KESANTUNAN TUTURAN IMPERATIF MAHASISWA KELAS A PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS ISLAM RIAU ANGKATAN 2007 Oleh: Rika Ningsih ABSTRACT: This research is motivated by the use of imperative utterances in everyday life both on campus and outside the campus environment, sometimes there are times when such utterances occur without notice and consider the principles of politeness in language, speakers offhand commanding and ordered without the use of polite language. The data in this study were all students of a class of utterances containing speech utterances imperative that totaled 67. conclusions of this study were student grade A Indonesian Studies Program Teacher Training and Education Faculty of the Islamic University of Riau Force in 2007 most often use regular imperative utterances with maxims of wisdom and politeness indirect scale. Kata kunci: kesantunan, tuturan, imperatif.
PENDAHULUAN Bertutur bukan hanya terikat pada hal-hal yang bersifat tekstual saja, melainkan bagaimana tuturan yang mudah dipahami oleh lawan tuturnya. Tuturan juga terikat pada aspek yang bersifat interpersonal. Untuk itu, penutur harus menyusun tuturannya sedemikian rupa agar lawan tuturnya sebagai individu merasa diperlakukan secara sopan, termasuk ketika seseorang me-lakukan tuturan imperatif (perintah). Ketika seorang penutur di dalam tuturannya mengandung maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur melakukan sesuatu sebagaimana diinginkan si penutur tetapi dengan syarat menggunakan tuturan yang sopan. Rahardi (2005: 79) mengungkapkan secara singkat bahwa “ kalimat imperatif Bahasa Indonesia dapat diklasifikasikan secara formal menjadi lima macam, yakni (1) kalimat imperatif biasa, (2) kalimat imperatif permintaan, (3) kalimat imperatif pemberian izin, (4) kalimat imperatif ajakan, dan (5) kalimat imperatif suruhan”. Kelima kalimat imperatif tersebut dapat digunakan dengan prinsip kesantunan Leech (2005: 59) yang mempunyai beberapa maksim yaitu maksim ke-bijaksanaan, maksim kedermawanan,
maksim penghargaan, maksim kesederhanaan, maksim permufakatan dan maksim simpati. Semua tuturan imperatif tersebut sering kali kita temui dalam berkomunikasi, salah satu yang dapat kita lihat di lingkungan kampus, banyak mahasiswa menggunakan bahasa dalam bentuk tuturan imperatif yang seenaknya saja atau kurang menggunakan bahasa yang baik, di lingkungan kampus maupun di luar lingkungan kampus. Faktor yang mempengaruhi seperti (bahasa iklan, sinetron remaja), majalah, koran dan lainlain. Dengan demikian mahasiswa tersebut apakah masih memegang prinsip kesopanan dalam bertutur. Sebagai seorang mahasiswa hendaknya harus memiliki bahasa yang sopan dan santun dalam berkomunikasi karena mahasiswa merupakan manusia yang terpelajar dan bahasa juga dapat menunjukkan bangsa dari pemakai bahasa itu sendiri. Seperti yang dikatakan Halliday dalam I Dewa Putu Wijana (1996: 5) bahwa “bahasa adalah system yang membentuk budaya manusia”. Dewasa ini, dalam kehidupan seharihari baik di lingkungan kampus maupun di luar lingkungan kampus, kita banyak menggunakan tuturan, misalnya tuturan 55
imperatif, ada kalanya tuturan imperatif yang terjadi tersebut tanpa memperhatikan prinsip kesantunan dalam berbahasa, tanpa mempertimbangkan prinsip kesantunan, penutur seenaknya saja memerintah dan menyuruh tanpa menggunakan bahasa yang santun. Bila ini terjadi, apakah mitra tutur akan melakukan apa yang diperintahkan oleh si penutur? Ataupun bila dilakukan, apakah penutur dengan ikhlas melakukannya?. Masalah ini menarik untuk diteliti karena banyaknya tuturan imperatif yang dituturkan oleh mahasiswa kelas A Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007. Penelitian ini dilakukan di kelas A karena tuturan imperative tersebut banyak dituturkan oleh mahasiswa keas A tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi dan data tentang kesantunan tuturan imperatif. Sedangkan secara khusus tujuan dari penelitian ini adalah men-deskripsikan dan menganalisis data mengenai maksim apa saja yang terdapat dalam tuturan imperatif mahasiswa kelas A Program Studi Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007, Tipe tuturan imperatif yang terdapat dalam masing-masing tuturan mahasiswa kelas A Program Studi Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007 dan tingkat kesantunan dari masing-masing tuturan mahasiswa kelas A Program Studi Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007. Berdasarkan pengamatan di lapangan selama ini menunjukkan bahwa banyaknya siswa maupun masyarakat umum yang meng-gunakan tuturan yang tidak santun dalam berkomunikasi, khususnya tuturan imperatif yang terjadi di luar maupun di dalam kelas khususnya mahasiswa kelas A Program Studi Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007 banyak
menggunakan tuturan imperatif dalam berkomunikasi. Adapun pertanyaan penelitian ini adalah (1) Maksim-maksim apa sajakah yang terdapat dalam tuturan imperatif mahasiswa kelas A Program Studi Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007?, (2) Apa sajakah tipe tuturan imperatif jika ditinjau dari segi isinya yang terdapat pada tuturan mahasiswa kelas A Program Studi Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007?, (3) Bagaimanakah tingkat kesantunan dari masing-masing tuturan mahasiswa kelas A Program Studi Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007? Adapun teori yang mendukung dari penelitian ini adalah teori mengenai prinsip kesantunan menurut Leech yang diterjemahkan oleh Tarigan dalam R. Kunjana Rahardi (2005:59) adalah sebagai berikut: Prinsip Kesantunan Leech (1) Maksim Kebijaksanaan Kurangi kerugian orang lain. Tambahi keuntungan orang lain. (2) Maksim Kedermawanan Kurangi keuntungan diri sendiri. Tambahi pengorbanan diri sendiri. (3) Maksim Penghargaan Kurangi cacian pada orang lain. Tambahi pujian pada orang lain. Maksim Kesederhanaan Kurangi pujian pada diri sendiri. Tambahi cacian pada diri sendiri. (4) Maksim Kemufakatan Kurangi ketidaksesuaian antara diri sendiri dengan orang lain. Tingkatkan persesuaian antara diri sendiri dengan orang lain. (5) Maksim Simpati Kurangi antipasti antara diri sendiri dengan orang lain. Perbesar simpati antara diri sendiri dengan orang lain. 56
(1) Maksim Kebijaksanaan Maksim kebijaksanaan dalam prinsip kesantunan adalah bahwa para peserta pertuturan hendaknya berpegang pada prinsip untuk selalu mengurangi keuntungan dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan pihak lain dalam kegiatan bertutur. (2) Maksim Kedermawanan Maksim kedermawanan, para peserta pertuturan diharapkan dapat menghormati orang lain. Penghormatan terhadap orang lain akan terjadi apabila orang dapat mengurangi keuntungan bagi dirinya sendiri dan memaksimalkan keuntungan bagi pihak lain. (3) Maksim Penghargaan Di dalam maksim ini dijelaskan bahwa orang akan dianggap santun apabila dalam bertutur selalu berusaha memberikan penghargaan kepada pihak lain. (4) Maksim Kesederhanaan Di dalam maksim kesederhanaan atau di kenal juga dengan maksim kerendahan hati, peserta tutur diharapkan dapat bersikap rendah hati dengan cara mengurangi pujian terhadap dirinya sendiri. (5) Maksim Permufakatan Maksim permufakatan juga seringkali disebut dengan maksim kecocokan. Di dalam maksim ini ditekankan agar peserta tutur dapat saling membina kecocokan atau kemufakatan di dalam kegiatan bertutur. Apabila terdapat kecocokan atau kemufakatan antara diri penutur dengan mitra tutur dalam kegiatan bertutur, masing-masing dari mereka dapat dianggap bersikap santun. (6) Maksim kesimpatisan Di dalam maksim kesimpatisan, diharapkan agar peserta tutur dapat memaksimalkan sikap simpati antara pihak yang satu dengan pihak yang lain. Sikap antipati terhadap salah seorang peserta tutur akan dianggap sebagai tindakan tidak santun. Pengertian kalimat imperatif menurut Rahardi (2005:79) “Mengandung maksud memerintah atau meminta agar mitra tutur
