6. DAMPAK KOMODIFIKASI IKAN KONSUMSI KARANG HIDUP Komodifikasi ikan konsumsi karang hidup membawa perubahanperubahan pada aspek ekologi, sosial, ekonomi dan politik yang menyebabkan permasalah-permasalahan sosial terkait dalam keempat aspek tersebut. Transfer komodifikasi ikan konsumsi karang hidup berdampak pada aspek sosial, ekonomi, ekologi dan kebijakan (politik), disebabkan oleh adanya interaksi antar aktor dan keterlibatan stakeholder dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan karang hidup. Perubahan ekologi yang terjadi dikarenakan proses penangkapan berlanjut sebagai akibat permintaan pasar secara terus menerus sehingga menyebabkan eksploitasi berlebih dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan pada skala produksi. Eksploitasi berlebih komoditas ikan konsumsi karang hidup dalam zona konservasi Taman Nasional Wakatobi yang menjadi permasalahan ekologi dan ekonomi yang menarik untuk dikaji. Radjawali (2012), dalam penelitan jaringan sosial ikan konsumsi karang hidup di Kepulauan Spermonde menyebutkan terdapat tiga jaringan sebagai dampak dari komodifikasi ikan konsumsi karang hidup, yaitu: 1). Jaringan penangkapan, yang melibatkan aktifitas penangkapan dan terdapatnya ikatan hutang dalam ikatan patron klien, termasuk dalam perongkosan melaut dan resiko dalam penangkapan di lapangan. 2). Jaringan pasar, yang terdapat pada level distribusi, menyangkut hal ihwal yang terjadi dalam proses produksi, mulai dari perlakuan terhadap komoditas, proses komoditas dipasarkan dan akhirnya sampai ke luar negeri, dan 3). Jaringan prosecution¸ yaitu sebagai jaringan risk of insurance, merupakan jaringan penuntutan resiko, yang terdapat pada level produksi dan distribusi melibatkan middle man dan stakeholder yang mempunyai kewenangan atas kuasa pengeluaran ijin produksi dan distribus. Komodifikasi ikan konsumsi karang hidup membawa perubahan dan berdampak pada aspek sosial, ekonomi, ekologi dan kebijakan. Dampak dari komodifkasi tersebut secara fundamental menjadi permasalahan dan perubahan yang berkaitan dengan sumberdaya terumbu karang dan spesies laut yang berhabitat di dalam terumbu karang. Empat dampak yaitu sebagai berikut:
113
6.1.
Dampak Sosial Komodifikasi Ikan Konsumsi Karang Hidup Masuknya komoditas ikan konsumsi karang hidup di Wakatobi yang
dibawa oleh pengusaha dari Hong Kong menyebabkan terjadinya kompetisi sesama kordinator menjadi terlihat secara jelas dalam usaha untuk mempengaruhi nelayan sebagai pekerjanya. Kekuatan (power) kordinator dalam usaha mempengaruhi nelayan terlihat pada kemampuan ekonomi, kedekatan dengan eksportir (akses pasar) dan kedekatan dengan pejabat pemerintah. Walaupun di dalam kasus di komunitas Bajo Mola pengusaha masih kerabat, namun demikian persaingan di dalam menguasai nelayan meningkat. Ikatan aktor dalam jaringan komoditas ikan konsumsi karang hidup pada level produksi tidak dilandasi oleh ikatan kinship tetapi lebih ke ekonomi. Rasionalitas ekonomi antar pelaku usaha menjadi pemicu adanya kompetisi tersebut. Dalam level pemasaran, antar eksportir satu dengan eksportir yang lainnya saling menjatuhkan. Persaingan dalam bentuk harga dengan cara melalui pemberian penghargaan terhadap nelayan atau kordinator yang loyal terhadapnya pun terjadi secara terbuka. Tidak ada kesepakatan harga antara ekportir satu dengan eksportir yang lain menjadi pemicu persaingan eksportir sebagai bentuk untuk menguasai kordinator. Sistem perikanan yang sudah di terapkan oleh masing-masing perusahaan juga mempengaruhi pola kompetisi pengusaha di level eksportir. Mereka saling menjatuhkan dalam hal bad practice atau good practice penangkapan ikan. Kompetisi di level kordinator dan level eksportir, didukung oleh kebijakan yang berlum secara eksplisit mengatur komoditas tersebut menyebabkan munculnya fenomena rent seeking dari aktor yang mempunyai kewenangan. Dampak sosial dari komodifikasi ikan konsumsi karang hidup, terjadi dalam jaringan penangkapan dan jaringan pemasaran. Jaringan penangkapan merupakan jaringan produksi yang melibatkan aktor nelayan dan kordinator sebagai pembeli hasil tangkapan dari nelayan juga kepala keramba yang merupakan wakil dari eksportir untuk di lapangan. Sedangkan jaringan pemasaran melibatkan aktor middle man seperti kordinator, kepala keramba (dengan anggotanya) dan eksportir. 6.1.1. Jaringan Penangkapan Komoditas Ikan Konsumsi Karang Hidup Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan di lapangan, bahwa ada beberapa jenis ikan karang yang menjadi komoditas nelayan ikan dasar di Wakatobi.
