( Word to PDF Converter - Unregistered ) http://www.Word-to-PDF-Converter.netBAB IV DAMPAK DAN IMPLIKASI HARI AKHIRAT TERHADAP PERILAKU MANUSIA (Manusia yang Beriman kepada Hari Akhirat) Sungguh dampak dan implikasi Iman kepada hari akhirat sangat urgen terhadap perilaku manusia dalam rangka meningkatkan amal salih bagi setiap insan yang beriman. Dan sangat menentukan keberadaan manusia itu sendiri pada hari akhirat, utamanya dalam hal keselamatan dan kebahagiaan. Sehubungan hal tersebut, sebagai jawaban dari permasalahan yang diajukan; Bagaimana dampak dan implikasi hari akhirat terhadap perilaku manusia ? Adapun dampak hari akhirat dan implikasinya terhadap perilaku manusia adalah iman (mempercayai) keniscayaannya sebagai landasan aktivitas manusia itu sendiri, dapat kita simak dalam uraian berikut.
A.
Perilaku Manusia Sebagai Individu Pada pembahasan terdahulu sekitar manusia yang tidak beriman kepada hari akhirat,
maka berikut dikemukakan manusia yang beriman kepada hari akhirat. Perilaku mansuia sebagai makhluk individu kaitannya dengan iman kepada hari akhirat bertolak dari ayat-ayat yang mengungkapkan “al-yaum al-a>khir” meliputi; Ikut kepada para rasul,
taat kepada Allah dan Rasul, mendekatkan diri kepada Allah, indikator shalihin’ optimisme pahala pada hari akhirat, berjuang tanpa pamrih atau tanpa menunggu perintah, dan tidak sayang kepada para penantang Allah dan Rasul-Nya. 1. Ikut kepada Para Rasul
Sebagai ikutan kepada para rasul. Ikut kepada rasul berimplikasi pada iman kepada hari akhirat setelah beriman kepada Allah swt., sebagai motivator dalam hati setiap insan yang beriman untuk beraktivitas dalam kehidupan masyarakat baik manusia sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Dan yang terbaik menjadi panutan utama ialah para rasul Allah, yang gigih menyebarkan missinya mening-gikan kalimat tauhid di tengah-tengah kaumnya. Dan percaya kepada hari akhirat sangat besar pengaruhnya terhadap sikap dan perilaku mereka. Secara historis, Alquran mengemukakan bahwa rasul yang utama diikuti sebagai bapak tauhid
ialah Nabi Ibrahim as. Beliau adalah Nabi dan Rasul pertama yang
menanamkan dan menumbuh suburkan ajaran tauhid kepada Allah swt.Tauhid adalah pokok aqidah yang menjadi pegangan dan ajaran seluruh nabi. Keteladanan Nabi Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan beliau dijelaskan dalam Q.S. al-Mumtahinah /60 : 4-6 berikut,
اَّنِإ ْمِهِمْوَقِل اوُلاَق ْذِإ ُهَعَم َنيِذَّلاَو َميِهاَرْبِإ يِف ٌةَنَسَح ٌةَوْسُأ ْمُكَل ْتَناَك ْدَق ُمُكَنْيَبَو اَنَنْيَب اَدَبَو ْمُكِب اَنْرَفَك ِهَّللا ِنوُد ْنِم َنوُدُبْعَت اَّمِمَو ْمُكْنِم ُءآَرُب َميِهاَرْبِإ َلْوَق اَّلِإ ُهَدْحَو ِهَّللاِب اوُنِمْؤُت ىَّتَح اًدَبَأ ُءاَضْغَبْلاَو ُةَواَدَعْلا َكْيَلَع اَنَّبَر ٍءْيَش ْنِم ِهَّللا َنِم َكَل ُكِلْمَأ اَمَو َكَل َّنَرِفْغَتْسَأَل ِهيِبَأِل (ُريِصَمْلا َكْيَلِإَو اَنْبَنَأ َكْيَلِإَو اَنْلَّكَوَت4 ) ًةَنْتِف اَنْلَعْجَت اَل اَنَّبَر )ميِكَحْلا ُزيِزَعْلا َتْنَأ َكَّنِإ اَنَّبَر اَنَل ْرِفْغاَو اوُرَفك َنيِذَّلِل۵) ْمُكَل َناَك ْدَقَل َّنِإَف َّلَوَتَي ْنَمَو َرِخآْلا َمْوَيْلاَو َهَّللا وُجْرَي َناَك ْنَمِل ٌةَنَسَح ٌةَوْسُأ ْمِهيِف (ُديِمَحْلا ُّيِنَغْلا َوُه َهَّللا6 )
Terjemahnya: Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan
kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: "Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatupun dari kamu (siksaan) Allah."(4) (Ibrahim berkata): "Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali, "Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan kami (sasaran) fitnah bagi orang-orang kafir. Dan ampunilah kami ya Tuhan kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana"(5).-Sesungguhnya pada mereka itu (Ibrahim dan umatnya) ada teladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap (pahala) Allah dan (keselamatan pada) hari kemudian. Dan barangsiapa yang berpaling, maka sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Kaya lagi terpuji.(6) Sehubungan ayat tersebut Tuhan menyampaikan kepada Nabi Muhammad saw. agar menyampaikan ajaran tersebut kepada umatnya sebagai pegangan mereka dalam kehidupan, baik sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial, sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al-Maidah/5: 48 yang terjemahnya sebagai berikut: Dan Kami telah menurunkan Kitab (al-Qur’a>n) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang ditu-runkan sebelumnya dan menjaganya. Maka putuskanlah perkara-perkara menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebaji-kan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan. Dalam ayat-ayat tersebut di atas terkandung maksud, bahwa walaupun dalam pelaksanaan syari'at atau cara ibadat para nabi dan rasul berbeda, tetapi dalam pokok akidah sejak Nabi Adam as. sampai kepada Nabi Muhammad saw. sebagai nabi dan rasul Allah yang paling terakhir tetap tidak berubah. Yaitu, ” “ هللا الا هلاالtiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, tiada tempat bergantung segala hidup dan kehidupan manusia kecuali dari Dia, tiada tempat bertawakkal kecuali kepada-Nya, dan tidak beramal kecuaili
karena-Nya. Tidak ada tempat kembali kecuali kepada-Nya. Syari'at mereka berbeda, tetapi akidah tauhid tetap sama,yakni bertuhankan Allah, tiada Tuhan selain Dia. Sebagai pengikut ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. berkewajiban mengikuti ajaran tauhid beliau, dan melesta-rikannya. Di samping mengikuti ajaran akidah tauhid yang dibawa Nabi Muham-mad, juga mengambil dari nabi-nabi yang lain, utamanya Nabi Ibrahim as. sebagai bapak para nabi. Kesucian ajaran agama tauhid tetap dilestarikan oleh Nabi Muhammad saw. bersama para sahabat dan pengikutnya, namun para kaum Quraisy mengotori ajaran tauhid tersebut, dengan penyembahan berbagai macam berhala. Dan mereka tidak mau meneladani Nabi Muhammad saw., tidak mau mengikuti sunnahnya, dan tidak mau meninggalkan bid’ah. Ayat tersebut di atas, menceritakan ketika Nabi Ibrahim bersama dengan pengikutnya yang beriman berkata kepada kaum yang belum beriman,“sesungguh-nya kami berlepas diri dari kalian dan dari apa yang kalian sembah selain Allah swt.” Nabi Ibrahim menyatakan bahwa, permusuhan dan kebencian antara mereka sudah menjadi jelas sampai mereka yang masih berada dalam kekafirannya kembali per-caya kepada Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa. Namun Ibrahim masih tetap mendo'akan ayahnya agar ia meninggalkan kebiasaannya menyembah patung atau berhala. Akan tetapi ayahnya masih tetap berada dalam kekafirannya. Ibrahim mendoakan bapaknya dengan suara lembut dan hormat ia berkata kepada ayahnya yang sangat dia cintai, “wahai ayahku, sungguh benar-benar saya memohonkan ampun untuk ayahanda,” tetapi saya tidak berkuasa sama sekali untuk ayah daripada Allah sedikitpun, saya hanya sebatas memintakan ampunan, hanya sebatas itulah kemampuan saya, tidak ada yang lain. Akan tetapi bagaimanpun halus bahasa Ibrahim dan rasa cintanya kepada ayahnya, ia tidak mampu merubah ketetapan Allah atas diri ayah Ibrahim, bahwa ia tetap dalam kekafiran dan kesesatan yang nyata, ia betul-betul musuh Allah. Ibrahim tidak mampu memberikan petunjuk kepada jalan yang benar, yang dia cintai sekalipun ayah kandungnya sendiri. Setelah nyata baginya bahwa
ayahnya sudah terang-terang menjadi musuh Allah, ia berhenti memintakan ampun kepada Allah sebagaimana diterangkan dalam Q.S. al-Tau-bah/9: 114, اَّمَلَف ُهاَّيِإ اَهَدَعَو ٍةَدِعْوَم ْنَع اَّلِإ ِهيِبَأِل َميِهاَرْبِإ ُراَفْغِتْسا َناَك اَمَو ٌميِلَح ٌةاَّوأل َميِهاَرْبِإ َّنِإ ُهْنِم َأَّرَبَت ِهَّلِل ٌّوُدَع ُهَّنَأ ُهَل َنَّيَبَت
114 ))
Terjemahnya: Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. Dalam tafsir al-Qurt}ubi> diceritakan perkataan Ibnu 'Abbas bahwa, ayah Ibrahim telah berjanji kepadanya akan mengikuti ajaran yang dia bawa yaitu per-caya kepada Allah, dan akan meninggalkan perbuatan musyrik.Setelah ayahnya meninggal atas kekafirannya, baru Ibrahim mengetahui, betul ayahnya adalah musuh bagi Allah swt. Sejak saat itu Ibrahim berhenti mendo'akan ayahnya. Tentu setelah Ibrahim mengetahui ayahnya bahwa ia adalah musuh Allah, sebagai seorang Rasul yang setia kepada Tuhannya, pantaslah kalau Ibrahim melepaskan diri dari ayahnya. Dia tidak lagi mau memintakan bantuan kepada yang menjadi musuh orang tuanya. Sehubungan dengan Q.S. Maryam: 47 yang berbunyi: " "يِّبَر َكَل ُرِفْغَتْسَأَس artinya “saya akan mintakan ampun untukmu kepada Tuhanku.” Abu Bakr bin al-‘Arabiy berkata, sehubungan dengan Nabi Muhammad meminta ampunkan pa-mannya Abu Thalib ketika dalam sakaratul maut.Lalu Allah mengabarkan kepa-danya permohonan ampun Nabi Ibrahim untuk bapaknya, yang diucapkan sebelum jelas kekafirannya bagi Ibrahim. Setelah jelas kekafiran bapaknya, berhentilah mendoakan bapaknya sekaligus memutuskan hubungan dengannya, dia berlepas diri dari padanya. Bagaimana pula engkau Muhammad akan meminta ampunkan paman-mu, Abu Thalib yang sudah meninggal, padahal kamu sendiri menyaksikan kekafi-rannya secara terang-terangan.
Karena kelembutan hati Muhammad saw. dan akhlaknya yang mulia, ia men-do'akan pamannya Abu Thalib ketika dalam sakratulmaut. Diceritakan dari Sa'id ibn Musaib dari bapaknya berkata: “Ketika Abu Thalib menjelang wafat, datanglah kepadanya Rasulullah saw. di dekat Abu Thalib ada abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayyah bin Mugirah.Rasulullah saw. menuntun pamannya lalu beliau berkata: “wahai paman, ucapkanlah “ “ هللا الا هلا الagar saya persaksikan kamu di sisi Allah. Maka Abu Jahal dan Abu Abdullah bin Abi Umayyah berkata: ya Aba Thalib apakah kamu benci kepada millah Abdul Muttalib? Rasulullah tetap mengulangi ucapannya, tetapi Abu Thalib tetap mengikuti perkataan mereka, ia tetap di atas millah (agama) Abdul Muttalib, tidak mau mengucapkan kalimat ””هللاالا هلاالSehubungan hal ter-sebut Allah menurunkan Q.S. al-Taubah /9 :113,
يِلوُأ اوُناَك ْوَلَو َنيِكِرْشُمْلِل اوُرِفْغَتْسَي ْنَأ اوُنَماَء َنيِذَّلاَو ِّيِبَّنلِل َناَك اَم ﴿ِميِحَجْلا ُباَحْصَأ ْمُهَّنَأ ْمُهَل َنَّيَبَت اَم ِدْعَب ْنِم ىَبْرُق113 ) Terjemahnya: Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu, adalah penghuni neraka Jahim. Sehubungan dengan permohonan ampun Nabi Muhammad saw. kepada Allah swt. untuk pamannya, maka Allah berfirman dalam Q.S. al-Qas}as} /28: 56,
ُمَلْعَأ َوُهَو ُءاَشَي ْنَم يِدْهَي َهَّللا َّنِكَلَو َتْبَبْحَأ ْنَم يِدْهَت اَل َكَّنِإ ) َنيِدَتْهُمْلاِب56) Terjemahnya: Sungguh, engkau (Muhammad) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki, dan Dia lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa, Tuhan tidak memperkenankan orang-orang mukmin memintakan do'a untuk orang-orang musyrik yang sudah terang-terang kemusyrikannya, sekalipun orang tersebut adalah keluarga terdekat dalam keturunan nasab, seperti Nabi Muhammad saw. mendo'akan pamannya sendiri, tetapi beliau mendapat teguran dari Allah swt., bahwa Muhammad tidak perlu mendo'akan pamannya, karena dia tidak akan mampu memberikan hidayat orang yang dia cintai sekalipun pamannya sendiri. Tuhan lebih mengetahui orang yang mau menerima petunjuk. Hal tersebut suatu isyarat bahwa permohonan Muhammad untuk pamannya adalah sia-sia, dalam arti tidak berguna bagi pamannya yang sudah dicap oleh Tuhan sebagai penduduk neraka. Akal sehat dapat memahami bahwa orang mukmin yang mendo'akan seo-rang musyrik sekalipun orang yang terdekat dalam keturunan nasab, doanya tidak mungkin terkabulkan. Bagaimana bisa terkabulkan do'a yang diajukan untuk orang yang menjadi musuh bagi Allah, sedangkan tempat berdo'a hanyalah Allah swt., sementara Allah sendiri tidak berkenaan memberikan petunjuk-Nya. Orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat tentu punya harapan masa depan. Sedangkan orang yang tidak punya masa depan, tentu ia tidak beriman kepada Allah dan hari akhirat. Sedangkan orang musyrik sendiri tidak beriman sepenuhnya kepada Allah dan hari akhirat, sehingga walaupun didoakan tidak akan berguna untuknya. Keyakinan terhadap kebenaran hakikat hari akhirat membutuh-kan informasi yang tidak diragukan kebenarannya dari orang yang sangat terpercaya. Orang yang sangat terpercaya dalam keyakinan Islam hanyalah Nabi Muhammad saw. sendiri. Karena hanya dia suri teladan yang terbaik dan benar diikuti segala jejak dan langkahnya, akhlak budi pekertinya, perkataan dan tutur kalimatnya, amal perbuatannya, dan perjuangan serta kesungguhannya. Oleh karena bagi setiap insan yang beriman punya harapan masa depan untuk
membahagiakan dirinya di hari-hari terakhir selayaknya mengikuti ajaran beliau. Sebagai kata kunci firman Allah dalam Q.S. al-Ahza>b/33: 21. َمْوَيْلاَو َهَّللا وُجْرَي َناَك ْنَمِل ٌةَنَسَح ٌةَوْسُأ ِهَّللا ِلوُسَر يِف ْمُكَل َناَك ْدَقَل اًريِثَك َهَّللا َرَكَذَو َرِخآْلا.( 21 ) Terjemahnya Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. Ayat tersebut di atas menjelaskan keteladanan Rasulullah saw. sangat bagus diikuti oleh setiap insan beriman yang mendambakan pahala dari Allah dan kebahagiaan pada hari akhirat, dengan mengikuti sunnahnya meliputi segala perka-taan, perbuatan serta pengakuannya. Dan mengikuti akhlaknya yang mulia, perjua-ngannya yang luhur, demi meninggikan ajaran tauhid. Ajaran yang mempertemukan antara seorang hamba sahaya yang beriman dengan Tuhan Yang Mahagagah lagi Mahaperkasa. Tuhan Yang Mahapenyayang kepada semua hamba-Nya yang beriman pada hari kemudian. Tuhan Yang Mengalahkan segala tuhan di bumi, karena Dialah Maharaja di langit dan di bumi. Demikianlah sikap seorang insan beriman yang ingin bertemu dengan Tuhannya sebagai puncak kebahagiaan pada hari kemudian.
2. Menaati Allah dan Rasul-Nya Pantulan dari sorotan cahaya iman yang terpancar dari lubuk hati orang yang percaya kepada Allah dan hari akhirat sangat berpengaruh kepada ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya serta ketaatan kepada para ulil amri di antara mereka yang beriman. Sejalan dengan firman Tuhan dalam Q.S. al-Nisa>’ /4:59
ْنِإَف ْمُكْنِم ِرْمَأْلا يِلوُأَو َلوُسَّرلا اوُعيِطَأَو َهَّللا اوُعيِطَأ اوُنَماَء َنيِذَّلا اَهُّيَأاَي ِهَّللاِب َنوُنِمْؤُت ْمُتْنُك ْنِإ ِلوُسَّرلاَو ِهَّللا ىَلِإ ُهوُّدُرَف ٍءْيَش يِف ْمُتْعَزاَنَت ( اًليِوْأَت ُنَسْحَأَو ٌرْيَخ َكِلَذ ِرِخآْلا ِمْوَيْلاَو59) Terjemahnya: Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Alquran) dan Rasul (sun-nahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. Dari ayat tersebut, terdapat tiga ketaatan yang sangat urgen untuk diapli-kasikan dalam kehidupan sehari-hari di tengah-tengah masyarakat bagi setiap insan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian yaitu: 1. Ketaatan kepada Allah swt. 2. Ketaatan kepada Rasul Allah swt., dan 3. Ketaatan kepada para ulil amri di antara kaum Mukminin. a. Ketaatan kepada Allah Ketaatan kepada Allah adalah melaksanakan segala perintah-Nya dan me-ninggalkan segala larangan-Nya. Perintah ketaatan tersebut erat kaitannya dengan pemeliharaan amanat dan penegakan hukum, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Nisa>’ /4:58, yaitu : ِساَّنلا َنْيَب ْمُتْمَكَح اَذِإَو اَهِلْهَأ ىَلِإ ِتاَناَمَأْلا اوُّدَؤُت ْنَأ ْمُكُرُمْأَي َهَّللا َّنِإ اًعيِمَس َناَك َهَّللا َّنِإ ِهِب ْمُكـُظِـعَي اَّمـِعِن َهَّللا َّنِإ ِلدـَعْلاِب اوُمُكْحَت ْنَأ (اًريِصَب۵۸( Terjemahnya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Mahamelihat.
Ketika Allah swt. menyebutkan pahala orang-orang beriman dan beramal salih dalam Q.S. al-Nisa>’: 59 di atas, Ia juga menyebutkan sebagian dari amal salih dalam ayat 58 dalam surah yang sama, yaitu menunaikan amanat dan penegakan hukum dengan secara adil di antara sesama manusia pada umumnya dan khususnya kepada orang yang beriman. Melaksanakan amanat dan penegakan hukum dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya adalah bagian dari penjabaran ketaatan kepada Allah swt. dan Rasul-Nya serta ketaatan kepada pemerintah. Ketaatan tersebut dapat terlaksana dengan sebaik-baiknya kalau terdapat kepercayaan yang mantap kepada Allah sebagai Tuhan pemberi amanat yang akan dipertanggung jawabkan nanti di hadapan-Nya pada hari akhirat. Ketaatan kepada Allah swt. adalah memelihara amanat-Nya. Sedangkan memelihara amanat adalah merupakan kewajiban bagi setiap insan yang beriman untuk menunaikan segala perintah Allah dengan sebaik-baiknya dan menghindarkan diri dari segala larangannya dengan penuh kesadaran serta memelihara penggunaan indera dan anggota-anggota tubuh lainnya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah swt. Dengan demikian, amanat tidak boleh dikhianati sebagaimana dijelaskan oleh Q.S. al-Anfa>l /8:27 ْمُتْنَأَو ْمُكِتاَناَمَأ اوُنوُخَتَو َلوُسَّرلاَو َهَّللا اوُنوُخَت اَل اوُنَماَء َنيِذَّلا اَهُّيَأاَي (َ نوُمَلْعَت27)
Terjemahnya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui.
Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa; Meninggalkan perintah Allah tanpa ada uzur berarti mengkhianati Allah itu sendiri, demikian juga meninggalkan sunnah Rasul-Nya. Terkadang ada orang bertanya, bagaimana sebenarnya eksistensi amanat itu sendiri, sehingga ketika Tuhan menawarkan kepada langit dan bumi serta gunung-gunung untuk memikulnya mereka tidak mau. Tetapi ketika amanat tersebut diserahkan kepada manusia, tanpa berpikir panjang manusia langsung menerimanya. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dapat dikemukakan komentar sebagian pendapat ulama. Di antara mereka ada yang berkata; Bahwa amanat itu terdapat pada segala sesuatu, misalnya pada wudu, salat, zakat, janabah, puasa, timbangan, dan barang titipan. Sementara, Ibnu 'Abbas berkata, “Bahwa Allah telah menjadi-kan faraj manusia dan ia adalah amanat, karena itu hendaklah dipelihara.”Dengan memperhatikan pernyataan tersebut di atas, maka dapatlah dipahami bahwa pada dasarnya eksistensi amanat, juga terdapat pada diri manusia itu sendiri, selain terda-pat pada perintah Allah swt. dan Sunnah Rasul-Nya Muhammad Saw. b.Ketaatan Kepada Rasul Ketaatan kepada Rasul berbarengan dengan ketaatan kepada Allah swt. Ketaatan kepada Rasul adalah menunaikan sunnahnya dan tidak melenceng keluar dari pengamalan sunnah itu sendiri. Hal tersebut timbul pertanyaan, bagaimana sunnah Rasul itu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dapat dikemukakan penger- tian sunnah sebagaimana terdapat dalam Tafsir al-Muni>r berikut: ةنسلا:ريرقت وا لعـفوا لوـق نم ملس و هيلـع هللا ىلص يبنلا نـع رـثأ ام يه.
Artinya: Sunnah Rasul ialah meliputi semua yang datang dari Nabi saw. baik perka-taan atau perbuatan maupun pengakuan Nabi saw. Sementara dalam Tafsir al-T{abari> disebutkan, ىهن و رما اميف هـتايح يف هـلوـسر ةـعاطب هللا نم رما وـه, هـتنس عابتا يف هـتافو دـعب و Artinya:
Allah menyuruh orang-orang yang beriman taat kepada Rasul-Nya pada masa hidupnya tentang apa yang diperintahkan dan meningglkan apa yang dilarang, dan mengikuti sunnahnya setelah ia wafat. Sehubungan dengan ayat 59 Surah al-Nisa>’ di atas, Allah swt. menyuruh semua orang yang beriman kepada Allah dan percaya kepada hari kemudian agar mereka menaati segala perintah Tuhan dan menjauhi segala larangan-Nya, serta menaati Muhammad saw sebagai Rasul-Nya. yakni menunaikan sunnahnya, karena menunaikan sunnah Rasulullah saw. merupakan penjabaran ketaatan kepada Tuhan swt. sejalan dengan hadis dari Jabir bin Abdullah sebagai berikut:
…… ُلوُقَي ِهَّللا ِدْبَع َنْب َرِباَج نع.ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص اًدَّمَحُم َعاَطَأ ْنَمَف ْدَقَف َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص اًدَّمَحُم ىَصَع ْنَمَو َهَّللا َعاَطَأ ْدَقَف َمَّلَسَو ِساَّنلا َنْيَب ٌقْرَف َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ٌدَّمَحُمَو َهَّللا ىَصَع.( )يراخبلا هاور
Artinya: … barang siapa menaati Muhammad saw, sungguh ia telah menaati Allah, dan barang siapa mendurhakai Muhammad saw. sungguh ia telah mendurhakai Allah, dan Muhammad saw. berbeda dengan manusia lain. (HR. Bukhari). Dalam riwayat lain dari abi Hurairah semoga Allah meridainya Rasul saw. telah bersabda: َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا َلوُسَر َّنَأ ُهْنَع ُهَّللا َيِضَر َةَرْيَرُه اَبَأ يِريِمَأ َعاَطَأ ْنَمَو َهَّللا ىَصَع ْدَقَف يِناَصَع ْنَمَو َهَّللا َعاَطَأ ْدَقَف يِنَعاَطَأ ْنَم )يراخبلا هاور(يِناَصَع ْدَقَف يِريِمَأ ىَصَع ْنَمَو يِنَعاَطَأ ْدَقَف Artinya: “Barang siapa menaati Aku, sungguh ia telah menaati Allah dan barang siapa mendurhakai Aku, sungguh ia telah mendurhakai Allah, dan ba-rangsiapa menaati Amirku, sungguh ia telah menaati Aku dan barang siapa mendurhakai Amirku, maka sungguh ia telah mendurhakai Aku. (HR. Bukhari)
Dari kedua hadis tersebut di atas, terkandung maksud bahwa, sesungguh-nya orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tentu melaksanakan perintah Allah swt., menghindarkan diri dari segala yang bertentangan dengan ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw., dan sebagai penjabaran ketaatan kepadanya, sekaligus penjabaran ketaatan kepada Allah swt. Orang yang melanggar ajaran yang dibawa Nabi Muhammad saw., berarti mereka mendurhakai Nabi saw. sekaligus mendurhakai Allah swt. Dan orang yang senantiasa tunduk kepada peme-rintah yang adil dan jujur, berarti mereka menaati Rasul. Dikatakan pemerintah yang adil dan jujur, karena pemerintah yang zalim lagi pendusta tidak ada ketaatan untuknya bagi orang-orang yang beriman. Taat kepada Rasul berarti senantiasa menunaikan dan memelihara sun-nahnya, selalu mengamalkan hal-hal yang berhubungan dengan hak dan kewajiban sebagai orang yang beriman. Misalnya memelihara lidah dari berkata dusta, propo- kator, menggibah orang lain. Dan menepati janji bila berjanji, baik berjanji kepada orang lain, berjanji kepada Allah, berjanji kepada Rasulullah atau berjanji kepada diri sendiri. Menjaga keamanan dan mempertanggung jawabkan titipan orang lain atau sesama mukmin, adalah suatu kewajiban. Karena orang yang keluar dari hal-hal tersebut, tergolong masuk orang-orang munafik. Sebagaimana hadis yang diriwa-yatkan oleh Bukhari dari Abi Hurairah bahwa ada tiga golongan termasuk orang munafik walaupun ia salat, puasa, dan mengakui dirinya seorang muslim yaitu :
ِقِفاَنُمْلا ُةَيآ َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِّيِبَّنلا ْنَع َةَرْيَرُه يِبَأ ْنَع ناَخ َنِمُتْؤا اَذِإَو َفَلْخَأ َدَعَو اَذِإَو َبَذَك َثَّدَح اَذِإ ٌثاَلَث.(َيراخبلا هاور.) Artinya: Dari Abi Hurairah, Rasulullah saw. Bersabda: “ada tiga tanda orang munafik, yaitu: bila berbicara ia berdusta, bila berjanji tidak ditepati dan bila diberi amanat ia berkhianat.
Sesungguhnya, baik Alquran maupun Hadis telah banyak menyinggung dan menerangkan hal-hal yang berhubungan dengan amanat, baik amanat sesama ma-nusia, amanat terhadap Allah, amanat terhadap Rasulullah, amanat terhadap alam,
maupun
amanat terhadap diri sendiri. Memelihara semua amanat tersebut, pada akhirnya adalah demi kemaslahatan dan keselamatan manusia itu sendiri, baik di dunia maupun di akhirat. c.Ketaatan kepada Ulil Amri Setelah diuraikan dua ketaatan menurut ayat 59 Surah al-Nisa>’ tersebut di atas, yang diperuntukkan kepada insan beriman kepada Allah dan percaya kepada hari kemudian, maka berikut penulis menguraikan ketaatan yang ketiga yaitu: ketaatan kepada ulil amri. Dalam Tafsir al-Manar disebutkan bahwa ulil amri adalah pemerintah dengan syarat selama mereka tidak menyuruh kepada kemaksiatan dan yang diharamkan. Mereka berdalih dari nash yang disampaikan oleh Ahmad ibn Hambal meriwayatkan dari ‘Imran ia berkata: اَنَثَّدَح..ٌ ُناَرْمِع ْنَع.. َةَعاَط اَل َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا ُلوُسَر َلاَق ىَلاَعَتَ ِهَّللا ِةَيِصْعَم يِف ٍقوُلْخَمِل. Artinya: “Rasulullah saw telah bersabda,”Tidak ada ketaatan bagi makhluk dalam kemaksiatan kepada Allah swt.” Maksud hadis tersebut, adalah seseorang tidak wajib taat kepada seorang penguasa atau pemerintah yang menyuruh untuk mendurhakai Allah. Kesetiaan masyarakat kepada seorang pejabat/pemerintah yang zalim tidak boleh diikuti oleh seorang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Karena mengikuti pemerintah yang zalim berarti ia juga turut berbuat zalim. Sebab tidak mungkin dikatakan bagi seseorang yang menyuruh kepada kezhaliman kalau mereka menyuruh kepada yang ma'ruf. Ada juga berpendapat bahwa
yang dimaksud ulil amri ialah para hakim. Karena itu seseorang harus taat kepada hakim yang adil. Dalam Tafsir Ru>h al-Ma'a>ni> disebutkan, bahwa ulil amri adalah semua pemimpin muslimin pada masa Rasulullah saw. hidup dan sesudahnya termasuk para khalifah, sultan, kadi, dan sebagainya.Ibn Abbas, Jabir, Ibn Abdullah, Mujahid, Hasan At}a dan Jama'ah serta Abu ‘Aliyah berpendapat bahwa yang dimaksud de-ngan ulil amri ialah ahlu ilmi (ulama).Mereka berdalih dengan firman Tuhan dalam Q. S. al-Nisa>’/4: 83 yang berbunyi: ىَلِإَو ِلوُسَّرلا ىَلِإ ُهوُّدَر ْوَلَو ِهِب اوُعاَذَأ ِفْوَخْلا ِوَأ ِنْمَأْلا َنِم ٌرْمَأ ْمُهَءاَج اَذِإَو ِهَّللا ُلْضَف اَلْوَلَو ْمُهْنِم ُهَنوُطِبْنَتْسَي َنيِذَّلا ُهَمِلَعَل ْمُهْنِم ِرْمَأْلا يِلوُأ ﴿ اًليِلَق اَّلِإ َناَطْيَّشلا ُمُتْعَبَّتاَل ُهُتَمْحَرَو ْمُكْيَلَع۸۳﴾
Terjemahnya: Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, lalu mereka menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerah-kannya kepada Rasul dan Ulil Amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja. (di antaramu). Dari ayat tersebut di atas dapat dipahami bahwa sesungguhnya ulamalah, yang mampu menetapkan dan mengeluarkan hukum untuk dapat diikuti dan ditaati oleh masyarakat. Karena ulamalah yang senantiasa menjaga terpeliharanya syaria'at, membolehkan yang boleh dan melarang yang semestinya tidak boleh. Itulah yang dimaksud ayat "ئيش يف متـعزانت ناف." Jika kalian orang yang beriman dan para pengu-asa di antara kalian berselisih paham dalam urusan agama, maka kembalilah kepada Allah (yakni kepada Alquran), dan Rasul Allah (sunnahnya), sebab ulama tidak memperselisihkan agama. Karena merekalah yang menjelaskan kepada masyarakat tentang hukum-hukum syar'i. Oleh karena itu, wajib hukumnya taat kepada ulama dalam masalah hukum syar'i,
sebab merekalah yang mengajarkan kepada masyarakat tentang urusan agama dan menyeruh kepada yang ma'ruf serta mencegah dari yang mungkar. Ibnu ‘Arabi berkata, ulil amri ialah pemerintah dan ulama. Kalau orang yang berakal ingin berpikir secara jernih, idealnya yang patut memang ditaati oleh masyarakat adalah nasehat dan petunjuk dari para ulama dalam urusan keagamaan dan pemerintah yang adil dalam urusan kemasyarakatan utamanya dalam penegakan supermasi hukum di tengah masyarakat. Keamanan masyarakat secara universal ditangani oleh pemerintah, dan ulama sebagai penasehat bagi pemerintah dan pemberi fatwa kepada masyarakat dalam rangka pentarapan hukum dengan seadil-adilnya tanpa pilih kasih, karena semua anggota masyarakat sama di depan mata hukum. Ini semua dapat terlaksana dengan baik kalau kedua komponen masyarakat umara dan ulama bersatu, kerja sama dengan baik dalam rangka terwujudnya kesalehan masyarakat di atas landasan iman yang sesungguhnya kepada Allah swt. dan hari kemudian. Alquran Surah al-Nisa>’ ayat 59 di atas menyerukan kepada orang-orang yang beriman untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya serta ulil amri. Kalau di antara mereka terjadi kesalah pahaman atau perselisihan pendapat dalam urusan agama agar kembali kepada Allah dan Rasul-Nya, yakni Alquran dan Sunnah. Kecuali bagi orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya tidak mengenal kasih sayang kepada mereka, karena penantang Allah dan Rasul-Nya adalah manusia yang terhina di sisis Allah swt. Sekalipun orang yang paling terdekat dalam ketu-runan nasab. Hal tersebut telah gugur hak kasih sayang dari keluarganya yang beriman. Seperti tersebut dalam sejarah bahwa Abu Ubaidah telah membunuh bapak kandungnya, Abdullah bin Jarrah pada perang Badar. Bukhari dan Muslim meriwa-yatkan bahwa Abu Ubaidah telah membunuh bapaknya dalam perang Ba-dar.Sementara Umar bin Khattab membunuh pamannya sendiri, al-'Ash bin Hi-syam bin Mugirah juga pada perang Badar dan Mus}a'ib bin 'Amir membunuh saudaranya, Ubaid bin 'Umar di Badar. Dari kenyataan tersebut, sungguh tidak pantas lagi bagi orang-orang yang beriman kepada
Allah dan hari kemudian merasa kasihan dan peduli terhadap para penantang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun itu keluarga yang terdekat, utamanya dalam peperangan. Sebagai kesimpulan, ketika Allah swt. menyuruh pemerintah yang jujur menunaikan amanat dan penyetaraan hukum dengan seadil-adilnya, Dia juga me-nyuruh masyarakat, pertama agar mereka mentaati Allah melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhkan diri dari segala laragan-Nya. Kemudian kedua menyuruh taat kepada Rasul-Nya, mengamalkan segala sunnahnya, baik berupa perkataannya, perbuatannya dan ketetapannya, dan ketiga, Dia menyuruh taat kepada ulil amri di antara sesama orang yang beriman. Wajib atas masyarakat mentaati ulil amri di manapun mereka berada selama umara itu menyuruh kepada kebaikan dan ketaatan kepada Allah swt. dan Rasul-Nya. Jika di antara mereka terjadi perselisihan baik urusan agama maupun urusan sosial kemasyarakatan yang susah terpecahkan dengan akal sehat, maka penyelesaian terbaik adalah mengemba-likan persoalan tersebut kepada Allah swt. yaitu Alquran Karim dan kepada Rasulallah saw. yaitu Sunnah-nya. Setelah terjadi kebulatan hati untuk menetapkan kedudukan masalah tersebut, maka serahkanlah kepada Allah swt. sepenuhnya. Cara yang demikian, jalan yang terbaik penyelesaiannya bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat.
3.
Mendekatkan Diri kepada Allah swt. Iman kepada hari akhirat adalah salah satu sarana untuk mendekatkan diri
kepada Allah swt., iman kepada Allah dan hari kemudian merupakan dinamisator dan motivator yang amat kuat dalam hati setiap insan yang beriman untuk men-capai tujuan yang membahagiakan dalam kehidupan, baik di dunia maupun di hari kemudian. Iman bukan hanya dinamisator, tetapi juga merupakan landasan berpi-jak bagi seorang mukmin untuk meluncur naik ke puncak kebahagiaan, dekat dengan sedekat-dekatnya kepada
Tuhan Rabbul ’Izzah. Karena Tuhan sendiri mengiformasi-kan kepada hambanya yang beriman agar menempuh jalan menuju kepada-Nya. Yaitu jalan yang lurus, bukan jalan yang bengkok jalan orang yang Dia murkai, bukan pula jalan orang yang tersesat. Karena kebahagiaan yang paling hakiki adalah kebahagiaan yang ada di sisi Allah swt. yaitu kebahagiaan yang paling akhirtanpa ada lagi kesusahan sesudahnya. Sehubungan hal tersebut, Alquran menceritakan bahwa di antara orang-orang Arab Baduwi, ada yang lebih keras kekafiran dan kemunafikannya.Akan tetapi di antara mereka ada juga orang yang memiliki iman yang kuat dan kepercayaan yang tangguh dalam hatinya tentang adanya Allah dan keniscayaan datangnya hari kemudian. Sehingga mereka tanpa ragu-ragu menyerahkan sebagian harta kekayaannya, baik sebagai infak, sedekah, maupun sebagai zakat, demi mendekatkan diri meraih bahagia yang ada di sisi Allah swt. Hal tersebut dijelaskan dalam Q.S. al-Taubah /9: 99 yaitu:
ٍتاَبُرُق ُقِفْنُي اَم ُذِخَّتَيَو ِرِخآْلا ِمْوَيْلاَو ِهَّللاِب ُنِمْؤُي ْنَم ِباَرْعَأْلا َنِمَو ِهِتَمْحَر يِف ُهَّللا ُمُهُلِخْدُيَس ْمُهَل ٌةَبْرُق اَهَّنِإ اَلَأ ِلوُسَّرلا ِتاَوَلَصَو ِهَّللا َدْنِع ﴿ٌميِحَر ٌروُفَغ َهَّللا َّنِإ99 ﴾
Terjemahnya: Dan di antara orang-orang Arab Badui itu, ada orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh do`a Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat (surga) Nya; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ayat tersebut di atas meyebutkan ‘al-A'ra>b’ ungkapan ini tertuju kepada khusus orang-orang Arab yang datang dari desa.Akan tetapi, terkandung maksud meliputi semua orang yang beriman, termasuk orang-orang non Arab yang menaf-kahkan sebahagian harta
kekayaannya demi mendekatkan diri kepada Allah swt. semata-mata mengharapkan rida-Nya, maka mereka akan memperoleh rahmat dan rida dari Allah swt. yaitu surga pada hari akhirat. Kedekatan Allah swt. kepada manusia, Dia menjelaskan dalam Q.S. Qa>f / 50: 16 ِهْيَلِإ ُبَرْقَأ ُنْحَنَو ُهُسْفَن ِهِب ُسِوْسَوُت اَم ُمَلْعَنَو َناَسْنِإْلا اَنْقَلَخ ْدَقَلَو ( ِديِرَوْلا ِلْبَح ْنِم16 ) Terjemahnya: Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya. Dengan ayat tersebut di atas, Tuhan memberikan informasi secara holistik kepada umat manuasia, bahwa Dia-lah yang menciptakan manusia menggerakkan hati dalam dada mereka serta menyatakan kedekatan-Nya. Dia jauh lebih dekat kepada manusia itu sendiri dari pada urat nadinya. Dalam tafsir al-Kasysya>f disebutkan bahwa sesuatu yang dinafkahkan adalah suatu penyebab sampainya pendekatan di sisi Allah. Sehubungan dengan ayat 99 Surah al-Taubat di atas dapat dijelaskan bahwa; Orang beriman sungguh-sungguh percaya kepada Allah dan hari kemudian selayaknyalah menjadikan pemberiannya sebagai sarana pendekatan kepada Tuhannya untuk naik ke tempat yang terpuji mendekatkan diri kepada Allah. Dalam Tafsir al-Mana>r disebutkan bahwa orang yang menjadikan harta yang dinafkahkan sebagai sarana pendekatan ada dua hal. Pertama, infak itu sendiri sebagai pendekatan yang sedekat-dekatnya di sisi Allah Azza wa Jalla; kedua, salawat kepada Rasul, karena sesungguhnya Rasulullah saw. mendoakan orang-orang yang bersedekah, dan memintakan ampun bagi mereka.Dengan adanya motivasi iman yang amat kuat dalam hati orang beriman akan menggerakan jiwa dan raganya, sehingga semakin yakin akan kedekatan di sisi Tuhan, semakin tercurahlah rahmat Allah atas dirinya dan semakin bertambah pula kebaikan yang dilakukan dengan berkah yang melimpah dari do'a dan salawat kepada Rasul saw. Sehingga pada hari akhirat Allah
swt. memasukkan ke dalam surga dengan rahmat dan kasih sayang serta rida-Nya. Inilah janji Allah swt. bagi mereka yang sungguh-sungguh beriman kepada-Nya. Sebagai manusia yang beriman, tentu juga tidak terlepas dari kekhilafan dan perbuatan dosa, baik sengaja maupun tidak. Akan tetapi, karena iman yang mantap, dosa yang terlanjur dilakukan, jauh lebih kecil dibanding dengan besar kasih dan ampunan Allah swt. Dengan berpegang teguh kepada bunyi akhir ayat 99 Surah al-Taubat di atas, yakni “sesungguhnya Allah maha pengampun lagi maha kasih sayang.” Kemudia Allah menegaskan dengan firman-Nya pada ayat ke 100 Surah al-Taubah dengan terjemahnya: “ Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemena-ngan yang agung.” Dengan ayat tersebut Allah swt. menegaskan janji-Nya kepada orang-orang yang taat kepada-Nya. Dan jangji tersebut akan menjadi kenyataan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan percaya kepada hari akhirat serta melakukan kebaji-kan, dan berhijrah meninggalkan segala larangan agama Allah swt. Sebagaimana yang dijanjikan kepada manusia-manusia teladan yang terdiri dari para nabi dan rasul serta para sahabat Rasulullah saw. yaitu surga yang mengalir di atas lantainya demi menambah indahnya pemandangan bagi penghuninya. Sejalan dengan firman Tuhan dalam Q.S. al-Nisa>’/4: 162 yang berbunyi:
اَمَو َكْيَلِإ َلِزْنُأ اَمِب َنوُنِمْؤُي َنوُنِمْؤُمْلاَو ْمُهْنِم ِمْلِعْلا يِف َنوُخِساَّرلا ِنِكَل َةاَلَّصلا َنيِميِقُمْلاَو َكِلْبَق ْنِم َلِزْنُأ اًرْجَأ ْمِهيِتْؤُنَس َكِئَلوُأ ِرِخآْلا ِمْوَيْلاَو ِهَّللاِب َنوُنِمْؤُمْلاَو َةاَكَّزلا َنوُتْؤُمْلاَو اًميِظَع162) Terjemahnya:
Tetapi orang-orang yang mendalam ilmunya di antara mereka dan orang-orang mu'min, mereka beriman kepada apa yang telah diturunkan kepa-damu (Alquran), dan apa yang telah diturunkan sebelummu dan orang-orang yang mendirikan salat, menunaikan zakat, dan yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Orang-orang itulah yang akan Kami berikan kepada mereka pahala yang besar. Kalau ayat 99 Surah al-Taubah, menyebutkan orang-orang Arab dari desa yang beriman kepada Allah dan menjadikan harta yang dinafkahkan sebagai pendekatan diri kepada Allah, lalu Allah swt. menggolongkan masuk kepada orang-orang yang memperoleh rahmat dan magfirah-Nya, maka ayat 162 Surah al-Nisa>’ menyebutkan bahwa; Orang-orang yang ra>sikhu>n fi al-‘ilmi artinya orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan yang mendalam dan mereka percaya kepada kitab yang diturunkan kepada Muhammad, dan kepada nabi-nabi dan rasul-rasul sebelum-nya, mendirikan salat dan memberikan zakat, mereka lakukan atas landasan iman yang mantap kepada Allah swt. serta kepercayaan yang tangguh terhadap adanya hari kemudian, maka merekalah akan mendapatkan janji Allah Azza wa Jalla, berupa ganjaran yang agung yaitu surga. Demikianlah urgensinya iman kepada hari akhirat sebagai landasan aktivitas manusia yang beriman. Dan merupakan salah satu sarana pendorong bagi seorang hamba Allah yang muttaqi>n, untuk naik mendekat-kan diri di sisi Tuhannya, sebagai hakikat kebahagiaan yang tak terhingga.
4. Indikator li al-S{a>lihi>n Percaya kepada hari akhir adalah salah satu indikator kesalihan seorang insan yang beriman setelah ia beriman kepada Allah swt. berdasarkan Q. S. al-Imran /3: 114 berbunyi: ِرَكْنُمْلا ِنَع َنْوَهْنَيَو ِفوُرْعَمْلاِب َنوُرُمْأَيَو ِرِخآْلا ِمْوَيْلاَو ِهَّللاِب َنوُنِمْؤُي ﴿َنيِحِلاَّصلا َنِم َكِئَلوُأَو ِتاَرْيَخْلا يِف َنوُعِراَسُيَو114﴾ Terjemahnya:
Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, mereka menyeruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar dan mereka berlomba-lomba mengerjakan kebaikan, mereka itulah orang-orang yang salih. Dalam ayat tersebut di atas terdapat lima indikator kesalehan seseorang insan beriman, yaitu: pertama, beriman kepada Allah swt.; kedua, percaya kepada hari kemudian; ketiga mengajak orang berbuat ma'ru>f ; keempat, mencegah orang berbuat mungkar; dan kelima berlomba-lomba atau bersegera berbuat kebaikan. Pada ayat sebelumnya diceritakan bahwa di antara ahli kitab tidak sama, tetapi diakui bahwa di antara mereka tentu ada yang fasik dan ada pula yang tetap beriman sesuai petunjuk kitab mereka. Misalnya Taurat bagi Musa, Zabur bagi Daud dan Injil bagi Isa. Walaupun kitab-kitab tersebut sudah mengalami perubahan dari aslinya, namun kitab yang asli masih ada di tangan para ahlinya, meskipun sangat kecil bila dibandingkan mereka yang fasik. Mereka dari golongan yang sedikit termasuk umat yang jujur, membaca ayat-ayat Allah di tengah malam, dengan rendah diri, khusyu,’ mereka mengharapkan balasan pahala dari Allah swt. Orang-orang yang demikian, tentu dapat diakui bahwa mereka juga termasuk orang-orang salih. Muhammad Rasyid Ridha dalam tafsirnya al-Mana>r mengatakan; Umat ini sekelompok jamaah dari agama Yahudi yang sudah masuk Islam, seperti Abdullah bin Salam, S|a'labah ibn Sa’i>d, Asi>d bin Sa’i>d, dan Asi>d bin ‘Ubaid.
Mereka berlomba-lomba mengerjakan kebaikan dan ketaatan karena kha-watir kematian datang tak terduga. Sementara bekal belum siap untuk perjalanan yang amat jauh, sebagaimana telah dijelaskan oleh Alquran itu sendiri bahwa perja-lanan satu hari disana sama dengan seribu tahun di dunia.Sekalipun perjalanan amat jauh, namun bagi orang yang sungguh-sungguh percaya adanya hari kemudian, mereka tidak mengenal ketakutan dan kekhawatiran. Yang diharapkan selalu adalah rida dan rahmat Allah swt. Hal tersebut sejalan dengan firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah /2: 62.
ِهَّللاِب َنَماَء ْنَم َنيِئِباَّصلاَو ىَراَصَّنلاَو اوُداَه َنيِذَّلاَو اوُنَماَء َنيِذَّلا َّنِإ اَلَو ْمِهْيَلَع ٌفْوَخ اَلَو ْمِهِّبَر َدْنِع ْمُهُرْجَأ ْمُهَلَف اًحِلاَص َلِمَعَو ِرِخآْلا ِمْوَيْلاَو ﴿ َنوُنَزْحَي ْمُه62﴾ Terjemahnya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan orang-orang yahudi dan Nasharah serta orang-orang sabiin barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kemudian dan mengerjakan amal Saleh, maka ganjaran bagi mereka ada di sisi Tuhan mereka dan tidaklah kekhawatiran atas mereka dan tidak ada pula kesedihan. Dalam Tafsir al-Kasya>f disebutkan bahwa orang-orang yang beriman dengan lidahnya saja tanpa berakar dalam hati, mereka adalah termasuk orang-orang munafik. Dikatakan bahwa orang yang beriman, baik orang yang beragama Yahudi atau orang yang beragama Nasrani serta orang S}a>bi’i>n yaitu orang yang berada antara Yahudi dan Nas{a>ra dan mereka penyembah malaikat.Siapa saja yang beriman di antara mereka dengan iman yang sesungguhnya dan masuk ke dalam millah Islam, mereka melakukan amal salih, maka bagi mereka ganjaran pahala di sisi Tuhannya. Hal tersebut diberikan kepada mereka, sebagai balasan kesalihan iman dan amalnya yang pernah tercemar oleh kekafiran dan kefasikan sebelum masuk ke dalam millah Islam. Berkenaan dengan itu sejalan dengan firman Tuhan dalam Q.S. Ali ‘Imra>n/3 : 113-115 tersebut: ِلْيَّللا َءاَناَء ِهَّللا ِتاَياَء َنوُلْتَي ٌةَمِئاَق ٌةَّمُأ ِباَتِكْلا ِلْهَأ ْنِم ًءاَوَس اوُسْيَل (َنوُدُجْسَي ْمُهَو113)َنوُرُمْأَيَو ِرِخآْلا ِمْوَيْلاَو ِهَّللاِب َنوُنِمْؤُي َنِم َكِئَلوُأَو ِتاَرْيَخْلا يِف َنوُعِراَسُيَو ِرَكْنُمْلا ِنَع َنْوَهْنَيَو ِفوُرْعَمْلاِب (َنيِحِلاَّصلا114)ٌميِلَع ُهَّللاَو ُهوُرَفْكُي ْنَلَف ٍرْيَخ ْنِم اوُلَعْفَي اَمَو ﴿نيِقَّتُمْلاِب115﴾ Terjemahnya: Mereka itu tidak (seluruhnya) sama. Di antara Ahli Kitab ada golongan yang jujur, mereka membaca ayat-ayat Allah pada malam hari, dan mereka (juga) bersujud (salat). Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menyuruh (berbuat) yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka termasuk orang-orang saleh. Dan kebajikan apa pun yang
mereka kerjakan, tidak ada yang mengingkarinya. Dan Allah Maha Mengetahui orang-orang yang ber-takwa. Dari ayat tersebut di atas dapat dipahami bahwasanya, para penganut agama terbagi kepada dua bagian: pertama, mereka yang beriman dengan sungguh-sungguh dan kedua, golongan fa>siqun dan mereka inilah yang terbanyak.Sekalipun golongan yang beriman sedikit. Akan tetapi mereka tegak melaksanakan perintah Allah, lurus di atas agamanya, taat kepada syari’atnya, mengikuti nabi Allah, mereka membaca ayat-ayat Allah di tengah malam syahdu, mereka berdoa dengan hati yang khusu, tawad{u' dan mereka memperbanyak tahajud mereka melaksananakan semua di atas landasan iman kepada Allah dan hari akhirat. Mereka memiliki keyakinan yang mantap, sehingga terhindar dari sifat tercela. Mereka mengajak orang lain berbuat ma'ruf dan melarang berbuat mungkar. Mereka berlomba-lomba menuju kepada kebaikan dan melakukan amalan-amalan salih. Sungguh mereka berada di sisi Allah bersama golongan orang-orang salih, karena hal ihwal mereka telah salih. Demikian pula amalan-amalan mereka pun sudah baik. Kesimpulan, bahwa seorang yang beriman, apabila tetap teguh dalam keper-cayaannya dan belum menggantikan dengan kemusyrikan, sekalipun seorang Yahudi atau Nas}a>ra atau golongan S{a>bi’i>n mereka meyakini pengaruh bintang-bintang dan mengakui sebagian nabi-nabi. Akan tetapi apabila mereka semua mempercayai Nabi Muhammad dan ajaran yang dibawa serta percaya kepada hari akhirat dan menger-jakan kebaikan sampai mereka meninggal, maka hal yang demikian, tentu mereka juga mendapatkan pahala dari usahanya di sisi Tuhan mereka. Dan bagi mereka tidak ada kekhawatiran dan kesedihan, dan mereka juga termasuk orang salih.
5. Optimisme terhadap pahala pada Hari Akhirat Setiap insan beriman hendaknya memiliki keyakinan dan optimisme yang tinggi atas segala aktivitas yang dilakukan agar selalu terpengaruh dan terdorong kepada hal-hal
positif dan menyenangkan. Agar senantiasa mempunyai harapan baik dalam segala hal yang dilakukan di atas pentas bumi ini dan merupakan cerminan keberadaannya nanti pada hari akhirat. Dalam hati mereka selalu ada husnu al-z}anni kepada Allah dan manusia. Bahwa segala amal baik yang dilakukan senantiasa dilihat oleh Allah dan memberi-kan penilaian positif. Dan berbaik sangka kepada sesama manusia, bahwa dalam hatinya tidak ada manusia yang ingin berbuat jahat kepada dirinya, demikian juga sebaliknya. Harapan tersebut sejalan dengan wasiat Nabi Syu’aib kepada kaumnya, sebagaimana terkandung dalam firman Tuhan Q.S. al-‘Ankabu>t/29: 36-37,
َرِخآْلا َمْوَيْلا اوُجْراَو َهَّللا اوُدُبْعا ِمْوَقاَي َلاَقَف اًبْيَعُش ْمُهاَخَأ َنَيْدَم ىَلِإَو (َنيِدِسْفُم ِضْرَأْلا يِف اْوَثْعَت اَلَو36)ُةَفْجَّرلا ُمُهْتَذَخَأَف ُهوُبَّذَكَف (نيِمِثاَج ْمِهِراَد يِف اوُحَبْصَأ37) Terjemahnya: Dan (Kami telah mengutus) kepada penduduk Madyan, saudara mereka Syu`aib, maka ia berkata: "Hai kaumku, sembahlah olehmu Allah, harap-kanlah (pahala) hari akhir, dan jangan kamu berkeliaran di muka bumi berbuat kerusakan."Maka mereka mendustakan Syu`aib, lalu mereka ditimpa gempa yang dahsyat, dan jadilah mereka mayat-mayat yang bergelim-pangan di tempat-tempat tinggal mereka. Ayat tersebut di atas menjelaskan bahwasanya, Nabi Syu'aib telah mena-sehati kaumnya agar mereka menyembah Allah dan jangan mempersekutukan dengan-Nya kepada sesuatu, Juga menasehati mereka agar selalu mengharapkan pahala pada hari akhirat dan jangan berbuat kerusakan setelah berbuat kebaikan. Sebagaimana telah dijelaskan pada akhir ayat 37 surah al-'Ankabu>t di atas, merupakan peringatan dan i'tibar bagi umat Muhammad saw. dewasa ini, agar umat ini (umat Muhammad saw.) dapat beriman kepada Allah dengan sungguh-sungguh dan percaya kepada hari akhirat. Kemudian mereka selalu memiliki sifat optimis sebagai
pendorong semangat untuk memperoleh rida dan rahmat Tuhan. Sejalan dengan firman-Nya dalam Q.S. al-Zumar /39 : 9, َةَمْحَر وُجْرَيَو َةَرـِخآْلا ُ رَ ذْـحَي اًمِئاَقَو اًدِجاَس ِلْيَّللا َءاَناَء ٌتِناَق َوُه ْنَم ْمَأ ﴿ … ِهِّبَر9 ﴾ Terjemahnya: (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Ayat tersebut di atas menjelaskan bahwasanya orang yang mengharapkan rahmat Tuhan, adalah mereka tekun beribadat pada malam hari sujud meyerahkan diri di hadapan Tuhan yang Mahakuasa lagi Mahabijaksana, tanpa menyekutukan dengan-Nya kepada sesuatu, sebagaimana terkandung dalam Q.S. al-Kahfi /18: 110, ْكِرْشُي اَلَو اًحِلاَص اًلَمَع ْلَمْعَيْلَف ِهِّبَر َءاَقِل اوُجْرَي َناَك ْنَمَف (ادَحَأ ِهِّبَر ِةَداَبِعِب110 ) Terjemahnya: Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seo-rangpun dalam beribadat kepada Tuhan nya. Ayat tersebut di atas menegaskan bahwa orang-orang yang memiliki keinginan yang mendalam untuk mendapatkan rahmat Tuhan, baik di dunia maupun di akhirat, maka selayaknyalah bagi mereka tidak memiliki sifat-sifat riya’ dalam beribadah kepada Tuhannya, dan senantiasa mengikuti akhlak Rasulullah saw. sebagai uswatun yang terbaik dalam menempuh hidup di dunia. Sejalan dengan apa yang dijelaskan dalam Surah al-Ahza>b ayat 21,“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” Ayat-ayat tersebut di atas, menjelaskan indikator kesalehan amal bagi orang-orang yang beriman kepada Allah, dan ingin mendapatkan rahmat yang ada di sisi Tuhannya,
memperoleh pahala dari-Nya, dan takut dari azab-Nya, maka wajiblah atas mereka mengimplementasikan amalan salih yang diridai oleh Allah swt. yang tersimpul dalam berbagai perilaku yaitu: a. menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya, b. tidak berkeliaran berbuat kerusakan di bumi, c. beribadah di tengah malam, d. sujud dan ruku', e. takut kepada ancaman azab pada hari akhirat, f. amal salih selalu tertanam dalam dirinya, dan g. mengingat Allah tiada batas dengan berpedoman kepada diri Rasu-lullah saw. sebagai uswatun hasanah. Selain hal tersebut hendaklah bagi orang-orang yang beriman mengikhlaskan ibadahnya semata-mata kepada Allah swt. Dan optimis mengerjakan kebaikan untuk mendapatkan rida dan rahmat-Nya berupa pahala surga pada hari akhirat. Takut dari azab Allah pada hari kiamat. Dan janganlah mereka berbuat kerusakan di muka bumi serta tidak boleh berlaku sombong, tidak boleh mengurangi takaran, tidak boleh merampas dan menodong orang lain. Dan meninggalkan dosa-dosa lainnya yang mengharuskan bertaubat sebelum ajal merenggut nyawa. Akan tetapi, seruan tersebut tidak diindahkan oleh kaum nabi Syuaib sebagaimana disebutkan dalam ayat 36-37 surah al-Ankabut tersebut di atas. Mereka kafir dan berbuat kerusakan di mana-mana, mereka berbuat dosa tanpa batas,sehingga Tuhan marah kepada mereka dan mengirimkan atasnya angin topan dan badai. Allah membinasakan mereka dengan ditimpakan atasnya gempa yang amat dahsyat, sehingga mereka menjadi mayat-mayat yang bergelimpangan di tempat-tempat mereka, di sudut-sudut rumah mereka. Bau mayat sangat menusuk hidung dimana-mana.Hal tersebut merupakan pelajaran yang sangat mahal bagi umat Muhammad saw. dewasa ini. Semoga dengan mengikuti seruan Nabi Syu'aib kepada kaumnya tersebut mengundang pelajaran
dan menggugah kesadaran bagi umat manusia di masa kini. Sekalipun nasehat itu hanya diperuntukkan kepada kaum Nabi Syu'iab, tetapi kandungan dari nash tersebut meliputi semua umat manusia, termasuk umat Nabi Muhammad saw. sampai akhir zaman. Hal tersebut terkandung maksud agar apa yang terjadi pada kaum yang ber-dosa dan pendusta pada masa lalu, tidak terulang pada umat sekarang. Sekiranya manusia kekinian mau berfikir dan mengambil i'tibar dari semua fenomena-fenomena alam yang sering terjadi, seperti gunung meletus, banjir bandang yang melanda berbagai daerah di tanah air, lumpur panas di pulau jawa, tsuname di Sumatera dan daerah lainnya. Kesemuanya itu sungguh
dapat menggugah hati dan pikiran yang jernih, bahwa
kesemuanya terjadi bukan karena pengaruh alam semata, tetapi di belakang peristiwa pasti ada kekuatan Yang Mahagaib, yang menggerak-kan dan mengendalikannya, sehingga seseorang yang betul-betul ingin mendapatkan pelajaran dan mau meyakini dengan sejujur-jujurnya, pasti mereka mengakui bahwa yang menjadikan semua itu adalah Tuhan Yang Mahakuasa. Itu semua merupakan bukti nyata tentang adanya hari akhirat. Oleh karena itu, Tuhan mengutus Rasul-Nya yang terpilih untuk menjadikan uswatan hasanah (suri tauladan) yang terbaik diikuti jejaknya oleh semua manusia yang beriman yang ingin berjumpa dengan Allah swt. Tuhan Yang Mahagaib, yang mengatur dan mengendalikan semua isi alam. Kepercayaan tentang adanya hari yang terakhir, sebagai puncak kebahagiaan, atau puncak kesengsaraan, baik di dunia maupun di akhirat, merupakan kekuatan dalam hati bagi setiap orang yang beriman, untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang Maharahman sebagai tempat pengaduan bagi semua manusia beriman untuk mendapatkan rida dan ma’una-Nya, demi kebahagian dan keselamatan yang hakiki. Bagi orang yang ingin mendapatkan hakikat kebahagiaan, tidak ada jalan lain kecuali dia harus beriman kepada Allah dan beribadah kepadanya tanpa menyekutukan dengan-Nya kepada sesuatu, dan percaya keniscayaan hari akhirat. Hakikat kebahagiaan adalah bertemu dengan Allah swt. Tuhan Yang Mahaagung. Jalan untuk bertemu dengan
Tuhan dijelaskan dalam ayat 110 Surah al-Kahfi terse-but di atas. Dalam Tafsir al-Kasysya>f diceritakan maksud yang terkandung dalam ayat tersebut,“bahwa barang siapa bercita-cita ingin bertemu Tuhannya dengan baik, hendaklah mengerjakan amal saleh dan
janganlah
menyekutukan
dengan
sesuatu
dalam
beribadah
kepada
Tuhannya.”Beribadah kepada Tuhan bukan karena ingin dilahat dan dipuji oleh orang lain, akan tetapi hanyalah semata-mata mengharapkan rida Tuhan. Sudah menjadi tabi'at bagi manusia, bahwa bila berbuat sesuatu kebajikan selalu mengharapkan pujian dari sesama manusia, suka memamerkan pekejaannya, agar mendapat pujian dan sanjungan dari orang lain. Padahal itulah sebenarnya yang disebut riya, sedangkan riya termasuk syirik kecil. Al-Kasysyaf mengutip sebuah riwayat; Ditanyakan apakah itu syirik kecil, menurut pernyataan Rasulullah saw. ketika beliau berpesan kepada sahabatnya, ia berkata: ‘Hati-hatilah terhadap syirik kecil! Mereka bertanya, apa syirik kecil itu ya Rasulallah? Beliau menjawab ءايرلا ( merasa bangga karena telah berbuat baik). Ibnu Kas\ir mengutip sebuah riwayat ibnu Majah dari Nabi bersabda: “ yang paling aku takuti atas umatku ialah syirik dan syahwat ringan. Sahabat bertanya, apakah masih ada umatmu yang musyrik sesudah engkau tiada ya Rasulallah? Rasul menjawab. ya, bahwa mereka tidaklah menyembah mata hari, bulan, bintang, batu, berhala, dan patung, tetapi memperlihatkan amalan-amalannya, mereka memamer-kan perbuatannya yang baik. Adapun syahwat ringan ialah seseorang di antara mereka berpuasa di waktu pagi, kemudian karena dorongan syahwatnya, ia batalkan puasanya. Dalam hadis lain dikatakan “Barang siapa memperbagus salatnya ketika dilihat oleh orang lain dan menjelekkannya ketika ia salat sendirian, maka hal itu suatu penghinaan. Ia menghina Tuhannya Azza wa Jalla melalui salat.Subhana Allah, apakah pernyataan Rasul tersebut masih terdapat di kalangan masyarakat sekarang? Semoga orang yang
betul-betul punya keinginan yang tinggi berjumpa dengan Tuhannya, sunyi dari sifat-sifat demikian. Dengan landasan iman yang tangguh bahwa Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-Nya. Setiap rasul dan nabi diutus untuk mengajarkan inti ajaran agama yaitu kalimattauhid " هللا الا هلا ال. " Bagi seorang insan yang beriman harus meyakini dalam hati dan membulatkan pikiran buat mencernakan kepercayaan itu, mengarahkan logika dan kecerdasan pikir serta rasa untuk berpegang teguh dalam kehidupan bahwa Allah Maha Esa. Esa pada Zatnya, Esa pada sifat-sifat-Nya dan Esa pada Af’a>l-Nya. Kalau keyakinan sudah tertanam dalam hati sanubari, hidup hanya perja-lanan, mati adalah pintu untuk masuk kepada “hidup yang kekal abadi” dan telah diyakini dengan sesungguhnya bahwa kehidupan yang kekal abadi ialah seorang hamba yang memiliki keyakinan sejati kepada Tuhannya akan berjumpa dengan Dia. Oleh karena itu, barang siapa memiliki kerinduan yang dalam ingin bertemu dengan Dia, maka hendaklah ia mengikhlaskan segala
amalnya
yang salih dan beribadah kepada-Nya
tanpa
memperserikatkan bagi-Nya sedikitpun kepada sesuatu. Kiranya akidah yang semacam itulah sangat menentukan posisi bagi seorang insan yang beriman pada hari yang akhir, sekaligus sebagai pegangan hidup bagi setiap insan yang optimis meraih bahagia di dunia dan selamat di hari akhirat.
