PEMETAAN PELABUHAN PERIKANAN PANTAI SADENG KABUPATEN GUNUNGKIDUL MENGGUNAKAN UAV Abdul Basith1 (), Catur Aries Rokhmana1, Christine Noegroho Kartini1, Horas Togatorop2Fitrawan Pradanakusuma2, Dwi Putra Ananta2, Trias Sugeng Prayoga2, Yudhono Prakoso3, Untung Leksono4
ABSTRACT
1Staf Pengajar Jurusan Teknik Geodesi FT-UGM Jln. Grafika No. 2 Yogyakarta, Telp. +062274-520226, Email:
[email protected] 2Mahasiswa Jurusan Teknik Geomatika FT-UGM 3Mahasiswa Pascasarjana Teknik Geomatika FT-UGM 4Kepala PPP Sadeng, Gunungkidul
Abdul Basith
Coastal fishing port (PPP) Sadeng located in the bay Sadeng, Sadeng Songbayu Village, District Girisubo, Gunungkidul. Another interesting side is the main corridor access to PPP Sadeng be regarded as an ancient chanel of Bengawan Solo. With its location overlooking the South coast, this port was threatened by tsunamis. The provision of spatial data is very useful both for the development of this port as well as to study the tsunami disaster mitigation. This study use UAV (Unmanned Aerial Vehicle) to collect photo images of Sadeng. A total of 8 points GCP measured to be used in photo processing. Coverage areas include the measurement of the mouth of the port to the east and west respectively as far as2.5 km; of the port basin to the North as far as 2 kilometers. The area of the shooting is ± 1200 ha. The number of photo images successfully obtained are 2536 photos from 13 flyways. Images processing produces orthophoto images and DTM of Sadeng. Error of orthophoto rectification is 0.043 meter. This value is smaller than GSD that is 0,058 meter. From DTM, the main access approacing Sadeng has a slope of 1%, meaning it is ramp slope. On the other hand, cross sectional profiles resembling cross section of river forming “V” or “U” shapes.
Katakunci: UAV, PPP Sadeng, DTM, orthophoto ABSTRAK
Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng terletak di teluk Sadeng, Desa Songbayu Sadeng, Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunungkidul. Sisi lain yang menarik adalah koridor utama akses ke PPP Sadeng dikatakan sebagai alur purba Bengawan Solo. Dengan lokasinya yang menghadap pantai Selatan, pelabuhan ini pun terancam dengan tsunami. Penyediaan data spasial sangat berguna baik untuk pengembangan pelabuhan ini maupun untuk kajian mitigasi bencana tsunami. Penelitian ini mengguanakan wahana USV (Unmanned Surface Vessel) untuk mengkoleksi citra foto Sadeng. Sebanyak 8 titik GCP diukur untuk digunakan dalam pemrosesan foto. Cakupan daerah pengukuran meliputi dari mulut ke arah Timur dan Barat masing-masing sejauh 2,5 km; dari kolam pelabuhan ke Utara sejauh 2 kilometer. Luas daerah pemotretan ±1200 ha. Citra foto yang berhasil diperoleh sebanyak 2536 foto dari 13 jalur terbang. Pengolahan citra foto menghasilkan citra ortofoto dan DTM Sadeng. Hasil rektifikasi ortofoto memiliki error 0.043 meter. sementara nilai GSDnya sebesar 0,058 meter. Dari DTM diketahui bahwa alur masuk ke pelabuhan Sadeng mempunyai keiringan 1%. Dari DTM yang dihasilkan dapat ditunjukkan bahwa potongan-potongan melintang sepanjang koridor menunjukkan pola potongan melintang sungai. Disisi lain, profil memanjang mulai kolam pelabuhan ke arah keluar pelabuhan sejauh 2,5 km menunjukkan kemiringan yang landai yaitu 0,1 % dengan potongan melintang menyerupai potongan sungai dengan bentuk “V” atau “H”.
