HUBUNGAN SOSIAL EKONOMI DAN KARAKTERISTIK AKSEPTOR KB DENGAN TINGKAT KEMANDIRIAN PESERTA KB BARU DI KELURAHAN SUNGGAL KECAMATAN MEDAN SUNGGAL KOTA MEDAN TAHUN 2012
ABSTRACT The government in this case National Family Planning Coordination Comission introduces a new program called the Movement of Family Planning Independent. The level independence of Family Planning is a condition or mental attitude of the community in implementing Family Planning who can stand alone and did not depend on the parties/others and awake to meet their needs in Family Planning independently. This research aims to analyze relations of social economic (education, occupation, income) and characteristics of Family Planning acceptors (age, number of live child) and a level of independence New Family Planning participants in the use of Familiy Planning Independent programs (in Sunggal Sub urban, Medan Sub-district, Medan City in 2012). This research is descriptive-analytic. Population is New Family Planning acceptors, amount of 122 person and all population become samples. The data is analyzed by Chi Square test with α 0.05. The results of research indicates that the acceptors of Family Planning Independent more in Higher Education Level, who has work, income level ≥ Rp. 1.285.000.00, age of adult, and the number of life child ≤ 2 child. It indicates that factors related to the level of independence of New Family Planning acceptors are education (p<0,0001), occupation (p=0,013), income (p<0,0001), age (p<0,0001), number of life child (p=0,005). It sugestion that National Family Planning Coordination Comission do the socialization of Family Planning Independent to them who have the lower educational level, unemployee, the lower income, the younger age, and them who have more child to achieve the objective of Family Planning Independent. Keywords: Level of Independence, Social-Economics, Acceptors of New Family Planning, Characteristic of Acceptors of Family Planning PENDAHULUAN Pada mulanya pemikiran tentang Keluarga Berencana (KB) di Indonesia tidak mempersoalkan angka kelahiran tapi tingginya Angka Kematian Ibu akibat terlalu sering melahirkan, bahkan tidak jarang ibu meninggal bersama bayinya. Maka dari itu didirikan Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada tahun 1957, dengan konsep Kesehatan Ibu dan Anak (BKKBN, 1990).
Struktur organisasi program KB juga mengalami perubahan pada tahun 1968 dengan didirikannya Lembaga Keluarga Berencana Nasional (LKBN). Kemudian pada tahun 1970 sesuai dengan keluarnya Keputusan Presiden No. 8 Tahun 1970, LKBN diganti menjadi Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan program KB di Indonesia dengan mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) (Rustam, 1998). 1
Pada Pelita I Tahun 1969 daerah program Keluarga Berencana meliputi 6 provinsi Jawa Bali, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, dan Bali. Ke-enam propinsi tersebut merupakan daerah yang terbesar jumlah penduduknya di Indonesia, maka merupakan daerah perintis pertama dari program BKKBN. Pada Pelita II Tahun 1974 dilaksanakan di luar Jawa Bali I (LJB I) sebanyak 16 provinsi. Pada Pelita III Tahun 1979 jangkauan BKKBN ditambah ke seluruh Indonesia dimana seluruh provinsi di Indonesia tercakup ke dalamnya. Pada Pelita IV Tahun 1984 merupakan kelanjutan dan peningkatan dari kegiatan Pelita III. Memasuki Pelita V Tahun 1989, pemerintah dalam hal ini BKKBN memperkenalkan satu program baru yang disebut dengan Gerakan KB Mandiri. Dimana KB Mandiri adalah suatu keadaan atau sikap mental dari masyarakat dalam melaksanakan KB yang mampu berdiri sendiri dan tidak tergantung pada pihak/orang lain dan sadar untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dalam ber-KB secara mandiri (BKKBN, 2000). Tahun 2010 jumlah penduduk dunia telah mencapai sekitar 6 miliar jiwa dan jumlah penduduk Indonesia menempati urutan ke-empat dunia yaitu 242 juta jiwa. Tingkat pertumbuhan penduduk sekitar 1,48% per tahun dan Total Fertility Rate (TFR) sebesar 2,6 anak per wanita. Jumlah penduduk Indonesia setiap saat mengalami peningkatan, padahal pemerintah telah berupaya untuk menargetkan idealnya 2,1 anak per wanita (BKKBN, 2009). Data BKKBN menunjukkan bahwa jumlah akseptor KB di Sumatera Utara (2011) mencapai 1.311.625 orang, dengan total Pasangan Usia Subur (PUS) sebesar 2.075.120 orang. Di Medan jumlah akseptor KB mencapai 328.866 orang, dengan total Pasangan Usia Subur (PUS) sebesar 369.973 orang. Dari laporan pencapaian peserta KB (2011) diketahui dari 21 kecamatan di Kota Medan, Kecamatan Medan Sunggal merupakan kecamatan yang paling rendah