melakukan suatu sebagaimana diinginkan si penutur”. Secara singkat, kalimat imperatif bahasa Indonesia dapat diklasifikasikan secara formal menjadi lima macam, yakni (a) kalimat imperatif biasa, (b) kalimat impertif permintaan, (c) kalimat imperatif pemberian izin, (d) kalimat imperatif ajakan, (e) kalimat imperatif suruhan. a. Kalimat Imperatif Biasa Menurut Rahardi (2005: 79) “Kalimat imperatif biasa, lazimnya, memiliki ciri-ciri berikut: (1) berintonasi keras, (2) didukung dengan kata kerja dasar, (3) berpartikel penjelas –lah. Kalimat imperatif jenis ini dapat berkisar antara imperatif yang sangat halus sampai dengan imperatif yang sangat kasar”. b. Kalimat Imperatif Permintaan Rahardi (2005: 80) mengatakan bahwa: Kalimat imperatif permintaan adalah kalimat imperatif dengan kadar suruhan sangat halus. Lazimnya, kalimat imperatif permintaan disertai dengan sikap penutur yang lebih merendah dibandingkan dengan sikap penutur pada waktu menuturkan kalimat imperatif biasa. Kalimat imperatif permintaan ditandai dengan pemakaian penanda kesantunan tolong, coba, harap, mohon dan beberapa ungkapan lain, seperti sudilah kiranya, dapatkah seandainya, diminta dengan hormat, dan dimohon dengan sangat. c. Kalimat Imperatif Pemberian Izin Menurut Rahardi (2005: 81) “Kalimat imperatif pemberian izin adalah kalimat imperatif yang dimaksudkan untuk memberikan izin ditandai dengan pemakaian penanda kesantunan silahkan, biarlah dan beberapa ungkapan lain yang bermakna mempersilakan, seperti diperkenankan, dipersilakan dan diizinkan. d. Kalimat Imperatif Ajakan Menurut Alwi (2003: 356) “Didalam kalimat imperatif ajakan dan harapan tergolong kalimat yang biasanya didahului kata ayo(lah), mari(lah), harap, dan hendaknya”. 57
e. Kalimat Imperatif Suruhan Menurut Rahardi (2005: 83) “ kalimat imperatif suruhan, biasanya, digunakan bersama penanda kesantunan ayo, biar, coba, harap, hendaklah, hendaknya, mohon, silahkan, dan tolong”. Menurut Leech dalam Rahardi (2005: 66-68) menyatakan bahwa ada 5 macam skala pengukuran kesantunan yang akan dijelaskan sebagai berikut. (1) Cost- benefit scale atau skala kerugian dan keuntungan, menunjuk kepada besar kecilnya kerugian dan keuntungan yang diakibatkan oleh sebuah tindak tutur pada sebuah pertuturan. Semakin tuturan tersebut merugikan diri penutur, akan semakin dianggap santunlah tuturan tersebut. Demikian sebaiknya, semakin tuturan itu menguntungkan diri penutur akan semakin dianggap tidak santunlah tuturan itu. (2) Optionality scale atau skala pilihan, menunjuk kepada banyak atau sedikitnya pilihan (options) yang disampaikan si penutur kepada si mitra tutur di dalam kegiatan bertutur. Semakin pertuturan itu memungkinkan penutur atau mitra tutur menentukan pilihan yang banyak dan leluasa, akan dianggap semakin santunlah tuturan itu. Sebaiknya, apabila pertuturan itu sama sekali tidak memberikan kemungkinan memilih bagi si penutur dan si mitra tutur, tuturan tersebut akan dianggap tidak santun. (3) Indirecness scale atau skala ketidaklangsungan menunjukan kepada peringkat langsung atau tidak langsungnya maksud sebuah tuturan. Semakin tuturan itu bersifat langsung akan dianggap semakin tidak santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin tidak langsung, maksud sebuah tuturan, akan dianggap semakin santunlah tuturn itu. (4) Authority scale atau skala keotoritasan menunjuk kepada hubungan status sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam pertuturan. Semakin
