ABSTRAK ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN SEBELUM DAN SESUDAH AKUISISI (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Di BEI) Oleh INGE NATASYA
Penelitian ini bertujuan menganalisis perbandingan kinerja keuangan tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah akuisisi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Kinerja perusahaan diukur dengan menggunakan rasio-rasio keuangan yaitu: Return on investmen, Debt to equity, Earning per share, Total asset turnnover dan Current ratio. Perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian ini sebanyak 12 perusahaan yang dipilih dengan teknik penarikan sampel purposive sampling dengan jenis pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengumpulkan data skunder dan menganalisa pos-pos yang terdapat dalam laporan keuangan. Sampel-sampel tersebut dianalisis dengan menggunakan uji parametrik yaitu Paired sampel t-test karena data berdistribusi normal. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Debt to Equity Ratio dan Earning per share menunjukkan peningkatan kinerja keuangan yang signifikan setelah perusahaan melakukan akuisisi dibandingkan dengan sebelum perusahaan melakukan akuisisi. Sedangkan pada Return on invesment, Total asset turnover dan Current Ratio menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan setelah perusahaan melakukan akuisisi. Kata kunci: Akuisisi, kinerja keuangan, rasio keuangan
Nama
: Inge Natasya
NPM
: 0741031106
E-mail
:
[email protected]
TLP
: 0857 888 3 1189
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Memasuki era perdagangan bebas, persaingan usaha diantara perusahaan -perusahaan semakin tajam. Di mana dalam kondisi ini menuntut perusahaan untuk meningkatkan daya saing perusahaan agar dapat bertahan dalam persaingan yang semakin tajam. Untuk itu perusahaan harus bisa untuk selalu mengembangkan strategi perusahaan supaya dapat mempertahankan eksistensinya dan menjadi perusahaan yang besar dan kuat. Menurut Koesnadi (1991) bahwa salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan agar perusahaan bisa bertahan atau bahkan berkembang adalah dengan melakukan merger dan akuisisi (M&A). Merger merupakan penggabungan dua perusahaan atau lebih menjadi satu kekuatan untuk memperkuat posisi perusahaan. Sementara itu penggabungan dengan cara lain adalah dengan cara akuisisi. Akuisisi merupakan pengambil-alihan (take over) sebagian atau keseluruhan saham perusahaan lain sehingga perusahaan pengambil alih mempunyai hak kontrol atas perusahaan target. Akuisisi ini dapat dilakukan terhadap anak perusahaan yang semula sudah go publik dan disebut dengan akuisisi internal atau akuisisi terhadap perusahaan lain dan disebut dengan akuisisi eksternal. Akuisisi banyak dilakukan karena diharapkan adanya penyatuan sumber daya komplementer antar dua perusahaan yang akan memungkinkan terciptanya sinergi dan keunggulan kompetetif yang terus menerus pada perusahaan yang baru dibentuk. Perusahaan-perusahaan besar di Indonesia telah banyak melakukan akuisisi, terlebih pada masa-masa krisis ekonomi yang mengakibatkan banyaknya perusahaan-perusahaan yang bangkrut. Bahkan saat ini pasar berkembang dimana yang kegiatannya bukan berupa jual beli barang, tetapi jual beli perusahaan (kepemilikan) dalam perusahaan. Pasar ini biasa disebut dengan Market for Corporate Control (Aji, 2010). Moin (2004) menyatakan bahwa merger dan akuisisi bisa didekati dari perspektif yaitu keuangan perusahaan (corporate finance) dan dari manajemen startegi (strategic management). Dari sisi keuangan perusahaan, akuisisi adalah salah satu bentuk keputusan investasi jangka panjang (penganggaran modal/capital budgeting) yang harus diinvestigasi dan dianalisis dari aspek kelayakan bisnisnya. Sementara itu dari perspektif manajemen strategi, akuisisi adalah alternatif strategi pertumbuhan melalui jalur eksternal untuk mencapai tujuan perusahaan. Keputusan akuisisi mempunyai pengaruh yang besar dalam memperbaiki kondisi dan kinerja perusahaan, karena dengan bergabungnya dua atau lebih perusahaan dapat menunjang kegiatan usaha, sehingga keuntungan yang dapat dihasilkan juga lebih besar dibandingkan jika dilakukan sendiri. Keuntungan yang besar dapat memperkuat posisi keuangan perusahaan yang melakukan akuisisi. Perubahan posisi keuagan ini akan nampak pada laporan keuangan yang meliputi perhitungan dan interprestasi rasio keuangan. Alasan perusahaan lebih cenderung memilih akuisisi dari pada pertumbuhan internal sebagai strateginya, adalah karena akuisisi dianggap jalan cepat untuk mewujudkan tujuan perusahaan dimana perusahaan tidak perlu memulai dari awal suatu bisnis baru. Akuisisi juga dianggap dapat menciptakan sinergi, yaitu nilai keseluruhan perusahaaan setelah akuisisi yang lebih besar dari pada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan sebelum akuisisi. Selain itu keuntungan lebih banyak diberikan melalui akuisisi kepada perusahaan antara lain peningkatan kemampuan dalam pemasaran, riset, skill manajerial, transfer teknologi, dan efisiensi berupa penurunan biaya produksi.
Akuisisi masih sering dipandang sebagai keputusan kontroversial karena memiliki dampak yang sangat dramatis dan kompleks. Banyak pihak yang dirugikan, sekaligus diuntungkan, dari peristiwa merger dan akuisisi. Dampak yang merugikan bisa kita lihat dari sisi karyawan karena kebijakan ini sering disertai dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang jumlahnya barangkali sangat fantastik. Misalnya, dalam kasus Bank Mandiri, lebih dari 11.000 karyawan harus memilih pension dini, sedangkan pengurangan karyawan pada kasus merger Bank Permata mencapai 2.350 karyawan (Moin,2004). Kontroversi lain terlihat dari munculnya berbagai intrik dan skandal dibalik peristiwa merger dan akuisisi. Berbagai bentuk rekayasa dilakukan melalui merger dan akuisisi. Misalnya media ini digunakan untuk menghindari pajak, menggelembungkan nilai asset perusahaan, menggusur manajemen perusahaan yang diakuisisi, atau memperbesar kompensasi para eksekutif sendiri. Pada kegiatan akuisisi ada dua hal yang patut dipertimbangkan yaitu nilai yang dihasilkan dari kegiatan akuisisi dan siapakah pihak-pihak yang paling diuntungkan dari kegiatan tersebut. Dengan adanya akuisisi diharapkan akan menghasilkan sinergi sehingga nilai perusahaan akan meningkat. Akuisisi manajer harus memperhitungkan kinerja dari perusahaan yang akan diakuisisinya. Karena dari kinerja perusahaan dapat menilai pantas tidaknya calon perusahaan yang diakuisisi. Perhitungan kinerja tersebut dilakukan dengan melihat rasio-rasio keuangan, yang dilihat dari rasio profitabilitas, rasio solvabilitas, rasio likuiditas, rasio aktivitas dan rasio pasar. Dalam Moin (2004) mengatakan bahwa dapat menggunakan return on assets dan return on equity dalam perhitungan rasio profitabilitas, perhitungan rasio hutang dapat menggunakan debt ratio dan debt to equity ratio, rasio likuiditas dengan current ratio, rasio aktivitas dengan menggunakan total asset turn over serta rasio pasar menggunakan earning per share. Keputusan akuisisi mempunyai pengaruh yang besar dalam memperbaiki kondisi dan kinerja perusahaan karena dengan bergabungnya dua atau lebih perusahaan dapat menunjang kegiatan usaha, sehingga keuntungan yang dapat dihasilkan juga lebih besar dibandingkan jika dilakukan sendiri. Keuntungan yang besar dapat memperkuat posisi keuangan perusahaan yang melakukan akuisisi. Perubahan posisi keuangan ini akan nampak pada laporan keuangan yang meliputi perhitungan dan interprestasi rasio keuangan (Moin, 2004). Menurut Payamta (2004) guna menilai kinerja perusahaan digunakan rasio-rasio keuangan. Jenis rasio yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rasio likuiditas, aktivitas, pasar, solvabilitas dan profitabilitas. Dasar logika dari pengukuran berdasar akuntansi adalah bahwa jika skala bertambah besar ditambah dengan sinergi yang dihasilkan dari gabungan aktivitasaktivitas yang simultan, maka laba perusahaan akan meningkat dan kinerja perusahaan juga semakin meningkat sehingga kinerja perusahaan pasca akuisisi seharusnya semakin baik dibandingkan dengan sebelum akuisisi dan tercermin dalam laporan keuangan perusahaan yang melakukan akuisisi. Perubahan – perubahan yang terjadi setelah perusahaan melakukan akuisisi biasanya akan terlihat pada kinerja perusahaan dan penampilan finansialnya. Untuk menilai bagaimana keberhasilan akuisisi yang dilakukan, dapat dilihat dari kinerja keuangan setelah melakukan akuisisi bagi perusahaan pengakuisisi (Maksum, 2005). Berdasarkan kajian dan penelitian sebelumnya terdapat perbedaan hasil dalam penerapan strategi akuisisi, disisi lain aplikasi akuisisi memberikan dampak yang menguntungkan perusahaan, namun disisi lain justru memberikan kerugian bagi perusahaan yang melakukannya. Sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh akuisisi terhadap
kinerja keuangan perusahaan yang dinilai dari rasio keuangannya. Karena untuk menilai bagaimana keberhasilan akuisisi yang dilakukan, dapat dilihat dari kinerja perusahaan yang melakukan akuisisi, terutama kinerja keuangannya. Dengan bergabungnya dua atau lebih perusahaan dapat menunjang kegiatan usaha, sehingga keuntungan yang dihasilkan juga lebih besar dibandingkan jika dilakukan sendiri-sendiri. [Alasan pemilihan objek pada perusahaan manufaktur dalam penelitian ini karena perusahaan manufaktur termasuk kelompok industri yang semakin berkembang dalam dunia bisnis saat ini dengan nilai transaksi yang besar serta dengan asumsi semakin besar objek yang diamati maka akan semakin akurat kajiannya. Disamping itu perusahaan manufaktur dipilih sebagai objek dalam penelitian ini dikarenakan perusahaan manufaktur merupakan yang sahamnya paling aktif diperdagangkan di BEI. [Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti tertarik melakukan penelitian berjudul “Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Akuisisi pada Perusahan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.” 1.1 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, permasalahan yang ingin diteliti dalam penelitian ini adalah: “Apakah ada perbedaan kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah akuisisi pada perusahaan manufaktur yang tercatat di BEI?”. 1.2 Pembatasan Masalah Dari uraian di atas agar pembahasan lebih terarah, maka perlu membatasi permasalahan tersebut pada kinerja keuangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio keuangan yang meliputi Debt to equity (DER), Earning pershare (EPS),Total asset turn over (TATO), Return on investment (ROI), Current ratio (CR). 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Untuk menyediakan bukti empiris perbedaan kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah akuisisi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. 2. Manfaat Penelitian a. Bagi akademis Diharapkan memberikan infomasi yang mendukung beberapa penelitian sebelumnya mengenai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk memperbaiki kinerja keuangan sebelum maupun sesudah akuisisi. b. Bagi Investor Dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan investasi yang tepat, khususnya invetasi pada perusahaan yang melakukan akuisisi. c. Bagi peneliti selanjutnya Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya, khususnya tentang penilaian kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah akuisisi.
