Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
Influence of Firm Size, Profitability and Size of Board of Commissioners on Corporate Social Responsibility Disclosure (Studies in Banking Registered In Indonesia Stock Exchange Period 2010-2012)
Lia Uzliawati Rita Rosiana Muhammad Samudi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa This study aims to analyze influence of Firm Size , Profitability and Size of Board of Commissioners Against Corporate Social Responsibility Disclosure . The independent variable in this study consists of company size, profitability and board size. Profitability variables in this study by Return on Assets (ROA). While disclosure of Corporate Social Responsibility Disclosure using 22 items taken from the GRI (2006), which is the research and Afni Suhardjanto (2009 ) . The sample used is a banking company that is listed on the Indonesia Stock Exchange during the period 2010 - 2012 with a total of 93 samples used were firm observation years. The analysis model used in this study is a multiple linear regression using SPSS software version 20.0. Based on the results of multiple linear regression, the study found that firm size, profitability, and the board size to the CSR significant negative effect. Keyword: Firm Size, Profitability, Board size, Corporate Social Responsibility Disclosure and Stakeholder PENDAHULUAN Modernisasi suatu wilayah sering kali didukung oleh keberadaan pabrik, perusahaan atau industri yang beroperasi aktif pada wilayah tersebut. Perusahaan atau industri yang aktif menjalankan kegiatan opersionalnya kerap kali menghadapi masalah-masalah internal maupun eksternal. Masalah internal perusahaan menyangkut dengan perhatian kesejahteraan, kesehatan dan keselamatan kerja karyawan, sedangkan masalah eksternal perusahaan menyangkut dengan masyarakat umum serta penanganan lingkungan di sekitar perusahaan (Sule dan Saefullah, 2008 dalam Evi Mutia et all, 2011). Pengambilan keputusan ekonomi dengan berdasar pada kinerja keuangan suatu perusahaan saja, saat ini sudah tidak relevan lagi (Eipstein dan Freedman,
1994, dalam Anggraini, 2006), menemukan bahwa investor individual tertarik terhadap pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial (selanjutnya disingkat menjadi CSR – Corporate Social Responsibility) yang dilaporkan dalam laporan tahunan. Dengan kata lain, kini dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan saja (single bottom line), melainkan sudah meliputi aspek keuangan, sosial, dan lingkungan yang biasa disebut sinergi tiga elemen (Triple bottom line) yang merupakan kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan. Menurut Hackston dan Milne, tanggung jawab sosial perusahaan sering disebut juga sebagai corporate social responsibility atau social disclosure, corporate social reporting, social reporting merupakan proses pengkomunikasian damp
ak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan (Sembiring, 2005). Kesadaran mengenai pelestarian lingkungan hidup di Indonesia sudah mulai berkembang dengan adanya Undang – Undang Perseroan Terbatas No.40 Pasal 74 Tahun 2007 yang mulai diberlakukan pada tanggal 16 Agustus 2007. Undang – undang ini mengatur perusahaan – perusahaan yang melakukan kegiatan di bidang atau yang berkaitan dengan sumber daya alam wajib melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Agar dapat berkesinambungan maka perusahaan perlu mempertimbangkan lingkungan sosialnya dalam melakukan pengambilan keputusan. Kendala yang sempat ditemui dalam proses penerapan Corporate Social Responsibility di Indonesia ada beberapa macam, antara lain belum tersosialisasikannya program Corporate Social Responsibility dengan baik di masyarakat, masih terjadi perbedaan pandangan antara departemen hukum dan HAM dengan departemen perindustrian mengenai Corporate Social Responsibility di kalangan perusahaan, serta belum adanya aturan yang jelas dalam pelaksanaan Corporate Social Responsibility di kalangan perusahaan. Kendala yang dipaparkan tersebut merupakan fenomena yang terjadi sebelum Undang-Undang mengenai Corporate Social Responsibility disahkan oleh pemerintah. Setelah Undang-Undang No.40 Pasal 74 Tahun 2007 diberlakukan, diharapkan kendala-kendala mengenai penerapan Corporate Social Responsibility di Indonesia dapat berkurang dan menunjukkan perkembangan yang baik. Beberapa penelitian mengenai Corporate Social Responsibility menunjukkan suatu peningkatan meskipun menunjukkan adanya keberagaman hasil, keberagaman
2|Jurnal Akuntansi
hasil ini diduga karena pengaruh perkembangan 3 penerapan Corporate Social Responsibility yang dilakukan perusahaan-perusahaan di Indonesia dari tahun ke tahun, selain itu muncul suatu fenomena bahwa penelitian CSR sebelumnya sebagian besar tidak membedakan suatu jenis perusahaan yang akan diteliti, sebagian besar peneliti terdahulu mengambil sampel yakni perusahaan umum secara keseluruhan yang diduga akan menghasilkan data yang kurang spesifik. Dalam UU No 40 Pasal 74 tahun 2007 dijelaskan bahwa perusahaan yang menjalankan kegiatan usahanya dan atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Corporate Social Responsibility. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Firm size, Profitability dan Size Of Board Of Commissioners terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure. Dimana isu pengungkapan Corporate Social Responsibility menjadi perhatian stakeholder sebagai bagian dari aktifitas perusahaan. Serta menguji pengaruh dari pengungkapan informasi Corporate Social Responsibility dalam laporan tahunan bank yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia terhadap kinerja keuangan yang diukur dengan Return On Assets (ROA) dan Return on Equity (ROE). Dalam regulasi perbankan, bukan hanya produk dan layanan yang ditawarkan bank yang diregulasi, namun lembaga bank itu sendiri juga diatur dengan ketat. Regulasi yang sedemikian ketat perlu disusun mengingat kegagalan bank dapat memiliki 5 dampak panjang yang mendalam terhadap perekonomian (Taswan, 2006). Mengacu pada UU No 40 Pasal 74 tahun 2007, perusahaan perbankan merupakan salah satu jenis perusahaan yang tidak diwajibkan melakukan program Corporate Social Responsibility sehubungan dengan kegiatan perusahaan perbankan yang tidak
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
berhubungan langsung dengan sumber daya alam. Ukuran perusahaan turut menentukan tingkat kepercayaan investor. Semakin besar perusahaan, semakin dikenal masyarakat berarti semakin mudah untuk mendapatkan informasi mengenai perusahaan (Yuniarti, 2003). Selain itu, Corporate Social Responsibility Disclosure juga dipengaruhi oleh profitabilitas. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan yang akan menopang pertumbuhan jangka panjang dan jangka pendek. Profitabilitas merupakan faktor yang membuat manajemen bebas dan fleksibel dalam mengekspresikan tanggungjawab sosial pada pemegang saham (Anggraeni, 2006). Selanjutnya ukuran dewan komisaris dapat mempengaruhi tingkat Corporate Social Responsibility Disclosure. Ukuran dewan komisaris adalah jumlah anggota dewan komisaris. Dewan komisaris adalah mekanisme pengendalian intern tertinggi yang bertanggung jawab untuk mengelola perusahaan secara efektif. Dewan komisaris terdiri dari inside dan outside director yang akan memiliki akses informasi khusus yang berharga dan sangat membantu dewan komisaris serta menjadikan sebagai alat efektif dalam keputusan pengendalian. Sedangkan fungsi dari dewan komisaris itu sendiri adalah mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen (Direksi) dan bertanggungjawab untuk menentukan apakah manajemen memenuhi tanggungjawab mereka dalam mengembangkan dan menyelenggarakan pegendalian intern perusahaan (Mulyadi, 2002). Penelitian terdahulu tentang pengaruh Firm Size, Profitability dan Size Of Board Of Commissioners terhadap
ISSN 2339-2436
Corporate Social Responsibility Disclosure pernah dilakukan oleh (Mutia et all, 2011) dimana Mutia et all melakukan penelitian terhadap perusahaan manufaktur dan ukuran perusahaan menggunakan jumlah karyawan namun peneliti menggunakan perusahaan perbankan dan total asset. Sedangkan untuk variabel pengukur implementasi Corporate Social Responsibility, penulis memilih GRI (Global Reporting Initiative) karena GRI digunakan oleh ISRA (Indonesia Sustainability Reporting Award) sebagai salah satu indikator dalam menilai kinerja perusahan di bidang Corporate Social Responsibility dan untuk menetapkan perusahaan memperoleh predikat perusahaan yang telah melaksanakan Corporate Social Responsibility (Muttaqin, 2009). Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik untuk mengambil judul: “Pengaruh Firm Size, Profitability dan Size Of Board Of Commissioners terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure” (Sudah Empiris Pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2010-2012). TINJAUAN TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Stakeholder theory Definisi stakeholders menurut Freeman (1984) merupakan individu atau kelompok yang bisa mempengaruhi dan/ atau dipengaruhi oleh organisasi sebagai dampak dari aktivitasaktivitasnya.Sedangkan Chariri dan Ghazali (2007, h.32) mengatakan bahwa perusahaan bukanlah entitas yang hanya beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi stakeholders-nya (shareholders, kreditor, konsumen,supplier, pemerintah, masyarakat, analis dan pihak lain).
3|Jurnal Akuntansi
Sedangkan Rudito (2004) mengemukakan bahwa perusahaan dianggap sebagai stakeholders, jika mempunyai tiga atribut, yaitu: kekuasaan, legitimasi dan kepentingan. Mengacu pada pengertian stakeholders diatas, maka dapat ditarik suatu penjelasan bahwa dalam suatu aktivitas perusahaan dipengaruhi oleh faktor-faktor dari luar dan dari dalam, yang kesemuanya dapat disebut sebagai stakeholders. Kelangsungan hidup perusahaan bergantung pada dukungan stakeholders dan dukungan tersebut harus dicari sehingga aktivitas perusahaan adalah untuk mencari dukungan tersebut. Makin powerful stakeholders, makin besar usaha perusahaan untuk beradaptasi. Pengungkapan sosial dianggap sebagai bagian dari dialog antara perusahaan dengan stakehoders-nya (Chariri dan Ghazali, 2007). Corporate Social Responsibility Salah satu definisi Corporate Social Responsibility yang terkenal adalah yang diungkapkan oleh Carroll (1991). Carroll (1991) mendefinisikan Corporate Social Responsibility kedalam 4 bagian yaitu : tanggung jawab ekonomi (economic responsibilities), tanggung jawab hukum (legal responsibilities), tanggung jawab etis (ethical responsibilities), tanggung jawab filantropis (philanthropic responsibilities). Carroll menggambarkan keempat bagian Corporate Social Responsibility itu kedalam sebuah piramida. Piramida Corporate Social Responsibility dimulai dengan tanggung jawab ekonomi sebagai dasar untuk tanggung jawab yang lain. Pada saat yang sama perusahaan diharapkan untuk mematuhi hukum, karena hukum adalah kodifikasi yang dapat diterima masyarakat atas perilaku yang dapat diterima dan yang tidak dapat
4|Jurnal Akuntansi
diterima. Selanjutnya perusahaan harus bertanggung jawab secara etis. Pengungkapan Corporate Social Responsibility Pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan yang sering juga disebut sebagai Social Disclosure, Corporate Social Reporting, Social Accounting (Mathews, 1995) atau Corporate Social Responsibility (Hackston dan Milne, 1996) merupakan proses pengkomunikasian dampak sosial dan lingkungan dari kegiatan ekonomi organisasi terhadap kelompok khusus yang berkepentingan dan terhadap masyarakat secara keseluruhan. Hal tersebut memperluas tanggung jawab organisasi (khususnya perusahaan), di luar peran tradisionalnya untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemilik modal, khususnya pemegang saham. Perluasan tersebut dibuat dengan asumsi bahwa perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih luas dibanding hanya mencari laba untuk pemegang saham (Gray et. al., 1987). Menurut Gray et. al., (1995) ada dua pendekatan yang secara signifikan berbeda dalam melakukan penelitian tentang pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Pertama, pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan mungkin diperlakukan sebagai suatu suplemen dari aktivitas akuntansi konvensional. Indeks Corporate Social Responsibility Disclousure Pedoman GRI diakui oleh mereka yang menggunakan standar tinggiinternasional, sedangkan standar AA1000 untuk fokus yang unik pada proses akuntabilitas (Adams, 2004). AA1000 dikembangkan untuk menangani ketidakpercayaan publik terhadap praktik perusahaan tentang hak asasi manusia, kemasyarakatan dan masalah-masalah ekonomi (Gobbels dan Jonker, 2003). AA1000 dibuat oleh Institut Sosial dan
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
Etis Akuntabilitas pada tahun 1999 fitur: "itu tidak berusaha untuk mengidentifikasi masalah yang akan ditangani, tetapi lebih berfokus pada proses yang perusahaan laporkan atas dampak aktivitas mereka " (Adams, 2004, hal 735). Diharapkan bahwa standar proses, AA1000, akan meningkatkan kinerja perusahaan dalam sosial dan etika dengan menghubungkan prinsip-prinsip keberlanjutan dan akuntabilitas (Gobbels dan Jonker, 2003). Global Reporting Initiative (GRI) dikembangkan oleh The Boston – based Coalition on Environmentally Responsible Economics (CERES) bekerja sama dengan Tellus Institute pada tahun 1997. GRI disusun sebagai sarana internal untuk mengevaluasi konsistensi kebijakan sustainability perusahaan dan strategi yang digunakan, serta kegiatan aktual lainnya. Maret 1999, GRI menerbitkan The Sustainability Reporting Guideliness sebagai draf pembuka bagi tanggapan dan pengujian public pada tahun 2000. Proyek percontohan melibatkan 21 perusahaan diseluruh dunia, mereka memberikan komentar yang subtantif, kemudian pada bulan Juni 2000, GRI meluncurkan The Sustainability Reporting Guideliness yang telah diadopsi oleh kurang lebih seratus perusahaan diseluruh dunia. Revisi pertama kali dilakukan tahun 2002 dan pada tahun yang sama GRI diadopsi oleh UN Global Compact. GRI sendiri diadopsi dari the UN Environment Programe (penyandang dana dari UN Development Fund) yang saat ini telah menjadi organisai independen. GRI disusun dengan dasar pemikiran yang menyeluruh serta dikemas dengan sederhana sehingga mudah dipahami. GRI menawarkan mekanisme persetujuan pihak ketiga, yaitu proses pencapaian tujuan melalui negosiasi diantara mitra kerja, dalam mengawasi pelaksanaan kegiatan sosial dan standar lingkungan. ROA (Return On Assets)
ISSN 2339-2436
ROA (Return On Assets) digunakan untuk mengukur kinerja keuangan perusahaan-perusahaan multinasional khususnya dari sudut pandang profitabilitas dan kesempatan berinvestasi. ROA menunjukkan efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan mengoptimalkan asset yang dimiliki. Semakin tinggi laba yang dihasilkan, maka semakin tinggi pula ROA, yang berarti bahwa perusahaan semakin efektif dalam penggunaan aktiva untuk menghasilkan keuntungan (Iryanie, 2009). Besarnya ROA dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : ROA = ROA memiliki keunggulan, diantaranya yaitu (Hakim, 2006) : 1. Merupakan ukuran yang komprehensif dimana seluruhnya mempengaruhi laporan keuangan yang tercermin dari rasio ini. 2. Mudah dihitung, dipahami, dan sangat berarti dalam nilai absolut. 3. Merupakan denominator yang dapat diterapkan pada setiap unit organisasi yang bertanggungjawab terhadap profitabilitas dan unit usaha. Firm Size Ukuran suatu perusahaan dapat mempengaruhi luas pengungkapan informasi dalam laporan keuangan mereka. Secara umum perusahaan besar akan mengungkapkan informasi lebih banyak dari pada perusahaan kecil. Teori agensi menyatakan bahwa perusahaan besar memiliki biaya keagenan yang lebih besar daripada perusahaan kecil (Marwata, 2001). Oleh karena itu perusahaan besar akan mengungkapkan informasi yang lebih banyak sebagai upaya untuk mengurangi biaya keagenan tersebut. Perusahaan besar juga akan mengungkapkan informasi lebih banyak daripada perusahaan kecil, karena
5|Jurnal Akuntansi
perusahaan besar akan menghadapi resiko politis yang lebih besar dibanding perusahaan kecil. Secara teoritis perusahaan besar tidak akan lepas dari tekanan politis, yaitu tekanan untuk melakukan pertanggungjawaban sosial. Pengungkapan sosial yang lebih besar merupakan pengurangan biaya politis bagi perusahaan (Hasibuan, 2001). Dengan mengungkapkan kepedulian pada lingkungan melalui laporan keuangan, maka besar akibat dari tuntutan masyarakat. Profitability Hubungan antara Corporate Social Responsibility Disclosure dan profitabilitas perusahaan telah dipostulasikan untuk merefleksikan pandangan bahwa kepekaan sosial membutuhkan gaya managerial yang sama sebagaimana yang diperlukan untuk dapat membuat perusahaan menguntungkan (profitable) Bowman dan Haire (1976) dalam Heckston dan Milne (1996). Pengungkapan CSR merupakan cerminan suatu pendekatan manajemen dalam menghadapi lingkungan yang dinamis dan multidimensional serta kemampuan untuk mempertemukan tekanan sosial dengan reaksi kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, ketrampilan manajemen perlu dipertimbangkan untuk survive dalam lingkungan perusahaan masa kini (Cowen et al., 1987 dalam Heckston dan Milne, 1996). Size Of Board Of Commissioner Ukuran dewan komisaris menunjukkan jumlah anggota dewan komisaris dalam suatu perusahaan. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 pasal 1 ayat 6 menjelaskan bahwa dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi. Tugas dewan komisaris dijelaskan secara lebih terperinci pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 pasal 108 ayat 1 dan 2 yaitu dewan
6|Jurnal Akuntansi
komisaris melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasihat kepada direksi untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Hipotesis Berdasarkan teori yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dapat dirumuskan beberapa hipotesis penelitian sebagai berikut: H1: Terdapat pengaruh firm Size tidak signifikan terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure. H2: Terdapat pengaruh Profitability tidak signifikan terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure. H3: Terdapat pengaruh Size Of Board Of Commissioner tidak signifikan terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure. Metode Penelitian Populasi dan sampel Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar (listing) di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2012. Metode pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive sampling (BEI 2010-2012). Adapun kriteria-kriteria yang digunakan dalam penelitian sampel adalah : 1. Perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2012. 2. Perusahaan tersebut menerbitkan annual report periode 2010-2012 3. Perusahaan perbankan menyediakan informasi mengenai pelaksanaan Corporate Social Responsibility di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2012. Jenis dan sumber data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa laporan tahunan tahun 2010-2012
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
perusahaan sampel. Data ukuran perusahaan, profitabilitas dan Ukuran dewan komisaris diperoleh dari ICMD (Indonesian Capital Market Directory) dengan periode waktu tahun 2010-2012. Teknik pengambilan data Metode pengumpulan data yang digunakan terutama dengan cara studi dokumentasi, yaitu merupakan suatu cara yang digunakan untuk memperoleh data berupa laporan tahunan yang telah dipublikasikan oleh perusahaan sampel pada periode tahun 2010-2012 di website BEI (www.idx.co.id). Pengumpulan data dilakukan dengan cara menelusuri laporan tahunan perusahaan yang terpilih menjadi sampel. Sebagai panduan, digunakan instrumen penelitian berupa check list atau daftar pertanyaan-pertanyaan yang berisi item-item pengungkapan pertanggungjawaban sosial. Operasional variable Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari satu variabel dependen dan tiga variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengungkapan tanggung jawab sosial, sedangkan variabel independennya adalah ukuran perusahaan (size), profitabilitas dan leverage. Berikut ini akan dijelaskan mengenai definisi operasional dan pengukuran variabel yang digunakan dalam penelitian. Variabel Ukuran Perusahaan (size) Size perusahaan bisa didasarkan pada jumlah aktiva (aktiva tetap, tidak berwujud dan lain-lain), jumlah tenaga kerja, volume penjualan dan kapitalisasi pasar (Nur Cahyonowati, 2003). Pada penelitian ini size perusahaan dinyatakan dengan total asset yang dimiliki oleh perusahaan-perusahaan yang terdaftar (listing) di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2009. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui bahwa semakin besar jumlah tenaga kerja yang dimiliki maka akan semakin besar pula tanggung jawab sosial yang harus diungkapkan.
ISSN 2339-2436
Variabel Profitabilitas Profitabilitas diartikan sebagai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba atau profit dalam upaya meningkatkan nilai pemegang saham. Terdapat beberapa ukuran untuk menentukan profitabilitas perusahaan, yaitu : return of equity, return on assets, earning per share, net profit dan operating ratio. Profitabilitas dalam penelitian ini akan diukur dengan menggunakan ROA (Return On Assets) Variabel Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Variabel terikat dalam penelitian ini adalah tingkat pengungkapan CSR pada Laporan Tahunan perusahaan. Kategori pengungkapan sosial yang digunakan dalam penelitian ini mengadopsi Global Report Initiative (GRI) indeks versi 3.0 yang telah disesuaikan dengan pelaksanaan CSR di Indonesia. Indikator pengungkapan tanggung jawab ini antara lain mencakup indikator kinerja ekonomi, kinerja lingkungan, dan indicator kinerja sosial. Aspek dalam kinerja ekonomi meliputi aspek ekonomi, aspek kehadiran pasar, dan aspek dampak tidak langsung. Aspek dalam kinerja lingkungan meliputi aspek material, energi, air, biodiversitas, emisi, efluen dan limbah, produk&jasa, kepatuhan, transportasi dan aspek keseluruhan. Kinerja social berhubungan dengan ketenagakerjaan, hak asasi manusia, masyarakat dan tanggung jawab produk. Teknik Analisis Statistik Analisis statistik digunakan untuk menguji kualitas data dan pengujian hipotesis. Analisis statistik yang dilakukan adalah uji asumsi klasik dan uji hipotesis. Uji Asumsi Klasik Sebelum dilakukan perhitungan regresi berganda untuk mengetahui pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama, makan akan diadakan pengujian asumsi
7|Jurnal Akuntansi
klasik. Pengujian asumsi klasik dilakukan agar memenuhi sifat estimasi regresi yang bersifat BLUEs (Best Linear Unbiased Estimation). Menurut Ghozali (2005), uji asumsi klasik terdiri dari: (a) uji normalitas; (b) uji multikolinearitas; (c); uji heteroskedastisitas dan (d) uji autokolerasi. Uji Normalitas Data Uji Normalitas ini bertujuan untuk menguji apakah model regresi, variabel bebas dan variabel terikat keduanya memiliki distribusi normal atau tidak (Ghozali, 2006). Model regresi yang baik adalah memiliki data berdistribusi normal. Untuk menguji apakah terdapat distribusi yang normal atau tidak dalam model regresi maka digunakanlah analisis grafik dan uji Kolmogrof-Smirnov.. Dalam analisis grafik dengan cara melihat grafik normal P-P Plot, bila data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas data dan sebaliknya jika data menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas. Dalam uji Kolomogorof Smirnov, jika dihasilkan nilai asymptotic significance lebih besar dari 5% hal ini berarti data yang akan diolah memiliki distribusi normal, sebaliknya jika nilai asymptotic significance yang dihasilkan lebih kecil dari 5% maka data tidak berdistribusi secara normal. Uji Kolmogorov Smirnov dilakukan dengan membuat hipotesis: Ho : Data residual tidak berdistribusi normal. Ha : Data residual berdistribusi normal Uji Multikolinearitas Uji Multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel independen. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen saling berkolerasi, maka
8|Jurnal Akuntansi
variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antarsesama variabel indpenden sama dengan nol (Ghozali, 2005). Multikolinearitas dapat juga dilihat dari Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF), dengan dasar pengambilan keputusan sebagai berikut: (1) jika nilai tolerance di atas 0,1 dan nilai VIF di bawah 10, maka tidak terjadi masalah multikolinearitas, artinya model regresi tersebut baik. (2) jika nilai tolerance lebih kecil dari 0,1 maka terjadi masalah multikolinearitas, artinya model regresi tersebut tidak baik. Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas menggunakan grafik scatterplot dan Apabila titik-titik membentuk pola tertentu pada Scatterplot, maka dapat disimpulkan terdapat heteroskedastisitas dan model regresi harus diperbaiki. Namun bila titik-titik yang ada dalam grafik (Scatterplot) menyebar secara acak disekitar angka nol pada sumbu Y, maka dapat dipastikan unsur tidak mengandung gejala heteroskedastisitas. (Ghozali, 2005). Uji Autokolerasi Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah di dalam suatu model regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (Ghozali, 2005). Model regresi
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. Pendeteksian ada atau tidaknya autokorelasi menggunakan Uji Durbin-Watson. Uji ini hanya digunakan untuk autokolerasi tingkat satu (first order autocorrelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lagi diantara variabel bebas. Pengambilan keputusan dapat dilihat melalui tabel autokorelasi berikut ini: Tabel 3.2 Tabel Autokorelasi
Uji Kebaikan Model (Goodness of Fit Model) Goodness of fit merupakan pengujian hipotesis untuk menentukkan apakah suatu himpunan frekuensi yang diharapkan sama dengan frekuensi yang diperoleh dari suatu distribusi, seperti distribusi binomial, poisson, normal, atau dari perbandingan lain. Jadi, uji goodness of fit merupakan pengujian kecocokan atau kebaikan sesuai antara hasil pengamatan (frekuensi pengamatan) tertentu dengan frekuensi yang diperoleh HIPOTESIS NOL KEPUTUSAN JIKA berdasarkan nilai harapannya (frekuensi Tidak ada Tolak 0 < d < dl teoritis). (Modul Statistika Komputer autokorelasi positif Tidak ada No decision dl ≤ d ≤ du Laboratorium Studi akuntansi, 2010:11). autokorelasi positif Goodness of fit terdiri dari dua pengujian, Tidak ada korelasi Tolak 4 – dl < d < 4yaitu: negative F Tidak ada korelasi No decision 4 – du ≤ d ≤ Uji 4 negative – dl Uji F statistik digunakan untuk Tidak ada Tidak ditolak du < d < 4 menguji – apakah variabel independen autokorelasi positif du mempunyai pengaruh yang signifikan atau negative secara bersama-sama terhadap variabel Sumber: Ghozali, 2005 Selain itu untuk mendeteksi adanya dependen. Uji F dilakukan dengan cara autokorelasi secara umum bisa diambil (Ghozali, 2006). Pengujian dilakukan patokan (Santoso, 2006 : 143 dalam dengan menggunakan significance level 0,05 (α = 5%). Penerimaan atau penolakan Wijaya, 2011): angka D-W dibawah - 2 berarti ada hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai berikut (Ghozali, 2006): autokorelasi positif 1. Jika nilai signifikan > 0,05 maka angka D-Wdiantara - 2 sampai + 2, hipotesis ditolak (koefisien regresi berarti tidak ada autokorelasi tidak signifikan). angka D-W diatas + 2 berarti ada 2. Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka autokorelasi negatif hipotesis diterima (koefisien regresi dengan kriteria hipotesis sebagai berikut : signifikan). Ho = tidak terjadi adanya autokorelasi Uji Koefisien Determinasi (R2) diantara data pengamatan Koefisien Determinasi (R2) Ha = terjadi adanya autokorelasi adalah untuk mengukur seberapa jauh diantara data pengamatan kemampuan model dalam menerangkan Untuk memperkuat hasil, uji variasi variabel independen. Pengujian ini autokorelasi bisa dengan cara lain yaitu bertujuan untuk mengetahui tingkat Run Test, sebagai bagian dari statistik ketepatan yang paling baik di dalam suatu untuk menguji apakah antar residual analisis regresi. Selain itu, pengujian ini terdapat korelasi yang tinggi. Jika antar bertujuan untuk menguji tingkat keeratan residual tidak terdapat korelasi maka hubungan antara variabel-variabel dikatakan bahwa residual adalah acak atau independen terhadap variabel dependen. random atau dengan kata lain tidak ada Nilai koefisien determinasi yang telah autokorelasi dalam model (Ghozali, disesuaikan adalah antara nol sampai 2005). 9|Jurnal Akuntansi
dengan satu. Nilai adjusted R2 yang mendekati satu berarti kemampuan variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel independen. Nilai adjusted R2 yang kecil atau di bawah 0,5 berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen sangat terbatas. Apabila terdapat nilai adjusted R2 bernilai negatif maka dianggap bernilai 0 (Ghozali, 2005). Pengujian Hipotesis Uji Hipotesis dilakukan dengan cara uji signifikansi (pengaruh nyata) variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y). Analisis Regresi Berganda Analisis persamaan Regresi Berganda digunakan untuk mengetahui pengaruh dari beberapa variabel bebas terhadap satu variabel terikat (Almilia dan Retrinasari, 2007). Hasil pengujian analisis ini akan memberikan dasar bagi penerimaan atau penolakan hipotesis penelitian. Kesimpulan mengenai hipotesis setiap variabel independen ditentukan oleh tanda positif/negatif dan signifikansi koefisien regresi variabelvariabel yang bersangkutan. Persamaan untuk menguji hipotesis secara keseluruhan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 + e Y = Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial a = Konstanta X1 = Ukuran Perusahaan X2 = Profitabilitas X3 = Ukuran Dewan Komisaris e = Error Uji t (t test) Uji t bertujuan untuk menunjukan seberapa jauh pengaruh variabel independen secara individual dalam menerangkan variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan significance level 0,05 (α =
10 | J u r n a l A k u n t a n s i
5%). Penerimaan atau penolakan hipotesis dilakukan dengan kriteria sebagai berikut (Ghozali, 2006): 1. Jika nilai signifikan ≥ 0,05 maka hipotesis ditolak (koefisien regresi tidak signifikan). 2. Jika nilai signifikan ≤ 0,05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan). Dapat pula dilihat dengan cara sebagai berikut : 1. Jika t hitung ≥ t tabel, maka menolak Ho dan menerima H1 2. Jika t hitung ≤ t tabel, maka menerima Ho dan menolak H1 Hasil Penelitian dan Pembahasan Analisis Data Berikut ini penjelasan tentang analisis data penelitian ini dengan menggunakan data sekunder yang diolah melalui software SPSS versi 20.0: Analisis Deskriptif Statistik Penelitian ini menggunakan tema pengungkapan sosial yang secara keseluruhan terdiri dari 78 item pada 22 tema yang diusung dalam CSR. Sebanyak 3 variabel digunakan sebagai predictor dalam penelitian ini. Uji asumsi klasik Uji normalitas Hasil uji normalitas dengan menggunakan uji kolmogorov-Smirnov dengan melihat nilai kolmogorov-Smirnov dan signifikan dari data yang telah diolah. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa besarnya nilai kolmogorov-Smirnov adalah 0,763 dan signifikan pada 0,605 atau 60,5%. Hal ini berarti data residual terdistribusi secara normal karena signifikasinya diatas 0,05 atau 5%. Uji multikolinearitas variabel ukuran perusahaan, profitability, ukuran dewan komisaris, memiliki nilai tolerance diatas 0,1 dan nilai VIF dibawah 10. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa variabel independen yang digunakan dalam model regresi ini terbebas dari multikolinearitas
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
atau tidak terdapat multikolinearitas atau dapat dipercaya dan objektif. Uji autokorelasi Hasil uji autokorelasi pada tabel tersebut yang dilakukan dengan menggunakan Run Test menunjukkan nilai Z sebesar -,729 dengan nilai asymp. Sig. (2-tailed) 0.466. Karena nilai asymp. Sig lebih besar dari tingkat signifikansi 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa pada regresi tidak terjadi autokorelasi. Uji heterokedastisitas Hasil uji uji heterokedastisitas tabel diketahui bahwa sebaran variance semua variabel bersifat homoskedasitas yang dibuktikan dengan nilai signifikansi uji glejser. Semua nilai probabilitas adalah lebih besar dari 0.05 dengan demikian model regresi pada model satu dalam penelitian ini dinyatakan bebas dari masalah heteroskedastisitas. Uji F Hasil pengolahan data terlihat bahwa nilai F = 3.031 dengan signifikan sebesar 0.001 < 0.05. Nilai signifikan pengujian jauh lebih kecil dari α = 0.05 menunjukkan bahwa model regresi dapat dikatakan baik sehingga dapat dilanjutkan ketahapan pengujian hipotesis. Koefisien determinasi Pada tabel model summary dapat dilihat hasil uji persamaan regresi satu yang digunakan untuk menganalisis pengaruh ukuran perusahaan, profitability, ukuran dewan komisaris terhadap pengungkapan corporate social responsibility menunjukkan nilai adjusted R2 sebesar 0.062. Hal ini berarti 06.2% variabel ukuran perusahaan dapat dijelaskan oleh variabel diteliti. Sedangkan sisanya yaitu sebesar 93.8% dijelaskan oleh variabel lain di luar yang diteliti. Selanjutnya, nilai R= 0.304 menunjukkan variabel nilai perusahaan sebesar 30.4% yang diartikan bahwa hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen memiliki posisi yang cukup kuat.
ISSN 2339-2436
Analisis regresi Berdasarkan hasil pengujian regresi diatas adalah dapat dibentuk persamaan sebagai berikut: Q = -8.837 + 0.053 FMSIZE - 11.922 ROA + 0.100 UDK + e Dari hasil perhitungan diatas maka dapat diartikan bahwa variabel ukuran perusahaan (X1) mempunyai arah positif (b = 0.053) dengan tingkat signifikan sebesar 0.492; variabel profitabilitas independen (X2) mempunyai arah negatif (b = -11.922) dengan tingkat signifikan sebesar 0.095; dan variabel ukuran dewan komisaris (X3) mempunyai arah positif (b = 0.100) dengan tingkat signifikan sebesar 0.328. Pembahasan Hasil Uji Hipotesis Model penelitian pertama menguji Pengaruh Firm Size, Profitability dan Size Of Board Of Commissioners terhadap Corporate Social Responsibility Disclousure. Penjelasan dari masingmasing variabel adalah sebagai berikut: Pengaruh Firm Size terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (H1) Hipotesis pertama diuji untuk mengetahui pengaruh firm size terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Berdasarkan hasil statistik dapat dilihat bahwa firm size berpengaruh dengan arah positif tidak signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Hal ini dapat dibuktikan dari nilai koefisien regresi variabel firm size sebesar 0.053 pada tingkat signifikansi sebesar 0.492 yang berada diatas tingkat signifikan 5% dengan demikian hipotesis 1 (H1) ditolak. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian Wulandari (2009) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa variabel ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap pengungkapan tanggungjawab sosial perusahaan. Akan tetapi tidak semua peneliti mendukung hubungan
11 | J u r n a l A k u n t a n s i
ukuran perusahaan dengan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian Novrianto (2012) menghasilkan pengaruh positif tidak signifikan firm size terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar suatu perusahaan maka cenderung melakukan pengungkapan informasi sosial yang lebih luas. Pengaruh Profitability terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility (H2) Hipotesis kedua diuji untuk mengetahui pengaruh antara profitability terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Berdasarkan hasil statistik dapat dilihat bahwa profitability berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Hasil ini dibuktikan dari koefisien regresi variabel profitability pada tingkat signifikansi sebesar 0.095 yang berada diatas tingkat signifikan 5%. Dari hasil pengujian multiple regression dapat disimpulkan bahwa hipotesis 2 (H2) ditolak. Profitability diartikan sebagai kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba atau profit dalam upaya meningkatkan nilai para pemegang saha perusahaan. Para pemegang saham tidak hanya menginginkan informasi apakah pendapatan suatu perusahaan mengalami kenaikan atau penurunan. Akan tetapi, lebih dari itu para pemegang saham membutuhkan informasi sejauh mana perusahaan menggunakan pendapatan yang dimiliki untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan, baik dari segi internal maupun eksternal perusahaan. Sembiring (2003) dalam penelitiannya menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan antara profitability dengan pengungkapan corporate social responsibility perusahaan. Hal ini dikaitkan dengan teori agensi
12 | J u r n a l A k u n t a n s i
bahwa perolehan laba yang semakin besar akan membuat perusahaan mengungkapkan informasi sosial yang lebih luas. Penelitian yang berhasil menunjukkan hubungan kedua variabel ini antara lain adalah penelitian Gray et al., (2001). Akan tetapi tidak semua peneliti mendukung hubungan profitabilitas dengan tanggung jawab sosial perusahaan. Penelitian Politon dan Rustianingsih (2013) meghasilkan pengaruh negatif tidak signifikan Profitability terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility. Hal ini mungkin dikarenakan persepsi atau anggapan bahwa aktivitas corporate social responsibility bukanlah aktivitas yang merugikan dan tidak bermanfaat bagi keberlangsungan perusahaan. Melainkan aktivitas corporate social responsibility perusahaan merupakan langkah strategis jangka panjang yang akan memberikan efek yang positif bagi perusahaan. Pengaruh Size Of Board Of Commissioner terhadap corporate social responsibility (H3) Hipotesis ketiga diuji untuk mengetahui pengaruh Size Of Board Of Commissioner terhadap corporate social responsibility. Hal ini ditunjukkan dengan nilai koefisien regresi pada taraf signifikan 0.328 yang berada diatas tingkat signifikan 5% dengan demikian hipotesis ketiga (H3) ditolak. Size Of Board Of Commissioner adalah jumlah anggota dewan komisaris. Dewan komisaris adalah mekanisme pengendalian intern tertinggi yang bertanggung jawab untuk mengelola perusahaan secara efektif. Dewan komisaris terdiri dari inside dan outside director yang akan memiliki akses informasi khusus yang berharga dan sangat membantu dewan komisaris serta menjadikannya sebagai alat efektif dalam keputusan pengendalian. Sedangkan fungsi dari dewan komisaris itu sendiri
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
adalah mengawasi pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan oleh manajemen (direksi) dan bertanggung jawab untuk menentukan apakah manajemen memenuhi tanggung jawab mereka dalam mengembangkan dan menyelenggarakan pengendalian intern perusahaan (Mulyadi, 2002). Berkaitan dengan Size Of Board Of Commissioner, Sitepu dan Siregar (2008) dalam penelitiannya menyatakan bahwa Size Of Board Of Commissioner memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pengungkapan corporate social responsibility. Semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, maka akan semakin mudah unntuk mengendalikan CEO dan monitoring yang dilakukan akan semakin efektif. Namun Penelitian Politon dan Rustiyaningsih (2013) menghasilkan pengaruh positif tidak signifikan Size Of Board Of Commissioner terhadap pengungkapan Corporate Social Responsibility. Sehingga perusahaan yang memiliki ukuran dewan komisaris yang lebih besar akan lebih banyak mengungkapkan Corporate Social Responsibility. Hasil tersebut juga memiliki hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulastini (2007) dan Nurkhin (2010) yang menyatakan adanya pengaruh positif yang signifikan antara Size Of Board Of Commissioner dengan pengungkapan corporate social responsibility. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan maka tekanan terhadap manajemen juga akan semakin besar untuk mengungkapkannya. Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh Firm Size, Profitability dan Size Of Board Of Commissioners terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure pada perusahaan perbankan 2010-2012. Berdasarkan hasil pegujian yang telah dilakukan, maka hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
ISSN 2339-2436
1. Pengaruh Firm Size tidak signifikan terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure. 2. Pengaruh Profitability tidak signifikan terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure. 3. Pengaruh Size Of Board Of Commissioners tidak signifikan terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan sebagai berikut : 1. Jumlah sampel yang relatif terbatas, hanya meneliti perusahaanperusahaan perbankan yang mengungkapkan Corporate Social Responsibility. 2. Terdapat unsur subjektifitas dalam menentukan indeks pengungkapan, dimana tidak adanya suatu ketentuan baku dalam peentuan standart, sehingga nilai pengungkapan yang diperoleh dapat dijadikan acuan bagi peneliti selanjutnya. Kesubyektifan ini bisa menyebabkan kemungkinan adanya item-item yang terlewati saat pngamatan. Saran Untuk menambah referensi penelitian selanjutnya, ada beberapa saran yang dikemukakan sebagai berikut : 1. Sebaiknya penelitian selanjutnya menggunakan sampel perusahaan yang lebih banyak, tidak hanya meneliti pada perusahaan perbankan saja dan rentang waktu yang digunakan lebih lama. Hal ini dimaksudkan agar kesimpulan yang dihasilkan memiliki cakupan yang lebih luas dan lebih mampu mencerminkan kedaan yang sebenarnya. 2. Penelitian selanjutnya dapat menambahkan variabel lain sebagai factor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan Corporate Social
13 | J u r n a l A k u n t a n s i
Responsibility ,misalnya solvabilitas, basis perusahaan dan umur perusahaan. DAFTAR PUSTAKA Adams, Renée B., Ferreira, Daniel. (2008). ” Women in the boardroomand their impact on governance and performance,” Journal of Financial Economics. http://www.SSRN.com Anggraini, Retno. 2006. "Pengungkapan Informasi Sosial Dan FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial Dalam Laporan Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang Terdaftar Bursa Efek Jakarta). Simposium Nasional Akuntansi 9. Padang. Apsariwigati, Anindita et al (2009), “Effect Of Implementation Of Environmental Audit, Profitability, Company Size, And Level Of Disclosure On Environmental Activities”. Dikeluarkan oleh kementrian hidup Indonesia pada laporan POPER. Carroll, A.B. 1991. “ The Pyramid of Corporate Social Responsibility : Toward the Moral Management of Organizational Stakeholders”. Business Horizons. Edisi JuliAgustus 1991. pp 39-48. Cowen, S.S., Ferreri, L.B., dan L.D. Parker. 1987. “The Impact Of Corporate Characteristics On Social Responsibility Disclosure: A Typology And Frequency-Based Analysis”. Accounting, Organisations and Society. Vol. 12 No. 2, pp. 111-122. Deegan, C. 2002. “ Introduction the Legitimising Efect of Social and Environmental Disclosure – a Theoritical Foundation”.
