15
16
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................
1
A. Latar Belakang .....................................................................................
1
B. Tujuan .................................................................................................
3
C. Ruang Lingkup ....................................................................................
3
D. Pengertian Umum ...............................................................................
3
BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BANDUNG ..............................
10
A. Geografis ..............................................................................................
10
B. Demografis ..........................................................................................
12
C. Ekonomi ..............................................................................................
12
D. Potensi Ekonomi .................................................................................
13
BAB III KUANTITAS PENDUDUK .................................................................................
15
A. Persebaran / Distribusi Penduduk ........................................................
15
1. Jumlah dan Persebaran Penduduk ..................................................
15
2. Kepadatan Penduduk .....................................................................
17
3. Pertumbuhan Penduduk .................................................................
17
B. Komposisi Penduduk Menurut Karakteristik Demografis ..................
18
1. Jumlah dan Proporsi Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin
18
2. Ratio Jenis Kelamin (Sex Ratio) ....................................................
21
17
3. Rasio Beban Tanggungan (Dependency Ratio) .............................
25
C. Komposisi Penduduk menurut Karakteristik Sosial ............................
26
1. Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan ............................
26
2. Jumlah Penduduk berdasarkan Agama ..........................................
28
3. Jumlah Penduduk Penyandang Kecacatan Tubuh .........................
30
4. Jumlah Penduduk berdasarkan Status Perkawinan ........................
31
5. Rata-rata Umur Kawin Pertama (Singulate Mean Age at Marriage) 31 6. Keluarga .........................................................................................
33
7. Kelahiran ........................................................................................
35
BAB IV KUALITAS PENDUDUK ...................................................................................
37
A. Indikator Kesehatan .............................................................................
38
B. Indikator Kelahiran .............................................................................
38
C. Indikator Kematian ..............................................................................
41
D. Indikator Pendidikan ............................................................................
45
1. Angka Melek Huruf .......................................................................
45
2. Angka Partisipasi Kasar .................................................................
45
3. Angka Partisipasi Murni ................................................................
47
4. Angka Penduduk Putus Sekolah ....................................................
50
E. Indikator Ekonomi ...............................................................................
52
1. Proporsi dan Jumlah Tenaga Kerja dan Angkatan Kerja ...............
53
2. Angka Partisipasi Angkatan Kerja .................................................
60
3. Jumlah dan Proporsi Penduduk yang Bekerja menurut Jenis Pekerjaan ............................................................................... BAB V MOBILITAS PENDUDUK ..................................................................................
63 65
BAB VI KEPEMILIKAN DOKUMEN KEPENDUDUKAN .................................................
72
A. Kartu Tanda Penduduk ........................................................................
73
B. Akta Kelahiran ....................................................................................
75
18
C. Akta Perkawinan ..................................................................................
76
D. Akta Kematian .....................................................................................
77
BAB VII PENUTUP .......................................................................................................
78
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
83
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur Kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung dapat menyelesaikan penyusunan Profil Perkembangan Kependudukan Kabupaten Bandung Tahun 2013. Profil Perkembangan Kependudukan Kabupaten Bandung Tahun 2013 ini berisi gambaran secara umum tentang kuantitas, kualitas, mobilitas penduduk dan kepemilikan dokumen kependudukan di Kabupaten Bandung berdasarkan database yang ada di Sistem Informasi Administrasi Kependudukan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung dan data dari lintas sektor lain yang terkait. Penyusunan profil kependudukan ini ditujukan untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai kondisi perkembangan penduduk di Kabupaten Bandung sebagai dasar dalam melakukan analisis dan evaluasi terhadap situasi kependudukan pada tingkat kecamatan dan kelurahan untuk dipergunakan sebagai penetapan kebijakan dan program, dan sebagai basis dalam memberikan saran dan rekomendasi dalam rangka upaya peningkatan kesadaran, pengetahuan dan komitmen para perancana dan pelaku pembangunan tentang isu dan persoalan kependudukan. Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan dukungan dan kerjasamanya dalam upaya penyusunan Profil Kependudukan ini. Kami mohon maaf apabila di dalam penyajian profil ini terdapat kekurangan sehingga Kami
19
berharap mendapatkan masukan dan saran dari berbagai pihak terkait demi penyempurnaan ke depannya. Soreang,
Desember 2013
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung
Drs. H. Salimin, M.Si. NIP. 19620111 198603 1 010
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kebijakan Pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan senantiasa memperhatikan aspek-aspek kependudukan dan lingkungan hidup sering dikenal sebagai
kebijakan
pembangunan
yang
berwawasan
kependudukan
dan
berkelanjutan. Untuk itu perencanaan kependudukan perlu terus mengupayakan agar jumlah penduduk terkendali, kualitas penduduk memadai serta persebaran penduduk sesuai terhadap daya dukung dan daya tampung lingkungan. Dengan
20
demikian pembangunan yang dilaksanakan tidak lagi dapat mengabaikan peranan penduduk sebagai objek maupun subjek atau agen pembangunan. Dinamika kependudukan merupakan isu yang sangat staregis dan bersifat lintas sektoral. Oleh karena itu, keterkaitan antara perkembangan kependudukan dengan berbagai kebijakan pembangunan menjadi prioritas penting bagi keseimbangan antara kuantitas dan kualitas penduduk, persebaran serta mobilitas penduduk yang dapat terkendali. Selain itu, hal tersebut dapat menjadi acuan bagi perlindungan dan pemberdayaan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap penduduk serta peningkatan pemahaman dan pengetahuan mengenai wawasan kependudukan. Untuk menunjang tercapainya good governance serta pembuatan dan implementasi kebijakan, perencanaan pembangunan, pemerintah maupun sektor usaha lain, data perkembangan kependudukan merupakan hal yang sangat penting yang dapat digunakan sebagai evaluasi keberhasilan dari program-program kependudukan. Pengembangan yang mengarah kepada sistem informasi yang menyajikan data secara akurat dan terpercaya serta dapat dipertanggung jawabkan mudah diakses dan digunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan menjadi sangat diperlukan. Sehingga, semakin lengkap dan akurat data kependudukan tersebut, maka perencanaan maupun implementasi kebijakan pembangunan semakin mudah dan tepat sasaran. Untuk
memenuhi kebutuhan informasi mengenai data kependudukan,
maka perlu adanya pembuatan profil perkembangan kependudukan sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
21
Nomor 65 Tahun 2010 tentang pedoman penyusunan profil perkembangan kependudukan. Hal tersebut juga ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, bahwa dalam perencanaan pembangunan daerah harus didasarkan kepada data dan informasi yang lengkap dan akurat dan dapat dipertanggungjawabkan, baik yang menyangkut masalah kependudukan, potensi sumber daya daerah, maupun informasi tentang kewilayahan lainnya. Data dan informasi kependudukan diperoleh dari data teregistrasi dan data yang tidak teregistrasi melaui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
yang
meliputi data yang berhubungan dengan variabel kuantitas, kualitas dan mobilitas penduduk.
B. Tujuan Menyajikan profil kependudukan yang berada di wilayah Pemerintahan Kabupaten Bandung Tahun 2013 sebagai acuan informasi bagi perencanaan dan evaluasi hasil-hasil pembangunan daerah.
C. Ruang Lingkup 1.
Kuantitas penduduk, meliputi Jumlah Penduduk, komposisi dan persebaran penduduk;
2.
Kualitas penduduk meliputi kesehatan, pendidikan, ekonomi dan sosial;
22
3.
Mobilitas penduduk meliputi mobilitas permanen, mobilitas nonpermanen dan urbanisasi yang dapat mempengaruhi persebaran penduduk
4.
Kepemilikan dokumen kependudukan.
D. Pengertian Umum 1.
Penduduk adalah Warga Negara Indonesia dan Warga Negara Asing yang termasuk secara sah serta bertempat tinggal di Wilayah Indonesia sesuai dengan peraturan (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992);
2.
Administrasi Kependudukan adalah rangkaian kegiatan penataan dan penerbitan dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran
penduduk,
pencatatan
sipil,
pengelolaan
informasi
administrasi kependudukan serta pendayagunaan hal lainnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain (Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006); 3.
Data Kependudukan adalah data perorangan dan/atau data agregat yang terstruktur sebagai hasil dari kegiatan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil (Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006);
4.
Kuantitas Penduduk adalah jumlah penduduk akibat dari perbedaan antara jumlah penduduk yang lahir, mati dan pindah tempat tinggal (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992)
5.
Kualitas Penduduk adalah kondisi penduduk dalam aspek fisik dan non fisik serta ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan
23
dasar untuk mengembangkan kemampuan dan menikmati kehidupan sebagai manusia yang berbudaya, berkepribadian dan layak (UndangUndang Nomor 10 Tahun 1992); 6.
Profil Perkembangan Penduduk adalah kumpulan data dan informasi tentang perkembangan kependudukan dalam bentuk tertulis, yang mencakup segala kegiatan yang berhubungan dengan perubahan keadaan penduduk yang meliputi kuantitas, kualitas dan mobilitas yang mempunyai pengaruh terhadap pembangunan dan lingkungan hidup;
7.
Persebaran Penduduk
adalah kondisi sebaran penduduk secara
keruangan (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992); 8.
Peristiwa Penting adalah kejadian yang dialami oleh seseorang meliputi kelahiran, kematian, lahir mati, perkawinan, perceraian, pengakuan anak, pengesahan anak, pengangkatan anak, perubahan nama dan perubahan status kewarganegaraan (Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006);
9.
Kematian atau mortalitas menurut WHO adalah suatu peristiwa menghilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen yang biasa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup (Biro Pusat Statistik);
10. Rasio
Jenis
Kelamin
adalah
suatu
angka
yang
menunjukkan
perbandingan jenis kelamin antara banyaknya penduduk laki-laki dan penduduk perempuan di suatu daerah pada waktu tertentu; 11. Perkembangan
Kependudukan
adalah
segala
kegiatan
yang
berhubungan dengan perubahan keadaan penduduk yang meliputi kuantitas, kualitas dan mobilitas yang mempunyai pengaruh terhadap
24
pembangunan dan lingkungan hidup (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992); 12. Mobilitas Penduduk adalah gerak keruangan penduduk dengan melewati batas administrasi Daerah Tingkat II (Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992); 13. Mobilitas penduduk permanen (migrasi) adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas politik/negara (migrasi internasional); 14. Mobilitas penduduk non permanen (circucaltion/sirkuler) adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk tidak menetap dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas administratif. Mobilitas penduduk non permanen dibagi menjadi dua yaitu ulang-alik nglaju (commuting) dan menginap/mondok. 15. Penduduk musiman merupakan salah satu jenis mobilitas penduduk non permanen yang bekerja tidak pada daerah domisilinya dan menetap dalam kurun waktu lebih dari satu hari tetapi kurang dari satu tahun dan dilakukan secara berulang; 16. Mobilitas penduduk ulang-alik atau nglaju (commuting) adalah gerak penduduk dari daerah asal ke daerah tujuan dalam batas waktu tertentu dan kembali ke daerah asal pada hari yang sama;
25
17. Migrasi kembali (return migration) adalah banyaknya penduduk yang pada waktu diadakan pendataan bertempat tinggal di daerah yang sama dengan tempat lahir dan pernah bertempat tinggal di daerah yang berbeda; 18. Migrasi semasa hidup (life time migration) adalah bentuk migrasi dimana pada waktu diadakan pendataan tempat tinggal sekarang berbeda dengan tempat kelahirannya; 19. Migrasi risen (rencent migration) adalah bentuk migrasi melewati batas wilayah administrasi (desa/kec/kab/provinsi) yang pada waktu diadakan pendataan bertempat tinggal di daerah yang berbeda dengan tempat tinggal lima tahun yang lalu. 20. Transmigrasi adalah perpindahan penduduk secara sukarela untuk meningkatkan kesejahteraan dan menetap di wilayah pengembangan transmigrasi atau lokasi permukiman transmigrasi. 21. Urbanisasi adalah suatu proses bertambahnya konsentrasi penduduk di perkotaan dan atau proses perubahan suatu daerah perdesaan menjadi perkiraan, baik secara fisik maupun ukuran-ukuran spasial dan/atau bertambahnya fasilitas perkotaan, serta lembaga-lembaga sosial, maupun perilaku masyarakatnya. 22. Penduduk Usia Kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun sampai dengan 64 tahun. 23. Angka Partisipasi Angkatan Kerja adalah proporsi angkatan kerja terhadap penduduk usia kerja.
26
24. Pengangguran adalah Orang yang termasuk angkatan kerja, namun pada saat pendataan / survei atau sensus tidak berkerja dan sedang mencari kerja. 25. Angka Pengangguran adalah proporsi jumlah pengangguran terhadap angkatan kerja. 26. Bukan Angkatan Kerja adalah penduduk usia 15 tahun kebawah dan penduduk berusia 64 tahun keatas. 27. Lahir hidup adalah suatu kelahiran bayi tanpa memperhitungkan lamanya didalam kandungan, dimana si bayi menunjukkan tanda-tanda kehidupan pada saat dilahirkan, misalnya ada nafas, ada denyut jantung atau denyut tali pusar atau gerakan otot 28. Jumlah anak yang pernah dilahirkan (Paritas) adalah Banyaknya kelahiran hidup dari sekelompok atau beberapa kelompok wanita selama masa reproduksinya (Biro Pusat Statistik); 29. Lahir mati adalah kelahiran seorang bayi dari kandungan yang berumur paling sedikit 28 minggu tanpa menunjukan tanda-tanda kehidupan pada saat dilahirkan. 30. Angka Kelahiran Total (Total Fertility Rate/TFR) adalah rata-rata banyaknya anak yang akan dimiliki oleh seorang wanita pada masa reproduksinya jika ia mengikuti pola fertilitas pada saat TFR dihitung, 31. Angka Kematian Bayi Baru Lahir adalah banyaknya kematian baru lahir, usia kurang dari satu bulan (0-28) hari pada suatu periode per 1.000 kelahiran hidup pada pertengahan periode yang sama.
