A-PDF OFFICE TO PDF DEMO: Purchase from www.A-PDF.com to remove the watermark
PENGARUH PEMBERIAN JUS BUAH ALPUKAT TERHADAP GAMBARAN KADAR ASPARTATE TRANSMINASE ( AST ) DAN ALANINE TRANSMINASE ( ALT ) PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI MELOXICAM DOSIS TOKSIK
SKRIPSI
MELY NIM O111 11 280
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015 1
PENGARUH PEMBERIAN JUS BUAH ALPUKAT TERHADAP GAMBARAN KADAR ASPARTATE TRANSMINASE (AST) DAN ALANINE TRANSMINASE (ALT) PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI MELOXICAM DOSIS TOKSIK
MELY
Skripsi : Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN HEWAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015
2
HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI
Judul Skripsi
: Pengaruh Pemberian Jus Buah Alpukat Terhadap Gambaran Kadar Aspartate Aminotransferase (AST) dan Alanine Aminotransferase (ALT) Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Diinduki Meloxicam Dosis Toksik
Nama
: Mely
NIM
: O111 11 280
Disetujui Oleh, Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Drh. Dini Kurnia Ikliptikawati, M.Sc NIP. 19850513 201404 2 001
Muh. Akbar Bahar S.Si M.Pharm .Sc.Apt NIP. 19860516 200912 1 005
Diketahui Oleh, Dekan Fakultas Kedokteran
Ketua Program Studi
Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp. Bs NIP. 19551019 198203 1 001
Prof. Dr. Drh. Lucia Muslimin M.Sc NIP. 19480307 197411 2 001
Tanggal lulus : 01 September 2015
3
PERNYATAAN KEASLIAN Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama NIM Fakultas Program Studi
: Mely : O111 11 280 : Kedokteran : Kedokteran Hewan
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang saya susun dengan judul : Pengaruh Pemberian Jus Buah Alpukat Terhadap Gambaran Kadar Aspartate Transminase (AST) dan Alanine Transminase (ALT) Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Diinduksi Meloxicam Dosis Toksik adalah benar-benar hasil karya saya dan bukan merupakan plagiat dari skripsi orang lain. Apabila sebagian atau seluruhnya dari skripsi ini, terutama dalam bab hasil dan pembahasan, tidak asli atau plagiasi, maka saya bersedia dibatalkan dan dikenakan sanksi akademik yang berlaku. Demikian pernyataan keaslian ini dibuat untuk dapat digunakan seperlunya.
Makassar, 01 September 2015 Pembuat pernyataan,
Mely
4
ABSTRAK MELY. O11111280. Pengaruh Pemberian Jus Buah Alpukat Terhadap Gambaran Kadar Aspartate Transminase (AST) dan Alanine Transminase (ALT) pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Meloxicam Dosis Toksik. Dibimbing oleh DINI KURNIA IKLIPTIKAWATI dan AKBAR BAHAR Alpukat (Persea americana Mill) diketahui memiliki senyawa antioksidan yang tinggi, diantaranya glutathione, vitamin C, dan vitamin E. Beberapa senyawa antioksidan tersebut bertindak sebagai peningkat sistem kekebalan tubuh dan berperan sebagai penangkal radikal bebas. Dengan aktifitasnya sebagai antioksidan, alpukat memiliki kemampuan sebagai hepatoprotektor yang dapat melindungi sel hati. Kerusakan sel hati dapat terjadi karena adanya infeksi maupun aktifitas radikal bebas yang masuk dalam tubuh. Salah satu radikal bebas yang berpotensi menimbulkan kerusakan hati adalah senyawa kimia atau obat-obatan seperti meloxicam. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa jus buah alpukat dapat menurunkan kadar Aspartate Transminase (AST) dan Alanine Transminase (ALT) terhadap efek meloxicam dosis toksik. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorium dengan menggunakan 24 ekor tikus jantan yang dibagi dalam empat kelompok perlakuan. Kelompok pertama diberi Na CMC 1 % sebagai kontrol negatif, kelompok kedua diberi suspensi meloxicam 30 mg/kgBB sebagai kontrol positif, kelompok ketiga diberi meloxicam 30 mg/kgBB dan jus buah alpukat dengan dosis 5 gr/kgBB, kelompok keempat diberi meloxicam 30 mg/kgBB dan jus buah alpukat dengan dosis 10 gr/kgBB. Penelitian ini dilakukan slama 8 hari dan dilakukan pemeriksaan kadar AST dan ALT pada hari ke-1 dan hari ke-8.. Analisis data menggunakan uji statistik Anova Two Way With Replication, dan bila ada perbedaan dilanjutkan dengan uji T-test (α=0,05). Uji perbandingan antara keempat kelompok sesudah perlakuan berupa pemberian jus buah alpukat menggunakan uji Anova Two Way With Replication menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara nyata antara rerata keempat kelompok baik itu penurunan kadar AST dan ALT dengan P<0,05. Pada kelompok perlakuan I dan perlakuan II terjadi penurunan kadar AST sebesar 73,83 IU/L dan 60,17 IU/L, sedangkan kadar ALT sebesar 25,4 IU/L dan 20,6 IU/L. Kesimpulannya adalah pemberian jus buah alpukat dapat menurunkan kadar AST dan ALT pada tikus putih yang diinduksi meloxicam dosis toksik. Kata kunci : jus buah alpukat, meloxicam, aspartate transminase, alanine transminase
5
ABSTRACT MELY. O11111280. Pengaruh Pemberian Jus Buah Alpukat Terhadap Gambaran Kadar Aspartate Transminase (AST) dan Alanine Transminase (ALT) pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) yang Diinduksi Meloxicam Dosis Toksik. Dibimbing oleh DINI KURNIA IKLIPTIKAWATI dan AKBAR BAHAR Avocadoes (Persea americana Mill) are known to contain highly antioxidant compounds such as glutathione, Vitamin C and Vitamin E. These organic compounds boost the immune system and act as a free radical scavenger. As an antioxidant, avocados also hepatoprotectively preserve liver cells. Infection and free radical activities can because damage to the liver. Some chemical compounds and drugs like meloxicam are potentially dangerous example of free radicals. The goal of this research is to acknowledge that avocado juice reduces the level of Aspartate Transminase, (AST) and Alanine Transminase, (ALT) against the effects of toxic dose of meloxicam using 24 rats, this research is a laboratory experiment carried out by four individual group is given 30 mg/kgBB of meloxicam suspension for a positif control. The third group is given 30 mg/kgBB of meloxicam and 5 gr/kgBB of avocado juice, the fourth group is given 30 mg/kgBB of meloxicam and 10 gr/kgBB of avocado juice. The study was conducted over 8 days, then examined the levels of AST and ALT in 1st day and 8th day. The result were analyzed by Anova Two Way With Replication, then followed by T-test (α=0,05) if there were difference. Test comparisons among the four groups after treatment with avocado juice using Anova Two Way With Replication test showed that there were significant differences between the mean of the four groups either decreased levels of AST and ALT with p<0,05. In the treatment group I and treatment group II decreased AST by 73,83 IU/L and 60,17 IU/L and a decreased levels of ALT by 25,4 IU/L and 20,6 IU/L. the conclusion was that avocado juice decrease levels of AST and ALT in rat exposed to meloxicam toxic doses. Key words : avocado juice, meloxicam, aspartate transminase, alanine transminase
6
KATA PENGANTAR Segala puji syukur penulis panjatkan hanya kepada Tuhan YME yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Jus Buah Alpukat Terhadap Gambaran Kadar Aspartate Transminase (AST) dan Alanine Transminase (ALT) Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Yang Diinduki Meloxicam Dosis Toksik” ini. Proses penyusunan skripsi ini merupakan sebuah proses dan perjalanan panjang yang tidak lepas dari dukungan banyak pihak, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Drh. Dini Kurnia Ikliptikawati, M.Sc dan Muh. Akbar Bahar S.Si. M.Pharm.Sc.Apt sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan dan nasihat penuh kesabaran dan rasa semangat selama penelitian penyusunan skripsi ini. 2. Prof. Dr. dr. Andi Asadul Islam, Sp.BS sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. 3. Prof. Dr. Drh. Lucia Muslimin, M.Sc sebagai Ketua Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. 4. Drh. Wahyuni dan Andi Dian Permana S.Farm. Apt. sebagai dosen pembahas dan penguji dalam seminar proposal dan hasil yang telah memberikan masukan-masukan dan penjelasan untuk perbaikan penulisan skripsi ini. 5. Drh. Maghfira Satya Apada. sebagai pembimbing akademik yang telah banyak memberi nasihat dan bimbingannya selama penulis kuliah di Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. 6. Seluruh staf Dosen, Pegawai di Program Studi Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin yang telah memberikan dukungan penuh bagi penulis selama kuliah. 7. Keluarga besar saya, ayahanda Thamrin Ijaya, ibunda Rita Liem, dan kakak saya Vivianty, Fredy, Jemmy, Ricky dan Yogie. yang tidak henti-hentinya memberikan dukungan moril, doa, kasih sayang, dan tentunya materil sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini. 8. Teman yang saya sayangi Tri Astuti, Heny Hastuti dan Rini Anggraini S yang selalu memberikan semangat dalam penyusunan skripsi ini. 9. Teman yang saya sayangi Adlend, Christin Lupita, Tresiaty Oriza, Elvi Susanti, Novelin Inriani dan Riswulan yang selalu memberikan dukungan moril maupun doa. 10. Eko Pieter Santoso. kakak yang selalu memberikan dukungan moril maupun doa dalam penyusunan skripsi ini.
7
11. Teman sepenelitian Amelia Ramadhani Anshar yang telah bekerjasama dengan baik dalam penelitian ini. 12. Micky Idil Pratama Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. teman yang selalu memberikan semangat dalam penyusunan skripsi ini. 13. Ibu Cia bagian Laboratorium Biofarmasi dan Seluruh Asisten Laboratorium Biofarmasi yang telah banyak membantu dalam penelitian ini. 14. Teman doa yang saya kasihi Andi Baratu Lestari Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin dan Henrikus Irawan Pendidikan Dokter Universitas Hasanuddin yang selalu memberikan semangat dalam menjalankan penelitian. 15. Teman seangkatan 2011, ‘Clavata’, yang telah menjadi teman seperjuangan dari awal masuk menjadi mahasiswa kedokteran hewan dan membantu serta memberikan dukungan selama penelitian. 16. Kakak-kakak angkatan 2010 ‘V-Gen’, yang telah memberikan sebagian ilmunya bagi penulis selama kuliah. 17. Adik-adik angkatan 2012 yang telah memberikan penulis kesempatan untuk belajar kembali lagi materi sebelumnya sebagai asisten laboratorium klinik. Penulis sadar tulisan ini jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap tulisan ini dapat bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
Makassar, 01 September 2015
MELY
8
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL .................................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................................... ii PERNYATAAN KEASLIAN .................................................................................... iii ABSTRAK .................................................................................................................. iv KATA PENGANTAR ................................................................................................ vi DAFTAR ISI ............................................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... x DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xi BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 2 1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................................... 2 1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................................. 3 1.5 Hipotesis.................................................................................................................. 3 1.6 Keaslian Penelitian .................................................................................................. 3 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Alpukat (Persea americana Mill) ........................................................... 4 2.1.1 Kandungan dan Manfaat Buah Alpukat ............................................................... 5 2.2 Alpukat Sebagai Antioksidan.................................................................................. 6 2.3 Meloxicam............................................................................................................... 7 2.4 Hati .......................................................................................................................... 9 2.4.1 Anatomi Hati ........................................................................................................ 9 2.4.2 Fisiologi Hati ...................................................................................................... 11 2.5 Aspartate Transminase (AST) dan Alanine Transminase (ALT) ....................... 13
9
2.6 Efek Samping Meloxicam ..................................................................................... 14 2.7 Hewan Percobaan ........................................................................................................... 15 2.8 Alur Penelitian ............................................................................................................... 17 BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................................ 18 3.2 Jenis Penelitian ............................................................................................................... 18 3.3 Rancangan Penelitian ..................................................................................................... 18 3.4 Materi Penelitian ............................................................................................................ 19 3.4.1 Sampel ......................................................................................................................... 19 3.4.2 Alat .............................................................................................................................. 19 3.4.3 Bahan .......................................................................................................................... 19 3.5 Metode Penelitian .......................................................................................................... 20 3.5.1 Penyiapan Bahan Penelitian ........................................................................................ 20 3.5.2 Perlakuan Terhadap Hewan Uji .................................................................................. 20 3.5.3 Pemeriksaan Kadar AST dan ALT ............................................................................. 21 3.5.4 Pengamatan dan Pengumpulan Data ........................................................................... 21 3.6 Analisis Data .................................................................................................................. 21 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Aspartate Transminase (AST) ....................................................................................... 22 4.2 Alanine Transminase (ALT) .......................................................................................... 26 BAB 5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan ................................................................................................................... 32 5.2 Saran .............................................................................................................................. 32 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 33
