Analisis Kinerja Keuangan Berdasarkan Metode EVA Dan Profitabilitas Pada Perusahaan Food And Beverage Yang Terdaftar Pada BEJ Periode 2000 – 2005 Muhammad Al Amin Universitas Muhammadiyah Magelang Abstact The aim of the investation wants to gets margin. The problems to reach it is how the industries affect the exchange and what about the variabel which affetc this. The research title is the analise of financial performance based on EVA and profitabilitbity ratio on food and bavarage manufacture which listed on 2000 – 2006. The independent variable which to investigate are EVA (economic value added) method and ROA (return on assets), ROE (return on equity), ROS (return on sales) as profitability ratio. While the dependent vaiabel is financial performance. The data collected used the purposive sampling method that the data which entering must have the criteria should be listed on indonesian exchange on 2000 – 2006 period. The manufacture which have investigated must the food and beverage factories, and release their annually finance reports completely. The reseach result is the EVA and protability ratio have no influencei resiprok, but the have an difference on the reach their target. Baed the t test (independetn t test) find the EVA and profitabilitability difference on their influence to financial performance. Keywords : economic value added, return on assets, return on equity, : return on assets, financial performance
Pendahuluan Pendekatan tradisional yang masih berlaku saat ini adalah penilaian atau pengukuran kinerja perusahaan dengan rasio tertentu yang tidak memasukkan faktor biaya modal (cost of equity). Pendekatan ini pada angka-angka yang tertera dalam laporan keuangan suatu perusahaan yang dipublikasikan (neraca dan laporan laba rugi). Angka-tersebut kemudian dihubungkan, baik angka yang tertera dalam satu laporan keuangan neraca atau laporan laba rugi saja maupun antar dua laporan keuangan (neraca dan laporan laba rugi) sehingga membentuk suatu
rasio.
Rasio
keuangan
dalam
literatur
manajemen
keuangan,
dikelompokkan menjadi rasio likuiditas (quick ratio, current ratio, dan lain-lain), rasio aktivitas (umur piutang, putaran persediaan, perputaran aktiva tetap, putaran total aktiva, dan lain-lain), rasio solvabilitas (total utang terhadap total asset, times
interest earned, charged coverage, dan lain-lain), rasio profitabilitas (profit margin, ROA, ROE, dan lain-lain), dan rasio pasar (PER, dividend yield, dividend payout ratio, EPS, dan lain-lain) (Prastowo, 1995). Pemeringkatan perusahaan yang go public berdasar pada metode EVA yang sedang marak dipraktekkan. Pemeringkatan tersebut dilakukan untuk melihat perusahaan-perusahaan yang mempunyai kinerja keuangan berdasar EVA yang dihasilkan.
Penerapan EVA sebagai pengukur kinerja menjadi kian relevan
karena mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai tambah sekaligus mengeliminasi rekayasa keuangan. EVA merupakan pengukuran kinerja yang memuat total faktor kinerja karena memasukkan semua unsur dalam laporan laba rugi dan neraca perusahaan. Hal ini berbeda dengan pendekatan tradisional yang biasanya hanya memfokuskan pada salah satu ukuran pertumbuhan seperti pertumbuhan pendapatan dan rasio tingkat pengembalian investasi. Kedua pengukuran ini (pertumbuhan pendapatan dan ROI) dianggap berisiko karena jika perusahaan berfokus pada pertumbuhan yang besar saja tanpa memperhatikan tingkat kembalian yang lebih tinggi dari biaya modal, akan menghancurkan nilai perusahaan (Sholikah, 2003). EVA sudah digunakan berbagai perusahaan di Amerika Serikat seperti Coca-Cola, AT & T, Quaker Oats, Eli Lilly, dan Tenneco. Survey pada beberapa perusahaan di Amerika Serikat oleh Manufacturer's Alliance mengungkapkan bahwa EVA merupakan pengukur kinerja yang membuat perusahaan lebih memfokuskan perhatian pada penciptaan nilai perusahaan (Siti Resmi, 2003). Pada saat ini EVA sudah banyak digunakan untuk mengukur kinerja keuangan, penulis ingin membandingkan apakah ada perbedaan pemakaian analisis EVA dengan rasio profitabilitas, sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengukuran kinerja keuangan pada beberapa perusahaan food and beverage di Indonesia selama periode tertentu. Pengambilan data selama periode tertentu dimaksudkan untuk mempermudah pengumpulan data, dan kelengkapan data yang diperoleh hanya pada tahun tertentu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Metode EVA terhadap kinerja keuangan pada perusahaan food and beverage yang terdaftar
2
pada BEJ
periode 2000 – 2006, dan untuk mengetahui pengaruh rasio
profitabilitas terhadap kinerja keuangan pada perusahaan food and beverage yang terdaftar pada BEJ periode 2000 - 2006
Kajian Teori dan Penurunan Hipotesis Kinerja Keuangan merupakan suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan akuntabilitas dalam rangka menilai keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan kegiatan atau program kebijaksanaan sesuai dengan sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam rangka mewujudkan misi dan visi perusahaan.