14 | J u r n a l A k u n t a n s i
Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 15 No. 3 pp. 282-311. Esa, Elinda dan Ghazali, Nazli Anum Mohd, (2012),"Corporate social responsibility and corporate governance in Malaysian government-linked companies", Corporate Governance, Vol. 12 Iss: 3 pp. 292 – 305. Freeman, 2004. Stakeholder Theory and “The Corporate Objective Revisited”. Organization Science Vol. 15, No. 3, . 364–369 Ghozali, I. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali, I. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Ghozali, I. dan A. Chariri. 2007. Teori Akuntansi. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Global Reporting Initiative 2006. Gray, R., R. Kouhy, dan S. Lavers. 1995. “Corporate Social and Environmental Reporting. A Review of the Literature and a Longitudinal Study of UK Disclosure”. Accounting, Auditing and Accountability Journal. Vol. 8. No. 2. pp. 47-77. Hakim, Rahman. (2006). “Perbandingan Kinerja Keuangan perusahaan dengan metode EVA, ROA, dan Pengaruhnya terhadap Return Saham pada Perusahaan yang Tergabung dalam Indeks LQ 45 di Bursa Efek Jakarta.” Skripsi sarjana Fakultas Ekonomi UII : Yogyakarta. Jensen,M.C. dan W.H. Meckling. 1976. “Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure”. Journal of
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
Financial Economics. Vol 3. No 4. Pp. 305-360. Josep F. Mària SJ dan Devuyst, Emmanuelle, (2011),"CSR and development: a mining company in Africa", Journal of Management Development, Vol. 30 Iss: 10 pp. 955 – 967. Lucyanda, Jurica dan Siagian, G.L. (2012), “The Influence Of Company Characteristics Toward Corporate Social Responsibility Disclousure” International Conference On Business And Management. Machmud, Novita dan Chaerul D. Djakman. 2008. “ Pengaruh struktur Kepemilikan Terhadap Luas Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial (CSR Disclosure) Pada Laporan Tahunan Perusahaan : Studi Empiris pada Perusahaan Publik yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia Tahun 2006”. Simposium Nasional Akuntansi 11. Pontianak. Marzully Nur. 2012.” Analisis FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Pengungkapan corporate Social Responsibility Di Indonesia (Studi Empiris Pada Perusahaan Berkategori High Profile Yang Listing Di Bursa Efek Indonesia)” Universitas Negeri Yogyakarta Vol 1 No1 Pp 22-34. McDonald, Lynette M. dan Chia Hung Lai, (2011),"Impact of corporate social responsibility initiatives on Taiwanese banking customers", International Journal of Bank Marketing, Vol. 29 Iss: 1 pp. 50 – 63. Mutia, Evi et al (2011), “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas Dan Ukuran Dewan Komisaris Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility
ISSN 2339-2436
Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia : jurnal telaah & riset akuntansi : Vol. 4. No. 2. Juli 2011 Hal. 187 – 201. Nicolopoulou, Katerina (2011),"Towards a theoretical framework for knowledge transfer in the field of CSR and sustainability", Equality, Diversity and Inclusion: An International Journal, Vol. 30 Iss: 6 pp. 524 – 538. Novrianto, 2012 “pengaruh leverage, profitabilitas, dan ukuran perusahaan terhadap pengungkapan informasi sosial pada perusahaan manufaktur di bei” jurnal ilmiah mahasiswa akuntansi. Vol 1, no. 1,hal 43-47 Nurkhin. 2010. “Corporate Governance Dan Profitabilitas, Pengaruhnya Terhadap Pengungkapan Csr Sosial Perusahaan” Jurnal Dinamika Akuntansi. Vol. 2, No. 1, 46-55. Politon, 2013. “karakteristik perusahaan dan pengungkapan tanggung jawab sosial pada perusahaan manufaktur go publik” Jurnal Riset Manajemen dan Akuntansi. Vol. 1 No. 1, Roberts, R.W. 1992. “Determinants Of Corporate Social Responsibility Disclosure: An Application Of Stakeholder Theory”. Accounting, Organisations and Society. Vol. 17 No. 6. pp. 595-612. Sembiring, E. R. 2005. "Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial: Studi Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta". Simposium Nasional Akuntansi 8. Solo. Skudiene, Vida dan Auruskeviciene, Vilte, (2012),"The contribution of corporate social responsibility to internal employee motivation",
15 | J u r n a l A k u n t a n s i
Baltic Journal of Management, Vol. 7 Iss: 1 pp. 49 – 67. Suhardjanto, Djoko dan Afni Aulia (2009), “Praktik Corporate Social Disclousure di Indonesia” Jurnal Akuntansi/Tahun XIII, No. 03, Hal. 265-279. Suhardjanto, Djoko dan Aulia Nur Afni.” Praktik Corporate Social Disclosure di Indonesia.” Jurnal Akuntansi/Tahun XIII, No.03, September 2009 : 265-279 Untari.2010.” Effect On Company Characteristics Corporate Social Responsibility Disclosures In Corporate Annual Report Of Consumption Listed In Indonesia Stock Exchange” Gunadarma University. Uwalomwa, Uwuigbe (2011) “An Examination of the Relationship between Management Ownership and Corporate Social Responsibility Disclosure: A Study of Selected Firms in Nigeria”. Research Journal of Finance and Accounting www.iiste.org ISSN 2222-1697 (Paper) ISSN 22222847 (Online) Vol 2, No 6. Wibowo, Alexander Jatmiko. (2012), “Interaction between Corporate Social Responsibility Disclosure and Profitability of Indonesia Firms”, UMT 11th International Annual Symposium on Sustainability Science and Management, Terengganu, Malaysia.
16 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
Analisis Perbandingan Metode Gross Up Dan Net Sebagai Perencanaan Pajak PPh 21 Terhadap Laba Sebelum Pajak Pada PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk. (WOM Finance) Burhanudin Desi Lisdiana Universitas Serang Raya ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji perbandingan perhitungan PPh 21 dengan menggunakan Metode Gross up dan net terhadap Laba sebelum Pajak Perusahaan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh melalui dokumentasi dan observasi data PT Wahana Ottomitra Multiartha Tbk. (WOM Finance) pada tahun 2009-2013. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah komparatif dengan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa dari metode perhitungan PPh 21 dengan menggunakan metode gross up dan net didapat hasil bahwa menggunakan kedua metode tersebut laba yang dihasilkan lebih kecil dari laba sebelumnya terlihat dari laba sebelum menggunakan metode gross up pada tahun 2013 sebesar Rp. 23.192.000.000,00 setelah menggunakan metode gross up laba sebelum pajak menjadi lebih kecil sebesar Rp. 23.168.594.330,00 dan laba setelah menggunakan metode net sebesar Rp. 23.169.708.599,00. Dengan menggunakan metode gross up perusahaan dapat menghemat sampai dengan Rp. 23.405.670,00 sedangkan dengan menggunakan metode net sebesar Rp.22.291.401,00.
Kata Kunci: PPh 21, Metode gross up dan net, laba sebelum pajak. PENDAHULUAN Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara. Tanpa pajak, kegiatan negara sulit untuk dapat dilaksanakan. Sebagian besar dana yang digunakan untuk membiayai pengeluaran sehubungan dengan kegiatan penyelenggaraan negara berasal dari pajak. Dalam Rancanagn ABPN 2014 ini Pemerintah menargetkan pendapatan negara naik 10,7 persen di banding APBN tahun 2013. Total rencana pendapatan negara tahun 2014 mencapai Rp. 1662,5 triliun. Dari total tersebut, penerimaan perpajakan menyumbang porsi terbesar dalam pendapatan negara yakni Rp. 1310,2 triliun, dengan total penerimaan pajak sebesar itu maka rasio penerimaan perpajakan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau tax ratio mengalami peningkatan dari 12,2% di 2013 menjadi 12,6 di tahun 2014 (www.hukumonline.com). Menurut Warren et.al., (2008:2) tujuan dari kebanyakan perusahaan adalah memaksimumkan laba atau keuntungan. Laba adalah selisih antara jumlah yang diterima dari pelanggan atas barang atau jasa yang dihasilkan dengan jumlah yang dikeluarkan untuk membeli sumber daya alam ataupun pengeluaran lainnya dalam menghasilkan barang atau jasa tersebut. Oleh karena itu, perusahaan akan meningkatkan pendapatan dan menekan beban seminimal mungkin termasuk beban pajak yang merupakan beban yang harus dibayar oleh perusahaan. Meminimalisasi beban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari yang masih 17 | J u r n a l A k u n t a n s i
memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) sampai dengan yang melanggar peraturan perpajakan (unlawful) yang berlaku. Tetapi masih banyak perusahaan atau badan usaha yang melakukan kecurangankecurangan untuk meminimalkan beban pajak yang ditanggung oleh perusahaan. Minimalisasi beban pajak dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari penghindaran pajak (tax avoidance) sampai pada penggelapan pajak (tax evation). Penggelapan pajak merupakan cara meminimalisasi atau menghapus sama sekali utang pajak yang tidak sejalan dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan, merendahkan penghasilan yang diperoleh, meninggikan beban usaha atau melakukan pembayaran dividen secara diam-diam. Upaya minimalisasi dengan cara ini, selain tidak sejalan dengan prinsip manajemen dan etika bisnis, juga mengandung risiko pelanggaran hukum. Sedangkan penghindaran pajak, walaupun masih mempunyai konotasi yang sama sebagai tindakan kriminal, namun suatu hal yang jelas berbeda disini, bahwa penghindaran pajak adalah perbuatan legal yang masih dalam ruang lingkup perpajakan dan tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Andi Ampa, 2011:2). Perencanaan pajak merupakan upaya untuk menekan pajak serendah mungkin dengan memanfaatkan pengecualian-pengecualian dan celah-celah perpajakan (loopholes) yang diperbolehkan oleh UU No. 17 Tahun 2000 tentang pajak sehingga perencanaan pajak tersebut tidak dianggap sebagai pelanggaran yang akan merugikan wajib pajak dan tidak mengarah pada pelanggaran pajak. Adapun isi dari UU No. 17 Tahun 2000 sebagai berikut : Tabel 1.1 UU No. 17 Tahun 2000 Pasal 4 ayat (1) OBYEK PAJAK Undang-undang ini menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak dari manapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan wajib pajak tersebut. Pengertian penghasilan dalam undang-undang ini tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan wajib pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan. Dilihat dari mengalirnya tambahan kemampuan ekonomis kepada wajib pajak, penghasilan dapat dikelompokan menjadi: - Penghasilan dari pekerjaaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris, akuntan, pengacara, dan sebagainya; - Penghasilan dari usaha dan kegiatan - Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak seperti bunga, deviden, royalti, sewa, keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha, dan lain sebagainya; - Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang, hadiah dan lain sebagainya. Dilihat dari penggunaannya, penghasilan dapat dipakai untuk konsumsi dan dapat pula ditabung untuk menambah kekayaan wajib pajak. Perencanaan pajak (tax planning) yang dapat dilakukan perusahaan sangat banyak macamnya, antara lain perencanaan pajak (tax planning) untuk Pajak Penghasilan Pasal 21. Menurut Pasal 21 UU PPh, Pajak Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk 18 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri. Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 terdapat beberapa metode yang bisa digunakan, Gross Method, Net Method, dan Gross Up Method. Metode Gross Up merupakan salah satu upaya perencanaan pajak yang legal dalam peraturan perpajakan. 1. Gross Method (PPh Pasal 21 ditanggung oleh Karyawan) Merupakan metode pemotongan pajak dimana karyawan menanggung sendiri jumlah pajak penghasilannya, yang biasanya dipotong langsung dari gaji karyawan yang bersangkutan. 2. Net Method (PPh Pasal 21 ditanggung oleh Perusahaan) Merupakan metode pemotongan pajak dimana perusahaan menanggung pajak karyawannya. 3. Gross-Up Method (Tunjangan pajak yang di gross up) Merupakan metode pemotongan pajak dimana perusahaan memberikan tunjangan pajak yang jumlahnya sama besar dengan jumlah pajak yang akan dipotong dari karyawan. TINJAUAN TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS Perencanaan merupakan suatu keputusan spesifik yang dibuat oleh manajer perusahaan, pemanfaatannya dirancang untuk digunakan di masa akan datang, di dalamnya terdapat strategi, taktik dan operasi yang akan digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan. Salah satu hasil yang paling penting dari proses perencanaan adalah “strategi perusahaan”, kemudian berlanjut menjadi suatu perencanaan khusus yang disebut “manajemen strategis”, yaitu proses manajemen yang mencakup pernyataan perusahaan dalam membuat rencana strategis dan kemudian bertindak berdasarkan rencana tersebut. Fungsi-fungsi spesifik manajemen yang digunakan dalam mengelola perusahaan menurut Batheman (2008) adalah: 1. Planning, adalah proses menetapkan sasaran dan tindakan yang perlu untuk mencapai sasaran tersebut, yang berarti bahwa manajer harus terlebih dahulu memikirkan dengan matang sasaran dan tindakan yang akan dilakukan perusahaan dengan didasarkan pada metode, rencana atau logika dan bukan berdasarkan perasaan. 2. Organizing, adalah proses mempekerjakan dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam cara terstruktur guna mencapai beberapa sasaran, dengan kata lain organizing merupakan proses mengatur dan mengalokasikan pekerjaan, wewenang dan sumber daya di antara organisasi. 3. Leading, adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dari anggota kelompok atau seluruh organisasi yang terdiri dari mengarahkan, mempengaruhi dan memotivasi karyawan untuk melaksanakan tugas yang penting. 4. Controlling, adalah proses untuk memastikan bahwa aktivitas sebenarnya sesuai dengan aktivitas yang direncanakan. Zain (2008) menjelaskan manajemen pajak sebagai sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan. Secara teoritis, tax planning merupakan bagian dari fungsi-fungsi manajemen pajak yang terdiri dari: planning, implementation dan control. Apabila dihubungkan dengan fungsi-fungsi spesifik manajemen, perencanaan memenuhi kewajiban perpajakan (tax planning) termasuk ke dalam salah satu fungsi-fungsi spesifik manajemen, yaitu fungsi planning dimana dalam menetapkan proses menetapkan perencanaan penyusutan strategi penghematan pajak, manajer terlebih dahulu harus memikirkan dengan 19 | J u r n a l A k u n t a n s i
matang sasaran dan tindakan yang didasarkan pada penelitian dan pengumpulan ketentuan peraturan perpajakan, sehingga manajer dapat memenuhi kewajiban perpajakan perusahaan secara lengkap, benar dan tepat waktu. Apabila perencanaan pajak (tax planning) perusahaan tidak baik atau memiliki kelemahan-kelemahan, maka sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya pemborosan yang sebenarnya dapat dicegah. Apabila pemborosan tersebut terjadi terus-menerus, maka penghasilan perusahaan lama kelamaan akan semakin menurun yang pada akhirnya tidak dapat bersaing dengan kompetitornya, sehingga kelangsungan hidup perusahaan menjadi terancam. Pengertian Perencanaan Pajak Suatu perencanaan pajak yang tepat merupakan hasil dari tindakan penghematan atau tax saving dan penghindaran pajak atau tax avoiadance. Zain (2008) mengidentifikasi pajak dengan perencanaan pajak dan mendefinisikan sebagai berikut: Perencanaan pajak adalah tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana pengendalian tersebut dapat mengefisiensi jumlah pajak yang akan ditransfer ke pemerintah, melalui apa yang disebut sebagai penghindaran pajak (tax avoiadance) dan bukan penyelundupan pajak (tax evasion) yang merupakan tindak pidana fiskal yang tidak akan ditoleransi. Dari pengertian tersebut terlihat bahwa perencanaan pajak melalui penghindaran pajak merupakan satu-satunya cara legal yang dapat ditempuh oleh wajib pajak dalam rangka mengefisienkan pembayaran pajaknya. Ide dasarnya adalah usaha mengatur lebih dahulu semua aktivitas perusahaan guna menghindarkan dampak perpajakan sebanyak mungkin, atau dengan kata lain peluang untuk perencanaan pajak yang efektif, terdapat lebih besar kemungkinannya apabila hal tersebut dipertimbangkan sebelum transaksi tersebut dilaksanakan, dibandingkan dengan apabila pertimbangannya dilakukan setelah transaksi. Dalam hal ini tentunya sangat tergantung kepada para manajer, sampai sejauh mana para manajer tersebut mewaspadai secara konstan alternatif-alternatif penghematan pajak pada setiap tindakan yang akan diambilnya. Dapat disimpulkan bahwa suatu perencanaan pajak yang efektif tidak tergantung kepada seorang ahli pajak yang profesional, akan tetapi sangat tergantung kepada kesadaran dan keterlibatan para pengambil keputusan akan adanya dampak pajak yang melekat pada setiap aktivitas perusahaannya. Perencanaan pajak berfungsi sebagai mengestimasi jumlah pajak dimasa yang akan datang yang dibayar secara formal maupun material, dan melakukan efisiensi pajak tidak semata-mata dengan menghindari pajak, tetapi juga menghindari sanksi-sanksi atas kesalahan dan kelalaian atas pelaksanaan kewajiban pajak. Fungsi pelaksanaan pajak dilakukan dengan melaksanakan hasil perencanaan pajak baik dari aspek formal maupun material sebaik mungkin. Aspek-aspek dalam Tax Planning a. Formal dan Administratif - Kewajiban mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok WajibPajak (NPWP) dan Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (NPPKP); - Menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan; - Memotong dan/atau memungut pajak; - Membayar pajak; -MenyampaikanSurat Pemberitahuan. b. Aspek Material 20 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
Basis penghitungan pajak adalah objek pajak. Dalam rangka optimalisasi alokasi sumber dana, manajemen akan merencanakan pembayaran pajak yang tidak lebih dan tidak kurang. Untuk itu, objek pajak harus dilaporkansecara benar dan lengkap. Tahapan Tax Planning a. Menganalisis informasi yang ada (analyzing the existing data base) b. Membuat satu atau lebih model kemungkinan jumlah pajak (designing one or more possible tax plans) c. Mengevaluasi pelaksanaan perencanaan pajak (evaluating a tax plan) d. Mencari kelemahan dan memperbaiki kembali rencana pajak (debugging the tax plans) e. Memutakhirkan rencana pajak (updating the tax plan) Strategi Umum Perencanaan Pajak a. Tax saving Tax saving merupakan upaya efisiensi beban pajak melalui pemilihan alternatif pengenaan pajak dengan tarif yang lebih rendah. Misalnya, perusahaanyang memiliki penghasilan kena pajak lebih dari Rp. 100.000.000,00 dapat melakukan perubahan pemberian natura kepada karyawan menjadi tunjangan dalam bentuk uang. b. Tax avoidance Tax avoidance merupakan upaya efisiensi beban pajak dengan menghindari pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan merupakan objek pajak. Misalnya, perusahaanyang masih mengalami kerugian, perlu mengubah tunjangan karyawan dalam bentuk uang menjadi pemberian natura karena natura bukan merupakan objek pajak PPh Pasal21. c. Menghindari pelanggaran atas peraturan perpajakan Dengan menguasai peraturan pajak yang berlaku, perusahaan dapat menghindari timbulnya sanksi perpajakan berupa: - Sanksi administrasi: denda, bunga, atau kenaikan; - Sanksi pidana: pidana atau kurungan. d. Menunda pembayaran kewajiban pajak Menunda pembayaran kewajiban pajak tanpa melanggar peraturan yang berlaku dapat dilakukan melalui penundaan pembayaran PPN. Penundaan ini dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak keluaran hingga batas waktuyang diperkenankan, khususnya untuk penjualan kredit. Dalam hal ini, penjual dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan barang. e. Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan Wajib Pajak sering kurang memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan yang merupakan pajak dibayar dimuka. Misalnya, PPh Pasal 22 atas pembelian solar dan/atau impor dan Fiskal Luar Negeri atas perjalanan dinas pegawai. Dalam kredit pajak PPN (Pajak Masukan), Pengusaha Kena Pajak dapat menggunakan dokumen lain yang fungsinya sama dengan faktur pajak standar, seperti SPPB atau Surat Perintah Pengiriman Barang (delivery order) yang dikeluarkan oleh Bulog untuk penyaluran tepung terigu, PNBP (Faktur NotaBon Penyerahan)yang dikeluarkan oleh Pertamina untukpenyerahan BBM dan/atau bukan BBM, dan tanda pembayaran atau kuitansi telepon. Metode Penghitungan PPh Pasal 21 21 | J u r n a l A k u n t a n s i
Saat diluncurkannya program reformasi perpajakan di tahun 1983, sejak itu pula berkembang pemikiran dari wajib pajak untuk mengefisienkan pajak yang harus menjadi beban perusahaan. Menurut Chairil Anwar Pohan (2011:91) Setidaknya ada 3 metode yang biasanya digunakan dalam perhitungan pajak penghasilan Pasal 21 oleh perusahaan dalam menjalankan perencanaan pajak, yaitu: a. Gross Method (PPh Pasal 21 ditanggung oleh Karyawan) Merupakan metode pemotongan pajak dimana karyawan menanggung sendiri jumlah pajak penghasilannya, yang biasanya dipotong langsung dari gaji karyawan yang bersangkutan. Biasanya dilakukan pada perusahaan yang baru berdiri. b. Net Method (PPh Pasal 21 ditanggung oleh Perusahaan) Merupakan metode pemotongan pajak dimana perusahaan menanggung pajak karyawannya. Sebagaimana dimaksud dalam Kep. Dirjen Pajak No. 31/PJ./2008 Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 8 ayat (I), Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 termasuk pula penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan Pajak penghasilan yang bersifat final; atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit). Selanjutnya pada Pasal 8 ayat 2 menegaskan bahwa Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja, termasuk yang ditanggung oleh Pemerintah, merupakan penerimaan dalam bentuk kenikmatan. c. Gross-Up Method (Tunjangan pajak yang di gross up) Merupakan metode pemotongan pajak dimana perusahaan memberikan tunjangan pajak yang jumlahnya sama besar dengan jumlah pajak yang akan dipotong dari karyawan. Perhitungan tunjangan pajak diformulasikan untuk menyamakan jumlah pajak yang akan dibayar dengan tunjangan pajak yang diberikan perusahaan terhadap karyawannya. Perbedaan prinsipil antara Net Method dengan Gross-Up Method adalah sebagai berikut. a. Bahwa pada Metode Net besarnya PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh perusahaan tersebut tidak dimasukkan sebagai tunjangan pajak di SPT PPh Pasal 21, sedangkan pada Metode gross up, besarnya tunjangan pajak- Pasal 21 tersebut dimasukkan sebagai elemen penghasilan dari tunjangan pajak yang dicantumkan di SPT PPh Pasal 21. Bahwa pada Metode Net, besarnya PPh Pasa1 21 yang ditanggung oleh Perusahaan tidak bisa dibiayakan (non deductible) sedangkan pada Metode gross up seluruh tunjangan pajaknya bisa dibiayakan (deductible
Kepastian Hukum Metode Gross Up Terminologi Metode gross up ini yang terkait dengan metode perhitungan PPh pasal 21 memang tidak dimuat dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan maupun Peraturan Pemerintah atau Peraturan Menteri Keuangan. Kalaupun istilah itu dipakai, hanya penggunaannya terbatas pada pengenaan pajak penghasilan yang terkait dengan PPh Pasa1 23. a. Per. Dirjen pajak No. 64/PJ/2009 Penetapan jumlah Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah atas Penghasilan berupa Kompensasi Terminasi Dini Hak Eksklusif Telkom yang harus dibayarkan Pemerintah kepada Telkom merupakan Objek Pajak, yang dihitung dengan metode gross up. b. Private ruling Surat Dirjen Pajak No. S. 1149/PJ.312/2004 tentang Pajak Penghasilan atas bunga (kupon) tetap Obligasi Negara Dalam Valas dengan metode gross up yang pengenaannya dengan melakukan gross up terhadap pembayaran bunga tersebut. Hingga saat ini tidak ada ketentuan yang mengatur konsistensi perhitungan PPh pasal 21 dengan metode gross up dimaksud padahal aplikasi metode ini sudah menjadi salah satu model dan opsi kebijakan perpajakan yang diterapkan di banyak perusahaan. 22 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
Semua pihak, baik fiskus maupun wajib pajak telah meyakini dan bahkan banyak yang sudah hapal di luar kepala tentang prinsip taxability-deductibility yang dijabarkan dalam Pasal 4 ayat 1 (taxable income) dan Pasal 4 ayat 3 (nontaxable income) serta Pasal 6 ayat 1 (deductible expenses) dan Pasal 9 ayat 1 (nondeductible expenses). Dalam hubungan kerja antar perusahaan dengan karyawan, mekanisme prinsip tersebut berlaku, jika di karyawan merupakan penghasilan (taxable income), maka di perusahaan boleh menjadi biaya. (deductible expense), atau sebaliknya jika di karyawan merupakan bukan penghasilan (non-taxable income), maka diperusahaan menjadi bukan biaya (non-deductible expense). Semua penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang sudah dikenakan pajak (bukan PPh final) dapat dibiayakan menjadi pengurang penghasilan dalam laporan keuangan fiskal atau SPT PPh Badan. Dalam pengertian penghasilan yang menjadi objek pajak penghasilan tersebut termasuk tunjangan. Jadi sebenarnya landasan hukum pemberian tunjangan pajak yang dalam perlakuan pajaknya diakui sebagai biaya deductible itu sudah jelas, secara eksplisit tertuang dalam Pasal 4 UU PPh, sesuai dengan makna prinsip taxability-deductibility. Artinya bilamana penghasilan (dari tunjangan pajak) karyawan tersebut sudah dipajaki dan disetorkan ke Kas Negara serta sudah dilaporkan dalam SPT PPh Pasal 21, maka bagi pemberi kerja atas pengeluaran (biaya tunjangan pajak) tersebut dapat dibiayakan menjadi pengurang penghasilan dalam laporan keuangan fiskal atau SPT PPh Badan. Tentu dengan catatan, transaksi tersebut didukung dengan adanya penjurnalan biaya tunjangan pajak didalam pembukuan wajib pajak serta juga tercantum dalam slip gaji karyawan. Hipotesis Penelitian Untuk memecahkan masalah yang ada maka perlu suatau hipotesis sehingga suatu penelitian dan pemecahan masalah akan lebih terarah. Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pernyataan (sugiyono, 2009: 96). Hipotesis tersebut diuji (dibuktikan) kebenarannya atau ketidak benarannya lewat pengumpulan dan penganalisaan data penelitian. Adapun hipotesis yang dikemukakan adalah sebagai berikut : H1 : terdapat perbedaan yang signifikan perhitungan PPh 21 dengan menggunakan metode grossup terhadap laba sebelum pajak perusahaan H2 : terdapat perbedaan yang signifikan perhitungan PPh 21 dengan menggunakan metode net terhadap laba sebelum pajak perusahaan
23 | J u r n a l A k u n t a n s i
Kerangka Pemikiran Perencanaan pajak pph 21
Perbandingan perhitungan pph 21
Gross Up method
Net method
Laba Sebelum Pajakperusahaan
METODOLOGI PENELITIAN populasi dalam penelitian ini adalah karyawan PT. WOM Finance. Dari sampel lima tahun diatas diambil sampel untuk masing-masing tahun yaitu sebagai berikut: 1. Pegawai tetap dengan sampel 10 orang karyawan dengan kriteria sampel sebagai berikut: a. Pegawai tetap dengan posisi manajer. b. Pegawai tetap berdasarkan pendidikan. c. Pegawai tetap berdasarkan masa kerja. 2. Pegawai tetap dengan sampel 20 orang karyawan dengan kriteria sampel sebagai berikut: a. Pegawai tetap dengan posisi staff. b. Pegawai berdasarkan status PTKP. c. Pegawai berdasarkan NPWP. d. Pegawai berdasarkan lembur Operasional Variabel Variabel Metode Gross Up (variabel X1)
Definisi Indikator metode = PKP X tarif progresif pemotongan Lapisan tertinggi yang pajak dimana dikenakan tanpa persen perusahaan memberikan tunjangan pajak yang jumlahnya sama besar dengan jumlah pajak yang akan dipotong dari
24 | J u r n a l A k u n t a n s i
Skala Rasio
Sumber Saddam (2013)
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
Metode Net (variabel X2)
Laba Sebelum Pajak Perusahaan (variabel Y)
karyawan. metode pemotongan pajak dimana perusahaan menanggung pajak karyawannya laba dari operasi berjalan sebelum cadangan untuk pajak penghasilan
ISSN 2339-2436
Tunjangan pajak = Beban pajak yang ditanggung perusahaan
Rasio
Saddam (2013)
Laba/Rugi sebelum pajak= total seluruh pendapatan – total seluruh beban
nominal
Meiliya (2013)
Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis komparatif, adapun pengujian yang dilakukan meliputi, Uji Normalitas, Uji Homogenitas, Paired Sampel T Test HASIL Uji normalitas Uji normalitas dilakukan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel independen dan dependen berdistribusi normal atau tidak model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi normal/mendekati normal. Uji normalitas dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan analisis grafik (anaisis normal Q-Q plot of regresion) dengan dasar pengambilan keputusan : 1. Jika data menyebar disekitar garis diagonal dan penyebaran mengikuti garis diagonal maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. 2. Jika menyebar jauh dari garis diagonal atau tidak mengikuti arah garis diagonal maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalisasi. Dan analisis statistik (Shapiro-Wilk) dengan ketentuan: Uji Normalitas Shapiro-Wilk Tests of Normality labasetelahnet
Kolmogorov-Smirnova Statistic
labasetelahgrossup
1
.242
labasetelahnet .242 *. This is a lower bound of the true significance.
df
Shapiro-Wilk
Sig. 5 5
Statistic
df
Sig.
.200
*
.888
5
.346
.200
*
.888
5
.346
a. Lilliefors Significance Correction
Tabel di atas menunjukan hasil uji Shapiro Wilk dan Liliefors. Nilai p value (sig) liliefors 0,200 pada 2 kelompok dimana > 0,05 maka berdasarkan uji liliefors, data tiap kelompok berdistribusi normal. P value uji Shapiro wilk pada kelompok 1 (laba setelah gross up) sebesar 0,346> 0,05 dan pada kelompok 2 (laba setelah net) sebesar 0,346> 0,05. Karena semua > 0,05 maka kedua kelompok sama-sama berdistribusi normal berdasarkan uji Shapiro wilk.
25 | J u r n a l A k u n t a n s i
Hasil Uji Homogenitas Uji Homogenitas Test of Homogeneity of Variance Levene Statistic
Labasetelahgrossup
df1
df2
Sig.
Based on Mean
.000
1
8
1.000
Based on Median Based on Median and with adjusted df Based on trimmed mean
.000
1
8
1.000
.000
1
8.000
1.000
.000
1
8
1.000
Dari hasil output di atas diketahui signifiaksi sebesar 1.000. Karena nilai signifakasi lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelompok data mempunyai varian sama atau homogen. Angka levene statistic menunjukan semakin kecil nilainya maka semakin besar homogenitasnya. 1.3.1
Uji Paired Sample t-test Paired Samples Test Paired Differences Mean
Std. Deviation
t
df
Sig. (2tailed)
Std. Error Mean
Pair 1
labasebelumgrossup - labasetelahgrossup
16553380,000
4368344,804
1953583,186 8,473
4
,001
Pair 2
labasebelumnet labasetelahnet
15739623,400
4151614,549
1856658,469 8,477
4
,001
Dengan melihat hasil nilaisig (2 tiled) atau p value. Nilai p value di atas sebesar 0,001 dimana < 0,05. Karena < 0,05 maka perbedaan bermakna tidak signifikan. Dengan demikian hipotesis ditolak karena < 0,05. Besarnya perbedaan rerata atau mean kedua kelompok ditunjukan pada kolom mean, yaitu 16553380,000. Dimana mean kelompok pertama (labasetelahgrossup) memiliki rerata atau mean yang lebih tinggi dari kelompok kedua (labasetelahnet). KESIMPULAN Berdasarkan hail analisis yang telah dilakukan mengenai analisis perbandingan metode gross up dan net sebagai perencanaan pajak PPh 21 terhadap laba sebelum pajak pada PTWahana Ottomitra Multiartha tbk. (wom finance) maka diperoleh kesimpiluan sebagai berikut: 1. Setelah dihitung dengan menggunakan metode gross up dan net didapat hasil bahwa menggunakan kedua metode tersebut laba yang dihasilkan lebih kecil dari laba sebelumnya terlihat dari laba sebelum menggunakan metode gross up pada tahun 2013 sebesar Rp. 23.192.000.000,00 setelah menggunakan metode gross up laba sebelum pajak menjadi lebih kecil sebesar Rp. 23.168.594.330,00 dan laba setelah dilakukan menggunakan metode net sebesar Rp. 23.169.708.599,00. Dengan menggunakan metode gross up perusahaan dapat menghemat sampai dengan Rp. 23.405.670,00 sedangkan dengan menggunakan metode net sebesar Rp.22.291.401,00.
26 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
2. Dari hasil uji dengan menggunakan uji paired sample t-test di dapat hasil bahwa kedua metode tersebut baik gross up maupun net sama tidak memiliki perbedaan karena hasil yang didapat tidak signifikan dengan melihat nilai sig (2 tailed) atau p value. Nilai p value sebesar 0,001 dimana < 0,05. Karena < 0,05 maka perbedaan bermakna tidak signifikan. Tetapi kelompok pertama (labasetelahgrossup) memiliki mean lebih tinggi dari kelompok kedua pada kolom mean, yaitu 16553380,000. DAFTAR PUSTAKA Ampa, Andi. (2011). “Implementasi Tax Planning”. Makasar: Universitas Hasanudin. Batheman, Thomas S, Scott A. Snell. 2008. “Manajemen Kepemimpinan dan Kolaborasi dalam Dunia yang Kompetitif (terjemahan)”. Jakarta: Salemba Empat. Direktorat Jenderal Pajak Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan beserta Aturan Pelaksanaannya. Direktorat Jenderal Pajak Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Hardika, Nyoman Sentosa. (2007). “Perencanaan Pajak Sebagai Strategi Penghematan Pajak”, Jurnal Bisnis Dan Kewirausahaan, Vol. 3, No. 2, Hal 103-112, Juli. Hidayat, Anwar. (2014).Uji statistika http://stastikian.blogspot.com//04/paired-t-test-denganspss.html?m=1. Hussin, Saddam. (2013).“Analisis Perbandingan Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Metode Gross, Net, Dan Gross Up Dan Dampaknya Terhadap Beban Pajak Penghasilan Badan Koperasi Satya Ardhia Mandiri (Kosami)”. Indonesia Tax Review. (2009). “Akuntansi PPh Pasal 21 Tahun 2009”, Volume II/Edisi 14. Kasirin, (2012). “Perpajakan”. Serang-Banten: CV. Cahaya Minolta. Mahmud, Hasmin. (2013).“Penerapan Metode Gross Up Dalam Penghitungan PPh Pasal 21 Sebagai Salah Satu Strategi Perencanaan Pajak”. Mardiasmo. (2009). “Perpajakan”. Edisi Revisi, Andi: Yogyakarta. Meiliya, Imroatus, Sholikhah. (2013).“Analisis Penerapan Metode Gross Up Dalam Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Pegawai Tetap Sebagai Upaya Perencanaan Pajak (Studi Pada Pt. Pg. Rajawali I Unit Pg. Krebet Baru Malang). Metode Perhitungan Pph21 Gross, Net, Gross-Up & Non Gross-Up. Http://Www.HrQu.Com/News/Metode-Perhitungan-Pph21-Gross-Net-Gross-Up-Non-GrossUp.Html. Nazir, Moh. (2011). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Omposunggu, Arles. (2011). “Cara Legal Siasati Pajak”, Puspa Swara, Jakarta. Peraturan Direktorat Jenderal Pajak Nomor: Per-31/Pj/2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Dan/Atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi. Peraturan Menteri Keuangan Ri Nomor 162/Pmk.011/2012 Tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak Yang Ditetapka Pada Tanggal 22 Oktober 2012. Pohan, Chairil Anwar. (2011). “Optimizing Corporate Tax Management: Kajian Perpajakan Dan Tax Planning-Nya Terkini”, Bumi Aksara, Jakarta. Pusatlayananpajak.blogspot.com, Rumus Gross up tahun 2009. 27 | J u r n a l A k u n t a n s i
Resmi, Siti. (2009). “Perpajakan: Teori Dan Kasus Buku Satu Edisi Lima”, Salemba Empat, Jakarta. Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis (pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D), (2009). Bandung: CV. Alfabeta. Suandy, Erly. (2009). “Perencanaan Pajak Edisi 4”, Salemba Empat, Jakarta. Sahilatua, Priska Febriani. (2013). “Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Sebagai Strategi Penghematan Pembayaran Pajak”. Stice, Stice, dan Skousen. (2004). Financial Accounting Standard Board, Jakarta: Erlangga. Strategi Dalam Perencanaan Pajak. Http://Informasilive.Blogspot.Com/Search/Label/Pajak. Susanto, Irene. (2007).“Analisis Penggunaan Metode Gross Up Sebagai Alternatif Dalam Perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 21 Terhadap Tingkat Profitabilitas Perusahaan (studi kasus pada PT. X Bandung)”. Waluyo. (2008)“Perpajakan”, Salemba Empat, Jakarta. Warren, Dkk. (2008). “Pengantar Akuntansi”, Buku Satu, Edisi 21, Salemba Empat, Jakarta. Wild, John J., Subramanyam K.R., & halsey, Robert F. (2005). Financial Statment Analysis, Jakarta: Erlangga. Www.Kompasiana.Com. (2012). Pengertian Dan Manfaat Perencanaan Pajak.Http://Binajasakonsultanpajak.Blogspot.Com/11/Company-Directory.Html. Zain, Muhammad. (2008). “Manajemen Perpajakan”, Salemba Empat, Jakarta.
28 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
Pengaruh Sistem Pengukuran Kinerja terhadap Pengambilan Keputusan Strategis (Studi Pada Perusahaan Manufaktur di Propinsi Banten) Galih Fajar Muttaqin Fakultas Ekonomi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa
Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk menguji faktor moderasi dinamika lingkungan terhadap hubungan antara sistem pengukuran kinerja dengan pengambilan keputusan strategis. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur di propinsi Banten dengan menggunakan softwere PLS sebagai alat bantu uji stratistiknya. Sampel penelitian ini terdiri dari 147 responden yang bersedia dan layak dijadikan sampel. Berdasarkan hasil pengujian secara statistik, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif anatara sistem pengukuran kierja terhadap pengambilan keputusan strategis. Hasil penelitian ini mengkonfirmasi penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Josep Bisbee, Ricardo Malagueno (2012). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dinamika lingkungan dapat mempengaruhi pengaruh sistem pengukuran kinerja terhadap pengambilan keputusan strategis. Hipotesis dapat diterima dimana terjadi hubungan moderasi atau konstruk dinamika lingkungan merupakan konstruk moderasi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Josep Bisbee, Ricardo Malagueno ( 2012). Kata kunci : Sistem Pengukuran Kinerja, Pengambilan Keputusan Strategis dan Dinamika Lingkungan
1. Pendahuluan Letak dari persaingan adalah diferensiasi produk dan jasa dalam pasar yang terpilih bagi para pesaing mereka. Mengacu pada ide Porter (1980) mengenai keunggulan bersaing dapat dicapai melalui bermacam strategi salah satunya dengan strategi bisnis baik itu cost leadership, differentiation maupun focus. Perkembangan dunia usaha dalam bidang perusahaan industri yang berubah dengan cepat dan metode perencanaan strategis yang memberikan perhatian besar dalam mengantisipasi berbagai perubahan yang terjadi di masa depan, maka penerapan perencanaan strategis merupakan suatu kebutuhan yang mendesak dan harus dilaksanakan semaksimal mungkin, mengingat lingkungan juga selalu berubah dan masa depan kian sulit diprediksikan (Basri, 2005). Beberapa penelitian mengenai perencanaan strategi (Amstrong, 1982) serta adanya teori yang dikemukakan (Hax and Majluf, 1991; Higgins and Vienze, 1993; Pearce and Robinson, 1994) bahwa proses perencanaan stratejik terdiri dari 3 komponen yaitu (1) formulasi, dimana terdiri dari pengembangan misi, penentuan tujuan, penilaian lingkungan internal dan eksternal serta evaluasi dan penyeleksian alternatif strategi, (2) implementasi, (3) pengawasan/kontrol. Adapun fokus utama dari kegiatan perencanaan stratejik dalam perusahaan dapat dilihat dari komponen-komponen diatas. Anderson (1982), melalui kertas kerjanya menerangkan tentang hubungan antara perkembangan usaha kecil dan menengah dengan laju pertumbuhan atau tingkat pengembangan ekonomi suatu wilayah yang kemudian dikenal dengan sebutan ”stage theory”. 29 | J u r n a l A k u n t a n s i
Hartanto (1999) mengemukakan, bahwa masalah yang dihadapi dunia bisnis ini bukan saja terjadi karena perubahan pada lingkungan eksternalnya, tetapi juga konsekuensi dari perkembangan dan perubahan internalnya dari masing-masing perusahaan tersebut. Perubahan pada lingkungan eksternal biasanya berkisar pada perkembangan atas kebutuhan masyarakat, pelanggan, perubahan tatanan ekonomi, perubahan demografi, perubahan mobilitas sosial dan geografik. Sebaliknya perubahan dalam lingkungan internal perusahaan timbul karena dua kekuatan yaitu (1) kesadaran baru manajemen tentang respons stratejik yang perlu mereka ambil untuk menghadapi perubahan yang terjadi di lingkungan eksternalnya atau dinamakan perubahan stratejik dan (2) timbul dari pendewasaan perusahaan. Faktor lingkungan berperan penting bagi perusahaan terutama dalam pemilihan arah dan formulasi strategi perusahaan. Adanya perubahan dalam lingkungan baik internal ataupun eksternal menuntut kapabilitas perusahaan untuk dapat beradaptasi dengan perubahan tersebut agar kelangsungan hidup (survival) perusahaan tetap bertahan. Sementara itu perencanaan merupakan suatu alat untuk melakukan adaptasi dan juga merupakan faktor penentu bagi kinerja perusahaan sehingga diharapkan menciptakan keunggulan bersaing. Dibawah ini tercantum beberapa penelitian yang menunjukan hubungan antara perencanaan stratejik dengan kinerja, dan beberapa variabel yang mempengaruhi sebuah perencanaan stratejik hingga mampu menciptakan keunggulan bersaing. Teori mengenai perencanaan stratejik menjelaskan bahwa perencanaan stratejik tersebut kompleks dan terdiri dari beberapa aspek (Boyd & Reuning - Elliot, 1998; Hitt, Ireland & Hoskisson, 2001; Johnson and Scholes, 2002 ; Kukalis, 1991; Veliyath and Shortell, 1993; Wheelan and Hunger, 2002) dimana mempunyai pengaruh pada tujuan perusahaan, pembelajaran, manajemen inovatif, posisioning kompetitif dan keunggulan kompetitif yang berkelanjutan. Keunggulan bersaing yang berkelanjutan dapat dicapai apabila kemampuan manajemen dalam berkreasi dan mengimplementasi-kan sebuah strategi yang tahan akan persaingan imitasi dan mampu menciptakan persaingan dalam jangka waktu yang lama (Bharawaj, Varadarajan & Fahy, 1993; Grant, 1995; Mahonney & Pandian, 1992; Rumelt, 1984).
