelompok C dan D jumlah ekspresi TNF- mengalami penurunan yang signifikan. Besarnya persentase penurunan dihitung berdasarkan persentase area TNF- kelompok terapi dibandingkan dengan kelompok kontrol positif (B). Ekspresi TNF- pada kelompok terapi dosis 6 g/200 g BB menunjukkan penurunan sebesar 64,79%. Penurunan ekspresi TNF- kelompok terapi D lebih 6
besar dibandingkan kelompok C, yaitu 88,60% jika dibandingkan dengan kontrol sakit dengan persentase area yang mendekati kontrol sehat. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian air rebusan kacang kedelai dengan dosis 9 g/200 gran BB adalah dosis yang paling efektif untuk terapi fibrosis ginjal. Pengaruh pemberian air rebusan kacang kedelai terhadap fibrosis ginjal yang ditunjukkan dengan penurunan ekspresi TNF-, disebabkan karena kacang kedelai mengandung isoflavon yang bersifat antiradikal, sehingga mampu menekan jumlah radikal bebas dengan mengikat radikal bebas menjadi senyawa inaktif, sehingga dapat menekan terjadinya inflamasi dan kerusakan jaringan (Djati dkk., 2010). Isoflavon yang mengandung gugus fenolik mempunyai kemampuan sebagai antioksidan melalui mekanisme donor hidrogen. Gugus hidroksil isoflavon dapat mendonorkan sebuah elektron ke radikal hidroksil (OH) dan peroksil (ROO), menstabilkan kedua radikal tersebut serta membentuk radikal flavonoid yang relatif lebih stabil (ROOH dan H2O). Senyawa yang stabil ini bisa menjaga sel atau jaringan dari kerusakan yang lebih lanjut (Astuti, 2008). Ginjal merupakan organ yang sangat penting untuk menjaga keseimbangan metabolisme dalam tubuh, baik hewan maupun manusia. Ginjal bekerja dalam suatu sistem yang saling berhubungan dengan hati. Ginjal merupakan alat ekskresi utama untuk mengekskresikan zat-zat sisa metabolisme atau zat yang jumlahnya berlebih di dalam tubuh, mempertahankan tekanan osmosis ekstraseluler, serta membuang sisa metabolisme oleh hati. Hubungan antara ginjal dan hati sangat erat dan saling berkaitan yang disebut sebagai refleks hepatorenal. Adanya refleks hepatorenal menyebabkan jika hati mengalami kerusakan maka ginjal juga mengalami gangguan dan sebaliknya. Berdasarkan hubungan ini, maka penting untuk menganalisa kondisi hati disamping kondisi ginjal yang mengalami fibrosis. Hati sebagai pusat detoksifikasi mengalami reaksi toksik atau stres oksidatif
karena toksisitas streptokinase. Stres oksidatif pada jaringan hati tentu akan memperburuk kondisi ginjal yang fibrosis dan beresiko mempercepat terjadinya penyakit gagal ginjal kronis (Wadei, et al., 2013). Gambaran Profil Protein Hati Tikus Model Fibrosis Ginjal Protein diisolasi dari hati tikus model fibrosis ginjal dan dianalisa menggunakan metode SDS-PAGE. Prinsip kerja dari metode SDS-PAGE ini adalah memisahkan protein sesuai dengan berat molekulnya. Molekul protein yang bermuatan listrik akan bermigrasi pada gel dengan laju yang ditentukan oleh ukuran molekul dan besar muatannya. Konsentrasi atau kerapatan gel juga berpengaruh terhadap migrasi dari molekul-molekul protein yang dipisahkan. Hasil elektroforesis protein hati pada gel polyakrilamid akan menggambarkan pola pita protein dengan warna biru keunguan (Gambar 2). Pita-pita protein yang terbentuk dianalisa dengan menghitung berat molekulnya berdasarkan berat molekul marker. Pengamatan dilakukan secara visual dengan melihat kolom-kolom pita protein dan dibandingkan antar perlakuan dengan kolom marker (Rahardjo dkk, 2007). Pita-pita protein tersebut kemudian diklasifikasi berdasarkan berat molekulnya untuk mengetahui perbedaan antar protein yang terekspresi seperti pada Tabel 2.
