ABSTRACT
Ridho. The identified pollen collected from the intestine of fruit bats at Cengkareng Jakarta. Thesis report. Departement of Biology, Faculty of Science and Technology Syarif Hidayatullah Islamic University. Jakarta. 2009. The study of pollen as food resources for fruit bat was conducted at the garden around Cengkareng district in August to October 2008. The pollen was collected and identified from the intestine of fruit bats. The mist net was pulled up at 18.00 and pulled down around 21.00 in the evening. There were known four species of bats that potential for pollinator. Those are C. brachyotis, C. horsfieldii, C. tittachaellus, M. sobrinus and Rousettus amplixicaudatus respectively. There was identified pollen of 23 species plant that potentially consumed or pollinated by those bat. Those plants were Acasia sp (Mimoceae); Ceiba sp (Bambaceae); Syzigium sp, Psidium sp1, Psidium sp2, (Myrtaceae); Cocos nucifera, Aracaceae genus1 cf cocos, Aracacea genus2 cf cocos (Aracaceae); Solanum sp1, Solanum sp2, Solanum sp3 (Solanaceae); Chlorophytum sp (Liliaceae); Leptonychia sp1, Leptonychia sp2, Leptomychia sp, (Sterculiaceae); Artocarpus sp, Ficus sp1, Ficus sp2, (Moraceae); Gordonia sp, (Theaceae); Annona sp (Annonaceae); Drypetes sp (Euphorbiaceae), Cordia sp, (Boraginaceae): Gnetum sp, (Gnetaceae). The analysis on niche overlap of food among the species of bats, then by species, sex and age categorization show that bats have high in competition to visit flower, the species of plants as food resources were quite similar each other. While, the Chi square analysis showed a significantly different (x2>0.05) among species, sex, or age categories. Keywords: Pollen, food resources, fruit bats, Cengkareng.
i
ABSTRAK
Ridho. Identifikasi serbuk sari pada saluran pencernaan kelelawar buah di Cengkareng, Jakarta. Laporan Skripsi. Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta. 2009. Penelitian serbuk sari sebagai sumber makanan kelelawar buah dilakukan di area perkebunan daerah Cengkareng pada bulan Agustus sampai Oktober 2008. Serbuk sari dikumpulkan diidentifikasikan dari saluran pencernaan kelelawar buah. Misnet dipasang pada pukul 18.00 dan diturunkan pada pukul 21.00 malam hari. Ada empat jenis spesies kelelawar yang berpotensi sebagai pembantu penyerbukan, yaitu C. brachyotis, C. horsfieldii, C. tittachaellus, M. sobrinus dan Rousettus amplixicaudatus. Hasil identifikasikan serbuk sari dijumpai ada 23 spesies tanaman yang biasa dikonsumsi atau potensial untuk diserbuki oleh kelelawar-kelelawar tersebut. Tanaman-tanaman itu adalah Acasia sp (Mimoceae); Ceiba sp (Bambaceae); Syzigium sp, Psidium sp1, Psidium sp2, (Myrtaceae); Cocos nucifera, Aracacea genus1 cf cocos, Aracacea genus2 cf cocos (Aracaceae); Solanum sp1, Solanum sp2, Solanum sp3 (Solanaceae); Chlorophytum sp (Liliaceae); Leptonychia sp1, Leptonychia sp2, Leptomychia sp, (Sterculiaceae); Artocarpus sp, Ficus sp1, Ficus sp2, (Moraceae); Gordonia sp, (Theaceae); Annona sp (Annonaceae); Drypetes sp (Euphorbiaceae), Cordia sp, (Boraginaceae): Gnetum sp, (Gnetaceae). Hasil analisa relung pakan berdasarkan makanan yang dikonsumsi oleh spesies kelelawar yang ditangkap, dan dikategorikan berdasarkan jenis kelamin dan usia menunjukkan bahwa tingginya relung persaingan pakan kelelawar untuk dapat mengunjungi bunga; Spesies tanaman yang dikonsumsi cenderung memiliki kesamaan satu sama lain. Analisa khi-kuadrat menunjukkan adanya perbedaan jenis pakan yang signifikan (x2>0.05) antara spesies, jenis kelamin atau kategori usia. Kata kunci: Serbuk sari, sumber makanan, kelelawar buah, Cengkareng.
ii
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Rabbi Allah SWT. atas segala rahmat. Hidayah, inayah dan karunia-Nya. Sholawat dan Salam penulis panjatkan kepada Rasulullah saw besera keluarganya, sahabat dan para pengikutnya yang setia sampai akhir zaman sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “IDENTIFIKASI SERBUK SARI PADA SALURAN PENCERNAAN KELELAWAR FAMILI PTEROPODIDAE DI DAERAH CENGKARENG, JAKARTA BARAT”. Dalam menyelesaikan skripsi ini saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu baik secara langsung maupun tidak secara langsung sehingga skripsi ini selesai saya buat, karena itu saya ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Kepada orang tua tercinta yaitu H. Abdul Mubin HM, S.Ag dan Hj. Kartinah yang selalu dengan sabar dan ikhlas mendoakan, membiayai hingga sampai perguruan tinggi dan sampai selesainyaskripsi ini. 2. Kepada Kakak-kakakku dan Adik-adikku tercinta yang telah banyak memberikan doa dan dukungan hingga selesainya skripsi ini. 3. DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. DR. Lily Surayya E.P., M.Env. Stud Selaku Ketua Jurusan Biologi yang telah banyak memberikan ijin dan arahan untuk melaksanakan penelitian.
iii
5. Fahma Wijayanti, M.Si selaku Pembimbing I dan Dosen Pembimbing Akademik yang dengan sabar memberikan petunjuk serta bimbingannya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. 6. Dr. Ibnu Maryanto selaku Pembimbing II yang dengan sabar memberikan arahan serta perhatiannya yang berbeda dengan dosen-dosen lainnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. 7. Firman, M.Si dan drh.Bhintarti, M.Biomed selaku Penguji I dan II dalam Seminar Proposal dan Seminar Hasil serta Priyanti, M.Si selaku Penguji II Seminar Hasil yang telah memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 8. Megga Ratnasari Pikoli, M.Si dan Dasumiati, M.Si selaku Penguji I dan II dalam Sidang Skripsi yang telah memberikan kritik dan sarannya dalam penyusunan skripsi ini. 9. Pak NANANG dan Bu NINING yang membantu penulis dalam identifikasi kelelawar. 10. Laboran Biologi Mba Ida, Mba Fuji, Mba Dian dan Ka Bahri yang senantiasa membantu penulis dalam kerja di laboratorium. 11. Thanks To Mutiara Rama Senjawati Dwi Gustini, S.Si My Partner Riset Kelelawar yang senantiasa memberikan semangat dan membantu penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. 12. For My Best Friend Eko Prasetyo, S.Si dan Fachrurroji, yang senantiasa memberikan bantuan moril yang gak ternilai.
iv
13. Team Ekspedisi Penangkapan Kelelawar, Alfian Dwi Prasetyo, S.Si, Choirul Basyar, Ahmad Junaidi, S.Si, Teguh Hadi Wibowo, S.Si. yang senantiasa menemani penulis dalam pengambilan sampel kelelawar. 14. Spesial untuk Biologi angkatan 2004 : Aminullah, Nasrullah, Fahmi Rizaldi, Akhmad Taufiq Maulana, Susfa Atmarwa Yahya, Sarah Marselia, S.Si, Novi Prasetyowati, S.Si, Rasyidawati, S.Si, Khayu Wahyunita, S.Si, Neni Nur’aini, S.Si, Zulfana, S.Si, Fitriyah, S.Si, Ofi Ikhsan Karya ‘Arofi, S.Si, Sofia Rohmat, Din Fitri Rochmawati, S.Si, Suryanih Eva, S.Si, Khoirul Bariyah, Suci Kartikawati, S.Si, Mawarsih, Arkanza Dewi Ranni, S.Si, Cut Dhien Keumala Meutia, S.Si, sahabatku yang telah banyak membantu baik dari segi dorongan moril sampai terselesaikannya skripsi ini. 15. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah banyak membantu hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Semoga Allah SWT, senantiasa memberikan Rahmat dan Inayah-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan tersebut di atas. Skripsi ini tentu saja masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis dengan senang hati menerima kritik demi perbaikan. Akhirnya semoga skripsi ini dapat digunakan sebaik-baiknya serta memiliki manfaat bagi semua.
Jakarta, Juni 2009
Ridho
v
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK................................................................................................i ABSTRACT
........................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ............................................................................iii DAFTAR ISI .......................................................................................... vi DAFTAR GAMBAR ............................................................................ viii DAFTAR TABEL ................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... x BAB I PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang .................................................................. 1
1.2.
Perumusan Masalah .......................................................... 3
1.3.
Hipotesis ........................................................................... 3
1.4.
Tujuan ............................................................................. 3
1.5.
Manfaat ............................................................................ 4
1.6.
Kerangka Berpikir ........................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Biologi Kelelawar Pteropodidae ........................................ 6 2.1.1. Klasifikasi dan Morfologi ......................................... 6 2.1.2. Distribusi dan Habitat Kelelawar............................... 9
2.2.
Tingkah Laku dan Pakan Kelelawar Pteropodidae ............. 10
2.3.
Saluran Pencernaan Kelelawar Pteropodidae...................... 12
2.4.
Serbuk Sari ........................................................................ 13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1.
Letak Geografis Cengkareng .............................................. 20
3.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................. 20
3.3.
Alat dan Bahan Penelitian ................................................ 22
3.4.
Cara Kerja ...................................................................... 23 3.4.1. Survey Jalur Terbang .............................................. 23
vi
3.4.2. Penangkapan Spesimen ........................................... 23 3.4.3. Penanganan Spesimen ............................................. 23 3.4.4. Pengamatan dan Identifikasi Serbuk Sari................ 24 3.4.
Analisis Data ................................................................... 25 3.4.1. Relung Pakan .......................................................... 25 3.4.2. Khi-Kuadrat ............................................................ 26
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.
Hasil dan Pembahasan ...................................................... 27 4.1.1. Tumbuhan Sumber Pakan Kelelawar....................... 27 4.1.2. Analisis Statistik ..................................................... 35 4.1.2.1. Relung Pakan.............................................. 35 4.1.2.2. Uji Khi-Kuadrat Tingkat Spesies ................ 38 4.1.2.3. Uji Khi-Kuadrat Tingkat Jenis Kelamin ...... 40 4.1.2.4. Uji Khi-Kuadrat Tingkat Usia..................... 41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan....................................................................... 45
5.2.