Katakunci: UAV, Pelabuhan Sadeng, DTM, ortofoto
I. Pendahuluan
Pantai Sadeng merupakan salah satu pantai di Kecamatan Girisubo Kabupaten Gunungkidul yang terletak di 1100 46’ 00’’ BT dan 080 11’ 45’’. Secara geologi, alur masuk ke pantai Sadeng merupakan jalur purba Bengawan Solo yang akibat proses tumbukan lempeng oleh lempeng Australia terhadap lempeng Eurasia di Pulau Jawa menyebabkan arah alirannya ke pantai Utara yang semula ke pantai Selatan (Putrohari, 2006).
Pelabuhan Sadeng termasuk tergolong sebagai Pelabuhan Perikan Pantai (PPP) mengacu fungsinya. Pelabuhan Pantai Sadeng mempunyai potensi antara lain: 1) kelas pelabuhan pendaratan ikan yang telah ditingkatkan, 2)
sebagai obyek wisata pantai disebabkan spesifiknya bentang alamnya yang didominasi perbukitan Karst/kapur, 3) infrastruktur yang mendukung (akses jalan, tempat lelang ikan, dermaga, pemecah gelombang (breakwater), kantor syahbandar, tempat makan, tempat ibadah dan lain-lain), 4) dapat digunakan untuk kajian praktis dan ilmiah dalam hal dinamika kelautan, penataan wilayah pesisir, kebencanaan, desain dan keselamatan pelabuhan.
Seperti halnya pantai/pelabuhan di bagian selatan Pulau Jawan, pelabuhan Sadeng terpapar oleh ancaman bencana tsunami. Gambar 1 menunjukkan kawasan zona subduksi selatan perairan Selatan Pulau Jawa yang dipenuhi dengan titik-titik lokasi gempa yang lalu maupun potensi seismic
Prosiding Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia (FIT ISI), 19-20 November 2015, Malang ISSN: 2406 – 9051 Volume 2, Edisi 1, Tahun 2015
gap (Natawidjaja, 2012). Sebuah stasiun pasut yang termasuk dalam jaring pemantau tsunami InaTEWS (Indonesia Tsunami Early Warning System) telah di pasang di pelabuhan ini sebagai bahan untuk peringatan dini tsunami.
Gambar 1. Zona seismic gaps (Natawidjaja, 2012) Seiring dengan dinamika PPP Sadeng, pelabuhan ini layak untuk dikembangkan baik dari sisi peningkatan level/status pelabuhan maupun kesiagsiagaan bencana tsunami. Namun demikian, untuk mencapai kedua hal tersebut diperlukan informasi spasial seperti peta skala besar. Sayangnya, informasi spasial seperti ini belum tersedia. Salah satu metode penyediaan data spasial adalah melalui pemotretan udara menggunakan wahana UAV (Unmanned Aerial Vehicle). Penggunaan wahana ini cukup tepat mengingat relatif sempitnya cakupan wilayah Sadeng dibandingkan menggunakan pesawat konvensional ditambah dengan kondisinya yang berbukit-bukit. Oleh karena itu, tujuan utama penelitian ini adalah untuk menyediakan data spasial wilayah PPP Sadeng berupa citra ortofoto dan DTM (Digital Terrain Model) dan mendeskripsikan morfologi alur menuju pantai Sadeng dari DTM. II. Tinjauan Pustaka
Alur masuk ke pelabuhan Sadeng termasuk kawasan lembah kering. Dalam zona tersebut terdapat banyak patahan (lineament) serta sabuk hancuran (fracture belt) akibat tektonik (Tjia, 2013). Sementara, teori tumbukan tektonik mengindikasikan bahwa alur masuk ke pantai Sadeng adalah alur purba Bengawan Solo. Lempeng Australia menyusup ke bawah lempeng Eurasia di Indonesia sehingga menyebabkan terangkatnya bagian selatan Pulau Jawa, yang mencakup alur purba Bengawan Solo, dan pada ujungnya menyebabkan aliran Bengawan Solo ke Utara, Laut Jawa (Putrohari, 2006). Seiring perkembangan waktu, pantai Sadeng meningkat statusnya sebagai Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP), memfasilitasi sebagai tujuan wisata, tempat bongkar hasil