2. Kerangka Teoritis 2.1 Teori Kontinjensi Munculnya teori kontijensi dalam akuntansi manajemen berawal dari adanya sebuah asumsi dasar pendekatan universal. Bahwasanya sebuah sistem pengendalian manajemen dalam akuntansi manajemen dapat diterapkan pada seluruh perusahaan di berbagai kondisi. Pendekatan universal ini muncul sebagai akibat adanya perkembangan dalam pendekatan manajemen ilmiah, yang memiliki tujuan untuk mencari formulasi terbaik dalam proses produksi suatu perusahaan. Sebuah sistem pengendalian manajemen pada kenyataannya juga dapat diaplikasikan untuk beberapa perusahaan yang mempunyai karakteristik dan skala usaha yang hampir sama. Berangkat dari kenyataan ini, maka sebuah teori kontinjensi dalam pengendalian manajemen terletak di antara dua ekstrim. Ekstrim yang pertama, berdasarkan teori kontinjensi maka pengendalian manajemen akan bersifat situation specific model atau sebuah model pengendalian yang tepat akan sangat dipengaruhi oleh situasi yang dihadapi. Ekstrim kedua adalah adanya kenyataan bahwa sebuah sistem pengendalian manajemen masih dapat digeneralisir untuk dapat diterapkan pada beberapa perusahaan yang berbeda-beda. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan hubungan antara teori kontingensi dengan kinerja organisasi, dalam hal ini adalah pengambilan keputusan strategis berkualitas yang merupakan bagian dari sistem pengendalian manajemen. Teori kontigensi dapat digunakan untuk menganalisis desain dan sistem akuntansi manajemen untuk memberikan informasi yang dapat digunakan perusahaan untuk berbagai macam tujuan (Otley, 1995) dan untuk menghadapi persaingan (Mia dan Clarke,1999). 30 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
Menurut Otley (1995) Sistem pengendalian dipengaruhi oleh konteks dimana mereka beroperasi dan perlu disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan organisasi. Otley (1995) menyatakan bahwa premis dari Teori Kontingensi adalah tidak terdapat sistem pengendalian yang secara universal selalu tepat untuk bisa diterapkan pada seluruh organisasi dalam setiap keadaan. Wruck dan Jensen (1994) menyatakan bahwa implementasi manajemen kualitas yang efektif mempunyai syarat utama terkait dengan perubahan dalam infrastruktur organisasi, seperti sistem pengukuran kinerja, sistem rewards dan punishment. Ittner dan Larcker’s (1995) menemukan bahwa penggunaan sistem akuntansi manajemen yang lebih besar dengan memasukan ukuran kinerja non-financial dan incentive terkait dengan ukuran kinerja mungkin dihubungkan dengan kinerja yang lebih tinggi untuk perusahaan dengan sedikit memperluas implementasi kinerja organisasi. Kenis (1979) menyarankan untuk melibatkan variable situasional (seperti personalitas, sasaran yang sesuai, reward expectancy, organisasional dan variabel lingkungan) sebagai variabel mediasi. Peneliti dibidang akuntansi menggunakan teori kontingensi saat mereka menelaah hubungan antara faktor organisatoris dan pembentukan sistem pengendalian manajemen. Berdasarkan pada teori kontingensi, maka peningkatan kinerja organisasi perlu digeneralisasi dengan mempertimbangkan faktor – faktor seperti perilaku individu dan dinamika lingkungan yang mendukung pencapaian kinerja yang lebih baik atau disesuaikan agar dapat diterapkan secara efektif pada perusahaan. 2.2 Sistem Pengukuran Kinerja (SPMS) Hasibuan (2003), kinerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu. Drucker (2002) kinerja adalah tingkat prestasi atau hasil nyata yang dicapai. Kinerja juga didefinisikan sebagai keberhasilan personel dalam mewujudkan sasaran stratejik diempat persfektif: keuangan, customer, proses serta pembelajaran dan pertumbuhan (mulyadi, 2007). Dilihat dari pengertian diatas, kinerja perusahaan merupakan hasil keputusan-keputusan manajemen untuk mencapai suatu tujuan secara efektif dan efisien. Sistem pengukuran kinerja hanyalah suatu mekanisme yang memperbaiki kemungkinan bahwa organisasi tersebut akan mengimplementasikan strateginya dengan baik. Tujuan pokok pengukuran kinerja adalah memotifasi karyawan dalam pencapaian sasaran organisasi dan dalam mematuhi standar prilaku yang telah ditetapkan sebelumnya, agar membuahkan hasil dan tindakan yang di inginkan (mulyadi, 2008). Cita-cita dari sistem ukuran kinerja adalah untuk mengimplementasikan strategi. Dalam menetapkan system semacam itu, manajemen senior memiliki ukuran-ukuran yang paling mewakili stratgi perusahaan. Ukuran-ukuran ini dapat dilihat sebagai faktor keberhasilan penting masa kini dan masa depan, jika ukuran-ukuran ini membaik, berarti perusahaan telah mengimplementasikan strateginya. Keberhasilan strategi tergantung pada kekuatannya. Sistem ukuran kinerja hanyalah merupakan suatu mekanisme yang memperbaiki kemungkinan bahwa organisasi tersebut mengimplementasikan strateginya dengan berhasil. 2.3 Pengambilan Keputusan Strategis (CSDA) Pemimpin/manajer memiliki talenta yang berbeda-beda, baik dalam kemampuan menemukan masalah maupun mengatasi masalah. Keterampilan yang harus dimiliki (yang harus dimiliki), juga berbeda-beda sesuai dengan tingkatan posisi dalam manajemen. Pemimpin/mamnjer dibagi dalam tiga tingkatan, yaitu penyelia, madya, dan teras disebut juga lini 31 | J u r n a l A k u n t a n s i
pertama, menengah, dan puncak (Davis dan Newstorm, 1996, T. Hani Handoko, 1992, dalam Karno Wahadi, 2001). Masing-masing manajer menggunakan jenis keterampilan yang berbedabeda, yaitu keterampilan teknis, keterampilan manusiawi, serta keterampilan konseptual. Dalam Prakteknya, ketiga keterampilan tersebut harus dimiliki oleh para manajer, meskipun tingkatannya berbeda-beda. Keterampilan konseptual (conceptual skill) merupakan kemampuan untuk berfikir dalam kaitannya dengan model, kerangka, hubungan yang luas, seperti rencana jangka panjang dan pengambilan keputusan yang mendadak. Keterampilan ini menjadi semakin penting dalam pekerjaan manajerial yang lebih tinggi. Para manajer yang berhasil, bergantung pada perilaku, keterampilan, dan tindakan yang tepat. Sutherland, 1984 (dalam Karno Wahadi, 2001), dibagi kedalam tiga golongan, yaitu: 1. Keputusan strategik (Strategic Decision), diartikan sebagai keputusan yang dihasilkan dengan cara memformulasikan, mengevaluasi, dan memilih dari berbagai alternatif yang berbeda-beda dalam tema, bentuk, dan macamnya. 2. Keputusan Taktik (Tactical Decision), diartikan sebagai keputusan yang dihasilkan dengan cara memformulasikan, mengevaluasi, dan dan memilih dari berbagai alternatif dengan variasi yang komprehensif untuk satu tema strategik tertentu. 3. Keputusan Operasional (Operational Decision), diartikan sebagai keputusan yang dihasilkan dengan cara memilih salah satu hal yang utama dari pilihan yang spesifik dan hanya dapat mewakili dari alternatif dengan keadaan yang spesifik tersebut. Proses pengambilan keputusan strategik menurut Minzberg, (1976 dalam Karno Wahidi, 2001), memiliki beberapa tahapan atau fase, yaitu; Fase 1, fase ini adalah merupakan fase identifikasi, yang dibentuk dari dua proses. Proses yang pertama adalah manajer harus mengenal tentang beberapa hal yang mungkin akan menimbulkan masalah atau memunculkan kesempatan. Sedangkan proses yang kedua, manajer harus mendapatkan informasi yang meyakinkan, tentang isu perubahan, yang telah dikumpulkan agar dapat dipahami dengan lebih baik. Fase 2, fase ini adalah merupakan fase pengembangan, yang juga memiliki dua proses. Pada tahap pengembangan, pertama-tama manajer harus mencari, internal maupun ekternal, alternatifalternatif penyelesain dari maslah yang dihadapi. Kedua, manajer harus mendesain penyelesain masalah (solusi) potensial atau memodifikasi solusi yang pernah ada dan pernah dilakukan. Fase 3, fase ini adalah merupakan fase pemilihan dari pengambilan keputusan strategik. Pada fase ini terdapat tiga proses, yaitu: a. Manajer melihat kembali alternatif-alternatif yang diperoleh pada fase pengembngan. Proses ini diperlukan karena hanya beberapa alternatif saja yang dapat dijabarkan dan diuji secara rinci (detail). b. Manajer melanjutkan pada proses evaluasi pemilihan, dengan mempertimbangkan solusi alternatif yang telah dianalisis dan diputuskan. c. Sebuah keputusan terakhir dibuat sebagai satu alternative yang dipilih sebagai keputusan strategik yang harus dilaksanakan. 2.4 Dinamika Lingkungan (ED) Kondisi bisnis sangat banyak berpengaruh pada kehidupan kita. Oleh karena itu perusahaan-perusahaan mempunyai beberapa tanggung jawab pada kehidupan dan kesejahteraan manusia. Menurut Philip Kotler (1997), perusahaan, pemasok, perantara pemasaran, pelanggan, pesaing dan lapisan masyarakat, semua menjalankan fungsinya dalam kekuatan lingkungan makro yang lebih besar dan dalam kecenderungan-kecenderungan yang amat besar, yang membentuk berbagai peluang dan memberikan ancaman terhadap perusahaan. Perusahaan sangat bergantung pada masyarakat untuk membeli barang dan jasa yang ditawarkan, dan sikap masyarakat terhadap perusahaan sangat berpengaruh pada cara kegiatan serta pelayanan 32 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
perusahaan tersebut. Oleh karena itu perusahaan harus menjaga hubungan baik dengan kelompok atau pihak-pihak yang berkepentingan. Secara umum, lingkungan perusahaan dapat dibedakan menjadi lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Lingkungan eksternal bisnis adalah faktor-faktor di luar dunia usaha yang mempengaruhi kegiatan bisnis. Lingkungan eksternal bisnis dapat dibedakan menjadi lingkungan eksternal makro dan lingkungan eksternal mikro. Lingkungan Eksternal Makro, Adalah lingkungan eksternal yang berpengaruh tidak langsung terhadap kegiatan bisnis. Yang termasuk didalamnya adalah : a. Demografi, Faktor lingkungan pertama yang menarik bagi perusahaan adalah demografi karena orang banyaklah yang membentuk pasar. Keadaan dan perubahan demografi yang ada akan mempengaruhi jenis barang dan jasa yang dibutuhkan kelompok-kelompok masyarakat. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan oleh perusahaan atau manajer mengenai struktur dan perkembangan demografi ini dalam rangka pengambilan keputusannya, terutama untuk menentukan strategi bisnisnya. Faktor migrasi, tingkat kepadatan, jenis pekerjaan, distribusi usia, kelahiran, perkawinan dan angka kematian, ras, suku bangsa, adat istiadat dan struktur keagamaan merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap suatu lingkungan demografi. b. Perekonomian, Kondisi perekonomian yang bertumbuh akan mengakibatkan naiknya penghasilan masyarakat yang akhirnya akan meningkatkan kebutuhan masyarakat dalam segala bidang baik kuantitatif maupun kualitatif. Sebaliknya jika terjadi penurunan pendapatan, masyarakat akan lebih selektif dalam hal pemenuhan kebutuhannya dan hanya akan memilih pemenuhan kebutuhan-kebutuhan yang bersifat lebih dasar saja. c. Politik atau Hukum, Keputusan-keputusan perusahaan sangat dipengaruhi oleh perkembangan dalam lingkungan politik atau hukum. Lingkungan ini dibentuk oleh norma-norma hukum, lembaga, pemerintahan, dan kelompok oposisi yang mempengaruhi dan membatasi gerakgerik berbagai organisasi dan individu dalam masyarakat. Hal-hal seperti siapa yang berkuasa di suatu Negara atau wilayah, bagaimana menjalankan pemerintahannya, apa peran dan kekuasaan yang dimiliki oleh pelaku-pelaku dalam percaturan politik dan bagaimana dampaknya terhadap pemilik usaha dan penciptaan profit oleh pengusaha merupakan faktorfaktor penentu peluang dan ancaman bisnis di dalam suatu negara atau wilayah. d. Sosial atau Budaya, Masyarakat Indonesia saat ini sedang berada dalam masa transisi. Artinya masyarakat Indonesia pada saat ini sedang bergerak dari masyarakat agraris kemasyarakat industri. Dalam masyarakat transisi ini, masyarakat sedang mengalami kebingungan sosial dan budaya. Hal-hal yang menyangkut nilai-nilai sosial budaya dalam suatu masyarakat harus selalu diperhatikan oleh pelaku bisnis. e. Ekologi, Permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh negara-negara berkembang membuat negara-negara berkembang seperti Indonesia menderita akibat polusi dan degradasi lingkungan hidup. Gerakan untuk melindungi alam dan menentang segala macam bentuk pencemaran perlu diperhatikan oleh dunia bisnis agar cita-cita untuk melakukan pembangunan yang berkelanjutan dapat terwujud dan produktivitas usaha tidak mengalami gangguan. f. Struktur dan Perilaku Birokrasi, Di Indonesia banyak sekali kasus kegagalan birokrasi publik dalam melayani masyarakat dan lambannya pertumbuhan ekonomi. Hal ini diantaranya disebabkan oleh nilai-nilai yang berkembang dalam masyarakat Indonesia seperti paternalisme yang ditunjukkan melalui orientasi dan penghormatan yang berlebihan kepada atasan. Salah satu bentuk patologi birokrasi yang sangat terkenal di Indonesia adalah prosedur yang berbelit-belit. Hal ini seringkali menjadi sarana bagi para oknum birokrat untuk melakukan pungli dan korupsi. 33 | J u r n a l A k u n t a n s i
Lingkungan Eksternal Mikro, Adalah lingkungan eksternal yang berpengaruh langsung terhadap kegiatan usaha. Yang termasuk dalam lingkungan eksternal mikro adalah : a. Pemasok/supplier, Merupakan pihak-pihak yang menyediakan bahan mentah atau barang setengah jadi untuk diproduksi oleh perusahaan. Pihak-pihak ini sangat menunjang kelangsungan operasi perusahaan. b. Teknologi, Kekuatan yang paling dramatis yang membentuk nasib manusia adalah teknologi. Teknologi telah menghasilkan berbagai kemajuan dalam kehidupan manusia. Setiap teknologi maju seringkali melumpuhkan teknologi yang lebih tua. Apabila perusahaan ingin meraih kesuksesan maka perusahaan tersebut harus membangun kekuatan teknologi atau minimal tidak ketinggalan dari pesaingnya. c. Pasar, Perilaku pasar dan bentuk-bentuk pasar yang tampak dalam masyarakat adalah sesuatu yang harus dipelajari dengan seksama oleh perusahaan. Kesalahan dalam membaca peluang pasar sangat fatal akibatnya bagi kelangsungan perusahaan. d. Perantara, Berkaitan erat dengan distribusi barang/jasa hingga sampai ke tangan konsumen akhir. Misalnya distributor dan pengecer yang berperan dalam pendistribusian hasil-hasil produksi ke konsumen. Lingkungan internal adalah faktor-faktor yang berada dalam kegiatan produksi dan langsung mempengaruhi hasil produksi. Termasuk dalam lingkungan internal adalah Tenaga kerja, Peralatan dan mesin-mesin, Permodalan (pemilik, investor, pengelolaan dana dan sebagainya), Bahan mentah, bahan setengah jadi, pergudangan, mobilitas fisik dan sebagainya, Sistem informasi dan administrasi, sebagai acuan dalam pengambilan keputusan manajemen.
3. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Menurut Philip Kotler (1997), perusahaan, para pemasok, para perantara pemasaran, para pelanggan, pesaing dan lapisan masyarakat, semua menjalankan fungsinya dalam kekuatan lingkungan makro yang lebih besar dan dalam kecenderungan-kecenderungan yang amat besar, yang membentuk berbagai peluang dan memberikan ancaman terhadap perusahaan. Perusahaan sangat bergantung pada masyarakat untuk membeli barang dan jasa yang ditawarkan, dan sikap masyarakat terhadap perusahaan sangat berpengaruh pada cara kegiatan serta pelayanan perusahaan tersebut. Oleh karena itu perusahaan harus menjaga hubungan baik dengan kelompok atau pihak-pihak yang berkepentingan. Secara umum, lingkungan perusahaan dapat dibedakan menjadi lingkungan eksternal dan lingkungan internal. Anthony, Banker, Kaplan dan Young (1997) mengatakan hasil pengukuran kinerja digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian-penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian. Selama ini, pengukuran kinerja perusahaan cenderung lebih memfokuskan terhadap sisi keuangan saja. Kecenderungan seperti ini berdampak kurang baik terhadap sustainabilitas bisnis perusahaan. Sebab hasil pengukuran kinerja secara parsial tersebut cenderung akan mengaburkan bahkan menyembunyikan kemampuan perusahaan sebenarnya dalam mencapai nilai ekonomis di masa datang. Banyak pimpinan perusahaan dinilai sukses jika berhasil mencapai suatu tingkat keuangan tertentu. Oleh karena itu, banyak perusahaan yang berusaha untuk meningkatkan keuntungan dengan cara apapun. Hal ini dapat menyebabkan perusahaan terjebak pada orientasi jangka pendek dan mengabaikan kelangsungan bisnis jangka panjang dari perusahaan tersebut. Sementara itu, metode pengukuran kinerja (performance measurement) telah berkembang pesat. Para akademisi dan praktisi telah banyak mengimplementasikan model-model baru dari sistem 34 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
pengukuran kinerja perusahaan, antara lain Balanced Scorecard (Kaplan dan Norton, 1996), Integrated Performance Measurement System (IPMS) (Bititci et al, 1997), dan SMART System (Galayani et al, 1997). Implementasi sistem pengukuran kinerja dalam konteks. Suatu sistem pengukuran kinerja sangat penting untuk mengetahui keberhasila nperusahaan dalam mencapai tujuannya, baik tujuan jangka panjang maupun jangka pendek seperti yang telah ditetapkan dalam suatu strategi. Jadi untuk mengetahui berhasil atau tidaknya suatu strategi yang telah ditetapkan, diperlukan suatu pengukuran kinerja yang merupakan alat bagi manajemen untuk mengevaluasi kinerjanya. Menurut Kaplan dan Norton, (Yuwono, 2002, p7), Balanced Scorecard merupakan:“…sekumpulan ukuran yang memberikan para manajer puncak suatu pandangan bisnis secara tepat namun dapat dipahami …meliputi ukuran keuangan yang menunjukkan hasil dari tindakan yang telah dilakukan …melengkapi ukuran-ukuran keuangan dengan ukuranukuran operasional berdasarkan kepuasan pelanggan, prosesinternal, dan inovasi organisasi serta memperbaiki ukuran-ukuran aktivitas operasional yang merupakan pengendali keuangan yang dihasilkan di masa mendatang.” Sedangkan menurut Anthony, Banker, Kaplan, dan Young (Yuwono, 2002, p7), Balanced Scorecard merupakan: “pengukuran dan sistem manajemen yang memandang kinerja unit bisnis dari empat perspektif: keuangan, pelanggan, proses internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. ”Jadi dengan demikian, sistem manajemen, pengukuran, dan pengendalian yang secara cepat, tepat, dan komprehensif yang dapat memberikan pemahaman kepada manajer tentang kinerja bisnis. Balanced Scorecard melengkapi seperangkat ukuran finansial kinerja masa lalu dengan ukuran pendorong (driver) kinerja masa depan. Tujuan dan ukuran balanced scorecard diturunkan dari visi dan strategi. Tujuan dan ukuran memandang kinerja perusahaan dari empat perspektif: finansial, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan pertumbuhan. Empat perspektif ini memberi kerangka kerja bagi Balanced Scorecard. Sementara tetap memperhatikan kinerja jangka pendek, yaitu melalui perspektif finansial Balanced Scorecard dengan jelas mengungkapkan berbagai faktor yangmenjadi pendorong tercapainya kinerja finansial dan kompetitif jangka panjang yang superior (Kaplan dan Norton, 2000, dalam Bisbee & Malagueno, 2012). Sebuah keputusan merupakan sebuah pilihan dari berbagai pilihan yang ada, dengan tiap-tiap pilihan memiliki keuntungan dan resiko (Campbel, et al., 1997). Pengambil keputusan yang baik mengidentifikasi keuntungan dan resiko dari setiap pilihan yang ada, menggunakan setiap bukti (informasi) yang tersedia untuk menentukan bobot tiap pilihan secara logis, dan kemudian memutuskannya. Refleksi merupakan berpikir fleksibel yang melintasi wilayah sosial, dengan pengenalan pada hubungan dinamis antara individu dengan kelompoknya, sehingga pebelajar dapat mengkonstruksi pengetahuan dirinya dan memandu tindakan (Rychen, dalam Hipkins, 2006). Gambar 1 Model Penelitian
ED
H2 CSDA
SPMS H1
35 | J u r n a l A k u n t a n s i
Keterangan: SPMS = Strategic Performance Measurenment System (Sistem Pengukuran Kinerja) ED = Environmental Dynamism (Dinamika Lingkungan) CSDA = Comprehensiveness of Strategic Decision Arrays (Pengambilan Keputusan Strategis) OP = Organizational Performance (Kinerja Organisasi)
3.1 Hubungan Sistem Pengukuran Kinerja Terhadap Pengambilan Keputusan Strategis Sistem pengukuran kinerja menyediakan informasi yang relevan dengan pengambilan keputusan. Informasi yang relevan diperoleh dari alat ukur kinerja yang mencakup aspek keuangan dan non keuangan. Penyatuan alat ukur yang meliputi rantai nilai sebuah organisasi diyakini dapat membantu manajer untuk memahami hubungan lintas fungsional yang mengarahkan pada pemecahan masalah dan pengambilan keputusan yang lebih baik dan tepat (Banker et al, 2002). Dengan cara ini sistem pengukuran kinerja dapat memandu proses pengambilan keputusan dan membantu mengevaluasi keputusan di masa lalu (Malina dan Selto, 2001). Kren (1992) menyatakan bahwa informasi yang berkaitan dengan pekerjaan dapat meningkatkan kinerja karena informasi kinerja memberikan para manajer prediksi yang lebih akurat tentang keadaan lingkungan, sehingga menghasilkan sebuah pengambilan keputusan alternatif yang lebih baik dengan rangkaian tindakan efektif dan efisien. Kren (1992) menemukan hubungan positif antara informasi yang berkaitan dengan pekerjaan dan kinerja manajerial dalam pengambilan keputusan strategis . Ia menyatakan bahwa infomasi kinerja yang komprehensif dari sistem pengukuran kinerja akan memberikan informasi yang lebih spesifik dan relevan untuk proses pengambilan keputusan, sehingga meningkatkan kinerja manajerial. Atas dasar penelitian terdahulu, dan penjelasan diatas maka dihipotesiskan: H1: Sistem Pengukuran Kinerja berpengaruh terhadap Pengambilan Keputusan Strategis
3.2 Hubungan Dinamika Lingkungan, Sistem Pengukuran Kinerja, Pengambilan Keputusan Strategis Penelitian sebelumnya memberikan pengaruh tidak langsung terhadap perubahan lingkungan juga merupakan variabel penting untuk lebih memahami implikasi dari SPMS. Penelitian sebelumnya menyimpulkan bahwa lingkup informasi yang luas (Chenhall, 2007; Gordon dan Narayanan, 1984) membantu pengendalian dengan memfokuskan informasi mengenai risiko (Chenhall dan Morris, 1986) dan manajer mengatur untuk melakukan pengendalian dari ketidakpastian hasil yang diinginkan (Hoque, 2004, 2005). Selain itu, perusahaan yang bersaing dalam pasar yang relative stabil menghadapi kebutuhan informasi dan risiko dari perusahaan yang beroperasi didalam dinamika lingkungan. Beberapa penelitian barubaru ini (misalnya Bukh dan Malmi, 2005; Micheli dan Manzoni, 2010) dan studi kualitatif (misalnya Kolehmainen, 2010; Melnyk et al,.2010) telah menunjukkan, perusahaan-perusahaan di lingkungan yang stabil yang mungkin mengalami pengaruh SPMS berbeda dari perusahaan yang beroperasi dalam lingkungan yang dinamis. Meskipun indikasi, penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa dinamika lingkungan mempengaruhi perbedaan pendapat, dimana penelitian 36 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
SPMS yang mempengaruhi kinerja organisasi masih sedikit (Bukh dan Malmi, 2005; Micheli dan Manzoni, 2010). Atas dasar penelitian terdahulu, dan penjelasan diatas maka dihipotesiskan: H2: Dinamika Lingkungan Dapat Mempengaruhi Sistem Pengukuran kinerja Terhadap Pengambilan Keputusan Strategis
4. Metode Penelitian 4.1 Pengumpulan data dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh manajer perusahaan manufaktur di Provinsi Banten yang terdaftar di Disperindag. Sampel dalam penelitian ini adalah Middle Manager dari perusahaan manufaktur di Provinsi Banten. Teknik penarikan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling methode (pemilihan sampel bertujuan). Kriteria sampel yang diajukan sebagai berikut: 1. Middle Manager Perusahaan manufaktur Banten dan perusahaan tersebut telah terdaftar di Disperindag Provinsi Banten. 2. Middle Manager pada Perusahaan manufaktur yang memiliki karyawan diatas 200. 3. Middle Manager yang berposisi sebagai manajer keuangan, pemasaran, penjualan, produksi, personalia, manajer IT, dan manajer logistik. 4.2 Variabel Penelitian Variabel Independen Variabel independen dalam penelitian ini adalah Strategic Sistem Pengukuran Kinerja (SPMS) Variabel Dependen Variabel intervening dalam penelitian ini adalah Pengambilan Keputusan Strategis (CSDA). Variabel Moderating Variabel moderating dalam penelitian ini adalah Dinamika Lingkungan (ED).
4.3 Analisis Data Pada penelitian ini pengujian data dan hipotesis menggunakan software Partial Least Square (PLS). Pengumpulan data yang dilakukan dengan pendekatan Structural Equation Model (SEM) dengan menggunakan software Partial Least Square (PLS). Metode statistik Partial Least Squares (PLS) ini dipakai karena keuntungan suatu organisasi untuk mengambil semua hubungan saling ketergantungan ke dalam akun secara bersamaan dalam prosedur estimasi model tunggal (Chin,1998) dalam Ghozali (2006). Model persamaan struktural merupakan persamaan teknik analisis multivariate yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antar variabel yang kompleks baik recursive maupun non recursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang keseluruhan model. PLS merupakan metode analisis yang powerfull Wold (1985) dalam Ghozali (2006:18) karena tidak didasarkan pada banyak asumsi. Misalnya, data harus terdistribusi normal, sampel tidak harus besar. Selain dapat digunakan untuk mengkonfirmasi teori, PLS juga dapat digunakan untuk menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel laten. PLS dapat sekaligus menganalisis konstruk yang dibentuk dengan indikator refleksif dan formatif. Hal ini tidak dapat dilakukan oleh SEM yang berbasis kovarian karena akan menjadi unidentified model. Model persamaan 37 | J u r n a l A k u n t a n s i
struktural merupakan persamaan teknik analisis multivariate yang memungkinkan peneliti untuk menguji hubungan antar variabel yang kompleks baik recursive maupun non recursive untuk memperoleh gambaran menyeluruh tentang keseluruhan model. Tidak seperti model multivariate biasa (analisis faktor regresi berganda) SEM dapat menguji bersama-sama yaitu : a. Model struktural: hubungan antara konstruk independen dan dependen b. Model measurement: hubungan (nilai loading) antara indikator dengan konstruk (variabel laten). Digabungkannya pengujian model struktural dengan model pengukuran tersebut memungkinkan untuk : a. Menguji kesalahan pengukuran (measurement error) sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari SEM. b. Melakukan analisis faktor bersamaan dengan pengujian hipotesis 5. Pembahasan dan Hasil Penelitian 5.1 Gambaran Umum Responden Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah manager keuangan, manager pemasaran, manager penjualan, manager produksi, manager personalia, manajer logistik, manajer informasi dan teknologi pada perusahaan manufaktur di provinsi Banten. Jenis responden tersebut dipilih dengan menggunakan teknik purposiv sampling yang telah di jelaskan dalam bab sebelumnya. Pegolahan data dalam penelitian ini menggunakan program Smart Partial Least square (PLS) versi 1.0. Data yang diolah adalah jawaban responden terkait Sistem Pengukuran Kinerja, Terhadap Kinerja Organisasi. Dari 40 Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Disperindag Provinsi Banten sebanyak 35 Perusahaan yang di kunjungi oleh peneliti atau bersedia mengisi kuesioner, Penelitian ini melakukan penyebaran kuesioner sebanyak 245 kuesioner sesuai dengan total manager 245 manager dari 35 perusahaan manufaktur di Provinsi Banten. Dari jumlah tersebut kuesioner yang kembali berjumlah 147 kuesioner atau 60% responden yang mengembalikan dari 21 perusahaan. Kuesioner yang tidak kembali 98 kuesiner atau 40% responden yang tidak mengembalikan dari 14 perusahaan. Tabel 1 Persentase Pengiriman dan Pengembalian Kuesioner No Keterangan Jumlah Persentase 1 Kuesioner yang disebar 245 100% 2 Kuesioner yang kembali 147 60% 3 Kuesioner yang tidak kembali 98 40% 4 Kuesioner yang bisa diolah 140 57% 5 Kuesioner yang tidak bisa diolah 7 3% Sumber : Data primer yang diolah (2014) 5.2 Pengujian Kualitas Data Uji Validitas Pengujian validitas data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan software PLS dengan Outner Model yaitu Convergen validity yang di lihat dengan nilai squer root average variance extracted (AVE) masing-masing konstruk dimana nilainya harus lebih besar dari 0,5. Cara lain yaitu dengan membandingkan nilai squere root of average variance extracted (AVE) setiap konstruk (variabel late) dengan korelasi antara konstruk dengan konstruk lainnya dalam model. Jika nilai akar AVE setiap konstruk lebih besar dari pada nilai korelasi antara konstruk lainnya dalam model, maka dikatakan memiliki nilai discriminant validity yang baik. 38 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
Tabel 2 Average Variance Extracted (AVE) AVE √AVE CSDA 0.548336 0.740479 SPMS * ED 0.688203 0.829580 ED 0.581599 0.762626 SPMS 0.538472 0.733806 Sumber : Data primer yang diolah (2014) Tabel 2 diatas menjelaskan nilai dari AVE, Sistem Pengukuran Kinerja, Pengambilan Keputusan Strategis, dan Dinamika Lingkungan. Dapat dilihat bahwa setiap konstruk (variabel) tersebut memiliki nilai AVE diatas 0,5. Hal ini menunjukan bahwa setiap konstruk tersebut memiliki nilai validitas yang baik dari setiap indikator atau kuesioner yang digunakan dapat dikatakan valid. Uji Reliabilitas Dalam uji reabilitas, penulis menggunakan software PLS dengan Composite Reliability. Suatu data dikatakan reliabel jika, composite reliability lebih dari 0,7. Tabel 3 Composite Reliability CSDA ED SPMS SPMS * ED
Composite Reliability 0.935404 0.937956 0.901252 0.994312
Sumber : Data primer yang diolah dengan Smart PLS (2014) Dari tabel 3 diatas dapat dilihat setiap kontruk atau variabel laten tersebut memiliki nilai Composite Reliability diatas 0,7 yang menandakan bahwa internal consistency dari antar variabel memiliki reliabilitas yang baik. Analisis Data Outer Model Variabel Sistem Pengukuran Kinerja (SPMS) Variabel sistem informasi terintegrasi dijelaskan oleh 8 indikator pertanyaan yang terdiri dari SPMS1 sampai dengan SPMS8. Uji terhadap outer loading bertujuan untuk melihat korelasi antara score item atau indikator dengan score konstruk. Indikator dianggap reliabel jika memiliki nilai korelasi di atas 0,6. Namun dalam tahap pengembangan korelasi 0,5 masih dapat diterima Ghozali (2006:24). 8 indikator ini
39 | J u r n a l A k u n t a n s i
Gambar 2 Outer Model Sistem Pengukuran Kinerja
Hasil pengolahan dengan menggunakan Smart PLS dapat dilihat pada gambar 2 dan mana nilai outer loadings dari indikator variabel sistem informasi integrasi tidak terdapat nilai yang kurang dari 0,5 dan menunjukan nilai outer model atau korelasi dengan variabel secara keseluruhan sudah memenuhi Convergent Validity ( Ghozali 2006;24 ). Sehingga dapat di tarik kesimpulan bahwa variabel sistem pengukuran kinerja telah memenuhi syarat dari kecukupan model atau Discriminant validity. Outer model variabel Pengambilan Keputusan Strategis (CSDA) Variabel Pengambilan Keputusan Strategis dijelaskan oleh 13 indikator pertanyaan yang terdiri dari CSDA1 sampai dengan CSDA13. Uji terhadap outer loading setiap indikator menunjukan CSDA12
CSDA13
CSDA11
CSDA2 0.763
0.747
0.783 3
0.718
CSDA3
CSDA10 0.777
Pengambilan Keputusan Strategis
0.773
CSDA9
0.791
0.645
0.726
CSDA4 0.697
0.818
0620
CSDA5
CSDA8
CSDA7
CSDA6
angka diatas 0,5 kecuali untuk indikator CSDA1 0,368. Oleh karena itu indikator ini dieliminasi. Gambar 3Outer model variabel Pengambilan Keputusan Strategis
Hasil pengolahan dengan menggunakan Smart PLS dapat dilihat pada gambar 3 diatas SPMS8 SPMS1
SPMS7
0.880
0.622 SPMS2
0.736
0.803
Sistem Pengukuran Kinerja
0.862
SPMS6
0.593 0.605
0.694 SPMS5
SPMS3 SPMS4
40 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
dan dimana nilai outer loadings dari indikator Dinamika Lingkungan tidak terdapat indikator yang berada di bawah 0,5 dan menunjukan outer model atau korelasi dengan variabel secara keseluruhan sudah memenuhi convergent validity (Ghozali, 2006;24). Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel pengambilan keputusan strategis telah memenuhi syarat dari kecukupan model atau Discriminant validity. Outer Model Variabel Dinamika Lingkungan (ED) Variabel kejelasan peran dijelaskan oleh 11 Indikator pertanyaan yang terdiri dari ED1 sampai dengan ED11. Uji terhadap outer loading bertujuan untuk melihat korelasi antara score item atau indikator dengan score konstruknya, Indikator dianggap reliabel jika memiliki nilai korelasi diatas 0,6 (Ghozali, 2006 ; 24).
Gambar 4 Outer Model Variabel Dinamika Lingkungan ED11 00000
ED1
ED10
ED2
ED9
0.752 0.859
0.728 0.563
Dinamika Lingkungan
0780
ED3
0.813
ED8
0.817
0.723 0.850
0.777
ED4
0.679 ED7
ED5
ED6
Hasil pengolahan dengan menggunakan Smart PLS dapat dilihat pada gambar 4 diatas dimana nilai outer loadings dari indikator variabel Kinerja Organisasi tidak terdapat nilai yang kurang dari 0,5 dan menunjukan nilai outer model atau korelasi dengan variabel secara keseluruhan sedah memenuhi Convergent Validity ( Ghozali 2006;24 ). Sehingga dapat di tarik kesimpulan bahwa variabel dinamika lingkungan telah memenuhi syarat dari kecukupan model atau Discriminant validity.
41 | J u r n a l A k u n t a n s i
Pengujian Hipotesis Melalui Inner Model Gambar 5 Pengujian Iner Model
SPMS
CSDA
SPMS*ED
Inner model menurut Ghozali (2006:38) merupakan gambaran hubungan antar variabel laten yang berdasarkan pada substantive theory inner model yang kadang disebut juga dengan inner relation, structural model dan substantive theory. Adapun inner model dalam penelitian kami adalah, sebagai mana terlihat pada gambar 5 Dalam menilai struktur model PLS dapat dilihat berdasarkan nilai R-Squere untuk setiap variabel latennya. Adapun nilai R-Square pada pengolahan data kami adalah, sebagi berikut: Tabel 4 R-Square R-Squere CSDA
0.859011
SPMS SPMS*ED Tabel 4 menunjukan nilai R-square konstruk pengambilan keputusan strategis sebesar 0.859 , konstruk kinerja organisasi 0.912. Semakin tinggi R-square, maka semakin besar variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen sehingga semakin baik persamaan struktural. Untuk variabel pengambilan keputusan strategis nilai R-square sebesar 0.859 yang berarti 85,90% varians sistem pengukuran kinerja, dinamika lingkungan dan sistem pengukuran kinerja * dinamika lingkungan dijelaskan oleh variabel Pengambilan keputusan strategis sedangkan Pengambilan keputusan strategis dijelaskan oleh variabel kinerja organisasi, dan variabel-variabel lain diluar variabel yang diteliti dalam penelitian ini (Ghozali,2006). Tabel 5 Pengujian dan Pembahasan Hipotesis SPMS ->CSDA ED -> CSDA SPMS*ED -> CSDA
Original sample
Sample Mean
1.460506 1.756514 -2.127981
1.425071 1.712063 -2.050766
Pengujian dan Pembahasan Hipotesis 1 42 | J u r n a l A k u n t a n s i
Standard Deviation 0.233696 0.234617 0.438669
Standard Error
T Statistics
0233696 0.234617 0.438669
6.249608 1.047854 4.850995
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
Berdasarkan data statistik pada tabel 5 diatas menunjukan nilai t statistik sebesar 6,264 yang menunjukan nilai yang lebih besar daripada nilai t-tabel sebesar 1,96. Dengan membandingkan antara t-statistik dan t tabel dimana t-statistik menunjukan hasil yang lebih besar dari pada nilai t-tabel maka dapat ditarik hasil bahwa hipotesis H1 dapat diterima. Diterimanya hipotersis H1 menunjukan bahwa sistem pengukuran kinerja berpengaruh positif signifikan terhadap pengambilan keputusan strategis. Hasil penelitian ini dapat di kuatkan oleh penelitian Josep Bisbee, Ricardo Malagueno ( 2012) yang menyatakan bahwa sistem pengukuran kinerja memiliki hubungan positif signifikan terhadap kinerja organisasi. Didalam suatu perusahaan manajer senior harus lebih siap untuk memahami perkembangan, tren atau peristiwa didalam perubahan tuntutan lingkungan dan akan lebih siap untuk mengembangkan respon strategis yang tepat (Nadkarni, Barr, 2008). Perusahan – perusahaan yang menghadapi lingkungan yang lebih kompetitif untuk meningkatkan penekanan strategi pada difensiasi produk untuk mempertahankan atau memperluas posisi pasar. Kemampuan untuk berhasil merespon perubahan tuntutan lingkungan akan tercermin dalam peningkatan kinerja organisasi ( Chenhall & Langfield-Smith, 2003). Pengujian dan Pembahasan Hipotesis 2 Berdasarkan data statistik yang terdapat pada tabel 5 menunjukan nilai hubungan konstruk sistem pengukuran kinerja berpengaruh terhadap pengambilan keputusan strategis dengan nilai tstatistik 6.249 dan nilai koefesien parameter sebesar 1.460 dan signifikan pada 5%. dan konstruk dinamika lingkungan berpengaruh terhadap pengambilan keputusan strategi dengan koefisien parameter sebesar 1.756 dengan nilai t-statistik sebesar 7.486. Sedangkan konstruk interaksi antara sistem pengukuran kinerja dan dinamika lingkungan mempengaruhi pengambilan keputusan dengan nilai koefisien parameter 2.127 dengan nilai t-statistik sebesar 4.850. Dengan demikian dapat ditarik hasil H2 diterima dimana terjadi hubungan moderasi atau konstruk dinamika lingkungan merupakan konstruk moderasi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Josep Bisbee, Ricardo Malagueno ( 2012). Keputusan strategis yang diberika oleh sistem pengukuran kinerja akan memberikan flesibilitas yang dibutuhkan perusahaan untuk beradaptasi dengan strategi yang digunakan dan perubahan lingkungan. Dengan pengambilan keputusan strategis yang lebih komprehensif dapat memberikan sebagian besar kemungkinan mengurangi kekauan didalam sistem manajemen dan mengurangi risiko didalam suatu perusahaan (Micheli & Marzoni,2010).
6. Simpulan, Saran dan Keterbatasan 6.1 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian serta bab sebelumnya tentangg studi mengenai Sistem Pengukuran Kinerja terhadap Kinerja Organisasi, mempunyai beberapa simpulan yaitu : 1. Berdasarkan hasil pengujian secara statistik, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif anatara sistem pengukuran kierja terhadap pengambilan keputusan strategis. Hasil penelitian ini mengkonfirmasi penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Josep Bisbee, Ricardo Malagueno (2012). Serta didukung oleh penelitian Nadkarni, Barr, ( 2008) didalam suatu perusahaan manajer senior harus lebih siap untuk memahami perkembangan, tren atau peristiwa didalam perubahan tuntutan lingkungan dan akan lebih siap untuk mengembangkan respon strategis yang tepat. Perusahan – perusahaan yang menghadapi lingkungan yang lebih kompetitif untuk meningkatkan penekanan strategi pada difensiasi produk untuk mempertahankan atau memperluas posisi pasar. Kemampuan untuk berhasil merespon 43 | J u r n a l A k u n t a n s i
perubahan tuntutan lingkungan akan tercermin dalam peningkatan kinerja organisasi ( Chenhall & Langfield-Smith, 2003). 2. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dinamika lingkungan dapat mempengaruhi pengaruh sistem pengukuran kinerja terhadap pengambilan keputusan strategis. Hipotesis dapat diterima dimana terjadi hubungan moderasi atau konstruk dinamika lingkungan merupakan konstruk moderasi. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Josep Bisbee, Ricardo Malagueno ( 2012). Serta didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Micheli & Marzoni,(2010) Keputusan strategis yang diberikan oleh sistem pengukuran kinerja akan memberikan flesibilitas yang dibutuhkan perusahaan untuk beradaptasi dengan strategi yang digunakan dan perubahan lingkungan. Dengan pengambilan keputusan strategis yang lebih komprehensif dapat memberikan sebagian besar kemungkinan mengurangi kekauan didalam sistem manajemen dan mengurangi risiko didalam suatu perusahaan. 6.2 Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini adalah ukuran sampel yang relative lebih kecil terdiri dari 147 responden dari 21 perusahaan yang berada di Propinsi Banten. Salah satu yang menyebabkan sampel mengecil yaitu terdapat jumlah kuesioner tidak kembali yang dimungkinkan bahasa kuesioner kurang begitu jelas dan serta penelitian inipun hanya berfokus pada sektor manufaktur sehingga tidak memungkinkan entitas bisnis lain menjadi bagian dari penelitian ini.
