Ucapan Terimakasih Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kekuatan dan kemudahan kepada kami dalam proses penyusunan buku ini. Solawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, manusia yang penuh rasa cinta dan kasih kepada sesamanya. Seorang pemimpin yang tak pernah makan, sebelum umatnya merasa kenyang. Seorang suami yang selalu menjaga perasaan istri. Semoga kita menjadi umat yang selalu bershalawat kepadanya. Jujur saja, sudah sangat lama kami ingin membuat buku sederhana. buku yang berisi tentang pengalaman dan pemahaman kami dalam dunia tulis menulis. Menulis memang tidak semudah yang diucapkan, tapi tidak sesulit yang dipikirkan. Satu hal yang membuat kami sangat senang menulis yakni, bahwa menulis adalah bekerja untuk keabadian. Beberapa tahun kami aktif menulis di koran, dan bebeapa diantaranya ada yang tembus koran lokal maupun nasional, membuat kami ingin berbagi pengalaman kepada pembaca. Sudah sejak lama kami meng-konsep buku ini, bahkan sejak kami masih mahasiswa, tapi baru terealisasi saat ini. Rasa terima kasih tentunya saya sampaikan kepada semua pihak yang telah berjasa dalam penulisan buku ini, sekaligus mengantarnya ke dalam ranah penerbitan. Tanpa jasa mereka, tentunya tidak mungkin buku ini berada di tangan pembaca yang budiman sekarang ini. Kepada Arif Rahman, kami ucapkan terima kasih telah mendesain cover buku ini dengan sangat cantik, teman-teman seperjuangan di El-Hamra Institute, Soim, Rohman, Rizal, Azis, Bayu, Furqon, Azif, dan lainnya yang tidak dapat kami sebutkan. Dan terimakasih pula kami ucapkan pada sahabat-sahabat kami
Nia Kurnia, Riris Eka Setiani, Yanwi Mudrikah dan Riyanti yang selalu men-support penulis. Tidak lupa kepada NulisBuku. Com, terima kasih buat arahan dan bimbingannya. Terima kasih kepada dosen-dosen kami di IAIN Purwokerto dan UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, yang selalu memotivasi kami untuk terus berkarya. Khusunya, kepada Abdul Wachid B.S., terima kasih banget kang, atas arahan bimbingan, dan motivasinya selama ini. Kepada Ketua STMIK Amikom Purwokerto tempat kami mengabdi dalam dunia pendidikan. Teruntuk orang tua kami terkasih, Ayahanda Herman dan Ibunda Jumsiti, terima kasih banyak buat semuanya, kalian adalah orang tua terhebat! Maafkan anak lelakimu ini, yang belum bisa membahagiakan dan membanggakan. Kalian adalah motivasi terbesarku untuk terus berkarya. Juga, kepada Ibunda Karlem, ibu yang kuat dengan penuh kesabaran. Terima kasih telah mendoakan dan memotivasi untuk terus melakukan yang terbaik. Juga kepada seluruh keluarga besar kami yang selalu memberikan kasih sayang yang tiada terbilang . Akhirnya, saya teringat kata-kata dari salah seorang sahabat Nabi, Ali bin Abi Thalib, “Maka tulislah sesuatu yang akan membuatmu bahagia di akhirat nanti”. Semoga buku sederhana ini dapat memberi manfaat buat kita semua. Amin. Salam kreatif, Purwokerto, Oktober 2015 Aan Herdiana Novi Mulyani
2
DAFTAR ISI Bab 1 Pengantar... 7 Bab 2 Manfaat Menulis di Media ... 13 Bab 3 Mengenal Artikel ... 21 a. Apa Itu Artikel? ... 23 b. Jenis-jenis Artikel? ... 24 c. Karakteristk Artikel ... 26 d. Syarat Penulis Artikel ... 26 e. Syarat Artikel Layak Terbit ... 30 f. Alasan Artikel Ditolak ... 36 Bab 4 Persiapan Menulis ... 39 a. Mengendapkan Ide ... 41 b. Mengumpulkan Data ... 42 c. Membuat Kerangka Esai ... 42 Bab 5 Menulis Artikel ... 47 a. Membuat Judul ... 49 b. Membuat Lead ... 51 c. Membuat Isi ... 70 d. Membuat Penutup ... 82 e. Prinsip Komposisi Artike ... 86 Bab 6 Strategi Publikasi Artikel ... 89 a. b.