tangkapan dan pelelangan ikan (Zakiyah, 2009). Disisi lain, pelabuhan Sadeng merupakan sejumlah kecil infrastruktur di Pantai Selatan Yogyakarta (Kongko & Hidayat, 2014). UAV merupakan teknologi alternatif pemotretan udara dengan kondisi khusus seperti koridor sempit, jauh dari landas pacu, serta akses lokasi yang sulit (Eisenbeiss, 2011). Aplikasi UAV beragam seperti penyediaan data untuk manajemen bencana alam (Maza, Caballero, Capitán, Martínez-de-Dios, & Ollero, 2011), memonitor perbukitan dan lereng (Tahar, Ahmad, Akib, & Mohd, 2013), memonitor erosi (d’Oleire-Oltmanns, Marzolff, Peter, & Ries, 2012), penyediaan data spasial untuk keperluan khusus (Bollard-Breen et al., 2015), dan pemetaan dan pemantauan tanaman dan lahan pertanian (Shofiyanti, 2011 ). Ketelitan posisi UAV telah dapat ditingkatkan dengan teknik kinematik GPS (Tahar et al., 2013) Mengingat potensi dan luasnya cakupan aplikasi UAV, cakupan pelabuhan Sadeng yang berbentuk koridor sempit, dan belum tersedianya data spasial skala besar, maka teknologi ini menjadi alternatif penyediaan data spasial wilayah ini. III. Metodologi
Kegiatan ini menggunakan 4 reciever GPS Geodetic untuk penyediaan koordinat GCPs (Ground Control Points). Jumlah titik GCPs yang diamat adalah 8 titik termasuk titik ikat BM Sadeng yang terletak di depan kantor Kepala PPP Sadeng. Pelaksanaan pengukuran GPS meliputi pembuatan desain jaring segitiga, pemasangan titik GCP dan pengukuran titik GCP. 1.
Pembuatan desain jaring GPS Pembuatan desain jaring segitiga dimaksudkan untuk membantu efektifias waktu didalam pengukuran preemark dan menambah nilai ketelitian dalam pengolahan data titik GCP. Pada penelitian ini, pengukuran dibagi atas dua sesi pengamatan sehingga dibutuhkan dua jaring segitiga yang meliputi: -
-
Sesi I terdiri dari atas 4 titik GCP (Base 1, PM2, PM5 dan PM6) yang ditunjukkan pada Gambar 2. Sesi II adalah pengembangan jaring GPS untuk bisa mencakup alur masuk pelabuhan yang mencakup 5 titik GCP (Base 1, PM3, PM4, PM7 dan PM8) yang ditunjukkan pada Gambar 3.
Prosiding Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia (FIT ISI), 19-20 November 2015, Malang ISSN: 2406 – 9051 Volume 2, Edisi 1, Tahun 2015
pengamatan setiap titik yaitu 2,5 jam atau setara dengan pengamatan titik kontrol pemetaan orde 3 (SNI). Hal ini dilakukan agar mendapatkan kualitas hasil georeferencing foto yang baik saat engolahan data GPS.
Gambar 2. Bentuk jaring GPS sesi I .
2.
Gambar 3. Bentuk jaring GPS sesi II
Pemasangan titik GCP
Titik kontrol atau GCP digunakan sebagai titik penanda dilapangan yang nantinya digunakan untuk melakukan proses georefencence pada tahap pengolahan data foto. Untuk pemasangan titik kontrol dilakukan sebelum melakukan pemotretan udara dengan wahana UAV pada lokasi-lokasi yang telah direncanakan sebelumnya. Adapun titik kontrol yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4.
3.