114
teridentifikasi di lapangan berdasarkan survey di keramba milik eksportir dan nelayan saat menangkap ikan di lapangan adalah sebagai berikut: Tabel. 6.1. Jenis komoditi ikan konsumsi karang hidup yang mempunyai nilai jual tinggi di Wakatobi. No Nama Bajo Nama Tomia Nama Nama Nama Latin Nama Pasaran Indonesia Inggris 1. Lengkuwe Minami/Tongia Napoleon Humphead Cheilinus Napoleon Wrasse undulates 2. Kiapu Koka Tikus Kerapu Humpback Cromileptes Sunu tikus Tikus Tikus grouper altivelis 3. Sunu Mirah Super/Uliha Sunu Leopard Plectropomus Tong Sing Miha Merah grouper leopardus 4. Sunu Uliha Sunu Squaretail Plectorhincus Sai Sing Lo’ong Hitam Leopard aerolatus grouper 5. Tonggol Kwahu Kerapu BrownEphinephelus Loufu/Tiger Macan marbled fuscoguttatus grouper 6. Kiapu Tenda-tenda Kerapu Camou-flage Epinephelus Fucang/Capan Lo’ong/ Hitam grouper polyphekadion Kodo-kodo /Capan Plectropomus Sunu Raja 7. Sunu Tambuloko Sunu Raja Blacksaddle Baliang Coral grouper leavis 8. Sunu Omo Sunu Red-tipped Ephinephelus Sunu Cambah Cambah Macan grouper retouti 9. Nongko Lokal 1 Starspotted Ephinephelus Lokal 1 grouper hexagonatus 10. Tambaleke Lokal 2 WhiteEphinephelus Lokal 2 spotted caeruleopunct grouper atus 11. Buntar Kerapu Coral Epinephelus Sue sue Tikolo Lumpur grouper corallicola 12. Lumu Kwaci Speckled Epinephelus Kwaci Abu-abu Abu-abu blue grouper kohleri 13. Kiapu Kwaci Wavy-lined Epinephelus Kwaci Putih LumuPutih grouper undulosus lumu 14. Kiapu Kula Karet Tomato Cepalopholis Karet Merah Mirah Merah grouper sonnerati 15. Kiapu Karet Redmouth Aethaloperca Karet Hitam Popole/Lo’ Hitam grouper rogaa ong 16. Tala Sosis Stripped Ephinephelus Sosis grouper latifasciatus 17. Kiapu Tai Sing Spotted Plectropomus Tai Sing Kuntila ana Coral maculatus grouper Sumber: Pengamatan di lapangan (Mola, Lamanggau, Tongano); identifikasi WWF Indonesia; hal 5-10 (BMP Perikanan Kerapu dan Kakap; 2011).
Jaringan penangkapan komoditas ikan konsumsi karang hidup melibatkan beberapa aktor yang terlibat. Hasil penelitian di lapangan (April-Juni 2012), dapat dipetakan aktor yang terlibat dalam jaringan produksi adalah:
115
Tabel 6.2. Akor yang terlibat dalam jaringan penangkapan No.
Aktor
Peran
1.
Nelayan lepas
Sebagai aktor produksi, penangkap ikan di alam.
2.
Nelayan terikat
Sebagai aktor produksi, penangkap ikan di alam.
3.
Kordinator
-Sebagai patron atau penjamin secara modal nelayan terikat hutang (client). -Pengumpul ikan -Pelindung nelayan, baik secara keamanan dan jaminan sosial dan ekonomi untuk nelayan dan keluarganya
4.
Pekerja Kordinator
-Pemimpin dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan (nelayan terikat hutang-dengan sistem penangkapan berkelompok menggunakan kapal) -Mediator antara
116
Hak terhadap klien/patron Nelayan tanpa beban hutang terhadap kordinator. Bebas menjual ke siapa saja - Mendapatkan perlindungan dari patron dalam aktifitas penangkapan ikan (seperti backing up, dari ancaman luar). -Mendapat pinjaman hutang untuk keperluan melaut dan sehari-hari. -Mendapat jaminan sosial untuk keluarga yang ditinggal dalam melaut -Aktor middle man perantara/pengumpul yang menerima hasil dari nelayanya, karena ada ikatan debt dan credit. -Membeli ikan dengan keputusan harga ada di kordinator -Menentukan aturan main terhadap nelayannya -Merekrut nelayan yang menjadi kliennya/pekerjanya -Memutuskan alat pancing yang digunakan dan ukuran ikan yang harus di tangkap
Kewajiban terhadap klien/patron Sosial/ekonomi Politik -
-Memutuskan alat tangkap yang digunakan atas perintah dari kordinator -Menentukan lokasi tangkap berdasar keptusan kordinator -Melakukan penimbangan dan pencatatan hasil ikan dari nelayan
Nelayan dengan ikatan hutang ke kordinator, wajib menjual ikannya sebagai bentuk kredit (mencicil) hutang kepada kordinator.