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Penggabungan Usaha Penggabungan usaha merupakan salah satu strategi untuk mempertahankan kelangsungan hidup dan mengembangkan perusahaan. Ikatan akuntan Indonesia dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia Nomor 12 (PSAK No.22) mendefinisikan penggabungan badan usaha sebagai bentuk penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan perusahaan lain ataupun memperoleh kendali atas aktiva dan operasi perusahaan lain (IAI,2002). Jenis penggabungan usaha dapat dibedakan menjadi dua yaitu akuisisi dan penyatuan pemilikan (merger). Pengertian penggabungan usaha (business combination) secara umum adalah penyatuan dua atau lebih perusahaan yang terpisah menjadi satu entitas ekonomi karena satu perusahaan menyatu dengan perusahaan lain atau memperoleh kendali atas aktiva dan operasi perusahaan lain. Penggabungan usaha dapat berupa pembelian saham suatu perusahaan oleh perusahaan lain, atau pembelian aktiva neto suatu perusahaan. Secara teori penggabungan usaha dapat berupa merger, akuisisi, dan konsolidasi. Merger adalah kombinasi dari dua atau lebih perusahaan, dengan salah satu nama perusahaan yang bergabung tetap digunakan sedangkan yang lainnya dihilangkan. Sementara itu, akuisisi didefinisikan sebagai pembelian seluruh atau sebagian kepimilikan suatu perusahaan, yang dapat dilakukan melalui merger atau tender offer (Foster, 1986). 2.2 Pengertian Akuisisi Akuisisi berasal dari kata acquisitio (Latin) dan acquisition (Inggris), secara harfiah akuisisi mempunyai makna membeli atau mendapatkan sesuatu atau obyek untuk ditambahkan pada sesuatu atau obyek yang telah dimiliki sebelumnya. Dalam teminologi bisnis akuisisi dapat diartikan sebagai pengambilalihan kepemilikan atau pengendalian atas saham atau aset suatu perusahaan oleh perusaahaan lain, dan dalam peristiwa baik perusahaan pengambilalih atau yang diambil alih tetap eksis sebagai badan hukum yang terpisah (Moin, 2004). Moin (2004) Terdapat beberapa alasan mengapa perusahaan melakukan penggabungan usaha yaitu akuisisi: a. Pertumbuhan atau diversifikasi Perusahaan yang menginginkan pertumbuhan yang cepat, baik ukuran, pasar saham, maupun diversifikasi usaha dapat dilakukan merger atau akuisisi. Selain itu jika melakukan ekspansi dengan akuisisi maka perusahaan dapat mengurangi perusahaan pesaing atau mengurangi persaingan. b. Sinergi Sinergi dapat tercapai ketika akuisisi menghasilkan tingkat skala ekonomi ( economic of scale ). Tingkat skala ekonomi terjadi kerena perpaduan biaya overhead meningkatkan pendapatan yang lebih besar dari pada jumlah pendapatan perusahaan saat sebelum melakukan akuisisi. Sinergi terlihat jelas ketika perusahaan yang melakukan merger berada dalam bisnis yang sama karena fungsi dan tenaga kerja yang berebihan dapat dihilangkan. c. Meningkatkan dana Banyak perusahaan tidak dapat memperoleh dana untuk melakukan ekspansi internal, tetapi dapat memperoleh dana untuk melakukan eskpansi eksternal. Perusahaan tersebut menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki likuiditas tinggi
sehingga menyebabkan peningkatan daya pinjam perusahaan dan penurunan kewajiban keuangan. Hal ini memungkinkan meningkatnya dana dengan biaya rendah. d. Menambah keterampilan manajemen atau teknologi Beberapa perusahaan tidak dapat berkembang dengan baik karena tidak adanya efisiensi pada manajemen atau kurangnya teknologi. Perusahaan yang tidak dapat mengefisiensikan manajemen nya dan tidak dapat membayar untuk mengebangkan teknologinya, dapat menggabungkan diri dengan perusahaan yang memiliki manajemen atau teknologi yang ahli. e. Pertimbangan pajak Perusahaan yang memiliki kerugian pajak dapat melakukan akuisisi dengan perusahaan yang menghasilkan laba untuk memanfaatkan kerugian pajak. Bagaimanapun akuisisi tidak hanya dikarenakan keuntungan dari pajak, tetapi berdasarkan dari tujuan memaksimalkan kesejahteraan pemilik. f. Meningkatkan likuiditas pemilik Akuisisi antar perusahaan memungkinkan perusahaan memiliki likuiditas yang lebih besar. Jika perusahaan lebih besar, maka pasar saham akan lebih luas dan saham lebih mudah diperoleh sehingga lebih likuid dibandingkan dengan perusahaan yang lebih kecil. Pada Pemerintah Republik Indonesia No.27 tahun 1998 tentang penggabungan, peleburan dan pengambilalihan Perseroan Terbatas mendefinisikan akuisisi adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau perseorangan untuk mengambil alih baik seluruh atau sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut. Dalam PSAK No.22 mendefinisikan akuisisi sebagai suatu penggabungan usaha dimana salah satu perusahaan yaitu pengakuisisi sehingga akan mengakibatkan berpindahnya kendali atas perusahaan yang diambil alih tersebut. Biasanya perusahaan pengakuisisi memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan terakuisisi. Kendali perusahaan yang dimaksud dalam pengendalian adalah kekuatan untuk: a. Mengatur kebijakan keuangan dan operasi perusahaan. b. Mengangkat dan memberhentikan manajemen. c. Mendapat hak suara mayoritas dalam rapat redaksi. Pengendalian ini yang memberikan manfaat kepada perusahaan pengakuisisi. Akuisisi berbeda dengan merger karena akuisisi tidak menyebabkan pihak lain bubar sebagai entitas hukum. Perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam akuisisi secara yuridis masih tetap berdiri dan beroperasi secara independen tetapi telah terjadi pengalihan oleh pihak pengakusisi. Beralihnya kendali berarti pengakuisisi memiliki mayoritas saham-saham berhak suara (voting stock) yang biasanya ditunjukan atas kepemilikan lebih dari dari 50 persen saham berhak suara tersebut. Dimungkinkan bahwa walaupun memiliki saham kurang dari jumlah itu pengakuisisi juga bisa dinyatakan sebagai pemilik suara mayoritas jika anggaran dasar perusahaan yang diakuisisi menyebutkan hal yang demikian. Namun bisa juga pemilik dari 51 persen tidak tahu belum dinyatakan sebagai pemilik suara mayoritas jika dalam anggaran dasar perusahaan menyebutkan lain. Akuisisi memunculkan hubungan antara perusahaan induk (pengakuisisi) dan perusahaan anak (terakuisisi) dan selanjutnya kedua memiliki hubungan afiliasi. Dari penjelasan diatas dapat digambarkan menjadi suatu skema atas akuisisi sebagai salah satu straregi.
Gambar 2.1 Skema Akusisi
Gambar 2.1 menjelaskan skema akuisisi. Dimana perusahaan A mengakuisisi 100 persen saham pada perusahaan. Kedua nya masih berdiri sebagai badan hukum yang terpisah tetapi menyebabkan beralihnya kepemilikan perusahaan B dari pemilik lama kepada perusahaan A. Selanjutnya perusahaan A memiliki pengendalian secara penuh terhadap kebijakan perusahaan B baik menyangkut manajemen, keuangan, produksi, pemasaran, dan kebijakankebijakan lainnya (Moin, 2004). 2.2.1 Klasifikasi Akuisisi Berdasarkan obyek yang diakuisisi dibedakan atas akuisisi saham dan akuisisi asset, yaitu: a. Akuisisi Saham Istilah akuisisi digunakan untuk menggambarkan suatu transaksi jual beli perusahaan, dan transaksi tersebut mengakibatkan beralihnya kepemilikan perusahaan dari penjual kepada pembeli. Karena perusahaan didirikan atas saham-saham, maka akuisisi terjadi ketika pemilik saham menjual saham-saham mereka kepada pembeli/pengakuisisi. Akuisisi saham merupakan salah satu bentuk akuisisi yang paling umum ditemui dalam hampir setiap kegiatan akuisisi. Akuisisi tersebut dapat dilakukan dengan cara membeli seluruh atau sebagian saham-saham yang telah dikeluarkan oleh perseroan maupun dengan atau tanpa melakukan penyetoran atas sebagian maupun seluruh saham yang belum dan akan dikeluarkan perseroan yang mengakibatkan penguasaan mayoritas atas saham perseroan oleh perusahaan yang melakukan akuisisi tersebut, yang akan membawa ke arah penguasaan manajemen dan jalannya perseroan. b. Akuisisi Aset Apabila sebuah perusahaan bermaksud memiliki perusahaan lain maka ia dapat membeli sebagian atau seluruh aktiva atau aset perusahaan lain tersebut. Jika pembelian tersebut hanya sebagian dari aktiva perusahaan maka hal ini dinamakan akuisisi parsial. Akuisisi aset secara sederhana dapat dikatakan merupakan:
1. Jual beli (aset) antara pihak yang melakukan akuisisi aset (sebagai pihak pembeli) dengan pihak yang diakuisisi asetnya (sebagai pihak penjual), jika akuisisi dilakukan dengan pembayaran uang tunai. Dalam hal ini segala formalitas yang harus dipenuhi untuk suatu jual beli harus diberlakukan, termasuk jual beli atas hak atas tanah yang harus dilakukan dihadapan Pejabat Pembuatan Akta Tanah. 2. Perjanjian tukar menukar antara aset yang diakuisisi dengan suatu kebendaan lain milik dan pihak yang melakukan akuisisi, jika akuisisi tidak dilakukan dengan cara tunai. Dan jika kebendaan yang dipertukarkan dengan aset merupakan sahamsaham, maka akuisisi tersebut dikenal dengan nama assets for share exchange, dengan akibat hukum bahwa perseroan yang diakuisisi tersebut menjadi pemegang saham dan perseroan yang diakuisisi (Moin,2004). 2.2.2 Motif Akuisisi Moin (2004) pada prinsipnya terdapat dua motif yang mendorong sebuah perusahaan melakukan akuisisi yaitu motif ekonomi dan motif nonekonomi. Motif ekonomi berkaitan dengan esensi tujuan perusahaanyaitu meningkatkan nilai perusahaan atau memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Di sisi lain, motif non-ekonomi adalah motif yang bukan didasarkan pada esensi tujuan perusahaan tersebut, tetapi didasarkan pada keinginan subyektif atau ambisi pribadi pemilik atau manajemen perusahaan. 1. Motif Ekonomi Esensi dari tujuan perusahaan, jika ditinjau dari perpektif manajemen keuangan, adalah seberapa besar perusahaan mamp menciptakan nilai (value creation) bagi perusahaan dan bagi pemegang saham. Akuisisi memiliki motif ekonomi yang tujuan jangka panjangnya adalah mencapai peningkatan nilai tersebut. Oleh karena itu seluruh aktivitas dan keputusan yang diambil oleh perusahaan harus diarahkan mencapai tujuan ini. Implentasi program yang dilakukan oleh perusahaan harus melalui langkah-langkah konkrit misalnya melalui efisiensi produksi, peningkatan penjualan, pemberdayaan dan peningkatan produktivitas sumder daya manusia. Disamping itu dalam motif ekonomi akuisisi yang lain meliputi (Moin, 2004): 1. Mengurangi waktu, biaya dan risiko kegagalan memasuki pasar baru. 2. Mengakses reputasi teknologi, produk dan merk dagang. 3. Memperoleh individu - individu sumber daya manusia yang professional. 4. Membangung kekuatan pasar. 5. Memperluas pangsa pasar. 6. Mengurangi persaingan. 7. Mendiversifikasi lini produk. 8. Mempercepat pertumbuhan. 9. Menstabilkan cash flow dan keuntungan. 2. Motif Sinergi Salah satu motivasi atau alasan utama perusahaan melakukan merger dan akuisisi adalah menciptakan sinergi. Sinergi merupakan nilai keseluruhan perusahaan setelah akuisisi yang lebih besar dari pada penjumlahan nilai masing-masing perusahaan sebelum akuisisi. Sinergi dihasilkan melalui kombinasi aktivitas secara simultan dari kekuatan atau lebih elemenelemen perusahaan yang bergabung sedemikian rupa sehingga gabungan aktivitas tersebut menghasilkan efek yang lebih besar dibandingkan dengan penjumlahan aktivitas-aktivitas perusahaan jika mereka bekerja sendiri. Pengaruh sinergi bisa timbul dari empat sumber:
1. Penghematan operasi, yang dihasilkan dari skala ekonomis dalam manajemen, pemasaran, produksi atau distribusi. 2. Penghematan keuangan, yang meliputi biaya transaksi yang lebih rendah dan evaluasi yang lebih baik oleh para analisis sekuritas. 3. Perbedaan efisiensi, yang berarti bahwa manajemen salah satu perusahaan, lebih efisien dan aktiva perusahaan yang lemah akan lebih produktif setelah merger. 4. Peningkatan penguasaaan pasar akibat berkurangnya persaingan (Brigham, 2001). Moin (2004) bentuk - bentuk sinergi disajikan berikut ini: 1. Sinergi Operasi Sinergi operasi (operating synergy) terjadi ketika perusahaan hasil kombinasi mencapai efisiensi biaya. Efisiensi ini dicapai dengan cara pemanfaatan secara optimal sumber daya sumber daya perusahaan. Sehingga dengan adanya akuisisi yang dilakukan perusahaan maka diharapakan perusahaan dapat memasarkan produknya hingga kapasitas penuh, dimana yang sebelumnya masih idle akan dapat dioptimalkan untuk mendukung permintaan pasar. Disini terjadi efisiensi karena pemanfaatan kapasitas produksi yang semula masih menganggur. 2. Sinergi Finansial Sinergi finansial (financial synergy) dihasilkan ketika perusahaan hasil akuisisi memiliki struktur modal yang kuat dan mampu mengakses sumber-sumber dana dari luar secara lebih mudah dan murah sedemikian rupa sehingga biaya modal perusahaan semakin menurun. Struktur permodalan yang kuat akan menjamin berlangsungnya aktivitas operasi perusahaan tanpa menghadapi kesulitan likuiditas. Akses yang semakin mudah terhadap sumber-sumber dana dimungkinkan ketika perusahaan memiliki ukuran yang semakin besar. Perusahaan memliki struktur permodalan yang kuat dan size yang besar akan diberi kepercayaan dan kepercayaan yang positif oleh publik. Kondisi seperti ini akan memberikan dampak positif bagi perusahaan karena makin meningkatnya kepercayaan pihak lain seperti lembaga-lembaga keuangan sehingga mereka bersedia meminjamkan dana. Perusahaan yang memiliki kepercayaan dari publik seperti itu memiliki risiko kebangkrutan yang lebih kecil dari pada yang tidak memiliki kepercayaan publik. 3. Sinergi manajerial Sinergi manajerial (managerial synergy) dihasilkan ketika terjadi transfer kapabilitas manajerial dan skill dari perusahaan yang satu ke perusahaan lain atau ketika secara bersama-sama mampu memanfaatkan kapasitas know-how yang mereka miliki. Manajemen yang seperti ini mampu bersinergi dalam mengambil keputusan-keputusan startegik. Transfer kapabilitas terutama sekali terjadi ketika sebuah perusahaan yang memiliki kinerja manajerial yang lebih baik akuisisi dengan perusahaan lain yang memiliki kinerja manajerial yang kurang bagus. Perusahaan yang superior dalam suatu industri seringkali memiliki sumberdaya manajemen yang lebih bagus dibanding perusahaan yang lain di industri yang sama. Perusahaan yang belum memiliki manajerial yang bagus perlu pembelajaran internal (internal learning) melalui akusisi dengan perusahaan lain apabila ingin memiliki keunggulan manajerial. 4. Sinergi teknologi Sinergi teknologi bisa dicapai dengan memadukan keunggulan teknik sehingga saling memetik manfaat. Sinergi teknologi dapat terjadi misalnya pada departemen riset dan pengembangan, departemen disain dan engineering, proses manufacturing, dan teknologi informasi. 5. Sinergi pemasaran
Perusahaan yang melakukan akuisisi akan memperoleh manfaat dari semakin luas dan terbukanya pemasaran produk, bertambahnya lini produk yang dipasarkan dan semakin banyak konsumen yang bisa di jangkau. 2.3 Analisis Kinerja Keuangan 2.3.1 Pengertian Kinerja Keuangan Istilah kinerja atau performance sering dikaitkan dengan kondisi keuangan perusahaan. Kinerja merupakan hal penting yang harus dicapai oleh setiap perusahaan dimanapun, kerena kinerja merupakan cerminan kemampuan perusahaan dalam mengelola dan mengalokasikan sumber dayanya.
Kinerja adalah gambaran pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan ataun progra atau kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, visi, dan misi organisasi. Pelaporan kinerja merupakan refleksi keajaiban untuk mempresentasikan dan melaporkan semua aktivitas dan sumber daya yang perlu dipertanggung jawabkan. Kondisi keuangan perusahaan adalah suatu tampilan atau keadaan secara utuh atas keuagan perusahaan selama periode atau kurun waktu tertentu. Kondisi keuangan merupakan gambaran atas kinerja sebuah perusahaan. Media yang dapat dipakai untuk meneliti kondisi kesehatan perusahaan adalah laporan keuangan yang terdiri dari neraca, perhitungan laba rugi, ikhtisar laba yang ditahan dan laporan posisi keuangan (Aji,2010). Suatu kinerja perusahaan dapat di lihat dari segi keuangan. Kinerja keuangan suatu perusahaan dapat diartikan sebagai prospek atau masa depan, pertumbuhan dan potensi perkembangan yang baik bagi perusahaan. Informasi kinerja perusahaan diperlukan untuk menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi, yang mungkin dikendalikan di masa depan dan untuk memprediksi kapasitas produksi dari sumber daya yang ada (Almilia,2003). 2.3.2 Analisis Laporan Keuangan Laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan merupakan salah satu sumber informasi mengenai posisi keuangan perusahaan, kinerja serta perubahan posisi keuangan perusahaan sangat berguna untuk mendukung pengambilan keputusan yang tepat. Analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan pada dasarnya agar mengetahui tingkat profitabilitas (keuntungan) dan tingkat risiko atau tingkat kesehatan suatu perusahaan. Analisis keuangan yang mencakup analisis rasio keuangan, analisis keuangan dan kekuatan dibidang finansial akan sangat membantu salam menilai prestasi manajemen masa lalu dan prospeknya di masa mendatang. Analisis laporan keuangan dapat dilakukan menggunakan rasio keuangan. Analisis laporan keuangan memungkinkan manajer keuangan dan pihak yang berkepentingan untuk mengevaluasi kondisi keuangan dengan cepat, karena penyajian rasio – rasio keuangan akan menunjukan kondisi sehat atau tidaknya suatu perusahaan. Analisis rasio menghubungkan unsur – unsur rencana dan perhitungan laba rugi sehingga dapat menilai efektivitas dan efesiensi perusahaan. Menurut shinta (2008) menyatakan empat hal yang mendorong analisis laporan keuangan dilakukan dengan model rasio keuangan yaitu: 1. Untuk mengendalikan pengaruh perbedaan besaran antar perusahaan atau antar waktu. 2. Untuk membuat data menjadi lebih memenuhi asumsi alat statistik yang digunakan.