27
32. Angka Kematian Bayi Lepas Baru Lahir adalah Banyaknya kematian bayi lepas baru lahir (usia 1- 11 bulan) pada suatu periode per 1.000 kelahiran hidup pada pertengahan periode yang sama. 33. Angka Kematian Bayi/IMR adalah banyaknya kematian bayi usia kurang dari satu tahun (9-11 bulan) pada suatu periode per 1.000 kelahiran hidup pada pertengahan periode yang sama. 34. Angka Kematian Ibu/MMR adalah banyaknya kematian ibu pada waktu hamil atau selama 42 hari sejak terminasi kehamilan per 100.000 kelahiran hidup, tanpa memandang lama dan tempat kelahiran yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya. 35. Angka Kematian Kasar adalah banyaknya kematian yang terjadi pada suatu tahun tertentu untuk setiap 1000 penduduk. 36. Pengeluaran untuk makanan adalah proporsi pengeluaran yang dipergunakan untuk mengkonsumsi makanan dibandingkan dengan total pengeluaran (makanan dan bukan makanan). 37. Penduduk Melek Huruf adalah penduduk yang berusia 15 tahun keatas yang telah bebas dari tiga buta, yaitu buta aksara, buta Latin, dan buta angka, buta bahasa Indonesia dan buta pengalaman dasar. 38. Buta Huruf adalah penduduk yang berusia 15 tahun keatas yang belum bebas dari tiga buta, yaitu buta aksara, Latin dan angka, buta bahasa Indonesia dan buta pengamatan dasar. 39. Angka. Partisipasi Total adalah proporsi penduduk bersekolah menurut golongan umur sekolah yaitu umur 7-12,13-15,16-18, dan 19-24 tahun.
28
40. Angka Partisipasi Murni/APM adalah persentase jumlah peserta didik SD usia 7-12 tahun, jumlah peserta didik SLTP usia 13-15 tahun, jumlah peserta didik SLTA usia 16-18 tahun dan jumlah peserta didik PTN/PTS usia 19-24 tahun dibagi jumah penduduk kelompok usia dari masingmasing jenjang pendidikan. 41. Angka Partisipasi Kasar / APK adalah rasio jumlah siswa, berapapun usianya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok usia yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu . BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BANDUNG
A. GEOGRAFIS Kabupaten Bandung merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Barat yang memiliki wilayah yang cukup luas. Secara geografis Kabupaten Bandung berada pada 60,41’ sampai dengan 70,19’ Lintang Selatan dan diantara 1070,22’ sampai dengan 1080,5’ Bujur Timur dengan luas wilayah keseluruhan sebesar 1.762,39 Km2.
Ibukota
Kabupaten Bandung berada di Kecamatan Soreang yang berjarak kurang lebih 17 Km dari Ibukota Propinsi Jawa Barat. Secara morfologis, bentuk dataran wilayah Kabupaten Bandung memiliki mayoritas wilayah pegunungan dengan rata-rata kemiringan lereng cukup beragam, bahkan pada beberapa wilayah cukup banyak terdapat kemiringan yang mencapai 450.
29
Iklim di Kabupaten Bandung merupakan iklim tropis yang memiliki curah hujan antara 1500 sampai dengan 4000 milimeter pertahun, kondisi iklim ini mendukung bagi wilayah Kabupaten Bandung yang memiliki wilayah agraris cukup luas. Potensi sumber daya air tersedia cukup melimpah, baik air bawah tanah maupun air permukaan. Air permukaan terdiri dari : 4 danau alam, 3 danau buatan serta 172 buah sungai dan anak-anak sungai. Sumber air permukaan pada umumnya dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan pertanian, industri dan sosial lainnya sedangkan air tanah dalam (kedalaman 60 – 200 meter) pada umumnya dipergunakan untuk keperluan industri, nonindustri dan sebagian kecil untuk rumah tangga. Sebagian besar masyarakat memanfaatkan air tanah bebas (sumur gali) dan air tanah dangkal (kedalaman 24 sampai 60 meter) untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga serta sebagian kecil menggunakan fasilitas dari PDAM. Secara administrasi Kabupaten Bandung berbatasan dengan beberapa kabupaten lainnya yaitu: 1. bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung dan Kabupaten Sumedang; 2. bagian tengah berbatasan dengan Kota Cimahi dan Kota Bandung; 3. bagian selatan berbatasan dengan Kabupaten Cianjur dan Kabupaten Garut; 4. bagian barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Cianjur; dan 5. bagian timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut. Administrasi pemerintahan Kabupaten Bandung terdiri dari 31 Kecamatan dengan jumlah desa 270 desa dan 10 Kelurahan. Sebagai salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki wilayah sangat luas, faktor jarak antara kecamatan di Kabupaten Bandung terutama jarak dengan ibukota Kabupaten yang cukup jauh jaraknya bagi
30
beberapa kecamatan. Sebagian kecamatan memiliki jarak ke ibukota kabupaten di Soreang hingga lebih dari 20 Km, dan yang terjauh Kecamatan Nagreg yang mencapai lebih dari 50 Km. Akan tetapi jauhnya jarak ini dimudahkan dengan akses jalan raya yang menghubungkan
kecamatan-kecamatan
di
Kabupaten
Bandung
dengan
Ibukota
Kabupaten dan Ibukota Propinsi, maupun antar kecamatan dengan kualitas jalan yang relatif baik.
B. DEMOGRAFIS Jumlah penduduk Kabupaten Bandung merupakan salah satu kabupaten dengan jumlah penduduk yang cukup besar di Jawa Barat. Berdasarkan data Kabupaten Bandung Dalam Angka tahun 2012, Jumlah penduduk Kabupaten Bandung tahun 2011 mencapai 3.215.548 orang, penduduk laki-laki berjumlah 1.682.208 orang sedangkan perempuan 1.617.780 orang. Rata–rata kepadatan per Km nya mencapai 1.872 jiwa, dimana Kecamatan Margahayu memiliki kepadatan yang paling tinggi yaitu sebesar 11.607 jiwa/Km2, sedangkan Kecamatan Rancabali merupakan kepadatan yang terendah yaitu sebesar 327 jiwa/Km2. Berdasarkan sumber data yang sama, diketahui bahwa mayoritas penduduk Kabupaten Bandung 67% (2.154.436 Jiwa) berusia produktif antara 15-64 tahun. Hal ini menjadi potensi besar bagi Kabupatan Bandung sebagai potensi pembangunan daerah.
C. EKONOMI Pada tahun 2011 nilai PDRB Kabupaten Bandung baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan menunjukkan peningkatan jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bandung tahun 2011 di semakin membaik dibandingkan dengan tahun 2010. Berdasarkan
31
perhitungan PDRB atas dasar harga konstan 2000, laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Bandung tahun 2011 mencapai 5,94 persen meningkat dari pencapain tahun sebelumnya sebesar 5.88 persen. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Bandung tahun 2011 atas dasar harga berlaku mencapai 51.291.762,64 juta rupiah, sementara itu di sisi konstan yang tidak dipengaruhi oleh faktor inflasi mencapai 23.026.237,14 juta rupiah. Pendapatan per kapita meningkat cenderung menyesuaikan dengan tingkat inflasi sebagai gambaran tahun 2010 mencapai 14.519.530,00/tahun dan di tahun 2011 mencapai 15.543.014,00/tahun. (Kabupaten Bandung Dalam Angka 2012, 2012:289).
D. POTENSI EKONOMI Potensi-potensi ekonomi yang banyak tersebar di Kabupaten Bandung didominasi oleh pertanian, peternakan, Industri dan pariwisata. Dari sisi pertanian Kabupaten Bandung merupakan salah satu pemasuk hasil pertanian dataran tinggi maupun dataran rendah bagi kota-kota besar seperti Bandung dan Jakarta serta Tangerang, Bekasi dan Bogor. Produksi perkebunan teh baik milik perkebunan negara maupun masyarakat merupakan salah satu produk unggulan yang sebagian besar diekspor. Sementara dari sektor peternakan potensi ekonomi Kabupaten Bandung antara lain berasal dari peternakan sapi potong dan susu perah, unggas dan perikanan, potensi peternakan masih dapat terus dikembangkan mengingat masih besarnya pangsa pasar dan kebutuhan dalam negeri yang belum terpenuhi. Pada sektor industri, Kabupaten Bandung merupakan wilayah investasi yang cukup baik hal ini antara lain karena lokasi wilayah Kabupaten Bandung cukup strategis bagi pengembangan industri baik kelompok industri lokal seperti kerajinan rumah tangga yang dikerjakan oleh anggota rumah tangga sebagai aktivitas sambilan atau musiman dengan berpangkal tolak pada kultur tani. Kegiatan ini lebih merupakan manifestasi dari
32
tradisi setempat dan membantu kegiatan utama yaitu kegiatan pertanian. Jenis yang diusahakan antara lain: anyaman bambu, anyaman mendong, kripik singkong, kripik pisang, gula aren dan lain-lain. Sektor Industri sentra terkonsentrasi pada daerah-daerah tertentu seperti konveksi di Kecamatan Soreang dan Kecamatan Kutawaringin, alat rumah tangga di Kecamatan Cileunyi, kerajinan bambu di Kecamatan Pacet, kerajinan topi di Kecamatan Margaasih, boneka di Kecamatan Margahayu, stroberi di Kecamatan Ciwidey dan Rancabali dan sebagainya. Industri-industri ini menyerap investasi dan tenaga kerja yang cukup besar, sehingga dapat menjadi pemacu bagi pertumbuhan pembangunan di Kabupaten Bandung. Pada sektor pariwisata Kabupaten Bandung memiliki potensi pariwisata yang baik, terutama pariwisata yang terkait dengan keindahan alam dan lingkungan hidup, seperti Situ Patengan, Situ Cileunca, Kawah Putih, Pemandian air panas Ciwalini, Cibolang, dan sebagainya. Tempat-tempat obyek wisata tersebut menyediakan fasilitas pendukung seperti wisma, motel dan hotel serta restoran/rumah makan.
33
BAB III KUANTITAS PENDUDUK
A. Persebaran / Distribusi Penduduk 1. Jumlah dan Persebaran Penduduk Kabupaten Bandung memiliki luas wilayah 176.238,67 ha yang didiami oleh penduduk dengan jumlah 3.064.366 Jiwa. Penduduk ini tersebar di 31 Kecamatan (270 Desa, 10 Kelurahan).Jumlah penduduk terbanyak berada di Kecamatan Baleendah yaitu 214.356 jiwa (6,99%), sedangkan wilayah yang memiliki jumlah penduduk paling sedikit adalah Kecamatan Rancabali dengan 42.529 jiwa (1,39%). Distribusi penduduk menurut kecamatan dan jenis kelamin di Kabupaten Bandung dapat terlihat pada Tabel 3.1. Jika diperhatikan menurut jenis kelamin, terlihat bahwa jumlah penduduk laki-laki (52,82%) lebih banyak dibandingkan dengan jumlah penduduk
34
perempuan (47,18%). Gambaran ini terlihat di seluruh kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Bandung. Jumlah penduduk di daerah perkotaan atau daerah penyangga seperti Cileunyi, Margahayu, Dayeuhkolot, Rancaekek terlihat konsentrasi persebaran penduduk. Secara umum dapat disimpulkan penduduk Kabupaten Bandung banyak yang tinggal di daerah perkotaan.
Tabel 3.1 Distribusi Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Kabupaten Bandung Tahun 2012 NO
NAMA KECAMATAN
LAKI-LAKI
PEREMPUAN
JUMLAH
1
CILEUNYI
71.207
64.027
135.234
2
CIMENYAN
49.114
43.767
92.881
3
CILENGKRANG
25.291
22.727
48.018
4
BOJONGSOANG
54.987
50.385
105.372
5
MARGAHAYU
62.588
57.360
119.948
6
MARGAASIH
69.515
62.403
131.918
7
KATAPANG
57.994
52.318
110.312
8
DAYEUHKOLOT
56.354
51.140
107.494
9
BANJARAN
64.223
57.326
121.549
10
PAMEUNGPEUK
36.397
33.521
69.918
11
PANGALENGAN
72.286
64.176
136.462
12
ARJASARI
40.677
36.542
77.219
13
CIMAUNG
41.021
36.482
177.502
14
CICALENGKA
58.340
53.164
111.504
15
NAGREG
26.227
22.901
49.128
16
CIKANCUNG
37.154
32.870
70.024
17
RANCAEKEK
87.072
80.222
167.294
18
CIPARAY
66.127
59.373
125.500
19
PACET
47.101
39.778
86.879
20
KERTASARI
28.443
24.110
52.553
35
21
BALEENDAH
111.817
101.539
214.356
22
MAJALAYA
70.919
64.160
13.079
23
SOLOKAN JERUK
38.137
34.266
72.403
24
PASEH
56.460
49.792
106.252
25
IBUN
34.599
28.053
63.652
26
SOREANG
65.007
57.904
122.911
27
PASIRJAMBU
47.108
41.606
88.714
28
CIWIDEY
37.068
31.972
69.040
29
RANCABALI
22.916
19.613
42.529
30
CANGKUANG
32.341
28.888
61.229
31
KUTAWARINGIN JUMLAH
49.243
42.249
91.492
1.618.733
1.445.633
3.064.366
Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012
2. Kepadatan Penduduk Kabupaten Bandung memiliki potensi wilayah yang luas mencapai 176.238,67 ha, sehingga rata-rata kepadatan penduduknya pada tahun 2012 adalah 17,388 jiwa/ha. Hal yang menarik bahwa jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kepadatan penduduk justru menurun sekitar 3,453 jiwa/ha karena kepadatan penduduk tahun 2011 20,841 jiwa/ha. Bahkan jika dibandingkan dengan tahun 2010 pun tetap menurun karena kepadatan penduduk 2010 mencapai 18,245 jiwa/ha.
3. Pertumbuhan Penduduk Dalam Laporan Keterangan Pertanggung jawaban Akhir Tahun Anggaran 2011 bidang kependudukan diuraikan bahwa berdasarkan data Suseda Kabupaten Bandung jumlah penduduk Kabupaten Bandung tahun 2010 sebesar 3,215 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 1,47%. Pada tahun 2011 jumlah penduduk kabupaten Bandung mengalami kenaikan menjadi 3,299 juta jiwa.
36
Pertumbuhan penduduk yang cenderung meningkat ini selain dapat menjadi potensi sumber daya pembangunan juga dapat menimbulkan berbagai permasalahan baru di masa yang akan datang apabila tidak diantisipasi dengan baik. Jika dilihat data kependudukan 2012 yang menunjukkan adanya penurunan jumlah penduduk yaitu menjadi 3.064.366 jiwa maka hal ini menunjukkan ada penurunan jumlah penduduk di Kabupaten Bandung.
Tabel 3.2. Laju Pertumbuhan Penduduk Tahun
Jumlah Penduduk
LPP % pertahun
2010
3.215.548 jiwa
-
2011
3.299.988 jiwa
2.63
2012
3.064.366 jiwa
-7.14
Sumber: Diolah dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012 dan LPKPJ 2011
B. Komposisi Penduduk menurut Karakteristik Demografi 1. Jumlah dan Proporsi Penduduk menurut Umur dan Jenis Kelamin Karakteristik penduduk berdasarkan umur dan jenis kelamin sangat diperlukan dalam penyusunan perencanaan pemenuhan kebutuhan dasar bagi penduduk sesuai dengan kebutuhan masing-masing kelompok umur.Secara umum semua kelompok umur membutuhkan pangan, sandang dan papan dan kesehatan.