Saran ................................................................................ 45
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 46
LAMPIRAN .......................................................................................... 48
vii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Saluran Pencernaan Kelelawar.................................................. 13 Gambar 2. Bentuk Butir Serbuk Sari Radiosimetri .................................... 16 Gambar 3. Jenis Serbuk sari ....................................................................... 18 Gambar 4. Peta Lokasi Pengambilan Sampel ............................................. 21 Gambar 5. Grafik Relung Pakan Tingkat Spesies Kelelawar ..................... 35 Gambar 6. Grafik Relung Pakan Tingkat Jenis Kelamin............................. 36 Gambar 7. Cynopterus brachyotis .............................................................. 48 Gambar 8. Cynopterus horsfieldii .............................................................. 48 Gambar 9. Cynopterus tittachaellus ........................................................... 49 Gambar 10. Macroglossus sobrinus ........................................................... 49 Gambar 11. Rousettus amplixicaudatus...................................................... 50
viii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Bentuk Serbuk Sari Berdasarkan Indeks P/E................................. 17 Tabel 2. Jenis Serbuk Sari Tumbuhan Pakan Kelelawar ............................. 28 Tabel 3. Persentase Pakan Kelelawar ......................................................... 34 Tabel 4. Jenis Tumbuhan yang dijumpai pada Kelelawar Pteropodidae ..... 34 Tabel 5. Hasil Uji Khi-Kuadrat Perbedaan Jenis Pakan Tingkat Spesies..... 38 Tabel 6. Hasil Uji Khi-Kuadrat Perbedaan Jenis Pakan Tingkat Jenis Kelamin ..................................................................................................... 40 Tabel 7. Hasil Uji Khi-Kuadrat Perbedaan Jenis Pakan Tingkat Usia ......... 41
ix
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Hasil Identifikasi Serbuk Sari ................................................ 48 Lampiran 2. Sampel Jenis Kelelawar Pteropodidae .................................... 52 Lampiran 3. Hasil Uji Khi-Kuadrat ........................................................... 55
x
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Kelelawar di dunia ada 18 famili, 192 genus dan 1111 jenis kelelawar
(Kingston dkk., 2006). Jumlah jenisnya merupakan kedua terbesar sesudah bangsa binatang pengerat (Rodentia) dalam kelas Mammalia. Di Indonesia ada 205 atau 21% jenis kelelawar di dunia yang sudah diketahui, sembilan famili dari jenisjenis ini termasuk dalam 52 genus (Suyanto, 2001). Kelelawar sudah dikenal masyarakat Indonesia secara luas, terbukti dari adanya berbagai nama. Di Indonesia Timur kelelawar disebut paniki, niki atau lawa; orang Sunda menyebutnya kampret, lalai; orang Jawa menyebutnya lowo, lawa, codot, kampret; suku Dayak di Kalimantan menyebutnya hawa, prok, cecadu, kusing dan tayo. Famili Pteropodidae adalah kelompok kelelawar pemakan buah dan nektar bunga. Pada daerah tropis seperti Indonesia, keberadaan kelelawar ini sangat penting bagi kehidupan masyarakat karena memiliki peranan sebagai pemencar biji buah-buahan dan sebagai penyerbuk bunga tumbuhan bernilai ekonomis. Famili Pteropodidae di Indonesia ada 72 jenis yang termasuk ke dalam 21 genus. Anggota famili ini dikenal sebagai pemencar biji, penyerbuk bunga seperti Eonycteris, Macroglossus, Syconycteris dan penghasil pupuk guano seperti Eonycteris spelaea dan Penthetor lucasi (Meijaard dkk., 2005). Tiap jenis kelelawar Pteropodidae memiliki pakan yang sesuai dengan anatomi dan fisiologi
1
2
tubuhnya, karenanya tiap jenis kelelawar Pteropodidae memiliki jenis pakan yang berbeda dengan
kelelawar Pteropodidae
lainnya.
Pada kelelawar
genus
Macroglossine memiliki struktur anatomi dan fisiologi yang terspesialisasi untuk memakan serbuk sari dan nektar (Altringham, 1996), sehingga kelelawar jenis ini dapat membantu proses penyerbukan pada tanaman berbunga. Kelelawar menggunakan berbagai macam tipe habitat untuk bersarang dan mencari makan. Hutan atau daerah perkebunan menyediakan tempat bernaung bagi kelelawar, seperti di bawah naungan dedaunan pohon dan pada rantingranting pohon. Berdasarkan peranannya kelelawar merupakan salah satu hewan yang dapat membantu penyerbukan tanaman berbunga dan penyebar biji bagi tanaman-tanaman yang bernilai ekonomis tinggi di kawasan perkebunan penduduk di daerah
Cengkareng Jakarta Barat. Sedangkan kelelawar dari Sub
Ordo Mikrochiroptera juga berperan sebagai pengendali hama serangga di kawasan perkebunan dan persawahan. Masyarakat di daerah Cengkareng masih sedikit akan pengetahuan mengenai kelelawar. Umumnya masyarakat di daerah Cengkareng dan sekitarnya menganggap kelelawar sebagai hama. Sekitar tahun 1990 kelelawar di Cengkareng menghabiskan buah yang telah masak atau buah yang siap dipetik, sehingga masyarakat menganggap kelelawar merupakan suatu hama. Sampai saat ini belum ada penelitian-penelitian di Cengkareng yang menyatakan bahwa kelelawar merupakan hewan penyerbuk dan pemencar biji. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian untuk mengetahui keberadaan kelelawar penyerbuk dan pemencar biji melalui identifikasi serbuk sari pada saluran pencernaan kelelawar
3
famili Pteropodidae. Pada penelitian ini dilakukan identifikasi terhadap serbuk sari tumbuhan yang terdapat dalam saluran pencernaan kelelawar pemakan buah dan nektar bunga berasal dari daerah Cengkareng Jakarta Barat. Diharapkan melalui penelitian ini dapat diketahui jenis-jenis tumbuhan di kawasan Cengkareng dan sekitarnya yang menggantungkan kelelawar sebagai pembantu proses penyerbukan dan pemencar biji.
1.2. Perumusan Masalah Permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah ada perbedaan jenis pakan antar jenis kelelawar famili Pteropodidae. 2. Famili tumbuhan apa saja yang menjadi sumber pakan kelelawar dari famili Pteropodidae.
1.3. Hipotesis Penelitian Hipotesis penelitian ini, yaitu: 1.
Terdapat perbedaan jenis pakan antar spesies famili Pteropodidae.
2.
Tumbuhan yang di serbuki kelelawar famili Pteropodidae mempunyai ciri morfologi serbuk sari yang spesifik.
1.4. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu: 1. Mengetahui perbedaan jenis pakan kelelawar famili Pteropodidae. 2. Mengetahui serbuk sari tumbuhan yang dimakan oleh kelelawar famili Pteropodidae.
4
1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Memperoleh informasi tentang sumber pakan kelelawar famili Pteropodidae di daerah Cengkareng Jakarta Barat. 2. Memberikan informasi tentang peranan kelelawar famili Pteropodidae. 3. Sebagai bahan acuan untuk diadakan penelitian lebih lanjut.
1.6. Kerangka Berfikir Pteropodidae merupakan kelompok kelelawar yang memakan buahbuahan, nektar serta serbuk sari. Pteropodidae mempunyai peranan penting di dalam proses penyerbukan bunga dan pemencar biji tanaman buah termasuk tanaman yang banyak ditanam penduduk di daerah Cengkareng Jakarta Barat. Berdasarkan hal ini, maka perlu diadakan penelitian tentang keberadaan kelelawar sebagai polinator tanaman buah di daerah Cengkareng. Penelitian terhadap isi saluran pencernaan dapat dilakukan dengan membedah saluran pencernaan kelelawar. Jika dijumpai serbuk sari pada saluran pencernaan, maka dapat dianggap bahwa kelelawar tersebut berfungsi sebagai polinator. Analisa serbuk sari dari suatu tumbuhan dipilih karena serbuk sari lebih tahan/resisten terhadap reaksi enzimatis yang terjadi di dalam saluran pencernaan kelelawar. Hasil yang diperoleh dari identifikasi serbuk sari dapat menunjukkan jenis tumbuhan apa saja yang dimakan oleh kelelawar famili Pteropodidae ini.
5
Analisa serbuk sari dapat dilihat dari morfologi, pola eksin, serta ukuran serbuk sari. Pada eksin terdapat pola lukisan struktur yang khas bagi jenis tumbuhan tertentu sehingga berperan dalam identifikasi tumbuhan. Berdasarkan jenis tumbuhan yang menjadi pakan kelelawar famili Pteropodidae di daerah Cengkareng Jakarta Barat, diharapkan dapat dilakukan upaya konservasi bagi habitat kelelawar famili Pteropodidae ini, terutama di daerah Cengkareng Jakarta Barat.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Biologi Kelelawar
2.1.1. Klasifikasi dan Morfologi Kelelawar merupakan satu-satunya hewan mamalia yang dapat terbang. Kelelawar
dibagi
menjadi
dua
sub
ordo
yaitu,
Megachiroptera
dan
Mikrochiroptera. Sub ordo Megachriroptera hanya memiliki satu famili yaitu Pteropodidae. Famili Pteropodidae memiliki sumber pakan berupa buah, nektar dan serbuk sari.
Klasifikasi ordo kelelawar menurut Nowak (1994) adalah
sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Filum
: Chordata
Sub Filum
: Vertebrata
Kelas
: Mamalia Ordo
: Chiroptera
Sub Ordo
: 1. Microchiroptera 2. Megachiroptera
Famili
: Pteropodidae Genus
: Macroglossus Rousettus Cynopterus
6
7
Spesies
: Macroglossus sobrinus Rousettus amplixicaudatus Cynopterus brachyotis Cynopterus horsfieldii Cynopterus tittachaellus
Megachiroptera mempunyai ukuran tubuh yang relatif besar dan memiliki ciri khusus dengan bentuk muka menyerupai anjing atau serigala. Kelelawar jenis ini mengkonsumsi buah, nektar dan serbuk sari sebagai sumber pakannya. Morfologi rahang kelelawar Pteropodidae dapat membantu kelelawar jenis ini untuk mendapatkan nektar dan serbuk sari yang berada jauh di dalam kelopak bunga. Genus Macroglossine memiliki lidah yang dapat memanjang, lidah yang dapat memanjang ini berfungsi sama dengan probosis yang dimiliki oleh kupukupu, yang digunakan untuk mendapatkan cairan nektar dan serbuk sari yang berada di dalam bunga (Yalden dan Moris, 1975). Kelelawar Mikrochiroptera mempunyai ukuran tubuh yang relatif lebih kecil dan memiliki bentuk wajah yang bervariasi. Kelelawar jenis ini merupakan pemakan serangga dan mamalia kecil lainnya. Kelelawar
pemakan
buah
(Megachiroptera)
yang
paling
kecil
(Balionycteris, chironax dan Aethalops) berbobot 10 gram, dan yang paling besar (kalong kapuk Pteropus vampyrus) bisa mencapai berat lebih dari 1500 gram, bentangan sayapnya mencapai 1700 mm, dan lengan bawah sayapnya 36-228 mm, sedangkan kelelawar pemakan serangga (Mikrochiroptera) yang paling kecil
8
berbobot 2 gram dan paling besar 196 gram, dan lengan bawah sayapnya 22-115 mm (Suyanto, 2001). Anatomi kelelawar pada dasarnya sama seperti mamalia lainnya, perbedaan utamanya ialah ukuran tubuh pada kelelawar mengalami penyusutan dan adaptasi dibandingkan mamalia lain. Contohnya pada sayap yang dimiliki oleh kelelawar yang tidak dimiliki oleh mamalia lainnya. Sayap pada kelelawar sebenarnya terbentuk dari rangka seperti tangan dengan lengan bawah sayap dan jari-jari yang mengalami pemanjangan dan kulit di antara jari dan lengan bawah sayap tersebut membentuk selaput membran elastis yang bernama pentangium, kelelawar juga memiliki selaput membran elastis antara paha yang berlekatan dengan ekor atau tulang ekor (Yalden dan Morris, 1975) Sayap kelelawar berbeda dengan sayap burung yang merupakan susunan bulu yang menempel pada dada. Sayap kelelawar terdiri dari lapisan kulit yang sangat tipis dan melekat pada ruas-ruas tulang jari tangan yang mengalami perpanjangan dan berfungsi sebagai kerangka sayap. Selaput kulit yang melekat pada kerangka sayap membentang hingga jari kaki depan, kaki belakang dan ekor. Selaput kulit yang berfungsi sebagai sayap ini memiliki ikat-ikat lentur sehingga selaput sayap dapat dilipat dan tidak menjadi penghalang pada saat berjalan. Selama terbang, selaput sayap ini juga berfungsi sebagai radiator (pendingin) karena selaput terbang yang berisi ikat urat yang lentur dan serabut otot merupakan tempat mendinginkan darah (Nowak, 1994). Sebagian besar kelelawar Pteropodidae berukuran kecil, yaitu sekitar 24 genus (57%) dari 42 genus dengan anggota jenis yang memiliki lengan bawah
9
sayap kurang dari 70 mm, dan hanya tujuh genus (16,7%) dengan anggota jenis yang ukuran lengan bawah sayapnya lebih dari 110 mm. Kelelawar pada waktu terbang membutuhkan oksigen yang jauh lebih banyak dibandingkan ketika tidak terbang (27 ml vs 7 ml Oksigen/1 gram bobot tubuhnya), dan denyut jantung berdetak lebih kencang (822 kali vs 522 kali permenit). Untuk mendukung kebutuhan tersebut, jantung kelelawar berukuran relatif lebih besar dibandingkan kelompok lain (0,9% vs 0,5% bobot tubuh) (Suyanto, 2001). Nowak (1994) menyatakan bahwa pada umumnya kelelawar berkembang biak hanya satu kali dalam setahun dengan masa kehamilan 3 sampai 6 bulan, dan hanya bisa melahirkan satu atau dua ekor bayi setiap periode melahirkan. Akan tetapi jenis Lasiurus borealis dapat melahirkan sampai 5 ekor dalam setiap periode melahirkan. Bayi yang baru dilahirkan ini mempunyai bobot yang dapat mencapai 25-30% dari bobot tubuh induknya. Lebih besar dari bayi manusia yang mencapai 5% dari bobot tubuh induknya. Berbeda dengan jenis-jenis mamalia lain, kelelawar lebih lama menyusui anaknya.