3. Untuk menginvestigasi teori yang terkait dengan rasio keuangan. 4. Untuk mengkaji hubungan empiris antara rasio keuangan dengan estimasi atau prediksi variabel tertentu ( seperti kebangkrutan atua finacial distress) Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia (JAAI). 2.3.3 Rasio Keuangan Analisis rasio keuangan merupakan metode umum yang digunakan untuk mengukur kinerja perusahaan dibidang keuangan. Rasio merupakan alat yang membandingkan suatu hal dengan hal lainnya sehingga dapat menunjukkan hubungan atau korelasi dari suatu laporan finansial berupa neraca dan laporan laba rugi. Kriteria untuk menentukan apakah posisi keuangan suatu perusahaan sehat atau tidak dapat diklasifikasikan menjadi lima macam rasio keuangan (Warsono, 2003:32) yaitu: 1. Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba.Rasio ini membantu perusahaan dalam mengontrol penerimaannya. 2. Rasio Solvabilitas Rasio solvabilitas atau financial leverage merupakan tingkat jumlah hutang terhadap seluruh kekayaan perusahaan. 3. Rasio Pasar Rasio pasar mengukur seberapa besar nilai pasar saham perusahaan dibanding dengan nilai buku. Lebih dari itu rasio ini mengukur bagaimana nilai perusahaan saat ini dan dimasa yang akan datang dibandingkan dengan nilai perusahaan di masa lalu. Pada sudut pandang investor, apabila sebuah perusahaan memiliki nilainilai yang tinggi pada rasio ini maka semakin baik prospek perusahaan. 4. Rasio Aktivitas Rasio aktivitas mengukur seberapa efektif manajemen perusahaan mengelola aktivanya. Dengan kata lain rasio ini mengukur seberapa besar kecepatan assetasset perusahaan dikelola dalam rangka menjalankan bisnisnya. 5. Rasio likuiditas Rasio likuiditas mengukur kemampuan perusahaan untuk mengetahui kemampuan perusahaan untuk melunasi hutang-hutang jangka pendek yang segara jatuh tempo. Berdasarkan kelompok rasio di atas, rasio-rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Return on Investment (ROI) digunakan untuk mengukur kemampuan modal yang diinvestasikan dalam untuk menghasilkan laba bersih setelah pajak. 2. Debt to Equity (DER) merupakan alat ukur dengan cara membandingkan antara utang jangka panjang (long term debt) perusahaan dengan modal ekuitas (stock equity). 3. Earnings per share ( EPS) merupakan alat ukur untuk menghitung laba bersih yang diperoleh dari selembar saham. 4. Total asset turnover (TATO) merupakan alat untuk mengukur perputaran dari semua aset perusahaan dan dihitung dengan cara membagi penjualan dengan aktiva total. 5. Current Ratio (CR) yaitu membandingkan antara total aset dengan kewajiban lancarnya. 2.4 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian di Indonesia mengenai pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja keuangan diantaranya adalah yang dilakukan oleh Cecilia Bintang (2005) tentang analisis kinerja operasi perusahaan yang melakukan merger atau akuisisi, pengujian terhadap kinerja operasi perusahaan setelah melakukan merger atau akuisisi tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, pada penelitian ini hanya menguji kinerja operasi jangka pendek 1
tahun sebelum dan 1tahun setelah melakukan merger dan akuisisi dikarenakan keterbatasan ketersediaan laporan keuangan perusahaan. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu ROA, ROE, PM, TATO, Operating Return dan Operating Margin. Penemuan Yudyatmoko dan Na’im (2000) yang melakukan pengujian terhadap 34 kasus merger dan akuisisi selama 1989-1995 menemukan rata-rata profit margin selama tiga tahun sebelum dan sesudah merger dan akuisisi, menunjukan hasil tidak ada perbedaan yang signifikan antara rata-rata profit margin tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah merger dan akuisisi. Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk menginvestasikan pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja perusahaan, namun hasilnya tidak selalu konsisten. Penelitian yang dilakukan oleh Nurdin (1996) bertujuan untuk menganalisis kinerja perusahaan sebelum dan sesudah akusisi pada perusahaan go public di Indonesia, dari 55 perusahaan yang masuk criteria yaitu sebanyak 40 perusahaan, perusahaan melakukan akusisi dari tahun 1989 sampai 1992. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dan uji statistiknya menggunakan t-test sebelum dan setelah akuisisi. Hasil dari penelitian tersebut adalah terdapat perbedaan kinerja perusahaan yang digambarkan oleh rasio keuangan yaitu: rasio likuiditas, rasio rentabilitas, rasio solvabilitas dan rasio tingkat pengembalian atas total aktiva yang semakin membaik setelah akuisisi dalam jangka waktu tiga tahun. Hasil negative dikemukakan oleh Payamta & Sholikah (2001) yang menganalisis pengaruh merger dan akuisisi terhadap kinerja perbankan di Indonesia terhadap 87 bank dari tahun 1990 sampai 1995 dan yang masuk sampel adalah 9 bank, metode yang digunakan adalah purposive sampling. Kinerja bank dianalisis menggunakan CAMEL (aspek permodalan, kualitas aktiva, manajemen, rentabilitas dan likuiditas), dengan hasil penelitian tidak adanya perbedaan yang signifikan pada tingkat kinerja bank yang diukur dengan rasio camel untuk 1 tahun sebelum dan 1 tahun sesudah merger dan akuisisi. Pada tahun 2004 Payamta kembali meneliti pengaruh merger dan akuisisi kinerja keuangan perusahaan yang melakukan merger dan akuisisi tahun 1990-1996 bersama Setiawan (Payamta & Setiawan, 2004). Dari rasio-rasio keuangan yang terdiri rasio likuiditas, solvabilitas, aktivitas, dan profitabilitas hanya rasio Total Asset Turnover, Fixed Asset Turnover, Return On Investment, Return On Equity, Net Profit Margin, Operating Profit Margin, Total Asset to Debt, Net Worth to Debt yang mengalami penurunan signifikan setelah merger dan akuisisi. Sedangkan rasio lainnya tidak mengalami perubahan signifikan. Sejalan dengan Penelitian Mariana dan Sri (2008) menyatakan bahwa dengan menggunakan metoda EVA tidak ada perubahan kinerja perusahaan yang signifikan yang terjadi pada perusahaan GGRM baik sebelum melakukan akuisisi maupun sesudah akuisisi. Pada penelitian Azizudin (2003) menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan untuk periode sebelum dengan sesudah merger dan akuisisi dari segi rasio keuangan. Meskipun ada beberapa rasio dan tidak konsisten. Yang memberikan indikasi perbedaan signifikan namun sifatnya hanya sementara keuangan seperti DER, ROE dan PBV. Sejalan dengan penelitian Azizudin, penelitian Arviana (2009) secara umum menunjukkan tidak ada peningkatan yang signifikan antara kinerja keuangan perusahaan pada DER, GPM, OPM, NPM, ROE, dan ROI, sebelum dan sesudah melakukan merger dan akuisisi. Dari beberapa penelitian yang sudah ada, bahwa setiap perusahaan dengan berbagai rasio yang digunakan untuk menilai kinerja keuangan tidak ada nilai atau hasil yang konsisten. Berdasarkan literatur dan teriotis yang ada bahwa sebelum dan sesudah melakukan akuisis
seharusnya terjadi perubahan secara signifikan dengan terjadi nya sinergi yang meningkat. Pada penelitian kali ini, peneliti mencoba menguji kembali kinerja perusahaan sebelum dan sesudah akuisisi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI, dengan beberapa rasio yang sudah digunakan akan tetapi dengan periode masa akuisisi yaitu pada periode 20062008 dengan periode pengamatan 2003-2011, dengan menggunakan kriteria yang sudah di tentukan. 2.5. Rerangka Pemikiran Keputusan akuisisi pengaruh besar dalam memperbaiki kondisi perusahaan. Melalui akuisisi diharapkan perusahaan dapat melakukan penghematan operasi dan meningkatkan daya saing di pasar internasional. Para manajer keuangan dituntut untuk bisa menilai kapan perusahaan harus melakukan akuisisi dan beberapa aktif menilai calon perusahaan yang akan diajak akuisisi, sehingga tujuan perusahaan untuk memberikan keuntungan dengan meningkatkan kinerja keuangan perusahaan tercapai. Salah satu motivasi perusahaan dalam melakukan akuisisi adalah untuk meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Evaluasi terhadap keberhasilan strategi akuisisi dalam upaya meningkatkan kinerja keuangan perusahaan, melalui perbandingan kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah akuisisi dengan menggunakan analisisi rasio keuangan. Analisis rasio keuangan yang peneliti gunakan adalah rasio profitabilitas (ROI), rasio solvabitias atau financial leverage (DER), rasio aktivitas (TATO), rasio pasar (EPS) dan rasio likuiditas (CR). Berdasarkan tinjauan pustaka diatas, dapat disederhanakan sebagaimana model kerangka pemikiran teoritis sebagai berikut: Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Teoritis
Kinerja Keuangan perusahaan Sebelum Akuisisi
1. Retun on Investment 2. Debt to Equity
Dibandingkan
3. Earnings pershare 4. Total asset turnover 5. Current Ratio
Kinerja Keuangan Perusahaan Sesudah Akuisisi 2.6. Perumusan Hipotesis [Kondisi keuangan yang diwakili oleh rasio keuangan dapat memberikan petunjuk dalam menilai kinerja suatu perusahaaan. Berdasarkan literatur dan beberapa penelitian mengenai
kinerja perusahaan yang telah melakukan akuisisi maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan variabel rasio profitabilitas (Return on invesment), rasio solvabilitas (Debt to equity), rasio pasar (earning per share, rasio aktivitas (Total assets turn over), dan rasio likuiditas (current ratio). Dalam penelitian ini dapat dirumuskan atas kinerja keuangan sebagai berikut: 2.6.1 Rasio Profitabilitas Rasio profitabilitas adalah rasio profitabilitas mengukur kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba. Rasio ini membantu perusahaan dalam mengontrol penerimaannya (Kasmir, 2010:114). Yang termasuk dalam jenis-jenis rasio profitabilitas adalah: a. b. c. d. e. f.
Gross Profit Margin (GPM) Net Profit Margin (NPM) Operating Profit Magin (OPM) Return on Invesment (ROI) Return on Equity (ROE) Return on assets (ROA)
Rasio profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return on Investment (ROI) merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan secara keseluruhan didalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia didalam perusahaan dimana jika terjadi sinergi yang baik maka secara umum tingkat profitabilitas perusahaan akan lebih baik dari sebelum melakukan sinergi (Syamsuddin, 2009). Pada penelitian Payamta dan Setiawan (2004), untuk rasio return on investment mengalami penurunan signifikan. Namun pada penelitian Maksum (2009) untuk rasio return on investment tidak mengalami perubahan signifikan. Berdasarkan teori mengenai kinerja perusahaan pada ROI mengukur keuntungan yang dihasilkan dari seluruh aktiva yang dimiliki perusahaan. Rasio yang rendah menunjukkan kinerja yang buruk atas pemanfaatan aktiva yang buruk oleh manajemen, sedangkan rasio tinggi menunjukkan kinerja atas penggunaan aktiva yang baik. Oleh karena itu, diharapkan kinerja perusahaan akan meningkat dengan memanfaatkan penggunaan aktiva yang baik yang akan meningkatkan ROI pasca dilakukannya akuisisi dibandingkan sebelum melakukan akuisisi. Maka hipotesis yang dapat disimpulkan adalah: H1: Terdapat perbedaan kinerja keuangan terhadap return on investment (ROI) sebelum akuisisi dan Return on investment (ROI) setelah akuisisi. 2.6.2 Rasio solvabilitas Rasio solvabilitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aset perusahaan dibiayai dengan utang, artinya besarnya jumlah utang yang di gunakan perusahaan untuk membiayai kegiatan usahanya jika di bandingkan dengan menggunakan modal sendiri (Kasmir 2010:112). Perusahaan harus memiliki komposisi modal yang lebih besar dari utang (Harahap 2007:303). Yang termasuk kedalam rasio solvabilitas adalah: a. Debt to equity ratio (DER) b. Debt Ratio (DR) c. Earning before income tax (EBIT)
Rasio solvabilitas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka panjangnya kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan di likuidasi dan menggambarkan sampai sejauh mana modal pemilik dapat menutupi hutanghutang kepada pihak luar dan merupakan rasio yang mengukur hingga sejauh mana perusahaan dibiayai dari hutang. Oleh karena itu, rasio solvabilitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu debt to total equity ratio (DER) yang merupakan perbandingan antara total hutang (hutang lancar dan hutang jangka panjang) dan modal yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dengan menggunakan modal yang ada (Harahap, 2007). [Pada penelitian sebelumnya Koesmoyo (2001) melakukan penelitian kinerja keuangan empat BUMN yang ada di indonesia sebelum dan sesudah go public. Variabel yang digunakan adalah return on assets (ROA), return on equity (ROE), gross profit margin (GPM), net profit margin (NPM), operating profit margin (OPM), dan debt to equity ratio (DER). Hasil dari penelitian tersebut tidak adanya perubahan yang signifikan antara kinerja perusahaan sebelum dan sesudah go public. NKapabilitas perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang dalam hal ini adalah struktur modal yang berubah dengan dilakukannya akuisisi yang akan diteliti melalui debt to equity (DER). Jika terjadi sinergi atas dilakukannya akuisisi maka secara umum kesertaan modal mereka akan cukup baik untuk melakukan usahanya sehingga penggunaan hutang, secara keseluruhan atau atas ekuitas perusahaan (DER), untuk menjalanan perusahaan dapat diminimalisasi. Dalam hal ini, apabila rasio DER mengalami penurunan, yang berarti dana diperoleh dengan melakukan akuisisi yang dikelola dengan baik sehingga menambah struktur modal untuk melunasi semua kewajibannya. Maka hipotesis yang dapat dsimpulkan: H2: Terdapat perbedaan kinerja keuangan terhadap debt to equity (DER) sebelum akuisisi dan debt to equity (DER) setelah akuisisi. 2.6.3 Rasio Pasar Menurut Brigham (2002) rasio pasar mengukur seberapa besar nilai pasar dalam perusahaan dibanding dengan nilai buku. Lebih dari itu rasio ini mengukur bagaimana nilai perusahaan saat ini dan dimasa yang akan datang dibandingkan dengan nilai perusahaan di masa lalu. Menurut (Sutrisno, 2003) rasio ini memberikan informasi seberapa besar masyarakat (investor) atau para pemegang saham menghargai perusahaan, sehingga mereka mau membeli saham perusahaan dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai buku saham. Yang tergolong dalam rasio pasar adalah: a. b. c. d. e.
