PENERAPAN HUKUMAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (Studi di : Pengadilan Negeri Klas 1A Padang) Arizki Ilhamˡ, Syafridatatiˡ, Deaf Wahyuni Ramadhaniˡ Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Bung Hatta Email:
[email protected]
1
ABSTRACT Domestic violence is a violation of human rights, and crimes against human dignity, Domestic Violence regulated in Law Number 23 Year 2004 on Domestic Violence, domestic violence cases in Padang In 2013 a wife who had the initials "LM" initials reported that her husband "FL" to the Champaign Police, Issues raised in this paper are (1) consideration of the judge in deciding the case on the crime of force in the household at the PN Class He Padang, (2) the application of the penalties for the crime of domestic violence in the review according to Law No. 23 of 2004 on Domestic Violence, This study used socio-juridical approach. The data used include primary data and secondary data. The data obtained through interviews and document study. The data were analyzed qualitatively. From the study it can be concluded that (1) Consideration of the judge in imposing punishment against perpetrators of domestic violence in the jurisdiction of the District Court of Class IA Champaign, namely the judge to consider a few things, both aggravating factors and the ease criminal criminal defendant. (2) The application of the criminal perpetrators of domestic violence in the territory of the District Court of the class IA Champaign under Article 351 of the Criminal Code, if a legal act found guilty the maximum criminal penalty of 2 years 8 months (two years and eight months) in prison.
Keywords: Application, Punishment, Actors, Domestic Violence
diskriminasi
Pendahuluan Kekerasan dalam rumah tangga merupakan manusia martabat
pelanggaran dan
hak
kejahatan
manusia
serta
asasi
terhadap bentuk
yang
harus
dihapus.
Korban kekerasan dalam rumah tangga kebanyakan adalah perempuan yang harus mendapatkan perlindungan negara dan masyarakat agar terhindar dari kekerasan
atau
perlakuan
yang 1
merendahkan
derajat,
martabat
tersebut. Untuk mencegah, melindungi
kemanusiaan. Dalam Undang-undang No. 23 Tahun
2004
Kekerasan
tentang
Dalam
Penghapusan
Rumah
Tangga
(selanjutnya disebut UU PKDRT) Pasal 1 ayat (1) “Kekerasan Dalam Rumah Tangga
adalah
terhadap
berada dalam lingkup rumah tangga
setiap
perbuatan
seseorang
terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya
korban dan menindak pelaku kekerasan dalam
masyarakat
seksual,
psikologis,
tangga, wajib
penegakan, penindakan
negara
melaksanakan
perlindungan pelaku
dan
sesuai
dan dengan
Falsafah Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,
rumah
Berdasarkan
uraian
di
atas,
dan/atau
penulis tertarik untuk membahas dan
penelantaran rumah tangga termasuk
mengkajinya yang dituangkan dalam
ancaman untuk melakukan perbuatan,
suatu karya ilmiah yang berbentuk
pemaksaan,
perampasan
skripsi dengan judul “PENERAPAN
kemerdekaan secara melawan hukum
HUKUMAN TERHADAP PELAKU
dalam lingkup rumah tangga.
TINDAK
atau
Keutamaan
dan
kerukunan
rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol yang pada akhirnya
KEKERASAN
DALAM RUMAH TANGGA” (Studi di
Pengadilan
Negeri
Klas
IA
Padang)” Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang
dapat terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul ketidaksamaan
PIDANA
telah
diuraikan
diatas,
maka
dan ketidakadilan terhadap orang yang 2
permasalahan dalam skripsi sebagai
dalam rumah tangga ditinjau menurut
berikut:
Undang-undang Nomor 23 tahun 2004
1. Bagaimanakah pertimbangan hakim
tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
dalam memutus perkara tentang
Rumah Tangga.
tindak
Metode Penelitian
pidana
kekerasan
dalam
rumah tangga di PN Klas IA Padang?
1. Jenis penelitiuan Dalam penulisan ini penulis
2. Bagaimanakah penerapan hukuman
menggunakan jenis penelitian
terhadap tindak pidana kekerasan
yuridis sosiologis. Pendekatan
dalam
yuridis
rumah
tangga
ditinjau
untuk
menurut Undang-undang Nomor 23
permasalahan dari segi hukum,
tahun 2004 tentang Penghapusan
sedangkan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga?
sosiologis
pendekatan digunakan
untuk
mengetahui bagaimana hukum
Tujuan Penelitian
itu Dari segi ilmiahnya pembahasan ditujukan pada beberapa hal yaitu: 1.
digunakan
Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam memutus perkara
dilaksanakan
termasuk
proses penegakan hukum (law enforcement). 2. Sumber Data a.
