A. KESEHATAN BANK 1. Pengertian Kesehatan bank merupakan kemampuan suatu bank untuk melakukan kegiatan operasional perbankan secara normal dan mampu memenuhi semua kewajibannya dengan baik dan sesuai dengan peraturam perbankan yang berlaku. Kegiatan tersebut antara lain: a. Kemampuan menghimpun dana b. Kemampuan mengelola dana c. Kemampuan untuk menyalurkan dana ke masyarakat d. Kemampuan memenuhi kewajiban kepada pihak lain e. Pemenuhan peraturan yang berlaku. 2. Dasar Hukum Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Dasar hukum penilaian tingkat kesehatan bank oleh Bank Indonesia adalah UU No. 10 Tahun 1998, undang-undang perbankan dan UU No. 3 Tahun 2004, undang-undang Bank Sentral. 3. Pentingnya Tingkat Kesehatan Bank Bank yang sehat adalah bank yang mampu menjalankan usahanya dengan lancar, sanggup memenuhi kewajibannya dan menjamin dana yang dipercayakan masyarakat kepada bank tersebut aman serta mampu mengembangkan sumber daya yang sudah dipercayakan pemilik pada manajemen. Menurut Hermawan Darmawi (2011) hasil penilaian kondisi bank dapat digunakan sebagai sarana untuk menetapkan strategi usaha di masa mendatang oleh bank, sedangkan bagi Bank Indonesia dapat digunakan sebagai sarana penetapan kebijakan dan implementasi pengawasan perbankan. 4. Cara Menilai Tingkat Kesehatan Bank Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia No. 9/1/2007 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, Tingkat Kesehatan
Bank adalah hasil penilaian kuantitatif dan kualitatif atas berbagai aspek yang berpengaruh terhadap kondisi atau kinerja suatu bank melalui: a. Penilaian kuantitatif dan penilaian kualitatif terhadap faktor-faktor permodalan, kualitas aset, rentabilitas, likuiditas, sensitivitas terhadap risiko pasar. b. Penilaian kualitatif terhadap faktor manajemen. Penilaian terhadap faktor-faktor permodalan, kualitas
aset,
manajemen, rentabilitas dan likuiditas menurut Peraturan Bank Indonesia No. 9/1/2007 meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: a. Permodalan (Capital) 1. Kecukupan,
proyeksi
(trend
ke
depan)
permodalan
dan
kemampuan permodalan dalam mengcover risiko. 2. Kemampuan memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan, rencana permodalan untuk mendukung pertumbuhan usaha, akses kepada sumber permodalan dan kinerja keuangan pemegang saham. Rasio yang digunakan untuk menilai Faktor Permodalan adalah Rasio Capital Adequacy Ratio (CAR) atau Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM). Adapun rumus dari Rasio Capital Adequacy Ratio: KPMM (CAR) = Modal/ATMR x 100% b. Kualitas Aset (Asset Quality) 1. Kualitas aktiva produktif, perkembangan kualitas aktiva produktif bermasalah, konsentrasi eksposur risiko, dan eksposur risiko nasabah inti. 2. Kecukupan kebijakan dan prosedur, sistem kaji ulang (review) internal, sistem dokumentasi dan kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.
Adapun rumus dari Rasio Return On Asset atau Non Performing Financing (NPF) adalah: NPF = Pembiayaan (KL, D, M) : Total Pembiayaan x 100% c. Manajemen (Management) 1. Kualitas manajemen umum, penerapan manajemen risiko terutama pemahaman manajemen atas risiko Bank atau UUS. 2. Kepatuhan Bank atau UUS terhadap ketentuan yang berlaku, komitmen kepada Bank Indonesia maupun pihak lain, dan 3. Kepatuhan terhadap prinsip syariah termasuk edukasi pada masyarakat, pelaksanaan fungsi sosial. d. Rentabilitas (Earnings) 1. Kemampuan
dalam
menghasilkan
laba,
kemampuan
laba
mendukung ekspansi dan menutup risiko, serta tingkat efisiensi. 2. Diversifikasi pendapatan termasuk kemampuan bank untuk mendapatkan fee based income, dan diversifikasi penanaman dana, serta penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya. Rasio yang digunakan untuk menilai Faktor Rentabilitas adalah Rasio Return On Asset (ROA). Adapun rumus dari Rasio Return On Asset adalah: ROA = Laba Sebelum pajak : Rata-rata Total Aset x 100% e. Likuiditas (Liquidity) 1. Kemampuan memenuhi kewajiban jangka pendek, potensi maturity mismatch, dan konsentrasi sumber pendanaan. 2. Kecukupan kebijakan pengelolaan likuiditas, akses kepada sumber pendanaan, dan stabilitas pendanaan. Adapun rumus dari Rasio Financing to Deposits Ratio (FDR) adalah: LDR = Total Pembiayaan : Total Dana Pihak Ketiga x 100% f. Sensitivitas terhadap Risiko Pasar (Sensitivity to Market Risk)
