1 STUDI TENTANG PERISTILAHAN DALAM BAHASA INDONESIA YANG TIDAK TERBACA OLEH MAHASISWA SEMESTER II PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FKIP UNIVET BANTARA SUKOHARJO A. Sudiyana Pendidikan Bahasa dan Sastra IndonesiaFKIIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo, Jl. S. Humardani, Jombor Sukoharjo
Abstract This study aimed to: 1) obtain the classification of the term of the respondents do not read, 2) know the comparison between theterms of reference books unreadable by Big Indonesian Dictionary, 3) know the inventory of terms that were illegible. The research method used is qualitative descriptive. Returns the sample of respondents is done by random sampling or randomsampling. Data was collected through a survey and inventorytechniques. Results and discussion showed that these terms arenot readable by the Student Education Program Language andLiterature Indonesia FKIP Nusantara University Veteran BuildSukoharjo second semester of 2009 2010 can be classifiedaccording to term (a) the source of the source of the Indonesian language, resources and cognates of foreign language sources, (b) based on its shape, namely the singular, berafiks shape, andform a joint; (c) by kebakuan his writings, namely standard formterms and terms nonbaku form, and (d) based on its formation,the formationof the appointment (adoption ), with absorption(absorption), and the translation (translation) and theabsorption-translation (absorption - translation). Keywords: study Indonesian language terminology is not legible, the student 1. PENDAHULUAN Dalam GBPP Kurikulum SMA 1987 materi pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia (h.vi) diuraikan bahwa secara garis besar materi pokok yang dituangkan dalam GBPP bahasa Indonesia adalah semua bahan untuk setiap jenjang dan jenis sekolah. Perbedaannya hanyalah terletak pada keluasan dan kedalamannya, makin tinggi tingkatannya makin luas dan mendalam bahannya. Hal ini mengikuti dasar spiral dalam pengembangan kurikulum. Adapun bahan-bahan pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia yang dituangkan dalam GBPP untuk dikembangkan dalam pengajaran itu adalah meliputi: 1. Membaca 2. Kosa kata 3. Struktur
2 4. Menulis 5. Pragmatik 6. Apresiasi Sastra/Bahasa Keenam bahan pelajaran itulah yang dikembangkan secara berjejang dari pendidikan Sekolah Dasar (SD). Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Tentang penguasaan kosa kata dalam bahan pelajaran bahasa Indonesia pada setiap jenjang di atas ditentukan sebagai berikut (ibid,vii) : 1. Kosa kata untuk SD
:
9000 kata;
2. Kosa kata untuk SMP
: 15000 kata; dan
3. Kosa kata untuk SMA
: 21000 kata.
Sudah barang tentu, ukuran jumlah kosa kata pada masing-masing jenjang pendidikan di atas oleh penyusun kurikulum ini sudah diestimasikan dapat menopang tujuan pengajaran bahasa dengan pengajaran bahasa pendekatan komunikatif yang dianjurkan sesuai dengan tujuan kurikuler pada masing-masing jenjang itu. Pengajaran bahasa dengan pendekatan komunikatif merupakan orientasi belajar-mengajar bahasa 113 berdasarkan tugas dan fungsi berkomunikasi (ibid,viii). Dalam pendekatan komunikatif ini, bentuk bahasa (kata, kalimat, ragam bahasa) yang dipakai selalu dikaitkan dengan faktor-faktor penentu dalam berkomunikasi. Faktor-faktor itu meliputi siapa yang berbahasa dengan siapa, untuk tujuan apa dalam situasi apa (tempat dan waktu), dalam konteks apa (pesan atau tulisan), media apa (tatap muka, telepon, surat kawat, buku, koran dan sebagainya), dalam peristiwa apa (bercakap-cakap, ceramah, upacara, laporan, lamaran kerja, pernyataan cinta, dan sebagainya). Dalam kurikulum tersebut dikatakan bahwa kemampuan berbahasa dengan menyesuaikan bentuk
bahasa
berdasarkan faktor-faktor penentu itu disebut keterampilan pragmatik. Perlu ditentukan di sini, bahwa untuk mencapai keterampilan pragmatik itu diperlukan pengetahuan dan keterampilan umum bahasa Indonesia yang dijabarkan dalam bagian-bagian yang meliputi (1) unsur-unsur bahasa, meliputi (a) lafal/ejaan (yang mengajarkan lafal yang baik dan ejaan yang sesuai dengan ejaan yang disempurnakan), (b) struktur (yang mengajarkan bentuk-bentuk kata, frase, dan kalimat yang baik dan diterima yang bukan tatabahasa teoretis), (c) kosa kata (yang mengajarkan kata-kata dari berbagai ranah kebahasaan dalam jumlah yang diperlukan
3