jumlah akseptor KB yaitu 2.869 orang dari 130.470 orang PUS. Kebanyakan penduduk di Kecamatan Medan Sunggal bekerja disektor swasta seperti karyawan swasta dengan jumlah 16.245 orang dan disusul yang berprofesi sebagai pedagang 15.351 orang. Selain itu jika dilihat dari data Kecamatan Medan Sunggal tahun 2011 banyak juga diantara penduduk Kecamatan Medan Sunggal itu berprofesi tidak tetap atau dalam keadaan perekonomian yang sulit yaitu berkisar 2.950 orang. Kebanyakan penduduk di Kelurahan Sunggal berada pada umur 15-44 tahun dan memiliki jumlah anak ˃ 3 orang. Kecamatan Medan Sunggal terdiri dari 6 kelurahan, salah satunya adalah Kelurahan Sunggal yang berpenduduk 36.292 jiwa (7.219 Kepala Keluarga), jumlah PUS 4.771 (66%). Dari jumlah PUS ini, hanya 122 orang (3%) yang menjadi peserta KB Baru. Menurut survei awal di Kelurahan Sunggal didapat bahwa dari 10 PUS hanya 3 orang yang menggunakan KB dengan biaya sendiri, sementara 7 orang lagi menggunakan KB dari subsidi pemerintah. KB yang digunakan yaitu suntik (Rp 10.000,00) dan pil (Rp 5.000,00). Berdasarkan hal tersebut di atas peneliti ingin meneliti tentang hubungan sosial ekonomi dan karakteristik akseptor KB dengan tingkat kemandirian peserta KB Baru di Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan. Adapun yang menjadi perumusan masalah penelitian ini adalah masih rendahnya kemandirian akseptor KB di Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan yang berhubungan dengan sosial ekonomi dan karakteristik akseptor KB tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan sosial ekonomi dan karakteristik akseptor KB dengan tingkat kemandirian peserta KB Baru di Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan. Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Dengan diketahuinya hubungan sosial ekonomi dan karakteristik akseptor KB 2
2.
3.
dengan tingkat kemandirian peserta KB baru di Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal maka dapat menjadi masukan bagi BKKBN dalam melakukan upaya peningkatan jumlah akseptor KB Mandiri. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi bagi penyusunan kebijakan terkait dengan program KB dalam mencegah kepadatan penduduk. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi pelaksana pelayanan KB dalam merancang program KB pada usia subur.
d.
e.
METODE PENELITIAN Metode yang digunakan adalah deskriptif-analitik cross sectional, yang bertujuan untuk mengetahui hubungan variabel independen dengan dependen. Populasi adalah seluruh akseptor KB Baru (akseptor yang baru pertama kali menggunakan alat/obat kontrasepsi atau PUS yang kembali menggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan atau abortus) sebanyak 122 orang di Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal Kota Medan dan seluruhnya dijadikan sampel. Aspek pengukuran: a. Pendidikan diukur melalui pendidikan terakhir sesuai dengan ijazah. Selanjutnya dari hasil pengukuran pendidikan dikategorikan menjadi: 1. Pendidikan Rendah (Tidak tamat SD, SD, SLTP) 2. Pendidikan Tinggi (SLTA, Akademi/Sarjana) b. Pekerjaan diukur melalui kegiatan atau aktivitas utama responden setiap harinya yang bekerja menghasilkan gaji atau tidak. Selanjutnya dari hasil pengukuran pekerjaan dikategorikan menjadi: 1. Bekerja 2. Tidak bekerja c. Penghasilan diukur melalui penghasilan pokok dan sampingan keluarga. Selanjutnya dari hasil pengukuran penghasilan dikategorikan menurut UMP Sumatera Utara, berdasarkan Keputusan
f.