Data primer
tindak pidana kekerasan dalam
Data primer diperoleh dari
rumah tangga di Pengadilan Negeri
wawancara dengan 3 orang
Klas IA Padang.
hakim
di
Pengadilan
Negeri Klas IA Padang Untuk mengetahui penerapan yang hukuman
tindak
pidana
pernah
memutus
kekerasan
3
perkara
tentang
tindak
telah disusun terlebih dahulu
pidana kekerasan dalam
kemudian
rumah tangga yaitu, Bapak
sesuai dengan masalah yang
Siswatmono
diteliti.
Radiantoro,
Bapak Asmar, dan Ibu
b. Studi Dokumen
Astriwati. b.
Studi
Data Sekunder Data
dikembangkan
berupa
dokumen
merupakan putusan
suatu
alat
data
yang
melalui
data
pengumpulan
pengadilan tentang tindak
dilakukan
pidana kekerasan dalam
tertulis
rumah
mempergunakan
tangga
di
dengan “content
Pengadilan Negeri Klas IA
analysis”. Studi dokumen
Padang.
dalam penelitian ini yakni
3. Teknik Pengumpulan Data Adapun pengumpulan
dengan teknik
data
yang
melihat
dan
berpedoman kepada bukubuku
atau
dokumen-
digunakan dalam penelitian ini
dokumen yang terdapat di
adalah sebagai berikut:
lapangan,
a. Wawancara
dengan masalah yang diteliti
Jenis digunakan
wawancara
yang
terutama
yang
yang
berkaitan
berkaitan
adalah
dalam
penyidikan
wawancara semi terstruktur
pidana
yang mana penulis akan
dilakukan
mengajukan pertanyaan yang
penyelenggara negara.
korupsi
tindak yang oleh
4
untuk membantu dalam menanggulangi
4. Analisis Data Data dianalisa
yang secara
diperoleh
akan
kualitatif,
yaitu
kekerasan dalam rumah tangga. Termasuk
cakupan
rumah
menganalisa data menurut aspek-aspek
tangga menurut Pasal 2 UU PKDRT
yang diteliti dan selanjutnya diambil
adalah:
dari
suatu kesimpulan yang relevan
atau berhubungan dengan permasalahan dalam skripsi ini.
istri
dan
(termasuk anak angkat dan
2. Orang-orang
yang
mempunyai
Tangga Rumah tangga (keluarga) adalah pondasi
sebuah
negara.
Dari
keluargalah akan tercipta kader-kader bangsa. Manakala keluarga itu rusak maka berbahaya terhadap eksistensi negara.
Maka
kekerasan
dalam
dengan
demikian
rumah
tangga
merupakan salah satu faktor rusaknya keluarga merupakan penyakit bersama pribadi.
anak
anak tiri);
Pengertian Kekerasan dalam Rumah
bukan
1. Suami,
Sebab,
bahayanya
meliputi seluruh anggota masyarakat. Untuk itu semua pihak berkewajiban
keluarga
hubungan dengan
orang
sebagaimana disebutkan di atas karena hubungan darah, perkawinan,
persusuan,
pengasuhan dan perwalian yang menetap dalam rumah tangga; 3. Orang
yang
bekerja
membantu rumah tangga dan menetap tangga
dalam
rumah
tersebut,
dalam
jangka waktu selama berada dalam rumah tangga yang bersangkutan. 5
Bentuk-bentuk
Kekerasan
dalam
batas minimal khusus tidak ditentukan,
Rumah Tangga Kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga, menurut Pasal 5 UU PKDRT
maksimum khusus tersebut. Sedangkan
meliputi:
kekerasan
fisik,
melainkan batas minimal umumnya, misalkan pidana penjara dan kurungan minimal umumnya 1 (satu) hari.
kekerasan psikis, kekerasan seksual, dan
program
penelantaran rumah tangga. Ayat
(2)
Penetapan
“Penelantaran
pelaku
konseling
mengikuti di
bawah
pengawasan lembaga tertentu.