-
-Memberi hutangan untuk nelayannya untuk perongkosan melaut -Memberi jaminan sosial, untuk keluarga nelayan ketika melaut, walaupun kadang termasuk dalam hutangan -Memberikan bantuan sosial terhadap nelayannya dalam hal peristiwa seremonial sosial (hajatan, kematian, sakit, dll)
-Melindungi nelayannya dari legal prosecution (dalam kasus illegal fishing) (vertical fishing related conflict) -Melindungi nelayannya dari ancaman luar, seperti konflik dengan sesama nelayannya ataupun nelayan lainnya yang berbeda kordinator (horizontal fishing related conflict)
-Memberikan kelonggaran dan bantuan kepada nelayan ketika mengalami kecelakaan atau sakit di lapangan
-Melindungi nelayannya dari ancaman nelayan luar ataupun patrol petugas (horizontal fishing related conflict).
No.
Aktor
5.
Penjaga Keramba
kepentingan kordinator dan nelayan Peran
Hak terhadap klien/patron
Kewajiban terhadap klien/patron Sosial/ekonomi Politik
-Sebagai wakil bos -Dalam satu -Memberi bantuan (eksportir) di keramba biasanya bbm/pinjaman lapangan. ada 2 bahkan 3 melaut kepada Mempunyai fungsi orang. kordinator ataupun untuk mengurus -Salah satu dari nelayan lepas, segala keperluan penjaga keramba dengan ijin dari berkaitan dengan adalah kepala bos-nya bisnis dari bosnya keramba yang diberi -Sebagai mediator kepercayaan penuh kepentingan bos di lapanga oleh dengan kordinator eksportir termasuk dan kepentingan juga dalam hal bos dengan seleksi dan informasi nelayan lepas dari bos -Mempunyai keputusan akan seleksi ikan yang masuk berdasar kondisi ikan, jenis ikan dan ukuran ikan (berdasar perintah bos/eksportir) Sumber: Olahan data primer pemetaan aktor (Hasil Penelitian, April-Juni 2012).
-
Berdasar hasil penelitian di lapangan (April-Juni 2012), dampak sosial dari komodifikasi ikan konsumsi karang hidup membawa transformasi nilai-nilai pengetahuan dan istilah baru untuk komoditas ikan dasar bagi nelayan Bajo Mola dan Wakatobi. Pertama terdapat transfer pengetahuan dari nama-nama komoditas ikan dasar sebagai pengetahuan baru ikan-ikan yang laku di pasar. Nama-nama pasaran komoditas ikan yang mempunyai nilai jual tinggi dibawa dan disebarkan oleh pengusaha asal Hong Kong dengan perantara bos (middle man dari Tanjung Pinang serta Singapura). Sejak saat itulah nelayan-nelayan lokal mulai diajarkan oleh pembeli dan awak kapal Hong Kong tentang jenis ikan beserta nama pasarannya (dalam bahasa Cantonese), serta ukuran yang mempunyai nilai jual tinggi. Menurut penuturan Tn.(40 Tahun) dan Dmrdn (41 Tahun), yang pernah menjadi penghubung dan mengkoordinir nelayan dengan bos pembeli langsung dari Hong Kong maupun bos dari Tanjung Pinang ataupun middle man, menyebutkan : “Bahwa dalam menyerahkan ikan saya hanya menyerahkan hasil tangkapan dari nelayan dalam waktu sehari, kemudian mereka bos 117