Earning pershare (EPS) Price earning ratio (PER) Price to book value ratio (PBV) Deviden yeild ratio (DY) Deviden payout ratio (DPR)
Oleh karena itu, rasio pasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah earning per share (EPS) yang biasanya menjadi perhatian pemegang saham pada umum nya atau calon pemegang saham dan manajemen. EPS menunjukan jumlah uang yang dihasilkan (return) dari setiap lembar saham. Semakin besar nilai EPS semakin besar nilai keuntungan yang diterima pemegang saham.
Maka akuisisi yang diharapkan mendatangkan keuntungan lebih pada perusahaan akan mempengaruhi pendapatan yang diperoleh tiap lembar saham (EPS). Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa suatu badan usaha akan lebih meminati saham yang memiliki nilai EPS yang lebih tinggi dibandingkan nilai EPS rendah, karena nilai EPS yang rendah cenderung menurunkan harga saham. Maka hasil hipotesis dapat disimpulkan: H3: Terdapat perbedaan kinerja keuangan terhadap earning pershare (EPS) perusahaan sebelum akuisisi dan earning pershare (EPS) setelah akuisisi. 2.6.4 Rasio Aktivitas Rasio aktivitas merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam menggunakan aktiva yang dimilikinya (Kasmir, 2010). Rasio ini menunjukan sejauh mana efesiensi perusahaan dalam menggunakan aset dalam memperoleh penjualan. Berikut ini adalah jenis-jenis rasio akitivitas: a. b. c. d. e. f.
Total asset turnover Inventory trunover Fixed assets trunover Rasio perputaran modal kerja Rata-rata umur piutang Perputaran piutang
Sedangkan rasio yang menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan keseluruhan aktiva perusahaan dalam menghasilkan volume penjualan tertentu adalah total asset trunover. Total assets turnover merupakan rasio yang menggambarkan perputaran aktiva diukur dari volume penjualan. Jadi semakin besar rasio ini semakin baik yang berarti bahwa aktiva dapat lebih cepat berputar dan meraih laba dan menunjukkan semakin efisien penggunaan keseluruhan aktiva dalam menghasilkan penjualan. Dengan kata lain jumlah asset yang sama dapat memperbesar volume penjualan apabila assets turn overnya ditingkatkan atau diperbesar. Dengan akuisisi maka sharing tentang efektifitas perusahaan dapat dilakukan sehingga dapat meningkatkan keefektifitasan perusahaan dapat terjadi. Sehingga asset yang dimiliki oleh perusahaan dapat digunakan secara efektif . Dengan adanya dana tambahan dengan akuisisi dapat dimanfaatkan untuk menambah persediaan sehingga pada akhirnya akan meningkatkan penjualan perusahaan (syamsudin, 2009). Pada penelitian sebelumnya Shinta (2008) yang meneliti hanya dua perusahaan yang melakukan merger yaitu pada PT Ades Water Indonesia, Tbk. & PT. Medco Energi Internasional, Tbk. Menunjukan hasil analisis dapat diketahui perbedaan kinerja keuangan setelah dan sebelum melakukan merger dan akuisisi, dimana dari hasil tersebut dapat membuktikan bahwa pada rasio CR, DER, OPM, ITO, GPM, NPM, ROE dan TATO dapat diketahui lebih besar sebelum melakukan merger dan akuisisi. Dengan ini perputaran aset (total asset turnover) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur perputaran semua aktiva yang dimiliki perusahaan sehingga pengguna aktiva yang dilakukan oleh perusahaan dapat berdampak pada penjualan yang telah dilakukan, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H4: Terdapat perbedaan kinerja keuangan terhadap total asset turnover (TATO) perusahaan sebelum akuisisi dan total asset turnover (TATO) setelah akuisisi.[ 2.4.5 Rasio likuiditas
Rasio likuiditas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi liabilitie (utang jangka pendek) (Kasmir, 2010:110). Apabila perbandingan aset lancar dengan utang semakin besar, ini berarti semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya. Likuiditas yang tinggi menunjukan bahwa perusahaan memiliki kemampuan yang tinggi dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya (Harahap, 2007:301). Rasio likuiditas adalah rasio yang mengukur kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Rasio-rasio ini dapat dihitung melalui sumber informasi tentang modal kerja yaitu pos-pos aktiva lancar dan hutang lancar. Dengan demikian rasio likuiditas berpengaruh dengan kinerja keuangan perusahaan sehingga rasio ini memiliki hubungan dengan harga saham perusahaan. Berikut jenis-jenis rasio likuiditas: a. Current ratio b. Quick ratio c. Cash ratio Dalam penelitian ini rasio likuiditas yang di proksikan adalah menggunakan current ratio. Current ratio menunjukkan sejauh mana aktiva lancar menutupi kewajiban-kewajiban lancar. Semakin besar perbandingan aktiva lancar dan kewajiban lancar semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya (Syamsudin, 2009). Pada penelitian sebelumnya Shinta (2008) yang menyatakan ada perbedaan kinerja keuangan pada PT Ades Water Indonesia, Tbk. (ADES) & PT Medco Energi Internasional, Tbk (MEDC) setelah dan sebelum melakukan merger dan akuisisi, dimana dari hasil tersebut dapat membuktikan bahwa pada rasio CR, DER, NPM, ROE dan TATO dapat diketahui lebih besar sebelum melakukan merger dan akuisisi. Dalam penelitian ini menggunakan rasio Current Ratio yang menunjukan sejauh mana aktivitas lancar menutupi kewajiban lancar. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa Current Ratio adalah perbandingan antara kelebihan uang kas atau aset lancar lainnya dengan hutang lancar yaitu hutang yang harus dibayar segera mungkin (tidak lebih dari satu tahun). Maka hasil hipotesisnya dapat disimpulkan bahwa: H5: Terdapat perbedaan kinerja keuangan terhadap current ratio (CR) sebelum akuisisi dan current ratio(CR) setelah akuisisi. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel Populasi adalah semua nilai baik hasil perhitungan maupun pengukuran, baik kuantitatif maupun kualitatif, dari pada karakteristik tertentu mengenai sekelompok objek yang lengkap dan jelas. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang melakukan kegiatan akuisisi dan terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan rentang waktu antara tahun 2006 - 2008. Sampel dipilih dengan menggunakan purposive sampling dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan melakukan kegiatan akuisisi pada periode tahun 2006-2008 serta tidak melakukan kegiatan akuisisi lebih dari satu kali selama periode pengamatan, yaitu selama 3 tahun sebelum dan 3 tahun setelah akuisisi. 2. Perusahaan memiliki data laporan keuangan secara lengkap untuk masa tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah akuisisi dan mempublikasikan laporan keuangan secara lengkap. 3. Periode laporan keuangan perusahaan berakhir setiap 31 Desember. Berdasarkan data yang ada diperoleh, sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 12 perusahaan yang termasuk dalam kriteria penelitian ini. Berikut daftar perusahaan: Tabel 1. Seleksi Sampel Keterangan Jumlah Perusahaan yang melakukan akuisisi di BEI 20062008 Perusahaan yang laporan keuangan tidak dipublikasi secara lengkap di BEI
23
Laporan keuangan perusahaan yang menggunakan dollar
7
Jumlah sampel akhir
12
4
3.2 Jenis dan Sumber Data Jenis pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan cara mengumpulkan data sekunder yaitu data penelitian yang diperoleh dari objek penelitian. Dengan kata lain, data yang diperoleh dari pihak lain atau pihak luar, yaitu berupa data akuntansi meliputi laporan keuangan selama tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah akuisisi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari: 1. Bursa Efek Indonesia yang berupa laporan keuangan perusahaan yang melakukan akuisisi pada tahun 2003 - 2011 2. Indonesian Capital Market Directory. 3. Sumber data lain yang mendukung penelitian ini. 3.3 Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian data-data yang dibutuhkan diperoleh dari literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, serta penelitian-penelitian sejenis sebelumnya yang dijadikan sebagai bahan referensi. Selain itu data yang diperoleh dengan menganalisa pos-pos yang terdapat dalam laporan keuangan perusahaan sebelum melakukan akuisisi yang hasilnya akan dibandingkan dengan pos-pos laporan keuangan sesudah akuisisi melalui informasi di Bursa Efek Indonesia. 3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel Penelitian ini menganalisis secara empiris tentang pengukuran kinerja keuangan perusahaan sebelum dan sesudah akuisisi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian atas hipotesishipotesis yang telah diajukan. Pengujian hipotesis dilakukan menurut metode penelitian dan
analisis yang dirancang sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti agar mendapatkan hasil yang akurat. Pada dasarnya variabel dalam penelitian ini adalah kinerja keuangan. Secara spesifik, kinerja keuangan disini difokuskan terhadap kinerja keuangan perusahaan yang melakukan akuisisi. Kinerja keuangan perusahaan diukur dengan indikator rasio keuangan (Munawir, 2002), yaitu: 1. Return on Investment (ROI) Return on Investment (ROI) digunakan untuk mengukur kemampuan modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bersih. Laba Bersih Setelah Pajak Jumlah Aset
ROI =
2. Debt to Equity (DER) Debt to Equity (DER) merupakan alat ukur dengan cara membandingkan antara utang jangka panjang (long term debt) perusahaan dengan modal ekuitas (stock equty) DER =
Total Utang Ekuitas Saham
3. Eearning pershare (EPS) Eearning pershare (EPS) merupakan alat ukur untuk menghitung laba bersih yang diperoleh dari selembar saham Laba Bersih EPS = Jumlah Saham Beredar 4. Total asset turnover (TATO) Total asset turnover (TATO) merupakan alat untuk mengukur perputaran dari semua set perusahaan dan dihitung dengan cara membagi penjualan dengan aktiva total. TATO =
Penjualan Total Aktiva