6.3 Saran Berdasarkan hasil penelitian, penulis memberikan saran bagi penulis selanjutnya sebagai berikut : 1. Untuk menambah jumlah responden yang kecil baiknya pada penelitian selanjutnya menambahkan sektor yang berbeda selain dibidang manufaktur, seperti jasa, telekomunikasi, perbankan, 2. Melakukan penelitian secara survey sekaligus melakukan wawancara (dept interview) kepada respondennya, sehingga hasil yang diperoleh lebih bias menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
Daftar Pustaka Alaimo, S. P. (2008). Nonprofits and evaluation: managing expectations from the leader’s perspective. New Directions for Evaluation(119), 73-92. Allison, M., & Kaye, J. (2005). Strategic planning for nonprofit organizations : A practical guide and workbook (2nd ed.). Hoboken, NJ: Wiley. Ananing, Dwi. 2006. Pengaruh Pengalaman Terhadap Peningkatan Keahlian Auditor Dalam Bidang Auditing. Jurnal Akuntansi. Universitas Islam Indonesia. Yogyakarta. Andi offset. Pratisto, Arif. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan Percobaan. Jakarta : PT. Gramedia.
44 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
Anonymous. (2009). NCCS all registered nonprofits table wizard. Urban Institute National Center for Charitable Statistics Retrieved January 2, 2011, from http://nccsdataweb.urban.org/tablewiz/tw_bmf.php Anonymous. (2010). Application for recognition of exemption. Charities and nonprofit topics Retrieved Janaury 4, 2011, from http://www.irs.gov/charities/article/0,,id=96109,00.html Atkinson, H., 2006. Strategy implementation: a role for the balanced scorecard? Management Decision 44 (10), 1441–1460. Birnberg, J.G., Luft, J., Shields, M.D., 2007. Psychology theory in management accounting research. In: Chapman, C.S., Hopwood, A.G., Shields, M.D. (Eds.), Handbook of Management Accounting Research. Elsevier, Oxford, pp. 113–136. Brown, W. A. (2005). Exploring the association between board and organizational performance in nonprofitorganizations. Nonprofit Management and Leadership, 15(3), 317-339. Brugmann, J., & Prahalad, C. K. (2007). Cocreating Business's New Social Compact. Harvard Business Review, 85(2), 80-90. Bryson, J. M. (2010). The future of public and nonprofit strategic planning in the United States. Public Administration Review(Special), 255-267. Bryson, J. M., & Alston, F. K. (2005). Creating and implementing your strategic plan : a workbook for public and nonprofit organizations (2nd ed.). San Francisco: Jossey-Bass. Bryson, J. M., Crosby, B. C., & Bryson, J. K. (2009). Understanding strategic planning and the formulation and implementation of strategic plans as a way of knowing: the contributions of actor-network theory. International Public Management Journal, 12(2), 172-207. Carver, J., & Carver, M. M. (2006). Reinventing your board : a step-by-step guide to implementing policy governance (Rev. ed.). San Francisco, CA: John Wiley. Campbell, D., Datar, S., Kulp, S.C., Narayanan, V.G., 2008. Using the Balanced Scorecard as a control system for monitoring and revising corporate strategy. Working Paper Harvard Business School, available at SSRN: http://www.ssrn.com/abstract=328880 Chait, R., Ryan, W. P., Taylor, B. E., & BoardSource (Organization). (2005). Governance as leadership : reframing the work of nonprofit boards. Hoboken, N.J.: John Wiley & Sons. Chenhall, R.H., 2005. Integrative strategic performance measurement systems, strategic alignment of manufacturing, learning and strategic outcomes: an exploratory study. Accounting, Organizations and Society 20, 395–422. Chenhall, R.H., 2007. Theorising contingencies in management accounting research. In: Chapman, C.S., Hopwood, A.G., Shields, M.D. (Eds.), Handbook of Management Accounting Research. Elsevier, Oxford, pp. 163–206. 45 | J u r n a l A k u n t a n s i
Crabtree, A.D., DeBusk, G.K., 2008. The effects of adopting the balanced scorecard on shareholder returns. Advances in Accounting, Incorporating Advances in International Accounting 24 (1), 8–15. Cray, D., Inglis, L., & Freeman, S. (2007). Managing the arts: leadership and decision making under dual rationalities. The Journal of Arts Management, Law, and Society, 36(4), 295313. De Geuser, F., Mooraj, S., Oyon, D., 2009. Does the balances scorecard add value? Empirical evidence on its effect on performance. European Accounting Review 18 (1), 93–122. Edwards, J.R., Lambert, L.S.L., 2007. Methods for integrating moderation and mediation: a general analytical framework using moderated path analysis. Psychological Methods 12, 1–22. Ford, J. D., Ford, L. W., & D'Amelio, A. (2008). Resistence to change: the rest of the story. Academy of Management Review, 33(2), 362-377. Garengo, P., Biazzo, S., Bititci, U.S., 2005. Performance measurement systems in SMEs: a review for a research agenda. International Journal of Management Reviews 7 (1), 25–47. Ghozali, I. 2006. “Structural Equation Modeling, Metode Alternatif dengan Partial Least Square.” Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Gimbert, X., Bisbe, J., Mendoza, X., 2010. The role of performance measurement systems in strategy formulation processes. Long Range Planning43, 477–497. Giri, Kemara, I Wayan. 2005. Pengaruh Kompensasi dan Motivasi Kerja Terhadap Prestasi Kerja Karyawan Di Wilayah Usaha Pos V Bandung. Jurnal Ilmiah dan Ilmu Ekonomi. Jakarta : Sosiohumanitas. Hall, M., 2008. The effect of comprehensive performance measurement systems on role clarity, psychological empowerment and managerial performance. Accounting, Organizations and Society 33 (3), 141–163. Hall, M., 2011. Do comprehensive performance measurement systems help or hinder managers’ mental model development? Management Accounting Research 22 (2), 68–83. Hartmann, F., 2005. The effects of tolerance for ambiguity and uncertainty on the appropriateness of accounting performance measures. Abacus 41, 241–264. Hasibuan S.P., Malayu. 2003. Manajemen Sumber Daya Manusia, edisi revisi. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Hayes, A.F., 2009. Beyond Baron and Kenny: statistical mediation analysis in the new millennium. Communication Monographs 76 (4), 408–420. 46 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
Henri, J.-F., 2006. Management control systems and strategy: a resource-based perspective. Accounting, Organizations and Society 31, 529–558. Herman, R. D., & Renz, D. O. (2008). Advancing nonprofit organizational effectiveness research and theory. Nonprofit Management and Leadership, 18(4), 399-415. Hodgkinson, G.P., Whittington, R.W., Johnson, G., Schwarz, M., 2006. The role of strategy workshops in strategy development processes: formality, communication, coordination and inclusion. Long Range Planning 39, 479–496. Hoque, Z., 2005. Linking environmental uncertainty to non-financial performance measures and performance: a research note. British Accounting Review 37, 471–481. Istijanto. 2008. Riset Sumber Daya Manusia. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Joseph L. Badaracco, J. (2006). Leadership in literature: a conversation with business ethicist Kaplan, R.S., Norton, D.P., 2006. Alignment: Using the Balanced Scorecard to Create Corporate Synergies. Harvard Business School Press, Boston. Kaplan, R.S., Norton, D.P., 2008. Mastering the management system. Harvard Business Review 86 (1), 63–77. Kolehmainen, K., 2010. Dynamic strategic performance measurement systems: balancing empowerment and alignment. Long Range Planning 43, 527–554. Kuratko, D. F., & Audretsch, D. B. (2009). Strategic entrepreneurship: exploring different perspectives of an emerging concept. Entrepreneurship Theory and Practice, January, 117. La Piana, D. (2008). The nonprofit strategy revolution. St. Paul, Minn.: Fieldstone Alliance. Lake, A. (2008). Leadership in the theatre: a study of the views of practitioners on effective and ineffective styles. The International Journal of the Arts in Society, 4(2), 387-398. LeRoux, K., & Wright, N. S. (2010). Does performance measurement improve strategic decision making? Nonprofit and Voluntary Sector Quarterly, 39(4), 571-587. MacKinnon, D.P., Fairchild, A.J., Fritz, M.S., 2007. Mediation analysis. Annual Review of Psychology 58, 593–614. Mathieu, J.E., Taylor, S.R., 2006. Clarifying conditions and decision points for mediational type inferences in Organizational Behavior. Journal of Organizational Behavior 27, 1031–1056. Melnyk, S.A., Hanson, J.D., Calantone, R.J., 2010. Hitting the target. . .but missing the point: resolving the paradox of strategic transition. Long Range Planning 43 (4), 555–574. 47 | J u r n a l A k u n t a n s i
Micheli, P., Manzoni, J.-F., 2010. Strategic performance measurement systems: benefits, limitations and paradoxes. Long Range Planning 43 (4), 465–476. Murniari, Ayu, Ni Ketut. 2007. Pengaruh Kepemimpinan dan Finansial Insentif Terhadap Motivasi Kerja Karyawan Pada Perusahaan Otomotif PT. Cahaya Surya Bali Indah Divisi Di Denpasar. Jurnal Manajemen. Universitas Warmadewa Bali. Nolan, T. M., Goodstein, L. D., & Goodstein, J. (2008). Applied strategic planning: an introduction. San Francisco, CA: John Wiley & Sons. Pfeiffer, J., & Sutton, R. I. (2006). Hard facts, dangerous half-truths, and total nosense: profiting from evidence-based management. Boston, MA.: Harvard Business School Press. Rhine, A., & Meyer, S. C. (2008). Teaching an artistic staff the skills of leadership: a case study in practical application of leadership principles in the arts. The International Journal of the Arts in Society, 3(1). Rudd, J. M., Greenley, G. E., Beatson, A. T., & Lings, I. N. (2008). Strategic planning and performance: extending the debate. Journal of Business Research, 61, 99-108. Ruvio, A., Rosenblatt, Z., & Hertz-Lazarowitz, R. (2009). Entrepreneurial leadership vision in nonprofit vs.for-profit organizations. The Leadership Quarterly, 2010(21), 144-158. Sutrisno, Edy. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Kencana Prenada Media. Zaccaro, S. J. (2007). Trait-based perspectives of leadership. American Psychologist, 62(1), 616.
48 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
Pengaruh Struktur Modal Terhadap Profitabilitas (Studi Pada Perusahaan Go Publik Yang Menjadi 100 Perusahaan Terbaik Versi Majalah Fortune Indonesia Periode Tahun 2010-2012) Kurniasih Dwi Astuti Wulan Retnowati Ahmad Rosyid Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Abstrak Studi ini berupaya mengembangkan penelitian yang telah dilakukan Abor (2005),Gill, et al., (2011), dan Fawzi dan Maroof (2012) mengenai efek dari struktur modal pada profitabilitas dengan meneliti efek struktur modal terhadap profitabilitas 100 perusahaan terbaik di Indonesia versi majalah Fortuna selama tiga tahun (2010-2012).Analisis ini menggunakan struktur modal sebagai variabel independen.Struktur modal sebagai variabel independen direpresentasikan dengan Long-termDebt to Asset Ratio (LDAR), Debt to Asset Ratio (DAR), dan Debt to Equity Ratio(DER).Variabel dependen dalam analisis ini adalah profitabilitas profitabilitas yang diukur dengan Return on Equity (ROE). Net Profit Margin (NPM) digunakan sebagai variabel kontrol.Sampel diambil dengan metode purposive sampling.35 perusahaan terbaik diIndonesia untuk 3 tahun periode dari tahun 2010-2012 terpilih sebagai sampel penelitian.Metode statistik menggunakan analisis Regresi Berganda.Hasil penelitian menunjukkan bahwa LDAR memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap ROE,sedangkan DAR dan DER memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadapROE. NPM sebagai variabel kontrol memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap ROE Kata Kunci: struktur modal, profitabilitas, return on equity, long-term debt to asset ratio, debt to asset ratio, debt to equity ratio, net profit margin. 1. Pendahuluan Struktur modal adalah campuran atau kombinalsi dari pendanaan jangka panjang perusahaan yang direpresentasikan dengan hutang, saham preferen, dan saham biasa (Van Hor ne dan Wachowicz, 2008:452). Secara umum perusahaan dapat memilih di antara banyak struktur modal alternatif. Sebagai contoh, perusahaan dapat mengatur sewa pembiayaan, menggunakan Waran, mengeluarkan obligasi konversi, tanda kontrak berjangka atau perdagangan Obligasi swap.Perusahaan juga dapat mengeluarkan puluhan efek yang berbeda dalam kombinasi yang tak terhitung untuk memaksimalkan nilai pasar keseluruhan (Abor, 2005). Perusahaan dapat menggunakan modal ekuitas atau hutang untuk membiayai aset mereka, pilihan terbaik adalah campuran dari hutang dan ekuitas. Jika bunga bukanlah pengurang pajak, pemilik perusahaan akan acuh tak acuh mengenai penggunakan hutang atau ekuitas dalam memenuhi kebutuhan pendanaan, dan jika bunga adalah pengurang pajak, mereka akan memaksimalkan nilai perusahaan mereka dengan menggunakan 100% pembiayaan hutang (Azhagaiah dan Gavoury, 2011). Trade-off theory menyatakan tujuan penggunaan hutang adalah untuk menambah nilai perusahaan karena bunga yang timbul dari hutang merupakan pengurang pajak (tax deductible), tetapi hutang juga membawa biaya terkait dengan kebangkrutan aktual atau kebangkrutan potensial perusahaan, oleh karena itu perusahaan harus menentukan kebijakan struktur modal yang optimal, yaiut struktur modal yand dapat menyeimbangkan manfaat dan biaya dari penggunaan hutang dengan biaya yang berkaitan dengan kebangkrutan (Brigham dan Ehrhardt, 2011:631). Pecking order theory mengasumsikan bahwa perusahaan bertujuan untuk memaksimumkan kesejahteraan pemegang saham.Teori ini dikembangkan oleh Myers dan Majluf (1984).Packing order theory yang menyatakan bahwa penggunaan hutang jangka panjang hanya dilakukan ketika pendanaan dengan laba ditahan dan hutang jangka panjang sudah tidak mencukupi, karena dalam packing order 49 | J u r n a l A k u n t a n s i
theory perusahaan disarankan memilih pendanaan yang paling aman terlebih dahulu yaitu laba ditahan dan hutang jangka pendek, dan bila pendanaan dari laba ditahan dan hutang jangka pendek sudah tidak mencukupi maka penggunaan hutang jangka panjang , dan saham baru sebagai pilihan terakhir (Brigham dan Ehrhardt 2011 : 616). Dengan adanya keuntungan dan kerugian dalam menggunakan ekuitas maupun hutang yang besar maka perlu dilakukan analisis untuk menentukan proporsi ekuitas dan hutang dalam struktur modal agar tercapainya struktur modal yang optimal.Menurut Brigham dan Ehrhardt (2011:630), struktur modal yang optimal adalah kombinasi hutang dan ekuitas yang dapat memaksimalkan harga saham.Menurut Irawati (2006:193)penggunaan dari masing-masing jenis modal mempunyai pengaruh berbeda terhadap laba yang diperoleh perusahaan. Penelitian ini menguji hubungan antara struktur modal dan profitabilitas 100 perusahaan terbaik versi majalah fortune IndonesiaDalam studi ini, pemilihan eksplorasi variabel didasarkan pada struktur modal alternatif, teori profitabilitas dan penelitian empiris sebelumnya. Struktur modal sebagai variabel independen direpresentasikan dengan Long-termDebt to Asset Ratio (LDAR), Debt to Asset Ratio (DAR), dan Debt to Equity Ratio(DER).Variabel dependen dalam analisis ini adalah profitabilitas profitabilitas yangdiukur dengan Return on Equity (ROE). Net Profit Margin (NPM) digunakan sebagaivariabel kontrol. Studi ini disusun sebagai berikut: pertama tujuan penelitian dan kepentingan penelitian, dan kemudian literatur untuk teoritis yang terkait dan penelitan empiris mengenai struktur modal dan efeknya pada profitabilitas yang telah di review. Setelah itu, metodologi dan kerangka kerja yang mencakup sampel dan variabel yang digunakan dalam analisis empiris disajikan.Pada bagian akhir, analisis data digambarkan dan dianalisis secara terpisah, pembahasan dan hasil Statistik.Akhirnya kesimpulan dan rekomendasi disajikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengembangkan penelitian yang telah dilakukan Abor (2005), Gill, et al (2011), dan Fawzi dan Maroof(2012) dan menganalisis bagaimana pengaruh struktur modal yang direpresentasikan dengan long-term debt to asset ratio (LDAR), debt to asset ratio(DAR), dan debt to equity ratio(DER) terhadap return on equity (ROE) pada 100 perusahaan terbaik di Indonesia (F100) Hubungan antara struktur modal dan profitabilitas tidak dapat diabaikan karena peningkatan profitabilitas diperlukan untuk survivabilitas jangka panjang perusahaan. Karena pembayaran bunga utang menjadi pengurang pajak, penambahan utang dalam struktur modal akan meningkatkan profitabilitas perusahaan. Oleh karena itu, sangat penting untuk menguji hubungan antara struktur modal dan profitabilitas perusahaan untuk membuat keputusan struktur modal. Kurangnya konsensus tentang apa yang akan memenuhi syarat sebagai struktur modal yang optimal telah memotivasi kita untuk melakukan penelitian ini. Pemahaman lebih baik mengenai masalah membutuhkan suatu pandangan pada konsep struktur modal dan efeknya pada profitabilitas perusahaan. 2. Telaah Literatur dan Pengembangan Hipotesis 2.1. Telaah Literatur Trade-off theory mempunyai implikasi bahwa manajer akan melakukan pertimbangan dalam kerangka trade-off antara penghematan pajak dan biaya kesulitan keuangan dalam penentuan struktur modal (Myers et al, 2011:447). Packing order theory yang menyatakan bahwa penggunaan hutang jangka panjang hanya dilakukan ketika pendanaan dengan laba ditahan dan hutang jangka panjang sudah tidak mencukupi, karena dalam packing order theory perusahaan disarankan memilih pendanaan yang paling aman terlebih dahulu yaitu laba ditahan dan hutang jangka pendek, dan bila pendanaan dari laba ditahan dan hutang jangka pendek sudah tidak mencukupi maka penggunaan hutang jangka panjang , dan saham baru sebagai pilihan terakhir (Brigham dan Ehrhardt 2011 : 616). Abor (2005) melakukan penelitian terhadap perusahaan yang terdaftar di Ghana Stock Exchange(GSE) pada periode 1998 – 2002 dengan menggunakan return on equity (ROE) sebagai ukuran profitabilitas dan Struktur modal yangdirepresentasikan denganshort-term debt to asset ratio(SDAR), long-term debt to asetratio(LDAR), dan debt to asset ratio (DAR). Hasil penelitian menemukan bahwa SDAR dan DAR memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap ROE, sedangkan pada rasio LDAR memiliki hubungan negatif dan signifikan terhadap ROE. Gill, et al., (2011) melakukan penelitian yang sama pada 272 perusahaan jasa dan perusahaan manufaktur yang terdaftar di New York Stock Exchange (NYSE) pada periode 2005-2007 menemukan 50 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
adanya hubungan positif dan signifikan antara SDAR dan ROE pada perusahaan jasa dan manufaktur, hubungan positif dan signifikan juga ditemukan antara LDAR dan ROE pada perusahaan manufaktur, sedangkan pada perusahaan jasa rasio LDAR dan ROE memiliki pengaruh yang positif tetapi tidak signifikan. Sedangkan DAR memiliki hubungan yang positif tetapi tidak signifikan terhadap ROE perusahaan jasa dan manufaktur. Fawzi dan Maroof (2012) melakukan penelitian mengenai hubungan antara struktur modal dan profitabilitas pada 39 perusahaan industri yang terdaftar di Amman Stock Exchange pada periode 2004 – 2005. Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan negatif yang signifikan antara SDAR, LDAR dan DAR terhadap ROE. Wahyuni (2012) melakukan penelitian mengenai efek struktur modal terhadap profitabilitas pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2007-2009. Hasil penelitian menunjukan adanya hubungan negatif dan signifikan antara rasio SDAR dan LDAR, terhadapROE. debt to equity ratio (DER) berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROE, sedangkanrasio equity to asset ratio (EAR) memiliki hubungan yang positif tetapi tidak signifikan terhadap ROE. 2.2. Pengembangan Hipotesis
Short-term debt to asset ratioadalah perbandingan antara hutang jangka pendek yang termasuk modal asing yang memiliki tenggat waktu pelunasan 1 tahun dengan seluruh asset yang digunakan dalam oprasional perusahaan. Sebagian besar hutang jangka pendek berasal dari hutang dagang yang timbul akibat pembelian persediaan yang selanjutnya akan langsung dijual ataupun dijadikan bahan baku yang pada akhirnya akan menjadi pendapatan bagi perusahaan. Hubungan yang negatif dan signifikan antara short-term debt to asset ratiodan Profitabilitas yang diukur dengan return on equity didapat Fawzi&Maroof (2012) ketika melakukan penelitian terhadap 39 perusahaan industri yang terdaftar di Amman Stock Exchange pada periode 2004 – 2009 Gill, et al (2011) melakukan penelitian terhadap 272 perusahan jasa dan manufaktur yang terdaftar di New York Stock Exchange pada periode 2005-2007menemukan hubungan positif dan signifikan antara short-term debt to asset ratiodengan profitabilitas yang diukur menggunakan return on equity, hal ini mendukung temuan Abor (2005) yang melakukan penelitian terhadap 22 perusahaan yang terdaftar di Ghana Stock Exchange pada periode 1998 – 2002 yang menemukan hubungan positif dan signifikan antara short-term debt to asset ratiodan return on equity. H1 :Short-term Debt to Asset Ratio berpengaruh positif terhadap Return on Asset Long-term debt to Equityratio adalah perbandingan antara hutang jangka panjang dengan keseluruah asset yang digunakan dalam oprasional perusahaan. Hutang jangka panjang biasanya dugunakan untuk pendanaan jangka panjang untuk membeli asset tetap perusahaan dengan tujuan meningkatkan produksi dan penjualan perusahaan dengan harapan perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar. Meskipun ada bunga yang harus dibayarkan jika perusahaan memilih melakukan pendanaan dengan hutang, trade-off theory menyatakan bahwa perusahaan dengan profitabilitas yang tinggi akan memaksimalkan penggunaan hutang jangka panjangnya karena beban bunga yang timbul dari hutang tersebut dapat mengurangi pajak Simbolon (2007)melakukan penelitan terhadap 20 perusahaan konsumsi yang go public pada periode 2003-2005 menemukan pengaruh yang negative dan signifikan antara long-term debt to equityratiodan profitabilitas. Ricky (2011) dalam penelitiannya terhadap perusahaan LQ-45 pada periode 2006-2010 menemukan hubungan yang negative antara long-term debt to equityratiodan return on equity Penelitian yang dilakukan Wisnala dan Ida (2012) terhadap 18 Peusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2006-2011 menemukan pengaruh yang positif dan signifikan antara long-term debt to equityratiodan profitabilitas sebelum krisis global 51 | J u r n a l A k u n t a n s i
pada 2008 dan setelah krisis global long-term debt to equityratioberpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap profitabilitas. H2 :Long-term Debt to Equity Ratio berpengaruh positif terhadap Return on Equity Equity to asset ratio adalah perbandingan modal sendiri dengan keseluruhan asset yang digunakan dalam operasi perusahaan.pecking order theory perusahaan yang memiliki profitabilitas yang tinggi akan cenderung memiliki hutang yang relatif kecil karena perusahaan tidak begitu membutuhkan dana eksternal. Penambahan equitas biasa dilakukan jika perusahaan ingin melakukan ekspansi bisnis, peningkatan produksi dan penjualan dengan harapan dapat memperoleh keuntungan yang lebih besar dengan resiko yang lebih kecil. Pengaruh yang positif dan signifikan antara equity to total assets ratio terhadap profitabilitas diperoleh Hendrayanti & Muharam (2013) setelah melakukan penelitian terhadap 110 Bank Umum di Indonesia periode Januari 2003- Februari 2012. Javiad, et al (2011) dalam penelitiannya terhadap 10 Bank di Pakistan pada periode 2004 – 2008 juga menemukan pengaruh yang positif dan signifikan antara equity to asset ratio dan profitabilitas. Sedangkan penelitian yang dilakukan Wahyuni (2012) terhadap 121 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode tahun 2007-2009 menemukan bahwa equity to total assets ratio berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap profitabilitas yang diukur menggunakan return on equity. H3:Equity to Asset Ratio berpengaruh positif terhadap Return on Equity 3. Metode Penelitian 3.1. Populasi Dan Sampel Populasi akan terdiri dari penelitian ini adalah 100 perusahaan terbaik di Indonesia pada periode 2010 -2012. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan purposive sampling method, yaitu penentuan sampel atas dasar kesesuaian karakteristik dan kriteria tertentu sebagai berikut : a. Perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang pada tahun 2012 termasuk dalam 100 perusahaan terbaik versei majalah Fortune Indonesia (F100) b. Perusahaan Pada tahun 2010 dan 2011 perusahaan termasuk dalam 100 perusahaan terbaik versi majalah Fortune Indoneisa c. Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan tahunan untuk periode 31 Desember 2010-2012 dan telah diaudit. Diperlukannya laporan keuangan tahunan periode 31 desember 2010-2012 untuk mengetahui perubahan pada struktur modal dan profitabilitas dari periode 2010-2012, serta diperlukannya laporan yang telah diaudit adalah agar keakuratan laporan keuangan tersebut dapat dipertanggungjawabkan, karena telah diverifikasi oleh akuntan publik. d. Perusahan tidak bergerak dibidang perbankan. Perusahaan perbankan tidak dimasukan kedalam sample penelitian sample penelitian ini karena laporan keuangan perusahaan perbankan berbeda dengan laporan keuangan perusahaan bidang lainnya. e. Selama periode 2010-2012 tidak terdapat transaksi atau kejadian luar biasa yang dapat menyebabkan laba perusahaan berubah secara signifikan f. Rata-rata laba bersih yang dihasilkan perusahaan selama periode 2010-2012 lebih dari Rp. 500.000.000.000.000,- (lima ratus miliar rupiah) g. Data-data mengenai variabel penelitian yang akan diteliti tersedia lengkap dalam laporan keuangan perusahaan. Studi ini mencakup periode dari 2010 untuk tahun 2012. Penelitian dibatasi selama 3 tahun karena daftar 100 perusahaan terbaik di Indonesia baru tiga kali dirilis majalah Fortune (2010-2012). Data yang diperlukan menyertakan berikut 1. Laba bersih dari 2010 sampai 2012. 2. Total ekuitas dari 2010 sampai 2012. 3. Total Assets dari 2010 sampai 2012. 4. Total hutang dari 2010 sampai 2012. 52 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
5. Hutang Jangka Panjangdari 2010 sampai 2012. 6. Penjualan atau pendapatandari 2010 sampai 2012. 3.2. Hipotesis Penelitian H1 : Long-term debt to asset ratio (LDAR) berpengaruh negatif dan signifikan terhadapreturn on equity (ROE) H2 : Debt to asset ratio (DAR) berpengaruh positif dan signifikan terhadap return on equity (ROE) H3 : Debt to equity ratio (DER) berpengaruh positif dan signifikan terhadap return on equity (ROE) 3.3. Variable Penelitian Variabel independen dalam penelitian ini adalah Struktur Modal yang direpresentasikandengan : a. Short-term Debt to Asset Ratio (SDAR) Short-term debt to total assetratio digunakan untuk mengukur seberapa besar hutang jangka pendek digunakan untuk investasi pada aset.Hal ini menunjukkan hubungan pendanaan jangka pendek yang dilakukan perusahaan atas asset dengan jumlah pinjaman jangka pendek yang yang merupakan kewajiban lanjar yang timbul dari pendanaan jangka pendek tersebut. Perhitungan SDAR dilakukan dengan menggunakan rumus
b. Long-term Debt to Equiy Ratio (LDER) Long-term debt to equity ratio digunakan untuk mengukur rasio pendanaan jangka panjang antara hutang jangka panjang dan ekuitas yang digunakan perusahaan dalam oprasional perusahaan. Perhitungan LDER dilakukan dengan menggunakan rumus :
c. Equity to Asset Ratio (EAR). Equity to total assets ratio digunakan untuk mengukur seberapa besar modal sendiri digunakan untuk investasi pada sektor aktiva. Rasio ini juga digunakan untuk melihat efektivitas modal sendiri yang diinvestasikan pada sektor aktiva. Perhitungan EAR dilakukan dengan menggunakan rumus:
Variabel independen dalam penelitian ini adalah Profitabilitasyang direpresentasikandenganReturn on Equity (ROE).Return on Equity adalah kemampuan dari modal sendiri untuk menghasilkan keuntungan bagi pemegang saham preferen dan saham biasa. Fromulasi dari Return on Equity (ROE)adalah sebagai berikut:
Penelitian ini menggunakan variabel kontrol sales growth.Sales Growth adalah kenaikan atau penurunan jumlah penjualan suatu periode terhadap periode sebelumnya.Perusahaan yang memiliki tingkat pertumbuhan penjualan yang tinggi akan membutuhkan lebih banyak investasi pada berbagai elemen aset, baik aset tetap maupun aset lancar. 3.4. Model Penelitian Berikut model regresi yang digunakan dalam penelitian ini : ROEit = βо + β1 LDARit + β2 DARit + β3 DERit + β4 NPM it + єit 53 | J u r n a l A k u n t a n s i
Keterangan Βо β1, β2, β3, β4 ROEit LDARit DARit DERit NPMit Єit
: : Konstanta : Koefisien dari LDAR, DAR, DER, dan NPM : Laba bersih / total aset perusahaan i, tahun t : Hutang jangka panjang / total aset perusahaan i, tahun t : Total hutang / total aset perusahaan i, tahun t : Total hutang / total ekuitas i, tahun t : Laba bersih / penjualan : error
4. Analisis dan Hasil 4.1. Statistik Deskriptif
N ROE LDAR DAR DER NPM Valid N (listwise)
Tabel 1 Descriptive Statistics Minimum Maximum
105 105 105 105 105 105
,0251 ,0038 ,1332 ,1536 ,0217
1,3962 ,5305 ,8880 7,9298 ,3552
Mean ,274391 ,186467 ,418257 ,906589 ,151165
Std. Deviation ,2190991 ,1453292 ,1666511 ,8955287 ,0756215
T Statistik deskriptif pada tabel 1 menunjukkan bahwa tingkat return on equity (ROE) dari 35 perusahaan yang dijadikan sampel penelitian memiliki nilai rata-rata sebesar 27,43% dengan standar deviasi 21,90%. Rata-rata (mean)ROE 27,43% jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata suku bunga deposito Bank yang berada dikisaran 6,91% per tahun. Tingkat ROE tertinggi sebesar 139,62% diperoleh Japfa Comfeed Indonesia, sedangkan tingkat ROE terendah sebesar 2,51% diperoleh Indosat. Long-term debt to asset ratio (LDAR) memiliki nilai rata-rata sebesar 18,64% dengan standar deviasi 14,53%. Dari 35 perusahaan yang dijadikan sampel penelitian, Pabrik Kertas Tjiwi Kimia memiliki LDAR tertinggi sebesar 53,05%, sedangkan Harum Energy memiliki LDAR terendah sebesar 0,38%. Debt to asset ratio (DAR) dari 35 perusahaan yang dijadikan sampel penelitian memiliki nilai ratarata sebesar 41,82% dengan standar deviasi 16,66%. DAR tertinggi sebesar 88,80% dimiliki oleh Japfa Comfeed Indonesia, sedangkan DAR terendah sebesar 13,32% dimiliki oleh Indocement Tunggal Prakarsa. Debt to equity ratio (DER) memiliki nilai rata-rata sebesar 90,65% dengan standar deviasi 89,55%. Dari 35 perusahaan yang dijadikan sampel penelitian, rasio perbandingan penggunan hutang atas ekuitas (debt to equity) tertinggi sebesar 792,98% dimiliki Japfa Comfeed Indonesia, sedangkan rasio perbandingan penggunan hutang atas ekuitas (debt to equity) terendah sebesar 15,36% dimiliki Indocement Tunggal Prakarsa. Net profit margin (NPM) yang dijadikan variabel kontrol dalam penelitian ini memiliki nilai rata-rata sebesar 15,11% dengan standar deviasi 7,56%. Dari 35 perusahaan yang dijadikan sampel penelitian, NPM tertinggi sebesar 35,52% diperoleh Perusahaan Gas Negara, sedangkan NPM terendah sebesar 2,17% diperoleh Indosat.
54 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
4.2. Asumsi Klasik
Tabel 2 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 124 Mean 0E-7 a,b Normal Parameters Std. Deviation ,06002446 Absolute ,068 Most Extreme Differences Positive ,068 Negative -,051 Kolmogorov-Smirnov Z ,753 Asymp. Sig. (2-tailed) ,623 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Berdasarkan hasil ditas diperoleh nilai asymp. Sig (2 tailed) dengan probabilitas signifikansi di atas 0,05 diartikan bahwa variabel–variabel tersebut terdistribusi secara normal. Tabel 3 Hasil Uji Multikolineritas Coefficientsa Model Collinearity Statistics Tolerance VIF LDAR ,392 2,552 DAR ,202 4,945 1 DER ,372 2,689 NPM ,731 1,369 Hasil uji multikolinieritas pada tabel 2 menunjukkan semua variabel independen memiliki nilai tolerance ≥ 0,10 dan nilai VIF collinearity statistics semua variabel independen < 10, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas pada model regresi yang digunakan. Tabel 4 Hasil Uji Autokorelasi Runs Test Unstandardized Residual Test Valuea -,00269 Cases < Test Value 52 Cases >= Test Value 53 Total Cases 105 Number of Runs 55 Z ,295 Asymp. Sig. (2,768 tailed) a. Median Hasil uji autokorelasi dengan menggunakan runs test pada tabel 2 menunjukkan nilai asymp. Sig (2 tailed) sebesar 0,768.Nilai asymp. Sig (2 tailed) sebesar 0,768 lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi pada model regresi yang digunakan.
55 | J u r n a l A k u n t a n s i
6.3 Analisis Regresi Dan Uji Hipotesa Tabel 5 Hasil Uji Koefisien Determinasi Model Summaryb Model
R
R Square
Adjusted R Std. Error of the Square Estimate a 1 ,892 ,795 ,787 ,1011512 a. Predictors: (Constant), NPM, LDAR, DER, DAR b. Dependent Variable: ROE Hasil uji koefisien determinasi pada tabel 4 menunjukkan nilai adjusted R2 sebesar 0,787 dengan standard error of the estimate 0,1011512. Nilai adjusted R2 sebesar 0,787 menunjukkan bahwa variabel 78,70%, sedangkan faktor lain yang dapat mempengaruhi return on equity diluar model regresi seperti tingkat pengebalian oprasi atas investasi, ukuran perusahaan, penjualan, dan tingkat bunga pinjaman berpengaruh sebesar 21,30% terhadap return on equity.
Model
1
Tabel 6 Hasil Uji Statistik F ANOVAa Sum of Mean Df Squares Square
Regression
3,969
4
,992
Residual
1,023
100
,010
Total
4,992
104
F
Sig.
96,987
,000b
a. Dependent Variable: ROE b. Predictors: (Constant), NPM, LDAR, DER, DAR Hasil uji statistic F pada tabel 5 menunjukkan nilai F hitung sebesar 96,987 dengan nilai signifikansi 0,000. Tingkat signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel independen secara simultan berpengaruh terhadap return on equity (ROE). Tabel 7 Hasil Analisis Regresi Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model t B Std. Error Beta (Constant) -,185 ,051 -3,617 LDAR -1,622 ,109 -1,076 -14,871 1 DAR ,975 ,132 ,742 7,368 DER ,158 ,018 ,645 8,691 NPM 1,397 ,153 ,482 9,107 a. Dependent Variable: ROE
Sig. ,000 ,000 ,000 ,000 ,000
Berdasarkan hasil regresi pada tabel 6, maka diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :
ROE = -0,185 – 1,622 LDAR + 0,975 DAR + 0,158 DER + 1,397 NPM + є
56 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
Hasil analisis regresi pada tabel 7 menunjukan konstanta sebesar -0,185.Konstanta negatif dalam persamaan model regresi tidak menjadi masalah jika variabel independen dalam penelitian tidak mungkin memiliki nilai nol (Wijayanto, 2009).LDAR, DAR, DER, dan NPM yang merupakan variabel independen dalam penelitian ini tidak mungkin memiliki nilai nol, sehingga konstanta negatif dalam persamaan model regresi tidak menjadi masalah Hasil analisis regresi pada tabel 7menunjukkan variabellong-term debt to asset ratio (LDAR) memiliki koefisien regresi -1,622 dengan tingkat signifikansi 0,000. Koefisien regresi sebesar -1,622 pada variabel LDAR memiliki arti bahwa setiap kenaikan sebesar 1% pada LDAR, maka return on equity (ROE) akan mengalami penurunan sebesar 1,62%. LDAR memiliki nilai t hitung -14,781 dan tingkat signifikansi 0,000, tingkat signifikasi tersebut lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa LDAR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ROE. Hasil analisis regresi pada tabel 7menunjukkan variabeldebt to asset ratio (DAR) memiliki koefisien regresi 0,975 dengan tingkat signifikansi 0,000. Koefisien regresi sebesar 0,975 pada variabel DAR memiliki arti bahwa setiap kenaikan sebesar 1% pada DAR, maka return on equity (ROE) akan mengalami peningkatan sebesar 0,97%. DAR memiliki nilai t hitung 7,368 dan tingkat signifikansi 0,000, tingkat signifikasi tersebut lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan uraian sebelelumnya maka dapat disimpulkan bahwa DAR berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROE. Hasil analisis regresi pada tabel 7menunjukkan variabeldebt to equity ratio (DER) memiliki koefisien regresi 0,158 dengan tingkat signifikansi 0,000. Koefisien regresi sebesar 0,158 pada variabel DER memiliki arti bahwa setiap kenaikan sebesar 1% pada DER, maka return on equity (ROE) akan mengalami peningkatan sebesar 0,15%. DER memiliki nilai t hitung 8,691 dan tingkat signifikansi 0,000, tingkat signifikasi tersebut lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan uraian sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa DER berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROE. Hasil analisis regresi pada tabel 7menunjukkan net profit margin (NPM) memiliki koefisien regresi 1,397 dengan tingkat signifikansi 0,000. Koefisien regresi sebesar 1,397 pada variabel NPM memiliki arti bahwa setiap kenaikan sebesar 1% pada NPM, maka return on equity (ROE) akan mengalami peningkatan sebesar 1,39%. NPM memiliki nilai t hitung 9,107 dan tingkat signifikansi 0,000, tingkat signifikasi tersebut lebih kecil dari 0,05. Berdasarkan uraian sebelelumnya maka dapat disimpulkan bahwa NPM berpengaruh positif dan signifikan terhadap ROE. 5. Simpulan, Keterbatasan dan Saran 5.1. Simpulan Rasio hutang jangka panjang terhadap aset (long-term debt to asset ratio) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap profitabilitas (return on equity). Pengaruh negatif antara long-term debt to asset ratio terhadap return on equity memiliki arti bahwa peningkatan penggunaan hutang jangka panjang akan menyebabkan penurunan profitabilitas, hal ini menjelaskan fakta bahwa hutang jangka panjang relatif lebih mahal. Hutang jangka panjang memiliki Flotation cost (biaya untuk memperoleh hutang) yang lebih besar dari hutang jangka pendek, Floatation cost hutang jangka panjang yang tinggi dapat berdampak pada penerunan return on equity perusahaan karena flotation cost tidak bersifat tax deductabele sehingga akan mengurangi pendapatan perusahaan secara langsung. Hutang jangka panjang biasanya disertai dengan covenant atau aturan-aturan dari kreditur yang dapat menghambat efisiensi pengambilan keputusan manajemen yang akan berdampak pada penurunan kinerja keuangan perusahaan. Manajer keuangan disarankan untuk lebih mengutamakan penggunaan laba ditahan dalam memenuhi kebutuhan pendanaan jangka panjang perusahaan.Pengaruh signifikan antara long-term debt to asset ratio terhadap return on equity menjadi indikasi bahwa long-term debt to asset ratio merupakan variabel yang relevan untuk menjelaskan pengaruh struktur modal terhadap profitabilitas. Rasio hutang terhadap aset (debt to asset ratio) berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas (return on equity). Pengaruh positif antara debt to asset ratio terhadap return on equity memiliki arti bahwa peningkatan penggunaan hutang akan berdampak pada peningkatan profitabilitas. Rata-rata penggunaan hutang terhadap aset dalam penelitian ini adalah 41,82% yang terdiri dari hutang jangka panjang atas aset 18,64% dan hutang jangka pendek atas aset 23,18%, terlihat bahwa penggunaan 57 | J u r n a l A k u n t a n s i
hutang jangka pendek lebih besar daripada hutang jangka panjang, karena peningkatan penggunaan hutang jangka panjang dapat berdampak pada penurunan profitabilitas, maka manajer keuangan disaranan untuk meminimalkan penggunaan hutang jangka panjang dan memaksimalkan penggunaan hutang jangka pendek. Pengaruh signifikan antara debt to asset ratio terhadap return on equity menjadi indikasi bahwa debt to asset ratio merupakan variabel yang relevan untuk menjelaskan pengaruh struktur modal terhadap profitabilitas. Rasio hutang terhadap ekuitas (debt to equity ratio) berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas (return on equity). Pengaruh positif antara (debt to equity ratio) terhadap return on equity memiliki arti bahwa peningkatan penggunaan hutang akan berdampak pada peningkatan profitabilitas. Meskipun peningkatan penggunaan hutang dapat meningkatkan profitabilitas, manajer keuangan disarankan untuk menggunakan hutang hanya sampai tingkat dimana penghematan pajak yang timbul dari bunga pinjaman yang bersifat tax deductible lebih besar atau sama dengan biaya kesulitan keuangan, karena struktur modal yang optimal akan tercapai ketika perusahaan menggunakan rasio hutang terhadap ekuitas (debt to equity ratio) yang paling tepat bagi perusahaan. Pengaruh signifikan antara debt to equity ratio terhadap return on equity menjadi indikasi bahwa debt to equity ratio merupakan variabel yang relevan untuk menjelaskan pengaruh struktur modal terhadap profitabilitas.
