JURNAL AKUNTANSI UNIVERSITAS JEMBER Vol 1, No 2. Desember 2003. ISSN: 1693-2420
MENGENAL LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM KAITANNYA DENGAN PERTANGGUNGJAWABAN KEUANGAN DAERAH Muhammad Miqdad
Abstract This paper try to explain that the alteration of single entry to double entry in accounting system for Local Government (Province/City/County).The using of double entry in accounting system is as an response on implementation of UU No 22/1999,and the government regulation No 105 section 8, ( PP 105 article 8). The Statement of Government Accounting Standar (Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah/PSAP) no 1:The disclosure of financial statements, explcitly states that accounting basis has been used for local government is the Modified Accrual Basis (MAB). The accrual basis only used for qualified local goverments, in term of readiness of human resource, technology etc. In the PP 105/2000 and PSAP no 1 state that the local government has to present financial statements such as the Statement of Budget Realization, Balance Sheet, Cash Flow Statement and Note Financial Statement, for the end accounting period. These financial stetements, able to provide some information for users namely financial position, economic potential, cash flow, financial performance etc. Therefore, Indonesian Accountant Association (Ikatan Akuntan Indonesia), Department of Finance (Departemen Keuangan), and Department of Internal Affair (Departemen Dalam Negri) have been issued exposure draft of Government Accounting Standart. This standart as a guidance for Central and Local Government in preparing of financial statement and other users. Keywords: Cash Basis, Modified Cash Basis, Modified Accrual Basis, Accrual Basis, Laporan Realisasi Anggaran, Neraca (Balnce Sheet), Laporan Arus Kas, Catatan Atas Laporan Keuangan, Good Government Governance. 1. PENDAHULUAN Tonggak dimulainya Otonomi Daerah (OTODA) diberlakukannya UU Nomor 22 tentang Pemerintah Daerah (PEMDA) dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Kedua UU tersebut memiliki implikasi yang luar biasa dalam proses pengambilan keputusan sistem pemerintahan. OTODA berarti suatu upaya pemberdayaan dalam pengambilan keputusan daerah secara lebih leluasa untuk mengelola sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas dan potensi daerah sendiri. Dengan demikian, pemberian OTODA Kabupaten dan Kota, pengelolaan keuangan sepenuhnya berada di tangan Pemerintah Daerah. Dilihat dari Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD), di semua Pemeritahan Kota/Kabupaten tergambarkan bahwa untuk memenuhi semua kebutuhan belanja (Administrasi dan Umum, Operasional, Belanja Modal dll) dalam
satu tahun anggaran, sangat mengantungkan transfer dana dari pemerintah pusat melalui pos Dana Perimbangan, baik dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK) maupun dalam bentuk dana lainnya. Ketergantungan dana dari Pemerintah Pusat untuk Pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia dalam satu tahun anggaran diperkirakan lebih dari 60% dibandingkan dengan total kebutuhan belanja (pengeluaran). Karena itu kesuksesan OTODA disegala bidang dimasing-masing daerah membutuhkan kerjasama semua pihak (Eksekutif, DPRD dan Masyarakat ). Untuk mengurangi ketergantungan dana dari pemerintah pusat, Pemerintah daerah dapat melakukan beberapa langkah strategis. Salah satu cara adalah bagaimana diupayakan untuk menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) baik melalui program intensifikasi maupun ektensikasi. Jika melihat format dan struktur Anggaran yang ada, maka ada tiga pos pendapatan yang dapat dilakukan yaitu Pajak Daerah, Restribusi Daerah dan Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan. Peningkatan PAD melalui Pajak Daerah dan Restribusi Daerah menuntut diimbangi dengan peningkatan pelayanan kepada masyarakat, karena uang yang didapat adalah sumbernya dari masyarakat. Disisi yang lain, Perusahaan