10
DAFTAR GAMBAR 1. Tanaman dan Buah Alpukat .................................................................................... 5 2. Organ Internal Pada Anjing ..................................................................................... 10 3. Anatomi Hati Normal Pada Anjing .......................................................................... 11 4. Alur Penelitian ......................................................................................................... 17 5. Rancangan Penelitian ............................................................................................... 18 6. Kadar AST Sebelum Perlakuan (Hari ke-0) Pada Tikus Putih ................................ 22 7. Kadar AST Sesudah Perlakuan (hari ke-8) Pada Tikus Putih ................................. 23 8. Kadar AST Sebelum Perlakuan dan Sesudah Perlakuan Pada Tikus Putih ............ 24 9. Kadar ALT Sebelum Perlakuan (Hari ke-0) Pada Tikus Putih ................................ 26 10. Kadar ALT Sesudah Perlakuan (hari ke-8) Pada Tikus Putih.................................. 27 11. Kadar ALT Sebelum Perlakuan dan Sesudah Perlakuan Pada Tikus Putih ............. 28
11
DAFTAR TABEL 1. Komposisi Kimiawi Buah Alpukat ................................................................... 5
12
DAFTAR LAMPIRAN 1. Hasil Penimbangan Berat Badan Tikus Wistar Jantan Sebelum Perlakuan .......... 36 2. Hasil Penimbangan Berat Badan Tikus Wistar Jantan Sesudah Perlakuan .......... 37 3. Volume pemberian Na CMC 1 % dan Meloxicam .............................................. 38 4. Volume pemberian Na CMC 1 % dan Jus Buah Alpukat ..................................... 39 5. Perhitungan Dosis Meloxicam .............................................................................. 40 6. Tabel Konversi Dosis ............................................................................................ 42 7. Hasil pemeriksaan kadar AST dan ALT hari ke-0 ................................................ 43 8. Hasil pemeriksaan kadar AST dan ALT hari ke-8 ................................................ 44 9. Hasil Uji Two Way Anova With Replication Kadar AST ...................................... 45 10. Hasil Uji Two Way Anova With Replication Kadar ALT ..................................... 46 11. Hasil Uji T-test Kadar AST .................................................................................. 47 12. Hasil Uji T-test Kadar ALT .................................................................................. 48
13
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meloxicam merupakan salah satu obat-obatan yang umum digunakan pada hewan kesayangan khususnya pada klinik di kota Makassar. Obat tersebut digunakan untuk meringankan rasa sakit, nyeri, kekakuan dan bengkak. Meloxicam merupakan obat analgetik golongan Non Steroid Anti Inflammatory Drugs (NSAID) yang memiliki indeks terapi yang tinggi dibandingkan NSAID yang lainnya. Obat ini bekerja dengan menghentikan produksi suatu zat tubuh yang menyebabkan rasa sakit seperti prostaglandin. Tetapi, dalam penggunaan dalam jangka panjang dan melebihi dari dosis yang ditetapkan dapat menyebabkan perforasi yang serius dan berefek pada hati sehingga terjadi peningkatan pada enzim yang terdapat pada sel hati (Sparkes et al, 2010). Beberapa kasus yang pernah terjadi akibat penggunakan meloxicam antara lain terjadi pada rat, anjing maupun kucing bahwa setelah pemberian meloxicam menyebabkan kerusakan jaringan tertinggi terdapat pada organ hati dan ginjal (Busch et al, 1998). Menurut Food Animal Recidue Avoidance Databank (FARAD) dan Food and Drug Administration (FDA), meloxicam merupakan salah satu NSAID yang dimasukkan sebagai extralabel drugs. Label ini dimaksudkan sebagai peringatan kepada dokter hewan mengenai resiko serius terkait dengan penggunaan obat tersebut secara berulang-ulang. Resiko serius yang dapat terjadi berupa gagal ginjal, gangguan fungsi hati hingga kematian pada kucing (Geof et al, 2008). Hati merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh yang mempunyai fungsi kompleks. Salah satu fungsi hati adalah detoksikasi yang dilakukan melalui mekanisme oksidasi, reduksi, hidrolisis atau konjugasi(Pramushinta, 2008). Tetapi, hati dapat mengalami beberapa perubahan diantaranya adalah nekrosis yang dapat disebabkan oleh pengaruh langsung agen yang bersifat toksik. Kerusakan hati dapat diidentifikasi dengan cara mengukur substansi-substansi dalam serum yang berasal dari hati antara lain Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) atau Aspartate Transminase (AST) dan Serum Glutamic Pyruvic Transaminase (SGPT) atau Alanine Transminas (ALT) (Sari, 2008). Untuk mengatasi efek akibat meloxicam pemilik hewan maupun dokter hewan mencari pengobatan alternatif seperti dengan menggunakan obat tradisional berupa tanaman yang mengandung antioksidan tinggi sehingga dapat menurunkan efek kerusakan hati . Adapun tanaman yang mengandung antioksidan salah satunya adalah alpukat. Alpukat merupakan salah satu buah yang mudah didapatkan di Sulawesi Selatan (Rukmana, 1997) dan dilaporkan mengandung glutathione yang bertindak sebagai antioksidan (Dorantes, 2006). Selain mengandung glutathione, alpukat juga mengandung beberapa vitamin Buah alpukat mengandung antioksidan eksogen dan beberapa vitamin seperti vitamin A, riboflavin (vitamin B2), vitamin E, dan vitamin C (Berdanier et al., 2008). Riboflavin (vitamin B2) pada alpukat memiliki efek antioksidan yang berperan sebagai prekursor Flavin Adenina Dinukleotida (FAD) yakni coenzim yang dibutuhkan oleh glutation reduktase (Berdanier et al., 2008). 14
Beberapa hasil dari penelitian menjelaskan khasiat dari jus buah alpukat antara lain penelitian yang dilakukan oleh Sagala (2010), menyatakan bahwa hasil dari penelitian yang dilakukan menjelaskan efek dari jus buah alpukat yang bertindak sebagai antioksidan dapat menghambat kerusakan dari mukosa lambung. Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan bahwa kelompok perlakuan yang mendapatkan pemberian obat NSAID berupa aspirin tanpa jus buah alpukat didapatkan sebagian besar sampel dengan kerusakan berat yakni sebanyak 28 sampel dari 30 sampel. Sedangkan kelompok perlakuan yang mendapatkan pemberian aspirin disertai jus buah alpukat didapatkan sampel dengan kerusakan berat hanya sebanyak 6 sampel dari 30 sampel. Indikator yang dilihat pada penelitian ini antara lain Aspartate Transminase (AST) dan Alanine Transminase (ALT). Sebab enzim yang terkandung di dalam serum yang diproduksi dari sel-sel hati merupakan indikator kerusakan sel hepar. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka rumusan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana gambaran kadar AST dan ALT pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi perlakuan meloxicam dosis toksik ? 2. Bagaimana pengaruh pemberian jus buah alpukat terhadap gambaran kadar AST dan ALT dapat mengobati kerusakan hati pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi meloxicam dosis toksik ? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran kadar AST dan ALT terhadap efektifitas jus buah alpukat setelah pemberian meloxicam dosis toksik. 1.3.2
Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui gambaran kadar AST dan ALT pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi meloxicam dosis toksik. 2. Untuk mengetahui pengaruh jus buah alpukat terhadap gambaran kadar AST dan ALT pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi meloxicam dosis toksik.
15
1.4 Manfaat Penelitian 1. Aspek Teoritis Memberikan penjelasan ilmiah yang jelas tentang pengaruh jus buah alpukat dalam menurunkan kadar AST dan ALT pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberi meloxicam dosis toksik. 2. Aspek Aplikatif • Memberikan informasi ilmiah bagi dokter hewan dan masyarakat tentang khasiat jus buah alpukat saat hewan kesayangan mengalami efek samping dari meloxicam. • Bahan referensi untuk penelitian selanjutnya. 1.5 Hipotesis Pemberian jus buah alpukat efektif menurunkan kadar AST dan ALT pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberikan meloxicam dosis toksik. 1.6 Keaslian Penelitian Penelitian mengenai pengaruh pemberian jus buah alpukat terhadap gambaran kadar AST dan ALT pada tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi meloxicam dosis toksik belum pernah dilaporkan. Penelitian yang serupa sebelumnya pernah dilakukan oleh Al-Rekabil et al pada tahun 2009 dengan judul “ Effects of subchronic exposure to meloxicam on some hematological, biochemical and liver histopatological parameters in rats ”. Pada penelitian tersebut memperoleh hasil bahwa terjadi peningkatan yang signifikan pada kadar serum enzim pada hati dan pada studi histopatologi menunjukkan adanya lesi pada hati. Selain itu penelitian mengenai Meloxicam pernah dilakukan oleh Ulrich Busch et al pada tahun 1998 dengan judul “ Pharmacokinetics of Meloxicam in Animals and Relevance to Humans”. Pada penelitian tersebut menjelaskan tentang farmakokinetik dari meloxicam.
16
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Alpukat (Persea americana Mill) Tanaman alpukat (Persea americana, Mill) merupakan tanaman yang berasal dari daratan tinggi Amerika Tengah dan memiliki banyak varietas yang tersebar di seluruh dunia. Alpukat secara umum terbagi atas tiga tipe: tipe West Indian, tipe Guatemalan, dan tipe Mexican. Daging buah berwarna hijau di bagian bawah kulit dan menguning kearah biji. Warna kulit buah bervariasi, warna hijau karena kandungan klorofil atau hitam karena pigmen antosiasin (Lopez, 2002). Secara resmi antara tahun 1920 – 1930 Indonesia telah mengintroduksi 20 varietas alpukat dari Amerika Tengah dan Amerika Serikat untuk memperoleh varietas-varietas unggul guna meningkatkan kesehatan dan gizi masyarakat, khususnya di daerah dataran tinggi. Pada daerah tropis seperti Indonesia, tanaman alpukat dapat tumbuh subur di atas dataran rendah sampai dataran tinggi yang berketinggian 2,000 m di atas permukaan laut (Lopez, 2002). Berikut ini adalah toksonomi tanaman alpukat (Plantamor,2012):
Kingdom Subkingdom Super Divisi Divisi Kelas Sub Kelas Ordo Famili Genus Spesies
: Plantae (Tumbuhan) : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) : Spermatophyta (Menghasilkan biji) : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) : Magnoliopsida (Berkeping dua/dikotil) : Magnoliidae : Laurales : Lauraceae : Persea : Persea americana Mill
Buah alpukat jenis unggul berbentuk lonjong, bola atau bulat telur dan bulat tidak simetris, panjang 9 – 11,5 cm, memiliki massa 0,25 – 0,38 kg, berwarna hijau atau hijau kekuningan, berbintik – bintik ungu, buahnya memiliki kulit yang lembut dan memiliki warna yang berbeda-beda. Biasanya warna buah alpukat bervariasi dari warna hijau tua hingga ungu kecoklatan. Buah alpukat berbiji satu dengan bentuk seperti bola berdiameter 6,5 – 7,5 cm, keping biji berwarna putih kemerahan. Buah alpukat memiliki biji yang besar berukuran 5,5 x 4 cm (Alfansuri, 2012). Tanaman alpukat tumbuh baik di lingkungan tropis dengan suhu sekitar 2530˚ C pada siang hari dan 15-20˚ C pada malam hari (Quane, 2010). Curah hujan minimum yang diperlukan adalah 750-1000 mm/tahun dan kebutuhan cahaya matahari mencapai 40-80%. Keasaman tanah yang baik berkisar 5,6-6,4 (sedikit asam sampai netral). Umumnya tanaman alpukat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi (5-1500 m dpl), namun, akan tumbuh subur dengan hasil memuaskan pada ketinggian 200-1000 m dpl (Prihatman, 2000). Daerah sentra produksi alpukat adalah
17
Jawa Barat, Jawa Timur, sebagian Sumatera (Sumatera Utara, Sumatera Barat, NAD, Sulawesi Selatan), dan Nusa Tenggara (Prihatman, 2000 ; Rukmana, 1997)
Gambar 2.1 : Tanaman dan Buah Alpukat (Sumber : Chandra et al, 2013) 2.1.1 Kandungan dan Manfaat Buah Alpukat Alpukat merupakan buah yang sangat bergizi, mengandung 3-30 persen minyak dengan komposisi yang sama dengan minyak zaitun dan banyak mengandung vitamin (Samson, 1980). Buah alpukat mengandung antioksidan eksogen dan beberapa vitamin seperti vitamin A, riboflavin (vitamin B2), vitamin E, dan vitamin C (Berdanier et al., 2008). Menurut Nutrient data (2010), selain vitamin tersebut, alpukat juga memiliki vitamin K, tiamin, niasin, vitamin B6, folat dan vitamin B12 yang juga berfungsi sebagai antioksidan. Riboflavin (vitamin B2) pada alpukat memiliki efek antioksidan dengan berperan sebagai prekursor Flavin Adenina Dinukleotida (FAD), coenzim yang dibutuhkan oleh glutation reduktase, sedangkan selenium yang terkandung memiliki efek antioksidan pada enzim glutation peroksidase (Berdanier et al., 2008). Antioksidan eksogen yang dimiliki alpukat adalah glutation. Glutation tersebut mencapai 17,7 mg per 100 gram alpukat. Jika dibandingkan dengan pisang, apel, blewah, maupun anggur, kandungan glutation alpukat mencapai 3 kali lipat (Dorantes, 2006). Adapun komposisi kimiawi buah alpukat dalam 100 gram daging buah alpukat dapat dilihat pada tabel 1 : Tabel 1 : Komposisi Kimiawi Buah Alpukat Komponen Energi buah (kal) Air (%) Protein (%) Lemak (gr) Karbohidrat (gr)