5.2. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini hanya membatasi hanya pada perusahaan terbaik versi majalah Forbes untuk tiga periode penelitian yaitu tahun 2010-2012. 5.3. Saran Berdasarkan hasil tersebut rekomendasi berikut ini menyarankan : 1. Penelitian selanjutnya disarankan untuk memperluas periode pengamatan agar dapat lebih menggambarkan bagaimana pengaruh struktur modal terharap profitabilitas 2. Penelitian selanjutnya diharapkan mempertimbangkan penggunaan variabel long-term debt to equity ratio dan equity to asset ratio sebagai variabel untuk merepresentasikan struktur modal sehingga pengaruh struktur modal terhadap profitabilitas dapat diperkuat tanpa menggunakan variabel kontrol. 3. Pengaruh pendanaan jangka pendek terhadap profitabilitas sebaiknya dijadikan juga sebagai variabel penelitian, sehingga penelitian selanjutnya dapat meneliti pengaruh struktur keuangan yang mencakup seluruh pendanaan perusahaan. 4. Rasio profitabilitas dalam penelitian selanjutnya diharapkan tidak hanya menggunakan return on equity (ROE), tetapi juga menggunakan return on asset (ROA) dan earning per share (EPS). Return on asset digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan menggunakan aset yang dimiliki perusahaan sehingga efisiensi dan efektivitas keseluruhan aset yang digunakan dalam oprasional perusahaan dapat terukur. Earning per share (EPS) digunakan untuk mengetahui laba per lembar saham sehingga para pemegang saham dapat melakukan analisis mengenai keuntungan (return) dari per lembar saham yang dimiliki dimasa mendatang. Daftar Pustaka Abor, Joshua. 2005. The effect of capital structure on profitability: an empirical analysis of listed firms in Ghana .The Journal of Risk Finance Vol. 6 No. 5, 2005 Agus, Sartono (2001). Manajemen Keuangan : Teori dan Aplikasi, edisi keempat, cetakan pertama, Yogyakarta: BPFE Ahmed, Nadeem dan Wang, Zongjun. 2013 The impact of capital structure on performance An empirical study of non-financial listed firms in Pakistan. International Journal of Commerce and Management Vol. 23 No. 4, 2013 pp. 354-368
58 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
Aminatuzzahra.2010. Analisis Pengaruh Current Ratio, Debt To Equity Ratio, Total Asset Turnover, Net Profit Margin Terhadap ROE (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Go–Public Di BEI Periode 2005-2009).Tesis. Universitas Diponegoro Semarang Anugrah, Bayu.2012. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Present Value of Growth (PVGO) Saham yang terdaftad Di Dalam Indeks LQ45.Skripsi. Universitas Sumatra Utara Atmaja, Lukas Setia, 2008. Teori dan Praktik Manajemen Keuangan, Jakarta.: Andi Azhagaiah, Ramachandran and Gavoury, Candasamy. 2011. The Impact of Capital Stucture on Proftability with Special Reference to IT Industry in India. Managing Global Transitions.Vol. 9 Issue 4 2011. Pp. 371-392. Bimo, Herwanto. “5 Perusahaan Bakrie yang digugat pailit.”http://www.merdeka.com/uang/5-perusahaanbakrie-yang-digugat-pailit/antv.html. diakses tanggal 25 mei 2014. Br.Bukit,Rina.2013.Pengaruhstruktur modal terhadap nilai perusahaan melalui profitabilitas : analisis Panel perusahaan manufaktur di bursa efek indonesia. jurnal keuangan dan bisnis. Vol 4, no 3 , november 2013, Brigham, Eugene dan Ehrhardt, Michael (2011).Financial Management: Theory and Practice 13th Edition. South-Western : Cengage Learning Brigham, Eugene and Houston, Joel (2009).Fundamentals of Financial Management 12th Edition. SouthWestern : Cengage Learning Dolli, Rangga.2008. Pengaruh Kondisi Likuiditas, Profitabilitas, Financing, dan Investasi Terhadap Devidend Payout Ratio Pada Perusahaan Sektor Food and Beverage Periode 2001-2005.Skripsi. Universitas Widyatama Bandung El-Sayed, Ibrahim. 2009. The impact of capital-structure choice on firm performance: empirical evidence from Egypt. The Journal of Risk Finance Vol. 10 No. 5, 2009 pp. 477-487) Fawzi, Mohammad dan Maroof, Jaafer. 2012. The Relationship between Capital Structure and Profitability .International Journal of Business and Social Science Vol. 3 No. 16 Special Issue – August 2012 Fortune Indonesia Edisi Selasa (9/2013). 100 Perusahaan Terbaik di Indoneisa. Kompas Gramedia Gill, Amarjit., Biger, Nahum., dan Mathur, Neil. 2011. The Effect of Capital Structure on Profitability: Evidence from the United States. International Journal of Management Vol. 28 No. 4 Part 1 Dec 2011 Ghozali, Imam (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS19.Semarang:Badan Penerbit Universitas Diponegoro Hendrayanti, Silvia dan Muharam, Harjum.2013.Analisis Pengaruh Faktor Internal dan Eksternal terhadap Profitabilitas Perbankan. Diponegoro Journal of Managemen vol 2 no 3 Irawati, Susan ( 2006). Manajemen Keuangan, Cetakan Kesatu. Bandung : Pustaka 59 | J u r n a l A k u n t a n s i
Javaid, Saira., Anwar, Jamil., Zaman, Khalid., dan Gafoor Abdul. 2011. Determinants of Bank Profitability in Pakistan: Internal Factor Analysis. Mediterranean Journal of Social Sciences Vol. 2, No. 1, January 2011, ISSN 2039-2117. Keown, Arthur., Martin, John., Petty, J William., dan Scott, David. 2011. Manajemen keuangan. Edisi Kesepuluh. Jakarta : Indeks Myers, Stewart et al. (2011). Principle of Corporate Finance Published, 10th Edition. McGraw-Hill
New York:
Nuriana, Sry. 2008. Pengaruh Struktur Modal Terhadap Profitabilitas Perusahaan Manufaktur Terbuka Di Bursa Efek Jakarta.Skripsi. Universitas Sumatera Utara Medan Pardomuan, Sahata. 2007. Analisis Pengaruh Kepemilikan Institusi, Net Profit Margin, Debt To Equity Ratio, Dan Rasio-Rasio Bank Terhadap Return On Equity (Studi Empiris: Perusahaan perbankan Yang Listed di BEJPeriode 2003-2005).Tesis. Universitas Diponegoro Semarang Riyanto, Bambang. (2010) Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan (Edisi 4).Yogyakarta : BPFE Rosyadah, Faizatur., Suhadak., dan Darminto.2012.Pengaruh Struktur Modal Terhadap Profirtabilitas (StudiPada Perusahaan Real Estate and Property Yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Periode 2009 – 2011). Skripsi.Universitas Brawijaya Malang Salim, Mahfuzah dan Yadav, Raj.2012.Capital Structure and Firm Performance : Evidence from Malaysian Listed Companies. Procedia - Social and Behavioral Sciences 65 ( 2012 ) 156 – 166 Sugiyono (2009), Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, cetakan ke8.Bandung : Alfabeta Suhaemi, Emi.2013.Pengaruh Profitability dan Invesment Opportunity Set Terhadap Kebijakan Deviden Tunai Dengan Likuiditas Sebagai Variable Moderating (Studi pada Perusahaan Asuransi yang terdaftar di BEI).Skripsi.Universitas Pasundan Bandung Theresa, Edith.2012. Pengaruh Struktur Modal (Debt Equity Ratio) terhadap Profitabilitas (Return on Equity) (Studi komparatif pada perusahaan industi tekstik dan Garment yang terdaftar di BEI periode 2006-2010). Skripsi.Universitas Hasanuddin Makasar Van Horne, James dan Wachowicz, John. (2008). Fundamental of Financial Management 13th Edition.Harlow : Pearson Education Limited Velnampy dan Aloy. 2012. The Relationship between Capital Structure & Profitability. Global Journal of Management and Business Research Volume 12 Issue 13 Version 1.0 Year 2012 Wahyuni, Sri.2012. Efek Struktur Modal Terhadap Profitabilitas pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI. Management Analysis Journal ISSN 2252-6552 Wijayanto, Andi.”Persamaan Regresi Linier – Konstanta Negatif : http://andiwijayanto.blog.undip.ac.id/?p=3. Diakses tanggal 23 Juni 2014
Benar
atau
Salah.”
Winarti, Retno. 2013.Analisis Pengaruh Debt To Equity Ratio, Current RatioDanNet Profit Margin Terhadap Return On Equity. ISSN 1411-4321 Volume 14 Nomor 3 Oktober 2013.
60 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
Wisnala, Vuda dan Bagus, Ida.2012.pengaruh Struktur Modal Terhadap Profitabilitas Sebelum dan Setelah Krisis Global Pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Penelitian. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana
61 | J u r n a l A k u n t a n s i
PENGARUH KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL, UKURAN PERUSAHAAN, LEVERAGE DAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP MANAJEMEN LABA (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI 2009-2012) Kodriyah Universitas Serang Raya
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan melakukan pengujian secara empirik tentang pengaruh kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, leverage, dan good corporate governance terhadap manajemen laba. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia yang menerbitkan laporan keuangan selama periode 2009-2012. Dengan menggunakan teknik purposive sampling diperoleh 30 sampel perusahaan dan dianalisis dengan menggunakan regresi linear berganda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, (2) ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba, (3) leverage tidak berpengaruh terhadap manajemen laba, dan (4) good corporate governance yang diproksikan dengan ukuran dewan komisaris dan komposisi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba, (5) kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, leverage dan good corporate governance secara bersama-sama berpengaruh terhadap manajemen laba dan (6) Nilai R2 sebesar 0,148 hal ini berarti bahwa 14,8% variasi manajemen laba bisa dijelaskan oleh kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, leverage, ukuran dewan komisaris dan komposisi dewan komisaris independen, sedangkan sisanya dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar model. Kata Kunci : Mananjemen Laba, Kepemilikan Institusional, Ukuran Perusahaan, Leverage, dan Good Corporate Governance
1.
Pendahuluan Manajemen laba (earnings mangement) merupakan fenomena yang sukar untuk dihindari karena fenomena ini merupakan dampak dari penggunaan dasar akrual dalam penyusunan laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan media komunikasi yang digunakan untuk menghubungkan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan. Salah satu parameter penting dalam laporan keuangan yang digunakan sebagai pengukur kinerja perusahaan adalah laba. Selain itu informasi laba juga membantu pemilik atau pihak lain dalam menaksir earnings power perusahaan dimasa yang akan datang. Manajemen laba merupakan tindakan yang berpotensi dilakukan manajemen akrual untuk memperoleh keuntungan. Upaya perusahaan atau pihak-pihak tertentu untuk merekayasa, memanipulasi informasi, bahkan melakukan tindakan manajemen laba yang dapat menyebabkan laporan keuangan tidak lagi mencerminkan nilai fundamentalnya, karena laporan keuangan seharusnya berfungsi sebagai media komunikasi manajemen dengan pihak eksternal atau antara perusahaan dengan pemangku kepentingan (Subhan, 2008). Tindakan manajemen laba yang dilakukan dapat diminimalisasi dengan memonitor pihak manajemen. Pemilik saham mayoritas umumnya dapat bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnisnya. Konsentrasi kepemilikan intitusional dapat digunakan dalam rangka pengendalian terhadap tindakan manajemen laba di perusahaan dan dapat membatasi perilaku oportunis manajemen (Nuryaman, 2008). Selain itu dalam rangka mengimbangi kepemilikan saham manajerial perusahaan agar dapat mengawasi kinerja manajemen secara optimal dan dapat mengurangi intervensi pihak manajemen dalam pelaporan keuangan. Ukuran perusahaan juga mempengaruhi manajemen perusahaan dalam melakukan manajemen laba, karena semakin besar perusahaan maka semakin banyak pula informasi yang tersedia bagi pengguna 62 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
laporan keuangan dalam pengambilan keputusan. Perusahaan yang berukuran besar memiliki kecenderungan melakukan tindakan manajemen labanya lebih kecil dibanding perusahaan yang ukurannya lebih kecil. Hal ini dikarenakan perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pemegang saham dan pihak luar. Sehingga perusahaan besar mendapatkan tekanan yang lebih kuat untuk menyajikan pelaporan keuangan yang credible. Leverage sebagai salah satu usaha dalam peningkatan laba perusahaan, dapat menjadi tolok ukur dalam melihat perilaku manajer dalam aktivitas manajemen laba. Perusahaan yang mempunyai leverage finansial tinggi akibat besarnya hutang dibandingkan aset yang dimiliki perusahaan, diduga melakukan manajemen laba karena perusahaan terancam default, yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban membayar hutang pada waktunya (J.C. Shanti dan C. Bintang Hari Yudhanti, 2007). Terjadinya default ini dikarenakan kurangnya pengawasan oleh pihak principal terhadap manajemen sehingga manajemen dapat mengambil keputusan sepihak dan dapat mengambil strategi yang kurang tepat sehingga gagal bayar dapat terjadi. Hal yang menjadi kemungkinan untuk dilakukan manajer saat terancam default adalah dengan melakukan manajemen laba, sehingga kinerja perusahaan akan tampak baik di mata pemegang saham (principal) dan publik walaupun dalam keadaan perusahaan terancam default. Masalah yang sering muncul dalam hubungan agensi antara pemegang saham dan manajer adalah terjadinya konflik agensi. Konflik agensi muncul ketika manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan kesejahteraan para pemegang saham, namun disisi lain manajer juga mempunyai kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka. Konflik tersebut dapat semakin meningkat karena adanya information asymetry, dimana manajemen sebagai pengelola perusahaan memiliki informasi tentang perusahaan yang lebih banyak, lebih cepat dan lebih valid daripada principal (pemilik) sehingga memungkinkan manajemen melakukan praktik akuntansi dengan berorientasi pada angka laba yang mengungtungkan sendiri. Saat asimetri informasi tinggi, pemegang saham tidak mempunyai informasi yang diperlukan untuk megetahui kondisi perusahaan sehingga manajer dengan leluasa dapat melakukan praktik manajemen laba. Oleh karena itu, perlu adanya penerapan konsep good corporate governance sebagai sistem pengawasan dan pengendalian dalam pengelolaan suatu perusahaan.
Menurut Egon Zehnder dalam Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2001), dewan komisaris merupakan inti dari corporate governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Lemahnya pengawasan yang independen dan terlalu kuatnya kekuasaan eksekutif telah menjadi salah satu sebab tumbangnya perusahaanperusahaan dunia seperti Enron Corp., WorldCom, dan lain-lain. Menurut Boediono (2005) komposisi dewan komisaris merupakan salah satu karakteristik dewan yang berhubungan dengan kandungan informasi laba. Melalui perannya dalam menjalankan fungsi pengawasan, komposisi dewan dapat mempengaruhi pihak manajemen dalam menyusun laporan keuangan sehingga dapat diperoleh suatu laporan laba yang berkualitas. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah kepemilikkan institusional, ukuran perusahaan, leverage dan good corporate governance yang diproksikan dengan ukuran dewan komisaris dan komposisi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap manjemen laba. Berdasarkan permasalahan penelitian tersebut, tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh kepemilikkan institusional, ukuran perusahaan, leverage dan good corporate governance yang diproksikan dengan ukuran dewan komisaris dan komposisi dewan komisaris independen terhadap manjemen laba. 2. Tinjauan Teori dan Pengembangan Hipotesis 2.1. Teori Agensi Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan di dalam teori agensi (agency theory) bahwa perusahaan merupakan kumpulan kontrak (nexus of contract) antara pemilik sumber daya 63 | J u r n a l A k u n t a n s i
ekonomis (principal) dan manajer (agent) yang mengurus penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut. Menurut Dalam kaitannya dengan masalah keagenan ini, positive accounting theory (Watts dan Zimmerman, 1986) mengajukan tiga hipotesis, yaitu bonus plan hypothesis, debt/equity hypothesis, dan political cost hypothesis, yang secara implisit mengakui tiga bentuk keagenan, yaitu antara pemilik dengan manajemen, antara kreditor dengan manajemen, dan antara pemerintah dengan manajemen. Sehingga secara luas, prinsipal bukan hanya pemilik perusahaan, tetapi juga bisa berupa pemegang saham, kreditur, maupun pemerintah. 2.2. Manajemen Laba Scott (2000:351-352) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama, melihatnya sebagai perilaku oportunistik manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam menghadapi kontrak kompensasi, kontrak utang dan political costs. Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient contracting (Efficient Earnings Management), dimana manajemen laba memberi manajer suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi kejadiankejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak. Perilaku manajemen laba dapat dijelaskan melalui Positive Accounting Theory (PAT) tiga hipotesis PAT yang dapat dijadikan dasar motivasi tindakan manajemen laba yang dirumuskan oleh Watts and Zimmerman (1986) yaitu:
a. The Bonus Plan Hypothesis Dalam bonus atau kompensasi manajerial, pemilik perusahaan berjanji bahwa manajer akan menrima sejumlah bonus jika kinerja perusahaan mencapai jumlah tertentu. Janji bonus inilah yang menjadi alasan bagi manajer untuk mengelola dan mengatur labanya pada tingkat tertentu sesuai dengan yang disyartakan agar menerima bonus.
b. The Debt to Equity Hypothesis (Debt Covenant Hypothesis) Pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity tinggi, manajer perusahaan cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan pendapatan atau laba. Perusahaan dengan rasio debt to equity yang tinggi akan mengalami kesulitan dalam memperoleh dana tambahan dari pihak kreditor bahkan perusahaan terancam melanggar perjanjian utang. Manajer akan mengelola dan mengatur labanya agar kewajiban hutangnya yang harus dipenuhi pada tahun bersangkutan dapat ditunda untuk tahun berikutnya. Upaya ini dilakukan agar perusahaan dapat menggunakan dana tersebut untuk keperluan lain.
c. The Political Cost Hypothesis (Size Hypothesis) Pada perusahaan besar yang memiliki biaya politik tinggi, manajer akan lebih memilih metode akuntansi yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari periode sekarang ke periode masa mendatang sehingga dapat memperkecil laba yang dilaporkan. Biaya politik muncul dikarenakan profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik perhatian media dan konsumen. 2.3. Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional merupakan saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lemabaga (perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain) (Tarjo, 2008). Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan manipulasi laba.
2.4. Ukuran Perusahaan Perusahaan yang besar lebih diperhatikan oleh masyarakat sehingga mereka akan lebih berhatihati dalam melakukan pelaporan keuangan, sehingga berdampak perusahaan tersebut melaporkan kondisinya lebih akurat. Semakin besar perusahaan dan luasan usahanya, mengakibatkan pemilik tidak bisa mengelola sendiri perusahaannya secara langsung. Hal inilah yang memicu munculnya masalah keagenan. Perusahaan yang berukuran besar memiliki kecenderungan melakukan tindakan manajemen 64 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
labanya lebih kecil dibanding perusahaan yang ukurannya lebih kecil. Hal ini dikarenakan perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pemegang saham dan pihak luar. Sehingga perusahaan besar mendapatkan tekanan yang lebih kuat untuk menyajikan pelaporan keuangan yang credible. Berdasarkan size hypothesis yang dikemukan Watt dan Zimmerman (1986), berasumsi bahwa perusahaan besar secara politis, lebih besar melakukan transfer political cost dalam rangka politic process, dibandingkan dengan perusahaan kecil. 2.5. Leverage Rasio Leverage menggambarkan sumber dana operasi yang berasal selain dari menjual saham di pasar modal yang digunakan perusahaan untuk membiayai asetnya, rasio leverage ini juga menunjukkan risiko yang dihadapi perusahaan, semakin besar resiko yang dihadapi perusahaan maka ketidakpastian untuk menghasilkan laba di masa depan juga akan meningkat (Tarjo, 2008). Van Horne dan Wachowicz (2009:169) mengungkapkan bahwa rasio leverage adalah rasio yang menunjukkan sejauh mana perusahaan dibiayai oleh utang. 2.6. Good Corporate Governance Pengertian corporate governance menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) yaitu seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Corporate governance harus diterapkan oleh perusahaan untuk menjamin transparansi, akuntabilitas, independensi dan keadilan. Secara umum dewan komisaris ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan keuangan (Nasution dan Setiawan, 2007). Pengawasan dilakukan agar kecenderungan manajer untuk melakukan manajemen laba berkurang agar investor tetap memberikan kepercayaan untuk menanamkan investasinya pada perusahaan. Dewan komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan corporate governance, namun demikian dewan komisaris tidak boleh ikut serta dalam mengambil keputusan operasional (KNKG, 2006) Komisaris independen adalah komisaris yang bukan merupakan angggota manajemen, pemegang saham mayoritas, pejabat atau dengan cara lain berhubungan langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari suatu perusahaan yang mengawasi pengelolaan perusahaan (FCGI, 2000). Melalui peranan dewan komisaris independen dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap operasional perusahaan oleh pihak manajemen, komposisi dewan komisaris dapat memberikan kontribusi yang efektif terhadap hasil dari proses penyusunan laporan keuangan yang berkualitas atau kemungkinan terhindar dari kecurangan laporan keuangan (Boediono, 2005). 2.7. Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Institusional terhadap Manajemen Laba Kepemilikan Institusional memiliki kemampuan untuk mengurangi insentif para manajer yang oportunis melalui pengawasan intensif. Hal ini terjadi karena semakin besar jumlah kepemilikan institusi akan semakin kecil peluang manajemen untuk melakukan aktivitas manajemen laba (Astuti, 2004) Menurut Subhan (2008) yang menemukan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap manajemen laba. Teori tersebut didukung oleh Tarjo (2008) bahwa kepemilikan institusional berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut di atas hipotesis yang diajukan adalah: H1 : Kepemilikkan Institusional berpengaruh terhadap manajemen laba
2.8.
Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba
Semakin besar ukuran perusahaan, biasanya informasi yang tersedia untuk investor dalam pengambilan keputusan yang berhubungan dengan investasi dalam perusahaan tersebut semakin banyak. 65 | J u r n a l A k u n t a n s i
Veronica dan Utama (2005) dan Nuryaman (2008) menemukan bahwa perusahaan yang lebih besar kurang memiliki dorongan untuk melakukan manajemen laba dibandingkan perusahaan-perusahan yang lebih kecil karena perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pihak luar sehingga semakin besar ukuran perusahaan semakin kecil pengelolaan laba yang dilakukan manajemen. Berdasarkan uraian tersebut di atas hipotesis yang diajukan adalah: H2 : Ukuran Perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba
2.9. Pengaruh Leverage terhadap Manajemen Laba Leverage merupakan rasio antara total kewajiban dengan total asset. Semakin besar rasio leverage, berarti semakin tinggi nilai utang perusahaan. Dengan demikian, perusahaan yang mempunyai rasio leverage yang tinggi, berarti proporsi hutangnya lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi aktivanya akan cenderung melakukan manipulasi dalam bentuk manajemen laba dengan tujuan untuk menghindari pelanggaran perjanjian utang. Penelitian Widyaningdyah (2001), Astuti (2004), Subhan (2008) dan Tarjo (2008) menemukan bahwa Leverage berpengaruh signifikan positif terhadap manajemen laba. Temuan tersebut sesuai dengan debt convenant hypothesis yang menyatakan bahwa jika semua hal yang lain tetap sama dan semakin dekat persuahaan dengan pelanggaran perjanjian hutang yang berbasis akuntansi, maka lebih mungkin manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi yang memindahkan laba yang dilaporkan dari periode mendatang ke periode sekarang. Hal tersebut dilakukan manajemen karena laba bersih yang dilaporkan naik akan mengurangi kemungkinan kegagalan membayar hutang-hutangnya pada masa mendatang (Scott, 2000;360). Naiknya laba yang dilaporkan bisa menarik perhatian para kreditur untuk memberikan tambahan pinjaman. Berdasarkan uraian tersebut di atas hipotesis yang diajukan adalah: H3 : Leverage berpengaruh terhadap manajemen laba
2.10.
Pengaruh Ukuran Dewan Komisaris terhadap Manajemen Laba
Ukuran dewan komisaris mempengaruhi praktik manajemen laba pada perusahaan. Nasution dan Setiawan (2007) menemukan pengaruh positif signifikan terhadap praktik manajemen laba pada perusahaan perbankan. Semakin besar ukuran dewan komisaris, maka semakin besar pula manajemen laba yang dilakukan perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa ukuran dewan komisaris yang besar tidak efektif dalam mengurangi praktik manajemen laba. Penelitian tersebut berbeda dengan Subhan (2008) yang menemukan bahwa terdapat pengaruh positif tidak signifikan antara ukuran dewan komisaris dengan manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut di atas hipotesis yang diajukan adalah: H4 : Ukuran Dewan Komisaris berpengaruh terhadap manajemen laba
2.11. Pengaruh Komposisi Dewan Komisaris Independen terhadap Manajemen Laba Komposisi dewan komisaris dapat memberikan kontribusi yang efektif terhadap hasil dari proses penyusunan laporan keuangan yang berkualitas atau kemungkinan terhindar dari kecurangan laporan keuangan (Boediono, 2005). Adanya dewan komisaris menjamin transparansi dan keinformatifan laporan keuangan sehingga memfasilitasi hak pemegang saham untuk mendapatkan informasi yang berkualitas. Hasil penelitian Nasution dan Setiawan (2007) menyatakan bahwa komposisi dewan komisaris independen berpengaruh negatif signifikan terhadap manajemen laba. Penelitian Subhan (2008) menyatakan bahwa terdapat pengaruh negatif tidak signifikan antara komposisi dewan komisaris independen dengan manajemen laba. H5
3. 3.1.
Berdasarkan uraian tersebut di atas hipotesis yang diajukan adalah: : Komposisi Dewan Komisaris Independen berpengaruh terhadap manajemen laba Metodologi Penelitian Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
66 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling agar diperoleh sampel yang representatif sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Adapun kriteria yang digunakan untuk memilih sampel adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2009-2012 dan menerbitkan laporan keuangan dengan tahun buku yang berakhir 31 Desember selama periode penelitian. 2. Menggunakan mata uang Rupiah 3. Selama periode penelitian, perusahaan tidak mengalami kerugian. 4. Selama periode penelitian arus kas dari aktivitas operasi bernilai positif 5. Memiliki data yang lengkap selama periode penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu berupa laporan keuangan dan laporan tahunan perusahaan manufaktur periode 2009 - 2012. Laporan keuangan tersebut melalui website resmi masing-masing perusahaan dan/atau BEI melalaui internet (www.idx.co.id). 3.2. Variabel dan Pengukurannya Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Kepemilikan Institusional, persentasi jumlah saham yang dimiliki institusi dari seluruh saham yang beredar. 2. Ukuran Perusahaan diukur dari logaritma dari total asset . 3. Leverage, yaitu utang dengan total asset perusahaan yaitu dengan 4. Ukuran Dewan Komisaris, yaitu jumlah total anggota dewan komisaris. 5. Komposisi Dewan Komisaris Independendiukur dengan persentase jumlah dewan komisaris independen yang ada dalam perusahaan terhadap jumlah total komisaris. 6. Manajemen Laba yang diukur dengan proksi diskresi akrual model yang digunakan adalah Model Jones Modifikasi untuk menghitung diskresi akrualnya yaitu: 1) TAit = NIit - CFOit Dimana, TAit : Total akrual perusahaan i pada tahun t NIit : Laba bersih (net income) perusahaan i pada tahun t CFOit : Kas dari operasi (cash flow from operation) perusahaan i pada tahun t 2) Total akrual yang diestimasi dengan persamaan regresi OLS (Ordinary Least Square) adalah: 1 1
1
2
1
1
1
Dimana, Ait-1 : Total Aset perusahaan i pada tahun t ΔREVit : Perubahan Pendapatan perusahaan i pada tahun t PPEit : Aset Tetap perusahaan i pada tahun t β1, β2, β3, : Koefisien regresi 3) Non akrual diskresioner 1
1
1
2
1
1
Dimana, NDAit : Non discretionary accrual perusahaan i pada tahun t ΔRECit : Perubahan Piutang perusahaan i pada tahun t 4) Diskresioner total akrual 67 | J u r n a l A k u n t a n s i
1
Dimana, DAit : Discretionary accrual perusahaan i pada tahun t 3.3. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis Dalam Penelitian ini, metode analisi yang digunakan yaitu metode regresi linear berganda dengan model sebagai berikut:
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + e Keterangan : Y = Manajemen Laba α = Konstanta β1- β5 = Koefisien regresi X1 = Kepemilikan Instutisional X2 = Ukuran Perusahaan X3 = Leverage X4 = Ukuran Dewan Komisaris X5 = Komposisi Dewan Komisaris Independen e = error Pengujian regresi linier berganda dapat dilakukan setelah model dari penelitian ini memenuhi syarat-syarat yaitu lolos dari asumsi klasik meliputi uji normalitas, uji multikoleniaritas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.
Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini digunakan pengujian Goodness of Fit Test (uji koefisien determinasi), Uji signifikansi parameter individual (uji t) dan uji signifikansi simultan (uji f). 4. Analisis Data dan Pembahasan Hasil Penelitian 4.1. Hasil Statistik Deskriptif Berdasarkan hasil analisis diskriptif pada tabel 1 diketahui diskresi akrual memiliki nilai minimum -0,33 dan nilai maksimum 0,22 dengan mean -0,0015 dan angka ini nilainya negatif. Hal tersebut menandakan bahwa pada periode 2009-2012 perusahaan manufaktur melakukan tindakan manajemen laba dengan pola melaporkan laba lebih rendah dari nilai aktual perusahaan hal ini sesuai dengan hasil penelitian Astuti (2004). Hasil deskriptif terhadap variabel kepemilikan institusional menunjukkan nilai minimum sebesar 0,11 dan nilai maksimum sebesar 1,00 dengan mean 0,9223 hal ini berarti bahwa rata-rata perushaan manufaktur dimiliki oleh pemegang saham dari luar perusahaan sebesar 92,23%. Hasil deskriptif terhadap variabel ukuran perusahaan yang diukur dengan logaritma total asset menunjukkan nilai minimum sebesar 4,89 dan nilai maksimum sebesar 13,95 dengan nilai rata-rata logaritma total asset sebesar 7,8214. Hasil deskriptif terhadap variabel leverage menunjukkan nilai minimum sebesar 0,07 dan nilai maksimum sebesar 0,8 dengan mean 0,3753. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan rata-rata menggunakan utang sebesar 37%. Hasil deskriptif terhadap variabel ukuran dewan komisaris menunjukkan nilai minimum sebesar 2 dan nilai maksimum sebesar 12 dengan mean 4,7250 berarti perusahaan memiliki dewan komisaris lebih dari 3, Dan untuk variabel komposisi dewan komisaris independen menunjukkan nilai minimum 0,25 dan nilai maksimum 1,40 dengan nilai rata-rata komposisi dewan komisaris independen sebesar 0,3850 menunjukkan bahwa perusahaan memiliki lebih dari 30% dewan komisaris independen sesuai yang disyaratkan oleh peraturan Nomor IX.I.5 tahun 2012 yang diterbitkan BAPEPAM LK.
4.2. Pengujian Hipotesis Pertama Berdasarkan tabel 2 nilai signifikannya menunjukkan 0,666 > 0,05 dan nilai t hitung sebesar 0,342 < t tabel 1,980 hal ini berarti bahwa konsenstrasi kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang 68 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
dilakukan oleh Astuti (2004), Veronica dan Utama (2005), Pramuka (2007) Wiwik, Dewi dan Wiralestari (2012), Welvin dan Herawaty (2010) yang menemukan bahwa kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil penelitian ini berbeda dengan Nuryaman (2008) yang menemukan bahwa konsentrasi kepemilikan saham oleh institusi dapat membatasi perilaku oportunis manajemen untuk melakukan manajemen laba, Tarjo (2008), Subhan (2008), Midiastity dan Machfoedz (2003) juga menemukan hal yang sama yaitu kepemilikan institusional berpengaruh terhadap manajemen laba. 4.3. Pengujian Hipotesis Kedua Berdasarkan uji hoptesis pada tabel 2 diatas nilai t hitung menunjukkan 2,007 > t tabel 1,980 dengan tingkat signifikansi 0,047 < 0,05. Hal ini berarti bahwa ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba. Penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Astuti (2004) Veronika dan Utama (2005), Nuryaman (2008) dan Handayani dan Rachadi (2009). Berbeda dengan hasil penelitian Welvin dan Herawaty (2010) yang menemukan bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa semakin besar ukuran perusahaan maka semakin banyak pula informasi yang tersedia bagi pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan. Perusahaan yang berukuran besar memiliki kecenderungan melakukan tindakan manajemen labanya lebih kecil dibanding perusahaan yang ukurannya lebih kecil. Hal ini dikarenakan perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pemegang saham dan pihak luar. Sehingga perusahaan besar mendapatkan tekanan yang lebih kuat untuk menyajikan pelaporan keuangan yang credible. Albrecth & Richardson (1990) dan Lee & Choi (2002) dalam Veronica dan Utama (2005) menemukan bahwa perusahaan yang lebih besar kurang memiliki dorongan untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan kecil karena perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pihak luar. 4.4. Pengujian Hipotesis Ketiga Pengujian hipotesis untuk variabel leverage ini menghasilkan nilai t hitung -0,921< t tabel 1,980 dan tingkat signifikansi sebesar 0,326 > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Ini berarti bahwa tingkat utang perusahaan tidak mempengaruhi tindakan oportunis manajemen untuk melakukan manajemen laba. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Widyaningdyah (2001), Astuti (2004), Tarjo (2008) yang menemukan bahwa leverage keuangan berpengaruh terhadap manajemen laba. 4.5. Pengujian Hipotesis Keempat Berdasarkan tabel 2 didapat hasil koefisien regresi ukuran dewan komisaris menunjukkan angka sebesar 0,011 dengan tingkat signifikansi 0,003 < 0,05 dan t hitung 3,027 > t tabel yaitu 1,980. Dengan melihat tingkat signifikansi ini maka variabel ukuran dewan komisaris berpengaruh secara signifikan terhadap manajemen laba, ini berarti bahwa perusahaan yang memiliki dewan komisaris dalam jumlah banyak, maka perusahaan cenderung melakukan tindakan manajemen laba. Hal tersebut terjadi karena keterbatasan untuk berkoordinasi antar anggota dewan komisaris yang akibatnya dapat menghambat proses pengawasan yang seharusnya menjadi tanggungjawab dewan komisaris (Jensen, 1993) dalam Nasution dan Setiawan (2007). Penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian Midiastuty dan Machfoedz (2003) dan Nasution dan Setiawan (2007) menemukan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif secara signifikan terhadap tindakan manajemen laba yang dilakukan dalam perusahaan, Zulfiqar et al. 69 | J u r n a l A k u n t a n s i
(2009) menemukan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh terhadap manajemen laba. Berbeda dengan hasil penelitian Ujiyantho dan Pramuka (2007) menyimpulkan bahwa besar kecilnya jumlah dewan komisaris bukanlah menjadi faktor penentu dari aktivitas pengawasan terhadap perusahaan, Subhan (2008) yang menemukan bahwa ukuran dewan komisaris tidak signifikan berpengaruh terhadap manajemen laba.
4.6. Pengujian Hipotesis Kelima Berdasarkan uji hoptesis pada tabel 2 nilai t hitung menunjukkan 2,263 > t tabel 1.980 dengan tingkat signifikansi 0,026 < 0,05. Hal ini membuktikan bahwa komposisi dewan komisaris independen berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Ini berarti bahwa dengan adanya dewan komisaris dari luar perusahaan yang menjadi salah satu mekanisme good corporate governance telah efektif menjalankan tugasnya untuk mengawasi kualitas pelaporan keuangan sehingga dapat mengurangi tindakan oportunis dari manajemen untuk melakukan manajemen laba. Hasil penelitian ini konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nasution dan Setiawan (2007), Ujiyantho dan Pramuka(2005) Subhan (2008), Wiwik, Dewi dan Wiralestari (2012) yang menemukan bahwa komposisi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap manajemen laba. Namun penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Veronica dan Utama (2005), Boediono (2005), Subhan (2008) dan Welvin dan Herawaty (2010) yang menemukan bukti bahwa komposisi dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap tindak manajemen laba di perusahaan di Indonesia.
4.7. Pengujian Hipotesis Keenam Berdasarkan Uji ANOVA atau uji F yaitu uji signifikansi model secara keseluruhan. Pada tabel 3 menunjukkan nilai prob. (F statistic)= 0,002 < 0,05 dan nilai F hitung 3,950 > F tabel 2,29 artinya dengan tingkat keyakinan 95% variabel kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, leverage, ukuran dewan komisaris dan komposisi dewan komisaris independen secara bersamasama berpengaruh terhadap manajemen laba. 5. Kesimpulan, Keterbatasan dan Saran 5.1. Kesimpulan Penelitian ini berupaya untuk membuktikan adanya pengaruh kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, leverage, dan good corporate governance yang diproksikan dengan ukuran dewan komisaris dan komposisi dewan komisaris independen terhadap manajemen laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama periode 2009-2012. Dari hasil pengujian regresi linear berganda ditemukan hasil sebagai berikut:
1. 2. 3. 4.
Variabel kepemilikan institusional tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Variabel ukuran perusahaan berpengaruh terhadap manajemen laba. Variabel leverage tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Ukuran dewan komisaris dalam perusahaan manufaktur berpengaruh terhadap manajemen laba 5. Komposisi dewan komisaris independen yang menjadi salah satu mekanisme good corporate governance berpengaruh terhadap manajemen laba. 6. Berdasarkan uji regeresi secara simultan (uji F) variabel kepemilikan institusional, ukuran perusahaan, leverage, dan good corporate governance yang diproksikan dengan ukuran dewan komisaris, komposisi dewan komisaris independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap manajemen laba. 70 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
5.2. Keterbatasan dan Saran Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yaitu:
1.
Peneliti menggunakan perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI yang pengambilan sampelnya menggunkan kriteria tertentu dan pada urutan waktu tertentu. 2. Untuk memproksikan good corporate governance peneliti menggunakan ukuran dewan komisaris dan komposisi dewan komisaris independen. Adapun saran yang dapat penulis berikan untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan populasi perusahaan yang akan menjadi sampel penelitian tidak hanya perusahaan manufaktur tetapi juga jenis industri lainnya yang terdaftar di BEI dan menambah jumlah tahun pengamatan agar hasil penelitian lebih dapat di generalisasi. 2. Menambahkan proksi lain untuk mengukur good corporate governance seperti fee audit dan kompetensi dewan komisaris. DAFTAR PUSTAKA Agnes Utari Widyanigdyah 2001, AnalisisFaktor-Faktor yang Berpengaruh terhadapn Earnings Management pada Perusahaan Go Public di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol 3. No.2. Atuti, Dewi S.Puji. 2004. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Manajemen Laba Diseputar Right Issue Bapepam. 2012. Peraturan IX.1.5. 2012 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit, www.bapepam.co.id Gideon SB Boediono. (2005). Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate Governace dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur. Simposium Nasional Akuntansi VIII, 2005. Guna, Welvin I dan Herawaty Arleen. 2010. Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance, Independensi Auditor, Kualitas Audit dan factor Lainnyaterhadap Manajemen Laba. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 12 No. 1. April 2010 Hal: 53-68 Handayani. RR Sri dan Rachadi Agustono Dwi. 2009. Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Manajemen Laba. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. Vol. 11 No. 1. April 2009 Hal: 33-56 Indra Widjaja dan Faris Kasenda, 2008, Pengaruh Kepemilikan Institusional, Aktiva Berwujud Ukuran Perusahaan Dan Profitabilitas Terhadap Struktur Modal Pada Perusahaan Dalam Industri Barang Konsumsi Di BEI, Jurnal Manajemen/Tahun XII,No.02: 139-150 J.C. Shanti dan Bintang Hari Yudhanti.2007. Pengaruh Set Kesempatan Investasi dan Leverage Financial terhadap manajemen laba. Ventura vol.10 No.3 Jensen, Michael C. dan W.H. Meckling. (1976). Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics 3. hal. 305-360. Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance. 2000. Pedoman tentang Komisaris Independen. http://www.governance-indonesia.or.id/main.htm. 71 | J u r n a l A k u n t a n s i
Midiastuty, Pranata P., dan Mas’ud Machfoezd.2003. Analisis Hubungan Mekanisme Good Corporate Governance dan Indikasi Manajemen Laba. Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya, 16-17 Oktober, 2003, hal: 176-186 Nasution. Marihot dan Setiawan. Doddy, (2007). Pengaruh Corporate Governance terhadap Manajemen Laba di Industri Perbankan Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi X. Pontianak Nuryaman, (2008). Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Institusiona, Ukuran Perusahaan dan mekanisme Corporate Governance terhadap Manajemen Laba. Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak Scott, William R (2000). Financial Accounting Theory. Second edition. Canada: Prentice Hall Subhan. (2008). Pengaruh Good Corporate Governance Dan Leverage Keuangan Terhadap Manajemen Laba Perusahaan Perbankan. Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak Sulistyanto, H. Sri. 2008. Manajemen Laba Teori dan Model Empiris. Widiasarana Indonesia, Bandung.
Penerbit PT. Gramedia
Sylvia Veronica N.P. Siregar dan Siddharta Utama, Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance Terhadap Pengelolaan Laba (Earnings Management) Simposium Nasional Akuntansi VIII, IAI, 2005 Tarjo, (2008). Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan Institusional dan Leverage terhadap Manajemen Laba, Nilai Pemegang Saham serta Cost of Equity Capital. Simposium Nasional Akuntansi XI. Pontianak Tiswiyanti. Wiwik., Fitriyani. Dewi dan Wiralestari. Analisis Pengaruh Komisaris Independen, Komite Audit dan Kepemilikan Institusional tarhadap Manajemen Laba. Jurnal Penelitian universitas Jambi Seri Humaniora.Volume 14 No. 1 Januari - Juni 2012. Hal: 61-66 Ujiyantho, Muh. Arief. dan Pramuka, Bambang Agus. 2007. Mekanisme Good corporate governance, Manajemen laba dan Kinerja Keuangan. Simposium Nasional Akuntansi IV, Bandung. Van Horne, James C dan Wachhowicz,. 2012. Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan.. Qurotyl”ain Mubarakah (penterjemah). Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Watts, Ross L., and J L Zimmerman. (1986), Positive Accounting Theory, New Jersey: Prentice-Hall, Inc.
