5
ABSTRACT ANDI RAMLAN. Optimizing Plantation Allocation Using Spatially MultiCriteria Approach Based Continuous Method. Supervised by BABA BARUS and MUHAMMAD ARDIANSYAH. The proficient planning of land resource becomes a major issue for rural development in Indonesia. It endorses to estimate the capacity of land employing evaluation method. Land evaluation is carried out to estimate the suitability of land for a particular usage. However, conventional Boolean which is generally used for assessing land suitability ignores the continuous nature of soil landscape variation that can misclassify of a current site. The research objective is to apply fuzzy theory of land suitability evaluation for plantation commodity. By means of multi-criteria decision making (MCDM), the fuzzification conducted by weighing of numerous criteria using Analytical Hierarchy Process. Improving spatial allocation model will have influential meaning for a management of land. Land allocation in rural region requires the compromise between ecological condition, socio-economic development, and infrastructure availability. Using compromise programming (CP) and fuzzy set approach within a geographical information systems (GIS) environment, numerous decision criteria have been developed. Decision criteria consist of road accessibility, market distance, electrical energy, settlement distance, commodity preference of people, and land suitability. Suitable land allocation for plantation commodity is 28,650 hectares which consists of 2,702 hectares dry land forest, 21,937 hectares of dry land farming, 3,992 hectares of shrubs, and 18 hectares of open land. Key words: compromise programming, fuzzy set, land allocation, land evaluation, multi-criteria decision making.
7
RINGKASAN ANDI RAMLAN. Optimasi Alokasi Lahan Perkebunan Menggunakan Pendekatan Multikriteria Spasial Berbasis Metode Kontinyu. Di bawah bimbingan BABA BARUS dan MUHAMMAD ARDIANSYAH. Penggunaan lahan kawasan yang didominasi oleh aktifitas ekonomi pada sektor pertanian, memerlukan perencanaan yang sesuai dengan tingkat kesesuaian ekologi dan potensinya. Jika tidak, hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya degradasi lahan yang merugikan manusia. Oleh karena itu, diperlukan metode penilaian lahan yang sesuai. Salah satu teknik evaluasi yang dapat digunakan dalam penilaian lahan adalah metode fuzzy sets. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kualitas hasil analisis dapat meningkat dengan mengaplikasikan teknik fuzzy dalam memodelkan berbagai fenomena di alam. Untuk menentukan suatu jenis penggunaan lahan pertimbangan tidak hanya didasarkan pada aspek biofisik lahan, namun turut mempertimbangkan aspek lain sehingga sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu, diperlukan proses pengambilan keputusan dengan kriteria majemuk (multi criteria decision making/MCDM) berbasis aspek keruangan. Metode Spatial Compromise Programming (SCP) merupakan salah satu teknik MCDM yang dapat digunakan untuk proses pengambilan keputusan keruangan. Teknik ini digunakan dengan pertimbangan subyektif seminimal mungkin dan upaya menentukan pilihan mendekati kondisi ideal dari sejumlah alternatif pilihan. Dalam menentukan pilihan ideal, pengambil keputusan dapat menggunakan teknik analisis kriteria majemuk dari sejumlah alternatif pilihan, menggunakan metode proses hirarki analisis (PHA). Penelitian bertujuan; (1) Mengkaji model evaluasi lahan untuk komoditi basis perkebunan menggunakan metode fuzzy set, (2) Mengkaji model alokasi lahan komoditi basis perkebunan berdasarkan potensi biofisik lahan, ketersediaan infrastruktur dan kondisi sosial ekonomi menggunakan metode compromise programming, (3) Menyusun arahan dan strategi untuk mewujudkan alokasi ruang komoditi basis perkebunan. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Mamuju Utara Provinsi Sulawesi Barat dan berlangsung dari bulan Maret hingga Desember 2012. Data yang digunakan terdiri atas; data primer dan sekunder. Data primer meliputi; (1) Data hasil pengamatan lapangan (ground truth) untuk validasi data karakteristik tanah dan penggunaan lahan (landuse/landcover), (2) Data hasil kuisioner, (3) Citra Alos, dan (4) Citra SRTM. Data sekunder meliputi; (1) Data karakteristik tanah (2) Data statistik, meliputi; Provinsi Sulawesi Barat dalam Angka, Kabupaten Mamuju Utara dalam Angka, Data Pokok Desa (BPS), dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), (3) Data tematik tentang bio-fisik wilayah dan kebijakan keruangan, antara lain; peta sistem lahan, peta status kawasan/tata guna hutan kesepakatan (TGHK), peta geologi regional, dan data iklim, (4) Data dan peta-peta hasil penelitian sebelumnya. Perangkat analisis yang digunakan adalah perangkat lunak SIG dan spreadsheet. Penelitian ini terdiri atas empat komponen analisis, yaitu; (1) Penentuan sektor basis dan komoditi basis wilayah, (2) Analisis evaluasi lahan menggunakan teknik fuzzy set, dan (3) Penentuan alokasi lahan komoditi basis perkebunan
menggunakan metode Compromise Programming (4) Penyusunan arahan dan strategi kebijakan untuk mewujudkan alokasi ruang kawasan komoditi basis perkebunan. Analisis LQ sektor pertanian menunjukkan bahwa sub sektor perkebunan dan sub sektor kehutanan merupakan sektor basis perekonomian di Kabupaten Mamuju Utara. Komoditi basis perkebunan di Kabupaten Mamuju Utara adalah kelapa sawit dan kelapa dalam. Secara spasial komoditi kelapa dalam mengelompok (kompak) di bagian utara Kabupaten Mamuju Utara, sedangkan komoditi kelapa sawit mengelompok di bagian tengah Kabupaten Mamuju Utara. Terdapat spesialisasi wilayah yang nyata antara kelompok komoditi kelapa dalam dan kelapa sawit pada aspek luas tanam dan jumlah produksi. Analisis kesesuaian lahan menggunakan metode fuzzy set memperlihatkan bahwa wilayah yang memiliki faktor pembatas dominan berupa lereng tidak dapat dikompensasi dengan karakteristik lahan yang lain. Oleh karena itu, dalam penyusunan model, kriteria lereng dipisahkan dengan kriteria tanah dan iklim. Pendekatan ini dapat memperbaiki kualitas hasil analisis sebab faktor lereng diaplikasikan menggunakan model kontinyu, sehingga proses generalisasi data lereng dapat dihindari. Pendekatan ini juga menunjukkan bahwa konsep faktor pembatas minimum (Hukum minimum Liebiq) yang digunakan dalam evaluasi lahan dengan logika Boolean dapat diaplikasikan dalam metode kontinyu. Pendekatan teknik kompensasi penuh (p=1) dipilih sebagai model alokasi lahan yang sesuai. Pendekatan tersebut dipilih untuk mengkompensasikan seluruh fungsi tujuan sehingga dihasilkan areal lahan secara optimal. Kebutuhan lahan untuk komoditi basis perkebunan ditentukan berdasarkan kisaran luas lahan perkebunan aktual. Untuk menentukan alokasi lahan, dilakukan simulasi pada beberapa interval nilai indeks lahan Lp-metric. Jika alokasi lahan dilakukan berdasarkan luas lahan perkebunan aktual, maka titik cut-off ditentukan pada interval 0.01-0.46, sebab pada interval tersebut diperoleh luas lahan pengusahaan komoditi perkebunan saat ini. Jika alokasi lahan dilakukan untuk seluruh areal lahan perkebunan dan pertanian lahan kering maka titik cut-off dilakukan pada interval 0.01-1.00. Hasil analisis memperlihatkan bahwa teknik CP dapat digunakan dalam menentukan luas dan sebaran areal lahan yang dibutuhkan bagi pengembangan komoditi