Kadar 85 - 233 67,49 - 84,30 0,27 - 1,7 6,5 - 25,18 5,56 - 8 18
Abu (gr) Vitamin (mg) : A B1 B2 B3 B6 C D E K Mineral (mg) : Ca Fe P
0,70 - 1,4 0,13 - 0,51 0,025 – 0,12 0,13 – 0,23 0,79 – 2,16 0,45 2,3 – 7 0,01 3 0,008 10 0,9 20
Sumber : Kali, 1997
2.2 Alpukat Sebagai Antioksidan Menurut Sagala (2010), menyatakan bahwa hasil dari penelitian yang dilakukan menjelaskan efek dari jus buah alpukat yang bertindak sebagai antioksidan dapat menghambat kerusakan dari mukosa lambung. Hasil dari penelitian tersebut menjelaskan bahwa kelompok perlakuan yang mendapatkan pemberian obat NSAID berupa aspirin tanpa jus buah alpukat didapatkan sebagian besar sampel dengan kerusakan berat yakni sebanyak 28 sampel dari 30 sampel. Sedangkan kelompok perlakuan yang mendapatkan pemberian aspirin disertai jus buah alpukat didapatkan sampel dengan kerusakan berat hanya sebanyak 6 sampel dari 30 sampel. Penelitian terhadap efektifitas Vitamin E yang terkandung dalam jus buah alpukat juga dijelaskan oleh Hidayat (2013) yang menyatakan bahwa Vitamin E dapat menurunkan kadar ALT dan AST pada tikus yang terpapar timbale per-oral. Hasil penelitian tersebut menjelaskan terjadinya penurunan yang signifikan terhadap kadar ALT dan AST pada kelompok yang diberikan Vitamin E. Vitamin E tersebut mampu berperan sebagai antioksidan pemutus rantai reaksi dalam melindungi hepatosit dari radikal bebas dan menetralisir efek yang ditimbulkan dari paparan yang bersifat toksik serta sebagai antioksidan preventif. Vitamin E berperan sebagai antioksidan preventif dengan cara menghambat tahap inisiasi pembentukan radikal bebas (Patrick,2006). Antioksidan adalah senyawa yang mampu menghambat oksidasi molekul target sehingga dapat melawan atau menetralisir radikal bebas. Dikenal ada tiga kelompok antioksidan, yaitu antioksidan enzimatik, antioksidan pemutus rantai dan antioksidan logam transisi terikat protein. Yang termasuk antioksidan enzimatik adalah superoksida dismutase (SOD), katalase (CAT), gluthathion peroksidase (GPx), gluthathion reduktase (GR) dan seruloplasmin. Mekanisme kerja antioksidan 19
enzimatik adalah mengkatalisir pemusnahan radikal bebas dalam sel. Antioksidan pemutus rantai adalah molekul kecil yang dapat menerima atau memberi elektron dari atau ke radikal bebas, sehingga membentuk senyawa baru stabil, misal vitamin E dan vitamin C. Sedangkan antioksidan logam transisi terikat protein bekerja mengikat ion logam mencegah radikal bebas (Sulistyowati, 2006). Kandungan Vitamin C yang terdapat pada alpukat mampu membantu tubuh dalam memproduksi pendetoks glutathione (Ide, 2010). Vitamin C memiliki struktur sangat mirip dengan glukosa, pada sebagian besar mamalia. Vitamin C terdapat dalam bentuk asam askorbat maupun dehidroaskorbat. Asam askorbat diabsorpsi pada usus halus dan hampir seluruh asam askorbat dari makanan terabsorpsi sempurna kemudian masuk kesirkulasi untuk didistribusikan ke sel-sel tubuh. Asam askorbat dioksidasi in vivo menjadi radikal bebas askorbil. Sebagian proses reversibel menjadi asam askorbat kembali, sebagian menjadi dehidroaskorbat yang akan mengalami hidrolisis, oksidasi dan akhirnya diekskresi melalui urine. Vitamin C bersifat hidrofilik dan berfungsi paling baik pada lingkungan air sehingga merupakan antioksidan utama dalam plasma terhadap serangan radikal bebas (ROS) dan juga berperan dalam sel. Sebagai zat penyapu radikal bebas, vitamin C dapat langsung bereaksi dengan superoksida dan anion hidroksil, serta berbagai hidroperoksida lemak. Sedangkan sebagai antioksidan pemutus-reaksi berantai, memungkinkan untuk melakukan regenerasi bentuk vitamin E tereduksi (Sulistyowati, 2006). Vitamin E (tokoferol) merupakan suatu zat penyapu radikal bebas lipofilik dan antioksidan paling banyak dialam. Vitamin E berfungsi sebagai pelindung terhadap peroksidasi lemak di dalam membran. Vitamin E terdiri dari struktur tokoferol, dengan berbagai gugus metil melekat padanya dan sebuah rantai sisi fitil. Diantara struktur tersebut α-tokoferol adalah antioksidan yang paling kuat. Vitamin E adalah penghenti reaksi penyebar radikal bebas yang efisien di membran lemak, karena bentuk radikal bebas distabilkan oleh resonansi. Oleh karena itu radikal vitamin E memiliki kecenderungan kecil untuk mengekstraksi sebuah atom hydrogen dari senyawa lain dan menyebarkan reaksi. Bahkan radikal vitamin E berinteraksi secara langsung dengan radikal peroksi lemak sehingga atom hidrogen lainnya berkurang dan menjadi tokoferil quinon teroksidasi sempurna. Vitamin E radikal juga bisa mengalami regenerasi dengan adanya vitamin C atau gluthathion (Sulistyowati, 2006). Vitamin C dan E telah diketahui peranannya sebagai antioksidan alami berperan penting untuk menangkal serangan radikal bebas penyebab penuaan sel dan pemicu timbulnya berbagai penyakit. Radikal bebas adalah atom atau molekul yang memiliki satu atau lebih electron yang tidak berpasangan, sehingga bebas berikatan dengan berbagai sel dan jaringan serta menjadi pemicu berbagai penyakit seperti kanker, jantung, serta terjadi penuaan dini (Astawan dan Leomitro, 2008). 2.3 Meloxicam Meloxicam merupakan suatu senyawa terbaru dari golongan AINS (AntiInflamasi Non Steroid), turunan oksikam (fenolat), yang memiliki keunggulan kerjanya yang spesifik menghambat enzim siklooksigenase (COX-2) sehingga efek
20
samping terhadap gastrointestinal sangat rendah dibandingkan obat-obat AINS lainnya. Banyak studi menunjukkan bahwa meloxicam mempunyai efek samping pada saluran pencernaan lebih rendah dibandingkan dengan NSAID yang lain, dengan fungsinya sebagai antiinflamasi dan analgetik. Pemakaian meloxicam 15 mg tidak memperlihatkan perbedaan dalam hal efek sampingnya terhadap saluran gastrointestinal yang dinilai sebelum dan sesudah pengobatan (Gilman et al, 1991 ). Meloxicam kurang berpengaruh pada mukosa lambung dibanding dengan obat NSAID lainnya. Walaupun NSAID dalam bantuk ini seringkali dianggap kurang menyebabkan timbulnya iritasi gastrointestinal akibat kontak langsung dengan gastroduodenal umumnya obat dalam bentuk ini tetap memiliki efek sistemik terutama dalam menekan sintesis prostaglandin sehingga obat ini juga harus digunakan secara hati-hati terutama pada pasien yang telah memiliki gangguan mukosa gastroduodenal. Efek samping lain yang mungkin dijumpai pada pengobatan NSAIDs antara lain adalah reaksi hipersensitivitas, gangguan fungsi hati dan ginjal serta penekanan hematopoetik (Day et al, 2000). Meloxicam digunakan dalam kontrol muskuloskeletal akut peradangan dan nyeri pada kucing dan juga digunakan dalam penanganan nyeri kronis dan peradangan. Dosis Meloxicam pada tikus adalah 0,2 hingga 10 mg / kg BB. Pada anjing yang menerima 0,3 mg / kgBB per hari dan 0,5 mg / kgBB per hari selama enam minggu terlihat adanya pembesaran hati dan ginjal. Ketika hati diperiksa secara mikroskopis, terlihat adanya nekrosis pada sel hati tiga anjing yang diinduksi 0,5 mg / kgBB per hari. Dan hati merupakan organ yang paling sensitif , untuk itu dilakukan pengukuran enzim hati antara lain enzim aminotransferase. Adapun enzim aminotransferase antara lain aminotransferase aspartat (AST atau SGOT) dan alanine aminotransferase (ALT atau SGPT). Enzim ini biasanya terkandung dalam sel hati. Jika hati mengalami kerusakan, maka sel-sel hati akan mengeluarkan enzim ke dalam darah dalam jumlah yang tinggi dan terlihat pada kasus shock atau keracunan obat (Al-Rekabil et al, 2009). Profil farmakokinetik nonsteroidal anti-inflammatory meloxicam pada sejumlah spesies hewan termasuk rat, mouse, anjing, mini-pig, dan punt setelah pemberian meloxicam terlihat waktu konsentrasi profil plasma untuk meloxicam pada rat dan anjing sebanding dengan manusia dibandingkan antara manusia dan mouse, mini-pig, dan babun. Kerusakan jaringan tertinggi akibat meloxicam pada rat dan mini-pig terlihat pada hati dan ginjal. Sebaliknya, kerusakan rendah akibat meloxicam ditemukan dalam sistem saraf pusat. Seperti pada manusia, meloxicam beredar terutama dalam bentuk senyawa induk dalam plasma rat, mouse, anjing, mini-pig, dan babun (Busch et al, 1998) . Meloxicam umumnya diberikan untuk mengontrol rasa sakit arthritis pada anjing meskipun dapat diberikan untuk kondisi keadaan lainnya seperti cedera, kanker, operasi, infeksi gigi, dan lain-lain. Pada anjing, meloxicam biasanya diberikan sekali sehari dalam bentuk cairan. Meloxicam dilengkapi dengan jarum suntik dosis khusus yang ditandai untuk menunjukkan berapa banyak yang dapat diberikan untuk berat badan hewan peliharaan. Meloxicam dapat digunakan pada kucing, tapi dengan hati-hati. Karena dosis meloxicam yang salah dapat berbahaya bagi kucing, sehingga dalam pemberian meloxicam pada kucing penting untuk tidak 21
menjatuhkan tetes langsung ke dalam mulut kucing dari botol sehingga bisa dengan mudah memberikannya dengan dosis berlebih. Pada kucing, meloxicam baik diberikan dengan suntikan tunggal satu kali saat operasi (disetujui oleh FDA) atau jangka panjang dua sampai tiga kali per minggu. Pasien yang menggunakan meloxicam dalam jangka panjang perlu dipertimbangkan dengan melakukan pemeriksaan fisik yang lengkap dan tes darah skrining awal untuk mengidentifikasi faktor-faktor, seperti penyakit hati atau ginjal yang mungkin dapat menghalangi penggunaan meloxicam atau lainnya NSAID (Stelio et al, 2007). 2.3 Hati 2.4.1 Anatomi Hati Hati merupakan organ yang memiliki peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh. Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati yang berbentuk silindris. Lobulus hati dibangun sekeliling vena sentralis dan terdiri atas banyak lempengan sel hepatik yang tersebar secara sentrifugal dari vena sentralis seperti jari-jari roda. Selain itu, hati mempunyai venula porta dan arteriola hepatic di dalam septum interlobularis. Sinusoid vena dilapisi oleh dua jenis sel, yaitu sel endotel yang khas dan sel-sel Kupfer yang besar (Guyton, 1997). Hati tikus secara anatomis terletak di rongga abdomen dan dihubungkan ke diafragma melalui alat penggantung ligamentum triangulare dextrum, ligamentum triangulare sinistrum, dan ligamentum falciformis hepatis. Selain itu, hati dihubungkan ke ginjal kanan oleh ligamentum hepatorenale (Ressang 1963). Aktivitas hati secara umum ialah aktivitas sekresi dan eksresi, aktivitas metabolik (biosintesis senyawa-senyawa dalam tubuh, penyimpanan) dan detoksifikasi senyawa-senyawa toksik melalui biotransformasi (Koolman & Röhm, 2001). Hati dapat mengalami beberapa perubahan diantaranya ialah degenerasi. Degenerasi hidropis dan degenerasi berbutir kadang terlihat pada sel-sel hati. Hati juga dapat mengalami nekrosis yang disebabkan oleh dua hal, yaitu toksopatik disebabkan oleh pegaruh langsung agen yang bersifat toksik dan trofopatik disebabkan oleh kekurangan oksigen, zat-zat makanan, dan sebagainya (Ressang 1984). Hati (Hepar) merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh yang menyumbang sekitar 2 persen dari berat tubuh total. Hepar bertekstur lunak, lentur, dan terletak di bagian atas cavitas abdominalis tepat di bawah diaphragma. Sebagian besar hepar terletak di profunda arcus costalis dextra dan hemidiaphragma dextra memisahkan hepar dari pleura, pulmo, pericardium, dan cor. Hepar terbentang ke sebelah kiri untuk mencapai hemidiaphragma sinistra (Snell, 2006). Hepar tersusun atas lobuli hepatis. Vena centralis pada masing-masing lobulus bermuara ke venae hepaticae. Dalam ruangan antara lobulus-lobulus terdapat canalis hepatis yang berisi cabang-cabang arteria hepatica, vena portae hepatis, dan sebuah cabang ductus choledochus (trias 12 hepatis). Darah arteria dan vena berjalan di antara sel-sel hepar melalui sinusoid dan dialirkan ke vena centralis (Sloane, 2004). 22
Hati mempunyai selubung peritoneum dan menerima darah dari vena porta. Hati terdiri dari dua sel utama (Bijanti et al, 2010): • Hepatosit : berasal dari epitel yang aktif secara metabolik, membentuk empedu dan diekskresikan kedalam kanalikuli yang terletak di antara hepatosit, kemudian masuk ke saluran ekstrahepatik terakhir masuk kedalam saluran atau duktus hepatikus communis. • Sel Kupfer : bersifat fagosit dan merupakan bagian sistem retikuloendothelial. Satuan anatomis yang terkecil pada hati adalah lobulus yang tersusun dari rangkaian hepatosit yang merupakan unit mikroskopik dan fungsional organ hati. Setiap lobulus merupakan bentuk hexagonal yang terdiri yang terdiri atas lempenglempeng sel hati berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Sedangkan sinusoid merupakan cabang vena porta dan arteri hepatica yang merupakan kapiler di antara lempengan sel hati (Bijanti et al, 2010). Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatica yang mengelilingi bagian perifer lobules, hati juga terdapat saluran empedu. Saluran empedu interlobular membentuk kapiler empedu yang sangat kecil dinamakan kanalikuli yang terletak ditengah-tengah lempengan hati. Hati mempunyai kapasitas cadangan yang besar sehingga kerusakan hati secara klinis baru dapat diketahui jika kerusakan hati tersebut sudah lanjut (Bijanti et al, 2010). Hati mempunyai dua suplai darah yang berasal dari dua sumber yaitu arteri hepatica mengatur darah langsung dari aorta dan vena porta memasukkan darah yang telah melalui kapiler-kapiler dari limpa dan saluran cerna. Sebagian besar darah dalam hati berasal dari vena porta dan sebagian kecil berasal dari aorta. Hepatosit mudah terkena pengaruh oleh tekanan darah, penyaluran darah dan kadar oksigen dalam darah, selain itu hati mempunyai kemampuan regenerasi yang baik, hal ini dapat ditunjukkan pada kebanyakan kasus sel hati yang mati atau sakit akan diganti dengan jaringan hati yang baru (Bijanti et al, 2010).
