Volume XI No.2, 7%. 2005
Volume XI No. 2, Th. 2005
SEJARAH PENGELOLAAN LAHAN GAMBUT Dl INDONESIA {The History of Peatland Management In Indonesia)
[2] Syakir, M. 1996. Budidaya lada perdu. Mone graf tanaman lada. p. 93-104. Balai Penelltian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. [3] Mosse, B. 1981. VA Mycorrhiza research for tropical agriculture. Research bulletin 194. Hawaii Institute of tropical agriculture and human resources. University of Hawaii. Hawaii. 82 p. [4] Sieverding, E. 1991. Function of mywrrhiza.
~uwardi',Budi ~ u l ~ n n t o Basuki ', ~umawinata'dan Apong saadrawatiZ Staf pengajar Departemen Tanah, Fakultas Pertanian, lnstitur Pertanian Bogor ' ~ l u r n n iDepartemen Tanah, Fakultas Penanian, Insti tut Pertanian Bogor J1. Meranti Kampus IPB Dramaga, Bogor I6680 TelpFaks: 025 1-629360/629357, email:
[email protected]
I
Vesicular-arbuscut ar mycorrhizae. Management in tropical agrosystems. Eschborn, Republic of
Germany. 37Ip. (51 Nartea, RN. 1990. Soil organic matter. Basic soil fertility. University of the Philippines. ~ilirnan-~iezon city.. 161 Hesse, P.R. 1984. Potential o f organic materials
h 4
g I-
a I-
:-
n
for soil impruvement. In organic maner and rice. IRRI. LQS F3afios. p.35-56. [7] Bentivenga, S.P. and J. B. Morton. 1995. A monograph o f the genus Gigdspora incorporating developmental panerns of morphological characters. Mycologia 6 7 : f 10-'132. [8] Pearson, V. G ,and H. (3. Diem. 1982. Endomycorrhizae in thc tropicr. Microbiology a t the tropical soils and plant productivity. London. p. 208-25 1. { 9 ] Sheikh, N.A,, S. R. Saif, and A. G Khan. 1975. Ecology of Endogone. 11. Relationship o f Endogone spore pspulation wirh chemical soil facrors. Islamabad Journal, Sci. 2:6-9. (101De La Cruz, R. E. 199 1. Final report of the con-
sultant on mycorrhiza program development in the IUC Biotechnology Center. PAU-IPB, bogar.
Gakuryok~i
ABSTRACT Indonesia has more rhon 17 million hectares of peatland, but the urtlrrorron of !ha1 land hasn't oprimr~m A 101 of rearland reclumalion causes t h m ecos!srettl daniagc because ?t' a wmng concepr and rts uppl(;iltion cle~ign.To rrevenr more seriow damage iii i 6 Jutut.~. ~ i t z ,.z~ect+~li I ~ E .teckntqrrc of ~ c a r l c n d monclgemenr. The obj>rtrve of his rescwch is ro e ~ ~ a l z , ~~~hr c~ccknipue q:' prurland manugcmeni 6j. ~rodtr~onai people, governnrent, and prtvnfe companies. The rcsrrlrs show [bat Banjarese and Dmak tradtrional people I~o~be succeeded in ogrtcttitt~rcllpeat/an,i dcvelopmen~ D n j ~ 4people rnanogc7 pearland bchind :-iverhunk ( / n e e ) for their agrrct~lruralla/ld. Norurally, this urea 1.5 more fertile than the othdrs hecarrse of thr tmpai, ofmudfron~rilUerredinrcr~tatton.B ~ n j a r e s ep e o p l ~opert ;;I
Key words : Peatland. Peat dome, Tide impact, Tradilional pcoplc
PENDAHULUAN
r.
Indonesia merniliki tanah gambut seluas i 17 juta hektar yang tersebar d i Sumatera (9,7 juta ha). Kalimantan (6,3 juta ha) dan pulau lain (1,3 juta ha)
[ I ] . Secara umum kondisi lahan gambut Indonesia dapat dikategorikan menjadi: hutan gambut alami,
lahan rawa gambur, berupa sisa tebangan hutan, dan lahan pertanian berupa !ahan gambut yang sudah dikeringkan. Karena keterbatasan sifat fisik-kimia tanahnya, lahan gambut yang sudah dimanfaatkan secara optimal untuk pertanian hanya _+ 400.000
hektar [2]. Masjarakat adat Dayak dan Banjar telah berhasil mengembangkan pertanian di lahan gambut dengan tetap menjaga kelestarian !ahannya,akan tempi, proyek Pernbukaan Lahm Gambut (PLG) sqiuta hektar yang dilakukan secara besar-besaran oleh pernerintah mengakibatkan kerusakan ekosistem, sehingga d inilai menerap kan konsep dan desain pengembangan lahan yang salah. Keberhasilan dan kegagalan tersebut, perlu dikaji untuk mendapatkan suatu sistem pengelolaan yang lebih optimal, sehingga pemanfaran lahan gambut di masa yang akan datang tidak mznimbulkan kerusakan yang lebih parah. llntuk itu, penelillan ini bertujuan untuk: mempclajari teknik pengelolaan lahan gambut yang dilakukan oleh masyarakat tradisional. pzmerintah,
dan pihak s ~ d s t a .dan fakror-faktor keberhasllan dan keeagalan dalam prngelolaan lahan gambut.