Milik Daerah sebagian besar memiliki kontribusi yang kecil dalam PAD, artinya perolehan laba BUMD sedikit, tidak sebanding dengan assets yang dimiliki. Bahkan, parahnya beberapa BUMD yang masih mendapat suntikan dana dari APBD, sementara sisilainya tidak diimbangi oleh peningkatan kinerja. Karena itu strategi, yang mendesak dilakukakan oleh Pemerintah Daerah adalah strategi investasi atau mengundang para calon investor untuk berinvestasi. Hal pertama yang seharusnya dilakukan untuk menarik calon investor adalah bagaimana menicptakan situasi yang kondusif bagi iklim investasi. Pertimbangan para calon investor dalam menginvestasikan dana sebenarnya menyangkut dengan soal keamananan dari dana yang investasikan dan tentunya mendapatkan return dari dana yang diinvestasikan. Informasi dalam APBD belum cukup bagi para investor untuk dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan invetasi. Dengan kata lain, para Investor membutuhkan laporan keuangan lainya (Seperti Neraca Daerah) yang memberikan gambaran tentang posisi dari keungan daerah. Keinginan investor untuk melihat potensi asset daerah, direspon baik oleh Pemerintah Pusat yaitu dengan dikelurkannya PP 105/2000. Secara tegas dan jelas, dinyatakan bahwa disamping laporan Perhitungan APBD dan Nota Perhitungan APBD, Pemerintah Daerah berkewajiban untuk membuat laporan neraca daerah dan laporan arus kas daerah. Semangat untuk membangun pemerintahan yang baik (good government governance) membutuhkan sistem pelaporan, dan pengelolaan keuangan daerah yang efektif, efisien, tranparan dan akuntabel sehingga dapat dipertanggungjawabkan ke masyarakat luas. Sistem pencatatan yang sebagian besar digunakan oleh Pemerintah Kota/Kabupaten sekarang, Cash Basis, tidak dapat menghasilkan laporan neraca daerah. Karena itu perlu dibuat sistem akuntansi daerah dan standar akuntansi untuk pemerintah daerah sebagai acuan dalam perubahan sistem pencatatan akuntansinya. Dikeluarkanya draft Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah dapat dijadikan acuan oleh Pemerintah untuk menyusun Laporan Keuangan Daerah. Pada sisi yang lain, timbul pertanyaan siapa yang memilki kewenangan dalam menyusun standar akuntansi pemerintah?. Kesan yang muncul adalah adanya konflik
kepentingan terlihat sekali dalam penyusunan standar akuntansi pemerintah pusat dan daerah. Pada draft publikasian Peryataan Standar Akuntansi Pemerintah (PASP) no 1 – no 3, dan Kerangka Konsepsual Akuntansi Pemerintah terdapat 3 (tiga) logo yaitu Departemen Dalam Negeri, Departemen Keuangan dan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Terlepas dari kepentingan tersebut, dikeluarkannya Draft Publikasian dari Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah (SAPPD) membawa angin segar untuk lebih transparan dan akuntabel dalam sistem pelaporan dan pengelolaan keuangan daerah di era OTODA. 2. BASIS PENCATATAN AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK Pengalaman penyusunan standar akuntansi sektor publik di beberapa negara lain seperti Amerika Serikat, Inggris dan Ausralia memiliki keunikan tersendiri, terlihat sekali ada suatu pengaruh kultural terhadap intrepetasi akuntansi dalam dunia praktek. Secara umum basis akuntansi didefinisikan sebagai himpunan dari standar akuntansi yang menetapkan kapan dampak keuangan dari transaksi harus diakui untuk tujuan pelaporan keuangan (Indra Bastian, 2001). Secara konsepsional sebenarnya hanya ada dua basis pencatatan dalam akuntansi yaitu basis kas (cash basis) dan basis akrual (accuarl basis), tambahan lainnya basis kas modifikasi dan basis akrual modifikasi sebenarnya adalah suatu pengantar atau suatu tahapan untuk menuju basis selanjutnya. Pada gambar 1 dapat dijelaskan baha makin kekanan menunjukkan makin banyaknya tujuan laporan keuangan yang dapat dipenuhi, dengan demikian dapat dikatakan bahwa penggunaan basis akrual dapat menyediakan informasi akuntansi yang lebih dibandingkan basis pencatatan yang lain. Basis Kas