5. Current Ratio (CR) Current Ratio (CR) yaitu membandingkan antara total aktiva lancar dengan kewajiban lancarnya CR=
Aktiva Lancar Kewajiban Lancar
3.5 Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan oleh penulis bersifat studi empiris, yang merupakan penelitian dengan karakteristik masalah yang berkaitan dengan latar belakang dan kondisi saat ini dari subyek yang diteliti, serta interaksinya dengan lingkungan (Indriantoro, 2002). Tujuan studi kasus adalah melakukan penyelidikan secara mendalam mengenai subyek tertentu untuk memberikan gambaran yang lengkap mengenai subyek tersebut. Subyek yang diteliti adalah
kinerja keuangan perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan menganalisis rasio keuangan. 3.6 Metode Analisis Data Untuk tercapainya tujuan dalam penelitian ini, maka metode yang digunakan adalah model analisis Paired Sample T Test dengan menggunakan software SPSS. Sebelumnya data yang terkumpul akan dianalisis secara bertahap dengan dilakukan analisis rasio keuangan statistik deskriptif terlebih dahulu. Selanjutnya dilakukan pengujian statistik dengan uji distribusi normal dengan menggunakan uji kolmogorov-smirnov. Kemudian tahap selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis untuk masing-masing variable penelitian dengan menggunakan uji analisis Paired Sample T Test. Untuk tingkat signifikansi atau nilai alfa ( ), menurut Ghozali (2006) nilai alpha yang umum dipakai adalah 0,05 dan 0,01, kemudian pada penelitian ini ditetapkan tingkat signifikansi atau profabilitas kesalahan untuk menolak H0 untuk seluruh pengujian adalah sebesar 0,05 atau (5%). Penjelasan tahapan pengujiannya adalah sebagai berikut:
3.6.1 Analisis Rasio Keuangan Analisis rasio keuangan digunakan untuk menganalisis kinerja perusahaan yang melakukan akuisisi terhadap kondisi keuangan perusahaan. Analisis rasio keuangan dalam penelitian ini didahului dengan menggunakan analisis statistik deskriptif untuk memberikan gambaran mengenai data yang digunakan. Rasio-rasio yang diteliti tersebut dibandingkan dengan rasiorasio sebelum melakukan akuisisi. Lebih lanjut rasio-rasio tersebut ditetapkan sebagai variabel yang selanjutnya hasil dari perhitungan tersebut digunakan untuk pengujian statistik. 3.6.2 Pengujian Statistik Pengujian ini dilakukan dengan menguji rasio-rasio keuangan sebelum dan setelah akuisisi, hasil dari pengujian ini diharapkan dapat mengetahui apakah terdapat perbedaan yang nyata pada kinerja keuangan antara perusahaan sebelum melakukan akuisisi dan setelah melakukan akuisisi. Tahapan pengujiannya adalah sebagai berikut: 1. Uji Normalitas Data Menurut Hakim (2001) Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas penting dilakukan karena untuk menentukan alat uji statistik apa yang sebaiknya digunakan untuk pengujian hipotesis. Apabila berdistribusi normal maka digunakan test parametrik, sebaliknya apabila data berdistribusi tidak normal maka lebih sesuai dipilih alat uji satatistik non-parametric dalam pengujian hipotesis. Uji statisitik kolmogorov-smirnov dipilih karena lebih peka untuk mendeteksi normalitas data dibandingkan dengan pengujian dengan menggunakan grafik. Tujuan pengujian ini untuk mengetahui apakah sampel yang digunakan penelitian ini adalah berdistribusi normal atau tidak. Sampel dikatakan berdistribusi normal apabila asymptotic sig < tingkat keyakinan yang digunakan dalam pengujian yang dalam hal ini adalah 95% atau α = 5%, maka hipotesis nol (H0) diterima. Sedangkan dikatakan tidak normal apabila asymptotic sig > tingkat keyakinan maka hipotesis nol (H0) ditolak. 2. Uji Hipotesis Hasil uji normalitas data digunakan untuk menentukan alat uji apa yang paling sesuai digunakan dalam pengujian hipotesis. Dalam penelitian ini menggunakan uji parametrik Paired Sample T Test. Model uji beda ini popular digunakan untuk menganalisis model penelitian pre-post atau sebelum dan setelah. Uji beda digunakan untuk mengevaluasi perlakuan (treatment) tertentu pada satu sampel yang sama pada dua periode pengamatan
yang berbeda. Pengamatan tertentu pada penelitian ini adalah peristiwa akuisisi. Jika perlakuan tersebut tidak berpengaruh terhadap objek maka nilai rata-rata pengukurannya adalah sama dengan atau dianggap nol atau hipotesis nol (H0) diterima. Jika ternyata pernyataan berpengaruh, nilai rata-rata pengukuran tidak sama dengan nol dan hipotesisnolnya (H0) ditolak, berarti hipotesis alternatifnya diterima, Hakim (2001). 3. Paired Sampel T Test (Uji T Sampel berpasangan) Paired Sampel T Test atau uji T sampel berpasangan merupakan alat uji statistik parametrik yang digunakan untuk membandingkan mean dari suatu sampel yang berpasangan (paired) dan menguji hipotesis sama atau berbeda (H0) antara dua sampel berbeda yang diambil dari subjek yang dipasangkan dengan nilai signifikan/ P-Value jika nilai P-Value < 0,05 maka H0 diterima dan apabila nilai P-Value> 0,05 maka H0 ditolak. (Ghozali, 2006)
BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Statistik Deskriptif Statistik deskriptif memberikan gambaran atau deskriptif suatu data yang dilihat dari jumlah sampel, minimum, maksimum, nilai rata-rata (mean), dan standar deviasi, dari masing – masing variabel. Variabel – variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio keuangan yaitu: Earning pershare, Current ratio, Debt to Equity, Total assets turnover, dan Retrun on invesment. Data kelima variabel ini diperoleh berdasarkan laporan keuangan tahunan yang terdapat pada Indonesian Capital Market Directory (ICMD) yang dikeluarkan oleh BEI. Dibawah ini merupakan hasil perhitungan deskriptif dari varibel – variabel rasio keuangan yang terkait yang ditinjau dari nilai rata-rata, standar deviasi, nilai maksimum dan nilai minimum untuk periode sebelum akuisisi. Berikut Tabel 2 yang menunjukan statistik deskriptif data pada periode sebelum akuisisi. Tabel 2. Hasil Statistik Deskriptif periode sebelum akuisisi Std. Periode Variabel Minimum Maximum Mean Deviation ROI -144.04 27.98 1.5727 27.80390 3 Tahun DER -3.39 8.15 2.0850 2.20540 sebelum EPS -991.00 1348.00 211.6361 485.29749 Akuisisi CR .22 18.42 2.5233 3.82363 TATO .17 1.69 .9172 .37504 Sumber: Data diolah Berikut Tabel 3 yang menunjukkan stastistik deskriptif data pada periode sesudah akuisisi. Tabel 3. Hasil Statistik Deskriptif periode sesudah akuisisi Periode 3 Tahun
Variabel ROI DER
Minimum
Maximum
-86.62 .17
18.29 4.87
Mean 3.0812 1.5180
Std. Deviation 17.31660 1.10331
sesudah Akuisisi
EPS CR TATO Sumber: data diolah
-263.00 .34 .11
3691.00 5.63 1.59
429.2333 1.5711 .9342
844.49458 1.14727 .39377
Berdasarkan hasil deskriptif di atas, dapat dijelaskan bahwa: 1. Dari data diatas, dapat kita ketahui bahwa rata – rata ROI perusahaan sebelum melalukan akuisisi lebih rendah dibandingkan dengan tingkat ROI sesudah akuisisi. Nilai minimum dan maksimum berturut-turut dari tingkat ROI sebelum melakukan akuisisi adalah sebesar -144.04 dan 27.98 yang berarti bahwa perbandingan laba bersih terhadap total asset perusahaan minimum dan maksimum sebesar -144.04 dan 27.98. Sedangkan nilai minimum dan maksimum berturut-turut dari tingkat ROI sesudah melakukan akuisisi adalah -86.62 dan 18.29 yang berarti bahwa perbandingan laba bersih terhadap total asset perusahaan minimum dan maksimum sebesar -86.62 dan 18.29, dengan besar standar deviasi (rata-rata) tingkat ROI sebelum dan sesudah melakukan akuisisi secara berturut – turut adalah 27.803 dan 17.316. 2. Berdasarkan tabel diatas, dapat kita ketahui bahwa rata – rata pada tingkat DER perusahaan sebelum melalukan akuisisi yaitu 2.0850 lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata sesudah akuisisi yaitu 1.5108. Menurut Harahap (2007) semakin kecil rasio ini semakin baik. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa penurunan debt to equity ratio berdampak baik bagi kinerja keuangan perusahaan atau dapat diartikan bahwa kinerja keuangan perusahaan dilihat dari debt to equity ratio mengalami peningkatan. Nilai minimum dan maksimum berturut-turut dari tingkat DER sebelum melakukan akuisisi adalah sebesar -3.39 dan 8.15 yang berarti bahwa perbandingan anatra total utang terhadap total equity perusahaan minimum dan maksimum sebesar -3.39 dan 8.15, Sedangkan nilai minimum dan maksimum berturut-turut dari tingkat DER sesudah melakukan akuisisi adalah 0.17 dan 4.87 yang berarti bahwa perbandingan antara total utang terhadap total equity perusahaan minimum dan maksimum sebesar .017 dan 4.87, dengan besar standar deviasi (rata-rata) tingkat DER sebelum dan sesudah melakukan akuisisi secara berturut – turut adalah 2.20540 dan 1.10331. 3. Dari tabel diatas, kita dapat mengetahui bahwa rata-rata EPS perusahaan sebelum melakukan akuisisi yaitu 211.6361 lebih rendah dari rata-rata EPS perusahaan sesudah akuisisi yaitu sebesar 429.2333. Hal ini berarti tingkat laba perusahaan terhadap jumlah saham yang beredar (outstanding share) setelah melakukan akuisisi mengalami peningkatan, maka nilai ini akan sangat menguntungkan bagi perusahaan, karena nilai EPS yang cenderung menurun maka akan menurunkan nilai harga saham dan sebaliknya. Nilai minimum dan maksimum berturut-turut dari tingkat EPS sebelum melakukan akuisisi adalah sebesar -991.00 dan 1348.00 yang berarti bahwa perbandingan tingkat laba bersih terhadap jumlah saham yang beredar minimum dan maksimum berturut-turut sebesar -991.00 dan 1348.00. Hal ini menjelaskan bahwa tingkat minimum EPS perusahaan sedang mengalami kerugian sehingga tingkat laba terhadap jumlah saham yang beredar bersifat negatif. Sedangkan nilai minimum dan maksimum berturut-turut dari tingkat EPS sesudah melakukan akuisisi adalah -236.00 dan 3691.00, dengan standar deviasi (rata-rata) tingkat EPS sebelum dan sesudah melakukan akuisisi secara berturut – turut adalah 485.29749 dan 844.49458.