6. Berjuang Tanpa Pamrih Percaya kepada hari akhirat adalah salah satu landasan perilaku manusia untuk berjuang dalam agama menegakkan kalimat tauhid sepanjang hayat dan tidak perlu menunggu perintah atau aba-aba dari siapapun juga. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Q. S. al-Taubah /9: 44,
ْمِهِلاَوْمَأِب اوُدِهاَجُي ْنَأ ِرِخآْلا ِمْوَيْلاَو ِهَّللاِب َنوُنِمْؤُي َنيِذَّلا َكُنِذْأَتْسَي اَل نيِقَّتُمْلاِب ٌميِلَع ُهَّللاَو ْمِهِسُفْنَأَو 44 )) Terjemahnya: Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak akan meminta izin kepadamu untuk (tidak ikut) berjihad dengan harta dan diri mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang bertakwa. Mujahid memberikan kementar bahwa ayat tersebut turun sehubungan dengan banyaknya orang berkata, minta izinlah kalian kepada Rasulullah saw. jika beliau mengizinkan kalian keluar, maka keluarlah, dan bila ia belum mengizinkan, maka tinggallah dulu. Orang yang beriman kepada hari kemudian, mereka tidak perlu minta izin kepada siapa sekalipun kepada Rasul dalam rangka berjuang meninggikan kalimat Allah, baik ia berjuang dengan pengorbanan harta kekayaan, maupun pengorbanan jiwa dan raga, demi bercita-cita mendapatkan rida Allah dan rahmat-Nya, baik di dunia maupun di akhirat. Di zaman Rasulullah saw. pun, orang yang mau ikut berjuang di jalan Allah melawan orang kafir, tidak perlu meminta izin kepada Rasul, kalau memang betul-betul mereka beriman kepada Allah dan percaya kepada hari yang terakhir, cukuplah motivator iman yang tangguh itu menjadi pendorong semangat untuk berjuang di jalan Allah. Orang yang beriman tidak harus minta izin kepada Nabi untuk ikut serta berperang, baik dengan harta maupun dengan jiwa raga, bahkan mereka lebih mendahulukan perjuangan dari minta izin.Karena sungguh orang yang percaya kepada hari akhirat dan beramal salih serta berjuang di jalan Allah adalah salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah menuju jalan masuk surga. Hal tersebut sejalan dengan firaman-Nya dalam Q.S. al-Nisa>’ /4: 124-125, َنوُلُخْدَي َكِئَلوُأَف ٌنِمْؤُم َوُهَو ىَثْنُأ ْوَأ ٍرَكَذ ْنِم ِتاَحِلاَّصلا َنِم ْلَمْعَي ْنَمَو (اًريِقَن َنوُمَلْظُي اَلَو َةَّنَجْلا124)ُهَهْجَو َمَلْسَأ ْنَّمِم اًنيِد ُنَسْحَأ ْنَمَو َميِهاَرْبِإ ُهَّللا َذَخَّتاَو اًفيِنَح َميِهاَرْبِإ َةَّلِم َعَبَّتاَو ٌنِسْحُم َوُهَو ِهَّلِل (اليِلَخ125) Terjemahnya:
Dan barangsiapa mengerjakan amal kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedang ia beriman, maka mereka itu akan masuk ke dalam surga dan mereka tidak dizalimi sedikit pun. Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang dengan ikhlas berserah diri kepada Allah, sedang dia mengerjakan kebaikan, dan mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah telah memilih Ibrahim menjadi kesayangan-Nya. Ayat tersebut di atas, menjelaskan bahwa Allah swt. tidak akan menerima amal seseorang, kecuali dilandasi dengan iman. Amalan-amalan baik tidak bakal diterima tanpa iman, karena iman menjadi syarat utama diterimanya amal. Laksana sebuah bangunan iman adalah pondasi. Karena itu, iman yang berakar dalam hati seseorang sebagai landasan untuk beramal, akan mendapatkan rahmat Allah swt., yaitu surga dan mereka tidak akan teraniaya. Pada ayat 125 surah al-Nisa di atas menegaskan; bahwa orang yang mengikhlaskan agamanya adalah orang yang mengamalkan ajaran agama yang seikhlas-ikhlasnya semata karena Allah, tunduk dan taat kepada-Nya, menghadapkan wajahnya dengan beribadah. Itulah orang yang menyerahkan dirinya kepada Allah swt. Oleh karena itu, orang yang mantap imannya kepada Allah dan hari kemudian, mereka tidak minta izin agar tidak ikut perang berjuang meninggikan kalimat Tauhid sebagai inti sari ajaran semua agama yang dibawa para nabi dan rasul. Para rasul mendakwakan ajaran aqidah bahwa gugur dalam peperangan adalah mati syahid, sekaligus jalan menuju masuk surga. Sedangkan hidup, kembali membawa kemenangan dengan al-gani>mah sebagai hadiah dalam perang. Orang yang beriman senantiasa bersiap siaga kapan ada panggilan perang, karena Allah swt. Maha Mengetahui hati siapa yang paling bertakwa dalam menegakkan syariat Allah swt. di atas bumi-Nya. Hamka dalam Tafsir Al-Azharnya menceritakan bahwa beratus-ratus orang, baik kaum Muhajirin maupun kaum Ans{a>r, mereka pun mempunyai rumah tangga, mempunyai isi kebun yang hendak dipetik. Mereka pun baru pulang dari peperangan menaklukkan Makkah, penyerangan Hunain dan pengepungan Tha'if. Akan tetapi, karena iman mereka kepada Allah swt. dan hari
kemudian seruan Rasul tersebut disambut baik dengan hati senang dan gembira, penuh tawad}u'. Mereka berkorban, baik harta benda maupun jiwa dan raganya semata-mata karena Allah. Seperti Utsman mengorbankan sebagian kekayaannya yaitu 100 ekor unta dan lain-lain, sebagai biaya dalam perang. Tetapi orang yang masih ragu-ragu dalam hatinya, mereka minta izin kepada Rasul bila ada seruan perang. Orang yang ragu-ragu, mereka takut meninggal dalam peperangan, takut miskin terambil hartanya, sehingga hati mereka maju mundur, antara mau ikut perang atau tinggal di rumah. Pendirian mereka tidak tegas. Tetapi kalau urusan yang mudah, mereka tidak mau ketinggalan. Mungkin salat berjama'ah tidak terlalu berat karena tidak terlalu banyak minta pengorbanan materi, sehingga mereka rajin lakukan. Mungkin kalau salat berjama'ah dimintai juga banyak pengorbanan harta, jiwa dan raga, pasti mereka juga mengelakkan diri dengan berbagai macam alasan. Tetapi kalau iman di dada sudah mantap tertanam ke dalam lubuk hati yang paling dalam, maka tanpa pamrih akan tumbuh dan berkembang dari dirinya amalan-amalan salih, sehingga rela melepaskan segala apa yang dimiliki demi kemajuan dan kesucian agama. Karena itu kesucian agama tetap terpelihara, sekalipun harta, jiwa dan raga harus berkorban,demi iman kepada Allah dan hari yang terakhir.
7 .Tidak Mengenal Kasih Sayang kepada Penantang Allah dan Rasul Menegakkan agama Allah, mempertahankan syari’at Islam bagi orang yang beriman sungguh tidak mengenal kasih sayang kepada para penantang Allah dan Rasul-Nya. Bila ada yang menghalang-halangi mereka agar tidak menaati Allah dan Rasulnya, mereka tidak mengenal kasih sayang, sekalipun yang menantang adalah saudara dekat senasab atau seketurunan. Sebagaimana dijelaskan dalam firman Allah Q.S. al-Muja>dilah /58 :22 ُهَلوُسَرَو َهَّللا َّداَح ْنَم َنوُّداَوُي ِرِخآْلا ِمْوَيْلاَو ِهَّللاِب َنوُنِمْؤُي اًمْوَق ُدِجَت اَل يِف َبَتَك َكِئَلوُأ ْمُهَتَريِشَع ْوَأ ْمُهَناَوْخِإ ْوَأ ْمُهَءاَنْبَأ ْوَأ ْمُهَءاَباَء اوُناَك ْوَلَو
اَهِتْحَت ْنِم يِرْجَت ٍتاَّنَج ْمُهُلِخْدُيَو ُهْنِم ٍحوُرِب ْمُهَدَّيَأَو َناَميِإْلا ُمِهِبوُلُق اَلَأ ِهَّللا ُبْزِح َكِئَلوُأ ُهْنَع اوُضَرَو ْمُهْنَع ُهَّللا َيِضَر اَهيِف َنيِدِلاَخ ُراَهْنَأْلا (َنوُحِلْفُمْلا ُمُه ِهَّللا َبْزِح َّنِإ۲۲﴾ Terjemahnya: Engkau tidak akan dapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhir, berkasih-kasihan dengan orang yang menantang Allah dan Rasulnya, walaupun mereka itu adalah bapak-bapak mereka, atau kelu-arga mereka itulah Allah yang telah menuliskan dalam hati mereka, Iman dan menguat-kan mereka dengan pertolongan yang datang kepadanya dan akan mema-sukkan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai dibawanya, mereka kekal di dalamnya Allah telah Ridha kepada mereka itulah golongan Allah, ketahuilah bahwa sesungguhnya golongan Allah, mereka itulah yang beruntung. Ayat tersebut di atas menjelaskan bahwasanya Allah swt. telah menyam-paikan kepada Nabi Muhammad saw. tidak akan mendapati suatu kaum yang sungguh-sungguh beriman kepada Allah swt. dan percaya kepada hari akhir, saling berkasih sayang kepada para penantang Allah dan Rasul-Nya. Dalam hati mereka (orang yang beriman kepada Allah dan mempercayai adanya hari akhirat), tidak akan ada rasa cinta dan kasih sayang terhadap musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya. Sebab rasa cinta dan benci tidak akan mungkin bersatu menempati satu hati dalam satu waktu yang bersamaan. Yang jelas, bila rasa cinta muncul dalam hati, maka lenyaplah rasa benci. Demikian juga, bila rasa benci muncul dalam hati, maka lenyaplah rasa cinta, dan sirnalah sifat kasih sayang, sekalipun ayah kandung. Apabila mereka secara terang-terangan menantang para golongan Allah dan Rasul-Nya, maka kasih sayang di antara mereka tidak akan muncul. Orang-orang yang menegakkan agama Allah dan meniggikan kalimatullah, bukanlah di antara mereka yang mengenal kasih sayang kepada penantang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun ayah kandung sendiri. Sejarah turunnya Alquran telah membuktikan sikap orang yang sungguh beriman kepada Allah swt. dan hari kemudian sebagaimana tercatat dalam tafsir al-Kasysya>f, bahwa sebab ayat 22 Surah al-Muja>dilah tersebut diturunkan kepada Abu Bakar dan
Abu Kuhapah, ketika ditanya, engkau lakukan seperti itu? beliau menjawab, iya. Sekiranya pedang saya dekat kepadaku, niscaya akan kupan-cung lehernya, akan kubunuh dia. Juga dikatakan bahwa Abi Ubaidah bin Jarrah telah membunuh bapanya Abdullah al-Jarrah pada hari Uhud. Dan Mas}'ab bin Umair membunuh saudaranya Ubaid bin Umair di perang Uhud. Umar membunuh pamannya A<s} bin Hisya>m di hari Badar, Ali membunuh Utbah dan Syaibah Ibnu Rabi'ah pada hari Badar. Oleh karena itu, Nabi mengucapkan sebuah doa:
تدج و يبلق هدويف ةمعن ال و ادي يلع قسافل ال و رـجافل لعـجت ال مهللا يلا تيحوأ اميف.(دجت ال )هلوسر و هللا داح نم نوداوي رخالا مويلا و هللاب نونمؤي اموق Artinya: Ya Allah Tuhanku ! Janganlah Engkau jadikan tangan sidurhaka dan sifasik demikian juga nikmat yang terpengaruh atas diriku, lalu hatiku belas kasih kepadanya, karena aku telah dapati pegangan apa yang telah Engkau wahyukan kepadaku, bahwa “tidaklah engkau dapati orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir berkasih-kasihan dengan orang yang menantamg Allah dan Rasul-Nya.” Allah swt. menjelaskan bahwa tidak pantas bagi orang-orang beriman kepada Allah swt. dan hari akhir akan mencintai dan menyayangi orang yang men- jadi musuh-musuh Allah dan Rasul-Nya, sekalipun ayahanda mereka atau anak kan-dung mereka sendiri. Ayah tetap ayah anak tetap anak, saudara tetap saudara, kaum keluarga tetap kaum keluarga, tetapi pendirian dan aqidah tidak boleh diubah lantaran keluarga terdekat. Ibnu Kas\i>r menceritakan tentang ayat ini, bahwa Abu Ubaidah Amir bin Abdullah bin Jarrah yang terkenal termasuk 20 orang yang dijanjikan oleh Rasulullah masuk surga ketika terjadi peperangan Badar.Dia terpaksa berhadapan dengan ayah kandungnya sendiri sehingga ayahnya meninggal karena pedang anak kandungnya sendiri. Abu Bakar al-S{iddi>q sendiri berhadapan dengan putranya yang tertua, kakaknya Aisyah, karena
Abdulrahman pada masa itu masuk golongan musyrik Quraisy yang pergi memerangi kaum muslimin. Mas}'ab bin Umair membunuh saudaranya, Ubaid.Mereka tidak mengenal kasih sayang kepada keluarga yang ada hanya soal aqidah atau kepercayaan kepada Allah dan hari akhirat. Dari uraian tersebut dapat dipahami dan diyakini bahwa kaum muslimin tersebut telah tertulis dalam hati mereka iman yang mantap kepada Allah. Iman yang dituliskan oleh Tuhan dalam hati mereka, ia pegang erat-erat, dipegang erat dan kuat sampai mati. Ia gigit dengan gigi taring sekuat-kuatnya sampai bertemu dengan Tuhannya pada hari akhirat. Mereka telah ditakdirkan ruh dari padanya dan mungkin ruh itu yang telah dijanjikan oleh Tuhan kepadanya, bahwa sekali dia telah mengaku bertuhan kepada Allah, ia akan pegang erat-erat, sehingga dia tidak merasa khawatir sedikitpun dalam menghadapi berbagai macam tantangan dan pengaruh dunia yang sering mengganggu dan merongrong iman mereka. Mereka pun tidak berduka cita menghadapi hal tersebut. Hal itu sejalan dengan firman Tuhan dalam Q.S. Fus}s}ilat: 30 yang artinya; Sesungguhnya orang-orang yang berkata, “Tuhan kami ialah Allah " lalu mereka malaikat-malaikat memberikan kabar gembira" janganlah takut dan janganlah susah, bergembiralah kalian dengan surga yang telah dijanjikan kepadamu. Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwasanya para malaikat yang ditugasi oleh Allah memberikan khabar gembira kepada orang yang tetap istiqamah dalam menegakkan kalimatullah, bahwa pada akhir hayatnya niscaya turung malaikat di sisinya dan berkata; Kami adalah wali-walimu di dunia dan akhirat dan bagimulah apa-apa yang kamu idam-idamkan. Mereka adalah para malaikat yang ditugasi oleh Allah sebagai wali orang-orang yang muttaqi>n.Sehingga mereka termasuk golongan orang-orang yang memperoleh kemenangan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Mereka mendapat rida Allah, dan Allah pun rida kepadanya. Allah telah rida kepada mereka karena ketaatannya kepada Allah swt. dan merekapun telah rida kepada-Nya karena pahala-Nya. Rida inilah puncak dari segala nikmat kebaha-giaan. Rida inilah penawar dari segala kekhawatiran,
ketakutan serta kekecewaan, karena bagaimanapun kuatnya iman dalam hati terkadang muncul juga sifat sedih. Karena yang dibunuh adalah ayah kandung atau berperang dengan keluarga sendiri. Akan tetapi rasa sedih sudah terobati karena sudah berada di atas puncak kebaha-giaan, yaitu memperoleh rida Ilahi. Setelah penulis menguraikan ayat-ayat al-yaum al-a>khir, tibalah kepada kesimpulan bahwa beriman kepada al-yaum al-a>khir (hari akhirat) pada hakikatnya adalah merupakan suatu kekuatan dalam diri setiap insan yang beriman. Dan sangat urgen serta berimplikasi terhadap perilaku manusia baik sebagai indivu maupun sebagai makhluk sosial. Dan menjadi motivator untuk mengaktualisasikan segala perilaku manusia yang beriman agar memperoleh ”maqa>man mahmuda>” (tempat terpuji) dalam kehidupan. Kepercayaan kepada hari akhirat merupakan salah satu pokok dari pokok-pokok kebajikan yang mencerminkan sebagai pengikut para Rasul Allah swt., sekaligus ketaatan kepada Allah dan Rasulnya, sebagai pendekatan diri kepada Allah dan Rasulnya, sebagai landasan tumbuhnya amal saleh dan kesalehan seseorang. Untuk itu, mereka senantiasa menanamkan dalam dirinya sifat-sifat optimisme untuk berjuang tanpa pamrih, sekalipun harta dan jiwa harus korban demi mene-gakkan Agama Allah swt. di bumi dan melaksaan syariat Islam, dan menafikan kekhawatiran bagi pelaku kesalihan, serta menghilangkan sifat khawatir dalam hati bagi para s}a>lihi>n dengan senantiasa mewujudkan sifat optimisme dalam diri untuk meraih rida Tuhan, baik di dunia maupan di akhirat. Setelah penulis mengemukakan implikasi iman kepada hari akhirat terhadap perilaku manusia sebagai individu, maka berikut dikemukakan perilaku manusia sebagai makhluk sosial.
B. Perilaku Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Iman kepada hari akhirat dapat berimplikasi pada perilaku manusia baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian berkeyakinan bahwa iman kepada hari akhirat adalah salah satu rukun dari rukun-rukun iman yang ada, yaitu rukun yang ke lima. Sebagai realisasi Iman kepada hari akhirat, dapat berimplikasi pada perilaku manusia khususnya perilaku manusia sebagai makhluk sosial. Secara kausal iman kepada hari akhirat sebagai salah satu pokok kebajikan dari pokok-pokok kebajikan terkandung dalam ayat 177 surat al-Baqarah yang terjemahnya, “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), dan orang-orang yang meminta-minta, dan memerdekakan hamba sahaya, mendirikan salat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan, dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (iman-nya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” Ayat tersebut di atas menjelaskan pokok-pokok kebajikan bila dikaitkan dengan perilaku manusia sebagai makhluk sosial yaitu: a. Iman, yaitu Iman kepada Allah, hari akhirat, malaikat-malaikat, al-Kitab, dan para Nabi dan Rasul. b. Memberikan harta yang dicintai kepada kerabat, anak-anak yatim, orang miskin, ibnu sabil, pengemis, hamba sahaya. c. Melaksanakan salat. d. Mengeluarkan zakat, e. menunaikan janji bila berjanji, f. dan sabar.
1. Pokok Kebajikan Pertama yaitu Iman a.Iman Kepada Allah Iman kepada Allah adalah salah satu pokok kebajikan sebelum beriman kepada hari akhirat, para malaikat, kitab-kitab, dan para nabi dan rasul-Nya. Bertitik tolak dari ayat 177 surah al-Baqarah di atas, bahwa salah satu pokok kebajikan yang pertama dan utama adalah iman kepada Allah swt. yaitu, percaya dengan sesungguhnya kepada Allah swt. membenarkan Adanya, dan sifat-sifat-Nya Yang Mahasempurna, Mahasuci dari segala sifat-sifat kekurangan, sebagai pangkal atau pokok aqidah. Asas segala kebajikan adalah beriman kepada Allah swt. sebagai Tuhan Yang Maha Esa, tanpa ada sekutu dengan-Nya. Yang berhak disembah hanya Dia sendiri tidak ada yang lain. Iman yang dirasakan oleh jiwa yang tenang dengan berzikir kepada-Nya.Hati tunduk kepada syari’at-Nya, bukan kepada manusia. Dengan iman inilah hati menjadi tenang dan tenteram, memberikan cahaya kete-nangan dalam kehidupan insan yang beriman di atas bumi. Pada akhirnya akan mengantarkan kepada kebahagiaan hakiki di kala hari terakhir yang telah ditetapkan oleh Allah swt. bagi setiap insan yang beriman telah tiba baik pada hari yang tera-khir dari hidupnya di atas pentas bumi dengan kematian, maupun pada hari yang paling terakhir di alam akhirat. Oleh karena itu, Tuhan swt. senantiasa menganjur-kan kepada setiap orang yang beriman agar selalu berzikir, mengingat Allah swt. menyebut-nyebut asmaulhusna’ karena hati yang selalu berzikir kepada Allah swt. merasakan ketenangan dan kebahagiaan hakiki. Hal ini sejalan dengan firman-Nya dalam Q.S.al Ra’d /13: 28-29 di bawah ini: ُّنِئَمْطَت ِهَّللا ِرْكِذِب اَلَأ ِهَّللا ِرْكِذِب ْمُهُبوُلُق ُّنِئَمْطَتَو اوُنَماَء َنيِذَّلا ( ُبوُلُقْلا۲۸ ) (ٍبآَم ُنْسُحَو ْمُهَل ىَبوُط ِتاَحِلاَّصلا اوُلِمَعَو اوُنَماَء َنيِذَّلا29 ( Terjemahnya: “(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allahlah hati menjadi tenteram.
Orang-orang yang beriman dan beramal saleh, bagi mereka kebaha-giaan dan tempat kembali yang baik.” Dalam ayat tersebut, Tuhan menjelaskan bahwa, hanya berzikir kepada Allah dengan iman yang mantap dan keyakinan yang teguh hati menjadi bahagia dan tenteram. Menghadapkan wajah ke barat atau ke timur dianggap oleh Tuhan bukan-lah suatu kebajikan sebagaimana dijelaskan pada awal ayat ke 177 surah al-Baqarah di atas. Mahmu>d bin Umar menjelaskan sebab turunnya ayat tersebut, berkenaan perselisihan paham di antara ahli agama tentang arah menghadapkan wajah ketika beribadah.Orang Yahudi bila salat
menghadapkan wajahnya ke barat atau ke arah baitulmaqdis,
sedangkan orang Nasrani menghadapkan wajahnya ke timur.Ketika Rasulullah Muhammad saw. merubah haluannya ke arah Ka'bah mereka memp-rotes. Hal yang demikian, semakin banyak orang Yahudi dan Nasrani membantah Muhammad saw. dengan berkata, hal yang dilakukan Muhammad bukanlah suatu kebajikan. Kebajikan adalah menghadap ke kiblat kita (Yahudi dan Nasrani) yaitu baitul maqdis. Wahbah al-Zuhaili> memberikan kementar bahwa perubahan arah kiblat dalam salat menjadi problema besar di kalangan para ahli agama dan menjadi pertentangan antara orang-orang muslim dengan orang-orang non muslim.Setiap firqah (kelompok) berpendapat dan menganggap bahwa salat mereka tidak sah ka-lau tidak menghadap ke kiblat masing-masing.Salat orang Yahudi dan Nasrani tidak sah kalau tidak menghadap ke kiblat mereka yaitu ke Baitulmakdis. Oleh karena itu, salat yang dilaksanakan menurut mereka wajib menghadap ke kiblatnya (Baitulmaqdis), karena dia adalah kiblat para nabi. Hal tersebut dibantah oleh kaum muslimin
dengan
mengemukakan bahwa salat tidak diterima dan tidak diridai oleh Allah swt. kecuali mengarahkan wajah ke Masjidilharam, kiblat bapak para nabi (Ibrahim as). Allah swt. menjelaskan kepada manusia yang beriman, bahwa menghadap-kan wajah ke arah timur dan barat secara hakiki, bukanlah suatu kebajikan dan bukanlah suatu amal salih. Kebajikan yang hakiki hanyalah keteguhan hati dalam ketaatan kepada Allah
swt., beriman kepada-Nya penuh kesadaran dan kesungguhan serta beriman kepada hari akhirat, kepada para malaikat, kitab-kitab, serta para rasul-Nya.Orang yang sungguh beriman jika mengerjakan sesuatu pekerjaan, selalu terdorong oleh jiwa yang tenang, keyakinan yang mantap penuh rasa khawatir dan harapan memperoleh rida Allah swt., dalam setiap saat selalu merasa diawasi dirinya oleh Tuhan di mana pun dia berada. Dalam hati mereka selalu ada Allah, Tuhan Yang Mahapengintai, sehingga merasa lebih dekat kepada-Nya. Bila mereka terlanjur melakukan perbuatan dosa, segeralah bertaubat dan menyesali diri, serta cepat sadar melaksanakan perintah Tuhan dengan khusyu.’ b. Iman kepada Hari Akhirat Seseorang yang telah beriman kepada Allah harus pula beriman kepada hari akhirat. Dari 26 ayat tersebar dalam Alquran menyebutkan kata “al-yaum al-a>khir” selalu bergandengan dengan beriman “kepada Allah” yaitu; “amana> bi Alla>h wa bi al-yaum al-a>khir.”
Beriman kepada hari akhirat adalah keyakinan yang mantap terhadap
keniscayaan
akan datangnya sebagai hari untuk menerima balasan segala perbuatan
manusia yang disampaikan oleh Allah swt. kepadanya berupa pahala surga atau azab neraka bagi orang-orang kafir. Dengan adanya iman yang mantap kepada hari akhirat dalam hati setiap insan yang beriman, akan semakin terdorong untuk meningkatkan kesalehan amalnya demi kemaslahatan baik individu maupun masya-rakat. Dan juga sebagai pengendali diri dari segala kemaksiatan. Karena adanya keyakinan bahwa semua manusia akan mendapatkan balasan dari segala perbuatan-nya yang telah dilakukan pada masa hidupnya di dunia. Semua orang muslim mengakui keniscayaan hari akhirat bahwa ia adalah hari kembalinya semua manusia kepada Tuhannya untuk mempertanggung jawabkan segala perbuatan yang telah dilakukan pada masa hidupnya di dunia. Karena itu iman kepada hari akhirat merupakan kekuatan yang dapat mempengaruhi hati setiap orang yang beriman untuk melaksanakan aktifitas keseharian secara berkualitas untuk membawa mereka
kepada martabat atau kedudukan yang terhormat di sisi Tuhan baik di dunia maupun di akhirat. Agar setiap insan yang beriman dapat mengimplementasikan ajaran Islam secara universal dalam rangka meningkatkan iman dan takwa kepada Allah swt., maka pegangan hidup dalam menyaring aktivitas demi meraih kebahagiaan hakiki dalam kehidupan, adalah memantapkan kepercayaan adanya hari akhirat dan segala keadaannya sebagai stasiun tempat perhentian terakhir dari perjalanan keberadaan manusia. Untuk mengimplementasikan hal tersebut, setiap insan yang beriman harus cermat memilah-milah dan mengetahui secara jelas nilai etika tentang perbuatan yang baik dilakukan dan yang harus ditinggalkan, sesuai dengan bimbingan Alquran dan Hadis. Dengan demikian, ia lebih selektif dan sadar menentukan aktivitasnya dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam berinteraksi dengan orang lain maupun masya-rakat dan alam sekitarnya di mana dan kapan pun ia berada. Segala kegiatannya, tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai kesucian agama yang diamanatkan kepadanya oleh Tuhan. Karena segala kegiatan manusia sekecil atompun akan tersimpan dalam memori Tuhan dan tergadai sepanjang hayat manusia itu sendiri, dan tetap akan dimintai pertanggung jawabannya di hadapan Qa>d}i Rabbul Jalil. Pada hari itu harta dan fasilitas lainnya tidak bermanfaat lagi, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Mudas\s\ir /74: 38 yaitu, (ٌةَنيِهَر ْتَبَسَك اَمِب ٍسْفَن ُّلُك38 ﴾ Terjemahnya: “Setiap orang bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya.” Dalam ayat tersebut terkandung maksud bahwa setiap nafs (jiwa) tergadai di sisi Allah swt. sebab semua apa yang telah dikerjakan, tidak ada yang terlepas dari pertanggung jawaban, baik ia nafs yang beriman maupun nafs yang kafir, baik nafs yang berdosa maupun nafs yang taat. Jika amalnya baik, maka mereka diberikan kehidupan
yang menyenangkan sebagai penghuni surga, dan jika amalnya jahat mereka ditetapkan, sebagai penghuni neraka. Semua orang akan dimintai pertanggung jawaban tentang perbuatan yang telah dikerjakan pada masa hidupnya di atas bumi.Adapung orang yang ringan beban di atas pundaknya, ialah orang yang beriman dan senantiasa berusaha mem-perbaiki amalnya, selalu mengikhlaskan dan mensucikan hatinya dari sifat-sifat tercela, membersihkan debu-debu kemusyrikan dan sifat riya dalam beramal karena ada yang ingin dicapai berupa pujian atau yang lain, bukan karena Allah swt. Perlu disadari bahwa dalam perjalanan kehidupan manusia terkadang diperhadapkan berbagai macam problema hidup, sehingga pandangan mereka terhadap hakikat kebenaran dan kebahagiaan yang hakiki, terkadang silau oleh bujuk rayuan kesenangan yang bersifat sesaat. Lalu terlupakan kebahagiaan sepanjang masa, laksana orang kehausan melihat fatamorgana di atas padang pasir. Karena keresahan iman dan kedangkalan keyakinan tidak menyadari bahwa hidup di atas pentas bumi, hanya sebatas sandiwara belaka. Tidak ada kebahagiaan hakiki yang abadi dalam kenistaan. Urgensi iman kepada hari akhirat menurut Alquran sangat berguna dan bermanfaat dalam menata kehidupan manusia di atas panggung sandiwara dunia yang lakonnya adalah segenap umat manusia itu sendiri dengan wasit yang sangat cermat lagi adil. Mereka itulah para panitra Tuhan yang Mahamulia.Hakim Rabbul Jalil yang keputusan-Nya akan diumumkan pada hari akhirat. Demikianlah sekelumit tentang implikasi iman kepada hari akhirat terha-dap perilaku manusia sebagai makhluk sosial, yang harus dimiliki oleh setiap manu-sia, karena sangat berpengaruh dan berguna dalam kehidupan masyarakat baik manusia individu maupun manusia sebagai makhluk sosial, baik di dunia maupun di akhirat. c.Iman kepada Kitab-kitab Allah swt. dan kepada para nabi dan rasul
Beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan oleh Allah swt. harus dibarengi dengan percaya kepada para nabi dan rasul utusan-Nya sejak Nabi Adam a.s sampai kepada Nabi Muhammad saw. Dengan adanya manusia beriman dan percaya kepada para nabi dan rasul Allah swt., maka mereka harus siap mengikuti jejak perilaku para nabi dan rasul tersebut dalam hidupnya sebagaimana termaktub dalam Alkitab yang telah diturunkan kepadanya. Walaupun mereka (para nabi dan rasul) adalah utusan Allah, namun dalam melaksanakan tugasnya sebagai rasul Tuhan tidaklah selamanya mulus diterima oleh kaumnya, tetapi penuh dengan tantangan dan berbagai kesu-litan. Demikian jugalah pengamalan terhadap apa yang diimani, tidak semudah menghafalkan rukun iman, seperti mengerjakan amar ma'ruf nahi mungkar. Percaya kepada para nabi dan rasul harus punya cita-cita dengan kesucian hati dan keikh-lasan siap mengikuti dan mencontoh perilaku hidup mereka, pengorbanan mereka, penderitaan mereka, serta perjuangan mereka dalam menegakkan hakikat kebenaran, hingga hari yang diyakini tiba yaitu al-yaum al-a>khir, sehingga akhir hidup di dunia tertutup dengan husnu al-kha>timah. Namun iman tersebut senantiasa diperhadapkan dengan bermacam ujian, karena itu dibutuhkan sikap istiqamah bagi setiap insan yang beriman.
2. Membelanjakan Harta yang dicintai Pokok kebajikan yang lain setelah beriman ialah membelanjakan sebahagian harta yang dicintai. Kecintaan terhadap harta adalah naluri manusia dan sudah menjadi tabi'at bagi mereka. Sehingga jika harta sudah terkumpul di tangan sese-orang terkadang muncul perasaan berat dalam hati untuk melepaskannya. Apalagi kalau iman di hati mereka belum melekat dan tidak berakar dalam jiwa, maka yang menghiasi hati mereka, hanyalah sifat serakah dan bakhil. Yang tumbuh dalam diri mereka adalah kesombongan dan keangkuhan belaka. Apalagi kalau harta yang dikumpulkan dengan setengah mati, membanting tulang, memeras keringat baru bisa tercapai, lalu melepaskannya begitu saja hanya untuk infak,
sedekah, dan zakat, itu tidak benar, (menurut kata hati mereka yang penuh kebakhilan dan keangkuhan). Akan tetapi, sebagai makhluk sosial manusia yang beriman kepada hari akhi-rat menyadari sesungguhnya bahwa harta yang ada di tangan terdapat hak orang lain yang harus disampaikan kepadanya. Senjata yang paling ampuh untuk melumpuhkan sifat-sifat bakhil yang ada dalam diri, hanyalah menumbuh suburkan sifat-sifat kedermawanan dan syukur nikmah dalam hati. Bagi orang beriman yang menda-patkan amanat Tuhan berupa harta, sebagai esensi kesyukuran dapat terealisasi dengan infak, sedekah dan zakat sebagai perwujudan kebajikan sosial dengan dorongan iman kepada Allah swt sebagai pemberi nikmat dan balasannya akan diterima pada hari akhirat, di alam abadi mereka merasakan nikmat yang tak terhingga. Selanjutnya, harta yang sangat dicintai tersebut diserahkan kepada siapa? Ayat tersebut menyebutkan, pertama adalah za\wil qurba> keluarga yang terdekat; (istri, anak, ibu, dan bapa). Setelah itu, berpindah kepada yang lain, entah saudara kandung yang melarat, entah paman dan tante yang miskin kekurangan harta atau kesulitan ekonomi. Hati orang yang beriman tidak terasa berat berpisah dengan harta yang sangat dicintai dan disayangi, karena yang diberi hanya istri dan anak sendiri, serta ibu bapa sendiri, keluarga sendiri, saudara kandung sendiri, demi keba-hagiaan dan kebajikan bersama. Dalam masyarakat terkadang ada dua orang bersaudara kandung, seibu seayah, tetapi dalam kehidupan mereka berbeda-beda, ada yang beruntung kaya raya, ada yang sedang-sedang saja. Dan ada pula yang miskin papa. Demikian nasib mereka telah ditentukan oleh Sang Mahakuasa. Oleh karena itu, yang pertama dan utama diberikan infak adalah mereka yang miskin. Rasulullah saw. telah bersabda
ِمِحَّرلا يِذ ىَلَع َيِهَو ٌةَقَدَص ِنيِكْسِمْلا ىَلَع ُةَقَدَّصلا َلاَق ٌةَلِصَو ٌةَقَدَص ِناَتَنْثا Artinya:
Sedekah kepada orang miskin adalah semata-mata sedekah, tetapi sedekah kepada keluarga terdekat rahim dia jadi dua, yaitu sedekah dan menghu-bungkan shilatu rahim. (HR. al-Da>rami>) Betapa indah ajaran Islam yang mengutamakan keluarga untuk diberikan infak yang sangat tinggi nilainya di sisi Tuhan. Hal tersebut karena keluarga adalah tanggung jawab sendiri, kewajiban sendiri untuk memberikan belanja, namun di sisi Allah swt. mendapatkan pahala dua kali lipat dari sedekah yang diberikan kepada orang lain. Kedua, anak yatim. Setelah keluarga terdekat yang berhak mendapatkan infaq, sedekah, zakat, menurut ayat tersebut adalah “anak yatim.” Yaitu anak-anak kecil yang papa, yang tidak berayah dan beribu, serta tidak pula ada usaha untuk-nya.Yaitu mereka yang ditinggalkan oleh ibu bapaknya dan mereka tidak mempunyai keluarga dekat yang membantu kebutuhan hidupnya, berupa materi demi kebahagiaan masa depan mereka. Namun perjalanan hidup mereka sangat sulit menempuh pendidikan, karena terbentur oleh kesulitan ekonomi untuk biaya pendidikan. Jadi, salah satu kewajiban sekaligus sebagai kebajikan adalah membe-rikan bantuan kepada mereka, sehingga kesulitan yang dia rasakan dapat teratasi. Pada akhirnya, mereka juga dapat merasakan kebahagiaan, sehingga kesenjangan ekonomi dalam lapisan masyarakat juga dapat teratasi. Tentang kepedulian terhadap anak yatim, Alquran berulang kali menyebut, baik anak yatim yang kaya maupun anak yatim yang miskin seperti firman Tuhan dalam Q.S. al-Nisa>’/4: 2,
اوُلُكْأَت اَلَو ِبِّيَّطلاِب َثيِبَخْلا اوُلَّدَبَتَت اَلَو ْمُهَلاَوْمَأ ىَماَتَيْلا اوُتاَءَو ( اًريِبَك اًبوُح َناَك ُهَّنِإ ْمُكِلاَوْمَأ ىَلِإ ْمُهَلاَوْمَأ2)
Terjemahnya:
Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah balig) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu, adalah dosa yang besar.
Ayat tersebut menjelaskan secara tegas larangan memakan harta anak yatim. Begitu mulianya ajaran Islam memperhatikan pemeliharaan anak yatim, sehingga dalam sebuah hadis yang diartikan oleh Hamka bahwa, “sebuah rumah tangga yang bahagia ialah rumah tangga yang memelihara anak yatim dengan baik. Rumah itu akan diliputi oleh rahmat Allah swt. walaupun anak yatim dari keluarga yang terdekat. Justru keluarga anak yatim yang terdekat itulah yang lebih diutama-kan dari pada yang lain.”Karena itu, orang yang terdekat kepada Nabi saw. nanti dalam surga adalah orang memelihara anak yatim dengan baik sebagai-mana dijelaskan dalam Hadis ini: ِةَباَّبَّسلا ِهْيَعَبْصِإِب َلاَقَو اَذَكَه ِةَّنَجْلا يِف ِميِتَيْلا ُلِفاَكَو اَنَأ َلاَق )يراخبلا هاور(ىَطْسُوْلاَو Artinya: Nabi saw bersabda bahwa "saya dan orang yang memelihara anak yatim bersama-sama di dalam surga, sambil nabi menunjukkan kepada dua jemarinya, jari telunjuk dan jari tengahnya" HR.Bukhari. Hadis tersebut di atas menjelaskan bahwa derajat orang yang memelihara anak yatim, misalnya; memberikan bantuan pendidikan, memperbaiki adab dan budi pekertinya, dan mengajar sopan santun kepada sesama manusia, mereka akan memperoleh kedudukan yang sangat dekat dengan Nabi Muhammad saw. di dalam surga seperti dekatnya antara jari tulunjuk dengan jari tengah. Ketiga; ialah memberikan sedekah kepada orang miskin sebagaimana tersebut dalam ayat 177 al-Baqarah di atas. Orang miskin menurut Ibnu Kas\i>r dalam tafsirnya dikemukakan: نيكاسملا: ام نوطعيف مهانكسو مهتوسك و مهـتوق يف مهيـفكي ام نودجي ال نيذلا مه و مهتلـخ و مهتـجاح هب دست. Artinya: Orang miskin ialah mereka yang tidak mempunyai harta yang dapat men-cukupi kekuatan mereka, pakainnya, tempatnya, maka mereka perlu diberi-kan yang bisa menutupi kebutuhan dan kekurangan mereka.
Sementara Tengku Muhammad Hasbi dalam tafsirnya al-Nur meng-ungkapkan: orang-orang miskin, ialah orang-orang yang karena kelemahannya tidak sanggup mencari penghasilan yang bisa mencukupi kebutuhan hidupnya. Mak- sudnya, orang miskin itu punya kekuatan, pakaian dan tempat tinggal, namun kebutuhannya jauh lebih besar daripada penghasilannya. Orang demikian itu termasuk orang yang mustahiq mendapatkan bantuan berupa infak,sedekah dan zakat dari orang-orang kaya atau orang mampu. Untuk mengatasi hal tersebut, setiap insan perlu menanamkan rasa iman yang mantap dalam jiwanya kepada Allah swt, dan percaya kepada hari kemudian. Dari iman itulah, timbul rasa kasih sayang dan sifat dermawan kepada sesama manusia, utamanya kepada orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Keempat,“ibnu al-sabi>l” anak jalanan. Selain orang miskin, juga disebut dalam ayat 177 Q.S. al-Baqarah di atas, yaitu " ibnu al-sabi>l” " anak jalanan. Dalam tafsir al-Mana>r dikatakan: لـيبسلا نبا: و هوـبأ ليبسلا هـنأك ىتح ةبارق الو لهأب لصي ال رفسلا يف عطقنملا هلهأ و همـحر و هـمأ Artinya: "Ibnu sabil" adalah orang yang terputus di jalanan tidak sampai kepada kelu-arganya dan tidak pula kepada kerabatnya, sehingga seakan-akan jalananlah sebagai bapak dan ibunya, serta keluarganya." Sementara dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan: ليبسلا نبا: و هدلب ىلا هلصوي ام ىطعيف هتقفن تغرف دق يذلا زاتجملا رفاسملا وه هبايا و هباهذ يف هيفكي ام ىطعيف ةعاط يف ارفس ديري يذلا اذك, فيضلا كلذ لخدي و Artinya: “Ibnu Sabil” ialah orang yang menempuh perjalanan dan telah kehabisan belanja, maka diberikanlah bantuan yang dapat mengantar sampai ke negeri-nya. Demikian juga orang yang ingin bepergian demi suatu ketaatan, maka diberikanlah bantuan yang dapat mencukupinya kembali ke negerinya. Ter-masuk juga "ibnu sabil" ialah orang-orang lemah.
Di kota-kota besar seperti, Jakarta, Surabaya, Makassar puluhan bahkan ratusan anak jalanan dengan pakaian tidak karuang. Mereka meminta-minta kepada sopir, penumpang kendaraan bila berhenti pada persimpangan jalan dan bila lampu merah menyala, mereka tidur di pinggir jalan beralaskan koran, tidak mengenal terik matahari dan basah kuyup kehujanan tanpa naungan menunggu sesuap nasi yang tidak menentu dari mana datangnya. Mereka semua menunggu uluran tangan dari semua pihak yang punya kepedulian baik dari si kaya, utamanya para penguasa, maupun hartawan. Sekiranya semua penguasa, hartawan dan dermawan di negeri ini punya keimanan yang mantap kepada Allah swt. dan hari kemudian, konsekuen mengikuti perilaku Nabi Muhammad saw. sebagai uswatun hasanah, hidup sederhana, tidak suka hidup berfoya-foya, dan kelebihan harta yang ada pada tangan mereka, diin-fakkan kepada semua anak jalanan, dan melokalisir kemudian diberikan pendidikan dan keterampilan demi masa depan mereka, niscaya anak jalanan tersebut bisa teratasi. Betapa banyak gedung bertingkat tinggi melangit tersebar di kota-kota besar, sebagai pertanda
kemajuan
peradaban manusia. Akan tetapi bangunan yang bertingkat itu tidak lain hanya sebatas tanda akan datangnya hari kiamat. Bukankah kiamat itu mengandung arti banyak berdiri? Sementara dalam kota-kota besar yang banyak berdiri adalah gedung-gedung raksasa sebagai kebanggaan masyarakat kota. Sudah menjadi sunnatullah "fi al-kaun," bahwa setiap yang berdiri tinggi menjulang, pasti akhirnya akan runtuh, jatuh dan hacur lebur. Semakin banyak yang berdiri menjulang tinggi, pasti semakin banyak itu pula yang akan runtuh dan hancur. Kapan semua terjadi, hanya sekedip mata memandangdan menunggu giliran. Sementara anak jalanan, anak yatim, dan fakir miskin kurang terurusi. Mereka berkeliaran mengisi sudut-sudut jalanan di kota-kota besar tersebut dan bila mereka berdo'a kepada Allah niscaya Dia mengabulkan untuknya. Demikianlah menurut ajaran agama, sehingga disyari'atkan bagi para hartawan, penguasa dapat membe-rikan infak, sedekah dan zakat kepada mereka yang mustahik. Kelima ialah bersedekah kepada
pengemis/peminta-minta. Selain anak jalanan, sebagai ujian iman adalah memberikan belanja kepada peminta-minta. Dalam Q.S. al-Baqarah :177 di atas, disebutkan " al-sa>ilu>n " adalah orang-orang yang meminta-minta. Walaupun dalam tata kesopanan adab Islam kurang mengindahkan meminta-minta kalau tidak dalam keadaan terpaksa. Karena tangan di atas lebih baik dari pada tagan dibawah. Maksudnya memberi lebih tinggi kedudukannya di sisi Tuhan, dari pada orang yang diberi. Oleh karena itu, lebih baik memberi dari pada diberi. Sehubungan hal tersebut, seseorang yang sungguh-sungguh beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak mau meminta kepada seseorang kalau tidak dalam keadaan betul-betul terpaksa. Dalam satu riwayat disebutkan bahwa di negeri Islam Sudan, walaupun dalam keadaan melarat, imannya masih dipelihara oleh setengah orang dengan sebaik-baiknya. Suatu hari, satu rumah tertutup rapat pintunya sudah beberapa hari. Tetangganya yang juga beriman melihat keadaan yang demikian membuka pintu rumah itu dengan paksa. Mereka mendapati seisi rumah, dari kepala rumah tangga sampai kepada isteri dan anak-anaknya ditemukan hampir mati kelaparan. Mereka bersedia mati kelaparan daripada menengadahkan tangan meminta-minta. Jiwa mereka tidak jatuh karena kemiskinan.Akan tetapi, sebuah pertanyaan muncul, bagaimana sebagian orang Islam di negeri kita? Adakah juga mereka bersikap seperti sebagian orang Islam di Sudan seperti riwayat di atas? Biasa terdengar dari kalangan mereka berkata, "lebih baik mati bersimbah darah dari pada mati kelaparan." Dalam suku makassar juga biasa terungkap dengan bahasa daerah makassar "bajikang-ngangi mate cceraka na mate ammokki-mokkika" artinya lebih baik mati berdarah daripada mati menggelepar karena kelaparan. Ungkapan tersebut, merupakan prinsip bagi orang makassar, bila dalam kea-daan terpaksa karena kelaparan, mereka meminta. Kalaupun ia tidak diberi, ia akan berusaha apapun yang terjadi, sekalipun nyawa melayang, karena masalah perut bagi orang makassar adalah sangat sensitif.
Oleh karena kemiskinan, perempuan muda yang tidak punya iman di hatinya, ia pergi melacurkan diri, demikian pula laki-laki menjadi penghuni kolong jembatan. Semakin jauh orang dari bimbingan agama, semakin tambah kusut hatinya, semakin runyam kehidupannya, dan semakin sesatlah mereka. Oleh karena itu, agama Islam mengajarkan betapa pentingnya salat berjama'ah, supaya orang miskin dan orang kaya selalu bertemu, sehingga yang kaya dapat membantu si miskin, walaupun mereka tidak meminta dan si miskin dapat mendo'akan si kaya. Dengan demikian, hubungan keduanya terjalin erat, tolong menolong, saling menyayangi. Orang kaya menolong orang miskin dengan infak, sedekah, dan zakat. Sedangkan orang miskin dapat juga menolong orang kaya, walaupun hanya dengan do'a ketika menerima infak, sedekah dan zakat. Dengan infak, sedekah dan zakat tersebut, juga mendorong hati si miskin untuk membantu si kaya dalam mengurusi harta kekayaannya, sekalipun hanya dengan do'a kepada Allah, agar kekayaan mereka senantiasa mendapat lindungan dan berkah-Nya. Seorang miskin menerima infak, sedekah atau zakat dari si kaya sambil mendo'akannya, maka dengan do'a tersebut hati orang kaya merasa tenang dan bahagia.Karena dapat menunaikan kewajibannya kepada Tuhan terhadap amanat berupa kekayaan. Karena selain harta yang diserahkan, sebagai infak, sede-kah dan zakat, juga sekaligus berfungsi sebagai pembersih diri dari sifat-sifat serakah dan bakhil yang diakibatkan terlalu cinta dan sayang kepada harta. Semoga infak, sedekah dan zakat tersebut menjadi penyebab mereka berbahagia dan selamat pada hari akhirat. Keenam memberikan sedekah kepada al-Riqa>b. Salah satu ujian iman sebagaimana disebut dalam ayat 177 al-Baqarah di atas ialah menafkahkan harta yang dicintai dengan jalan membebaskan hamba sahaya. Dalam Tafsir al-Manar disebutkan: باقرلا يف و:اهـقتـعو اهريرحت يف يأ, مـهـقتـع و ءاقرآلا عايتـبا لمشي وـهو,ةناعا و مهموجن ءادأ ىلـع نيبتاكملا, ءادتـفالا ىلـع ىرسالا ةدـعاسم و. Artinya:
Dalam hal memerdekakan hamba sahaya dan membebaskannya, adalah termasuk membayarkan dirinya serta membebaskannya dari perbudakan, dan menolong para hamba sahaya serta membantu atas penebusan dirinya, dan termasuk juga membantu menebus para tawanan. Pengorbanan semacam ini termasuk suatu hak yang wajib terhadap harta keka-yaan para kaum muslimin sebagai bukti atas kepedulian terhadap syari'at Islam, yaitu melepaskan hamba sahaya dari perbudakan sesama manusia. Agama Islam mengajarkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk merdeka, kecuali dalam hal-hal yang berhubungan dengan kemaslahatan umum di dalamnya terkadang muncul tawanan yang dianggap budak oleh penguasa. Pada prinsipnya konsep yang telah diuraikan di atas bertujuan untuk memelihara hidup manusia. Sedangkan kebutuhan hamba sahaya adalah kemerdekaan atau kebebasan dari perbudakan sesama manusia secara universal. Disyari'atkannya pengorbanan seperti diuraikan di atas, bukan saja dari zakat harta yang terikat dengan haul dan ukuran nisab yang telah ditetapkan oleh syari’at, bukan pula pengorbanan dengan jumlah tertentu dari harta yang dimiliki, seperti sepuluh persen, seper empat persen, dan seper sepuluh persen. Akan tetapi, pengorbanan tersebut suatu hal yang diperin-tahkan secara mutlak sebagai suatu kebajikan, dan perlindungan manusia dari kebinasaan dan kerusakan sebagai makhluk mulia. Secara holistis zakat, bukan hanya zakat harta, tetapi termasuk juga mem-bersihkan perbudakan di antara sesama manusia demi terwujudnya kemerdekaan secara causal, sebagai makhluk Tuhan yang sama membutuhkan kebebasan menik-mati kemerdekaan hidup di atas bumi.
3. Melaksanakan Salat Menegakkan salat adalah salah satu pokok kebajikan sebagaimana telah dije-laskan dalam ayat 177 al-Baqarah di atas. Aqa>ma al-S{ala>h artinya mendirikan salat. Salat adalah kunci pas dari segala kebaikan. Karena itu, yang pertama kali dihisab/ diperiksa dari
sekian banyak perilaku manusia pada hari akhirat ialah salat.Kalau salat sudah lolos dari pemeriksaan Qadi Rabbun Jalil, maka amal yang lain agak mudah juga lolos. Mendirikan salat terkandung maksud mengerjakan salat secara sempurna, dan menegakkan secara terus menerus, melanggengkan pengamalannya menurut waktu yang telah ditetapkan. Mendirikan salat sebagaimana telah diulang-ulang penyebutannya oleh Alquran yang dilaksanakan oleh segenap kaum mukminin, bukan saja sekedar menunaikannya. Sebagaimana dijelaskan oleh para fuqaha, bah-wa apa yang mereka ungkapkan, adalah merupakan bentuk atau gambaran salat dan keadaannya saja. Akan tetapi, kebajikan dan taqwa yang terdapat dalam rahisia dan ruh salat yang sangat diharapkan dalam kehidupan. Dengan munculnya kekuatan dari jiwa dan ruh salat tersebut dalam diri pribadi seseorang mukmin, maka berfungsilah salat tersebut sebagai pencegah dari kekejian dan kemungkaran. Memang diharapkan demikianlah keberadaan salat. Jadi kalau orang mengerajakan salat dan salatnya telah mampu berfungsi mencegah dirinya dari perbuatan keji dan mungkar serta merobah tabi'at yang buruk dengan watak yang sehat, maka terciptalah pribadi insan kamil. Namun manusia sudah tabi'atnya suka berkeluh kesah dalam menghadapi berbagai macam gelombang hidup. Hal tersebut diungkapkan oleh Tuhan dalam Q.S. al-Ma’a>rij /70: 19-22 (اًعوُلَه َقِلُخ َناَسْنِإْلا َّنِإ19 ) (اًعوُزَج ُّرَّشلا ُهَّسَم اَذِإ20 )ُهَّسَم اَذِإَو ) اًعوُنَم ُرْيَخْلا21 ((َنيِّلَصُمْلا اَّلِإ۲۲﴾ Terjemahnya: Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan salat. Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa, orang yang selalu memelihara salatnya, niscaya bersihlah jiwanya dari keluh kesah dan kegelisahan serta suci bersih dari kebakhilan bila memperoleh kebaikan atau kekayaan. Memelihara salat adalah mendirikan salat secara
benar sesuai dengan tuntunan Rasul saw., yaitu menundukkan wajah dengan menyempurnakan rukun dan syaratnya, menghadirkan Allah di dalam hati, hati selalu ingat kepada Allah tidak ada yang lain, menghayati arti bacaan dan zikir dalam salat, memahami bacaan dalam salat, mengingat Allah, khusyu' dan thuma'ninah, dengan hati yang tenang, tawadhu' laksana seorang hamba sahaya yang hina, di hadapan Raja yang Maha perkasa lagi Maha bijaksana. Bila salat betul-betul dilaksanakan sesuai dengan yang disyari'atkan, maka pengaruhnya akan nyata dalam diri pribadi orang yang menganutnya, jiwanya terdidik, terbiasa dengan akhlaq dalam sikap dan perilakunya. Terjauhlah dari sifat-sifat tercela dan terhindar dari perbuatan keji dan mungkar. Sejalan dengan firman Tuhan dalam Q.S. al-‘Ankabūt /29 : 45, ِنَع ىَهْنَت َةاَلَّصلا َّنِإ َةاَلَّصلا ِمِقَأَو ِباَتِكْلا َنِم َكْيَلِإ َيِحوُأ اَم ُلْتاا ﴿نوُعَنْصَت اَم ُمَلْعَي ُهَّللاَو ُرَبْكَأ ِهَّللا ُرْكِذَلَو ِرَكْنُمْلاَو ِءاَشْحَفْلا45 ﴾ Terjemahnya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (Alquran) dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. Kalau salat sudah berfungsi sebagaimana yang dimaksudkan oleh Alquran, akal sehat dapat mengakui bahwa orang yang memiliki salat, telah mempunyai kekuatan gaib yang luar biasa dalam dirinya. Kekuatan tersebut akan dapat me-nyelamatkan dirinya dari segala macam perbuatan keji dan mungkar.Yang me-nyebabkan mengalami kesulitan yang muncul nanti pada hari akhirat. Maksudnya, dengan salat yang khusyu' akan menjadi kekuatan luar biasa yang dapat menga-mankan situasi dan kondisi pada hari yang terakhir. Orang yang sungguh-sungguh memelihara salatnya dengan segala hal ihwalnya akan menjadi fungsional dalam kehidupannya. Ia akan menjamin keamanan dan keselamatan bagi setiap orang yang mendirikannya, pada hari yang terakhir, baik pada hari yang terakhir hidupnya di alam dunia (sakratulmaut), maupun pada hari-hari yang terakhir selanjutnya. Mi-salnya
pada hari terakhir di alam barzakh/alam qubur, hari terakhir di padang mah{syar ataupun hari yang paling terakhir, yaitu di alam akhirat. Dengan demikian mereka berada dalam kebahagiaan yang tak terhingga.Demikianlah, orang yang senantiasa mura>qabah dengan Tuhannya, Yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang. Mereka senantiasa memelihara salatnya dengan sungguh-sungguh. Sebagai kata kunci, firman Tuhan dalam
Q.S.
al-Mukminun /23: 1-2, ,(َنوُنِمْؤُمْلا َحَلْفَأ ْدَق1) ﴿ َنوُعِشاَخ ْمِهِتاَلَص يِف ْمُه َنيِذَّلا۲﴾
Terjemahnya: Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu` dalam salatnya. Dengan kata kunci bagi orang yang beriman yang selalu memelihara salat nya akan menuai kebahagiaan yang abadi, segala sifat keragu-raguan yang muncul dalam hati akan sirna. Karena selalu mendambakan kebahagiaan yang hakiki baik di dunia maupun di hari akhirat. Salat identik dengan masjid kaitannya dengan perilaku manusia sebagai makhluk sosial implikasinya dengan iman kepada hari akhirat, yaitu memakmurkan masjid. Berbicara tentang memakmurkan masjid, tidak ada yang layak kecuali hanya orang yang memiliki iman yang mantap dalam hatinya. yaitu beriman kepada Allah dan hari akhir, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al Taubah /9: 18-19,
َةاَلَّصلا َماَقَأَو ِرِخآْلا ِمْوَيْلاَو ِهَّللاِب َنَماَء ْنَم ِهَّللا َدِجاَسَم ُرُمْعَي اَمَّنِإ َنِم اوُنوُكَي ْنَأ َكِئَلوُأ ىَسَعَف َهَّللا اَّلِإ َشْخَي ْمَلَو َةاَكَّزلا ىَتاَءَو (َنيِدَتْهُمْلا18)َنَماَء ْنَمَك ِماَرَحْلا ِدِجْسَمْلا َةَراَمِعَو ِّجاَحْلا َةَياَقِس ْمُتْلَعَجَأ اَل ُهَّللاَو ِهَّللا َدْنِع َنوُوَتْسَي اَل ِهَّللا ِليِبَس يِف َدَهاَجَو ِرِخآْلا ِمْوَيْلاَو ِهَّللاِب (َنيِمِلاَّظلا َمْوَقْلا يِدْهَي19﴾ Terjemahnya:
Sesunggunya yang memakmurkan masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap melaksanakan salat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada apa pun) kecuali kepada Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang men-dapat petunjuk. Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah; dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim. Ayat tersebut di atas memberikan pengetahuan kepada setiap individu sebagai makhluk sosial yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, bahwa yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan salat, menunaikan zakat, infak dan sedakah, dan tidak takut (kepada apa dan siapapun) selain kepada Allah.Maka me-rekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang menda-pat petunjuk. Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidilharam, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim . Dari ayat tersebut dijelaskan secara tegas bahwa yang diharapkan untuk memakmurkan masjid-masjid Allah, hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan percaya kepada hari yang akhir. Terkadang ada orang yang bertanya masjid-masjid Allah itu yang mana? Ada yang menyebutkan bahwa yang dimaksud masjid-masjid Allah ialah Masjidilharam di Mekah. Dengan alasan bahwa Masjidil haram adalah kiblat bagi semua masjid yang ada di atas bumi. Sementara yang lain berkata bahwa yang dimaksud dengan masjid Allah ialah semua masjid, baik Masjidilharam di Mekah maupun masjid-masjid yang lain sebagai tempat beribadat kepada Allah swt. Dalam tafsir al-Qurt}ubi dijelaskan bahwa yang dimaksud masjid-masjid Allah ialah meliputi semua
masjid yang ditempati beribadah salat, ‘umrah dan ibadah lainnya. Secara etimologi دـجاسم bentuk jamak dari kata دـجسمmufrad, bentuk tunggal yang terambil dari kata; دجسدـجسي- ادجس, دـجسم ادوجسyang artinya sujud. Sedangkan “masjid’ kata tunggal dari jamak “al-masa>jid” yang artinya tempat sujud. Imam Bukhari meriwayatkan hadis dari Jabir bin Abdullah Nabi saw telah bersabda: …َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص َّيِبَّنلا َّنَأ ِهَّللا ِدْبَع ُنْب ُرِباَج اَنَرَبْخَأ َلاَق … ُةاَلَّصلا ُهْتَكَرْدَأ يِتَّمُأ ْنِم ٍلُجَر اَمُّيَأَف اًروُهَطَو اًدِجْسَم ُضْرَأْلا يِل ْتَلِعُجَو … ِّلَصُيْلَف Artinya: …Telah dijadikan bumi untukku sebagai masjid dan sebagai pember-sih, maka dimana saja seseorang dari ummatku didapati waktu salat, maka salatlah…(HR.Bukhari). Dalam hadis tersebut terkandung maksud bahwa Allah swt. telah menjadikan bumi suci bersih dan dimanapun seseorang muslim berada, kemudian tiba waktu salat, maka hendaklah ia salat. Karena di tempat itu adalah bumi yang suci yang telah dijadikan sebagai tempat untuk sujud beribadat kepada Allah swt. bukan dikhususkan salat di tempat yang tertentu saja misalnya hanya di Masjidilharam, kemudian yang lain tidak boleh (sekali-kali tidak demikian). Dalam hadis lain disebutkan: هاور( ادـجسم و اروهط ضرالا دـج و ءام دـجي مـلف ةالصلا ىتأ يتمأ نم لـجر امنيأف )يراخبلا Artinya: Dimana saja seseorang dari ummatku tiba waktu salat kemudian ia tidak mendapatkan air dia mendapatkan tanah sebagai pembersih dan sebagai masjid.(HR.Bukhari). Dalam hadis tersebut terkandung maksud bahwa dimana saja orang yang beriman berada sebagai umat Islam yang taat kepada perintah Allah swt., baik da lam bepergian atau sakit, di darat di laut ataupun di udara, kemudian tiba waktu salat dan tidak ada air,
maka sebagai pengganti air wudhu untuk salat digunakan tanah yang bersih untuk tayammum, kemudian salat di tempat mana saja mereka berada. Karena di sana adalah bumi sebagai tempat suci dan masjid (tempat bersu-dud), yang dijadikan sebagai masjid tempat sujud kepada Allah swt. Dari ayat 18 Surah al-Taubah di atas, dapat dipahami bahwasanya; Memak-murkan masjid, menjadikan masjid-masjid ramai dengan berbagai macam aktivitas keagamaan. Misalnya banyak orang salat berjama'ah setiap waktu salat wajib. Termasuk banyak berzikir, memperbanyak mengucapkan kalimat-kalimat suci di dalamnya seperti: subhanallāh, wal hamdu lillāh, wa lāilāha illallāh, wallāhu akbar, bertadarus membaca Alquran dalam masjid, termasuk kajian-kajian ilmiah. Selain hal tersebut, memakmurkan masjid dengan cara meramaikan masjid dengan penerangan lampu-lampu hiaspada bulan-bulan tertentu seperti setiap bulan Ramadan dan hari-hari besar Islam lainnya. Pada ruang masjid dan hala-mannya, perlu diberikan penerangan dan senantiasa memelihara kebersihan dan keindahan masjid, baik pada tembok-tembok masjid maupun lantai-lantainya, agar situasi bersih, hening, syahdu, sehingga dalam melaksanakan ibadah salat semakin enak dan nyaman serta lebih khusyu' menghadap dan berdialog dengan Tuhan Yang Maha Suci. Dan juga termasuk memakmurkan masjid dengan segala kelengkapan adminstrasi masjid, seperti jadwal khatib. Imam masjid pada salat-salat wajib. Termasuk buku-buku keuangan masjid dan lain-lain. Kesemuanya itu tidak akan mungkin terlaksana dengan baik, kecuali dengan empat hal tersebut dalam ayat di atas yakni: pertama, ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari yang akhir; kedua, ialah orang-orang yang menegakkan salat; ketiga ialah orang-orang yang senang mengeluarkan zakat, cinta memberi infak dan sedekah; dan keempat, ialah orang-orang yang dalam hatinya selalu ada rasa takut kepada Allah semata. Tidak ada yang di takuti selain Dia, tidak ada rida yang
diharapkan selain rida-Nya. Mereka itulah yang mendapat jaminan khusus dari Allah swt. berupa petunjuk, hida-yat, bimbingan dan inayah (pertolongan). Terlepas dari pembahasan tentang kemakmuran masjid secara terminologi sebagaimana telah dikemukakan di atas. Maka dapat pula diungkapkan tentang kemakmuran masjid secara universal berdasarkan hadis Nabi yang telah dikemu-kakan di atas. Kalau yang dapat memakmurkan masjid-masjid Allah, yang secara khusus hanya empat golongan di atas, maka mereka jugalah yang dapat memakmur kan masjid secara universal yakni semua bumi ini secara kaffah.Sebagaimana pernyataan Nabi saw. di atas bahwa semua bumi ini dijadikan oleh Allah sebagai masjid (tempat sujud) bagi beliau dan para ummatnya, dan menjadikan sebagai pembersih. Jadi, secara universal masjid adalah semua bumi itu sendiri. Karena itu dimanapun umat Islam berada sebagai orang yang sungguh-sungguh beriman kepada Allah dan hari akhirat, kemudian tiba waktu salat, maka di situlah mereka harus sujud, beribadah (menyembah) kepada Allah swt., melaksanakan salat semata-mata karena-Nya. Oleh karena semua bumi adalah masjid, maka secara ilmiah bumi ini tidak akan mungkin makmur kalau bukan orang-orang yang memiliki iman yang sungguh- sungguh dan yakin kepada Allah dan hari akhirat yang akan memakmurkannya. Tidak mungkin orang-orang yang non mukmin dan non Islam yang akan memakmurkan masjid-masjid Allah. Tidak akan mungkin yang memakmurkan masjid-masjid Allah itu adalah orang-orang musyrik. Tidak akan mungkin yang menjadikan masjid-masjid Allah itu ramai, oleh orang-orang yang sudah jelas kekafi-ran dan kemunafikannya. Hal yang demikian ditegaskan pada Q.S. al-Taubah: 17 yang terjemahnya: “Tidaklah pantas orang-orang musyrik itu memakmurkan mesjid-mesjid Allah, sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang orang yang sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam neraka.” Dari ayat tersebut di atas memberikan penjelasan bahwa, semua perbuatan baik yang dilakukan oleh orang-orang musyrik akan binasa tanpa ada imbalan pahala diperoleh.