perantara yang menerjemahkan semua bahasa kami dengan orang Cina tersebut (Cina di kenal dengan sebutan orang kulit putih oleh Bajo Mola). Nama-nama pasaran ikan yang ada sampai sekarang adalah yang memberitahu dari pengusaha Cina. Seperti Lengkuwe/Mbele-bele untuk Napoleon ; Kiapu untuk Kerapu Tiger; Sunu merah untuk Tung Sing; Sunu Hitam; Tai Sing. Sebelum dekade 90’an akhir, Sunu Merah tidak mempunyai nilai jual tinggi, Sunu Merah mempunyai harga tinggi sejak 1997-an ke atas. Sistem ukuran (sizing) seperti baby, super A,B,C dan Up serta sistem ekoran dan timbangan sudah dilakukuan sejak Tahun 1992 dan diperkenalkan langsung oleh bos dan pembeli langsung dari Hong Kong” (30 Juni, 2012). Adapun klasifikasi nama dan ukuran ikan konsumsi karang hidup berdasarkan pembukuan pada Tahun 1997 milik kordinator Dmrdn (41 Tahun), adalah sebagai berikut: Tabel. 6.3. Tabel harga dan nama pasaran serta kode dan size di Karang Karumpo Nama ikan Sunu Hitam
Kode dan Nama Pasaran Harga per ekor Sai Sing (SS 0.3-0.5) (baby) Rp. 250,Sai Sing (SS 0.5-0.7) (super C) Rp. 1000,Sai Sing (SS 0.8-Up) (super B) Rp. 2000,Sunu Merah Tung Sing (TS 0.5-0.7) (super C) Rp. 2000,Tung Sing (TS 0.8-Up) (super B) Rp. 4000,Kerapu KRP 0.3-0.5 (baby) Rp. 250,KRP 0.5-0.7 (super C) Rp. 1750,KRP 0.8-4.9 (super dan Up) Rp. 3.500,Kerapu Macan Tiger (Tgr, 5-Up) Rp. 17.500,Kerapu Campur KC 0.7-Up Rp. 500,Napoleon Mbele-bele BBL 0.3-0.5 (baby) Rp. 1000,BBL 0.5-0.7 (super C) Rp. 2500,BBL 0.8-1 (super B) Rp. 5000,BBL 1.2-3 (super A) Rp. 10000,BBL 3.2-Up (super Up) Rp. 20000,Sunu Campur RC (Rusak Campur) Rp. 250,Kerapu Campur RC K (Rusak Campur Kerapu) Rp. 250,Sumber: Catatan produksi bulan November- Desember 1997; Dmrdn (Mola Selatan).
Perihal nama jenis ikan terdapat pada pembagian nama pasaran untuk saat ini berdasar ukuran dan jenis dibedakan menjadi dua jenis nama pasaran yaitu menurut nama pasaran di Hong Kong dan nama pasaran Bahasa Indonesia (dikenal umum). Perbedaan nama sejak beroperasinya UD. PMB ke Wakatobi sekitar Tahun 2009. Pada Tahun 2004, CV. JM masih memakai nama pasaran dari nama pasar di Hong Kong, tetapi setelah masuknya UD. PMB yang menggunakan nama pasar di Hong Kong, sehingga terjadi pembedaan pada kedua perusahaan
118
tersebut berdasar pemakaian nama komoditas dalam nota nelayan.
Perbedaan
tersebut dikarenakan agar tidak terjadi dua nota perusahaan dan tidak membingungkan nelayan. Adapun perbedaan tersebut di terangkan dalam tabel adalah sebagai berikut. Tabel. 6.4. Ukuran, jenis dan nama pasaran ikan konsumsi karang hidup periode 2009-2012 Nama Ikan Dasar UD. PMB CV. JM Bau-Bau Sunu Merah
Tong Sing Super (TS Sp 0.6-1)
Sunu Merah Super (SMS 0.6-1)
Tong Sing Up (TS up 1-up)
Sunu MerahUp (SMUp 1-up)
Sai Sing Super (SS Sp 0.6-1)
Sunu Hitam Super (SMH Sp 0.6-1)
Sai Sing Up (SS Up 1-up)
Sunu Hitam Up (SHUp 1-up)
Kerapu Macan
Tiger (Tgr, ditimbang, ekoran)
Tiger (Tgr, ditimbang, ekoran)
Kedo-kedo,sejenis kerapu selain kerapu macan
Kerapu Super Krp Sp (0.6-1)
Kerapu (0.6-1) (krp)
Kwaci putih dan abu-abu
Masuk kategori Campur
Karet merah dan putih
CPR Super (min. 0.6-keatas)
Sunu Hitam
Kerapu Up Krp Up (1-keatas)
Sunu lainnya yang tidak termasuk dalam kategori di atas
Seluruh ikan karang yang mempunyai harga jual dan sunu merah, sunu hitam, kerapu dan tiger dari ukuran baby termasuk sunu merah (0.3-0.5) masuk dalam CPR.
Kerapu Lokal A dan B Sumber: Perbandingan atas nota dari nelayan untuk kedua perusahaan.
