JMI. Vol.12 No.2, Nov 2015
Hubungan Nilai Indeks Massa Tubuh Dengan Nilai Risiko Fraktur Osteoporosis Berdasarkan Perhitungan Frax® Tool Pada Wanita Usia ≥ 50 Tahun Di Klub Bina Lansia Pisangan Ciputat Tahun 2015 Ahmad Khoiron Nashirin, Achmad Zaki, Nurmilasari, Djauhari Widjajakusumah, Marita Fadhilah Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Abstract Assessment of the osteoporotic fracture risk factors is now become the recommendation when the usage of DXA is limited as the gold standard for diagnosis osteoporosis in Indonesia. WHO collaborating with centre for metabolic bone disease University of Sheffield have created a device count named FRAX® tool. FRAX® online-based tool is a device to calculate the osteoporotic fracture risk factors based on clinical risk factors that have been widely used. Calculation results in percentage of ten year probability of major osteoporotic fracture (proximal humerus, wrist, vertebrae) and femoral neck. Body mass index is one of the important risk factors for osteoporosis are also taken into account in the use FRAX® tool. To see the relationship between the body mass index (BMI) and osteoporosis fracture risk value based FRAX® tool, researcher using Spearman correlative hypothesis test. The results of the 55 respondents stated that there is relationship between the BMI value and the risk of major osteoporotic fractures and femur based FRAX® calculation tool (p = 0.027; p = 0.000, r = 297; r = 0.467). These results have a negative correlation value means that the lower the value of a person's BMI, the greater the risk of fracture osteoporosis value. Keywords : IMT, fracture, osteoporosis, FRAX® tool
Pendahuluan Osteoporosis merupakan penyakit yang tersembunyi (silent disease) tanpa adanya tanda-tanda khusus sampai pasien mengalami patah tulang akibat trauma minimal.1,2 Dinyatakan sebagai kelainan tulang metabolik terbanyak yang menimpa sekitar 28,7% pria dan 32,3% wanita di Indonesia.3 Prevalensi osteoporosis meningkat seiring dengan peningkatan usia, khususnya usia ≥ 50 tahun baik pada pria maupun wanita.4 Menurut International Osteoporosis Foundation, satu dari tiga wanita yang berumur lebih dari 50 tahun memiliki resiko fraktur karena osteoporosis. Sedangkan pada pria, satu dari lima pria dengan usia lebih dari 50 tahun memiliki resiko fraktur karena osteoporosis. Pengeroposan tulang pada wanita usia lanjut ini sebagai akibat dari menurunnya sekresi 188
JMI. Vol.12 No.2, Nov 2015
hormon estrogen pada masa pasca-menopause. Bagian tulang yang sering mengalami fraktur adalah tulang belakang (spine), proksimal femur (hip) dan distal lengan bawah (forearm). Resiko ini akan meningkat seiring dengan penambahan usia.4,5 Banyak faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya osteoporosis. Indeks massa tubuh (IMT) merupakan faktor yang ikut berperan dalam terjadinya osteoporosis dan menjadi faktor risiko timbulnya fraktur akibat osteoporosis.6 Hasil dari beberapa studi menunjukkan penurunan densitas tulang lebih sering ditemukan pada individu lanjut usia dengan IMT yang rendah. Oleh karenanya, WHO menjadikan IMT sebagai faktor risiko klinis terjadinya osteoporosis.7,8,9,10 Identifikasi faktor risiko osteoporosis dan fraktur akibat osteoporosis merupakan hal penting mengingat penggunaan alat ukur BMD (bone mass density) saja dinilai kurang optimal.5 Asesmen faktor risiko ini bermanfaat dalam penghematan biaya