2.1.2. Distribusi dan Habitat Kelelawar Kelelawar merupakan hewan mamalia nokturnal
yang
melakukan
ativitasnya pada malam hari dan mampu beradaptasi dengan lingkungannya. Adaptasi yang baik dengan lingkungannya membuat kelelawar dapat berkembang biak dengan cepat dan memiliki persebaan geografi yang luas di seluruh dunia. Kelelawar dapat di temukan hampir di seluruh wilayah dunia kecuali pada daerah Antartika. Kurang lebih ada 200 jenis; kelelawar dari seluruh dunia dapat
10
ditemukan di wilayah Indonesia (Kencana, 2001). Menurut Suyanto (2001), persebaran genus anggota famili Pteropodidae yang berada di daerah Jawa yaitu Aethalops,
Chironax,
Cynopterus,
Eonycteris,
Macroglossus,
Megaerops,
Pteropus, dan Rousettus. Kelelawar pemakan buah (Pteropodidae) biasanya banyak ditemukan di daerah tropis terutama di wilayah hutan dan perkebunan dengan temperatur dan kelembaban yang tinggi (Yalden dan Morris, 1975). Daerah persebaran kelelawar dipengaruhi oleh kemampuan terbangnya untuk dapat menentukan persebaran pakan dan habitat bertengger, strategi reproduksi dan aktivitas sosial (Kunz dan Pierson, 1991). Kelelawar menggunakan berbagai macam habitat seperti goa, vegetasi pohon dan semak, dan di daerah perkebunan. Sebagian besar jenis kelelawar dari famili Pteropodidae memilih tempat bertengger pada rantingranting pohon di kawasan vegetasi perkebunan, hanya beberapa kelelawar dari famili ini yang memiliki kemampuan ekolokasi yang memilih tempat bertengger di dalam goa, diantaranya Dobsonia, Rousettus, dan Eonycteris (Sinaga dkk., 2006).
2.2. Tingkah Laku dan Pakan Kelelawar Ordo kelelawar termasuk hewan nocturnal, mereka mencari makan pada malam hari dan di siang hari mereka bergelantungan dengan kakinya, menyelimuti tubuhnya dengan sayap ketika dingin dan mengipaskan sayapnya jika keadaan panas. Ada dua alasan mengapa kelelawar lebih memilih aktif pada malam hari, alasan pertama ialah karena pada siang hari dapat terjadi pengaruh radiasi yang merugikan pada sayap disebabkan karena terkena cahaya matahari
11
sehingga lebih banyak panas yang diserap dari pada yang dikeluarkan. Hal ini dikarenakan sayap kelelawar hanya berupa selaput kulit tipis yang sangat rentan terkena sinar matahari. Alasan kedua ialah karena kelelawar telah mengalami proses adaptasi khusus sehingga kelelawar memiliki indera yang sangat mendukung bagi aktivitas mereka di malam hari, sehingga dengan demikian mereka dapat menghilangkan persaingan dengan hewan diurnal (Sesni, 2008). Kelelawar buah sering dijumpai bergantung pada daerah yang sumber makannya melimpah. Kelelawar famili Pteropodidae merupakan kelelawar tumbuhan. Di antara kelelawar pemakan tumbuhan, ada yang khusus memakan nektar dan serbuk sari (Eonycteris, Macroglossus, Syconycteris) dan ada juga yang memakan buah, dedaunan, nektar dan serbuk sari (codot krawar Cynopterus brachyotis), buah-buahan lunak dan nektar serta serbuk sari (Rousettus dan Boneia), dan ada pula yang memakan buah-buahan dan bunga (hampir semua kelelawar pemakan buah yang berukuran besar) (Suyanto, 2001). Kelelawar Pteropodidae merupakan kelelawar yang mengkonsumsi pakan terdiri atas buah, bunga, daun serbuk sari dan nektar (Altringham, 1996). Kelelawar Pteropodidae dianggap berperan penting dalam penyebaran biji karena kelelawar hanya memakan daging buah saja yang dikunyah untuk mengambil cairannya, bagian serabut daging buah (sepah) dan bijinya dibuang. Kelelawar pemakan buah tidak memakan buah pada pohon induk tetapi membawa buah yang diperoleh dengan cara menggigit dan membawanya ke pohon lain yang dianggap aman hingga berjarak 100-200 m dari pohon induk. Dengan demikian
biji
dipencarkan jauh dari pohon induk sehingga kesempatan biji untuk berkecambah
12
dan tumbuh dewasa sangat besar. Daerah jelajahnya yang jauh dapat meningkatkan variabilitas tumbuhan yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup tumbuhan itu sendiri. Peranan kelelawar Pteropodidae sebagai hewan penyerbuk dapat dilihat dengan dijumpainya serbuk sari bunga yang menempel pada ujung rambut saat mengkonsumsi nektar dan serbuk sari. Hal ini secara tidak langsung dapat membantu penyerbukan tanaman pada saat kelelawar ini mengkonsumsi nektar dan serbuk sari tanaman lain (Sesni, 2008).
2.3.
Saluran Pencernaan Kelelawar Saluran pencernaan kelelawar pada umumnya sama dengan saluran
pencernaan pada mamalia lainnya. Urutan sistem pencernaan pada mamalia umumnya yaitu, rongga mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus, usus besar, dan anus. Sistem pencernaan kelelawar terdiri atas saluran pencernaan dan berbagai kelenjar yang berfungsi untuk mensekresikan getah pencernaan ke dalam saluran pencernaan. Dilihat dari segi morfologi ukuran rongga dada yang dimiliki oleh kelelawar relatif lebih luas dibandingkan dengan mamalia lain, ukuran esofagus yang dimiliki oleh kelelawar juga relatif lebih panjang (Nisa, 1997). Jenis pakan berbeda yang dikonsumsi oleh setiap jenis kelelawar dipengaruhi oleh komposisi nutrisi yang terkandung dalam setiap jenis pakan. Sumber pakan dengan kandungan protein tinggi dapat dilihat dari bentuk lambung dan dengan ditemukannya caecum fundic yang membesar. Berikut gambar saluran pencernaan pada kelelawar.
13
Gambar 1. Saluran Pencernaan pada kelelawar (Sumber: Nisa, 1997) Keterangan: a. Esofagus; b. Lambung; c. Usus.
Yalden dan Morris (1975) menginformasikan tentang adanya adaptasi yang lebih spesifik terhadap alat pencernaan pada kelelawar pemakan serbuk sari dan nektar bunga. Adaptasi terlihat pada lidah yang menjulur panjang yang umumnya berukuran 1/3 panjang tubuh, pencernaan kelelawar sangat pendek dan sangat cepat, dalam jangka waktu dua jam setelah makan maka akan menjadi tinja.
2.4.
Serbuk Sari Benang Sari adalah alat kelamin jantan pada bunga. Benang sari (stamen)
terdiri dari serbuk sari dan tangkai sari. Dalam ilmu botanical, serbuk sari yang biasanya juga disebut sebagai tepung sari bunga adalah unsur yang berasal dari alat kelamin jantan pada bunga. Bentuknya seperti tepung atau butiran-butiran kecil yang mengitari stigma. Ukurannya 1/1000 sampai dengan 15/1000 mm. Dan jika bersatu dengan bakal putik terjadilah pembuahan. Dari proses ini diketahui bahwa tepung sari bunga adalah suatu yang memiliki daya kehidupan.
14
Serbuk sari adalah sel hidup yang mempunyai inti dan protoplasma yang terbungkus oleh dinding sel. Dinding sel tersebut terdiri atas dua lapis yaitu bagian dalam yang tipis dan lunak disebut intin, sedangkan bagian luar yang keras dan tebal disebut eksin (Tim Fakultas Kehutanan IPB, 1992). Nutrisi yang terdapat pada tepung sari bunga meliputi: Protein, dengan total protein 7 - 10 kali lipat lebih tinggi daripada daging sapi atau telur, 21 macam asam
amino,
Karbohidrat, Polisakarida,
16 macam
vitamin,
mengandung
provitamin A 20 = 30 kali lipat lebih tinggi daripada wortel, 16 macam mineral, dengan kadar zat besi 20 kali lipat lebih banyak daripada sayur bayam, 28 macam asam nukleat serta nutrisi lain yang diperlukan oleh tubuh. Tepung sari bunga adalah bahan mentah dari madu lebah (royal jelly), yang dihasilkan oleh lebah setelah memakan serbuk sari sehingga kadar nutrisi serbuk sari lebih tinggi 7 - 10 kali lipat daripada madu lebah (royal jelly) (TIM Fakultas Kehutanan IPB, 1992). Menurut Erdtman (1952) terdapat lima sifat pokok dalam identifikasi serbuk sari yang perlu diperhatikan yaitu polaritas serbuk sari, simetri serbuk sari, apertura, bentuk serbuk sari dan ukuran serbuk sari. 1. Polaritas Serbuk sari polar artinya serbuk sari yang memiliki kutub nyata, sehingga dapat dibedakan antara kutub distal dan kutub peroksimal. Serbuk sari mempunyai kenampakan seperti serbuk sari yang apolar, tetapi dapat dibedakan antara kutub distal dan kutub peroksimal. Bisasanya disebut sebagai serbuk sari kriptopolar. Serbuk sari dapat dibedakan menjadi isopolar yaitu serbuk sari yang permukaan polarnya membagi serbuk sari
15
menjadi dua bagian yang sama besar. Serbuk sari heteropolar yaitu serbuk sari yang kedua bagian yang permukaan polarnya membagi serbuk sari menjadi dua bagian yang tidak sama antara satu dengan yang lainnya, bila dilihat dari sisi aperturanya, dan serbuk sari sub isopolar adalah serbuk sari yang mempunyai sifat di antara kedua tipe serbuk sari tersebut (Erdtman, 1952). 2. Simetri Serbuk sari ada yang simetri ada asimetri, akan tetapi jarang dijumpai tipe asimetri. Serbuk sari simetris dapat dibedakan menjadi dua macam. Yaitu radioasimetri yang mempunyai lebih dari dua bidang simetri atau jika hanya dua bidang simetri maka aksis equatorialnya sama panjang. Sedangkan tipe yang lain adalah bilateral simetri yang mempunyai dua bidang simetri karena aksis equatorialnya tidak sama panjang. Kadangkadang terdapat kesulitan dalam melakukan determinasi apakah serbuk sari tersebut radioasimetri ataukah bilateralsimeteri (Erdtman, 1952). Gambar serbuk sari radiosimetri disajikan pada Gambar 2.