Kalau bumi ini ingin dimakmurkan, maka yang paling utama dan pertama yang harus bertanggung jawab adalah segenap kaum beriman kepada Allah dan hari akhirat. Mereka yang gemar menegakkan salat, senang menunaikan zakat, infak dan sedekah, serta takut semata-mata kepada Allah swt. Mereka datang ke rumah-rumah Allah dan sujud di hadapan-Nya, mengharap rida-Nya, karena hanya rida-Nya puncak hakikat kebahagiaan baik di dunia fana ini maupun di akhirat kelak. Memakmurkan masjid-masjid berarti memakmurkan bumi itu sendiri, logika dapat menjelaskan, karena masjid-masjid itu sendiri berpijak di atas bumi. Manakala masjid-masjid telah makmur dan ramai, maka secara universal yang ramai adalah bumi itu sendiri. Kalau dikatakan orang yang menegakkan salat, orang-orang yang menunaikan zakat, orang-orang yang berzikir, dan orang yang membaca Alquran sebagai penjabaran kemakmuran dan keramaian masjid, maka dengan sendirinya hal tersebut, secara universal adalah penjabaran kemakmuran bumi itu sendiri. Kesemua itu hanya bisa terlaksana oleh orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, bukan orang-orang yang musyrik, bukan pula oleh orang-orang munafik yang gemar berbuat kerusakan di bumi, serta bukan orang-orang yang suka menantang Allah dan Rasul-Nya. Bukan pula pemabuk, penzina, pencuri, perampok, bukan pemakan riba, rentener, bukan penyogok, orang kolusi dan orang yang bernepotisme. Karena kesemuanya itu tidak lain, hanyalah perusak bumi, perusak tatanan kehidupan manusia itu secara universal karena kekufuran mereka, sekaligus sebagai penjabaran penantang Allah dan Rasul-Nya di muka bumi. Mereka bukan orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian yang sesungguhnya. Sekalipun lidah mereka mengucapkan kata iman, tetapi di hati mereka tumbuh subur sifat-sifat kemunafikan dan kekufuran. Selayaknyalah bagi setiap insan yang beriman minta lindung kepada Allah dari sifat-sifat demikian . Dalam ayat 19 surah al Taubah diatas, Allah swt. memancing kepada hamba-Nya, dengan mengemukakan kata "Tanya," apakah kamu menyamakan orang-orang yang
memberi minum kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurusi Masjidilharam dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari yang akhir serta berjihad di jalan Allah? Pertanyaan ini dijelaskan sendiri oleh Alquran bahwa ‘mereka tidak sama di sisi Allah, dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zhalim. Q.S. al-Taubah: 19. Ayat tersebut diturunkan untuk membantah anggapan bahwa memberi minum kepada para haji dan pengurus Masjidilharam lebih utama dari beriman kepada Allah swt. dan beriman kepada hari akhirat. Allah swt. menerangkan bahwa sesungguhnya beriman kepada Allah dan hari kemudian dan percaya kepada Rasul-nya, serta para muhajirin dari Makkah ke Madinah dan para mujahidin fi sabilillah, baik harta kekayaan maupun diri mareka, demi meninggikan kalimat Allah dan mengagungkan kalimat tauhid " الا هلا ال هللا," jauh lebih besar derajat dan pahalanya serta lebih tinggi kedudukannya di sisi Allah swt. dari pada mengerjakan pekerjaan baik yang lain termasuk memberikan air minum kepada para haji dan umrah. Hal itu karena orang-orang muhajirin yang berjuang di jalan Allah swt. berupa kemuliaan serta keteguhan hati di hari kemudian mereka memperoleh pahala surga keberun-tungan yang amat besar. Mereka akan memperoleh karunia Allah swt. berupa kemuliaan serta keteguhan hati dan di hari kemudian mereka memperoleh pahala surga. Keberuntungan dan kebahagiaan ini diberikan sebagai imbalan pahala atas iman dan amal saleh mereka serta hijrah dan perjuangan mereka, baik harta kekayaan maupun jiwa mereka di dalam menegakkan agama Allah, meninggikan kalimat-Nya, semata-mata mengharapkan rida-Nya di dunia dan di akhirat. Hal itu sejalan dengan maksud Tuhan dalam firmannya Q.S. al-Taubah/9: 72 yang terje-mahnya: Allah swt telah menjanjikan kepada orang-orang yang mukmin laki-laki dan mukmin perempuan akan mendapatkan surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan tempat-tempat yang bagus di dalam surga Adan. Dan keridaan Allah yang amat besar. Itulah keberun-tungan yang amat besar.
Dalam sebuah Riwayat Syaikhan (Bukhari, Muslim, Turmuziy dan al-Nasai> dari Abbas dari abi Khudri> berkata bahwa Rasulullah saw bersabda yang artinya: “Sesungguhnya Allah berkata kepada penduduk surga, wahai penghuni surga, mereka menjawab: ya Tuhan “labbaik rabbana wa sa'daik” Tuhan berkata: tidakkah kamu rida? Mereka menjawab: mengapa kami tidak rida ya Tuhan, sedangkan Engkau telah memberikan kepada kami apa yang belum pernah Engkau berikan kepada seseorang dari makhluk-Mu. Tuhan berkata: Saya akan berikan kepadamu, lebih mulia dari yang demikian itu, mereka berkata, Tuhan apa masih ada lagi yang lebih mulia dari pemberiaan itu. Tuhan berkata: “Aku halalkan rida-Ku atas kalian. Maka saya tidak akan marah kepada kalian sesudah itu selama-lamanya.”Dari ayat tersebut diatas, sudah menjadi dalil bahwa jihad bersama iman yang mantap dan keyakinan yang tangguh kepada Allah swt. dan hari akhirat, jauh lebih mulia di sisi Allah dari pada amal-amal baik lainnya. Karena sesungguhnya berjihad dengan harta kekayaan dan jiwa; adalah rida menyerahkan semua harta kekayaan dan jiwa, semata-mata karena meninggikan agama Allah, mengagungkan kalimat tauhid dengan maksud meninggikan kalimatullah. Adapun perbuatan lainnya, seperti memberikan air minum para jama'ah haji dan umrah di Masjidilharam adalah amalan yang baik, namun tidak semulia, dengan jihad dengan harta benda dan jiwa demi meninggikan kalimatullah. Walaupun kedua-duanya itu adalah amal yang baik namun tidak sama derajatnya dengan jihad fi sabilillah. Dalam banyak ayat Alquran al-Kari>m menunjukkan betapa mulia dan ting-ginya martabat bagi para pejuang yang meninggikan agama Allah. Mereka diberikan kabar gembira di dunia. Pahala yang melimpah dan kenikmatan yang luar biasa nikmatnya tak dapat dilukiskan dengan kata-kata kecuali bagi orang yang merasa-kannya. Salat berperan besar dalam melapangkan dada, melegakan hati, membuat tabah, serta menyejukkan jiwa manusia yang khusyu’ dalam salatnya. Salat ada-lah merupakan komunikasi hati dengan
Allah swt. karena itu, salat merupakan pekerjaan yang paling baik dan utama. Selain menegakkan salat sebagai pokok kebajikan ialah mengeluarkan zakat.
4.Mengeluarkan Zakat Mengeluarkan zakat, (menurut ayat 177 surah al-Baqarah tersebut di atas) adalah; salah satu pokok kebajikan, bahkan juga dia sebagai rukun Islam yang ke tiga. Mendirikan salat dan mengeluarkan zakat dua hal dalam Alquran senantiasa bergandengan. Salat tidak berarti tanpa zakat, demikian juga zakat tidak aman tanpa dengan salat. Salat tidak sempurna kalau tidak ada zakat dan zakat tidak berdaya tanpa ada salat, kalau salat dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka zakat dapat mencegah dari sifat bakhil dan serakah. Dalam ajaran Islam telah diakui bahwa sesungguhnya perbuatan keji dan mungkar, bakhil dan serakah adalah termasuk akhlak yang tercela.Karena itu, sa-lat disyariatkan bukan karena bentuk geraknya, melainkan karena jiwanya. Oleh karena itu bentuk gerak salat berlain-lainan dalam berbagai syariat. Namun ruhnya tetap tidak berubah, walaupun nabinya berganti-ganti.Dengan jiwa salat itulah yang mampu mencegah dari segala perbuatan maksiat, keji dan kemungkaran. Dan mengeluarkan zakat pada hakikatnya adalah; Menyucikan dan menyuburkan rezki. Zakat berarti suci dan menyucikan.Dengan sembahyang, hati terhadap Allah menjadi bersih dan khusyu, dan dengan mengeluarkan zakat penyakit bakhil menjadi hilang dan sirna dalam hati seorang muzakki. Dan menimbulkan hubungan batin yang baik dengan masyarakat, terutama orang-orang fakir miskin yang selama ini hanya mereka peras tenaganya, dan mana yang terdesak mereka pinjami uang dengan memungut riba.Allah swt. memerintahkan orang yang beriman melak-sanakan salat dan mengeluarkan zakat, agar iman itu tumbuh dengan subur sehingga menghasikan buah kesalehan segala amal.
Kesemuanya itu sangat mempengaruhi perjalanan hidup manusia dan me-nentukan situasi dan kondisi keberadaannya pada hari akhirat nanti. Baik infak, sedekah maupun zakat bisa tumbuh subur bila tertanam di atas antara dua sifat yang tidak terpuji, yakni antara sifat bakhil dan sifat serakah yaitu sifat "dermawan." Jadi kalau zakat tumbuh di atas tanah yang dermawannya orang yang mampu, maka akal dapat mengakui akan menghasilkan buah keselamatan, kesejahteraan, kemas- lahatan, serta kedamaian dalam masyarakat. Kesenjangan ekonomi dalam masyara kat bisa teratasi melalui infak, sadekah dan zakat, bila dikelolah dengan baik dan secara profesional. Sementara sumber kekayaan Islam adalah berasal dari zakat, infak, sedekah selain ganimah harta yang diperoleh dari rampasan perang. Orang yang mampu berzakat tetapi tidak mau mengeluarkan zakatnya, dia berdosa besar dan diancam, baik dalam Alquran maupun dalam Hadis Rasulillah saw. Allah swt. berfirman dalam Q. S. A
n/3: 180,
ْلَب ْمُهَل اًرْيَخ َوُه ِهِلْضَف ْنِم ُهَّللا ُمُهاَتاَء اَمِب َنوُلَخْبَي َنيِذَّلا َّنَبَسْحَي اَلَو ِتاَوَمَّسلا ُثاَريِم ِهَّلِلَو ِةَماَيِقْلا َمْوَي ِهِب اوُلِخَب اَم َنوُقَّوَطُيَس ْمُهَل ٌّرَش َوُه (ٌريِبَخ َنوُلَمْعَت اَمِب ُهَّللاَو ِضْرَأْلاَو180﴾ Terjemahnya: Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari dari Abu Hurairah Rasulullah saw. telah bersabda; ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا ُلوُسَر َلاَق َلاَق ُهْنَع ُهَّللا َيِضَر َةَرْيَرُه يِبَأ ْنَع ِةَماَيِقْلا َمْوَي ُهُلاَم ُهَل َلِّثُم ُهَتاَكَز ِّدَؤُي ْمَلَف اًلاَم ُهَّللا ُهاَتآ ْنَم َمَّلَسَو
ِهْيَتَمِزْهِلِب ُذُخْأَي َّمُث ِةَماَيِقْلا َمْوَي ُهُقَّوَطُي ِناَتَبيِبَز ُهَل َعَرْقَأ اًعاَجُش اَنَأ ُلوُقَي َّمُث ِهْيَقْدِشِب يِنْعَي )يراخبلا هاور (َةَيآْلا َنوُلَخْبَي َنيِذَّلا َّنَبِسْحَي اَل اَلَت َّمُث َكُزْنَك اَنَأ َكُلاَم
Artinya: Nabi saw bersabda: “Barangsiapa diberikan oleh Allah harta kekayaan kemudian ia tidak mengeluarkan zakatnya, maka pada hari kiamat nanti kekayaan itu akan dimitsalkan ular jantan yang botak kepalanya yang me-miliki dua titik hitam di atas matanya, dan ular itu akan membelit orang tersebut kemudian ular itu memegang kedua tulang pipinya sambil berkata: sayalah kekayaanmu dan akulah harta bendamu.” Dalam hadis riwayat Muslim dari Abi Hurairah, Rasulullah saw. bersabda: مَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا ُلوُسَر َلاَق َلاَق َةَرْيَرُه يِبَأ ْنَع: ِبِحاَص ْنِم اَم َحِئاَفَص ُلَعْجُيَف َمَّنَهَج ِراَن يِف ِهْيَلَع َيِمْحُأ اَّلِإ ُهَتاَكَز يِّدَؤُي اَل ٍزْنَك َناَك ٍمْوَي يِف ِهِداَبِع َنْيَب ُهَّللا َمُكْحَي ىَّتَح ُهُنيِبَجَو ُهاَبْنَج اَهِب ىَوْكُيَف ىَلِإ اَّمِإَو ِةَّنَجْلا ىَلِإ اَّمِإ ُهَليِبَس ىَرَي َّمُث ٍةَنَس َفْلَأ َنيِسْمَخ ُهُراَدْقِم ِراَّنلا. ()ملسم هاور Artinya: “Tidak ada orang yang mempunyai simpanan kekayaan tidak mau memberikan zakat, kecuali kekayaan itu dibakar di api neraka jahannam kemudian dijadikan kepingan-kepingan guna menyetrika kedua lambung dan dahinya sampai Allah menghukum di antara hamba-hambaNya pada hari kiamat yang lamanya diperkirakan lima puluh ribu tahun kemudian akan diketahui nasibnya, apakah ia ke surga atau ke neraka.” Baik ayat maupun hadis tersubut di atas menjelaskan secara gamblang betapa besar bahayanya bagi orang yang mendapatkan harta kekayaan yang telah cukup nisabnya kemudian tidak mengeluarkan zakatnya, mereka bakhil dan mem-bangkan, sungguh sama sekali tidak ada baiknya di hari akhirat.
Padahal indikator kemajuan pertumbuhan ekonomi Islam dapat terukur ketika banyak orang muslim mampu mengeluarkan zakat harta kekayaannya dalam sebuah masyarakat. Secara matematika dapat terukur peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui dengan perhitungan zakat. Umpamanya: Seorang muslim telah mampu mengeluarkan zakat dua setengah persen, secara pasti dapat diketahui, bahwa orang tersebut, telah memiliki kekayaan, minimal senilai 94 gram emas murni. Karena harta kekayaan yang sampai minimal ukuran 94 gram emas itulah yang dikena wajib zakat dua setengah persen. Jadi kalau dalam masyarakat Islam ada yang mampu mengeluarkan zakat harta kekayaannya, sebanyak sepuluh kali lipat dua setengah persen, maka otomatis kekayaan yang dimiliki orang tersebut minimal sepuluh kali 94 gram emas murni. Kesimpulan, semakin banyak orang yang mampu mengeluarkan zakat harta kekayaannya, semakin tinggi pula perkembangan ekonomi Islam. Semakin banyak pula kesenjangan ekonomi dapat teratasi dan semakin kurang pula orang fakir miskin dalam sebuah masyarakat. Sebagai kata kunci,
zakat adalah menyerahkan sebagian harta
kekayaan yang dicintainya atas dasar iman yang sesungguhnya, sehingga menjadi motivator yang sangat kuat dalam melahirkan amal kebajikan dan memberantas kemiskinan serta keterbelakangan. Hal tersebut dapat terlaksana, kalau sha>hibul ma>l melepaskan harta yang dicintainya penuh dengan keikhlasan semata mengharap rida Allah swt. sebagai janji Allah, harta serta usaha mereka semakin membawa berkah dalam kehidupan baik di dunia maupun di akhirat.
5. Menunaikan Janji bila berjanji, Menunaikan janji bila seseorang berjanji adalah salah satu pokok kebajikan. Apakah ia berjanji kepada Allah swt. atau berjanji kepada sesama manusia, selama janji itu tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama. Jadi tidaklah wajib menepati janji bila berjanji dengan kemaksiatan. Baik kemaksiatan kepada Allah dan rasul-Nya ataupun kemaksiatan
kepada sesama manusia. Maka menepati janji adalah salah satu dari tanda-tanda iman yang benar. Dan mengkhianati janji adalah salah satu dari tanda-tanda munafik. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis ”Tanda munafik ada tiga yaitu: apabila bicara berdusta, bila berjanji ia khianati/tidak ditepati, dan bila diberi amanat dia khianati.” Agar supaya terpelihara janji maka janganlah ia dikhianati, dan hendaklah menunaikan janji tersebut dengan baik.
6. Sabar Sabar dalam waktu-waktu kesukaran dan atau dalam kesempitan. Seperti sabar ketika menderita sakit, sabar karena kehilanagan harta, anak, keluarga, atau sabar karena kehilangan kedudukan, pangkat atau jabatan. Sabar adalah bagian dari iman, karena dengan sabar ia reda menerima cobaan dan ujian Allah swt., dan tabah menghadapi kesulitan. Sabar menerima ketentuan Allah swt. yang berjalan di atas dirinya, sabar terhadap takdir Tuhannya, semata mengharapkan pahala dari sisi Allah swt. Sabar mempertahankan agama dalam jihad. Dan sabar seperti inilah menempati pesisi iman yang sempurnah, mereka inilah yang benar-benar imannya, dan mereka inilah yang sebenarnya orang yang beriman. Mereka inilah yang takut dari marahnya Allah swt. dengan menjauhkan dirinya dari segala kemak-siatan. Dan merekalah yang berbahagia memperoleh rid}a Allah swt. dengan pahala surga di negeri akhirat. Demikianlah sekelumit uraian pokok-pokok kebajikan bertolak dari ayat 177 surat al-Baqarah. Bahwa, iman kepada hari akhirat setelah beriman kepada Allah swt. sebagai motivator/pendorong terhadap pokok-pokok kebajikan lainnya dapat berpengaruh terhadap perilaku dan aktivitas manusia sebagai mahluk sosial, dalam rangka meraih bahagia dunia dan akhirat.
C. Dampak positif Iman kepada Hari Akhrat terhadap Perilaku Manusia
1. Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya Dampak positif iman kepada hari akhirat implikasinya terhadap perilaku manusia, adalah ketaatan melaksanakan segala perintah Allah dan Rasulnya. Hari akhirat sangat urgen hubungannya dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, dengan melaksanakan segala ketentuan Alquran dan Sunnah Nabi Muhammad saw. Dan tidak kurang pengaruhnya terhadap perilaku manusia dalam rangka meraih kebahagiaan dan keselamatan baik di dunia maupun di akhirat. Karena itu perlu bagi setiap insan yang beriman, menjalankan ajaran agamanya secara tulus, melaksana-kan perintah Allah swt. berdasarkan Alquran dan petunjuk Rasul Allah saw. serta meninggalkan dan menjauhkan diri dari segala kemaksiatan, baik kemaksiatan z}a>hiriah maupun kemaksiatan ba>t}iniah. Hal tersebut bisa terlaksana dengan baik bila tumbuh dari hati orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Agama bisa berdiri tegak, jika tumbuh di atas landasan iman yang kokoh dan aqidah yang mantap, akhla>q al-kari>mah, ibadah yang ikhlash, kesalehan mua-malat dan penegakan hukum secara ka>ffah bagi semua manusia sesuai petunjuk agama Alllah swt. Di>nu Allah adalah beribadah kepada Allah swt, taat menjalankan perintah-Nya dan tunduk menjauhi dan meninggalkan segala larangannya lahir dan batin. Sebagaimana diketahui dan diyakini bahwa ketaatan kepada Allah swt. dan Rasul-Nya sangat mempengaruhi keadaan manusia pada hari akhirat dalam hal kebahagiaan dan keselamatan. Pada hakikatnya semua manusia ingin mendapatkan keselamatan baik keselamatan di dunia, maupun keselamatan pada hari akhirat. Karena itu agama mengajarkan penganutnya agar senantiasa mengikuti perintah Tuhan, beribadah kepada-Nya dengan sepenuh hati, menjalankan segala perintah-Nya sesuai dengan petunjuk Rasul-Nya sebagai latar belakang maksud Tuhan menciptakan manusia itu sendiri. “tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku.” Pengertian Ibadah
“‘Iba>dah” terambil dari bahasa Arab دبعي – دبـع- ةدوبع و ةدابعyang artinya beribadah, menyembah, mengabdi kepada Allah swt. Wahbah al-Zuhaili> mengemukakan bahwa; ةدابعلا: ةرهاظلا و ةنطابلا لاعفالاو لاوقالا نم هاضري و هللا هـبـحي ام لكل عـماـج مـسا يه
Artinya: Ibadah ialah nama yang menghimpun bagi setiap yang dicintai dan diridai oleh Allah baik dari perkataan dan maupun perbuatan yang bathin dan yang zhahir. Sementara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa iba-dah; ialah perbuatan untuk menyatakan bakti kepada Allah swt. yang didasari keta atan mengerjakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dikatakan juga ibadah yaitu segala usaha lahir dan batin sesuai dengan perintah Tuhan untuk mendapatkan kebahagiaan dan keselarasan hidup, baik terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat maupun terhadap alam semesta.Dari beberapa pernyataan di atas dapat disim-pulkan bahwa ibadah ialah segala aktivitas manusia baik berupa perkataan maupun perbuatan yang dicintai dan diridhai oleh Allah swt. berdasarkan Alquran dan Hadis yang dilaksanakan secara sadar. Jadi hakikat ibadah ialah melaksanakan perintah Allah swt. secara sadar. Ketaatan kepada Allah swt. menurut Alquran adalah melak-sanakan ibadah atas dasar perintah Allah swt. yaitu menyembah Allah swt. tanpa mempersekutukan dengan-Nya kepada sesuatu. Misalnya melaksanakan salat, puasa, zakat, dan haji. Jujur dalam berbicara, menunaikan amanat, berbuat baik kepada kedua orang tua, silaturrahim, menepati janji bila berjanji, menyerukan kepada kebaikan dan mencegah dari yang mungkar, berjihad melawan kaum kuffar dan para munafiqin, berbuat baik kepada tetangga dan anak yatim serta fakir miskin, berdoa, zikir, tilawah Alquran dan sebagainya, kesemuanya adalah bagian dari ibadah z}ahiriah. Sedangkan cinta kepada Allah swt. dan Rasul-Nya, takut kepada Allah swt., bertaubat kepada-Nya, ikhlas melaksanakan ajaran agama, sabar terhadap ketentuannya, syukur bagi nikmatnya, rida terhadap keputusan-Nya, tawakal dan optimis akan rahmat-Nya, khawatir
atas azab-Nya dan sebagainya.Melaksa -nakan hal tersebut, adalah termasuk ketaatan atau ibadah bathiniah kepada Allah swt. Ibadah yang demikian merupakan tujuan penciptaan manusia yang amat dicintai dan diridhai oleh Allah swt. “Tidak Aku ciptakan jin dan manusia melain-kan untuk beribadah kepada-Ku (Q.S. al-Za>riyat: 56). Oleh karena itu, diutuslah para nabi dan rasul sebagai uswah bagi setiap kaum atau umat, agar mereka taat dan beribadah kepada-Nya, seperti Nabi Nuh diutus oleh Tuhan kepada kaumnya. Demikian juga Nabi Hud, Saleh, Syuaib dan yang lain semuanya diutus oleh Allah swt. sebagai rasul-Nya bagi kaum mereka. Semua manusia adalah hamba Allah swt. apakah mereka orang-orang yang baik atau penjahat, orang-orang yang beriman atau orang-orang kafir, ahli surga atau penghuni neraka. Peribadatan atau penyembahan mereka seharusnya hanya kepada Allah swt. ditujukan, tidak ada yang lain sebagaimana dijelaskan Tuhan dalam firman-Nya QS al-Baqarah /2: 21, ْمُكَّلَعَل ْمُكِلْبَق ْنِم َنيِذَّلاَو ْمُكَقَلَخ يِذَّلا ُمُكَّبَر اوُدُبْعا ُساَّنلا اَهُّيَأاَي (َنوُقَّتَت21﴾ Terjemahnya: Wahai manusia! sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. Dalam ayat lain disebutkan bahwa semua rasul Allah mengajarkan satu aqidah yaitu agama tauhid yang mutlak diibadati hanya kepada Allah swt. Tuhan Yang Mahaesa dan segala bentuk penyembahan yang patut di alamatkan hanya kepada-Nya. Dan segala ketaatan hanya untuk-Nya, sebagaimana ditegaskan dalam Q.S. al-Anbiya> /21 : 92, (ِنوُدُبْعاَف ْمُكُّبَر اَنَأَو ًةَدِحاَو ًةَّمُأ ْمُكُتَّمُأ ِهِذَه َّنِإ92﴾ Terjemahnya: Sungguh (agama tauhid) inilah agama kamu semua; agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.
Alquran berulang kali menyebut kalimat “taat kepada Allah swt. dan Rasul-Nya,”dengan bentuk perintah, sebanyak tiga puluh (30) kali tersebar dalam bebe-rapa tempat. Hal itu terkandung maksud agar semua orang yang beriman dapat memahami betapa ketaatan itu penting bagi dirinya, untuk mengambil hikmah serta mengaktualisasikan dalam kehidupannya di tengah-tengah masyarakat, demi meraih kehidupan masa depan yang lebih baik dan dirahmati, dapat mengantarkan kepada kemaslahatan, baik di dunia maupun di akhirat. Sebagai pembahasan lebih lanjut dapat ditelusuri ayat-ayat Alquran yang berkaitan dengan perintah”menaati” Allah dan Rasul-Nya seperti; “( ”هلوسر و هللا اوعيطاtaatilah Allah dan Rasul-Nya). a. Perintah Taat kepada Allah dan Rasul-Nya Ketika Allah ingin menyerukan kepada orang-orang yang beriman, agar mereka menaati perintah Allah dan Rasul-Nya, terlebih dahulu Dia menyampaikan peringatan bagi orang-orang yang beriman dan ancaman bagi orang-orang yang suka menantang Allah dan Rasul-Nya, dengan kekufuran dan kemunafikan serta mendus-takan ayat-ayat Allah swt. misalnya Tuhan menurunkan ayat 130 surah Ali ‘Imran berupa pelanggaran yang mereka perbuat, seperti pemakan riba pada masa jahi-liah, hal tersebut disampaikan oleh ayat 130-131, sebelum perintah “taat kepada Allah dan Rasul-Nya” dalam ayat 132 Surah ali Imran yaitu; (نوُمَحْرُت ْمُكَّلَعَل َلوُسَّرلاَو َهَّللا اوُعيِطَأَو132) Terjemahnya: Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya (Muhammad) agar kamu diberi rahmat. Sebelum ayat tersebut diturunkan terlebih dahulu Tuhan memperingati kepada orang-orang yang beriman agar menghindari praktek riba dengan firman-Nya;
َهَّللا اوُقَّتاَو ًةَفَعاَضُم اًفاَعْضَأ اَبِّرلا اوُلُكْأَت اَل اوُنَماَء َنيِذَّلا اَهُّيَأاَي (َنوُحِلْفُت ْمُكَّلَعَل130) (َنيِرِفاَكْلِل ْتَّدِعُأ يِتَّلا َراَّنلا اوُقَّتاَو131)
Terjemahnya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan riba dengan berlipat ganda; dan bertakwalah kepada Allah, supaya takwa itu menyiapkan kamu untuk memperoleh kemenangan. Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang kafir. Ayat tersebut memberikan peringatan kepada orang-orang yang beriman agar mereka berhati-hati dari praktek riba secara berlebih-lebihan, karena perbuatan riba, termasuk praktek orang-orang kafir. Sementara orang-orang kafir telah dian-cam oleh Allah swt. dengan azab neraka sebagaimana telah dijelaskan dalam ayat 130-131 Surah Ali ‘Imra>n di atas. Sehubungan dengan larangan mengonsumsi riba, Tengku mengutip perkataan Ibnu Jarir makna firman Allah tersebut adalah, “jangan-lah kamu memakan riba yang berlipat ganda, sesudah kamu beragama Islam, seba-gaimana kamu melakukan pada masa jahiliyah.”Tuhan menyeru kepada orang-orang beriman agar menaati Allah swt. dan Rasul-Nya, yaitu mereka tidak boleh menkonsumsi riba berlipat-lipat ganda misalnya; memakan, meminum, membeli pakaian, perabot rumah tangga, alat transportasi dari barang hasil riba agar mereka mendapatkan limpahan rahmat dari Tuhan. Meninggalkan larangan mengkomsumsi riba hanya orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt. dan percaya kepada hari akhiratdan takut dari ancaman azab neraka. Karena itu hanya orang bertak-walah yang akan memperoleh keberuntungan atau keselamatan di dunia dan di akhirat. Mereka beruntung di dunia karena memperoleh kemaslahatan dalam kehidu-pannya dan beruntung di akhirat karena mereka dimasukkan ke dalam surga dan terjauh dari neraka. Dikatakan bahwa mereka memperoleh keselamatan di dunia karena mereka dapat mengatasi segala cobaan dan ujian Allah swt. dapat keluar dari segala kesuli-tan hidup di dunia dan di akhirat nanti mereka akan selamat dari azab neraka. Oleh karena kasih dan sayang Allah swt selalu tercurah untuknya.
Itulah sebabnya Alquran mengingatkan kepada semua orang yang beriman agar senantiasa menaati perintah Allah dan Rasul-Nya. Sebagai realisasi ketaatan, mereka segera meminta ampun kepada Allah swt. atas segala kesalahan dan dosa, baik dosa besar maupun dosa-dosa kecil. Sebagai berita gembira bagi mereka yang beriman, agar segera meninggal kan segala kemaksiatan, hendaklah datang kehadirat Tuhan, sujud dengan tawadhu’ penuh kehinaan di hadapan Tuhan yang Mahaperkasa lagi Mahapenyayang, memo-hon ampun dan mengharapkan kasih sayang-Nya, serta surga yang lebih luas dari tujuh lapis langit dan bumi yang dijanjikan buat orang-orang yang bertaqwa. Sehu-bungan dengan luasnya surga, Wahbah Zuhaili> mengutip riwayat Imam Ahmad dalam masnadnya bahwa, Herqal menulis surat kepada Nabi saw. “Sesungguhnya Anda mengajak saya masuk surga yang luasnya lebih luas dari tujuh tingkat langit dan tujuh lapis bumi.” Kemudian Herkal bertanya, “kalau begitu di mana neraka? “Nabi saw. menjawab, “Mahasuci Allah, “di mana malam kalau siang itu tiba? Artinya bila planet itu berputar, maka siang itu berada pada sisi lain dari alam, dan malam berada di sisi lain. Demikian juga surga berada di tempat yang tinggi di atas, sedangkan neraka berada di tempat dari sisi yang di bawah. Pernyataan beliau, bukan berarti kalau malam disaksikan pada sisi lain, kemudian tidak ada siang pada tempat yang lain, dengan dalih siang tidak dapat disaksikan karena tertutup oleh gelap malam sehingga tidak diketahui siang, lalu dikatakan tidak ada siang. Demikian juga adanya neraka pada tempat yang lain, dan adanya surga di tempat yang lain pula. Bukan berarti, bahwa surga lebih luas dari tujuh lapis langit dan bumi sebagaimana disampaikan oleh Alquran, kemudian tidak diketahui neraka, lalu itu menjadi alasan tidak ada neraka, atau neraka tidak punya tempat. Menurut pernyataan ayat 133 Surah Ali ‘Imran di atas, bahwa surga yang seluas langit dan bumi diperuntukkan bagi orang-orang yang memenuhi syarat-sya-rat yang telah ditetapkan yaitu:
1. Bertakwa kepada Allah swt. dan mempercayai adanya hari akhirat sebagai syarat utama. 2. Suka membelanjakan sebagian rezki yang diberikan kepadanya oleh Allah swt. dalam keadaan gembira,berbahagia dengan kemurahan rezki ataupun dalam kesulitan, baik dalam keadaan sehat maupun sakit, bahkan dalam semua situasi dan kondisi. 3. Mampu menahan marah, ketika marah membara dalam hati, di saat itu mereka berjuang menahan marahnya, sehingga tidak jadi mengamuk karena mampu menguasai amarah yang sedang bergejolak dalam dada. Karena kekuatan menahan amarah lebih kuat, sehingga mereka tidak jadi merusak dan perbuatan jahat yang lain. Orang yang mampu mengalahkan keinginan hawa nafsunya, dianggap tergolong orang yang jago dan kuat lagi pemberani. Sejalan dengan hadis riwayat Muslim dari Abi Huraerah bahwasanya Nabi saw. telah bersabda; ُديِدَّشلا َسْيَل َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا َلوُسَر َّنَأ َةَرْيَرُه يِبَأ ْنَع ُهَسْفَن ُكِلْمَي يِذَّلا ُديِدَّشلا اَمَّنِإ ِةَعَرُّصلاِب ملسم هاور ِبَضَغْلا َدْنِع Artinya; Bukanlah orang yang kuat karena mengalahkan lawan ketika bergulat, akan tetapi yang dimaksud orang yang kuat ialah orang yang mampu mengalah-kan hawa nafsu amarahnya ketika sedang marah. (HR.Muslim) Sehubungan hadis tersebut di atas dapat dipahami bahwa orang yang marah, tetapi mampu mengalahkan marahnya, niscaya Allah akan mengisi rongga hatinya dengan aman dan iman. 4. Suka memaafkan orang lain. Salah satu sifat orang bertakwa ialah suka mema-afkan kesalahan orang lain yang berbuat jelek kepadanya. Padahal ia mampu dan kuasa melakukan pembalasan. Namun karena kesabarannya dan kecerdasan akal mengendalikan emosi, maka ia mampu memadamkan bara api amarah yang se-dang
menyala-nyala dalam dadanya. Sejalan dengan maksud firman Tuhan dalam Alquran Surah al-Syu>ra ayat 37,”dan apabila mereka marah segera mereka mem-beri maaf.”Apabila marah, mereka menyembunyikan kemarahannya dan memberi maaf serta tidak melampiaskan rasa dendam dan sakit hati. 5. Segera mengikutkan perbuatan jeleknya dengan kebaikan. Sekalipun orang ber-buat dosa kepadanya ia tetap berbuat baik baginya dan selalu berbaik sangka. Bahwa tidak ada orang yang ingin berbuat jelek kepada dirinya. Mereka tetap ber- keyakinan bahwa menyakiti orang lain sama dengan menyakiti diri sendiri, menipu orang lain sama dengan menipu diri sendiri. Karena pada hakikatnya pahala amal baik yang pernah diperbuat, akan dipertukarkan nanti pada hari akhirat dengan kejelekan yang pernah dilemparkan kepada orang lain, kemudian mereka dilemparkan masuk ke dalam neraka pada hari akhirat. 6. Bila mereka berbuat keji cepat ingat dan bertaubat. Salah satu ciri orang yang bertakwa ialah bila terlanjur berbuat maksiat, bersegeralah mengingat Allah dan bertaubat dari dosanya yang telah diperbuat. Misalnya makan riba, zina, minum khamar, judi, mencuri, mencaci maki dan menggibah orang lain. Mereka segera mengingat janji azab Allah swt. atas kemuliaan dan kebesaran-Nya. Mereka me-minta ampun dari dosanya dan mengharapkan rahmat dari Tuhannya. Sebab tidak ada yang memberi ampunan dan kasih sayang, kecuali Allah swt. Sedangkan syarat terkabulnya taubat adalah menyesali diri dari perbuatan maksiat yang telah diperbuat dan tidak akan mengulangi lagi. Itulah yang dimaksud “mereka ber-taubat dari dosa-dosa yang telah diperbuat, dan kembali kepada Allah swt. mendekatkan diri kepada-Nya. Dan tidak lagi melanjutkan kemaksiatan sekalipun ia masih kuasa untuk melakukannya. Demikianlah syarat-syarat bagi orang yang mau memiliki surga yang luasnya seperti langit dan bumi. Selain itu, juga Allah swt. menyiapkan ampunan dan imbalan pahala surga yang mengalir beberapa sungai di atas lantainya, demi menambah keindahan
pemandangan dan segala macam nikmatnya, bagi orang-orang yang telah memenuhi syarat-syarat tersebut.
b. Kewajiban Menaati Allah dan Rasul-Nya Kewajiban menaati Allah dan Rasul-Nya adalah sebagai penjabaran takut dari ancaman azab neraka yang dipersiapkan bagi para penjahat yang tidak bertaubat sebelum meninggal. Itulah sebabnya, Tuhan menyeru kepada semua orang yang beriman agar bertakwa dan menaati Allah dan Rasul-Nya. Sejalan dengan firman-Nya Q.S. al-Anfa>l /8: 1 dan 20, …ْمُتْنُك ْنِإ ُهَلوُسَرَو َهَّللا اوُعيِطَأَو ْمُكِنْيَب َتاَذ اوُحِلْصَأَو َهَّللا اوُقَّتاَف ( َنيِنِمْؤُم1) Terjemahnya: …maka bertakwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan satu dengan yang lain. Taatilah Allah dan Rasul-Nya jika kamu benar-benar orang yang beriman. Dalam ayat 20 Surah al-anfal Tuhan menegaskan ْمُتْنَأَو ُهْنَع اْوَّلَوَت اَلَو ُهَلوُسَرَو َهَّللا اوُعيِطَأ اوُنَماَء َنيِذَّلا اَهُّيَأاَي َنوُعَمْسَت20)﴾ Terjemahnya: Wahai orang-orang yang beriman! Ta`atlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari-Nya, padahal kamu mendengar (perin-tah-perintah-Nya). Sehubungan dengan ayat tersebut, dapat dipahami bahwa ada tiga perkara yang dapat menyelamatkan manusia dari azab Allah swt. yaitu : 1. Takut kepada Allah swt. baik di tempat yang tersembunyi maupun di tempat yang terang-terang.
2. Memperbaiki hubungan yang telah rusak akibat persengketaan, sehingga bersatu kembali. Menaati pemimpin yang benar lagi jujur adalah merupakan manifestasi penjabaran ketaatan kepada Allah swt. dan Rasul-Nya. 3. Hidup sederhana pada waktu fakir miskin maupun pada waktu kaya raya. Mereka yang menaati Allah adalah mematuhi segala perintah-Nya sebagai-mana maksud yang disampaikan oleh Alquran. Takut kepada Allah bukan berarti lari dari Allah, menjauhkan diri dari pada-Nya. Seperti menghindarkan diri dari binatang buas, atau takut dari banjir atau dari gunung meletus. Akan tetapi takut kepada Allah ialah takut dari siksaan-Nya, dan khawatir dicampakkan ke dalam api neraka, takut kalau Allah mendatangkan azab-Nya di dunia sebelum datangnya azab akhirat. Adapun maksud takwa kepada Allah dan Rasul-Nya adalah melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya dengan ikhlas sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw. Alquran menjelaskan, “Wahai orang-orang yang beriman sambutlah panggilan Allah dan Rasul-Nya apabila kamu telah dipanggilnya kepada apa yang menghidupkan kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah akan menghalangi di antara seseorang dengan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nya jualah kamu semua akan dikumpulkan.” Menerima ajakan Rasulullah saw. sama dengan menaati ajakan Allah swt. dan menjalankan segala programnya berupa perintah-Nya, taat kepada Rasul dan taat kepada Allah adalah satu ketaatanartinya sama. Esensi ketaatan kepada Allah tergambar dari ketaatan kepada Rasul. Karena itu, orang yang taat kepada Rasul sungguh dia telah menaati Allah swt. Karena itu, tempat kembalinya “isim mud}mar” “ ” هنـعialah kembali kepada salah satu dari keduanya yaitu kembali kepada ‘Rasul’ atau kembali kepada ‘Allah’, atau kembali kepada ‘Allah’ dalam ayat 20 al-Anfa>l di atas dari ungkapan “ ُهْنَع.” Dalam Tafsir al-Kasysya>f dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan “jangan-lah kamu berpaling dari padanya” pada ayat 20 surah al-Anfa>l, adalah; semua orang yang berimandisuruh taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan dilarang berpaling dari pada-Nya
dalam suka dan duka, berat dan ringan. “Wahai orang-orang yang beriman taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan janganlah kamu berpaling dari padanya padahal kamu mendengarnya.” Orang yang beriman tidak boleh berpaling dari Rasul dengan bertindak sendiri, mengikuti keinginan sendiri. Jangan nanti terjebak dalam kesulitan, baru menyesal diri, akibat tidak memperhatikan dan mengindahkan seruan Alquran dan Hadis. Dewasa ini ayat-ayat Alquran sering terdengar dibaca di mana-mana, bahkan diperlombakan, sebagai syiar Islam dengan suara merdu yang dibacakan oleh para qa>ri’ dan qa>ri’ah. Namun Alquran bukan saja sekedar diperlombakan dan diper- dengarkan semata. Akan tetapi lebih dari itu, untuk dipahami dan diamalkan dalam kehidupan demi meraih kehidupan yang lebih membahagiakan, baik di dunia maupun di akhirat. Alquran bukan sekedar dibaca dengan suara yang merdu oleh seorang ahli qira>’at, tetapi tidak berkesan dalam kehidupan masyarakat. Bacaan Alquran yang merdu memang enak terdengar. Akan tetapi terkadang hanya sebatas di telinga dan tidak masuk ke dalam hati, apalagi dipahami dan diamalkan. Di sisi lain setiap waktu menjelang salat di masjid-masjid terdengar bacaan Alquran dari kaset. Akan tetapi sebagian pendengar belum tertarik untuk secara serius mendengarkan dan mau memahaminya. Di dalam telinga mereka seakan-akan ada penyumbat, seakan-akan mereka tidak mau mendengarkan sehingga bacaan Alquran tersebut tidak menam-bah iman mereka. Jadi kalau iman tidak bertambah setelah mendengar bacaan Alquran, maka para pendengar tersebut disamakan dengan seburuk-buruk binatang merayap yang disebutkan dalam ayat, “Sesungguhnya sejahat-jahat makhluk yang merayap di sisi Allah, ialah orang-orang tuli, bisu, dan yang tidak mempergunakan akal” (Q.S. al-Anfa>l: 22 ), atau mungkin lebih jahat dari itu yaitu semakin mereka mendengar, semakin bertambah jauh dari Alquran. Itulah sebabnya Alquran menganjurkan kepada semua orang yang beriman, agar menyambut dan menerima seruan Allah swt. dan Rasul-Nya sebagaimana dijelaskan oleh ayat 20 Surah al-Anfa>l di atas.
Kalau ayat 20 al-Anfa>l di atas menjelaskan bahwa semua orang beriman disuruh taat kepada Allah dan Rasul-Nya, maka pada ayat 24 Surah al-Anfal menye-rukan menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya; ْمُكيِيْحُي اَمِل ْمُكاَعَد اَذِإ ِلوُسَّرلِلَو ِهَّلِل اوُبيِجَتْسا اوُنَماَء َنيِذَّلا اَهُّيَأاَي (َنوُرَشْحُت ِهْيَلِإ ُهَّنَأَو ِهِبْلَقَو ِءْرَمْلا َنْيَب ُلوُحَي َهَّللا َّنَأ اوُمَلْعاَو24( Terjemahnya: Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. Ayat tersebut menjelaskan bahwa; Orang-orang yang beriman diseru menyambut seruan, melaksanakan segala perintah bukan saja sekedar taat, tetapi harus lebih giat dan berusaha sendiri meninggalkan segala larangan Tuhan dan mengerjakan segala perintah-Nya.Dan bersungguh-sungguh menunaikan ketaatan serta ikhlas menjalankan agama tanpa pamrih. Mereka menjunjung tinggi ajaran suci ini. Dan berusaha dengan sekuat tenaga dan semangat untuk mendapatkan rida-Nya. Mengikuti perintah yang Dia turunkan, agar manusia sejahtera dalam kehidupan. Sebagaimana layaknya diciptakan sebagai makhluk yang termulia di sisi Allah swt. Karena hidup manusia tidak sama dengan hewan melata, tidak sama dengan binatang buas yang hidup di rimba, tidak sama dengan ikan-ikan di air dan tidak sama dengan tumbuh-tumbuhan. Akan tetapi, hidup manusia adalah hidup sejati, karena ma’rifah kepada Allah swt., mengenal Dia sebagai Tuhannya dengan ilmu yang diberikan kepadanya, bijaksana, keutamaan budi luhur dan beramal salih. Kalau ini semua tercapai, maka hidup manusia bisa berarti. Inilah yang diserukan oleh Allah dan Rasul-Nya kepada manusia yang beriman. Hidup tetapi tidak memiliki nilai kesucian tersebut, sama halnya dengan manusia yang tidur, bahkan sama dengan orang mati, walaupun masih bernafas.
Orang mukmin harus selalu mempertahankan kesucian agama, senantiasa berzikir dan mengingat kepada Allah swt. sehingga meskipun mereka telah gugur dalam jihad fi sabilillah demi meninggikan kalimatullah, namun namanya harum semerbak tetap hidup terus di hati masyarakat sebagai syahid. Mereka hidup berpu-luh bahkan beratus tahun, walaupun badannya telah hancur di dalam tanah. Itulah sebabnya ayat tersebut mengingatkan, kalau orang yang beriman ingin hidup bernilai dan berarti hendaklah mereka menyambut seruan Allah dan Rasul-Nya.Kalau hal tersebut mereka lakukan, niscaya mereka akan berbahagia baik di dunia maupun di akhirat. Akan tetapi bila seruan tersebut mereka tidak sambut dengan baik, niscaya kehidupan akan hampa, sebab hidup mereka tidak mempunyi nilai kesucian agama . Alquran menyerukan kepada jihad fi sabilillah guna menetapkan ketuhanan Allah di muka bumi dan terhadap kehidupan manusia, membasmi dan menghancur leburkan ketuhanan selain Allah dari singgasana kedudukannya, sehingga tunduk kepada Allah saja. Sekalipun mereka berhadapan dengan maut, mereka tetap ber-juang karena mati syahid mempertahankan ajaran tauhid mengandung nilai hidup abadi. Dalam kehidupan manusia terkadang diperhadapkan berbagai gangguan yang merentangi mereka dalam perjalanannya menuju kedudukan yang terpuji di sisi Allah swt. meraih bahagia di dunia selamat di akhirat, namun hal tersebut tidak semulus membalikkan telapak tangan. Karena meraih cita-cita suci harus mengha-dapi dan mengatasi segala macam resiko. Oleh karena itu, hendaklah setiap manusia yang beriman senantiasa siap sedia menerima apa yang terjadi demi menyambut seruan Allah swt. dan Rasul-Nya, seruan untuk hidup yang bermakna. Dalam menja-lankan seruan ketaatan dan kepatuhan kepada Tuhan terkadang terhalang oleh berbagai macam bisikan dan rayuan keinginan hawa nafsu. Namun gangguan yang muncul dalam hati orang beriman, senantiasa dipantau oleh Tuhan dan menghalangi antara keinginan hawa nafsu seorang mukmin dengan keinginan hati
nuraninya. Sehubungan hal tersebut ditegaskan dalam ayat 24 Surah al-Anfa>l di atas “Dan ketahuilah bahwa Allah akan menghalangi di antara seseorang dengan hatinya.” Dari ayat tersebut terkandung maksud bahwasanya Allah-lah yang mema-tikan hati seseorang mukmin, sehingga lenyaplah kesempatan untuk mengingat ke-pada selain Allah swt. Sehingga hati mereka menjadi kuat untuk mengobati penyakit kelalaian yang bersemi dalam hati dengan berzikir kepada-Nya. Sehingga hati suci bersih dari segala kotoran dan penyakit bagi seorang mukmin, maka akan menuai keselamatan yang hakiki. Seiring dengan apa yang dimaksud oleh Alquran itu sendiri.Karena itu, hendaklah bagi setiap mukmin memanfaatkan kesempatan yang ada padanya, membekali dirinya dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya serta mensucikan hatinya dari segala sifat tercela seseuai dengan petunjuk Alquran dan Alhadis. Mengosongkan dari akhlaq maz\mu>mah, kemudian mengisi dengan sifat-sifat terpuji atau akhla>q al-kari>mah. Dan senantiasa mengikuti seruan Allah dan Rasul-Nya. Seruan hidup sejati ‘haya>tan t}ayyibah’ karena mau atau tidak, sebagai manusia beriman pasti akan kembali kepada Allah. Sebagai manusia yang beriman sungguh meyakini, bahwa mereka dilahirkan di atas bumi, berbeda dengan makhluk hewani. Agar hidup mereka berarti, maka hendaklah menaati seruan Allah swt. dan Rasul-Nya. Dengan keyakinan yang man-tap, bahwa yang mengatur kehidupan manusia pada hakikatnya adalah Allah swt. sendiri. Karena itu setiap manusia yang beriman hendaklah menyerahkan segala hidupnya kepada Allah, selalu bertawakkal kepada-Nya dalam segala hal.
c. Kekuasaan yang Dijanjikan Allah kepada Orang yang Taat dan Mengerjakan Amal Salih. Kekuasaan adalah milik Allah swt. Dialah Tuhan yang Mahakuasa mengu-rus dan mengatur segala keperluan makhluk-Nya, khususnya makhluk yang nama-nya manusia. Untuk memakmurkan bumi, Dia menciptakan khalifah-Nya di bumi dan sebagai
perwakilan-Nya ialah manusia. Manusia adalah khalifah Tuhan di bumi khususnya orang-orang yang beriman.Sekaligus menjadikan mereka sebagai pewa-ris bumi dan negeri serta harta kekyaan yang ada padanya.Menurut al-Qurt}ubi> yang dimaksud ayat “layastakhlifannhum fi> al-Ard},”Allah yang menjadikan mere-ka sebagai khalifah-Nya di bumi.”Sebagai makhluk sosial, orang yang beriman ada-lah mandataris Tuhan. Karena merekalah menerima (diserahi) tugas, untuk menja-lankan mandatTuhan, demi mengurus baik hubungannya dengan Tuhan dan maupun hubungannya dengan sesama manusia serta alam sekitar dalam rangka me-makmurkan bumi demi kemaslahatan manusia. Di dalam urusan sosial kemasyara-katan, setiap manusia mempunyai sifat dalam dirinya ingin menguasai dan mempe -ngaruhi manusia-manusia lainnya, dalam rangka memenuhi kebutuhannya serta mengangkat popularitasnya. Karena itu ia berusaha dan menggunakan segala ke-mampuan yang dimiliki untuk mempengaruhi orang lain. Jadi kemampuan seseorang untuk menguasai orang atau golongan lain, haruslah memiliki kekuatan dan kemam -puan berdasarkan wewenang, kewibawaan, dan kharisma yang ada padanya. Untuk memperoleh kekuatan dan kekuasaan tersebut, selayaknyalah mereka kembali kepada Sang Mahapemilik kekuatan dan kekuasaan itu sendiri yaitu Allah swt. Agar manusia memiliki kekuatan dan kekuasaan sebagai khalifah-Nya di bumi, maka Tuhan memberikan petunjuk dan bimbingan, arahan kepada mereka, sebagaimana termaktub dalam Alquran al-Kari>m dan Hadis Rasulullah saw. Dengan kesalihan seorang khalifah dan kedekatannya kepada Allah swt. sebagai makhalufnya, maka tidak dapat dipungkiri keterlibatan-Nya secara langsung demi mengatasi segala hal yang berkaitan dengan kemaslahatan makhluk-Nya di bumi, khususnya kemaslaha-tan manusia itu sendiri sebagai khalifah. Karena itu seorang khalifah yang terper-caya harus senantiasa taat mengikuti dan menyambut seruan Makhlufnya yaitu Allah swt. dan Rasul-Nya sejalan dengan firman-Nya dalam Q.S. al-Nu>r 24/ : 54-56 berikut;
َلِّمُح اَم ِهْيَلَع اَمَّنِإَف اْوَّلَوَت ْنِإَف َلوُسَّرلا اوُعيِطَأَو َهَّللا اوُعيِطَأ ْلُق ُغاَلَبْلا اَّلِإ ِلوُسَّرلا ىَلَع اَمَو اوُدَتْهَت ُهوُعيِطُت ْنِإَو ْمُتْلِّمُح اَم ْمُكْيَلَعَو (ُنيِبُمْلا54)ِتاَحِلاَّصلا اوُلِمَعَو ْمُكْنِم اوُنَماَء َنيِذَّلا ُهَّللا َدَعَو َّنَنِّكَمُيَلَو ْمِهِلْبَق ْنِم َنيِذَّلا َفَلْخَتْسا اَمَك ِضْرَأْلا يِف ْمُهَّنَفِلْخَتْسَيَل اًنْمَأ ْمِهِفْوَخ ِدْعَب ْنِم ْمُهَّنَلِّدَبُيَلَو ْمُهَل ىَضَتْرا يِذَّلا ُمُهَنيِد ْمُهَل ُمُه َكِئَلوُأَف َكِلَذ َدْعَب َرَفَك ْنَمَو اًئْيَش يِب َنوُكِرْشُي اَل يِنَنوُدُبْعَي ﴿َنوُقِساَفْلا55﴾ ْمُكَّلَعَل َلوُسَّرلا اوُعيِطَأَو َةاَكَّزلا اوُتاَءَو َةاَلَّصلا اوُميِقَأَو (َنوُمَحْرُت56﴾ Terjemahnya: Katakanlah (wahai Muhammad) taatlah kepada Allah dan taatlah pula kepada Rasul, jika kamu berpaling, maka sesungguhnya kewajiban Rasul (Muhammad) itu hanyalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu hanyalah apa yang dibebankan kepadamu. Jika kamu taat kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Kewajiban Rasul hanyalah menyam-paikan (amanat Allah) dengan jelas. Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan yang mengerjakan kebajikan, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi sebagai-mana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan Agama yang telah Dia redai, dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sontosa. Mereka (tetap) menyombah-Ku dengan tidak mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun. Tetapi barang siapa (tetap) kafir setelah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. Dan laksanakanlah salat, tunaikan zakat, dan taatlah kepada Rasul (Muhammad) agar kamu diberi rahmat. Ayat tersebut di atas menjelaskan bahwa, Tuhan telah menjanjikan kepada orang yang beriman di antara hamba-Nya yang telah berbuat amal salih, bahwa Dia akan menjadikan khalifah di bumi. Sebagaimana Dia telah menjadikan khalifah orang-orang sebelum mereka, seperti para rasul, para nabi dan orang-orang siddiq. Dia akan memperkuat kedudukan agama mereka yang sudah diridai untuk mereka dan Dia akan menggantikan keadaan bahaya dengan suasana aman dan damai. Agar mereka tetap menyembah Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu. Disam-ping orang-orang yang
beriman menjalankan tugas kekhalifahannya, hendaklah pula mereka melaksanakan salat dan mengeluarkan zakat serta taat dan patuh kepada Rasul, semoga dalam menjalankan kekhalifahannya senantisan di beri petunjuk dan bimbingan dari Allah swt. sebagai khalifh-Nya di bumi. Ketika Allah swt. ingin mengangkat martabat/kedudukan seseorang yang beriman dan mengukuhkan kedudukan agama mereka, Dia mengemukakan pensya-ratan yang harus dimiliki sebagai karakteristik ketaatan dan kepatuhan kepada Allah swt. dan Rasul-Nya. Yaitu iman dan takwa kepada Allah swt. dan senantiasa melak-sanakan perintah-Nya dengan sebaik-baiknya, dan selalu memperbanyak amal salih, menyembah kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya, mendirikan salat dan menge-luarkan zakat, serta taat dan patuh kepada Allah dan Rasulullah saw. Apa bila umat Islam sungguh beriman dan beramal salih, pastilah mereka menjadi khalifah. Orang yang memiliki karekteristik tersebut, niscaya Tuhan mengangkat kedudukan mereka dan memberikan kepadanya kekuasaan yang terhormat sebagai khalifah-Nya di bumi. Dia akan mengokohkan agama mereka sebagai sarana bagi mereka dalam interaksi antara khalif dengan Makhluf. Sehingga kekhawatiran bagi seorang khalifah dalam melaksanakan ketaatan dapat tergantikan dengan rasa aman dan damai, selamat dan sejahtera menjalankan tugas-tugas kekhalifahannya di bumi. Itulah yang dimaksud Tuhan menjanjikan kepada mereka dengan firman-Nya, “Bah-wa sesungguhnya mereka akan diberi warisan kekuasaan di muka bumi,” (pertenga-han ayat 55 surat al-Nu>r di atas). Sebagaimana telah diberikan kepada orang-orang terdahulu sebelum mereka, dan akan dikokoh-teguhkan kedudukan agama mereka yang disukai oleh Tuhan untuk mereka. Dengan demikian, kendali bumi diserahkan kepada mereka sebagai khalifah Tuhan. Sebagimana jabatan tersebut pernah diberikan kepada umat-umat terdahulu. Allah swt. telah pernah memenuhi janji-Nya sebelum Nabi Muhammad saw. wafat. Yaitu Allah swt memberikan kemampuan kepada Rasul-Nya menaklukkan Makkah, Khaibar, Bahraen,
dan seluruh jazirah Arab. Serta mengambil pajak kepala (perorangan) dari orang-orang Majusi dan dari sebagian penduduk Syam. Dan sesudah belaiu wafat, khula>fa al-Rasyidin” mene-ruskan langkah tersebut. Dalam waktu singkat, mereka menghancurkan kekuasaan Persi dan Romawi. Demikianlah, Tuhan memperlihatkan contoh, bila kekuatan iman dan amal salih telah padu dan menjadi kekuatan dalam masyarakat. Dan agama yang dipeluk pun menjadi kokoh dan teguh, berakar kuat ke bumi, bercabang dan beranting ke langit serta tidak dapat diusik dan diganggu orang lagi, sebab dialah agama yang diridai oleh Allah swt. Inilah janji Tuhan bagi setiap mukmin dalam berjuang menegakkan kebenaran dan keyakinan di permukaan bumi.