dan penentuan terapi pada pasien yang diduga osteoporosis. WHO bekerjasama dengan Universitas Sheffield telah menciptakan perangkat hitung untuk menilai risiko yang dimiliki seorang individu serta prediksi terjadinya fraktur osteoporotik dalam 10 tahun ke depan dengan melihat data-data faktor risiko klinis seseorang.7,11,12 Penggunaan FRAX® tool menjadi rekomendasi yang luas digunakan meskipun memiliki kekurangan tersendiri.11,12,13 Faktor risiko yang diperhitungkan dalam penggunaan FRAX® tool meliputi: usia, jenis kelamin, indeks massa tubuh, riwayat fraktur sebelumnya, riwayat fraktur proksimal femur pada orang tua, penggunaan obat glukokortikoid oral, arthritis rheumatoid, osteoporosis sekunder, merokok dan minum alkohol.7,11,13 Prediksi terhadap terjadinya fraktur osteoporotik dalam 10 tahun ke depan dapat diperoleh melalui asesmen faktor risiko klinis osteoporosis baik disertai hasil pengukuran BMD pada femoral neck maupun tidak.7,11,12 Hasil akhir meliputi nilai prediksi terhadap kemungkinan terjadinya fraktur (%) pada bagian tulang mayor (pergelangan tangan, proksimal humerus dan 189
JMI. Vol.12 No.2, Nov 2015
tulang belakang) dan pada leher tulang femur (femoral neck) dalam 10 tahun kemudian yang telah dikalibrasikan di masing-masing negara (45 negara) termasuk Indonesia.11
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan pendekatan uji korelatif. Bertujuan melihat korelasi antara nilai indeks massa tubuh (IMT) dengan nilai risiko fraktur osteoporosis berdasarkan perhitungan FRAX® tool pada wanita usia ≥50 tahun di Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik consecutive sampling. Pengambilan data primer dilakukan pada 55 responden melalui pengukuran berat badan dan tinggi badan serta melalui wawancara faktor risiko klinis yang lain (jawaban iya/tidak). Data responden kemudian dimasukkan ke dalam perhitungan FRAX® tool dan dicatat hasilnya. Penelitian ini menggunakan analisis korelatif numerik menggunakan uji hipotesis Spearmen pada software SPSS versi 22.
Hasil Penelitian Responden terdiri dari usia 52 tahun sampai 90 tahun dengan rata-rata usia responden adalah 65,45 tahun (SD=7,852). Berdasarkan indeks massa tubuhnya, status gizi responden berdasarkan kriteria asia pasifik dapat digambarkan melalui tabel 1.1. Terdapat 6 responden yang mengaku memiliki riwayat fraktur sebelumnya dan yang lainnya menyangkal. (tabel 1.2) Berdasarkan riwayat fraktur tulang paha (leher femur), hanya terdapat 4 responden yang membenarkan hal tersebut. (tabel 1.3) Sedangkan pada faktor risiko lainnya, tidak ada responden yang mengaku memiliki faktor-faktor risiko tersebut (penggunaan obat glukokortikoid oral, arthritis rheumatoid, osteoporosis sekunder, merokok dan minum alkohol) 190
JMI. Vol.12 No.2, Nov 2015
Tabel 1.1 Gambaran Status Gizi Responden di Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat Berdasarkan Kriteria Asia-Pasifik Status Gizi (IMT)
Frekuensi (n)
Presentase (%)
Gizi Kurang; <18,5
9
16%
Gizi Normal ;18,5-22,9
17
31%
Gizi Berlebih ; 23-24,9
11
20%
Obesitas Grade I ;25-30
13
24%
Obesitas Grade II ; >30
5
9%
Jumlah
55
100%
Tabel 1.2 Gambaran riwayat fraktur pada responden di Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat Riwayat Fraktur Sebelumnya
Frekuensi (n)
Presentase (%)
Pernah mengalami fraktur sebelumnya
6
11%
Tidak pernah mengalami fraktur sebelumnya
49
89%
Jumlah
55
100%