Informasi yang dicantumkan
dalam laporan keuangan meliputi neraca, laporan rugi laba, laporan posisi keuangan, kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis keuangan yaitu analisis likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas. Pernyataan baik buruknya kinerja sebuah perusahaan dapat diukur dari laporan keuangan yang dikeluarkan secara periodik. Laporan keuangan tersebut berupa neraca, rugi laba, arus kas dan perubahan modal yang secara bersama-sama memberikan gambaran tentang posisi keuangan perusahaan. Informasi dalam laporan keuangan digunakan investor untuk memperoleh perkiraan laba dan deviden dimasa mendatang dan resiko penilaian. Berdasarkan informasi tersebut, maka pengukuran kinerja perusahaan dari laporan keuangan dapat digunakan sebagai alat ukur pertumbuhan kekayaan pemegang saham (investor) (Abdullah, 2004). Penggunaan alat ukur kinerja maka akan membantu mengarahkan dan memotivasi pihak manajemen terhadap persamaan tindakan dan tujuan, sebagai bagian dari mekanisme control terhadap prestasi yang ditargetkan tercapai, mengidentifikasi seberapa efektif strategi atau kebijaksanaan dalam perusahaan, dan bertindak sebagai dasar pemberian renumeration, insentif dan pertimbangan jabatan.
Berdasarkan
literatur
manajemen
keuangan,
rasio
keuangan
dikelompokkan menjadi rasio likuiditas (quick-ratio, current ratio dan lain-lain); rasio aktivitas (rata-rata umur piutang, perputaran persediaan, perputaran aktiva tetap, perputaran total aktiva, dan lain-lain); rasio solvabilitas total utang terhadap
3
total aset, times interest earned, fixed charged coverage, dan lain-lain); rasio profitabilitas (profit margin, ROA, ROE, dan lain-lain); dan rasio pasar (PER, dividend yield, dividend payout ratio, EPS, dan lain-lain) (Prastowo, 1995). Chen dan Dodd (2001) mengatakan bahwa secara tradisional, laporan keuangan lebih menekankan ada laba akuntansi (accounting earning) meskipun disadari bahwa teori penilaian ekuitas lebih mementingkan futurre cash flow dalam menentukan harga saham suatu perusahaan. Argumen yang mendasari hal tersebut adalah informasi tentang earning (laba) merupakan indikator lebih baik bagi kemampuan perusahaan komunitas investasi dengan memasukkan laba sebagai input utama, sebagai contoh PER menjadi alat analisis yang paling sering digunakan sebagai indikator keuangan di pasar modal. Literatur akuntansi dan keuangan bahkan menyarankan accounting earning mempunyai peran penting di pasar modal dilihat dari persepektif institusi (praktisi). Hal ini juga konsisten dengan bukti empiris mengenai pentingnya kandungan informasi akuntansi menurut kalangan akademisi. EVA diakui sebagai pengukur kinerja perusahaan yang paling baru dan inovatif karena dapat mengkoreksi dua tipe kesalahan yang dimiliki oleh accounting earning. Pengukuran kinerja yang tepat seharusnya mampu mengukur bagaimana strategi manajemen menciptakan nilai shareholder, yang diukur dengan the riskadjusted return on invested capital. Pengukuran yang tepat harus dapat menggabungkan antara the required rate of return on invested capital, mengukur dengan
akurat
jumlah
capital
yang digunakan
oleh
perusahaan,
dan
menghubungkannya dengan the risk-adjusted return yang akan diperoleh shareholder. Pengukuran kinerja keuangan yang baik juga seharusnya dapat mengetahui seberapa baik suatu perusahaan menghasilkan operating profit. Operating profit merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba (profit) tertentu dengan menggunakan sejumlah modal yang diinvestasikan. Investor (shareholder) harus mendapatkan paling tidak opportunity cost dari modal yang diinvestasikan. Oleh karena itu untuk dapat mengukur kinerja keuangan dengan baik, perusahaan harus mengurangi operating profit nya dengan cost of capital.