2. Dampak Positif sebab akibat ketaatan kepada Allah dan Rasulnya Berbicara tentang dampak positif iman kepada hari akhirat implikasinya terhadap perilaku manusia sebagai penggembiraan dari ketaatan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya menurut Alquran dapat disimak uraian berikut. Hubungan antara kepercayaan terhadap hari akhirat dengan keberadaan manu-sia pada hari akhirat sebagai sebab akibat perilaku mereka di dunia sangat erat dan urgen. Alquran menjelaskan bahwa di akhirat ada dua negeri, yaitu da>r al-Sa’a>dah (surga) dan da>r al-Syaqa>wah (neraka).Alquran dan hadis menceritakan tentang surga dan segala nikmatnya sabagai penggembiraan bagi orang-orang beriman dan taat terhadap seruan Allah swt. dan Rasul-Nya, serta neraka sebagai peringatan dan ancaman bagi orang-orang kafir. Adapun penggembiraan (basyi>ran) sebagai implikasinya kepada hari akhirat sebagai akibat ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, adalah kebahagiaan hakiki di akhirat yang disebut da>r al-Sa’a>dah. Da>r al-Sa’a>dah tempat kebahagiaan bagi orang-orang yang beriman dan senantiasa melaksanakan kesalihan amalnya sebagai
penjabaran ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebagaimana firman Allah swt. dalam Q.S. Hu>d /11 : 108, ُضْرَأْلاَو ُتاَوَمَّسلا ِتَماَد اَم اَهيِف َنيِدِلاَخ ِةَّنَجْلا يِفَف اوُدِعُس َنيِذَّلا اَّمَأَو (ٍذوُذْجَم َرْيَغ ًءاَطَع َكُّبَر َءاَش اَم اَّلِإ108﴾ Terjemahnya: Dan adapun orang-orang yang berbahagia, maka (tempatnya) di dalam surga, mereka kekal di dalamnya, selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tidak ada putus-putusnya.” Selain ayat tersebut, sungguh banyak ayat-ayat dan hadis-hadis nabi Muhammad saw. yang membicarakan tentang surga dan segala nikmatnya, sebagai tempat kebahagiaan di negeri akhirat bagi orang-orang yang muttaqin. Dalam surah al-Rahman /55: 46 Allah menjanjikan dua surga bagi yang mempersiapkan diri dengan takwa dan takut menghadapi siksa Tuhannya. “Dan untuk orang yang takut akan berdiri di hadapan Allah, dua surga.”Ada ahli tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud dua surga"dalam ayat ini, ialah surga dunia dan surga akhirat. Ada juga yang berpen-dapat, ialah"Surga untuk manusia dan surga untuk Jin. Sedangkan eksistensi satu surga seluas langit dan bumi sebagaimana digambarkan dalam Q.S. Ali ‘Imra>n /3: 133, yaitu ; ْتَّدِعُأ ُضْرَأْلاَو ُتاَوَمَّسلا اَهُضْرَع ٍةَّنَجَو ْمُكِّبَر ْنِم ٍةَرِفْغَم ىَلِإ اوُعِراَسَو ( َنيِقَّتُمْلِل133) Terjemahnya: Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa. Ayat tersebut menggambarkan existensi subuah surga, yaitu seluas tujuh tingkat langit dan tujuh lapis bumi yang disiapkan oleh Allah bagi hambanya yang bertakwa dan memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan sebagai calon penghuni surga. Alquran menceritakan banyak surga, bukan hanya satu. Banyak ayat yang berbicara tentang surga
dengan bentuk jamak seperti ” ”تانـجjamak dari kata" "ةنجلاartinya surga.Tetapi tidak ada ayat yang berbicara tentang neraka yang berbentuk jamak. Secara sederhana, akal dapat menerima pernyataan bahwa, ruang yang sempit dengan banyak orang yang berdesak-desakan menambah tersiksanya orang. Tetapi bagi orang yang takut kepada Tuhannya disiapkan dua surga, sebagai-mana ditegaskan oleh ayat 46 Surah al-Rahma>n di atas, “Dan untuk orang yang takut maqama Tuhannya ada dua surga.” Adapun nama-nama surga dan segala nikmatnya akan diuraikan sebagai penggembiraan bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Sudah menjadi tabiat bagi manusia pada umumnya dan manusia beriman khususnya selalu ingin mendengarkan informasi yang menggembirakan dan mene-nangkan hatinya. Karena itu, dalam kajian “hari akhirat” menurut Alquran, dengan analisis tafsir tematik di atas lembaran yang sangat terbatas ini. Dikemukakan penggembiraan bagi orang-orang yang beriman yang senantiasa menghiasi amalnya dengan amalan-amalan salih, selalu membersihkan dosa-dosanya dengan air mata taubat, mempercantik etikanya dengan akhlakul karimah, menghancurkan syirik dalam hatinya dengan ketauhidan yang mantap kepada Allah swt., menjauhkan segala sifat angkuh dan sombong dalam hatinya, dengan menonjolkan dan menam-pakkan sifat tawa>d}u’ rendah diri. Membersihkan hati dari sifat-sifat ria, dengki dan iri hati, dengan keikhlasan beramal dan ketaatan beribadah kepada Allah swt. Membersihkan sifat-sifat keserakahan dan kebakhilan dalam jiwa, dengan selalu menyirami air syukur nikmat dan rida terhadap ketetapan Tuhan yang berjalan atas dirinya dan kedua tangannya selalu terbentang sifat-sifat kedermawanan. Dan selalu meninggalkan sifat-sifat tercela dan kelalaian, dengan senantiasa ingat dan berzikir kepada Allah siang dan malam, pagi dan sore, dimana dan kapan pun ia berada. Selain itu, ia pun selalu menghiasi hidupnya dengan ketaatan melak-sanakan kewajibannya kepada Tuhan, misalnya senantiasa memelihara salat, puasa, sadakah dan
lain-lain. Dan selalu taat meninggalkan dan menjauhkan diri dari segala larangan-Nya baik lahir maupun batin. Untuk menikmati kelezatan informasi surga menurut Alquran dan hadis bagi para pelaku ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Dipersilahkan menyelami dan menyimak sampai ujung uraian nama-nama surga sebagai berikut: Da>r al-Sala>m, Jannah al-Ma’wa>, Jannah al-Khulu>d, Jannah al-Na’i>m, Jannah al-Firdaus dan Jannah al-‘Adn. Sementara Ibnu ‘Abbas berkata bahwa surga itu mempunyai delapan pintu, yaitu pintu pertama:Da>r al-Jala>l, pintu kedua: Da>r al-Sala>m, pintu ketiga: Jannah al-Ma’wa, pintu keempat: Jannah al-Khulu>d, pintu kelima: Jannah al-Na’i>m, pintu keenam: Da>r al-Qara>r, pintu ketujuh : Jannah al-Firdaus dan pintu kedelapan: Jannah al-‘Adn. Dari nama-nama pintu surga tersebut timbul pertanyaan, pintu surga mana yang anda ingin masuki? Semoga apa yang diyakini menjadi kenyataan. Sebab informasi Alquran adalah hakikat kebenaran yang bersumber dari Tuhan yang Maha Pencipta lagi Maha Kuasa. Untuk membantu menentukan sikap para pembaca terha-dap apa yang telah diyakini, dipersilahkan menelaah dan menyimak uraian berikut sebagai penggembiraan bagi orang-orang yang beriman. Ibnu ‘Abbas berkata bahwa pintu Da>r al-Jala>l akan dimasuki oleh para nabi Allah dan rasul-rasul-Nya, serta para syuhada’ dan dermawan.Di atas pintu ger-bangnya tertulis kalimat " "هللا لوسر دمحم هللا الا هلاالtertata dengan aqut putih bersih berkilauan yang sangat indah. Dari Abu Sa’id al-Khudri> mengatakan Rasulullah saw. bersabda, َبَكْوَكْلا َنْوَءاَرَتَي اَمَك ْمِهِقْوَف ْنِم ِفَرُغْلا َلْهَأ َنْوَءاَرَتَي ِةَّنَجْلا َلْهَأ َّنِإ ْوَأ ِقِرْشَمْلا ْنِم ِقُفُأْلا يِف َرِباَغْلا َّيِّرُّدلا اَل ِءاَيِبْنَأْلا ُلِزاَنَم َكْلِت ِهَّللا َلوُسَر اَي اوُلاَق ْمُهَنْيَب اَم ِلُضاَفَتِل ِبِرْغَمْلا ِهِدَيِب يِسْفَن يِذَّلاَو ىَلَب َلاَق ْمُهُرْيَغ اَهُغُلْبَي ﴾ملسم و يراخبلا هاور﴿َنيِلَسْرُمْلا اوُقَّدَصَو ِهَّللاِب اوُنَمآ ٌلاَجِر Artinya:
Sesungguhnya penghuni surga itu saling melihat kepada penghuni kamar yang ada di atas mereka, sebagaimana mereka melihat bintang yang ber-kilauan yang paling terang diufuk timur dan barat, karena masing-masing mempunyai kelebihan di antara mereka. Mereka bertanya kepada Rasul : Wahai Rasul tempat/kedudukan itu, adalah tempat para nabi, tidak boleh dicapai, selain daripada mereka. Beliau menjawab dan berkata: Bahkan demi jiwaku ada ditangannya, orang-orang yang beriman kepada Allah dan mereka membenarkan para Rasul. (HR.Bukhari dan Muslim) Sejalan dengan perkataan Ibnu ‘Abbas bahwa penghuni Da>r al-Jala>l sebagai surga pertama, dimasuki oleh para nabi, rasul, syuhada’ dan orang-orang dermawan, ditegaskan dalam QS. al-Nisa>’ /4: 69, َنِم ْمِهْيَلَع ُهَّللا َمَعْنَأ َنيِذَّلا َعَم َكِئَلوُأَف َلوُسَّرلاَو َهَّللا ِعِطُي ْنَمَو اًقيِفَر َكِئَلوُأ َنُسَحَو َنيِحِلاَّصلاَو ِءاَدَهُّشلاَو َنيِقيِّدِّصلاَو َنيِّيِبَّنلا ﴿69 ﴾ Terjemahnya: Dan barang siapa menta'ati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para s}iddiqi>n (pencinta kebenaran), orang-orang yang mati syahid dan orang-orang salih. Mereka itulah teman yang sebaik-baik-nya. Bila ayat tersebut direnungkan, betapa besar makna terkandung di dalam-nya yang dapat dirasakan oleh orang yang menaati Allah dan Rasul-Nya. Karena mereka akan bersama-sama dengan para nabi dan para pencinta kebenaran (s}iddiqi>n) serta para syuhada dan orang-orang salih. Sehubungan dengan ayat tersebut, Wah-bah Zuhaili> mengutip sebuah riwayat dari T{abarani dan Ibnu Mardawaihi dengan sanadnya la> ba’sa bih, yang artinya tidaklah apa-apa. dari Aisyah : ملس و هيلع هللا ىلص يبنلا ىلا لـجر ءاج,يسفن نم يلا بـحال كنا هللا لوسر اي لاقف, يدلو نم يلا بـحال كنا و, رظنأف يتّا ىتح ربصأ امف كركذاف تيبلا يف نوـكال ينا و كيلا, نييبنلا عم تعفر ةنجلا تلخد اذا كنأ تفرع كتوم و يتوم تركذ اذا و, اذا ينا و
ةنجلا تلخد, كارأ ال نأ تيشخ,ائيش ملس و هيلع هللا ىلص يبنلا دري ملف, لزن ىتح لوسرلا و هللا عطي نمو( ةيالا هذهب ليربج هيلع....) Artinya: Suatu hari datang seorang laki-laki kepada Nabi Saw. lalu dia bertanya: Ya Rasulallah! Sesungguhnya engkau lebih aku cintai dari pada diriku sendiri, sungguh engkau lebih aku cintai dari pada anakku sendiri. Dan sungguh bila aku duduk-duduk dalam rumahku, niscaya aku selalu mengingatmu, sehing-ga aku tidak tertahan, bila aku tidak melihat wajahmu. Teringat pula jika aku telah mati dan engkaupun telah mati. Aku telah mengerti bahwa engkau telah masuk surga dan diangkat ketempat yang tinggi bersama para nabi dan jika pun aku masuk ke dalam surga, aku khawatir tidak dapat melihat engkau lagi! Kata rawi. Nabi terdiam tidak bisa menjawab sesuatu dari pertanyaan yang sangat mengharukan itu, sampai datanglah malaikat Jibril membawa ayat ini (Barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul….) Baik dari ayat maupun dari hadis tersebut, dapat dipahami bahwa orang-orang yang taat kepada Allah dan rasul tempatnya bersama-sama dengan nabi-nabi. Alquran menjelaskan bahkan bukan saja bersama dengan para nabi, tetapi juga bersama-sama dengan orang-orang s}iddiqi>n orang-orang yang senantiasa membe-narkan dan melaksanakan perintah Allah swt. Dan orang-orang yang mantap keyaki-nannya, lagi percaya, jujur tidak ragu dan bimbang, mereka bersama-sama orang-orang salih. Demikianlah kawan bagi orang-orang taat melaksanakan perintah Allah dan sunnah Rasul-Nya. Selain darul Jalal ada juga disebut da>ru al-Salām. - Da>r al-Sala>m Da>r al-Sala>m adalah salah satu nama dari beberapa nama surga. Nama ini tersebut dalam ayat 127 surah al-An’a>m yaitu, ( نوُلَمْعَي اوُناَك اَمِب ْمُهُّيِلَو َوُهَو ْمِهِّبَر َدْنِع ِماَلَّسلا ُراَد ْمُهَل127) َ Terjemahnya: Bagi mereka (disediakan) darussalam (tempat yang damai) surga di sisi Tuhannya dan Dialah Pelindung mereka karena amal kebajikan yang mere-ka kerjakan.
Siapa yang akan memasuki pintu kedua ini? Ibnu ‘Abbas mengomentari bahwa pintu kedua tersebut akan dimasuki oleh orang-orang yang senantiasa meme-lihara salatnya dan menyempurnakan wudu’nya. Dikatakan bahwa surga ini terbu-at dari aqut berwarna kemerah-merahan sangat indahnya. Da>r al-Sala>m disebut juga هللا ر ا دartinya negeri Allah. Nama ini disandarkan kepada sifat Allah “al-salām” sebagai penghormatan betapa mulianya tempat ini. sebagaimana disebutkan “al-Ka’bah Baitullah,”yakni Ka’bah ialah Baitullah “rumah Allah.” “da>r al-Sala>m” kam-pung keselamatan dari segala kekurangan, artinya tempat yang penuh kedamaian dan keselamatan. Ayat 25 Surah Yunus dikatakan, ( ميِقَتْسُم ٍطاَرِص ىَلِإ ُءاَشَي ْنَم يِدْهَيَو ِماَلَّسلا ِراَد ىَلِإ وُعْدَي ُهَّللاَو25) Terjemahnya: Dan Allah menyeru (manusia) ke Da>r al-Sala>m (surga) dan memberikan petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus ( Islam). Kalau ayat 127 Surah al-An’a>m, Tuhan menjanjikan Da>r al-Sala>m bagi orang-orang yang selalu mengingat kepada Allah, dengan amal-amal salih yang selalu mereka kerjakan, maka pada ayat 25 Surah Yunus, Allah menyeru manusia ke Da>r al-Sala>m dan memberi petunjuk orang yang Dia kehendaki kepada jalan yang lurus. Yaitu mengikuti ajaran yang dibawa Islam. Yakni ajaran yang lurus, yaitu taat melaksanakan perintah Allah dan mengikuti sunnah Rasul-Nya. Kalau Tuhan memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki kepada S{ira>t al-Mustaqi>m, jalan yang lurus (Islam), maka sebelum ayat 127 Surah al-An’a>, Tuhan memperlihatkan kepada mereka S{ira>t al-Mustaqi>m sebagai jalan yang lurus dan menjelaskan kepada mereka ayat-ayat Tuhan, agar supaya mereka mengambil pelajaran. Dari ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa Da>r al-Sala>m itu diper-siapkan oleh Allah bagi orang-orang yang mengikuti jalan Tuhan yang lurus(Islam).
Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah untuk diberi petunjuk, niscaya Dia akan membukakan hatinya untuk menerima Islam (awal ayat 125 Surah al-An'a>m). Ayat ini pula sebagai petunjuk untuk membuka pintu kesempatan bagi setiap manusia khususnya manusia yang cinta kebenaran. Bagaimanapun besarnya kemaksiatan dan kegelapan hati mereka selama ini, suatu waktu bisa saja berubah dengan lebih cerah. Pada dasarnya dalam hati setiap manusia tersembunyi sesuatu yang baik, seperti cahaya kebenaran, pengakuan terhadap kebenaran yang dialami oleh manusia itu sendiri. Dengan kata lain, setiap manusia di dalam dirinya ada nilai kejujuran. Tidak mau membohongi kenyataan yang dialami oleh seseorang sekalipun lidah orang itu menyangkal, menafikan kenyataan yang sebenarnya yang dapat disaksikan oleh orang lain. Potensi kejujuran ini bisa tumbuh dan berkembang dengan baik, jika hati suci dari noda kemaksiatan. Dan senantiasa dipenuhi dengan cahaya kebenaran yang bersumber dari yang Maha Benar. Dengan melalui Alquran sebagai hidayah Allah. Sehingga hati bisa terbuka menerima kebenaran Islam. Akal yang suci dari pikiran-pikiran kotor akan menerima kebenaran itu. Dan kemudian mendapatkan pancaran cahaya kebenaran dari Tuhan, maka dengan sendirinya akan tumbuh sikap yang sangat menarik untuk mengantar manusia kepada kemaslahatan dalam kehidu-pan. Itulah sebabnya ayat 125 Surah al-An’a>m di atas disampaikan oleh Tuhan bahwa, kalau Allah menghendaki agar seseorang mendapatkan hidayah (petunjuk) niscaya dilapangkan hatinya untuk menerima ajaran Islam. Sehingga orang yang beriman tersebut semakin bertambah imannya. Dia senantiasa berdoa dan bermu-najat kepada Tuhannya, memohon kepada Allah, agar senantiasa dibukakan pintu hatinya menerima kebenaran. Bukan hanya dibukakan pintu hatinya untuk menerima kebenaran, akan tetapi sudah menjadi urat nadi dalam segala perilakunya. Senantiasa berlandaskan dengan nilai-nilai ibadah sebagai tujuan Tuhan menciptakan manusia. Akan tetapi bila Tuhan menghendaki lain, tentu sifat hak preoragatif penuh Tuhan berlaku. Hal tersebut tergambar
dalam firman Allah, “Dan barang siapa yang dikehendaki oleh Allah swt. tersesat, maka Dia menjadikan dadanya sempit menerima kebenaran.” Sehingga mereka kekal dalam kemaksiatan dan susah menerima keterangan dari orang lain, sekalipun bersumber dari Tuhan yang Maha Benar. Karena hati mereka kotor oleh lumpur dosa sehingga tidak bisa menerima cahaya kebenaran. Laksana cermin yang tertutup oleh lumpur permukaannya sehingga tidak tembus cahaya. “Seperti itulah Allah menjadikan kotoran atas orang-orang yang tidak mau ber-iman.” (akhir ayat 125 Surah al-An'a>m di atas). Hati mereka dikotori oleh kedustaan dan kekafiran terhadap ayat-ayat Tuhan, sehingga cahaya kebenaran tidak dapat masuk ke dalam. Kegelapan karena dosa menyebabkan hati tertutup menerima cahaya kebenaran yang terpancar dari ajaran Islam yang disebut oleh ayat “rijsun.” Semakna dengan “al-nutn” artinya kebusukan. Sehubungan dengan “rijsun,” di antara binatang yang paling kotor “rijsun” adalah babi. Sekarang dibawa kepada manusia yang mendustakan ayat-ayat Allah dan tidak mau taat kepada rasul-rasul-Nya sunggu sangat sukar menerima kemurnian ajaran Islam. Sebab hati mereka telah penuh dengan kotoran seperti syirik, kufur, dan dusta. Sehingga walaupun mereka diajak kepada kebersihan, mereka akan kembali kepada yang kotor. Sebagai kotoran babi (rijsun) itu adalah perangai syirik dan perangai syirik ini yang menjadikan orang terkutuk di dunia dan tersiksa di akhirat serta terjauh dari surga dan segala nikmatnya. - Jannah al-Ma’wa> Kata, “Jannah al-ma’wa> “ diulangi tiga kali dalam Alquran masing-masing dalam Q.S. al-Sajadah /32: 19 yaitu, "اوُناَك اَمِب اًلُزُن ىَوْأَمْلا ُتاَّنَج ْمُهَلَف ِتاَحِلاَّصلا اوُلِمَعَو اوُنَماَء َنيِذَّلا اَّمأ (َنوُلَمْعَي19) Terjemahnya: Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, maka mereka akan mendapat surga-surga tempat kediaman, sebagai pahala atas apa yang telah mereka kerjakan.
Di tempat lain Tuhan berfirman dalam Q.S. al-Najm /53:15 yaitu; ( ىَوْأَمْلا ُةَّنَج اَه َدْنِـع15) Terjemahnya: Di dekatnya ada surga tempat tinggal (surga Ma’wa>). Dalam Q.S. al-Nazi’a>t /79 : 41 ( ىَوْأَمْلا َيِه َةَّنَجْلا َّنِإَف19) Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya). Abd. Rahim mengutip perkataan Ibnu 'Abbas bahwa: Jannah al-Ma’wa adalah salah satu pintu surga. Ia sebagai pintu ketiga.Pada pintu ini dimasuki oleh para muzakki yang senantiasa mengeluarkan zakat hartanya baik berupa infak maupun sedakah. Surga ini tertata dengan rapih yang terbuat dari
intan yang kebiru-biruan.di samping Sidratul
Muntaha, di sanalah terletak Jannatul Ma’wa. “Di dekatnya ada surga tempat tinggal (surga Ma’wa>) surah al-Najm ayat 15 di atas dan
ayat 41 Surah al-Nazi’a>t tersebut
bahwasanya,”Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya).” Jannatul Ma’wa> adalah surga tempat kembalinya orang-orang yang bertakwa dan senantisa berbuat ihsan. Surga ini terletak dekat Sidratul Muntaha>. Hasan berkata ia adalah tempat kembalinya orang-orang yang bertakwa. Ibnu Abbas berkata, Jannatul Ma’wa itu adalah tempat kembalinya para Syuhada yang terletak di sebelah kanan ‘Arasy. Juga disebut surga yang pernah ditempati oleh Nabi Adam as. dan dikeluarkan dari padanya yaitu terdapat pada langit yang ketujuh. Juga dikatakan bahwa semua orang yang beriman berada di surga al-Ma’wa>. Disebut pula Jannah al-Ma’wa>, karena semua orang yang beriman cenderung kembali kepadanya, dan ia terletak di bawah ‘Arasy. Mereka menikmati keindahan surga dan segala nikmatnya, serta aromanya yang semerbak harum sekali. Dikatakan malaikat Jibril bersama dengan malaikat Mikail selalu berada di surga tersebut. Ibnu Abbas, Dhahak dan Ibnu Mas’ud serta sahabatnya berkata, bahwa di
atas lantai surga tersebut terbuat dari permadani emas. Hasan berkata bahwa surga ini diliputi oleh cahaya Tuhan semesta alam, sehingga cahayanya bersinar gemerlap, sangat terang dan amat indah. Dalam riwayat lain dikatakan surga tersebut tertutupi oleh cahaya dari Allah swt. sehingga tidak ada seorang pun yang mampu memandang kepadanya saking kuatnya cahaya tersebut. Rabi’ ibn Anas berkata, di atasnya hinggap para malaikat bagaikan burung gagak hinggap di atas pepohonan. Ketika Rasulullah saw. mi’raj Beliau melihat langsung di dekat Sidratul Muntaha> ada surga tempat tinggal sebagaimana disebut dalam Surah al-Najm: 15 di atas. Nabi Muhammad saw. melihat Jibril ketika di Sidratul Muntaha diliputi oleh sesuatu. Nama Sidratul Muntaha, sudah lama dikenal oleh kaum muslimin, mereka mendengar informasi tersebut disampaikan oleh para muballig, para ustaz ketika memperingati kisah Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad saw. Sidratul Muntaha adalah tempat yang paling tinggi di atas langit yang ke 7 telah dikunjungi Nabi Muhammad saw. ketika Mi’raj.Dalam Surah al-Najm ayat 15 di atas, dijelaskan bahwa Sidratul Muntaha itu tidak jauh letaknya dari Jannah al-Ma’wa>. Ungkapan "" اه دنـعterkandung makna di sisinya, artinya di dekat Sidratul Muntaha terletak Jannatul Ma’wa>. Tetapi para ulama tafsir tidak menjelaskan, berapa ukuran jarak antara Sidratul-Muntaha dengan Jannatul Ma’wa> dengan ukuran jarak dunia ini. Namun ukuran jarak menurut perhitungan Tuhan sehari sama dengan perhitungan seribu tahun di sisi perhitungan manusia di dunia, bahkan sama dengan perhitungan lima puluh ribu tahun di sisi manusia di alam dunia, sejalan dengan zhahir
ayat 5, Surah al-Sajadah, ”Dia mengatur urusan dari langit ke bumi,
kemu-dian (urusan) itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah seribu tahun menurut perhitunganmu.”atau seperti z}a>hir ayat 4 Surah al-Ma’a>rij, “Para malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun. Apakah jarak antara Sidratul Muntaha dengan Jannatul Ma’wa>, sama de-ngan perjalanan sehari disana. Dengan perjalanan seribu tahun menurut perhitungan manusia di
dunia? Hal tersebut di luar kemampuan nalar manusia. Karena itu keberadaan Jannatu al-Ma’wa> ada pada sisi (dekat) Sidratu al-Muntaha yang wajib diimani menurut maksud z}a>hir na>s{. Jannatu al-Ma’wa> tersebut sebagai tempat kembalinya orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah swt. dan senantiasa menjadikan salih amalnya sebagaimana dijelaskan oleh ayat 19 surah al-Sajadah dan ayat 40-41 Surah al-Nazi’a>t di atas. Dalam ayat tersebut terkandung maksud bahwa orang yang betul-betul takut kepada Allah dan sangat khawatir terhadap keputusan Tuhannya di hari akhirat serta menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, akan menempati Jannatu al-Makwa>. Dan menjauhkan diri dari semua yang diharamkan,seperti menahan diri dari perbuatan maksiat dan yang diharamkan oleh agama serta kembali melak-sanakan keta'atan kepada Allah dan Rasulnya, maka Jannatul Ma’wa>lah sebagai tempat kembalinya di hari akhirat. Sekaligus sebagai dampak positif perilaku ma-nusia yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Selain jannatul makwa ada juga disebut jannatul khulud. - Jannatul Khuld Jannatul Khuld disebutkan dalam Q.S. al-Furqa>n /25 : 15, ًءاَزَج ْمُهَل ْتَناَك َنوُقَّتُمْلا َدِعُو يِتَّلا ِدْلُخْلا ُةَّنَج ْمَأ ٌرْيَخ َكِلَذَأ ْلُق (اًريِصَمَو15 Terjemahnya: Katakanlah (Muhammad): “Apakah (azab) seperti itu yang baik, atau surga yang kekal yang dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa? Sebagai balasan dan tempat kembali bagi mereka?” Jannatul Khuld, Imam Abd. Al-Rahi>m bin Ahmad al-Qa>d}i> mengutip Ibnu ‘Abbas mengatakan, Jannat al-Khuld adalah pintu ke empat yang dipersiapkan bagi orang-orang yang senantiasa menyerukan kepada kebaikan dan mencegah/melarang dari kemungkaran, dan Jannat al-Khuld ini terdiri dari mutiara yang kekuning-kuningan sangat indahnya.
Sebelum Tuhan menginformasikan tentang Jannat al-Khuld, terlebih dahulu Dia menggambarkan sifat-sifat orang yang tersiksa dalam neraka Sa>’i>r, karena mereka mendustakan adanya hari kiamat dan mendustakan tentang neraka Sa>’i>r (api yang menyala-nyala itu).Bahwa, di hari akhirat ada suara manusia terdengar dari jauh sangat dahsyat dengan api neraka yang bernyala-nyala dengan suara yang gegak gempita, suara yang merintih kesakitan terlempar masuk ke dalam neraka sambil terbelenggu.Di kala itulah mereka menyerukan nasibnya yang malang karena kemarahan Tuhan dan kemurkaan-Nya kepada mereka. Manusia yang berdosa dilemparkan ke dalam bara api yang menyala-nyala. Di tempat yang sempit lagi sangat menakutkan, mereka meraung minta pertolongan. Namun pertolongan tidak kunjung datang kecuali amarah Tuhan. Mereka meminta ampun tetapi nasib mereka sudah menjadi kenyataan sebagai penghuni neraka. Karena saking hebatnya azab neraka membakar wajah mereka, sehingga Tuhan bertanya dengan sinis-Nya, “Katakanlah, apakah azab yang demikian itukah yang lebih baik, atau surga yang kekal yang telah dijanjikan kepada orang-orang yang bertakwa? (ayat 15 Surah al-Furqa>n), sebagai balasan dan tempat kembali bagi mereka? ”Az\a>lik khair am jannat al-Khuld.” Suatu pertanyaan yang merisauhkan, apakah azab neraka Sa>’i>r yang lebih baik ataukah Jannat al-Khuld surga yang abadi?” Pasti semua orang yang beriman menjawab, tidak ada yang baik dalam near-ka “suatu pertanyaan yang sangat menggelisahkan serta meruntuhkan semangat.” Ketika kata Jannah disandarkan kepada al-Khuld terkandung maksud kelebihan daripada taman-taman surga yang ada di dunia. Dan sebagai hujjah keke-kalannya hari akhirat. Yang dipersiapkan bagi orang-orang bertakwa, orang yang takut berbuat kekafiran dan kedustaan tentang adanya azab hari akhirat dalam neraka. Setelah Allah menginformasikan tentang siksaan orang-orang yang men-dustakan adanya hari kiamat, adanya azab bagi para pendosa, pelaku kemaksiatan dengan kekufuran mereka. Dia pula menjelaskan pahala bagi orang-orang yang beriman dan sungguh bertakwa kepada Allah
dan takut terhadap azab neraka. Allah menyampaikan kepada Rasul. “Katakanlah wahai Muhammad kepada mereka para pendusta, penentang Allah dan Rasul-Nya. “Apakah azab ini yang telah disampaikan kepada kalian sifat-sifatnya untuk kalian, lebih utama daripada nikmat Jannat al-Khuld?, Surga yang kekal abadi yang telah dijanjikan bagi orang-orang yang muttakin? Yaitu mereka yang senantiasa berbuat kebaikan sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya terhadap apa yang diperintahkan. Dan menahan diri dari segala larangan. Maka tempat tinggal mereka di akhirat adalah Jannat al-Khuld.di dalamnya segala keinginan hawa nafsu senantiasa tersedia. Baik berupa makanan yang sangat lezat, minuman segar, pakaian yang cantik-cantik, maupun tempat tinggal yang luas. Serta pemandangan yang indah sangat menarik perhatian bagi orang yang memandangnya. Mereka kekal di dalamnya merasakan segala macam nikmatnya. Dan tidak mengalami perobahan serta tidak ada lagi kesedihan atau kesusahan. Oleh karena itu, sangat layak bagi setiap manusia yang beriman senantiasa mengharapkan dan memohon doa sebagaimana firman Tuhan Q.S. al-Baqarah /2: 201, اَنِقَو ًةَنَسَح ِةَرِخآْلا يِفَو ًةَنَسَح اَيْنُّدلا يِف اَنِتاَء اَنَّبَر ُلوُقَي ْنَم ْمُهْنِمَو ﴿ راَّنلا َباَذَع201 ﴾ Terjemahnya: Dan di antara mereka ada orang yang berdo`a: “Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan lindungilah kami dari azab neraka.” Dalam ayat lain Tuhan berfirman Q.S. Ali ‘Imran /3: 194,
اَل َكَّنِإ ِةَماَيِقْلا َمْوَي اَنِزْخُت اَلَو َكِلُسُر ىَلَع اَنَتْدَعَو اَم اَنِتاَءَو اَنَّبَر ﴿داَعيِمْلا ُفِلْخُت194﴾ Terjemahnya: Ya Tuhan kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami melalui rasul-rasul-Mu. Dan janganlah Engkau hinakan kami pada hari kiamat. Sungguh Engkau tidak pernah mengingkari janji.
Demikianlah do'a yang selalu mengalir dari mulut orang-orang salih setiap saat. Mereka memohon agar Tuhan melimpahkan Rahmat-Nya agar terhindar dari azab api neraka, baik di dunia maupun di akhirat. Dan agar dimasukkan ke dalam surga, sebagaimana para nabi dan rasul, karena sungguh Tuhan tidak akan pernah menyalahi janji.Mereka memohon kepada Allah karena yakin bahwa sesungguh- nya permohonannya kepada Allah, pasti Allah mengabulkan untuknya. -Jannat al-Na’i>m Selain Jannat al-Khuld, Alquran juga mengungkapkan Jannat al-Na’i>m. Imam Abd. Rahi>m bin Ahmad al-Qa>d}i mengutip Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Jannat al-Na’i>m, adalah salah satu pintu surga yang akan dimasuki oleh orang-orang yang suka menahan diri dari mengikuti keinginan hawa nafsunya. Surga ini tertata dengan rapih terdiri dari perak keputih-putihan yang sangat menarik perhatian bagi orang yang memandangnya.Alquran mengungkapkan Janna>t al-Na’i>m dalam bentuk jamak “ “ تانـجenam puluh sembilan kali, yang bersandar kepada al-Na’i>m seperti ميعنلا تانـج diulangi tujuh kali. Sedangkan dalam bentuk mufrad/tunggal ( )ةنجلاdigunakan enam puluh enam kali.Dan mufrad yang disandarkan kepada al-Na’i>m (( ميعنلا ةنجdigunakan hanya satu kali dalam ayat 85 surat al-Syu'ara ” ِميِعَّنلا ِةَّنَج ِةَثَرَو ْنِم يِنْلَعْجاَو.“ Nabi Ibrahim berdoa kepada Tuhannya.Agar dia dipilih sebagai salah seorang yang mewarisi Jannat al-Na’i>m, dan Allah swt. mengabulkan do'anya. Sebelum Ibrahim memohon agar dijadikan salah satu pewaris surga Jannat al-Na’i>m, dia memohon agar Tuhan menjadikan orang salih serta menjadikan lisannya s}idq. "( ٍقْدِص َناَسِل يِل ْلَعْجاَوingatan yang indah) di antara manusia sebagai tuntunan atau petunjuk kepada jalan kebenaran. Sehingga dapat diikuti oleh manusia yang datang sesudahnya sebagai hidup yang kedua.Dia berkata; “Sekalipun kami sudah mati, tetapi di hati manusia tetap hidup.Artinya, orang-orang yang menik- mati surga dengan segala nikmatnya sebagai gani>mah (hadiah), sebagaimana manu-sia menikmati gani>mah yang
diperoleh di dunia. Ia berdoa kepada Tuhan agar lidah-nya dijadikan, lidah yang s}idq, jujur. Selalu mengucapkan perkataan yang benar. Dan dapat diikuti oleh semua manusia kesalihan amalnya sampai hari kiamat. Maksud Ibrahim memohon nikmat di dunia dan senantiasa berzikir, agar zikirnya selalu dikenang dan diikuti oleh orang-orang yang beriman sesudahnya dan menjadi pewaris surga al-Na’i>m di akhirat. Isim mufrad nakirah ( ) ةنجyang disandarkan kepada isim mufrad nakira, seperti ميـعن ةنـجmengandung arti umum meliputi satuan-satuan taman surga baik surga akhirat maupun surga di dunia artinya kebun-kebun kenikmatan. Dalam kae-dah ushul dikatakan salah satu lafaz umum ialah isim jamak yang disandarkan kepada isim mufrad ma’rifah ditandai denga alif dan la>m ()لا, seperti ميـعـنلا تاـنـج. Hal ini terkandung maksud meliputi semua taman-taman surga yang ada di dalam Jannatun Na’i>m di hari akhirat. Sedangkan lafaz khusus ialah isim mu'frad bersan-dar kepada lafaz Isim mufrad ma'rifah, seperti ميعنلا ةنجdipahami bahwa sebuah nama surga yang disebut oleh Alquran Jannat al- Na’i>m yang terdapat di akhirat. Sedangkan lafaz} umum dari isim mufrad nakirah yang disandarkan kepada isim mufrad nakirah, seperti dalam kata “ةنـج “ ميـعنKesemuanya itu, lafaz umum dengan isim mufrad nakirah, dan isim yang disandarkan terkandung makna meliputi semua nama surga yang punya kenikmatan, baik taman-taman surga di dunia maupun taman-taman surga di akhirat. Syarat-syarat Penghuni Jannat al-Na’i>m Adapun syarat-syarat penghuni Jannat al-Na’i>m menurut Alquran, yaitu beriman kepada Allah, beramal saleh, ikhlas dan taqwa. a. Iman dan Amal Salih Syarat utama yang harus terpenuhi bagi seseorang yang ingin menjadi penghuni Jannat al-Na’i>m ialah, beriman kepada Allah dan hari akhirat serta senantiasa mengerjakan amal salih. Hal tersebut dijelaskan dalam Q.S. Yunus /10: 9 yaitu,
ْنِم يِرْجَت ْمِهِناَميِإِب ْمُهُّبَر ْمِهيِدْهَي ِتاَحِلاَّصلا اوُلِمَعَو اوُنَماَء َنيِذَّلا َّنِإ (ِميِعَّنلا ِتاَّنَج يِف ُراَهْنَأْلا ُمِهِتْحَت9 Terjemahnya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, niscaya diberi petunjuk oleh Tuhan karena keimananya. Mereka di dalam surga yang pernuh kenikmatan mengalir di bawahnya sungai-sungai. Selain ayat 9 Surah Yunus tersebut menjelaskan bahwa iman dan amal salih sebagai persyaratan utama menjadi penghuni Jannat al-Na’i>m, hal tersebut ditegaskan oleh Surah al-Hajj/22: 56 yaitu, اوُلِمَعَو اوُنَماَء َنيِذَّلاَف ْمُهَنْيَب ُمُكْحَي ِهَّلِل ٍذِئَمْوَي ُكْلُمْلا ( ميِعَّنلا ِتاَّنَج يِف ِتاَحِلاَّصلا56) Terjemahnya: Kekuasaan pada hari itu ada pada Allah, Dia memberi keputusan di antara mereka. Maka orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan berada dalam surga-surga yang penuh keni`matan. b. Ikhlas dan Taqwa Syarat kedua yang harus terpenuhi bagi seseorang yang ingin menjadi peng-huni Jannat al-Na’i>m ialah ikhls segala perilaku setiap orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian. Ikhlash dan takwa kepada Allah swt. adalah salah satu syarat yang harus terpenuhi bagi orang yang ingin menjadi penghuni Jannat al- Na’i>m sesudah beriman kepada Allah dan beramal salih. Karena landasan suatu amal salih adalah iman kepada Allah dan hari kiamat. Dan amal salih yang bernilai tinggi bila dilaksanakan sepenuhnya semata-mata karena Allah tanpa ada embel-embel lain. Maksudnya seseorang melakukan suatu perintah bukan karena ingin mendapatkan surga nanti di akhirat dan bukan pula karena ingin tercapai semua urusannya di dunia. Demikian juga meninggalkan segala kemaksiatan, dan larangan bukan karena takut dari ancaman azab neraka, tetapi karena takut amarah Allah.
Amal yang tumbuh di atas landasan iman yang kokoh, dengan keikhlasan yang terpancar dari hati akan mengantar seorang manusia yang muttaqin menuju Jannat al-Na’i>m yang di dalamnya beraneka ragam taman-taman kenikmatan. Hal tersebut Syarat utama yang harus terpenuhi bagi seseorang yang ingin menjadi penghuni Jannat al-Na’i>m sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Qalam /68: 34, ﴿ ميِعَّنلا ِتاَّنَج ْمِهِّبَر َدْنِع َنيِقَّتُمْلِل َّنِإ34﴾
Terjemahnya: Sungguh, bagi orang-orang yang bertaqwa (disediakan) surga yang penuh kenikmatan di sisi Tuhannya. Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwasanya, orang-orang yang bertakwa kepada Allah swt. dan memelihara diri dari azab-Nya, mengikuti perintah, dan men-jauhi larangan, akan memperoleh surga dengan berbagai macam kenikmatannya. Empat syarat tersebut jika terpenuhi, maka Allah akan menyediakan taman-taman beraneka ragam nikmat yang terdapat di dalam Jannat al-Na’i>m. keempat syarat tersebut adalah iman, amal saleh, ikhlas dan taqwa semata-mata karena Allah swt. Taman-taman dalam arti banyak jumlahnya dan aneka ragam nikmatnya. Karena itu Tuhan menggunakan lafaz jamak yang disandarkan kepada isim ma’rifah, “ ”ميعنلا تانتجyakni banyak taman yang terdapat dalam Jannat al-Na’i>m.. Tentu bukan saja banyak jumlahnya, tetapi juga banyak aneka ragam nikmatnya yang belum pernah terlihat oleh mata manusia, tidak pernah terdengar oleh telinga manusia dan bahkan tidak pernah terlintas di atas hati manusia. Itulah balasan Allah bagi orang-orang yang senantiasa berbuat kebajikan. Mereka hidup di dalam surga penuh kenikmatan, bahkan mereka memperoleh nikmat yang termulia dari sekian banyak nikmat yang ada dalam surga. Yaitu nikmat memandang kepada wajah Tuhan Rabbul ‘Izza. Itulah yang dimaksud firman Tuhan Q.S. al-Mutaffifin /83: 22-23, Terjemahnya: Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam surga yang penuh kenikmatan, mereka (duduk) di atas dipan-dipan melepas pan-dangan.
Yang dimaksud sambil memandang ialah mereka memandang kepada wajah Tuhan mereka.Dikatakan bahwa kenikmatan memandang kepada wajah Allah tidak sama dengan semua nikmat yang ada di dalam surga. Selain jannat al-Na’i>m ada juga di sebut da>r al-Qara>r artinya tempattinggal, kediaman bagi orang-orang yang beriman dan senantiasa berbuat kebajikan. -Da>r al-Qara>r Imam Abdu Rahim bin Ahmad al-Qa>d{i> mengutip Ibnu Abbas bahwa, Da>r al-Qara>r adalah surga ke enam yang terdiri dari emas kemerah-merahan. Dia adalah pintu bagi orang-orang yang telah menunaikan ibadah haji dan umrah dan mem-peroleh haji dan umrah mabrur.Sejalan dengan hadis riwayat dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw. bersabda : ٌةَروُرْبَم ٌةَّجَح َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص َّيِبَّنلا َّنَأ َةَرْيَرُه يِبَأ ْنَع هاور( ِبوُنُّذلا ْنِم اَمُهَنْيَب اَم ِناَرِّفَكُت ِناَتَرْمُعَو ُةَّنَجْلا اَّلِإ ٌباَوَث اَهَل َسْيَل )يمردلا Artinya: Haji mambrur tidak ada bagiannya pahala kecuali surga dan dua (kali) umrah diantara keduanya menutupi dari dosa-dosa (yang telah diper-buat).(HR.Al-Darmi>) Dalama hadis lain Muslim meriwayatkan dari abi Hurerah Rasulullah saw bersabda; ىَلِإ ُةَرْمُعْلا َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا َلوُسَر َّنَأ َةَرْيَرُه يِبَأ ْنَع هاور)ٍ ُةَّنَجْلا اَّلِإ ٌءاَزَج ُهَل َسْيَل ُروُرْبَمْلا ُّجَحْلاَو اَمُهَنْيَب اَمِل ٌةَراَّفَك ِةَرْمُعْلا )ملسم Artinya: Di antara dua umrah ada kaffarat (penutup dari dosa), dan haji mabrur tidak ada balasannya kecuali surga. HR.Muslim.
Nama Da>r al-Qara>r disebutkan dalam Alquran hanya satu kali yang terdapat dalam Q.S. al-Mukmin(Gafir) /40: 39-40,
(راَرَقْلا ُراَد َيِه َةَرِخآْلا َّنِإَو ٌعاَتَم اَيْنُّدلا ُةاَيَحْلا ِهِذَه اَمَّنِإ ِمْوَقاَي39 ) ْنَم َوُهَو ىَثْنُأ ْوَأ ٍرَكَذ ْنِم اًحِلاَص َلِمَع ْنَمَو اَهَلْثِم اَّلِإ ىَزْجُي اَلَف ًةَئِّيَس َلِمَع (ٍباَسِح ِرْيَغِب اَهيِف َنوُقَزْرُي َةَّنَجْلا َنوُلُخْدَي َكِئَلوُأَف ٌنِمْؤُم40) Terjemahnya: Wahai kaumkun! Sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan sementara dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. Barang siapa mengerjakan perbuatan jahat, maka dia akan dibalas sebanding dengan kejahatan itu. Dan barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan sedangkan dia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezeki di dalamnya tidak terhingga. Dari ayat tersebut di atas dapat dipahami bahwa di antar keluaraga Fir‘aun atau seseorang dari keluarga Fir'aun yang memiliki iman yang kokoh dalam hatinya, percaya kepada kebenaran dengan keyakinan yang timbul dari lubuk hatinya yang paling dalam dan sayang kepada kaumnya, dia sampaikan kebenaran seraya me-nyeru, Wahai kaumku! Ikutilah aku, percayalah apa yang aku sampaikan kepadamu. Yaitu jalan kebenaran dan kebaikan, yaitu: mengikuti agama Allah yang dibawah oleh Nabi Musa.Meskipun ada tantangan dari Fir’aun yang melampaui batas dan penuh kesesatan dan kerusakan, yang sangat bertentangan dengan ajaran agama Allah swt. yang dibawa Nabi Musa.Akan tetapi karena keyakinan yang mantap kepada kebenaran yang timbul dari hati yang paling dalam dan terdorong rasa kasih sayang kepada kaumnya, sehingga ia berkata, “wahai kaumku! kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan sementara,” (awal ayat 39 al-Mukmin di atas). Kesenangan yang sangat singkat, cepat sekali hilang dengan lenyapnya kehidupan dunia. Perhia-san yang dipakai dan jabatan hanya sebatas ketika manusia masih sehat. Kebesaran, pangkat, kedudukan dan kemegahan hanya sementara saja ketika tubuh masih sehat. Setelah penyakit telah bersatu dengan tubuh, maka semua itu tidak berarti lagi. Oleh karena
itu, tidak ada gunanya perhiasan hidup di dunia ini, kalau jiwa tidak mem-punyai keimanan dan keyakinan serta kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan tidak pula beriman kepada hari pembalasan. Karena dunia dan segala isinya akan binasa, yang kekal dan abadi adalah hari akhirat setelah dunia tiada. Sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal (akhir ayat 39 surah al-Mukmin di atas). Sebagai negeri pembalasan dari segala perbuatan manusia, perbuatan baik akan dibalas dengan kebaikan dan perbuatan jahat akan dibalas pula dengan kejahatan. Ganjaran dosa yang diberikan bukan karena kebencian Tuhan melainkan semata-mata dengan keadilannya.Kalau seorang hamba berbuat satu kejahatan, maka balasan kejahatan itu juga hanya satu, tidak bertambah melebihi dari kesa-lahan yang dilakukan. Sebab kalau balasannya bertambah, berarti suatu pengani- ayaan. Padahal Tuhan sama sekali tidak akan menganiaya hamba-Nya sekalipun seorang hamba sangat buruk kelakuannya. Sesungguhnya Allah tidaklah meng-aniaya manusia sedikitpun.Sebaliknya, ketika seorang hamba melakukan suatu amalan saleh, Tuhan akan memberikan balasan pahala yang berlipat ganda sebagai kelebihan amal saleh yang dilakukan. Barangsiapa mengerjakan amal saleh dari laki-laki atau perempuan dan dia beriman, maka mereka itu akan masuk surga, mereka mendapat rezki di sana tanpa dihitung-hitung. (akhir ayat 40 al-Mukmin di atas). Dalam ayat tersebut, terdapat pemahaman yang sangat indah, bahwa tidak ada perbedaan pemberian ganjaran pahala antara laki-laki dan perempuan yang masing-masing melakukan amal saleh. Keduanya sama-sama berhak mendapat pahala dari Tuhan. Di awal ayat di atas, Tuhan menerangkan tentang hukum setim-pal terhadap orang yang berbuat buruk, hanya laki-laki saja yang disebut, perempuan tidak. Hal yang demikian terkandung hikmah yang amat dalam, mengingat perem-puan adalah makhluk lemah, baik fisik maupun mentalnya. Jadi tidak perlu diancam dengan hukuman yang amat mengerikan. Para fuqaha pun berbeda pendapat tentang perempuan yang berhubungan dengan suaminya di siang hari
bulan Ramadhan. Hukuman kaffa>rah hanya dibebankan kepada laki-laki sementara istri tidak kena tuntutan kaffa>rah.Alasannya adalah perempuan hanya menerima. Tetapi di dalam melakukan amal kebajikan tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, mereka diberikan pahala yang sama oleh Allah swt. dengan syarat iman kepada-Nya. Dalam ayat tersebut pula ditekankan bahwa amal yang dilakukan adalah dorongan yang timbul dari iman yang mantap kepada Allah swt. bukan karena dorongan ingin mendapatkan pujian dari selain Allah. Sebab kalau amal itu dila-kukan hanya karena dorongan ingin mendapatkan sanjungan atau pujian dari sesama manusia, maka amalnya tidak akan mendapatkan ganjaran pahala dari Allah. Tegas-nya, setiap manusia yang beriman baik laki-laki maupun perempuan, kalau mereka mengerjakan amal saleh mereka sama-sama masuk ke dalam surga di negeri yang abadi di alam akhirat. Di dalam Da>r al-Qara>r mereka menikmati kebahagiaan yang abadi memperoleh rezeki yang tak terhingga. -Jannat al-Firdaus Alquran mengungkapkan Jannah al-Firdaus dua kali, yaitu dalam Q.S. alKahfi /18 : 107, ِسْوَدْرِفْلا ُتاَّنَج ْمُهَل ْتَناَك ِتاَحِلاَّصلا اوُلِمَعَو اوُنَماَء َنيِذَّلا َّنِإ ﴿اًلُزُن107﴾ Terjemahnya: Sungguh orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan, untuk mereka disediakan surga Firdaus sebagai tempat tinggal. Juga dalam Q.S. al-Mu’minu>n /23: 11, َ نوُدِلاَخ اَهيِف ْمُه َسْوَدْرِفْلا َنوُثِرَي َنيِذَّلا11 ) ) Terjemahnya: (Ya’ni) yang akan mewarisi surga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya. Dalam ayat 107 surat al-Kahfi Tuhan menginformasikan bahwa yang men-jadi penghuni surga Firdaus adalah orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh.
Setelah mereka berada di dalam surga itu mereka tidak ingin lagi keluar, bahkan ingin kekal di dalamnya. Sementara sebelum ayat 11 surat al-Mu’minun, ada enam syarat bagi orang-orang yang ingin menjadi penghuni surga Firdaus yaitu: 1. Orang-orang yang khusyuk dalam salatnya, 2. Orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan dan perkataan yang tidak berguna, 3. Orang-orang yang menunaikan zakat, 4. Orang-orang yang memelihara kemaluannya, 5. Orang-orang yang memelihara amanat dan menunaikan janjinya bila berjanji, 6. Dan orang-orang yang senantiasa memelihara salatnya lima kali sehari semalam. Sedangkan memelihara salat adalah termasuk memelihara wud}uk (air sembah-yang) dan melaksanakan salat pada awal waktunya, menyempurnakan rukuk dan sujudnya.Serta memelihara salat-salat nawafil. Mereka itulah akan menempati surga Firdaus dengan kekal di dalamnya. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Nabi saw. berkata bahwa Firdaus ialah pusat surga. Sebagaimana disebutkan dalam kitab Sahih Bukhari dari Abi Hurairah dari Nabi saw. beliau bersabda: ِهَّللاِب َنَمآ ْنَم َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِّيِبَّنلا ْنَع َةَرْيَرُه يِبَأ ْنَع َةَّنَجْلا ُهَلِخْدُي ْنَأ ِهَّللا ىَلَع اًّقَح َناَك َناَضَمَر َماَصَو َةاَلَّصلا َماَقَأَو ِهِلوُسَرَو َلوُسَر اَي اوُلاَق اَهيِف َدِلُو يِتَّلا ِهِضْرَأ يِف َسَلَج ْوَأ ِهَّللا ِليِبَس يِف َرَجاَه ُهَّللا اَهَّدَعَأ ٍةَجَرَد َةَئاِم ِةَّنَجْلا يِف َّنِإ َلاَق َكِلَذِب َساَّنلا ُئِّبَنُن اَلَفَأ ِهَّللا ِضْرَأْلاَو ِءاَمَّسلا َنْيَب اَمَك اَمُهَنْيَب اَم ِنْيَتَجَرَد ُّلُك ِهِليِبَس يِف َنيِدِهاَجُمْلِل ِةَّنَجْلا ىَلْعَأَو ِةَّنَجْلا ُطَسْوَأ ُهَّنِإَف َسْوَدْرِفْلا ُهوُلَسَف َهَّللا ُمُتْلَأَس اَذِإَف )يراخبلا هاور( ِةَّنَجْلا ُراَهْنَأ ُرَّجَفَت ُهْنِمَو ِنَمْحَّرلا ُشْرَع ُهَقْوَفَو Artinya: Orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya, serta menegakkan salat, dan berpuasa pada bulan Ramadhan, berhijrah di jalan Allah, atau duduk di atas bumi yang dilahirkan padanya. Para sahabat bertanya, apakah engkau akan menyampaikan hal itu kepada manusia ya Rasulallah? Beliau menja-wab; Sungguh
di dalam surga, ada 100 kedudukan/pangkat, yang disediakan oleh Allah swt. buat para kaum mujahidin dalam agama-Nya. Setiap martabat, antara keduanya seperti antara langit dan bumi. Maka apabila kamu memohon surga kepada Allah maka mintalah surga Firdaus. Karena sungguh Firdaus itu adalah surga yang paling di atas dan pusat surga, dan di atas surga Firdaus Arasy Tuhan Yang Mahapengasih. Dan dari padanya mengalir sungai-sungai dalam surga. Baik dari ayat maupun dari hadis tersebut di atas, dapatlah dipahami bahwa yang menjadi persyaratan sebagai penduduk surga Firdaus, adalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mengerjakan kebajikan, senantiasa memeli-hara salatnya, menunaikan zakat, berpuasa pada bulan Ramadan, beramal salih yang dimotivasi dengan hati yang ikhlas, dan berhijrah di jalan Allah. Dengan terpenu-hinya syarat tersebut, maka mereka berhak menempati surga firdaus. Dalam ayat 107 al-Kahf ini, Tuhan menggunakan kalimat janna>t () تاـنـج dengan jamak muannas\ sa>lim, yang mengandung arti banyak taman-taman dalam surga Firdaus. Hal tersebut sejalan dengan hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari sebagaimana telah dikemukakan di atas. Iman, amal salih dan ikhlas dalam segala aktivitas merupakan syarat utama bagi seseorang yang ingin menjadi penduduk surga Firdaus di Akhirat. Setelah mereka menjadi penduduk surga Firdaus, mereka tidak mau lagi berpindah dari padanya. “Kekal di dalamnya, tidaklah mereka ingin berpindah lagi.”(ayat 108 surat al-Kahfi). Nikmat surga sungguh tidak membosankan sekalipun sangat lama di da-lamnya. Tidak sama nikmat yang ada di dunia. Misalnya seorang kaya raya tinggal di dalam rumah yang indah lagi bermacam-macam alat perabitnya yang cantik lagi antik, namun lama kelamaan timbul rasa jenuh, rasa bosan tinggal di dalam. Sehingga mereka ingin keluar ke tempat-tempat lain. Mungkin pergi ke tempat-tempat hiburan, karena keindahan dan kenikmatan yang sudah dirasakan di rumahnya sudah membosankan sebab setiap saat dilihat. Akan tetapi di dalam surga Firdaus sama sekali tidak seperti nikmat yang ada di
dunia tidak ada rasa jenuh di dalamnya, bahkan mereka tinggal di dalam selama-lamanya. Selain surga Firdaus Alquran juga menyebutkan “janna>t ‘And” (surga ‘Adn). -Janna>t ‘Adn Perkataan janna>t ‘Adn, Alquran menyebutkan sebanyak sebelas kali, di antaranya dalam Q. S. al- Ra’d /13: 23, ْمِهِتاَّيِّرُذَو ْمِهِجاَوْزَأَو ْمِهِئاَباَء ْنِم َحَلَص ْنَمَو اَهَنوُلُخْدَي ٍنْدَع ُتاَّنَج ﴿باَب ِّلُك ْنِم ْمِهْيَلَع َنوُلُخْدَي ُةَكِئاَلَمْلاَو23﴾ Terjemahnya: (yaitu) surga-surga ‘Adn, mereka masuk ke dalamnya bersama dengan orang yang salih dari nenek moyangnya, pasangan-pasangannya, dan anak cucunya, sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu. Dalam Alquran perkataan Janna>t ( ) ندع تاـنــجdiulangi sebelas kali (dalam sebelas tempat) dengan menggunakan jamak yang disandarkan kepada‘Adn, di anta-ranya dalam surah al-Ra'd ayat 23 di atas. Dalam surah Maryam /19: ayat 61 juga disebutkan, 61 )اًّيِتْأَم ُهُدْعَو َناَك ُهَّنِإ ِبْيَغْلاِب ُهَداَبِع ُنَمْحَّرلا َدَعَو يِتَّلا ٍنْدَع ِتاَّنج Terjemahnya: Yaitu surga ‘Adn yang telah dijanjikan oleh Tuhan Yang Maha Pengasih kepada hamba-hamba-Nya, sekalipun (surga itu) tidak tampak. Sungguh (janji Allah ), itu pasti ditepati. Selain dari ayat-ayat tersebut di atas, dalam riwayat Bukhari dari Abi Bakr bin Abdillah ibnu Qais dari bapaknya, Nabi saw.bersabda, ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا َلوُسَر َّنَأ ِهيِبَأ ْنَع ٍسْيَق ِنْب ِهَّللا ِدْبَع ِنْب ِرْكَب يِبَأ ْنَع ٍبَهَذ ْنِم ِناَتَّنَجَو اَمِهيِف اَمَو اَمُهُتَيِنآ ٍةَّضِف ْنِم ِناَتَّنَج َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُءاَدِر اَّلِإ ْمِهِّبَر ىَلِإ اوُرُظْنَي ْنَأ َنْيَبَو ِمْوَقْلا َنْيَب اَمَو اَمِهيِف اَمَو اَمُهُتَيِنآ )يراخبلا هاور( ٍنْدَع ِةَّنَج يِف ِهِهْجَو ىَلَع ِرْبِكْلا Artinya: Dua taman dari perak bejana dan isi keduanya dan dua dari emas bejana keduanya dan isi keduanya, dan ada di antara kaum memandang kepada Tuhan
mereka, dengan pakaian kebesaran-Nya atas Wajah-Nya (yang tidak ada samanya) di dalam surga 'Adn. (HR.Bukhari) Us\man bin H}asan Ah}mad al-Syakir al-Kh}ubawai> bahwa, Ibnu Abbas mengungkapkan; Janna>t ‘Adn terdiri dari intan yang berwarna putih ( )ءاضيب ةر دyang termulia dari surga-surga yang lain. Dia mempunyai dua pintu, terbuat dari emas, antara keduanya seperti antara langit dan bumi.Bangunannya terbuat dari susu emas, susu perak dan tanahnya terdiri dari ambar, plamornya terdiri dari parfum kasturi (misk). Di dalamnya terdapat sungai-sungai yang mengalir kesemua hulu surga, kerikil-kerikilnya " " ءؤلؤلintan berlian, airnya lebih dingin dari salju dan lebih manis dari madu. Di dalamnya terdapat kolam Nabi Muhammad saw. "al-Kaus\ar." Di dalamnya sungai kapur, sungai tasmin, sungai rahi>q al-makhtu>m, sungai air, sungai susu dan sungai madu. Menurutnya, Janna>t ‘Adn adalah surga yang ke delapan. Pintu masuk bagi orang-orang yang menahan penglihatannya dari yang diharamkan dan mengerjakan amalan-amalan kebajikan, berbuat baik kepada kedua orang tuanya dan senantiasa memelihara silaturrahmi, serta amal salih yang lain. Wahbah Zuhaili> dalam tafsirnya menyebutkan, ندـع تاـنج, تانـج:نيتاسبلا يه, ام رتست يتلا ناصغالا ةفتلملا راـجشالا ةريثكلا ضرالا نم اهلوـح Artinya: Janna>t ‘Adn, ialah kebun-kebun yang mempunyai banyak pepohanan yang rindang menutupi bumi yang ada disekelilingnya. Sementara Muqa>til dan Qalbi> berkata; ةنجلا يف ةجرد ىلعأ ندع, مينستلا نيع اهيف و, اهب ةفوفحم اهلوح نانجلا و.ةاطغم يه و ءاشي نم و نوحلاصلا و ءادهشلا و نوــقيدـصلاو ءايبنالا اهلزني ىتح هللا اهقلخ موي نم هللا Artinya: ‘Adn adalah tempat/kedudukan yang teratas dalam surga, di dalamnya ter-dapat mata air tasni>m dan dikelilingi taman-taman surga yang menu-tupinya pada hari
diciptakannya oleh Allah hingga ditempati para nabi, s}iddi>qi>n dan syuhada>, para orang salih dan orang-orang yang dikehendaki oleh Allah. Dari beberapa pernyataan di atas dapat dipahami bahwa Janna>t ‘Adn adalah salah satu tempat termulia yang telah disediakan oleh Allah di akhirat, bagi orang-orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Sebagai ilustrasi. Bila pemerintah atau suatu instansi atau perusahaan lainnya, ingin menerima pegawai/karyawan baru, maka terlebih dahulu mengumum- kan kepada masyarakat tentang penerimaan calon pegawai. Dan mengemukakan beberapa pensyaratan atau keriteria yang akan diterima. Maka setiap pelamar terle-bih dahulu mempersiapkan diri dengan melengkapi pensyaratan yang dibutuhkan. Setelah semua pensyaratan yang diajukan telah diterima, maka para pelamar diper-silahkan mengikuti ujian yang telah dipersiapkan. Setelah mereka lulus dalam ujian, barulah mereka dipersilahkan mendaftar ulang bahwa mereka telah diterima sebagai pegawai. Demikian jugalah, bagi orang-orang yang ingin menjadi penghuni Janna>t ‘And. Tuhan mengumumkan kepada mereka melalui para nabi dan rasul-Nya dengan Kitab Suci-Nya, khususnya kepada orang-orang yang beriman, agar mereka bertak-wa, dan tetap istiqamah menghadapi dan memenuhi segala macam pensyaratan yang dibutuhkan sebagai penghuni surga ‘Adn. Hal tersebut dikemukakan sebagai berikut; Syarat-syarat menjadi penghuni Janna>t ‘And Adapun syarat-syarat yang diajukan bagi orang yang ingin menjadi penghuni Janna>t ‘Adn menurut firman Allah dalam Q.S. al-Taubah /9: 71-72 berikut;
ِفوُرْعَمْلاِب َنوُرُمْأَي ٍضْعَب ُءاَيِلْوَأ ْمُهُضْعَب ُتاَنِمْؤُمْلاَو َنوُنِمْؤُمْلاَو َهَّللا َنوُعيِطُيَو َةاَكَّزلا َنوُتْؤُيَو َةاَلَّصلا َنوُميِقُيَو ِرَكْنُمْلا ِنَع َنْوَهْنَيَو (ٌميِكَح ٌزيِزَع َهَّللا َّنِإ ُهَّللا ُمُهُمَحْرَيَس َكِئَلوُأ ُهَلوُسَرَو71)ُهَّللا َدَعَو اَهيِف َنيِدِلاَخ ُراَهْنَأْلا اَهِتْحَت ْنِم يِرْجَت ٍتاَّنَج ِتاَنِمْؤُمْلاَو َنيِنِمْؤُمْلا
ُزْوَفْلا َوُه َكِلَذ ُرَبْكَأ ِهَّللا َنِم ٌناَوْضِرَو ٍنْدَع ِتاَّنَج يِف ًةَبِّيَط َنِكاَسَمَو ( ُميِظَعْلا72﴾ Terjemahnya: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (berbuat) yang ma`ruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan salat, menu-naikan zakat, dan ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah; sungguh Allah Mahaperkasa Maha Bijaksana. Allah menjanjikan kepada orang-orang mu'min laki-laki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan (mendapat) tempat yang baik di Surga ‘Adn. Dan keridaan Allah adalah lebih besar; itulah kemenangan yang agung. Ayat tersebut telah menjelaskan kriteria persyaratan bagi orang-orang yang berminat menjadi penghuni Janna>t‘Adn, yaitu : a. Orang yang beriman baik laki-laki dan maupun perempuan, b. Bertakwa kepada Allah, c. Penolong bagi sebagian yang lain, d. Penyeruh kepada yang ma'ruf, e. Pencegah dari yang mungkar, f. Mendirikan Salat, g. Menunaikan zakat, h. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya, i. Memenuhi janji Allah, j. Tidak merusak perjanjian, k. Menghubungkan Silatur Rahim menurut perintah Allah, l. Takut kepada Allah dan azab-Nya, m. Sabar mencari Rida Allah, n. Membayar infak, sedekah, h. Menolak kejahatan dengan kebaikan,
o. Berbuat baik kepada ibu bapaknya dan suami istrinya dan anak cucunya, p.Tidak memalingkan mukanya kepada orang dengan mengharapkan hiasan kehidupan dunia semata, q. Tidak mengikuti orang-orang yang lalai hatinya mengingat Allah, r. Tidak mengikuti keinginan hawa nafsu dengan melampaui batas, s. Tidak suka berbuat zhalim, t. Mereka bersujud terharu dan meneteskan air mata bila mendengar ayat-ayat Allah. u. Iman dan amal salih sebagai aktivitasnya dalam kehidupannya di Dunia. v. Selalu cepat/bersegera berbuat kebaikan w. Berjihad dijalan Allah dengan harta dan jiwa di atas landasan Iman kepada Allah dan Rasul-Nya serta hari akhirat. Dengan memenuhi semua persyaratan tersebut dengan proses sesuai dengan kriteria sebagai penghuni surga Janna>t ‘Adn. Maka secara tegas Tuhan mengumum-kan kepada mereka sebagaimana tersebut dalam ayat 72 surat al-Taubah di atas. Demikianlah ayat-ayat Alquran secara tegas mendeskripsikan orang-orang yang telah memenuhi syarat-syarat yang akan mendapatkan Surga Janna>t ‘Adn di negeri akhirat.