untuk berkomunikasi dengan lancar, yang jumlah katanya yang perlu dikuasai dapat dilihat pada masing-masing jenjang pendidikan di atas); (2) kegiatan berbahasa, meliputi (a) membaca (mengajarkan kemampuan pemahaman dengan tepat dan cepat berbagai macam wacana seperti narasi, persuasi, eksposisi, khayal dan sebagainya), (b) menulis/mengarang (mengajarkan kemampuan membuat kalimat-kalimat yang baik, benar, dan sesuai, dan merakitnya menjadi laporan, dan sebagainya), (c) berbicara (mengajarkan berbagai macam menggunakan kemampuan menggunakan bahasa lisan dalam berbagai peristiwa bahasa), (d) pragmatik (mengajarkan kemampuan memilih bentuk bahasa secara lisan dan tulisan yang sesuai dengan keadaan berbahasa dan kemampuan memahami bentuk bahasa dan situasi. Masing-masing bagian di atas perlu disesuaikan dengan tingkat dan sekolahnya. Dalam pada itu, perlu ditetapkan di sini bahwa fungsi utama pendidikan Sekolah Dasar ialah mengindonesiakan atau menasionalkan anak-anak yang kebanyakan lahir dan memulai hidupnya sebagai insan daerah. Dalam proses pengindonesiaan ini bahasa Indonesia berperan amat penting. Oleh karena itu, peranan bahasa Indonesia tersebut juga perlu disadari oleh semua pelaksana pendidikan di SMP dan SMA dalam mempersiapkan anak-anak didiknya untuk hidup sebagai anggota masyarakat dan bangsa Indonesia. Inilah letak pentingnya belajar bahasa Indonesia sebagai keterampilan pragmatik berbahasa dan menghargai bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi secara nasional, pemersatu masyarakat, dan lambang terpenting bangsa Indonesia. Peranan bahasa Indonesia yang demikian itulah antara lain yang dijadikan dasar pemikiran perlunya pemuatan mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di sekolah-sekolah tersebut (ibid: ix). Uraian di atas pada pokoknya menunjukkan harapan-harapan bersifat teoritis, yang sudah barang tentu sering timbul perbedaan dengan kenyataan. Dalam hubungan dengan ini seorang tamatan pendidikan SMA semestinya tidak banyak mengalami kesulitan dalam mengangkap informasi-informasi dengan media bahasa Indonesia. Namun kenyataannya, ada saja hambatan yang membuat ia terganggu memahami pengertian wacana. Gangguan ini muncul manakala ada istilah yang belum terkuasai meskipun sebenarnya dari segi isi/subtansi ia sebenarnya mampu menjangkau pesan itu. Dalam tindak berbahasa, khususnya dalam aktivitas membaca, kasus demikian
4 merupakan hal yang tidak asing lagi, lebih-lebih bagi pembaca yang penguasaan kosakatanya kurang memadai dalam menangkap paparan wacana tertentu. Sejalan dengan masalah hambatan membaca karena istilah tersebut, penulis tertarik untuk mengadakan ”Studi Tentang Pemakaian Istilah yang Tidak Berbaca” sebagaimana tertulis dalam judul di atas. Sasaran studi pemakaian istilah tersebut sengaja ditujukan pada mahasiswa Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia semester II di FKIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Hal ini mengingat responden tersebut pada akhirnya akan menggeluti masalah kebahasaan Indonesia di lapangan pendidikan sehingga ia tidak lepas dari sorotan masyarakat sekitar tentang penguasaan bahasa, khususnya bidang istilah. Sudah barang tentu penguasaan bahasa/istilah oleh mereka baru merupakan titik awal menuju ke profesinya. Oleh karena itu, dengan hasil studi ini diharapkan mereka istilah atau kebahasaannya. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. bagaimanakah klasifikasi istilah-istilah yang tidak terbaca itu; 2. bagaimanakah istila-istilah yang terbaca itu dalam hubungannya dengan buku referensi Kamus Besar Bahasa Indonesia; 3. bagaimanakah inventarisasi istilah-istilah yang tak terbaca itu. Pada dasarnya penelitian ini, sebagaimana penelitian dalam bidang bahasa pada umumnya, merupakan penelitian deskriptif. Bidang atau ruang lingkup yang dibahas akan dibatasi pada masalah-masalah : 1. klasifikasi istilah-istilah yang tak terbaca; 2. hubungan atau korelasi istilah-istilah yang tak terbaca itu dengan referensi Kamus Besar Bahasa Indonesia; dan 3. inventarisasi istilah-istilah yang tak terbaca. Penelitian ini dilakukan untuk mencapai tujuan: 1) memperoleh klasifikasi istilah yang tak terbaca dari para responden; 2) mengetahui perbandingan antara istilah yang tak terbaca dengan buku referensi Kamus Besar Bahasa Indonesia; 3) mengetahui inventarisasi istilah-istilah yang tak terbaca itu. Penelitian ini dapat dimanfaatkan baik oleh lembaga yang bersangkutan, para mahasiswa, maupun para pembina (pengajar) bahasa Indonesia. Ketiga komponen tersebut dapat dirinci sebagai berikut.
1) Bagi lembaga yang bersangkutan, hasil
5 penelitian dapat dipakai sebagai bahan masukan untuk melaksanakan kebijakan akademis yang terencana dalam rangka lebih meningkatkan kualitas keluarannya, khususnya dalam bidang penguasaan istilah bahasa Indonesia; 2) bagi mahasiswa, hasil penelitian
ini
dapat
dipakai
sebagai
bahan
intropeksi
tentang
penguasaan
perbendaharaan istilah; 3) bagi pembina bahasa Indonesia, hasil penelitian dapat dipakai sebagai bahan pemikiran lebih lanjut dalam mencari dan menemukan cara-cara terbaik dalam upaya mengembangkan kosa kata khususnya istilah bagi anak didiknya. Sesuai dengan judul di atas, permasalahan dalam tulisan ini pada dasarnya secara konseptual hanyalah menyangkut konsep-konsep peristilahan dan konsep membaca. Oleh karena itu, landasan teori ini membagi pembahasan terhadap kedua hal tersebut menjadi dua bagian untuk mempermudah pembahasannya.