Basis Kas Modifikasi
Basis Akrual Modifikasi Basis Akrual
Gambar1 . Basis Pencatatan Akuntansi Sektor Publik. Sumber. Halim (2002) Di dalam Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (PSAP) no 01 secara eksplisit dinyatakan bahwa penyusunan laporan keuangan menggunakan cash basis untuk pengakuan pos-pos pendapatan, belanja dan pembiayaan, serta accrual basis untuk pengakuan pos-pos aset, kewajiban dan ekuitas. Dengan kata lain, basis pencatatan akuntansi yang digunakan oleh Pemerintah daerah adalah Basis Akrual Modifikasi (Modified Acrual Basis). Disisi yang lain, PASP no 1 dalam paragraf no 20, menyatakan bahwa suatu entitas diperkenankan menyajikan laporan kinerja berbasis akrual dan laporan perubahan ekuitas. Penggunaan basis akrual secara langsung belum memungkinkan di lingkungan Pemerintah Daerah karena ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan seperti sumber daya manusia, perubahan teknologi dan ketidakpastian atas pendapatan (dana) dari pemerintah pusat serta faktor teknis lainnya. Berikut penjelasan keempat basis pencatatan akuntansi: 1. Basis Kas (Cash Basis)
Adalah mengakui dan mencatat transaksi keuangan pada saat kas diterima atau dibayarkan. Kenyataannya transaksi ekonomi yang terjadi tidak selalu berpengaruh pada kas, karena itu jika tidak ada pengaruhnya terhadap kas tidak akan dicatat. Basis ini yang selama ini dipakai oleh sebagian besar Pemerintah Propensi/kota/kabupaten dalam pencatatan transaksi keuangan. Karena itu, di era reformasi tuntutan reformasi keuangan daerah untuk lebih transparan dan akuntantabel serta kepentingan para investor, maka suatu kewajiban bagi kepala daerah untuk membuat laporan aliran kas daerah dan neraca daerah seperti yang dikehendaki oleh PP 105/2000. Kedua laporan tersebut tidak mungkin dihasilkan oleh basis kas dalam sistem pencatatan akuntansinya. Dengan kata lain, suatu keharusan bagi Pemerintah Daerah (Propensi/ Kabupaten/Kota) untuk merubah sistem pencatatannya dari single entry menuju double entry, dari cash basis ke modified acrual basis atau langsung ke accrual basis. 2. Basis Kas Modifikasi (Modified Cash Basis) Penggunaan basis ini hampir sama dengan basis kas dalam mengakui dan mencatat disasat kas diterima atau dibayarkan. Perbedaannya adalah pencatatan masih dibuka sampai jangka waktu tertentu setelah tahun buku. 3. Basis Akrual Modifikasi (Modified Accrual Basis) Pos-pos Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan dicatat secara basis kas, sedangkan pos-pos aset, kewajiban dan ekuitas dicatat secara basis akrual. Basis ini yang sekarang disarankan Standar Akuntansi Keuangan Pemerintah untuk digunakan oleh Pemerintah daerah Propensi/Kota/Kabupaten. 4. Basis Akrual (Accrual Basis) Mengakui dan mencatat transaksi ekonomi pada saat terjadi atau pada saat perolehan. Basis ini yang dikehendaki oleh International Public Sector Accounting Standar (IPSAS) dan oleh IAI - Kompartemen Akuntan Sektor Publik. Suatu saat ketika SDM pemerintah daerah telah siap, basis ini yang akan digunakan sebagai dasar pencatatan akuntansi. 3. LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH versus SWASTA Orientasi yang berbeda antara organisasi sektor publik dan organisasi sektor swasta menyebabkan perbedaan dalam banyak hal seperti tujuan organisasi, ukuran penilaian kinerja, dan lain-lain. Demikin juga, perbedaan dan persamaan orientasi laporan keuangan pemerintah dan sektor swasta, dapat ilihat dalam tabel 1, sebagai berikut:
Tabel 1 Perbedaan Laporan Keuangan Pemerintah dengan Sektor Swasta Perbedaan Laporan Keuangan Pemerintah Laporan Keuangan Sektor Swasta Fokus Finansial dan Politik Fokus Finansial o Kinerja diukur secara finansial o Sebagian besar kinerja diukur dan non - finansial secara finansial. o Pertanggungjawaban pada o Pertanggungjawaban fokus pada parlemen dan masyarakat luas. pemegang sahan dan kreditur. o Fokus pada bagian organisasi o Fokus pada organisasi secara keseluruhan. o Melihat ke masa depan secara o Tidak dapat melihat masa depan detail secara detail o Laporan diperiksa oleh Treasury o Laporan diperiksa oleh auditor independen o Sebagian besar masih cash basis o Accrual basis Persamaan Dokumen-dokumen sumber Berperan sebagai hubungan masyarakat (public relation) Sumber: Mardiasmo (2002). Dari tabel 1 dapat dijelaskan bahwa Unit-unit kerja pemerintah daerah (Dinas, Badan dan Kantor) merupakan entitas akuntansi (accounting entity) dan entitas anggaran (budgetary entity) yang otonom, berbeda dengan swasta yang memandang organisasi secara keseluruhan (aggregat). Pada sektor swasta laporan keuangan perlu diaudit oleh auditor independen dalam rangka memberikan jaminan kualitas (quality assurance) bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen terbebas dari salah saji material dan telah disajikan sesuai dengan Generally Accepted Accounting Principle (GAAP). Berbeda dengan sektor publik, tidak hanya audit keuangan, audit kepatuhan (compliance audit) tapi juga audit value for money. Dewan legislatif dapat menunjuk auditor independen seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Kantor Akuntan Publik, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku. 4. LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Pada pasal 38 PP 105 tahun 2000 dan menurut PSAP no 1: Penyajian Laporan Keuangan, dalam paragraf no 14 dinyatakan bahwa komponen-komponen yang terdapat dalam suatu laporan keuangan pokok adalah 1). Laporan Realisasi Anggaran (Laporan Perhitungan APBD), 2) Neraca, 3) Laporan Arus Kas dan 4) Catatan Atas Laporan Keuangan (Nota Perhitungan APBD). Laporan keuangan pemerintah daerah memberikan gambaran mengenai posisi keuangan, kinerja, dan arus kas suatu entitas yang bermanfaat bagi para pengguna (Masyarakat, DPRD, investor/kreditor, manajemen pemerintah dan lembaga international) dalam membuat keputusan mengenai alokasi sumber daya. Berikut penjelasan keempat laporan keuangan tersebut: 1). Laporan Perhitungan APBD/Laporan Realisasi Anggaran Dalam PSAP no 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran, atau dalam istilah PP 105/2000 dikenal juga dengan Laporan Perhitungan APBD dijelaskan bahwa
laporan ini menyediakan informasi mengenai realisasi pendapatan, belanja dan pembiayaan dari suatu entitas yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam suatu periode akuntansi. Entitas yang dimaksud dalam terminologi “Pemerintahan daerah” adalah Unit kerja dalam hal ini adalah Dinas, Kantor dan Badan. Bagi users, laporan ini sangat bermanfaat dalam membuat dan mengevaluasi keputusan mengenai alokasi sumber-sumber daya ekonomi, serta menunjukkan akuntabilitas entitas atas sumber-sumber daya. Struktur yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran minimal mencakup pos-pos: 1). Pendapatan, Belanja, Transfer, Surplus atau Defisit, Penerimaan Pembiayaan, Pengeluaran Pembiayaan, Pembiayaan netto dan selisih lebih/kurang pembiayaan (siLPA/SikPA). Lebih detail dari laporan realisasi anggaran dapat dilihat dalam tabel 2 berikut: Tabel 2. Laporan Perhitungan APBD Propensi/Kabupaten/Kota….. Tahun Anggran……. Anggaran Realisasi Stl Perubahan
No
Uraian
I 1.1.
PENDAPATAN Pendapatan Asli Daerah - Pajak Daerah - Restribusi Daerah dst.. Dana Perimbangan: - Bagi Hasil Pajak dan bukan pajak - Dana Alokasi Umum dst Lain-lain Pendptn yg sah
1.2
1.3. II 2.1. 2.1.1.
2.1.2.
2.1.3. 2.2. 2.2.1.
2.2.2.
BELANJA APARATUR DAERAH Belanja Adm. Umum - Belj.Pegawai/Personlia - Belj.Barang/Jasa - Belj Perjalanan Dinas - Belanja Pemeliharaan Belj.Operas & Pemeliharaan - Belj.Pegawai/Personalia - Belj.Barang/Jasa - Belj Perjalanan Dinas - Belanja Pemeliharaan Belanja Modal PELAYANAN PUBLIK Belanja Adm. Umum - Belj.Pegawai/Personlia - Belj.Barang/Jasa - Belj Perjalanan Dinas - Belanja Pemeliharaan Belj.Operas & Pemeliharaan - Belj.Pegawai/Personalia - Belj.Barang/Jasa - Belj Perjalanan Dinas - Belanja Pemeliharaan
Lebih/ Kurang
Keterangan /Dsr Hkm
2.2.3. 2.3. 2.4.