Beberapa Nikmat Surga Adapun nikmat surga secara umum meliputi antara lain: 1. Kamar-kamarnya yang Luas Sudah menjadi tabiat bagi manusia ingin mendapatkan atau memiliki rumah besar dan indah, dalam Alquran disebut " " ةفرغلا نم عمج فرغلاrumah besar dan kamar yang luas. Sebagaimana telah dijelaskan dalam Q.S. al-Nisa>’: 69 bahwa orang -orang yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya akan bersama-sama dengan orang-orang yang diberi nikmat
oleh Allah swt. Seperti para nabi dan rasul Allah, orang-orang s}iddi>q yaitu orang-orang yang teguh kepercayaannya kepada kebenaran Rasulullah saw., orang-orang mati sahid dan orang-orang salih Bagi mereka disiap-kan oleh Allah swt. surga dengan segala nikmatnya di akhirat. Sehubungan denga ayat tersebut di atas dan tabiat manusia di dunia, bahwa manusia selalu ingin mendapatkan tempat yang luas untuk membangun istana yang indah dan bertingkat. Di kota-kota besar di bumi manapun berada, bangunan dan hotel-hotel menjulang tinggi. Hal tersebut semua orang dapat membenarkan adanya. Dan demikian pula mereka membangun rumah-rumah, membuat kolam-kolam renang di halaman atau di tempat-tempat tertentu dalam istana, kembang-kembang tertata rapih oleh para Ibu Dharma Wanita. Itu semua dilakukan demi kenyamanan dalam istana yang pada akhirnya untuk memperoleh kebahagiaan. Namun sebalik-nya, rumah yang sangat kecil lagi sempit dan sangat sederhana dengan penghuni yang amat besar dan berdesakan akan tersiksa. Demikian pula, jika ruang sempit dan dipenuhi banyak orang, sampai mereka berdesakan di dalamnya akan terasa kepana-san dan tersiksa. Karena suhu badan orang panas menambah semakin bosan orang tinggal di dalam ruang. Ketika itu, orang ingin ruangan yang luas atau rumah besar. Itulah salah satu tujuan Tuhan menjadikan suatu ‘taman surga’ yang sangat luas dengan berbagai macam kenikmatan dan kebutuhan hidup manusia di negeri akhirat. Sebagaimana telah digambarkan oleh Alquran Surah Ali ‘Imra>n ayat 133 terdahulu, tentang luasnya sebuah taman surga yang lebih luas daripada langit dan bumi yang diperuntukkan bagi orang-orang muttaqi>n. Demikian pula maksud yang terkandung dalam Q.S. al-Zumar: 20 di atas, bahwa Tuhan membuat kamar-kamar dalam surga, rumah yang bertingkat-tingkat, di mana para penghuninya dapat saling melihat dari tingkat atas kepada tingkat yang lebih tinggi. Sehubungan hal tersebut Imam Bukhari meriwayatkan hadits dari abi> Sa’i>d al-Khudri> dari Nabi saw.:
ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِّيِبَّنلا ْنَع ُهْنَع ُهَّللا َيِضَر ِّيِرْدُخْلا ٍديِعَس يِبَأ ْنَع اَمَك ْمِهِقْوَف ْنِم ِفَرُغْلا َلْهَأ َنْوَءاَرَتَي ِةَّنَجْلا َلْهَأ َّنِإ َلاَق َمَّلَسَو ِبِرْغَمْلا ْوَأ ِقِرْشَمْلا ْنِم ِقُفُأْلا يِف َرِباَغْلا َّيِّرُّدلا َبَكْوَكْلا َنْوَءاَرَتَي اَل ِءاَيِبْنَأْلا ُلِزاَنَم َكْلِت ِهَّللا َلوُسَر اَي اوُلاَق ْمُهَنْيَب اَم ِلُضاَفَتِل اوُقَّدَصَو ِهَّللاِب اوُنَمآ ٌلاَجِر ِهِدَيِب يِسْفَن يِذَّلاَو ىَلَب َلاَق ْمُهُرْيَغ اَهُغُلْبَي )يراخبلا هاور ( نيِلَسْرُمْلا Artinya: Bahwa penghuni surga akan saling memandang dengan para penghuni kamar yang ada pada tingkat atas, mereka saling melihat sebagaimana me-reka melihat bintang-bintang yang cemerlang berkilauan diufuk timur dan barat, karena masing-masing mereka mempunyai kelebihan (atau keisti-mewaan) dengan yang lain antara mereka. Mereka bertanya kepada Rasul: Wahai Rasulullah yang demikian itu adalah tempat (rumah) para nabi, tidak boleh sampai kesana (tidak boleh dihuni) selain daripada Nabi. Beliau menjawab "bala>" tidak demi diriku ada dalam genggaman tangan kekuasa-an-Nya. Orang-orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan kebenaran para rasul. (HR.Bukhari dan Muslim). Ungkapan فرغلاdi atas bentuk jamak dari ةفرغلاyang semakna dengan kata ةرجحلاartinya kamar atau ruangan. Sungguh janji Allah tersebut benar-benar adanya. Dia tidak mungkin menyalahi, seperti janji-Nya kepada orang-orang yang rajin bera-mal salih dan mengamalkan yang wajib dan sunat. Mereka mengerjakan amal sema-ta-mata karena takut kepada Allah dan azabnya di akhirat, serta mereka mening-galkan semua kemaksiatan. Maka untuk mereka gedung-gedung yang tinggi ciptaan Allah swt. dalam surga. Di halaman istana-istana tersebut dibangun anak-anak su-ngai yang mengalir di bawahnya demi menambah indah dan nikmatnya tinggal di dalam surga. Dari Jabir Bin Abdullah berkata: Sungguh benar-benar di dalam surga banyak istana ( )ِفَرُغْلاterbuat dari bermacam-macam mutiara, kesemuanya terlihat isinya bila dilihat dari luar,demikian juga terlihat semua luarnya, di dalamnya terdapat pemandangan yang sangat nyaman, dan kelezatan yang amat dalam lagi mulia. Tidak ada mata yang pernah melihat, dan tidak ada
telinga yang pernah mendengarnya. Kemudian Jabir ditanya, untuk siapa yang demikian, dia menjawab, untuk orang yang menyebarkan salam perdamaian, memberikan makan kepada orang-orang lapar, selalu puasa dan shalat malam di mana manusia tidur nyenyak. Juga dijelaskan dalam riwayat Bukhary bahwa di dalam surga ada seratus martabat yang disiapkan oleh para muja>hidin dalam agama Allah, jarak antara satu martabat dengan martabat yang lain laksana langit dan bumi.Sedangkan dalam riwayat Tirmidzi dijelaskan bahwa, di dalam surga ada seratus martabat. Antara satu martabat dengan martabat yang lain di tempuh dalam perjalanan seratus tahun, sementara al-T{abari> meriwayatkan dalam kitabnya dikatakan “antara setiap marta-bat ditempuh perjalanan lima ratus tahun.”Demikianlah gambaran informasi kamar-kamar istana di dalam surga buat orang-orang muttaqi>n yang senantiasa taat kepada Allah dan Rasul-Nya. 2. Makanan dan Minuman Di antara kelezatan dunia dan akhirat adalah kelezatan makanan dan minu-man. Makanan yang paling nikmat menurut Alquran ialah makanan yang halal lagi taiba/bergizi. Secara universal nikmat surga digambarkan dalam Q. S. al-Waqi’at:-15-24. “Nikmat itu terdiri dari perabot-perabot rumah tangga, seperti tempat tidur yang bertahtakan emas dan permata. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda, dengan membawa gelas, cerek, dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil dari mata air yang mengalir. Mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk, dan buah-buahan dari apa mereka pilih dan daging burung dari apa yang mereka inginkan. Di dalamnya ada bidadari-bidadari yang bermata jeli laksana per-mata yang tersimpan baik sebagai balasan bagi apa yang telah mereka kerjakan.” Selain kenikmatan makanan juga minuman dari air jernih air susu, madu, khamar yang sangat lezat bagi orang yang meminumnya. Sungguh orang-orang yang berbuat kebaikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur. Yaitu mata air (dalam surga) yang daripadanya hamba-hamba minum dan mereka dapat
mengalirkannya dengan sebaik-baiknya. Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari azabnya merata dimana-mana. Nikmat-nikmat tersebut belum pernah terlihat oleh mata manusia dan belum pernah terdengar oleh telinga manusia. Kemerduan suara-suara yang ada di dalamnya seperti ditegaskan oleh Rasulullah saw. dalam hadis Quds bersabda: ُهَّللا ُلوُقَي َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا ُلوُسَر َلاَق َلاَق َةَرْيَرُه يِبَأ ْنَع اَلَو ْتَـعِمَس ٌن ُذُأ اَلَو ْتَأَر ٌنْيَع اَل اَم َنيِحِلاَّصلا يِداَبِعِل ُتْ دَ دْـعَأ َّلَجَو َّزَع ْمُهَل َيِفْخُأ اَم ٌسْفَن ُمَلْعَت اَلَف ْمُتْئِش ْنِإ اوُ ءَرْقاَو ٍرَشَب ِبْلَق ىَلَع َرَطَخ )يذمرتلا هاور( َنوُلَمْعَي اوُناَك اَمِب ًءاَزَج ٍنُيْعَأ ِةَّرُق ْنِم Artinya: Aku telah menyediakan untuk hamba-hamba-Ku yang saleh nikmat-nikmat yang tidak ada mata pernah melihatnya, dan tidak ada telinga yang pernah mendengarnya dan tidak pernah terlintas atas hati manusia. (HR. Tirmizi). Dari hadis tersebut terkandung maksud bahwa nikmat-nikmat surga yang dijanjikan oleh Tuhan bagi hamba-Nya yang salih tidak dapat terlukiskan dengan kata-kata, tidak dapat digambarkan hakikatnya dengan sesuatu yang ada di dunia. Tidak ada mata manusia yang pernah melihatnya. Tetapi yang jelas dan pasti bahwa kenikmatan taman-taman surga tersebut tidak dapat diragukan hakikat keberada-annya yang sangat berbeda dengan nikmat-nikmat yang telah dirasakan atau pernah dinikmati oleh umat manusia di alam dunia. Nikmat di akhirat jauh lebih nyaman dari pada nikmat-nikmat yang ada di dunia. 3.Pakaian, Pakaian adalah salah satu kebutuhan bagi tubuh manusia selain untuk menutup aurat dan melindungi dari panas dan dingin juga berfungsi sebagai nikmat untuk mempercantik seseorang. Seseorang bisa terhormat dilihat dari sudut cara berbusana atau kualitas busananya. Seperti pakaian kebesaran, hal itu dijelaskan dalam Q. S. al-Kahfi /18: 31 yaitu:
َرِواَسَأ ْنِم اَهيِف َنْوَّلَحُي ُراَهْنَأْلا ُمِهِتْحَت ْنِم يِرْجَت ٍنْدَع ُتاَّنَج ْمُهَل َكِئَلوُأ اَهيِف َنيِئِكَّتُم ٍقَرْبَتْسِإَو ٍسُدْنُس ْنِم اًرْضُخ اًباَيِث َنوُسَبْلَيَو ٍبَهَذ ْنِم (اًقَفَتْرُم ْتَنُسَحَو ُباَوَّثلا َمْعِن ِكِئاَرَأْلا ىَلَع31﴾ Terjemahnya: Mereka itulah (orang-orang yang beriman dan beramal salih) bagi mereka surga Adn, mengalir sungai-sungai di bawahnya dalam surga itu dihiasi dengan gelang emas dan mereka memakai pakaian hijau dari sutera halus dan sutera tebal, sedang mereka duduk sambil bersandar diatas ranjang-ranjang yang indah. Itulah pahala yang sebaik-baiknya dan tempat istirahat yang indah. Dalam ayat tersebut di atas, Alquran menginformasikan kepada semua manusia yang beriman dan bertakwa bahwa, Allah menyediakan pakaian yang sa-ngat indah. Yaitu sarung sutera baik yang tebal maupun yang halus pada hari akhi-rat. Kalau di dunia orang-orang yang berduit saja mampu membeli sarung sutera termahal, emas yang termahal, maka di akhirat bagi orang-orang yang muttaqin akan mendapatkan hadiah dari Allah swt. berbagai macam nikmat surga termasuk pakaian sutera dan emas yang cantik atas jasa-jasa mereka melaksanakan amanah yang dibebankan atasnya. Yaitu senantiasa memelihara seruan Allah swt. dan menjauhkan diri dari segala larangan agama, senantiasa berhati-hati agar tidak terjerumus ke dalam lembah kemaksiatan. Janji Allah bagi mereka tertuang dalam Surah al-Dukha>n ayat 51-56, “Se-sungguhnya orang-orang yang bertakwa berada dalam tempat yang aman, yaitu di dalam taman-taman yang indah, mereka memakai sutera yang halus dan tebal, duduk berhadap-hadapan. Dan Kami berikan kepada mereka pasangan bidadari yang bermata indah. Di dalamnya mereka dapat minta segala macam buah-buahan dengan aman dan tenteram. Mereka tidak akan merasakan mati di dalamnya, selain kema-tian pertama (di dunia). Dan Allah memelihara mereka dari azab neraka.Karena indahnya, sehingga wajah-wajah mereka bersinar terpancar menyinari alam sekitar-nya laksana bulan purnama.” Hal tersebut sejalan dengan hadis yang diriwayatkan oleh al-T}abari>, dengan
sanadnya yang sahih dan al-Baihaqi dengan Sanad Hasan, dari Abdullah Ibnu Mas’ud ra. dari Nabi saw. bersabda: ردبلا ةليل رـمقلا ءوض مهـهوـجو نأط ةنـجلا نولخدي ةرمز لوا, نول ىلع ةيناثلا ةرمزلاو بكوك نسـحأ ءامسلا يف ير د, نيعلا رـحلا نم ناتـجوز مـهـنم دـحاو لكل, ةلـح نوعـبس ةـجوز لك ىلع, خـم ىري هاور)ءاضيبلا ةـجاـجزلا يف رمـحالا بارشلا ىري امـك امهللح و امهموـحل ءارو نم امهقوس )يرابطلا Artinya: Pertama rombongan yang akan masuk surga wajah-wajah mereka bersinar seperti sinar bulan purnama (malam ke 14 bulan Qamariah). Dan rombongan yang kedua lebih terang dari bintang yang terbaik yang berkilau di langit. Bagi setiap orang diantara mereka ada dua orang isteri dari anak bidadari. Setiap isteri mempunyai tujuh puluh pakaian sutera yang lepas pandang tembus ke dalam otak ke dua betisnya, dibalik daging ke duanya, dan paka-iannya laksana minuman yang berwarna merah dalam gelas putih bersih, terbayang menarik perhatian orang yang memandang. Mā sya> Allah betapa nikmat. Hal yang demikian, ditegaskan dalam ayat 19-20 surah al-Insan diceritakan bahwa, “Mereka akan dikelilingi oleh pelayan-pelayan muda yang tetap muda. Apabila kamu melihat mereka, kamu akan mengira mereka mutiara yang berta-buran. Dan apabila kamu melihat di sana (surga, niscaya kamu akan melihat ber-bagai macam kenikmatan dan kerajaan yang besar). Mereka berpakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak, dan Tuhan memberikan kepada mereka minuman yang bersih. Betapa indahnya situasi dan kondisi pemandangan ini. Pelayannya yang disebut “wilda>n” laksana mutiara yang tersebar dimana-mana melayani hamba-hamba Allah yang salih, dengan wajah yang berseri-seri.Sangat sopan dan ramah, dimana saja mereka berjalan melayani orang-orang yang selalu berbuat kebajikan di atas bumi. Kelihatan rupa yang sangat cantik, tingkah laku yang baik dan gerak-gerik yang memancarkan kasih sayang dan rasa hormat sesuai dengan kemuliaan istana.
Ayat tersebut juga merupakan jawaban orang yang sering menanyakan tentang anak-anak bidadari yang sering disebut-sebut sebagai pelayan bagi orang laki-laki yang masuk surga dan tidak menyebutkan anak-anak laki-laki. Padahal Allah menggunakan kalimat “wilda>n mukhalladu>n” dalam bentuk jamak yang menunjuk\kan anak laki-laki yang berkekalan. Hal tersebut terkandung maksud bah-wa orang-orang yang masuk surga bukan saja ada anak bidadari tetapi juga ada anak bidadara yang disebut “wildan” yang siap melayani penghuni surga. Dengan keha-lusan bahasa Alquran mengungkapkan “wildan” pelayan-pelayan yang tetap muda bertugas juga untuk mengobati hati gadis-gadis yang tidak sempat bersuami lalu meninggal dunia. Karena ketinggian pendidikan Alquran dan kehalusan bahasanya tidak mau menyinggung perasaan gadis-gadis yang saleh dengan ungkapan demi-kian. Apabila penghuni surga memandang dari jauh di dalam surga nikmatnya melimpah ruah, meliputi semua ruang dan ketinggian isinya penuh dengan kegi-rangan dan kegembiraan. Mereka melihat nikmat yang tidak dapat terungkapkan dengan bahasa, di sana-sini terdapat nikmat kerajaan yang agung dan tidak dapat diukur dengan ukuran dunia.
Di dalam surga terdapat nikmat yang tidak terputus-putus, singgasana dan mahligai, tempat duduk beralaskan permadani sutra, tempat bersandar yang amat empuk, piala-piala dan mangkuk serta cangkir penuh minuman yang amat lezat, dengan pakaian sutera halus dan sutera tebal yang amat cantik nan indah, di atas tempat tidur. Demikian Firman Tuhan ةعوـفرم شرفوtingginya firasy itu seperti antara langit dan bumi, yang ditempuh dalam perjalanan lima ratus tahun. Suatu perumpamaan yang luar biasa, yang dapat menerima hanya keyakinan yang mantap, betapa Allah swt. Mahakuasa menciptakan segala apa yang Dia inginkan tanpa membutuhkan batuan dari manusia yang paling cerdas sekalipun. 4.Sifat Perempuan (azwa>j ) Adapun sifat-sifat perempuan/isteri dalam surga dikemu-kakan oleh Q.S. al-Dukha>n / 44: 54, yaitu;
﴿ ٍنيِع ٍروُحِب ْمُهاَنْجَّوَزَو َكِلَذَك54﴾ Terjemahnya: Demikianlah. kemudian Kami berikan kepada mereka pasangan bidadari yang bermata indah. Dalam Q.S. al-T{u>r /52 : 20 disebutkan ﴿نيِع ٍروُحِب ْمُهاَنْجَّوَزَو ٍةَفوُفْصَم ٍرُرُس ىَلَع َنيِئِكَّتُم20﴾ٍ Terjemahnya: Mereka bersandar di atas dipan-dipan yang tersusun dan Kami berikan ke-pada mereka pasangan bidadari yang bermata indah. Dari empat kelezatan dunia yaitu kelezatan makan, minum, tidur dan jima’ (bergaul dengan suami isteri). Tuhan menjadikan empat kelezatan tersebut, bukan saja untuk dinimati di alam dunia, akan tetapi juga kelezatan dan nikmat di negeri akhirat dalam surga yang lebih lezat dan lebih nikmat lagi daripada kelezatan nikmat di dunia. Dua kelezatan yang pertama di atas, yakni kelezatan makan dan minum dan kenikmatan pakaian telah dipaparkan dalam uraian di atas menurut Alquran dan Hadis. Selanjutnya kelezatan jimak, atau nikmatnya suami isteri dalam surga menurut Alquran dan Hadis akan dijelaskan dalam uraian berikut. Nikmat Jimak’ dengan suami isteri adalah merupakan konsumsi yang paling nikmat. Tak terbatas dengan kata-kata. Kenikmatan yang sangat dibutuhkan oleh semua makhluk dan diizinkan oleh Tuhan menikmati di atas bumi. Dan sekalipun khusus bagi manusia yang beriman harus melalui proses syari’at Tuhan sendiri. Tanpa melalui syariat Tuhan tidak dibenarkan. Sehubungan dengan kelezatan dan nikmat Jimak’ di negeri al-Sa’a>dah, Tuhan memberikan kepada kaum lelaki yang saleh kekuatan yang luar biasa. Sehingga mereka mampu memberikan pelayanan kepada istri-istrinya dengan luar biasa pula. Alquran menginformasikan kepada orang-orang yang bertakwa, bah-wa mereka akan dikawinkan oleh Tuhan dengan bidadari-bidadari di dalam surga, sebagaimana dijelaskan ayat 20 Surah al-T{u>r di atas. "Sungguh orang-orang yang bertakwa berada dalam surga dan keni`matan, mereka bersuka
ria dengan apa yang diberikan kepada mereka oleh Tuhannya; dan Tuhan memelihara mereka dari azab neraka. (Dikatakan kepada mereka): “Makan dan minumlah dengan enak sebagai balasan dari apa yang telah kamu kerjakan.” Mereka bertelekan di atas dipan-dipan berderetan dan Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik bermata jeli. Demikianlah, Allah swt. mengawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang sangat cantik. Allah swt. mengawinkan orang-orang takwa dengan bidadari-bidadari di surga. Mereka diberikan oleh Allah kekuatan di akhirat melebihi kekua-tan tujuh puluh orang di dunia setiap hari. Dalam riwayat dari Ibnu Awufah ia berkata, telah bersabda Rasulullah saw., akan dikawinkan setiap lelaki yang ber-takwa itu di dalam surga empat ribu gadis (perawan), delapan ribu janda, dan seratus bidadari.Kemudian mereka bergaul setiap satu minggu (tujuh hari). Mereka ber-kata dengan suara lemah lembut lagi terhormat. Tidak pernah terdengar suara mengadukan kesakitan, karena banyak bergaul. Mereka (para istri) berkata kami semua telah abadi tidak akan binasa lagi, kami telah rida, tidak akan benci lagi, dan kami telah "al-muqi>ma>t" yakni, tinggal menetap, dan tidaklah kami pergi berjalan kemana lagi. Kemudian mereka berkata, sungguh berbahagialah bagi orang yang memiliki kami dan kami pun memilikinya. Maksudnya berbahagialah bagi lelaki yang menjadi suami mereka dan mereka menjadi isteri-isteri baginya. 5. Kendaraan Kalau di atas bumi yang luas terbentang dari ujung timur dunia sampai di ujung barat, dari ujung utara sampai ke ujung selatan sungguh amat luasnya. Untuk mendatangi dari satu kampung ke kampung yang lain, dari negeri satu ke negeri yang lain, dari negara satu ke negara yang lain, bahkan dari benua satu ke benua yang lain, sungguh membutuhkan kendaraan atau alat transportasi yang dapat mengantar dari satu tempat ke tempat yang lain. Baik melalui darat, laut ataupun udara. Sehubungan hal tersebut, di negeri akhirat di dalam surga yang disediakan oleh Allah swt. bagi orang-orang yang muttaqin sama dengan
luasnya tujuh lapis langit dan bumi. Karena sangat luasnya negeri ini, pasti membutuhkan transportasi untuk mendatangi semua wilayah surga itu. Hal yang demikian, timbul pertanyaan alat transporttasi apa yang digunakan? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, dikemukakan riwayat dari Wahab bin Munabbih bahwa ia berkata, ‘sesungguhnya Nabi Daud as telah berkata: Wahai Tuhanku apa pahala orang yang berkorban dari umat Muhammad saw.? Tuhan menjawab, akan Aku berikan setiap lembar bulu-bulu yang tumbuh dari badannya se-puluh kebaikan dan aku menghapus sepuluh kejahatan, dan aku mengangkat sepuluh martabat. Dan bagi mereka setiap lembar bulu Aku balaskan satu istana dalam surga dan bidadari-bidadari. Dan kendaraan yang memiliki sayap sekali melangkah sejauh mata memandang. Dikendarai oleh penghuni surga, terbang kemana ia kehen-daki.Dikatakan jika ada orang mukmin tidak pernah berkorban, maka dari amal salehnya dijadikan oleh Allah swt. kendaraan baginya. Mereka mengendarai atasnya ketika dibangun dari kuburnya untuk pergi menghadap kepada Tuhannya. Utsman bin Hasan bin Ahmad al-Syakir mengutip sebuah riwayat dari Nabi bahwa beliau bersabda: “Barang siapa telah berkorban suatu pengorbanan, apabila ia bangun dari kuburnya ia melihat sesuatu yang berdiri disamping kepalanya, berbulu emas, bermata yakut dari surga, tanduknya emas. Seraya berkata kepadanya kamu apa dan siapa, darimana kamu? Saya tidak pernah melihat secantik kamu. Maka menjawablah yang berdiri itu, lalu berkata saya adalah korbanmu yang telah engkau jadikan aku korban di dunia. Kemudian berkata naiklah di atas punggung saya, maka naiklah di atas punggungnya, kemudian diterbangkan antara langit dan bumi sampai bernaung di bawah ‘Arasy. Sejalan dengan maksud firman Tuhan dalam surah Maryam /19: 85, ﴿اًدْفَو ِنَمْحَّرلا ىَلِإ َنيِقَّتُمْلا ُرُشْحَن َمْوَي85﴾ Terjemahnya: (Ingatlah) hari (ketika) Kami mengumpulkan orang-orang yang takwa kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sebagai perutusan yang terhormat.
Sehubungan ayat tersebut di atas, dikatakan pada hari itu Tuhan bersabda, “Kami mengumpulkan orang-orang yang muttaqin menuju kepada Tuhan Yang Maha Rahman, Mahapengasih, dalam keadaan mengendarai suatu kendaraan berupa cahaya kendaraan penduduk negeri akhirat.Utsman bin Hasan bin Ahmad me-ngutip sebuah riwayat, “Agungkanlah kurban kalian karena sesungguhnya dia adalah kendaraanmu yang akan menyelamatkan kamu dari atas s}irat}.” Demikianlah sekelumit untaian cerita tentang jawaban dari pertanyaan apa yang dikendarai oleh penghuni surga bila mereka ingin mengelilingi wilayah surga yang dijanjikan oleh Allah swt. yang seluas tujuh tingkat langit dan bumi. 6.Pasar/Hiburan Sebagaimana kebiasaan mereka di dunia, pergi kepada tempat-tempat rekreasi, pasar dan took-toko dan lain sebagainya. Maka di dalam surga pun juga terdapat tempat rekreasi atau pasar atau hiburan. Timbul pertanyaan, bukankah di surga tempat kenikmatan yang tak terhingga, kemudian masih perlu ada hiburan? Kalau di dunia ada tempat hiburan seperti tempat-tempat rekreasi untuk menghi-langkan rasa jenuh, maka di akhirat pun juga ada tempat hiburan sebagai hari raya. Sekalipun mereka sudah merasa bahagia dan nikmat di dalam surga, namun karena kebiasaan mereka di dunia. Maka di akhirat dalam surga pun Tuhan menyediakan waktu dan tempat sebagai hari raya untuk menikmati kebahagiaan yang tertinggi. Kelezatan yang paling besar, ialah memandang kepada wajah Allah yang tidak ada samanya sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Qiya>mah /75: 22-23 yaitu;
(ٌةَرِضاَن ٍذِئَمْوَي ٌهوُجُو۲۲) (ٌةَرِظاَن اَهِّبَر ىَلِإ23) Terjemahnya: Wajah-wajah orang-orang mukmin pada hari itu berseri-seri kepada Tuhan-nyalah mereka melihat.
Ayat tersebut menjelaskan bahwasnya di dalam surga wajah-wajah mereka berseri-seri memandang kepada Tuhan Sang Mahapencipta. Wajah-wajah mereka menunjukkan rasa gembira dan bahagia, sebab kepada Tuhannya mereka meman-dang. Di dunia terkadang mata terpesona bila melihat sesuatu yang cantik dan indah, apatah lagi kalau memandang Wajah Sang Maha Cantik, Wajah Tuhan yang tiada samanya dan tidak ada tandingannya. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa, “Penghuni surga, akan pergi ke tempat hiburan/pasar pada hari jum'at. Maka pada waktu itu bertiuplah angin sepoi-sepoi yang dapat menyingkap pakaian mereka sehingga semakin cantik nan indahlah wajah-wajah mereka. Ketika mereka kembali kepada keluarga mereka semakin gagah dan semakin indah. Setiap mereka pulang dari pasar (tempat hiburan) semakin bertambah gagah dan cantik serta semakin baik pula wajah mereka. Kemudian me-reka berkata kepada keluarganya, demi Allah anda semakin bertambah gagah dan semakin cantik. Demikian juga keluarganya berkata: demi Allah, anda juga semakin baik dan semakin cantik.“Dalam riwayat lain dari Sa’id bin Musayyib telah bertemu dengan Abu Hurairah, kemudian Abu Hurairah berkata, Aku memohon kepada Allah semoga Dia mengumpulkan kita dalam suatu tempat di dalam surga. Sa'id berkata, apakah di surga ada pasar? Abu Hurairah menjawab, ya, Rasulullah telah menceritakan, “Sesungguhnya penghuni surga itu, apabila mereka masuk ke dalam pasar mereka tinggal di dalam, berkat kemuliaan amal salih mereka. Maka dikirimlah mereka sekedar sehari Jum’at yakni satu hari, hari Jum'at dari beberapa hari di dunia.Mereka mengunjungi Allah Azza wa Jalla. Kemudian diperlihatkan kepada mereka ‘Arasy-Nya dan tampaklah atas mereka Subhanahu Wata'ala dalam sebuah raod}ah dari beberapa Riya>d} al-Jannah. Maka diletakkanlah bagi mereka mimbar-mimbar dari cahaya (nur), mimbar-mimbar dari mutiara, mimbar-mimbar dari yakut, mimbar mimbar dari zamrud, dari emas, dan perak.Dia duduk di dekat mereka dan tidak ada yang rendah, hina di antara mereka. Mereka berkumpul di atas bukit farfum
(misk) dan kafur. Mereka tidak pernah melihat kedudukan yang lebih mulia nan indah selainnya. Kemudian Abu Huraerah bertanya. Wahai Rasulullah apakah kami dapat melihat Tuhan? Beliau menjawab, iya. Apakah kalian terhalang melihat matahari dan bulan lailat al-Qadar (yakni bulan purnama)? Mereka/sahabat menjawab, tidak. Kemudian beliau berkata lagi, “Demikian itu pulalah tidak terha-lang penglihatan, melihat Tuhan kalian Azza wa Jalla. Tidak ada seorang pun yang tertinggal dalam majlis itu, melainkan Allah menghadirkannya pada suatu perte-muan sampai Dia bersabda kepada seseorang di antara mereka.Tidakkah engkau ingat, yakni tidakkah engkau mengingat apa yang engkau telah perbuat ini dan itu. Dia mengingatkan pelanggaran-pelanggarannya di dunia, maka orang itu berkata: Wahai Tuhan apakah Engkau tidak mengampuni bagiku? Lalu Tuhan menjawab. Betul karena dengan luasnya ampunan-Ku, sehingga engkau sampai di tempatmu ini.Sementara itu, berkumpullah awan di atas mereka, dan menurunkan air hujan yang sangat harum dengan tiupan angin yang sangat nikmat, sehingga mereka tidak pernah merasakan nikmat dan kebahagiaan yang seperti itu sebelumnya. Kemudian bersabdalah Tuhan kita, berdirilah kalian dan kembalilah kepada tempat-tempat yang Aku telah siapkan untuk kalian dengan berbagai macam kemuliaan ‘karamah’ dan nikmatilah apa yang disenangi hatimu. Kemudian orang itu berkata: kami mendatangi ‘pasar’ yang sudah dikelilingi oleh malaikat. Di dalam pasar tersebut terdapat nikmat yang harum sekali. Dan pemandangan yang sangat indah belum ada mata yang pernah melihat seindah itu, dan belum ada hati manusia yang pernah terlintas atasnya. Kemudian orang itu berkata kepada kami seraya menyedorkan sesuatu yang sangat diingini oleh nafsu tanpa diperjual belikan.Di pasar itulah pertemuan semua penghuni surga. Mereka bertemu sebagian dengan yang lain dari kelompok surga yang teratas sampai surga yang terendah. Mereka bertemu mulai manusia pertama sampai manusia terakhir yang seiman dan seagama. Dan di pasar tersebut tidak ada yang menonjol kelebihan dari kecantikan dan keindahan paka-iannya sehingga yang lain ada yang rendah, hina, bahkan semuanya sama-sama dalam keindahan dan
kecantikan pakaian, karena itu tidak ada yang merasa sedih. Kemudian mereka berkata kita semua kembali ketempat masing-masing, menemuai keluarga masing-masing atau isteri-isteri mereka. Maka disambutlah oleh isteri-isteri mereka dan berkata, selamat datang. Alangkah tambah gagahnya dan tambah bagusnya wajah Anda. Jauh lebih gagah dan perkasa dari sebelum engkau mening-galkan kami. Kemudian mereka berkata, “Kita pada hari ini baru saja duduk-duduk bersama-sama dengan Tuhan yang Mahaperkasa, Azza wa Jalla. Sehingga kami merasa ada perubahan seperti perubahan yang kita rasakan sekarang.Betapa nikmat memandang Wajah Tuhan Yang Mahacantik. Setelah penulis menguraikan sekelumit tentang surga dan nikmatnya, sam-pailah kepada kesimpulan bahwa, “Sungguh Allah swt. telah menyediakan segala pasilitas kebutuhan manusia khususnya bagi orang-orang yang beriman dan bertak- wa kepada Allah swt. dan percaya keniscayaan datangnya hari akhirat.”Di antara kelezatan dan kenikmatan surga yang paling nikmat dan yang paling memba-hagiakan bagi pemeluknya ialah memandang Wajah Allah ‘Azza wa Jalla Zat yang Maha Mulia. Demikialah sebagian kecil dampak positif perilaku orang yang beri-man kepada Allah dan hari kemudian. Semoga hal tersebut menjadi kenyataan bagi ka>tib al-Risa>lah dan para pembaca. A>mi>n.
D. Dampak Negatif Perilaku Manusia 1. Kemaksiatan kepada Allah dan Rasul-Nya Dampak negatif perilaku manusia yang beriman kepada Hari Akhirat, adalah kemaksiatan kepada Allah dan Rasul-Nya Sebagaimana telah dikemukakan tersebut di atas dampak positif perilaku manusia yang beriman kepada Allah dan hari kemudian dan akibat yang ditimbulkan dalam keberadaan mereka baik di dunia maupun di akhirat, maka berikut dikemuka-kan latar belakang dampak negatif perilaku manusia.
Sebagaimana telah diceritakan dalam catatan sejarah perjalanan kehidupan umat manusia sejak dahulu kala sampai dewasa sekarang, tentang fenomena-feno-mena alam telah dan sering terjadi menimpa umat manusia, misalnya informasi kejadian tsunami. Alquran telah menceritakan hal tersebut. Yang demikian dapat terjadi akibat keonaran perilaku manusia itu sendiri. Seperti tenggelamnya dunia pada masa Nabi Nuh as. karena keingkaran dan kekafiran kaumnya terhadap ke Mahaesaan Allah swt.Mereka tidak mau mengikuti ajaran nabi mereka. Angin topan pada kaum Nabi Saleh, kaum ‘A>d, dan kaum Tsamud. Hujan batu pada kaum raja Namrud pada kaum Nabi Ibrahim, banjir darah dan kutu serta katak pada kaum Nabi Musa.Dan lain musibah terjadi karena kedurhakaan serta kekafiran mereka. Pada masa sekarang musibah semacam tersebut juga sering terjadi di mana-mana tempat. Khususnya terjadi beberapa musibah yang sangat memilukan dan mengerikan dalam wilayah Indonesia. Misalnya, musibah tsunami di Nabire Papua pada bulan nopember 2004 ribuan orang meninggal. Menyusul tsunami terjadi tanggal 31 Desember 2004 di Sumatera Aceh yang merenggut nyawa ribuan orang meninggal dunia. Tsuname di Nias Sumatera Selatan tahun 2005, gempa bumi di Yogya pada bulan nopember 2005. Tsunami di Pangandaran Jawa Tengah Juni 2006 juga mengakibatkan meninggal kurang lebih 600 oramg. Banjir bandang di Sulawesi Selatan Kabupaten Sinjai, Bulukumba, Bantaeng dan Jeneponto yang menelan korban jiwa ratusan orang. Angin belitung di Aceh tahun 2006 juga ratusan orang meninggal. Kebakaran di Kalimantan Selatan 2006 ribuan rumah penduduk hancur ludes termakan oleh si jago merah. Gunung merapi di Yogyakarta 2006 lumpur panas di Sudiarjo Lapindo Jawa Timur tahun 2006, banjir bandang di Papua Barat Kecamatan Wasior pada hari Senin tanggal 4 Oktober 2010 dan meninggal dunia 110 dan 450 hilang, dan masih banyak lagi yang lain. Menurut penulis, semua itu terjadi minimal ada tiga hal yaitu:
a.Sebagai ujian atau cobaan dari Allah swt. bagi orang-orang yang beriman
dan
betul-betul bertakwa kepada Allah swt. b. Sebagai peringatan dan ancaman Allah swt. bagi orang-orang yang beriman, tetapi suka berbuat fasik, gemar melakukan keonaran dan dosa di tengah-tengah masyarakat agar mereka sadar dan kembalik bertaubat. c. Sebagai azab atau siksaan Allah bagi orang-orang yang durjana, tenggelam dalam perbuatan dosa dan kemaksiatan atas kekafiran dan kemusyrikan serta kedustaan mereka kepada Allah swt. Sehingga mengundang bala tentara Allah mengamuk dan menyerang atas mereka. Tuhan menimpakan atas mereka azab yang amat kecil di atas bumi, sebelum datangnya azab yang lebih dahsyat dan lebih pedih, lebih memilukan dan mengerikan serta menyengsarakan mereka pada hari akhirat dalam neraka. Iman kepada hari akhirat sangat urgen sebagai pengendali diri dari kemak-siatan dalam rangka meninggalkan larangan Allah swt. dan Rasul-Nya. Dan sebagai pengekang diridari kemaksiatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Larangan Allah dan Rasul-Nya tidak akan mungkin teratasi dengan baik tanpa kekuatan iman yang hakiki dalam diri pribadi setiap orang yang beriman.Demikian juga ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya tidak akan mungkin terlaksana dengan baik dan benar tanpa iman dan taqwa yang sesungguhnya kepada Allah swt. Mengimani hakikat kebenaran yang disampaikan oleh Alquran dan Hadis, seseorang mukmin sejati akan mampu mengendalikan dirinya dan meninggalkan larangan agama. Misalnya: meninggalkan mengonsumsi riba, harta anak yatim dengan z}alim,uqu>qu al-wa>lidain, qatl al-nafs(membunuh diri manusia), al-maisir (berjudi), mencuri, dan meninggalkan al-rasywah (sogok menyogok) dan korupsi. Islam sangat memuji dan menganjurkan orang-orang yang beriman agar bertebaran di muka bumi setelah mereka melaksanakan ibadah salat untuk mencari rezki yang telah disediakan oleh Allah swt. seperti dijelaskan dalam Q.S. alJum’ah/62: 10,
ِهَّللا ِلْضَف ْنِم اوُغَتْباَو ِضْرَأْلا يِف اوُرِشَتْناَف ُةاَلَّصلا ِتَيِضُق اَذِإَف ﴿نوُحِلْفُت ْمُكَّلَعَل اًريِثَك َهَّللا اوُرُكْذاَو10﴾ Terjemahnya: Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung. Ayat tersebut di atas menjelaskan betapa pentingnya mencari karunia Allah swt. demi kemaslahatan manusia itu sendiri dalam hidupnya. Akan tetapi, Islam menutup jalan bagi semua orang yang berusaha mengembangkan hartanya melalui jalan riba.Oleh karena itu, Dia mengharamkan riba sedikit ataupun banyak sebagai dampak negatif terhadap perilaku manusia yang beriman baik sebagai makhluk peribadi maupun sebagai makhluk sosial.
1-Konsumsi Riba Salah satu dampak negatif terhadap perilaku manusia yang beriman kepada hari kemudian adalah praktek/perilaku riba. Karena itu manusia yang beriman baik sebagai makhluk sosial maupun individu sering diperingati oleh Tuhan agar mening-galkan praktek riba sesuai dengan firman Allah swt. dalam Q.S. al-Baqarah /2: 275 berikut; ُناَطْيَّشلا ُهُطَّبَخَتَي يِذَّلا ُموُقَي اَمَك اَّلِإ َنوُموُقَي اَل اَبِّرلا َنوُلُكْأَي َنيِذَّلا َعْيَبْلا ُهَّللا َّلَحَأَو اَبِّرلا ُلْثِم ُعْيَبْلا اَمَّنِإ اوُلاَق ْمُهَّنَأِب َكِلَذ ِّسَمْلا َنِم ىَلِإ ُهُرْمَأَو َفَلَس اَم ُهَلَف ىَهَتْناَف ِهِّبَر ْنِم ٌةَظِعْوَم ُهَءاَج ْنَمَف اَبِّرلا َمَّرَحَو (َنوُدِلاَخ اَهيِف ْمُه ِراَّنلا ُباَحْصَأ َكِئَلوُأَف َداَع ْنَمَو ِهَّللا275 Terjemahnya: Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melaikan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diper-olehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni nearka, mereka kekal di dalamnya.
Dari ayat tersebut di atas dapat dipahami bahwa, “mengambil” dengan “makan” dapat diserupakan. Untuk menegaskan bahwa apa yang sudah dimakan tidak bisa dikembalikan. Demikian juga halnya dengan riba, apa yang sudah diambil tidak bisa dikembalikan. Para pemakan riba di dunia disamakan dengan orang yang kemasukan setan. Bila berjalan tidak menentu arahnaya, gerak gerik mereka seperti orang gila atau kemasukan setan. Pada awal ayat 275 surah al-Baqarah tersebut di atas, Alquran menggunakan ungkapan “orang-orang yang makan riba.”Dengan menggunakan ungkapan لـكأيyakni “memakan.” Bukan berarti hanya memakan riba dilarang, sementara praktek yang lain dibolehkan seperti “mengambi, menggunakan untuk yang lain-lain” tentu tidak. Tuhan mengutamakan menyebut kata “ya’kulu”(makan)’ karena ia adalah kebutuhan yang paling asasi dalam kehidupan manusia. Menurut penulis, dengan menyebut ‘makan’ berarti sama dengan ( ”"ذـخأيmengambil) dan menggunakan kepada hal-hal lain dengan riba. Jadi, hukum menggunakan kepada yang lain seperti membeli perabot rumah tangga, alat-alat transportasi seperti mobil, kapal, motor, hend pon dan lain-lain, dari barang yang riba, semuanya sama dalam keharamannya sama dengan makan riba. Sebagaimana telah dikemukakan di depan bahwa dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Tirmiz\i> yang diterima dari Ibnu Mas’u>d dia berkata: Rasulullah saw. telah mengu-tuk dan membenci pemakan riba dan orang yang diberi makan, sekretarisnya dan dua orang yang menjadi saksi, semuanya sama dosanya. Dalam Tafsi>r al-Muni>r dikata-kan; Adapun orang-orang yang mengambil barang-barang orang lain dengan cara-cara riba atau batil, berarti mereka mengambil harta orang lain dengan usaha mengikuti keinginan hawa nafsu. Seseorang mengambil harta orang lain dengan cara batil, tanpa ada usaha dan kesungguhan dengan cara yang dibenarkan oleh syari’at, berarti suatu pelanggaran agama. Maka perumpamaan mereka seperti orang yang diguncangkan hatinya oleh setan, badannya berat, berjalan tidak terarah, jalannya miring dalam kebingungan seperti dimasuki oleh setan dan mereka seperti terpukul oleh jin. Lebih-lebih lagi tersiksanya mereka nanti pada hari akhirat, ketika mereka
dibangkitkan dari kuburnya menuju ke padang mahsyar, mereka kebi-ngungan mau kemana akan pergi. Pada hakikatnya pemakan riba adalah, mengun-dang amarah Tuhan untuk menyiksa diri mereka baik di dunia dengan azab, berupa angin topan, banjir, tsuname, kebakaran dan azab lainnya di bumi
sebelum datang azab yang lebih dahsyat dan
menyakitkan pada hari akhirat. Islam mengharamkan riba secara tegas atas orang-orang yang beriman, semata-mata hanya menginginkan untuk kemaslahatan umat manusia itu sendiri, demi kesalehan perekonomian, dan kehidupan soaial masyarakat, maupun kehidupan beragama. Praktek riba adalah mengambil harta orang lain tanpa kompensasi, sebab orang yang mengeluarkan satu dirham akan mendapatkan dua dirham berarti men-dapat tambahan satu dirham tanpa kompensasi. Harta seseorang menjadi sandaran kebutuhannya. Karena itu mengambil harta orang lain tanpa kompensasi haram hukumnya.Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Maksudnya jual beli tidak terjadi kecuali ada kebutuhan dan ada kompensasi tanpa ada unsur tipuan di dalamnya. Sementara riba mendorong penanaman modal karena kebutuhan terpaksa dan tidak ada baginya kompensasi. Praktek seperti itu tidak dibenarkan oleh syariat contoh; Membeli sesuatu berupa makanan ia segera menyerahkan harganya, karena ia butuh makan atau mengambil manfaat dengan menjaga hidup dan tubuhnya. Sedangkan orang yang mengambil tambahan tidak mengucapkan akad perjanjian ganti, dan hanya mengambil tambahan dari modal yang dipinjam waktu penebusan pinjaman tanpa memberikan lagi sesuatu. Demikianlah praktek yang dilakukan pada zaman jahiliah, mereka mengam-bil bunga bertambah-tambah, berlipat ganda sampai bertahun-tahun dan mengambil tambahan dengan diikuti kezaliman yang mengakibatkan baginya dosa dan kemak-siatan yang amat besar. Karena itu, Alqurqn mengumumkan barangsiapa telah sampai kepadanya pengharaman riba, hendaklah ia meninggalkan kelakuannya, modal yang telah diambil sebelum mengetahui hukum pengharaman riba dimaafkan baginya dengan perlakuan secara
adil. Akan tetapi, barang siapa kembali melakukan riba setelah mengetahui pengharamannya, maka dia wajib menerima ancaman azab dan akan menjadi penghuni neraka Jahanam selama-lamanya. Yang dimaksud dengan selama-lamanya ialah dalam waktu yang sangat lama tinggal dalam neraka, bila pelakunya adalah seorang mukmin ia menjalankan setimpal dengan perbuatan-nya. Berkaitan dengan pelarangan riba Alquran menggunkan empat tahap dalam empat wahyu yang berlainan.Tahap pertama: Sehubungan dengan firman Tuhan dalam Q. S. al-Ru>m /30: 39, اَمَو ِهَّللا َدْنِع وُبْرَي اَلَف ِساَّنلا ِلاَوْمَأ يِف َوُبْرَيِل اًبِر ْنِم ْمُتْيَتاَء اَمَو ﴿ َنوُفِعْضُمْلا ُمُه َكِئَلوُأَف ِهَّللا َهْجَو َنوُديِرُت ٍةاَكَز ْنِم ْمُتْيَتاَء39﴾ Terjemahnya: Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah, maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipat gandakan (paha-lanya). Ayat tersebut menjelaskan bahwa, sesuatu yang berkaitan dari harta riba dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan dalam harta orang lain, pemberian itu di sisi Allah tidak akan bertambah. Akan tetapi, apa yang kamu berikan dari harta zakat untuk mencari keridaan Allah, maka itulah yang akan mendapat ganjaran yang melimpah-limpah.Karena semua yang diusahakan diharapkan agar senan-tiasa mendapat berkah dari Allah swt., ayat tersebut diturunkan di Mekah untuk menjelaskan bahwa riba mengurangi rezki yang berasal dari rahmat Allah. Keun-tungan yang mereka cita-citakan akan bertambah. Akan tetapi dengan cara riba, maka hal tersebut tidak akan bertambah. Maksudnya tidak punya berkah dari usaha mereka. Sedangkan kedermawanan atau kerajinan mengeluarkan infak, sedekah, dan zakat justru itulah yang menumbuh suburkan dan melipat gandakan rezki. Karena Allah swt. senantiasa memberikan berkah dari apa yang mereka usahakan. Sehingga keuntungan mereka peroleh semakin bertambah dan usaha mereka semakin mendapat berkah.Tahap kedua; dalam hal ini Tuhan berfirman Q.S. al-Nisa>’ /4 : 161,
اَنْدَتْعَأَو ِلِطاَبْلاِب ِساَّنلا َلاَوْمَأ ْمِهِلْكَأَو ُهْنَع اوُهُن ْدَقَو اَبِّرلا ُمِهِذْخَأَو ﴿ اميِلَأ اًباَذَع ْمُهْنِم َنيِرِفاَكْلِل161﴾ Terjemahnya: Dan karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh mereka telah dila-rang daripadanya, dan karena mereka memakan harta orang dengan cara tidak sah (batil). Dan Kami sediakan untuk orang-orang kafir di antara mereka azab yang pedih. Ayat tesebut diturunkan di Madinah sehubungan dengan kebiasaan orang Yahudi mempraktekkan cara-cara riba. Kemudian mereka dilarang melakukan kegi-atan tersebut.Namun mereka masih tetap melakukannya. Karena itu larangan praktek riba secara tegas diharamkan dan para pelakunya diancam dengan siksaan yang sangat pedih pada hari akhirat nanti.Tahap ketiga; dalam Q. S. Ali ‘Imra>n /3: 130 sebagaimana tersebut di depan Tuhan menyeru kepada semua orang yang ber-iman. “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keber-untungan.” Dengan ayat ini Allah menegaskan kembali larangan riba dan memerin-tahkan kepada orang beriman agar menjauhkan diri dari makan riba. Jika betul-betul mereka mau mendapatkan kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat.Tahap keempat; dalam Surah al-Baqarah ayat ke 275 Allah swt. menegaskan dengan fir-man-Nya sebagaimana dikemukakan bahwa; “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu, karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang-siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya, dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” Pengharaman riba secara tegas dalam segala bentuk tambahan dari pokok harta pinjaman, sekaligus sebagai perbedaan antara praktek riba dengan jual beli. Pengharaman riba tersebut tidak hanya bagi riba yang
dipraktekkan orang Yahudi pada zaman jahiliah saja, yang disebut riba nasi>ah.Akan tetapi nash menjelaskan secara tegas pengharaman semua macam riba. Seperti juga membolehkan semua jenis jual beli yang dijelaskan dalam ayat عيبـلا هللا لـحاartinya Allah telah menghalalkan jual beli yang di dalamnya tidak ada unsur larangan menurut syar’i yaitu pemberian milik harta dengan harta, dengan ija>b dan qabu>l atas dasar saling rida keduanya. Dari uraian tersebut sampailah kepada kesimpulan, bahwa sesungguhnya praktek riba dari segala bentuknya, pada hakikinya Allah menghilangkan berkah-nya, sehingga tidak bertambah sekalipun pada lahirnya bertambah karena pada ujung-ujungnya akan habis dengan sia-sia. Sedangkan sedekah, Allah swt. menum-buh suburkan dan memberikan berkah, serta melipat gandakan pahalanya. Di dunia sedekah bukan mengurangi harta, sekalipun sepintas lalu lahirnya berkurang, akan tetapi pada hakikatnya bertambah oleh karena Allah swt. menggangtikan barang ba-gi orang yang bersedekah, dengan banyak kebaikan. Usaha mereka senantiasa mendapat berkah dari Allah sehingga harta mereka semakin meningkat. Dan di hari akhirat bagi orang yang bersedakah mendapat pahala dari Allah swt. dengan berlipat ganda. Dan di dunia mereka disenangi oleh Allah dan semua manusi. Sementara pelaku riba dibenci oleh Allah dan manusia.Disinilah urgensinya iman kepada hari akhirat sebagai pengendali diri dari perbuatan riba, karena percaya atau tidak, sudah jelas para pelaku riba di hari akhirat akan merasakan kesengsaraan akibat riba yang telah diperbuat oleh mereka sendiri. 2.Memakan Hasil Curian Selain riba sebagai larangan, juga mencuri. Salah satu kejahatan yang sering muncul di tengah-tengah masyarakat, adalah delik pencurian. Seperti sering terlihat pengambil hak milik orang lain dengan cara mencuri, dengan cara sembunyi-sembunyi, maling sedang orang tidur, mencopet sedang orang terlengah, mengambil kain di jemuran, sedang yang umpunya di dapur. Bagaimana mengatasi hal terse-but? Tuhan telah
menentukan dua jalan buat membatasi kejahatan pencurian Jalan pertama, mengenai jiwa sendiri dengan mengemukakan takwa, mencari jalan yang diridai Allah, hidup secara baik dengan beramal dan berjihad mencari harta yang halal. Jalan kedua ialah ancaman hukuman badan bagi yang tidak dapat mengen-dalikan jiwanya lagi.Karena itu kejahatan tersebut sangat dibenci oleh ajaran agama dan perbuatan tersebut hukumnya haram. Orang yang melakukan delik pencurian harus dijatuhi hukuman potong tangan sebagaimana dijelaskan oleh Q. S. al-Ma>idah /5 : 38 yaitu, ِهَّللا َنِم اًلاَكَن اَبَسَك اَمِب ًءاَزَج اَمُهَيِدْيَأ اوُعَطْقاَف ُةَقِراَّسلاَو ُقِراَّسلاَو ﴿ميِكَح ٌزيِزَع ُهَّللاَو38﴾ Terjemahnya: Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya, (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa Maha Bijaksana. Dalam hadits riwayat Bukhari dari abi Huraerah nabi saw telah bersabda; َقِراَّسلا ُهَّللا َنَعَل َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِّيِبَّنلا ْنَع َةَرْيَرُه يِبَأ ْنَع ُشَمْعَأْلا َلاَق ُهُدَي ُعَطْقُتَف َلْبَحْلا ُقِرْسَيَو ُهُدَي ُعَطْقُتَف َةَضْيَبْلا ُقِرْسَي ىَوْسَي اَم اَهْنِم ُهَّنَأ َنْوَرَي اوُناَك ُلْبَحْلاَو ِديِدَحْلا ُضْيَب ُهَّنَأ َنْوَرَي اوُناَك هاور(َمِهاَرَد )يراخبلا Artinya: Allah mengutuk pencuri laki-laki, yang mencuri satu butir telur, maka dipo-tong tangannya, dan seorang mencuri tali, maka ia di potong tangannya. A’masy berpendapat bahwa sebutir telur itu, senilai sebutir telur besi, dan sebatang tali senilai dengan beberapa dirham.