4
Pengukuran dengan cara seperti ini disebut EVA. EVA telah lama dikenal oleh para ekonom sebagai economic profit, yaitu nilai profit yang melebihi (kurang dari) tingkat pengembalian minimum yang bisa diperoleh (diderita) oleh pemegang saham dan kreditor dengan berinvestasi di sekuritas lain yang mempunyai risiko sebanding (opportunity cost). (Prastowo, 1995). Belakangan ini berkembang pendekatan baru untuk menilai kinerja keuangan perusahaan dengan model pendekatan EVA sebagai singkatan dari Economic Value Added atau nilai tambah ekonomi. Pendekatan model EVA diperkenalkan pertama kali pada tahun 1993 di sebuah perusahaan konsultan USS yaitu Stern Steward Management Services (SSMS). (Abdullah, 2004) Dalam akuntansi manajemen, EVA telah popular sebagai alat untuk menilai kinerja (performance) suatu pusat investasi. EVA dikatakan sebagai alat yang lebih baik dalam menilai kinerja manajer divisi dibandingkan dengan ROI. Dengan penilaian berdasar ROI, manajer divisi mungkin akan enggan melakukan investasi kalau investasi akan menurunkan ROI divisi meskipun dapat menaikkan laba perusahaan secara keseluruhan EVA merupakan laba operasi setelah pajak (after tax operating income) dikurangi dengan total biaya modal (total cost of capital). Total biaya modal merupakan tingkat biaya modal dikalikan dengan total modal yang diinvestasikan (Utama, 1997). Cara lain menghitung EVA adalah : EVA = (tingkat pengembalian atas modal - tingkat biaya modal) x total modal. EVA positif jika tingkat pengembalian yang dihasilkan lebih tinggi daripada tingkat pengembalian modal yang diminta investor, yang berarti perusahaan telah memaksimumkan nilai perusahaan. Demikian sebaliknya, EVA negatif menandakan bahwa nilai perusahaan berkurang sehingga tingkat pengembalian yang dihasilkan lebih rendah daripada tingkat pengembalian yang dituntut investor, yang berarti perusahaan tidak berhasil menciptakan nilai bagi pemilik modal. Penghitungan EVA dalam berbagai kondisi tidak harus persis sama dengan rumus tersebut karena terdapat beberapa penyesuaian terhadap laba operasi setelah pajak yang disusun berdasar Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) - di Indonesia Standar Akuntansi Keuangan (SAK). Oleh karena itu beberapa
5
perusahaan mempunyai versi berbeda dalam menghitung EVA dengan melakukan penyesuaian-penyesuaian. Misalnya, penghitungan EVA menurat Lee (dalam Utama, 1997) mencakup laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham dan biaya modal atas ekuitas. Model EVA menawarkan parameter yang cukup obyektif karena berangkat dari konsep biaya modal (cost of capital) yakni mengurangi laba dengan beban biaya modal, dimana beban biaya modal ini mencerminkan tingkat resiko perusahaan. Selain itu, beban biaya modal juga mencerminkan tingkat kompensasi atau return yang diharapkan investor atas sejumlah investasi yang ditanamkan di perusahaan. Besarnya return bergantung pada resiko karena semakin tinggi tingkat resiko investasi maka makin tinggi return yang diharapkan sebagaimana prinsip investasi high risk high return. Hasil perhitungan EVA yang positif merefleksikan tingkat return yang lebih tinggi daripada tingkat biaya modal. Kondisi ini menunjukkan perusahaan mampu menciptakan nilai tambah bagi pemilik perusahaan berupa tambahan kekayaan. Oleh karena itu, beberapa langkah penting dalam menghitung angka EVA melalui perhitungan cost of debt, cost of equity, struktur permodalan, weighted average cost of capital. Sedangkan koefisien beta digunakan untuk menentukan tingkat resiko (Kasmir, 2000). EVA atau economic value added sebagai pengukur kinerja menjadi kian relevan karena mencerminkan kemampuan perusahaan dalam menciptakan nilai tambah sekaligus mengeliminasi rekayasa keuangan. Lebih menarik lagi adalah bahwa EVA merupakan pengukuran kinerja yang memuat total faktor kinerja karena memasukkan semua unsur dalam laporan laba/rugi dan neraca perusahaan. Hal ini berbeda dengan pendekatan tradisional yang biasanya hanya menfokuskan pada salah satu ukuran pertumbuhan seperti pertumbuhan pendapatan dan rasio tingkat kembalian investasi (return on investment, selanjutnya disingkat ROI). Kedua pengukuran ini (pertumbuhan pendapatan dan ROI dianggap berisiko karena jika perusahaan berfokus pada pcrtumbuhan yang besar saja tanpa memperhatikan tingkat kembalian yang lebih tinggi dari biaya modal, akan mcnghancurkan nilai perusahaan. Sebaliknya jika hanya berfokus menggemukkan ROI saja, manajemen cenderung menekan aset atau mengerem investasi.