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 juga
Dasar Pertimbangan Hakim dalam
berlaku
Menjatuhkan Suatu Putusan Dalam
bagi
setiap
mengakibatkan ekonomi
dengan
orang
yang
ketergantungan cara
membatasi
Perkara Pidana. 1. Pertimbangan Yuridis
dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam dan atau diluar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut”. Jenis Hukuman Mengenai berat dan ringannya pidana pokok yang akan dijatukan pada sipembuat dalam vonis hakim telah ditentukan batas maksimum, khususnya pada tiap-tiap tindak pidana. Majelis
Pertimbangan hakim atau Ratio Decidendi adalah argument atau alasan yang
dipakai
oleh
hakim
sebagai
pertimbangan hukum yang menjadi dasar sebelum memutus perkara. Dalam praktik sebelum pertimbangan yuridis ini dibuktikan, maka hakim terlebih dahulu akan menarik fakta-fakta dalam persidangan
yang
timbul
dan
merupakan konklusi komulatif dari
hakim tidak boleh melampaui batas
6
keterangan
para
saksi,
keterangan
Di dalam sistem hukum Acara
terdakwa, dan barang bukti.
Pidana, pada pokonya dikenal dua jenis
Pertimbangan Sosiologis
putusan pengadilan, yaitu : 1. Jenis putusan yang bersifat
Undang-undang No. 48 Tahun
formil
2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
2. Jenis putusan yang bersifat
(selanjutnya disebut UU Kekuasaan
materil
Kehakiman) Pasal 5 ayat (1) yang menyatakan
bahwa
hakim
wajib
Syarat-syarat Putusan Hakim Sebelum
menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang
hidup
dalam
masyarakat.
ketentuan ini dimaksudkan agar putusan hakim sesuai dengan hukum dan rasa keadilan
masyarakat.
Jadi,
hakim
merupakan perumus dan penggali nilainilai hukum yang hidup di kalangan rakyat. Oleh karena itu, ia harus terjun ke tengah-tengah masyarakat untuk mengenal,
merasakan
dan
mampu
menyelani perasaan hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
mengetahui
syarat-
syarat putusan hakim, terlebih dahulu harus diketahui pengertiaan putusan hakim.
Putusan
pernyataan
hakim
hakim yang
adalah diucapkan
dalam sidang pengadilan yang terbuka untuk
umum
yang
dapat
berupa
pemidanaan, bebas atau lepas dari segala tuntutan dalam hak serta menurut cara yang diatur dalam Kitab Undangundang
Hukum
Acara
Pidana
(KUHAP). Tujuan
utama
dari
setiap
putusan hakim adala memenuhi rasa Bentuk-bentuk
Putusan
Dalam Perkara Pidana
Hakim
keadilan, baik bagi masyarakat pada umumnya maupun kepada terpidana
7
pada khususnya, dan untuk adanya
Latar Belakang Dianutnya Pidana
kepastian hukum, maka putusan hakim
Penjara Minimum Khusus
itu
harus
memenuhi
syarat-syarat
berikut :
Dari sekian banyak isu sosial yang mendesak dalam negara yang
1. Putusan itu harus diucapkan
sedang membangun adalah masalah
dalam sidang terbuka untuk
penyimpangan sosial. Penyimpangan
umum (Pasal 195 KUHAP).
sosial tersebut merupakan salah satu
2. Putusan
harus
akibat
yang
harus
diterima
oleh
mencantumkan
dasar-dasar
masyarakat yang sedang membangun,
hukum
pasal-pasal
masyarakat yang sedang mengalami
atau
hukum
pidana
yang
dilanggar
oleh
serta
pertimbangannya
terdakwa
transformasi
ke
arah
masyarakat
modern. Penyimpangan tersebut adalah bilamana
ada
norma
aturan
yang
(Pasal 199 Ayat 10 sub b
menguasa perbuatan yang dianggap
KUHAP)
menyimpang tersebut. Salah satu bentuk
3. Putusan
diucapkan
harus
penyimpangan
tersebut
adalah
dengan hadirnya terdakwa,
pelanggaran atas aturan-aturan hukum
penasehat
pidana yang disebut sebagai kejahatan.
hukum,
jaksa,
penuntut umum, dan hakim serta
putusan
itu
Kejahatan merupakan salah satu
harus
bentuk tingkah laku manusia yang
ditanda tangani oleh majelis
seringkali menimbulkan akibat yang
hakim dan panitera (Pasal
sangat merugikan, tidak saja bagi
200 KUHAP).
individu tertentu, tetapi juga masyarakat bahkan
terhadap
negara.