72 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
PENGARUH PENGENDALIAN INTERNAL TERHADAP TINGKAT KREDIT MACET DALAM PROSES PEMBIAYAAN SEPEDA MOTOR PT RADANA FINANCE CABANG TANGERANG KOTA, BANTEN Nugrahini Kusumawati1 Jimmi2 1 STIE Bina Bangsa 2 STIE Bina Bangsa ABSTRACT The purpose of this research is to determine the effect of internal control on the level of bad loans and the influence on the level of bad debts the motorcycle in PT Radana Finance branch Tangerang city, Banten. A method of analysis of data used is a questionnaire survey method with Likert scale. Data taken with taking samples obtained from employees at PT Radan Finance branch tangerang city for seven days using the formula slovin by 44 employees. Furthermore, using SPSS v.19 software and statistical formulas to determine the influence of the two variables, namely internal control (x) and loans (y). Ther result showed that there is a very strong influence of internal control (x) with bad credit (y). With Pearson correlation value of 0.884. Then the contribution of internal control variable (x) against non-performing loans (y) of 0,703, or 70.3%, while the remaining 29.7% influenced by other factors not described. And the linear regression equation obtained was Y =75.268-0,548X. In a hypothesis test based on the t-test is concluded Ho is rejected and Ha accepted. Means of internal control variable (x) has a strong influence on the variable sangta loans (y). It was on the show from the value t is greater than t table (9.980> 2021). This means that "There is a very strong influence on the level of internal control in the process of financing bad credit motorcycle PT Radana Finance branch tangerang city, Banten. Key words: internal controls, the level of bad debts PENDAHULUAN Perlu adanya system pengendalian intern yang merupakan suatu perencanaan yang meliputi struktur organisasi dan semua metode dan alat-alat yang dikoordinasikan yang digunakan di dalam perusahaan dengan tujuan untuk menjaga keamanan harta milik perusahaan, memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi, mendorong efisiensi, dan membantu mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah ditetapkan. Kepentingan pengendalian untuk menjaga kekayaan organisasi, memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi, serta mendorong efisiensi dengan dipatuhinya kebijakan manajemen. Maka system pengendalian intern terdiri dari, pengendalian Intern Akuntansi (Preventive Controls) dan pengendalian Intern Akuntansi dibuat untuk mencegah terjadinya inefisiensi yang tujuannya adalah menjaga kekayaan perusahaan dan memeriksa keakuratan data akuntansi. Selain itu pengendalian Intern Administratif (Feedback Controls). Disamping itu Pengendalian Administratif dibuat untuk mendorong dilakukannya efisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen. (dikerjakan setelah adanya pengendalian akuntansi) Dengan pengendalian berguna membantu manajemen dalam mengendalikan dan memastikan keberhasilan kegiatan organisasi. Dengan menciptakan pengawasan melekat, menutupi kelemahan dan keterbatasan personel, serta mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan dan kecurangan. Disamping itu dapat membantu auditor dalam menentukan ukuran 73 | J u r n a l A k u n t a n s i
sampel dan pendekatan audit yang akan diterapkan. Serta mendukung auditor dalam memastikan efektifitas audit, dengan keterbatasan waktu dan biaya audit. Pada waktu pelaksanaan terjadi kekeliruan pengoperasian sistem(mistake in judgement) karena terbatasnya informasi dan waktu, karena tekanan lingkungan, atau karena terbatasnya kemampuan, meskipun SPI sudah dilengkapi dengan pedoman penyelesaian masalah. Begitu juga Pelanggaran system (breakdowns), baik disengaja atau tidak, misalnya karena kesalahan interpretasi,kecerobohan, gangguan lingkungan, perubahan personalia, atau perubahan system dan prosedur. Perlu diawasi Kolusi, atau kerjasama negative sekelompok orang. Pelanggaran dengan sengaja oleh manajemen (management override) dan Dilema biaya-manfaat(costs versus benefits) Ruang lingkungan organisasi yang sehat untuk mendukung penerapan SPI, yang komponennya terdiri dari, Integritas dan nilai-nilai etika yang tertanam dalam budaya organisasi, Komitmen terhadap kompetensi, Peran dan pengaruh dewan komisaris serta komite audit, Filosofi manajemen dan gaya operasi organisasi, Struktur organisasi yang mampu memberikan kejelasan wewenang dan tanggungjawab dengan baik,Budaya dan aturan yang sehat dalam mekanisme penetapan otoritas dan tanggungjawab, Kebijakan dan praktik yang sehat di bidang sumber daya manusia. Pengaruh faktor-faktor eksteren organisasi. Lingkungan Pengendalian dari suatu organisasi menekankan pada berbagai macamfaktor yang secara bersamaan mempengaruhi kebijakan dan prosedur pengendalian. Begitu juga Sistem akuntansi tidak hanya digunakan untuk menghasilkan laporan keuangan saja, tetapi juga menghasilkan pengendalian manajemen. Prosedur pengendalian merupakan kebijakan dan aturan mengenai kelakuan karyawan yang dibuat untuk menjamin bahwa tujuan pengendalian manajemen dapat tercapai. Secara umum prosedur pengendalian yang baik adalah Penggunaan wewenang secara tepat untuk melakukan suatu kegiatan atau transaksi. Dalam organisasi, setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi dari pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Oleh karena itu dalam organisasi harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap transaksi. Dengan adanya pembagian wewenang ini akan mempermudah jika akan dilakukan audit trailer, karena otorisasi membatasi aktivitas transaksi hanya pada orang-orang yang terpilih. Otorisasi mencegah terjadinya penyelewengan transaksi kepada orang lain. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah adalah: 1. Adakah pengaruh pengendalian Internal Terhadap Tingkat Kredit Macet Dalam Proses Pembiayaan Sepeda Motor PT. Radana Finance Cabang Tangerang? 2. Seberapa besar pengaruh pengendalian Internal Terhadap Tingkat Kredit Macet Dalam Proses Pembiayaan Sepeda Motor PT. Radana Finance Cabang Tangerang? TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 1. Pengertian Kredit Macet Anda mungkin sering mendengar kata “kredit macet”. Tapi apakah Anda sudah tahu bagaimana pengertian dan definisi dari istilah tersebut? Untuk menambah itu penulis sedikit mengulas mengenai pengertian dari istilah kredit macet. Para nasabah yang telah mendapatkan kredit dari bank tidak seluruhnya dapat mengembalikan dengan baik sesuai waktu yang diperjanjikan, dalam kenyataan selalu ada sebagian nasabah karena suatu sebab tidak dapat mengembalikan kredit yang telah diberikan sehingga terjadilah kredit macet. Pengertian kredit menurut Gatot Suparmono dalam Rahmat Firdaus: “Kredit macet adalah suatu keadaan dimana seorang nasabah tidak mampu membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya”. 74 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
Keadaan di atas dalam hukum perdata disebut ingkar janji atau wanprestasi. Wanprestasi seorang debitur dapat berupa : 1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya. 2. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan. 3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat. 4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan. Jika dihubungkan dengan kredit macet ada 3 poin yang berkenaan dengan wanprestasi di atas: a. Debitur sama sekali tidak bisa membayar angsuran kredit. b. Debitur membayar sebagian saja angsuran kredit. c. Debitur membayar lunas setelah jangka waktu diperjanjikan berakhir (terlambat). Jadi pada intinya kredit macet merupakan kredit bermasalah dimana karena suatu hal seorang debitur mengingkari janji mereka membayar kredit yang telah jatuh tempo sehingga terjadi keterlambatan atau sama sekali tidak ada pembayaran maka timbulah apa yang disebut kredit macet. Dalam kehidupan perbankan betapa kecilnya selam massa hidupnya bank tidak dapat terlepas sama sekali dari resiko menghadapi kasus kredit bermasalah maka perlu dilakukan usaha menekan risiko tersebut dengan menjadi mutu kredit yang disalurkan 2. Pengertian Pembiayaan Pada dasarnya, perkataan kredit kampir dikenal oleh seluruh masyarakat. Kata kredit sudah bukan lagi menjadi kata yang asing dalam kehidupan sehari-hari. Dalam pengertian kehidupan masyarakat, kata kredit sering dipersamakan dengan pengertian pinjaman atau utang. Secara etimologi, kata kredit berasal dari bahasa Yunani, yaitu : “Credere” yang berarti “kepercayaan”. Seorang yang memperoleh kredit berarti memperoleh suatu kepercayaan Pengertian kredit apabila ditinjau dari sudut ekonomi adalah suatu penundaan pembayaran dimana pengembalian atas penerimaan uang atau barang (prestasi) tidak dilakukan bersamaan pada saat menerimanya, akan tetapi pengembaliannya dilakukan pada saat tertentu yang akan datang mengemukakan sebagai berikut : “Kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atau kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu diminta atau pada waktu yang akan datang karena penyerahan barang-barang sekarang” “Menyerahkan secara sukarela sejumlah uang untuk dipergunakan secara bebas oleh penerima kredit. Penerima kredit berhak untuk mempergunakan pinjaman itu untuk keuntungannya dengan kewajiban mengembalikan jumlah pinjaman itu di belakang hari Selain batas pengertian kredit yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas, pengertian kredit secara yuridis pun ditemukan dalam Pasal 1 Undang-Undang No. 7 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang merumuskan pengertian kata kredit sebagai berikut : “Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan-tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain. Yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”. Unsur-unsur esensial dalam konsep kredit sebagai berikut : a. Kepercayaan. Berdasarkan analisis yang dilakukan terhadap kredit bank, yaitu kredit yang diberikan itu dapat dikembalikan sesuai dengan persyaratan yang disepakati bersama; 75 | J u r n a l A k u n t a n s i
b.
Agunan. Setiap kredit yang akan diberikan selalu disertai barang yang berfungsi sebagai jaminan bahwa kredit yang diterima oleh calon debitor pasti akan dilunasi dan ini akan meningkatkan kepercayaan pihak bank; c. Jangka waktu. Pengembalian kredit didasarkan pada jangka waktu tertentu yang layak, jangka waktu berakhir jika kredit dilunasi; d. Risiko. Jangka waktu pengembalian kredit mengandung risiko terhalang atau terlambat, atau macetnya pelunasan kredit; e. Bunga bank. Setiap pemberian kredit selalu disertai imbalan berupa bunga yang wajib dibayar oleh calon debitor dan ini merupakan keuntungan yang diterima oleh bank; f. Kesepakatan. Semua persyaratan pemberian kredit dan prosedur pengembalian kredit serta akibat hukumnya adalah hasil kesepakatan dan dituangkan dalam akta perjanjian yang disebut kontrak kredit. Berkaitan dengan hal di atas berarti bahwa kredit hanya dapat diberikan kepada mereka yang dipercaya mampu mengembalikan kredit di kemudian hari. Jika dijabarkan lebih lanjut lagi bahwa pemenuhan kewajiban mengembalikan pinjaman itu sama artinya dengan kemampuan memenuhi prestasi suatu perikatan. Bank dalam menyalurkan kreditnya selalu menerapkan prinsip 5 C, itu adalah : 1. Character adalah kepribadian, moral, kejujuran calon debitor selalu harus diteliti seksama terutama dalam menghadapi debitor yang baru. Hal-hal yang perlu diteliti adalah sifat pribadi yang meliputi cara hidup, keadaan keluarga, riwayat dan nama baik calon debitor di masyarakat. 2. Capacity adalah kemampuan debitor dalam mengendalikan dan mengembangkan usahanya serta kesanggupannya dalam menggunakan kredit yang bakal diterimanya. Hal ini terkait dengan latar belakang pendidikan, pengalaman dan keadaan usahanya pada waktu permohonan kredit diajukan. 3. Capital adalah suatu modal yang dimiliki debitor pada waktu permohonan kredit diajukan. Keadaan perusahaan yang dikelolanya harus dinilai dengan cermat sebelum permohonan dikabulkan seluruhnya, sebagian atau ditolak sama sekali. 4. Colleteral adalah agunan atau jaminan berupa benda yang diberikan oleh calon debitor. Dengan jaminan ini maka bank akan lebih terjamin bahwa kredit yang diberikannya akan dapat diterima kembali pada waktu yang ditentukan. 5. Condition adalah keadaan ekonomi pada umumnya, keadaan ekonomi nasional dan keadaan ekonomi calon debitor. Hal ini dimaksudkan agar dapat diketahui kedudukannya. Sekalipun prinsip 5 C sebagaimana terurai di atas telah diterapkan, bukan berarti bahwa perjanjian kredit tersebut akan berlangsung sebagaimana diharapkan. Dalam praktek tidak jarang para debitor yang telah memperoleh kredit dalam jumlah besar bahkan menggunakan sindikasisindikasi bank, timbul itikad buruk untuk menghindari pembayaran kewajibannya. Tipologi kredit bermasalah sebagaimana tergambar dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 31/147/Kep/Dir tanggal 12 November 1998, tentang Kualitas Kredit, yang menunjukkan unsurunsur kredit bermasalah sebagai berikut 1. Kurang Lancar a. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan atau bunga yang telah melampaui 90 hari; b Terdapat ceruka/overdraft yang berulang kali khususnya untuk menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas; c. Hubungan debitor dengan bank memburuk dan informasi keuangan debitor tidak dapat dipercaya; 76 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
2.
3.
ISSN 2339-2436
d Dokumentasi kredit kurang lengkap dan pengikatan agunan yang lemah; e Pelanggaran terhadap persyaratan pokok kredit; f Perpanjangan kredit untuk menyembunyikan kesulitan keuangan. Diragukan a Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 hari sampai dengan 270 hari; b. Terjadi overdraft yang bersifat permanen khususnya untuk menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas; c. hubungan debitor dengan bank memburuk dan informasi keuangan debitor tidak dapat dipercaya; d. Dokumentasi kredit kurang lengkap dan pengikatan agunan yang lemah; e. pelanggaran yang prinsipil terhadap persyaratan pokok dalam perjanjian pokok; Macet a. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 hari; b Dokumentasi kredit kurang lengkap dan/atau pengikatan agunan tidak ada;
3. Pengertian Pengendalian Internal Sistem Akuntansi adalah metode dan prosedur untuk mencatat dan melaporkan informasi keuangan yang disediakan bagi perusahaan atau suatu organisasi bisnis. Sistem akuntansi yang diterapkan dalam perusahaan besar sangat kompleks. Kompleksitas sistem tersebut disebabkan oleh kekhususan dari sistem yang dirancang untuk suatu organisasi bisnis sebagai akibat dari adanya perbedaan kebutuhan akan informasi oleh manajer, bentuk dan jalan transaksi laporan keuangan. Sistem akuntansi terdiri atas dokumen bukti alat-alat pencatatan, laporan dan prosedur yang digunakan perusahaan untuk mencatat transaksi-transaksi serta melaporkan hasilnya. Operasi suatu sistem akuntansi meliputi tiga tahapan: 1. Harus mengenal dokumen bukti transaksi yang digunakan oleh perusahaan, baik mengenai jumlah fisik mupun jumlah rupiahnya, serta data penting lainnya yang berkaitan dengan transaksi perusahaan. 2. Harus mengelompokkan dan mencatat data yang tercantum dalam dokumen bukti transaksi kedalam catatan-catatan akuntansi. 3. Harus meringkas informasi yang tercantum dalam catatan-catatan akuntansi menjadi laporan-laporan untuk manajemen dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Sistem Pengendalian Internal adalah suatu sistem usaha atau sistem sosial yang dilakukan perusahaan yang terdiri dari struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran untuk menjaga dan mengarahkan jalan perusahaan agar bergerak sesuai dengan tujuan dan program perusahaan dan mendorong efisiensi serta dipatuhinya kebijakan manajemen.1 a. Sistem Pengendalian Internal yang handal dan efektif dapat memberikan informasi yang tepat bagi manajer maupun dewan direksi yang bagus untuk mengambil keputusan maupun kebijakan yang tepat untuk pencapaian tujuan perusahaan yang lebih efektif pula. b. Sistem Pengendalian Internal berfungsi sebagai pengatur sumber daya yang telah ada untuk dapat difungsikan secara maksimal guna memperoleh pengembalian (gains) yang maksimal pula dengan pendekatan perancangan yang menggunakan asas Cost-Benefit.
77 | J u r n a l A k u n t a n s i
4. Unsur-unsur Sistem Pengendalian Internal Untuk menciptakan sistem pengendalian intern yang baik dalam perusahaan maka ada empat unsur pokok yang harus dipenuhi antara lain : a. Struktur organisasi yang memisahkan tanggungjawab fungsional secara tegas. Struktur organisasi merupakan kerangka (framework) pembagian tanggung jawab fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan pokok perusahaan. Dalam perusahaan manufaktur misalnya, kegiatan pokoknya adalah memproduksi dan menjual produk. Untuk melaksanakan kegiatan pokok tersebut dibentuk departemen produksi, departemen pemasaran, dan departemen keuangan dan umum. Departemen-departemen ini kemudian terbagi-bagi lebih lanjut menjadi unit-unit organisasi yang lebih kecil untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan perusahaan. b. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan yang cukup terhadap kekayaan, utang, pendapatan dan biaya. Dalam organisasi setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi dari pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi tersebut. Oleh karena itu dalam organisasi harus dibuat sistem yang mengatur pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap transaksi dalam organisasi. Oleh karena itu penggunaan formulir harus diawasi sedemikian rupa guna mengawasi pelaksanaan otorisasi. c. . Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit organisasi Adapun cara-cara yang umumnya ditempuh oleh perusahaan dalam menciptakan praktik yang sehat adalah a. Penggunaan formulir bernomor urut bercetak yang pemakaiannya harus dipertanggungjawabkan oleh yang berwenang. Karena formulir merupakan alat yang memberikan otorisasi terlaksananya transasksi. b. Pemeriksaan mendadak (surprised audit). Pemeriksaan mendadak dilaksanakan tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada pihak yang akan diperiksa, dengan jadwal yang tidak teratur. c. Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai akhir oleh satu orang atau satu unit organisasi, tanpa campur tangan dari orang atau unit organisasi lain. d. Perputaran jabatan (job rotation). Perputaran jabatan yang diadakan secara rutin akan dapat menjaga independensi pejabat dalam melaksanakan tugasnya, sehingga persekongkolan diantara mereka dapat dihindari. e. Keharusan mengambil cuti bagi karyawan yang berhak. Karyawan perusahaan diwajibkan mengambil cuti yang menjadi haknya. f. Secara periodik diadakan pencocokan fisik kekayaan dengan catatan. Untuk menjaga kekayaan organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan catatan akuntansinya. g. Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek efektivitas untur-unsur sistem pengndalian yang lain. d. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggungjawabnya Untuk mendapatkan karyawan yang kompeten dan dapat dipercaya berbagai cara berikut ini dapat ditempuh : 1. Seleksi calon karyawan berdasarkan persyaratan yang dituntut oleh pekerjaannya. Untuk memperoleh karyawan yang mempunyai kecakapan sesuai dengan tuntutan 78 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
tanggung jawab yang akan dipikulnya, manajemen harus mengadakan analisis jabatan yang ada dalam perusahaan dan menentukan syarat-syarat yang dipenuhi oleh calon karyawan yang menduduki jabatan tersebut. 2. Pengembangan pendidikan karyawan selama menjadi karyawan perusahaan, sesuai dengan tuntutan perkembangan pekerjaannya. Misalnya untuk menjamin transaksi penjualan dilaksanakan oleh karyawan yang kompeten dan dapat dipercaya, pada saat seleksi karyawan untuk mengisi jabatan masing-masing kepala fungsi pembelian, kepala fungsi penerimaan dan fungsi akuntansi, manajemen puncak membuat uraian jabatan (job description) dan telah menetapkan persyaratan jabatan (job requirements). Dengan demikian pada seleksi karyawan untuk jabatan-jabatan tersebut telah digunakan persyaratan jabatan tersebut sebagai kriteria seleksi. 5.Struktur Pengendalian Intern Struktur pengendalian intern terdiri dari 5 (lima) komponen, yaitu 1. Lingkungan Pengendalian Merupakan dasar dari komponen pengendalian yang lain yang secara umum dapat memberikan acuan disiplin. Meliputi : Integritas, Nilai Etika, Kompetensi personil perusahaan, Falsafah Manajemen dan gaya operasional, cara manajmene di dalam mendelegasikan tugas dan tanggung jawab, mengatur dan mengembangkan personil, serta, arahan yang diberikan oleh dewan direksi. 2. Penilaian Resiko Identifikasi dan analisa atas resiko yang relevan terhadap pencapaian tujuan yaitu mengenai penentuan “bagaimana resiko dinilai untuk kemudian dikelola”. Komponen ini hendaknya mengidentifikasi resiko baik internal maupun eksternal untuk kemudian dinilai. Sebelum melakukan penilain resiko, tujuan atau target hendaknya ditentukan terlebih dahulu dan dikaitkan sesuai dengan level-levelnya. 3. Aktivitas Pengendalian Kebijakan dan prosedur yang dapat membantu mengarahkan manajemen hendaknya dilaksanakan. Aktivitas pengendalian hendaknya dilaksanakan dengan menembus semua level dan semua fungsi yang ada di perusahaan. Meliputi : aktifitas-aktifitas persetujuan, kewenangan, verifikasi, rekonsiliasi, inspeksi atas kinerja operasional, keamanan sumberdaya (aset), pemisahan tugas dan tanggung jawab. 4. Informasi dan Komunikasi Menampung kebutuhan perusahaan di dalam mengidentifikasi, mengambil, dan mengkomukasikan informasi-informasi kepada pihak yang tepat agar mereka mampu melaksanakan tanggung jawab mereka. Di dalam perusahaan (organisasi), Sistem informasi merupakan kunci dari komponen pengendalian ini. Informasi internal maupun kejadian eksternal, aktifitas, dan kondisi maupun prasyarat hendaknya dikomunikasikan agar manajemen memperoleh informasi mengenai keputusankeputusan bisnis yang harus diambil, dan untuk tujuan pelaporan eksternal. 5. Pengawasan Pengendalian intern seharusnya diawasi oleh manajemen dan personil di dalam perusahaan. Ini merupakan kerangka kerja yang diasosiasikan dengan fungsi internal audit di dalam perusahaan (organisasi), juga dipandang sebagai pengawasan seperti aktifitas umum manajemen dan aktivitas supervise. Adalah penting bahwa defisiensi pengendalian intern hendaknya dilaporkan ke atas. Dan pemborosan yang serius seharusnya dilaporkan kepada manajemen puncak dan dewan direksi. 79 | J u r n a l A k u n t a n s i
6.Prinsip-prinsip Sistem Pengendalian Intern Untuk dapat mencapai tujuan pengendalian akuntansi, suatu sistem harus memenuhi enam prinsip dasar pengendalian intern yang meliputi 1. Pemisahan fungsi Tujuan utama pemisahan fungsi untuk menghindari dan pengawasan segera atas kesalahan atau ketidakberesan. Adanya pemisahan fungsi untuk dapat mencapai suatu efisiensi pelaksanaan tugas. 2. Prosedur pemberian wewenang Tujuan prinsip ini adalah untuk menjamin bahwa transaksi telah diotorisir oleh orang yang berwenang. 3. Prosedur dokumentasi Dokumentasi yang layak penting untuk menciptakan sistem pengendalian akuntansi yang efektif. Dokumentasi memberi dasar penetapan tanggungjawab untuk pelaksanaan dan pencatatan akuntansi. 4. Prosedur dan catatan akuntansi Tujuan pengendalian ini adalah agar dapat disiapkannya catatan-catatan akuntansi yang yang teliti secara cepat dan data akuntansi dapat dilaporkan kepada pihak yang menggunakan secara tepat waktu. 5. Pengawasan fisik Berhubungan dengan penggunaan alat-alat mekanis dan elektronis dalam pelaksanaan dan pencatatan transaksi. 6. Pemeriksaan intern secara bebas Menyangkut pembandingan antara catatan asset dengan asset yang betul-betul ada, menyelenggarakan rekening-rekening kontrol dan mengadakan perhitungan kembali penerimaan kas . Ini bertujuan untuk mengadakan pengawasan kebenaran data 7. Kerangka Teoritik Variabel X
Variabel Y
1. Pemisahan Fungsi
1. Kepercayaan
2. Prosedur Pemberian Wewenang
2. Agunan
3. Prosedur Dokumentasi
3. jangka waktu
4. Prosedur dan Catatan Akuntansi 5. Pengawasan Fisik
4. Risiko 5. Bunga Bank
6. Pemeriksaan Intern secara bebas
Hipotesis Penelitian Diduga Adanya Pengaruh Pengendalian Internal Terhadap Tingkat Kredit Macet Dalam Proses Pembiayaan Sepeda Motor PT. Radana Finance Cabang Tangerang Kota, Banten METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan adalah metode kuantitatif asosiatif dimana untuk mengetahui keeratan hubungan antara suatu variabel dengan variabel lain dengan uji statistik 80 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
Populasi dan Sampel 1. Populasi Yang menjadi populasi ádalah karyawan pada PT. Radana Finance Cabang Tangerang Kota, Banten sebanyak 50 orang 2. Sampel Data yang diambil dengan mengambil sample yang didapat dari karyawan pada PT. Radana Finance Cabang Tangerang Kota, Banten dengan menggunakan metode random sampling sebanyak 44 responden. Teknik Pengumpulan Data Sesuai dengan metode penelitian yang digunakan yakni metode kuantitatif, maka untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini pengumpulan data akan dilakukan dengan metode-metode sebagai berikut: 1. Perpustakaan Yaitu pengumpulan data-data dengan cara mempelajari berbagai bentuk bahan-bahan tertulis seperti buku-buku penunjang kajian, bentuk bahan-bahan tertulis seperti bukubuku kajian, majalah,catatan maupun referensi lain yang bersifat tertulis. 2. Penyebaran Angket /Kuisioner Pada penelitian survei, penggunaan kuisioner merupakan hal pokok untuk pengumpulan data. Teknik penyebaran angket /kuisioner Dengan jalan menyebarkan formulir daftar pertanyaan, diajukan secara tertulis kepada sejumlah subyek untuk mendapatkan jawaban (tanggapan responden) tertulis seperlunya. Dengan metode ini instrumen yang diajukan adalah kuisioner atau daftar pertanyaan yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang dilengkapi dengan pilihan jawaban.( SS, S, KS, TS, STS) 3. Observasi Dalam melakukan observasi penulis mengamati tentang pengendalian internal terhadap tingkat kredit macet dalam proses pembiayaan sepeda motor pada PT. Radana Finance Cabang Tangerang Kota, Banten 4. Wawancara Salah satu metode pengumpulan data dengan jalan wawancara yaitu mendapatkan informasi dengan cara bertanya langsung kepada karyawan Teknik pengumpulan data dengan cara melakukan wawancara dengan responden antara lain. Teknik Analisis Data Untuk mengetahui tanggapan karyawan tentang pengendalian internal terhadap tingkat kredit macet dalam proses pembiayaan sepeda motor PT Radana Finance Cabang Tangerang Kota, Banten yang menjadi tolok ukur dalam penelitian ini adalah 1. Variabel X adalah jumlah skor dari pernyataan responden tentang pengendalian internal PT Radana Finance Cabang Tangerang Kota, Banten b. Variabel Y adalah jumlah skor dari pernyataan tentang tingkat kredit macet dalam proses pembiayaan sepeda motor PT Radana Finance Cabang Tangerang Kota, Banten Rumus yang digunakan Dengan menggunakan program komputer Statistik SPSS 19 untuk menghitung data skripsi dan menggunakan rumus: 1. Regresi linier Sederhana 81 | J u r n a l A k u n t a n s i
Y=a+bX Y =Dependent Variabel X = Independent Variabel a = konstanta regresi b = kemiringan garis regresi
2.Uji Korelasi
3. Uji Signifikan (Uji Statistik) Uji signifikan ini menggunakan rumus uji t yaitu:
th
rXY
n2
1 rXY
2
Dengan keterangan sebagai berikut : t : Nilai uji t r : Koefisiensi kolerasi n : Banyaknya sampel 3.9. Hipotesis Statistik Dengan hiptesis secara statistik adalah Ho: untuk menyatakan tidak adanya pengaruh pengendalian internal terhadap tingkat kredit macet dalam proses pembiayaan sepeda motor PT Radana Finance Cabang Tangerang Kota, Banten Ha:Untuk menyatakan adanya pengaruh pengendalian internal terhadap tingkat kredit macet dalam proses pembiayaan sepeda motor PT Radana Finance Cabang Tangerang Kota, Banten Jika: Ha lebih kecil dari Ho, maka tidak ada pengaruh pengendalian internal terhadap tingkat kredit macet dalam proses pembiayaan sepeda motor PT Radana Finance Cabang Tangerang Kota, Banten Ha lebih besar dari Ho maka. Adanya pengaruh pengendalian internal terhadap tingkat kredit macet dalam proses pembiayaan sepeda motor PT Radana Finance Cabang Tangerang Kota, Banten Ho: p=0 Untuk menyatakan tidak adanya pengaruh pengendalian internal terhadap tingkat kredit macet dalam proses pembiayaan sepeda motor PT Radana Finance Cabang Tangerang Kota, Banten Ha:p≠0 Untuk menyatakan adanya pengaruh pengendalian internal terhadap tingkat kredit macet dalam proses pembiayaan sepeda motor PT Radana Finance Cabang Tangerang Kota, Banten
82 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN a. Hasil Analisis Regresi Antara X dan Y dan Uji t Tabel 1 Coefficientsa
Y = 75.268- 0,548X 1. Konstanta (a)= 75.268.artinya dengan tidak perlu penambahan pemberian Pengendalian Internal , maka Kredit Macet Sebesar 75.268 2. Jika Pengendalian Internal (X) nilainya naik sebesar 1%, maka Kredit Macet (Y) nilainya 50,3. b. Pengujian Hipotesis Analisis Korelasi Sederhana
rxy
n x. y ( x) ( y )
{ n x 2 ( x) 2 } { n y 2 ( y ) 2 } 44 .117350 ( 2976) (1680) { 44 . 208198 ( 2976) 2 } {44. 67100 (1680) 2 }
5163400 4999680 { 9160712 8856576 } { 2952400 2822400 }
163720 304136 . 130000 163720 39537680000
163720 195137.06793802 0,839
Analisa ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara satu variabel independen (X) terhadap variabel dependen (Y) secara parsial dengan menggunakan bantuan SPSS 19.0, seperti pada hasil output berikut ini :
83 | J u r n a l A k u n t a n s i
Tabel 2
Pegendalian internal (X) dengan kredit macet (Y) menunjukan korelasi yang negatif sebesar -0,839. Nilai korelasi tersebut negatif dan signifikan mempunyai tingkat hubungan sangat kuat berada pada level interval koefisien 0,80 – 1,000. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini : Tabel 3 Jenis- jenis Interprestasi Skor Intervel Koefisien Intervel Koefisien 0,00 - 0,199 Sangat Rendah 0,20 - 0,399 Rendah 0,40 - 0,599 Sedang 0,60 - 0,799 Kuat 0,80 - 1,000 Sangat Kuat Sumber : Sugiyono (2007 : 214) c. Analisis Koefisien Determinasi Selanjutnya dilakukan analisis koefisien determinasi dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar kontribusi pengaruh Kualitas Pelayanan(X) terhadap Kepuasan Pelanggan(Y) dengan menggunakan koefisien sebagai berikut: KD = r² x 100% = 0,839² x 100% = 0,703921 x 100% = 70,3% Atau dapat dilihat dari hasil SPSS 19.0 yaitu : Tabel 4
Dari tabel diatas terlihat R disebut juga dengan koefisien korelasi, dapat dibaca bahwa nilai koefisien korelasi antara variabel Pengendalian Internal dan Kredit Macet adalah 0.839, berarti hubungan Pengendalian Internal dan Kredit Macet adalah sebesar 83.9% sedangan R square disebut koefisien determinasi. Dari tabel di atas dapat dibaca bahwa R Square (R²) adalah 0,703, 84 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
artinya 70,3% variasi yang terjadi banyak sedikitnya Kredit Macetdipengaruhi Pengendalian Internal dan sisanya 29,7% dipengeruhi faktor lainnya atau tidak dapat dijelaskan. d. Uji Statistik n2 t r 1 r2 0.839 0.839
44 2 1 0.839 2 42
1 0.703921 6.4807406984 0.839 0.5448237922 (0.839) (11.89511323) 9.980
Pada uji statistik di atas, diketahui t hitung sebesar 9.980 sedangkan untuk nilai dk = 44 (n2) pada taraf signifikan 5% n= 42 dalam nilai-nilai distribusi t menunjukan skor nilai pembanding, yaitu 2021. Dengan demikian, sesuai dalam hitungan hipotesis statistik jika thitung(9.980)> ttabel(2021), maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya hipotesis yang peneliti kemukakan “Pengeruh Pengendalian Internal Terhadap Tingkat Kredit Macet Dalam Proses Pembiayaan Sepeda Motor Pada PT Radana Finance Cabang Kota Tangerang” terbukti kebenarannya/ diterima. e. Uji Hipotesis Hipotesis tersebut diuji dengan menentukan nilai t hitung dan t tabel yang mana yang menggunakan SPSS v. 19 diperoleh hasil perhitungan seperti yang terlihat pada tabel diatas. Dengan mengacu pada tabel tersebut khususnya kolom t, diperoleh nilai t hitung sebesar 12.270 dan segnifikan lebih kecil dari alpa 0,05 Selanjutnya dengan kriteria penerimaan hipotesis sebagai berikut : Jika t hitung > t tabel maka hipotesis nol atau (Ho) ditolak atau hipotesis alternative (Ha) diterima, artinya ada Pengeruh Pengendalian Internal Terhadap Tingkat Kredit Macet Dalam Proses Pembiayaan Sepeda Motor Pada PT Radana Finance Cabang Kota Tangerang Jika t hitung < t tabel, Maka hipotesis nol (Ho) diterima atau hopotesis alternative (Ha) ditolak, artinya tidak ada hubungan antara Pengendalian Internal Terhadap Tingkat Kredit Macet Dalam Proses Pembiayaan Sepeda Motor Pada PT Radana Finance Cabang Kota Tangerang Dengan tingkat α = 5%, dan dengan uji dua pihak, dimana dk (n-2) atau (44-2) = 42,terdapat di tabel distribusi t = 2021. Dari tabel koefisien regresi dapat dilihat nilai t hitung berdasarkan hasil perhitungan SPSS v.19 adalah sebesar 9.980 (negatif). Hal tersebut menunjukan nilai t hitung lebih besar dari t tabel (9.980 > dari 2021) sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Berarti variabel pengendalian internal (X) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel kredit macet (Y). 85 | J u r n a l A k u n t a n s i
f.
Pembahasan Hasil Penelitian Berdasarkan hasil dari Perhitungan yang telah dijelaskan dapat diperoleh hasil koefisien korelasi antara variabel (X) pengendalian internal dan variabel (Y) kredit macet sebesar r = 0,839 koefisien korelasi dan hasilnya negatif, berarti menunjukkan semakin tinggi nilai X (pengendalian internal), maka akan semakin rendah nilai Y (kredit macet), maka hipotesis yang menyatakan “semakin tinggi nilai X, semakin rendah nilai Y korelasi (-) Ha diterima”. Dan korelasi yang menyatakan “semakin tinggi nilai X, semakin tinggi nilai Y (+) Ho ditolak”. Setelah mengetahui sifat dan derajad hubungan antara pengendalian internal dan tingkat kredit macet pada PT Radana Finance Cabang Kota Tangerang kemudian akan dihitung seberapa Pengaruh Pengendalian Internal Terhadap Tingkat Kredit Macet Dalam Proses Pembiayaan Sepeda Motor Pada PT Radana Finance Cabang Kota Tangerang dengan menggunakan Koefisien Determinasi (0,839)2 100% = 70,3% yang artinya pengendalian internal terhadap kredit macet memberikan peran atau kontribusi sebesar 70,3% sedangkan 29,7 % diperkirakan masih dipengaruhi faktor lain. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang penulis peroleh didapat kesimpulan sebagai berikut : 1. Terdapat pengaruh pengendalian internal terhadap tingkat kredit macet dalam proses pembiayaan pada PT Radana Finance cabang kota tangerang yaitu signifikan. Berdasarkan dari hasil uji statistik dengan hasil perbandingan t hitung dan t tabel ditemukan t hitung = 9.980 dan t tabel = 2021 maka t hitung > dari t tabel. 2. Dari hasil penelitian ini besarnya pengaruh pengendalian internal terhadap tingkat kredit macet dalam proses pembiayaan pada PT Radana Finance cabang kota tangerang sebesar 0,839 yang artinya terdapat pengaruh yang kuat antara pengendalian internal terhadap kredit macet. Implikasi 1. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan hubungan dan pengaruh yang negatif antara Pengendalian Internal terhadap Kredit Macet pada PT. Radana Finance Cabang Tangerang Kota, Banten. 2. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan adanya hubungan dan pengaruh yang negatif dan signifikan antara Pengendalian Internal terhadap Kredit Macet pada PT. Radana Finance Cabang Tangerang Kota, Banten. Pada umumnya Pengendalian PT. Radana Finance Cabang Tangerang Kota, Banten. merupakan hal yang sangat penting dalam mengurangi Kredit Macet pada Debitur , sepertinya dalam penelitian ini apabila Pengendalian Internal kurang memadai, maka tentunya Kredit Macet juga akan Meningkat. Sebaliknya apabila Pengendalian Internal layak atau cukup baik, maka tentunya TingkatKredit Macet akan semakin kecil atau berkurang. Saran 1. Dalam rangka Mengurangi Kredit Macet pada PT. Radana Finance Cabang Tangerang Kota, Banten perlu di tingkatkan untuk Pengendalian Internalnya 2. Perlu dicari alternatif kebijakan dalam upaya mengurangi tingkat kredit pada pada PT. Radana Finance Cabang Tangerang Kota, Banten.