6
Akibatnya manajemen akan enggan untuk melakukan investasi meskipun investasi tersebut menguntungkan perusahaan dalam jangka panjang. EVA merupakan paduan antara kedua pendekatan tradisional tersebut, sehingga pengukuran dengan model ini diharapkan lebih mencerminkan nilai perusahaan yang sebenarnya. Pengukur kinerja EVA muncul sebagai antisipasi kelemahan pengukur kinerja akuntansi tradisional yang hanya mendasarkan pada laba akuntansi (accounting income) dan tidak memasukkan modal atas ekuitas. EVA telah banyak digunakan di berbagai perusahaan di Amerika Serikat seperti CocaCola, Quaker Oats, Eli Lilly, dan lainnya. (Utama, 1997). Pengukuran kinerja yang tepat seharusnya mampu mengukur bagaimana strategi manajemen menciptakan nilai shareholder, yang diukur dengan the riskadjusted return on invested capital. Pengukuran yang tepat harus dapat menggabungkan antara the required rate of return on invested capital, mengukur dengan
akurat
jumlah
capital
yang digunakan
oleh
perusahaan,
dan
menghubungkannya dengan the risk-adjusted return yang akan diperoleh shareholder. Pengukuran kinerja keuangan yang baik juga seharusnya dapat mengetahui seberapa baik suatu perusahaan menghasilkan operating profit. Operating profit merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba (profit) tertentu dengan menggunakan sejumlah modal yang diinvestasikan. Dengan demikian, investor (sharehoder) harus mendapatkan paling tidak opportunity cost dari modal yang diinvestasikan. Oleh karena itu untuk dapat mengukur kinerja keuangan dengan baik, perusahaan harus mengurangi operating profit nya dengan cost of capital. Pengukuran dengan cara seperti ini disebut EVA (Indri, 2005). Konsep Economic Value Added dalam menilai kinerja keuangan perusahaan jika dilihat dari sisi profit, penyedia dana maupun pihak-pihak terkait akan terkecoh, karena laba yang tinggi belum menjamin terjadi nilai tambah bagi perusahaan. Selain itu manajemen perlu meningkatkan efektifitas dan efisiensi biaya untuk menghindari EVA yang negatif. Rumus dasar EVA adalah laba operasi setelah pajak dikurangi total biaya modal. Tolok ukur yang digunakan adalah apabila EVA > 0 berarti kinerja perusahaan baik, jika EVA = 0 adalah
7
menunjukan posisi impas dan jika EVA < 0 menunjukan tidak ada nilai tambah ekonomis ke dalam perusahaan. Hasil EVA yang negatif menandakan bahwa selama periode penelitian manajemen perusahaan tidak berhasil memberikan nilai tambah ekonomis kepada perusahaan dan hasil EVA yang positif menandakan telah terjadi proses nilai tambah ekonomis bagi perusahaan. Selain itu meskipun laba perusahaan naik belum tentu EVA-nya juga akan naik, karena hal ini sangat tergantung pada struktur modal serta ongkos modal setiap komponennya. (Abdullah, 2004). Pengukuran kinerja dengan model EVA berangkat dari adanya kelemahan pengukuran akuntansi tradisional yang tidak memperhitungkan biaya modal atas ekuitas jika suatu investasi dibiayai dari dana ekuitas (capital). Penghitungan EVA yang telah diuraikan sebelumnya menunjukkan bahwa perusahaan harus memasukkan biaya utang (cost of debt) dan biaya modal atas ekuitas (cost of equity) dalam menentukan EVA. Pemilik ekuitas (shareholder) mempunyai risiko yang lebih tinggi dibandingkan dengan kreditor, oleh karena itu besarnya biaya modal atas ekuitas seharusnya lebih tinggi daripada besarnya biaya utang. Jika manajer dinilai berdasar EVA, dia akan selalu memilih investasi yang dapat memaksimumkan tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal agar diperoleh EVA positif, yang berarti dapat memaksimumkan nilai perusahaan. Penghitungan tingkat biaya modal (cost of debt dan cost of equity) mengharuskan perusahaan untuk memperhatikan kebijakan struktur modalnya. Dengan dimasukkannya biaya modal atas ekuitas dalam menghitung EVA, pengukur kinerja EVA menfokuskan pada nilai yang sesungguhnya. EVA sebagai alternatif penilaian kinerja perusahaan yang relatif baru memiliki beberapa keunggulan dan kelemahan. Keunggulan yang dimiliki EVA menurut Utama (1997:10) diantaranya adalah: a. EVA merupakan alat ukur yang dapat berdiri sendiri tidak memerlukan adanya suatu perbandingan dengan perusahaan sejenis dalam industri dan tidak perlu pula membuat suatu analisis kecenderungan dengan tahun-tahun sebelumnya.
8
b. EVA adalah alat pengukur kinerja perusahaan yang melihat segi ekonomis dalam pengukurannya, yaitu dengan memperhatikan harapan-harapan para pemilik modal (kreditur dan pemegang saham) secara adil. Dimana derajat keadilannya dinyatakan dengan ukuran tertimbang dari struktur modal yang ada dan berpedoman pada nilai pasar bukan nilai buku. c. Model EVA dapat dipakai sebagai tolak ukur dalam pemberian bonus kepada karyawan. EVA merupakan tolak ukur yang tepat untuk menjalankan stockholders satisfaction concept yakni memperhatikan karyawan, pelanggan dan pemilik modal. d. Meskipun model EVA berorientasi pada kinerja operasional akan tetapi sangat berpengaruh untuk dipertimbangkan dalam penentuan arah strategis perkembangan potofolio perusahaan. EVA selain mempunyai keunggulan-keunggulan seperti tersebut di atas, juga mempunyai beberapa kelemahan diantaranya: a. Secara konseptual EVA memang lebih unggul daripada pengukur tradisional akuntansi, namun secara praktis belum tentu dapat diterapkan dengan mudah. Penentuan biaya modal saham cukup rumit sehingga diperlukan analisis yang lebih mendalam tentang teknik-teknik menaksir biaya modal saham. b. EVA adalah alat ukur semata dan tidak bisa berfungsi sebagai cara untuk mencapai sasaran perusahaan sehingga diperlukan suatu cara bisnis tertentu untuk mencapai sasaran perusahaan. c. Masih mengandung unsur keberuntungan (tinggi rendahnya EVA dapat dipengaruhi oleh gejolak di pasar modal). d. EVA hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu tahun tertentu. e. EVA mendorong pengalokasian dana perusahaan untuk investasi dengan biaya modal yang rendah. Investasi yang demikian umumnya memiliki resiko yang kecil sehingga secara tidak langsung EVA mendorong perusahaan untuk menghindari resiko padahal sebagian besar inovasi-inovasi dalam bisnis memiliki resiko yang sangat tinggi terutama dalam era pasar bebas yang penuh dengan ketidakpastian.