37
Pada kelompok usia tertentu ada yang membutuhkan pendidikan dan kelompok yang usia lainnya membutuhkan pekerjaan. Dengan demikian setiap kelompok umur memiliki kebutuhan yang berbeda-beda, misalnya kelompok bayi dan balita, mereka lebih membutuhkan asupan gizi yang baik dan perawatan kesehatan. Sedangkan kelompok penduduk usia lanjut juga membutuhkan pelayanan berkaitan dengan kesehatan dan lain-lain.
Tabel 3.3. Jumlah Penduduk Kabupaten Bandung Tahun 2012 Menurut Umur dan Jenis Kelamin Kelompok Umur 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75+
Laki-Laki 58,336 129,167 177,373 156,993 142,169 142,613 160,483 140,201 124,453 99,189 80,787 63,102 48,200 30,744 27,925 36,998
JUMLAH
1,618,733
Jenis Kelamin % Perempuan 4% 53,998 8% 117,746 11% 164,679 10% 147,326 9% 139,371 9% 134,835 10% 148,027 9% 125,487 8% 105,641 6% 80,874 5% 62,739 4% 47,314 3% 35,416 2% 25,806 2% 21,588 2% 34,786 100%
1,445,633
% 4% 8% 11% 10% 10% 9% 10% 9% 7% 6% 4% 3% 2% 2% 1% 2% 100%
Jumlah 112,334 246,913 342,052 304,319 281,540 277,448 308,510 265,688 230,094 180,063 143,526 110,416 83,616 56,550 49,513 71,784 3,064,367
% 4% 8% 11% 10% 9% 9% 10% 9% 8% 6% 5% 4% 3% 2% 2% 2% 100%
Sumber: Diolah dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012
38
Dari tabel di atas secara umum penduduk Kabupaten Bandung paling banyak berada di rentang 10-39 tahun dengan demikian proporsi penduduk masih berada di rentang usia produktif. Tabel di atas menunjukan bahwa penduduk sebagian besar merupakan usia produktif yaitu pada kelompok umur antara 15-64 tahun, (71,31%) dengan komposisi terbesar pada penduduk berusia 30-34 tahun. Demikian pula dengan komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin, nampak bahwa penduduk laki-laki maupun perempuan yang terbesar berada pada kelompok usia 10-14 tahun. Kondisi ini cukup menarik, di satu sisi sangat menguntungkan karena sebagian besar (di atas 50%) merupakan penduduk usia kerja (usia produktif), dan sisanya sebanyak merupakan penduduk usia muda (berusia dibawah 15 tahun) dan merupakan Penduduk lanjut usia (65 tahun keatas). Namun di sisi lain, banyaknya jumlah anak usia 0-14 memerlukan perencanaan yang baik untuk mengantisipasi ketersediaan sarana pendidikan dari semua jenjang. Besarnya jumlah anak usia 0-14, harus menjadi perhatian karena 5-10 tahun mendatang kelompok secara bertahap akan menjadi angkatan kerja baru yang memerlukan kemampuan dan kualitas SDM yang memadai baik keterampilan maupun etos kerja dan kepribadian. Untuk memperoleh hal tersebut, diperlukan asupan gizi yang cukup, pendidikan yang memadai, serta pembentukan karakter dan etos kerja yang baik. Grafik 3.1. Piramida Penduduk Kabupaten Bandung 2012
39
70-74 Tahun 60-64 Tahun 50-54 Tahun 40-44 Tahun
Perempuan
30-34 Tahun
Laki-Laki
20-24 Tahun 10-14 Tahun 0-4 Tahun 200,000
100,000
0
100,000
200,000
Sumber: Diolah dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012
Piramida penduduk Kabupaten Bandung menunjukkan struktur penduduk muda/expansive, dengan struktur penduduk muda lebih besar dibandingkan kelompok usia diatasnya. Pada piramida ini terlihat bahwa jumlah penduduk kelompok umur 0-4 tahun yang terletak pada dasar piramida mulai mengecil. Ini berarti angka kelahiran mulai menurun dibanding tahun-tahun sebelumnya, walaupun dari segi jumlah absolut tidak kecil. Demikian juga dengan jumlah penduduk 5-9 tahun masih terlihat lebar, berarti lima tahun kedepan dibutuhkan fasilitas pendidikan dasar dan menengah yang cukup untuk menampung penduduk kelompok ini. Demikian
pula
jumlah
penduduk
pada
kelompok
30-49
tahun
menunjukkan jumlah yang cukup besar. Hal ini akan berpengaruh pada proporsi usia lansia di tahun-tahun mendatang. Penduduk lansia (65 tahun keatas), menunjukan proporsi yang masih kecil, namun dimasa depan proporsi penduduk lansia akan terus merambat naik, karena pergeseran umur penduduk serta usia
40
harapan hidup yang semakin meningkat. Pertambahan jumlah penduduk lansia ini harus mulai diantisipasi dari sekarang, karena kelompok lansia akan terus membesar di masa depan, sehingga diperlukan kebijakan seperti ketenagakerjaan, kesehatan, pelayanan lansia serta kebutuhan sosial dasar lainnya.
2. Rasio Jenis Kelamin (Sex Ratio) Rasio Jenis Kelamin (RJK) menggambarkan perbandingan jumlah penduduk laki-laki terhadap setiap 100 orang penduduk perempuan. Rasio Jenis kelamin berguna untuk melihat proporsi penduduk berdasarkan jenis kelamin dan untuk berbagai perencanaan kegiatan seperti penyediaan Rumah Sakit Bersalin, penyediaan ragam pendidikan dan lain sebagainya. Rasio jenis kelamin Kabupaten Bandung sekitar 112 yang berarti bahwa lebih banyak penduduk berjenis kelamin laki-laki. Hal ini merupakan kondisi umum di Provinsi Jawa Barat, namun berbeda dengan gambaran rasio jenis kelamin secara nasional dimana lebih banyak penduduk perempuan dibanding laki-laki. Rasio jenis kelamin penduduk pada kelompok umur 0-4 tahun sebesar 108 yang artinya terdapat sekitar 108 balita berjenis kelamin laki-laki dari 100 balita perempuan. Secara biologis jumlah kelahiran bayi laki-laki pada umumnya lebih besar dibandingkan dengan kelahiran bayi perempuan, namun bayi laki-laki rentan terhadap kematian dibandingkan bayi perempuan. Pada tabel Rasio Jenis Kelamin terlihat bahwa di Kabupaten Bandung bayi laki-laki lebih banyak. Kondisi tersebut berbeda dengan Jawa Barat secara umum yang menunjukkan
41
kecenderungan jumlah kelahiran bayi laki-laki lebih kecil dari jumlah bayi perempuan. Selain dari faktor kelahiran, faktor migrasi penduduk laki-laki yang masuk ke Kabupaten Bandung lebih besar terutama pada usia-usia produktif.
Tabel 3.4. Rasio Jenis Kelamin Menurut Kelompok Umur Rentang Usia
Laki-Laki
Perempuan
Rasio L/P
0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74 75+ Jumlah
58.336 129.167 177.373 156.993 142.169 142.613 160.483 140.201 124.453 99.189 80.787 63.102 48.200 30.744 27.925 36.998 1.618.733
53.998 117.746 164.679 147.326 139.371 134.835 148.027 125.487 105.641 80.874 62.739 47.314 35.416 25.806 21.588 34.786 1.445.633
108 110 108 107 102 106 108 112 118 123 129 133 136 119 129 106
Sumber: Diolah dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012
42
Tabel 3.5. Rasio Jenis Kelamin Menurut Kecamatan
No
Nama Kecamatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
CILEUNYI CIMENYAN CILENGKRANG BOJONGSOANG MARGAHAYU MARGAASIH KATAPANG DAYEUHKOLOT BANJARAN PAMEUNGPEUK PANGALENGAN ARJASARI CIMAUNG CICALENGKA NAGREG CIKANCUNG RANCAEKEK CIPARAY PACET
Laki-Laki 71.207 49.114 25.291 54.987 62.588 69.515 57.994 56.354 64.223 36.397 72.286 40.677 41.021 58.340 26.227 37.154 87.072 66.127 47.101
Perempuan 64.027 43.767 22.727 50.385 57.360 62.403 52.318 51.140 57.326 33.521 64.176 36.542 36.482 53.164 22.901 32.870 80.222 59.373 39.778
Rasio L/P 111 112 111 109 109 111 111 110 112 108 113 111 112 110 114 113 109 111 118
43
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
KERTASARI BALEENDAH MAJALAYA SOLOKAN JERUK PASEH IBUN SOREANG PASIRJAMBU CIWIDEY RANCABALI CANGKUANG KUTAWARINGIN JUMLAH
28.443 111.817 70.919 38.137 56.460 34.599 65.007 47.108 37.068 22.916 32.341 49.243 1.618.733
24.110 101.539 64.160 34.266 49.792 28.053 57.904 41.606 31.972 19.613 28.888 42.249 1.445.633
118 110 111 111 113 123 112 113 116 117 112 117
Sumber: Diolah dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012
3. Rasio Beban Tanggungan (Dependency Ratio) Rasio Beban Tanggungan (dependency ratio) dapat digunakan sebagai indikator yang secara kasar dapat menunjukan keadaan ekonomi suatu Negara apakah tergolong Negara maju atau Negara yang sedang berkembang. Dependency ratio merupakan salah satu indikator demografi yang penting, semakin tinggi dependency ratio menunjukan semakin tingginya beban yang harus ditanggung penduduk yang produktif (usia 15-64 tahun) untuk membiayai hidup penduduk yang belum produktif (usia 0-14 tahun) dan tidak produktif lagi (usia 65 tahun keatas). Sedangkan dependency ratio yang semakin rendah menunjukan semakin rendahnya beban yang ditanggung penduduk yang produktif untuk membiayai penduduk yang belum produktif dan tidak produktif lagi.
Tabel 3.6. Rasio Beban Tanggungan (RBT) Kabupaten Bandung Rentang Usia
Laki-Laki Jumlah RBT
Perempuan Jumlah RBT
Jumlah Jumlah RBT
44
0-14 >65 15-64 Jumlah
364,876 95,667 1,158,190 1,618,733
40
336,423 82,180 1,027,030 1,445,633
41
701,299 177,847 2,185,220 3,064,366
40
Sumber: Diolah dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012
Penduduk muda berusia dibawah 15 tahun umumnya dianggap sebagai penduduk yang belum produktif karena secara ekonomi masih tergantung pada orang tua ataupun orang lain yang menanggungnya. Selain itu, penduduk berusia 65 tahun keatas juga dianggap tidak produktif lagi sesudah melewati masa pensiun. Penduduk usia 15-64 tahun, adalah penduduk usia kerja yang dianggap sudah produktif. Berdasarkan hal-hal tersebut maka harus diperhitungkan berapa besar jumlah penduduk yang tergantung pada penduduk usia kerja. Rasio ketergantungan Kabupaten Bandung secara umum sebesar 40 artinya setiap 100 penduduk usia Produktif Jawa Barat menanggung 40 orang usia non produktif baik anak-anak maupun lanjut usia. Angka ini terbilang cukup rendah karena masih di bawah 50.
C. Komposisi Penduduk menurut Karakteristik Sosial 1. Jumlah Penduduk menurut Tingkat Pendidikan Taraf pendidikan yang dicapai merupakan salah satu dari indikator kualitas penduduk yang sangat penting. Jika diperhatikan menurut pendidikan yang diikuti,
mayoritas
penduduk
Kabupaten
Bandung
masih
berpendidikan
rendah.Provinsi Jawa Barat dapat dikatakan masih berpendidikan rendah, yaitu
45
hanya tamat SMP kebawah 74,58%, pendidikan SMA 20,30%, dan sisanya berpendidikan tinggi 5,12% (Diploma ke atas).
Tabel 3.7 Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Berdasarkan Jenjang Pendidikan Yang Ditamatkan (Ijazah Tertinggi Yang Dimiliki) di Kabupaten Bandung Tahun 2009-2010 N o
Jenjang Pendidikan
1.
Tdk/blm punya Ijazah SD / setara SD SLTP / setara SLTP SLTA / setara SLTP Perguruan Tinggi Jumlah
2. 3. 4. 5.
2010 Jenis Kelamin L P
2011 Jumlah
%
Jenis Kelamin L P
Jumlah
%
127.124
132.578
259.702
10,25
198.391
208.760
407.151
15,52
484.222
515.443
999.665
39,47
474.260
500.516
974.776
37,16
295.192
294.330
589.522
23,28
288.681
285.790
574.471
21,90
306.693
239.027
545.720
21,55
300.443
232.063
532.506
20,30
74.670
63.247
137.917
5,45
72.899
61.367
134.266
5,12
1.244.625
100
1.334.674
1.288.496
2.623.170
100
1.287.901
1.244.625
Sumber: LKPJ Kabupaten Bandung 2011
Hal ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah, jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) yang besar kalau tidak disertai dengan pengembangan
46
kualitasnya. Terlebih era globalisasi tidak mungkin dihindari. Ketatnya persaingan untuk memperoleh kesempatan kerja semakin terasa. Peningkatan taraf pendidikan perlu dilakukan untuk menghasilkan SDM yang siap bersaing untuk mendapatkan
pekerjaan
yang
sebagian
besarnya
adalah
peluang
kerja
membutuhkan tenaga terdidik yang memiliki keterampilan khusus. Kalau dikelompokkan lagi berdasarkan jenis kelamin, ternyata di Kabupaten Bandung lulusan perguruan tinggi laki-laki lebih tinggi daripada perempuan. Kalau dilihat dari tingkat pendidikan dihubungkan dengan usia produktif, kita lihat bahwa 70,13% penduduk usia produktif Jawa Barat berpendidikan SLTP ke bawah, hanya 23,07 % berpendidikan SLTA dan 6,80% berpendidikan tinggi (Diploma ke atas). Dapat disimpulkan bahwa pendidikan penduduk usia produktif Jawa Barat sangatlah rendah. Bahkan untuk jumlah terbesar dipegang oleh penduduk berpendidikan SD 42,15%. Untuk itu diperlukan langkah strategis untuk meningkatkan jenjang pendidikan penduduk usia produktif di Kabupaten Bandung, agar besarnya SDM yang dimiliki menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, bukanlah menjadi beban yang menyebabkan pengangguran, kemiskinan dan lain sebagainya
2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Informasi tentang jumlah penduduk berdasarkan agama diperlukan untuk merencanakan penyediaan sarana dan prasarana peribadatan serta merencanakan program atau kegiatan yang berkaitan dengan kerukunan antar umat beragama. Di Kabupaten Bandung mayoritas penduduk memeluk agama Islam yang tersebar di
47
seluruh kecamatan. Kristen tersebar di 30 kecamatan. Katolik tersebar di 27 kecamatan. Hindu tersebar di 22 Kecamatan. Pemeluk Budha hanya ada di 12 kecamatan. Konghuchu hanya terdapat di 2 kecamatan.Pemeluk Kepercayaan hanya tercatat di Kecamatan Rancaekek.