16
Gambar 2. Bentuk butir serbuk dari radiosimetri. Dengan butir dari kutub poros (vertikal dalam diagram) yang terdiri dari sumbu utama dari elips: 1 oleh 1, spherical; 1 oleh 2, prolate spheroidal; antara 2 dan 3, subprolate; antara 3 dan 4, prolate; 4 oleh 4, perprolate. Dengan butir dari kutub poros (horisontal dalam diagram) yang kecil yang terdiri dari sumbu elips: 1 by 1 sphrerical; antara 1 dan 2, oblate spheroidal; antara 2 dan 3, suboblate; antara 3 dan 4, oblate; 4 oleh 4 peroblate. (Sumber: Erdtman, 1943)
3. Apertura
e Apertura adalah suatu area yang tipis pada eksin yang b rhubungan dengan perkecambahan serbuk sari. Apertura merupakan
salah satu
karakter serbuk sari yang sangat penting, yaitu bahwa evolusi apertura
h berbiji. sangat berguna dalam menentukan perjalanan evolusi tumbu an Pada tumbuhan Pteridophyta, spora tidak memiliki apertura, dan tidak terdapat suatu homologi dengan apertura tumbuhan berbiji. Suatu area tipis yang menyerupai apertura pada spora Pteridophyta adalah
bekas luka
tetrad, yang memiliki dua bentuk yaitu trilet atau monolet. Apertura serbuk sari dibedakan
m enjadi dua tipe, yaitu yang celah memanja gn (disebut
kolpus) dan yan gmerupakan celah pendek, atau berbentuk bu at l (disebut porus).
17
Berdasarkan jumlah kolpus, serbuk sari dapat dibedakan menjadi akolpat apabila tidak mempunyai kolpus, terdapat pada Gymnospermae dan Angiospermae
baik
Monocotyledoneae
maupun
Dycotyledoneae.
Monokolpat apabila mempunyai satu kolpus, adalah ciri karakteristik pada beberapa Monocotyledoneae dan Gymnospermaea. Tipe trikolpat apabila mempunyai tiga kolpus, merupakan ciri karakteristik pada beberapa Dicotyledonae (Erdtman, 1952). 4. Bentuk Serbuk Sari Bentuk butir serbuk sari dapat dicandra menggunakan kenampakan pada pandangan polar dan pandangan ekuatorial. Bentuk serbuk sari dapat pula ditentukan berdasarkan perbandingan antara panjang aksis polar (P) dan diameter ekuatorial (E), atau lndeks P/E. Bentuk butir serbuk sari juga terkait erat dengan tipe aperturanya, contohnya: butir serbuk sari dengan tire apertura trikolpat akan cenderung berbentuk bulat hingga bulat telur, sedangkan pada serbuk sari yang aperturanya monokolpat akan cenderung berbentuk seperti perahu. Bentuk serbuk sari dapat dilihat pada Gambar 3. Tabel 1. Bentuk serbuk sari berdasarkan indeks P/E (Erdtman, 1952) Bentuk Serbuk Sari Indeks P/E Peroblate <50 oblate 50 – 75 Suboblate 75 – 88 Oblate spheroidal 88 – 100 Prolat spheroidal 100 – 114 Spheroidal 88 – 114 Subprolate 133 – 114 Prolate 133 – 200 Propolate >200 Besarnya indeks P/E dapat digunakan untuk menentukan besarnya butir serbuk sari.
18
Gambar 3. Jenis serbuk sari (Erdtman, 1943)
Gambar 3. Jenis serbuk sari dan spora, butir serbuk sari dan spora yang diambil dalam empat posisi yang berbeda. Gambar-gambar tersebut diatur dalam enam kolom, yakni I, tetrahedral tetrad; II serbuk sari Carex; III, trilete spora; IV, spora tricolpate; V, serbuk sari trikolpate; VI, serbuk sari three-pored. Po, tampak polar; Eq, tampak ekuatorial; Pr, bagian prosimal; Di, bagian distal. Jenis serbuk sari dan spora, butir yang menyerbuki dan spora yang berpola dalam empat posisi yang berbeda. Gambar-gambar tersebut diatur dalam lima kolom, yaitu VII serbuk sari dengan three-slit; VIII A dan VIII B, butir serbuk sari monocolpate (posisi membujur dan melintang); IX A dan IX B, monolete spora (posisi membujur dan melintang). Pr, bagian prosimal; Di, bagian distal; Lat, tampak lateral.
19
5. Ukuran Serbuk Sari Menurut Erdtman (1943) ukuran serbuk sari bervariasi antara 5-200 µm, tetapi umumnya ukuran serbuk sari berkisar antara 20-50 µm. Erdtman (1952) membedakan besar serbuk sari berdasarkan ukuran terpanjang aksis (diluar spina pada serbuk sari ekinat) ke dalam enam kelompok: 1. Butir sangat kecil (PI)
< 10 µm
2. Kecil
10-25 µm
3. Sedang (ME)
25-50 µm
4. Sangat besar (PA)
100-200 µm
5. Serbuk sari raksasa (GI)
>200 µm
20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.
Letak Geografis Cengkareng Cengkareng terletak di Kotamadya Jakarta Barat, yang memiliki kontur
topografi lebih rendah dari daerah sekitarnya dengan ketinggian tanah sekitar 0-10 m dpl. Cengkareng merupakan daerah yang beriklim tropis, dengan suhu tahunan o
rata-rata 27 C dengan kelembaban 80-90%, karena merupakan daerah muara yang membatasi antara daratan Jakarta dengan laut Jakarta, Cengkareng memiliki keadaan cuaca yang dipengaruhi oleh hembusan angin darat dan angin laut. Cengkareng terletak pada koordinat 106°22`42" BT sampai 106°58`18"
BT -
5°19`12" LS sampai -6°23`54" LS.
3.2.
Lokasi dan Waktu Penelitian Pengambilan sampel famili Pteropodidae dilakukan di Duri kosambi
Cengkareng Jakarta Barat dengan tipe habitat perkebunan. Penelitian ini dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu Lantai 4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Agustus - Januari 2009. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 4.
20
21
Gambar 4. Peta Lokasi Pengambilan Sampel
22
3.3.
Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah jaring kabut (mist
net) sepanjang 9 meter dan lebar 4 meter yang memiliki mesh (lebar mata jaring) 30-32 mm dengan ketebalan benang jaring 80 Denier (1 Denier = berat 9000 m benang nilon dalam gram) serta benang nilon yang terdiri dari ikatan rangkap, sarung tangan, dan kantung kain untuk menangkap kelelawar, kamera digital Sony,
container plastik untuk pengawetan serta penyimpanan kelelawar,
Mikroskop Cahaya Merk Olympus dengan perbesaran 40-400 kali, Mikrometer Olympus, sentrifuse, kaca objek, kaca penutup, pipet, gelas ukur, cawan petri, botol sampel/tabung reaksi, pinset, lampu spirtus, alat bedah, kertas hisap dan kertas label. Sampel penelitian berupa 83 ekor kelelawar dari famili Pteropodidae, serbuk sari yang diambil dari saluran pencernaan kelelawar famili Pteropodidae. Sampel kelelawar dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin dan usia. Tingkat jenis kelamin dilihat dari betina dan jantan. Pada tingkat usia dibagi menjadi 3 kategori, yaitu muda, agak tua dan tua. Pada kategori muda dilihat dari persambungan ruas tulang jari masih belum menyambung, kemudian pada kategori agak tua dilihat dari persambungan ruas tulang jari sudah menyambung tetapi masih belum melekat dan pada kategori tua dilihat dari persambungan ruas tulang jari sudah melekat. Bahan kimia yang digunakan adalah kloroform, alkohol 96%, alkohol 70%, gliserin dan cat kuku.
23
3.4.
Cara Kerja
3.4.1
Survey Jalur Terbang (Feeding Area) Untuk menentukan jalur terbang dilakukan survei jalur terbang dengan
mengkombinasikan informasi dari kondisi kebiasaan yang dilihat penduduk setempat dan pengamatan langsung. Pengamatan langsung dilakukan dengan penelusuran area.
3.4.2
Penangkapan Spesimen Spesimen ditangkap menggunakan jaring kabut (mistnet), yang dipasang
dengan memotong arah jalur terbang di lokasi perkebunan. Mistnet dipasang dari jam 18.00 s.d. 06.00 ditempat titik sampling yang telah ditentukan dengan mekanisme tiga kali pengambilan, pertama pukul 18.00-21.00, kedua pukul 21.0000.00 dan ketiga pukul 05.00-06.000. Kelelawar yang tersangkut mistnet diambil setiap spesies Pteropodidae dari setiap penangkapan, kemudian sampel yang telah ditangkap dieternasi dengan kloroform, kemudian di fiksasi dengan alkohol 96%. Kelelawar famili Pteropodidae diambil dari kebun di daerah Cengkareng Jakarta Barat. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 4 kali pengulangan.
3.4.3. Penanganan Spesimen Spesimen kelelawar yang telah difiksasi dan diberi label/kode, kemudian di dokumentasikan, segera diidentifikasi. Bila tidak dapat diidentifikasi langsung dilapangan, identifikasi dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan di Museum Zoology LIPI. Pembedahan dilakukan di
24
Laboratorium Biologi - Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pembedahan dimulai dari bagian perut di bawah tulang rusuk. Pengguntingan kulit perut dilanjutkan sampai mendekati saluran pembuangan bagian luar. Kemudian organ saluran pencernaan dikeluarkan. Isi dari saluran pencernaan tersebut dikeluarkan dan dimasukkan ke dalam botol sampel atau beaker glass yang berisi alkohol 70%.