Berdasarkan dari hasil deskripsi yang telah di jelaskan diatas terlihat bahwa kinerja keuangan setelah melakukakan akuisisi dari sisi rasio pasar mengalami peningkatan. Peningkatan tingkat EPS terjadi karena jumlah saham yang beredar semakin tinggi sehingga menyebabkan tingkat EPS semakin besar. 4. Dari tabel diatas, kita dapat mengetahui bahwa rata-rata TATO perusahaan sebelum akuisisi yaitu 0.9172 lebih rendah dari rata-rata TATO sesudah akuisisi yaitu 0.9342. Menurut Harahap (2007) semakin besar rasio ini semakin baik. Hal ini berarti bahwa pengelolaan aset dalam menghasilkan penjualan semakin efektif. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa kenaikkan total asset turn over mencerminkan bahwa kinerja keuangan perusahaan semakin meningkat. Nilai minimum dan maksimum berturut-turut dari tingkat TATO sebelum melakukan akuisisi adalah sebesar 0.17 dan 1.69 yang berarti bahwa perbandingan antara aktiva lancar dan hutang lancar minimum dan maksimum berturut-turut adalah sebesar 0.17 dan 1.69. Sedangkan nilai minimum dan maksimum berturut-turut dari tingkat TATO sesudah melakukan akuisisi adalah 0.11 dan 1.59, dengan standar deviasi ( rata-rata) tingkat TATO sebelum dan sesudah melakukan akuisisi secara berturut – turut adalah sebesar 0.37504 dan 0.393772. 5. Dari tabel diatas, kita dapat mengetahui bahwa rata-rata current ratio perusahaan sebelum melakukan akuisisi yaitu 2.5233 lebih tinggi dari current ratio perusahaan sesudah melakukan akuisisi yaitu 1.5711. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan aktiva lancar terhadap hutang lancar pada perusahaan yang melakukan akuisisi mengalami penurunan. Menurut Harahap (2007) semakin besar perbandingan aset lancar terhadap kewajiban lancar, semakin tinggi kemampuan perusahaan menutupi kewajiban jangka pendeknya. Semakin besar rasio ini, maka akan semakin baik kinerja keuangan perusahaan. Berdasarkan uraian di atas maka dapat diketahui bahwa penurunan current ratio mencerminkan bahwa kinerja keuangan perusahaan semakin menurun. Nilai minimum dan maksimum berturut-turut dari tingkat CR sebelum melakukan akuisisi adalah sebesar 0.22 dan 0.34 yang berarti bahwa perbandingan antara aktiva lancar dan hutang lancar minimum dan maksimum berturut-turut adalah sebesar 0.22 dan 0.34. Sedangkan nilai minimum dan maksimum berturut-turut dari tingkat CR sesudah melakukan akuisisi adalah 18.42 dan 5.63, dengan standar deviasi (rata-rata) tingkat CR sebelum dan sesudah melakukan akuisisi secara berturut – turut adalah sebesar 3.8236 dan 1.14727. Berdasarkan hasil deskripsi diatas, terlihat bahwa terjadi penurunan. Penurunan tingkat CR terjadi karena perbandingan aset lancar dengan utang semakin kecil, ini berarti semakin kecil pula kemampuan perusahaan dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya. 4.2 Uji Normalitas Data Menurut Hakim (2001) Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak. Uji statisitik kolmogorov-smirnov dipilih karena lebih peka untuk mendeteksi normalitas data dibandingkan dengan pengujian dengan menggunakan grafik. Tujuan pengujian ini untuk mengetahui apakah sampel yang digunakan penelitian ini adalah berdistribusi normal atau tidak. Sampel dikatakan berdistribusi normal apabila
asymptotic sig > tingkat keyakinan yang digunakan dalam pengujian yang dalam hal ini adalah 95% atau α = 5%, maka hipotesis nol (H0) diterima. Sedangkan dikatakan tidak normal apabila asymptotic sig < tingkat keyakinan maka hipotesis nol (H0) ditolak. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4. Uji Normalitas data Hasil Variabel Signifikansi ROI 0.062
Taraf Sinifikansi 0.05
Kesimpulan Normal
DER EPS TATO
0.642 0.255 0.679
0.05 0.05 0.05
Normal Normal Normal
CR
0.390
0.05
Normal
Berdasarkan hasil uji normalitas diatas menyatakan bahwa asymptotic sig > tingkat keyakinan dengan tingkat keyakinan ( α = 5% atau 0.05 ) maka dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel rasio ini berdistribusi normal, maka pada rasio ini akan menggunakan pengujian Paired Sample T Test. 4.3 Uji Hipotesis Pengujian hipotesis yang ada bertujuan untuk menjawab pertanyaan apakah kinerja perusahaan yang diproksikan ke dalam lima rasio keuangan setelah akuisisi terdapat perbedaan dibandingkan kinerja perusahaan sebelum melakukan akuisisi. Berdasarkan hasil uji normalitas, maka kita dapat melakukan uji statistik dengan menggunakan Paired Sample T-Test. Berikut ini merupakan rekapitulasi tabel hasil pengujian hipotesis seluruh rasio keuangan. Tabel 5. Hasil Pengujian Hipotesis
Mean Ratio Rasio
Sig. (2tailed)
Keterangan
Sebelum
Sesudah
ROI
3.0812
1.5727
0.170
H1 tidak terdukung
DER
2.0850
1.5180
0.039
H2 terdukung
EPS
211.6361
429.233
0.019
H3 terdukung
TATO
0.9172
0.9342
0.749
H4 tidak terdukung
CR
2.5233
1.5711
0.099
H5 tidak terdukung
Dari rekapitulasi hasil pengujian hipotesis diatas, maka dapat diketahui bahwa pada Debt to equity (DER), dan Earning per share (EPS) terdapat perbedaan signifikan kinerja keuangan tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah akuisisi.Sedangkan pada tingkat Return on
invesment (ROI), Total asset turnover (TATO), dan Current ratio (CR) tidak terdapat perbedaan yang signifiikan. 4.3.1 Hipotesis Pertama Berdasarkan uji normalitas bahwa variabel rasio ROI menyatakan bahwa asymptotic sig > tingkat keyakinan. Maka disimpulkan pada variabel ROI berdistribusi normal, oleh karena itu pada variabel ROI ini akan menggunakan pengujian Paired Sample T Test. Hasil pengujian pada variabel ini dapat dilihat pada lampiran 4, berdasarkan hasil pengujian bahwa Setelah dilakukan pengujian terhadap tingkat ROI dengan uji Paired, diketahui bahwa Sig. sebesar 0.170 pada tingkat (α) sebesar 5% yang berarti Sig. lebih besar dari alpha sehingga H1 tidak terdukung atau ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara statistik, tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap kinerja keuangan yang menunjukan penurunan terhadap variabel ROI perusahaan tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah melakukan akuisisi. Hal ini disebabkan karena tidak terjadi peningkatan dalam pemanfaatan penggunaan aktiva dan sinergi yang diharapkan tidak tercapai dalam melakukan akuisisi. 4.3.2 Hipotesis Kedua Berdasarkan uji normalitas bahwa variabel rasio DER menyatakan bahwa symptotic sig > tingkat keyakinan. Maka disimpulkan pada variabel DER berdistribusi normal, oleh karena itu pada variabel DER ini akan menggunakan pengujian Paired Sample T Test. Berdasarkan hasil deskripsi yang sudah dijelaskan diatas, terlihat bahwa adanya penurunan tingkat total hutang terhadap total ekuitas perusahaan, hal ini berarti kinerja keuangan setelah melakukan akuisisi dari sisi solvabilitas semakin membaik karena semakin kecil tingkat DER maka semakin kecil pula tingkat leverage perusahaan, karena hal tersebut berarti modal yang berasal dari perusahaaan lebih besar di bandingkan dari pihak luar. Hal ini didukung setelah dilakukan uji hipotesis terhadap DER dengan uji Paired Sampel t-test diketahui bahwa signifikasi yang terlihat dari Sig. sebesar 0.039 lebih kecil dari α = 5% menunjukkan bahwa belum terdapat perbedaan yang signifikan maka H2 terdukung atau diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan dari tingkat solvabilitas perusahaaan sebelum dan sesudah melakukan akuisisi. Hasil pengujian pada variabel ini dapat dilihat pada lampiran 5. Dari hasil deskripsi di atas menyatakan penurunan pada tingkat DER, yang berarti berpengaruh positif untuk perusahaan dan hasil pengujian statistik menyatakan terdapat perbedaan yang signifikan, hal ini dikarenakan struktur permodalan yang berasal dari ekuitas meningkat, sehingga kinerja keuangan perusahaan semakin baik. 4.3.3 Hipotesis Ketiga Berdasarkan uji normalitas bahwa variabel rasio EPS menyatakan bahwa symptotic sig > tingkat keyakinan. Maka disimpulkan pada variabel EPS berdistribusi normal, oleh karena itu pada variabel EPS ini akan menggunakan pengujian Paired Sample T-Test. Hasil pengujian pada variabel ini dapat dilihat pada lampiran 6, berdasarkan hasil pengujian bahwa setelah dilakukan pengujian terhadap tingkat Earning per share dengan uji paired diketahui bahwa Sig. sebesar 0.019 pada tingkat alpha (α) sebesar 5% yang berarti Sig. kurang dari alpha sehingga H3 terdukung atau diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara stastistik terdapat perbedaan yang signifikan dari tingkat EPS perusahaan tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah melakukan akuisisi.