Gambar 5. Pengukuran titik GCP Pemotretan udara meliputi area dengan luasan sekitar ±1200 ha (Gambar 3) dengan UAV jenis fixed wings (Gambar 6) dengan daya jelajah ± 10 km, sekali terbang durasinya 20-40 menit. Jumlah jalur terbang yang dibuat sebanyak 13 jalur. Pesawat ini dilengkapi dengan kamera IXUS 140 dengan focal length 5 mmm. Resolusi kamera 4608x3456, pixel size 1,33578x1,33578 m dan GSD 6,58 cm. Pemotretan udara dilakukan pada tanggal 25-28 Mei 2015. Sebagai acuan batas wilayah pemotretan digunakan citra Google Earth. Koordinat jalur terbang yang direncanakan dimasukkan dalam Mission Planner dengan lebar grid atau jalur terbang sebesar 150 meter dengan tinggi terbang ditentukan sebesar 250 meter (Gambar 7). Sebelum pemotretan, dilakukan pengecekan terhadap pesawat UAV. Untuk lepas landas maupun mendarat dipilih tempat yang relatif terbuka. Pesawat bergerak secara autopilot mengikuti jalur terbang yang telah direncanakan.
Gambar 4. Titik kontrol/GPS
Pengukuran titik kontrol
Pengukuran titik GCP menggunakan metode statik diferensial dengan menggunakan empat unit receiver GPS (Gambar 5). Untuk pelaksanaan pengukuran dilakukan dengan mengikuti skema desain jaring yang telah dibuat sebelumnya (Gambar 2 dan Gambar 3) dengan lama
Gambar 6. UAV yang digunakan
Prosiding Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia (FIT ISI), 19-20 November 2015, Malang ISSN: 2406 – 9051 Volume 2, Edisi 1, Tahun 2015
Gambar 7. Rencana jalur terbang
Pengolahan data
Data pengamatan GPS diunduh dalam format RINEX. Titik BM Sadeng dengan koordinat φ, λ, h adalah S 80 11’ 22.37517’’ E 1100 47’ 57.86111’’ 3.001 meter diambil sebagai titik ikat. Tahapan pengolahan meliputi pemrosesan baseline, free network adjustment, dan biased adjustment.
Seluruh foto udara dilakukan pengecekan dan penyortiran. Hanya foto yang tegak atau hampir tegak saja yang diproses lanjut. Selanjutnya seluruh foto digabungkan. Koordinat titik-titik GCP digunakan untuk merektifikasi citra foto. Proses selanjutnya meliputi kalibrasi kamera, pembentukan DSM (Digital Surface Model). Dengan klasifikasi antara ground dan surface, data DSM dikonversi menjadi DTM. DTM yang dihasilkan digunakan untuk memproses citra yang telah direktifikasi menjadi citra ortofoto. DTM yang dihasilkan digunakan untuk mendeskripsikan morfologi alur masuk Sadeng dengan membuat potonganpotongan melintang dan memanjang. IV. Hasil dan Pembahasan
Hasil pengolahan jaring GPS sesi I dan sesi II ditunjukkan Tabel 1 dan Tabel 2 berupa nilai koordinat dan simpangan bakunya. Tabel 1. Koordinat titik-titik GPS sesi I
Tabel 2. Koordinat titik-titik GPS sesi II
Dari hasil pengolahan data dapat disimpulkan bahwa nilai simpangan baku titik GCP terbesar pada pengamatan sesi I terdapat pada titik PM_5 yaitu sN 3 mm, sE 2,9 mm dan sH 7,3 mm sedangkan nilai simpangan baku titik GCP terbesar pada sesi II terjadi pada titik PM_7 yaitu sN 1,6 mm, sE 2,7 mm dan sH 5,0mm. Namun demikian, seluruh nilai simpangan baku ini masih dibawah nilai GSD yaitu 6,58 cm. Hasil georeferencing ditunjukkan pada Tabel 3. Nilai rerata RMS yang dicapai adalah 4,3 cm. Nilai ini masih dibawah nilai GSD yaitu 6,58 meter. Tabel 3. Nilai RMS georeferencing
Pemrosesan foto hasil pemotretan dengan UAV menghasilkan DSM (Digital Elevation Model). DSM merupakan model digital permukaan apakah itu melalui permukaan pepohonan, bangunan dan obyek-obyek lain. Untuk menghasilkan DTM maka perlu dilakukan proses filterisasi. Proses filter dari DSM ke DTM menggunakan metode slope dan luas area. Slope atau kemiringan dari surface didapat melalui pengukuran perbedaan ketinggian daerah datar dengan daerah sekitarnya dan luas area diukur pada area datar. Dengan kata lain, misalnya filter menggunakan slope 4 derajat dan luas area 30 m, maka untuk area sepanjang 30 m dan ada kenaikan 4 derajat maka area tersebut dianggap datar. DTM yang dihasilkan ditunjukkan pada Gambar 8.