3.4.4. Pengamatan dan Identifikasi Serbuk Sari Setiap sampel dilakukan pembedahan dengan cara memotong rongga visceral mulai dari pangkal leher memotong torak sampai ke bagian bawah perut. Saluran pencernaan mulai dari esofagus, lambung, sampai anus dikeluarkan dari rongga perut. Isi dari saluran pencernaan kelelawar yang telah dikeluarkan dan direndam dalam alkohol 70% dikeluarkan, kemudian dipindahkan ke dalam tabung kaca untuk di sentrifugasi. Sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan sedang (1000 rpm) selama 5-10 menit. Dimasukkan kembali kedalam botol yang telah diberi label. Dilakukan pembuangan cairan alkohol yang digunakan dan diganti dengan alkohol yang baru, pengualangan dilakukan sebanyak tiga kali. Endapan yang dihasilkan dari proses sentrifugasi diletakkan di gelas objek sebanyak satu tetes kemudian ditetesi dengan gliserin yang telah disiapkan kemudian ditutup dengan kaca penutup dan pada bagian tepinya direkatkan menggunakan kuteks/cat kuku. Penutupan
dilakukan
dengan
hati-hati
untuk
menghindari
terbentuknya
gelembung udara. Selanjutnya preparat siap diperiksa di bawah mikroskop.
25
Pengamatan
serbuk
sari
dilakukan
dengan
mengidentifikasi
dan
mendeskripsikannya, menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 100, 400 dan 1000 kali. Identifikasi jenis tanaman berdasarkan struktur serbuk sari dilakukan dengan buku referensi. Identifikasi jenis tanaman berdasarkan struktur serbuk sari dilakukan di Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.5.
Analisis Data Hasil identifikasi jenis kelelawar yang diperoleh akan ditabulasi dan
dilakukan analisis secara deskriptif. Sedangkan untuk mengetahui tingkat kesamaan atau perbedaan jenis pakan pada kelelawar famili Pteropodidae dilakukan pengujian statistik menggunakan Relung pakan dan Uji Khi-Kuadrat. 3.5.1. Relung Pakan Relung pakan digunakan untuk mengetahui hubungan antara jenis kelelawar terhadap sumberdaya yang digunakan berdasarkan famili dan jenis tumbuhan yang ditemukan di dalam saluran pencernaan kelelawar. Menghitung relung pakan Cox (2002) menggunakan rumus persamaan sebagai berikut: Dengan rumus persamaan sebagai berikut: Cxy = 1-0,5 ∑ │Pxi - Pyi│
Dimana, Cxy = indeks morisita antara kelelawar jenis ke-x dan jenis ke-i Pxi = proporsi jenis tumbuhan yang digunakan oleh kelelawar jenis ke-x Pyi = proporsi jenis tumbuhan yang digunakan oleh kelelawar jenis ke-y N = jumlah jenis tumbuhan seluruhnya
26
3.5.2. Khi-kuadrat Khi-kuadrat digunakan membandingkan antara
fakta yang diperoleh
berdasarkan hasil observasi dan fakta yang didasarkan secara teoritis (yang diharapkan). Hipotesa yang dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara dua parameter yang diuji. Hipotesa terdiri dari H0 dan H1. Jika X2 hitung < 2
2
2
X tabel maka H0 diterima, jika X hitung > X tabel maka H1 diterima. Nilai khi-kuadrat dihitung dengan rumus:
X2 = ∑ (Xi - µi )2 µi Dimana : X2 = Khi-kuadrat Xi = Banyaknya jenis serbuk sari pada kelelawar ke-i µi = Banyaknya jenis serbuk sari yang diharapkan pada kelelawar jenis ke-i Hipotesis yang digunakan adalah: H0 = Jenis serbuk sari tidak berpengaruh nyata terhadap jenis kelelawar H1 = Jenis serbuk sari berpengaruh nyata terhadap jenis kelelawar
27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil 4.1.1. Tumbuhan Sumber Pakan Kelelawar Famili Pteropodidae Dari hasil koleksi didapatkan 83 individu kelelawar famili Pteropodidae yang terdiri dari 5 jenis kelelawar, yaitu Cynopterus brachyotis, Cynopterus horsfieldii, Cynopterus tittachaellus, Macroglossus sobrinus dan Rousettus amplixicaudatus. Gambar kelelawar disajikan pada Lampiran 1. Setiap kelelawar memiliki pakan berbeda sesuai dengan adaptasinya terhadap habitat yang ada. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh 23 jenis tumbuhan dari 13 famili yang teridentifikasi. Jenis-jenis tumbuhan yang biasa digunakan sebagai sumber pakan di lokasi penelitian adalah Acasia sp (Mimoceae); Ceiba sp (Bambaceae); Syzigium sp, Psidium sp1, Psidium sp2, (Myrtaceae); Cocos nucifera, Aracaceae genus1 cf cocos, Aracaceae genus2 cf cocos (Aracaceae); Solanum sp1, Solanum sp2, Solanum sp3 (Solanaceae); Chlorophytum sp (Liliaceae); Leptonychia sp1, Leptonychia sp2, Leptomychia sp, (Sterculiaceae); Artocarpus sp, Ficus sp1, Ficus sp2, (Moraceae); Gordonia sp, (Theaceae); Annona sp (Annonaceae); Drypetes sp (Euphorbiaceae); Cordia sp, (Boraginaceae); Gnetum gnemon, (Gnetaceae); Jenis serbuk sari tumbuhan yang menjadi sumber pakan kelelawar famili Pteropodidae ditampilkan pada Tabel 2.
27
28
Tabel 2. Jenis Serbuk Sari Tumbuhan Pakan Kelelawar Famili Pteropodidae. Serbuk Sari Jenis Jenis Famili Ukuran Indeks Kelelawar Tumbuhan Bentuk (µm) P/E C.brachyotis, Mimoceae Acacia sp 65 : 50 130 prolat M.sobrinus M.sobrinus Bambaceae Ceiba sp 50 : 45 111 prolat spheroidal C.brachyotis, Myrtaceae Syzigium sp 50 : 50 100 oblat spheroidal M.sobrinus M.sobrinus Psidium sp1 45 : 45 100 oblat spheroidal M. sobrinus Psidium sp2 50 : 50 100 oblat spheroidal C.brachyotis, Aracaceae Cocos nucifera 75 : 75 100 prolat spheroidal M.sobrinus Aracaceae genus1 M.sobrinus 112,5 : 125 90 oblat spheroidal cf cocos Aracaceae genus2 M.sobrinus 125 : 75 166 prolat cf cocos M.sobrinus Solanaceae Solanum sp1 82,5 : 87,5 94 oblat spheroidal C.brachyotis, C.horsfieldii, Solanum sp2 82,5 : 82,5 100 oblat spheroidal M.sobrinus M.sobrinus Solanum sp3 75 : 75 100 oblat spheroidal M.sobrinus Liliaceae Chlorophytum sp 95 : 75 126 subprolat M.sobrinus Sterculiaceae Leptonychia sp1 37,5 : 45 83 suboblat M.sobrinus Leptonychia sp2 40 : 45 88 suboblat C.brachyotis, Leptomychia sp 42,5 : 50 85 suboblat M.sobrinus M.sobrinus Moraceae Artocarpus sp 87,5 : 92,5 95 oblat spheroidal M.sobrinus Ficus sp1 75 : 62,5 120 subprolat C.tittachaellus, Ficus sp2 17,5 : 17,5 100 prolat spheroidal M.sobrinus M.sobrinus Theaceae Gordonia sp 57,5 : 57,5 100 oblat spheroidal M.sobrinus Annonaceae Annona sp 87,5 : 87,5 100 oblat spheroidal M.sobrinus Euphorbiaceae Drypetes sp 75 : 75 100 oblat spheroidal M.sobrinus Boraginaceae Cordia sp 75 : 75 100 oblat spheroidal M.sobrinus Gnetaceae Gnetum gnemon 50 : 50 100 oblat spheroidal
29
Pada jenis C. brachyotis dalam saluran pencernaannya dapat ditemukan serbuk sari jenis tumbuhan Acasia sp, Syzygium sp, Cocos nucifera, Leptonychia sp, Psidium sp2, Solanum sp2 dan dua jenis belum teridentifikasi. Jenis C. horsfieldii dalam saluran pencernaannya ditemukan Psidium sp2, dan Solanum sp2. Pada jenis C. tittachaellus dapat ditemukan jenis tumbuhan hanya Ficus sp. Jenis M. sobrinus ditemukan jenis tumbuhan Acasia sp, Ceiba sp, Syzygium sp, Cocos nucifera, Solanum sp1, Chlorophytum sp, Psidium sp1, Leptonychia sp1, Artocarpus sp1, Leptonychia sp2, Psidium sp2, Solanum sp2, Leptomychia sp, Gondonia sp, Annona sp, Aracaceae genus1 cf cocos, Solanum sp3, Drypetes sp, Cordia sp, Aracacea genus2 cf cocos, Ficus sp1, Gnetum gnemon, Ficus sp2 dan satu jenis belum teridentifikasi, dan pada R. amplixicaudatus tidak ditemukan jenis tumbuhan pada saluran pencernaannya. Pola serbuk sari berdasarkan bentuk, yang umum dikonsumsi kelelawar yaitu oblat spheroidal dengan indeks P/E rata-rata 100. Prolat dan subprolat hanya didapatkan dua kali perjumpaan dengan indeks P/E diatas 100, dan pada suboblat dijumpai tiga kali dengan indeks P/E rata-rata dibawah 100. Kelelawar penyerbuk tidak bergantung pada morfologi ornamentasi eksin dan penampakan luar (phylogenitic) melainkan tergantung pada bentuk dan ukuran serbuk sari yang berukuran lebih besar (Stroo, 2000). Perjumpaan jenis-jenis tumbuhan pada setiap kelelawar yang diamati disajikan pada Tabel 4. Kelelawar jenis M. sobrinus memiliki jumlah jenis tumbuhan sebagai sumber pakan terbanyak yaitu 24 jenis tumbuhan, 23 diantaranya teridentifikasi dan 1 jenis belum teridentifikasi. Jenis C. tittachaellus, memiliki jenis tumbuhan
30
terkecil yaitu satu jenis. Hal ini sesuai karena M. sobrinus merupakan kelelawar pemakan nektar, sedangkan C. tittachaellus merupakan jenis kelelawar pemakan buah. Kemudian pada jenis R. amplixicaudatus tidak ditemukan adanya serbuk sari pada saluran pencernaannya. Hasil identifikasi serbuk sari disajikan pada Lampiran 1. Famili tumbuhan yang paling banyak ditemukan di dalam saluran pencernaan kelelawar adalah Solanum sp2 sebesar 78,81% dan Cocos nucifera sebesar 45,24%. Famili tumbuhan yang paling sedikit ditemukan di saluran pencernaan kelelawar sebesar 2,38% yaitu Ceiba sp, Psidium sp1, Aracaceae genus1 cf cocos, Solanum sp3, Chlorophytum sp, Leptonychia sp1, Leptomychia sp, Ficus sp2, Annona sp, Drypetes sp, Gnetum gnemon kesemuanya pada M. sobrinus. Kelelawar jenis M. sobrinus merupakan jenis kelelawar yang memiliki presentase terbesar (78,81%) ditemukannya famili tumbuhan di dalam saluran pencernaannya. Persentase pakan kelelawar disajikan pada Tabel 3.