9
Rasio profitabilitas, yaitu rasio yang mengukur efesiensi
penggunaan
aktiva manajemen secara keseluruhan sebagaimana ditunjukkan dari keuntungan yang diperoleh dari penjualan dan investasi (Abdullah, 2004). Ratio profitabilitas menurut Bambang Riyanto (1998) adalah ratio yang menunjukkan hasil akhir dari sejumlah kebijaksanaan dan keputusan terdiri dari perhitungan terhadap profit margin on sales, return on total asset, return on net worth dan lainnya. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam kegiatan operasinya merupakan focus utama dalam penilaian prestasi perusahaan (analisis fundamental perusahaan) karena laba perusahaan selain merupakan indicator kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban bagi para penyandang dananya merupakan
elemen dalam penciptaan nilai perusahaan yang menunjukkan
prospek perusahaan dimasa yang akan datang. Tingkat profitabilitas perusahaan pada analisis fundamental biasanya diukur dari beberapa aspek antara lain ROA, ROS dan ROE. Meskipun sudah digunakan secara luas oleh investor sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan investasi karena nilainya tercantum dalam laporan keuangan, penggunaan analisis ratio keuangan sebagai alat pengukur kinerja akuntansi konvensional memiliki kelemahan yaitu mengabaikan adanya biaya modal sehingga sulit untuk mengetahui apakah suatu perusahaan telah berhasil atau tidak.
Hubungan Metode EVA dan Profitabilitas dengan Kinerja Keuangan Penggunaan metode EVA dan ratio profitabilitas akan membantu investor mengetahui bagaimana kinerja perusahaan yang dijadikan tempat investasi, terutama kinerja keuangan perusahaan.
Kedua metode tersebut merupakan
indikator tentang berapa sebenarnya modal dan operasional perusahaan. Apabila ditinjau dari metode EVA dan profitabilitas menunjukkan hal yang positif, maka berarti kinerja perusahaan
juga baik dan akan mengalami peningkatan, dan
kesejahteraan para pemegang sahamnyapun akan semakin baik. Dari kajian teori tersebut maka hipotesis yang diambil adalah:
10
H1
:
Terdapat pengaruh Metode EVA terhadap pengukuran kinerja keuangan pada perusahaan food and beverage yang terdaftar pada BEJ periode 2000 - 2006
H2 :
Terdapat pengaruh rasio profitabilitas terhadap pengukuran kinerja keuangan pada perusahaan food and beverage yang terdaftar pada BEJ periode 2000 - 2006
Metode Penelitian Obyek Penelitian ini adalah Perusahaan Sektor Food and Baverage yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada periode tahun 2000 sampai dengan tahun 2006. Populasi dan sampel yang digunakan untuk penelitian ini adalah data dari Perusahaan Sektor Food and Baverage yang go publik yang menerbitkan laporan keuangan yang lengkap dan dipublikasikan pada Indonesia Capital Market Directory sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2005. Pengambilan sampel menggunakan metode kuota purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel dengan kriteria-kriteria tertentu, kriteria yang ditentukan adalah perusahaan yang terdaftar selama periode 2000 - 2005 mengeluarkan laporan keuangan secara konsisten dan lengkap, dan perusahaan yang tergabung dalam industri food dan bavarage. Setelah dilakukan rekapitulasi terhadap data dari ICMD, didapatkan 21 perusahaan yang memenuhi kriteria diatas.
Identifikasi Variabel Penelitian Penelitian
ini
membandingkan
dua
mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan.
variabel
yang
masing-masing
Adapun variabel
penelitian
tersebut adalah Variabel X1 adalah Economic Value Added (EVA), dan Variabel X2 adalah profitabilitas meliputi ROE, ROA dan ROS perusahaan yang diteliti. Variabel
Y adalah kinerja keuangan perusahaan yang menjadi sample pada
penelitian ini.
11
Definisi Operasional Penelitian 1.
EVA (economic value added) merupakan hasil pengurangan total biaya modal terhadap laba operasional setelah pajak. EVA dihitung dengan rumus : EVA = NOPAT – (Capital x c) Keterangan : - NOPAT
= net operating profit after tax yaitu laba bersih (net/loss income after tax) ditambah bunga setelah pajak.
- c
= biaya kapital adalah biaya bunga pinjaman dan biaya ekuitas yang digunakan untuk menghasilkan NOPAT tersebut dan dihitung secara rata-rata tertimbang)
- Capital
= jumlah dana yang tersedia bagi perusahaan untuk membiayai perusahaan
Langkah penghitungan EVA adalah sebagai berikut : a. menghitung biaya hutang b. menghitung biaya atas ekuitas c. menghitung struktur permodalan dari neraca d. menghitung NOPAT e. menghitung biaya modal rata-rata tertimbang f. menghitung EVA 2.