Gubernur Sumatera (Gubsu) Nomor 188.44/1042/Tahun 2011, berlaku mulai 1 Januari 2012: 1. < Rp. 1.285.000 2. ≥ Rp. 1.285.000 Umur diukur melalui ulang tahun terakhir pada saat diwawancarai oleh peneliti. Selanjutnya dari hasil pengukuran umur dikategorikan menjadi: 1. Umur Muda (25-34) 2. Umur Dewasa (35-44) Jumlah anak hidup diukur melalui banyaknya anak yang masih hidup dalam satu keluarga. Selanjutnya dari hasil pengukuran jumlah anak hidup dikategorikan berdasarkan tujuan Program Keluarga Berencana, yaitu: 1. ≤ 2 orang 2. ˃ 2 orang Tingkat kemandirian akseptor KB yaitu kesediaan membayar untuk ber-KB, baik untuk alat kontrasepsi, pelayanan dan mencari tempat pelayanan. Kategori tingkat kemandirian diukur berdasarkan biaya yang dikeluarkan setiap responden dalam setiap kali pengambilan atau pemasangan alat/jenis kontrasepsi KB Mandiri, yang dibagi atas dua kategori: 1. Pra Mandiri Akseptor mendapatkan alat kontrasepsi secara gratis. Dilihat dari alat kontrasepsi yang digunakan oleh responden. Ditandai dengan logo BKKBN, ada tulisan Cuma-cuma tidak diperjualbelikan, diperoleh di Puskesmas dan Posyandu. 2. Mandiri Akseptor mendapatkan alat kontrasepsi dengan menggunakan biaya sendiri dan kesadaran sendiri, diperoleh di Rumah Sakit Swasta, apotik/toko obat dan praktek dokter. Dilihat dari alat kontrasepsi yang digunakan responden tidak ada logo BKKBN dan tidak ada tulisan CumaCuma tidak diperjualbelikan, diperoleh di Rumah Sakit, Praktek bidan dan Praktek Dokter Obgyn. 3
HASIL DAN PEMBAHASAN Adapun hasil pemeriksaan dilakukan adalah sebagai berikut:
yang
Tabulasi Silang Tingkat Pendidikan Dengan Tingkat Kemandirian Peserta KB Baru Tahun 2012 No
1 2
Tingkat Kemandirian Pra Mandiri Mandiri n % n % Pendidikan Rendah (Tidak Tamat SD, Tamat SD,77 100 0 0 Tamat SLTP) Pendidikan Tinggi (Tamat 0 0 45 100 SLTA, Perguruan Tinggi) Tingkat Pendidikan
n
%
77
100
45
100
p
P˃0,0001
Peserta KB Baru yang berpendidikan Rendah seluruhnya tergolong KB Pra Mandiri. Sedangkan yang berpendidikan Tinggi seluruhnya adalah KB Mandiri. Berdasarkan hasil uji Chi-Square antara tingkat pendidikan dengan tingkat kemandirian peserta KB Baru diperoleh nilai probabilitas ˃ 0,0001 sehingga Ho ditolak. Artinya secara statistik ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan tingkat kemandirian peserta KB Baru. Hal ini disebabkan responden yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, lebih terdorong untuk memilih metode/alat kontrasepsi yang lebih cocok, efektif, aman dan terjamin walaupun harus mengeluarkan biaya. Oleh karena semakin tinggi pendidikan responden semakin mudah menerima informasi tentang alat kontrasepsi yang akan digunakannya. Tabulasi Silang Status Pekerjaan dengan Tingkat Kemandirian Peserta KB Baru Tahun 2012 No 1 2