29
Tabel 3. 8 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Perkecamatan NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
NAMA KECAMATAN CILEUNYI CIMENYAN CILENGKRANG BOJONGSOANG MARGAHAYU MARGAASIH KATAPANG DAYEUHKOLOT BANJARAN PAMEUNGPEUK PANGALENGAN ARJASARI CIMAUNG CICALENGKA NAGREG CIKANCUNG RANCAEKEK CIPARAY PACET KERTASARI BALEENDAH MAJALAYA SOLOKAN JERUK PASEH IBUN SOREANG PASIRJAMBU CIWIDEY RANCABALI CANGKUANG KUTAWARINGIN JUMLAH
ISLAM Jumlah % 142.146 4,639 90.385 2,950 43.200 1,410 78.352 2,557 91.000 2,970 101.645 3,317 91.348 2,981 94.439 3,082 110.068 3,592 62.921 2,053 141.471 4,617 90.350 2,948 74.936 2,445 96.990 3,165 44.764 1,461 85.321 2,784 142.106 4,637 156.849 5,118 104.356 3,405 64.580 2,107 198.865 6,490 144.800 4,725 75.840 2,475 44.762 1,461 74.936 2,445 98.134 3,202 69.116 2,255 14.085 0,460 50.557 1,650 55.942 1,826 87.738 2,863 2.822.002 92,091
KRISTEN Jumlah % 2.831 2.388 320 1.332 9.867 4.744 2.376 292 803 402 155 98 30 100 56 170 6.603 520 23 23 1.272 1.595 69 25 32 298 1 32 12 0 81 36.550
0,092 0,078 0,010 0,043 0,322 0,155 0,078 0,010 0,026 0,013 0,005 0,003 0,001 0,003 0,002 0,006 0,215 0,017 0,001 0,001 0,042 0,052 0,002 0,001 0,001 0,010 0,000 0,001 0,000 0,000 0,003 1,193
KATOLIK Jumlah % 2.358 0,077 1.201 0,039 249 0,008 1.093 0,036 6.578 0,215 5.066 0,165 982 0,032 2.425 0,079 177 0,006 93 0,003 47 0,002 67 0,002 52 0,002 0 0,000 12 0,000 0 0,000 3.554 0,116 231 0,008 7 0,000 32 0,001 583 0,019 851 0,028 0 0,000 1 0,000 8 0,000 56 0,002 43 0,001 0 0,000 15 0,000 0 0,000 20 0,001 25.801 0,842
HINDU Jumlah % 275 0,009 39 0,001 12 0,000 433 0,014 1.425 0,047 694 0,023 323 0,011 0 0,000 84 0,003 5 0,000 5 0,000 5 0,000 1 0,000 10 0,000 55.840 1,822 0 0,000 126 0,004 0 0,000 0 0,000 0 0,000 8 0,000 309 0,010 0 0,000 1 0,000 8 0,000 16 0,001 3 0,000 15 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 59.637 1,946
BUDHA Jumlah % 463 0,015 0 0,000 54 0,002 27 0,001 769 0,025 422 0,014 230 0,008 825 0,027 15 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 134 0,004 0 0,000 0 0,000 0 0,000 32 0,001 353 0,012 0 0,000 0 0,000 0 0,000 13 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 3.337 0,109
KONGHUCU Jumlah % 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 84 0,003 106 0,003 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 190 0,006
KEPERCAYAAN Jumlah % 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 101 0,003 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 0 0,000 101 0,003
3. Jumlah Penduduk Penyandang Kecacatan Tubuh Informasi tentang banyaknya penduduk penyandang cacat dan jenis kecacatannya sangat diperlukan dalam memberikan program pelayanan publik yang ramah penyandang cacat. Selama ini kelompok penyandang cacat kerap merasa didiskriminasi, karena di berbagai tempat umum tidak tersedia jalan khusus untuk pengguna kursi roda, toilet khusus untuk mereka dan lain sebagainya. Di samping itu penting diperhatikan bahwa dengan keterbatasannya seringkali terhambat aksesnya terhadap hak-hak sipil mereka, misalnha seperti pada saat pemilihan umum, ketersediaan surat suara untuk tuna netra kadang diabaikan. Hak terhadap pendidikan seringkali juga terhambat karena tidak tersedianya cukup institusi pendidikan yang memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk kelompok ini, padahal potensi mereka seringkali tidak kalah besarnya dengan penduduk yang tidak menyandang cacat. Grafik 3.2 Jumlah Penyandang Cacat di Kabupaten Bandung Cacat Netra, 57
Cacat Fisik, 520 Cacat Ganda, 100 Tuna Tuna Daksa, Wicara/Rungu, 119 20 Tuna Grahita, 241
Penyandang Cacat Lainnya, 3705
Sumber: Diolah dari data Dinas Sosial Kabupaten Bandung 2012
37
38
4. Jumlah penduduk berdasarkan Status Perkawinan Tabel 3.9 Kepemilikan Akta Nikah TAHUN 2010 2011 2012
LAKI-LAKI 4.779 5.480 5.635
PEREMPUAN 4.799 5.480 5.635
JUMLAH 4.799 5.480 5.635
Sumber: Diolah dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012
5. Rata-rata Umur Kawin Pertama (Singulate Mean Age at Marriage) Rata-rata umur kawin pertama atau Singulate Mean Age at Marriage (SMAM) adalah rata-rata umur kawin pertama berdasarkan jumlah penduduk yang tetap lajang (belum kawin). Tersedianya indikator ini akan memudahkan para penentu kebijakan dan perencana pembangunan untuk mengembangkan program pemberdayaan terutama terhadap penduduk kelompok umur muda untuk menunda perkawinan dan agar dapat menyelesaikan pendidikan minimal pendidikan 9 tahun. Selain itu, umur kawin pertama merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi fertilitas. Umur kawin pertama mempunyai korelasi negatif dengan tingkat fertilitas seorang perempuan, artinya semakin tua umur kawin pertama perempuan, maka semakin sedikit pula jumlah anak yang akan dilahirkannya. Hal ini terjadi karena semakin tinggi umur kawin pertama seorang perempuan, maka semakin pendek pula masa usia suburnya dan pada akhirnya akan menurunkan tingkat fertilitas perempuan tersebut. Perkawinan di usia muda cenderung memiliki banyak kendala, seperti dilihat dari sisi pendidikan, yaitu tingkat pendidikan yang ditamatkan cenderung
39
akan semakin rendah yang berdampak pada kurangnya pengetahuan ibu dalam hal merawat anak dan mengatur keluarga. Apabila dilihat dari sudut kesehatan reproduksi, maka perempuan yang kawin di usia muda, proses reproduksi belum benar-benar matang atau belum siap sehingga lebih rentan kesehatannya jika mempunyai anak. Pada akhirnya kedua hal tersebut akan menyebabkan semakin tingginya resiko ibu meningal saat melahirkan atau tingginya resiko kematian anak. Untuk memperoleh rata-rata usia kawin pertama yang lebih cermat, para demografer mengembangkan rata-rata usia kawin dari data tentang proporsi penduduk yang masih lajang menurut umur. Estimasi rata-rata usia kawin dengan cara ini disebut Singulate Mean Age at Marriage (SMAM). Kegunaan tersedianya indikator rata-rata umur kawin pertama dengan metode SMAM akan memudahkan para penentu kebijakan dan perencana pembangunan untuk mengembangkan program pemberdayaan orang muda agar meneruskan sekolah, dan bagi yang terpaksa putus sekolah diberikan pendidikan keterampilan agar tidak segera memasuki jenjang perkawinan. Program untuk pendewasaan usia perkawinan bagi perempuan juga dapat dikembangkan sesuai dengan keadaan daerah masing-masing.
40
6. Keluarga a. Jumlah Keluarga dan Rata-rata Jumlah Anggota Keluarga Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat. Keluarga dibentuk dari sekelompok orang yang terikat dan mempunyai hubungan kekerabatan karena perkawinan, kelahiran, adopsi dan lain sebagainya. Unit keluarga menjadi hal penting untuk berbagai intervensi seperti penanganan kemiskinan, keluarga berencana dan sebagainya. Keluarga terbagi menjadi dua yaitu keluarga inti (nuclear family) dan keluarga luas (extended family). Besarnya jumlah anggota keluarga biasanya digunakan untuk menggambarkan kesejahteraan keluarga, dimana semakin kecil jumlah anggota keluarga diasumsikan akan semakin tinggi tingkat kesejahteraannya. Data mengenai rasio anggota keluarga juga dapat menjadi dasar perencanaan pengembangan perumahan dan fasilitas-fasilitas umum yang harus mengakomodir aktivitas keluarga. Di Kabupaten Bandung rata-rata jumlah anggota keluarga menurut Kepala Keluarga adalah 3,54 orang/KK. Data tersebut menunjukkan terdapat 3-4 orang anggota keluarga termasuk kepala keluarga, rasio ini cukup baik. Namun demikian di beberapa kecamatan terdapat kecenderungan rasio yang menunjuk kepada keluarga besar terutama di Kecamatan Cimaung sebanyak 6,74 orang/KK yang mengindikasikan adanya 6-7 orang di setiap keluarga
41
Tabel 3.10 Jumlah Kepala Keluarga dan Rasio Anggota Keluarga menurut Kecamatan NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31
NAMA KECAMATAN CILEUNYI CIMENYAN CILENGKRANG BOJONGSOANG MARGAHAYU MARGAASIH KATAPANG DAYEUHKOLOT BANJARAN PAMEUNGPEUK PANGALENGAN ARJASARI CIMAUNG CICALENGKA NAGREG CIKANCUNG RANCAEKEK CIPARAY PACET KERTASARI BALEENDAH MAJALAYA SOLOKAN JERUK PASEH IBUN SOREANG PASIRJAMBU CIWIDEY RANCABALI CANGKUANG KUTAWARINGIN JUMLAH
JUMLAH KEPALA KELUARGA
JUMLAH PENDUDUK
34695 26.568 13.272 27.957 32.441 37.163 29.460 32.030 36.338 19.493 39.738 21.809 26.353 29.910 13.826 18.303 46.382 35.836 22.155 17.477 56.987 36.960 24.776 28.440 21.008 34.233 25.508 20.951 13.242 17.525 25.438 866.274
135.234 92.881 48.018 105.372 119.948 131.918 110.312 107.494 121.549 69.918 136.462 77.219 177.502 111.504 49.128 70.024 167.294 125.500 86.879 52.553 214.356 13.079 72.403 106.252 63.652 122.911 88.714 69.040 42.529 61.229 91.492 3.064.366
RATA-RATA JUMLAH ANGGOTA KELUARGA (orang/KK) 3,90 3,50 3,62 3,77 3,70 3,55 3,74 3,36 3,34 3,59 3,43 3,54 6,74 3,73 3,55 3,83 3,61 3,50 3,92 3,01 3,76 0,35 2,92 3,74 3,03 3,59 3,48 3,30 3,21 3,49 3,60 3,54
Sumber: Diolah dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012
Infomasi tentang karakteristik kepala keluarga merupakan informasi yang penting
terutama
dalam
program
pengentasan
kemiskinan,
pendidikan,
ketenagakerjaan dan lain sebagainya. Data mengenai Kepala Keluarga dan status pekerjaan dapat dilihat di tabel 3.12 dan 3.13.
42
7. Kelahiran Kelahiran atau fertilitas merupakan satu faktor penambah jumlah penduduk disamping migrasi masuk. Jumlah kelahiran membawa konsekuensi pada penyediaan pemenuhan kebutuhan bagi anak yang dilahirkan seperti gizi dan kecukupan kalori, perawatan kesehatan, kebutuhan sandang dan kebutuhan lainnya. Di masa depan bayi ini akan tumbuh menjadi anak usia sekolah yang membutuhkan pendidikan, dan kemudian pada gilirannya akan masuk angkatan kerja dan membutuhkan pekerjaan. Bayi perempuan akan tumbuh menjadi remaja perempuan dan perempuan usia subur yang akan menikah dan melahirkan bayi.
a. Angka Kematian Bayi AKB Kabupaten Bandung pada tahun 2011 mencapai 34,17 jiwa, artinya rata-rata dari setiap 1000 kelahiran hidup terdapat 34-35 bayi meninggal. Angka ini lebih kecil dibandingkan dengan tahun 2010, di mana pada tahun 2010 AKB Kabupaten Bandung mencapai 34,75 jiwa. Kematian bayi tersebut akibat faktor penanganan pada saat persalinan, pengaruh usia perkawinan pertama, kualitas gizi serta pemberian imunisasi. Berikut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung 2012: Tabel 3.11 Jumlah Kematian Bayi NO 1 2 3
TAHUN 2010 2011 2012
JUMLAH 177 144 276 Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung 2012
43
Tabel 3.12 Jumlah Bayi Lahir Mati NO 1 2 3
TAHUN 2010 2011 2012
JUMLAH 129 75 129 Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung 2012
Adapun Jumlah kelahiran hidup di Kabupaten Bandung Menurut data Provinsi Jawa Barat dari tahun 2007 s.d. 2010 terlihat kecenderungannya menurun terutama menurun drastis pada tahun 2011 sebanyak 3.212 Jiwa, padahal pada 2010 masih tercatat jumlah kelahiran hidup 25.199 Jiwa. Kemungkinan hal ini disebabkan masih banyaknya bayi lahir yang belum dimasukkan ke dalam Kartu Keluarga (KK)/pembuatan Akta lahir yang menyebabkan bayi-bayi tersebut belum masuk database dan tidak muncul di jumlah kelahiran pada tahun 2011. Hal ini dimaklumi bahwa untuk dapat teregistrasi di database masyarakat harus menambahkan anggota keluarganya yang baru lahir tersebut ke Kartu Keluarga atau pembuatan Akta Kelahiran. Dalam hal ini terdapat suatu kebiasaan masyarakat membuat Akta kelahiran/memperbaharui KK mereka apabila ada kepentingan saja seperti untuk mengajukan perpanjangan KTP (diolah dari Profil Kependudukan Provinsi Jawa Barat, 2012)
44
BAB IV KUALITAS PENDUDUK
Keberhasilan pembangunan kabupaten atau kota antara lain terlihat dari semakin meningkatnya kualitas penduduknya. Hal ini antara lain terlihat dari indeks pembangunan manusia daerah tersebut. Dasar pemikiran konsep pembangunan manusia meliputi aspek-aspek sebagai berikut:
1.