1. Konsep-konsep Peristilahan a. Definisi Kata, Nama, dan Istilah Kata dan istilah merupakan unsur bahasa, tetapi karena sifatnya yang khususnya, kata dan istilah berbeda (Nasution, dkk., 1985:34). Demikian pula, nama dan istilah berbeda. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989:395), definisi kata adalah (1) unsur bahasa yang diucapkan atau dituliskan yang merupakan perwujudan kesatuan perasaan dan pikiran yang dapat digunakan dalam berbahasa, (2) ujar, bicara, dan (3) satuan (unsur) bahasa yang terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk bebas. Dalam hal ini, Nasution (loc.cit.) mendefinisikan secara lebih tegas bahwa kata adalah satuan terkecil dari suatu ujaran atau kalimat yang berupa morfem bebas, misalnya rumah, atau bentuk kompleksnya perumahan. ”Nama” dalam kamus tersebut di atas (hal.607) didefinisikan sebagai kata untuk menyebut atau memanggil orang (tempat, barang, binatang, dan sebagainya). Sedangkan istilah adalah kata atau gabungan kata yang dengan cermat mengungkapkan makna konsep, proses, keadaan atau sifat yang khas dalam bidang tertentu (hal.341). ketiga hal tersebut (kata, nama, istilah) adalah termasuk dalam unsur-unsur bahasa.
b. Ciri-ciri Istilah
6
Istilah sebagai salah satu unsur bahasa memiliki ciri-ciri khusus yang membedakannya dari unsur-unsur bahasa lain. Istilah dapat dilihat dari dua aspek atau dua segi pandangan, yaitu ungkapan istilah dan makna istilah (Nasution, ibid.:35). Ditinjau dari segi ungkapan, istilah dapat berupa kata benda, kata kerja, atau kata sifat. Struktur istilah dapat berupa struktur kata bentuk tunggal, kata majemuk, kata ulang, atau frase. Ditinjuai dari segi makna atau arti, terlihat bahwa hubungan antara ungkapan dan makna tetap dan tegas. Secara gramatikal, makna istilah bebas atau tidak tergantung pada hubungan kalimat; akan tetapi, jika dipandang dari segi kehidupan pemakai bahasanya, suatu istilah terikat oleh konteks, yakni konteks bidang disiplin ilmu pemakainya. Dalam hal ini, makna istilah dapat dinyatakan dengan definisi atau rumus dalam ilmu yang bersangkutan. Sebagai ilustrasi dapat kita ambil kata antagonis dalam kalimat kedudukannya sebagai antagonis dari yang lainnya. Secara gramatikal kata antagonis tidak terikat oleh satuan-satuan lain atau hubungan dalam kalmiat itu, akan tetapi dari segi bidang ilmu pemakainya, kata tersebut terikat oleh konteks sehingga memiliki makna yang berbeda. Ilmuwan bidang ilmu anatomi tubuh manusia akan mengartikan sebagai ”gerakan otot yang berlawanan arah”, sedangkan ilmuwan bidang ilmu sastra akan mengartikan ”(karakter) pelaku yang menentang atau berlawanan dengan tokoh utama pembawa misi/tema cerita”. Ciri-ciri lain yang membedakan istilah dari unsur bahasa lainnya adalah bahwa istilah selalu bersifat internasional dan juga bersifat nasional. Bersifat internasional maksudnya bahwa makna suatu istilah dikenal secara umum dalam ilmu yang bersangkutan meskipun bangun istilahnya dalam suatu bahasa dapat berbeda atau mungkin hanya memiliki kemiripan dengan bangun istilah yang sama dalam bahasa lain, misalnya : Inggris
Indonesia
1)
Electron
2) Elektron
3)
Thermometer
4) Termometer
7 Bersifat nasional maksudnya bahwa suatu istilah memiliki ciri-ciri linguistik (meliputi ciri fonologi dan gramatikal) yang memakai unsur-unsur bahasa yang bersangkutan. Ciri-ciri fonologi menyangkut fonem dan pola-pola dalam sistem penyukuannya. Ciri-ciri gramatikal menyangkut ciri morfologis yang terdapat pada suatu istilah antara lain adalah : 1) istilah dapat berupa bentuk dasar, misalnya larut, gaya, struktur, rumpun; 2) istilah dapat pula berupa kata jadian, misalnya kata berimbuhan seperti larutan, pelestarian, dinormalkan; dan gabungan kata seperti curah hujan, menara api, garis lintang, mesin hitung tangan. Demikianlah ciri-ciri suatu istilah dalam bahasa Indonesia.
c. Sumber Istilah Dalam ”Pedoman Umum Pembentukan Istilah” edisi II berdasarkan Kepmendikbud RI Nomor 0389/U/1988 (lihat lampiran II TBBBI, 1988:422-6; KBBI, 1989:1042-3) diuraikan bahwa sumber istilah adalah (a) kosa kata bahasa Indonesia, (b) kosa kata bahasa serumpun, dan (c) kosa kata bahasa asing. Ketiga sumber di atas menurut Nasution dkk. (ibid,36) berturut-turut merupakan juga urutan prioritas. 1) Kosa Kata Bahasa Indonesia Kata Indonesia sebagai prioritas utama yang dapat dijadikan bahan istilah ialah kata umum baik yang lazim maupun yang tidak lazim yang memenuhi salah satu syarat sebagai berikut : a) Pertama, kata yang akan dijadikan istilah itu adalah kata yang paling tepat dan tidak menyimpang maknanya jika ada dua atau lebih kata yang menunjukkan makna yang sama. Misalnya : bea, cukai, dan pajak tulen, asli, dan murni rapat, musyawarah, dan seminar b) Kedua, kata yang paling singkat dibandingkan dengan kata-kata lainnya yang beracuan sama. Misalnya : perlindungan politik
:
suaka politik;
perbendaharaan kata
:
kosa kata;
8
tumbuhan pengganggu
:
gulma.