Seorang pencuri ketika mencuri dia tidak beriman demikian juga kejahatan lainnya, seorang penjahat tidak melakukan kejahatan ketika ia beriman. Sejalan dengan sabda Rasulullah saw dalam hadi riway Imam Bukhari:
يِنْزَي اَل َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا َلوُسَر َّنَأ َةَرْيَرُه يِبَأ ْنَع ٌنِمْؤُم َوُهَو ُبَرْشَي َنيِح َرْمَخْلا ُبَرْشَي اَلَو ٌنِمْؤُم َوُهَو يِنْزَي َنيِح يِناَّزلا ُعَفْرَي ًةَبْهُن ُبِهَتْنَي اَلَو ٌنِمْؤُم َوُهَو ُقِرْسَي َنيِح ُقِراَّسلا ُقِرْسَي اَلَو ٌنِمْؤُم َوُهَو ْمُهَراَصْبَأ اَهيِف ِهْيَلِإ ُساَّنلا...يراخبلا هاور Artinya: Bahwasanya Rasulullah saw telah bersabda: Tidak berzina seorang penzina ketika ia beriman, tidak minum seorang peminum khamar ketika ia beriman, dan tidak mencuri seorang pencuri ketika ia beriman, dan tidak merampas suatu rampasan yang menjadikan menglihatan manusia menga ngah kepadanya, sedang ia beriman..(HR.Bukhari) Menurut bahasa mencuri adalah;
ةقرسلا: لثملا زرـح نم ةـيـفخ لاملا ذـخأ. Artinya:
Pencurian ialah mengambil barang dengan sembunyi-sembunyi dari tempat pengamannya. Dalam Tafsir Ru>h al-Ma’a>ni disebutkan, ةقرسلا: ةيفـخ ريغلا لام ذخأ pencurian ialah, mengambil barang orang lain dengan cara sembunyi-sembunyi. ةقرسلاsemakna dengan صوصللاartinya pencurian terambil dari asal kata; قرس- قرسي- اقرس- ةقرس وartinya pencurian. ةيفخ ريغل ل ام ذخأ ينعي Artinya: yakni mengambil sesuatu yang bukan miliknya dengan cara sembunyi-sembunyi. عرشلا يف ةقرسلا: كولممريغ رادقملا نيعم لام ذخأ، ةـيفخ هلثم زرح نم ذـخألل Artinya: Menurut syar’i mencuri adalah mengambil sejumlah barang yang tertentu bukan miliknya dari pemeliharaan orang lain sacara sembunyi-sembunyi.
Sedangkan dalam kamus bahasa Indonesia disebutkan bahwa mencuri adalah mengambil milik orang lain tanpa izin atau dengan tidak sah, biasanya dengan sembunyi-sembunyi.Pada umumnya, setiap orang telah mengetahui apa yang dimaksud dengan mencuri. Yaitu mengambil barang orang lain secara sem-bunyi-sembunyi dan orang lain menderita atau mengalami kerugian. Oleh karena itu, mencuri adalah perbuatan yang dilarang oleh syariat Islam dan pelakunya berdosa di sisi Allah swt. Allah swt. menegaskan di dalam Alquran sebagaimana telah dikemu-kakan di atas dalam Surah al-Ma>idah ayat 38. Salah satu maksud Tuhan menjadikan syariat Islam adalah melindungi harta,karena harta adalah kebutuhan yang paling vital dalam kehidupan. Islam juga melindungi hak milik individu agar sungguh-sungguh hak milik seseorang aman dari kejahatan tangan-tangan manusia. Oleh karena itu, Islam tidak menghalalkan seseorang merampas hak milik orang lain dengan dalil apapun. Secara tegas Islam mengharamkan mencuri, mencopet, korupsi, riba, menipu, mengurangi timbangan, suap, dan sogok-menyogok. Karena itu, orang yang mencuri harus dijatuhi hukuman potong tangan sebagai peringatan bagi dirinya dan pelajaran bagi orang lain, agar tidak mau melakukan seperti kelakuan sang pencuri yang telah mendapatkan hukuman potong tangan. Dengan demikian, harta milik orang lain akan tetap dalam keadaan aman secara universal. Kalau diamati situasi penegakan hukum di Indonesia, sampai kini masih sangat mengkhawatirkan. Sebagai contoh penegakan hukum terhadap para koruptor belum dapat terlaksana secara tuntas. Padahal korupsi adalah perbuatan mencuri yang paling jahat, karena kerugian yang ditimbulkan bukan saja individu tertentu atau satu orang saja. Akan tetapi juga terhadap masyarakat, bangsa dan negara. Masih segar dalam ingatan kita bahwa Indonesia adalah salah satu negara yang hingga kini dipandang sebagai negara paling korup di dunia.Kesimpulan, mema-kan atau menggunakan hasil korupsi seperti membeli pakaian, baju, sarung, dan alat-alat perabot rumah tangga sama dengan memakan atau
memanfaatkan hasil curian. Memakan atau memanfaatkan uang haram, memberikan belanja kepada anak istri, kepada keluarga dari hasil korupsi, berarti memberikan makanan kepada mereka dengan makanan haram. Karena itu memakan hasil curian apalagi hasil korupsi sama dengan memakan hasil orang lain dengan cara yang batil, sedangkan memakan harta orang lain secara batil diharamkanoleh Allah swt. Tempatnya nanti di dalam neraka sebagaimana telah dijelaskan oleh Tuhan dalam Q.S. al-Nisa>’/3: 29-30 di atas. “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh diri-mu; sungguh Allah Mahapenyayang kepadamu. Dan barangsiapa berbuat demikian dengan cara melanggar hukum dan zalim, dan aniaya, akan Kami masukkan ke dalam neraka. Yang demikian itu mudah bagi Allah.” Ayat tersebut di atas men-jelaskan bahwa memakan atau mengambil barang orang lain secara batil hukumnya haram dan termasuk dosa besar.Termasuk ke jalan batil adalah: berbuat curang, menipu, riba, korupsi, berlaku boros (tidak efisien, membengkakkan dana proyek, dsb), dan membelanjakan harta pada jalan-jalan yang haram.Pelakunya akan dilemparkan ke dalam neraka pada hari akhirat,kecuali mereka bertaubat kepada Allah dengan penuh kesadaran dan menyesali segala kesalahan dan dosanya sebelum mereka meninggal dunia. Tentu Allah yang Mahapengasih dan sayang kepada ham-ba-Nya. Dia akan menerima tobat dari hamba-Nya yang ikhlas meninggalkan segala dosa yang telah diperbuat. Artinya, barang siapa bertobat dari perbuatan mencuri, merampok dan mengembalikan apa yang telah dicuri dan dirampok kepada pemiliknya, sungguh Tuhan menerima tobat mereka. demikian juga dari kesalahan dan dosa-dosa lainnya dengan penuh penyesalan dan tekad yang bulat tidak akan mengulangi lagi dosa semacamnya dan setelah bertobat tetap dalam istiqomah. Maka sesungguhnya Allah Mahamengabulkan tobat dan menerima kembali hamba-Nya serta mengampuni dosanya dengan rahmat dan kasih saying-Nya. Dia akan masukkan hamba-Nya ke dalam surga pada hari akhirat. Karena itu
Dia meletakkan sifat rahma>n dan gafu>r-Nya pada akhir ayat tersebut. Allah swt. memerintahkan para pemimpin, para hakim untuk menjatuhkan hukuman potong tangan bagi pencuri laki-laki dan pencuri perempuan. Barang siapa mencuri, baik laki-laki maupun perempuan, harus dipotong tangannya. Mulai dengan tangan kanan. Dan jika ia mengulangi lagi, maka dipotong kaki kiri sampai pergelangan kakinya. Kalau masih mencuri, dipotong lagi tangan kirinya. Kalau masih mencuri, dipotong lagi kaki kanannya. Sehubungan hal tersebut timbul pertanyaan berapa nilai sesuatu yang dicuri harus potong tangan, apakah semua orang yang mencuri harus dipotong tangannya? Untuk mejawab pertanyaan tersebut, berapa ukuran suatu barang yang dicuri dengan hukuman harus potong tangan. Dalam hal tersebut para ulama berbeda pendapat. Ada yang melihat z}ahirnya nash, yaitu seseorang yang mencuri barang milik orang lain walaupun hanya sedikit seperti mencuri sebutir telur. Berdasarkan dengan nas} yang berbunyi dalam Q.S. al-Ma>idah :38 sebagaimana telah disebutkan di atas dan sabda Rasulullah saw. di bawah ini: هدي عطقتف ةضيبلا قرسي قر اسلا هللا نعل, هدي عطقتف لبـحلا قرسيو. Artiny Allah swt. mengutuk seorang laki-laki mencuri telur, lalu dipotong ta-ngannya, dan pencuri tali kemudian dipotong tangannya. Hadis tersebut menggambarkan bahwa barang yang dicuri dan bisa dijatuhi hukuman potong tangan minimal mencuri sebutir telur ayam atau seharga satu butir telur ayam, apalagi kalau barang curian tersebut senilai dengan seekor unta. Semen-tara itu pendapat Jumhur menyebutkan seorang yang mencuri seperempat dinar atau sepertiga dirham ke atas, maka harus dipotong tangannya. Mereka berdalih dengan hadis yang diriwayatkan oleh Jamaah. )ملسم هاور(ادعاصف رانيد عبر يف قراسلا عطقي ملـس و هيلع هللا ىلص هللا لوسر ناك
Artinya:
Rasulullah saw. telah menjatuhkan potong tangan seorang lelaki mencuri lebih seper empat dinar. Sementara Khulafa> al-Ra>syidun berkata: نجملا يف عطق ملسو هيلع هللا ىلص يبنلا نا-سرت- )ملسم هاور(مهارد ةثالث هنمث
Artinya: Bahwa Nabi saw. telah memotong tangan seorang pencuri di al-majn-perisai yang harganya tiga dirham. Mereka berdalil bahwa harga perisai yang dicuri dan dijatuhi hukuman potong tangan oleh Nabi saw. diperselisihkan kadarnya. Mungkin nilainya tiga dirham, atau empat, atau lima dirham atau bisa juga sepuluh dirham. Oleh karena itu, untuk menentukan nilai terbanyak itulah diutamakan dalam penetapan hukum karena jumlah nilai barang curian masih samar-samar. Demikian gambaran nilai sebuah barang curian yang pelakunya dapat dijatuhi hukuman potong tangan. Kesimpulan, Islam memberi hukuman berat atas perbuatan mencuri, yaitu hukum potong tangan terhadap pencurinya.Dalam hukuman ini terkandung hikmah, yaitu bahwa tangan-tangan jahat yang mencuri merupakan organ yang sakit, karena itu tangannya harus dipotong agar tidak menular kepada orang lain sehingga jiwa bisa selamat. Tuhan menetapkan hukuman potong tangan sebagai pembalasan bagi sipencuri dan untuk pelajaran bagi umum. Suatu peringatan bagi orang lain yang dalam hatinya ada keinginan mengambil harta orang lain. Dengan demikian, ia tidak berani mengulurkan tangannya untuk mengambil harta orang lain khawatir akan potong tangan. Jadi, secara filosofis dapat melindungi harta/barang orang lain. Adapun jawaban dari pertanyaan apakah semua orang yang mencuri harus potong tangan? Islam tidak membebani suatu kewajiban bagi seseorang yang belum berakal dan belum balig. Artinya tidak ada potong tangan bagi seorang pencuri, kecuali bila ia sudah balig dan berakal sebagaimana beban syari’ah lainnya. Huku-man potong tangan juga gugur
bagi seorang pencuri karena dimaafkan oleh pemilik barang yang dicuri sebelum diserahkan kepada hakim. Allah swt. menerangkan batasan hukuman pencurian dengan firman-Nya dalam surah al-Maidah ayat 38 di atas,”bahwa hukuman potong tangan bagi pencuri laki-laki dan pencuri perempuan itu sebagai balasan akibat perbuatannya yang jahat.”Agar dia menyesali perbuatan jahatnya dan menjadi pelajaran bagi orang lain, sekaligus sebagai perlindungan bagi harta dan jiwa orang lain, terutama pada waktu malam. Dengan adanya perlindungan harta dan jiwa dari bahaya pencurian, maka keamanan dan ketenangan tercipta di hati, baik individu maupun masyarakat.
3.Menyuap/Sogok menyogok Menyuap (rasywah), uang sogok (suap) yang diberikan kepada hakim (aparat pemerintah).Sogok menyogok salah satu perilaku manusia baik individu maupun sebagai makhluk sosial, sebagai salah satu dosa besar yang menyebabkan pelakunya terjauh dari surga dan masuk neraka bila meninggal sebelum mereka bertaubat. Islam mengharamkan suap dalam berbagai bentuk dan berbagai istilah. Penamaan suap dengan istilah ‘hadiah’ tidak mengubah statusnya dari haram menjadi halal. Allah berfirman dalam
Q. S.
al-Baqarah /2: 188, اوُلُكْأَتِل ِماَّكُحْلا ىَلِإ اَهِب اوُلْدُتَو ِلِطاَبْلاِب ْمُكَنْيَب ْمُكَلاَوْمَأ اوُلُكْأَت اَلَو ﴿نوُمَلْعَت ْمُتْنَأَو ِمْثِإْلاِب ِساَّنلا ِلاَوْمَأ ْنِم اًقيِرَف188﴾ Terjemahnya: Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui.
Pada ayat lain desebutkan dalam Q.S al-Mudas\s\ir/74 : 6 (6 َْنُنْمَت اَل (ُرِثْكَتْسَت Terjemahnya: Dan janganlah engkau (Muhammad) memberi (dengan maksud) memper-oleh (balasan) yang lebih banyak. Dalam hadis Rasulullah saw. disebutkan: ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا ُلوُسَر َنَعَل َلاَق وٍرْمَع ِنْب ِهَّللا ِدْبَع ْنَع َةَمَلَس يِبَأ ْنَع يِشَتْرُمْلاَو يِشاَّرلا َمَّلَسَو ِهْيَلَع Artinya: Dari Abi Salamah dari Abdullah ibn ‘Amri ia berkata: “Rasulullah saw. telah mengutuk tukang sogok dan disogok.” HR. Abu Daud. ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا ُلوُسَر َلاَق َلاَق وٍرْمَع ِنْب ِهَّللا ِدْبَع ْنَع َةَمَلَس يِبَأ ْنَع يِشَتْرُمْلاَو يِشاَّرلا ىَلَع ِهَّللا ُةَنْعَل َمَّلَسَو ِهْيَلَع Artinya: Dari Abi Salamah dari Abdullah ibn ‘Amri ia berkata, telah bersabda Rasulullah saw. “Kutukan Allah atas orang yang menyogok dan orang yang disogok” HR. Ibn Majah Dalam hadis lain dari Abi> Hurairah Nabi saw. bersabda: َيِشاَّرلا َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا ُلوُسَر َنَعَل َلاَق َةَرْيَرُه يِبَأ ْنَع )يذمرتلا هاور ( ِمْكُحْلا يِف َيِشَتْرُمْلاَو Aertinya: Rasulullah saw telah mengutuk tukang sogok dan yang disogok dalam hukum keduanya sama. (HR Tarmizi)
Baik dari Alquran maupun Hadis tersebut di atas melarang pemeluknya saling memanfa’atka barang seseorang dengan cara-cara batil segok menyogok. Dengan mafhum mukhalafah dapat dikemukakan bahwa; Islam menyuruh peme-luknya saling memberikan pertolongan dalam segala sesuatu yang memberi manfaat kepada umat, baik mengenai dunia maupun mengenai akhirat.
Tolong menolong dalam berbuat kebaikan sangat
dianjurkan dalam agama. Demikian juga saling mengingatkan dalam melakukan kebaikan dan saling mencegah dari dosa dan keja-hatan. Memang dalam kehidupan manusia tidak bisa melepaskan diri dari bantuan dan kerjasama dari manusia lainnya dalam masyarakat. Karena itu, berusaha dan bekerja dalam rangka kelangsungan hidup manusia di muka bumi ini adalah hal yang sangat terpuji. Yang penting pekerjaan itu halal dan diridai oleh Allah swt. Hal tersebut sangat dianjurkan demi kebahagiaan dan kesejahteraan manusia itu sendiri di atas bumi. Allah swt. telah menjadikan bumi ini tempat kekayaan alam sebagai penyambung hidup yang diperuntukkan bagi seluruh manusia. Berkaitan dengan ini, Allah berfirman dalam Q.S. al-Baqarah /2: 29, ﴿ ًاعيِمَج ِضْرَأْلا يِف اَم ْمُكَل َقَلَخ يِذَّلا َوُه29﴾ Terjemahnya: Dialah (Allah) yang telah menciptakan segala apa yang ada di bumi un-tukmu, (sekalian manusia). Dalam ayat lain Dia berfirman di Q. S. al-Muluk /67: 15, ِهِقْزِر ْنِم اوُلُكَو اَهِبِكاَنَم يِف اوُشْماَف اًلوُلَ ذ َضْرَأْلا ُمُكَل َلَعَج يِذَّلا َوُه ﴿ ُروُشُّنلا ِهْيَلِإَو15﴾ Terjemahnya: Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu, yang mudah dijelajahi, jelaja-hilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.
Ayat tersebut menjelaskan anjuran bagi manusia yang berjalan di atas bumi untuk menikmati sebagian karunia Allah dan tidak boleh mengambil dan memakan rezki itu secara batil. Di antara cara mengambil dan memakan harta benda orang lain dengan cara-cara yang diharamkan, ialah mengambil barang atau uang secara batil. Seperti; suap atau sogokan.Misalnya, uang yang dibayarkan kepada penguasa atau pejabat, hakim/ qa>d{i agar mereka menelorkan kebijakan bagi diri pesaingnya sesuai dengan keinginannya atau untuk melicinkan urusannya dan menghambat urusan pesaingnya yang lain. Islam telah mengharamkan seorang muslim untuk melakukan praktek suap, sogok menyogok baik kepada hakim, para pejabat dan stafnya maupun para aktivitis lainnya yang ada hubungannya dengan mengambil barang orang lain secara bathil/sogok-menyogok.Misalnya pihak ketiga yang menjadi mediator antara pemberi dan penerima suap, juga sama kedudukannya dalam hukum pengharaman memakan harta orang lain secara batil. Hal tersebut ditegaskan dalam Surah al-Baqarah ayat 188 tersebut di atas. Dalam ayat tersebut terkandung maksud larangan kepada sebagian di antara manusia memakan harta sebagian yang lain dengan cara yang bat}il dan larangan membawa urusan harta itu kepada hakim supaya dapat memakan sebagian dari pada harta benda orang lain dengan cara-cara yang berdosa, padahal manusia mengetahui keburukannya. Memberikan sesuatu kepada orang lain dengan mengharapkan balasan atau ganjaran yang lebih besar dari pemberiannya semula adalah hal yang terlarang dalam agama. Sebagaimana di jelaskan dalam Surah al-Mudas\s\ir ayat 6, “Janganlah engkau memberikan sesuatu kepada orang lain dengan mengharapkan balasan yang lebih banyak dari barang yang anda telah berikan kepada orang.”Janganlah kamu menye-but-nyebut (mengungkit-ungkit) pemberian yang telah diberikan, berapapun banyak-nya. Adapun firman Allah “la> tamnun” terkandung maksud yaitu:
a.
Janganlah engkau (Muhammad) memberikan kepada sahabatmu dan selain mereka karena menyampaikan wahyu mengharapkan lebih banyak dari mereka.
b.
Jangan engkau besar-besarkan pemberianmu kepada orang lain dengan meng-harapkan kebaikan yang lebih banyak, karena apa yang kamu berikan itu adalah pemberian nikmat Allah kepadamu,bahkan Allah menjadikan seba-gai jalan bagimu untuk beribadah kepada-Nya.
c. Janganlah engkau mengungkit-ungkit kebaikan atas nama Allah dengan amalmu, lalu meminta balasan lebih banyak daripadanya. d.
Janganlah engkau mengungkit-ungkit
kebaikan mengajarkan kenabian
(al-nubuwwah)dan Alquran atas manusia lalu engkau mengambil/meminta gaji dari mereka. Janganlah engkau mengerjakan suatu kebaikan dengan mengharapkan bala-san dari orang lain. Apabila engkau memberikan sesuatu pemberian, maka hendaklah engkau menyerahkannya hanya karena Allah.Janganlah mengerjakan suatu keta-atan, sedangkan engkau meminta pahalanya dari manusia.Allah swt. melarang engkau melaksakan sesuatu kebaikan hanya karena ingin dilihat oleh orang lain. Islam melarang bagi seseorang mukmin menyebut jasa, jangan menghitung-hitung pengorbanan dan usaha yang telah dikerjakan untuk berbuat baik. Lalu menghi-tung-hitung sudah sekian banyak kita telah lakukan kebaikan, tetapi saya belum menerima balasannya. Si Fulan terlepas dari bahaya syirik karena pengajaran yang aku berikan.Inilah suatu ‘penyakit’ yang terkadang tidak dapat dikendalikan oleh manusia beriman. Mereka rajin berbuat baik, tetapi hanya ingin mendapatkan pujian atau ingin memperoleh penghargaan dari orang lain. Karena itu, sejak awal Nabi saw. disuruh menyampaikan dakwah, diperi-ngatkan oleh Tuhan supaya ikhlas menyampaikan ajaran Islam dan beramal tanpa mengharap jasa dan penghargaan dari manusia. Mereka tidak boleh meminta upah kepada manusia, tidak boleh meminta pujian dan sanjungan dari mereka.Upah hanya dari Allah swt. dan tidak boleh menyebut-nyebut jasa. Karena dia adalah manusia penyeru utama iman dan takwa.
Sudah barang tentu yang harus dikerjakan adalah kebaikan dan kemaslahatan umat manusia itu sendiri. Sebagai pengikut kepada kebenaran dan panutan bagi mereka dalam segala aspek kehidupan di atas bumi, maka selayaknyalah menjadi perhatian bagi setiap orang yang mempercayai adanya hari kemudian. Tidaklah mengherankan jika Islam mengharamkan suap dan bersikap keras terhadap semua pihak yang terlibat dalam praktek ini. Ternyata setelah praktek-praktek suap/sogok menyogok sudah merajalela di kalangan anak bangsa dalam masyarakat Indonesia, telah membawa dampak negatif yang luar biasa. Akibatnya, kerusakan dan kezaliman sudah merajalela di tengah-tengah masyarakat. Telah terlihat penegakan keadilan belum terlaksana sebagaimana diharapkan. Dan yang terlihat adalah justru perlakuan hukum tanpa asas kebenaran atau kebencian menegakkan kebenaran. Mendahulukan yang sebenarnya diakhirkan dan mengakhir-kan yang sebenarnya didahulukan. Dan juga yang merajalela adalah mental oportunisme yakni paham yang semata-mata hendak mengambil keuntungan untuk diri sendiri dari kesempatan yang ada tanpa berpegang pada prinsip moralitas dalam masyarakat, bukan mental tanggung jawab melaksanakan kewajiban yang diamanat-kan kepadanya. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau Tuhan Yang Maha Kuasa menu-runkan bencana berupa tsunami seperti di Aceh, gunung meletus di beberapa pulau, banjir bandang dan banyak lagi kejadian yang tidak bisa diatasi. Itu semua terjadi sebagai rangsangan terhadap kesadaran umat manusia agar mereka kembali kepada ajaran Tuhan yang sesungguhnya menjamin kemaslahatan dan keselamatan umat manusia itu sendiri, baik di bumi maupun di akhirat kelak. Islam mengharamkan su-ap dalam berbagai bentuknya dan berbagai istilahnya. Penamaan suap dengan istilah ‘hadiah’ tidak mengubah statusnya dari haram menjadi halal. Imam Ghazali menga-takan, jika aku dapat berbagai tekanan ini, maka hakim, gubernur dan siapa saja yang posisinya seperti itu, hendaknya membayangkan dirinya berada di rumah ibu bapaknya. Apa yang ia dapatkan setelah tidak menjabat dan ia
berada di rumah ibunya boleh diambil, sedangkan harta yang diketahui bahwa ia diberikan kepadanya karena kedudukannya, haram baginya.Kalau diberikan kepadanya untuk kawan-kawannya sebagai suatu hadiah, ketika ia menduduki jabatannya, apakah kalau tidak jadi pejabat apakah masih diberi hadiah? Hal tersebut masih samar-samar. Karena itu hendaklah berhati-hati dan menghindarkan diri dari hal-hal yang sifatnya syubhat. Secara filosofis, jika pada harta orang lain ada kehormatan yang tidak dino-dai tidak boleh dizalimi, baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, maka sesungguhnya harta benda sendiri juga mempunyai kehormatan yang sama, juga tidak boleh dinodai dan dizhalimi. Dengan kata lain, tidak boleh dihambur-hamburkan, dibelanjakan secara berlebihan, termasuk menyuap, membeli khamar, judi, dan lain sebagainya. Seorang muslim hendaknya berprilaku adil dalam segala urusan termasuk pemanfaatan harta kekayaan yang diamanatkan oleh Tuhan kepadanya. Karena harta yang ada padanya, hanya merupakan titipan Tuhan untuk sementara waktu. Kesemuanya akan dipertanggung jawabkan di hadapan Tuhan pada hari yang telah ditentukan. Allah swt. melarang setiap orang yang beriman melampaui batas dan mubaz\ir juga melarang bersifat bakhil. Hal tersebut dijelaskan dalam Q.S. al-A’ra>f /7: 31 yaitu, اوُفِرْسُت اَلَو اوُبَرْشاَو اوُلُكَو ٍدِجْسَم ِّلُك َدْنِع ْمُكَتَنيِز اوُذُخ َمَداَء يِنَباي ﴿نيِفِرْسُمْلا ُّبِحُي اَل ُهَّنِإ31﴾ Terjemahnya: Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, tetapi janganlah berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” Berlebih-lebihan
secara
zahiriyah
dapat
dipahami
dalam
bentuk
pem-belanjaan harta untuk hal-hal yang diharamkan oleh agama seperti membeli kha-mar, narkoba, judi, dan menyuap, baik sedikit apalagi banyak. Pelarangan ini tentu mempunyai hikmah yang tersembunyi dalam kehidupan yang bertujuan demi kemaslahatan manusia itu
sendiri, baik di dunia maupun di akhirat. Karena itu mereka harus sadar dan sabar menerima dan memelihara amanat Tuhan serta melak-sanakan sesuai dengan pentunjuk Alquran dan tuntunan Nabi Muhammad saw. semata mengharap rida Ilahi. 4.
Zi n a Zina adalah salah satu dampak negatif perilaku manusia yang beriman kepada
hari kemudian. Ajaran agama melarang orang yang beriman berbuat zina, sebab per-buatan tersebut akan membawa kekacauan keturunan. Sebagaimana agama melarang orang membunuh dan merusak harta anak yatim.Karena zina adalah salah satu dosa besar yang menyebabkan pelakunya masuk neraka, bila meninggal dunia sebelum bertaubat. Karena itu perbuatan zina tidak boleh didekati apa lagi dikerjakan, karena itu harus ditinggalkan. Sebagaimana dijelaskan dalam Q. S. Bani> Isra>il /17: 32, ﴿اًليِبَس َءاَسَو ًةَشِحاَف َناَك ُهَّنِإ اَنِّزلا اوُبَرْقَت اَلَو32﴾ Terjemahnya: Dan janganlah kamu mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang buruk. Dalam ayat tersebut Allah melarang setiap orang mendekati perbuatan zina apalagi melakukannya, maka tentu dosanya jauh lebih besar. Dalam tafsir al-Munir dikatakan bahwa; هل لحي ال محر يف لجر اهعضو ةفطن نم هللا دنع مظعا كرشلا دعب بن ذ نم ام Artinya: Tidak ada dosa sesudah syirik yang lebih besar di sisi Allah daripada setetes air mani yang diletakkan oleh seorang lelaki yang tidak halal baginya. Zina adalah perbuatan bersenggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh ikatan pernikahan (perkawinan) menurut syar’i. Atau perbuatan bersenggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seseorang perempuan yang bukan istrinya, atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya.Allah swt. menciptakan manusia sebagai khalifah-Nya di bumi untuk
memakmurkan bumi itu sendiri. Tentu hal tersebut tidak mungkin tercapai kalau manusia tidak hidup terus di atas bumi. Mereka bertani, berdagang, membangun peradaban, dan menunaikan kewajibannya kepada Allah swt. Hal tersebut sebagai tanda kemakmuran bumi. Agar hal tersebut bisa terlaksana dengan baik, maka Allah swt. menciptakan dorongan nafsu manusia untuk mengantar mereka kepada berbagai hal yang menjamin eksistensinya, agar tetap lestari baik sebagai makhluk individu maupun sebagai anggota masyarakat. Agar manusia bisa bertahan hidup, maka kebutuhannya harus terpenuhi, yaitu makan, minum, sandang pangan dan papan. Selain itu, kebutuhan naluri seksual yang berfungsi untuk mempertahankan eksestensi manusia itu sendiri di muka bumi. Ia merupakan dorongan yang sangat kuat dalam diri manusia yang ikut menentukan dalam memainkan perannya, sekaligus menentramkan pikiran dan memadamkan gejolak. Tetapi segala persetubuhan yang tidak disahkan dengan nikah, atau tidak sah nikahnya disebut zina. Karena perbuatan zina haram hukumnya, sehingga mendekatinyapun dilarang. Hamka dalam bukunya “Tafsir Al-Azhar” mengemu-kakan bahwa; khalwat, berdua-dua saja laki-laki dengan perempuan adalah termasuk mendekati zina. Islam
mengharamkan
khalwat.Islam melarang sikap manusia terhadap gari>zah (instink) dorongan seksual untuk melepaskan sama sekali kendalinya,kemudian bebas berkeliaran tanpa batas dan norma yang mengatur, baik agama, etika, atau adat istiadat. Seperti yang terjadi pada aliran permisifisme (serba boleh) yang tidak percaya pada nilai agama dan nilai-nilai luhur.Zina akan menurunkan martabat manusia sebagai makhluk termulia di sisi Tuhan. Sehingga lebih hina daripada binatang, merusak individu, keluarga, dan masyarakat pada umum nya. -Memusuhi dan menekan sama sekali garizah seksual ajaran Islam tidak membenarkan. Sikap seperti ini terjadi pada agama yang memiliki ajaran hidup samsara, hidup miskin seperti terjadi dalam tradisi kerahiban. Dengan sikap terse-but, mereka menguburkan gari>zah seksualnya (mematikan naluri seksualnya), bah-kan menentang
Allah swt. yang telah menciptakan dan menjadikan sebagai cara untuk mempertahankan eksistensi manusia itu sendiri di muka bumi. -Karena itu ajaran Islam menciptakan batas-batas yang harus dipatuhi oleh semua pemeluknya. Mereka dapat bergerak dalam batas-batas yang telah digariskan oleh norma-norma agama. Tidak membinasakan gari>zah seksual, tetapi tidak membiarkannya tanpa batas. Hal tersebut terjadi pada sikap agama-agama samawi yang mengharamkan zina dan menghalalkan pernikahan.Islam sebagai salah satu agama samawi dengan ajarannya yang suci, bersumber dari yang Maha suci, jelas mengharamkan zina dan menghalalkan pernikahan. Islam memudahkan jalan menuju perkawinan dengan cara yang halal, melarang hidup membujang dan meninggalkan wanita. Islam melarang seseorang lelaki yang sudah mampu untuk menikah lalu hidup membujang, karena hal tersebut dikhawatirkan menjerumuskan diri ke dalam wilayah zina dan segala pengantarnya. Perbuatan zina tersebut merupakan perbuatan yang sangat keji. Sehingga mendekatinya saja dilarang keras oleh Alquran, apalagi kalau langsung melaku-kannya. Ayat tersebut di atas, secara tegas melarang mendekati zina dan sebab-sebab yang mengundang atau memancing berbuat zina. Wahbah al-Zuhaili> berkata, zina adalah perbuatan keji yang sangat busuk, termasuk dosa besar, sikap yang paling jelek. Karena padanya mengoyak-ngoyak kehormatan, percampuran ketu-runan, menceburkan diri dalam keharaman, penyerbuan atas hak-hak orang lain, merobohkan sendi-sendi kemasyarakatan dengan meruntuhkan keluarga, menyebar-kan kehancuran, membuka pintu kegoncangan, menyebarkan penyakit kelamin dan menjatuhkan ke dalam kefakiran dan kehinaan. Sementara itu al-Qurt}ubi> mengemukakan, sesungguhnya zina itu mengan- tar masuk ke dalam neraka. Karena zina adalah bahagian dari dosa besar. Kalau sekiranya perkawinan tidak disyari’atkan tentu gari>zah (naluri) seksual tidak dapat tersalurkan secara normal dan tidak dapat memainkan peranannya dalam memelihara eksistensi
manusia. Kalau sekiranya zina tidak diharamkan, hubungan seksual tidak dibatasi, niscaya keluarga tidak terwujud dalam membangun perasaan sosial yang mulia dan nilai-nilai yang luhur. Dan cinta kasih sayang tidak tercipta dalam rumah tangga. Kalau tidak ada keluarga tentu masyarakat tidak akan terbentuk dan tidak ada usaha ke arah sana yang lebih baik dan lebih terhormat. Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau semua agama samawi meng-haramkan dan memerangi perzinaan. Islam adalah agama samawi yang terakhir diturunkan oleh Tuhan sangat keras melarang dan mengancam para pelaku perzi-naan. Karena zina menyebabkan simpan siurnya keturunan, tidak diketahui dari keturunan siapa. Anak yang lahir dari rahim perempuan pezina tersebut pasti terjadi kehancuran dalam rumah tangga dan harapan rumah tangga yang sakinah tidak akan mungkin tercipta dalam masyarakat. Ibnu Mardawiyah mengementar, “Janganlah engkau mendekati zina, karena sesungguhnya zina itu adalah fa>hisyah, dosa besar serta sejelek-jelek jalan, kecuali orang yang bertobat, maka sesungguhnya Allah Mahapengampun lagi Mahapenyayang. Larangan mendekati zina seperti seorang lelaki tidak boleh duduk berduaan dengan seorang perempuan yang bukan muh-rimnya. Artinya perempuan yang bisa dikawini, yaitu perempuan yang bukan istrinya, ibunya, saudara perempuannya, bibinya. Karena duduk berduaan tanpa ada yang menemani dari pihak ketiga mudah sekali terlintas dalam hati, baik laki-laki maupun perempuan bisikan yang mendorong untuk melakukan perbuatan yang terkutuk. Di sisi lain memang ada makhluk ketiga yang sangat halus tipu dayanya, yaitu iblis. Ia bisa merasuk ke dalam hati manusia yang berlainan jenis. Karena itu, Nabi berpesan agar senantiasa berhati-hati, duduk berduaan dengan dua orang yang berlainan jenis dan bukan muhrimnya. Misalnya dijelaskan dalam Sahih Bukhari dan Muslim, hadis dari Abdullah bin Abbas berbunyi,
َّنِإَف ٍمَرْحَم اَّلِإ ُناَطْيَّشلا اَمُهَثِلاَث َّنِإَف ُهَل ُّلِحَت اَل ٍةَأَرْماِب ٌلُجَر َّنَوُلْخَي اَل ُهْتَّرَسَو ُهُتَئِّيَس ُهْتَءاَس ْنَم ُدَعْبَأ ِنْيَنْثاِلا ْنِم َوُهَو ِدِحاَوْلا َعَم َناَطْيَّشلا )نِمْؤُم َوُهَف ُهُتَنَسَح.(دمحأ هاور
Artinya: Janganlah sekali-kali salah seoarang dari kalian berdua-duaan laki-laki dengan perempuan, kecuali bersama muhrimnya. Karena sungguh yang ketiga dari keduanya adalah setan, bersama (salah seorang) dari keduanya, orang yang terhidar dari kejahatannya, dan selalu baik rahasinya, maka dialah orang yang beriman. Hadis tersebut memberi ingat kepada orang yang beriman, agar mereka senantiasa terpelihara dari fitnah orang lain. Maka menjauhkan diri untuk berduaan lebih baik bagi seorang lelaki maupun seorang perempuan yang bukan muhrim. Si-kap yang demikian lebih terlindung dan lebih sempurna kemurnian kehormatan dan lebih terjauh dari maksiat dan perbuatan keji. Selain larangan berduaan bagi dua orang yang berlainan jenis berkaitan de-ngan seksual, juga saling memandang wajah dengan sorotan pandangan yang tajam sangat dilarang. Alquran melarang baik laki-laki maupun perempuan memandang secara tajam kepada lain jenis. Karena dengan pandangan yang tajam dapat menem- bus ke dalam lubuk hati dan menyebabkan hati bergejolak dengan sifat naluri kelaki-lakiannya dan/atau kewanitaannya. Dalam sebuah riwayat dikatakan zina kedua mata ialah memandang kepada lain jenis dengan syahwat. Karena itu dalam Q.S. al-Nu>r /24: 30-31 Allah berfirman, َّنِإ ْمُهَل ىَكْزَأ َكِلَذ ْمُهَجوُرُف اوُظَفْحَيَو ْمِهِراَصْبَأ ْنِم اوُّضُغَي َنيِنِمْؤُمْلِل ْلُق َنوُعَنْصَي اَمِب ٌريِبَخ َهَّللا.﴿30﴾ َنيِدْبُي اَلَو َّنُهَجوُرُف َنْظَفْحَيَو َّنِهِراَصْبَأ ْنِم َنْضُضْغَي ِتاَنِمْؤُمْلِل ْلُقَو َنيِدْبُي اَلَو َّنِهِبوُيُج ىَلَع َّنِهِرُمُخِب َنْبِرْضَيْلَو اَهْنِم َرَهَظ اَم اَّلِإ َّنُهَتَنيِز ْوَأ َّنِهِئاَنْبَأ ْوَأ َّنِهِتَلوُعُب ِءاَباَء ْوَأ َّنِهِئاَباَء ْوَأ َّنِهِتَلوُعُبِل اَّلِإ َّنُهَتَنيِز يِنَب ْوَأ َّنِهِناَوْخِإ يِنَب ْوَأ َّنِهِناَوْخِإ يِنَب ْوَأ َّنِهِناَوْخِإ ْوَأ َّنِهِتَلوُعُب ِءاَنْبَأ
يِلوُأ ِرْيَغ َنيِعِباَّتلا ِوَأ َّنُهُناَمْيَأ ْتَكَلَم اَم ْوَأ َّنِهِئاَسِن ْوَأ َّنِهِتاَوَخَأ اَلَو ِءاَسِّنلا ِتاَرْوَع ىَلَع اوُرَهْظَي ْمَل َنيِذَّلا ِلْفِّطلا ِوَأ ِلاَجِّرلا َنِم ِةَبْرِإْلا ِهَّللا ىَلِإ اوُبوُتَو َّنِهِتَنيِز ْنِم َنيِفْخُي اَم َمَلْعُيِل َّنِهِلُجْرَأِب َنْبِرْضَي ﴿نوُحِلْفُت ْمُكَّلَعَل َنوُنِمْؤُمْلا اَهُّيَأ اًعيِمَج31﴾ Terjemahnya: Katakanlah kepada laki-laki yang beriman: "agar mereka menjaga panda-ngannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat." Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman: "agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampak-kan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kurudung ke dadanya, dan janganlah menam-pakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perem puan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan berto-batlah kamu sekalian kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung. Dengan ayat tersebut di atas Allah swt. memberi bimbingan kepada hambanya yang berimain, baik laki-laki maupun perempuan. Dia memberikan arahan atau bim-bingan kepada kedua jenis tersebut. Agar supaya masing-masing menundukkan ke-pala dan menahan pandangan kepada lain jenis dengan semata-mata menjaga dan memelihara kehormatan. Dalam ungkapan “ ”ضغيmenundukkan kepala, bukan berarti menundukkan kepala dan mata tetap memandang ke tanah dan tidak boleh melihat ke kiri dan ke kanan. Akan tetapi terkandung maksud memandang dan mem-perhatikan kehormatan, agar tidak disalah gunakan atau dinodai. Oleh karena itu, memang kemaluan harus dijaga seluruhnya, naluri seksual harus dikendalikan, gejo-lak nafsu birahi perlu senantiasa dididik dengan didikan agama. Tidak boleh meman-dang kepada sesuatu yang diharamkan oleh Allah swt.
Mereka menahan penglihatan memandang kepada yang diharamkan Allah, terkandung maksud tidak boleh melihat selain dari yang dihalalkan untuk dilihat berkaitan dengan naluri seksual. Tuhan menggunakan kata “ ”مهراصبأ نم اوضغيSeba-gian ulama memahami, secara luas boleh memandang kepada muhrim, selain me-mandang kepada antara pusat dan lututnya. Boleh melihat muka ajnabiyah (orang lain) dan kedua telapak tangan dan kakinya bukan dengan syahwat. Demikian juga dengan perempuan mukminat dilarang memandang kepada yang diharamkan Allah yang ada pada diri kaum mukmin. Sehubungan dengan sebab turunnya ayat tersebut bahwa ada seorang lelaki lewat di salah satu jalanan Madinah, kemudian lelaki tersebut memandang kepada seorang perempuan dan perempuan juga memandang kepada lelaki. Kemudian hati keduanya digoncangkan oleh iblis. Tidak memandang di antar keduanya kecuali mereka saling ta’jub. Lelaki tersebut berjalan sampai ke tembok dalam keadaan memperhatikan perempuan tersebut. Ketika hidung lelaki terbentur kepada tembok dan darah keluar dari hidungnya seraya lelaki tersebut berkata ‘Wallah’ saya mandi darah. Kemudian lelaki itu datang kepada Rasulullah dan menceritakan halnya. Akan tetapi Nabi saw. berkata “كبنذ ةبوـقع اذه,” ‘inilah balasannya akibat dosamu. Berkenaan dengan hal tersebut Tuhan menurunkan ayatnya: ْلُق “ ْمِهِراَصْبَأ ْنِم اوُّضُغَي َنيِنِمْؤُمْلِلkatakanlah Muhammad kepada orang-orang yang beriman dari kaum laki-laki agar menahan sebagian pandangannya.” Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa bila melihat sesuatu yang menarik perhatian sebaiknya tidak terlalu serius, sehingga melupakan hal lain yang dapat mengganggu keselamatan. Sebagaimana yang terjadi pada lelaki dalam riwayat tersebut. Hal seperti ini terkadang terjadi di kalangan masyarakat, karena telah menikmati sesuatu akhirnya mereka lupa diri. Karena itu, wajib hukumnya menahan pandangan baik bagi kaum laki-laki maupun kaum perempuan dari yang tidak halal,atau memandang kepada semua yang diharamkan dan semua yang mengan-dung fitnah. Karena memandang kepada hiasan yang ada pada leher wanita, akan jatuh ke dalam kemaksiatan dan menjadikan hati
cemas, menggoncangkan jiwa untuk melakukan kemungkaran.Oleh karena itu, menahan penglihatan dan meme-lihara kehormatan, lebih suci dalam pandangan Islam dan lebih jauh dari perbuatan dosa. Allah swt. senantiasa mengintai segala sikap dan perbuatan hamba-Nya, niat nya, lidahnya, kedipan matanya dan pendengarannya. Semua itu tidak ada yang tersembunyi bagi Allah swt. sedikitpun. Dalam Q.S. al-Nu>r : 31 di atas, secara khusus ditujukan kepada kaum perem pun yang beriman dengan maksud, hendaklah setiap mukminat menyembunyikan perhiasannya, kecuali sesuatu yang memang sudah ditakdirkan untuk tampak, seperti muka dan kedua telapak tangannya, karena keduanya memang bukan aurat. “Janganlah menampakkan perhiasannya.”Maksudnya seseorang perempuan yang beriman kepada Allah swt. dan hari akhirat tidak boleh memperlihatkan perhi-asannya kepada orang yang ada di sekitarnya selain muhrimnya. Karena dikhawa-tirkan keselamatan perempuan itu sendiri akan terganggu oleh kejahatan orang terhadap diri perempuan itu sendiri. Seperti tidak boleh memperlihatkan emas, intan berlian secara demonstratif di atas lehernya dan sebagainya. Sebenarnya bukan hiasan itu sendiri dilarang dilihat, akan tetapi yang dilarang tampak adalah tempatnya hiasan. Tujuan larangan tersebut sesungguhnya adalah untuk melindungi kesucian perempuan itu sendiri. Kesucian tempat hiasan melengket. Seperti dada, telinga, leher, kepala, betis, lutut mata kaki dan selainnya. Dewasa ini sering terjadi kejahatan pencopetan, perampasan bagi diri perempuan baik di jalanan maupun di tempat-tempat ramai, karena mereka memperlihatkan hiasannya secara demonstratif di depan umum yang mengundang orang berbuat jahat. Sementara al-Qurt}ubi> mengatakan boleh saja dilihat hiasan yang tampak bagi manusia baik orang lain maupun muhrimnya, kecuali hiasan yang bersifat bati- niyah tidak boleh dinampakkan kecuali gelang. Adapun masalah gelang, Aisyah ber-kata gelang adalah hiasan yang tampak karena ia ditempatkan pada tangan. Semen-tara Mujahid memberikan
kementarnya, gelang adalah hiasan batiniyah, karena ia di luar dari kedua telapak tangan, dan hanya ia berada pada hasta, termasuk juga pergelangan kaki. Dari pernyataan yang berlainan di atas dapat dipahami bahwa hiasan yang ada pada diri perempuan yang memancing naluri seksual pada dasarnya tidak boleh diperlihatkan secara demonstratif kepada masyarakat yang bukan muhrimnya. Kare-na hal tersebut mengundang orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk ber-buat jahat kepada dirinya sendiri. ‘Janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan’ ()َّنِهِتَنيِز ْنِم َنيِفْخُي اَم َمَلْعُيِل َّنِهِلُجْرَأِب َنْبِرْضَي اَلَو. Dalam ayat ini Tuhan memberikan nasehat kepada para perempuan yang beriman, apabila mereka berjalan janganlah memukulkan kakinya ke tanah sehingga terdengar bunyi hiasan yang ada pada kakinya.Akan tetapi, hendaklah mereka berjalan dengan pelan, lemah lem-but, supaya tidak kedengaran bunyi gesekan hiasan yang ada pada kaki mereka itu. Sehingga bagi orang lain/kaum lelaki tidak dapat mendengarnya, agar mereka dapat terhindar dari fitnah atau kejahatan orang lain. Kalau perempuan itu memukul-mukulkan kakinya atau tangannya yang memakai gelang kemudian terdengar suara hiasan mereka, maka suara tersebut akan mengundang perhatian orang lain. Dan pada akhirnya memancing emosi mereka untuk berbuat jahat pada diri perempuan itu sendiri. Ibnu Jari>r meriwayatkan dari Hadhrami> bahwa ada seorang perempuan menjadikan gelang kakinya yang terbuat dari perak dan merjan kemudian ia memukulkan kakinya ke tanah. Dengan sentuhan gelang dan merjan itu menghasilkan suara yang menarik perhatian bagi orang yang mendengarnya. Sehubungan hal tersebut Allah swt. menurunkan ayat “‘ ”َنْبِرْضَي اَلَوjanganlah memukulkan kakinya.’Karena kebanyakan manusia lebih mudah terpan-cing gejolak naluri seksualnya bila mendengar suara hiasan dari perempuan itu sendiri. Jadi, bukan hiasan itu sendiri yang
dilarang, tetapi tempat dimana ia melekat pada tubuh perempuan itu untuk tidak diperlihatkan. Oleh sebab itu, bagi perempuan tidak boleh menghentakkan kakinya bila berjalan, karena orang mudah mengetahui bunyi gelangnya. Akhirnya mengundang fitnah dan kejahatan orang, memancing perhatian, membangkitkan gejolak naluri seksual, menjadikan buruksangka bagi orang-orang fasiq. Sebab seseorang yang mendengar bunyi hiasan tersebut seakan-akan tampak dan hal yang seperti itu agak lebih menarik perhatian orang. Demikian itulah sehingga dianjurkan bagi perempuan menutup atau menyembunyikan perhiasannya. Demikian juga menggerak-gerakkan tangan yang ada perhiasan gelang padanya, menggerak-gerakkan jambul pada kepalanya, memakai parfum pada waktu keluar rumah, kesemuanya itu dilarang bagi perempuan pada umumnya dan khususnya bagi perempuan Islam. Sehubungan hal tersebut dijelaskan dalam hadis:
ٍناَز ٍنْيَع ُّلُكَو ٌةَيِناَز َيِهَف اَهُحيِر َدَجوُيِل ْتَجَرَخ َّمُث ْتَرَطْعَتْسا ٍةَأَرْما اَمُّيَأ )يمردلا هاور( اَنِباَحْصَأ ُضْعَب ُهُعَفْرَي ٍمِصاَع وُبَأ َلاَقَو Artinya:Perempuan siapa saja yang memakai wewangian kemudian ia keluar mende-monstrasikan baunya, maka dia itu zina, dan setiap mata ada zinanya, Abu ‘A<s}im berkata, hal yang demikian telah diangkat oleh sebagian sahabat kami. Dalam hadis lain disebutkan: ٍةَأَرْما اَمُّيَأ َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا ُلوُسَر َلاَق ُلوُقَي ىَسوُم يِبَأ نَع )دواد وبا هاور( ةَيِناَز َيِهَف اَهَحيِر اوُدِجَيِل ِمْوَقْلا ىَلَع ْتَّرَم َّمُث ْتَرَطْعَتْسا Artinya: Dari Abi Musa al-Asy’ari> berkata: ‘Nabi bersabda, apabila seorang perem-puan memakai wewangian kemudian ia melewati suatu kaum yang menda patkan baunya maka itu adalah zina. Dikatakan bahwa Abu Hurairah pernah berjumpa seorang perempuan yang ia dapati memakai parfum. Lalu ia berkata kepadanya, ya> ummah Jabbar apakah engkau
pulang dari masjid? Perempuan itu menjawab ya. Kemudian Abu Huraerah berkata engkau memakai wewangian? Perempuan itu menjawab ya, Abu Huraerah berkata, sesungguhnya saya telah mendengar Aba Qa>sim saw. berkata: َلِسَتْغَتَف َعِجْرَت ىَّتَح ِدِجْسَمْلا اَذَهِل ْتَبَّيَطَت ٍةَأَرْماِل ٌةاَلَص ُلَبْقُت اَل )دواد وبأ هاور (ةَباَنَجْلا ْنِم اَهَلْسُغ Artinya: Tidak diterima salatnya seorang perempuan yang memakai wewangian keluar ke masjid, sampai ia pulang mencucinya dari janabah. Karena kerasnya larangan bagi seorang mukminat memakai wewangian ke-luar rumah, sehingga beliau menegaskan bahwa Allah tidak menerima salat mereka selama memakai wewangian, walaupun tujuannya hanya ke masjid, apalagi kalau keluar jalan-jalan biasa saja. Dari hadis tersebut dapat dipahami bahwa memakai wewangian bagi perem-puan, dianggap orang janabah sama dengan tidak bersih dari hadas/ kotoran. Sehing- ga bila memakai wewangian kemudian salat, maka salatnya tidak sah. Karena salat-nya tidak sah, tentu juga tidak akan diterima. Dari hadis riwayat Abu Daud, Tirmiz\i dan Nasa>i di atas, dipahami bahwa memakai wewangian bagi perempuan yang keluar rumah adalah zina dan bagi setiap mata yang memandangnya dengan syahwat adalah zina mata. Karena besarnya dosanya zina, sehingga pelakunya harus didera dan hal tersebut dijelaskan dalam Q. S. al-Nu>r/24: 2,
اَمِهِب ْمُكْذُخْأَت اَلَو ٍةَدْلَج َةَئاِم اَمُهْنِم ٍدِحاَو َّلُك اوُدِلْجاَف يِناَّزلاَو ُةَيِناَّزلا ِهَّللاِب َنوُنِمْؤُت ْمُتْنُك ْنِإ ِهَّللا ِنيِد يِف ٌةَفْأَر ﴿ َنيِنِمْؤُمْلا َنِم ٌةَفِئاَط اَمُهَباَذَع ْدَهْشَيْلَو ِرِخآْلا ِمْوَيْلاَو۲ Terjemahnya: Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu
untuk (menjalankan) agama (hokum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman. Berzina termasuk dosa yang amat besar dan azab yang akan mereka teri-ma nanti pada hari akhirat sungguh amat pedih. Berzina itu adalah segala per-setubuhan di luar nikah,baik dilakukan atas suka sama suka kedua belah pihak ataupun tidak, seperti seorang perempuan yang diperkosa. Dalam ayat tersebut di atas menjelaskan bahwa hukuman bagi penzina baik laki-laki maupun perempuan, tidak boleh diundur karena ada rasa kasih sayang terhadap mereka. Justur dalam susunan ayat tersebut di atas didahulukan pezina perempuan dari pezina laki-laki. Karena perempuan adalah makhluk lemah, sehingga bisa saja timbul rasa belas kasihan kepadanya, sehingga menunda hukuman atasnya. Namun Islam bersikap keras menjatuhi hukuman atas pezina itu, baik perempan maupun laki-laki dengan hukuman dera seratus kali pukulan tanpa belas kasih. Hal tersebut terlarang, karena Islam menghedaki terciptanya kemaslahatan bagi manusia itu sendiri. Kesimpulan, wibawa hukum harus dijaga, tidak boleh diremehkan, tidak boleh diabaikan, tidak boleh menunda karena rasa kasihan. Karena berzina adalah dosa besar, maka pelakunya harus dihukum, pelakunya amat hina dalam masyarakat yang memiliki iman yang dalam dan pikiran-pikiran yang jernih. Zina juga salah satu faktor penyebab orang masuk neraka pada hari akhirat kelak kalau dia mening-gal sebelum bertaubat. 5. Qatl al-Nafs (Membunuh Manusia). Membunuh manusia adalah salah satu dampak negatif perilaku manusia yang beriman, merupakan dosa besar dan sangat terlarang dengan membunuh manu-sia secara sengaja tanpa alasan yang dibenarkan oleh syari’at Islam. Karena itu membunuh seorang manusia yang tidak dibenarkan oleh Islam sama dengan mem-bunuh semua manusia. Demikian juga menghidupkan satu orang manusia sama de-ngan menghidupkan semua
manusia. Sehubungan hal tersebut, Allah swt. menje laskan dalam Q. S. al-Ma>idah /5: 32, yang terjemahnya: Bahwa, oleh karena itu, Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani> Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruh-nya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesung-guhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi. Ayat tersebut di atas menjelaskan bahwa seseorang, adalah anggota masya-rakat, maka membunuh seorang manusia berarti membunuh keturunannya sendiri yang merupakan penerus generasi manusia itu sendiri. Jadi, membunuh manusia adalah perbuatan dosa besar, dan haram hukumnya,baik membunuh diri sendiri maupun membunuh orang lain. Karena besarnya dosa bagi orang yang membunuh sesama manusia tanpa hak Islam maupun membunuh diri sendiri, sehingga Allah swt. menyampaikan kepada semua hamba-Nya yang beriman agar mereka meme-lihara keselamatan jiwanya sendiri dengan menghindari pembunuhan. Larangan membunuh orang dalam Alquran diulangi sebanyak tujuh kali,baik membunuh orang lain maupun membunuh diri sendiri. Hal tersebut terkandung maksud perintah agar senantiasa terpelihara kelestarian dan kesinambungan eksistensi hidup manusia itu sendiri di alam dunia. Dalam Q.S. al-Maidah: 32 di atas, Allah menjelaskan bahwa sebab terjadi-nya suatu pembunuhan adalah akibat kedengkian seseorang terhadap orang lain. Karena kuatnya dorongan nafsu kedengkian dalam diri seseorang akan menim-bulkan kejahatan, seperti pembunuhan. Dan membunuh satu orang yang tidak dibe-narkan oleh syari’at Islam sama hukumnya dengan membunuh semua manusia. Pembunuhan yang pertama dilakukan oleh anak Adam yang bernama Qa>bil terhadap saudaranya yang bernama Ha>bil karena terdorong oleh kedengkian.Dan sebagai peristiwa pertama kali adanya pembunuhan
manusia. Manusia yang pertama mati dalam sejarah manusia adalah Ha>bil dengan keadaan terbunuh oleh saudara kan-dungnya sendiri, Qa>bil. Kematian Habil tersebut merupakan suatu kejahatan yang sangat menge-rikan dan perbuatan keji yang dilakukan oleh dua orang saudara kandung. Hal itu terjadi hanya dengan godaan setan dan dorongan hawa nafsu kedengkian yang membara dalam hati Qa>bil.Kedengkian timbul dalam hati Qabil, karena dia mau mengawini saudara kembarnya sendiri, sebagaimana layaknya bagi saudara-sauda-ranya yang terdahulu. Mereka dikawinkan oleh bapaknya dengan saudara kembarnya masing-masing. Laksana burung merpati kawin dengan saudara kembarnya sendiri. Disebutkan pada awal anak Adam dan Hawa lahir dari rahim Hawa pada masa itu masih diperbolehkan kawin antara kembarnya sendiri. Setelah Qa>bil dan Habi>l lahir, terjadi perubahan hukum kawin antara saudara kembar, seperti yang terjadi pada Qa>bil dan Ha>bil. Yaitu tidak diperbolehkan lagi kawin antara saudara kembar. Qa>bil tidak boleh kawin dengan saudara kembarnya yang bernama Iklimah yang memi-liki wajah yang lebih cantik dari saudara Habil yang bernama Liyuzan. Allah swt. mewahyukan kepada Adam agar mengawinkan kedua anaknya dengan saudaranya yang lain.Oleh karena tabi’at manusia suka kepada yang lebih cantik dari yang lain, maka Qa>bil tidak mau menerima tawaran orang ayahnya untuk kawin dengan saudara kembar Ha>bil yang kurang cantik bila dibanding dengan kecantikan saudara kembar Qa>bil, Iklimah. Atas perintah Allah swt., Adam mengawinkan Ha>bil dengan saudara Qa>bil yaitu Iklimah. Setelah Adam mengajukan syarat yang harus ditempuh oleh kedua anaknya agar keduanya dapat berkorban dan siapa yang dikabulkan korbannya dialah yang berhak mengawini Iklimah. Setelah keduanya berkorban, ternyata yang dikabulkan ialah korban Ha>bil.Karena ketulusan hatinya melaksa-nakan perintah Tuhan untuk berkorban. Ia berkorban bukan karena ingin mengawini Iklimah, tetapi hanya semata-mata atas perintah Tuhannya, “Sesungguhnya Allah hanya menerima kurban dari orang-orang yang bertakwa” (akhir ayat 27 al-Ma>idah).
Ibnu At}iyah berkata bahwa yang dimaksud dengan ‘bertakwa’ dalam ayat ini adalah menjauhi syirik.Orang yang bertakwa dan mengesakan amalnya sema-ta-mata hanya kepada Allah swt., maka amalnya benar-benar akan terkabulkan. Bagi orang yang menjauhkan syirik dan ma'siat akan memperoleh kedudukan yang terpuji di sisi Tuhan. Setelah Adam mengawinkan Ha>bil dengan Iklimah, kedengkian Qa>bil timbul dan ingin membunuh saudaranya, Ha>bil. Dengan kedengkian dan kemarahan yang bergejolak dalam hati Qa>bil, ia berusaha membunuh saudaranya, Ha>bil. Namun dengan ketinggian iman dan ketakwaan Ha>bil, hatinya tidak gentar dari ancaman pembunuhan saudaranya terhadap dirinya. Ia berprinsip bahwa keta-kutannya yang hakiki hanya kepada Allah swt. dan ketakutannya akan memikul dosa pembunuhan kalau ia membunuh saudaranya serta takut api neraka karena kezali-mannya melakukan pembunuhan.Orang yang membunuh pasti menjadi penghuni neraka. Itulah yang menjadikan Ha>bil takut, karena Tuhan mengungkapkan kepada Qa>bil, Engkau akan menjadi penduduk neraka sebagai balasan bagi orang-orang yang berbuat zhalim’ (akhir ayat 29 al-Ma>idah di atas). Membunuh adalah haram hukumnya menurut semua agama, kecuali dalam tiga hal.Yaitu: kufur setelah beriman (murtad), berzina sesudah membentengi diri yakni sudah kuat dan sudah punya isteri, dan membunuh orang secara zalim. Yakni membunuh bukan hak Islam atau berbuat kerusakan di bumi, syirik, penodong di jalanan. Membunuh satu orang sama hukumnya dengan membunuh semua manusia, dan menghidupkan satu orang sama dengan menghidupkan semua manusia. Itulah sebabnya dilarang membunuh orang kecuali dengan hak Islam, seperti dijelaskan dalam Q.S. al-An’a>m /6: 151,
ِنْيَدِلاَوْلاِبَو اًئْيَش ِهِب اوُكِرْشُت اَّلَأ ْمُكْيَلَع ْمُكُّبَر َمَّرَح اَم ُلْتَأ اْوَلاَعَت ْلُق اوُبَرْقَت اَلَو ْمُهاَّيِإَو ْمُكُقُزْرَن ُنْحَن ٍقاَلْمِإ ْنِم ْمُكَداَلْوَأ اوُلُتْقَت اَلَو اًناَسْحِإ اَّلِإ ُهَّللا َمَّرَح يِتَّلا َسْفَّنلا اوُلُتْقَت اَلَو َنَطَب اَمَو اَهْنِم َرَهَظ اَم َشِحاَوَفْلا ﴿ َنوُلِقْعَت ْمُكَّلَعَل ِهِب ْمُكاَّصَو ْمُكِلَذ ِّقَحْلاِب151﴾ Terjemahnya:
Katakanlah(Muhammad), Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu. Jangan mempersekutukan-Nya dengan apa pun, berbuat baik kepada ibu bapak, janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin. Kamilah yang memberi rezki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan yang keji, baik yang terlihat ataupun yang tersembunyi, janganlah kamu membunuh orang yang diharamkan Allah kecuali dengan alasan yang benar. Demikianlah Dia memerintahkan kamu agar kamu mengerti. Dalam ayat tersebut di atas, Allah swt. menyeru Nabi Muhammad saw., agar menyampaikan larangan Tuhan kepada orang-orang musyrik, penyembah selain Allah, dan mengharamkan atas rezki yang dianugerahkan Allah kepada mereka. Dan Allah mengharamkan membunuh anak-anak mereka karena takut miskin.