Pembangunan harus mengutamakan penduduk sebagai pusat perhatian;
2.
Pembangunan dimaksudkan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk, bukan hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka. Oleh karena itu, konsep pembangunan manusia harus berpusat pada penduduk secara komprehensif dan bukan hanya pada aspek ekonomi semata;
3.
Pembangunan manusia memperhatikan bukan hanya pada upaya meningkatkan kemampuan/kapasitas manusia, tetapi juga pada upayaupaya memanfaatkan kemampuan/kapasitas manusia tersebut secara optimal;
4.
Pembangunan
manusia
didukung
empat
pilar
pokok,
produktifitas, pemerataan, kesinambungan dan pemberdayaan;
yaitu:
45
5.
Pembangunan manusia menjadi dasar dalam penentuan tujuan pembangunan
dan
dalam
menganalisis
pilihan-pilihan
untuk
mencapainya. Pembangunan manusia lebih luas aspeknya dari sekedar pembangunan ekonomi semata, karena yang menjadi fokus dari pembangunan adalah aspek manusia yang meliputi tiga dimensi utama: Tingkat harapan hidup (Indikator kesehatan yang diukur dengan angka kematian bayi dan angka harapan hidup lahir), Pencapaian pendidikan (Indikator Pendidikan yang diukur melalui angka melek huruf dan lama pendidikan) serta akses terhadap kehidupan layak (Indikator Kesejahteraan yang diukur dari kemampuan untuk mendapatkan penghasilan perkapita).
A. Indikator Kesehatan Indikator kesehatan yang dipergunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan manusia yang mendukung kualitas penduduk adalah: angka harapan hidup saat dilahirkan, yang berbanding terbalik dengan angka kematian (bayi lahir mati, kematian bayi di bawah 1 tahun, kematian anak di bawah 5 tahun dan kematian ibu). Semakin tinggi kualitas kesehatan, terlihat dengan semakin rendahnya angka kematian sehingga meningkatnya harapan untuk hidup penduduk.
B. Indikator Kelahiran Salah satu indikator kesehatan yang mempengaruhi proses demografi adalah indikator kelahiran atau fertilitas. Fertilitas merupakan indikator kelahiran yang dihitung berdasarkan rata-rata jumlah kelahiran hidup seorang wanita dalam usia subur, angka
46
kelahiran adalah jumlah anak yang dilahirkan oleh wanita sampai dengan akhir masa reproduksinya. Perhitungan mengasumsikan bahwa tidak ada kematian. Indikator kelahiran ini penting dalam penentuan kebijakan dan perencanaan program pembangunan sosial terutama terkait dengan permasalahan kesejahteraan ibu dan anak
a. Rasio Perbandingan Anak dan Perempuan Rasio perbandingan antara Anak dibawah lima tahun (0-4 tahun) dan Perempuan dalam usia produktif (15-49 tahun) atau Child Women Ratio (CWR) dapat digunakan untuk melihat angka kelahiran dalam lima tahun yang lalu. Pada tahun 2012 Jumlah anak usia 0-4 tahun di Kabupaten Bandung adalah sebesar 112.334, sementara jumlah perempuan usia produktif (15-49 tahun) adalah sebanyak 881.561 sehingga didapatkan data bahwa dalam setiap 100 perempuan usia produktif (15-49 tahun) terdapat sebanyak 13 balita, dengan demikian CWR Kabupaten Bandung pada tahun 2012 adalah 13.
47
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Usia Reproduksi Kelompok Umur 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 Jumlah Produksi Jumlah Penduduk
Perempuan 147.326 139.371 134.835 148.027 125.487 105.641 80.874 1.445.633
Sumber: Diolah dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012
Grafik 4.1. Jumlah Perempuan Usia 15-49 Tahun dan Balita 0-4 Tahun
48
112,334
Jumlah Perempuan Usia 15-49 Jumlah Balita Usia 0-4
881,561
Sumber: Diolah dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012
C. Indikator Kematian a. Angka Kematian Bayi Angka Kematian Bayi (AKB) atau Infant Mortality Rate (IMR) adalah jumlah kematian bayi dibawah usia satu tahun pada setiap 1.000 kelahiran hidup, Angka Kematian Bayi menjadi Indikator yang sangat sensitif terhadap ketersediaan, kualitas dan pemanfaatan pelayanan kesehatan terutama yang berhubungan dengan kematian perinatal, disamping itu Angka Kematian Bayi dipengaruhi pula oleh pendapatan keluarga, jumlah anggota keluarga, pendidikan ibu dan gizi keluarga. Sehingga Angka Kematian Bayi juga dapat dipakai sebagai tolak ukur pembangunan sosial ekonomi masyarakat secara menyeluruh.
49
AKB di Kabupaten Bandung pada tahun 2011 adalah 34,17/1000 KH.Dan Tahun 2012 34,05/1000 KH. Penurunan Angka Kematian Bayi dari tahun ke tahun, baik di Kabupaten Bandung maupun di Jawa Barat, seperti ditunjukkan grafik berikut ini: Grafik 4.2 Angka Kematian Bayi di Kabupaten Bandung 2008-2012 38 37 36 Angka Kematian Bayi
35 34 33 32 2008
2009
2010
2011
2012
Sumber: Diolah dari Laporan Tahunan Tahun 2012 Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung
b. Kematian Neonatal Angka Kematian Neo-Natal adalah kematian yang terjadi sebelum bayi berumur satu bulan atau 28 hari, per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu. Banyak faktor yang menyebabkan tingginya angka kematian neonatal di suatu daerah, sehingga dengan mengetahui angka kematian neonatal dan sebab-sebab terjadinya kematian neonatal dapat menjadi masukan yang baik bagi penentuan kebijakan terutama terkait dengan peningkatan gizi keluarga, gizi ibu hamil, kehamilan dengan resiko tinggi dan sebagainya. Di Kabupaten Bandung jumlah kematian neonatal berdasarkan laporan tahun 2012 terjadi sebanyak 276 kasus dengan penyebab terbanyak BBLR 92 (33,3%), Asfiksia
50
64 (23,1%), Prematur 57 (20,6%), Tetanus neonatorum 2 (0,7%), Kecacatan 23 (8,3%), Sepsis 14 (5%), Ikterus 5 (1,8%), Trauma Lahir 5 (1,8 %), Masalah Laktasi 3 (1%), Hypotermia 3 (1%), Sebab lain 9 (3,2 %) dengan umur kematian 0 – 6 hari sebanyak 268 kasus (97,1%) dan umur 7 - 28 hari sebanyak
kasus 8 (2,8%), umur 1 tahun sebanyak
21 kasus dan umur 1 - 5 tahun sebanyak 4 kasus.
Tabel 4.2 Jumlah Kematian Neonatal dan penyebabnya Tahun 2012 Penyebab Kematian Asfiksia BBLR TN Infeksi Masalah Laktasi Prematur Kel. Konginetal Penyebab Kematian Trauma Lahir Ikterus Hypothermi Sebab lain Total Lahir Mati
Kasus Kematian 64 92 2 14 3 57 23 Kasus Kematian 5 5 3 9 276 129
Sumber: Diolah dari Laporan Tahunan Tahun 2012 Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung
Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa penyebab utama kematian Neonatal pada tahun 2012 disebabkan oleh BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) yaitu sebesar 33% dari total kasus kematian Neonatal.
51
Sementara apabila dilihat dari jumlah kasus kematian Neonatal yang tercatat dalam rentang 5 (lima) tahun terakhir terlihat peningkatan jumlah kematian neonatal di Kabupaten Bandung seperti yang tergambarkan pada grafik 4.3 berikut ini:
Grafik 4.3 Jumlah Kematian Neonatal Tahun 2008 – 2012
276
300 250 177
200 150 100
180 144 Jumlah Kematian
92
50 0 2008
2009
2010
2011
2012
Sumber: Diolah dari Laporan Tahunan Tahun 2012 Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung
c. Kematian Ibu Kematian ibu adalah kematian perempuan pada saat hamil atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa memandang lamanya kehamilan atau tempat persalinan, yakni kematian yang disebabkan karena kehamilannya atau pengelolaannya. Angka kematian Ibu dihitung sebagai rasio kematian ibu dan dinyatakan per 100.000 kelahiran hidup, dengan membagi angka kematian dengan angka fertilitas umum. Dengan cara ini diperoleh rasio kematian ibu kematian maternal per 100.000 kelahiran. Angka rasio kematian ibu belum dapat dihitung dikarenakan angkanya sangat kecil dan tidak semua kematian ibu bersalin baik yang ditolong oleh tenaga kesehatan
52
atau tenaga lainnya dilaporkan.Sedangkan jumlah kematian Ibu dalam 5 (lima) tahun terakhir terlihat pada grafik 4.4 berikut ini:
Grafik 4.4 Jumlah Kematian Ibu Tahun 2008-2012 70
62
60 50
45
41
40
49
28
30
Kasus Kematian
20 10 0 2008
2009
2010
2011
2012
Sumber: Diolah dari Laporan Tahunan Tahun 2012 Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung
53
D. Indikator Pendidikan 1. Angka Melek Huruf Dalam indikator pendidikan, tingkat melek huruf suatu daerah menentukan kualitas sumberdaya manusia daerah tersebut sehingga, peningkatan kemampuan membaca menjadi salah satu indikator penyumbang tingginya indeks pembangunan manusia. Angka Melek Huruf menggambarkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) yang diukur dari aspek pendidikan. Indikator AMH diambil dari penduduk dewasa (umur 15 tahun keatas) yang dapat membaca dan menulis minimal kata-kata/kalimat sederhana aksara tertentu, baik huruf latin atau lainnya. Persentase penduduk dewasa (usia 15 tahun ke atas) yang melek huruf di Kabupaten Bandung pada tahun 2010 mencapai 98,41 %, angka ini naik 0,07 point pada tahun 2011 menjadi 98,48 point. Sementara rata-rata lama sekolah (RLS) pada tahun 2011 mencapai 8,62 tahun, ini artinya bahwa penduduk Kabupaten Bandung pada tahun 2011 rata-rata telah menamatkan pendidikan sampai jenjang SLTP (wajar dikdas 9 tahun). Angka ini menurun 0,40 tahun dibandingkan tahun 2010, dimana pada tahun 2010 RLS mencapai 9,02 tahun. Kedua indikator pendidikan ini turut menyumbang tingginya IPM Kabupaten Bandung yang berada di atas rata-rata IPM Propinsi Jawa Barat.
2. Angka Partisipasi Kasar
54
Umumnya, terdapat dua ukuran partisipasi sekolah yang utama, yaitu Angka Partisipasi Kasar (APK) dan Angka Partisipasi Murni (APM). Keduanya mengukur penyerapan penduduk usia sekolah oleh sektor pendidikan. Perbedaan diantara keduanya adalah penggunaan kelompok usia "standar" di setiap jenjang pendidikan. Angka Partisipasi Kasar (APK) adalah rasio jumlah siswa berapapun umurnya, yang sedang sekolah di tingkat pendidikan tertentu terhadap jumlah penduduk kelompok umur sekolah yang berkaitan dengan jenjang pendidikan tertentu. APK ini menunjukan tingkat partisipasi penduduk secara umum di suatu tingkat pendidikan, dan merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk umur sekolah dimasing-masing jenjang pendidikan.
Oleh karena itu APK bisa lebih dari 100%
bergantung berapa banyak murid yang berada pada jenjang pendidikan tersebut. Angka Partisipasi Kasar di Kabupaten Bandung sebagi mana terlihat pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa angka partisipasi kasar pada tingkat Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Menengah Atas masih cukup rendah. Sedangkan pada tingkat SD dan SMP telah menunjukkan tingkat partisipasi yang cukup tinggi, walaupun dari gambaran data terlihat bahwa kemungkinan tidak semua lulusan SD menlanjutkan ke jenjang SMP. Tabel 4.3 Angka Partisipasi Kasar
Jenjang pendidikan
Jumlah Laki-Laki
perempuan
Jumlah Penduduk
APK
TK
8,036
7,974
16,010
137,488
11.64
SD
201,066
189,409
390,475
397,093
98.33
62,559
64,713
127,272
168,281
75.63
SLTP
Jenis Kelamin
55
SLTA
37,237
35,504
72,741
186,171
39.07
Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung 2012
Grafik 4.5 Angka Partisipasi Kasar
100.00 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
98.33
75.63
39.07 11.64
TK
SD
SLTP
SLTA
Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung 2012
3. Angka Partisipasi Murni Sebagai mana Indikator APK, indikator Angka Partisipas Murni (APM) juga dipakai untuk melihat seberapa besar anak usia menurut tingkat pendidikan tertentu berada dalam lingkup pendidikan dan penyerapan dunia pendidikan formal terhadap penduduk usia sekolah. Nilai lain yang sering dipergunakan adalah Angka Partisipasi Sekolah (APS). Secara umum indikator-indikator ini menunjukkan seberapa besar program-program yang dicanangkan oleh pemerintah telah berhasil seperti wajib belajar 9 tahun.
56
APM menunjukkan partisipasi sekolah penduduk usia sekolah di tingkat pendidikan tertentu. Seperti APK, APM juga merupakan indikator daya serap penduduk usia sekolah di setiap jenjang pendidikan. Tetapi, jika dibandingkan APK, APM merupakan indikator daya serap yang lebih baik karena APM melihat partisipasi penduduk kelompok usia standar di jenjang pendidikan yang sesuai dengan standar tersebut. Angka Partisipasi Murni menggunakan kelompok usia standar pada jenjang pendidikan, sehingga tidak memperhitungkan mereka yang masuk sekolah lebih cepat dari usia seharusnya, maupun mereka yang terlambat. Gambaran tentang angka partisipasi murni Kabupaten Bandung terlihat pada tabel 4.4 berikut ini: Tabel 4.4 Angka Partisipasi Murni Jenjang pendidikan
Jenis Kelamin Jumlah Laki-Laki
perempuan
Jumlah penduduk
TK
5,882
5,634
11,516
137,488
8.38
SD
182,330
170,571
352,901
397,093
88.87
SLTP
55,166
57,416
112,582
168,281
66.90
SLTA
26,252
25,067
51,319
186,171
27.57
Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung 2012
APK
57
Grafik 4.6 Angka Partisipasi Murni
88.87 90.00 80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00
66.90
27.57 8.38
TK
SD
SLTP
SLTA
Sumber: Diolah dari data Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung 2012
Grafik di atas menyajikan angka partisipasi murni jenjang pendidikan TK sampai SLTA di Kabupaten Bandung. Dari tabel dan grafik di atas terlihat bahwa APM
58
sebagaimana APK di Kabupaten Bandung berfluktuasi dari rendah di jenjang pendidikan TK, meningkat di tingkat pendidikan SD, dan kemudian menurun di tingkat pendidikan SLTP dan SLTA. Angka partisipasi pada jenjang pendidikan TK terlihat masih rendah (8,89%). Hal ini mencerminkan pandangan orang tua yang belum melihat arti penting pendidikan prasekolah, walaupun pemerintah daerah telah berupaya meningkatkan kuantitas dan kualitas pendidikan prasekolah seperti PAUD dan TK.