Gambar 2 Profil pita protein hati tikus (Rattus norvegicus) model fibrosis ginjal 7
Tabel 2
Rangkuman profil pita protein hati hasil induksi streptokinase dan terapi air rebusan kacang kedelai
streptokinase yang diyakini dapat menyebabkan terjadinya stress oksidatif yang menghasilkan radikal bebas NO, gugus hidroksil, dan hidrogen peroksida yang meningkatkan protein tertentu (Widowati, 2008). Stress oksidatif yang terjadi pada jaringan hati menghasilkan radikal bebas dalam jumlah banyak, pemberian terapi air rebusan kacang kedelai yang mengandung isoflavon dapat menekan jumlah radikal bebas, karena isoflavon berfungsi sebagai scavenger atau penangkap radikal bebas. Isoflavon dapat mengurangi jumlah radikal bebas sehingga menurunkan protein yang terekspresi. Pada penelitian ini, protein dengan berat molekul 14,8 kDa hilang setelah tikus fibrosis ginjal diterapi dengan air rebusan kacang kedelai. Protein yang muncul hanya pada kontrol positif dapat dijadikan sebagai indikasi adanya inflamasi atau kerusakan jaringan. Sesuai dengan pernyataan bahwa perubahan ekspresi serta kadar protein yang terkandung dalam hati dapat dijadikan sebagai deteksi awal dalam melakukan diagnosa dan prognosa terhadap suatu penyakit (Zaias, et al., 2009). Protein yang hanya muncul pada kelompok kontrol sakit yaitu dengan berat molekul 14,8 kDa sesuai pendapat Zhang, et al. (2005) diidentifikasi sebagai protein penanda inflamasi, yang terjadi karena kondisi stress yang disebabkan senyawa toksik. Pada hati, radikal bebas yang dihasilkan oleh streptokinase menyebabkan stress oksidatif sehingga terjadi peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid ini terjadi karena asam lemak pada membran (PUFA) sangat mudah untuk dioksidasi oleh radikal bebas sehingga menyebabkan perlemakan hati serta luka jaringan pada hati yang menginduksi terjadinya inflamasi (Arroyo, 2002). Adanya luka jaringan hati akan memicu pelepasan mediator inflamasi yang akan mengaktivasi protein-protein penanda inflamasi. Pita protein dengan berat molekul 14,8 kDa tampak hanya pada kolom kontrol sakit (Sa), dan tidak lagi muncul pada kelompok terapi. Kondisi ini dipengaruhi oleh adanya aktivitas isoflavon kedelai sebagai antiradikal yang mempengaruhi penurunan
Berat Molekul (kDa) Kelompok 86,8 43,9 35 27,9 14,8 12,6 11,3 A. Kontrol Negatif (Se) B. Kontrol Positif (Sa) C. Terapi 1 (T1) D. Terapi 2 (T2)
-
-
-
Rangkuman profil pita protein hati (Tabel 2) menunjukkan bahwa streptokinase yang diinduksikan pada tikus mempengaruhi protein spesifik dengan berat molekul 14,8 kDa. Hal ini menunjukkan bahwa induksi streptokinase menyebabkan sintesis protein14,8 kDa yang masih perlu dipelajari fungsinya. Streptokinase selain nefrotoksik yang menyebabkan fibrosis ginjal, juga bersifat hepatotoksik sehingga menyebabkan inflamasi pada hati. Kondisi inflamasi ini diinisiasi oleh adanya sitokin pro-inflamasi yang dihasilkan oleh makrofag yang teraktivasi oleh antigen streptokinase. Sitokin pro-inflamasi seperti IL-1 dan TNF selain menginisiasi proses inflamasi juga menginduksi produksi protein penanda inflamasi (Kaisho dan Alkita, 2002). Selain menginduksi produksi sitokin proinflamasi, makrofag juga dapat membentuk senyawa oksigen reaktif (ROS). Aktivitas ROS dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid pada jaringan hati, dan mengakibatkan terjadinya modifikasi protein, yang ditandai dengan adanya degradasi protein yang menyebabkan perubahan struktur protein (Mahdi dan Aulanniam, 2012). Protein yang terdegradasi dapat mengalami pengembangan rantai peptida atau pemecahan protein menjadi unit yang lebih kecil tanpa disertai pengembangan molekul (Tetriana dkk, 2008). Hasil elektroforesis organ hati menggunakan SDS-PAGE menunjukkan adanya molekul 14,8 kDa hasil induksi 8