Melarang orang
mengharamkan apa yang dihalalkan oleh Allah, dan menghalalkan apa yang diharamkan. Seperti menyekutukan Allah dengan yang lain, karena syirik adalah pe-langgaran yang paling berat dan dosa yang paling besar.Alquran melarang yakitu; “ janganlah kalian mempersyerikatkan Allah dengan sesuatu. Walaupun sesuatu itu memiliki kekuatan dan besar manfaatnya dalam masyarakat, seperti matahari, bulan, ulama atau pembesar, semuanya itu tidak boleh disanjung dan disembah, sebab semuanya adalah makhluk Allah. Tetapi hendaklah menyembah Allah tanpa menye-kutukan dengan-Nya dari sesuatu. Sebagai kesimpulan, orang yang ingin mendapatkan kebahagiaan dan keselamatan dalam kehidupan baik di dunia maupun di akhirat, hendaklah mem-perbaiki hubungannya dengan Allah dan menyembah kepada-Nya tanpa menye-kutukan kepada sesuatu dan memperbaiki hubungannya dengan sesama makhluk. 6. Durhaka kepada Ibu Bapak Durhaka kepada ibu bapa adalah salah satu dampak negatif perilaku manusia beriman. Oleh karena itu Alquran memberikan petunjuk bagi manusia, khususnya bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat. Di antara pesan Alquran yang suci lagi mulia yang patut diikuti bagi manusia yang beriman adalah beribadah kepada Allah dan selalu berbuat baik kepada kedua orang tua. Tidak berbuat baik kepada kedua orang tua
berarti berdosa, dan berdosa kepada keduanya adalah salah satu dosa besar di antara dosa-dosa besar,yang menyebabkan pelakunya masuk ke dalam neraka di hari akhirat kalau mereka tidak bertaubat sebelum meninggal dunia. Karena itu Alquran menyeru kepada orang-orang yang beriman agar mentaati segala nasehat kedua orang tua dan selalu berbuat baik kepada keduanya. Hal tersebut telah ditetapkan oleh Tuhan sebagaimana ditegaskan dalam Q.S. al-Isra>’/17: 23,
َّنَغُلْبَي اَّمِإ اًناَسْحِإ ِنْيَدِلاَوْلاِبَو ُهاَّيِإ اَّلِإ اوُدُبْعَت اَّلَأ َكُّبَر ىَضَقَو اَمُهَل ْلُقَو اَمُهْرَهْنَت اَلَو ٍّفُأ اَمُهَل ْلُقَت اَلَف اَمُهاَلِك ْوَأ اَمُهُدَحَأ َرَبِكْلا َكَدْنِع (اًميِرَك اًلْوَق23﴾ Terjemahnya: Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam peme liharaanmu, maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada kedua-nya perkataan ‘ah’ dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucap-kanlah kepada keduanya perkataan yang baik. Ayat tersebut di atas, Alquran menginformasikan kepada semua orang yang beriman tentang ketetapan Allah bahwa tidak ada yang wajib disembah selain diri-Nya sendiri, karena Dialah yang menciptakn manusia itu sendiri dan sumber dari segala nikmat.Allah swt. Menggandengkan dalam banyak ayat-Nya perintah un-tuk beribadah kepada-Nya dengan perintah berbuat baik kepada ke dua orang tua. Sopan santun dan hormat serta berbuat baik secara universal dalam bergaul kepada kedua orang tua (ibu bapak),Islam sangat mengharapkan adanya. Dalam ayat tersebut di atas Tuhan mengingatkan kepada semua orang yang beriman, sekiranya ke dua orang tuanya sudah tua atau salah satu di antara ke duanya sudah pikung, maka hendaklah berbuat baik kepada keduanya dengan lima cara yaitu:
a. ”Janganlah sekali-kali mengatakan kepada keduanya perkataan ‘ah.’ Tidak boleh memperdengarkan kepada keduanya kata-kata yang menyinggung perasaannya, dalam segala hal utamanya ketika sudah tua bangka, sudah lemah, tidak berdaya lagi untuk berusaha. Sementara kebutuhan kepada kebaikan semakin mereka harapkan. b. “Janganlah engkau membentak keduanya” janganlah muncul dari kamu perbuatan dan perkataan yang tidak terpuji kepada keduanya, seperti menggertak, membohongi ke duanya. c.”dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang baik.” Maksudnya ucapkanlah kepada keduanya dengan kata-kata yang lemah lembut. Dan selalu menggem-birakan hatinya, berbarengan dengan sopan santun, kasih dan sayang kepada keduanya, terhindar dari cemohan serta kebencian. Dan janganlah mengangkat suaranya di depan keduanya, tetapi ucapkanlah dengan ucapan sopan lemah lembut dan hormat kepada ke duanya. Umar r.a. berkata bahwa, yang di maksud ‘qaulan kari>man’ itu adalah ‘janganlah memanggil orang tua dengan suara keras di depannya, tetapi sapalah dengan ucapan, wahai ibu! ya umma>h, ya abā, dan janganlah memandang kepada keduanya dengan membelalakkan mata. d“Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih sayang” maksudnya, hendaklah rendah diri kepada keduanya, tidak hanya sekedar mengi-kuti seruannya. Akan tetapi hendaklah sayang kepadanya, dan selalu merindu-kannya di kala jauh dari keduanya. e.Ucapkanlah “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku di waktu kecil.” Artinya, mendoakan untuk keduanya dengan rahmat dan kasih sayang Allah agar senantiasa tercurah terhadap ibu bapak di kala ke duanya sudah usia tua atau keduanya sudah meninggal dunia. Wahbah al-Zuhaili>
menjelaskan bahwa yang dimaksud " " امهمحرا برyakni lafazh "" ةمحرلاYaitu meliputi semua kebaikan di dunia dan di akhirat. Dalam ayat 23 Surah al-Isra>’ tersebut di atas, Allah swt. menggandengkan perintah beribadah kepada-Nya dengan berbuat baik kepada ibu bapak. Karena pada lahirnya kehadiran anak di atas bumi ini adalah melalui ibu bapaknya. Kemudian ia dididik dan dibesarkan oleh keduanya dengan penuh rasa cinta dan kasih sayang kepadanya. Itulah sebabnya Alquran memerintahkan kepada semua orang yang ber-iman agar senantiasa bergaul dengan baik kepada ibu bapaknya. Sekiranya kedua orang tuanya sudah meninggal dunia, maka anak harus mendoakannya. Dan kalau keduanya masih hidup, maka ia harus berbuat baik dan berkata santun dan sopan, lemah lembut, tidak kasar terhadap ke duanya.
Jika sekiranya ke dua orang tua sudah pikun atau sudah tua bangka, maka tidak boleh memperdengarkan kata-kata yang dapat menyakiti hati mereka, karena di sa’at itu mereka sangat membutuhkan bantuan dan pertolongan dari anaknya. Apalagi si anak masih muda, kekuatan tubuh dan fisiknya masih kuat dan prima, ja-ngan sampai dalam diri seorang anak timbul rasa jengkel mengurusi orang tua yang sudah tua, kemudian keluar kata-kata keras atau ucapan-ucapan tidak senonoh. Maka hal tersebut selayaknyala dapat dihindari oleh seorang anak di depan ibu bapaknya. Kalau kita mau berfikir secara jernih dengan menggunakan akal sehat, maka sungguh tidak pantas seorang anak menyakiti hati orang tuanya apalagi menyakiti badannya, karena merekalah yang menyebabkan anak bisa hadir di atas bumi. Sungguh santun Tuhan kepada hamba-Nya, khususnya bagi orang yang beriman dengan menurunkan kepadanya kitab suci Alquran sebagai pedoman hidup dalam bermasyarakat untuk mengantar kepada hakikat kebenaran dan kebahagiaan hakiki, baik di dunia maupun di akhirat kelak. Alquran telah menjelaskan kepada manusia hal-hal yang benar dan layak dilaksanakan serta yang batil dan harus ditinggalkan dan dijauhi. Seperti taat kepada ibu
bapa dan berbuat baik kepadanya. Dan tidak boleh berdosa dan menyakiti keduanya. Karena itu berbuat dosa kepada kedua orang tua adalah salah satu dosa besardan tidak akan mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan dalam hidupnya di dunia lebih-lebih pada hari akhirat. Tetapi berbuat baik kepada keduanya adalah salah satu amal yang diridai oleh Allah swt. Berbuat baik kepada kedua orang tua ialah taat kepadanya dan menuruti perintahnya selama mereka tidak menyuruh kepada hal-hal yang mensyarikatkan Allah swt. dalam pengabdian dengan makhluk-Nya, hal seperti itu tidak ada ketaatan kepada keduanya. Oleh karena Tuhan meng-hendaki kepada kebahagiaan dalam kehidupan, baik di dunia maupun di akhirat. Berbuat baik kepada kedua orang tua bukan saja di masa hidupnya, tetapi sesudah meninggal pun seorang anak harus selalu berbuat baik kepadanya. Jika kedua orang tua kafir, sedangkan anaknya muslim, maka anakpun boleh mendoakan kepada keduanya agar diberikan hidayah dan petunjuk dari Allah selama keduanya masih hidup. Akan tetapi, kalau keduanya sudah meninggal dunia, maka tidak boleh didoakan dan diminta ampunkan menurut bimbingan Alquran. Alquran melarang seseorang mendoakan orang kafir dan musyrik yang telah meninggal dunia, sekali-pun keluarga yang terdekat seperti dijelaskan dalam Q.S. al-Taubah /9: 113,
يِلوُأ اوُناَك ْوَلَو َنيِكِرْشُمْلِل اوُرِفْغَتْسَي ْنَأ اوُنَماَء َنيِذَّلاَو ِّيِبَّنلِل َناَك اَم ﴿ميِحَجْلا ُباَحْصَأ ْمُهَّنَأ ْمُهَل َنَّيَبَت اَم ِدْعَب ْنِم ىَبْرُق113﴾ Terjemahnya: Tidak pantas bagi nabi dan orang-orang yang beriman memohonkan am-punan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, sekalipun orang itu kaum kerabat(nya), Setelah jelas bagi mereka, bahwa orang-orang musyrik itu penghuni neraka Jahim. Ayat tersebut di atas merupakan pegangan yang amat jelas bagi setiap orang beriman kepada Allah dan percaya kepada hari akhirat, sebagai perekat kuat lemahnya hubungan kekeluagaan antara anak dan kedua orang tuanya. Putusnya hubungan antara anak dan ibubapanya setelah di antara ke duanya sudah terang-terang berlainan agama
berbeda aqidah setelah mereka meninggal dunia. Tetapi selama mereka masih hidup di dunia hubungan silaturahim tetap diharapkan. Dari ayat tersebut dapat pula dipahami bahwa yang dimaksud dengan keluarga terdekat adalah termasuk; ibu bapak, suami isteri, anak kandung, sahabat sejawat dan teman-teman dekat. Mereka semua tidak boleh didoakan kalau sudah terang-terangan mensyarikatkan Allah swt. baik sesudah mereka meninggal dunia ataupun masih hidup. Demikian pernyataan Alquran surah al-Taubah ayat 113 tersebut di atas. Orang berdosa kepada orang tuanya pada lahirnya, akan tetapi pada hakikatnya dia berdosa kepada Allah swt. dan orang yang berdosa kepada Allah, kemudian mereka tidak bertaubat sebelum meninggal, pasti akan mengalami kehidupan yang menyengsarakan, baik di dunia maupaun di akhirat. Karena itu Nabi saw. bersabda dalam sebuah hadisnya: “Bahwa sesungguhnya Allah swt. mengharamkan berbuat dosa kepada (kedua) orang tua” (HR. Muslim) dalam riwayat lain dari Abdullah bin Umar dari Nabi saw. dia bersabda: ىَضِر َلاَق َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِّيِبَّنلا ْنَع وٍرْمَع ِنْب ِهَّللا ِدْبَع ْنَع )يذمرتلا هاور( ِدِلاَوْلا ِطَخَس يِف ِّبَّرلا ُطَخَسَو ِدِلاَوْلا ىَضِر يِف ِّبَّرلا Artinya: Ridanya Tuhan ada pada ridanya orang tua (ibu bapak), marahnya Tuhan ada pada marahnya orang tua (HR. Tirmizi>) Kesimpulan bahwa berdosa kepada kedua orang tua (ibu bapak) adalah hal yang diharamkan oleh Allah swt., dan termasuk dosa besar. Dan merupakan salah satu bentuk kemaksiatan kepada Allah dan Rasul-Nya, yang menyebabkan pemilik-nya jauh dari kebahagiaan dan keselamatan baik di dunia maupun di akhirat.
7. Ghibah Ghibah adalah salah satu dampak negatif bagi perilaku manusia yang beriman. Karena itu tidak ada perbedaan pendapat di antara para ulama bahwa mencela itu adalah suatu
dosa besar.Ghibah (mencela) adalah salah satu dosa besar yang sa-ngat berpengaruh terhadap ke adaan manusia di akhirat. Dalam Q.S. al-Hujurat /49: 12 disebutkan, اَلَو ٌمْثِإ ِّنَّظلا َضْعَب َّنِإ ِّنَّظلا َنِم اًريِثَك اوُبِنَتْجا اوُنَماَء َنيِذَّلا اَهُّيَأاَي ِهيِخَأ َمْحَل َلُكْأَي ْنَأ ْمُكُدَحَأ ُّبِحُيَأ اًضْعَب ْمُكُضْعَب ْبَتْغَي اَلَو اوُسَّسَجَت (ٌميِحَر ٌباَّوَت َهَّللا َّنِإ َهَّللا اوُقَّتاَو ُهوُمُتْهِرَكَف اًتْيَم12﴾ Terjemahnya: Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesung-guhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentulah kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah. Sengguh Allah Maha Penerima tobat Maha Penyayang. Sehubungan dengan besarnya dosa ghibah sehingga Nabi saw. menjelaskan apa yang dimaksud dengan celaan itu, diriwayatkan oleh ’Muslim dari abu Huraerah;
اَمِب َكاَخَأ َكُرْكِذ َلاَق ُةَبيِغْلا اَم ِهَّللا َلوُسَر اَي َليِق َلاَق َةَرْيَرُه يِبَأ ْنَع َلاَق ُلوُقَأ اَم ِهيِف َناَك ْنِإ َتْيَأَرَأ َلاَق ُهَرْكَي ُهَّتَهَب ْدَقَف ُلوُقَت اَم ِهيِف ْنُكَي ْمَل ْنِإَو ُهَتْبَتْغا ْدَقَف ُلوُقَت اَم ِهيِف َناَك ْنِإ ()ملسم هاور Artinya: Seseorang bertanya: Ya Rasulallah, apakah celaan itu?, Rasul menjawab: Engkau memperbincangkan saudaramu mengenai apa yang tidak disenangi. Dia bertanya lagi;”Bagaimana pendapat tuan, jika apa yang saya percakap-kan itu benar ada pada dirinya. Jawab Nabi: Jika benar apa yang kamu katakan itu, maka berarti kamu telah mencela. Jika tidak ada padanya mengenai apa yang kamu percakapkan itu, berartilah kamu telah membuat suatu kebohongan terhadap dirinya. (HR.al-Tirmidzi>) a.Pengertian Ghi>bah Menurut bahasa, ghi>bah semakna dengan fitnah artinya umpatan, mence-ritakan aib orang lain. Sedangkan menurut syar’i;
ةبيغلا: اهرك ذ ؤوسي و اهرتسي بويـع نم هـيف امب هـئارو نم كاـخأ ركذت نا. Artinya: Ghi>bah ialah engkau menceritakan aib saudaramu dari belakang yang dia tutup-tutupi dan menyebutnya suatu kebencian. Dalam Tafsir al-Qurt}ubi disebutkan:ةبيغلا: ‘ بيغلا رهظب بيعلا ركذ يهgibah ialah menceritakan aib (cacat) seseorang di waktu terang-terang ia tidak ada. Da-lam sebuah riwayat dikatakan. Rasulullah pernah bertanya kepada para sahabat: Apakah kalian mengetahui apakah itu ghi>bah ? Para sahabat menjawab, hanya Allah dan Rasul-Nya yang mengetahui. ‘ هرـكي امب كاـخأ كرـك ذEngkau menceritakan saudaramu sesuatu yang dia benci. Sementara Wahbah al-Zuhaili> berkata: ةبيغلا: هيف بيعلا ناك نا و هتبيغ يف هركي امب كاـخأ كرـك ذ. Artinya: Gibah ialah engkau menceritakan saudaramu sesuatu yang dia benci bila ia hadir dalam majlis. Dari beberapa pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa ghi>bah adalah sengaja menceritakan aib/cacat, celaan saudara, baik saudara dalam nasab maupun saudara dalam iman dan Islam ketika ia tidak hadir dalam majlis. Berangkat dari firman Tuhan (‘ )اًضْعَب ْمُكُضْعَب ْبَتْغَي اَلَوdan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebagian yang lain’ (pertengahan ayat 12 surah al-Hujurat di atas). Alquran melarang orang yang beriman menceritakan cacat/aib saudaranya seiman sesuatu yang dia benci. Sesuatu yang diceritakan yang berhubungan dengan diri pribadi seorang mukmin bila diceritakan dia benci atau marah bila dia hadir dalam majelis atau tidak hadir. Itulah sebenarnya ghi>bah yang merupakan larangan menurut ajaran agama. Karena besarnya dosa mempergunjingkan orang-orang muk-min, sehingga Tuhan menyamakan orang yang menggunjing saudaranya seperti orang yang memakan daging saudaranya yang telah mati. Secara sadar, dengan pikiran yang jernih tidak ada seorang pun yang senang
memakan daging sesama manusia apalagi sesama muslim. Bahkan semua orang sangat membenci makan daging sesamanya manusia. Karena sangat busuknya bangkai sehingga Alquran bertanya: apakah salah seorang di antara kalian senang memakan bangkai sauda-ranya yang sudah mati? “tentu tidak senang bahkan mereka membencinya.” Makan daging sesama manusia yang sudah mati adalah hal yang sangat tercela. Maka demikian juga menceritakan aib saudara sesama mukmin harus juga dibenci, sebagaimana membenci makan daging sesama yang sudah mati. Setelah dikemukakan tentang ghi>bah timbul pertanyaan, sampai dimana batasan ghi>bah itu? Untuk menjawab pertanyaan semacam itu, Imam Ghazali berkata lewat kitabnya, Ihya Ulumuddin bahwa ghi>bah adalah menceritakan sesuatu yang dibenci oleh saudaranya, sekiranya sampai kepadanya dia marah. Seperti menceritakan kekurangan kondisi tubuhnya (badannya) atau kekurangan (keturunanya), dalam akhlaknya, perbuatannya, perkataannya, kekurangan dalam pelaksanaan agamanya atau kekurangan dalam kehidupannya di dunia, termasuk kekurangan terhadap pakaiannya, tempat tinggalnya atau kendaraannya.Menurut beliau ghibah ialah menceritakan semua sifat yang dibenci sebagaimana adanya pada diri seseorang. Misalnya seseorang berkata, bapaknya orang Hindu, atau orang fasik, orang rendahan, tukang sepatu, atau tukang pungut sampah. Ghi>bah hubungannya dengan tabiat seperti dikatakan kepada orang lain si fulan adalah orang yang sangat som-bong, orang yang sangat pelit, orang yang sangat pemarah, penakut, dan penge-cut.Ghi>bah hubungannya dengan agama, seperti seseorang berkata kepada saudaranya, kamu itu pencuri, pendusta, peminum khamar, penghianat, suka me-ninggalkan salat, pelarang berzakat, dan dikatakan tidak adil dalam pembagian zakat, orang yang tidak perasa, kesemuanya itu diceritakan sebagai cemohan agar orang lain berpaling dari padanya. Ghi>bah yang berhubungan dengan kehidupan dunia seperti orang berkata kepada saudaranya, kamu itu atau dia itu adalah orang yang kurang sopan, kurang malu, tidak punya etika, kurang bergaul pada manusia, tidak melihat orang lain punya harga diri
hanya dirinya yang punya segalanya, yang lain serba kekurangan, orang banyak makan, orang banyak bicara, suka tidur pagi bukan waktu tidur, suka duduk bukan pada tempatnya dan sebagainya. Semuanya itu adalah termasuk ghi>bah yang harus dijauhi dan dibenci oleh setiap orang beriman, sebagaimana membenci makan daging manusia yang sudah mati serta menjauh-kannya. Imam Ghazali menyebutkan ghi>bah ada tiga bentuk, yaitu: ةبيغلا, ناتهبلا و, كفالا و, ghi>bah yaitu menceritakan kekurangan yang ada pada saudaranya. Al-Buhta>n mengucapkan atau menceritakan aib seseorang yang tidak sesuai dengan keadaan sebenarnya, dan al-ifku yaitu kebohongan. Sebab-sebab orang yang mengghibah saudaranya, karena adanya kebencian atau kejengkelan kepada saudaranya. Dan untuk melepaskan kedengkian atau kejengkelan yang membara dalam hatinya, ia menceritakan cacat saudaranya kepada orang lain. Karena hal tersebut adalah sifat yang tidak terpuji, maka sebaiknyalah setiap orang yang beriman kepada Allah, dan percaya adanya hari pembalasan serta meyakini mudarat yang terjadi pada diri mereka, maka semulianyalah menghindarkan diri semata-mata karena takut kepada Allah swt. yang senantiasa mengintai segala perilakunya baik ucapan maupun per-buatannya. b. Bahaya Ghibah Untuk menjawab dari pertanyaan bagaimana bahayanya bagi orang yang suka menghibah kepada saudaranya. Tentu tidak terlepas dari penjelasan Alquran itu sendiri dan hadis Nabi Muhammad saw. Sebagaimana telah dijelaskan oleh ayat 12 al-Hujurat. Tengku Muhammad Hasbi mengutip di antara beberapa rawi bahwa, “Ti-dak ada perbedaan pendapat di antara para ulama bahwa mencela itu adalah suatu dosa besar.”Nilai amalan-amalan saleh yang diperbuat di dunia akan dipertu-karkan dengan kejahatan pada orang yang dighibah pada hari kemudian. Dalam sebuah riwayat disebutkan, “pada hari akhirat ada orang yang membawa semua amal ibadahnya untuk dihisab. Menurut pikiran mereka pasti menjadi penghuni surga. Setelah semua amal mereka diperiksa, ketika akan dimasukkan ke dalam surga, ternyata ada orang datang memprotes supaya ditunda masuk
surga dengan berbagai alasan. Sehingga Tuhan Yang Maha Adil memutuskan perkara mereka dan menja-tuhkan vonis bahwa amalan-amalan saleh mereka diberikan kepada orang yang pernah disakiti dan dighibah di dunia. Sampai semua amal baiknya sudah habis. Akan tetapi masih ada lagi orang datang mengadukan dirinya bahwa dia juga pernah disakiti. Sebagai balasan, kejahatan orang yang pernah dighibah diserahkan kepada sang pengghibah hingga tidak ada lagi amalannya yang menunjang untuk masuk surga. Akhirnya mereka dilemparkan masuk ke dalam near-ka.”Itulah sebabnya Alquran mengajarkan kepada semua orang yang beriman agar sungguh-sungguh bertakwa kepada Allah.“Dan bertakwalah kamu wahai sekalian manusia yang ber-iman kepada Allah, sesungguhnya Allah menerima taubat lagi maha penyayang.” Karena itu selayaknyalah bagi semua orang yang beriman bersungguh-sungguh taat kepada perintah Allah swt. sesuai dengan petunjuk Alquran dan tun-tunan Rasul-Nya melaksanakan dengan konsekuen, serta meninggalkan dan men-jauhkan diri dari segala perilaku yang terlarang. Dan senantiasa mawas diri, serta selalu mendekatkan diri kepada Allah dan takut kepada-Nya. Membenci ghi>bah dan menjauhkan diri dari padanya sebagaimana membenci dan menjauhkan makan daging manusia yang sudah mati, termasuk hal yang terpuji. Sekiranya mereka terlanjur berbuat ghi>bah kepada orang lain atau saudaranya baik senasab maupun seiman, maka segeralah bertaubat meminta ampun kepada Allah swt. dan minta maaf kepada orang-orang yang pernah terghi>bah. c. Hukum Ghibah Semua ulama sepakat bahwa ghibah adalah perbuatan dosa suatu kemak-siatan dan haram hukumnya dalam agama. Dari abi Huraerh Nabi saw. ditanya tentang gibah kemudian beliau bersabda; ”Seseorang bertanya kepada Rasul: Ya Rasulallah, apakah celaan itu?, Rasul menjawab: Engkau memperbincangkan saudaramu mengenai apa yang tidak disenangi. Dia bertanya lagi; ”Bagaimana pendapat tuan, jika apa yang saya percakapkan itu benar ada pada
dirinya. Jawab Nabi: Jika benar apa yang kamu katakan itu, maka berarti kamu telah mencela. Jika tidak ada pada nya mengenai apa yang kamu percakapkan itu, berartilah kamu telah membuat suatu kebohongan terhadap dirinya.” Allah swt. mengharamkan mengalirkan darah seorang muslim tanpa hak Islam dan mengambil harta mereka serta melarang berburuk sangka, menceritakan aib saudara, baik saudara senasab maupun saudara se iman, agar senantiasa terpeli-hara kedamaian dan kemaslahatan dalam masyarakat, sehingaga pada ujung-ujung-nya mereka dapat melaksanakan ibadah kepada Tuhannya dengan tenang, sehingga hati mereka semakin merasa bahagia di dunia sebelum merasakan kebahagiaan yang paling hakiki yaitu kebahagiaan pada hari akhirat.
d. Menanggulangi Ghibah Semua orang yang beriman sebaiknya menyadari bahwa mudharat atau bahaya ghibah akan membinasakan dan merugikan diri sendiri. Mereka harus yakin bahwa perbuatan itu adalah sikap yang dibenci oleh Allah swt. dan dapat menghan-curkan pahala kesalehan pada hari akhirat. Karena pahala amal baik yang pernah dilakukan akan berpindah ke tangan orang yang dighi>bah di dunia,sebagai ganti dari perbuatannya mengghi>bah saudaranya. Kesimpulan, sebagai pengendali diri dari penyakit ghi>bah bagi seseorang yang beriman, sangat urgensinya mempercayai adanya hari akhirat, sehingga dapat memelihara lisannya dari banyak bicara yang tidak pantas seperti berdusta, meng-gibah. Dan hendaknyalah senantiasa memperbanyak berzikir kepada Allah, karena semakin banyak berzikir kepada Allah semakin terhindari pula dari bicara tidak pantas. Karena semua apa yang diucapkan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan pada hari akhirat. Karena itu mereka harus berusaha menutup rapat pintu-pintu ghibah seperti mengumpat, dendam, benci, marah dan sebagainya. Sebab lidah tidak mungkin mengucapkan dua hal yang
berbeda dalam waktu bersamaan, seperti zikir kepada Allah dan cerita bohong. Hal seperti tersebut tidak mungkin terjadi, tetapi yang jelas banyak berzikir kepada Allah, pasti sedikit ghi>bah kepada orang lain. Semakin banyak zikir kepada Allah, semakin banyak pula lupa yang lain. Demikian jugalah sebaliknya, semakin banyak ghi>bah dan bicara, semakin sedikit pula zikir kepada Allah. Kalau hal ini terjadi pada seorang beriman sepan-jang hidup, maka yang mengancam diri mereka adalah kebinasaan dan kerugian yang amat besar di hari akhirat.
8. Ta>rik al-s}ala>h (Meninggalkan Salat) Salah satu dampak negatif bagi orang yang beriman ialah meninggalkan salat. Meninggalkan salat adalah termasuk maksiat yang tergolong dosa besar dan sangat menentukan serta mempengaruhi keberadaan manusia itu sendiri di hari akhirat. Adapun bagi orang yang meninggalkan salat, Allah swt. memberikan peringatan sebagaimana firman-Nya dalam Q. S. Maryam /19: 59, َفْوَسَف ِتاَوَهَّشلا اوُعَبَّتاَو َةاَلَّصلا اوُعاَضَأ ٌفْلَخ ْمِهِدْعَب ْنِم َفَلَخَف ﴿اًّيَغ َنْوَقْلَي59﴾ Terjemahnya: Kemudian datanglah setelah mereka, pengganti yang mengabaikan salat dan mengikuti keinginannya, maka mereka kelak akan tersesat. Dari hadis ibn Jurair yang diceritakan oleh abu Zubair bahwasanya ia telah mendengar Jabir bin Abdullah mendengar Rasulallah saw bersabda:
ِهَّللا ِدْبَع َنْب َرِباَج َعِمَس ُهَّنَأ ِرْيَبُّزلا وُبَأ يِنَرَبْخَأ َلاَق ٍجْيَرُج ِنْبا ْنَع ِلُجَّرلا َنْيَب ُلوُقَي َمَّلَسَو ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا َلوُسَر ُتْعِمَس اُلوُقَي )ملسم هاور(ِةاَلَّصلا ُكْرَت ِرْفُكْلاَو ِكْرِّشلا َنْيَبَو Artinya:
(Perbedaan) antara orang-orang (yang beriman) dan orang musyrik, orang kafir, adalah meninggalkan salat. HR.Muslim Dalam riwayat lain dari Abdillah bin Buraidah dari ayahnya ia berkata bahwa Rasulullah saw pernah bersabda: ...ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا ُلوُسَر َلاَق َلاَق ِهيِبَأ ْنَع َةَدْيَرُب ِنْب ِهَّللا ِدْبَع ْنَع هاور ( َرَفَك ْدَقَف اَهَكَرَت ْنَمَف ُةاَلَّصلا ْمُهَنْيَبَو اَنَنْيَب يِذَّلا ُدْهَعْلا َمَّلَسَو )يذمرتلا Artinya: Adapun pemenuhan/penetapan yang memisahkan antara kami dan di antara mereka (orang musyrik dan kafir) adalah salat, maka barangsiapa telah meninggalkan salat, sungguh dia telah kafir. Sehubungan hadis tersebut di atas, Imam Nawawi mengartikan bahwa se-sungguhnya yang membedakan orang (yang beriman) dari orang musyrik, kafir adanya tidak meninggalkan salat. Dan apabila seseorang telah meninggalkan salat, maka jelaslah perbedaannya, syirk dan kufir sebagai suatu tembok pemisah, bahkan telah masuk di dalamnya pemisah (antara beriman dan musyrik serta kafir). a. Pengertian Menurut bahasa, ةالصلا كراتsemakna dengan ةالصلا عئاضartinya orang yang meninggalkan atau menyia-nyiakan salat. Adapun menurut syari’i, ialah sengaja menyia-nyiakan dengan meninggalkan syarat-syarat salat dan rukun-rukunnya pada waktu pelaksanaan salat. Menurut Ibnu Mas’u>d, Nakhiy, Qasim ibnu Mudhamira, Mujahid dan Ibrahim serta Umar ibnu Abdul Aziz yang dimaksud dengan ةالصلا اوعاضاialah menta’khirkan sala dari waktunya. Sementara Abdullah dan Hasan membaca اوعاض ا تاولصلاmenjamakkan kata ةالصلاmenjadi kata jama’ تاولصلا. Mereka mengatakan bahwa sengaja meninggalkan salat itu bagian dari dosa besar,yang akan membinasakan penganutnya. Qurt{ubi> berkata: “idha>’uh” adalah
kekafiran dan suatu pengingkaran terhadap salat.Abdullah bin Mas'ud berpenda-pat sebagaimana dikutip oleh Qurt{ubi> bahwa; tarku al-s}ala>h ialah menyia-nyiakan waktu-waktu salat dan tidak menegakkan sesuai dengan syarat-syarat dan rukun-rukunnya. Dari beberapa peryataan diatas, dapat disimpulkan bahwa ةالصلا كراتadalah sengaja meninggalkan salat, menyia-nyiakan waktu-waktunya dengan me-nunda-nunda pelaksanaanya, serta tidak menegakkan syarat-syarat dan rukun-rukun-nya, hal yang demikian sungguh termasuk orang yang meninggalkan salat.
b.Latar belakang Ta>rik al-S}ala>h Latar belakang meninggalkan atau menyia-nyiakan salat dijelaskan dalam Q.S. Maryam: 59, di atas dijelaskan bahwa “Maka datanglah sesudah mereka, (para nabi ) dan pengikut-pengikut mereka yang setia menegakkan batas-batas dan perintah Allah, melaksanakan semua kewajiban yang telah diwajibkan oleh Allah atas mereka, meninggalkan semua larangan-Nya.Mereka itulah mengajak orang ber-iman. pengganti (orang jelek) yang menyia-nyiakan salat dan memperturutkan hawa nafsu, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.”Dalam Q.S. al-Mudatsir: 43 menjelaskan pernyataan penghuni neraka saqar. Mengapa mereka menjadi penghuni neraka saqar? “Mereka menjawab: “Kami tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan sembahyang.”Para penghuni neraka mengatakan, mereka masuk neraka sakar karena di dunia tidak termasuk golongan mukmin yang menjalankan sembahyang. Bila ditelusuri Q.S. Maryam: 59 yang berbunyi “Maka datanglah sesudah mereka,” kata mereka itu siapa? di antara ulama tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan ‘mereka’ ialah para nabi dan rasul serta para pengikut mereka yang telah menegakkan batas-batas ketentuan dan perintah Allah.Mereka menunaikan kewajiban yang telah diwajibkan oleh Allah swt. dan meninggalkan segala larangannya.
Orang yang dimaksud menyia-nyiakan salat, sebagian ulama tafsir berpen-dapat ialah orang-orang Yahudi. Karena mereka memang telah meninggalkan salat yang telah diwajibkan dan mereka meminum khamar serta menghalalkan dan mengawini saudara kandungnya.Sementara al-Qurt}ubi> berkata bahwa yang dimaksud, “Maka datanglah sesudah mereka” Ialah anak-anak penjahat, yakni anak-anak yang jahat. Dalam Tafsir Ru>h al-Ma’a>ni disebutkan bahwa yang dimaksud orang-orang yang menyia-nyiakan salat dan mengikuti keinginan hawa nafsunya ialah orang-orang Yahudi, dan Nas{a>ra dan orang-orang fasik dari kalangan orang-orang mus-lim.Karena mereka meninggalkan salat dan memperturutkan keinginan hawa nafsunya yaitu mengawinkan putra-putri yang bersaudara kandung sebapak dan seibu. Sementara Allah mengharamkan atas seorang laki-laki mengawini saudaranya seibu sebapak. Dari pernyataan tersebut di atas disimpulkan bahwa, yang dimaksud orang yang meninggalkan salat adalah termasuk orang yang sering menunda-nunda melaksanakan salat dengan sengaja dan tidak juga meyakini bahwa salat tepat waktulah yang diwajibkan atas mereka. Mereka meninggalkan atau menunda-nunda waktu melaksanakan salat, karena pengaruh hawa nafsu belaka. Bahwa orang yang menunda salat atau meninggalkan satu fardu dan beberapa fardu salat, atau satu syarat dari syarat-syarat salat, atau meninggalkan satu rukun dari beberapa rukun salat, maka sungguh ia telah menyia-nyiakan salat. Orang yang meninggalkan salat atau menyia-nyiakannya termasuk orang yang melakukan dosa besar dan pelakunya akan memperoleh azab yang amat besar. Di antara azab neraka yang senantiasa mengancam bagi orang-orang yang meninggalkan salat ialah neraka saqar. Seperti telah dijelaskan di atas bahwa pada hari kiamat, penghuni surga akan bertanya kepada penghuni neraka, ‘apa yang menyebabkan kalian masuk neraka? Mereka menjawab, kami adalah orang-orang yang meninggalkan sembahyang. Oleh karena itu, Alquran mengajarkan kepada semua orang yang beriman yang terlanjur berbuat maksiat karena dorongan syahwat yang tak terkalahkan se-hingga mereka
terjun ke dalam jurang kemaksiatan dan tenggelam dalam lautan dosa, agar mereka bersegera bertaubat sebelum maut datang merenggut nyawa. Alquran mengajak mereka untuk kembali kepada Allah swt. dan melaksanakan ketaatan kepada-Nya, karena Allah Mahamenerima taubat hamba-Nya yang pernah meninggalkan salat atau menyia-nyiakan karena mengikuti hawa nafsu semata. Juga agar mereka beriman kepada Allah dan percaya tentang hari akhirat, serta melak-sanakan amalan-amalan saleh. Mereka itu akan dimasukkan ke dalam surga bersama-sama para pelaku kebaikan. Di Negara kita, Indonesia yang pemeluknya sekitar 80 % umat Islam, namun sungguh masih banyak yang melalaikan salatnya. Masih banyak di pelosok-pelosok desa belum memahami rukun-rukun dan syarat-syarat salat. Ribuan masjid dan musallah tersebar di seluruh wilayah ini, namun orang yang salat berjamaah pada setiap waktu masih sangat memprihatinkan, utamanya masjid-masjid di kam-pung-kampung. Bangunan-bangunan masjid berdiri indah dan megah, akan tetapi jamaahnya terkadang hanya satu saf atau kurang, utamanya waktu-waktu Zuhur dan Asar. pada awal Ramadhan semua masjid, musallah dan langgar penuh, tetapi men-jelang hari lebaran jamaah sudah mundur. Perjalanan sejarah pengamalan salat membuktikan hal tersebut, di lingku ngan instansi pemerintah maupun suwasta, ketika diadakan seminar atau pertemuan lainnya, hampir tidak ada yang memperhatikan awal waktu salat padahal salat yang paling baik dan amal paling disukai oleh Allah swt adalah melaksanakan pada awal waktu.Kalau hal seperti itu juga termasuk menyia-nyiakan salat, maka sungguh te pat sindiran Allah dalam Q.S. al-A’ra>f: 179, yang terjemahnya: Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak diperguna-kannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya un-tuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.
Demikianlah akibat bagi orang yang meninggalkan dan menyia-nyiakan sembahyang di dunia, mereka hidup tersiksa di akhirat. Selain meniggalkan sem-bahyang sebagai dosa lahiriyah juga enggang mengeluarkan zakat bagi orang yang mampu. 9. Ma>ni’u al-Zakah (Enggan Mengeluarkan Zakat) Enggang mengeluarkan zakat termasuk dampak negatif bagi perilaku orang yang beriman. Karena itu bukan saja disyariatkan kepada Nabi Muhammad saw., bahkan zakat telah lama dikenal dalam risalah-risalah agama samawi sejak dahulu. Antara lain disampaikan dengan jalan wasiatoleh Allah swt. Dia mewasiatkan kepada rasul-rasul-Nya, lalu para rasul menyampaikan kepada ummat mereka. Seperti Allah mewasiatkan kepada Nabi Isa as, sebagaimana dijelaskan dalam Q. S. Maryam /19: 30-31, (اًّيِبَن يِنَلَعَجَو َباَتِكْلا َيِناَتاَء ِهَّللا ُدْبَع يِّنِإ َلاَق30) اًكَراَبُم يِنَلَعَجَو ُتْنُك اَم َنْيَأاَم ِةاَكَّزلاَو ِةاَلَّصلاِب يِناَصْوَأَو ﴿ اًّيَح ُتْمُد31﴾ Terjemahnya: Dia (Isa) berkata: Sesungguhnya aku hamba Allah, Dia memberiku Kitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi, dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkahi, di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku melaksakan salat dan menunaikan zakat selama aku hidup. Tuhan menyampaikan kesaksian melalui ayat tersebut di atas, bahwasanya ‘Isa menyataka kesaksian Tuhannya kepada ibunya (Maryam) ketika dia menga-singkan diri, karena merasa keluarganya akan menuduh dirinya telah berbuat serong, bila mereka mengetahui bahwa dia telah mengandung.Ketika Isa lahir, ketika masih bayi, masih dalam buaiyan sudah bisa bicara, pertanda ‘Isa bukan anak zina dan ibunya bukan pezina. Karena tidak mungkin Tuhan mengangkat seorang nabi dan rasul dari anak-anak zina dan keturunan pezina. Salah satu kesaksiannya kepada Tuhannya dia berkata: “Dia memerintahkan aku untuk melaksanakan sembahyang dan menunaikan zakat selama aku masih hidup.”Bukan hanya Nabi Isa yang diperintahkan menunaikan zakat, tetapi nabi-nabi sebelum Isa pun diperintahkan. Mulai Nabi Ibrahim, Ismail, Ishaq, Ya’qub, hingga Nabi Musa. Syari’at
zakat berada dalam satu rangkaian ibadah fardu. Seperti salat dan puasa. Hal tersebut dijelaskan dalam Q.S. al-Anbiya>’/21: 72-73, (َنيِحِلاَص اَنْلَعَج اًّلُكَو ًةَلِفاَن َبوُقْعَيَو َقاَحْسِإ ُهَل اَنْبَهَوَو72)ْمُهاَنْلَعَجَو ِةاَلَّصلا َماَقِإَو ِتاَرْيَخْلا َلْعِف ْمِهْيَلِإ اَنْيَحْوَأَو اَنِرْمَأِب َنوُدْهَي ًةَّمِئَأ ﴿نيِدِباَع اَنَل اوُناَك ِةاَكَّزلا َءاَتيِإَو73﴾َ Terjemahnya: Dan Kami menganugerahkan kepadanya (Ibrahim) Ishaq dan Ya`qub, seba-gai suatu anugerah. Dan masing-masing Kami jadikan orang yang saleh. Dan Kami menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang mem-beri petunjuk dengan perintah Kami, dan Kami wahyukan kepada mereka agar berbuat kebaikan, melaksanakan salat, dan menunaikan zakat, dan hanya kepada Kami mereka menyembah. Dari ayat tersebut menjelaskan perkembangan zakat pada zama nabi Ibra-him, Ishaq dan Ya’kub telah disyariatkan bahkan sampai kepada nabi-nabi berikut-nya seperti nabi Isa.Sejalan dengan perkembangan Islam di Madinah sebagai pusat kekuasaan Islam. Zakat salah satu rukun dari rukun Islam yang lima.Zakat mulai diwajibkan di Madinah pada bulan Syawal tahun ke dua dari Hijrah Nabi Muham-mad saw. ke Madinah sesudah diwajibkan Puasa Ramadhan dan zakat fit}r. Zakat wajib hukumnya menurut Kitab Allah swt., Sunnah Nibi saw. dan semua ummat. Zakat merupakan sumber pendapatan negara yang sangat berarti bagi kelangsungan pemerin-tahan. Dari zakat ini dana bisa terkumpul dalam jumlah besar, sehingga dapat didaya gunakan untuk kepentingan negara. Dalam konteks ini, maka zakat menjadi tulang punggung perekonomian Negara dan umat Islam khususnya. Di Negara Indonesia telah terbentuk UU Nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Namun sampai dewasa ini, pelaksanaan zakat belum terealisasi sebagaimana yang diharapkan. Masih banyak umat Islam yang mampu, tidak menu-naikan zakat secara sempurna sesuai ajaran agama Islam. Sekalipun UU tersebut menetapkan bagi
pengelola zakat, infak dan sedakah yang melanggar hukum akan dijatuhi sanksi sesuai bab VII pasal 21 ayat 1 disebutkan bahwa; “Setiap pengelola zakat yang karena kelalaiannya tidak mencatat atau mencatat dengan tidak benar harta zakat, infak, sedakah, hibah, wasiat, waris, dan kafarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 8, 12, dan pasal 13 dalam undang-undang ini diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp.30.000.000, 00 (tiga puluh juta rupiah).” Namun Undang-undang tersebut tidak menetapkan ancaman hukum bagi umat Islam yang mampu berzakat, tetapi tidak mau mengeluarkan zakat. Padahal ajaran Islam dengan kitab sucinya Alquran dan Hadis telah banyak menyindir orang-orang yang mampu berzakat, tetapi tidak mengeluarkan zakat, seperti dijelaskan dalam Q. S. al-Taubah /9: 34-35, ِهَّللا ِليِبَس يِف اَهَنوُقِفْنُي اَلَو َةَّضِفْلاَو َبَهَّذلا َنوُزِنْكَي َنيِذَّلاَو (ٍميِلَأ ٍباَذَعِب ْمُهْرِّشَبَف34)اَهِب ىَوْكُتَف َمَّنَهَج ِراَن يِف اَهْيَلَع ىَمْحُي َمْوَي ْمُتْنُك اَم اوُقوُذَف ْمُكِسُفْنَأِل ْمُتْزَنَك اَم اَذَه ْمُهُروُهُظَو ْمُهُبوُنُجَو ْمُهُهاَبِج ( نوُزِنْكَت35 Terjemahnya: Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menginfak-kannya di jalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka, (bah-wa mereka akan mendapat) azab yang pedih.(Ingatlah) Pada hari ketika emas dan perak dipanaskan dalam neraka Jahannam, lalu dengan itu diset-rika dahi, lambung dan punggung mereka (seraya dikatakan) kepada mereka: “Inilah harta bendamu yang kamu simpan untuk dirimu sendiri, maka rasakanlah (akibat dari) apa yang kamu simpan itu.” Dari ayat tersebut dapat dipahami bahwa orang yang mampu berzakat, tetapi tidak berzakat termasuk orang yang berdosa besar. Karena itu, bagi orang yang tidak mengeluarkan zakat akan mendapat siksaan di dunia dan di akhi-rat.Adapun siksaan di akhirat ialah azab yang sangat menyakitkan. Sebagaimana dijelaskan dalam ayat 34-35
surah al-Taubah di atas. Dan adapun siksaan di dunia bagi manusia terkadang ditimpa kekurangan harta dan hilang dengan sia-sia. Dan terkadang diambil oleh penguasa secara paksa. Barang siapa mengingkari kewajiban zakat, sungguh dia mendustakan Allah dan rasul-Nya dan kafirlah dia.Pada haki-katnya, zakat merupakan mata rantai yang menghubungkan antara seorang hamba dengan Tuhannya dan seorang hamba dengan sesama hamba, dalam rangka mem-peroleh kemaslahatan bersama. Dengan zakat orang kaya dapat merasa bahagia karena tercucikan dirinya dari kotoran yang terdapat dalam harta yang melekat dalam hati kebakhilan dan keserakahan. Sekaligus dapat menunaikan kewajibannya sebagai orang yang mendapat amanat dari Tuhan berupa kekayaan. Sedangkan mustahiq (penerima) merasa bahagia menerima zakat dari orang kaya. Sehingga kesenjangan ekonomi dapat terkendalikan dan kesenjangan sosial dapat pula teratasi melalui zakat, infak dan sedakah. Di sinilah urgensinya pengendalian diri dari sifat-sifat kikir dan keserakahan terhadap harta yang telah diamanatkan oleh Allah swt. kepada s{a>hibulma>l.
2. Dampak negatif perilaku manusia yang beriman, sebab akibat kemaksiatan Pada mulanya, manusia hidup dalam kebahagiaan sampai kemudiaan timbul rasa dengki, loba dan tamak termanifestasi (terwujud) dalam berbagai corak. Maka, Allah swt. mengutus para nabi-Nya untuk menyampaikan keterangan dan khabar yang menggembirakan serta menyampaikan peringatan. Allah menyiksa orang-orang yang durhaka dan membinasakan umat yang ingkar. Dia mencabut keberkatan dari perilaku manusia yang bakhil dan serakah. Dan menyiksa mereka dengan menda-tangkan bencana yang menghangcurkan harta dan diri mereka. Kerusakan terjadi di alam dunia disebabkan oleh perilaku manusia itu sendiri, melanggar perintah Allah dan mengerjakan kemaksiatan. Dalam banyak ayat-ayat-Nya Tuhan menjelaskan bahwa, banyak umat terdahulu dibinasakan oleh karena perilaku kekafiran dan kezaliman mereka. Dan manusia sekarang pun banyak dibinasakan karena kemak-siatan yang mereka lakukan. Dan mereka
dimasukkan ke dalam neraka pada hari akhirat, di negeri al-Syaqa>wah kampung bagi orang-orang celaka yaitu neraka. Neraka adalah alam akhirat tempat orang kafir dan orang durhaka menga- lami siksaan dan kesengsaraan.Negeri al-Syaqawah tersebut sebagai tempat pem-balasan yang diperuntukkan oleh Allah swt. buat orang-orang yang gemar melaku-kan kemaksiatan di atas panggung bumi, kemudian mereka meninggal dunia sebe-lum bertaubat kepada Allah swt. Mereka itulah yang akan menjadi penghuni neraka. Sejalan dengan firman Tuhan dalam Q. S. Hu>d /11: 106-107 yaitu, (ٌقيِهَشَو ٌريِفَز اَهيِف ْمُهَل ِراَّنلا يِفَف اوُقَش َنيِذَّلا اَّمَأَف106)َنيِدِلاَخ ديِرُي اَمِل ٌلاَّعَف َكَّبَر َّنِإ َكُّبَر َءاَش اَم اَّلِإ ُضْرَأْلاَو ُتاَوَمَّسلا ِتَماَد اَم اَهيِف ﴿107 ﴾ Terjemahnya: Maka adapun orang-orang yang sengsara, maka (tempatnya) di dalam neraka, di sana mereka mengeluarkan dan menarik nafas dengan merintih. Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tu-hanmu menghendaki (yang lain). Sungguh Tuhanmu Maha Pelaksana ter-hadap apa yang Dia kehendaki. Ayat tersebut menerangkan tentang azab hari akhirat dalam neraka yang amat mengerikan bagi orang yang tidak percaya adanya hari akhirat, kemudian gemar melakukan kemaksiatan. Dikatakan, asy-Syaqi> orang yang celaka wajib baginya neraka karena kejahatan yang dia lakukan.Tuhan memperuntukkan azab neraka bagi orang-orang celaka pada hari akhirat. Alquran banyak kali mengungkap-kan sifat-sifat neraka, alat-alat penyiksaan yang digunakan, makanan dan minuman penghuninya. Dalam Surah al-Ma’a>rij /70: 15-16 diterangkan bahwa, “Sama sekali tidak! Sungguh neraka itu api yang bergejolak, yang mengelupaskan kulit kepala.” Di tempat lain dikatakan oleh Alquran Surah al-Humazah /104: 6-9. Terjemahnya: (Yaitu) api (azab) Allah yang dinyalakan, yang membakar sampai ke hati. Sungguh api itu ditutup rapat atas diri mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.”
Neraka tidak pernah kenyang.Neraka laksana perut yang tidak pernah ke-nyang, berapapun banyaknya isinya oleh manusia tidak pernah penuh. Kayu bakar-nya adalah manusia dan batu-batuan. Allah swt. berfirman dalam Alquran Surah al-Tahri>m/66: 6, ُةَراَجِحْلاَو ُساَّنلا اَهُدوُقَو اًراَن ْمُكيِلْهَأَو ْمُكَسُفْنَأ اوُق اوُنَماَء َنيِذَّلا اَهُّيَأاَي اَم َنوُلَعْفَيَو ْمُهَرَمَأ اَم َهَّللا َنوُصْعَي اَل ٌداَدِش ٌظاَلِغ ٌةَكِئاَلَم اَهْيَلَع (َنوُرَمْؤُي6 Terjemahnya: Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Melalui ayat tersebut di atas Tuhan memperingati hamba-Nya yang ber-iman agar mereka senantiasa memelihara diri dan keluarganya dari api neraka, yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Sehubungan dengan hebatnya azab tersebut, terkadang Tuhan menimpakan kepada manusia yang berdosa azab kecil sebelum datangnya azab yang maha pedih itu. Dalam perjalanan hidup manusia di atas permukaan bumi sering di perhadapkan berbagai macam cobaan berupa musibah gempa bumi, angin topan, banjir bandang, tsunami, kebakaran dan lain sebagainya. Itu semua terjadi silih berganti mengikuti rotasi keonaran dan kenistaan prilaku umat manusia itu sendiri dimana dan kapan pun di atas pundak bumi. Sejak dahulu kala sampai masa kini hal tersebut sering terjadi. Timbul pertanyaan mengapa hal tersebut terjadi? Sebagai dampak negatif iman kepada hari akhirat terhadap perilaku manu-sia akibat dari kemaksiatan yang dilakukan oleh para pelaku kejahatan sebagaimana telah dikemukakan secara panjang lebar di atas. Maka berikut ditampilkan tempat kembali mereka pada hari akhirat yaitu neraka dan segala macam azabnya, sebagai peringatan bagi orang yang beriman. Penamaan Alquran tentang neraka antara lain adalah Jahannam,
Laz\z\a, al-Hut}amah, Sa’ir, Saqar, Jahim, dan al-Ha>wiah. Bertitik tolak dari nama-nama neraka tersebut, akan ditelusuri kepada siapa yang diper-siapkan menurut pernyataan Alquran. Siapa yang menjadi calon penghuni neraka Jahannam, Laz\z\a, al-Hut}amah, Sa’ir, Saqar, Jah{i>m, dan al-Ha>wiah? Melihat banyak-nya orang yang menantang ayat-ayat Allah swt. dan banyak meninggalkan perintah-nya seperti meninggalkan salat, tidak mau mengeluarkan zakat dan lain-lain. Banyak orang melakukan pelanggaran kemaksiatan seperti berzina, minum khamar, judi, mencuri, korupsi, segok menyegok dan lain-lain. Qurais{ S}ih{ab mengutip perkataan sebagian ulama dan memberikan komentar bahwa nama neraka itu ada tujuh: Jahannam, Laz{z{a, al-H}ut}amah, Sa’ir, Saqar, Jah}i>m, dan al-Hawiyah. Karena ada tujuh anggota tubuh manusia yang merupakan sumber kedurhakaan yaitu; mata, telinga, lidah, perut, kemaluan, kaki dan tangan. Ketujuh anggota tubuh tersebut juga dapat menjadi sumber ketaatan kepada Allah asalkan yang dilakukannya disertai niat tulus, sehingga surga memiliki delapan pintu dengan penambahan niat. Sebagian ulama berkata bahwa Jahannam artinya neraka secara umum. Ia terdiri dari tujuh lapis yaitu 1) Neraka Sa’ir 2) Neraka Laz\z\a 3) Neraka Saqar 4) Neraka Jahīm 5) Neraka Jahannam 6) Neraka Ha>wiyah dan 7) Neraka H{ut}amah. Untuk menelusuri ungkapan Alquran tentang tujuh macam atau tujuh lapis neraka dan kepada siapa calon penghuni tujuh lapis neraka tersebut sebagai dampak negatif akibat perilaku kemaksiatan manusia, maka penulis menelusuri ayat-ayat Alquran dengan mengantar para pembaca kepada uraian berikut. Pertama: Neraka Sa’i>r Dalam Alquran perkataan al-Sa’i>r dengan menggunakan isim ma'rifah ditandai dengan huruf “ )ريعسلا( “ لاdigunakan sebanyak 8 kali, dan "isim nakirah" tidak punya " )اريعس( "لاdigunakan 8 kali pula. Antara lain yang digunakan dengan "Isim ma'rifah" atau yang mempunyai "ريعسلا" لاseperti yang terdapat dalam Q. S. al-Muluk/67: 10-11 yaitu,
ِباَحْصَأ يِف اَّنُك اَم ُلِقْعَن ْوَأ ُعَمْسَن اَّنُك ْوَل اوُلاَقَو (ِريِعَّسلا10)(ِريِعَّسلا ِباَحْصَأِل اًقْحُسَف ْمِهِبْنَذِب اوُفَرَتْعاَف11) Terjemahnya: Dan mereka berkata "sekiranya (dahulu) kami mendengarkan atau memi-kirkan (peringatan itu ) tentulah kami tidak termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala (10). Maka mereka mengakui dosanya, Tetapi jauhlah dari rahmat Allah bagi penghuni neraka yang menyala-nyala (11). Sedangkan contoh "isim nakirah" yang tidak mempunyai " ( لا " )اريعس sebagaimana terdapat dalam Q. S. al-Nisa>’/4: 10, yaitu, اًراَن ْمِهِنوُطُب يِف َنوُلُكْأَي اَمَّنِإ اًمْلُظ ىَماَتَيْلا َلاَوْمَأ َنوُلُكْأَي َنيِذَّلا َّنِإ (اًريِعَس َنْوَلْصَيَسَو10 Terjemahnya: Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api dalam perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). Dalam uraian neraka Sa’i>r, akan dikemukakan sebagai jawaban dari perta-nyaan bagaimana mengenal neraka sa’ir dan azabnya serta kepada siapa diper untukkan neraka tersebut. Para pembaca disilahkan mengikuti dan menyimak sampai akhir. a. Pengertian al-Sa’i>r, Sa’i>r dari kata" رعس- "ارعس – رـعسيsemakna dengan رـحلا رعسلاartinya panas, juga dikatakan ريـعـسل ا: رانلا. artinya api neraka, juga disebut رانلا ءامسأ نم ريعسلاartinya Sa’i>r adalah salah satu nama dari nama-nama neraka. b.Calon Penghuni Neraka Sa’i>r Sekalipun Allah telah mengulang-ulangi penegasan nereka tersebut kepada orang-orang yang beriman khususnya dan manusia pada umumnya tentang ancaman Allah bagi orang-orang yang menantang ajaran agama Allah dengan ancaman neraka Sa’i>r. Yaitu api yang menyala-nyala sebagai tempat kembali para pelaku kejahatan pada hari akhirat, namun masih banyak manusia tidak percaya bahkan menantang Allah dan Rasul-Nya. Mereka lebih senang mengikuti bisikan setan daripada mengi-kuti ajaran yang
dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Hal tersebut ditegaskan dalam Q.S. al-Hajj /22: 4, yaitu, (ٍديِرَم ٍناَطْيَش َّلُك ُعِبَّتَيَو ٍمْلِع ِرْيَغِب ِهَّللا يِف ُلِداَجُي ْنَم ِساَّنلا َنِمَو3) (ِريِعَّسلا ِباَذَع ىَلِإ ِهيِدْهَيَو ُهُّلِضُي ُهَّنَأَف ُهاَّلَوَت ْنَم ُهَّنَأ ِهْيَلَع َبِتُك4) Terjemahnya: Dan diantara manusia ada yang berbantahan tentang Allah tanpa ilmu dan hanya mengikuti para setan yang sangat jahat. Tentang setan, telah ditetap- kan bahwa siapa yang berkawan dengan dia, maka dia akan menyesat-kannya, dan membawanya ke azab neraka sa'ir. Yang dimaksud dengan “membantah Allah” ialah menantang sifat-sifat dan af’a>l Allah, serta kekuasaan-Nya yang menghidupkan lagi kembali manusia yang sudah hancur menjadi tanah, dan mengatakan bahwa malaikat-malaikat itu adalah putri-putri Allah dan Alquran itu adalah dongeng-dongeng bagi umat-umat terda-hulu kisah-kisah dan khurapat-khurapat mereka saja.Mereka mengingkari adanya hari kebangkitan dan berkata bahwa Allah tidak berkuasa menghidupkan lagi semua manusia yang telah hancur bercampur dengan tanah.Dalam bantahannya, mereka hanya mengikuti bisikan setan tidak dilandasi dengan ilmu pengetahuan sehingga mereka berlarut dalam kerusakan dan tenggelam dalam lautan dosa yang pada akhirnya mereka terbawa dalam neraka Sa’i>r. Karena mereka laksana boneka yang mudah dipermainkan oleh anak-anak. Mereka tidak berdaya dipermainkan oleh bisikan setan yang amat dahsyat dalam dada mereka. Sehingga mereka tidak berdaya lagi, mengikuti petunjuk Alquran yang disampaikan oleh nabi Muhammad saw. bahkan mereka berpaling daripadanya seakan-akan mereka tidak mendengar seruan suci. Di akhirat mereka yang semacam itu akan tenggelam dalam api neraka yang menyala-nyala, mereka merasakan sakitnya azab sehingga mereka menyesalkan diri sekiranya mereka mengikuti ajaran yang dibawa Nabi Muhammad tentu tidak menjadi penghuni neraka. Sebagaimana di tegaskan dalam Q. S. al-Muluk/67: 10-11 diatas.