Syarat Artikel Siap Kirim ... 91 Strategi Publikasi Artikel ... 92
3
Bab 7 Bedah Artikel ... 97 Bab 8 Pernak-pernik Menulis ... 115 a. Semua Bisa Jadi Penulis ... 117 b. Modal Menjadi Penulis ... 118 c. Menulis = Memasak ... 121 d. Berbagi Pengalaman ... 123 Daftar Pustaka ... 125 Lampiran a. b. c.
Lampiran Contoh Artikel ... 127 Lampiran Hari-hari Penting ... 151 Lampiran Alamat Koran dan Majalah ... 157
Tentang Penulis ... 161
4
BAB
1
PENGANTAR
5
“Ketika kamu bicara, kata -katamu hanya bergaung ke seberang ruangan a t a u s e p a n j a n g koridor. Tapi ketik menulis, kata-katamu bergaung sepanjang zaman.” (Bud Gardner)
6
D
alam sebuah diskusi jurnalistik yang diadakan oleh komunitas kampus, terlihat mahasiswa sangat antusias. Walau tempat yang disediakan panitia sangat sederhana (berdesakan), tapi tidak mempengaruhi semangat mereka untuk belajar menulis. Melihat hal tersebut, jujur saya sangat kasihan, namun di sisi lain juga bangga. Acara yang sangat sederhana ini, ternyata masih “laku”. “Di tempat yang sangat sederhana inilah akan lahir penulis handal”, doaku dalam hati. Setelah acara pembukaan, yang dibuka oleh pejabat kampus, lalu kini saatnya saya tampil. Dengan berbekal koran edisi kemarin di tangan, tanpa basa-basi saya langsung mengajukan pertanyan kepada mereka, “Ada yang sudah baca koran pagi ini?” mendadak ruangan sunyi senyap. Mungkin mereka masih malu-malu pikirku, mencoba berfikir positif. “Tidak ada yang baca koran pagi ini? Pertanyaan kedua saya pun hanya dijawab dengan diam dan senyuman penuh arti. “Coba sebutkan koran apa saja yang ada di Banyumas?” Hasilnya sama saja. Ah, bagaimana mau jadi wartawan atau penulis artikel di koran, berkenalan dan bersentuhan dengan koran saja tidak pernah. Tapi, inilah realita yang terjadi pada mahasiswamahasiswa masa kini. Tradisi keilmuan lambat laun memudar dari kehidupan kampus. Aktivitas membaca, diskusi, dan menulis menjadi barang yang langka dan mahal sekarang ini. Padahal, kesensitifan intelektual dan sosial, salah satunya lahir dengan banyaknya diskusi dan membaca. Perpustakaan hanya sebatas gedung yang menampung buku-buku. Kalau toh ramai, tidak lebih dari sebatas formalitas, mengerjakan tugas kuliah. Menulis, menjadi pekerjaan berat, menjadi beban bagi mahasiswa. Padahal, status mahasiswa mempunyai tempat yang strategis dalam kehidupan masyarakat. Ketika kita bertemu dengan seseorang dalam perjalanan, lalu ia bertanya, 7
“Aktivitas kesehariannya apa mas?” “Oh, saya masih kuliah pak”. Lihat kan, saya jamin status anak muda ini pasti akan terangkat secara alamiah. Begitu pun ketika saya berdiskusi dengan salah satu tokoh Banyumas. Ia mengatakan, satusatunya elemen masyarakat yang masih ia percayai adalah mahasiswa, bukan LSM, bukan pula partai politik. “Selagi ada mahasiswa, kebenaran dan keadilan masih bisa untuk diperjuangkan”. Begitu pula ketika kita hendak mengirimkan artikel ke media massa. Tulisan-tulisan dari mahasiswa masih sangat diperhitungkan oleh redaktur koran. Biasanya dalam sebuah artikel, selain ada nama penulis juga ada keterangan pekerjaan, jabatan, atau yang lainnya. Misalnya, Aan Herdiana Mahasiswa Jurusan Dakwah IAIN Purwokerto dan Pimred Buletin Suara STAIN atau Novi Mulyani, pemerhati anak dan mahasiswi Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta dan lainnya. Percaya dirinya saya, ketika mencantumkan “mahasiswa” dalam setiap artikel yang saya kirim. Dan saya pun merasa kebingungan ketika saya sudah lulus. Apa yang harus saya cantumkan di belakang nama saya ketika mengirim artikel. Namun, belakangan ini –harus saya akui- mahasiswa lambat laun, tapi pasti mengalami kemunduran yang nyata di semua