34
Tabel 3. Persentase pakan kelelawar No 1 2 3 4 5
Spesies C. brachyotis C. horsfieldii C. tittachaellus M. sobrinus R. amplixicaudatus
No 1 2 3 4 5
Spesies C. brachyotis C. horsfieldii C. tittachaellus M. sobrinus R. amplixicaudatus
Keterangan
1
2
3
4
5
6
7
8
Jenis Tumbuhan (%) 9 10 11 12
13
14
15
16
17
18
19
20
6,45
0
6,45
3,23
0
0
0
0
0
6,45
19,35
9,68
0
0
0
0
0
0
0
0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
33,33 0
33,33 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
0 0
16,67
2,38
11,90
45,24
2,38
2,38
2,38
2,38
7,14
9,52
14,28
73,81
2,38
4,76
2,38
2,38
2,38
2,38
21,43
7,14
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
21
Jenis Tumbuhan (%) 22 23 24 25
26
0
0
3,25
1,20
0
0
0
0
0
0
0 0
0
0
0
0
0
33,33
2,38 0
4,76 0
0 0
0 0
2,38 0
2,38 0
: 1=Acasia sp, 2=Ceiba sp, 3=Syzygium sp, 4=Cocos nucifera, 5=Solanum sp1, 6=Chlorophytum sp, 7=Psidium sp, 8=Leptonychia sp, 9=Artocapus sp1, 10=Leptonychia sp2, 11=Psidium sp2, 12=Solanum sp2, 13=Leptomychia sp, 14=Gordonia sp, 15=Annona sp, 16=Aracaceae genus1 cf cocos, 17=Solanum sp3, 18=Drypetes sp, 19=Cordia sp, 20=Aracaceae genus2 cf cocos, 21=Unknown, 22=Ficus sp, 23=Unknown, 24=Unknown, 25=Gnetum gnemon, 26=Ficus sp2.
Tabel 4. Jenis tumbuhan yang dijumpai pada setiap jenis kelelawar yang diamati Jenis Tumbuhan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 1 C. brachyotis 1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 2 C. horsfieldii 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 C. tittachaellus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 4 M. sobrinus 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 5 R. amplixicaudatus 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Keterangan : 1=Acasia sp, 2=Ceiba sp, 3=Syzygium sp, 4=Cocos nucifera, 5=Solanum sp1, 6=Chlorophytum sp, 7=Psidium sp, 8=Leptonychia sp, 9=Artocapus sp1, 10=Leptonychia sp2, 11=Psidium sp2, 12=Solanum sp2, 13=Leptomychia sp, 14=Gordonia sp, 15=Annona sp, 16=Aracaceae genus1 cf cocos, 17=Solanum sp3, 18=Drypetes sp, 19=Cordia sp, 20=Aracaceae genus2 cf cocos, 21=Unknown, 22=Ficus sp, 23=Unknown, 24=Unknown, 25=Gnetum gnemon, 26=Ficus sp2. No
Spesies
35
4.1.2. Analisis Statistik 4.1.2.1. Relung Pakan Relung pakan merupakan penggunaan sumberdaya yang sama oleh dua spesies yang berbeda dapat menyebabkan kedua spesies tersebut memiliki relung yang sama. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, didapatkan jenis tumbuhan yang sama pada jenis kelelawar yang berbeda. Pada kelelawar jenis C. horsfieldii memiliki nilai relung pakan terbesar terhadap C. brachyotis (0,905). Besarnya
nilai
relung pakan
yang
terjadi menunjukkan
C. horsfieldii
menggunakan sumberdaya pakan yang sama, sehingga mengakibatkan terjadinya overlap. Nilai relung pakan yang mendekati angka 1 pada C. brachyotis (0,9) dan C. horsfieldii (0,995), menunjukkan terjadinya overlap yang cukup besar. Hal ini menunjukkan penggunaan sumber pakan yang overlap diantara keduanya. Kelelawar jenis M. sobrinus memiliki nilai relung pakan terbesar pada C. brachyotis (0,482). Nilai tersebut menunjukkan bahwa M. sobrinus menggunakan pakan yang berbeda terhadap C. brachyotis. 2.5 2
0.482
1.5
Macroglossus sobrinus
0.9 0.386
Cynopterus tittachaellus
1
Cynopterus horsfieldii 0.5
0.905
0.995 0.38
0 Cb
Ch
Ct
Gambar 5. Grafik relung pakan antar spesies kelelawar pteropidadae.
36
Pada nilai relung pakan
tingkat jenis
kelamin kelelawar
famili
Pteropodidae, didapatkan nilai yang beragam dari yang besar mendekati 1 dan yang kecil. Berikut Gambar 6. Grafik relung pakan tingkat jenis kelamin. 3.5 3 0.975
2.5
Ms_B
0.834
2
0.395
0.535
Ms_J Ct_B
1.5
0.96
0.725
0.7
0.52
0.5
0.795
1
Ch_J Cb_B
0.5
0.9675
0.83
0.995 0.555
0.53
Ms_J
Ms_B
Cb_J
0 Cb_J
Cb_B
Ch_J
Ct_B
Gambar 6. Grafik relung pakan tingkat jenis kelamin kelelawar famili Pteropodidae.
Berdasarkan uji relung pakan didapatkan nilai yang mendekati 1 pada C.brachyotis betina terhadap C.brachyotis jantan (0,9675), C.tittachaellus betina (0,995)dan (0,96), M. sobrinus betina (0,975). Berdasarkan hal ini kelelawar tersebut menggunakan sumber pakan yang sama. Pada M. sobrinus jantan terhadap C. tittachaellus betina didapatkan nilai 0,395. Hal ini menunjukkan bahwa M. sobrinus jantan mempunyai pakan yang berbeda terhadap C. tittachaellus betina. Berdasarkan perhitungan nilai relung pakan yang didapatkan menunjukkan bahwa setiap spesies berbeda dalam hal mengkonsumsi sumber pakannya, hal ini tergantung pada banyaknya kesamaan sumber pakan yang dikonsumsi antara spesies satu dengan spesies lainnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
37
overlap terbesar dimiliki pada spesies C. horsfieldii dan C. brachyotis. Pada C. horsfieldii dan C. brachyotis memiliki kesamaan relung (niche) yang tinggi dalam hal pemilihan habitat (Campbell dkk, 2007), sedangkan untuk nilai overlap terkecil dimiliki oleh spesies M. Sobrinus, lain halnya pada tingkat jenis kelamin, M. sobrinus jantan terhadap M. sobrinus betina mempunyai nilai relung pakan tertinggi, hal ini berarti kedua spesies mempunyai pakan serbuk sari yang sama. Dari persamaan pakan yang didapatkan, maka dari setiap spesies kelelawar Pteropodidae akan ada persaingan intraspesifik dan interspesifik, dimana persaingan intraspesifik ini terjadi jika individu yang sama memperebutkan pakan yang sama, kemudian persaingan interspesifik ini terjadi jika individu yang berbeda memperebutkan pakan yang sama. Persaingan intraspesifik terjadi ditingkat jenis kelamin dan usia pada M. Sobrinus, kemudian persaingan interspesifik terjadi pada C. brachyotis dengan C. horsfieldii. Interaksi antar spesies
anggota populasi
akan mempengaruhi terhadap
kondisi populasi
mengingat keaktifan atau ketidak aktifan antar individu dapat mempengaruhi kecepatan populasi ataupun kehidupan populasi. Setiap anggota populasi dapat memakan anggota-anggota
populasi
lainnya,
bersaing
terhadap
makanan,
mengeluarkan kotoran yang merugikan, dapat saling membunuh, dan interaksi tersebut dapat searah atau dua arah (timbal balik) (Odum, 1993).
38
4.1.2.2. Uji Khi-Kuadrat Perbedaan Jenis Pakan Tingkat Spesies Pengujian Khi-Kuadrat digunakan untuk melihat apakah ada perbedaan atau kesamaan pada tingkat spesies, jenis kelamin dan usia. Hasil uji Khi-Kuadrat pada tingkat spesies dapat dilihat pada Tabel 5 dibawah ini: Tabel 5. Hasil uji khi-kuadrat tingkat spesies Cb Ch Ct Ms Cb - 26.000*** 0.462 104.000*** Ch 0.087 26.000** Ct 1.040 Keterangan : Cb=Cynopterus brachyotis, Ch=Cynopterus horsfieldii, Ct=Cynopterus tittachaellus, Ms=Macroglossus sobrinus * = berbeda nyata dengan α 0,05; **= berbeda nyata dengan α 0,01; ***= berbeda nyata dengan α 0,001.
Berdasarkan hasil uji khi-kuadrat diketahui bahwa pakan serbuk sari terhadap jenis kelelawar C. brachyotis dengan C. horsfieldii didapatkan hasil yang berbeda nyata dalam hal mengkonsumsi pakan serbuk sari (X2
hitung =26.000
>
X20,001 df=4; n=26). Dari kedua jenis kelelawar tersebut mempunyai perbedaan pakan serbuk sarinya. Pada kelelawar jenis C. brachyotis dengan M. sobrinus juga didapatkan hasil yang berbeda nyata (X2 hitung =104.000 > X2 0,001 df=40; n=26). Kemudian pada kelelawar jenis C. horsfieldii dengan M. sobrinus juga didapatkan hasil uji khi-kuadrat berbeda nyata (X2 hitung =26.000 > X2 0,004 df=10; n=26). Dari ketiga uji tersebut masing-masing mempunyai pakan yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan dan asumsi nutrisinya. Berbeda dengan hasil uji khi-kuadrat pakan serbuk sari terhadap jenis kelelawar C. horsfieldii dengan C. tittachaellus (X2hitung=0,087 < X2 n=26) dan C. tittachellus dengan M. sobrinus (X2hitung=1,040 < X2 n=26) serta antara C. brachyotis dengan C. tittachaellus (X2
0,768 1,000
hitung =0,462
df=1; df=10;
< X2 0,977
39
df=4; n=26), dari ketiga uji tersebut tidak menunjukkan hasil yang nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa pada ketiga uji tersebut masing-masing spesies tidak dipengaruhi oleh jenis pakan serbuk sari. Berdasarkan uraian analisis statistik di atas, maka dapat diketahui dari masing-masing uji khi-khuadrat tersebut mempunyai hasil yang berbeda nyata. Dapat diketahui uji khi-khuadrat dari tingkatan spesies, jenis kelamin dan usia. Dari tingkatan spesies jelas bahwa hasil yang berbeda nyata dalam mengkonsumsi pakan serbuk sari terlihat pada C. brachyotis dengan C. horsfieldii dan C. brachyotis dengan M. sobrinus. Hal ini dapat dimungkinkan pada C. brachyotis dan C. horsfieldii lebih banyak mengkonsumsi buah (Irawati, 2005; Maryati dkk., 2008) dan M. sobrinus lebih banyak mengkonsumsi nektar bunga. Menurut Meijaard (2005) kelelawar C. brachyotis dan kelelawar C. horsfieldii dapat menyerbuki tanaman bernilai ekonomis. Kelelawar pemakan buah umumnya dapat dengan mudah untuk memencarkan biji. Uji khi-kuadrat antara C. horsfieldii dengan C. tittachaellus dan Cynopterus tittachellus dengan M. sobrinus serta antara C. brachyotis dengan C. tittachaellus, didapatkan hasil yang berbeda nyata dalam mengkonsumsi serbuk sari. Hal ini dimungkinkan pada C. tittachaellus sedikit dalam mengkonsumsi serbuk sari. Hanya tumbuhan dari jenis Ficus sp yang dimakan olehnya. Selain hal itu, pada C. tittachaellus juga menyukai serbuk sari yang relatif kecil (17,5 µm).