diferensiasi protein proinflamasi. Protein dengan berat molekul 14,8 kDa yang muncul akibat induksi streptokinase, hilang pada kelompok terapi 6 g/200 g BB dan 9 g/200 g BB. Hal ini disebabkan oleh hasil analisa LCMS yang menunjukkan bahwa air rebusan kacang kedelai mengandung isoflavon yang terdiri dari genistein. Isoflavon kacang kedelai berfungsi sebagai antioksidan, yaitu substansi yang diperlukan tubuh untuk menangkal radikal bebas dan mencegah kerusakan yang ditimbulkan terhadap sel normal, protein, dan lemak. Cara kerja isoflavon sebagai antiradikal adalah dengan menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi elektron yang tidak berpasangan, sehingga menghambat terjadinya reaksi berantai peroksidasi lipid yang menimbulkan stres oksidatif. KESIMPULAN 1) Pemberian terapi air rebusan kacang kedelai berpengaruh terhadap penurunan ekspresi TNF- jaringan ginjal tikus (Rattus norvegicus) model fibrosis ginjal hasil induksi streptokinase dengan dosis paling efektif dalam penelitian ini adalah 9 g/200 g BB tikus dengan persentase penurunan sebesar 88,60%. 2) Perubahan profil protein hati terjadi pada tikus fibrosis ginjal ditandai dengan adanya protein penanda inflamasi yang disintesis dengan berat molekul 14,8 kDa dan protein tersebut tidak disintesis setelah terapi dengan air rebusan kacang kedelai.
bebas. Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian, 13(2): 126-136. Baratawidjaya, K.G. 2004. Imunologi Dasar. Edisi 4. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal 128-131. Biolegend. 2008. Immunohistochemistry Protocol for Paraffin-Embedded Sections. www.biolegend.com. [3 Desember 2013] Boyer, B.,A.M. Valles and N. Edme. 2000. Induction and regulation of epithelial-mesnchymal transitions. Biochem Pharmacol, 60:1091-1099. Calnek, B. 1997. Immunohistokimia. Jowa State University Press. Ames. Dixit, A.K., J.I.X. Antony, N.K. Sharma and R.K. Tiwari. 2011. Soybean Constituents and Their Functional Benefits. Opportunity, Challenge and Scope of Natural Products in Medicinal Chemistry. 367-383. Djati, M.S., Satuman, R. Ratnawati, S. Widyarti, E.N. Aisyah, N.Hasanah, E.P.Astuti, dan R.Rochmawati. 2010. Peran puerarin terhadap aktivitas intra dan ekstraseluler pada kultur Human Umbilical Vein Endothelial Cells (HUVECs) pasca induksi leptin. J.Exp. Life Sci., 1(1): 28-55. Eddy, A.A. 2000. Molecular basis of renal fibrosis. Children’s Hospital and Regional Medical Center, Devision of Nephrology, University of Washington, Seattle. Pediatr nephrol 15:290-301.
UCAPAN TERIMAKASIH Peneliti mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam terselesainya penelitian ini.
Farris, A.B. 2012. Renal fibrosis: What? How much? Why? Diagnostic/pathogenic features, Quantification, and Clinicopathologic Implications. United States and Canadian Academy of Pathology Annual Meeting. 22-34.
DAFTAR PUSTAKA Arroyo, V. 2002. Albumin in the treatment of liver diseases, new features of a classical treatment. Alimentary Pharmacology & Therapeutics, 16(5):1–5.
Kaisho, T dan S. Alkita. 2002. Toll-like receptors as adjuvant receptors. Biochem. Biophy. Acta, 1589:1-13.
Astuti, S. 2008. Isoflavon kedelai dan potensinya sebagai penangkap radikal
9
Kirk, C.A. and M.A. Hickman. 2000. Dietary protein requirement of cats with spontaneous renal disease. J Vet Intern Med, 13:351.
pengendapan protein serum dengan pelarut organik terhadap profil SDS PAGE protein serum. Indo.J.Chem., 7(3):337-341.