Belanja Modal Belj Bagi Hsl& Bant. Keu. Belanja Tidak Tersangka Jumlah Belanja Surplus/(Defisit)
III 3.1.
PEMBIAYAAN Penerimaan Daerah - Sisa lbh dari Ang Thn lalu - Trnsfr dari Dana Cad, dst Jumlah Penerimaan Daerah Pengeluaran Daerah - Transfer ke Dana Cad. - Penyertaan Modal, dst Jumlah Pengeluaran Daerah Jumlah Pembiayaan
3.2.
Sumber. Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah no 2, 2002 2) Neraca Daerah Laporan ini menggambarkan posisi keuangan suatu pemerintah darerah pada saat tertentu. Dalam neraca akan tergambar elemen-elemen (Aset, Kewajiban dan Ekuitas Dana) yang menyusun entitas tersebut, sehingga neraca sering disebut sebagai potret dari posisi keuangan suatu entitas. Pada sisi kiri neraca (bentuk T), mengambarkan sesuatu yang dibiayai, dalam bentuk aset, sedangkan sisi kanan menggambarkan sumber pembiayaan yang terbagi kedalam dua macam yaitu: sumber pembiayaan dari pihak luar dikenal dengan Kewajiban (Liabilities) dan sumber pembiayaan dari pihak internal dikenal dengan Ekuitas Dana. Contoh format neraca daerah lihat tabel 3. Berikut penjelesan lebih jauh ketiga elemen neraca: a. Aktiva (Assets) Aset pemeritah daerah didefinisikan sebagai sumber daya ekonomis yang dimiliki dan dikuasai dan dapat diukur dengan satuan uang. Tidak termasuk dalam pengertian sumber daya ekonomis tersebut adalah sumber daya alam seperti hutan, sungai danau/rawa, kekayaan didasar laut, kandungan pertambangan, dan harta peninggalan sejarah seperti candi. Aset dalam pengertian ini diklasifikasikan kedalam aset lancar dan aset non lancar. Aset lancar meliputi kas dan setara kas, piutang, dan persediaan. Sedangkan aset non lancar mencakup investasi permanen, aset tetap dan aset lainnya dan aset tak berwujud. b. Kewajiban (Liabilities) Adalah Kewajiban kepada pihak ketiga sebagai akibat transaksi keuangan masa lalu. Jika Kewajiban tersebut diharapkan untuk dibayar dalam waktu 12 (dua belas) bulan setelah tanggal pelaporan, selain itu diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. c. Ekuitas Dana Merupakan jumlah kekayaan bersih yang merupakan selisih antara jumlah aset dan jumlah kewajiban. Ekuitas dana terbagi kedalam Ekuitas Dana Lancar, Ekuitas Dana Investasi dan Ekuitas Dana Cadangan.
No
Tabel 3. Neraca Pemerintah Daerah Propensi/Kabupaten/Kota Per 31 Desember 20x1 Dan 20x0 Uraian (Dalam Rupiah) 20X1 20X0 ASET ASET LANCAR Kas di Kas Daerah Kas di Pemegang Kas Piutang PAD Piutang Lain-lain Persediaan Bagian Lancar Pinjaman ke BUMN Bagian Lcr Pinjma ke Lbg Internasional, dst Jumlah Aset Lancar INVESTASI PERMANEN Penyertaan Modal Pemerinah Daerah Pinjaman ke BUMD Pinjaman ke Pemerintah Pusat Investasi Permanen lainnya, dst.. Jumlah Investasi Permanen ASET TETAP Tanah Peralatan dan Mesin Gedung dan Bangunan Jalan, Irigasi dan Jaringan Aset tetap lainnya, Kontruksi dalam Pengerjaan Jumlah Aset Tetap ASET LAINNYA Tagihan Penjualan Angsuran Kemitraan dg Pihak ke Tiga Aset tak berwujud Dana Cadangan Aset lain-lain Jumlah Aset Lainnya JUMLAH ASET