Kedua, komoditas ikan konsumsi karang hidup juga menimbulkan perubahan hubungan produksi dengan timbulnya ikatan kordinator-nelayan terikat. Pengertian kordinator berarti adalah seseorang yang ditugaskan untuk mengkordinator nelayan lainnya dan mengurusi segala perijinan. Tetapi istilah tentang kordinator sudah mulai bergeser ketika UD. PMB Tahun 2009 masuk dan beroperasi di Wakatobi, beralih nama menjadi pengepul1. Sejarah kordinator muncul pada saat nelayan lokal menjadi kordinatorkordinator yang mempunyai fungsi sebagai pengumpul, sehingga sampai saat ini masih dikenal dengan sebutan kordinator. Ada perbedaan karakter antara periode 1
Wawancara dengan Tn.(40 Tahun), 3 Juni 2012; Hr. Prnm.(35 Tahun) (PMB), 14 Juli 2012.
119
1990-2000-an adalah bahwa kordinator mencari eksportir atau pengepul besar, sedangkan pada era sekarang (4 tahun yang lalu) eksportirlah yang mendatangai kordinator. Hal ini disebabkan karena sudah semakin susahnya untuk mencari ikan karang hidup. Jaringan penangkapan ikan di Wakatobi terbagi menjadi dua jenis, yaitu penangkapan ikan oleh nelayan terikat secara kelompok yang berada di bawah kordinator dan oleh nelayan lepas. Arti dari nelayan lepas adalah nelayan yang tanpa ikatan kordinator, menangkap di alam dan langsung di jual ke eksportir/pengusaha melalui keramba sebagai penampung (collecting point cage) milik dari eksportir. Sedangkan nelayan yang terikat di bawah ikatan kordinator tidak bebas untuk menjual hasil tangkapannya. Mereka tidak punya pilihan harus menjual ke kordinator mereka karena ada ikatan hutang yang diterima oleh nelayan. Ikatan hutang tersebut dalam bahasa nelayan Wakatobi dikenal dengan istilah panjar (artinya memanjar, menghutang terlebih dahulu). Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, dibedakan tipologi nelayan bebas dan nelayan terikat di kedua lokasi penelitian, di sajikan dalam tabel sebagai berikut: Tabel 6.5. Tipologi nelayan lepas dan nelayan terikat Bajo Mola Kemampuan Nelayan lepas property akses
Nelayan terikat
Kemampuan modal
Mempunyai modal sendiri atau dengan cara menghutang ke kios
Menghutang ke kordinator
Biaya operasional
Dalam sekali melaut (2-3 hari melaut); Solar 40 liter; rokok 3-5 bungkus; kasuami2 dan nasi; air satu gallon; peralatan menangkap ikan
Lama melaut
2-3 hari
Nelayan tidak mengeluarkan biaya. Semua biaya operasional ditanggung oleh kordinator, dari bekal makanan sampai peralatan memancing. 10-15 hari (satu musim)
Peralatan tangkap ikan Peralatan teknologi
Pancing tonda; pancing kedo-kedo; panah; bius Bodi3 (perahu 5 GT bermesin diesel Dianjdong)
Pancing umpan Kapal besar diatas 15 GT (operasional kordinator); lepalepa4.
2
Makanan tradisional Wakatobi, yang terbuat dari tepung singkong kemudian di kukus, dimakan
untuk makanan pokok pengganti nasi Perahu perahu 5 GT bermesin diesel Dianjdong dengan bahar bakar solar. 4 Perahu kecil tidak bermesin dioperasikan dengan dayung dan layar. 3
120
Kemampuan property akses
Nelayan lepas
Nelayan terikat
Jumlah nelayan
1 orang
Lokasi penangkapan
Hanya sampai pada daerah karang sekitar pulau (dalam zonasi dikenal sebagai Zona Kapota dan Zona Kaledupa I-III)
Sampai lebih dari 15 orang nelayan, dengan 3 perwakilan kordinator, dua orang sebagai pengawas nelayan dan hasil tangkapan, satu adalah kaki tangan kordinator yang menghubungkan kordinator dengan nelayan di lapangan Daerah operasi baik yang dekat dengan pulau maupun sampai ke Zona luar pulau (Karang Koko, Karang Koromaho).
Hasil tangkapan Sampai 1-5 kg 200-300 kg per musim dalam melaut Sumber: Olahan data primer wawancara dan observasi turun lapangan bersama nelayan (April-Mei 2012). Tabel 6.6. Tipologi nelayan terikat Bajo Lamanggau dan terikat (lepas) “antopulo” Tongano Barat Kemampuan Nelayan terikat (lepas)5 (Tongano Nelayan terikat (Bajo Lamanggau) Barat) property akses Kemampuan modal
Mempunyai modal sendiri atau dengan cara menghutang ke kas kelompok; walaupun kadang mendapat pinjaman dari kordinator tetapi tidak dalam nominal besar.