c) Ketiga, kata yang bernilai rasa/berkonotasi baik dan sedap didengar. Misalnya : banci, wadam; perempuan, wanita; pelacur, tuna susila. 2) Kosa Kata Bahasa Serumpun Prioritas kedua sebagai sumber istilah setelah kata Indonesia adalah bahasa serumpun. Yang termasuk bahasa serumpun adalah bahasa-bahasa daerah yang terdapat di Indonesia dan juga bahasa dari luar Indonesia yang masuk ke dalam rumpun Melayu Polinesia. Pemilihan sumber istilah dari bahasa serumpun dilakukan jika dalam bahasa Indonesia tidak ditemukan istilah yang dengan tepat dapat mengungkapkan makna, konsep, proses keadaan atau sifat yang dimaksudkan, dan istilah bahasa serumpun tersebut memenuhi ketiga persyaratan di atas. Misalnya : dari bahasa Sunda (nyeri, anjangsana, lahan), dari bahasa Jawa (luwes, lugas, tuntas), dari bahasa Banjar (gambut), dari bahasa Minangkabau (lambang, lamban, gontai), dan sebagainya. Menurut Nasution dkk. (ibid,38) pemilihan/pemasukan istilah dari bahasa daerah ke dalam bahasa Indonesia dibenarkan jika salah satu syarat berikut ini dipenuhi, yakni : a) istilah daerah lebih cocok karena konotasinya /nilai rasanya, misalnya : jamban, tuntas; b) istilah daerah yang dipilih lebih singkat daripada terjemahannya dalam bahasa Indonesia, misalnya : mawas diri, sandang pangan.
3) Kosa Kata Bahasa Asing Kosa kata bahasa asing merupakan prioritas ketiga setelah bahasa Indonesia dan bahasa serumpun dalam hal sumber istilah. Ada dua dasar yang perlu diperhatikan dalam pembentukan istilah yang berasal dari bahasa asing (loc.cit) yaitu : a) sumber utama yang dipakai adalah bahasa Inggris; b) yang
diperhatikan
ucapannya.
haruslah
bentuk
visualnya (tulisannya)
bukan
9
Adapun syarat-syarat pemasukan istilah asing agar dibenarkan adalah sebagai berikut : a) istilah yang dipilih haruslah yang lebih cocok karena konotasinya. Misalnya : kritik bandingkan dengan kecaman, profesional bandingkan dengan bayaran. b) istilah yang dipilih lebih singkat jika dibandingkan dengan terjemahan Indonesianya. c) istilah yang dipilih dapat mempermudah tercapainya kesepakatan jika istilah Indonesia terlalu banyak sinonimnya.
d. Klasifikasi Istilah Berdasarkan uraian di atas dapat dirumuskan di sini tentang kalsifikasi istilah yang ada, yakni : 1) berdasarkan dari sumbernya : a)
kosa kata bahasa Indonesia
b)
kosa kata bahasa serumpun
c)
kosa kata bahasa asing
2) berdasarkan bentuknya : a)
bentuk tunggal atau dasar
b)
bentuk berafiks
c)
bentuk berupa gabungan istilah
3) berdasarkan kebakuannya : a)
bentuk baku
b)
bentuk non baku
4) berdasarkan pembentukannya : a) kosa kata dengan pengangkatan dari bahasa Indonesia / serumpun b) kosa kata dengan penyerapan dari bahasa asing c) kosa kata dengan penerjemahan dari bahasa asing d) kosa kata dengan penyerapan dan penerjemahan
2. Konsep-konsep tentang Membaca, Terbaca, dan Tak Terbaca
10
Membaca menurut Traigan (1987:10) adalah suatu keterampilan yang kompleks, yang melibatkan serangkaian keterampilan-keterampilan yang terjalin erat di dalamnya. Adapun tentang tujuan membaca, Adler dan Charles Van Doren (1987:6) secara garis besar membagi dua tujuan, yakni untuk mendapatkan informasi dan untuk mendapatkan pemahaman. Tujuan pertama sering dilakukan pada waktu orang membaca jenis surat kabar, dan tujuan yang kedua pada waktu mereka membaca bahan bacaan yang hendak dipelajari/dipahaminya. Dalam proses membaca, kadangkala dijumpai adanya bagian yang terbaca dan bagian yang tak terbaca. Makin banyak bagian yang terbaca, maka makin banyak atau makin lancar pula informasi atau pemahaman yang diperoleh namun sebaliknya makin banyak bagian yang tak terbaca, maka makin sulit pemerolehan informasi atau pemahamannya. Terbaca dan tidaknya suatu tulisan adalah menyangkut masalah keterbacaan (readibilitas). Dalam teori membaca, faktor ini banyak ditentukan oleh si penulis dan proses penerbitannya, di antaranya pemakaian konsep, sistematika, kejelasan huruf/tulisannya. Termasuk pula di sini menyangkut penggunaan kata-kata/istilah. Makin banyak istilah yang tak terbaca atau sulit, makin terganggu pulalah pemerolehan informasi dan pemahamannya. Itulah sebabnya, masalah pemakaian istilah di sini perlu disoroti untuk bahan masukan dalam upaya peningkatan kualitas anak didik.