basis perkebunan. Namun untuk menentukan luas kebutuhan lahan yang ideal diperlukan metode analisis yang lebih sesuai dan bukan didasarkan pada asumsi. Berdasarkan asumsi kebutuhan luas lahan sebesar 43 % dari luas wilayah kabupaten maka nilai indeks yang dipilih sebagai titik cut-off adalah 0.01-1.00. Pendekatan tersebut dilakukan untuk mengakomodasi kebutuhan lahan perkebunan dan peluang pengembangan komoditi basis perkebunan. Penentuan titik awal 0.01 dilakukan untuk memberikan peluang pada areal lahan dengan indeks lahan Lp-metric terbaik tidak hilang dalam proses pembineran data indeks lahan. Berdasarkan analisis tumpangsusun antara alokasi lahan perkebunan Lpmetric dengan kondisi penutupan lahan aktual menunjukkan 40 % luas wilayah Kabupaten Mamuju Utara berada di dalam alokasi lahan Lp-metric, sedangkan 60 % lainnya berada di luar alokasi lahan Lp-metric. Wilayah yang berada di dalam kawasan Lp-metric memiliki penggunaan lahan dominana lahan kelapa sawit dan kebun dengan luas berturut-turut 13.5 % dan 9.2 % dari luas Kabupaten Mamuju
9
Utara. Jenis penggunaan lahan yang juga memiliki luas signifikan di dalam areal lahan Lp-metric adalah pertanian lahan kering dan pertanian lahan kering campur semak dengan persentase luas berturut-turut 4.2 % dan 3.7 % dari luas Kabupaten Mamuju Utara. Jenis penggunaan lahan untuk pertanian lahan kering merupakan lahan potensial untuk cadangan pengembangan komoditi basis perkebunan. Potensi lahan di dalam areal Lp-metric yang memungkinkan dikonversi menjadi lahan komoditi basis perkebunan adalah 28 650 ha. Potensi tersebut terdiri atas 9.4 % hutan lahan kering, 77 % pertanian lahan kering, 13.9 % semak belukar, dan 0.1 % tanah terbuka. Areal lahan cadangan pengembangan komoditi basis perkebunan 53 % berada pada kawasan budidaya pertanian dan 47 % berada pada kawasan budidaya kehutanan. Kawasan budidaya kehutanan terdiri atas hutan produksi konversi, hutan produksi terbatas, dan hutan produksi tetap dengan luas berturut-turut 25 %, 19 %, dan 3 % dari kawasan budidaya kehutanan. Alokasi lahan cadangan pengembangan terluas terletak di Kecamatan Dapurang, sedangkan alokasi terkecil di Kecamatan Sarjo. Areal lahan yang berada di luar alokasi lahan komoditi basis perkebunan, jika berada pada kawasan yang berfungsi lindung dialokasikan sebagaimana pengaturan fungsi kawasannya, sedangkan kawasan budidaya pertanian dan kehutanan digunakan untuk alokasi penggunaan lahan lain sesuai kebijakan keruangan daerah atau penggunaan lahan yang tidak bertentangan dengan pengaturan fungsi status kawasannya. Untuk dapat memanfaatkan kawasan budidaya dan mengamankan kawasan lindung diperlukan sejumlah strategi dan arahan untuk mewujudkan alokasi ruang kawasan yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Untuk mewujudkan alokasi lahan komoditi basis perkebunan sesuai dengan rencana, diperlukan langkah dan upaya melalui instrumen kebijakan perencanaan, pengendalian, dan pengawasan penataan ruang wilayah. Upaya yang dilakukan untuk mewujudkan alokasi lahan komoditi basis perkebunan adalah: 1. Pemantapan kawasan lindung, berupa: pemantapan tata batas kawasan hutan lindung, pengamanan kawasan hutan melibatkan partisipatif masyarakat, dan pemanfaatan kawasan lindung untuk aktifitas ekonomi bagi masyarakat lokal 2. Penanganan kawasan lindung yang telah dibuka 3. Penanganan kawasan perlindungan setempat (mangrove) 4. Pengelolaan kawasan budidaya, berupa: pengembangan hutan kemasyarakatan (agrisilvikultur atau agrisilvopastur), pembangunan kawasan industri masyarakat perkebunan (Kimbun). 5. Pengembangan infrastruktur yang mendukung kemajuan wilayah pedesaan dan sub sektor perkebunan.