Menghutang ke kordinator; dari bahan bakar sampai peralatan tangkap ikan
Biaya operasional
Dalam sekali melaut (1-3 hari melaut); Solar 5-10 liter; rokok 1-2 bungkus; kasuami dan nasi; air 5 liter; peralatan menangkap ikan
Dalam sekali melaut (1-3 hari melaut); Solar 5-10 liter; rokok 1-2 bungkus; kasuami dan nasi; air 5 liter; peralatan menangkap ikan
5
Kasus di nelayan “antopulo” Kelurahan Tongano Barat, merupakan nelayan lepas, tetapi mereka terikat dalam ikatan kordinator yang menjadi backing-up dan mediator kepentingan nelayan dengan bos/eksportir. Kordinator mirip sebagai penjaga malam, akan membantu ketika ada masalah. Nelayan “antopulo” Tongano Barat, tidak terikat hutang dengan kordinator, tetapi terikat jasa kordinator. Walaupun sebenarnya kordinator juga memberikan hutangan terhadap nelayannya. Nelayan “antopulo” merupakan nelayan yang mandiri, karena sudah mempunyai koperasi simpan pinjam yang memandirikan anggotanya untuk memenuhi perongkosan melaut bagi anggotanya. Nelayan “antopulo” menyebut dirinya sebagai nelayan lepas yang tidak terikat kodinator. Kordinator nelayan “antopulo” memperoleh profit keuntungan yang diberikan dari eksportir (dibahas di Bab. VIII., pada sub. bab. Hubungan kordinator dalam nelayan lepas sebagai dampak adanya Seafood Savers).
121
Kemampuan property akses
Nelayan terikat (lepas)6 (Tongano Barat)
Nelayan terikat (Bajo Lamanggau)
Lama melaut
1-3 hari (3 hari biasanya saat musim barat yang mereka harus mencari ke karang kaledupa II)
1-3 hari. Musim barat dan musim timur tidak ada perbedaan. Sampai tiga hari apabila mereka harus melaut sampai karang kaledupa II dan III.
Peralatan tangkap ikan
Pancing tonda; pancing kedokedo;pacing umpan, dan pancing umpan intip. Pancing umpan dilakukan apabila dalam cuaca teduh.
Pancing tonda; pancing kedo-kedo; panah; bius
Peralatan teknologi
Bodi (perahu 5 GT bermesin diesel dianjdong)
Bodi (perahu 5 GT bermesin diesel dianjdong)
Jumlah nelayan
1 orang
1 orang. Apabila pembius 3 orang. Satu orang mengemudi, dua orang menyelam kana dan kiri.
Lokasi penangkapan
Hanya sampai pada daerah karang sekitar pulau (dalam zonasi dikenal sebagai Zona Kapota dan Zona Kaledupa I-II)
Hanya sampai pada daerah karang sekitar pulau (dalam zonasi dikenal sebagai Zona Kapota dan Zona Kaledupa I-II-III)
Quota tangkapan dalam melaut
Sampai 1-5 kg
1-5 kg
Sumber: Olahan data primer wawancara dan observasi turun lapangan bersama nelayan (April-Mei 2012).
Perbedaan tabel diatas, antara nelayan lepas dan nelayan terikat Bajo Mola, Bajo Lamanggau dan Tongano Barat, adalah terdapat pada waktu melaut, modal yang diperlukan. •
Pertama, nelayan terikat antara Bajo Mola dan Bajo Lamanggau terdapat perbedaan bahwa di Bajo Mola, masih di koordinir oleh pembantu kordinator (pekerja kordinator) dengan menggunakan
6
Kasus di nelayan “antopulo” Kelurahan Tongano Barat, merupakan nelayan lepas, tetapi mereka terikat dalam ikatan kordinator yang menjadi backing-up dan mediator kepentingan nelayan dengan bos/eksportir. Kordinator mirip sebagai penjaga malam, akan membantu ketika ada masalah. Nelayan “antopulo” Tongano Barat, tidak terikat hutang dengan kordinator, tetapi terikat jasa kordinator. Walaupun sebenarnya kordinator juga memberikan hutangan terhadap nelayannya. Nelayan “antopulo” merupakan nelayan yang mandiri, karena sudah mempunyai koperasi simpan pinjam yang memandirikan anggotanya untuk memenuhi perongkosan melaut bagi anggotanya. Nelayan “antopulo” menyebut dirinya sebagai nelayan lepas yang tidak terikat kodinator. Kordinator nelayan “antopulo” memperoleh profit keuntungan yang diberikan dari eksportir (dibahas di Bab. VIII., pada sub. bab. Hubungan kordinator dalam nelayan lepas sebagai dampak adanya Seafood Savers).
122
kapal besar, sehingga kendaraan tangkap ikan yang digunakan nelayan adalah lepa-lepa. Sedangkan untuk nelayan terikat di Bajo Mola dan Tongano Barat menggunakan bodi. •
Kedua perbedaan ini disebabkan karena daerah fishing ground yang berada di gugusan karang Tomia, sehingga, perongkosan melaut yang dibutuhkan oleh nelayan Bajo Mola lebih besar daripada nelayan Bajo Lamanggau dan “antopulo” Tongano Barat yang cenderung lebih dekat dengan tempat tinggal mereka.