Status Pekerjaan Tidak Bekerja (IRT) Bekerja
Tingkat Kemandirian Pra Mandiri Mandiri n % n % 66 68,8 30 31,2 11 42,3 15 57,7
n
%
96 26
100,0 100,0
p P=0,013
Peserta KB Baru yang mandiri lebih banyak pada yang bekerja (57,7%) dari yang tidak bekerja (31,2%). Berdasarkan hasil uji Chi-Square antara status pekerjaan dengan tingkat kemandirian peserta KB Baru diperoleh nilai probabilitas 0,013 sehingga Ho ditolak. Artinya secara statistik ada hubungan yang
bermakna antara status pekerjaan dengan tingkat kemandirian peserta KB Baru. Hal ini disebabkan responden yang bekerja lebih banyak lebih terdorong untuk memilih metode/alat kontrasepsi yang lebih cocok, efektif, aman dan terjamin walaupun harus mengeluarkan biaya. Oleh karena semakin banyak responden yang bekerja maka akan memiliki pergaulan yang lebih banyak di luar urusan rumah tangga. Tabulasi Silang Tingkat Penghasilan dengan Tingkat Kemandirian Peserta KB Baru Tahun 2012 No
Tingkat Penghasilan
1. 2.
˃ Rp. 1.285.000 ≥ Rp. 1.285.000
Tingkat Kemandirian Pra Mandiri Mandiri n % n % 70 87,5 10 12,5 7 16,7 35 83,3
n
%
80 42
100 100
p P<0,0001
Peserta KB Baru yang mandiri lebih banyak pada yang tingkat penghasilannya ≥ Rp. 1.285.000 (83,3%) dari pada yang tingkat penghasilannya ˃ Rp. 1.285.000 (12,5%). Berdasarkan hasil uji Chi-Square antara tingkat penghasilan dengan tingkat kemandirian peserta KB Baru diperoleh nilai probabilitas ˃ 0,0001 sehingga Ho ditolak. Artinya secara statistik ada hubungan yang bermakna antara tingkat penghasilan dengan tingkat kemandirian peserta KB Baru. Hal ini disebabkan responden yang memiliki tingkat penghasilan yang lebih tinggi, lebih terdorong untuk memilih metode/alat kontrasepsi yang lebih cocok, efektif, aman dan terjamin walaupun harus mengeluarkan biaya. Oleh karena mereka mempunyai kemampuan untuk itu dan penghasilan yang cukup akan memotivasi seseorang memilih alat kontrasepsi yang lebih baik pula. Hal ini sesuai dengan pendapat Azhari (2002), yang menyatakan bahwa tingkat penghasilan (income) seseorang berhubungan kuat dengan permintaan pelayanan kesehatan.