40
4.1.2.3. Uji Khi-Kuadrat Perbedaan Jenis Pakan Tingkat Jenis Kelamin Pengujian khi-kuadrat dilakukan juga pada tingkat jenis kelamin (seks), hal ini digunakan untuk melihat adanya perbedaan jenis pakan kelelawar pada tingkat jenis kelamin. Berikut Tabel 6 hasil uji khi-kuadrat tingkat jenis kelamin. Tabel 6. Hasil uji khi-kuadrat tingkat jenis kelamin Spesies Hasil Uji Khi-Kuadrat Cynopterus brachyotis 35,363*** Cynopterus horsfieldii Cynopterus tittachaellus Macroglossus sobrinus 73,017*** Keterangan
df 4 36
n 26 26 26 26
: * = berbeda nyata dengan α 0,05; **= berbeda nyata dengan α 0,01; ***= berbeda nyata dengan α 0,001.
Pada uji khi-kuadrat tingkat jenis kelamin dari masing-masing spesies didapatkan hasil yang berbeda nyata dalam hal mengkonsumsi pakan serbuk sari (X2hitung > X2tabel). Adapun hasil uji jenis kelamin di spesies yang berbeda nyata dalam mengkonsumsi jenis serbuk sari tersebut yaitu pada C. brachyotis dan M. sobrinus. Pada C. brachyotis didapatkan hasil yang berbeda nyata (X
2
hitung =35,363
> X20,001 df=4; n=26). Berdasarkan hal ini maka dapat dikatakan bahwa pada tingkat jenis kelamin didapatkan persaingan sesama jenis untuk mendapatkan pakan. Sama halnya pada M. sobrinus, hasil uji yang diperoleh berbeda nyata (X2hitung=73,017 > X20,001 df=36; n=26). Uji khi-kuadrat antar jenis kelamin, didapatkan hasil yang berbeda nyata pada individu C. brachyotis dan M. sobrinus. Pada kedua individu ini mempunyai pakan serbuk sari yang berbeda. C. brachyotis jantan dan C. brachyotis betina berbeda dalam mengkonsumsi serbuk sari, pada C. brachyotis jantan umumnya lebih banyak mengkonsumsi pakan serbuk sari jenis Acasia sp, Syzygium sp,
41
Leptonychia sp2, Psidium sp2, Solanum sp2, dan dua belum teridentifikasi dibandingkan dengan C. brachyotis betina yang mengkonsumsi pakan serbuk sari jenis Acasia sp, Syzygium sp, Leptonychia sp2, Psidium sp2 dan Solanum sp2. Pada M. sobrinus betina yang lebih variatif dalam mengkonsumsi pakan serbuk sari. Hal ini dimungkinkan pada M. sobrinus betina lebih banyak membutuhkan energi untuk kebutuhan energi dan suplemen. Sesni (2008) menyatakan bahwa pada kelelawar jantan dan betina memiliki perbedaan dalam mengkonsumsi pakan serbuk sari.
4.1.2.4. Uji Khi-Kuadrat Perbedaan Jenis Pakan Tingkat Usia Pada pengujian khi-kuadrat tingkat usia akan didapatkan perbedaan pakan kelelawar pada tingkat usia di masing-masing spesies. Tingkat usia disini dibagi menjadi 3 tingkatan usia, yaitu muda, agak tua dan tua. Berikut Tabel 7 hasil uji khi-kuadrat tingkat usia. Tabel 7. Hasil Uji Khi-Kuadrat Tingkat Usia Spesies C. brachyotis
M. sobrinus
Keterangan :
Pengujian Tingkat Usia Muda x Agak Tua Muda x Tua Agak Tua x Tua Agak Tua x Tua Muda x Agak Tua Muda x Tua Agak Tua x Tua Muda x Agak Tua Muda x Tua Agak Tua x Tua
Seks B B B J B B B J J J
J=Jantan, B=Betina * = berbeda nyata dengan α 0,05; **= berbeda nyata dengan α 0,01; ***= berbeda nyata dengan α 0,001.
X2 hitung 0,087 0,394 7,973 0,617 35,000*** 60,313*** 28,653*** 26,691** 27,057** 57,434***
X2 tabel 0,768 0,821 0,019 0,735 0,001 0,001 0,001 0,001 0,003 0,001
df 1 2 2 2 10 20 8 8 10 20
n 26 26 26 26 26 26 26 26 26 26
42
Berdasarkan hasil uji Khi-Kuadrat pada tingkat usia C. brachyotis jantan didapatkan tidak terjadi perbedaan yang nyata dalam hal mengkonsumsi jenis serbuk sari (X2hitung=0,617 < X20,735 df=2; n=26) antara C. brachyotis jantan agak tua dengan C. brachyotis jantan tua, Sedangkan untuk tingkat usia C. brachyotis muda tidak didapatkan serbuk sari pada saluran pencernaan saat pengamatan, sehingga tidak bisa diuji pada tingkat usia muda. Kemudian hasil uji Khi-kuadrat pada tingkat usia C. brachyotis betina didapatkan tidak terjadi perbedaan yang nyata (X2hitung=0,087 < X20,768 df=1; n=26) antara C. brachyotis betina muda dan C. brachyotis agak tua. Hal ini mengindikasikan bahwa pada tingkat usia tersebut tidak ada persaingan dalam mengkonsumsi pakan serbuk sari. Lain halnya Pada C. brachyotis betina agak tua dengan C. brachyotis betina tua didapatkan hasil uji khi-kuadrat berbeda nyata (X2hitung=7,973 > X20,019 df=2; n=26). Pada uji tingkat usia C. brachyotis betina agak tua dengan C. brachyotis tua diketahui bahwa tingkatan usia ini terjadi persaingan dalam mengkonsumsi pakan dan sama sekali beda untuk mengkonsumsi pakan tersebut. Berdasarkan hasil uji Khi-kuadrat diatas jelas bahwa pada tingkat usia C. brachyotis jantan dan betina terjadi perbedaan yang nyata. Hal ini dikarenakan pada tingkatan usia terjadi persaingan diantaranya. Pada C. brachyotis jantan muda tidak ditemukan serbuk sari pada saluran pencernaannya, hal ini dimungkinkan pada C. brachyotis muda lebih suka mengkonsumsi buah-buahan. Pada C. brachyotis agak tua didapatkan hanya mengkonsumsi Acasia sp dan dua jenis belum teridentifikasi, lain halnya dengan C. brachyotis tua. Pada C.
43
brachyotis tua lebih bervariasi dalam mengkonsumsi makanannya, yaitu Syzygium sp, Leptonychia sp, Psidium sp2 dan Solanum sp2. Pada M. sobrinus jantan tingkat usia muda dengan agak tua didapatkan hasil uji khi-kuadrat berbeda nyata (X2hitung=26,691 > X2
0,001
df=8; n=26) dan
muda dengan tua didapatkan hasil uji Khi-Kuadrat berbeda nyata (X
2
hitung =27,057
> X20,003 df=8; n=26) serta agak tua dengan tua juga didapatkan hasil uji khikuadrat berbeda nyata (X2hitung=57,434 > X2
0,001
df=20; n=26). Dari hasil ketiga
uji tersebut jelaslah bahwa terjadi perbedaan dalam mengkonsumsi pakan serbuk sari antar tingkat usia pada jenis kelamin jantan. Sama halnya hasil uji yang didapatkan pada M. sobrinus betina tingkat usia muda, agak tua dan tua, didapatkan hasil uji khi-kuadrat berbeda nyata. Dari kedua uji khi-kuadrat tersebut dapat dilihat pada tingkatan usia tua pakan lebih variatif jika dibandingkan dengan tingkatan usia muda dan agak tua. Kemudian pada tingkatan muda lebih variatif jika dibandingkan dengan tingkatan usia agak tua. Uji khi-kuadrat tingkat usia, didapatkan hasil yang berbeda nyata dan ada juga yang tidak berbeda nyata. Adapun yang berbeda nyata yaitu pada tingkat usia agak tua dengan tua pada betina C. brachyotis. Pada tingkatan usia ini dimungkinkan mengkonsumsi pakan bervariasi dalam hal jenis serbuk sarinya. Tingkatan usia agak tua lebih variatif dibandingkan tingkatan usia tua, lain halnya pada M. sobrinus. Dari semua uji khi-kuadrat tingkat usia didapatkan hasil yang berbeda nyata dalam mengkonsumsi pakan serbuk sarinya. Jadi, masing-masing tingkatan usia pada M. sobrinus berbeda nyata dalam mengkonsumsi serbuk
44
sarinya. Pada jenis M. sobrinus ini lebih banyak mengkonsumsi nektar (Meijaard dkk., 2005). Selain itu, dapat dimungkinkan pada tingkatan usia ini, lebih tahu kondisi alam dan mempunyai daya jelajah yang jauh serta lebih banyak membutuhkan energi untuk kelangsungan hidupnya. Menurut Winarno (1982) dalam Tim Fakultas Kehutanan IPB menyatakan bahwa dalam serbuk sari terdapat sebagian besar bahan-bahan utama yang diperlukan untuk pembuatan seleratu (royal jelly) dengan demikian akan dihasilkan sumber energi yang digunakan untuk kebutuhannya.
45
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 1. Famili tumbuhan sumber pakan kelelawar sebanyak 13 famili tumbuhan. Adapun
famili
Bambaceae,
yang
teridentifikasi
Boraginaceae,
yaitu
Aracaceae,
Euphorbiaceae,
Gnetaceae,
Annonaceae, Liliaceae,
Myrtaceae, Mimoceae, Moraceae, Solanaceae, Sterculiaceae, Theaceae. 2. Terdapat perbedaan jenis pakan serbuk sari antar spesies kelelawar famili Pteropodidae.
5.2. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai jenis-jenis serbuk sari yang dikonsumsi oleh kelelawar pemakan buah dan nektar.
45
46
DAFTAR PUSTAKA
Altringham, J. D. 1996. Bats: biology and behavior. Oxford University Press Inc. New York Campbell, P., C. J. Schneider, A. Zubaid, A. M. Adnan, dan T. H. Kunz. 2007. Morphological and ecological Correlates of Coexistence In Malaysian Fruits Bats (Chiroptera: Pteropodidae). Journal of Mammalogy, 88 (1): 105-118. Cox, G. W. 2002. General Ecology Laboratory Manual Eighth edition. Mac Graw Hill. New York. USA. Erdtman, G. 1943. An Introduction To Pollen Analysis. Company. USA.
Chronica Botanica
Erdtman, G. 1952. Pollen Morphology and Plant Taxonomy-Angiosperms. The Chronica Botanyca. Co. USA. Kingston T, B.L. Lim dan A. Zubaid. 2006. Bats of Krau Wildlife Reserve. Malaysia. Penerbit Universiti Kebangsaan Malaysia. Irawati. 2005. Pengelompokkan Kelelawar Buah Suku Pteropodidae dari Taman Nasional Lore Lindu (TNLL) Sulawesi Tengah berdasarkan Identifikasi Serbuk Sari Tumbuhan yang Termakan. Skripsi Sarjana Program Studi Biologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmi pengetahuan Alam. Universitas Negeri Jakarta. Kencana, B. A. E. 2001. Nilai Ekologi dan Ekonomi Kelelawar. Warta IWF, 5 (4): 5-6 Kunz, T. H. dan E. D. Pierson, 1991. Bats of the world: An Introduction. The John Hopkins University Press. London. Maryati, A. P. Kartono, dan I. Maryanto. 2008. Kelelawar Pemakan Buah Sebagai Polinator yang Diidentifikasi Melalui Polen yang Digunakan Sebagai Sumber Pakannya di Kawasan Sektor Linggarjadi, Taman Nasional Ciremai Jawa Barat. Edisi Khusus Kawasan Gunung Ciremai Bagian I. Jurnal Biologi Indonesia. 4 (5): 335-347. LIPI. Bogor.