jauh jarak peringkat sosial (rank rating) antara penutur dengan mitra tutur, tuturan yang dignakan akan cenderung menjadi semakin santun. Sebaliknya, semakin dekat jarak peringkat sosial di antara keduanya, akan cenderung berkuranglah peringkat kesantunan tuturan yang digunakan dalam bertutur itu, (5) Social distance scale atau skala jarak sosial menunjuk kepada peringkat hubungan sosial antara penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam sebuah pertuturan. Ada kecenderungan bahwa semakin dekat jarak peringkat sosial dia antara keduanya, akan menjadi semakin kurang santunlah tuturan itu. Demikian sebaliknya, semakin jauh jarak peringkat sosial antara penutur dengan mitra tutur, akan semakin santunlah tuturan yang digunakan itu. METODE Untuk mendeskripsikan data tentang kesantunan tuturan imperatif digunakan metode deskriptif, dengan metode deskriptif ini setiap data yang terkumpul dipaparkan dan digambarkan sesuai dengan kenyataan yang ditemui di lapangan. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mengungkap atau menggambarkan suatu fenomena, karekteristik, situasi atau kejadian pada suatu daerah tertentu secara sistematis, faktual dan akurat sebagaimana adanya. Berdasarkan tempat pengambilan data penelitian ini termasuk pada penelitian lapangan. Sedangkan dilihat dari segi pendekatan, penelitian ini termasuk kepada penelitian kualitatif. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini sesuai dengan pertanyaan penelitian di atas adalah (1) Kesantunan Tuturan Imperatif Mahasiswa Kelas A Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007 yang berjumlah 277 tuturan dan mengandung 67 (24,18%) tuturan imperatif mencakup 6 (enam) 58
maksim yang sebagai berikut:
dapat
diinterpretasikan
Maksim kebijaksanaan, berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa tuturan imperatif mahasiswa kelas A Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007 mengandung unsur kebijaksanaan berjumlah 24 (35,82%) tuturan. Hal tersebut terjadi karena dalam kegiatan bertutur khususnya tuturan imperatif banyaknya penutur yang menambah kerugian mitra tuturnya dan mengurangi keuntungan mitra tuturnya. Maksim kedermawanan, berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa tuturan imperatif mahasiswa kelas A Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007 mengandung unsur kedermawanan berjumlah 22 (32,83%) tuturan. Hal tersebut terjadi karena dalam kegiatan bertutur khususnya tuturan imperatif banyaknya penutur yang menambah keuntungan dirinya sendiri dan mengurangi pengorbanan diri sendiri. Maksim penghargaan, ber-dasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa tuturan imperatif mahasiswa kelas A Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007 mengandung unsur penghargaan berjumlah 1 (1,49%) tuturan. Hal tersebut terjadi karena dalam kegiatan bertutur khususnya tuturan imperatif hanya ada 1 tuturan yang dituturkan penutur dengan mengurangi cacian terhadap mitra tutur dan menambah pujian terhadap mitra tutur. Maksim kesederhanaan, berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa tuturan mahasiswa kelas A Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007 mengandung tuturan imperatif dengan unsur kesederhanaan berjumlah 1 tuturan (1,49%). Hal tersebut terjadi karena dalam kegiatan bertutur khususnya tuturan imperatif hanya ada 1 tuturan yang dituturkan oleh penutur dengan
mengurangi pujian pada diri sendiri dan menambah cacian pada diri sendiri. Maksim permufakatan, disebut dengan maksim kecocokan. Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa tuturan mahasiswa kelas A Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007 mengandung tuturan imperatif dengan unsur permufakatan berjumlah 1 tuturan (1,49%). Hal tersebut terjadi karena dalam kegiatan bertutur khususnya tuturan imperatif banyak terjadi ketidakcocokan antara penutur dan mitra tutur. Maksim simpati, ber-dasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa tuturan imperatif mahasiswa kelas A Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007 mengandung unsur permufakatan berjumlah 5 tuturan (7,46%). Hal tersebut terjadi karena dalam kegiatan bertutur khususnya tuturan imperatif penutur mengurangi antipati terhadap mitra tuturnya dan menambah simpati terhadap mitra tuturnya. (2) Kesantunan Tuturan Imperatif Mahasiswa Kelas A Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007 yang berjumlah 277 tuturan dan mengandung 67 tuturan imperatif dengan berbagai tipe yang dapat diinterpretasikan sebagai berikut: Imperatif biasa, berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa tuturan mahasiswa kelas A Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007 mengandung tuturan imperatif biasa berjumlah 31 (46,26%) tuturan. Hal tersebut terjadi karena tuturan imperatif yang dituturkan oleh mahasiswa tersebut banyak menggunakan intonasi yang keras, menggunakan kata kerja dasar dan berpartikel pengeras –lah. Imperatif permintaan ber-dasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa tuturan mahasiswa kelas A Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu 59
Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007 mengandung tuturan imperatif permintaan berjumlah 12 tuturan (17,91%) . Hal tersebut terjadi karena tuturan imperatif yang dituturkan oleh mahasiswa tersebut menggunakan kadar suruhan sangat halus tolong, Imperatif pemberian izin, berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa tuturan mahasiswa kelas A Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007 mengandung tuturan imperatif pemberian izin berjumlah 3 tuturan (4,47%). Hal tersebut terjadi karena tuturan imperatif yang dituturkan oleh mahasiswa hanya sedikit yang menggunakan tuturan yang dimaksudkan untuk memberikan izin. Imperatif ajakan, berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa tuturan mahasiswa kelas A Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007 mengandung tuturan imperatif ajakan berjumlah 8 (11,94%) tuturan. Hal tersebut terjadi karena tuturan imperatif yang dituturkan oleh mahasiswa menggunakan tuturan yang biasanya didahului kata ayo(lah). Imperatif suruhan, ber-dasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa tuturan mahasiswa kelas A Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007 mengandung tuturan imperatif suruhan berjumlah 13 (19,40%) tuturan. Hal tersebut terjadi karena tuturan imperatif yang dituturkan oleh mahasiswa menggunakan tuturan dengan penanda kesantunan ayo dan tolong dan banyak tuturan mahasiswa kalas A yang menggunakan tuturan dengan maksud untuk menyuruh lawan tuturnya. (3) Kesantunan tuturan mahasiswa kelas A Program Studi Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007 berjumlah 277 tuturan dan mengandung 67 tuturan dengan tingkat kesopanan yang diukur dengan skala berikut:
Tuturan mahasiswa kelas A Program Studi Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007 dengan skala kerugiankeuntungan dengan jumlah 41 (61,19%) tuturan. Tuturan yang santun dengan jumlah 8 (61,19%) tuturan dan 33 (80,48%) tuturan yang tidak santun. Hal tersebut terjadi karena tuturan imperatif yang dituturkan oleh mahasiswa banyak yang merugikan mitra tuturnya dalam kegiatan bertutur. Tuturan mahasiswa kelas A Program Studi Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007 dengan skala pilihan dengan jumlah 2 (3,33%) tuturan. Tuturan yang santun 0 (0%) tuturan dan 2 (100%) tuturan yang tidak santun. Hal tersebut terjadi karena tuturan imperatif yang dituturkan oleh mahasiswa tidak memberikan pilihan sama sekali kepada mitra tuturnya. Tuturan mahasiswa kelas A Program Studi Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007 dengan skala ketidaklangsungan dengan jumlah 67 tuturan. 67 (100%) tuturan. Tuturan yang sopan 0 (0%) dan 67 (100%) tuturan yang tidak sopan. Hal tersebut terjadi karena tuturan imperatif yang dituturkan oleh mahasiswa hanya menuturkan tuturannya secara langsung kepada mitra tuturnya. Tuturan mahasiswa kelas A Program Studi Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007 dengan skala keotoritasan dengan jumlah 0 (0%) tuturan. Hal tersebut terjadi karena tuturan imperatif yang dituturkan oleh mahasiswa tidak ada menggunakan keotoritasan dalam kegiatan bertutur. Tuturan mahasiswa kelas A Program Studi Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007 dengan skala jarak sosial jumlah 67 (100%) tuturan. Tuturan yang santun 39 (58,20%) dan tuturan yang tidak santun 28 (41,79%). Hal tersebut terjadi karena tuturan imperatif yang dituturkan