4
Tabulasi Silang Umur dengan Tingkat Kemandirian Peserta KB Baru Tahun 2012 No
Kategori Umur
1 2
Umur muda (25-34) Umur dewasa (35-44)
Tingkat Kemandirian Pra Mandiri Mandiri n % n % 66 68,8 30 31,2 11 42,3 15 57,7
n
%
96 26
100,0 100,0
p
p<0,0001
Peserta KB Baru yang mandiri lebih banyak pada yang berumur dewasa (100,0%) dari pada yang berumur muda (2,5%). Berdasarkan hasil uji Chi-Square antara umur dengan tingkat kemandirian peserta KB Baru diperoleh nilai probabilitas ˃ 0,0001 sehingga Ho ditolak. Artinya secara statistik ada hubungan yang bermakna antara umur dengan tingkat kemandirian peserta KB Baru. Hal ini disebabkan antara umur dengan tingkat kemandirian responden menunjukkan bahwa dalam penelitian ini semakin tinggi umur akseptor KB sangat memengaruhi tindakan mereka dalam tingkat kemandirian ber-KB. Oleh karena semakin cukup umur maka responden akan lebih matang dalam berfikir yang akan memengaruhi dalam menentukan pemilihan alat kontrasepsi. Tabulasi Silang Jumlah Anak Hidup dengan Tingkat Kemandirian Peserta KB Baru Tahun 2012 No
Jumlah Anak Hiudp
1 2
≤ 2 orang ˃ 2 orang
Tingkat Kemandirian Pra Mandiri Mandiri n % n % 5 31,3 11 68,7 72 67,9 34 32,1
n
%
p
16 106
100,0 100,0
0,005
Peserta KB baru yang mandiri lebih banyak pada jumlah anak hidup ≤ 2 orang (68,7%) dari pada jumlah anak hidup ˃ 2 orang (32,1%). Berdasarkan hasil uji Chi-Square antara jumlah anak hidup dengan tingkat kemandirian peserta KB Baru diperoleh nilai probabilitas 0,005 sehingga Ho ditolak. Artinya secara statistik ada hubungan yang bermakna antara jumlah anak hidup dengan tingkat kemandirian peserta KB Baru. Adanya hubungan yang bermakna antara jumlah anak hidup dengan tingkat kemandirian responden menunjukkan bahwa
dalam penelitian ini responden yang mempunyai anak ≤ 2 orang sebagai batasan jumlah anak yang ideal dalam KB, tingkat kemandiriannya cenderung mandiri. Hal ini dikarenakan jumlah beban tanggungan dalam keluarga lebih sedikit bila dibandingkan dengan keluarga yang memiliki jumlah anak ˃ 2 orang. Sesuai dengan pendapat Azwar (1996), yang menyatakan bahwa faktor jumlah keluarga sangat memengaruhi perilaku seseorang dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Tabulasi Silang Jenis Alat Kontrasepsi dengan Tingkat Kemandirian Peserta KB Baru Tahun 2012 Tigkat Kemandirian No
Jenis Alat Kontrasepsi
Pra Mandiri n %
Alat kontrasepsi mahal 1. (IUD/AKDR, 12 Tubektomi, Implant) Alat kontrasepsi 2. murah (Suntik, Pil, 65 Kondom)
48
Mandiri n
%
13
52
n
%
25`
100
p
P=0,079 67
32
33
97
100
Peserta KB Baru yang mandiri lebih banyak menggunakan alat kontrasespi mahal (52,0%) dari pada yang menggunakan alat kontrasepsi murah (33,0%). Berdasarkan hasil uji Chi-Square antara jenis alat kontrasepsi dengan tingkat kemandirian peserta KB Baru diperoleh nilai probabilitas 0,079 sehingga Ho diterima. Artinya secara statistik tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis alat kontrasepsi dengan tingkat kemandirian peserta KB Baru. Tidak adanya hubungan yang bermakna antara jenis alat kontrasepsi dengan tingkat kemandirian responden menunjukkan bahwa dalam penelitian ini apapun jenis KB-nya tidak berpengaruh terhadap tingkat kemandirian akseptor KB Baru. KESIMPULAN DAN SARAN Adapun kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan tingkat 5
2.
3.
4.
5.
1.
kemandirian peserta KB Baru. Hal ini disebabkan responden yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, lebih terdorong untuk memilih KB Mandiri. Ada hubungan yang bermakna antara status pekerjaan dengan tingkat kemandirian peserta KB Baru. Hal ini disebabkan responden yang memiliki status pekerjaan yang lebih banyak, lebih terdorong untuk memilih KB Mandiri. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat penghasilan dengan tingkat kemandirian peserta KB Baru. Hal ini disebabkan responden yang memiliki tingkat penghasilan yang lebih tinggi, lebih terdorong untuk memilih KB Mandiri. Ada hubungan yang bermakna antara umur responden dengan tingkat kemandirian peserta KB Baru. Hal ini disebabkan responden yang memiliki umur dewasa, lebih terdorong untuk memilih KB Mandiri. Ada hubungan yang bermakna antara jumlah anak hidup dengan tingkat kemandirian peserta KB Baru. Hal ini disebabkan responden yang memiliki jumlah anak hidup yang sedikit, lebih terdorong untuk memilih KB Mandiri. Adapun saran yang dapat diberikan : Disarankan kepada pihak BKKBN agar bekerjasama dengan Kelurahan Sunggal Kota Medan dalam melakukan sosialisasi KB Mandiri kepada responden yang berpendidikan rendah, yang tidak bekerja, pendapatan rendah, umur yang masih muda, dan kepada yang memiliki jumlah anak banyak agar tercapai tujuan KB Mandiri.