4. Angka Penduduk Putus Sekolah Berdasarkan angka partisipasi terlihat fluktuasi baik APK maupun APM terutama dari jenjang pendidikan Sekolah Dasar dan menurun pada Jenjang pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) hal ini antara lain mengindikasikan bahwa tidak seluruh lulusan SD melanjutkan pada jenjang SLTP. Selain itu permasalahan dalam indikator pendidikan adalah terkait dengan angka putus sekolah. Beberapa faktor menjadi penyebab terjadinya putus sekolah di masyarakat yang utama biasanya terkait dengan permasalahan kesejahteraan atau kemampuan ekonomi. Pemerintah Kabupaten Bandung terus berupaya mengurangi angka putus sekolah melalu beragam program, seperti beasiswa bagi keluarga miskin, penyaluran dana bantuan pendidikan baik secara berkelompok (program keluarga harapan) maupun yang sifatnya menyeluruh seperti Bantuan Operasional Sekolah.
59
Tabel. 4.5 Persentase Jumlah Putus Sekolah Tahun 2012 Jenjang pendidikan
Jumlah Murid
Murid Putus Sekolah
Persentase
TK
15.272
0
0.00%
SD
395.406
142
0.04%
SLTP
124.206
380
0.31%
SLTA/SMK
70.090
374
0.53%
Sumber: Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung 2012
Grafik 4.7 Persentasi Jumlah Siswa Putus Sekolah Tahun 2012
0.53%
0.60% 0.50%
0.31%
0.40% 0.30% 0.20% 0.10% 0.00%
0.00% TK
0.04% SD
SLTP
SLTA/SMK
Sumber: Diolah dari data Dinas Pendidikan Kabupaten Bandung 2012
60
Berdasarkan gambaran data di atas jumlah siswa putus sekolah di Kabupaten Bandung dapat dikatakan sangat kecil, tidak mencapai 1% dari siswa yang menempuh pendidikan. Jumlah siswa putus sekolah lebih banyak terjadi di jenjang pendidikan SLTA/SMK. Dari gambaran pada grafik 4.7 terlihat bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin tinggi pula persentase siswa putus sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa menyelesaikan jenjang pendidikan selama 12 tahun, bagi sebagian keluarga merupakan permasalahan baik secara ekonomi maupun terkait pandangan yang menganggap pendidikan dasar 9 tahun telah mencukupi. Hal ini membutuhkan perhatian dalam penerapan kebijakan pendidikan yang dapat mendorong kepada pendidikan lebih tinggi.
E. Indikator Ekonomi Pencapaian pembangunan sebuah daerah tercerminkan pula pada tingkat kesejahteraan masyarakatnya. Kesejahteraan suatu daerah dipengaruhi oleh ketersediaan Sumber Daya Alam dan Potensi Sumber Daya Manusia. Tidak semua daerah memiliki SDA yang melimpah dan dapat digunakan dalam pembangunan, sehingga kemampuan pemerintah meningkatkan potensi SDM menjadi sangat penting, seperti melalui peningkatan pendidikan. Kualitas SDM yang baik akan mampu mengerakkan roda perekonomian suatu daerah dengan lebih baik. Kemampuan SDM dalam mengelola perekonomian daerah
61
terkait dengan ketenagakerjaan yaitu antara lain dengan jumlah tenaga kerja dan angkatan kerja yang terserap dalam lapangan pekerjaan yang ada. Pembahasan alasan. Pertama, kita bekerja. Kedua, kita
mengenai dapat dapat
ketenagakerjaan melihat
mengetahui
berapa
ini
menarik
besar
jumlah
karena
jumlah
pengangguran
beberapa
penduduk dan
yang pencari
kerja. Ketiga, apabila dilihat dari segi pendidikan maka hal ini akan mencerminkan kualitas tenaga kerja. Keempat, dilihat dari statusnya dapat terlihat berapa jumlah penduduk, yang bekerja di sektor formal yang jaminan sosialnya baik, dan berapa yang bekerja di sektor informal. Kelima, pengetahuan tentang karakteristik dan kualitas tenaga kerja akan berguna sebagai dasar pengembangan kebijakan ketenagakerjaan, terutama pengembangan kesempatan kerja dan peningkatan kualitas SDM yang akan dapat meminimalkan jumlah pengangguran di suatu daerah1.
1. Proporsi dan Jumlah Tenaga Kerja dan Angkatan Kerja a. Jumlah Proporsi Tenaga Kerja Tenaga Kerja atau man power merupakan seluruh penduduk suatu daerah yang telah berusia antara 15-64 tahun atau dalam usia kerja yang berpotensi untuk berproduksi barang atau jasa. Indikator ini bermanfaat sebagai wacana bagi pengambil kebijakan di tingkat nasional maupun daerah dalam pembuatan rencana ketenagakerjaan di wilayahnya. Disamping itu, indikator ini digunakan untuk mengetahui berapa banyak tenaga kerja 1
http://www.datastatistikindonesia.com/portal/index.php?option=com_content&task=view&id=800& Itemid=800
62
atau penduduk usia kerja potensial yang dapat memproduksi barang dan jasa. Namun indikator ini hanya menghasilkan jumlah penduduk yang bisa bekerja sehingga kurang tepat untuk digunakan sebagai dasar perencanaan2. Jumlah dan proporsi tenaga kerja di Kabupaten Bandung pada tahun 2012 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6 Jumlah dan Proporsi Tenaga Kerja kelompok Umur
Jenis Kelamin Jumlah Laki-Laki
%
Perempuan
%
15-19
156,993
14%
147,326
14%
304,319
20-24
142,169
12%
139,371
14%
281,540
25-29
142,613
12%
134,835
13%
277,448
30-34
160,483
14%
148,027
14%
308,510
35-39
140,201
12%
125,487
12%
265,688
40-44
124,453
11%
105,641
10%
230,094
45-49
99,189
9%
80,874
8%
180,063
2
http://www.datastatistikindonesia.com/portal/index.php?option=com_content&task=view&id=801&Itemid=801
63
50-54
80,787
7%
62,739
6%
143,526
55-59
63,102
5%
47,314
5%
110,416
60-64
48,200
4%
35,416
3%
83,616
JUMLAH
1,158,190
100%
1,027,030
100%
JUMLAH PENDUDUK
2,185,221 3,064,366
Proporsi Tenaga Kerja
71.31%
Sumber: Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung 2012
Grafik 4.8 Piramida Tenaga Kerja
60-64 Tahun
48,200
35,416
55-59 Tahun
63,102
47,314
50-54 Tahun
80,787
62,739
45-49 Tahun
99,189
80,874
40-44 Tahun
124,453
105,641
35-39 Tahun
140,201
125,487
30-34 Tahun
160,483
148,027
25-29 Tahun
142,613
134,835
20-24 Tahun
142,169
139,371
15-19 Tahun
156,993
147,326
200,000
100,000
0
Laki-Laki Perempuan
100,000
200,000
Sumber: Diolah dari data Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung 2012
Berdasarkan tabel jumlah tenaga kerja di atas terlihat bahwa jumlah tenaga kerja di Kabupaten Bandung sebesar 2.185.221 jiwa berbanding dengan jumlah penduduk sebesar 3.064.366 sehingga didapatkan proporsi tenaga kerja sebesar 71,31%.
64
Berdasarkan proporsi tenaga kerja terlihat bahwa jumlah terbesar tenaga kerja didominasi kelompok umur 15-44 tahun. Baik pada jenis kelamin laki-laki maupun perempuan kelompok umur 15-19 tahun dan 30-34 tahun sebagai kelompok umur terbesar jumlah tenaga kerja. Berdasarkan presentase jumlah tenaga kerja di Kabupaten Bandung menunjukkan jumlah yang sangat signifikan dimana jumlah tenaga kerja di Kabupaten Bandung mencapai lebih dari 70% dari penduduknya, dengan demikian jumlah tenaga kerja yang besar ini menjadi modal penting bagi pembangunan di Kabupaten Bandung. Akan tetapi bila potensi tenaga kerja ini tidak dikelola dengan baik maka justru akan menjadi potensi beban pembangunan dikarenakan jumlah tenaga kerja yang tidak terserap oleh lapangan kerja akan menyebabkan tingginya tingkat pengangguran dan ini akan menjadi beban pembangunan di Kabupaten Bandung.
b. Proporsi Angkatan Kerja Angkatan kerja (labor force) adalah penduduk usia 15 - 64 tahun (tenaga kerja/manpower) yang aktif secara ekonomi (terkecuali ibu rumah tangga dan pelajar/mahasiswa). Angkatan kerja dibagi menjadi 2 (dua) yaitu penduduk bekerja (employed)
dan
mencari
pekerjaan/menganggur
(unemployed).
Tabel
berikut
memperlihatkan penduduk Kabupaten Bandung berdasarkan angkatan kerja. Tabel 4.7 Angkatan Kerja Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 20123
3
pusdatinaker.balitfo.depnakertrans.go.id/?section=ak&province=12®ency=178&period=2012 -08-01#gotoPeriod
65
Jenis Kelamin Golongan Umur
Jumlah Laki-laki
Perempuan
15-19
58,128
58,052
116,180
20-24
118,704
80,638
199,342
25-29
158,059
74,748
232,807
30-34
138,190
79,000
217,190
35-39
113,140
70,598
183,738
40-44
125,590
51,631
177,221
45-49
95,164
42,476
137,640
50-54
67,591
24,172
91,763
55-59
38,828
22,754
61,582
60-64
29,908
10,351
40,259
≥ 65
26,795
12,224
39,019
Jumlah
970,097
526,644
1,496,741
Jumlah Penduduk
3,064,366 Sumber: Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung 2012
66
Tabel 4.8 Angkatan Kerja Menurut Pendidikan Jenis Kelamin Pendidikan
Jumlah
Persentase
Laki-Laki
Perempuan
≤ SD
402,567
197,600
600,167
40%
SMTP
265,305
167,360
432,665
29%
SMTA Umum
167,420
99,503
266,923
18%
SMTA Kejuruan
88,764
26,665
115,429
8%
Diploma I/II/III/Akademi
10,126
13,208
23,334
2%
Universitas
35,915
22,308
58,223
4%
970,097
526,644
1,496,741
100%
Jumlah
Sumber: BPS, Survei Angkatan Kerja Nasional Agustus 2012 diolah Pusdatinaker
Grafik 4.9 Angkatan Kerja Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terakhir di Kabupaten Bandung Tahun 2012
67
450,000 400,000 350,000 300,000 250,000 200,000 150,000 100,000 50,000 -
Jenis Kelamin Laki-Laki
Jenis Kelamin Perempua n
Sumber: Diolah dari data Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung 2012
Dengan demikian jumlah angkatan kerja di Kabupaten Bandung adalah sejumlah 1.496.741 atau 48.84% dari penduduk Kabupaten Bandung. Angkatan kerja di Kabupaten Bandung masih didominasi oleh Laki-laki (64.81%) dibandingkan perempuan yang hanya 35.19% dari angkatan kerja.Terlihat bahwa akses terhadap lapangan kerja masih didominasi laki-laki, sementara perempuan masih banyak bekerja sebagai ibu rumah tangga. Apabila dilihat dari komposisi jenjang pendidikan terakhir, terlihat bahwa mayoritas angkatan kerja di Kabupaten Bandung berpendidikan rendah yaitu setingkat SD, Tidak tamat SD atau tidak sekolah, yaitu sekitar 40% dari angkatan kerja di Kabupaten Bandung. Sementara 55% berpendidikan menengah (SLTP/SMA/SMK). Selain itu bila dikaitkan dengan jenis kelamin, angkatan kerja Laki-laki lebih banyak dari angkatan kerja wanita pada semua jenjang pendidikan, kecuali pada jenjang Diploma (I/II/III/Akademi). Hal ini menunjukkan kecenderungan perempuan untuk mengambil jalur pendidikan vokasional yang siap kerja.
68
Tabel 4.9 Penduduk Yang Bekerja di Kabupaten Bandung Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2012 Jenis Kelamin Golongan Umur
Jumlah Laki-Laki
Perempuan
15-19
30,912
39,202
70,114
20-24
90,008
69,128
159,136
25-29
133,843
62,794
196,637
30-34
124,502
75,702
200,204
35-39
108,442
68,064
176,506
40-44
118,152
50,364
168,516
45-49
88,900
42,476
131,376
69
50-54
63,447
20,644
84,091
55-59
35,801
22,754
58,555
60-64
28,661
10,351
39,012
≥ 65
26,795
12,224
39,019
849,463
473,703
1,323,166
Jumlah
Sumber: Diolah dari data Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung 2012
Tabel 4.10 Penganggur Terbuka di Kabupaten Bandung Menurut Golongan Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2012 Jenis Kelamin Kelompok Umur
Jumlah Laki-laki
Perempuan
70
15-19
27,216
18,850
46,066
20-24
28,696
11,510
40,206
25-29
24,216
11,954
36,170
30-34
13,688
3,298
16,986
35-39
4,698
2,534
7,232
40-44
7,438
1,267
8,705
45-49
6,264
-
6,264
50-54
4,144
3,528
7,672
55-59
3,027
-
3,027
60-64
1,247
-
1,247
-
-
-
120,634
52,941
173,575
≥ 65 Jumlah
Sumber: Diolah dari data Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung 2012
2. Angka Partisipasi Angkatan Kerja Angka Partisipasi Angkatan Kerja (APAK) adalah bagian dari penduduk usia kerja, 15 tahun keatas yang mempunyai pekerjaan selama seminggu yang lalu, baik yang bekerja maupun yang sementara tidak bekerja karena suatu sebab seperti menunggu panenan atau cuti. Disamping itu, mereka yang tidak mempunyai pekerjaan tetapi sedang mencari pekerjaan juga termasuk dalam kelompok angkatan kerja. Sementara itu, penduduk yang bekerja atau mempunyai pekerjaan adalah mereka yang selama seminggu sebelum pencacahan melakukan pekerjaan atau bekerja untuk
71
memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan selama paling sedikit satu jam dalam seminggu yang lalu dan tidak boleh terputus.4 Indikator ini bermanfaat untuk mengetahui bagian dari tenaga kerja yang sesungguhnya terlibat, atau berusaha untuk terlibat, dalam kegiatan produktif yaitu memproduksi barang dan jasa, dalam kurun waktu tertentu.