Tabel 1.3 Gambaran riwayat fraktur femur pada orang tua responden di Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat Riwayat Fraktur Femur pada Orang Tua
Frekuensi (n)
Presentase (%)
Terdapat riwayat fraktur femur pada orang tua
4
7%
Tidak terdapat riwayat fraktur femur pada orang tua
51
93%
Jumlah
55
100%
Hasil perhitungan risiko fraktur osteoporosis berdasarkan FRAX® tool ini dapat diinterpretasikan ke dalam 3 kategori, yaitu risiko fraktur osteoporosis ringan, sedang dan berat. Distribusi hasil interpretasi 55 responden dapat dilihat di tabel 1.4. Tabel 1.4 Interpretasi hasil perhitungan menggunakan FRAX® tool pada 55 wanita usia ≥50 tahun di Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat tahun 2015 Kategori
Frekuensi (n)
Presentase (%)
Risiko Fraktur Osteoporosis Ringan
49
89,1
Risiko Fraktur Osteoporosis Sedang
5
9,1
Risiko Fraktur Osteoporosis Tinggi
1
1,8
55
100
Total
191
JMI. Vol.12 No.2, Nov 2015
Uji korelasi Spearmen digunakan untuk melihat hubungan antara nilai indeks massa tubuh dengan nilai risiko fraktur osteoporosis pada tulang mayor (pergelangan tangan, proksimal humerus dan tulang belakang) dan pada leher tulang femur (femoral neck). hasil kedua korelasi sama-sama signifikan (p<0,05) dengan arah korelasi negative (tabel ) Tabel 4.6. Korelasi antara nilai IMT responden dengan nilai risiko fraktur osteoporosis mayor dan femur (uji Spearmen) Korelasi Nilai IMT dengan nilai risiko fraktur osteoporosis mayor Nilai IMT dengan nilai risiko fraktur osteoporosis femur
P value 0,027
Arah korelasi Negatif (-)
0,000
Negatif (-)
Koefisien korelasi (r) -0,297 (korelasi lemah) -0,467 (korelasi sedang)
Pembahasan Hasil sebuah studi yang dilakukan oleh Montazerifar F dkk (2014) pada 80 wanita post-menopause menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara indeks massa tubuh dengan nilai BMD pada lumbar spine (p=0,02;r=0,31). Sedangkan korelasi antara indeks massa
tubuh
dengan
nilai
BMD
pada
femur
neck
bernilai
tidak
signifikan
(p=0,128;r=0,209).14 Indeks massa tubuh menjadi salah satu faktor risiko osteoporosis yang diperhitungkan. dengan osteoporosis ini disebabkan karena berkurangnya efek protektif jaringan lemak subkutan terhadap densitas tulang pada wanita lanjut usia. Menurut International Osteoporosis Foundation, seseorang dengan IMT 20 kg/m2 mengalami peningkatan risiko fraktur dua kali lipat dibandingkan dengan seseorang yang memiliki IMT 25 kg/m2.5 Sedangkan wanita dengan status gizi berlebih (overweight) atau obesitas memiliki status absorpsi kalsium yang lebih baik dan resorpsi tulang yang lebih rendah pasca menopause daripada wanita dengan IMT normal. Karena alasan inilah, dianjurkan bagi wanita lanjut usia memiliki status gizi sedikit berlebih selama tidak memiliki risiko terhadap penyakit kardiovaskular.15 Wanita dan pria obesitas juga akan mengalami peningkatan konversi 192
JMI. Vol.12 No.2, Nov 2015
hormon androgen menjadi estrogen. Di sisi lain, peningkatan jaringan lemak tubuh menyebabkan peningkatan beban dan berefek positif terhadap pembentukan tulang.10,16
Kesimpulan 1. Terdapat korelasi antara nilai Indeks Massa Tubuh dengan nilai risiko fraktur osteoporosis mayor berdasarkan perhitungan FRAX® tool pada wanita usia ≥50 tahun di Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat (p = 0,027) dengan arah korelasi negatif dan kekuatan korelasi lemah (r = 0,297) 2. Terdapat korelasi antara nilai Indeks Massa Tubuh dengan nilai risiko fraktur osteoporosis leher femur berdasarkan perhitungan FRAX® tool pada wanita usia ≥50 tahun di Klub Bina Lansia Pisangan, Ciputat (p = 0,000) dengan arah korelasi negative dan kekuatan korelasi sedang (r = 0,467)