Apalagi
8
dengan
melihat
bahwa
kejahatan
maksimum
(dapat
juga
merupakan salah satu masalah sosial,
ancaman minimumnya) untuk
karena pertumbuhan dan perkembangan
setiap
kehidupannya di dalam masyarakat
Penetapan maksimum pidana
menumbuhkan bentuk-bentuk kejahatan
untuk tiap tindak pidana ini
dari kejahatan tradisional meningkat
kenal pula dengan sebutan
menjadi kejahatan inkonvensional yang
“sistem
dapat menyentuh kepentingan umum,
“sistem maksimum”. Dapat
perekonomian umum, perekonomian
juga disebut dengan sistem
negara, hak asasi manusia dan lain
atau pendekatan tradisional,
sebagainya.
karena selama ini memang
Masalah Maksimum dan Minimum
tindak
pidana.
indefinite”
atau
biasa digunakan dalam praktik legislatif di Indonesia.
Pidana Dalam menetapkan jumlah atau lamanya ancaman pidana, pembuat Konsep pertama dihadapkan pada dua
atau
pendekatan
absolut. Yang dimaksud disini ialah, pidana
untuk
Yang dimaksud disini ialah, bahwa
untuk
pidana
alternatif sistem, yaitu : 1. Sistem
2. Sistem atau pendekatan relatif.
setiap
tindak
ditetapkan
“bobot/kualitasnya”nya sendiri-sendiri, yaitu dengan menetapkan ancaman pidana
tidak
bobot/kualitas pidananya)
tiap
tindak
ditetapkan (maksimum
sendiri-sendiri,
tetapi bobotnya di-”relatif”kan, yaitu dengan melakukan penggolongan tindak pidana dalam beberapa tingkatan dan sekaligus
menetapkan
9
maksimum pidana untuk tiap
perlindungan masyarakat dan aspek
kelompok tindak pidana itu.
perlindungan
individu.
Aspek
Sistem ini dapat juga disebut
perlindungan
masyarakat
terlihat
pendekatatan imaginatif.
dengan ditetapkannya ukuran objektif
Kedua sistem di atas masing-
berupa
maksimum
pidana
sebagai
masing mempunyai segi positif dan segi
simbol kualitas norma-norma sentral
negatif. Menurut Colin Howard, segi
masyarakat yang ingin dilindungi dalam
positif dari sistem yang pertama (yang
perumusan delik yang bersangkutan,
olehnya disebut “sistem indefinite” atau
dan
“sistem maksimum”) ialah adanya tiga
terlihat dengan ditentukannya batas-
keuntungan yang menyolok, yaitu :
batas kewenangan dari aparat kekuasaan
1. Dapat menunjukkan tingkat keseriusan
kepada
kekuasaan
pemidanaan ; 3. Melindungi
individual
Dengan tetap akan dianutnya sistem absolut (sistem maksimum), mau
2. Memberikan fleksibilitas dan diskresi
perlindungan
dalam menjatuhkan pidana.
masing-masing
tindak pidana ;
aspek
tidak
mau
Konsep
mengahadapi
masalah penentuan lamanya maksimum dan minimum pidana, khususnya untuk
kepentingan
si
pidana penjara dan denda.
pelanggar itu sendiri dengan menetapkan kebebasan
batas-batas dari
kekuasaan
pemidanaan. Ketiga keuntungan di atas secara teoritis
mengandung
aspek
10
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
perkara sebagaimana dinyatakan dalam
1. Pertimbangan Hakim dalam
pasal 183 KUHAP. Dari hasil penelitian penulis di
Memutus Perkara Tentang Tindak Pidana Kekerasan Dalam
Pengadilan Negeri Klas IA Padang yang
Rumah Tangga di Pengadilan
dilakukan dengan mewawancarai salah
Negeri Klas IA Padang
seorang hakim yaitu Bapak Asmar,
Dalam persidangan tersebut hakim telah menerapkan UU PKDRT, dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana KDRT sesuai dengan terbukti melanggar Pasal 44 ayat (1) UU
PKDRT,
menjatuhkan
pidana
terhadap terdakwa BMB Bin SD dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dengan masa percobaan 2 (dua) tahun. Hakim harus mempertimbangkan berbagai aspek karena perbuatan yang dilakukan terdakwa merupakan tindak pidana yang ada kaitanya dengan hak asasi manusia dan kerukuanan dalam rumah tangga orang tersebut. Hal ini sesuai dengan sistem yang dianut KUHAP
dimana
hakim
harus
mempertimbangkan dan memutuskan
menurut beliau bahwa yang menjadi perhatian utama dalam memeriksa suatu perkara di persidangan yang dilakukan oleh hakim adalah dengan mengadili, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat serta memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa,
ini
termasuk
kedalam
pertimbangan hakim secara sosiologis. Hal-hal
yang
memberatkan
pidana dari terdakwa : a) Terdakwa main hakim sendiri b) Terdakwa sebagai suami tidak melindungi istrinya Hal yang meringankan pidana dari terdakwa :
11
a) Terdakwa
mengaku
merugikan masyarakat umum, baik
bersalah dan sudah minta
dipandang
dari
maaf kepada istrinya
kesopanan,
dan
b) Terdakwa
dan
saksi
korban
masih
Akibat
dari
segi
ketertiban
suatu
dilakukan
kesusilaan, umum.