Gambar 2.2 : Organ Internal Pada Anjing (Sumber : Allen, 2013)
23
Gambar 2.3 : Anatomi Hati Normal Pada Anjing (Sumber : Allen, 2013) 2.4.2 Fisiologi Hati Hepar merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh yang berperan dalam hampir setiap fungsi metabolisme tubuh dan mendetoksifikasi berbagai senyawa serta racun (Pramushinta, 2008). Pada hewan percobaan telah dibuktikan bahwa 10% parenchim hati saja, sudah cukup untuk mempertahankan fungsi hati normal (Bijanti et al, 2010). Banyak uji fungsi hati yang telah diperkenalkan tetapi hanya beberapa saja yang bernilai praktis untuk bidang veteriner. Hasil uji fungsi hati tergantung dari sejumlah aktivitas enzimatik yang berada dalam sel hati (Salasia dan Hariono, 2010). Hati mempunyai fungsi yang komplek, detoksikasi merupakan salah satu fungsi hati yang dikerjakan oleh enzim melalui mekanisme oksidasi, reduksi, hidrolisis atau konjugasi. Setiap hari hati mensekresikan cairan empedu, unsure 24
utama cairan empedu meliputi : 97% air, elektrolit, garam empedu, fosfolipid, kolesterol, dan pigmen empedu terutama bilirubin terkonjugasi. Kemampuan hati untuk mensekresikan empedu mempunyai beberapa manfaat yang penting bagi tubuh dalam membantu pencernaan makanan, membantu ekskresi zat yang tidak berguna bagi tubuh dan berfungsi dalam metabolisme bilirubin (Bijanti et al, 2010). Menurut Husadha (1996), Hati mempunyai fungsi yang sangat banyak dan kompleks yang penting untuk mempertahankan hidup, yaitu : a. Pembentukan Dan Ekskresi Empedu Pembentukan dan ekskresi empedu merupakan fungsi utama hati. Hati mensekresikan sekitar satu liter empedu setiap hari. Garam empedu inilah yang penting untuk pencernaan dan absorbsi lemak dalam usus halus.
b. Metabolisme Karbohidrat Metabolisme karbohidrat mencakup glikogenesis, glikogenolisis, dan glukoneogenesis. Pada metabolisme karbohidrat, hati berperan penting dalam mempertahankan kadar glukosa darah normal dan menyediakan energi untuk tubuh. c. Metabolisme Protein Metabolisme protein mencakup sintesis protein, pembentukan urea dan produk khusus serta penyimpanan protein. Protein serum yang disintesis oleh hati adalah albumin serta globulin alfa dan beta (gamma globulin tidak disintesis oleh hati). Faktor pembentukan darah yang disintesis oleh hati adalah fibrinogen serta protrombin. d. Metabolisme Lemak Metabolisme lemak mencakup ketogenesis, biosintesis kolesterol dan penimbunan lemak. Hidrolisis trigliserida, kolesterol, fosfolipid, dan lipoprotein (diabsorbsi dalam usus) menjadi asam lemak dan gliserol. e. Penimbunan Vitamin dan Mineral Hati berperan dalam penyimpanan zat-zat seperti vitamin larut air, B12, B3, B5, B6, asam folat. Vitamin sukar larut air A,D,E,K juga tembaga dan besi. f. Fungsi Pertahanan Tubuh Hati mempunyai fungsi detoksifikasi dan fungsi perlindungan. Fungsi detoksifikasi dilakukan oleh enzim- enzim hati yang melakukan oksidasi, reduksi, hidrolisis, atau konjugasi zat yang kemungkinan membahayakan dan mengubahnya menjadi zat yang 25
secara fisiologis tidak aktif. Fungsi perlindungan dilakukan oleh sel kupfer yang terdapat di dinding sinusoid hati. g. Detoksifikasi Hati bertanggung jawab terhadap biotransformasi zat-zat berbahaya, misalnya obat menjadi zat-zat yang tidak berbahaya yang kemudian diekskresikan oleh ginjal. 2.5 Alanine Transminase (ALT) dan Aspartate Transminase (AST) Sel hepar mengandung berbagai enzim, beberapa diantaranya penting untuk diagnostik karena dialirkan ke pembuluh darah, aktifitasnya dapat diukur sehingga dapat menunjukkan adanya penyakit hepar, atau tingkat keparahannya. Enzim-enzim ini adalah aspartat aminotransferase, alanine aminotransferase, dan gamma glutamil transferase (Underwood, 1999). Dua macam enzim yang sering digunakan dalam menilai penyakit hepar adalah Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) atau Aspartate Transminase (AST), dan Serum Glutamic Piruvic Transaminase (SGPT) atau Alanine Transminase (ALT). SGOT mengerjakan reaksi antara aspartat dan asam alfa ketoglutamat, dan SGPT mengerjakan reaksi serupa antara alanin dan asam alfaketoglutamat (Widmann, 1995). Menurut Widmann (1995) Life span untuk enzim pada hati seperti Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase (SGOT) atau Aspartate Transminase (AST) dalam darah adalah 12-22 jam sedangkan Life span Serum Glutamic Piruvic Transaminase (SGPT) atau Alanine Transminase (ALT) dalam darah adalah 37-57 jam (Widmann, 1995). Seperti yang banyak diketahui AST dan ALT adalah pemeriksaan laboratorium untuk melihat fungsi hati (liver). Kadar nilai AST dan ALT tidak hanya berhubungan dengan kelainan di hati saja (non-hepatik) . Tetapi, jaringan hati mengandung lebih banyak ALT daripada AST (Meyes et al., 1991). ALT paling banyak ditemukan dalam hati, sehingga untuk mendeteksi penyakit hati, ALT dianggap lebih spesifik dibanding AST. Peningkatan kadar AST dan ALT akan terjadi jika adanya pelepasan enzim secara intraseluler ke dalam darah yang disebabkan nekrosis sel-sel hati atau adanya kerusakan hati (Wibowo, et al., 2008). Pada kerusakan hati yang disebabkan oleh keracunan atau infeksi, kenaikan aktivitas AST dan ALT dapat mencapai 20-100x harga batas normal tertinggi. Umumnya pada kerusakan hati yang menonjol ialah kenaikan aktivitas SGPT (Sadikin, 2002). Enzim AST terdapat dalam sel-sel organ tubuh, terbanyak otot jantung, kemudian sel-sel hepar, otot tubuh, ginjal dan pankreas. Sedangkan ALT banyak terdapat dalam sel-sel jaringan tubuh dan sumber utama adalah sel-sel hepar. (Sudjarwadi et al, 2013). Peningkatan kadar AST dan ALT akan terjadi jika adanya pelepasan enzim secara intra seluler ke dalam darah yang disebabkan nekrosis sel-sel hati atau adanya kerusakan hati secara akut (Wibowo et al, 2008). Kadar normal AST
26
pada tikus adalah 45,7-80,8 IU/L dan kadar normal ALT tikus adalah 17,5-30,2 IU/L (Smith, 1988) Serum transaminase adalah indikator yang peka pada kerusakan sel-sel hepar. AST adalah enzim sitosolik, sedangkan ALT adalah enzim mikrosomal. Kenaikan enzim-enzim tersebut meliputi kerusakan sel-sel hepar oleh karena virus, obat-obatan atau toksin yang menyebabkan hepatitis, karsinoma metastatik, kegagalan jantung dan penyait hepar granulomatus dan yang disebabkan oleh alkohol. Kenaikan kembali atau bertahannya nilai transaminase yang tinggi biasanya menunjukkan berkembangnya kelainan dari nekrosis hepar. Maka perlu pemeriksaan secara serial untuk mengevaluasi perjalanan penyakit hepar (Sudjarwadi et al, 2013).
2.6 Efek Samping Meloxicam AINS mempunyai efek samping pada tiga sistem organ yaitu saluran cerna, ginjal, dan hati. Efek yang paling sering adalah tukak peptik (tukak duodenum dan tukak lambung) yang kadang – kadang terjadi anemia sekunder karena perdarahan saluran cerna pada obat-obatan AINS yang tergolong non-selektif.. Pada AINS yang tergolong selektif umumnya tidak menimbulkan efek samping gangguan pada mukosa lambung, karena pada golongan selektif spesifik menghambat COX-2(Stelio et al, 2007). Efek samping pada hati dapat terjadi akibat penggunaan yang lama dan melebihi dosis yang ditetapkan. Pada kerusakan sel hepar, terjadi perubahan jaringan dalam hubungannya dengan reaksi melawan racun. Pada kerusakan sel hepar ini, terjadi kerusakan membran sel dan organel yang akan menyebabkan enzim-enzim hepar intrasel masuk ke dalam pembuluh darah sehingga kadar enzim-enzim tersebut akan meningkat dalam darah. Gejala yang umum ditimbulkan antara lain mual, kehilangan nafsu makan, maupun muntah. Untuk mengetahui ada tidaknya kerusakan hati maka dilakukan pemeriksaan kimia darah untuk mengetahui kadar enzim dalam hati. Jika pasien memiliki batas fungsi hati dan ginjal , NSAID tidak boleh digunakan karena dapat mengurangi aliran darah melalui hati dan ginjal. Hal ini juga penting bahwa OAINS tidak diberikan kepada pasien dehidrasi terutama pada kucing karena dapat berefek potensial(Stelio et al, 2007). Di dalam hepar, sebagian besar meloxicam akan berkonjugasi dengan asam glukuronat dan sulfat. Sedangkan sisanya akan dimetabolisme oleh sitokrom P450 (CYP450). P450 merupakan enzim yang berperan penting dalam metabolisme dan eliminasi obat. Hasil metabolisme yang dihasilkan oleh meloxicam biasanya tidak berbahaya karena berinteraksi dengan antioksidan endogen yaitu glutathione. Namun, jika terjadi overproduksi dari metabolit meloxicam maka cadangan glutathione dalam hati menjadi berkurang dan metabolit menjadi menumpuk sehingga menyebabkan kerusakan sel pada hati.
27
2.7 Hewan Percobaan Menurut Adiyati (2011), hewan coba merupakan hewan yang dikembang biakkan untuk digunakan sebagai hewan uji coba. Tikus sering digunakan pada berbagai macam penelitian medis selama bertahun-tahun. Hal ini dikarenakan tikus memiliki karakteristik genetik yang unik, mudah berkembang biak, murah serta mudah untuk mendapatkannya. Tikus merupakan hewan yang melakukan aktivitasnya pada malam hari (nocturnal). Tikus merupakan hewan mamalia yang paling umum digunakan sebagai hewan percobaan pada laboratorium, dikarenakan banyak keunggulan yang dimiliki oleh tikus sebagai hewan percobaan, yaitu memiliki kesamaan fisiologis dengan manusia, siklus hidup yang relatif pendek, jumlah anak per kelahiran banyak, variasi sifat-sifatnya tinggi dan mudah dalam penanganan (Moriwaki et al., 1994).
Adapun taksonomi tikus menurut Besselsen (2004) adalah sebagai berikut ;
Kingdom Filum Sub-filum Kelas Sub-kelas Ordo Sub-ordo Famili Sub Famili Genus Spesies
: Animalia : Chordata : Vertebrata : Mammalia : Theria : Rodensia : Scuirognathi : Muridae : Murinae : Rattus : Rattus norvegicus
Tikus putih merupakan strain albino dari Rattus norvegicus. Tikus memiliki beberapa galur yang merupakan hasil pembiakkan sesama jenis atau persilangan. Selain Wistar, galur tikus yang sering digunakan untuk penelitian adalah galur Sprague dawley. Galur ini berasal dari peternakan Sprague Dawley, Madison, Wiscoustin (Sirosis,2005). Menurut Sirois (2005), tikus putih (Rattus norvegicus) galur Sprague dawley termasuk ke dalam hewan mamalia yang memiliki ekor panjang. Ciri-ciri galur ini yaitu bertubuh panjang dengan kepala lebih sempit. Telinga tikus ini tebal dan pendek dengan rambut halus. Mata tikus putih berwarna merah. Ciri yang paling terlihat adalah ekornya yang panjang (lebih panjang dibandingkan tubuh). Bobot badan tikus jantan pada umur dua belas minggu mencapai 240 gram sedangkan betinanya mencapai 200 gram. Tikus memiliki lama hidup berkisar antara 4 – 5 tahun dengan berat badan umum tikus jantan berkisar antara 267 – 500 gram dan betina 225 – 325 gram. Standar pemeliharaan hewan laboratorium perlu memperhatikan etik penelitian kesehatan secara umum tercantum dalam World Medical Association
28
Refinement adalah memperlakukan hewan percobaan secara manusiawi (humane), memelihara hewan dengan baik, tidak menyakiti hewan, serta meminimalisasi perlakuan yang menyakitkan sehingga menjamin kesejahteraan hewan coba sampai akhir penelitian. Pada dasarnya prinsip refinement berarti membebaskan hewan coba dari beberapa kondisi. Yang pertama adalah bebas dari rasa lapar dan haus, dengan memberikan akses makanan dan air minum yang sesuai dengan jumlah yang memadai baik jumlah dan komposisi nutrisi untuk kesehatannya. Makanan dan air minum memadai dari kualitas, dibuktikan melalui analisa proximate makanan, analisis mutu air minum, dan uji kontaminasi secara berkala. Analisis pakan hewan untuk mendapatkan komposisi pakan, menggunakan metode standar (Bousfield,2010). Kedua, hewan percobaan bebas dari ketidak-nyamanan, disediakan lingkungan bersih dan paling sesuai dengan biologi hewan percobaan yang dipilih, dengan perhatian terhadap: siklus cahaya, suhu, kelembaban lingkungan, dan fasilitas fisik seperti ukuran kandang untuk kebebasan bergerak, kebiasaan hewan untuk mengelompok atau menyendiri. Berikutnya, hewan coba harus bebas dari nyeri dan penyakit dengan menjalankan program kesehatan, pencegahan, dan pemantauan, serta pengobatan tehadap hewan percobaan jika diperlukan. Penyakit dapat diobati dengan catatan tidak mengganggu penelitian yang sedang dijalankan. Bebas dari nyeri diusahakan dengan memilih prosedur yang meminimalisasi nyeri saat melakukan tindakan invasif, yaitu dengan menggunakan analgesia dan anesthesia ketika diperlukan. Euthanasia dilakukan dengan metode yang manusiawi oleh orang yang terlatih untuk meminimalisasi atau bahkan meniadakan penderitaan hewan coba. Hewan juga harus bebas dari ketakutan dan stress jangka panjang, dengan menciptakan lingkungan yang dapat mencegah stress, misalnya memberikan masa adaptasi/aklimatisasi, memberikan latihan prosedur penelitian untuk hewan. Semua prosedur dilakukan oleh tenaga yang kompeten, terlatih, dan berpengalaman dalam merawat/memperlakukan hewan percobaan untuk meminimalisasi stres. Hewan diperbolehkan mengekspresikan tingkah laku alami dengan memberikan ruang dan fasilitas yang sesuai dengan kehidupan biologi dan tingkah laku spesies hewan percobaan. Hal tersebut dilakukan dengan memberikan sarana untuk kontak social (bagi spesies yang bersifat sosial), termasuk kontak social dengan peneliti; menempatkan hewan dalam kandang secara individual, berpasangan atau berkelompok; memberikan kesempatan dan kebebasan untuk berlari dan bermain (Fitzpatrick,2003).