Ketiga, jaringan komoditas tersebut menjadikan hubungan kordinator nelayan di Wakatobi terdapat ikatan hubungan produksi yang bersifat patron-klien dalam ekonomi, yang merupakan struktur asli yang diadopsi dari pertanian, namun dalam perikanan kenyataannya lebih kompleks. Ikatan patron-klien yang terjadi di Wakatobi sudah mengalami peluruhan walaupun masih memberikan bentuk-bentuk perlindungan terhadap nelayannya baik secara sosial, ekonomi dan politik. Perlindungan tersebut menunjukkan bahwa kordinator mempunyai kewajiban sosial lainnya seperti memberi santunan biaya ketika nelannya sakit, ataupun ada peristiwa seremonial sosial. Perlindungan politik juga terdapat pada ikatan patronase, dimana kordinator mempunyai hak untuk menjamin keselamatan nelayannya dari ancaman luar termasuk konflik vertikal dan horizontal. Peluruhan hubungan patron-klien mempunyai sifat asimetris ketergantungan timbal balik yang terjadi antara nelayan/penerima hutang sebagai bentuk ongkos yang digunakan melaut dengan kordinator (pemodal)/ pemberi hutang sebagai bentuk ongkos untuk melaut. Hubungan patron-klien di wakatobi, jauh terjadi sebelum komodifikasi ikan konsumsi karang hidup mulai. Pada era 1980-an sampai 1990-an terjadi komodifikasi penyu laut yang dijual ke Bali. Akan tetapi hubungan patron-klien di Komunitas Bajo Mola dan Bajo Lamanggau menjadi lebih erat ketika komodifikasi ikan konsumsi karang hidup di era 1990-an. Sedangkan untuk komunitas nelayan Tongano Barat, hubungan patron-klien tidak terlihat seerat kedua tempat tersebut, karena dalam komunitas masyarakat tersebut sudah ada sistem organisasi keuangan berbentuk koperasi simpan pinjam untuk modal melaut anggota kelompok “anto pulo”. 123
Dalam jaringan penangkapan ikan konsumsi karang hidup terdapat pada pola ikatan patronase dengan pola-pola hubungan yang tidak seimbang antara nelayan dan kordinator. Nelayan yang mempunyai hutang ke kordinator diwajibkan menjual hasil tangkapannya kepada kordinator. Sistem pembelian versi kordinator terhadap produk perikanan hasil tangkapan nelayan yang mempunyai ikatan hutang adalah dengan menyetorkan hasil tangkapan kemudian dipotong dengan hutang. Harga pembelian kordinator terhadap nelayannya di bawah standar harga dibandingkan dengan nelayan menjual bebas ke kordinator lainnya atau ke keramba milik ekspotir langsung. Nelayan
terikat
hutang
dengan
kordinator
dalam mencari
ikan
menggunakan kapal milik kordinator yang menampung 10-15 nelayan. Dalam satu kapal membawa bekal melaut sampai 10-15 hari. Peralatan yang di gunakan oleh nelayan adalah pancing umpan dan perahu lepa-lepa yang di gerakan dengan layar ataupun dengan dayung. Menurut penuturan Pak Mtrrng, Pak Mnr, Pak La Al dan Pak Nymn, nelayan dibawah kordinator Bu Hj. Hyt (49 Tahun) menjelaskan: “Kami disini mencari ikan di laut 10-15 hari. Saya kadang mengambil panjer terlebih dahulu Rp. 200.000,- sampai Rp. 500.000,- sebagai panjer dalam satu kali melaut. Kadang kami dan teman-teman meminta kenaikkan harga jual kepada kordinator, tapi selalu tidak bisa karena alasan kordinator hasilnya tidak menutupi perongkosan dan panjer yangkami terima. Itulah susahnya dibawah panjer oleh kordinator. Kadang dalam satu musim turun kelaut dapat menutupi panjer, kadang juga tidak. Tetapi untuk saya, selama ini hasilnya selalu menutupi panjer, karena hasilnya banyak yang lebih dari pada kurang” (2 Mei 2012). Sedangkan menurut penuturan pembantu kaki tangan kordinator di lapangan, Pak Mkmn (36 Tahun) dan Jn (29 Tahun): “Kami disini hanya mengumpulkan, mencatat dan menjaga barang-barang di kapal. Kami kadang bergantian dengan kaki tangan kordinator Pak Ahm. (PakHm). Ketika Pak Hm ada di kapal, kami mengambil ikan mulai jam 11-an dengan menggunakan bodi yang ada bak nya untuk menjemput ikan di nelayan. Nelayan mulai mencari ikan ketika fajar dan akan kembali ketika lohor. Jadi kerja nelayan hanya setengah hari saja. Kalaupun hujan ada yang tetap berangkat ada yang tidak. Kalau sakit kami bertanggung jawab memberi obat”. Tanggung jawab kami berdua adalah mengawasi nelayan, mencatat hasil tangkapan nelayan dan mengkomunikasikan dengan kaki tangan (Pak Hm) bekal apa yang kurang. Pak Hm lebih ke