kejahatan
seseorang
dapat
berhubungan suami istri
menimbulkan
meskipun
perkaranya
bersifat moril maupun yang bersifat
diproses
materil. Dalam bentuk moril misalnya,
sudah dipengadilan
kerugian
yang
baik
yang
dengan meningkatnya kejahatan, maka
c) Terdakwa belum pernah dihukum
akan dapat menimbulkan keresahan dan ketakutan dalam masyarakat, sedangkan dalam
2. Penerapan Hukuman Terhadap
bentuk
materil
dengan
meningkatnya kejahatan, maka akan
Tindak Pidana Kekerasan Dalam
mengakibatkan
Rumah Tangga Ditinjau
kerusakan harta benda masyarakat dan
Menurut Undang-undang Nomor
meningkatnya biaya yang dikeluarkan
23 Tahun 2004 Tentang
dalam upaya penanggulangan kejahatan
Penghapusan Kekerasan Dalam
tersebut. Penerapan pidana bagi pelaku
Rumah Tangga
kejahtan KDRT, Dari hasil wawancara
Kejahatan merupakan suatu bentuk
penulis
banyaknya
dengan
hakim
korban,
Pengadilan
tingkah laku manusia yang sangat
Negeri Klas IA Padang yaitu bapak
bertentangan
Siswatmono
peraturan berlaku
dengan
ketentuan
perundang-undangan dalam
suatu
negara
Radiantoro
penerapan
yang
pidana dalam kasus tindak KDRT di
dan
wilayah Pengadilan Negeri Klas IA
12
Padang adalah menurut apa yang diatur dalam Pasal 44 UU PKDRT, yang mana ancaman pidana yang dilakukan pelaku kejahatan KDRT diancam maksimal
Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana, Bagian 2; Penafsiran Hukum Pidana, Dasar Peniadaan, Pemberatan & Peringanan, Kejahatan Aduan, Perbarengan & Ajaran Kausalitas, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
pidana lima tahun penjara, tetapi dalam kasus
tersebut
hakim
menjatuhkan
hukuman minimum 6 (lima) bulan
Adhi Wibowo,2003, Hukum Acara Pidana, Universitas Andalas, Padang
penjara dikurangkan selama terdakwa berada dalam tahanan.
Simpulan Berdasarkan pembahasan yang terdapat pada bab sebelumnya dan hasil
Achmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Jurisprudence), Kencana Prenada Media Group, Jakarta Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2003, Pengatar Metode Penelitian Hukum, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta
penelitian yang telah diperoleh penulis, maka dapat ditarik simpulan antara lain: 1. Pertimbangan hakim dalam
Andi Hamzah, 1993, Sistim Pidana Dan Pemindanaan Di Indonesia, Pradnya Paramita
menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana KDRT di wilayah hukum Pengadilan Negeri Klas IA Padang yaitu beberapa
hakim hal,
memberatkan
mempertimbangkan baik pidana
hal dan
yang hal
Arief Sidharta, 2008, HAM Perempuan Kritik Teori Feminis Terhadap KUHP, Reflika Aditama, Bandung
Barda Nawawi Arif, 2008, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Kencana Prenada Media Group, Jakarta
meringankan pidana terdakwa. DAFTAR PUSTAKA
E.Y Kanter dan Sianturi, 2002, AsasAsas Hukum Pidana di Indonesia
13
dan Penerapanya, Storia Grafika, Jakarta
Lilik Mulyadi, 2007, Putusan Hakim dan Hukum Acara Pidana, Citra Aditya Bakti, Bandung
Moeljatno,1985, Asas-asas Hukum Pidana, Bima Aksara, Jakarta
Moerti Hadiati Soeroso, 2010, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalm Perspektif YuridisViktimologis, Sinar Grafika, Jakarta
Muladi, Hak Asasi Manusia, 2002, Politik Dan Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang
Muladi dan Barda Nawawi Arief,1998, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, Alumni, Bandung
Rusli Muhammad, 2007, Hukum Acara Pidana Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia (UI-Pers)
14