2. METODE PENELITIAN Populasi penelitian ini dibatasi pada mahasiswa semester II pada Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo tahun 2009 – 2010. Pembatasan populasi ini dimaksudkan untuk membatasi jumlah responden saja. Pengembalian sampel responden dilakukan dengan cara random sampling atau pengambilan sampel secara acak, yakni di sini diambilkan dari kelompok sampel yang ada. Adapun besar sampel di sini ditentukan 25% dari jumlah kelompok populasi. Kelompok populasi yang dimaksudkan di sini adalah kelompok-kelompok yang dibentuk dari populasi yang ada untuk keperluan penelitian ini dan masing-masing kelompok terdiri atas 3 – 4 individu. Adapun jumlah keseluruhan kelompok populasi yang ada pada mahasiswa
11 semester tersebut (klas paralel) adalah 55 kelompok. Dengan demikian 25% dari jumlah kelompok tersebut adalah 14 kelompok sampel responden. Di samping pengambilan sampel responden di atas, di sini masih dilakukan juga pengambilan sampel data istilah. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam presentasi data mengingat banyaknya data yang berasal dari sampel responden dilakukan secara acak yang besarnya 25%. Adapun teknis pengambilannya adalah setiap kelipatan empat diambil satu sampel untuk presentasi data, demikian seterusnya. Variabel penelitian ini sebenarnya adalah istilah bahasa Indonesia yang tidak terbaca oleh mahasiswa semester II pada Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo 2009-2010. Untuk mendapatkan data ini, digunakan teknik pengumpulan data dengan : a.
Survei, untuk mendapatkan data istilah yang tak terbaca. Dalam hal ini mahasiswa diberi tugas membaca tulisan-tulisan dalam pemakaian bahasa yang aktual, yakni dalam media massa baik yang bertaraf nasional maupun regional/lokal yakni Kompas, Tempo, Jawa Pos, Suara Merdeka, dan Kedaulatan Rakyat, bulan April – Mei 2009. Mahasiswa tersebut sekaligus melakukan aktivitas survei pemakaian istilah yang bagi mereka sendiri tidak terbaca/terpahami pengertiannya.
b.
Inventarisasi dan klasifikasi, untuk mendapatkan data yang interpretable yakni data yang mudah diinterpretasikan atas dasar klasifikasi yang ada. Dengan demikian hasil survei di atas masih perlu berdasarkan urutan alphabet maupun berdasarkan
pengkodean
klasifikasinya.
Hal
ini
dimaksudkan
untuk
memudahkan analisisnya. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif sehingga teknik analisis datanya pun dilakukan secara deskriptif pula. Semua data istilah bahasa Indonesia yang terkumpul yang telah terinventarisasi dan terklasifikasi itu dianalisis dengan alat ukur analisis untuk kriteria bahasa Indonesia. Cara ini dikatakan menggunakan submetode distribusional, yaitu cara yang dipakai untuk menganalisis data kebahasaan dengan menggunakan alat ukur dalam bahasa itu sendiri (Soeparno, 1986:10). Secara garis besar langkah-langkah penganalisisan data ini sebagai berikut: a.
semua data yang terkumpul dilakukan pengkalsifikasian;
b.
data tersebut kemudian dipresentasikan berdasarkan tiap jenis klasifikasinya;
12 c.
dari tabel ini akan diketahui keadaan setiap datanya
d.
semua data itu kemudian dimasukkan ke dalam tabel; dan
e.
dari tabel ini akan diketahui keadaan setiap datanya.
3. HASIL PENELITIAN DAN PENELITIAN Analisis Data Berdasarkan klasifikasi di atas, istilah yang tak terbaca oleh responden yang dijadikan sampel dapat dirinci menjadi berbagai jenis. Agar pembahasan selanjutnya lebih praktis, singkat, dan padat, perlu di sini dikemukakan berbagai singkatan untuk masing-masing jenis istilah yakni : a.
b.
c.
d.
S
: 1) Sbi
: singkatan dari sumber bahasa Indonesia
2) Sbs
: singkatan dari sumber bahasa serumpun
3) Sba
: singkatan dari sumber bahasa asing
B
: singkatan dari istilah berdasarkan bentuknya
1) Btg
: singkatan dari bentuk tunggal
2) Bbf
: singkatan dari bentuk berafiks
3) Bgb
: singkatan dari bentuk gabungan
T
P
singkatan dari istilah berdasarkan sumber
: singkatan dari kebakuan tulisan
1) Tb
: singkatan dari tulisan baku
2) Tnb
: singkatan dari tulisan non baku
: singkatan dari istilah berdasar pembentukannya 1) Pak
: pembentukan dengan pengangkatan bahasa Indonesia
2) Par
: Pembentukan dengan penyerapan dari bahasa asing
3) Pjm
: Pembentukan dengan penerjemahan dari bahasa asing
4) Ppsr-jm : pembentukan dengan penyerapan dan penerjemahan dari bahasa asing. Pada pembicaraan berikut tidak semua data dipresentasikan. Penyajian dilakukan juga secara selektif representatif.