ROE (rasio pengembalian modal atau return of equity). Rasio ini mengukur seberapa efektif perusahaan memanfaatkan kontribusi pemilik atau seberapa efektif perusahaan menggunakan sumber lain untuk kepentingan pemilik. ROE dihitung dengan rumus : ROE
3.
laba bersih mod al pemilik
ROA (return on asset). Rasio ini disebut juga return on investment, yang mengukur seberapa efektif perusahaan memanfaatkan sumber ekonomi yang ada untuk menciptakan laba. ROA dihitung dengan rumus : ROA
laba bersih total aktiva
12
4.
ROS (return on sales). Rasio ini mengukur seberapa efektif penjualan yang dilakukan dapat memberikan laba bagi perusahaan. ROS dihitung dengan rumus : ROS
laba bersih penjualan
Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kuantitatif, karena dalam penelitian ini variabel independennya lebih dari satu, maka metode yang digunakan dalam menganalisis data yaitu dengan menggunakan beberapa motode, yaitu Uji Normalitas, Uji korelasi Pearson dan independent sampele t test. Untuk memudahkan proses penghitungan dibantu dengan program statistic SPSS for windows release 14.00.
Analisis data dan pembahasan
A. Uji normalitas data Kenormalan data dalam penelitian ini diuji menggunakan uji Kolmogorov - Smirnov. Data dinyatakan terdistribusi normal apabila Asymp Sign > Alpha (5%), bila Asymp Sign < Alpha (5 %) maka dinyatakan tidak terdistribusi secara normal. Hasil pengujian ditabulasikan sebagai berikut : Table 1. Hasil uji normalitas data Variable
Asymp. Sig
ROE ROA ROS EVA
0,000 0,000 0,000 0,000
Sumber : Data Primer Yang Diolah, 2007
Pada grafik probability plot terlihat bahwa sebaran data mengikuti garis diagonal.
Sehingga dinyatakan bahwa data pada penelitian sudah
bersifat normal.
13
B. Analisis Korelasi Pearson Hasil uji terhadap korelasi Pearson disajikan dalam table berikut : Table 2.Korelasi Pearson ROE ROE
ROA
ROS
EVA
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
1 126 .604** .000 126 .572** .000 126 .098 .276 126
ROA .604** .000 126 1 126 .896** .000 126 .262** .003 126
ROS .572** .000 126 .896** .000 126 1 126 .143 .110 126
EVA .098 .276 126 .262** .003 126 .143 .110 126 1 126
Table 2 tersebut menunjukkan bahwa korelasi Pearson antara variable yang diamati dapat dijelaskan sebagai berikut : Uji korelasi antara ROE dan EVA menghasilkan nilai koefisien korelasi (r ) sebesar 0,098 dengan nilai signifikansi (P value) sebesar 0,276. karena nilai P value tersebut lebih besar dari 0,05, maka dapat dinyatakan bahwa tidak terjadi hubungan antara kedua variabel tersebut. Uji korelasi antara ROA dan EVA menghasilkan nilai koefisien korelasi (r ) sebesar 0,262 dengan nilai signifikansi (P value) sebesar 0,003, karena nilai P value tersebut lebih kecil dari 0,05, maka dapat dinyatakan bahwa terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut. Uji korelasi antara ROS dan EVA menghasilkan nilai koefisien korelasi (r ) sebesar 0,143 dengan nilai signifikansi (P value) sebesar 0,110. karena nilai P value tersebut lebih besar dari 0,05, maka dapat dinyatakan bahwa tidak terjadi hubungan antara kedua variabel tersebut. C. Uji t beda rata-rata Evaluasi teoritik ini dilakukan untuk mengetahui arah hubungan dan besar koefisien dari setiap variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya. Arah hubungan tersebut dapat diketahui dari tanda dalam koefisien
masing-masing variabel Diharapkan hasil dari tanda koefisien
14
masing-masing variabel independennya tersebut positif terhadap teori yang telah diajukan. Hasil uji t ditabulasikan sebagai berikut : Table 3.Hasil uji normalitas data Variable
T hitung
T table
Criteria
ROE – EVA
2,789
1,70
Signifikan
ROA – EVA
5,239
1,70
Signifikan
ROS – EVA
4,675
1,70
Signifikan
Sumber : Data Primer Yang Diolah, 2007
Tabel diatas diperjelas dengan uraian sebagai berikut : Hasil pengujian berdasarkan statistik uji t beda rata-rata diketahui bahwa nilai t hitung sebesar 2,789, dengan nilai signifikansi sebesar 0,006. berarti bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara
ROE dan EVA
terhadap pengukuran kinerja keuangan berdasarkan kedua variable tersebut. Hasil pengujian berdasarkan statistik t test paired sampled diketahui bahwa nilai t hitung sebesar 5,239, dengan nilai signifikansi sebesar 0,00. berarti bahwa terdapat perbedaan pada pengukuran ROA dan EVA terhadap kinerja keuangan. Hasil pengujian berdasarkan statistik t test paired sampled diketahui bahwa nilai t hitung sebesar 4,675, dengan nilai signifikansi sebesar 0,00. berarti bahwa antara ROS dan EVA terdapat perbedaan diantara kedua variable tersebut terhadap kinerja keuangan.