29
2.8 Alur Penelitian Secara skematis alur penelitian sebagai berikut : n Sampel
Hari 0
K1 Larutan Plasebo (Na CMC)
Hari 1
Hari 1-7
Hari 8
K2 Meloxicam 30mg/kgBB
P1 Meloxicam 30mg/kgBB
P2 Meloxicam 30mg/kgBB
Pemeriksaan kadar AST dan ALT Tikus ke-n
K1 Larutan Plasebo (Na CMC)
K2 Larutan Plasebo (Na CMC)
P1 Jus buah alpukat 5g/kgBB/hari
P2 Jus buah alpukat 10g/kgBB/hari
Pemeriksaan kadar AST dan ALT Tikus ke-n
Analisis Statistik
Gambar 2.4. Alur Penelitian
30
3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 29 Mei - 5 Juni 2015. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biofarmasi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin dan Laboratorium Klinik Rumah Sakit Pelamonia Kota Makassar. 3.2 Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian eksperimental laboratoris. Penelitian eksperimental laboratoris merupakan kegiatan percobaan (experiment) yang bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh yang timbul akibat dari adanya suatu perlakuan dengan cara membandingkan kelompok yang tidak menerima perlakuan dengan kelompok yang menerima perlakuan. 3.3 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adala Pre-Post Test Control Group Design. Rancangan tersebut dipilih dengan asumsi bahwa didalam suatu populasi tertentu, tiap unit populasi adalah sama. Rancangan penelitian ini dilakukan dengan membagi sampel dalam kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Rancangan ini melibatkan lebih dari satu variabel bebas, dengan kata lain perlakuan dilakukan pada lebih dari satu kelompok dengan bentuk perlakuan yang berbeda. Untuk memperoleh kesimpulan mengenai perbedaan diantaranya melalui analisis data tertentu (Notoatmodjo,2005). Secara sistematis, rancangan penelitian dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini : Hari 0
K
Hari 1-7
K1
D1
K2
D2
P1 : A5
D3
P2 : A10
D4
S P
Meloxicam
Jus Buah Alpukat
Gambar 3.1 Rancangan Penelitian
31
Keterangan : S = Sampel K1 = Kelompok kontrol negatif dengan pemberian Na CMC 1 % K2 = Kelompok kontrol positif dengan pemberian meloxicam dosis 30 mg/kgBB pada hari ke-0 P1 = Kelompok perlakuan 1 dengan dosis meloxicam 30 mg/kgBB pada hari ke-0 dan dosis jus buah alpukat sebanyak 5 g/kgBB/hari selama 7 hari P2 = Kelompok perlakuan 2 dengan dosis meloxicam 30 mg/kgBB pada hari ke-0 dan dosis jus buah alpukat sebanyak 10 g/kgBB/hari selama 7 hari A5 = Jus buah alpukat dengan dosis 5 g/kgBB/hari A10 = Jus buah alpukat dengan dosis 10 g/kgBB/hari D1 = Data kelompok kontrol negatif dengan pemberian Na CMC 1 % D2 = Data kelompok kontrol positif dengan pemberian Meloxicam dosis 30 mg/kgBB pada hari ke-0 D3 = Data kelompok perlakuan 1 dengan dosis meloxicam 30 mg/kgBB pada hari ke0 dan dosis jus buah alpukat sebanyak 5 g/kgBB/hari selama 7 hari D4 = Data kelompok perlakuan 2 dengan dosis meloxicam 30 mg/kgBB pada hari ke0 dan dosis jus buah alpukat sebanyak 10 g/kgBB/hari selama 7 hari
3.4 Materi Penelitian 3.4.1 Sampel Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah sebanyak 24 ekor dibagi dalam 4 kelompok. Jumlah sampel pada masing-masing kelompok sebanyak 6 ekor. Penentuan sampel dilakukan berdasarkan rumus Federer (1955) yaitu (k-1) (n-1) >15. Sampel yang digunakan adalah hewan coba tikus putih jantan dewasa yang sehat dengan bobot badan rata-rata 150 – 200 gram sebanyak 24 ekor dan berumur ±2 bulan. 3.4.2 Alat Alat penelitian yang digunakan antara lain; sonde lambung (kanula), gelas pengukur dan pengaduk, timbangan hewan, neraca dosis jus alpukat dan meloxicam, kandang hewan, sekam kandang, kawat, dan wadah makanan dan minuman hewan coba. 3.4.3 Bahan Bahan penelitian yang digunakan antara lain Meloxicam dosis toksik 30 mg/KgBB, jus buah alpukat sebanyak 5 g/kgBB/hari dan 10 g/kgBB/hari, Natrium Carboxy Methyl Celullose (Na CMC) 1 %, spoit 1 ml dan 3 ml, tabung penyimpanan
32
darah, aquadest dan larutan eter. Serta bahan pemeriksaan yang digunakan dalam penelitian adalah serum darah tikus. 3.5 Metode Penelitian 3.5.1 Penyiapan Bahan Penelitian • Meloxicam Meloxicam berbentuk suspensi yang dibuat dari sediaan tablet meloxicam yang ditimbang sesuai dosis toksik (tunggal) untuk masing-masing tikus (30 mg/kgBB), disuspensikan dalam larutan Na CMC 1 % sebagai pembawa meloxicam. • Jus Buah Alpukat Bahan penelitian yang digunakan adalah buah alpukat yang diperoleh dari daerah Makassar. Buah alpukat dihaluskan menggunakan blender dan disaring menggunakan saringan teh untuk menghasilkan jus yang lebih halus. Kemudian dibagi sesuai dosis untuk masing-masing perlakuan yaitu 5 g/kgBB/hari dan 10 g/kgBB/hari. • Larutan Plasebo Larutan plasebo adalah larutan Na CMC 1 % yang dibuat dengan cara melarutkan 1 gr Na CMC ke dalam 100 ml aquadest. 3.5.2 Perlakuan Terhadap Hewan Uji • Adaptasi Hewan Coba Sebelum penelitian dimulai, tikus diadaptasikan terlebih dahulu sesuai dengan standar manajemen pemeliharaan hewan laboratorium selama satu minggu di Laboratorium Biofarmasi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. Makanan diberikan dalam jumlah tertentu berdasarkan berat badan, berdasarkan standar laboratorium (10 gram/kg Berat Badan) dan minuman diberikan secara adLibitum. • Pemberian Perlakuan Tikus jantan sebanyak 24 ekor yang telah diadaptasikan selama satu minggu dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok control positif, kelompok control negative, kelompok perlakuan 1 dan kelompok perlakuan 2. Pada hari ke-0, Kelompok K1 diberi Na CMC 1 % , sedangkan pada Kelompok K2 , Kelompok P1 dan Kelompok P2 diberi Meloxicam dosis toksik 30 mg/KgBB.
33
Pada hari ke-1, dilakukan pengambilan darah sebanyak 1 ml untuk pemeriksaan kadar AST dan ALT pada hewan coba. Setelah dilakukan pengambilan darah, dilanjutkan dengan pemberian jus buah alpukat sebanyak 5 g/kgBB pada kelompok 3 dan sebanyak 10 g/kgBB pada kelompok 4. Sedangkan pada kelompok 1 (Kontrol) dan Kelompok 2 diberikan larutan placebo atau Na CMC 1 %. Pemberian jus buah alpukat dilakukan per oral dengan menggunakan alat bantu sonde lambung (kanula) yang bertujuan mencegah jus buah alpukat dimuntahkan dalam jumlah tertentu setiap kali pemberian. Setelah masa perlakuan selesai selama 7 hari, pada hari ke-8 seluruh tikus dianastesi menggunakan larutan eter, kemudian darah diambil melalui mata dan jantung. Pengambilan darah ini bertujuan untuk memeriksa kadar Aspartate Transminase (AST) dan Alanine Transminase (ALT). 3.5.3 Pemeriksaan Kadar AST dan ALT Pemeriksaan kadar AST dan ALT dilakukan sebanyak dua kali yakni setelah pemberian meloxicam dosis toksik dan setelah dilakukan perlakuan dengan pemberian jus buah alpukat dengan dosis yang berbeda pada masing-masing kelompok perlakuan. Sampel darah yang diambil sebanyak 1 sampai 2 ml. Setiap sampel darah diletakkan pada botol sampel plain 10 ml. Sampel darah disentrifugasi selama 5 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Hal ini bertujuan untuk memisahkan serum dari plasma darah. Setelah serum telah terpisah dengan plasma, selanjutnya serum dipisahkan dan dimasukkan ke dalam cup serum. Setelah semua sampel serum telah dimasukkan ke dalam masing-masing cup, kemudian cup dimasukkan ke dalam mesin Siemens yang merupakan alat yang digunakan untuk mengukur kadar AST dan ALT. 3.5.4 Pengamatan dan Pengumpulan Data Pengamatan dan pencatatan dilakukan terhadap serum darah tikus putih jantan yang diamati setelah pemberian meloxicam dan setelah pemberian perlakuan selama 7 hari. 3.6 Analisa Data Analisis data yang digunakan adalah uji Two Way Anova With Replication, dimana data diambil dari hasil pengamatan kadar AST dan ALT pada tikus putih dari 2 kelompok kontrol dan 2 kelompok perlakuan terhadap pengaruh jus buah alpukat. Kemudian dilanjutkan dengan uji T-Test.
34
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Aspartate Transminase (AST) Pemeriksaan emeriksaan kadar AST T dilakukan di Laboratorium Klinik Rumah Sakit Pelamonia Kota Makassar. Hasil dari pemeriksaan kadar AST pada pemeriksaan awal (hari ke-0) 0) dan pemeriksaan akhir (hari ke ke-8) dapat dilihat pada diagram batang berikut ini: Gambar 4.1 Kadar AST T Sebelum Perlaku Perlakuan (Hari ke-0) 0) Pada Tikus Putih
y
x
Keterangan : n = 6 sampel K1 = Kelompok kontrol negatif dengan pemberian Na CMC 1% K2 = Kelompok kontrol positif dengan pemberian meloxicam dosis toksik 30 mg/kg BB P1 = Kelompok dengan pemberian meloxicam dosis toksik 30 mg/kg BB P2 = Kelompok dengan pemberian melo meloxicam xicam dosis toksik 30 mg/kg BB = Berbeda Signifikan gnifikan (P<0,05) SEM = Standard Error ror oof Mean x = Kelompok y = Nilai rata-rata rata (Mean) Berdasarkan gambar ambar 4.1, rata rata-rata hasil kadar AST T pada pemeriksaan awal (hari ke-0) 0) untuk kelompok K1 adalah 58,33 IU/L (SEM= 3,66), kelompok K2 memiliki rata-rata kadar AST T sebesar 280,33 IU/L (SEM= 41,2), kelompok P1 memiliki ratarata
35
rata kadar AST T sebesar 222,17 IU/L ((SEM=24,2) SEM=24,2) dan kelompok P2 memiliki ratarata rata kadar AST sebesar 215 IU/L (SEM= 31,3). Gambar 4.2 Kadar AST Sesudah Perlakuan (Hari ke-8)) Pada Tikus Putih y
x
Keterangan : n = 6 sampel = Kelompok kontrol ontrol negatif dengan pemberian Na CMC 1% K1 K2 = Kelompok kontrol positif dengan pemberian meloxicam dosis toksik 30 mg/kg BB P1 = Kelompok dengan pemberian meloxicam dosis toksik 30 mg/kg BB dan pemberian jus buah alpukat 5g/kg BB P2 = Kelompok dengan pemberian meloxicam dosis toksik 30 mg/kg BB dan pemberian jus buah alpukat 10 g/kg BB = Berbeda Signifikan gnifikan (P<0,05) SEM = Standard Error ror oof Mean x = Kelompok y = Nilai rata-rata rata (Mean) Berdasarkan gambar 4.2, rata-rata hasil kadar AST T pada pemeriksaan akhir (hari ke-8) 8) untuk kelompok K1 adalah 54 IU/L (SEM= 2,64), kelompok K2 memiliki rata-rata kadar AST T sebesar 264,5 IU/L (SEM= 35,9), kelompok P1 memiliki ratarata rata kadar AST T sebesar 73,83 IU/L (SEM= 1,85) dan kelompok P2 memiliki rata-rata rat kadar AST sebesar 60,17 IU/L (SEM= 2,24).