Tabel 4.11 Angka Partisipasi Angkatan Kerja di Kabupaten Bandung Tenaga Kerja (Manpower) kelompok Umur
Jenis Kelamin LakiLaki
Perempuan
Angka Partisipasi Angkatan Kerja
Angkatan Kerja Jenis Kelamin
Jumlah
Lakilaki
Perempuan
APAK Jumlah Laki-laki
Perem puan
Jumlah
15-19
156,993
147,326
304,319
58,128
58,052
116,180
37.03
39.40
38.18
20-24
142,169
139,371
281,540
118,704
80,638
199,342
83.49
57.86
70.80
25-29
142,613
134,835
277,448
158,059
74,748
232,807
110.83*
55.44
83.91
30-34
160,483
148,027
308,510
138,190
79,000
217,190
86.11
53.37
70.40
35-39
140,201
125,487
265,688
113,140
70,598
183,738
80.70
56.26
69.16
40-44
124,453
105,641
230,094
125,590
51,631
177,221
100.91*
48.87
77.02
45-49
99,189
80,874
180,063
95,164
42,476
137,640
95.94
52.52
76.44
50-54
80,787
62,739
143,526
67,591
24,172
91,763
83.67
38.53
63.93
55-59
63,102
47,314
110,416
38,828
22,754
61,582
61.53
48.09
55.77
60-64
48,200
35,416
83,616
29,908
10,351
40,259
62.05
29.23
48.15
JML
1,158,190
1,027,030
2,185,220
943,302
514,420
1,457,722
81.45
50.09
66.71
Sumber: Diolah dari data Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung 2012
4
http://www.datastatistikindonesia.com/portal/index.php?option=com_content&task=view&id=802&Itemid=802
72
*Catatan: Jumlah angkatan kerja yang terdata pada Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung, lebih besar dari jumlah penduduk yang terdata.
Grafik 4.10 Angka Partisipasi Angkatan Kerja 120.00 100.00 80.00
Laki-laki
60.00
Perempua n Jumlah
40.00 20.00 -
15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64
Sumber: Diolah dari data Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung 2012
Berdasarkan gambaran di atas, tampak bahwa 66,71 persen angkatan kerja di Kabupaten Bandung telah berpartisipasi pada lapangan kerja.Tampak pula bahwa tingkat partisipasi tenaga kerja laki-laki lebih tinggi yaitu 81,45% dibandingkan angka partisipasi perempuan yang hanya 50,09%. Akan tetapi terlihat bahwa angka partisipasi angkatan kerja perempuan terlihat lebih konstan pada setiap kelompok umur dan mulai mengalami penurunan angka partisipasi pada kelompok umur 45-49 Tahun, sementara pada angkatan
73
kerja laki-laki terlihat lebih mendekati U terbalik dengan penurunan partisipasi di kelompok 40-44 Tahun.
74 3. Jumlah dan Proporsi Penduduk yang Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan Tabel 4.12 Penduduk Yang Bekerja di Kabupaten Bandung Menurut Golongan Umur dan Jenis Pekerjaan/Jabatan
Tenaga Usaha Jasa
Tenaga Usaha Pertanian/ kehutanan/ Perikanan dan Sejenis
Tenaga Produksi, Operator alat angkutan, dan pekerja kasar
Tenaga Profesional, teknisi dan Sejenis
Tenaga Kepemimpinan dan ketatalaksanaan
Tenaga Tata usaha dan sejenis
15-19
-
-
3,296
16,176
1,468
8,382
40,792
-
70,114
20-24
7,700
-
8,174
23,754
1,402
12,976
105,130
-
159,136
25-29
12,168
3,422
3,497
35,736
7,600
21,847
112,367
-
196,637
30-34
10,491
1,711
6,129
27,867
15,699
20,898
115,698
1,711
200,204
35-39
5,840
2,160
8,079
32,101
8,203
25,548
94,575
-
176,506
40-44
11,926
3,680
3,427
29,126
9,346
19,989
87,342
3,680
168,516
45-49
9,268
-
2,325
22,590
6,943
24,633
64,115
1,502
131,376
Kelompok Umur
Tenaga Usaha Penjualan
Lainnya
Jumlah
75 50-54
6,136
1,313
5,441
18,666
506
22,973
27,743
1,313
84,091
55-59
1,189
1,247
2,436
12,344
2,494
17,820
21,025
-
58,555
60-64
-
-
-
10,967
2,774
15,592
9,679
-
39,012
≥ 65
-
-
-
14,906
1,511
14,600
8,002
-
39,019
64,718
13,533
42,804
244,233
57,946
205,258
686,468
8,206
1,323,166
Jumlah
Sumber: Diolah dari data Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Bandung 2012
76 Dari gambaran pemetaan proporsi penduduk yang bekerja menurut golongan umur dan jenis pekerjaan, terlihat bahwa mayoritas (51,88%) angkatan kerja di Kabupaten Bandung bekerja sebagai Tenaga Produksi, Operator alat angkutan, dan pekerja kasar, yang didominasi oleh angkatan kerja pada kelompok 20-34 tahun. Salah satu yang menunjang tinggi jenis pekerjaan ini adalah banyaknya kantong-kantong industri di Kabupaten Bandung, hal ini dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengambilan kebijakan untuk meningkatkan kemampuan dan kualitas sumberdaya manusia di Kabupaten Bandung agar dapat meningkatkan kemampuannya untuk bekerja pada jenis pekerjaan yang lebih baik.
77 BAB V MOBILITAS PENDUDUK
Perpindahan penduduk (migrasi atau mobilitas) merupakan salah satu dari tiga komponen utama pertumbuhan penduduk yang dapat menambah atau mengurangi jumlah penduduk. Komponen ini bersama dengan kelahiran dan kematian mempengaruhi dinamika penduduk di suatu wilayah seperti jumlah, komposisi, dan distribusi keruangan. Tinjauan migrasi secara regional sangat penting dilakukan terutama terkait dengan kepadatan dan distribusi penduduk yang tidak merata, adanya faktor-faktor pendorong dan penarik bagi penduduk untuk melakukan migrasi, kelancaran sarana transportasi antar wilayah, dan pembangunan wilayah dalam kaitannya dengan desentralisasi pembangunan. Analisis dan perkiraan besaran dan arus perpindahan penduduk (migrasi atau mobilitas) merupakan hal yang penting bagi terlaksananya pembangunan manusia seutuhnya, terutama di era otonomi daerah. Apalagi jika analisis mobilitas tersebut dilakukan pada suatu wilayah administrasi yang lebih rendah daripada tingkat propinsi. Tingkat mobilitas penduduk baik permanen maupun nonpermanen justru akan lebih nyata terlihat pada unit administrasi yang lebih kecil seperti kabupaten, kecamatan, dan kelurahan/desa. Pada hakekatnya migrasi penduduk merupakan refleksi perbedaan pertumbuhan ekonomi dan ketidakmerataan fasilitas pembangunan antara satu daerah dengan daerah lain. Penduduk dari daerah yang tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah akan berpindah menuju daerah yang mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Dari kacamata ekonomi, berbagai teori telah dikembangkan dalam menganalisis fenomena migrasi. Teori yang berorientasikan pada ekonomi neoklasik (neoclassical economics) misalnya, baik secara makro maupun mikro, lebih menitikberatkan pada perbedaan upah dan kondisi kerja
78 antardaerah atau antarnegara, serta biaya, dalam keputusan seseorang untuk melakukan migrasi. Menurut aliran ini, perpindahan penduduk merupakan keputusan pribadi yang didasarkan atas keinginan untuk mendapatkan kesejahteraan yang maksimum. Namun pada sisi lain, aliran ekonomi baru migrasi (new economics of migration) beranggapan bahwa perpindahan penduduk terjadi bukan saja berkaitan dengan pasar kerja, namun juga karena adanya faktor-faktor lain. Keputusan untuk melakukan migrasi tidak semata-mata merupakan keputusan individu, namun terkait dengan lingkungan sekitar, utamanya lingkungan keluarga dan kondisi daerah yang ditinggali maupun yang dituju. Lingkungan sekitar ini termasuk juga kondisi politik, agama, dan bencana alam. Dari kedua teori di atas jelas, bahwa migrasi disebabkan oleh faktor pendorong (push factor) suatu wilayah dan faktor penarik (pull factor) wilayah lainnya. Faktor pendorong suatu wilayah menyebabkan orang pindah ke tempat lain, misalnya karena di daerah itu tidak tersedia sumber daya yang memadai untuk memberikan jaminan kehidupan bagi penduduknya. Perpindahan penduduk ini juga terkait dengan persoalan kemiskinan dan pengangguran yang terjadi di suatu wilayah. Sedangkan faktor penarik suatu wilayah adalah jika wilayah tersebut mampu atau dianggap mampu menyediakan fasilitas dan sumber-sumber penghidupan bagi penduduk, baik penduduk di wilayah itu sendiri maupun penduduk di sekitarnya dan daerah-daerah lain. Penduduk wilayah sekitarnya dan daerahdaerah lain yang merasa tertarik dengan daerah tersebut kemudian berpindah dalam rangka meningkatkan taraf hidup. Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas politik/negara (migrasi internasional). Dengan kata lain, migrasi diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah (negara) ke daerah (negara) lain. Jenis migrasi adalah pengelompokan migrasi berdasarkan dua dimensi penting dalam analisis migrasi, yaitu dimensi ruang/daerah (spasial) dan dimensi waktu.
79 Migrasi internasional adalah perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara lain. Migrasi internasional merupakan jenis migrasi yang memuat dimensi ruang. Migrasi internal adalah perpindahan penduduk yang terjadi dalam satu negara, misalnya antarpropinsi, antarkota/kabupaten, migrasi dari wilayah perdesaan ke wilayah perkotaan atau satuan administratif lainnya yang lebih rendah daripada tingkat kabupaten/kota, seperti kecamatan dan kelurahan/desa. Migrasi internal merupakan jenis migrasi yang memuat dimensi ruang. Migran menurut dimensi waktu adalah orang yang berpindah ke tempat lain dengan tujuan untuk menetap dalam waktu enam bulan atau lebih. Migran sirkuler (migrasi musiman) adalah orang yang berpindah tempat tetapi tidak bermaksud menetap di tempat tujuan. Migran sirkuler biasanya adalah orang yang masih mempunyai keluarga atau ikatan dengan tempat asalnya seperti tukang becak, kuli bangunan, dan pengusaha warung tegal, yang sehari-harinya mencari nafkah di kota dan pulang ke kampungnya setiap bulan atau beberapa bulan sekali. Migran ulang-alik (commuter) adalah orang yang pergi meninggalkan tempat tinggalnya secara teratur, (misal setiap hari atau setiap minggu), pergi ke tempat lain untuk bekerja, berdagang, sekolah, atau untuk kegiatan-kegiatan lainnya, dan pulang ke tempat asalnya secara teratur pula (misalnya pada sore atau malam hari atau pada akhir minggu). Migran ulang-alik biasanya menyebabkan jumlah penduduk di tempat tujuan lebih banyak pada waktu tertentu, misalnya pada siang hari Ada tiga kriteria migran: seumur hidup, risen, dan total.
1. Migran seumur hidup (life time migrant) adalah orang yang tempat tinggalnya pada saat pengumpulan data berbeda dengan tempa tinggalnya pada waktu lahir. 2. Migran risen (recent migrant) adalah orang tempat tinggalnya pada saat pengumpulan data berbeda dengan tempat tinggalnya pada waktu lima tahun sebelumnya.
80
3. Migran total (total migrant) adalah orang yang pernah bertempat tinggal di tempat yang berbeda dengan tempat tinggal pada waktu pengumpulan data. Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah yang memiliki daya tarik bagi terjadinya perpindahan penduduk, beberapa alasan yang menjadi daya tarik terjadinya migrasi masuk ke Kabupaten Bandung antara lain dikarenakan adanya keinginan untuk meningkatkan taraf hidup para pendatang, terutama untuk mendapatkan lapangan kerja. Hal ini antara lain disebabkan adanya perkembangan industri dan pabrik-pabrik di Kabupaten Bandung yang membuka penyerapan tenaga kerja. Selain terjadinya migrasi masuk, sebagian masyarakat Kabupaten Bandung juga melakukan migrasi keluar, beberapa faktor yang mungkin mempengaruhi hal ini selain faktor ekonomi mungkin juga disebabkan faktor bencana alam Tabel 5.1 Migrasi Masuk Tahun 2010-2012 Data Migrasi Masuk (Pindah Dari Propinsi Lain) Tahun
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
2010
1.039
1.159
2.198
2011
7.488
7.059
14.547
2012
10.625
8.836
19.461
Jumlah
19.152
17.054
36.206
Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012
81 Tabel 5.2 Migrasi Keluar Kabupaten Bandung Tahun 2010-2012 Migrasi keluar (Pindah Ke Kabupaten/kota) lain Tahun
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
2010
7.356
6.979
14.335
2011
10.359
10.488
20.847
2012
11.772
11.180
22.952
Jumlah
29.487
28.647
58.134
Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012
Grafik 5.1 Perbandingan Antara Migrasi Masuk dan Migrasi Keluar 2010-2012 di Kabupaten Bandung 25,000
20,000
15,000 Migrasi Masuk Migrasi Keluar
10,000
5,000
-
2010
2011
2012
82 Sumber: Diolah dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012
Gambaran data migrasi masuk dan migrasi keluar masyarakat Kabupaten Bandung menunjukkan ilustrasi yang cukup menarik, dimana pada tahun 2010 kesenjangan antara jumlah migrasi masuk dan keluar relatif jauh, dimana grafik migrasi masuk terlihat mendekati garis mendatar yang menunjukkan jumlah yang relatif hampir sama terjadi setiap tahunnya. Akan tetapi grafik migrasi masuk dalam tiga tahun (2010-2012) menunjukkan peningkatan yang sangat tajam.Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Bandung memiliki daya tarik yang tinggi bagi masuknya para pendatang ke Kabupaten Bandung. BAB VI
83 KEPEMILIKAN DOKUMEN KEPENDUDUKAN
Dokumen kependudukan merupakan bagian yang seharusnya tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari Indonesia. Dokumen tersebut selain menunjukan status legal seseorang, juga berfungsi sebagai alat untuk memperoleh pelayanan publik seperti perbankan, pertanahan, intervensi kemiskinan, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya. Bagi pemerintah dokumen kependudukan merupakan kewajiban Negara untuk memberikan status legal bagi warganya, sekaligus sebagai sumber data kependudukan. Namun demikian, karena pemberian dokumen ini menganut stelsel aktif dimana penduduk harus melaporkan dan mengurus sendiri dokumen kependudukan mereka, maka kesadaran penduduk, akses ke tempat pelayanan, kualitas pelayanan serta kualitas informasi menjadi satu hal penting untuk meningkatkan cakupan kepemilikan dokumen melalui pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil. Selain itu meskipun stelsel aktif, pemerintah seharusnya mencari upaya untuk mempermudah pelayanan bagi penduduk. Mendekatkan tempat-tempat pelayanan menjadi salah satu strategi untuk peningkatan cakupan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil.