a. Data Jenis S (berdasarkan sumbernya) 1) Data Jenis Sbi : Presentasi Data
13 Kubu dalam
: Duet Hawke – Keating ini dianggap paling harmonis dalam kubu Partai Buruh Australia. (JP, 4-4,I-9)
Kutat dalam
: Pemikiran-pemikiran alternatif diharapkan tidak kandas di depan tombak birokrasi dan hanya berkutat di dalam diri sendiri sehingga . . . (Komp, 3-4, IV-7)
Santet dalam
: Kedatangan jin di rumah Ropiah itu disuruh Arifin si tukang pijat yang terkenal di kampung itu sebagai tukang santet dan jagoan. (JP,2-2, XII-9)
Analisis Data : Data jenis Sbi (yang sumbernya berasal dari bahasa Indonesia) seperti kubu, kutat, dan santet tidak banyak permasalahan yang hendak dianalisis. Mengingat istilah tersebut pada dasarnya diangkat dari bahasa di wilayah Indonesia sendiri atau sumbernya dari bahasa-bahasa yang menopang bahasa Indonesia itu sendiri.
2) Data Jenis Sbs Presentasi Data Mitra-mitra : Dengan mitra-mitra mereka yang dari jepang, ….. (JP, 3-4, XII/8) Puso
: Akibat serangan hama tungro itu, sekitar 300 hektar lahan dinyatakan puso dan dimusnahkan dengan cara dibakar. (Komp, 5-4, XII/7)
Tajuk
: Pertanyaan di atas adalah kutipan dari tajuk rencana sebuah majalah dagang terkemuka. (JP, 24-4,XII/3)
Analisis Data : Data jenis Sbs merupakan jenis istilah yang sumbernya bahasa serumpun. Istilah mitra dari bahasa Jawa, yang artinya taman, sahabat, teman kerja: sedangkan puso yang artinya rusak berat dan tajuk yang berarti mahkota, tingkat, surau, berasal dari bahasa Melayu. Istilah tajuk rencana berarti karangan pokok pada surat kabar, majalah, dan sebagainya.
14
3) Data Jenis Sba Presentasi Data Mikrofon
: Modal kacamata berguna bagi ketulian yang tidak sama pada kedua telinga sehingga signal dari mikrofon sisi tuli berat dapat dialirkan melalui gagangnya ke sisi yang lebih baik. (Komp, 3-4,V/3)
Injeksi
: Hampir 20 tahun Indonesia diinjeksi oleh negara-negara donor. (JP, 5-4, VI/1)
Dominasi
: Negara-negara pengimpor jahe didominasi Eropa Barat, USA, dan Jepang. (JP, 22-4, III/1)
Analisis Data : Data jenis Sba adalah istilah yang sumbernya dari bahasa asing. Bahasa asing di Indonesia adalah bahasa-bahasa di luar bahasa Indonesia dari bahasa daerah. Istilah-istilah seperti mikrofon, injeksi, dan dominasi adalah berasal dari bahasa-bahasa Barat yang masing-masing berasal dari micro phone, injektion, dan dominate. Istilah-istilah tersebut melalui proses pengindonesiaan menjadi kosa kata bahasa Indonesia. Selain dari bahasa barat ada juga istilah yang dari bahasa Arab, seperti zakat (JP, 6-4), hibah (JP, 23-4), dan lain-lainnya.
b. Data Jenis B (berdasarkan bentuknya) 1) Data Jenis Btg Presentasi Data Duplik
: Tanggal 23 Mei nanti tergugat melalui kuasanya Albert Hasibuan SH dan kawan-kawan akan mengajukan duplik. (Komp, 18-5, VI/6)
Trauma
: Trauma pembantaian Tiananment . . . (Temp. 5-5, 56)
Misi
: Itu terjadi karena ada misi di pundaknya (JP, 1-4, II/2)
Analisis Data :
15 Data jenis Btg adalah istilah-istilah yang bentuknya tunggal. Istilah seperti duplik, trauma, dan misi adalah bentuk tunggal, tidak memiliki unsur imbuhan, baik imbuhan aslinya maupun imbuhan bahasa Indonesia.
2) Data Jenis Bbf Presentasi Data Aroganisme
: Di samping adanya aroganisme sementara pembina yang merasa kualitas pelatih domestik juga tidak kalah dengan mereka. (SM, 6-4, VI-1)
Interkoneksi
: Jaringan
pipsa
gas
alam
utama
di
belandan
dihubungkan interkoneksi. (Komp, 14-4, VI/7) Egalitarianisme : Ciri
selanjutnya
rangsangan
kegiatan
ekonomi
egalitarianisme yang berupa kehendak masyarakat ke arah keadaan kemerataan . . . (KR, 12-4, XII-3) Subordinat
: Tidak benar pendapat yang menyatakan bahwa wanita Indonesia mendapat posisi subordinat terhadap kaum pria. (KR, 14-4, IV/2)
Analisis Data : Data jenis Bbf merupakan istilah-istilah yang memiliki bentuk berafiks. Dalam struktur bahasa yang bersangkutan (sesuai dengan morfologi bahasanya) istilah di atas, seperti aroganisme, interkoneksi, egalitarianisme, dan subordinat merupakan bentuk berafiks yakni afiks-isme untuk aroganisme dan egalitarianisme, inter- untuk interkoneksi dan subuntuk subordinat.