Pembahasan Hasil Penelitian Penerapan konsep EVA dalam mengukur kinerja keuangan memberikan informasi apakah laba yang dihasilkan oleh perusahaan telah berhasil emnciptakan nilai tambah atau tidak. Hasil ini teramati dari hasil return baik Return on equity (ROE), return on asset (ROA) maupun return on sales (ROS). Secara individual, masing-masing variabel menunjukkan keterkaitan satu sama lain, dimana hasil uji t hitung lebih besar daripada t tabel ataupun apabila dilihat dari nilai signikansi menunjukkan nilai yang lebih besar daripada 0,05.
15
Dari sisi yang lain bahwa tingginya tingkat pengembalian dari masingmasing aspek (ekuitas, aset dan penjualan)
menunjukkan bahwa laba yang
dihasilkan perusahaan lebih tinggi dari biaya yang digunakan, sehingga terjadi nilai tambah pada masing-masing perusahaan.
Apabila melihat dari tingkat
profitabilitas, secara garis besar menunjukkan bahwa masing-masing perusahaan sampel mempunyai tingkat profitabilitas yang tinggi. Total Asset merupakan indikasi pertumbuhan perusahaan terutama besarnya pendapatan yang diterima. Proporsionalitas
antara
biaya
operasional
dan
pendapatan
operasional
menunjukkan bahwa dalam pengelolaan biaya operasional sebanding dengan pendapatan operasionalnya sehingga pertumbuhan perusahaan tergolong sehat. (Sholikah, dkk, 2003). Asset merupakan sumber ekonomi yang dimiliki perusahaan. Sebuah perusahaan dikatakan bonafit dan sehat apabila perusahaan tersebut mempunyai total asset yang cukup besar. Maka apabila total aset tinggi dapat dikatakan return berdasarkan asset akan tinggi pula. Sehingga profitabilitas perusahaan ditinjau dari asset sangat menguntungkan. ROA merupakan proksi dari profitabilitas perusahaan menunjukkan kecenderungan apabila profitabilitasnya tinggi menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba di masa yang akan datang dan laba merupakan informasi penting bagi investor sebagai pertimbangan dalam menanamkan modalnya. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Rita Kusumawati (2004) bahwa profitabilitas sebagai indikator return yang akan diterima sebuah perusahaan. Penjualan pun dapat mengindikasikan kondisi keuangan perusahaan. Besarnya nilai penjualan menunjukkan return sebuah perusahaan. Apabila dibandingkan efektifitas pemakaian EVA dan profitailitas, meskipun keduanya dapat diterapkan untuk mengukur kinerja perusahaan, tetapi pada saat ini konsep EVA – lah yang mulai banyak digunakan.
Bahkan menurut
pendapat Hansen dan Mowen (2000), dinyatakan bahwa pemakaian konsep EVA lebih efektif dibandingkan dengan pemakaian rasio profitabilitas.
Penemuan
Norton dan Kaplan dianggap lebih sederhana dan mudah dipahami bahkan oleh kalangan non finansial. Surya (2002) menyatakan bahwa prinsip dasar dalam penerapan EVA
memperkecil dampak material
dan mempemudah melacak
16
kesalahan-kesalahan yang terjadi penggunaan pengukur kinerja EVA berangkat dari
adanya
kelemahan
pengukuran
akuntansi
tradisional
yang
tidak
memperhitungkan biaya modal atas ekuitas jika suatu investasi dibiayai dari dana ekuitas (capital), Penghitungan EVA yang telah diuraikan sebelumnya menunjukkan bahwa perusahaan harus memasukkan biaya utang (cost of debt) dan biaya modal atas ekuitas (cost of equity) dalam menentukan EVA. Kelebihan EVA dibandingkan dengan
kinerja
akuntansi
tradisional
adalah
dilakukannya
adjustment
(penyesuaian), terhadap biaya-biaya tertentu yang dikeluarkan. Penyesuaian ini manajemen terdorong melakukan investasi yang berdampak baik terhadap kinerja perusahaan dalam jangka panjang.