60
oleh mahasiswa banyak dilihat dari tingkat keakraban antara penutur dan mitra tutur. Dalam penelitian ini penulis menemukan suatu kenyataan bahwa tidak selamanya tingkat keakraban antara penutur dan mitra tutur menentukan santun atau tidak santunnya tuturan seseorang. Tetapi konteks juga sangat mempengaruhi santun atau tidaknya tuturan seseorang, karena dalam konteks serius, penutur dan mitra tutur yang mempunyai hubungan keakraban yang dekat juga bisa menuturkan tuturan yang santun begitupun sebaliknya. SIMPULAN Tuturan imperatif mahasiswa kelas A Program Studi Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007 paling banyak mengandung maksim kebijaksanaan yaitu 24 (35,82%) tuturan. Tuturan mahasiswa kelas A Program Studi Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007 paling banyak dituturkan dengan tipe imperatif biasa adalah 31 (46,26%) tuturan. Tuturan mahasiswa kelas A Program Studi Bahasa Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Riau Angkatan 2007 yang paling banyak dengan skala ketidaklangsungan sebanyak 67 tuturan, tuturan yang sopan 0 (0%) dan 67 (100%) tuturan yang tidak sopan dan jarak social sebanyak 67 tuturan, tuturan yang sopan 39 (58,20%) dan tuturan yang tidak sopan 28 (41,79%). SARAN Beberapa saran yang ingin disampaikan yang berkaitan dengan masalah yang ditemukan dalam penelitian ini, kepada mahasiswa disarankan senantiasa memperhatikan prinsip kesantunan dalam berbicara dengan siapa saja khususnya dengan sesama maha-siswa di manapun khususnya meng-gunakan tuturan imperatif, agar maksud dari tuturan imperatif yang disampaikan dapat dipahami dan
dilaksanakan oleh orang lain dengan ikhlas dan tidak terpaksa, peneliti di masa mendatang hendaknya meneliti pinsip kesantunan dengan objek yang berbeda sehingga memperkaya khasanah penelitian tentang kemampuan berbahasa umumnya dan berbahasa khususnya, perlunya upaya pembinaan keterampilan berbahasa bagi mahasiswa di perguruan tinggi, terutama dalam tuturan imperatif. DAFTAR RUJUKAN Alwi, Hasan., dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Armayani, Desi. 2009. Prinsip Kesopanan Tindak Tutur Murid Kelas Vii di SMP N 4 Siak Hulu. Pekanbaru: (Skripsi mahasiswa FKIP UIR) Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. . 2010. Kesantunan Berbahasa. Jakarta: Rineka Cipta. Nur aisyah, Mustaqimah. 2007. Prinsip kesopanan dalam tindak tutur murid kelas vi di sekolah dasar negeri 023 muara mahat baru kecamatan tapung kabupaten Kampar. Pekanbaru: (Skripsi mahasiswa FKIP UIR) Nadar, F.X. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha ilmu. Pusat
pengembangan dan pembinaan bahasa. 2007. Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan Dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Bandung: Yrama Widya.
Rahardi, Kunjana. 2005. Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga. Sudaryanto. 1993. Metode Dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta wacana University press. 61
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung. Alfabeta. Tarigan, Hendri Guntur. 1986. Pengajaran Pragmatik. Bandung: Angkasa. Tim Reality. 2008. Kamus Terbaru Bahasa Indonesia. Surabaya: Reality Publisher. Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-Dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset.
62