3) Data Jenis Bgb Presentasi Data Tes doping
: Ini disebabkan adanya peraturan baru dari PSSI tentang tes doping untuk semua pemain yang dicurigai. (JP, 1-4, VIII/6)
Backing vocal
: Bahkan ada yang sudah pernah menjadi backing vocal ketika saya rekaman. (JP, 1-4, VIII-4)
16 Go public
: Hal ini juga diakui Soesmono, tentang banyaknya perusahaan di Jateng yang siap melakukan go public. (JP, 2-4, V/6)
Intensitas spektrum : Intensitas speltrum bicara pada setiap nada berkisar 30 sampai 50 decibel. (Komp, 1-4, V/2) Analisis Data : Data jenis Bgb merupakan istilah-istilah yang bentuknya memiliki dua unsur kata atau lebih yang membentuk satu pengertian atau konsep. Konsep yang diwujudkan masing-masing masih tampak jelas dari unsurunsur istilah pembentuknya, seperti kita lihat pada tes doping, backing vocal, go public, dan intensitas spektrum.
c. Data Jenis T (berdasarkan kebakuan tulisan) 1) Data Jenis Tb Presentasi Data dikotomi
(JP, 5-4)
dogmatis
(KR, 10-4)
intensif
(Komp, 1-5)
injeksi
(JP, 7-4)
indikator
(JP, 6-4)
Analisis Data : Data jenis Tb merupakan istilah dengan tulisan yang baku. Kebakuan di sini dalam pedoman pemakaian bahasa Indonesia khususnya dalam penggunaannya di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia.
2) Data Jenis Tnb Presentasi Data Jenis a) independent mandatory b) exit permit
(KR, 1-4) (JP, 5-4) (Komp, 1-5)
17 event
(JP, 2-4)
Analisis Data : Data jenis Tnb merupakan istilah-istilah yang penulisannya tidak baku. Tulisan tidak baku di sini mengandung dua pengertian yakni bentuk tulisannya (jenis a di atas) dan penggunaan katanya/istilahnya. Untuk jenis istilah a di atas, bahasa Indonesia tidak mengenal huruf /t/ dan /y/ pada akhir kata, seperti test, interest, departement seharusnya menjadi tes, interes, departemen; study, identitas, komoditas. Oleh karena, itu, independent dan mandatory. Seharusnya menjadi independen dan mandatori. Untuk jenis b, ketidakbakuan terjadi karena menggunakan kata yang masih utuh belum diindonesiakan.
d. Data Jenis P (berdasarkan pembentukannya) 1) Data Jenis Pak Presentasi Data a) Magang
(JP, 5-4)
Mitra
(JP, 3-4)
Kubu
(JP, 4-4)
b) Remote
(JP, 5-4)
Stok
(JP, 2-4)
Urgen
(Komp, 5-4)
Analisis Data : Data jenis Pak merupakan istilah yang diangkat dari kata-kata tertentu menjadi istilah tanpa mengalami pengubahan bunyi atau tulisan. Pengangkatan atau adopsi istilah tidak mengalami proses penyesuaian lafal dan fonem pada bahasa yang dimasuki. Jadi bentuknya tetap dari sumber bahasa asalnya, seperti kita lihat pada penyajian data di atas.
2) Data Jenis Psr Presentasi Data Interkoneksi (Komp, 14-4)
18 Karitas
(Komp, 14-4)
Akustik
(Temp, 7-4)
Asumsi
(JP, 1-4)
Kultural
(SM, 25-4)
Analisis Data : Data jenis Par merupakan data istilah yang pembentukannya melalui penyerapan dari bahasa lain. Istilah lain yang masuk ke dalam kosa kata istilah bahasa Indonesia disaring melalui instrumen yang merupakan ciri fonem dan lafal yang mengindonesia. Oleh karena itu istilah yang merupakan serapan ini bentuknya ada kemiripan dengan bentuk asli menjadi bentuk serapan dalam bahasa Indonesia dapat dilihat dalam Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Kemiripan ini dapat dilihat sebagai berikut : interkoneksi – interconection, karitas – carity, akustik – acustic, asumsi – asumption, kultural – cultural.
3) Data Jenis Pjm Presentasi Data Sangkil
(KR, 5-4)
Piawai
(KR, 8-4)
Analisis Data : Data jenis Pjm adalah data istilah bahasa Indonesia yang dibentuk melalui penerjemahan dari bahasa asing. Istilah sangkil terjemahan dari affective, dan piawai dari perfectly.
4) Data Jenis PPsr-jm Presentasi Data Rekayasa
(Komp, 14-5)
Sukucadang
(JP, 6-4)
Analisis Data : Data jenis PPsr-jm adalah data istilah dengan pembentukannya melalui proses penyerapan dan sekaligus penerjemahan. Istilah rekayasa
19 adalah serapan dari bahasa Melayu dari reka dan yasa sekaligus terjemahan dari bahasa Inggris engineering ; sedangkan suku cadang masing-masing berasal dari suku dan cadang serapan dari bahasa Melayu dan sekaligus terjemahan dari bahasa Inggris spare parts.