Sebagai pengukur kinerja memang lebih
akurat dibandingkan dengan pengukur kinerja tradisional, akan tetapi sebagai pengukur kinerja secara umum EVA memiliki kekurangan karena cenderung mengabaikan non finansial dan kepentingan stakeholder. Kelemahan yang lain adalah bahwa penghitungan EVA mendasarkan pada laporan keuangan, kemungkinan dapat direkayasa pembukuannya untuk mendapatkan EVA positif. Hubungan antara nilai pasar dari perusahaan, biaya modal, dan pengembalian atas investasi modal, menyebabkan banyak jenis rasio seperti pengembalian atas modal (return on equity—ROE), pengembalian atas investasi (return on investment— ROI), dan pengembalian atas aktiva netto (return on net assets—ROA). Sebagian ukuran ini terbukti lebih baik dari yang lain, tetapi semuanya mengandung masalah yang serupa, dimana rasio-rasio ini mengabaikan ukuran dan pertumbuhan dari korporasi dan menjebak para manajer untuk memindahkan sumberdaya ke aktivitasaktivitas atau unit bisnis yang memiliki rasio paling tinggi. Sebagai contoh, seorang manajer
yang
kurang
berpengalaman
barangkali
berkata,
"Mengapa
kita
memfokuskan sumberdaya kita pada produk-produk konsumsi massal, yang hanya memiliki ROI 15%, sementara divisi produk khusus memiliki ROI 30%?" Rasio tersebut mungkin terlihat superior, tetapi pendapatan absolut yang dihasilkan oleh divisi produk konsumsi massal mungkin jauh lebih besar karena volume pasarnya yang besar. (Siti Resmi, 2003). Disinyalir bahwa pemakaian ukuran-ukuran rasio semacam ini telah menyebabkan banyak perusahaan melepaskan bisnis-bisnis bervolume besar, tetapi memiliki rasio rendah, kepada pesaing-pesaing mereka.
17
Kesimpulan Hasil dari penelitian ini menunjukkkan tidak terdapat pengaruh Metode hubungan secara signifikan antara EVA dengan ROE, ROA dan ROS. Tidak adanya korelasi ini lebih disebabkan karena masing-masing mempunyai arah perbandingan sendiri dan belum memperhatikan biaya modal, dimana biaya modal merupakan factor yang sangat menentukan dalam menilai kinerja suatu perusahaan. Tetapi berdasarkan uji secara simultan variabel-variabel dalam penelitian ini (ROE, ROA dan ROS) mempengaruhi kinerja perusahaan. Hasilhasil penelitian tentang pengaruh kinerja EVA dengan kinerja keuangan menunjukkan hasil yang konsisten, yaitu tidak ada pengaruh. Hal ini terjadi karena EVA bukan sebuah system tetapi EVA hanya sebuah indicator. EVA hanya menunjukkan sebuah nilai tambah murni dari sejumlah dana yang ditanamkan dalam suatu perusahaan, sedangkan kinerja ditentukan oleh system dan praktek manajemen dalam perusahaan. Oleh karena itu dapat tetap diperlukan indicator lainnya sebagai alat ukur kinerja suatu perusahaan.
18
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Faisal, 2004, Manajemen Perbankan, Edisi Kedua, Malang : Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang Brigham, Eugene F dan Joel F. Houston, 2001, Manajemen Keuangan, Jilid 1, Erlangga, Jakarta. Damodar Gujarati, 2000, Ekonometrika Dasar, Jakarta, Erlangga. Ghozali, Imam, 2001. Aplikasi Analisa Multivariate Dengan Program SPSS. Semarang UNDIP Husnan, Suad, 1996, Dasar-Dasar Teori Portofolio Dan Analisis Sekuritas, Edisi Kedua, Yogyakarta : UPP-AMP YKPN Indri, 2005, Analysis Pengaruh Economic Value Added Terhadap Kinerja Perusahaan Pada 10 Perusahaan Go Public Yang Sahamnya Tergolong Blue Chips Di BEJ, Media Ekonomi Vol. 11 No. 2 Kasmir, 2000, Manajemen Perbankan, Jakarta : PT Rajagrafindo Persada Mahmud M. Hanafi dan Abdul Halim, 2000. Analisis Laporan Keuangan. UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Mulyadi, 1997, Peranan Analisa Ratio Perbankan Sebagai Sumber Informasi Finansiil Bagi Manajemen BRI, www.geocities.com. Prastowo, Dwi, 1995, Analysis Laporan Keuangan : Konsep dan Aplikasi, Yogyakarta : UPP AMP YKPN Putri Desi Dan Kiryanto, 2004, Analisis Pengaruh Kinerja Keuangan Dengan Alat Ukur EVA Dan ROA Terhadap Return Saham Pada Perusahaan Manufactur Di BEJ, Jurnal Akuntansi Indonesia, Volume 1 Maret 2005 Riyanto, Bambang, 1999, Dasar-Dasar Pembelanjaan Perusahaan, BPFE, Yogyakarta Sholikah Nur Rohmah Dan Rina Trisnawati, 2003, Perbandingan Economic Value Added Dan Profitabilitas Perusahaan, Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Volume 2 No. 1 April 2003 Siti Resmi, 2003, Economic Value Aded (EVA) Sebagai Pengukur Kinejra Perusahaan : Sebuah Harapan Dan Kenyataan, Jurnal Akuntansi Dan Manajemen, Yogyakarta : STIE YKPN Suryo, Alexander, 2002, Metodologi Penghitungan EVA, SWA No. 22/XVII Utama, Siddharta, 1997, Economic Value Added : Pengukur Penciptaan Nilai Perusahaan, Usahawan No. 04 Tahun XXVI
19