KEWAJIBAN KEWAJIBAN JANGKA PENDEK Hutang Perhitungan Pihak Ketiga (PFK) Bagian Lancar Kewajiban jk. panjang, dst Jumlah Kewajiban Lancar KEWAJIBAN JANGKA PANJANG Utang Obligasi Utang Bunga Obligasi Utang Bungan Lainnya Jumlah Kewajiban Jangka Panjang JUMLAH KEWAJIBAN EKUITAS DANA EKUITAS DANA LANCAR Selisih lebih Pembiayaan Angg. Dana Lancar Cadangan Piutang, Dana yg disediakan utk pemb. Htg jk pdk. dst Jumlah Ekuitas Dana Lancar EKUITAS DANA INVESTASI Diinvestasikan dalam Investasi Permanen Diinvestasikan dalam Aset tetap Dana untuk Pembayaran Htg Jk Panjang, dst Jumlah Ekuitas Dana Investasi EKUITAS DANA CADANGAN Diinvestasikan dalam Dana Cadangan Jumlah Ekuitas Dana Cadangan JUMLAH EKUITAS DANA JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA Sumber: Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah no 01, 2002. 3) Laporan Arus Kas Daerah Secara khusus Laporan Arus Kas dijelaskan dalam PSAP no 03. Laporan ini memberikan manfaat bagi para users, sebagai berikut: a. Sebagai indikator terhadap jumlah dan kepastian arus kas di masa yang akan datang b. Untuk menilai kecermatan atas taksiran arus kas yang telah dibuat sebelumnya c. alat pertanggungjawaban arus kas masuk dan arus kas keluar selama periode pelaporan, dan d. Memberikan informasi yang bermanfaat dalam mengevaluasi perubahan aset bersih/ekuitas dana suatu entitas dan struktur (termasuk likuiditas dan solvabilitas) keuangan pemerintah, jika dikaitkan dengan laporan keuangan lainnya.
Laporan Arus Kas diklasifikasikan kedalam empat aktivitas, yaitu aktivitas operasi, investasi, pembiayaan dan non anggaran, penyajiannya bisa dalam metode langsung atau metode tidak langsung. Berikut penjelasan keempat aktivitas tersebut (PSAP no 13, paragraf 17, 22, 25 dan 28): a. Aktivitas Operasi merupakan indikator yang menunjukkan kemampuan operasi pemerintah dalam menghasilkan kas yang cukup untuk membiayai aktivitas operasionalnya di masa yang akan datang tanpa mengandalkan sumber pendanaan dari luar. b. Aktivitas Investasi mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas bruto sehubungan dengan perolehan dan pelepasan sumber daya ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan dan mendukung pelayanan pemerintah di masa yang akan datang. c. Aktivitas Pembiayaan mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas bruto sehubungan dengan defisit/surplus anggaran yang bertujuan untuk memprediksi klaim pihak yang terkait terhadap arus kas pemerintah di masa yang akan datang. d. Aktivitas Non Anggaran mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas bruto yang tidak mempengaruhi anggaran contoh Perhitungan Pihak Ketiga (PFK) dan Kiriman uang. 4) Nota Perhitungan APBD/Catatan Atas Laporan Keuangan. Laporan ini berisikan informasi tentang kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pihak pemerintah daerah seperti basis pengukuran yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan, kebijakan-kebijakan akuntansi yang diterapkan dalam penyusunan laporan realisasi anggaran, neraca, dan laporan arus ka. Catatan atas Laporan Keuangan disajikan dengan susunan sebagai berikut: a. Informasi tentang kebijakan fiskal/keuangan, ekonomi makro, percapaian target Perda APBD, beikur kendala dan hambatan yang dihadapi dalam pencapai target. b. Informasi tentang ikhtisar pencapaian kinerja selama tahun pelaporan. c. Pernyataan tentang ketataatan terhadap Standar Akuntansi Pemerintah d. Pernyataan tentang dasar pengukuran dan kebijakan akuntansi yang diterapkan. e. Informasi yang menjelaskan pos-pos laporan keuangan sesuai dengan urutan pos-pos tersebut disajikan dalam lembar muka laporan keuangan. f. Informasi lainnya, termasuk informasi non keuangan.