Variabel kinerja keuangan yang diproksikan terhadap EPS menunjukkan adanya peningkatan kinerja. Terlihat dari variabel EPS yang cenderung mengalami peningkatan, hal ini dikarenakan penambahan modal saham yang pada akhirnya menambah jumlah saham yang beredar dapat mengimbangi dengan peningkatan kinerja keuangan. 4.3.4 Hipotesis Keempat Berdasarkan uji normalitas bahwa variabel rasio TATO menyatakan bahwa symptotic sig > tingkat keyakinan. Maka disimpulkan pada variabel TATO berdistribusi normal, oleh karena itu pada variabel TATO ini akan menggunakan pengujian Paired Sample T Test. Sebagaimana hasil deskripsi diatas, bahwa hasil rata-rata (mean) menunjukan adanya peningkatan sehingga maka disimpulkan bahwa kebijakan akuisisi dapat mempengaruhi kinerja keuangan, Namun setelah dilakukan pengujian terhadap total asset turnover dengan uji paired sampel t-test dapat diketahui bahwa signifikan sebesar 0.099 yang berarti H4 tidak tedukung atau ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara stastistik, tidak terdapat perbedaan signifikan dari tingkat likuiditas perusahaan tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah melakukan akuisisi. Hasil pengujian pada variabel ini dapat dilihat pada lampiran 7. Meskipun terdapat peningkatan pada nilai rata-rata TATO setelah akuisisi, akan tetapi peningkatan tersebut belum cukup untuk menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini diduga disebabkan oleh penggunaan aset perusahaan dalam memperoleh pendapatannya belum efesien. 4.3.5 Hipotesis Kelima Berdasarkan uji normalitas bahwa variabel rasio CR menyatakan bahwa symptotic sig > tingkat keyakinan. Maka disimpulkan pada variabel CR berdistribusi normal, oleh karena itu pada variabel CR ini akan menggunakan pengujian Paired Sample T Test. Hasil pengujian pada variabel ini dapat dilihat pada lampiran 8, berdasarkan hasil pengujian bahwa setelah dilakukan pengujian terhadap Current Ratio dengan uji paired sampel t-test dapat diketahui bahwa signifikasi sebesar 0.749 yang berarti bahwa H4 tidak terdukung atau ditolak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara stastistik, tidak terdapat perbedaan signifikan dari tingkat likuiditas perusahaan 3 tahun sebelum dan 3 tahun sesudah melakukan akuisisi. Variabel kinerja keuangan yang diproksikan terhadap CR belum menunjukan peningkatan kinerja dapat dilihat dari variabel CR yang cenderung menurun. Hal ini dikarenakan adanya kemungkinan penambahan hutang yang pada akhirnya akan menambah jumlah aset, namun belum dapat diiringi dengan peningkatan kinerja keuangan. BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kinerja keuangan yang diproksikan oleh rasio profitabilitas, solvabilitas, pasar, aktivitas, dan likuiditas terhadap kebijakan sebelum dan sesudah adanya akuisisi yang dilakukan oleh perusahaan di BEI pada tahun 2006-2008 dengan periode pengamatan 2003-2011
Dari hasil pengujian yang dilakukan, diperoleh beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Return on invesment (ROI) perusahaan yang melakukan akuisisi secara stastistik tidak terdapat perbedaan signifikan antara ROI perusahaan tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah melakukan akuisisi sehingga H1 tidak terdukung. Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa ROI rata-rata perusahaan sampel tidak mendukung bagi pihak perusahaan dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan untuk melakukan akuisisi karena nilainya tidak memiliki perbedaan dengan nilai yang dihitung sesudah akuisisi. 2. Debt to equity (DER) perusahaan yang melakukan akuisisi secara stastistik menunjukan terdapat adanya perbedaan yang signfikan antara DER perusahaan tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah akuisisi sehingga H2 terdukung. Berdasarkan hasil deskripsi, terlihat bahwa terjadi penurunan tingkat total hutang terhadap total ekuitas perusahaan, hal ini berarti kinerja keuangan setelah melakukan akuisisi dari sisi solvabilitas semakin membaik karena semakin kecil tingkat DER maka semakin kecil pula tingkat leverage perusahaan. Hal ini didukungan dengan setelah dilakukannya pengujian paired sampel t test rata-rata (mean) dari tingkat DER sesudah melakukan akuisisi menunjukan hasil Sig. Sebesar 0.039 lebih kecil dari α = 5% menunjukkan bahwa H2 diterima. Maka dapat disimpulakan bahwa hasil pengujian terhadap variabel DER terhadap kinerja keuangan, secara stastistik tingkat variabel DER terdapat perbedaan signifikan baik perusahaan tiga tahun sebelum melakukan akuisisi maupun sesudah tiga tahun melakukan akuisisi. 3. Earning per share (EPS) perusahaan yang melakukan akuisisi secara stastistik menunjukan terdapat adanya perbedaan yang signifikan antara EPS perusahaan tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah akuisisi sehingga H3 terdukung. Hal ini terjadi karena dari hasil deskripsi terlihat bahwa kinerja keuangan setelah melakukakan akuisisi dari sisi rasio pasar mengalami peningkatan. Peningkatan tingkat EPS terjadi karena jumlah saham yang beredar semakin tinggi sehingga menyebabkan tingkat EPS semakin besar. Variabel kinerja keuangan yang diproksikan terhadap EPS menunjukkan adanya peningkatan kinerja hal ini terlihat dari variabel EPS yang cenderung mengalami peningkatan, ini dikarenakan penambahan modal saham yang pada akhirnya menambah jumlah saham yang beredar dapat mengimbangi dengan peningkatan kinerja keuangan. 4. Total asset turnover (TATO) perusahaan sebelum dan sesudah akuisisi setelah dilakukan pengujian dengan uji paired tidak signifikan, sehingga H4 tidak terdukung. Variabel kinerja keuangan yang diproksikan terhadap TATO belum menunjukan peningkatan kinerja. Terlihat dari variabel TATO yang cenderung menurun, hal ini dikarenakan penambahan aset yang pada akhirnya menambah jumlah penjualan bersih ternyata belum diimbangi dengan peningkatan kinerja keuangan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara stastistik, tidak terdapat perbedaan signifikan dari tingkat TATO tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah perusahaan melakukan kebijakan akuisisi. 5. Current ratio (CR) perusahaan sebelum dan sesudah melakukan akuisisi setelah dilakukan pengujian dengan uji paired sample t-test tidak signifikan, sehingga H5 tidak terdukung. Hal ini didukung berdasarkan hasil deskripsi yang terlihat bahwa terjadi penurunan. Penurunan tingkat CR terjadi karena perbandingan aset lancar dengan utang semakin kecil , ini berarti semakin kecil pula kemampuan perusahaan dalam menutupi kewajiban jangka pendeknya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa secara stastistik, tidak terdapat perbedaan signifikan dari tingkat likuiditas perusahaan tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah melakukan akuisisi.
Dari hasil deskriptif diatas, maka dapat kita ketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan kinerja keuangan tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah akuisisi yaitu pada tingkat solvabilitas dan pasar. Sedangkan pada tingkat profitabilitas, aktivitas, dan likuiditas tidak menggambarkan perbedaan yang signifikan pada kinerja keuangan tiga tahun sebelum dan tiga sesudah perusahaan melakukan akuisisi, meskipun dalam penelitian ini rasio solvabilitas dan pasar terdapat hasil yang signifikan, namun tidak dapat mewakili rasio secara keseluruhan dalam menunjukkan perbedaan kinerja keuangan sebelum dan sesudah perusahaan melakukan akuisisi. 5.2
Keterbatasan
Terdapat beberapa keterbatasan dalam melakukan penelitian ini, yaitu: 1. Sampel dan rentang waktu pengamatan yang menggunakan 12 sampel dan hanya dalam jangka waktu tiga tahun. 2. Dalam penelitian ini hanya menganalisisi kinerja berdasarkan rasio keuangan yang merupakan aspek ekonomi saja, sementara banyak faktor non ekonomis yang tidak dapat dimasukan kedalam ukuran kuantitatif. Beberapa kinerja non ekonomis seperti teknologi, sumber daya manusia, budaya perusahaan dan sebagainya. Oleh karena itu penelitian ini tidak dapat menggambarkan keseluruhan aspek kinerja perusahaan. 3. Dalam penelitian ini variabel kinerja keuangan yang digunakan hanya menggunakan lima variabel yaitu ROI, DER, EPS, CR, dan TATO. Sedangkan masih banyak variabel yang dapat digunakan dan dipengaruhi oleh suatu kebijakan, dan pada akhirnya akan menjadi alat pengambilan keputusan bagi insvestor dan kreditur. 4. Jangka waktu yang digunakan dalam penelitian ini kurang dapat mewakili untuk melihat pengaruh kebijakan akuisisi terhadap kinerja keuangan hanya menggunakan periode tiga tahun sebelum dan tiga tahun sesudah akuisisi. 5.3 Saran Bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian ini, sebaiknya mempertimbangkan beberapa saran di bawah ini demi hasil penelitian yang lebih baik dan lebih akurat, yaitu: 1. Menggunakan periode waktu yang lebih lama sehingga bisa mendapatkan sampel lebih banyak. 2. Menggunakan variabel penelitian yang lebih banyak agar hasil penelitian dapat digeneralisasi serta dapat menggambarkan kinerja keuangan sesungguhnya. 3. Periode untuk menguji perbedaan kinerja sebelum dan sesudah kebijakan menggunakan rentang waktu yang lebih lama.
DAFTAR PUSTAKA Aji, Muhammad. 2010. Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi (Pada Perusahaan Pengakuisisi, Periode 2002-2004). Skripsi. Univrsitas Diponegoro Almilia, Luciana. 2003. Analisis rasio keuangan untuk memprediksi kondisi finansial distress perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Jurnal Riset Akuntansi. Azizudin, Agis Data. 2003. Analisis Pengarush Merger dan Akuisisi terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan. Skripsi. Universitas Gajah Mada.
Brigham, Eugene F. and Joel F. Houston, 2001. Fundamentals of Financial Management, Ninth Edition, Horcourt College, United States of America. Foster, G. 1986. Financial Statement Analysis. Englewood cliffs. NJ: Practice Hall, Second Edition. Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro Hakim, Abdul. 2001. Statistika Deskriptif. Ekonisia.Yogyakarta. Harahap, Sofyan Safri. 2007. Analisis Kritis atas Laporan Keuangan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Ikatan Akuntan Indonesia. 2002. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat. Indriantoro, Nur. 2002. Metodelogi Penelitian Bisnis untuk Akuntansi dan Manajemen. Cetakan 2. BPFE-Yogyakarta. Yogyakarta. Kasmir. 2010. Pegantar Manajemen Keuangan. Yogyakata : Penerbit Prenada Media Group. Koesnadi, Ruddy. 1991. Unsur – unsur dalam merger dan akuisisi di indonesia. Jurnal Riset Akuntansi. No.3 Maksum, Azhar. 2005. Analisis Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Merger dan Akuisisi Pada Perusahaan Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Jurnal Riset Akuntansi. Vol .1 No. 2 Mariana, Yenny dan Sri Hasnawati. 2008. Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan Sesudah Akuisisi (Studi Kasus pada PT. Gudang Garam Tbk.). Simposium Nasional Akuntansi III Munawir, S. 2004. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: Liberty. Moin, Abdul. 2004. Merger, Akuisisi, & Divestasi. Yogyakarta: Ekonisia. Nurdin. D. 1996. Analisis Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Akuisisi Pada Perusahaan Go Publik di Indonesia. Jurnal Riset Akuntnasi. Vol.3. No 1 Oktavia, Yani. 2001. Analisis Perbedaan Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah Akuisisi Pada Perusahaan Manufaktur yang Go Publik di Bursa Efek Surabaya. Skripsi. Universitas Muhammadiyah. Payamta, dan Doddy,Setiawan. 2004. Anlisis Pengaruh Merger dan Akuisisi Terhadap Perubahan Kinerja Perusahaan Publik di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol.7, No.3 Payamta dan Sholikah. 2001. Pengaruh Merger dan Akuisisi Terhadap Kinerja Perusahaan Perbankan di Indonesia. Jurnal Bisnis dan Manajemen. Vol1.No.1. Ruddy, Koesnadi. 1991. Unsur-Unsur dalam Merger dan Akuisisi di Indonesia. Usahawan. No.3 Maret. Jakarta. Shinta, H.A, Era,2008.” Analisis Perbedaan Kinerja Keuangan Sebelum dan Sesudah merger dan akuisisi (Studi pada perusahaan manufaktur yang melakukan merger dan akuisisi yang tercatat pada BEJ). Skripsi. Universitas Muhammadiyah, Malang Sugiono. 2006. Metode Penelitian Bisnis. Cetakan delapan. Bandung : CV. Alfabeta Sutrisno. 2003. Manajemen Keuangan. Teori konsep dan aplikasi. edisi pertama Ekonisia. Yogyakarta. Syamsuddin, Lukman, 2001. Manajemen Keuangan Perusahaan. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Warsono. 2003. Manajemen Keuangan Perusahaan. Malang: Bayumedia Wibowo, Fairus. 2011. Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Perusahaan Sebelum dan Sesudah Akuisisi (Pada Perusahaan Perbankan). Jurnal Riset Akuntansi Indonesia Widjanarko, Hendro. 2006. Merger, Akuisisi dan Kinerja Perusahaan, Studi atas Perusahaan Manufaktur Tahun1998-2002. Riset Akuntansi Indonesia. Vol. 2 No. 2