A. Kartu Tanda Penduduk Kartu tanda penduduk merupakan dokumen identitas utama bagi warga negara Indonesia, dimana kepemilikan terhadap dokumen ini bersifat wajib bagi mereka yang telah berusia 17 tahun atau sudah menikah. KTP merupakan bagian dari dokumen kependudukan yang diperlukan dalam kepentingan tertib Administrasi Kependudukan sebagai rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk, pencatatan sipil,
84 pengelolaan informasi Administrasi Kependudukan serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain. Sampai dengan tahun 2012, terdata di Kabupaten Bandung sebanyak 2.806.228 orang yang telah memiliki KTP artinya lebih dari 19% dari jumlah penduduk yang telah wajib memiliki KTP di Kabupaten Bandung telah terdata. Data yang lebih banyak dari jumlah masyarakat yg harus memiliki KTP menunjukkan terdapat beberapa masyarakat yang secara usia belum wajib memiliki KTP akan tetapi akibat faktor lain, seperti pernikahan dapat menjadi memiliki KTP. Selain itu kemungkinan kepemilikan KTP ganda mungkin dapat terjadi, ketika penduduk memiliki dua atau lebih tempat bermukim/rumah di Kabupaten Bandung. Hal tersebut menyebabkan terdata dalam dua atau lebih administrasi kependudukan yang berbasis kecamatan. Dengan adanya program e-KTP, semakin memudahkan pendataan kependudukan dengan menghindari adanya kemungkinan identitas ganda dari masyarakat. Grafik 6.1 Jumlah Penduduk Memiliki KTP
2,806,228
3,000,000 2,500,000
2,269,054
2,281,484
2,000,000 Penduduk Memiliki KTP
1,500,000 1,000,000 500,000 -
2010
2011
2012
Sumber: Diolah dari data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012
Kepemilikan KTP di Kabupaten Bandung menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat hal ini antara lain juga disebabkan adanya kesadaran masyarakat untuk memiliki KTP sebagai
85 identitas diri. Selain itu semakin banyaknya pemilik KTP dikalangan masyarakat menjadi bukti keberhasilan sosialisasi dan kampanye sadar KTP yang telah dilakukan oleh dinas terkait, demikian pula sistem pelayanan yang mendekati penduduk serta penyederhanaan prosedur pelayanan KTP juga salah satu upaya yang turut meningkatkan, kepemilikan KTP. Selain sebagai identitas diri, KTP juga dapat digunakan sebagai alat untuk mengurangi penyelundupan orang dari Negara atau daerah lain ke Kabupaten/Kota/Provinsi yang bersangkutan. KTP juga mempunyai fungsi pertahanan keamanan terutama dalam menghadapi terorisme nasional dan internasional.
B. Akta Kelahiran Selain KTP dokumen kependudukan lainnya yang juga cukup penting bagi status keperdataan warganegara adalah kepemilikan Akta. Akta merupakan dokumen legal untuk menunjukan hubungan keperdataan seseorang dengan orang-orang yang lain. Akta kelahiran terkait dengan hak keperdataan orang tua, Akta perkawinan terkait dengan hak keperdataan dengan suami atau istri, Akta kematian berkaitan dengan hak waris. Jadi dokumen kependudukan Akta juga wajib dimiliki oleh penduduk dalam kaitannya dengan hak keperdataan tersebut. Akta kelahiran merupakan dokumen kependudukan yang berfungsi sebagai bukti hukum tentang dan peristiwa kelahiran seseorang yang dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil. Akta kelahiran menjadi bukti hubungan perdata antara anak dan orang tua, yang berfungsi juga menentukan kewarganegaraan seseorang. Selain itu Bayi yang dilaporkan kelahirannya akan terdaftar dalam Kartu Keluarga dan diberi Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai dasar untuk Memperoleh Pelayanan Masyarakat Lainnya.
Tabel 6.1 Pemilik Akta Kelahiran di Kabupaten Bandung Tahun
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
86 2010
883.300
782.751
1.666,051
2011
950.661
843.040
1.793,701
2012
972.974
862.827
1.835,801
Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012
Jumlah pemilik akta kelahiran di Kabupaten Bandung, terus meningkat dari selama 3 tahun terakhir, akan tetapi secara keseluruhan dengan perbandingan jumlah penduduk Kabupaten Bandung di tahun 2012, maka jumlah pemilik akta kelahiran di Kabupaten Bandung baru mencapai 60% dari seluruh penduduk Kabupaten Bandung.
C. Akta Perkawinan Akta perkawinan merupakan identitas atas penduduk yang berstatus kawin sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Akta perkawinan pada umumnya hanya diberikan kepada penduduk non muslim, sedangkan penduduk muslim menggunakan buku nikah sebagai bukti legal perkawinan mereka. Karena perbedaan tersebut, maka jumlah dan persentase penduduk yang memiliki Akta perkawinan biasanya sangat kecil.
Tabel 6.2 Jumlah Kepemilikan Akta Perkawinan di Kabupaten Bandung Tahun
Jumlah
2010
4.799
2011
5.480
2012
5.635
Sumber: Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung 2012
87
Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk di Kabupaten Bandung yang telah memasuki usia perkawinan maka jumlah kepemilikan akta perkawinan sangatlah kecil faktor ini dikarenakan jumlah yang mengajukan akta perkawinan relatif sedikit terkait dengan perkawinan penduduk yang dilakukan diluar Kantor Urusan Agama. Bagi mayoritas penduduk yang beragama Islam, akta perkawinan ditunjukkan dengan surat nikah yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama.
D. Akta Kematian Akta kematian sebagaimana akta-akta lainnya memiliki fungsi penting bagi administrasi kependudukan, selain itu akta kematian berguna bagi kepentingan perdata sehubungan dengan pengurusan hak waris. Walaupun Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bandung telah mewajibkan Setiap Kematian Wajib dilaporkan oleh Penduduk kepada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten/Kota di tempat terjadinya peristiwa Kematian paling lambat 30 (tiga puluh) hari setelah/sejak Kematian, akan tetapi jumlah kepemilikan akta kematian tidak terlalu tinggi. Hal ini antara lain mencerminkan masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap arti pentingnya akta kematian, berbeda dengan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya memiliki KTP, akta kelahiran dan akta perkawinan yang sudah cukup tinggi.
88 BAB VII PENUTUP
Perkembangan kependudukan di Kabupaten Bandung sangat dinamis. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dan sosial yang mendukung pertumbuhan penduduk di setiap kecamatannya. Dalam 3 (Tiga) tahun terakhir, perubahan kondisi kependudukan di Kabupaten Bandung terus meningkat, baik secara kuantitas maupun kualitas. Perubahan kependudukan ini merupakan dampak dari pembangunan di Kabupaten Bandung yang terus berkembang kearah yang lebih baik. Permasalahan kependudukan pada dasarnya hampir sama dihadapi oleh setiap daerah, terutama bagi daerah-daerah yang memiliki potensi ekonomi yang cukup baik. Sebagaimana yang terjadi dengan Kabupaten Bandung, yang memiliki potensi ekonomi baik dalam bidang Industri, Pertanian, Peternakan maupun Jasa, telah menjadi tujuan bagi masuknya penduduk migran yang bertujuan untuk mendapatkan tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi. Pertumbuhan hal ini antara lain yang mendorong pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bandung terus meningkat, dengan tingkat kepadatan yang cukup tinggi. Potensi wilayah yang luas mencapai 176.238,67 ha, rata-rata kepadatan penduduknya pada tahun 2012 adalah 17,388 jiwa/ha, dengan tingkat kepadatan tertinggi berada di Kecamatan Baleendah. Hal ini antara lain disebabkan tingginya potensi ekonomi di Kecamatan Baleendah yang memiliki potensi sebagai sentra industri di Jawa Barat. Akan tetapi tingkat kepadatan penduduk ini hampir tidak merata antar kecamatan beberapa hal yang dapat mempengaruhinya antara lain terkait dengan letak geografi, keadaan sosial, ekonomi dan faktor demografi. Keadaan iklim dan kesuburan tanah merupakan faktor georgrafi utama yang berpengaruh terhadap persebaran penduduk disuatu wilayah, sedangkan faktor sosial dan ekonomi yang cukup berpengaruh terhadap persebaran penduduk antara lain budaya dan tujuan hidup
89 penduduk serta ketersedian fasilitas untuk kegiatan sosial ekonomi. Sementara faktor demografi yang cukup berpengaruh, diantaranya kelahiran, kematian dan migran. Komposisi penduduk di Kabupaten Bandung terlihat bahwa penduduk sebagian besar merupakan usia produktif yaitu pada kelompok umur antara 15-64 tahun, (71,31%) dengan komposisi terbesar pada penduduk berusia 30-34 tahun. Demikian pula dengan komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin, nampak bahwa penduduk laki-laki maupun perempuan yang terbesar berada pada kelompok usia kerja (usia produktif). Hal ini dapat menjadi salah satu modal pembangunan yang sangat menguntungkan bagi Kabupaten Bandung. Selain itu jumlah penduduk usia muda (10-14), perlu menjadi perhatian karena 5-10 tahun mendatang kelompok usia ini secara bertahap akan menjadi angkatan kerja baru yang memerlukan kemampuan dan kualitas SDM yang memadai baik keterampilan maupun etos kerja dan kepribadian. Untuk memperoleh hal tersebut, diperlukan asupan gizi yang cukup, pendidikan yang memadai, serta pembentukan karakter dan etos kerja yang baik. Hal ini perlu menjadi pertimbangan di dalam rencana pembangunan yang sesuai dari berbagai bidang seperti pendidikan dan kesehatan. Kualitas penduduk di Kabupaten Bandung pada dasarnya dapat dilihat melalui indikator pembangunan manusia yang menjadi fokus dari pembangunan yang meliputi tiga dimensi utama: Tingkat harapan hidup (Indikator kesehatan yang diukur dengan angka kematian bayi dan angka harapan hidup lahir); Pencapaian pendidikan (Indikator Pendidikan yang diukur melalui angka melek huruf dan lama pendidikan) serta akses terhadap kehidupan layak (Indikator Kesejahteraan yang diukur dari kemampuan untuk mendapatkan penghasilan perkapita). Bila dilihat dari indikator kesehatan kualitas penduduk Kabupaten Bandung cukup baik terlihat dari angka kematian bayi yang terus menurun dari tahun ketahun sehingga hal ini menunjukkan tingkat kesadaran kesehatan dan pelayanan kesehatan di Kabupaten Bandung terus meningkat. Sementara dari kualitas pendidikan penduduk Kabupaten Bandung bila dilihat berdasarkan APM dan APK masih didominasi pendidikan Sekolah Dasar (SD). Tingkat partisipasi pendidikan
90 masyarakat masyoritas (>90%) pada tingkat sekolah Dasar dan (70%) pada tingkat Sekolah Menengah Pertama. Hal ini menunjukkan bahwa, kesadaran untuk menyekolahkan anak pada usia dini (PAUD/TK) masih rendah, begitu pula untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi seperti SMA dan Perguruan Tinggi masih kurang. Akan tetapi kelemahan ini diminimalisir melalui penyediaan fasilitas pelatihan-pelatihan masyarakat melalui pendidikan informal yang dapat meningkatkan kemampuan dan keahlian masyarakat. Selain itu pembentukan Akademi Komunitas yang bekerjasama dengan sektor industri atau sentra ekonomi lainnya, yang bertujuan untuk melatih lulusan SMA mendapatkan pendidikan keahlian yang sesuai dengan potensi-potensi ekonomi di Kabupaten Bandung, akan sangat berguna bagi peningkatan kualitas penduduk di Kabupaten Bandung. Berdasarkan uraian profil kependudukan ini juga terlihat bahwa penduduk kabupaten Bandung memiliki potensi SDM yang sangat baik dalam menunjang pertumbuhan ekonomi maupun pembangunan secara umum di Kabupaten Bandung. Walaupun belum maksimal penyusunan profil kependudukan Kabupaten Bandung ini berupaya menyajikan data yang seakurat mungkin sehingga profil kependudukan ini dapat menjadi sumber pertimbangan bagi penyusunan rencana kerja pembangunan di Kabupaten Bandung. Profil kependudukan memiliki manfaat penting bagi pemerintah daerah dan lembaga lain yang memiliki kepentingan terhadap pembangunan kependudukan/masyarakat. Sulit bagi upaya pembangunan dapat terlaksana dengan baik jika tidak memiliki data penduduk yang akurat dan terbarukan setiap saat. Pemerintah, sangat membutuhkan data penduduk yang akurat untuk mengetahui jumlah penduduk, kepadatan, sebaran penduduk termasuk berbagai komposisinya. Penduduk pada hakekatnya adalah sumber daya manusia yang menjadi obyek sekaligus subyek pembangunan. Membangun sumberdaya manusia berarti membangun kualitas manusia melalui pembangunan bidang ekonomi, pendidikan kesehatan.
91 Dengan tersusunnya Profil Kependudukan Kabupaten Bandung, tahun 2013 ini, diharapkan dapat dipergunakan bagi kalangan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung serta masyarakat pada umumnya. Selain itu dalam proses penyusunan profil ini terdapat permasalahan yang sangat penting untuk ditindak lanjuti terkait dengan data kependudukan Kabupaten Bandung, yaitu masih lemahnya registrasi data kependudukan yang dilakukan oleh OPD-OPD terkait di Kabupaten Bandung, selain itu terdapat perbedaan data yang dimiliki masing-masing lembaga, menyebabkan tingkat keakuratan data menjadi lemah. Sebagai catatan akhir, selain untuk selalu memperbaharui profil kependudukan ini, perlu juga melakukan integrasi dan inventarisasi data yang dilakukan oleh OPD di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bandung dengan lebih baik dan terencana.