Kumar, G.L., M. Key and L. Rudbeck. 2009. Education Guide: Immunohistochemical Staining Methods Fifth Edition. Dako North America, Carpinteria, California. Hal 57.
Reddy, J.K. and M.S. Rao. 2006. Lipid metabolism and liver inflammation: Fatty liver disease and fatty acid oxidation. American Journal of Physiology - Gastrointestinal and Liver Physiology, 290: 852-858.
Kusriningrum. 2008. Dasar Perancangan Percobaan dan Rancangan Acak Lengkap. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya.
Sulyok, E. 2004. Acute Proliferative Glomerulonephritis. Pada Avner ED, Harmon WE, Niaudet P. Pediatric Nephrology. Edisi ke 5. Lippincot Williams and Wilkins. Philadelphia. 601-613.
Liu, Y. 2011. Renal fibroblast: Origin, activation and their role in renal fibrosis. Nat Rev Nephrol, 7:684-696.
Tetriana, D., Darlina, Armanu dan Syaifudin. 2008. Pengaruh radiasi gamma terhadap profil protein plasmodium berghei stadium eritrositik. Seminar National Keselamatan, Kesehatan dan Lingkungan. Depok.
Mahdi, C and Aulanniam. 2012. The effect of yogurt sepplementation on rats (Rattus norvegicus) that formaldehyde exposure on oxidative damages and protease enzymatic activities of gastrointestinal. International Conference: Research and Application on Traditional Complementary and Alternative Medicine in Health Care (TCAM). Surakarta.
Vielhauer, V and T.N. Mayadas. 2007. Functions of TNF and its receptors in renal disease: distinct roles in inflammatory tissue injury and immune regulation. Seminar in Nephrology, 27 (3): 286-308. Wadei, H.M., M.G. Heckman, B. Rawal, C.B. Taner, W. Farahat, L. Nur, M. Prendergast and T.A. Gonwa. 2013. Comparison of kidney function between donation after cardiac death and donation after brain death kidney transplantation. Am J Transplant, 96(3): 274-281.
Muntiha, M. 2001. Teknik pembuatan preparat histopatologi dari jaraiagan hewan dengan pewarnaan Hematoksilen Eosin (H&E). Temu Teknis Fungsional Non Peneliti. Balai Penelitian Veteriner. 156-163. Murray, R.K., D.K. Granner dan V.W. Rodwell. 2009. Biokimia Harper. Edisi 27. Penerbit Buku Kedokteran: EGC. Jakarta.
Widowati, W. 2008. Potensi antioksidan sebagai antidiabetes. JKM, 7(2):1-11.
Nurcahyaningtyas, H.R. 2012. Efek Antihiperlipidemia Susu Kacang Kedelai (Glycine max (L.)Merr.) pada Tikus Putih Jantan yang Diberi Diit Tinggi Kolesterol dan Lemak. FMIPA UI. Depok. 6-7.
Wulandari, S.H., Aulanni’am, dan D.A.Oktavianie. 2013. Ekpresi Tumor Necrosis Factor (TNF-a) dan gambaran histopatologi ginjal tikus renal fibrosis pasca induksi streptokinase. Student Journal, Vet school.
Rahardjo, T.K., D.Pranowo.
Zafar, M., N.H. Naqvi, M. Ahmed, and Z.A. Kaimkhani. 2009. Altered kidney
R.Suprihatin dan 2007. Pengaruh 10
morphology and enzymes in streptozotocin-induced diabetic rats. Int. J. Morphol., 27 (3):783-790.
for Laboratory 48(4): 387-390.
Animal
Science,
Zhang, L., J.Xie, X. Wang, X.Liu, X.Tang and R.Cao. 2005. Proteomic analysis of mouse liver plasma membrane: use of differential extraction to enrich hydrophobic membrane proteins. Proteomic,5(17):4510-4524.
Zaias, J., M.Mineau and C.Cray. 2009. Reference values for serum proteins of common laboratory rodent strains. Journal of the American Assosiation
11