36
Gambar 4.3 Kadar AST T Sebelum Perlakuan (Hari ke ke-0) dan Sesudah Perlakuan (hari ke-8) Pada Tikus Putih
y
x
Keterangan : n = 6 sampel = Kelompok kontrol negatif dengan pemberian Na CMC 1% K1 K2 = Kelompok kontrol positif dengan pemberian meloxicam dosis toksik 30 mg/kg BB P1 = Kelompok dengan pemberian meloxicam dosis toksik 30 mg/kg BB dan pemberian jus buah alpukat 5g/kg BB P2 = Kelompok dengan pemberian meloxica meloxicam m dosis toksik 30 mg/kg BB dan pemberian jus buah alpukat 10 g/kg BB = Berbeda Signifikan gnifikan (P<0,05) x = Kelompok y = Nilai rata-rata rata (Mean) Berdasarkan gambar 4.1, Pada hari ke-0 0 (sebelum perlakuan) diketahui hasil dari analisis data kadar AST dengan menggunakan analisis data T-test menjelaskan bahwa antara kelompok K1 dan kelompok K2 menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Antara kelompok K1 dan P1 menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Begitu pun antara kelompok K1 dan kelomp kelompok ok P2 menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Dan antara kelompok K2 dan kelompok P1 menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan (P>0,05), antara kelompok K2 dan kelompok P2 menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan (P>0,05), begitu pun pada kelompok P1 dan kelompok P2 menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok K1 yang diberi Na CMC 1% tidak menunjukkan terjadinya peningkatan kadar AST T atau masih dalam batas normal dibandingkann dengan kelompok K2, kelompok P1, maupun kelompok P2 menunjukka adanya peningkatan kadar AST T setelah pemberian meloxicam dengan 37
dosis 30 mg/kgBB yang dapat dilihat dari hasil bahwa perbandingan antara kelompok K1 dan kelompok K2, P1, maupun P2 menunjukkan perbedaan yang signifikan. Berdasarkan hasil analisis data tersebut menunjukkan adanya efek hepatotoksik dari meloxicam sehingga memberikan efek terhadap peningkatan kadar AST. Hal ini dikarenakan meloxicam dapat menyebabkan peningkatan produksi Raktive Oxygen Species (ROS) dan secara langsung menekan sistem antioksidan tubuh dan menimbulkan peroksidasi lipid. ROS dapat bereaksi dapat bereaksi dan menyebabkan kerusakan pada banyak molekul di dalam sel. Fosfolipid yang menjadi unsur utama dalam membran plasma dan membran organela sel seringkali menjadi subjek dari peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid adalah suatu reaksi rantai radikal bebas yang diawali dengan terbebasnya hidrogen dari suatu asam lemak tak jenuh oleh radikal bebas. Akibat dari peroksidasi lipid adalah meningkatnya permeabilitas membran dan mengganggu distribusi ion-ion yang mengakibatkan kerusakan sel dan organela (Devlin, 2002). Dan AST merupakan salah satu enzim transaminase yang terdapat di dalam sel dan akan keluar ke dalam plasma apabila sel mengalami kerusakan, sehingga kadarnya di dalam plasma akan meningkat (Widman, 1995). Hal tersebut juga dijelaskan pada penelitian yang dilakukan oleh Al-Rekabi et al yang menunjukkan peningkatan serum hati yaitu AST dan ALT pada pemberian meloxicam dengan dosis bertingkat selama 60 hari. Berdasarkan gambar 4.2, pada hari ke-8 (sesudah perlakuan ) diketahui hasil dari analisis data AST dengan menggunakan T-test menjelaskan bahwa antara kelompok K1 dan kelompok K2 menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Antara kelompok K1 dan P1 menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Antara kelompok K2 dan kelompok P1 menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Antara kelompok K2 dan kelompok P2 menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Begitu pun antara kelompok P1 dan kelompok P2 menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Sedangkan antara kelompok K1 dan kelompok P2 menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan. Sedangkan berdasarkan gambar 4.3 menjelaskan perbandingan antara kelompok pada hari ke-0 (sebelum perlakuan) dan hari ke-8 (sesudah perlakuan) menjelaskan bahwa antara kelompok P1 hari ke-0 (sebelum perlakuan) dan P1 hari ke-8 (sesudah perlakuan) menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Begitu pun antara kelompok P2 hari ke-0 (sebelum perlakuan) dan P2 hari ke-8 (sesudah perlakuan) menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Didukung pula dengan hasil dari analisis data Two Way Anova With Replication dengan membandingkan antara hasil pemeriksaan sebelum perlakuan (hari ke-0) dan hasil pemeriksaan sesudah perlakuan (hari ke-8) menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05) atau (F>Fcrit). Dari uraian tersebut, menunjukkan bahwa pada pemeriksaan akhir setelah perlakuan (hari ke-8) penurunan kadar AST pada kelompok P1 dan kelompok P2 yang diberi perlakuan jus buah alpukat selama 7 hari dibandingkan dengan kelompok kontrol positif yang diberi meloxicam 30 mg/kgBB tanpa pemberian jus buah alpukat terdapat perbedaan yang signifikan (P<0,05) antara kelompok K2 (tanpa pemberian jus buah alpukat) dengan kelompok P1 (dengan pemberian jus buah alpukat 5gr/kgBB). Begitu pun antara kelompok K2 (tanpa pemberian jus buah alpukat) 38
dengan kelompok P2 (dengan pemberian jus buah alpukat 10gr/kgBB) menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Sedangkan jika dibandingkan kelompok K1 (kontrol negatif dengan pemberian Na CMC) dengan kelompok P2 (dengan pemberiann jus buah alpukat 10gr/kgBB) tidak terdapat perbedaan yang signifikan yang menunjukkan bahwa jus buah alpukat dapat menurunkan kadar AST hingga batas normal dalam tubuh. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian jus buah alpukat dapat menurunkan kadar AST bila dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberikan meloxicam, bahkan pada kelompok yang diberikan jus buah alpukat dengan dosis 10 gr/kgBB/hari menunjukkan situasi yang tak jauh berbeda bila dibandingkan dengan kelompok kontrol neg negatif atif dengan pemberian Na CMC 1%. Hal ini membuktikan bahwa jus buah alpukat mampu bertindak sebagai antioksidan yang dapat memecahkan proses autokatalitik dari proses lipid peroksidasi membran sel sehingga dapat memelihara integrit integritas sel. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sagala (2010) yang menyatakan bahwa jus buah alpukat dapat bertindak sebagai antioksidan dalam menghambat kerusakan dari mukosa lambung akibat pemberian aspirin dan penelitian oleh Hidayat (2013) yang menyatakan bahwa Vitamin itamin E yang terkandung juga dalam buah alpukat dapat menurunkan kadar AST dan ALT pada tikus yang terpapar timbal per-oral. oral. Vitamin E tersebut mampu berperan sebagai antioksidan pemutus rantai reaksi dalam melindungi hepatosit dari radikal bebas dan mene menetralisir tralisir efek yang ditimbulkan dari paparan yang bersifat toksik serta sebagai antioksidan preventif (Patrick,2006). 4.2 Alanine Transminase (ALT) Pemeriksaan kadar ALT T dilakukan di Laboratorium Klinik Rumah Sakit Pelamonia Kota Makassar. Hasil dari pemeriksaan kadar ALT pada pemeriksaan awal (hari ke-0) 0) dan pemeriksaan akhir (hari ke ke-8) dapat dilihat pada gambar berikut ini: Gambar 4.4 Kadar ALT T Sebelum Perlakuan (Hari ke-0) 0) Pada Tikus Putih
y
x
39
Keterangan : n = 5-6 sampel K1 = Kelompok kontrol negatif dengan pemberian Na CMC 1% K2 = Kelompok kontrol positif dengan pemberian meloxicam dosis toksik 30 mg/kg BB P1 = Kelompok dengan pemberian meloxicam dosis toksik 30 mg/kg BB P2 = Kelompok dengan pemberian melo meloxicam xicam dosis toksik 30 mg/kg BB = Berbeda Sifgnifikan (P<0,05) SEM = Standard Error ror oof Mean x = Kelompok y = Nilai rata-rata rata (Mean) Berdasarkan gambar 4.4, rata-rata hasil kadar ALT T pada pemeriksaan awal (hari ke-0) ke untuk kelompok K1 adalah 25,17 IU/L (SEM= 1,5), kelompok K2 memiliki rata-rata rata kadar ALT T sebesar 104,67 IU/L (SEM= 7,38), kelompok P1 memiliki rata-rata rata kadar ALT T sebesar 58,67 IU/L (SEM= 2,9) dan kelompok P2 memiliki rata rata-rata rata kadar ALT sebesar 80,67 IU/L (SEM= 4,72). Grafik 4.5 Kadar ALT T Se Sesudah Perlakuan (Hari ke-8) Pada Tikus Putih y
x
Keterangan : n = 5-6 sampel = Kelompok kontrol negatif dengan pemberian Na CMC 1% K1 K2 = Kelompok kontrol positif dengan pemberian meloxicam dosis toksik 30 mg/kg BB P1 = Kelompok dengan pemberian meloxicam dosis toksik 30 mg/kg BB dan pemberian jus buah alpukat 5g/kg BB P2 = Kelompok dengan pemberian meloxicam dosis toksik 30 mg/kg BB dan pemberian jus buah alpukat 10 g/kg BB = Berbeda Sifgnifikan (P<0,05) SEM = Standard Error oof Mean 40
x y
= Kelompok = Nilai rata-rata rata (Mean)
Berdasarkan gambar 4.5, rata rata-rata hasil kadar ALT T pada pemeriksaan akhir (hari ke-8) 8) untuk kelompok K1 adalah 22 IU/L (SEM= 1,05), kelompok K2 memiliki rata-rata kadar ALT T sebesar 96,17 IU/L (SEM= 7,13), kelompok P1 memiliki ratarata rata kadar ALT T sebesar 26, 26,17 17 IU/L (SEM= 0,93) dan kelompok P2 memiliki rata-rata rata kadar ALT sebesar 20,83 IU/L (SEM= 1,27). Grafik 4.6 Kadar ALT T Sebelum Perlakuan (Hari ke ke-0) dan Sesudah sudah Perlakuan (Hari ke-8) Pada Tikus Putih
y
x
Keterangan : n = 5-6 sampel = Kelompok kontrol negatif dengan pemberian Na CMC 1% K1 K2 = Kelompok kontrol positif dengan pemberian meloxicam dosis toksik 30 mg/kg BB P1 = Kelompok dengan pemberian meloxicam dosis toksik 30 mg/kg BB dan pemberian jus buah alpukat 5g/kg BB P2 = Kelompok dengan pemberian meloxicam dosis toksik 30 mg/kg BB dan pemberian jus buah alpukat 10 g/kg BB = Berbeda Signifikan (P<0,05) x = Kelompok y = Nilai rata-rata rata (Mean) Berdasarkan gambar 4.4, Pada hari ke-0 0 (sebelum perlakuan) diketahui hasil h dari analisis data kadar AL ALT dengan menggunakan T-test menjelaskan bahwa antara kelompok K1 dan kelompok K2 menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Antara kelompok K1 dan P1 menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). (P< Begitu pun antara kelompok K1 dan kelompok P2 menunjukkan perbedaan yang 41
signifikan (P<0,05). Dan antara kelompok K2 dan kelompok P1 menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan (P>0,05), antara kelompok K2 dan kelompok P2 menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan (P>0,05), begitu pun pada kelompok P1 dan kelompok P2 menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan (P>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompok K1 yang diberi Na CMC 1% tidak menunjukkan terjadinya peningkatan kadar ALT atau masih dalam batas normal dibandingkan dengan kelompok K2, kelompok P1, maupun kelompok P2 menunjukkan adanya peningkatan kadar ALT setelah pemberian meloxicam dengan dosis 30 mg/kgBB yang dapat dilihat dari hasil bahwa perbandingan antara kelompok K1 dan kelompok K2, P1, maupun P2 menunjukkan perbedaan yang signifikan. Berdasarkan hasil analisis data tersebut menunjukkan adanya efek hepatotoksik dari meloxicam sehingga memberikan efek terhadap peningkatan kadar ALT. Hal ini dikarenakan meloxicam dapat menyebabkan peningkatan produksi (ROS) dan secara langsung menekan sistem antioksidan tubuh dan menimbulkan peroksidasi lipid. ROS dapat bereaksi dapat bereaksi dan menyebabkan kerusakan pada banyak molekul di dalam sel. Fosfolipid yang menjadi unsur utama dalam membran plasma dan membran organela sel seringkali menjadi subjek dari peroksidasi lipid. Peroksidasi lipid adalah suatu reaksi rantai radikal bebas yang diawali dengan terbebasnya hidrogen dari suatu asam lemak tak jenuh oleh radikal bebas. Akibat dari peroksidasi lipid adalah meningkatnya permeabilitas membran dan mengganggu distribusi ionion yang mengakibatkan kerusakan sel dan organela (Devlin, 2002). Dan ALT merupakan salah satu enzim transaminase yang terdapat di dalam sel dan akan keluar ke dalam plasma apabila sel mengalami kerusakan, sehingga kadarnya di dalam plasma akan meningkat (Widman, 1995). Hal tersebut juga dijelaskan pada penelitian yang dilakukan oleh Al-Rekabi et al yang menunjukkan peningkatan serum hati yaitu AST dan ALT pada pemberian meloxicam dengan dosis bertingkat selama 60 hari. Berdasarkan gambar 4.5, pada hari ke-8 (sesudah perlakuan ) diketahui hasil dari analisis data ALT dengan menggunakan T-test menjelaskan bahwa antara kelompok K1 dan kelompok K2 menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Antara kelompok K1 dan P1 menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Antara kelompok K2 dan kelompok P1 menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Antara kelompok K2 dan kelompok P2 menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Begitu pun antara kelompok P1 dan kelompok P2 menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Sedangkan antara kelompok K1 dan kelompok P2 menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan. Sedangkan berdasarkan gambar 4.6 menjelaskan perbandingan antara kelompok pada hari ke-0 (sebelum perlakuan) dan hari ke-8 (sesudah perlakuan) menjelaskan bahwa antara kelompok P1 hari ke-0 (sebelum perlakuan) dan P1 hari ke-8 (sesudah perlakuan) menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Begitu pun antara kelompok P2 hari ke-0 (sebelum perlakuan) dan P2 hari ke-8 (sesudah perlakuan) menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Didukung pula dengan hasil dari analisis data Two Way Anova With Replication dengan membandingkan antara hasil pemeriksaan sebelum perlakuan (hari ke-0) dan hasil pemeriksaan sesudah perlakuan (hari ke-8) menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05) atau (F>Fcrit). 42
Dari uraian tersebut, menunjukkan bahwa pada pemeriksaan akhir setelah perlakuan (hari ke-8) terjadi penurunan kadar ALT pada kelompok P1 dan kelompok P2 yang diberi perlakuan jus buah alpukat selama 7 hari dibandingkan dengan kelompok kontrol positif yang diberi meloxicam 30 mg/kgBB tanpa pemberian jus buah alpukat dengan hasil terdapat perbedaan yang signifikan (P<0,05) antara kelompok K2 (tanpa pemberian jus buah alpukat) dengan kelompok P1 (dengan pemberian jus buah alpukat 5gr/kgBB). Begitu pun antara kelompok K2 (tanpa pemberian jus buah alpukat) dengan kelompok P2 (dengan pemberian jus buah alpukat 10gr/kgBB) menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Sedangkan jika dibandingkan kelompok K1 (kontrol negatif dengan pemberian Na CMC) dengan kelompok P2 (dengan pemberian jus buah alpukat 10gr/kgBB) tidak terdapat perbedaan yang signifikan yang menunjukkan bahwa jus buah alpukat dapat menurunkan kadar ALT hingga batas normal dalam tubuh. Untuk mengetahui pengaruh dosis jus buah alpukat terhadap penurunan AST dan ALT berdasarkan analisis data diperoleh hasil bahwa pemeriksaan kadar ALT pada hari ke-8 (setelah perlakuan) diperoleh hasil bahwa antara kelompok P1 dan kelompok P2 menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Begitu pun pada hasil pemeriksaan kadar ALT pada hari ke-8 (setelah perlakuan) diperoleh hasil bahwa antara kelompok P1 dan kelompok P2 menunjukkan perbedaan yang signifikan (P<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian jus buah alpukat dengan dosis yang berbeda dapat menimbulkan penurunan yang berbeda pula yaitu semakin besar dosis jus buah alpukat yang diberikan, maka semakin tinggi penurunan AST maupun ALT yang diperoleh. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa pemberian jus buah alpukat dapat menurunkan kadar ALT bila dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberikan meloxicam, bahkan pada kelompok yang diberikan jus buah alpukat dengan dosis 10 gr/kgBB/hari menunjukkan situasi yang tak jauh berbeda bila dibandingkan dengan kelompok kontrol negatif dengan pemberian Na CMC 1%. Hal ini membuktikan bahwa jus buah alpukat mampu bertindak sebagai antioksidan yang dapat memecahkan proses autokatalitik dari proses lipid peroksidasi membran sel sehingga dapat memelihara integritas sel. Hal ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Sagala (2010) yang menyatakan bahwa jus buah alpukat dapat bertindak sebagai antioksidan dalam menghambat kerusakan dari mukosa lambung akibat pemberian aspirin dan penelitian oleh Hidayat (2013) yang menyatakan bahwa Vitamin E yang terkandung juga dalam buah alpukat dapat menurunkan kadar AST dan ALT pada tikus yang terpapar timbal per-oral. Vitamin E tersebut mampu berperan sebagai antioksidan pemutus rantai reaksi dalam melindungi hepatosit dari radikal bebas dan menetralisir efek yang ditimbulkan dari paparan yang bersifat toksik serta sebagai antioksidan preventif (Patrick,2006). Buah alpukat yang digunakan dalam penelitian ini mengandung antioksidan berupa prekursor dari glutathione yaitu asam glutamate, glisin, sistin, dan metionin. Keempat asam amino ini diserap melalui jalur pencernaan protein di dalam lambung dan berlanjut di usus halus, dan memasuki sirkulasi darah melalui vena porta, kemudian akan dibawa ke hati dan dipergunakan sebagai substansi untuk mensintesis glutathione (Almatsier, 2001). Selain itu, glutathione dapat meregenerasi antioksidan terpenting yaitu asam 43
lipoat, vitamin E dan vitamin C kembali ke bentuk aktif (Mohora et al, 2007). Selain kandungan precursor glutathione, alpukat juga memiliki vitamin B2 (riboflavin) yang berperan sebagai prekursor Flavine Adenine Dinucleotida (FAD), koenzim yang dibutuhkan oleh glutathione reduktase dan mineral berupa selenium yang terkandung memiliki efek antioksidan pada enzim glutathione peroksidase (Berdanier et al, 2008).