1. Kemampuan modal Bank atau UUS mengcover potensi kerugian sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) nilai tukar. 2. Kecukupan penerapan manajemen risiko pasar. 5. Strategi Pengawasan oleh Bank Indonesia a. Pengawasan Normal (rutin) Bank yang memenuhi kriteria tidak memiliki potensi atau tidak membahayakan kelangsungan usahanya. b. Pengawasan Intensif Bank memiliki potensi kesulitan yang dapat membahayakan kelangsungan usahanya. c. Pengawasan Khusus Bank yang mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya. 6. Menetapkan Peringkat pada Bank Penetapan peringkat masing-masing faktor permodalan, kualitas aset, manajemen, likuiditas dan sensitivitas terhadap risiko pasar dilakukan dengan memberikan nilai pada masingmasing peringkat dan berpedoman pada kriteria berikut: Bobot nilai peringkat komponen: Peringkat 1 = nilai 5 Peringkat 2 = nilai 4 Peringkat 3 = nilai 3 Peringkat 4 = nilai 2 Peringkat 5 = nilai 1 Bobot nilai peringkat faktor: Peringkat 1 = 91-100 dimana Peringkat 1 = Bank tergolong sangat baik Peringkat 2 = 81-90 dimana Peringkat 2 = Bank tergolong baik Peringkat 3 = 66-80 dimana Peringkat 3 = Bank tergolong cukup baik Peringkat 4 = 51-65 dimana Peringkat 4 = Bank tergolong kurang baik Peringkat 5 = ≤50 dimana Peringkat 5 = Bank tergolong tidak baik
B. RAHASIA BANK 1. Tujuan Penerapan Tujuan penerapan ketentuan tentang rahasia bank adalah untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap perbankan sehingga kegiatan perbankan dapat berjalan dengan baik. ketentuan ini dimaksudkan untuk mewujudkan terjaminnya rahasia tertentu dari nasabah bank yang tidak ingin diketahui oleh orang lain baik data keuangan maupun data nonkeuangan. 2. Dasar Hukum Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan telah mencantumkan aturan tentang rahasia bank dalam Bab I Pasal 1 Butir 16 dan Bab VII Pasal 40, 41, 42, 43, 44, 45 dan Bab VIII Pasal 47. akan tetapi, karena definisi rahasia bank dalam aturan tersebut batasannya sangat luas dan cenderung kurang jelas serta karena bank sering kali mengalami kesulitan untuk menyelesaikan kredit bermasalah akibat terbentur aturan tentang rahasia bank tersebut, maka aturan mengenai rahasia bank tersebut kemudian diubah seperti tercantum dalam Undangundang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992. Undang-undang ini membatasi rahasia bank hanya pada data nasabah deposan atau penyimpan dana. Perubahan ini membawa 2 (dua) macam
konsekuensi.
Pertama,
perubahan
tersebut
menyebabkan
peningkatan posisi bank dalam berhubungan dengan debitornya. Manfaat ini akan dirasakan oleh bank terutama untuk menyelesaikan kredit-kredit bermasalah. Kedua, perubahan ini sedikit banyak akan menurunkan motivasi calon debitor untuk memperoleh bantuan dana pinjaman dari bank, karena kerahasiaan datanya tidak termasuk dalam pengertian rahasia bank. Di samping dua konsekuensi tersebut, masih terdapat satu permasalahan yang akan muncul pada saat penentuan suatu data termasuk
rahasia bank atau bukan jika nasabah debitor juga sekaligus sebagai nasabah penyimpan dana. Masalah tersebut sebenarnya sudah berusaha diantisipasi melalui penjelasan Pasal 40 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998, namun penjelasan tersebut tetap kurang secara jelas menyelesaikan permasalahan tersebut. 3. Pengecualian terhadap Rahasia Bank Dalam situasi atau keadaan tertentu sesuai dengan undang-undang, data nasabah di bank dapat saja tidak harus dirahasiakan lagi. Pengecualian terhadap rahasia bank tersebut meliputi: a. Kepentingan perpajakan b. Penyelesaian piutang bank yang diserahkan ke BUPLN atau PUPN c. Kepentingan peradilan dalam perkara pidana d. Perkara perdata antara bank dengan nasabahnya e. Tukar-menukar informasi antarbank f. Atas permintaan, persetujuan, atas kuasa dari nasabah penyimpan yang dibuat secara tertulis g. Dalam hal nasabah penyimpan telah meninggal dunia