lini. Mahasiswa yang dulu dikenal sebagai corong suara masyarakat terpinggirkan, semakin memudar eksistensinya di mata masyarakat. Golongan yang mengaku insan akademis ini, tergiur oleh kesenangan duniawi yang menawarkan kebahagiaan semu. Mereka pun lupa, tanggung jawab dan amanah yang diemban ketika mengaku dirinya sebagai agen perubahan. Tapi di sisi lain, saya masih yakin ada mahasiswa yang masih menjaga idealismenya untuk berperan aktif dalam pembangunan bangsa. Walaupun harus diakui jumlahnya sangat terbatas. Namun, hal itu sejatinya bukanlah suatu 8
masalah, karena yang bisa melakukan perubahan sosial adalah kaum minoritas kreatif, bukan kaum mayoritas pasif. Sekarang tinggal bagaimana Anda memilih, apakah ingin menjadi bagian dari perubahan tersebut, atau hanya diam dan berpangku tangan sebagai penonton setia? Keputusan ditangan Anda. Yang harus dipahami, kehidupan sebagai mahasiswa tidaklah lama. Dan yang harus disadari pula, tidak semua orang berkesempatan untuk menyandang gelar mahasiswa. Ketika Anda dikasih kesempatan untuk belajar dan menuntut ilmu di perguruan tinggi, apakah akan menyia-nyiakan kesempatan itu, ataukah memanfaatkan dengan maksimal? Kembali, keputusan ini ditangan Anda. Salah satu cara yang bisa dilakukan mahasiswa sebagai bentuk sumbangsih kepada pembangunan bangsa adalah dengan menyumbangkan ide, pikiran, dan gagasan kreatifnya dalam bentuk tulisan. Permasalahan bangsa yang kompleks di seluruh sendi-sendi kehidupan, menuntut banyak pemikiran kreatif dan solutif dari seluruh elemen bangsa, sebagai solusi atau jalan keluar dari permasalahan yang ada. Dan mahasiswa mempunyai kedudukan yang sangat strategis untuk berkontribusi memberikan pemikiran yang terbaik untuk permasalahan bangsa yang sudah akut. Dengan demikian, menulis adalah suatu keharusan. Mau tidak mau, suka atau tidak suka, mahasiswa harus mempunyai kemampuan menulis. Bagaimana kalau mahasiswa tidak mau menulis? Saran saya, sebaiknya Anda tidak usah jadi mahasiswa. Kenapa? Setiap hari mahasiswa disuguhi tugas-tugas yang berbau tulis menulis, seperti membuat makalah, paper, artikel, dan tugas ilmiah lainnya. Selain itu, jika Anda ingin mendapat gelar sarjana di belakang nama Anda, ada salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk menyandang gelar tersebut. Apa itu? Ya, betul, skripsi. Jadi, kalau Anda tidak suka dengan dunia tulis menulis, mumpung 9
belum terlambat sebaiknya Anda mengundurkan diri saja. Namun, yang jelas dengan menulis Anda akan abadi. Lalu bagaimana jika ada yang bertanya, “Saya tidak bisa menulis mas, gimana?” Ah, itu tidak jadi masalah, yang penting Anda mempunyai niatan dan kemauan yang keras untuk mau belajar menulis. Menulis tidak melulu soal bakat, tapi juga harus dibarengi dengan latihan yang tekun. Malahan menurut Abdul Hadi WM, seorang penyair, menjelaskan “Hanya 5 persen faktor bakat yang mempengaruhi seseorang suskes jadi penulis, 90 persen kerja keras, dan 5 persen sisanya untuk keberuntungan. Pengalaman saya ketika belajar menulis di koran, baru di artikel yang ke 83 lah yang dimuat di koran. Hampir setiap hari saya menulis artikel, dan itu pun pinjam laptop teman. Sungguh proses yang melelahkan, tapi sangat menyenangkan. Hadirnya buku ini, tidak lebih hanya ingin berbagi pengalaman kepada Anda. Saya yakin, di luar sana banyak sekali orang yang lebih “jago” menulis artikel ketimbang saya. Namun, saya meyakini, ilmu dan pengalaman saya yang sedikit ini bisa berguna dan bermanfat, jika di sampaikan kepada orang lain. Itulah alasan mendasar kenapa saya menulis buku sederhana ini. Semoga bisa membantu dan menjadi solusi bagi mahasiswa yang mau belajar menulis.
10
11