Hasil Penelitian Berdasarkan klasifikasi data dan uraian analisis di atas dapatlah diketahui berapakah besar ketakterbacaan dari istilah-istilah yang dijadikan data sampel, serta dapat diketahui kelompok yang manakah yang paling banyak tidak terbaca oleh seluruh responden. Oleh karena itu, berikut disusun sebuah tabel yang diharapkan dapat memberi gambaran mengenai data istilah yang tak terbaca itu. Tabel menjelaskan, pada kolom ke kanan adalah menyatakan sumber istilah, yakni Sbi/Sbs artinya sumber bahasa Indonesia/serumpun, dan Sba sumber bahasa asing, serta jumlahnya; masing-masing kolom memiliki subkolom yang berisi singkatan Tb (Tulisan baku) dan Tnb (Tulisan nonbaku). Sedangkan lajur ke bawah terdiri atas lajur yang menerangkan bentuk istilah yang terbagi menjadi Btg (bentuk tunggal), Bbf (bentuk berafiks), Bgb (bentuk gabungan), dan masing-masing terdiri atas sub-lajur Pak (pembentukan dengan pengangkatan), Psr (pembentukan dengan serapan), Pjm (pembentukan dengan terjemahan), dan Psr-jm (pembentukan dengan serapan dan sekaligus penerjemahan). Setiap lajur juga dinyatakan dengan jumlah. Tabel : Inventarisasi dan Klasifikasi secara Komunikatif Istilah yang Tidak Terbaca SUMBER
S Sbi/Sbs
BENTUK
JMLH
Sba
Tb
Tnb
Tb
Tnb
Pak
11
-
50
9
70
Psr
-
-
61
-
61
Pjm
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Bbf Pak
3
1
8
6
18
Psr
-
-
190
1
191
Pjm
-
-
3
-
3
Btg
Psr
–
Jm
20 Psr
–
-
-
-
-
-
Pak
1
-
4
11
16
Psr
-
-
17
-
17
2
-
-
-
2
2
-
-
-
2
19
1
333
27
380
Jm
Bgb Pjm Psr
–
Jm JUMLAH
20
360
Keterangan : Berdasarkan tabel di atas tampak bahwa istilah dengan data terbanyak dilihat dari sumbernya adalah dari bahasa asing yakni 94,68% sedangkan dari bahasa-bahasa Indonesia/serumpun hanya + 5,26%. Sedangkan, jika dilihat dari bentuknya maka bentuk istilah berafiks menempati urutan teratas (Bbf) yakni 212 (+52,95%), lalu bentuk tunggal atau Btg 131 (35%), dan diikuti bentuk gabung atau Bgb sebanyak 37 (+9,73%). Berdasarkan analisis dan hasilnya di atas, dapat pula tampak bahwa istilah-istilah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia masih banyak tertinggal dibandingkan dengan laju pemakaian istilah dalam komunikasi di masyarakat. Hal ini tampak dengan adanya bentuk yang belum tercantum dalam buku referensi tersebut, seperti dekimanisasi, flight, dan lainlain. Demikianlah hasil inventarisasi dan klasifikasi istilah yang tak terbaca mahasiswa program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo Semester II 2009- 2010.
4. SIMPULAN Berdasarkan uraian di atas serta hasil analisis data sampel yang diperoleh dari responden secara komulatif, dapatlah disimpulkan bahwa : a. Istilah-istilah yang tak terbaca oleh Mahasiswa Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo semester II tahun 2009 – 2010 dapat diklasifikasikan menjadi istilah berdasarkan (a) sumber yakni sumber bahasa Indonesia, sumber bahasa serumpun dan dari sumber bahasa asing; (b) berdasarkan bentuknya, yakni
21 bentuk tunggal, bentuk berafiks, dan bentuk gabungan; (c) berdasarkan kebakuan tulisannya, yakni istilah bentuk baku dan istilah bentuk nonbaku, dan (d) berdasarkan pembentukannya, yakni pembentukan dengan pengangkatan (adopsi), dengan penyerapan (absorpsi), dan dengan penerjemahan (translasi) serta dengan penyerapan-penerjemahan (absorbsi – translasi). b. Kepada penyelenggara pendidikan hendaknya memberikan fasilitas-fasilitas yang memadai untuk memungkinkan para anak didik dan para pendidiknya melakukan aktivitas membaca untuk menghindari kemiskinan penggunaan istilah. c. Dalam proses aktivitas membaca hendaknya penguasaan istilah baru tidak bermula dari penguasaan istilah secara lepas atau tidak bermula dari menghafalkan istilah dalam kamus, melainkan berawal dari konteks pemakaian atau dari wacana baru kemudian kamus sebagai tempat bertanya jika menghadapi istilah sulit. d. Penguasaan istilah pada prinsipnya sama dengan penguasaan ketrampilan dan pengetahuan lainnya, yakni jika tidak pernah dipergunakan materi yang dikuasai itu akan hilang sendiri, untuk mempertahankan penguasaan tersebut Sebaiknya materi/istilah tersebut tetap dipelihara jika mungkin dikembangkan lagi melalui aktivitas-aktivitas berbahasa yang mendukung seperti membaca, berbicara menulis, dan mendengarkan.
DAFTAR PUSTAKA
Adler, Mortimer J. Dan Charles van Doren, 1987. Cara Membaca Buku dan Memahaminya. Jakarta : Panca Sakti. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. ____________. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. ____________. 1988. Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Jakarta : Balai Pustaka. Nasution, M.Dj.dkk. 1985. Bahan Penyuluhan Bahasa Indonesia melalui Radio. Jakarta : Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan kebudayaan.
22
Soedarso. 1989. Sistem Membaca Cepat dan Efektif. Jakarta : Gramedia. Sujito. 1988. Kosakata Bahasa Indonesia. Jakarta : Gramedia. Tarigan, H.G. 1985. Membaca sebagai suatu Ketrampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa. Tampubolon, D.P.1986. Kemampuan Membaca Teknik Membaca Efektif dan Efisien. Bandung : Angkasa.