BAHAN DAN METODE Data yang ada dikumpulkan, dievaluasi, kemudian dikelornpokan menjadi: 1 ) Pengelolaan lahan gambut oleh masyarakat tradisionat, 2) Pengelalaan lahan gambut olrh ~ e m r r i n t a h 3) , Pengelolaan lahan gambut oleh pihak swajta. Dari klasifrkas~di atas dikaji kekurangan dan irrlebihan setiap pola pengelolaan. Selanjutnya dilakukan penarikan kesimpulan dan saran pengelolaan yang terbaik unmk pengelolaan lahan gambut di mn;a yang akan datang.
HASIL D A X PEMBAHASAN PengeIofuan Lalratr
Gambuf
oleh Masyarakar
Tradisional 1. Masyarakat Dayak Sebelum tahun 1920. masyarakat Day& pedalaman di Kalimantan SeIatan telah mulai mengelola lahan gambut tipis pada daerah di belakang tanggul sungai (back srvanlp) yang mereka sebut petak lawazr. Mereka mcngelola petak lawau untuk sawah tadah hujan. Daerah tanrguI sungai merupakan dee-
C'olume XI No. 2, 7%. 2005
Gakwryoku rah yang subur karena diptngaruhi oleh limpasan se-
dimen dari sungai. Pada dasarnya masyarakat Dayak sangat krganrung pada alam. Dalam rnengelola lahan, rnereka mtmpunyai sistem pertanian gilir balik yang senantiasa menjaga keseimbanganalam dengan proses pemanfaatan mengikuti siklus alamish. Masyarakat telah membagi zona pemanfaatan lahan menjadi: zona pemukiman, semak belukar, bekas ladang (jurtmgan), ladmg (pahumaan), perkebunan, zona keramat, dan zona lindung ( W a n ) . Zona keramat sampai zona lindung adatah areal yang tidak boleh dibuka rnenjadi lahan pertanian. Dengan adanya pengaturan zona tersebut, pada saat lahan pertanian sudah rnulai tidak subur lagi mereka akan berpindah mencari lahan serupa dI tempat lain. Setelah ditinggalkan selama :-7 tahun bekas ladang akan menjadi semak, setelah 7-12 tahun semak tersebut akan menjadi hutan yang disebut Jurungan. Mereka akan membuka kembali tahan bekas ladang setelah 30 tahun, ketika lakan telch menjadi hutan. Cara tersebut dilakukan terus menerus, sehingga pola berladang menjadi sebceh siklus alarniah dalam waktu yang panjang [3]. Minimnya teknik pengolahan lahan dan prngairan, menyeba4kan masyarakat Dayak hanya mampu mempertahankan lahan tersebvt sarnpai 5 tahcn, setelah itu lahan ditinggalkan. Dengan pengaturan poia pengairan yang baik, daerah ini sebenarnyu cccok untuk pengembangan padi sawah.
2. Masyarakat Banjar Sekitar tahun 1 950-an penduduk Banjar mulai berdatangan kc falingkau untuk mendapatkan lahan pertanian baru. Pernbukaan lahan gambut untuk Iahan pertanian diawali dengan pembuatan "handii" yang merupakan saluran drainase utama (Gambar 1). Handit dibuat tegak lurus sungai besar, dan biasanya merupakan perpanjangan dari cabang sungai yang ada yang digali dan diperpanjang menuju lahan pertmian sampai sepanjang 4- 10 krn. Ktdalaman saluran mencapai 1 meter, dcngan lebar 2 meter. Handil berfungsi sebagai: a. Saluran drainase, digunakan untuk membuang keltbihan air dan air asam dari lahan pertanian,
dian
b.