Sehubungan dengan ayat-ayat sebelumnya, Allah menegaskan bahwa orang kafir yang tidak beriman kepada Tuhan dan hari akhirat diberi ancaman sebagai calon penghui neraka Jahannam, sebagai tempat kembalinya. Mereka dilemparkan masuk kedalam api yang sedang menyala-nyala disertai dengan suara yang mengeri-kan dengan gertakan yang sangat menyakitkan hati karena kemarahan dan kebencian atasnya. Para malaikat penjaga neraka berkata dengan suara menyeramkan, tidak-kah datang kepada kalian rasul-rasul Allah untuk memberikan peringatan tentang azab Allah yang kalian rasakan sekarang ini? Para penghuni neraka itu menjawab, “sesungguhnya telah datang kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakannya dan kami katakan: Allah tidak menurunkan sesuatu pun, kamu ti-dak lain hanyalah di dalam kesesatan yang besar.”Demikian itulah jawaban orang-orang kafir. Mereka berkata setelah berada di dalam neraka bahwa benar-benar telah datang kepada kami seorang rasul dari sisi Allah. Tuhan kami memberi peringatan kepada kami, menakut-nakuti kami tentang azab Allah, tetapi kami sendiri mendus-takannya tidak mau percaya kepada Allah dan hari akhirat. Bahkan kami hanya berkata kepadanya, Allah tidak menurunkan sesuatu atas lidahmu, tidak mungkin ia mewahyukan kepadamu sesuatu yang gaib dan berita-berita akhirat dan syari’at yang diperintahkan oleh Allah.Seperti itulah bantahan para orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah dan rasul-Nya. Mereka membantah para pembawa peringatan tentang ancaman azab Allah swt. bagi orang-orang kafir. Hal itu ditegas-kan dalam Q.S. al-Zumar /39: 71-72, "Orang-orang kafir dibawa ke neraka Jahannam berombong-rombongan. Sehingga apabila mereka sampai ke neraka itu dibukakanlah pintu-pintunya dan berkatalah penjaga-penjaganya kepada mereka, “Apakah belum pernah datang kepadamu rasul-rasul di antaramu yang membacakan kepadamu ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan pertemuan dengan hari ini?” Mereka menjawab: “Benar (telah datang)." Tetapi telah pasti berlaku ketetapan azab terhadap orang-orang yang kafir. Dikatakan (kepada mereka): "Masukilah pintu-pintu neraka Jahannam itu,
sedang kamu kekal di dalamnya. Maka neraka Jahannam itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang menyombongkan diri." Inilah hujjah atas keadilan Allah kepada semua manusia. Bahwa Dia tidak menyiksa sesorang pun dari hamba-Nya sebelum disampaikan terlebih dahulu peringatan dengan mengutus kepada mereka para Rasul Allah. Untuk mengajak kepada kebena-ran dan memberikan nasehat dan contoh-contoh yang jelas atau keterangan tentang hakikat kebenaran. Seperti kebenaran adanya Allah swt. dan kemahakuasaan-Nya serta adanya hari akhirat dan segala hal ihwalnya."Dan Kami tidak menyiksa mereka sebelum Kami mengutus kepada mereka seorang Rasul." Karena itu, Allah swt. atas kemahasayangnya kepada hamba-Nya sehingga mengutus seorang rasul kepada setiap kaum untuk mengajarkan kebenaran dan menyampaikan ajaran Tuhan demi kemaslahatan manusia itu sendiri. Kedua: Neraka Laz}z}a Pengertian laz}z}a semakna dengan al-lahb artinya lidah api yang ber-nyala-nyala. Laz}z}a adalah salah satu nama neraka yang disiapkan oleh Allah swt. untuk para pelaku kemaksiatan kepada Allah dan Rasul pada hari akhirat. Dan sesungguhnya dia, adalah api neraka yang bernyala-nyala atau jahannam. Dalam Q. S. al-Ma’a>rij/70: 15-18 disebutkan “sekali-kali tidak”! Karena sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergejolak, yang mengelupaskan kulit kepala, yang memanggil orang yang membelakang, dan yang berpaling (dari agama) serta me-ngumpulkan (harta benda), lalu menyimpannya. Dalam ayat tersebut dikatakan, “Sekali-kali tidak “(awal ayat 15 surah al-Ma’a>rij) maksudnya, bahwa segala hara-pan orang yang dalam kesengsaraan karena ditekan oleh perasaan berdo’a itu tidak dapat dilepaskan, meskipun ditolong oleh orang lain, “karena sesungguhnya neraka itu adalah api yang bergejolak” (awal ayat 15 al-Ma’a>rij di atas). Secara sadar, semua orang tidak ada yang ingin menjerumuskan diri ke dalam bara api yang bergejolak. Mereka takut dari api yang amat dahsyat, kalau-kalau terlempar masuk ke dalam api yang bernyala-nyala tersebut. Karena sangat panasnya api
tersebut, maka tidak ada seorang pun yang mau mendekatinya, “karena sangat panasnya api yang mengelupaskan kepala.” (ayat 16 surah al-Ma’a>rij di atas ). Siapa yang bakal menjadi penghuni neraka ini? Niscaya orang yang berdosa. Api tersebut menyala terus membakar wajah dan badan penghuninya mulai dari ujung kepala sampai ke ujung kaki.Betapa tersiksanya penghuni neraka, mereka merasakan pedihnya, jauh lebih pedih dan mengerikan dari semua api di dunia. Sebagai balasan atas kemak-siatan yang telah mereka lakukan di bumi. Karena mereka berpaling dari ajaran agama di dunia, tidak mau menjadikan saleh amalnya, mereka tidak mau mengelu-arkan zakat, infak dan sedekah dari sebagian rezki yang diberikan oleh Allah. Demikianlah kegiatan mereka, mereka sibuk mencari harta kekayaan dan mengumpulkan sampai mati. Sehingga harta semakin bertumpuk-tumpuk, mereka tidak mau membelanjakan walaupun buat kebaikan diri mereka sendiri. Mereka kumpulkan sampai bertimbun-timbun buat dirinya. Rezki yang diberikan oleh Allah seperti emas, perak, rupiah disimpan saja tidak dibelanjakan untuk keperluan agama, atau untuk diberikan sebagian kepada keperluan sosial masyarakat, termasuk tidak memberikan zakatnya kepada fakir miskin.Mereka menyangka bahwa semua harta yang ada di tangannya adalah milik pribadinya secara mutlak. Mereka menyangka tidak ada hak dan kewajiban bagi orang lain. Manusia yang seperti inilah sebagai calon penghuni neraka laz}z}a di hari akhirat. Alquran telah menjelaskan betapa sayangnya Tuhan kepada manusia yang beriman agar mereka tidak terjerumus dalam kebinasaan, karena itu Dia menurunkan al-Kitab dari sisi-Nya buat pedoman bagi mereka, agar supaya tidak salah pilih jalan dalam kehidupan di atas bumi. Dan tidak ada yang bisa memberikan petunjuk kepada mereka selain Dia sendiri.“Sesungguhnya kewajiban Kamilah memberikan petunjuk.” (al-Lail ayat 12). Ayat tersebut menegaskan bahwa sesungguhnya Allah swt. telah menje-laskan petunjuk yang harus diikuti oleh manusia yang beriman agar tidak tersesat. Dan menjelaskan
yang halal dari yang haram, yang haq dari yang batil, yang baik da-ri yang buruk, kemaksiatan dan ketaatan, sebagai jalan para Nabi dan Rasul. Karena itu, Dia menurunkan Kitab kepada mereka yang memuat hukum-hukum Tu-han, penjelasan aqidah, ibadah, muamalah, dan akhlak.Agar manusia yang ber-iman terhindar dari keraguan tentang petunjuk Tuhan. Dia menegaskan bahwa yang berkuasa hanyalah Allah swt., baik kekuasaan di dunia maupun di akhirat. Karena hanya Allah-lah pemilik kekuasaan di akhirat dan di dunia. Dia-lah yang menciptakan apa yang Dia kehendaki. Tidak ada yang dapat memberikan mudarat kepada yang Dia berikan hidayat. Tidak akan menambah kerajaan-Nya karena petunjuk dari semua manusia. Ketaatan semua manusia kepada-Nya tidaklah membawa manfaat bagi diri Tuhan. Kemaksiatan mereka tidak juga mengurangi kerajaan Tuhan. Melainkan semakin taat manusia kepada Tuhannya, semakin ting-gilah kedudukan manusia itu sendiri di sisi Tuhan. Semakin banyak kemaksiatan yang diperbuat seseorang, semakin jelek pula dia dan semakin turunlah marta- bat-nya dari kedudukannya sebagai makhluk termulia diciptakan. Agar kemuliaan tetap terpelihara bagi manusia, Tuhan memberikan peri-ngatan atau bimbingan dalam rangka melepaskan diri dari gejolak lidah api neraka yang menyala-nyala sebagaimana dijelaskan dalam Q. S. al-Lail /92: 14-16,
(ىَّظَلَت اًراَن ْمُكُتْرَذْنَأَف14)(ىَقْشَأْلا اَّلِإ اَهاَلْصَي اَل15)َبَّذَك يِذَّلا ( ىَّلَوَتَو16 ) Terjemahnya: Maka Aku memperingatkan kamu, dengan neraka yang menyala-nyala. yang hanya dimasuki oleh orang yang paling celaka, yang mendustakan (kebenaran) dan berpaling (dari iman). Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah swt. mengingatkan semua manusia yang beriman tentang kehebatan neraka yang senantisa menyala-nyala siang dan malam sangat menyakitkan dan menakutkan. Tidak ada yang akan masuk ke dalam-nya kecuali pendusta,
tidak mau beriman kepada Allah dan hari akhirat, mereka mengingkari Allah dan Rasul, tidak percaya kebenaran ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. dari Allah. Mereka berpaling dari iman kepada Allah swt. dan tidak mau mengikuti syariat dan hukum-hukum Alquran dan sunnah Nabi serta tidak mau taat atas perintah-Nya serta tidak percaya kepada hari akhirat. Demikian itulah calon-calon penduduk neraka Laz}z}a. Ketiga: Neraka Saqar a. Pengertian Saqar terambil dari kata رقس- رقسي- ارقسartinya menghanguskan serta menyakitkan otak. " " هـنول تريغ و هدلج تحول نالف سمشلا وأ رانلا رقسartinya si fulan hangus oleh api atau matahari merubah kulitnya karena sangat panasnya artinya mengelupas kulitnya dengan sengatan matahari atau api. Juga dikatakan " رقس: مـنهـج ءامسأ نم مساSaqar adalah salah satu nama dari nama-nama Jahannam. Abu Ja’far berkata " باب مسا اهناف رقس اما " منـهـج باوبأ نمAdapun saqar adalah nama sebuah pintu dari pintu-pintu jahannam. Dikatakan يسمشلا هـترقس نم رقس تيمس امناDinamai saqar orang yang hangus karena matahari yang sangat panasnya mengelupas kulit. Neraka saqar membakar kulit dan wajah penghuninya. Abu Abbas berkata bahwa saqar adalah tingkat yang keenam dari neraka Jahannam.Dari beberapa pernyataan tersebut, dapat dipahami bahwa neraka saqar termasuk juga neraka jahannam yang diperun-tukkan kepada manusia dan jin yang melanggar perintah Tuhan, kemudian mening-gal sebelum mereka bertobat. b. Keniscayaan ‘Azab Neraka Saqar Bagaimana azab neraka saqar itu? Q. S. al-Mudas\s\ir/74: 26-30 mengung-kapkan secara tegas yang terjemahnya sebagai berikut; Kelak, Aku akan memasukkannya ke dalam (neraka) saqar. Dan tahukah kamu apakah (neraka) saqar itu? Ia (Saqar itu) tidak meninggalkan dan tidak membiarkan. Yang menghanguskan kulit manusia. Di atsnya ada sembilan belas (malaikat penjaga)."
Yang dimaksud tidak meninggalkan dan tidak membiarkan (ayat 28) di atas, ialah apa yang dilemparkan ke dalam neraka itu diazab sampai binasa kemu-dian dikembalikan lagi seperti semula, kemudian diazab lagi. Dikatakan tidak ada yang tersisa dari tulang-tulangnya, daging dan darahnya kesemuanya hangus ter-bakar kemudian dikembalikan lagi seperti kejadian yang baru. Demikianlah sete-rusnya, mereka tidak dibiarkan terputus merasakan pedihnya azab. Mujahid ber-kata, orang yang masuk di dalam neraka saqar tidak hidup dan tidak pula mati. Sebagian ulama tafsir mengungkapkan bahwa neraka saqar menghanguskan daging mereka, urat-urat mereka, tulang-tulang dan kulit-kulit mereka kemudian digantikan lagi. Demikianlah terus-menerus mereka tidak mati dan tidak pula hidup. Mereka dijadikan seperti itu agar merasakan pedihnya azab neraka, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Nisa>’/4 : 56, ayat ini menegaskan bahwa, Terjemahnya: Sungguh orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus Kami ganti dengan kulit yang lain, agar mereka merasakan azab. Sungguh, Allah Mahaperkasa Mahabijaksana. Dikatakan bahwa pada hari akhirat nanti orang-orang jahat akan diseret ke dalam neraka saqar, karena mereka telah kafir dan mendustakan ayat-ayat Allah, mereka tidak percaya kepada Allah dan hari akhirat. Ibnu Abbas memberikan komentar tentang firman Tuhan Q.S. al-Qamar /54: 49 bahwa yang dimaksud ayat tersebut ٍءْيَش َّلُك اَّنِإ ‘ ٍرَدَقِب ُهاَنْقَلَخSesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.Dalam ayat ini terkandung maksud bahwa Allah swt. telah menjadikan semua manusia sesuai dengan kadarnya dan menjadikan bagi mereka kebaikan sesuai dengan nilai kebaikan yang mereka perbuat, dan menjadikan bagi mereka keburukan sesuai dengan kejahatan yang mereka perbuat. Maka orang yang berbuat kebaikan, akan dibalas dengan kebaikan pula dengan kehidupan yang membahagiakan. Sebaliknya bagi pelaku kejahatan akan dibalas
dengan kejahatan pula dengan kehidupan yang sangat menyengserakan yaitu dengan azab yang sangat pedih dalam neraka sebagai tempat kembali yang sejelek-jeleknya di hari akhirat. c.Sebab-sebab Mereka Masuk Neraka Saqar Adapun sebab-sebab orang masuk neraka saqar berdasarkan informasi Alquran bahwa para penghuni surga saling bertanya tentang para penjahat. Ketika Tuhan menceritakan bahwa setiap orang atau nafs tergadai dengan apa yang dia telah usahakan, artinya setiap orang tertahan dengan apa yang diamalkan di atas dunia. Terikat dengan apa yang telah dilakukan terlebih dahulu ketika hari kiamat. Jika amalnya terdahulu adalah perbuatan baik, maka di akhirat akan memperoleh pula kebaikan dengan kebahagiaan dan keselamatan bebas dari siksaan. Jika perbuatannya yang terdahulu itu jahat, maka di hari kiamat ia disiksa ‘kecuali golongan kanan’ ayat 39 al-Mudas\s\ir artinya “orang-orang yang beriman yang mene-rima suratan mereka dengan tangan kanannya mereka itu tidak tergadai dengan dosa-dosa mereka, bahkan mereka dibebaskan karena kebaikan amal-amal mereka di dunia. Mereka berada di dalam surga ‘mereka saling bertanya tentang hal orang-orang jahat apa yang menyebabkan mereka masuk neraka.” Dikatakan, pada waktu itu penghuni neraka menjawab: a. Kami tidak pernah salat, b. Kami tidak pernah memberi makan orang miskin, c. Kami bersama-sama orang-orang yang bergelimang dalam kemaksiatan dan, d. Kami mendustakan hari kiamat, tidak mempercayai adanya hari akhirat, sampai kami mati tidak bertaubat. Menurut Alquran ada empat penyebab orang masuk neraka saqar yaitu: pertama, adalah orang-orang yang tidak melaksanakan salat wajib lima kali sehari semalam di masa hidupnya di atas pundak bumi, mereka tidak menyembah Allah sebagaimana orang-orang mukmin yang lain yang telah taat melaksanakan salat. Kedua, mereka yang
tidak berbuat baik kepada sesama manusia khususnya tidak memberikan belanja kepada orang-orang miskin, tidak memberikan makan kepada orang-orang fakir yang sangat membutuhkan bantuan padahal di tangannya banyak perbendaharaan kekayaannya, yang mana terdapat hak orang fakir miskin ada padanya. Ketiga, mereka senantiasa bergaul dengan orang-orang yang senang ber-buat kebatilan dalam kemaksiatan, setiap ada kejahatan, ia juga terlibat dalam kejahatan, atau sering omong yang mereka sendiri tidak tahu apa yang diomongkan, selalu dalam kedustaan. Apa yang disampaikan oleh Nabi Muham-mad saw, mereka mengatakan, semua itu adalah sihir, dongeng, orang gila, tukang syair.Keempat, mereka adalah tukang dusta, mereka tidak mempercayai adanya hari kiamat sampai mereka mati. Inilah keempat macam penyebab orang masuk neraka saqar jika selama hidupnya di dunia tidak salat dan tidak mengeluarkan zakat, padahal sudah mampu. Mereka selalu bersama-sama orang yang selalu berbuat kejahatan, bergolong de-ngan kaum penantang agama Allah dan mengingkari hari pembalasan, hari kebang-kitan, hari penghisaban dan hari akhirat. Keempat: Neraka Jah{i>m Selain neraka Saqar, Laz}z}a, Jahannam, juga ada nama neraka “Jah{ĭm.” Alquran menyebutkan sebanyak 25 kali. a.Pengertian Jah{i>m berasal dari kata مـحـجterdiri dari tiga huruf yaitu " ح – ج- م semakna dengan دـقو اyang artinya menyalakan atau menyala, رـمـجلا محاجbara api yang bernyala ميـحـجلا,neraka jah{i>m. dia juga salah satu nama dari nama-nama Jahannam. Kalau Allah swt. menjanjikan orang-orang yang beriman dan senantiasa mengerjakan amal saleh untuk mereka adalah ajrun ‘az}i>m (pahala yang besar) yaitu surga sebagai tempat kebahagiaan bagi pemeluknya. Maka bagi orang-orang kafir, mendustakan ayat-ayat Allah, tidak mau percaya adanya Allah dan hari kemudian, serta tidak membenarkan ajaran yang dibawa Nabi Muhammad saw., bagi mereka disiapkan
neraka Jah{i>m, sebagai tempat kembalinya al-Jah{īm yaitu api unggun yang amat besar dan disebut juga sebagai باذعلا راد, kampung azab. Di tempat lain Tuhan berfirman dalam Q.S. al-Ma>idah/5: 10
(ميِحَجْلا ُباَحْصَأ َكِئَلوُأ اَنِتاَيآِب اوُبَّذَكَو اوُرَفَك َنيِذَّلاَو10) Terjemahnya; Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka. Ketika Tuhan ingin memberikan penegasan ancaman bagi orang-orang kafir dan para pendusta, terlebih dahulu Dia menjelaskan janjinya, sebagai berita gembira bagi orang-orang yang beriman dan senantiasa mengerjakan amal saleh, menegakkan keadilan, bertakwa dengan sungguh-sungguh kepada Allah swt., maka disediakan untuk mereka tempat kesenangan yaitu surga. Sekalipun Tuhan telah memberikan khabar gembira, dan berita kebenaran hakiki, namun masih banyak orang tidak mau percaya terhadap kebenaran itu. Sehingga masih banyak orang melakukan kemak-siatan. Larangan dilakukan seakan-akan perintah, sementara perintah ditinggalkan seakan-akan larangan. Mereka gemar melakukan larangan, mengikuti keinginan selera nafsu, sekalipun bertentangan dengan ajaran agama. Karena itu Tuhan mene-gaskan sebagai calon-calon penghuni neraka “Ula>ika As}ha>bu al-Jah{i>m” ‘mereka itu penghuni neraka Jah{i>m (ujung ayat 10 al-Ma>idah) dan hal tersebut ditegaskan pula dalam Q.S. al-Ma>idah /5: 86, (ِميِحَجْلا ُباَحْصَأ َكِئَلوُأ اَنِتاَيآِب اوُبَّذَكَو اوُرَفَك َنيِذَّلاَو86) Terjemahnya: Dan orang-orang kafir serta mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itulah penghuni neraka jahim.
Kedua ayat tersebut merupakan keterangan yang sangat jelas bagi orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, bahwa orang-orang kafir dan mendustakan ayat-ayat Allah swt. dan tidak mau percaya kebenaran adanya hari pembalasan di akhirat, mereka pasti merasakan azab neraka.
b.Calon-calon Penghuni Neraka Jah{īm. Dalam banyak ayat Alquran, ditegaskan sebab-sebab orang menjadi calon penghuni neraka Jah}īm. Seperti kaum kafir, kaum musyrik, para mutakabbirin, dan para mukazzabin tentang ayat-ayat Allah swt. seperti dijelaskan dalam Q.S. al-Ma>idah: 10, 86 di atas dan Q.S. al-Hadi>d/57: 19,
ْمِهِّبَر َدْنِع ُءاَدَهُّشلاَو َنوُقيِّدِّصلا ُمُه َكِئَلوُأ ِهِلُسُرَو ِهَّللاِب اوُنَماَء َنيِذَّلاَو ُباَحْصَأ َكِئَلوُأ اَنِتاَيآِب اوُبَّذَكَو اوُرَفَك َنيِذَّلاَو ْمُهُروُنَو ْمُهُرْجَأ ْمُهَل (ِميِحَجْلا19﴾ Terjemahnya: Dan orang-orang yang beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, mereka itu orang-orang yang tulus hati pencinta kebenaran, dan saksi-saksi di sisi Tuhan mereka. Mereka berhak pahala dan cahaya. Tetepi orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni-penghuni neraka. Alquran menegaskan bahwa orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka adalah orang-orang s}iddiqin dan orang-orang yang menjadi saksi di sisi Tuhan mereka. Bagi mereka pahala dan cahaya mereka. Sedangkan “orang-orang kafir dan mendustakan ayat-ayat Allah, mereka adalah penghuni-penghuni neraka al-Jahim.” Sebelum ayat tersebut ditutup sebagai informasi tentang azab yang amat pedih bagi para penghuni neraka Jahi>m. Tuhan menegaskan terlebih dahulu bahwa orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya mereka adalah orang-orang s}iddi>-qi>n yaitu
orang-orang yang jujur, orang-orang yang benar dalam segala amal dan perilakunya. Dengan kehalusan dan kelembutan orang-orang yang benar lagi jujur dapat dirasakan oleh masyarakat sekitarnya, bahwa orang-orang yang beriman sejati mesti harus jujur dan tidak keberatan mengelurkan tangannya kepada orang yang mustahiq memperoleh infak sedekah dan zakatnya. Karena itu Tuhan menegaskan janji-Nya bahwa,"Untuk mereka adalah ganjaran mereka dan cahaya mereka." Janji Tuhan pasti ditepati, bahwa mereka akan memperoleh pahala yang berlipat ganda dari kebaikan yang telah mereka usahakan. Sebab mereka sangat mementingkan masyarakat di luar dari dirinya, menanamkan cintanya kepada sauda-ranya dalam Islam atau saudara dalam tetangga, menjadikan hatinya semakin kaya dan terbuka. Hati yang terbuka juga termasuk memperoleh limpahan cahaya dari Tuhan sehingga kehidupan mereka semakin tenteram dalam masyarakat baik di dunia maupun di akhirat. Mereka itulah akan memperoleh pahala surga, karena perilakunya selalu mendapatkan pancaran cahaya iman dari Tuhan dan hari akhirat, sehingga hidup mereka semakin gilang-gemilang, serta wajah semakin berseri-seri menikmati kehidupan duniawia dan ukhrawia. Selain Tuhan melukiskan tentang kehidupan orang-orang yang sungguh-sungguh beriman kepada Allah dan rasul-rasul-Nya pada hari kemudian, Dia juga menyebutkan ganjaran bagi orang-orang yang mendustakan ayat-ayat-Nya. Dan orang-orang kafir dan mendustakan ayat-ayat-Nya mereka itulah orang-orang yang akan menjadi penduduk neraka jah{im. (ujung ayat 19 al-Hadi>d di atas) Dalam sebuah riwayat diceritakan dari Nabi saw. bahwa beliau telah ber-sabda: "Apabila seorang hamba berkata, sesungguhnya saya takut dari neraka, tetapi tidak menahan diri dari perbuatan dosa, maka dia adalah pendusta di sisi Allah swt. bukanlah seorang yang bertobat. Dan apabila seorang hamba berkata, bahwa sesung-guhnya saya sangat rindu masuk ke dalam surga, tetapi tidak mengamalkan sesuatu amal untuk penduduk surga, maka dia adalah seorang pendusta. Dan apabila seorang hamba berkata,
saya sungguh mencintai Nabi saw. tetapi tidak mengikuti Sunnah-nya, maka dia adalah pendusta. Apabila seorang hamba berkata, sesungguhnya aku rindu sekali berpelukan dengan seorang anak bidadari, tetapi tidak memberikan maharnya, maka dia adalah pendusta. Orang yang bertobat adalah kekasih Allah dan Rasul-Nya. ”Orang yang bertobat, bukan saja mengucapkan lafaz{ " " هيلا بوتأ و ميظعلا هللا رفغتساsaya minta istigfar kepada Allah. akan tetapi orang yang bertobat menurut penulis harus terpenuhi minimal 8 syarat yaitu: 1. Menyesali diri dari semua dosa yang telah pernah diperbuat, 2. Menunaikan Fardu yang telah ditetapkan oleh Allah swt, 3. Mengembalikan barang / dosa yang telah di lakukan, 4. Memaafkan orang yang pernah menyakitinya, 5. Memutuskan dalam hati, tidak akan berbuat dosa lagi, 6. Mendidik jiwanya dalam ketaatan kepada Allah, sebagaimana ia mendidik diri dari perbuatan maksiat, 7. Merasakan pahitnya ibadah, sebagaimana ia merasakan manisnya kemak-siatan, dan 8. Senantiasa memelihara makanan dan minumannya dari yang haram. Delapan syarat taubat tersebut merupakan mata rantai yang saling berkai-tan antara satu dengan yang lain bagi diri setiap orang yang bertaubat kepada Allah swt. demi meraih rida yang ada di sisi Allah swt. itu sendiri. Sejalan dengan firman-Nya Sura al-Baqaran ayat 222. “Sungguh Allah menyukai orang yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.” Dari beberapa uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa salah satu calon penghuni neraka Jahim adalah, orang-orang yang telah melanggar larangan agama, melakukan kemaksiatan kepada Allah, tidak mau mentaati perintah-Nya. Tidak memperdulikan mana yang dilarang dan mana yang diperintahkan. Bahkan yang menjadi
ukuran hanyalah keinginan hawa nafsunya semata sekalipun berten-tangan dengan ajaran agama. Akan tetapi sudah mulus masuk ke dalam kerong-kongannya dilakukan saja. Yang penting sudah bisa masuk ke dalam perut hawa naf-sunya. Hamka dalam Tafsirnya Al-Azhar dikemukakan bahwa: Batas-batas ajaran agama itu dirompaknya semua karena dorongan nafsunya.Dan lebih mengedepan-kan urusan hidup dunia daripada kepentingan agama dan urusan akhirat karena dorongan keinginan hawa nafsu semata. Itulah maksud ayat dan lebih mementingkan kehidupan dunia. (ayat 38 al-Na>zi’at) Mereka lupa sama sekali bahwa hidup di dunia hanya sekejap mata. Sehingga hatinya tenggelam dalam urusan duniawia semata yang menyebabkan tersesat dari jalan kebenaran yang diridai oleh Allah swt. sampai datang maut merenggut nyawa sebelum bertobat. Maka sesungguhnya neraka jahimlah tempat kembalinya. (ayat 39 al-Na>zi’at) Karena mereka sendiri memilih jalan untuk menuju ke sana. Karena mereka tidak pernah mempersiapkan diri untuk kebahagiaan hari akhirat, tidak beramal untuk hari akhirat, maka neraka jahimlah yang layak baginya sebagai balasan atas perlakuannya melampaui batas-batas agama dimasa hidupnya di dunia. Padahal terlalu cinta kepada dunia adalah sumber setiap kesalahan atau dosa. Karena pada umumnya semua orang kafir lebih mengutamakan kehidupan dunia dari pada kehidupan akhirat. Ringkasnya setiap orang yang terlalu mementingkan kehidupan dunianya, niscaya mereka kurang mem-perhatikan kepentingan akhiratnya. Karena itu mereka lalai untuk berbuat demi kebahagiaannya pada hari akhirat. Dengan demikian, maka yang layak tempat tinggal baginya pada hari akhirat hanyalah neraka Jah{i>m. Selain neraka Jahim, Alquran juga menyebut neraka Jahannam. Kepada siapa neraka Jahannam diper-untukkan para pembaca dipersilahkan menyimak uraian berikut. Kelima: Neraka Jahannam Bila kita sebagai orang yang beriman kepada Allah swt. dan mempercayai keniscayaan datangnya hari akhirat, seraya kita memperhatikan sikap kebanyakan manusia
di atas panggung bumi ini, maka tidaklah dapat diragukan kalau Tuhan menginformasikan bahwa, Dia akan memenuhi neraka Jahannam dengan kebanyakan jin dan manusia. Sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya Q. S. al-A’ra>f /7: 179, Terjemahnya: Dan sungguh, akan Kami isi neraka jahannam banyak dari kalangan jin dan manusia, mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk mema-hami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata tetapi tidak dipergu-nakannya untuk melihat tanda-tanda kekuasaan Allah, dan mereka mem-punyai telinga tetapi tidak dipergunakannya untuk mende-ngar ayat-ayat Allah. Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah. Ayat tersebut di atas menjelaskan secara tegas bahwasanya Allah swt. akan mengisi neraka Jahannam dari banyak bangsa jin dan manusia. Mereka (jin dan manusia) dijadikan oleh Allah swt. sebagai isi nereka Jahannam sesuai dengan akibat perilaku negatif mereka itu sendiri. Berbicara tentang neraka Jahannam, Alquran memukakan 77 kali. Dan dari ayat-ayat tersebut dapatlah diambil kesimpulan bahwa calon-calon penghuni neraka Jahannam tersebut terdiri dari: kaum kafir,fasik dan musyrikin, mutakabbirin, kaum kafir dari ahli kitab.Dan pemitnah orang-orang mukmin, pembunuh orang-orang mukmin tanpa haq Islam.Dan penjahat,pendosa kepada Allah dan Rasul-Nya.Pemakan harta manusia secara bat}il, menimbung harta dan tidak membelanjakan di jalan Allah. Mereka yang mampu berzakat, akan tetapi tidak mau berzakat, tidak mau berinfak.Dan mereka yang melampaui batas-batas Islam. Dan juga calon penghuni neraka jahannam ialah para pengikut jalan orang-orang yang bukan mukmin. Dari beberapa calon penghuni neraka Jahannam tersebut di atas, merupakan gambaran umum bahwa sesungguhnya mereka menerima balasan akibat dari kemak-siatan kepada Allah dan Rasul-Nya. Kalau pendapat sebagian ulama mengatakan bahwa; kemaksiatan/kedurhakaan dari anggota tubuh manusia itu sendiri yang bersumber dari mata, telinga, lidah, perut, kemaluan, tangan dan kaki manusia tersebut. Maka yang demikian
itulah sebagai calon penghuni neraka jahannam, sejalan dengan firman Allah dalam Q.S. al-A'ra>f: 179 di atas. Dengan ayat 179 surah al-A’raf tersebut, Alquran menjelaskan bahwa dua makhluk Tuhan yang utama menjadi penghuni neraka jahannam yaitu jin dan manusia. Penghuni neraka jahannam tersebut kebanyakan jin dan manusia yang mempunyai hati, tetapi hati yang mereka miliki tidak memanfaatkan untuk mema -hami ayat-ayat Allah swt. Hamkah berkata bahwa “Orang yang berfikir atau yang berfaham ialah orang yang dapat melihat yang tersirat di belakang yang tersurat, melihat nyata barang yang tidak nampak yang ada di balik yang nampak.” Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa kebanyakan penghuni Jahannam ada- lah jin dan manusia. Yang dimaksudkan ialah jin dan manusia yang tidak mau menggunakan hatinya untuk memahami segala macam aneka ragam makhluk Allah swt. yang dapat dilihat oleh manusia itu sendiri agar pemahaman mereka dapat mengantarkan kepercayaan kepada hakikat kebenaran. Dan informasi Alquran tentang kebenaran itu akan menjadi kenyataan. Bukan saja nampak di depan mata mereka, tetapi akan menjadi kenyataan dan dirasakan oleh manusia itu sendiri. Sebagai hakikat kebenaran yang telah di dengar dari Alquran. Mata dan telinga keduanya panca indra manusia yang merupakan alat untuk mengantar pemahaman kebenaran yang tersembunyi dari yang nampak terlihat oleh mata, menjadi nampak dengan jelas di depan mata. Misalnya pada tengah malam ketika manusia tertidur, sementara terdengar dari masyarakat suara kokok ayam jantan di tengah malam, sekalipun yang didengar hanya suara kokok ayam jantan. Suara kokokan ayam jantan tersebut terekam masuk ke dalam hati orang yang mendengarnya, memahami betul bahwa pemilik suara tersebut adalah seekor ayam jantan. Setelah terbit mata hari pemilik suara tersebut telah menjadi kenyataan yang jelas dan telah nampak di depan mata yang telah mendengarkan suara ayam jantang tersebut. Bahwa sesung-guhnya pemilik suara itu adalah seekor ayam jantan dan ayam jantan tersebut telah nampak jelas di hadapan mereka.
Dalam ayat ini (Q. S. al-A’ra>f: 179) didahulukan disebut jin daripada manu-sia. Jin banyak kali disebut dalam Alquran. Jin ialah makhluk halus yang tidak dapat dicapai oleh panca indra manusia. Mungkin jin lebih dahulu disebut oleh karena kebesaran kelalaiannya, tidak ada perhatiannya, termasuk setan, iblis di dalam golongan jin sebab satu asalnya yaitu dari nyala api. Dalam ayat tersebut dite-rangkan bahwa semua makhluk yang namanya manusia dan atau jin sama diberi hati, mata dan telinga oleh Allah swt. Cuma panca indra manusia tidak dapat menangkap keadaan jin, bagaimana rupanya, mata dan telinganya, sebagai calon penghuni near-ka jahannam. Menurut ayat tersebut kebanyakan dari bangsa jin dan manusia tidak mau menggunakan hatinya untuk memahami ayat-ayat Allah swt. yang mereka dengar bacaannya yang tersurat dalam Alquran. Atau tidak mau melihat ayat-ayat kauniyah yang dapat disaksikan di alam hunian manusia kini. Sehingga mereka dapat memahami keberadaannya, untuk mengetahui secara jelas bahwa hakikat keberadaan semua itu, adalah makhluk ciptaan Tuhan swt. Jin dan manusia bukan sekedar di ciptakan begitu saja tanpa ada tujuan yang hakiki bagi penciptanya sendiri. Akan tetapi punya tujuan, yaitu untuk mengenal Sang Maha Pencipta itu sendiri. Sehingga dapat mengerjakan perintah-Nya dan meninggalkan segala lara-ngan-Nya sebagai hamba dari-Nya. Kebanyakan dari mereka tidak mau berfikiruntuk mencari mana yang benar, mana yang bersih, yang harus diperbuat dan mana yang buruk, dan yang kotor yang harus ditinggalkan dan dibersihkan. Mereka tidak mau mencari hakikat yang sejati yaitu kebenaran dan keEsaan Allah swt. sehingga mereka bergelimang dalam kebodohan, kekhinaan dan kejahatan atau kemaksiatan. Misalnya seseorang sarjana yang terdesak dengan pekerjaan, sulit mendapatkan pekerjaan menurut dirinya. Ketika ada orang lain menawarkan diri dengan alasan membantu dia untuk menjadi seorang tenaga kerja apakah itu PNS atau TNI dan yang lain. Dengan syarat menyetorkan terlebih dahulu uang dengan jumlah banyak (puluhan juta) diluar ketentuan yang berlaku, dalam hal tersebut menurut
agama disebut "sogok-menyogok " karena sang sarjana tersebut tidak menggunakan fikirannya yang jernih, melawan keinginan hawa nafsunya, bahkan merasa gembira dalam perbuatan "sogok-menyogoknya,"sekalipun ajaran agama melarang. Karena sering melihat orang berbuat seperti itu dan juga sering mendengar perbuatan semacam itu terla-rang dalam ajaran agama. Akan tetapi mereka tidak mau mendengarkan ajaran tersebut, tidak mau melihat kemudharatan orang yang telah berbuat kejahatan seperti itu. Dan bahkan ia berkeyakinan tidak akan mendapatkan pekerjaan yang dia ingini, kalau tidak menempuh jalan "sogok-menyogok" mereka berkeyakinan masa depan dirinya akan muram, senantiasa dalam kesulitan mendapatkan rezki. Kehidu-pannya tidak bisa meningkat. Sedangkan perbuatan “sogok menyogak” sering dan banyak terjadi dalam masyarakat Indonesiadewasa ini. Mereka merubah nama dengan "money politic" bahkan diperhalus dengan ( ) يشترملاو يشارلاitu bukan sogok menyogok, akan tetapi nama "Silaturrahim" namun pada hakikatnya, hanya merobah nama. Mereka menyimpang akidah yang suci, bahwa sesungguhnya yang Mahakuasa mengangkat martabat seseorang hanyalah Allah swt. bahkan yang meruntuhkan pangkat dan jabatan seseorang hanyalah Allah swt. Yang mematikan dan yang menghidupkan hanyalah Allah swt. Yang menjadikan "kaya" orang-orang pakir miskin hanyalah Allah swt. Bahkan bumi Allah sangat luas untuk mencari lapangan kehidupan, tetapi kesemuanya itu yang menghidupkan dan mematikan, memberikan makan, minuman dan pakaian hanyalah Allah swt. bukan yang lain. Sebab itu Q. S. al-A’ra>f: 179 di atas mengandung ajaran yang tegas. Per-gunakanlah hati buat memperhatikan alam semesta dari mana dan kemana manusia yang telah lalu. Sekarang mereka sudah tiada di atas pundak bumi. Mata buat me-lihat makhluk, untuk mengantar berpikir sampai mencapai kepada Sang Maha Pencipta atau Sang ‘Kha>liq’ agar mereka dapat mengetahui-Nya. Dan telinga untuk mendengar ayat-ayat Allah dibaca atau mendengar sejarah manusia yang telah men-dahului dirinya, sehingga berakhir dengan ma’rifah kepada Allah swt. sebagai Tuhan yang wajib Ma’bu>d.
Itulah dia Ilmu. Kalau tidak, maka neraka jahannamlah tempat kembali mereka. Kemudian di ujung ayat tersebut di atas dijelaskan ‘itulah orangorang yang seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat.’ Binatang ternak tidak ada pikirannya, sebab yang ada padanya hanya jan-tung hati sebagai bagian tubuh. Apa yang mereka lihat tidak jadi perhatian, dan apa yang dia dengar juga tidak jadi perhatian, yang ada padanya hanya naluri. Dengan ketajaman nalurinya, misalnya mencium bara api, maka kedua kalinya dia tidak akan mau mencium bara api lagi setelah mendapatkan dikemudian hari. Demikian juga yang lain yang menyakiti tubuhnya. Ia tidak mau terjerumus ke dua kalinya dalam kerusakan, kebinasaan pada hal yang sama. Akan tetapi manusia yang tidak mema-kai perhatian, lebih sesat lagi dari binatang. Bagaimana pun bodohnya binatang, namun tidaklah sampai sejahat manusia, tidaklah sampai sebodoh manusia. Karena nalurinya. “Mereka itu adalah orang-orang yang lalai.”(akhir Q.S. al-A’ra>f: ayat 179) Manusia lalai, dengan kelalaiannya menyebabkan tidak ada perhatian. Mereka lalai sebab itu tidak mengingat dirinya sebagai makhluk yang termulia. Mereka lalai sehingga mereka ingat hanyalah soal perut bagaimana bisa terisi. Mereka lalai, sehingga yang terpikirkan hanyalah sekitar dirinya, tidak peduli ma-syarakat, tidak peduli cita-cita beragama, berbangsa dan bertanah air. Mereka lalai, sehingga waktu-waktu salat yang afdal tidak dihiraukan, mereka tidak mau pergi berjamaah di masjid. Mereka lalai sehingga ia tidak mau mengeluarkan zakat, infak dan sedekah. Mereka lalai sehingga tidak mau melihat Alquran, tidak mau mende-ngarkan Alquran, mereka tidak mau membaca Alquran. Mereka lalai sehingga tidak mau membaca salawat atas Nabi Muhammad saw. Mereka hanya melihat kulit, sehingga isi kehidupan kosong belaka, kedatangannya di bumi tidak mendatangkan manfaat buat dirinya, apalagi manfaat orang lain, tidak membawa faedah bagi sesama manusia. Dan akhirnya ia kembali masuk kubur pun tidak membawa kerugian
bagi orang lain. Dan tempatnya nanti di hari akhirat ialah neraka jahannam. Minta lindunglah kita kepada Allah swt. Keenam: Neraka Ha>wiyah Ha>wiyah adalah salah satu nama dari nama-nama neraka. Dia adalah api yang sangat panas dan menyala-nyala membakar manusia jahat.Dalam Q. S. al-Qa>ri’ah /101: 8-11 disebutkan; (ُهُنيِزاَوَم ْتَّفَخ ْنَم اَّمَأَو۸)(ٌةَيِواَه ُهُّمُأَف9) (ْهَيِه اَم َكاَرْدَأ اَمَو10)ٌراَن (ٌةَيِماَح11﴾ Terjemahnya: Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Dan tahukah kamu apakah neraka Ha>wiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas. Neraka tersebut diperuntukkan kepada orang-orang jahat. Dan amal jelek-nya jauh lebih banyak dari pada amal baiknya, sehingga bila ditimbang amal jeleknya jauh lebih berat daripada semua amal baiknya, tidak ada amal baik yang dipersiapkan untuk hari perhisaban. Dikatakan bahwa nanti di hari kiamat ketika semua amal ditimbang, maka adapun orang yang lebih berat amal jeleknya dari pada amal baiknya, maka mereka itulah termasuk orang binasa orang yang sangat celaka. Dikatakan Ha>wiyah adalah salah satu dari nama neraka. Sebagian ulama tafsir berkata, ia adalah jurang api yang paling dalam,yang terpanas dari semua api neraka jahannam.Penghuni neraka jahannam tersebut, terlempar jatuh dari atas sampai ke jurang neraka yang peling di bawah. Mereka terlempar jatuh ke dalam jurang api yang bernyala-nyala selama tujuh puluh tahun. Dalam Tafsir Ibnu Katsir, Juz 4 dikatakan bahwa Ha>wiyah adalah nama suatu pintu (bab) neraka yang paling di bawah dari neraka Jahannam. Dikatakan bahwa api yang ada di dunia hanya satu bagian dari seratus bagian dari api neraka Jahannam. Dalam riwayat al-Tirmizi> dikatakan oleh Rasul bahwa api neraka Jahannam itu dinyalakan selama
seribu tahun dengan merah menyala, kemudian dinyalakan lagi selama seribu tahun dengan warna putih karena sangat panasnya, kemudian dinyalakan lagi selama seribu tahun hitam bolong karena sangat panas-nya. Kemudian dikatakan bahwa siksaan yang paling ringan adalah siksaan api neraka Jahannam. Yaitu sebuah bara api yang diletakkan di telapak kaki seseorang yang menjadikan otaknya mendidih.Abu Bakar S}iddiq ra, ketika membicarakan arti berat dan ringannya timbangan ia pernah berkata: “makanya jadi berat timba-ngan orang yang berat timbangannya, karena yang terletak di dalamnya adalah al-H}aq “kebenaran.”Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah sesuatu timbangan yang di dalamnya berisi “kebenaran” menjadi berat. Sementara ringan timbangan orang yang ringan timbangannya, karena yang terletak di dalam timbangan adalah barang yang bat{}il. Suatu kesalahan maka sudah sepantasnyalah timbangan yang berisi “keba-tilan” itu ringan adanya. "“ ”هل ةقيقح ال لطابلاbarang yang batil tidak ada hakikatnya. Maka selayaknyalah kita sebagai orang yang beriman senantiasa berdo’a kepa-daAllah swt. Jauhkanlah kami ya Allah dari api neraka, api yang sangat panas, lidah apinya sangat kuat bernyala-nyala dipersiapkan bagi orang-orang yang mendustakan ayat-ayat-Mu ya Allah. Ketujuh: H}ut}amah Salah satu dampak negatif akibat perilaku manusia suka menimbun-nimbun dan menghitung-hitung hartanya yang menyebabkan mereka menjadi kikir dan tidak mau menginfakkan di jalan Allah, bagi mereka adalah neraka h{ut}amah. H}ut}amah salah satu nama dari nama-nama Jahannam. Ia adalah api yang menyala-nyala dapat menghancurkan segala isinya. Q. S. al-Humazah: 5 berikut. Apa kamu tahu H}ut}amah itu? Api Allah yang dinyalakan yaitu membakar penghu-ninya sampai masuk ke dalam buah hatinya.” Keniscayaan neraka h}ut}amah dijelas-kan dalam Q. S. al-Humazah/104: 5-9,
(ُةَمَطُحْلا اَم َكاَرْدَأ اَمَو۵)(ُةَدَقوُمْلا ِهَّللا ُراَن6)ىَلَع ُعِلَّطَت يِتَّلا (ِةَدِئْفَأْلا7)(ٌةَدَصْؤُم ْمِهْيَلَع اَهَّنِإ۸)( ٍةَدَّدَمُم ٍدَمَع يِف9 ) Terjemahnya: Dan tahukah kamu apa Huthamah itu? (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati. Sesung-guhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (sedang mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang. Al-Qurt}ubi> berkata: H}ut}amah adalah tingkatan yang ke enam dari beberapa tingkat neraka Jahannam.Al-Qusyairi> menceritakan H}ut}amah ialah tingkatan yang kedua ke bawah dari tingkatan neraka.Sementara D{ah{ak berkata: H{ut}amah adalah tingkatan yang ke empat.Terlepas dari perbedaan pendapat ulama tersebut. H{ut}a-mah adalah api neraka yang menyala-nyala, sebagai tempat kecelakaan di hari akhirat. Diperuntukkan kepada para penjahat baik manusia maupun jin. Karena me-reka semua diciptakan oleh Allah hanya untuk menyembah kepada Allah, tetapi mereka berdosa, tidak mau mengikuti ajaran rasul-rsul Allah sampai mereka mati sebelum bertobat kepada Allah. Di antara ulama tafsir berkata bahwa neraka H{ut}amah itu diperuntukkan kepada orang-orang yang gemar mengumpul-ngumpulkan harta kekayaannya, mere-ka tidak mau mengeluarkan zakat, infak dan sedekahnya. Mereka kumpulkan siang malam, tidak mengenal waktu istirahat. Setelah harta mereka terkumpul ia hitung-hitung, sampai mereka tidak bisa tidur karena kalau tertidur, dia sangka akan ada pencuri yang akan mengambil atau ada yang mengganggu. Karena saking bakhilnya manusia yang seperti itu, maka dipersiapkanlah oleh Allah dengan api yang bernyala-nyala di hari akhirat. Seperti ditegaskan ayat, ِةَمَطُحْلا يِف َّنَذَبْنُيَل اَّلَكbahwa mereka akan dilemparkan masuk ke dalam H{ut}amah akibat dosanya mengumpul-ngumpulkan harta serta menghitung-hitungnya tanpa dibelanjakan ke jalan Allah. Dalam hal tersebut, S|a>bit al-Banan> berkata: “Dia membakar dan meng-hanguskan semua penghuninya mulai jasad mereka sampai masuk ke dalam buah hatinya. Mereka itu tetap hidup, bahkan telah datang kepada mereka berita azab ini, tetapi mereka tidak percaya dengannya. Muhammad bin
Ka’ab berkata: Api H{ut}amah itu menghanguskan semua jasad mereka setelah hancur dikembalikan lagi seperti sedia kala. Kemudian terbakar lagi dan hancur lagi, demikian itulah mereka di azab. Sekali-kali tidak.’ (ayat 4 Surah al-H{umazah ) Maksudnya bahwa apa yang mereka usahakan, misalnya mengumpulkan harta benda, disangkanya akan dapat memelihara dirinya dari berbagai kesulitan duniawiyah dan azab akhirat. Akan tetapi tidaklah benar bahkan, sesungguhnya dia akan dilemparkan masuk ke dalam H{ut}amah (ujung ayat 4).” Karena itu orang yang semacam tersebut, tidaklah patut dihargai. Selain orang tersebut suka mengumpul-ngumpulkan harta benda, juga senang membenci orang lain, menggibah, mencaci maki sesamanya, memandang enteng orang yang ada di bawahnya. Suka menggunjing orang lain. Orang tersebut tidak ada manfaat bagi orang lain dalam hidupnya. Manusia yang seperti itu, neraka H{ut}amahlah tempat kembalinya. Demikianlah azab neraka, sebagai balasan dari perbuatan dosa mereka di bumi. Keadaan mereka di hari akhirat sangat menyeng-sarakan sepanjang masa tiada henti dalam kesedihan. Mereka merasakan pedihnya kampung kecelakaan “da>r al-syaqa>wah." yang kebanyakan manusia moderen mela-laikannya. Padahal keniscayaannya adalah kebenaran yang hakiki yang sangat urgen diimana kedatangannya. Alat-alat Azab Neraka -Makanan dan Minuman Diantara kelezatan dunia adalah makanan dan minuman yakni enaknya makan dan minum. Dalam proses mendapatkan keperluan makan dan minum bagi seseorang, terkadang lupa dan lalai melaksanakan tugasnya sebagaimana maksud Tuhan menciptakan dirinya. Di akhirat, dalam neraka para penghuni neraka juga makan dan minum. Hal tersebut adalah salah satu kebutuhan, tetapi makanannya adalah dari “ghisli>n” yakni darah dan nanah. Tuhan berfirman Q. S. al-H{aqqah/69: 36-37, (ٍنيِلْسِغ ْنِم اَّلِإ ٌماَعَط اَلَو36)(َنوُئِطاَخْلا اَّلِإ ُهُلُكْأَي اَل37﴾ Terjemahnya:
Dan tidak ada makanan (baginya) kecuali dari darah dan nanah. Tidak ada yang memakannya kecuali orang-orang yang berdosa. Ada juga makanan dari d}ari>' yakni pohon yang berduri dan tidak bisa meng-gemukkan dan tidak pula menghilangkan lapar, tetapi buah itu sangat pahitnya disebut Zaqqum sebagaimana disebut dalam Q. S al-S{a>ffa>t/37: 63-68 yang terje-mahnya yaitu: “Sungguh, Kami menjadikan pohon zaqqum itu sebagai azab bagi orang-orang zalim. Sungguh, itu adalah pohon yang keluar dari dasar neraka Jahim. Maka sungguh, mereka benar-benar memakan sebagian dari buah pohon itu, dan mereka memenuhi perutnya dengan buah zaqqum itu. Kemudian sungguh, setelah makan (buah zaqqum) mereka mendapat minuman yang dicampur dengan air yang sangat panas. Kemudian pasti tempat kembali mereka ke neraka Jahim.” Ayat-ayat tersebut, Alquran menjelaskan tentang makanan dan minuman penghuni neraka yang berasal dari api neraka. Selain makanan dan minuman sebagai alat siksaan agar mereka semakin merasakan pedihnya neraka. Ada juga disediakan rantai belenggu, sebagaimana dijelaskan dalam Q. S. al-Mukmin /40: 71-72 yang ter-jemahnya yaitu; Ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka, seraya mereka diseret ke dalam air yang sangat panas, kemudian mereka dibakar dalam api. Keterangan lain dijelaskan oleh Q. S. al-H{a>qqah /69 : 30-32 yang terjemahnya; (Allah berfirman): “Tangkaplah dia lalu belenggulah tangannya ke leher-nya. Kemudian masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala. Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh hasta. Demikianlah penghuni neraka tersiksa, mereka menjerit-jerit kesakitan me-minta tolong sehingga mereka tertolong dengan memberi mereka minum air yang mendidih dari besi api yang mendidih yang menghanguskan muka. Allah swt. berfir-man dalam Q. S. al-Kahfi /18: 29, yang terjemahnya: Dan katakanlah (Muhammad): "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barangsiapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir."Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang-orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka. Jika mereka
meminta pertolongan (minum), mereka akan diberi air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan wajah. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek. Ayat tersebut menjelaskan bahwa pada waktu mereka berada dalam neraka, bila mereka berteriak, maka mereka dihardik, sebagaimana firman Tuhan dalam” Q. S. al-Mukminu>n /23: 65 “Janganlah kamu berteriak-teriak meminta tolong pada hari ini! Sungguh kamu tidak akan mendapat pertolongan dari kami.” Mereka disiksa sehingga hangus badan dan kulit mereka setiap kali daging dan kulit mereka hangus, setiap kali pula digantikan kulit dan daging yang baru sehingga mereka merasakan azab. Dalam satu riwayat dikatakan, sahabat Nabi saw. Mu’a>z bin Jabal berkata: “Kulit mereka diganti setiap saat seratus kali.”Ucapan ini dibenarkan oleh Umar Ibnu Khattab yang berkata, demikian juga saya dengar dari Rasulullah saw.
Selain siksa neraka, mereka juga tersiksa dengan
hadirnya penghuni neraka yang lain. Sekalipun pada masa hidupnya di dunia, mereka orang yang sangat ber-pengaruh, seperti seorang pemimpin dalam komunitas masyarakat, atau seorang kepala dalam suatu instansi. Tuhan berfirman dalam Q. S. S}a>d /38: 59-62, Terjemahnya: Dikatakan kepada mereka: “Ini rombongan besar (pengikut-pengikutmu) yang masuk berdesak-desak bersama kamu (ke neraka). Tidak ada ucapan selamat datang bagi mereka karena sesungguhnya mereka akan masuk neraka (kata pemimpin-pemimpin mereka). (para pengikut mereka men-jawab), sebenarnya kamulah, yang (lebih pantas) tiada menerima ucapan selamat datang, karena kamulah yang menjerumuskan kami ke dalam azab, maka itulah seburuk-buruk tempat menetap. Mereka berkata lagi, “ya Tuhan kami, barang siapa yang menjerumuskan kami ke dalam azab ini, maka tambahkanlah azab kepadanya dua kali lipat di dalam nearka.” Ayat tersebut menjelaskan bahwa, kalau di dunia ini yang dipimpin menaruh harapan kepada pemimpinnya. Pemimpin menaruh harapan dari yang dipimpin, maka di akhirat harapan yang timbal balik sudah sirna. Karena pemimpin dan yang dipimpin kesemuanya berada dalam neraka. Mereka saling tuding menu-ding, saling melempar
kesalahan. Seperti itulah yang disinyalir dalam sebuah riwa-yat. “Sogok menyogok kedua-duanya masuk neraka.” Hal semacam ini, sudah menjadi tradisi dalam pesaing jabatan. Katakan dalam meraih suara yang terbanyak dalam pilkada. Sogok menyogok dipoles dengan seribu satu bahasa agama yang menarik perhatian massa, bahwa hal yang seperti itu, boleh-boleh saja karena hanya sifat tolong-menolong, atau istilah lain manipolitik. Sekalipun sikap yang seperti itu terlarang dalam agama suci Tuhan. Akan tetapi, karena desakan ekonomi, pangkat, jabatan dan kedudukan, larangan agama yang semacam itu menjadi indah di kelopak mata mereka. Mereka lalai dari kekuasaan Allah, lupa dari azab neraka, tidak mengi-ngat siksa Allah yang terlihat dengan jelas. Yaitu ketika orang-orang yang diikuti itu terlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami. Demi-kianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka, dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka. Demikianlah keadaan mereka saling melempar kesalahan dan mencaci maki, mereka tenggelam dalam lautan api neraka yang bernyala-nyala, akibat peri laku mereka sendiri. Kalau kita membuka lembaran Alquran, kita temukan banyak ayat yang membicarakan tentang ancaman azab neraka, yang diperuntukkan kepada pelaku kejahatan, para penantang Allah dan rasul-rasul-Nya. Namun kita (penulis) tetap berkeyakinan bahwasanya Allah tetap menunggu dari hambanya yang berdosa, untuk bertobat kepada-Nya. Karena amarah Tuhan jauh lebih kecil dari Rahmat-Nya. Ampunan-Nya lebih besar dari dosa-dosa hambanya. Karena itu Allah swt. senantiasa membuka pintu tobat agar para pelaku kemaksiatan segera bertobat dan minta ampun kepada Allah swt. sambil mengajak mereka sesuai dengan firman-Nya dalam QS al Imra/3: 133, ُضْرَأْلاَو ُتاَوَمَّسلا اَهُضْرَع ٍةَّنَجَو ْمُكِّبَر ْنِم ٍةَرِفْغَم ىَلِإ اوُعِراَسَو ( َنيِقَّتُمْلِل ْتَّدِعُأ133) Terjemahnya:
Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertaqwa. Selain ayat tersebut menyuruh orang yang beriman segera bertaobat, juga Alquran menyuruh setiap orang yang beriman, agar senantiasa berhati-hati dari api neraka dan mendidik jiwanya, memelihara dan membimbingnya, baik keluarga atau anak-anaknya, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Tahri>m / 66 : 6 ini, ُةَراَجِحْلاَو ُساَّنلا اَهُدوُقَو اًراَن ْمُكيِلْهَأَو ْمُكَسُفْنَأ اوُق اوُنَماَء َنيِذَّلا اَهُّيَأاَي نوُرَمْؤُي اَم َنوُلَعْفَيَو ْمُهَرَمَأ اَم َهَّللا َنوُصْعَي اَل ٌداَدِش ٌظاَلِغ ٌةَكِئاَلَم اَهْيَلَع ) (6 Terjemahnya: Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Tugas seorang mukmin sebagaimana dijelaskan dalam ayat tersebut, adalah menjaga diri (nafs/jiwa), istri, dan anak-anak, serta anggota keluarga lainnya dari api neraka. Seorang ayah ibu yang memiliki komitmen iman dan taqwa yang sesung-guhnya kepada Allah swt. dan percaya tentang adanya hari akhirat. Kemudian mereka membiarkan anak-anaknya berjalan menuju penyimpangan dan kehancuran, maka tidaklah cukup bagi diri mereka. Karena merekalah yang bertanggung jawab tentang keselamatan dan kebahagiaan anak-anaknya pada masa depan mereka. Apabila ia tidak menjaga dan mendidik mereka dengan didikan agama, maka perjalanan nasibnya akan kembali kepada kerugian yang nyata. Bukan saja kerugian itu tertuju kepada anak-anak mereka, karena tidak terurusi pendidikannya, agama-nya, akan tetapi akan kembali kepada orang tua itu sendiri sebagaimana Allah swt. menggambarkan orang-orang yang merugi dalam firman-Nya Q.S. al-Zumar /39 : 15
ْمُهَسُفْنَأ اوُرِسَخ َنيِذَّلا َنيِرِساَخْلا َّنِإ ْلُق ِهِنوُد ْنِم ْمُتْئِش اَم اوُدُبْعاَف (ُنيِبُمْلا ُناَرْسُخْلا َوُه َكِلَذ اَلَأ ِةَماَيِقْلا َمْوَي ْمِهيِلْهَأَو15) Terjemahnya: Maka sembahlah selain Dia sesukamu (wahai orang-orang musyrik). Kata-kanlah.”sesungguhnya orang-orang yang rugi, ialah orang-orang yang meru-gikan diri mereka sendiri, dan keluarganya pada hari Kiamat.”Ingatlah yang demikian itu adalah kerugian yang nyata. Dari ayat tersebut terkandung maksud, bahwa sangat rugilah orang tua yang hanya berambisi memperhatikan materi anak-anak mereka, agar memperoleh ijazah-ijazah dari perguruan tinggi demi mencapai masa depan yang gemilang dari segi materi dan meraih kedudukan, pangkat, posisi terkemuka dalam masyarakat, tanpa diiringi perhatian terhadap pendidikan agama berdasarkan hukum-hukum dan jiwa etika Islam. Orang tua yang tidak memberikan pendidikan yang benar kepada anak-anak mereka dengan sopan santun dan akhlakul karimah, maka mereka tidak akan memetik hasil kecuali seorang anak yang kasar perangainya, seorang anak yang tidak mengenal durhaka kepada orang tuanya. Bahkan mereka meremehkan orang tuanya. Hal yang seperti ini tidak akan terjadi kalau orang tua mencurahkan perhatian dan usaha mereka untuk mendidik anaknya dan menanamkan akhlak yang luhur serta sopan santun mulia kepadanya sejak dini. Dan mereka selalu memperli-hatkan kepada anaknya sikap lemah lembut, keteladanan melaksanakan syariat, ibadah kepada Tuhannya sehingga menjadi panutan yang mulia bagi masyarakat di mana dan kapanpun mereka berada. Karena itu orang tua/ibu bapak wajib memikul tanggung jawab untuk memberikan pendidikan yang benar kepada anak di rumah dan di dalam lingkungan keluarga, dan memelihara mereka dengan rasa cinta dan kasih sayang menurut etika Islam. Dengan demikian perilaku sosial dan pergaulan mereka dengan orang lain akan bersifat luhur dan mulia, lembut dan konsisten, apalagi perilaku mereka di dalam rumah tangga.
Pada zaman moderen kekinian sering terjadi seorang anak sampai hati membunuh bapaknya sendiri, membunuh saudaranya, membunuh ibunya sendiri. Itu semua di lakukan karena anak tidak mengenal dosa, karena hatinya jauh dari bimbingan Alquran. Mereka jauh dari petunjuk cahaya Alquran, sehingga hati mereka tetap dalam kegelapan dan kesesatan. Mereka menuntut keadilan atas ketidak pedulian dan kesalahan orang tua dalam mendidik. Nanti di hari kiamat anak yang semacam ini, mengadukan ayahnya kepada Tuhan karena tidak memperhatikan pendidikan dan perbaikan budi pekertinya yang hanya sibuk dengan dirinya, peker-jaan dan perdagangannya. Ia tidak memperhatikan dan tidak mengajarinya salat, puasa sedekah, dan tidak pula mengajari hukum-hukum syariat yang perlu. Dan tidak memberinya pengarahan untuk tetap memiliki komitmen melaksanakan kewa-jiban-kewajiban Islam dan segala aturannya. Kecerdasan seseorang tidak saja karena tingginya ilmu pengetahuan tentang matematika, cakap dengan bahasa Inggris, segala keterampilan elektronika di kuasai, ahli dalam ilmu dan fisika. Tetapi selain itu, ia harus cerdas, memiliki pengetahuan agama. Senantiasa mendidik nafasnya (dirinya) dengan didikan agama, kemudian senantiasa menghiasi amal perbuatannya demi kebahagiaan hidup sesudah mati. Hal itu sejalan dengan sebuah riwayat dari Abi Ya’la> Syada>d ibnu Aus, ia berkata telah bersabda Rasulullah saw. sebagai berikut; ِهْيَلَع ُهَّللا ىَّلَص ِهَّللا ُلوُسَر َلاَق َلاَق ٍسْوَأ ِنْب ِداَّدَش ىَلْعَي يِبَأ ْنَع َعَبْتَأ ْنَم ُزِجاَعْلاَو ِتْوَمْلا َدْعَب اَمِل َلِمَعَو ُهَسْفَن َناَد ْنَم ُسِّيَكْلا َمَّلَسَو ِهَّللا ىَلَع ىَّنَمَت َّمُث اَهاَوَه ُهَسْفَن Artinya: Orang yang terpintar ialah orang yang senantiasa mendidik dirinya dengan didikan ajaran agama, kemudian ia beramal untuk kebaha-giaan dirinya setelah hidup sesudah mati. Kesimpulan, dapat ditegaskan bahwa kecerdasan ilmu semata tidak cukup, tanpa adanya keimanan hati yang mantap dan keyakinan yang tangguh tertanam dalam dada. Iman dan keyakinan yang mantap tidak mungkin diperoleh, tanpa melalui ibadah kepada Allah
secara sungguh-sungguh dan tidak mempersyerikatkan dengan-Nya kepada sesuatu. Iman dan keyakinan yang mantap sebagai landasan amal saleh akan tergambar sebagai tujuan hidup di alam akhirat nanti. Karena itu, sebagai orang yang beriman kepada Allah swt. dan hari akhirat, hendaklah senantiasa mempercantik akhlaq dan budi pekertinya, baik hubungannya kepada sang Mahapencipta maupun kepada sesama makhluk. Khususnya hubungan-nya kepada sesama manusia. Hendaklah senantiasa memohon pertolongan Allah swt. agar selalu berada dalam rida-Nya. Dan selalu meminta perlindungan dengan-Nya dari segala kegiatan yang akan menjerumuskan diri, keluarga dan masyarakat, ke dalam jurang ke binasaan baik di dunia fana ini, maupun pada hari akhirat nanti. Demikian itulah sekelumit analisis tentang ancaman azab neraka, yang diperuntukkan bagi para pelaku kejahatan penggemar kemasiatan, bagi umat Mu-hammad saw. sebagai peringatan agar mereka berhati-hati dalam beraktivitas jangan sampai terjerumus dalam kebinasaan baik di dunia maupun di hari akhirat.