Referensi National Osteoporosis Foundation. Clician’s guide to prevention and treatment of osteoporosis. Washington DC: National Osteoporosis Foundation. 2010. 1. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman pengendalian osteoporosis. Jakarta: Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2008 2. Mithal A, Dhingra V, Lau Edith. The Asian audit epidemiology, cost and burden of osteoporosis in asia 2009. International Osteoporosis Foundation. 2009. p. 28-29. 3. U.S. Department of Health and Human Services. Bone health and osteoporosis: a report of the surgeon general. Rockville MD: U.S. Department of Health and Human Services, Office of The Surgeon General. 2004. 4. International Osteoporosis Foundation [internet]. [place unknown]: International Osteoporosis Foundation; [date unknown] [cited 2015 June 05]. Available from: http://www.iofbonehealth.org/osteoporosis. 5. Mardas A K, Sulaf AH, Alkazzaz A. Effect of body mass index and physical activities on risk of osteoporosis in Babylon Iraq. Medical Journal of Babylon. 2014; 11(1): 173-187 6. World Health Organization. WHO scientific group on the assessment of osteoporosis at primary health care level. World Health Organization. 2007. 7. Salter B. textbook of disorders and injuries of the musculoskeletal system 3th ed. Baltimore: Williams & Wilkins. 1990. Chapter 9, Generalized and disseminated disorder; p. 190-194. 8. Nguyen TV. Center JR, Eisman JA. Osteoporosis in elderly men and women: effects of dietary calcium, physical activity, and body mass index. Journal of Bone and Mineral Research. 2000; 15(2): 322-331 193
JMI. Vol.12 No.2, Nov 2015
9. Salamat MR, Salamat AH, Abedi I, Janghorbani M. Relationship between weight, body mass index, and bone mineral density in men referred for dual-energy x-ray absorptiometry scan in Isfahan, iran. Hindawi Publishing Corporation. 2013; 2013: 1-7. doi: 10.1155.2013/205963 10. Kanis JA, McCloskey EV. Johansson H, Cooper C, Rizzoll R, Reginster JY. European guidance for the diagnosis and management of osteoporosis in postmenopausal women. Osteoporos Int. 2012 October 19. doi: 10.1007/S00198-012-2074-y. 11. Compston J, Cooper A, Cooper C, Francis R, Kanis JA, Marsh D, et al. Guideline for the diagnosis and management of osteoporosis in postmenopausal women and men from the age of 50 years in the UK. London: National Osteoporosis Guideline Group. 2014. 12. Kanis JA, Oden A, Johansson H, Borgstrom F, Strom O, McCloskey EV. Frax ®, a new tool for assessing fracture risk: clinical applications and intervention thresholds. Medicographia. 2010; 1: 32 13. Montazerifar F, Karajibani M, Alamian S, Sandough M, Zakeri Z, Dashipour AR. Age, weight and body mass index effect on bone mineral density in postmenopausal women. Health Scope. 2014 May; 3(2): 1-5 14. Stransky M, Rysava L. Nutr ition as prevention and treatment of osteoporosis. Institute of Physiology Academy of Sciences of the Czech Republic. 2009; 58(1): 7-11 15. Ravn P, Cizza G, Bjarnason NH, Thompson D, Daley M, Wasnich RD, et al. Low body mass index is an important risk factor for low bone mass and increased bone loss in early postmenopausal women. Journal of Bone and Mineral Research. 1999; 14(9): 1622-1627
194