Saluran irigasi yang dapat mengalirkan air tawar pada saat pasang menuju sebagian Iahan. Narnun irigasi ini tcrbatas pada topografi dan jarak sungai dengan lahan, sehingga jangkauan air irigasi ini sangat terbatas. c. Sebagai jalur komunikasi. Saluran tersebut dapat digunakan sebagai sarana transportasi (perahu) untuk mengangkut hasil produksi.
hilir [ Pr
rah I
gam b but d pada air ga jadi
Stlain handil terdapat saluran lain yaitu parit. Parit dibuat tegak lurus salurar~utarna (handil), dan ditempatkan setiap 30 depa atau lebih, dengan ukuran lcbar 1 meter dan kcdalaman 50 cm. Parit juga digunahn untuk sarana transportasi dalarn pengangkutan hasil produksi. Handil dan parit yang dibuat dengan relatif dangkal (k 1 rn) ini dapat mtnccgah drainase yavg berlebihan. sehingga suhsidensi ranah dapat diperlambat. Level permukaan air pada petakan sawah dikontrol dengan suatu pintu air yang d isebut "r~har"yang diternpatkan pada sepanjang saluran primer (dengan jarak tertentu) dan perpotongan saiuran utanla dengan saluran sekunder (Gam bar 2). P r n ~ . auran t pengairan demikian memungkinkan pembukaan dan penutupan (tabat) dilakukan pada szat yang tepat. sehiagga kerusakan tanah akibat kuxlltas air irigasi yans turuk dapat dihindarkan. Denean pengaturan drainase dan manhgemen air tersebut, masyarakat Banjar dapat mempertahznkan produktiv~ tas lahan gambut sampai 20 tahun. 3. Proyek Pembukaan Persawahan Pasang Surut (P,S). Pengembangan kawasan rawa pasang surut erat kaitannya dengan program penempatan trarsrnigrasi. Kcgiatan tersebut dipusatkan di daerah pasang surut kawasan pantai Tirnur Sunlatera (Gambar 3). Persiapan lahan dilakukan pada awal musim hujan, yang dirnulai dengan menebas semak belukar, setelah ttbasan semak kering baru dibakar. Tahap selanjutnya adalah pembuatan galengan-galengan dan saluran. Pencetakan sawah dilakukan dengan pernbuatan saluraan drainase. yang terdiri atas: Saluran Primer, Saluran Drainase U tama (SDUJ, Saluran Drainase Skunder (SDS), dan saluran pedesaan.
block 200 x 30 d e p
boundary of two blocks
Figure 1 . Arrangement o f Blocks and Handil in Peatsoil Designed by Baniarese People [dl.
121
pirit,
asam,
gam ( an. U rus d rut,
(
Y ang lawar
4. P
H
K dalan jukka rawa
sidcr, r~nta nian. "Pen: batas
Figurc 2. Channel and Bluck System for Rice Field in Larva Tani Villagt (Figurc did not Refer with Scalr)
IS]
Sebal karaq scbel P:
638.C 2
Setiap petan, memperoleh I ha (200 x 50 m ) [ahan garapan. Dalam pelaksanaanya dibagi menjadi 4 petakar,, masing-masing herukuran SO x SO m 2. Untuk tujuan rfislensi Iahan, pernupukan dan pengairan, petani dianjurkan bertanam dcngan pola surjan. Sistem surjan ini ternyata juga dapat meningkatkan intensitas produksi dengan adanya diversifikasi tanaman.
Penerapan pola surjan di lahan rawa pasang surut, kemudian menghadapi masalah dengan adanya lapisan pirit pada lapisan bawah tanah gambut. Pembuatan guludan dapat rnengakibatkan lapisan pirit teroksidasi. keadaan tersebut &an mengakibatkan tingginya sumbangan asam-asam pada tanah, dengan drmikian pH akan turun sesara drastis. Dengan den1ikian dalam penerapan pola surjan perlu d ~pert~atikan ukuran surjan yang disesuaikan dengan lipologi lahannya. Saluran drainase yang dibangun untuk rnendistribusikan air ke areal sawah-sawah rransmigran, ternyata menghadapi kendala dalam mendistribusikan air ke lahan di daerah tengah, karena lahan tidak terjangkau pasang surut. Kesulitan pendistribusian air tersebut berkaitan dengan perbedm elevasi (makin ketengah makin tinggi) dan a d a v a konduktifitas hidrolik tanah Fang sangat cepat. ~ r h ~ n g gair a sulit rnenjangkau daerah tengah Kendala tersebur kemu-
362.C
ga k( proye a PI at
m si b. K la c.
P'
-.
m ta ta
s, bang
m
hagai diker panj s
1.12! tersic
an P meni
dan j S
paka; cuci salur