86 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
DAFTAR PUSTAKA Arif Pratisto, 2011, Masalah Statistik dan rancangan percobaan Dengan SPSS 19, PT Elex Media Komputindo, Jakarta Danang Sunyoto, 2009,Analisa regrsi dan Uji Hipotesis, PT Buku kita, Jakarta Krisna, 2010, Analisis Kebijakan Perbankan Nasional, PT Elexmedia Komputindo,Jakarta, Lukman Dendawijaya, 2009, Manajemen Perbankan, Jakarta Ghalia Indonesia Masri Singa Rimbun , 2008 Metodolopi Penelitian, LPBES, Jakarta Rahmat Firdaus, 2008, Manajemen Perkreditan Bank Umum, Bandung Alfabeta, Sugiyono, 2011, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta Sumarwan, Ujang. 2012,Riset Pemasaran dan Komunikasi. Bogor: PT. Penerbit IPB Press Sunyoto, Danang. 2009,Analisa Regresi dan Uji Hipotesis, Jakarta: PT Buku Kita http:/www.radamafinance.co.id/VisiMisi.php http://www.pengertianahli.com/2013/12/pengertian-hipotesis-penelitian.html http://keuanganlsm.com/article/sistem-akuntansi-dan-keuangan/sistem-pengendalian-intern-spi/ http://www.ojk.go.id/peraturan -bank-indonesia-nomor-14-27-pbi-2012 http://www.ojk.go.id/surat-edaran-bank-indonesia-nomor-12-6dpbs
87 | J u r n a l A k u n t a n s i
ANALISIS SISTEM AKUNTANSI MANAJEMEN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI KABUPATEN SERANG IMPLIKASINYA PADA KELANGSUNGAN HIDUP (GOING CONCERN) PERUSAHAAN
Denny Kurnia Universitas Serang Raya Abstrak. Penelitian ini membahas mengenai Analisis sistem akuntansi manajemen pada perusahaan manufaktur yang berada di Serang yang implikasinya pada keberlangsungan hidup. Berdasarkan perolehan data diketahui bahwa nilai rata-rata SAM sebesar 21,622 ini berarti bahwa rata-rata perusahaan telah menerapkan sistem akuntansi manajemen dengan relative baik walaupun belum maksimal.Berdasarkan perolehan data diketahui bahwa nilai rata-rata going concern sebesar 24,5556 ini berarti bahwa rata-rata perusahaan memiliki kemampuan untuk going concern atau melanjutkan usahanya dengan baik walaupun belum maksimal.Dikarenakan koefisien regresi sebesar 0,643 (tidak sama dengan 0) dengan nilai t=7,959 dan signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari α=5% (0,05) ini berarti bahwa variable sistem akuntansi manajemen berpengaruh signifikan terhadap going concern. Maka Hi diterima dan Ho ditolak dengan interpretasi menyatakan bahwa apabila penerapan sistem akuntansi manajemen mengalami peningkatan maka going concern cenderung mengalami peningkatan. Kata Kunci : Going Concern, Akuntansi Manajemen,
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di tengah laju pertumbuhan ekonomi dan pembangunan pada era globalisasi saat ini, dunia usaha dihadapkan pada kondisi yang semakin bersaing, sehingga perusahaan harus dapat mencapai tujuan untuk terus dapat menjalankan aktivitasnya (Going Concern) dan mengembangkan usahanya. Berhasil tidaknya suatu perusahaan mencapai Going Concern dapat diketahui dari opini audit tentang going concern. Opini audit going concern merupakan opini yang dikeluarkan auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP, 2001). Para pemakai laporan keuangan merasa bahwa pengeluaran opini audit going concern ini sebagai prediksi kebangkrutan suatu perusahaan. Going concern (kelangsungan hidup) adalah kelangsungan hidup suatu badan usaha dan merupakan asumsi dalam pelaporan keuangan suatu entitas sehingga jika suatu entitas mengalami kondisi yang sebaliknya, entitas tesebut menjadi bermasalah (Petronela, 2004). Going concern disebut juga sebagai kontinuitas yang merupakan asumsi akuntansi yang merperkirakan suatu bisnis akan berlanjut dalam jangka waktu yang tidak terbatas (Syahrul 2000). Asumsi going concern berarti suatu badan usaha dianggap akan mampu mepertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu panjang dan tidak akan dilikuidasi dalam jangka waktu pendek. Berdasarkan beberapa keterangan tersebut kemampuan perusahaan untuk melaksanakan aktifitasnya terus menerus (going concern) dapat dilihat dari rendahnya angka kebangkrutan perusahaan di suatu daerah dengan kata lain bahwa perusahaan mampu bertahan dan mengembangkan usahanya. Indonesia sebagai Negara berkembangan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) angka kenaikan jumlah perusahaan industrynya mengalami kenaikan rata-rata sebesar 14,7% 88 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
pada tahun 2004 hingga tahun 2006, pertumbuhan terbesar berada pada tahun 2006 sebesar 42,16% dengan angka pertumbuhan 8.739 perusahaan industry. Akan tetapi pertumbuhan ini mengalami permasalahan menjadi penurunan pada tahun 2007 hingga tahun 2009, penurunan ini mencapai rata-rata 5,21%, penurunan terbesar terjadi pada tahun 2008 mencapai 8,23%. Dengan adanya penurunan jumlah perusahaan di Indonesia berarti bahwa perusahaan-perusahaan tidak mampu untuk melakukan going concern dan penurunan ini dapat disebabkan oleh kinerja keuangan perusahaan yang kurang baik. Permasalahan penurunan jumlah perusahaan industry di Indonesia juga disebabkan oleh penurunan jumlah perusahaan industry di setiap provinsi, seperti di Provinsi Banten memiliki penurunan jumlah perusahaan industry pada tahun 2009 sebesar 1,5%. Akan tetapi pada tahun sebelum-sebelumnya pertumbuhan jumlah perusahaan industry di Banten tumbuh pesat. Banten, sebagai salah satu provinsi yang masih terbilang muda di Indonesia tepatnya baru berusia sepuluh tahun delapan bulan sejak terbentuknya provinsi pada bulan Oktober tahun 2000 merupakan provinsi yang memiliki potensi dalam pengembangan kawasan industry. Secara nasional provinsi Banten menjadi pilihan bagi para investor untuk menanamkan modalnya di wilayah Banten. Apabila diperhatikan perkembangan jumlah perusahaan industri pada sepanjang periode tahun 2003 –2007, terlihat cenderung menunjukkan adanya peningkatan jumlah usaha, yaitu dari 1.576 usaha pada tahun 2003 menjadi 1.846 usaha di tahun 2007. Sedangkan, dari sisi penyerapan tenaga kerja pada periode yang sama justru menunjukkan kecenderungan berfluktuasi, yaitu dengan kisaran antara 470.693 orang hingga 505.517 orang. (BPS, Banten Dalam Angka). Fenomena penurunan jumlah perusahaan industry di Provinsi Banten ini dapat dikatakan bahwa perusahaan industry tidak mampu untuk melakukan Going Concern yang sebagaimana merupakan tujuan perusahaan. Seperti menurut Petronela bahwa going concern perusahaan dapat dilihat atau melihat terhadap asumsi keuangan perusahaan tersebut. Apabila keuangan perusahaan tersebut memiliki kinerja keuangan yang baik maka dapat diasumsikan perusahaan mampu melakukan going concernnya. Fenomena ketidak mampuan perusahaan untuk melakukan going concern ini dibarengi dengan fenomena tajamnya persaingan pasar global. Going concern perusahaan dapat dilihat dari hasil audit. Opini audit modifikasi mengenai going concern merupakan opini audit yang dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya (SPAP). Termasuk dalam opini audit going concern ini adalah opini going concern unqualified/qualified dan going concern disclaimer opinion. Pengeluaran opini audit going concern ini sangat berguna bagi para pemakai laporan keuangan untuk membuat keputusan yang tepat dalam berinvestasi, karena ketika seorang investor akan melakukan investasi ia perlu untuk mengetahui kondisi keuangan perusahaan, terutama yang menyangkut tentang kelangsungan hidup perusahaan tersebut (Hany et.al, 2003). Hal ini membuat auditor mempunyai tanggung jawab yang besar untuk mengeluarkan opini audit going concern yang konsisten dengan keadaan sesungguhnya. Kajian atas opini audit going concern dapat dilakukan dengan melihat kondisi internal perusahaan sistem akuntansi manajemen. Akuntansi Manajemen adalah penerapan teknik-teknik dan konsep-konsep yang tepat dalam pengolahan data ekonomi historikal dan yang diproyeksikan dari suatu satuan usaha untuk membantu manajemen dalam menyusun rencana untuk tujuan-tujuan ekonomi yang rasional dan dalam membuat keputusan-keputusan rasional dengan suatu pandangan ke arah pencapaian tujuan tersebut RA Supriono (1987, hal.20). Akuntansi manajemen disusun terutama untuk menghasilkan informasi yang berguna bagi pengambil keputusan oleh manajemen. Biasanya 89 | J u r n a l A k u n t a n s i
informasi yang digunakan oleh manajemen berkisar pada biaya. Selain data biaya untuk harga pokok, akuntansi manajemen juga membutuhkan data untuk pengawasan dan analisis biaya yang dibuat dalam bentuk standar dan lain-lainnya. Perusahaan mendesain sistem akuntansi manajemen adalah membantu organisasi yang bersangkutan melalui para manajernya, yaitu dalam perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengambilan keputusan. Untuk membantu aktivitasnya, para manajer membutuhkan dukungan informasi. Sistem akuntansi manajemen (SAM) merupakan sistem formal yang dirancang untuk menyediakan informasi bagi manajer. Perencanaan SAM yang merupakan bagian dari sistem pengendalian organisasi perlu mendapat perhatian, hingga dapat diharapkan akan memberikan kontribusi positif dalam mendukung keberhasilan kinerja keuangan. (Chenhall & Morris 1986) mengidentifikasi empat karakteristik SAM yang bermanfaat untuk pengambilan keputusan, yaitu : broad scope (lingkup), timelines (tepat waktu), aggregation (agregasi),dan integration (integrasi). Karakteristik informasi yang tersedia. Berdasarkan uraian di atas, masalah dalam penelitain ini adalah apakah sistem akuntansi manajemen berimplikasi pada keberlanjutan perusahaan?. Berdasarkan uraian latar belakang, maka dapat diidentifikasi permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Terdapat penurunan jumlah perusahaan manufaktur di Provinsi Banten khususnya di Kabupaten Serang. 2. Terdapat penurunan tenaga kerja akibat penurunan jumlah perusahaan. 3. Tingginya persaingan perusahaan manufaktur di Indonesia 4. Kinerja keuangan pada perusahaan manufacature yang kurang baik. TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Pengertian Sistem Akuntansi Manajemen
Sistem akuntansi manajemen (SAM) merupakan sistem formal yang dirancang untuk menyediakan informasi bagi manajer. Perencanaan sistem akuntansi manajemen (SAM) yang merupakan bagian dari sistem pengendalian organisasi perlu mendapat perhatian, hingga dapat diharapkan akan memberikan kontribusi positif dalam mendukung keberhasilan sistem pengendalian manajemen. Menurut Supriyono (2001 : 8), dalam buku Akuntansi Manajemen 1 mendefinisikan sistem akuntansi manajemen (SAM) sebagai berikut: “Sistem akuntansi manajemen adalah proses identifikasi, pengukuran, pengumpulan, analisis, penyiapan, dan komunikasi informasi financial yang digunakan oleh manajemen untuk perencanaan, evaluasi, pengendalian dalam suatu organisasi, serta untuk menjamin ketepatan penggunaan sumber-sumber dan pertanggungjawaban atas sumber-sumber tersebut”. Menurut Mulyadi (2001 : 1) mengemukakan pengertian sistem akuntansi manajemen (SAM) sebagai berikut: “Sistem akuntansi manajemen dapat dipandang sebagai suatu sistem yang mengolah masukan berupa data operasi dan data keuangan untuk menghasilkan keluaran berupa informasi akuntansi yang dibutuhkan oleh pemakai”. Sistem akuntansi manajemen (SAM) merupakan sumber informasi utama untuk pengambilan keputusan, peningkatan dan pengendalian organisasi. Pemanfaatan informasi akuntansi manajemen yang efektif dapat menciptakan nilai yang dapat dipertimbangkan oleh 90 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
organisasi saat ini dengan memberikan informasi yang tepat waktu dan akurat tentang aktifitas yang dapat membawa keberhasilan perusahaan. Sistem akuntansi manajemen adalah sistem yang mengumpulkan data operasional dan finansial, memprosesnya, menyimpannya dan melaporkannya kepada pengguna, yaitu para pekerja, manajer, dan eksekutif (Desmiyawati, 2004). Chenhall dan Morris merumuskan kharakteristik Sistem Informasi Akuntansi Manajemen yang bersifat broad scope, timeliness, aggregated, dan integrated (Chenhall dan Morris, 1986). a. Broad scope. Informasi sistem akuntansi manajemen yang bersifat broad scope adalah informasi yang memperhatikan focus, kuantifikasi, dan time horizon. Focus merupakan informasi yang berhubungan dengan informasi yang berasal dari dalam dan luar organisasi (faktor ekonomi, teknologi, dan pasar). b. Timeliness. Timeliness menyatakan ketepatan waktu dalam memperoleh informasi mengenai suatu kejadian. Dimensi timeliness mempunyai dua subdimensi yaitu frekuensi pelaporan dan kecepatan membuat laporan. c. Aggregated. Informasi disampaikan dalam bentuk yang lebih ringkas tetapi tetap mencakup hal-hal penting sehingga tidak mengurangi nilai informasi itu sendiri. Dimensi aggregate merupakan ringkasan informasi menurut fungsi, periode waktu, dan model keputusan. d. Integrated. Informasi yang mencerminkan kompleksitas dan saling keterkaitan antara bagian satu dan bagian lain. Informasi terintegrasi mencerminkan adanya koordinasi antara segmen subunit satu dan lainnya dalam organisasi. Dengan memperhatikan definisi-definisi diatas, maka jelaslah bahwa sistem akuntansi manajemen (SAM) merupakan kumpulan dari manusia serta pengumpulan dan pengukuran sumber-sumber yang relevan, tepat waktu, dapat dipercaya yang berguna bagi para pemakai informasi dan berguna dalam pengambilan keputusan manajemen. Secara konvensional, rancangan sistem akuntansi manajemen terbatas pada informasi keuangan internal yang berorientasi historis. Tetapi, meningkatnya peran sistem akuntansi manajemen (SAM) untuk membantu manajer dalam pengarahan dan pemecahan masalah telah mengakibatkan perubahan sistem akuntansi manajemen (SAM) untuk memasukkan data eksternal dan non keuangan kepada informasi yang berorientasi masa datang (Informasi sistem akuntansi manajemen lingkup luas). 3.2. Pengertian Opini Going Concern (Keberlanjutan Usaha)
Menurut PSA No.30 (2001) mengenai Pertimbangan Auditor Atas Kemampuan Entitas Dalam Mempertahankan Kelangsungan Hidupnya, signifikan atau tidaknya suatu Opini Audit mengenai Going-Concern suatu perusahaan adalah tergantung atas suatu kondisi atau peristiwa tersebut, dimana kondisi atau peristiwa tersebut terdiri berbagai faktor didalamnya yaitu berupa Trend negative, Masalah internal, Masalah eksternal, dan Masalah keuangan lainnya. Trend negative merupakan suatu perilaku akuntansi utama perusahaan yang dapat menurunkan atau merugikan perusahaan, seperti kurangnya modal kerja, arus kas negatif, dan buruknya rasio keuangan. Masalah internal adalah masalah dari dalam perusahaan yang dapat menurunkan atau 91 | J u r n a l A k u n t a n s i
merugikan perusahaan, seperti pemogokan kerja, keluarnya karyawan berpotensi, komitmen jangka panjang yang tidak ekonomis. Masalah eksternal adalah merupakan masalah yang dapat menurunkan atau merugikan perusahaan yang berasal dari luar perusahaan, seperti adanya undang– undang baru yang membahayakan kegiatan operasi perusahaan, kehilangan pelanggan, hilangnya pemasok utama, kerugian karena suatu bencana. Sedangkan masalah keuangan lainnya adalah masalah keuangan lain yang dapat membahayakan perusahaan, seperti kegagalan memenuhi pinjaman, pembayaran deviden, restrukturisasi hutang, pembayaran kepada pemasok (Nogler, 2006). Penelitian yang telah dilakukan mengenai factor-faktor tersebut adalah Mutchler (1984) yang meneliti hanya sebagian besar dititik beratkan pada Trend negatif dan masalah keuangan lain saja yang dianggap dapat berakibat buruk bagi suatu perusahaan. Kedua faktor tersebut dapat menyebabkan kebangkrutan dan akan menghambat suatu perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya dalam jangka waktu yang pantas, karena faktor – faktor yang lainnya dianggap tidak signifikan dalam mempengaruhi Opini Audit Going-Concern. Opini audit modifikasi mengenai going concern merupakan opini audit yang dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakmampuan atau ketidakpastian signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya (SPAP). Termasuk dalam opini audit going concern ini adalah opini going concern unqualified/qualified dan going concern disclaimer opinion. Menurut Lenard dkk, (1998) seperti yang dikutip dari Mirna dan Indira, auditor harus mempertimbangkan hasil dari operasi, kondisi ekonomi yang mempengaruhi perusahaan, kemampuan pembayaran hutang, dan kebutuhan likuiditas di masa yang akan datang. 3.3. Penelitian Pendahulu Peneliti/ Tahun Agrianti Komalasari (2006)
Eko Budi Setyarno, dira Januarti, Faisal (2006)
Hani, Cleary, Mukhlasin (2003)
Judul
Variabel Independen
Pengaruh Kualitas Auditor dan Proxi Going Concern Terhadap Opini Auditor.
Kualitas auditor
Pengaruh Kualitas audit, Kondisi Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Opini Audit Going Concern.
Kualitas audit
Going Concern dan Opini Audit: Suatu Studi Pada Perusahaan Perbankan di BEJ
92 | J u r n a l A k u n t a n s i
Quick Ratio (QR) Return on Total Assets
Kondisi keuangan perusahaan Opini audit tahun sebelumnya Pertumbuhan perusahaan Quick Ratio (QR) anking Ratio (BR) Return on Asset (ROA) Interest Margin of Loans (IML) Cash ratio (CR) Capital Adequacy Ratio (CAR)
Hasil Kualitas auditor menunjukkan arah negatif terhadap opini going concern. Quick Ratio tidak berpengaruh terhadap opini audit going concern. Kondisi keuangan perusahaan dan opini audit tahun sebelumnya berpengaruh signifikan terhadap opini audit, sedangkan kualitas audit dan pertumbuhan perusahaan tidak berpengaruh signifikan terhadap opini audit. QR, ROA, IML berpengaruh positif terhadap opini audit. BR, CR, CAR tidak berpengaruh signifikan.
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
Narwinder Singh (2008)
Pengaruh Rasio Likuiditas, Profitabilitas dan Solvabilitas bank Terhadap Opini Audit Pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI.
ISSN 2339-2436
Quick Ratio (QR) anking Ratio (BR) Return on Asset (ROA) Net Interest Margin (NIM) Capital Adequacy Ratio (CAR).
QR, BR, CAR berpengaruh terhadap pemberian opini audit. Sedangkan ROA dan NIM tidak berpengaruh.
Manfaat Penelitian 3.1.1. Secara Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dalam pengembangan ilmu Akuntansi Manajemen, sehingga dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya terutama untuk mendapatkan pemahaman lebih mendalam mengenai sistem akuntansi manajemen yang digunakan perusahaan manufaktur di Kabupaten Serang. Dengan kemampuan sistem akuntansi manajemen yang baik akan mempengaruhi kemampuan keberlanjutan (going concern) perusahaan, 3.1.2. Secara Praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pembelajaran dalam bentuk studi kasus bagi para praktisi untuk mendapatkan pemahaman lebih mendalam mengenai sistem akuntansi manajemen terhadap keberlanjutan perusahaan yang pada prakteknya tidak hanya dibutuhkan sekedar aplikasi teori-teori.
METODE PENELITIAN 4.1.Tipe Penelitian Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah berdasarkan tipe data merupakan penelitian kuantitatif, yaitu metodologi riset yang berupaya untuk mengkuantifikasi data, dan biasanya menerapkan analisis statistik tertentu (Malhotra,2005:115). Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan metode survei, yaitu sebuah desain penelitian yang memberikan uraian kuantitatif maupun numerik dari sejumlah pecahan populasi (sampel) melalui proses pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul datanya (Fowler, 1988 dalam Jhon W Creswell, 1994:112). Pengujian hipotesis secara spesifik serta adanya hubungan kausal berbagai variabel melalui pengujian hipotesis, maka jenis penelitian yang digunakan adalah Explanatory research yaitu suatu metode yang tidak hanya menyatakan kondisi dari variabel atau hubungan antar variabel saja, tetapi juga untuk mengetahui pengaruh antar-variabel (Singarimbun, dalam Singarimbun dan Effendi, Editor, 2006 : 4) 4.2. Lokasi Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang berada di lingkungan Kabupaten Serang Provinsi Banten.
93 | J u r n a l A k u n t a n s i
4.3. Unit Analisis Unit analisis dalam penelitian ini adalah manajer keuangan perusahaan manufaktur di Kabupaten Serang Provinsi Banten yang merupakan responden yang nantinya akan diberikan daftar pertanyaan atau pernyataan yang berhubungan dengan variable yang sedang diteliti. 4.4. Populasi dan Sample. Populasi, teknik pengambilan dan penyebaran sampel a. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang berada di lingkungan Kabupaten Serang b. Teknik pengambilan sampel Rumus Slovin N n = 1 + N е2 Dimana : N = Jumlah Populasi n = Jumlah sample е = Persentase kelonggaran ketidak pastian karena kesalahan pengambilan sampel yang dapat ditolelir atau diragukan (Umar, 2000 ; 146) 4.5. Operasionalisasi Variabel Tabel 4.1 Operasionalisasi Variabel Variabel
Dimensi
a. Broad Scope Sistem Akuntansi Manajemen (Variabel X)
-
b. Time liness c. Agregation d. Integration Trend negatif
Going Concern
Indikator
Kemungkinan kesulitan keuangan
-
-
-
Kerugian operasional yang berulangkali Keadaan arus kas Perusahaan Modal kerja perusahaan Memenuhi kewajiban utang perusahaan Mencari sumber atau metode pendanaan baru Pemogokan kerja karyawan
-
Pengaduan gugatan pengadilan
-
(Variabel Y)
Masalah intern Masalah luar yang telah terjadi 94 | J u r n a l A k u n t a n s i
Informasi dimasa yang akan datang (perencanaan) Informasi internal dan eksternal Informasi keuangan dan non keuangan frekwensi pelaporan dan kecepatan pelaporan informasi fungsional dan Informasi temporal Informasi yang terintgrasi antar segmen dari subunit dan antar subunit
Skala
interval
interval Interval Interval
Interval
Interval Interval Interval
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
4.6. Uji Instrumen Penelitian Validitas (Validity ) Dilakukan uji coba koesioner pada sejumlah responden untuk mengetahui apakah instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini valid atau tidak. dan pernyataan yang dinyatakan Valid adalah pernyataan yang memiliki angka korelasinya diatas korelasi r Product moment (rtabel) Uji Reliabilitas Uji ini adalah untuk menunjukan sejauh mana suatu hasil pengukuran relatif konsisten apabila pengukuran terhadap aspek yang sama pada alat ukur yang sama (Internal Consistency Reliability). Dalam pengukuran reliabilitas ini digunakan rumus Cronbach’s Alpha (α ) 4.7.Metode Analisis Data 4.7.1. Uji Asumsi Klasik Agar model regresi berganda dapat digunakan dan memberikan hasil yang representatif Blue (Best, linier, Unblased, Estimation) maka persamaan tersebut harus dapat memenuhi asumsi klasik yaitu memenuhi asumsi normalitas.
4.7.2. Uji Regresi, korelasi dan determinasi Untuk mengetahui ada atau tidaknya korelasi antara komunikasi interpersonal dengan kinerja wartawan dilakukan perhitungan korelasi sederhana dengan rumus Product Moment dari Pearson (Umar : 2000; 316) ; Untuk mengetahui pengaruh kemampuan komunikasi interpersonal terhadap kinerja wartawan digunakan koefisien regresi berganda, Untuk mengukur seberapa besar variabel independent (x) berperan terhadap variabel dependent (Y) maka digunakan perhitungan koefisien determinasi 4.7.3. Hipotesis Statistik H0 : β12 = 0 tidak ada pengaruh yang signifikan sistem akuntansi manajemen terhadap opini audit going concern pada perusahaan manufaktur di Kabupaten Serang. Hi : β12 ≠ 0 ada pengaruh yang signifikan sistem akuntansi manajemen terhadap going concern pada perusahaan manufaktur di Kabupaten Serang. Untuk menguji hipotesis nanti dapat dilakukan dengan uji signifikan Regresi digunakan uji t Sistem akuntansi manajemen adalah sistem yang mengumpulkan data operasional dan finansial, memprosesnya, menyimpannya dan melaporkannya kepada pengguna, yaitu para pekerja, manajer, dan eksekutif (Desmiyawati, 2004). Secara konvensional, rancangan sistem akuntansi manajemen terbatas pada informasi keuangan internal yang berorientasi historis. Tetapi, meningkatnya peran sistem akuntansi manajemen (SAM) untuk membantu manajer dalam pengarahan dan pemecahan masalah telah mengakibatkan perubahan sistem akuntansi manajemen (SAM) untuk memasukkan data eksternal dan non keuangan kepada informasi yang berorientasi masa datang (Informasi sistem akuntansi manajemen lingkup luas). Chenhall dan Morris merumuskan kharakteristik Sistem Informasi Akuntansi Manajemen yang bersifat broad scope, timeliness, aggregated, dan integrated (Chenhall dan Morris, 1986). 1. Broad Scope: Informasi dimasa yang akan datang (perencanaan), Informasi internal dan eksternal, Informasi keuangan dan non keuangan. 2. Time Liness: frekwensi pelaporan dan kecepatan pelaporan. 95 | J u r n a l A k u n t a n s i
3. Agregation: informasi fungsional dan Informasi temporal 4. Integration: Informasi yang terintgrasi antar segmen dari subunit dan antar subunit
Kemampuan Entitas Dalam Mempertahankan Kelangsungan Hidupnya (Going-Concern) suatu perusahaan adalah tergantung atas suatu kondisi atau peristiwa tersebut, dimana kondisi atau peristiwa tersebut terdiri berbagai faktor didalamnya yaitu berupa Trend negative, Masalah internal, Masalah eksternal, dan Masalah keuangan lainnya. Trend negatif: Kerugian operasional yang berulangkali, Keadaan arus kas perusahaan dan Modal kerja perusahaan. Kemungkinan kesulitan keuangan: Memenuhi kewajiban utang perusahaan, Mencari sumber atau metode pendanaan baru. Masalah intern: Pemogokan kerja karyawan. Masalah luar yang telah terjadi: Pengaduan gugatan pengadilan. 5.1.
Uji Validitas dan Reliabilitas Uji Validitas Item adalah uji statistik yang digunakan guna menentukan seberapa valid suatu item pertanyaan mengukur variabel yang diteliti. Uji Reliabilitas item adalah uji statistik yang digunakan guna menentukan reliabilitas serangkaian item pertanyaan dalam kehandalannya mengukur suatu variabel. Uji Validitas Item atau butir pada peneitian ini dilakukan dengan menggunakan software SPSS. Dalam uji ini, setiap item akan diuji relasinya dengan skor total variabel yang dimaksud. Dalam hal ini masing-masing item yang ada di dalam variabel X dan Y akan diuji relasinya dengan skor total variabel tersebut. Sebuah item memiliki korelasi (r) dengan skor total masing-masing variabel ≥ 0,25.[2] Item yang punya r hitung < 0,25 akan disingkirkan akibat mereka tidak melakukan pengukuran secara sama dengan yang dimaksud oleh skor total skala dan lebih jauh lagi, tidak memiliki kontribusi dengan pengukuran seseorang jika bukan malah mengacaukan.
5.1.1.
Uji Validitas Instrumen Variabel Sistem Akuntansi Manajemen Tabel 5.1. Pearson Corelation Instrumen Variabel Sistem Akuntansi Manajemen X11
X11
X12
X13
X14
X15
X16
X17
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
96 | J u r n a l A k u n t a n s i
1 30 .515** .004 30 .519** .003 30 .503** .005 30 .754** .000 30 .613** .000 30 .638** .000 30
Correlations X12 X13 .515** .519** .004 .003 30 30 1 .519** .003 30 30 .519** 1 .003 30 30 .596** .664** .001 .000 30 30 .357 .472** .053 .009 30 30 .525** .428* .003 .018 30 30 .545** .675** .002 .000 30 30
X14 .503** .005 30 .596** .001 30 .664** .000 30 1 30 .361* .050 30 .504** .005 30 .461* .010 30
X15 .754** .000 30 .357 .053 30 .472** .009 30 .361* .050 30 1 30 .388* .034 30 .485** .007 30
X16 .613** .000 30 .525** .003 30 .428* .018 30 .504** .005 30 .388* .034 30 1 30 .389* .034 30
X17 .638** .000 30 .545** .002 30 .675** .000 30 .461* .010 30 .485** .007 30 .389* .034 30 1 30
Total .845** .000 30 .757** .000 30 .792** .000 30 .763** .000 30 .705** .000 30 .726** .000 30 .780** .000 30
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015 Pearson Correlation .845** .757** Total Sig. (2-tailed) .000 .000 N 30 30 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
ISSN 2339-2436 .792** .000 30
.763** .000 30
.705** .000 30
.726** .000 30
.780** .000 30
1 30
Berdasarkan hasil table Pearson Corelation Instrumen Variabel Sistem Akuntansi Manajemen di atas akan dilakukan uji validitas dengan membandingkan dengan nilai kritis 0,36 seperti terlihat pada table 5.2. di bawah. Apabila nilai Pearson Corelation lebih besar dari nilai kritis 0,36 maka instrument varialbel sistem akuntansi manajemen valid. Tabel 5.2. Uji Validitas Instrumen Variabel Sistem Akuntansi Manajemen Perbandingan N o
Instrumen Penelitian
r tabel
Keteranga n
0,84 5
0,36
Valid
0,75 7
0,36
Valid
0,79 2
0,36
Valid
0,76 3
0,36
Valid
0,70 5
0,36
Valid
0,72 6
0,36
Valid
0,78 0
0,36
Valid
r hitung
1
2
3
4
5
6
7
Bagaimanakah ketersediaan Informasi di perusahaan yang berkaitan dengan keadaan sekarang, perencanaan atau peristiwa dimasa yang akan datang tentang SDM, keuangan, produksi, dan kondisi ekonomi Bagaimanakah ketersediaan Informasi di perusahaan yang berkaitan dengan kondisi perekonomian Apakah frekuensi laporan diberikan secara sistematis dan teratur dan Tersedia kebutuhan informasi dengan cepat melalui penyampaian informasi Bgaiamanakah ketersediaan berbagai informasi seperti informasi dari bagian marketing produksi (operasi), penjualan, biaya, pusat laba. Bagaimanakah ketersediaan berbagai informasi di perusahaan berdasarkan bulanan, kuartalan, tahunan prediksi dan perbandingan lainnya Informasi yang tersedia terintegrasi dengan bagian lainnya, seperti target perusahaan diketahui oleh bagian lain di perusahaan Terdapat informasi tentang dampak keputusan yang diambil
Dari hasil Uji Validitas Instrumen Variabel Sistem Akuntansi Manajemen dengan cara membandingkan hasil Pearson Corelation terhadap nilai kritis 0,36 pad table 5.2. hasilnya adalah 97 | J u r n a l A k u n t a n s i
semua instrument memiliki nilai Pearson Corelation lebih besar dari nilai kritis 0,36 yang berarti semua instrument adalah valid. Setelah uji validitas dilakukan uji reliabilitas untuk mengetahui keandalah dari sebuah instrument penelitian, berikut adalah hasil uji reliabilita untuk instrument variable sistem akuntansi manajemen:
Tabel 5.3. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .882 7
Reliabilitas instrumen dapat diterima apabila memiliki koefisien reliabilitas minimal 0,5. hal ini berarti bahwa instrumen dapat digunakan sebagai pengumpul data yang handal jika telah memiliki koefisien reliabilitas besar atau sama dengan 0,5 (Arikunto, 2005). Hasil uji reliabilitas instrument memiliki koefisien reliabilitas 0,882 lebih besar dari 0,5 ini berarti bahwa instrument variable sistem akuntansi manajemen adalah reliable.
5.1.2.
Instrumen untuk variabel Going Concern Tabel 5.4. Pearson Corelation Instrumen Variabel Going Concern
Correlations Y12 Y13 Pearson Correlation 1 .571** .439* Y11 Sig. (2-tailed) .001 .015 N 30 30 30 Pearson Correlation .571** 1 .390* Y12 Sig. (2-tailed) .001 .033 N 30 30 30 Pearson Correlation .439* .390* 1 Y13 Sig. (2-tailed) .015 .033 N 30 30 30 Pearson Correlation .629** .617** .629** Y14 Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 N 30 30 30 Pearson Correlation .430* .423* .529** Y15 Sig. (2-tailed) .018 .020 .003 N 30 30 30 Pearson Correlation .435* .299 .647** Y16 Sig. (2-tailed) .016 .109 .000 N 30 30 30 Pearson Correlation .390* .384* .481** Y17 Sig. (2-tailed) .033 .036 .007 N 30 30 30 Pearson Correlation .742** .707** .778** Total Sig. (2-tailed) .000 .000 .000 N 30 30 30 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Y11
98 | J u r n a l A k u n t a n s i
Y14 .629** .000 30 .617** .000 30 .629** .000 30 1 30 .466** .009 30 .442* .014 30 .423* .020 30 .798** .000 30
Y15 .430* .018 30 .423* .020 30 .529** .003 30 .466** .009 30 1 30 .556** .001 30 .617** .000 30 .759** .000 30
Y16 .435* .016 30 .299 .109 30 .647** .000 30 .442* .014 30 .556** .001 30 1 30 .607** .000 30 .747** .000 30
Y17 .390* .033 30 .384* .036 30 .481** .007 30 .423* .020 30 .617** .000 30 .607** .000 30 1 30 .742** .000 30
Total .742** .000 30 .707** .000 30 .778** .000 30 .798** .000 30 .759** .000 30 .747** .000 30 .742** .000 30 1 30
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
Berdasarkan hasil table Pearson Corelation Instrumen Variabel Going Concern di atas akan dilakukan uji validitas dengan membandingkan dengan nilai kritis 0,36 seperti terlihat pada table 5.4. di bawah. Apabila nilai Pearson Corelation lebih besar dari nilai kritis 0,36 maka instrument varialbel going concern valid. Tabel 5.5. Uji Validitas Instrumen Variabel Going Concern Perbandingan N o
Instrumen Penelitian
r tabel
Keteranga n
0,74 2
0,36
Valid
0,70 7
0,36
Valid
0,77 8
0,36
Valid
0,79 8
0,36
Valid
0,75 9
0,36
Valid
0,74 7
0,36
Valid
0,74 2
0,36
Valid
r hitung
1 2 3 4 5
6 7
Bagaimana keadaan laba/rugi operasi perushaan Bagaimana keadaan arus kas dari kegiatan usaha perusahaan. Bagaimana keadan modal kerja perusahaan. Bgaiamanakah perusahaan memenuhi kewajiban utang perusahaan. Bagaimanakah apabila perusahaan Mencari sumber atau metode pendanaan baru. Apakah di perusahaan terjadi pemogokan kerja karyawan. Apakah di perusahaan terjadi pengaduan gugatan pengadilan
Dari hasil Uji Validitas Instrumen Variabel Going Concern dengan cara membandingkan hasil Pearson Corelation terhadap nilai kritis 0,36 pad table 5.5. hasilnya adalah semua instrument memiliki nilai Pearson Corelation lebih besar dari nilai kritis 0,36 yang berarti semua instrument adalah valid. Setelah uji validitas dilakukan uji reliabilitas untuk mengetahui keandalah dari sebuah instrument penelitian, berikut adalah hasil uji reliabilita untuk instrument variable going concern: Tabel 5.6. Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items .872 7
Reliabilitas instrumen dapat diterima apabila memiliki koefisien reliabilitas minimal 0,5. hal ini berarti bahwa instrumen dapat digunakan sebagai pengumpul data yang handal jika telah memiliki koefisien reliabilitas besar atau sama dengan 0,5 (Arikunto, 2005). Hasil uji reliabilitas instrument memiliki koefisien reliabilitas 0,872 lebih besar dari 0,5 ini berarti bahwa instrument variable going concern adalah reliable.
5.2.
Uji Normalitas Data Uji normalitas ialah suatu penyelidikan untuk mengetahui apakah data dalam penelitian ini penyebarannya berdistribusi normal atau tidak. Setelah data diuji maka dari hasil pengujian itu dapat 99 | J u r n a l A k u n t a n s i
diketahui bahwa setiap variabel dalam penelitian ini penyebarannya adalah berdistribusi normal. Berikut adalah hasil penghitungan normalitas instrument untuk semua variable . Dengan menggunakan SPSS versi 19 : Tabel 5.7 One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N 45 Mean 0E-7 a,b Normal Parameters Std. Deviation 1.30427502 Absolute .106 Most Extreme Differences Positive .106 Negative -.075 Kolmogorov-Smirnov Z .713 Asymp. Sig. (2-tailed) .690 a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Besarnya nilai Kolmogrov-Smirnov adalah 0,713 dengan tingkat signifikansi jauh di atas0,05 yaitu 0,690. Dengan kata lain bahwa nilai KS tidak signifikan, berarti residual terdistribusi secara normal. 5.3.
Sistem Akuntansi Manajemen pada Perusahaan Manufaktur di Kabupaten Serang.
Untuk mengetahui bagaimana keadaan sistem akuntansi manajemen pada perusahaan manufaktur di Kabupaten Serang. Melalui hasil pengolahan data dari instrument variable sistem akuntansi manajemen menggunakan SPSS 19 dapat dilihat pada table 5.8 Tabel 5.8 N SAM Valid N (listwise)
45 45
Descriptive Statistics Minimum Maximum 17.00 27.00
Mean 21.6222
Std. Deviation 2.46142
Tabel 5.8 di atas menunjukkan bahwa jumlah pengamatan pada perusahaan manufaktur dalam penelitian ini sebanyak 45 observasi. Berdasarkan perolehan data diketahui bahwa nilai rata-rata SAM sebesar 21,622 ini berarti bahwa rata-rata perusahaan telah menerapkan sistem akuntansi manajemen dengan relative baik walaupun belum maksimal. Sementara standar deviasi sebesar 2,46142 menunjukkan simpangan data yang relatif kecil. Dengan kecilnya simpangan data, menunjukkan bahwa data variabel SAM relatif baik. 5.4.
Going Concern/Keberlanjutan Perusahaan Manufaktur di Kabupaten Serang.
Untuk mengetahui bagaimana keadaan going concern/keberlanjutan perusahaan manufaktur di Kabupaten Serang. Melalui hasil pengolahan data dari instrument variable going concern menggunakan SPSS 19 dapat dilihat pada tabel 5.9
100 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
Tabel 5.9 N GC Valid N (listwise)
45 45
Descriptive Statistics Minimum Maximum 21.00 28.00
Mean 24.5556
Std. Deviation 2.05111
Tabel 5.9 di atas menunjukkan bahwa jumlah pengamatan pada perusahaan manufaktur dalam penelitian ini sebanyak 45 observasi. Berdasarkan perolehan data diketahui bahwa nilai rata-rata going concern sebesar 24,5556 ini berarti bahwa rata-rata perusahaan memiliki kemampuan untuk going concern atau melanjutkan usahanya dengan baik walaupun belum maksimal. Sementara standar deviasi sebesar 2,05111 menunjukkan simpangan data yang relatif kecil. Dengan kecilnya simpangan data, menunjukkan bahwa data variabel going concern relatif baik. 5.5.
Pengaruh Sistem Akuntansi Manajemen terhadap Going concern/Kelangsungan Hidup Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur di Kabupaten Serang
Setelah mengetahui keadaan penerapan sistem akuntansi manajemen dan keadaan going concern pada perusahaan manufaktur di Kabupaten Serang. Selanjutnya di lakukan pengujian hipotesis untuk mengetahui bagaimana pengaruh penerapan sistem akuntansi manajemen terhadap going concern pada perusahaan manufaktur di Kabupaten Serang dilakukan dengan menggunakan uji statistik regresi sederhana dengan tahapan sebagai berikut: pertama, meninterpretasikan koefisien determinasi dari hasil korelasi, uji regresi sederhana dengan uji t atau uji siginifkansi. Melalui hasil pengolahan data menggunakan SPSS 19 dapat dilihat pada table 5.10. Tabel 5.10. Model Summary R Square Adjusted R Square 1 .772a .596 .586 a. Predictors: (Constant), SAM Model
R
Std. Error of the Estimate 1.31935
Tabel 5.10 tampilan luaran SPSS model summary di atas menunjukkan bahwa besarnya adjusted R2 sebesar 0,586, hal ini berarti 58,6% variasi variabel going concern dapat dijelaskan oleh variasi variable sistem akuntansi manajemen. Sedangkan sisanya (100%-58,6%=41,4%) dijelaskan oleh sebab-sebab yang di luar model. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh sistem akuntansi manajemen terhadap going concern dapat dilhat pada table 5.11 coefficients regresi dengan menggunakan alat bantu SPSS 19.
Tabel 5.11 Coefficientsa Unstandardized Coefficients
Model
B 1
(Constant)
SAM a. Dependent Variable: GC
Std. Error 10.650
1.758
.643
.081
Standardized Coefficients Beta .772
t
Sig.
6.057
.000
7.959
.000
101 | J u r n a l A k u n t a n s i
Berdasarkan table 5.11 coefficients uji signifikansi parameter individual (uji statistic t), untuk menginterpretasikan koefisien parameter variable independen menggunakan unstandardized coefficients dapat terlihat bahwa pada model ini memiliki nilai konstanta sebesar 10,650 dan koefisien regresi sebesar 0,643 dengan nilai t=7,959 dan signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari α=5% (0,05) ini berarti bahwa variable sistem akuntansi manajemen berpengaruh signifikan terhadap going concern. Variable going concern dipengaruhi oleh variable sistem akuntansi manajemen dengan persamaan matematis regresi sebagai berikut: GC = 10,650 + 0,643 SAM
Koefisien konstanta bernilai positif 10,650 menyatakan bahwa dengan menasumsikan ketiadaan variable sistem akuntansi manajemen, nilai going concern sebesar 10,650. Koefisien regresi sistem akuntansi manajemen bernilai atau memiliki arah positif, menyatakan bahwa apabila penerapan sistem akuntansi manajemen mengalami peningkatan maka going concern cenderung mengalami peningkatan. Dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian social maka dari hasil model regresi interprestasi lebih menitik beratkan pada tanda positif atau negative koefisien untuk mengetahui arah pengaruh dari kedua variable.
Dari hasil pembahasan mengenai keadaan sistem akuntansi manajemen, going concern dan pengaruh penerapan karakteristik sistem akuntansi manajemen terhadap going concern padaperusahaan manufaktur di Kabupaten Serang dapat di simpulkan sebagai berikut: 1. Berdasarkan perolehan data diketahui bahwa nilai rata-rata SAM sebesar 21,622 ini berarti bahwa rata-rata perusahaan telah menerapkan sistem akuntansi manajemen dengan relative baik walaupun belum maksimal. 2. Berdasarkan perolehan data diketahui bahwa nilai rata-rata going concern sebesar 24,5556 ini berarti bahwa rata-rata perusahaan memiliki kemampuan untuk going concern atau melanjutkan usahanya dengan baik walaupun belum maksimal. 3. Dikarenakan koefisien regresi sebesar 0,643 (tidak sama dengan 0) dengan nilai t=7,959 dan signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari α=5% (0,05) ini berarti bahwa variable sistem akuntansi manajemen berpengaruh signifikan terhadap going concern. Maka Hi diterima dan Ho ditolak dengan interpretasi menyatakan bahwa apabila penerapan sistem akuntansi manajemen mengalami peningkatan maka going concern cenderung mengalami peningkatan. 6.1. Saran Berdasarkan hasil kesimpulan dari pembahasan sistem akuntansi manajemen, going concern dan pengaruh penerapan karakteristik sistem akuntansi manajemen terhadap going concern dapat disarankan yang semoga dapat berguna dan bermanfaat bagi akademisi dan praktisi, adapun saran tersebut adalah sebagai berikut: 1. Perlu adanya pengembangan penelitian dengan variable independen lainnya yang diprediksi dapat mempengaruhi variable going concern mengingat bahwa hasil korelasi deteriminasi variable sistem akuntansi manajemen dengan going concern sebesar 58,6% sedangkan sisanya sebesar 41,4% dapat dipengaruhi oleh factor/variable lain. 2. Perlu adanya peningkatan penerapan karakteristik sistem akuntansi manajemen yang efektif agar perusahaan dapat mengembangkan dan melanjutkan perusahaannya (going concern) dengan lebih baik
102 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
DAFTAR PUSTAKA
Agrianti Komalasari, 2006 Pengaruh Kualitas Auditor dan Proxi Going Concern Terhadap Opini Auditor. Badan Pusat Statistik Banten (BPS Banten) 2013 Chenhall dan Morris, 1986.The Impact of Structure, Environment and Interdependence on the Perceived Usefulness of Management Accounting System, Accounting Review. Desmiyawati. 2004. Pengaruh Srategi Dan Ketidakpastian Lingkungan Terhadap Hubungan Antara Informasi Broadscope Dan Kinerja Organisasi. Jurnal akuntansi dan bisnis vol 4. No. 2. hal 94-108. Eko Budi Setyarno, Indira Januarti, dan Faisal. 2006. “Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun Sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan terhadap Opini Audit Going Concern”. Disampaikan pada Simposium Nasional Akuntansi (SNA) IX Padang. Hani, Cleary, Mukhlasin, 2003 Going Concern dan Opini Audit: Suatu Studi Pada Perusahaan Perbankan di BEJ Ikatan Akuntan Indonesia, (2001) Standar professional Akuntan Publik, Jakarta, Salemba Empat Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo, 2002, Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen, Edisi Pertama, BPFE Yogyakarta.
Lenard, Mary Jane, Perualz Alam, dan David Booth. 1998. “ An Analysis of Fuzzy Clustering and a Hybrid Model for Auditor’s Going Concern”.www.google.com. McKeown, J, Mutchler, J dan Hopwood. W, (1991). “Towards an Explanation of Auditor Failure to Modifythe Audit Opinions of Bankrupt Companies”. Auditing: A Journal Practice & Theory. Supplement. 1-13. Mulyadi. 2001. Sistem Akuntansi. Jakarta: Salemba Empat. Narwinder Singh, 2008 Pengaruh Rasio Likuiditas, Profitabilitas dan Solvabilitas bank Terhadap Opini Audit Pada Perusahaan Perbankan yang terdaftar di BEI. Petronela, Thio. 2004. "Pertimbangan Going Concern Perusahaan Dalam Pemberian Opini Audit". Jurnal Balance. 47 -55. R.A. Supriyono. 1987. Proses Pengendalian Manajemen, Edisi 1. Yogyakarta : BPFE. R.A. Supriyono. 2001. Akuntansi Manajemen 2: Struktur Pengendalian Manajemen. Edisi Satu. BPFE.Yogyakarta. Sartono, dan R Agus (1997), “manajemen Keuangan Edisi 3” BPFE Yogyakarta. Setyarno, Eko Budi, Januarti, Indira dan Faisal 92006) “Pengaruh Kualitas Audit, Kondisi Keuangan Perusahaan, Opini Audit Tahun sebelumnya, Pertumbuhan Perusahaan terhadap Opini Audit Going Concern” Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang 1-25.