Gambar 8. DTM Sadeng Resolusi raster DTM yang diperoleh adalah 0.9397 m/pixel dengan densitas point 1.1324 point per m2. Ketelitian dari DTM dapat dilihat dari nilai kesalahan GCP pada saat melakukan proses georeferencing dan proses filter. Proses filter dengan slope dan luas area yang makin mendekati kenyataan akan menghasilkan DTM yang semakin mendekati nilai terrain bumi yang sebenarnya.
Prosiding Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia (FIT ISI), 19-20 November 2015, Malang ISSN: 2406 – 9051 Volume 2, Edisi 1, Tahun 2015
Dari DTM dapat diekstraksikan menjadi garis garis kontur (Gambar 9) yang dapat digunakan pada layouting peta ortofoto (Gambar 10).
Gambar 9. Kontur Sadeng
a
b
datar. Nilai beda tingginya sekitar 25 meter. Kelandaian ini merupakan ciri khas sungai di bagian hilir.
Gambar 11. Profil memanjang Gambar 12 a s.d e menunjukkan penampang melintang dari ujung Utara (irisan a) sejauh sekitar 2,5 meter dari kolam pelabuhan (irisan e). keseluruhan penampang melintang menunjukkan pola sungai yaitu “V” atau “U”. Pola terakhir makin tampak nyata di irisan terdekat dengan kolam pelabuhan.
c a
d e
b Gambar 10. Ortofoto Sadeng Gambar 10 menunjukkan citra ortofoto dan sebaran titiktitik GCP. Tabel 4 berikut ini menampilkan statistik hasil pemrosesan citra ortofoto. Jumlah foto yang direkam sebanyak 2536 dan foto yang tergabung yaitu 2341. Hal ini dapat terjadi akibat adanya daerah laut yang terfoto. Daerah ini susah untuk digabungkan akibat frekuensi warna yang sama pada seluruh daerah pemotretan. Selain itu, terdapat beberapa foto miring yang tidak ikut diproses. Tinggi terbang rata rata yang dicapai yaitu sekitar 239.873 m dan GSD yang diperoleh 0.0587318 m/pixel. Tabel 4. Statistik hasil pemrosesan citra ortofoto
c
d
e Morfologi Sadeng sebagai lembah kering dapat dideskripsikan dari data DTM. Selain itu, dapat juga diperoleh profil melintang maupun memanjang terrain daerah tersebut. Dari profil memanjang diketahui, sampai dengan jarak 2,5 km dari kolam pelabuhan ke Utara menyisir alur masuk Sadeng kemiringannya sebesar 1%. Dengan perkataan lain hampir sangat landai mendekati
Gambar 12. Profil melintang
Berdasarkan informasi morfologi Sadeng baik dari profil memanjang maupun melintang maka dapat dikatakan alur masuk ke Sadeng menyerupai bentuk sungai.