46
47
Meijaard, E., Douglas S, dan Robert N. 2005. Life After Logging: Reconciling Wildlife Conservation and Production Forestry in Indonesian Borneo. Jakarta: Indonesia Printed. CIFOR and UNESCO. Nisa, C. 1997. Studi Komparatif Morfologi Saluran Pencernaan Kelelawar Pemakan Serangga (Scotophilus kuhlii) dan Kelelawar Pemakan Buah (Cynopterus brachyotis). Tesis. Program Studi Biologi Program Pasca Sarjana IPB. Bogor. Nowak, R.M. 1994. Walker’s. Bat of The World. John Hopkins University Press, Baltimore and London. Odum, E.P. 1993. Dasar-dasar Ekologi. Gajah Mada Press. Yogyakarta. Sesni, H. 2008. Identifikasi Serbuk Sari Tumbuhan yang Terdapat pada Saluran Pencernaan Kelelawar Penyerbuk Bunga (Eonycteris spelaea, Dobson 1872) di Goa Lalay Kabupaten Tasikmalaya dan Goa Bau Kabupaten Karawang. Skripsi. Program Studi Biologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Jakarta. Stroo, A. 2000. Pollen Morphological Evolution in Bat Pollinated Plants. Plant Systematics and Evolution, 222: 225-242. Sinaga, M.H., A.S. Achmadi dan I. Maryanto. 2006. Peran Kelelawar Goa Dalam Keseimbangan Ekosistem. Manajemen Bioregional: Karst, Masalah dan Pemecahannya. (Editor: Ibnu Maryanto, Mas Noerdjito dan R. Ubaidillah). Pusat Penelitian Biologi LIPI. Bogor. Hal 135-141. Suyanto, A. 2001. Kelelawar di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi – LIPI. Bogor. Tim Fakultas Kehutanan IPB. 1992. Studi Kualitas Nektar dan Pollen beberapa pohon buah-buahan di Bogor. Laporan Kemajuan. Bogor: Lembaga Penelitian IPB. Yalden, D.W dan Morris. P.A. 1975. The Lives of Bats. The New York Times Book. New York.
48
Lampiran 1. Hasil Identifikasi Serbuk Sari No
Famili
Jenis
Bentuk
Ukuran
1
Mimoceae
Acasia sp
Prolat
65 µm : 50 µm
2
Bambaceae
Ceiba sp
Prolat spheroidal
50 µm : 45 µm
3
Myrtaceae
Syzygium sp
Oblat spheroidal
50 µm : 50 µm
4
Aracaceae
Cocos nucifera
Prolat spheroidal
75 µm : 75 µm
5
Solanaceae
Solanum sp1
Oblat spheroidal
82,5 µm : 87,5 µm
6
Liliaceae
Chlorophytum sp
Subprolat
95 µm : 75 µm
7
Myrtaceae
Psidium sp1
Oblat spheroidal
45 µm : 45 µm
Gambar
49
8
Sterculiaceae
Leptonychia sp1
Suboblat
37,5 µm : 45 µm
9
Moraceae
Artocarpus sp
Oblat spheroidal
87,5 µm : 92,5 µm
10
Sterculiaceae
Leptonychia sp2
Suboblat
40 µm : 45 µm
11
Myrtaceae
Psidium sp2
Oblat spheroidal
50 µm : 50 µm
12
Solanaceae
Solanum sp2
Oblat spheroidal
82,5 µm : 82,5 µm
13
Sterculiaceae
Leptomychia sp
Suboblat
42,5 µm : 50 µm
14
Theaceae
Gordonia sp
Oblat spheroidal
57,5 µm : 57,5 µm
50
15
Annonaceae
Annona sp
Oblat spheroidal
87,5 µm : 87,5 µm
16
Acacaceae
Aracaceae genus1 cf cocos
Oblat spheroidal
112,5 µm : 125 µm
17
Solanaceae
Solanum sp3
Oblate spheroidal
75 µm : 75 µm
18
Euphorbiaceae
Drypetes sp
Oblat spheroidal
75 µm : 75 µm
19
Boraginaceae
Cordia sp
Oblat spheroidal
75 µm : 75 µm
20
Aracacea
Aracaceae genus2 cf cocos
Prolat
125 µm : 75 µm
21
Unknown
Unknown
-
125,5 µm : 125 µm
22
Moraceae
Ficus sp1
Subprolat
75 µm : 62,5 µm
51
23
Unknown
Unknown
-
75 µm : 87,5 µm
24
Unknown
Unknown
-
70 µm : 65 µm
25
Gnetaceae
Gnetum gnemon
Oblat spheroidal
50 µm : 50 µm
26
Moraceae
Ficus sp2
Oblat spheroidal
17,5 µm : 17,5 µm
52
Lampiran 2. Sampel jenis kelelawar Pteropodidae
Keterangan : Fa = 63,7 mm Tb = 25,1 mm Hf = 12,8 mm Hbl = 85,4 mm E = 16,5 mm T = 14,2 mm W = 31,8 g Jenis Kelamin = Betina
Gambar 7. Cynopterus brachyotis
Keterangan : Fa = 67,3 mm Tb = 26,0 mm Hf = 14,3 mm Hbl = 88,5 mm E = 12,9 mm T = 14,7 mm W = 42,4 g Jenis Kelamin = Jantan
Gambar 8. Cynopterus horsfieldii
53
Keterangan : Fa = 70,1 mm Tb = 20,6 mm Hf = 14,4 mm Hbl = 98,9 mm E = 19,7 mm T = 14,4 mm W = 47,5 g Jenis Kelamin = Jantan
Gambar 9. Cynopterus tittachaellus
Keterangan : Fa = 43,65 mm Tb = 17,65 mm Hf = 9,35 mm Hbl = 62,15 mm E = 15,25 mm T = 5,15 mm W = 15 g Jenis Kelamin = Jantan
Gambar 10. Macroglossus sobrinus
54
Keterangan : Fa = 75,3 mm Tb = 30,4 mm Hf = 18,5 mm Hbl = 92,3 mm E = 19,1 mm T = 15,8 mm W = 43 g Jenis Kelamin = Jantan
Gambar 11. Rousettus amplixicaudatus
55
Lampiran 3. Hasil Uji Khi-Kuadrat TINGKAT USIA Cb_Betina Muda X Agak Tua
Pearson Chi-Square Continuity Correction(a) Likelihood Ratio Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
Value .087(b)
Chi-Square Tests Asymp. Sig. df (2-sided) 1 .768
.000
1
1.000
.163
1
.686 1.000
.083
1
.773
26
Muda X Tua Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio
Value .394 a .698
Linear-by-Linear Association
.333
N of Valid Cases
26
2
Asymp. Sig. (2-sided) .821
2
.705
1
.564
df
a. 5 cells (83.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .08.
Agak Tua X Tua Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association
Exact Sig. (2-sided)
Value 7.973 a 4.658 2.846
2
Asymp. Sig. (2-sided) .019
2
.097
1
.092
df
N of Valid Cases 26 a. 5 cells (83.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .04.
Exact Sig. (1-sided)
.923
56
Cb_Jantan Agak Tua X Tua Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio
Value .617 a 1.071
Linear-by-Linear Association
.358
N of Valid Cases
26
2
Asymp. Sig. (2-sided) .735
2
.585
1
.549
df
a. 5 cells (83.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .12.
Ms Betina Muda X Agak Tua Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio
Value 35.020 a 20.704
Linear-by-Linear Association
15.151
N of Valid Cases
26
10
Asymp. Sig. (2-sided) .000
10
.023
1
.000
df
a. 16 cells (88.9%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .08.
Muda X Tua Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association
Value 60.313 a 25.708 15.823
20
Asymp. Sig. (2-sided) .000
20
.176
1
.000
df
N of Valid Cases 26 a. 29 cells (96.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .04.
57
Agak Tua X Tua Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio
Value 28.653 a 17.639
Linear-by-Linear Association
9.685
N of Valid Cases
26
8
Asymp. Sig. (2-sided) .000
8
.024
1
.002
df
a. 13 cells (86.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .08.
Ms Jantan Muda X Agak Tua Chi-Square Tests
8
Asymp. Sig. (2-sided) .001
Likelihood Ratio
17.621
8
.024
Linear-by-Linear Association
10.822
1
.001
Pearson Chi-Square
Value 26.691 a
df
N of Valid Cases
26 a. 14 cells (93.3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .08.
Muda X Tua Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio
Value 27.057 a 18.626
Linear-by-Linear Association
8.208
N of Valid Cases
26
10
Asymp. Sig. (2-sided) .003
10
.045
1
.004
df
a. 17 cells (94.4%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .08.
58
Agak Tua X Tua Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio
Value 57.434 a 25.509
Linear-by-Linear Association
17.829
N of Valid Cases
26
20
Asymp. Sig. (2-sided) .000
20
.183
1
.000
df
a. 29 cells (96.7%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .04.
ANTAR JENIS KELAMIN Cb Jenis Kelamin Jantan X Betina Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio
Value 35.363 a 15.790
Linear-by-Linear Association
16.966
N of Valid Cases
26
4
Asymp. Sig. (2-sided) .000
4
.003
1
.000
df
a. 8 cells (88.9%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .04.
Ms Jenis Kelamin Jantan X Betina Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association
Value 73.017 a 35.061 18.155
36
Asymp. Sig. (2-sided) .000
36
.513
1
.000
df
N of Valid Cases 26 a. 48 cells (98.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .04.
59
ANTAR SPESIES Cb X Ch Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio
Value 26.000 a 14.102
Linear-by-Linear Association
16.520
N of Valid Cases
26
4
Asymp. Sig. (2-sided) .000
4
.007
1
.000
df
a. 9 cells (90.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .08.
Cb X Ct Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association
Value .462 a .753
4
Asymp. Sig. (2-sided) .977
4
.945
1
.609
df
.262
N of Valid Cases
26 a. 9 cells (90.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .04.
Cb X Ms Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio Linear-by-Linear Association
Value 104.000a 52.184 5.314
40
Asymp. Sig. (2-sided) .000
40
.094
1
.021
df
N of Valid Cases 26 a. 54 cells (98.2%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .04.
Ch X Ct
60
Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Continuity Correctiona Likelihood Ratio
Value .087b .000
1
Asymp. Sig. (2-sided) .768
1
1.000
1
.686
df
.163
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association
.083
N of Valid Cases
26
1
.773
10
Asymp. Sig. (2-sided) .004
10
.168
1
.002
Ch X Ms Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio
Value 26.000 a 14.102
Linear-by-Linear Association
9.874
N of Valid Cases
26
df
a. 21 cells (95.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .08.
Ct X Ms Chi-Square Tests
Pearson Chi-Square Likelihood Ratio
Value 1.040 a 1.426
Linear-by-Linear Association
.203
N of Valid Cases
26
10
Asymp. Sig. (2-sided) 1.000
10
.999
1
.653
df
a. 21 cells (95.5%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .04.
Exact Sig. (2-sided)
Exact Sig. (1-sided)
1.000
.923