5. SIMPULAN Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tuntutan terhadap penyelenggaraan good government governnace membutuhhan suatu sistem pelaporan dan pengelolaan keuangan dareah yang efektif, efisien, transparan dan akuntabel. Dikeluarkannya PP 105/2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah, dan draft Publikasian Standar Akuntansi Pemerintah membawa konsekwensi logis bagi Pemerintah Daerah untuk membuat 4 (empat) jenis laporan keuangan daerah: 1). Laporan Realisasi Anggaran (Laporan Perhitungan APBD), 2). Neraca Daerah, 3) Laporan Arus Kas Daerah dan 2) Catatan Atas Laporan Keuangan Daerah (Nota Perhitungan APBD). Keempat laporan tersebut diharapkan dapat menyediakan informasi yang cukup bagi para investor untuk dapat segera mengambil keputusan-keputusan ekonomi. Dengan demikian, jika aliran dana masuk ke daerah atau investasi masuk ke daerah diharapkan akan mengurangi persoalanpersoalan sosial-ekonomi, dan dapat meningkatkan kinerja keuangan daerah.
DAFTAR PUSTAKA --------------, Oktober, Pengantar: Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah, Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah, Departemen Keuangan RI, 2002. --------------, Oktober, Kerangka Konsepsual Akuntansi Pemerintah, Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah, Departemen Keuangan RI,. 2002 --------------, Oktober, Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah No 01: Penyajian Laporan Keuangan, Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah, Departemen Keuangan RI, 2002. --------------, Oktober, Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah No 02: Laporan Realisasi Anggaran, Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah, Departemen Keuangan RI, 2002. --------------, Oktober, Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah No 03: Laporan Arus Kas, Komite Standar Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah, Departemen Keuangan RI, 2002. -------------, PP 105/2000, Tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Bastian, Indra, dan Soepriyanto., Gatot, Sistem Akuntansi Sektor Publik; Konsep untuk Pemerintah Daerah, Penerbit Salemba Empat, 2004 Bastian, Indra, Sistem Akuntansi Sektor Publik; Modul Untuk Pelatihan Penyusunan Laporan Keuangan - Buku II, Penerbit Salemba Empat, 2004.
Building Institution for Good Governance (BIGG)/Internatioal City or County Management Associaton (ICMA), Membuat Sistem Pengukuran Kinerja, Bulletin BIGG-ICMA, Vol. Juli. 2001. BIGG/ICMA, Konsep Pengghargaan atas Nilai Uang (Value for money) dan Konse Dasar Perencanaan Anggaran, Modul 3 dalam Semiloka seri A: Proses Penyusunan Anggaran Daerah, Jember, 20-21 Juni, 2001. BIGG/ICMA, Konsep Dasar Penggunaan Indikator Kinerja dalam Penyusunan Anggaran Daerah, Modul 8 dalam Semiloka seri A: Proses Penyusunan Anggaran Daerah, Jember, 20-21 Juni, 2001. Departemen Dalam Negri-Direktorat Jendaral Otonomi Daerah, Konsep Panduan Perencanaan Anggaran Daerah, Jakarta, 2001. Departemen Dalam Negri-Direktorat Jendaral Otonomi Daerah, Konsep Panduan Sistem Akuntansi Keuangan Dareah, Jakarta, 2001. Direktorat Pengelolaan Keuangan Dareah-Direktorat Jendaral Otonomi Daerah, Keputusan Mentri Dalam Negri no 29 tahun 2002: Pedoman Pengurusan, Pertangggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta Tata Cara Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan APBD, Departemen Dalam Negri RI, 2002. Halim., Abdul, Akuntansi Keuangan Daearah, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2002. Jones., Rowan, dan Pendlebury., Maurice, Public Accounting Sector, Pitman Publishing, London, 1996. Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia, Pedoman Penyusunan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, , Jakarta, 1999. Mardiasmo, Akuntansi Sektor Publik, Penerbit Andi – Yogyakarta, 2002. Soegiarti, Kebijakan Penyusunan Anggaran Daerah, Makalah pada Konferensi Nasional: Penyusunan Anggaran Kinerja Daerah, Jakarta, 20-21 Maret, 2002. Sony Loho, Penerapan Sistem Akuntansi Baru Dalam Penyusunan Anggaran Daerah, Makalah pada Konferensi Nasional: Penyusunan Anggaran Kinerja Daerah, Jakarta, 20-21 Maret, 2002. Soepomo Prodjohardjono, Manajemen Keuangan Daerah Berdasarkan UU 22/25, Makalah dalam Seminar Nasional Proses Penyusunan Anggaran Dalam Kerangka Desentralisasi Fiskal, Jakarta, 16-17 April, 2001.