Prosiding Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia (FIT ISI), 19-20 November 2015, Malang ISSN: 2406 – 9051 Volume 2, Edisi 1, Tahun 2015
IV. Penutup Penelitian ini telah menghasilkan menyediakan data spasial berupa citra ortofoto dengan kesalahan sebesar 0,043 meter. Nilai ini lebih kecil dari ukuran GSD yaitu sebesar 0,058 meter. Peta ortofoto ini dapat difungsikan sebagai sumber data spasial utama untuk pembuatan peta-peta terkait pelabuhan. Data spasial yang telah berhasil dibuat berikutnya adalah DTM. Dari DTM dapat diketahui bahwa kemiringan sepanjang koridor ke Sadeng tergolong datar dengan kemiringan 1%. Sementara dari potongan melintang mengindikasikan bahwa bentuk lembah kering Sadeng menyerupai bentuk sungai yaitu berbebtuk “V” atau “U”. Daftar Pustaka
Bollard-Breen, B., Brooks, J., Jones, M. L., Robertson, J., Betschart, S., Kung, O., . . . Pointing, S. (2015). Application of an unmanned aerial vehicle in spatial mapping of terrestrial biology and human disturbance in the McMurdo Dry Valleys, East Antarctica. Polar Biology, 38(4), 573-578. doi: 10.1007/s00300-0141586-7 d’Oleire-Oltmanns, S., Marzolff, I., Peter, K. D., & Ries, J. B. (2012). Unmanned Aerial Vehicle (UAV) for Monitoring Soil Erosion in Morocco. Remote Sensing, 4, 3390-3416. Eisenbeiss, H. (2011). The Potential of Unmanned Aerial Vehicles for Mapping. In D. Fritsch (Ed.), Photogrammetrische Woche 2011. Stuttgart: Wichmann. Kongko, W., & Hidayat, R. (2014). Earthquake-Tsunami in South Jogjakarta Indonesia: Potential, Simulation Models, and Related Mitigation Efforts. IOSR Journal of Applied Geology and Geophysics (IOSR-JAGG), 2(3), PP 18-22.
Maza, I., Caballero, F., Capitán, J., Martínez-de-Dios, J. R., & Ollero, A. (2011). Experimental Results in Multi-UAV Coordination for Disaster Management and Civil Security Applications. Journal of Intelligent & Robotic Systems, 61(1-4), 563-585. doi: 10.1007/s10846-0109497-5 Natawidjaja, D. H. (2012). Siklus Bencana, Prediksi Geologi dan Strategi Mitigasi. Paper presented at the PIT IAG, Yogyakarta. Putrohari, R. D. (2006). Pantai Selatan Jawa Didongkrak Retrieved Mei 2014, 2014, from https://rovicky.wordpress.com/2006/09/23/pantaiselatan-jawa-didongkrak/ Shofiyanti, R. (2011 ). TEKNOLOGI PESAWAT TANPA AWAK UNTUK PEMETAAN DAN PEMANTAUAN TANAMAN DAN LAHAN PERTANIAN. Informatika Pertanian, Vol. 20(2), 58 - 64. Tahar, K., Ahmad, A., Akib, W., & Mohd, W. (2013). Unmanned Aerial Vehicle Photogrammetric Results Using Different Real Time Kinematic Global Positioning System Approaches. In A. Abdul Rahman, P. Boguslawski, C. Gold & M. N. Said (Eds.), Developments in Multidimensional Spatial Data Models (pp. 123-134): Springer Berlin Heidelberg. Tjia, H. D. (2013). Morphostructural Development of Gunungsewu Karst, Jawa Island. H.D. Tjia, 8(2), 75-88 Zakiyah, N. (2009). Dampak Peningkatan Kelas Pelabuhan Perikanan Sadeng Kabupaten Gunung Kidul Terhadap Pengembangan Perekonomian Masyarakat. Master Thesis, Bandung Institute of Technology.
Prosiding Forum Ilmiah Tahunan Ikatan Surveyor Indonesia (FIT ISI), 19-20 November 2015, Malang ISSN: 2406 – 9051 Volume 2, Edisi 1, Tahun 2015