44
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Pemberian jus buah alpukat dapat menurunkan kadar AST dan ALT pada tikus putih yang diinduksi meloxicam dosis toksik. b. Dosis optimal jus buah alpukat dalam menurunkan kadar AST dan ALT adalah 10 g/kgBB/hari. 5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian, saran yang dapat diberikan sebagai berikut : a. Dapat dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melakukan pengamatan pada gambaran histopatologi organ hati. b. Dapat dilakukan penelitian sejenis dengan menerapkan pada hewan kesayangan.
45
DAFTAR PUSTAKA Adiyati, P. N. 2011. Ragam Jenis Ektoparasit pada Hewan Coba Tikus Putih (Rattus norvegicus) Galur Sprague Dawley. Skripsi. Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Alfansuri, A.F . 2012 . Identifikasi Chilling Injury Buah Alpukat (Persea americana) dengan Gelombang Ultrasonik. IPB : Bogor. Almatsier, S. 2001. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Al-Rekabi, F.M.K., Abbas D.A dan Hadi N.R . 2009 . Effect of Subchronic exposure to meloxicam on some hematological, biochemical and liver histopathological parameters in rats . Iraq Journal of Veterinary Sciences Vol.23 Supplement II : 249-254. Baghdad University : Iraq Allen, P.G., 2013. College of Veterinary Medicine. Washington State University: Washington Astawan M. dan Leomitro A. 2008. Khasiat warna-warni makanan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama, pp : 154-160, 128, 129. Berdanier, C., Dwyer, J., dan Feldman, E. 2008. Handbook of Nutrition and Food. Second Edition. Boca Raton: CRC Press Besselsen, D.G. 2004. Biology of Laboratory Rodent. Medical Books. New York. Bijanti, Retno. 2010 . Buku Ajar Patologi Klinik Veteriner Edisi Pertama . Percetakan Universitas Airlangga : Surabaya Bousfield, B.B.R.W. Veterinary Bulletin, Agriculture, Fisheries and Conservation Department Newsletter. 2010; 1(4):1-12. Busch, Ulrich et al . 1998 . Pharmacokinetics of meloxicam in animals and the relevance to humans . Department of pharmacokinetics : U.S.A Chandra, A et al . 2013 . Pengaruh pH dan Jenis Pelarut Pada Perolehan dan Karakterisasi Pati dan Biji Alpukat : Universitas Katolik Parahyangan. Day, R., D, Williams, K., Handel, M. dan Brooks, P . 2000. Cognnective tissue and bone disorders. In : SG, Carruthers, BB. Hoffman, KL. /Melmon & DW.. Nierenberg (eds), Clinical Pharmacology. Edisi 4 : New York. Devlin, MT. 2002. Bionergetics and Oxidative Metabolism In : Biochemistry with clinical correlation. Wiley-lisss. Canada :590-592 Dorantes, Lidia, FAO. 2006. Avocado Post Harvest Operation Chapter : Italy Federer, W.T. 1955. Experimental Design. The Macmillan Company, New York. Fitzpatrick, A. 2003. Ethics and animal research. J Lab Clin Med.;41:89-90. Gilman, AG., Rall., TW., Nies, AS & Taylor, P . 1991 . The Pharmacological basis of therapeutics. Vol.11 . Edisi 8 . Pergamon Press : New York. Geof, W.S., Jennifer, L.D., Lisa, A.T et al . 2008 . Extralabel Use Of Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs In Cattle . JAVMA Vol.232 No.5 : FARAD Digest Guyton AC, Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Setiawan I, Tengadi KA, Santoso A, penerjemah. Jakarta: EGC. Terjemahan dari: Textbook of Medical Physiology. Hariono, B. 2005. Hematology Veteriner. Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada . Yogyakarta, 7-8
46
Hidayat, A . 2013 . Pengaruh Vitamin E Terhadap Kadar SGPT dan SGOT Serum Darah Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Wistar Yang Dipapar Timbale Per-Oral. Universitas Negeri Semarang : Semarang. Husadha, Y. 1996. Fisiologi dan Pemeriksaan Hati. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. Hal : 224226. Ide P. 2010. Health Secret Of Kiwi fruit. Jakarta : PT. Alex Media Computindo, pp : 9,11,15,16. Katja, D.G., Suryanto, E., dan Wehantouw, F., 2009, Potensi Daun Alpukat (Persea Americana Mill) Sebagai Sumber Antioksidan Alami, Chem. Prog. 2 (1) : 5864. Kali, M.B. 1997. Alpukat Budidaya dan Pemanfaatan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta Koolman J, Röhm KH. 2001. Atlas Berwarna dan Teks Biokimia. Wanandi SI, penerjemah. Jakarta: Hipokrates. Terjemahan dari Color Atlas of Biochemistry. Lopez. VMG. 2002. Fruit Characterization of high oil contect avocado varieties. Scientia Agricol. Meyes PA, DK Granner, VW Rodwell dan DW Martin. 1991 . Biokimia. Alih Bahasa Mohora, Greabu, Muscurel, Duta, dan Totan. 2007. The Sources and the Targets of Oxidative Stress in the Etiology of Diabetic Complications. J. Biophys. Vol. 17 (2): 63–84. Moriwaki, K., T. Shiroishi dan H. Yonekawa. 1994. Genetic in Wild Mice. Its Aplication to Biomedical Research. Japan ScientificSocieties Press. Karger, Tokyo. Notoatmodjo, S. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan, edisi revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Nutrient data. 2010. Nutrition Facts Avocados, Raw, All Commercial Varieties. http:// www.nutritiondata.com/facts/fruits-and-fruit-juices/1843/2 [24 Mei 2010] Patrick, L. 2006 . Lead Toxicity Part II: The Role Of Free Radical Damage And The Use Of Antioxidants In The Pathology And Treatment Of Lead Toxicity. Alternative Medicine Review : 114-127 Plantamor. 2012 . Persea americana M. (http://www. plantamor.com /index.php. plant=970) diakses 10 Januari 2015. Pramushinta, A.A . 2008 . Pengaruh Teh Hijau Terhadap Kadar Enzim Alkali Phospatase Serum Tikus Wistar Yang Diberi Kloramfenikol . Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro : Semarang. Prihatman, Kemal. 2000. ALPUKAT / AVOKAD (Persea americana Mill/Persea gratissima Gaerth). Jakarta: Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Putz, R. and Pabst, R., 2005. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Kepala, Leher, Extremitas Atas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Quane, D . 2010 . Varietas Alpukat di Indonesia . (http://www.ristek.go.id diakses 10 Januari 2015) Ressang AA. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Ed ke-2. Denpasar: Bali Pr. Rukmana, R. 1997. Alpukat Seri Budi Daya. Kanisius : Jakarta. Sadikin M. 2002. Biokimia Enzim. Jakarta : Penerbit Widya Medika Jakarta 47
Sagala, P.S . 2010 . Efek Protektif Jus Alpukat (Persea Americana Mill) Terhadap Kerusakan Mukosa Lambung Mencit Yang Diinduksi Aspirin . Universitas Sebelas Maret : Surakarta Samson, J.A. 1980. Tropical Fruits. Longman Inc: New York Sari, W . 2008 . Care Your Self : Hepatitis. Jakarta. Penebar Plus : 27-28. Sirois, M. 2005. Laboratory animal medicine: Principles and procedures. Elsevier Mosby, Philadelphia, USA. Pp 167,172. Sloane,Ethel. 2004 . Anatomi dan Fisiologi. Jakarta : EGC. Smith, J.B and Mangkoewidjoyo, S . 1988 . Pemeliharaan, Pembiakan dan Penggunaan Hewan Coba Di Daerah Tropis . Universitas Indonesia : Jakarta. Snell, R. S., 2006. Anatomi Klinik. Edisi 6. Jakarta:EGC. 350-360. Universitas Sparkes, A.H et al . 2010 . Long-term use of NSAIDs in Cats . Journal of Feline Medicine and Surgery Vol.12, 519 : JFMS Cinical Practice Stelio, P.L et al . 2007 . Evaluation Of Adverse Effects Of Long-Term Oral Administration Of Carprofen, Etodolac, Flunixin Meglumine, Ketoprofen, And Meloxicam In Dogs . AVJR Vol.68 No.3 . School Of Veterinary Medicine And Animal Science : Brazil. Sudjarwadi., Taufan, R and Dharmana, E . 2013 . Pengaruh Pemberian Ekstrak Phaleria Maccocarpa Dan Phyllanthus Niruri Terhadap Kadar AST, ALT dan Kreatinin Mencit. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro : Semarang. Sulistyowaty, Yeny. 2006 . Pengaruh Pemberian Likopen Terhadap Status Antioksidan (Vitamin C, Vitamin E, Gluthathion Peroksidase) Tikus (Rattus norvegicus galur Sprague Dawley) Hiperkolesterolnemia . Universitas Diponegoro : Semarang. Underwood, J. C. E. 1999. Patologi Umum dan Sistemik. edisi 2 vol.2. Jakarta: EGC. Wibowo AW, L Maslachah & R. Bijanti. 2008. Pengaruh Pemberian Perasan Buah Mengkudu (Morinda citrifolia) terhadap Kadar SGOT dan SGPT Tikus Putih(Rattus norvegicus) Diet Tinggi Lemak .Jurnal Veterinerian Medika Universitas Airlangga Vol. 1: 1- 5. Widmann, F. K. 1995. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Jakarta: EGC.