DAFTAR PUSTAKA Azhari, Azril.2002.Teknik Penulisan Karya Ilmiah.Penerbit Universitas Terbuka. Azwar, Azrul.1996.Pengantar Administrasi Kesehatan.Bina Rupa Akasara:Jakarta.
BKKBN.1981.Sejarah Perkembangan Keluarga Berencana dan Program Kependudukan. http://www.scribd.com/doc/53405031/se jarah-keluarga berencana.Diakses tanggal 15 April 2012. BKKBN.1990.Dua Dasawarsa KB Nasional:Jakarta.
Gerakan
BKKBN. 1991.Buku Orientasi Lingkaran Biru (LIBI):Jakarta. BKKBN.1994.Kebijakan Keluarga Sejahtera Tahun Pertama Repelita VI Bina Pengetahuan Gerakan KB Nasional, Edisi 03:Jakarta. BKKBN.2000.Petunjuk Teknis Pendataan Keluarga di Desa dari Kelurahan:Medan. BKKBN.2009.TFR Masih Tinggi. http://sumut.bkkbn.go.id/berita/568/.D iakses tanggal 20 April 2012. Hartanto.2004.Keluarga Berencana dan Kontrasepsi.Pustaka Sinar Harapan:Jakarta. Hidayat.2008.Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis.Data Salemba Medika:Jakarta. Konno Yuki. Jumlah Penduduk Dunia Tahun 2010.http://konnoyuki.blogspot.com/201 1/05/jumlah-penduduk-di-dunia-tahun2010.html.Diakses tanggal 14 April 2012. Muryani.2003.Cara Tepat Memilih Alat Kontrasepsi Bagi Wanita.Publitbang Pelayanan dan Teknologi Kesehatan.Depkes RI:Jakarta.
6
Notoatmodjo.1997.Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku.Andi Offset:Yogyakarta. Nursalam.Tantangan Keperawatan Indonesia Dalam Proses Profesionalisme.http://www.innappni.o r.id/index.php?name=News&file=print &sid=78. 2006.Diakses tanggal 10 April 2012.
Tohap Iwan Pardosi.2005.Analisis Faktor Sosial Ekonomi Dan Karakteristik Akseptor KB Tingkat Kemandirian KB Aktif Di Puskesmas Padang Bulan Kecamatan Medan Baru Tahun 2005.Skripsi FKM USU.
Rustam, Mochtar.1998.Sinopsis Obstetri Jilid I.EGC:Jakarta. Sarwono.2005.Ilmu Kebidanan.YBP Sarwono Prawirohardjo:Jakarta. Sastroasmoro.2002.Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis.Sagung Seto:Jakarta. Singarimbun.1994.Penduduk Perubahan.Pustaka Offset:Yogyakarta. Siswosudarmo.2001.Teknologi kontrasepsi.Gajah Mada Press:Yogyakarta. Suratun.2008.Pelayanan Berencana dan Kontrasepsi.TIM:Jakarta.
dan Pelajar
University
Keluarga Pelayanan
Surat Keputusan Gubernur Sumatera Nomor 188.44/1042/Tahun 2011.Tentang Penetapan Upah Minimum Propinsi Sumatera Utara Tahun 2010. Thomas Damanik.2006.Hubungan Faktor Sosial Ekonomi Dan Karakteristik Akseptor KB Dengan Tingkat Kemandirian Peserta KB Aktif Di Kelurahan Perdagangan I Kecamatan Bandar Kabupaten Simalungun Tahun 2006.Skripsi FKM USU.
7