Syahrul dan Afdi Nizar. 2000. Kamus Istilah-istilah Akuntansi. Jakarta: Citra Harta Prima. Umar Husein, 2000, “Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis”, Jakarta, Raja Grafindo Persada.
103 | J u r n a l A k u n t a n s i
ANALISIS TAX PLANNING MELALUI DEDUCTIBLE EXPENSES DAN PERBANDINGAN METODE PENYUSUTAN AKTIVA TETAP BERDASARKAN KOMERSIAL DAN FISKAL ATAS PAJAK PENGHASILAN (Studi Kasus pada PT.Wahana Semesta Banten) Bella Cucu Putri Andani Universitas Serag Raya
[email protected] Burhanudin Universitas Serag Raya
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan terhadap pajak penghasilan antara sebelum dan setelah dilakukan perbandingan melalui tax planning dengan menggunakan deductible expenses dan perbandingan metode penyusutan aktiva tetap berdasarkan komersial dan fiskal pada PT. Wahana Semesta Banten. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode komparatif kuantitatif. Populasi pada penelitian ini yaitu laporan keuangan PT. Wahana Semesta Banten, adapun yang digunakan sebagai sampel yaitu laporan keuangan periode 2010-2014. Penelitian dilakukan di PT Wahana Semesta Banten pada bulan April 2015. Data dikumpulkan dengan penelitian kepustakaan, studi lapangan dan studi dokumentasi, yang kemudian dianalisis dengan menggunakan SPSS versi 20. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa: 1) terdapat perbedaan terhadap pajak penghasilan antara sebelum dan setelah dilakukan tax planning melalui deductible expenses, 2) terdapat perbedaan terhadap pajak penghasilan antara sebelum dan setelah dilakukan perbandingan melalui metode penyusutan aktiva tetap,. Kata Kunci: tax planning, penyusutan aktiva tetap, deductible expenses, pajak penghasilan
PENDAHULUAN Tax Planning atau perencanaan pajak adalah tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana pengendalian tersebut dapat mengefisiensikan jumlah pajak yang akan ditransfer ke pemerintah, melalui apa yang disebut sebagai penghindaran pajak. ( Tax Avoidance) yang merupakan perbuatan legal yang masih dalam ruang lingkup peraturan perundang-undangan perpajakan, dan bukan penyeludupan pajak (Tax Evasion) Efisiensi dari berbagai bidang merupakan hal penting yang harus dilakukan perusahaan, salah satunya yaitu di bidang perpajakan. Sebagai perusahaan yang berorientasi laba maka manajemen akan berusaha untuk mendapatkan laba yang optimal dengan cara meminimalkan biaya-biaya yang ada. Di lain pihak sebagai subjek pajak perusahaan harus memenuhi berbagai 104 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
kewajiban, salah satunya adalah membayar beban pajak, sedangkan bebaan pajak merupakan salah satu aspek yang dapat mengurangi laba. Oleh karena itu sangat krusial bagi perusahaan untuk melakukan manajemen pajak sebagai upaya efisiensi pembayaran pajak melalui tax planning. Dan pelaksanaan tax planning yang baik adalah dengan memanfaatkan loopholes (celah-celah) dari peraturan perpajakan. Masalah yang terjadi yaitu masih banyaknya perusahaan yang kurang memperhatihan penerapkan tax planning terhadap PPh sebagai upaya efisiensi pembayaran pajak karena kurangnya pengetahuan tentang peraturan perpajakan. Padahal pemerintah telah memberikan celah-celah yang bisa dimanfaatkan oleh wajib pajak, salah satunya yaitu dalam penerapan metode penyusutan aktiva tetap dan metode-metode penyusutan lain yang akan memberikan selisih pembayaran pajak terhutang wajib pajak menjadi lebih kecil. Selain itu juga masih ada celah-celah yang mungkin bisa dimanfaatkan perusahaan berkenaan dengan tax planning, yaitu melalui pengeluaran yang boleh dikurangkan dari penghasilan (deductible expenses) seperti biaya pendidikan karyawan dan pemberian tunjangan natura dalam bentuk uang dan lain sebagainya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan pada pajak penghasilan sebelum dan setelah dilakukan tax planning melalui Deductible Expenses, apakah terdapat perbedaan pada pajak penghasilan sebelum dan setelah dilakukan perbandingan melalui Metode Penyusutan Aktiva Tetap berdasarkan komersial dan fiscal, dan seberapa besar efisiensi yang diperoleh perusahaan tersebut. Adapun hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: Ha1 :Terdapat perbedaan atas pajak penghasilan sebelum dan setelah dilakukan tax planning melaui deductible expenses. Ha2 : Terdapat perbedaan atas pajak penghasilan perbedaan antara metode penyusutan aktiva tetap berdasarkan komersial dan fiskal. Perencanaan Pajak (Tax Planning) Menurut Zain (2008: 67) “Tax Planning atau perencanaan pajak adalah: “Tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya”. Tujuannya adalah bagaimana pengendalian tersebut dapat mengefisiensikan jumlah pajak yang akan ditransfer ke pemerintah, melalui apa yang disebut sebagai penghindaran pajak. ( Tax Avoidance) yang merupakan perbuatan legal yang masih dalam ruang lingkup peraturan perundang-undangan perpajakan, dan bukan penyeludupan pajak (Tax Evasion)”. Menurut Suandy (2008:6) Perencanaan pajak adalah: “Tahap awal dalam penghematan pajak. Strategi penghematan pajak disusun pada saat perencanaan, perencanaan pajak merupakan upaya legal yang bisa dilakukan oleh wajib pajak”. Tindakan tersebut legal karena penghematan pajak hanya dilakukan dengan memanfaatkan hal-hal yang tidak diatur (loopholes). Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri Tax Planning adalah: a. Tax Planning adalah bagian dari tindakan membantu manajemen dalam mengambil keputusan. b. Digunakan untuk mengefisiensikan pembayaran pajak terhutang. c. Tax Planning dilakukan berdasarkan peruturan perpajakan yang berlaku. d. Pelaksanaannya secara bisnis masuk akal. 105 | J u r n a l A k u n t a n s i
Manfaat Perencanaan Pajak (Tax Planning) Tax Planning sebagai bagian dari kegiatan manajemen memiliki beberapa manfaat yang berguna bagi perusahaan yang melaksanakankegiatan usaha dalam pencapaian laba maksimum. Menurut Suandy (2008:8) ada 4 (empat) hal penting yang dapat diambil sebagai keuntungan dari melaksanakan Tax Planning, yaitu : 1. Penghematan kas keluar, pajak sianggap sebagai unsur biaya yang dapat diefisiensikan. Penghematan kas untuk pembiayaan biaya-biaya yang ada di perusahaan termasuk biaya pajak harus dipertimbangkan sebagai factor yang akan mengurangi laba, dengan membayar pajak se-efisien mungkin perusahaan dapat bertindak sebagai wajib pajak yang taat sekaligus tidak mengganggu cash flow dari perusahaan. 2. Mengatur aliran kas, karena dengan Tax Planning yang dikelola secara cermat, perusahaan dapat menyusun anggaran kas secara lebih akurat, mengestimasi kebutuhan kas terhadap pajak. Hal ini akan menolong perusahaan dalam anggaran yang telah disusun pada periode sebelumnya. 3. Menentukan waktu pembayaran, sehingga tidak terlalu awal atau terlambat yang mengakibatkan denda atau sanki. Kewajiban perpajakan dapat dilaksanakan dengan on time , artinya perusahaan telah melakukan penghematan atas sanksi atau dengan terjadi bila terjadi keterlambatan dan kesalahan atas kewajiban perpajakan perusahaan. 4. Membuat data-data terbaru untuk mengupdate peraturan perpajakan. Tindakan ini berguna untuk menyikapi peraturan perpajakan yang berubah setiap waktu, sehingga perusahaan tetap mengetahui kewajiban-kewajiban dan hak-hak perusahaan sebagai wajib pajak.
Pajak Penghasilan Definisi Penghasilan menurut Undang-undang PPh Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 7 tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperolah Wajib Pajak, baik yang berasal dari Imdonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Pajak penghasilan adalah pajak dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak, apabila kewajiban pajak subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak (Erly Suandy, 2006:81) Menurut Rimsky J. Judisseno (2005: 82) pengertian pajak penghasilan adalah: “Suatu pengutan resmi yang ditujukan kepada masyarakat yang berpenghasilan atau atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak untuk kepentigan negra dan masyarakat dalam hidup berbangsa sebagai suatu kewajiban yang harus dilaksanakannya”. Berdasarkan pengertian di atas, dapat diketahui adanya ciri-ciri pajak penghasilan, yaitu: 1) Pajak Penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh karena suatu hal dimana tambahan kemampuan ekonomis tersebut dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan. 106 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
2) Penghasilan yang terkena pajak adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh selama satu tahun pajak. Tahun pajak adalah waktu takwim atau satu tahun buku. 3) Penghasilan yang kena pajak adalah penghasilan yang diperoleh seseorang baik dari dalam negeri atau luar negeri serta penghasilan yang berasal dari Indonesia yang diperoleh oleh luar negeri. Subjek Pajak Penghasilan Menurut Waluyo, (2009:89) subjek pajak diartikan sebagai orang yang dituju oleh undangundang untuk dikenakan pajak. Pajak penghasilan dikenakan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penhasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Menurut UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, Subjek PPh meliputi : 1. Subjek pajak pribadi yaitu setiap orang yang tinggal di Indonesia atau tidak bertempat tinggal di Indonesia yang mendapat penhasilan dari Indonesia. 2. Subjek pajak harta warisan belum dibagi sebagai yaitu warisan dari seseorang yang sudah meninggal dan belum dibagi tetapi menghasilkan pendapatan itu dikenakan pajak. 3. Subjek pajak badan yaitu merupakan sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik Negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun,firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap. 4. Bentuk usaha tetap (BUT) yaitu bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia, yang dapat berupa: tempat manajemen perusahaan, cabang perusahaan, kantor perwakilan, pabrik, gudang, dan lain-lain. Objek Pajak Penghasilan Berdasarkan Undang-undang Perpajakan No. 36 tahun 2008 pasal 4 yang menjadi objek pajak adalah : a. Penggantian atau imbalan berkenaan denganpekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang ini; b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan,dan penghargaan; c. laba usaha; d. keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: 1. keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; 107 | J u r n a l A k u n t a n s i
2. keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; 3. keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apa pun; 4. keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan social termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihakpihak yang bersangkutan; dan 5. keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan; e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak; i. sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; l. keuntungan selisih kurs mata uang asing; m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n. premi asuransi; o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; q. penghasilan dari usaha berbasis syariah; r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan s. surplus Bank Indonesia. Biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan (deductible expenses) Pasal 6 Undang-Undang pajak Penghasilan menyatakan bahwa besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk: a. biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, antara lain: 1. biaya pembelian bahan; 2. biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasatermasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang; 3. bunga, sewa, dan royalti; 4. biaya perjalanan; 5. biaya pengolahan limbah; 6. premi asuransi; 7. biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 8. biaya administrasi; dan 108 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
9. pajak kecuali Pajak Penghasilan; b. penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A; c. iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan; d. kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; e. kerugian selisih kurs mata uang asing; f. biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia; g. biaya beasiswa, magang, dan pelatihan; h. piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat: 1. telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial; 2. Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan 3. telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu; 4. syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk penghapusan piutang ta tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k; yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; i. sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; j. sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; k. biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; l. sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah; dan m. sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pengeluaran yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya (non-deductible expenses) Untuk menetukan besarnya penghasilan kena pajak bagi wajib Pajak Dalam Negeri dan bentuk usah tetap tidak boleh dikurangkan. 1. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis dan pembagian sisa hasil usaha koperasi. 2. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu dan anggota. 3. Pembentukan atau penumpukan dana cadangan kecuali cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan secara guna usaha dengan hak opsi, cadangan untuk usaha asuransi, dan cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan, yang ketentuan dan syarat-syaratnya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. 4. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwi guna wajib pajak yang bersangkutan. 109 | J u r n a l A k u n t a n s i
5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan, yang ditetapkan dengan Keputusan Meteri Keuangan. 6. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan. 7. Harta yang dihabiskan kepada keluarga se-daerah dalam garis keturunan lurus satu deerajat dan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan social atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang diterapkan oleh Menteri Keuangan, dan bantuan atau sumbangan termasuk zakat yang diterima oleh badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan para penerima zakat yang berhak, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau pengusaha antara pihakpihak yang bersangkutan, kecuali zakat atas penghasilan yang nyata-nyata dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan atau Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan warisan. 8. Pajak Penghasilan, yang dimaksud dengan pajak penghasilan dalam ketentuan ini adalah pajak penghasilan yang terutang oleh Wajib Pajak yang bersangkutan. 9. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak yang bersangkutan. 10. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham. 11. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Pengertian Penghematan Pajak Dalam hal perpajakan, setiap perusahaan pasti mengingatkan agar beban pajak yang harus dibayar oleh perusahaan dapat shemat mungkin untuk dapat mengoptimalkan laba setelah pajak. Penghematan Pajak menurut Zain (2008:50) adalah suatu cara yang dilakukan oleh wajib pajak dalam mengelakkan utang pajaknya dengan jalan menahan diri untuk tidak membeli produkproduk yang ada pajak pertambahan nilainya, pajak penjualan atau dengan sengaja mengurangi jam kerja atau pekerjaan yang dapat dilakukannya sehingga penghasilannya menjadi kecil dan terhindar dari pengenaan pajak penghasilan pajak penghasilan yang besar. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Penghematan Pajak adalah usaha legal yang dilakukan oleh wajib pajak untuk mengupayakan agar beban pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin. Metode penyusutan asset tetap dan Amortisasi asset tidak berwujud Terdapat beberapa metode penyusutan aktiva tetap yang dapat digunakan untuk menentukan besarnya penyusutan yang menjadi beban tiap periode akuntansi. Metode mana yang diterapkan, ditetapkan dengan memperhatikan karakteristik aktiva tetap yang bersangkutan dan ketentuan-ketentuan perpajakan yang berlaku. Berikut ini dibahas mengenai beberapa metode penyusutan.
110 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
Metode Penyusutan Asset Tetap Komersial Berikut ini dalah metode garis lurus secara komersial: 1. Metode Garis Lurus Menurut metode garis lurus (Straight Line Method), beban penyusutan tiap tahun penggunaan aktiva tetap jumlahnya sama, sehingga jumpah penyusutan tiap tahun dihitung sebagai berikut: Penyusutan = Jumlah yang harus disusutkan Usia Ekonomis Keterangan: HP = Harga Perolehan Aktiva Tetap NR = Nilai Residu n = Usia Ekonomis Aktiva Tetap
atau
Penyusutan = HP – NR N
Metode Penyusutan Asset Tetap Fiskal Menurut IAI (2007) dalam PSAK 16, penyusutan adalah alokasi sistematis jumlah yang dapat disusutkan dari suatu asset selama masa manfaatnya. Metode penyusutan dan amortisasi yang diakui oleh fiskus adalah metode garis lurus dan saldo menurun. Pemilihan metode penyusutan untuk melakukan perencanaan pajak perencanaan pajak dapat dilakukan perusahaan dengan melihat kondisi dari perusahaan. Jika kondisi perusahaan adalah laba, maka metode saldo menurun akan lebih menguntungan. Sedangkan, apabila kondisi perusahaan adalah rugi maka metode garis lurus lebih menguntungkan. Penyusutan dan amortisasi dengan metode saldo menurun akan menghasilkan beban penyusutan lebih besar pada awal periode dan akan menurunkan pada periode berikutnya Dalam UU No. 36 Tahun 2008 pasal 11 ayat (6), semua aktiva berwujud yang memenuhi syarat penyusutan fiscal harus dikelompokan terlebih dahulu menjadi 2 golongan: Kelompok Harta Berwujud I. Bukan Bangunan Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4 II. Bangunan Permanen Tidak Permanen
Masa Manfaat
4 Tahun 8 Tahun 16 tahun 20 Tahun
Tarif Depresiasi Garis Lurus Saldo Menurun 25% 12, 5% 6,25% 5%
50% 25% 12,5% 10%
20 Tahun 5% 10 Tahun 10% (Sumber : UU No.36 Tahun 2008) Tabel 2.1 Penyusutan Harta Berwujud
-
METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode penelitian komparatif kuantitatif dengan pendekatan studi kasus dimana metode penelitian ini 111 | J u r n a l A k u n t a n s i
menggambarkan suatu fenomena atau keadaan tertentu dengan jalan membandingkan sejumlah variable yang berkenaan dengan masalah yang diteliti. Dengan begitu penulis akan menyajikan data-data yang diperlukan dan perhitungannya secara benar dan akurat, untuk kemudian dianalisis untuk kemudian dicari apakah terdapat perbedaan antara hasil satu dengan hasil lain dan diambil kesimpulan. Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui perhitungan yang tepat bagi perusahaan dalam melakukan perencanaan pajak dengan cara mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpretasikan data yang berwujud angka-angka. Pendekatan studi kasus digunakan untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, sifat dan karakter yang khas dari suatu lembaga atau organisasi. Desain penelitian mengambarkan kepada peneliti mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan dalam melakukan sebuah penelitian, sehingga dengan desain penelitian ini akan dapat membantu bagi penulis untuk dapat memecahkan permasalahan yang diteliti. Objek Penelitian Untuk memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam penyusunan laporan penelitian ini, penulis melakukan observasi pada PT.Wahana Semesta Banten yang bergerak di media cetak dan jasa iklan atau publikasi lebih khususnya dalam bidang pemberitaan. Perusahaan ini berlokasi di Graha Pena Radar Banten Jl.Kolonel Tb.Suwandi Lingkar Selatan Kota Serang. Adapun penelitian ini dilakukan pada bulan April 2015. Subjek Penelitian (Populasi dan Sampel Penelitian) Menurut Sugiyono (2010: 61), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek dan subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya, adapun populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan dan daftar aktiva tetap pada PT.Wahana Semesta Banten. Sampel merupakan beberapa bagian kecil yang ditarik dari populasi. Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi sumber data sebenarnya dalam suatu penelitian berdasarkan populasi tersebut maka sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu laporan keuangan dan daftar aktiva tetap tahun 2010-2014 pada PT Wahana Semesta Banten. Adapun dalam menentukan sampel, peneliti menggunakan teknik purposive sampling atau judgmental sampling yaitu penarikan sampel yang dilakukan dengan memilih subjek berdasarkan kriteria spesifik yang ditetapkan peneliti. Penelitin ini mengambil sampel dengan kriteria Laporan Keuangan PT.Wahana Semesta Banten selama lima tahun berturut-turut periode 2010-2014. Dengan demikian, pertimbangan atau kriteria penentuan sampel dalam penelitian ini, yaitu: 1. Laporan keuangan setelah diberlakukannya UU No. 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan. 2. Perusahaan yang laporan keuangannya menggunakan mata uang Rupiah. 3. Perusahaan yang telah memiliki NPWP dan memiliki data lengkap sesuai informasi yang diperlukan yaitu meliputi daftar aktiva tetap, dan laporan laba rugi tahun 2010-2014. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data yang penulis gunakan adalah dengan menggunakan dua pendekatan yaitu: a. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan adalah sekunder. Data sekunder merupakan sember data yang diperoleh secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dan dicatat atau diolah oleh pihak lain). Adapun dalam hal ini data yang digunakan yaitu berupa laporan keuangan dan daftar aktiva tetap pada PT.Wahana Semesta Banten. 112 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
b. Pengumpulan Data 1. Penelitian Kepustakaan Studi pustaka adalah teknik yang dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku, dan segala sesuatu yang bermanfaat sebagai referensi dan literature yang memiliki kaitan dengan penelitian. 2. Studi Lapangan Teknik ini untuk mendapatkan data-data dengan cara melakukan peninjauan secara langsung terhadap perusahaan yang menjadi objek penelitian dimana data-data diperoleh denan cara: a) Observasi ( Pengamatan ) yaitu dengan mengamati secara langsung aktifitas perusahaan dan mengamati. b) Interview ( Wawancara ) yaitu dengan cara mengadakan wawancara langsung dengan pihak perusahaan. 3. Studi dokumentasi adalah mendokumentasikan hal-hal yang berhubungan dengan penelitian guna mendukung pembahasan terhadap masalah penelitian atau pengamatan agar lebih konkrit.
Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Komparatif Deskriptif, yaitu dengan mendeskripsikan (manjabarkan) dan mentransformasikan data yang telah terkumpul kedalam bentuk yang mudah dipahami dan diinterpretasikan untuk selanjutnya dianalisis dan digunakan sebagai acuan dalam melihat apakah terdapat perbedaan metode yang digunakan pada penerapan tax planning dalam upaya pengematan beban PPh Badan. Dalam upaya mengolah data serta menarik kesimpulan maka peneliti menggunakan program SPSS version 20 for windows. Analisa ini digunakan untuk mengetahui Analisis Tax Plamming melalui Deductible Expenses (X2) dan Perbandingan Metode Penyusutan Aktiva Tetap bedasarkan komersial dan fiskal (X2), terhadap Penghematan Pajak Penghasilan (Y) PT.Wahana Semesta Banten tahun 2010-2014. Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, tujuan penelitian serta memperhatikan sifat-sifat data yang dikumpulkan, maka analisis data dalam penelitian ini dijabarkan sebagai berikut: Uji Asumsi Klasik 1 Uji Normalitas Data Uji normalitas bertujuan untuk apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik dan analisis statistik, yaitu: 1) Analisis Statistik Uji normalitas dengan grafik akan menyesatkan apabila tidak berhati-hati secara visual terlihat normal, namun secara statistik bisa sebaliknya. Uji statistik lain yang dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Uji K-S dilakukan dengan membuat hipotesis (Ghozali, 2012:164), yaitu: H0: Data residual berdistribusi normal Ha: Data residual tidak berdistribusi normal 113 | J u r n a l A k u n t a n s i
Dengan melihat angka probabilitas dengan ketentuaan, probabilitas < 0,05 maka Ha diterima dan H0 ditolak, sedangkan probabilitas > 0,05 maka Ha ditolak dan H0 diterima. 2. Uji Hipotesis Langkah selanjutnya adalah teknik pengujian hipotesis yang digunakan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan dari variabel bebas terhadap pajak penghasilan dengan Uji Paired Sample T test. Dengan melihat niali sig(2-tailed) dengan ketentuaan, jika nilai sig(2-tailed) lebih kecil dari nilai alpa (a=0,05) maka dapat disimpulkan terdapat perbedaan PPh antara sebelum dan setelah penerapan tax planning.
HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan peraturan perpajakan Indonesia senantiasa dinamis dan cepat mengalami perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan iklim usaha dan kondisi perekonomian. Pemerintah mengeluarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yang merupakan perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983. Perubahan ini dilaksanakan dalam upaya mengamankan penerimaan negara yang semakin meningkat, mewujudkan sistem perpajakan yang netral, sederhana, stabil, lebih memberikan keadilaan, dan lebih dapat menciptakan kepastian hukum serta transparansi. Undang-Undang Perpajakan tahun 2008 tersebut menerapakan sistem self assessment sebagai sistem pemungutan pajak dimana setiap wajib pajak diwajibkan mendaftar, membayar,dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terhutang. Dengan self assessment wajib pajak dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Pengetahuan tersebut dapat menjadi peluang baik bagi manajemen untuk memenuhi kewajiban perpajakannya sehemat mungkin. Penerapan tax planning dalam suatu perusahaan dapat dilakukan dengan mencari peluang penghematan pajak yang tercantum dalam UU Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2008 dengan cara melakukan perhitungan kembali biaya penyusutan aktiva tetap melalui rekonsiliasi fiskal dan memaksimalkan penghasilan yang merupakan deductible expenses, serta pemberian tunjangan dalam bentuk uang yang pada akhirnya menghasilkan PPh terutang dalam jumlah yang lebih kecil. Tax Planning Melalui Deductible Expenses 1. Tunjangan Dalam Bentuk Uang Pemberian dalam bentuk natura/ kenikmatan tidak dapat dibebankan sebagai biaya pemberian kerja dan bagi penerima penghasilan bukan merupakan obyek PPh, tetapi ada natura / kenikmatan tertentu yang dapat dibebankan sebagai biaya bagi pemberi kerja dan bagi penerima penghasilan tetapi bukan merupakan obyek pajak. Misalnya: Penyedian makan dan minum bagi karyawan di tempat kerja, dan penyediaan antar jemput karyawan. Berdasarkan hasil wawancara pribadi yang dilakukan oleh peneliti kepada Direktur Keuangan PT.Wahana Semesta Banten diketahui bahwa “ada penyediaan makan dan minum bagi karyawan ditempat kerja, dan penyediaan antar jemput karyawan” 114 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
Dalam pasal 9 ayat 1 huruf e menyatakan : “penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imblan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan”. Menurut penulis meskipun PT.Wahana Semesta Banten ada penyediaan makan dan minum bagi karyawan ditempat kerja dapat dibebankan sebagai biaya fiscal atau biaya operasi akan lebih baik tunjangan tersebut dalam bentuk uang, hal tersebut menjadi pertimbangan adalah: 1. Kemungkinan timbulnya gejolak dikalangan pegawai, karena tidak mendapatkan uang makan, 2. Jika makan dan minum disediakan perusahaan catering, perlu dipertimbangkan aspek PPh pasal 23 nya, apakah pengusaha cateringnya bersedia dipotong atau tidak. Dengan demikian penghasilan kena pajak akan menjadi lebih besar, jika tunjangan tersebut diberikan dalam bentuk natura/kenikmatan, maka perusahaan tidak bisa memasukkannya sebagai unsur biaya operasi. Namun saat tunjangan tersebut dimasukkan dalam bentuk uang, maka biaya tersebut dapat dimasukkan kedalam biaya operasi. Peluang ini tercantum dalam pasal 6 ayat 1 huruf a, yaitu : “Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara pengasilan, termasuk biaya pembelian bahan, biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji, honorartium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam bentuk uang, bunga, sewa, royalty, biaya perjalanan, biaya pengolahan limbah, premi asuransi, biaya administrasi, dan pajak kecuali Pajak Penghasilan”. Selengkapnya dapat dilihat dalam penjelasan berikut ini : Tahun Karyawan Keryawan Free Lance Jumlah Tetap Tidak Tetap 2010 45 35 20 100 2011
50
30
20
100
2012
50
30
30
110
2013
50
30
30
110
2014
50
40
35
125
Tabel 4.1 Jumlah Karyawan Tahun
Perhitungan
Biaya Tunjangan Bentuk Uang
2010
Rp10.000 x 100 x 22hari x 12bln
Rp 264,000,000
2011
Rp10.000 x 100 x 22hari x 12bln
Rp 264,000,000
2012
Rp10.000 x 110 x 22hari x 12bln
Rp 290,400,000
2013
Rp10.000 x 110 x 22hari x 12bln
Rp 290,400,000
2014
Rp10.000 x 125 x 22hari x 12bln
Rp 330,000,000
Tabel 4.2 Perhitungan Tunjangan Bentuk Uang 115 | J u r n a l A k u n t a n s i
Biaya Pelatihan Karyawan Pemberian pengembangan SDM bagi karyawan bagian Jurnlis, wajar dengan kebutuhan perusahaan dalam meningkata kualitas muatan beita untuk para pembaca. Oleh karena itu seperti yang telah dijelaskan oleh ibu Diana Yuliantini bahwa perusahaan telah melakukan tax planning melalui pengembangan SDM yaitu yang dilakkan sebanyak 1 kali dalam satu tahun. Hal ini bertujuan yaitu meskipun akan mengurangi kas namun pelatihan karyawan dapat bermanfaat pada peningkatan kualitas SDM Jurnalis dalam menyajikan pemberitaannya. Adapun dalam hal perpajakan biaya pelatihan karyawan juga dapat menambah biaya komersil pada perusahaan sehingga menjadi pengurang pada laba komersil yang tentunya akan berdampak pada efisiesi laba perusahaan. Berikut ini adalah uraian biaya pelatihan yang di berikan kepada karyawan junior di PT. Wahana Semesta Banten: Tahun 2010 2011 2012 2013 2014
Karyawan Biaya Pelatihan Jumlah Jurnalis Junior 10 1,000,000 10,000,000 15 1,000,000 15,000,000 15 1,000,000 15,000,000 15 1,000,000 15,000,000 15 1,000,000 15,000,000 Tabel 4.3 Biaya Pelatian Karyawan
Biaya Pembelian Pulsa Biaya pengisian pulsa terkait dengan jabatan pekerjaan pada PT. Wahana Semesta Banten, yaitu yang diberikan kepada seluruh karyawan tetap. Hal ini dimaksudkan dengan harapan akan memacu kinerja pekerja untuk menjadi lebih baik selain itu diharapkan dapat memperlancar proses komunikasi dan peliputan berita setiap karyawan. Dengan demikian pekerja dapat mengkoordinasikan kegiatan operasional perusahaan dengan baik melalui komunikasi yang baik. Berdasarkan Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-220/PJ./2002 tentang perlakuan pajak penghasilan atas biaya pemakaian telepon seluler dan kendaraan perusahaan. 1. Atas biaya perolehan atau pembelian telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya perolehan atau pembelian melalui penyusutan aktiva tetap kelompok I sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 520/KMK.04/2000 Lampiran I butir 1 huruf c sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 138/KMK.03/2002. 2. Atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan perbaikan dalam tahun pajak yang bersangkutan. Adapun Berikut ini adalah uraian Biaya Pegisian Pulsa yang dberikan kepada seluruh karyawan tetap di PT. Wahana Semesta Banten: Tahun
Jumlah
Biaya
Karyawan
Pengisian
116 | J u r n a l A k u n t a n s i
%
Biaya yg diperkenankan
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
Tetap
Pulsa
2010
45
10,000,000
50%
5,000,000
2011
50
11,000,000
50%
5,500,000
2012
50
11,000,000
50%
5,500,000
2013
50
11,000,000
50%
5,500,000
2014
50
11,000,000
50%
5,500,000
Tabel 4.4 Biaya Pengisian Pulsa
Total Deducible Expenses Berikut ini adalah penghematan pajak yang dapat diperoleh apabila dilakukan deductible expenses yaitu seperti penjelasan sebagai berikut : Tahun Sebelum Setelah Efisiensi Deductible Seductible Expenses Expenses 2010 470,824,236 414,674,492 11.93% 2011 344,023,278 286,626,555 16.68% 2012 347,228,323 284,355,485 18.11% 2013 297,802,740 234,290,335 21.33% 2014 485,683,487 413,854,632 14.79% Tabel 4.5 PPh Badan Sebelum dan Setelah Penerapan Deductible Expenses
Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas Data Dalam penelitian ini peneliti menggunakan uji One Sample Kolmogorov Smirnov Test untuk menguji apakah data yang akan diuji telah berdistribusi normal atau tidak. Adapun pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) yaitu menunjukan nilai 0,790 untuk Sebelum Deductible Expenses dan 0,806 untuk Setelah Deductible Expenses atau Nilai Asymp. Sig. >0,05 sehingga data yang akan diuji dinyatakan telah berdistribusi secara normal dan layak untuk diuji. Uji Hipotesis Uji Paired Sample T Test Selanjutnya peneliti melakukan uji Paired Sample T-Test yaitu untuk menguji hipotesis dari data yang ditelii yaitu seperti yang tertera pada tabel berikut ini: Paired Samples Test
117 | J u r n a l A k u n t a n s i
Mean
Pai r1
Sebelum Deductible Expenses Setelah Deductible Expenses
62352113.000
Std. Deviation
Paired Differences Std. Error Mean
6213922.719
2778950.721
t
df
Sig. (2tailed)
22.437
4
.000
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper
54636508.872
70067717.128
Tabel 4.7 Uji Hipotesis (Deductible Expenses) Dari tabel datas maka dapat diketahui bahwa nilai Sig. (2-talled) 0,000 yaitu <0,05 dengan nilai thitung diketahui 22,437 sedangkan nilai ttabel 3,182 atau thitung > ttabel, maka hipotesis diterima yaitu terdapat perbedaan sebelum dan sesudah dilakukannya tax planning melalui deductible expenses. Perbandingan Metode Penyusutan Aktiva Tetap Pada PT Wahana Semesta Banten metode penyusutan yang digunakan dalam perhitungan penyusutan aktiva tetap adalah metode Garis Lurus adapun berikut ini data variable Penyusutan Aktiva Tetap berdasarkan perhitungan komersial dan fiskal (data Perusahaan):
Tahun 2010 2011 2012 2013 2014 ∑
Garis Lurus Garis Lurus Komersial Fiskal 122,440,870 153,051,090 787,136,969 983,921,212 800,325,569 1,000,406,962 800,325,569 1,000,406,962 800,325,569 1,000,406,962 3,310,554,546 4,138.193,188 Tabel 4.8 Biaya Penyusutan
Selisih 30,610,218 196,784,242 200,081,392 200,081,392 200,081,392 25,00%
Dilihat dari table 4.1 bahwa biaya penyusutan aktiva tetap setelah dilakukan perhitungan fiskal menjadi lebih besar dibandingkan sebelum dilakukannya perhitungan secara fiskal, yaitu menjadi lebih besar Rp 872,638,637 atau senilai 25,00% lebih besar dari biaya penyusutan aktiva tetap berdasarkan perhitungan komersial. Seperti yang kita ketahui bahwa semakin besar biaya maka laba yang diperoleh akan semakin kecil sehingga berdampak pada penghematan pembayaran pajak PPh Badan, yaitu seperti yang tertera berikut ini: Tahun Fiskal Komersial Efisiensi 2010 461,645,017 467,805,432 1.32% 2011 300,187,062 339,887,486 11.68% 2012 302,620,481 343,082,639 11.79% 2013 252,741,130 293,614,885 13.92% 2014 440,479,182 481,282,370 8.52% Tabel 4.9 PPh Badan Berdasarkan Garis Lurus Komersial & Fiskal 118 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
Berikut ini adalah tabel yang menyatakan perbandingan besarnya pajak baik berdasarkan perhitungan komersial dan berdasarkan perhitungan fiskal beserta efisiensi atas penghematan pajak setiap tahunnya. Uji Normalitas Data Adapun berdasarkan analisis data yang dilakukan dengan menggunakan aplikasi SPSS yaitu sebagai berikut:
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan uji One Sample Kolmogorov Smirnov Test untuk menguji apakah data yang akan diuji telah berdistribusi normal atau tidak. Adapun pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa nilai Asymp. Sig. (2-tailed) yaitu menunjukan nilai 0.789 untuk Garis Lurus Komersial dan 0,759 untuk Garis Lurus Fiskal atau Nilai Asymp. Sig. >0,05 sehingga data yang akan diuji dinyatakan telah berdistribusi secara normal dan layak untuk diuji.
Uji Hipotesis Uji Paired Sample T Test Selanjutnya peneliti melakukan uji Paired Sample T-Test yaitu untuk menguji hipotesis dari data yang ditelii yaitu seperti yang tertera pada tabel berikut ini:
Mean
Pair 1
Garis Lurus Komersial - Garis Lurus Fiskal
33639988.000
Paired Samples Test Paired Differences Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval of the Mean Difference Lower Upper 15369953.802
6873652.303
14555669.710
52724306.290
t
df
Sig. (2tailed)
4.89 4
4
.008
Tabel 4.11 Uji Hipotesis (Penyusutan Aktiva Tetap) Dari tabel datas maka dapat diketahui bahwa nilai Sig. (2-talled) 0,008 yaitu <0,05 dengan nilai thitung diketahui 4,894 sedangkan nilai ttabel 3,182 atau thitung > ttabel, maka hipotesis diterima yaitu terdapat perbedaan sebelum dan sesudah dilakukannya perbandingan melalui metode penyusutan aktiva tetap berdasarkan komersial dan fiskal. PENUTUP Kesimpulan 1.
Jika tunjangan diberikan dalam bentuk natura/kenikmatan, maka PT.Wahana Semesta Banten tidak bisa memasukkannya sebagai unsur biaya operasi. Namun saat tunjangan tersebut dimasukkan dalam bentuk uang, maka biaya tersebut dapat dimasukkan kedalam biaya operasi. Peluang ini tercantum dalam pasal 6 ayat 1 huruf a. Kemudian juga dapat dilakukan juga melalui biaya pelatihan karyawan dengan pemberian pengembangan SDM 119 | J u r n a l A k u n t a n s i
2.
bagi kaaryawan Jurnalis Junior. Dan peluang selanjutnya seperti yang telah dilakukan oleh PT.Wahana Semesta Banten yaitu dengan melakukan pembiayaan pengisian pulsa, adapun peluang ini tertuang dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-220/PJ./2002 tentang perlakuan pajak penghasilan atas biaya pemakaian telepon seluler dan kendaraan perusahaan sehingga dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa. Sedangkan untuk efisiensi pajak sendiri setelah dilakukan penerapan tax planning melalui deductible expenses yaitu diperoleh efisiensi pajak 11,93% pada tahun 2010, 16,68% pada tahun 2011, 18,11% pada tahun 2012, 21,33% pada tahun 2013, dan 14,79% pada tahun 2014. Adapun setelah dilakukan uji hipotesis melalui uji Paired Sample Test, nilai. Sig. (2-tailed) yaitu menunjukan nilai 0,000 yaitu Nilai. Sig. <0,05 dengan nilai thitung diketahui 22,437 sedangkan nilai ttabel 3,182 atau thitung > ttabel sehingga hipotesis diterima yaitu terdapat perbedaan atas pajak penghasilan sebelum dan sesudah dilakukannya tax planning melalui deductible expenses. Biaya penyusutan aktiva tetap pada PT. Wahana Semesta Banten setelah dilakukan perhitungan fiskal menjadi lebih besar dibandingkan sebelum dilakukannya perhitungan fiskal, yaitu menjadi lebih besar Rp 872,638,637 atau senilai 25% lebih besar dari biaya penyusutan aktiva tetap berdasarkan perhitungan komersial. Sedangkan untuk efisiensi pajak sendiri setelah dilakukan perhitungan secara fiskal maka diperoleh efisiensi 1,32% pada tahun 20010, 11.68% pada tahun 2011, 11,79% tahun 2012, 13,92% pada tahun 2013, dan 8,52% pada tahun 2014. Adapun setelah dilakukan uji hipotesis melalui uji Paired Sample Test, nilai. Sig. (2-tailed) yaitu menunjukan nilai 0,008 yaitu Nilai. Sig. <0,05 dengan nilai thitung diketahui 4,894 sedangkan nilai ttabel 3,182 atau thitung > ttabel sehingga hipotesis diterima yaitu terdapat perbedaan atas pajak penghasilan sebelum dan sesudah dilakukannya perbandingan melalui metode penyusutan aktiva tetap berdasarkan komersial dan fiskal.
Rekomendasi Beberapa saran yang dapat dijalankan perusahaan dalam perencanaan pajaknya yaitu sebaiknya tunjangan diberikan dalam bentuk uang dan bukan dalam bentuk natura, sebab jika tunjangan diberikan dalam bentuk natura/kenikmatan, maka PT.Wahana Semesta Banten tidak bisa memasukkannya sebagai unsur biaya operasi. Namun saat tunjangan tersebut dimasukkan dalam bentuk uang, maka biaya tersebut dapat dimasukkan kedalam biaya operasi sesuai dengan pasal 6 ayat 1 huruf a. Dengan membebankannya sebagai biaya, maka laba usaha akan menurun yang mengakibatkan menurunnya beban pajak. Jika tujuannya adalah untuk pengematan pajak, maka perusahaan lebih baik memilih dibiayakan karena akan mengurangi laba yang akhirnya akan memperkecil pajak. DAFTAR PUSTAKA Agus, Sukrisno dan Estralita Trisunawati. 2012. Akuntansi Perpajakan. Jakarta, Penerbit Salemba Empat. 120 | J u r n a l A k u n t a n s i
Jurnal Akuntansi. Vol. 2 No. 1. Juli 2015
ISSN 2339-2436
Eva Indira Pratiwi, Desak. 2012. Perencanaan Pajak sebagai Upaya Legal untuk Meminimalkan Pajak Penghasilan Studi Kasus KSU Griya Anyar Sari Bogor. Judisseno, Rimsky K. 2005. Pajak dan Strategi Bisnis. Jakarta, Penerbit Gramedia Pusaka Utama. Natakharisma, Vykana dan Sumadi, I Kadek. 2014. Analisis Tax Planning Dalam Meningkatkan Optimalisasi Pembayaran Pajak Penghasilan Pada PT.Chidehafu. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. Vol 8; (324-339) Ratag, Giantino A. 2013. Perencanaan Pajak Melalui Metode Penyusutan Aktiva Tetap Untuk Menghitung PPh Badan Pada PT.Bank Sulut. Jurnal EMBA. Vol.1; (950-958) Rori, Handri. 2013. Analisis Penerapan Tax Planning Atas Pajak Penghasilan Badan. Jurnal EMBA. Vol1; (410-418) Rumuy,Renita dan Effendi Rizal. 2012. Penerapan Perencanaan Pajak Penghasilan Badan Sebagai Upaya Efisiensi Pembayaran Pajak PT Sinar Sasongko. Jurnal STIE MDP Silitonga, Laorens. 2013. Penerapan Tax Planning Atas Pajak Penghasilan Badan Pada CV.Andi Offset Cabang Menado. Jurnal EMBA. Vol.1; (829-839) Suandy, Erly. 2008. Perencanaan Pajak. Edisi 4. Jakarta, Penerbit Salemba Empat Waluyo. 2008. Perpajakan Indonesia. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Salemba Empat Zain, Mohammad. 2008. Manajemen Perpajakan. Edisi 3. Jakarta, Penerbit Salemba Empat _________. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96 /PMK.03 /2009 tentang Jenis-Jenis Harta yang Termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan. 2009 _________. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. 2008
121 | J u r n a l A k u n t a n s i