48
Lampiran 1 : Hasil Penimbangan Berat Badan Tikus Wistar Jantan Sebelum Perlakuan Tikus ke-n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Berat Badan (gram) 170 160 170 160 170 170 170 170 160 180 170 160 160 160 180 180 160 160 160 160 170 170 160 180
Kelompok Kontrol Negatif (K1) Kontrol Negatif (K1) Kontrol Negatif (K1) Kontrol Negatif (K1) Kontrol Negatif (K1) Kontrol Negatif (K1) Kontrol Positif (K2) Kontrol Positif (K2) Kontrol Positif (K2) Kontrol Positif (K2) Kontrol Positif (K2) Kontrol Positif (K2) Perlakuan I (P1) Perlakuan I (P1) Perlakuan I (P1) Perlakuan I (P1) Perlakuan I (P1) Perlakuan I (P1) Perlakuan II (P2) Perlakuan II (P2) Perlakuan II (P2) Perlakuan II (P2) Perlakuan II (P2) Perlakuan II (P2)
49
Lampiran 2 : Hasil Penimbangan Berat Badan Tikus Wistar Jantan Setelah Perlakuan Tikus ke-n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Berat Badan (gram) 185 165 180 185 175 180 175 170 170 180 175 165 185 190 210 225 200 190 240 250 220 235 210 250
Kelompok Kontrol Negatif (K1) Kontrol Negatif (K1) Kontrol Negatif (K1) Kontrol Negatif (K1) Kontrol Negatif (K1) Kontrol Negatif (K1) Kontrol Positif (K2) Kontrol Positif (K2) Kontrol Positif (K2) Kontrol Positif (K2) Kontrol Positif (K2) Kontrol Positif (K2) Perlakuan I (P1) Perlakuan I (P1) Perlakuan I (P1) Perlakuan I (P1) Perlakuan I (P1) Perlakuan I (P1) Perlakuan II (P2) Perlakuan II (P2) Perlakuan II (P2) Perlakuan II (P2) Perlakuan II (P2) Perlakuan II (P2)
50
Lampiran 3 : Volume Pemberian Na CMC 1% dan Meloxicam Pada Hari Ke-0 Volume pemberian diperoleh dari rumus : =
,
× BB
Tikus ke-n 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
Berat Badan (gram) 170 160 170 160 170 170 170 170 160 180 170 160 160 160 180 180 160 160 160 160 170 170 160 180
Jenis Perlakuan
Volume Pemberian (ml)
Na CMC 1 % Na CMC 1 % Na CMC 1 % Na CMC 1 % Na CMC 1 % Na CMC 1 % Na CMC 1 % + Meloxicam Na CMC 1 % + Meloxicam Na CMC 1 % + Meloxicam Na CMC 1 % + Meloxicam Na CMC 1 % + Meloxicam Na CMC 1 % + Meloxicam Na CMC 1 % + Meloxicam Na CMC 1 % + Meloxicam Na CMC 1 % + Meloxicam Na CMC 1 % + Meloxicam Na CMC 1 % + Meloxicam Na CMC 1 % + Meloxicam Na CMC 1 % + Meloxicam Na CMC 1 % + Meloxicam Na CMC 1 % + Meloxicam Na CMC 1 % + Meloxicam Na CMC 1 % + Meloxicam Na CMC 1 % + Meloxicam
1,7 1,6 1,7 1,6 1,7 1,7 1,7 1,7 1,6 1,8 1,7 1,6 1,6 1,6 1,8 1,8 1,6 1,6 1,6 1,6 1,7 1,7 1,6 1,8
51
Lampiran 4 : Volume Pemberian Na CMC 1 % dan Jus Buah Alpukat Selama 7 Hari Volume pemberian diperoleh dari rumus : 1 % =
,
× BB
Tikus ke-n
Berat Badan (gram)
Jenis Perlakuan
Volume Pemberian (ml)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
170 160 170 160 170 170 170 170 160 180 170 160 160 160 180 180 160 160 160 160 170 170 160 180
Na CMC 1 % Na CMC 1 % Na CMC 1 % Na CMC 1 % Na CMC 1 % Na CMC 1 % Na CMC 1 % Na CMC 1 % Na CMC 1 % Na CMC 1 % Na CMC 1 % Na CMC 1 % Jus Buah Alpukat 5gr/kgBB Jus Buah Alpukat 5gr/kgBB Jus Buah Alpukat 5gr/kgBB Jus Buah Alpukat 5gr/kgBB Jus Buah Alpukat 5gr/kgBB Jus Buah Alpukat 5gr/kgBB Jus Buah Alpukat 10gr/kgBB Jus Buah Alpukat 10gr/kgBB Jus Buah Alpukat 10gr/kgBB Jus Buah Alpukat 10gr/kgBB Jus Buah Alpukat 10gr/kgBB Jus Buah Alpukat 10gr/kgBB
1,7 1,6 1,7 1,6 1,7 1,7 1,7 1,7 1,6 1,8 1,7 1,6
52
Lampiran 5 : MELOXICAM a. Konversi Dosis Meloxicam -
Dosis Lazim (DL) manusia = 7,5 mg Faktor Konversi (Fk) dari manusia 70 kg ke tikus 200 gr = 0,018 Berat Meloxicam dalam 1 papan (Isi = 10 tablet) = 1,75 gr Berat Rata-Rata Meloxicam (1,75 gr / 10 tablet) = 0,175 gr = 175 mg Volume Pemberian Na CMC = sesuai berat badan tikus
Rumus konversi dosis dari manusia ke tikus : = × Dosis untuk berat badan tikus 200 gr : = × = 0,018 × 7,5 mg = 0,135 mg/grBB Dosis untuk berat badan tikus 280 gr : =
!! "##$% × !&%' !'('
=
0,135mg/grBB × 7,5 mg 280 gr
= 0,189 mg/grBB b. Perhitungan Dosis Pemberian Dosis Lazim Pemberian Pada Tikus !! "4#$% × !&%' 5' ' − 5' ' 7&89:'; 0,189 × 175 mg = 7,5 mg =
= 4,31 mg/200grBB
53
Dosis Toksik Meloxicam = = × Pada Tikus = = × =, >? ;$ = ?@, >? ;$ c. Perhitungan Volume Pemberian Meloxicam Volume Na CMC Meloxicam yang dibutuhkan
= 30,1 ml = 16,31 mg × 18 ekor tikus = 293,58 mg/grBB
Pemberian meloxicam sebanyak 293,58 mg/grBB dalam 30,1 ml Na CMC
54
Lampiran 6 TABEL KONVERSI DOSIS Hewan dan bobot badan rata-rata Mencit 20 gr
Mencit 20 gr
Tikus 200 gr
Marmot 400 gr
Kelinci 2 kg
Kucing 2 kg
Kera 4 kg
Anjing 12 kg
Manusia 70 kg
1
7
12,29
27,8
26,7
64,1
124,2
387,9
Tikus 200 gr
0,14
1
1,74
3,9
4,2
9,2
17,8
60,5
Marmot 400 gr
0,08
0,57
1
2,25
2,4
5,2
10,2
31,5
Kelinci 2 kg
0,04
0,25
0,44
1
1,06
2,4
4,5
14,2
Kucing 2 kg
0,03
0,23
0,41
0,92
1
2,2
4,1
13
Kera 4 kg Anjing 12 kg
0,016 0,008
0,11 0.06
0,19 0,1
0,42 0,22
0,45 0,24
1 0,52
1,9 1,0
6,1 3,1
Manusia 70 kg
0,0026
0,018
0,031
0,07
0,36
0,16
0,32
1
55
Lampiran 7 : Tanggal Periksa : 30 Mei 2015 Pemeriksaan Hari Ke-0
Tabel. Hasil Pemeriksaan AST Pada Tikus Wistar Jantan (Normal 45,7-80,8 IU/L) Sampel 1 2 3 4 5 6 Mean SEM
K1 IU/L 49 54 66 49 70 62 58,33 3,66
K2 IU/L 207 189 408 193 396 289 280,33 41,2
P1 IU/L 306 205 283 205 179 155 222,17 24,2
P2 IU/L 148 359 193 178 240 172 215 31,3
Tabel. Hasil Pemeriksaan ALT Pada Tikus Wistar Jantan (Normal 17,5-30,2 IU/L) Sampel 1 2 3 4 5 6 Mean SEM
K1 IU/L 25 30 28 22 19 27 25,17 1,5
K2 IU/L 65 303 56 43 92 69 104,67 7,38
P1 IU/L 60 90 43 57 47 55 58,67 2,9
P2 IU/L 55 204 52 50 76 47 80,67 4,72
Keterangan : K1 = Kelompok kontrol negative dengan pemberian Na CMC 1% K2 = Kelompok kontrol positif dengan pemberian meloxicam dosis toksik 30 mg/kgBB P1 = Kelompok dengan pemberian meloxicam dosis toksik 30 mg/kg BB P2 = Kelompok dengan pemberian meloxicam dosis toksik 30 mg/kg BB SEM = Standard Error Of Mean
56
Lampiran 8 : Tanggal Periksa : 05 Juni 2015 Pemeriksaan Hari ke-8 Tabel. Hasil Pemeriksaan AST Pada Tikus Wistar Jantan (Normal 45,7-80,8 IU/L) Sampel (Tikus) 1 2 3 4 5 6 Mean SEM
K1 IU/L
K2 IU/L
P1 IU/L
P2 IU/L
46 52 55 50 56 65 54 2,64
203 184 353 190 387 270 264,5 35,9
78 71 80 70 75 69 73,83 1,85
62 60 68 51 59 61 60,17 2,24
Tabel. Hasil Pemeriksaan ALT Pada Tikus Wistar Jantan (Normal 17,5-30,2 IU/L) Sampel (Tikus) 1 2 3 4 5 6 Mean SEM
K1 IU/L
K2 IU/L
P1 IU/L
P2 IU/L
20 28 19 24 18 23 22 1,05
66 280 50 41 87 60 96,17 7,13
25 30 22 25 28 27 26,17 0,93
18 22 18 19 24 24 20,83 1,27
Keterangan : K1 = Kelompok Kontrol K2 = Kelompok dengan pemberian meloxicam dosis toksik 30 mg/kg BB P1 = Kelompok dengan pemberian meloxicam dosis toksik 30 mg/kg BB dan pemberian jus buah alpukat 5g/kg BB P2 = Kelompok dengan pemberian meloxicam dosis toksik 30 mg/kg BB dan pemberian jus buah alpukat 10 g/kg BB SEM = Standard Error Of Mean
57
Lampiran 9 : Tabel. Hasil uji Two Way Anova With Replication Kadar AST Source of Variation SS Sample 78408.33 Columns 286782.4 Interaction 60328.5 Within 137890.7 Total
563409.9
df 1 3 3 40
MS F P-value F crit 78408.33 22.74507 2.46E-05 4.084746 95594.14 27.73042 7.25E-10 2.838745 20109.5 5.833462 0.002101 2.838745 3447.267
47
58
Lampiran 10 : Tabel. Hasil uji Two Way Anova With Replication Kadar ALT Source of Variation Sample Columns Interaction Within Total
SS 3062.5 8330.7 1965.9 3412 16771.1
df 1 3 3 32
MS F P-value F crit 3062.5 28.72216 6.98E-06 4.149097 2776.9 26.04361 1.02E-08 2.90112 655.3 6.145838 0.002018 2.90112 106.625
39
59
Lampiran 11 : Tabel. Hasil Uji T-test Kadar AST Pada Pemeriksaan Awal K1 K2 P1 0.000319915 5.56143E-05 K1 0.000319915 0.252387753 K2 5.56143E-05 0.252387753 P1 0.000571643 0.236260193 0.860294583 P2 Signifikan bila P<0,05 Tabel. Hasil Uji T-test Kadar AST Pada Pemeriksaan Akhir K1 K2 P1 0.00016241 0.00010949 K1 0.00016241 0.000346142 K2 0.00010949 0.000346142 P1 0.105751763 0.000204007 0.000841654 P2 Signifikan bila P<0,05
P2 0.000571643 0.236260193 0.860294583
P2 0.105751763 0.000204007 0.000841654
Tabel. Hasil Uji T-test Kadar AST Pada Pemeriksaan Awal Dan Akhir K1 0.359720647 K1 K2 P1 P2 Signifikan bila P<0,05
K2
P1
P2
0.778165403 0.000117178 0.000604238
60
Lampiran 12 : Tabel. Hasil Uji T-test Kadar ALT Pada Pemeriksaan Awal K1 K2 P1 0.001136466 4.996E-05 K1 0.001136466 0.185493643 K2 4.996E-05 0.185493643 P1 0.000378116 0.376035511 0.569587028 P2 Signifikan bila P<0,05 Tabel. Hasil Uji T-test Kadar ALT Pada Pemeriksaan Akhir K1 K2 P1 0.017890606 0.000976499 K1 0.002032593 0.000976499 K2 0.017890606 0.002032593 P1 0.915044714 0.00097619 0.024595269 P2 Signifikan bila P<0,05
P2 0.000378116 0.376035511 0.569587028
P2 0.915044714 0.00097619 0.024595269
Tabel. Hasil Uji T-test Kadar ALT Pada Pemeriksaan Awal Dan Akhir K1 K1 K2 P1 P2 Signifikan bila P<0,05
K2
P1
P2
0.130824675 0.71868089 4.13577E-05 0.000167197
61
Lampiran Foto 1 : PERSIAPAN BAHAN Persiapan Meloxicam a.
Meloxicam 7,5 mg b.
Meloxicam 7,5 mg digerus hingga halus
62
Persiapan jus buah alpukat a.
Buah alpukat jenis alpukat mentega tipe guatemalan
b.
Setelah alpukat diblender dilanjutkan dengan penyaringan untuk menghasilkan buah alpukat yang lebih halus
63
Persiapan Na CMC 1 % a.
Natrium Carboxy Methyl Celullose (Na CMC CMC)
b.
Pemanasan 80 ml aquadest dengan suhu 80 80˚C
64
Lampiran Foto 2: PERSIAPAN HEWAN COBA a. Penimbangan Hewan Cob Coba
Penimbangan dilakukan pada hari ke ke-0 sebelum pemberian meloxicam b. Pemberian Label Pada Hewan Coba
Pemberian label pada ekor dilakukan untuk memberikan tanda pada masing masingmasing hewan coba 65
Lampiran Foto 3: PERLAKUAN HEWAN COBA a. Pemberian Meloxicam
Meloxicam diberikan secara oral menggunakan kanula pada hari ke ke-0 b. Pemberian Jus Buah Alpukat
Jus buah alpukat diberikan secara oral menggunakan kanula pada hari ke ke-1 hingga hari ke-7 66
Lampiran Foto 4: PEMERIKSAAN KADAR AST DAN ALT a. Pengambilan Sampel Darah
Darah diambil melalui jantung dan sebagian melalui mata sebanyak 1 ml b.
Darah yang diambil disimpan pada tabung sampel darah
67
c.
Tabung sampel darah dimasukkan ke dalam centrifuge dengan kecepatan 5000 rpm selama 5 menit d.
Setelah plasma dan serum terpisah, serum diambil dan diletakkan pada cup serum
68
e.
Cup serum diletakkan pada rak f.
Rak yang telah berisi cup serum dimasukkan kedalam mesin Siemens dan dilakukan pengaturan indikator yang ingin diketahui yaitu AST dan ALT pada layar monitor
69
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 9 Mei 1993 di Baubau dari ayahanda Thamrin Ijaya dan ibunda Rita Liem. Penulis merupakan anak ke enam dari enam bersaudara. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di SDN 3 Baubau pada tahun 2005, kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 1 Baubau dan lulus pada tahun 2008. Pada tahun 2011 penulis menyelesaikan pendidikan di SMAN 1 Baubau. Penulis diterima di Program Studi Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin pada tahun 2011 melalui ujian SNMPTN. Selama perkuliahan penulis aktif dalam organisasi internal kampus yaitu Himpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan (HIMAKAHA) FKUH menjabat sebagai anggota divisi Kesekretariatan pada periode 2012-2013. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh Ikatan Mahasiswa Kedokteran Hewan Indonesia (IMAKAHI).
70