124
urusan komunikasi ke Bu Hj. Hyt dengan kami para nelayan disini”. (2 Mei 2012). Nelayan terikat adalah nelayan yang tidak mempunyai modal bodi (perahu 5GT bermesin Diandjong), hanya menggunakan sampan kecil. Kebanyakan nelayan yang dibawah kordinator adalah nelayan yang tidak mempunyai cukup modal untuk menjadi nelayan sendiri. Akan tetapi hal ini bisa dibedakan setiap musim. Apabila musim barat, kebanyakan nelayan Mola mengambil panjar dari kordinator, sedangkan musim timur tidak. Hal ini senada dengan yang dikatakan oleh Tn.(40 Tahun), bahwa: ”Hampir seluruh nelayan Mola, kalau musim barat menghutang ke kordinator, termasuk nelayan lepas. Sedangkan musim timur tidak menghutang, dikarenakan kalau musim barat ikan melimpah dan pasti dapat, sehingga memanjar ke kordinator pun tidak akan merugi. Sedangkan musim timur, ikan berkurang, sehingga tidak berani memanjar dari kordinator, karena harga beli kordinator sangat murah sekali dibandingkan dengan harga ke keramba langsung” (4 Mei 2012). Nelayan lepas (tidak terikat ikatan patronase) di Mola, menggunakan jasa dari saudara mereka yang membuka kios atau warung. Buat nelayan lepas di Mola, hal ini jauh lebih baik daripada menghutang panjar ke kordinator untuk perongkosan melaut. Menghutang ke kios tentang BBM itu dikarenakan mahalnya BBM di Wakatobi. Untuk harga satu liter solar di Wakatobi mencapai Rp. 7000,-. Sedangkan daerah penangkapan mereka sangat jauh, sampai menghabiskan solar antara 30-40 liter. Keuntungan dari pinjaman kios ini adalah, nelayan tidak diharuskan menjual ke kios untuk hasil tangkapan, mereka bebas menjual ke siapapun yang mampu membayar dengan harga tinggi. Sedangkan kerugiannya adalah ketika meluat tidak dapat hasil ataupun hasilnya sedikit, sehingga tidak mencukupi perongkosan BBM, mau tidak mau harus menghutang kembali dan diakumulasikan ke hutangan berikutnya (Tn., 3 Mei 2012). Perbedaan hubungan kerja nelayan-kordinator cukup berbeda antara Bajo Mola, Bajo Lamanggau dan Tongano Barat. Komunitas nelayan Bajo Lamanggau sangat tertutup terhadap orang luar. Di Lamanggau interaksi nelayan dan kordinator menggunakan sistem panjar, akan tetapi tidak menggunakan kapal seperti nelayan terikat dari Mola. Hal ini dikarenakan faktor:
125
•
Pertama jelajah antara nelayan Bajo Lamanggau dengan Bajo Mola sangat berbeda. Bajo Lamanggau masih disekitar pulau tomia, dengan jarak tempuh 1-3 jam ke tempat lokasi, tetapi nelayan Bajo Mola dengan jarak tempuh 6-7 jam ke tempat lokasi.
•
Kedua, bahwa nelayan terikat di Bajo Lamanggau mempunyai bodi yang digunakan dalam menangkap ikan. Adapun pancing yang digunakan adalah pancing ulur atau pancing tonda.
•
Ketiga, Bajo Lamanggau nelayannya kebanyakan menggunakan alat tangkap potas. Potas digunakan pada saat musim timur, melihat langkanya ikan di alam. Kemudian musim barat menggunakan pancing kembali. Hal ini di tuturkan oleh My., nelayan di bawah kordinator Tdd., bahwa: “Saya menjadi nelayan ikan dasar sejak kelas 5 SD. Saya belajar dari orang-orang disini. Disini penangkapan sudah mulai berkurang. Dimasa susah sekitar Tahun 2000 saya bisa menangkap sehari 20 ekor ikan dasar, tetapi sekarang hanya 4-6 ekor ikan dasar saja. Saya kadang meminta panjar dari bos sekitar Rp. 300.000,- sampai Rp. 500.000,-. Saya dibeli ikannya oleh bos sunu hitam kalau super mencapai Rp. 40.000,-/kg, tiger Rp. 60.000-Rp. 65.000,-, sedangkan sunu merah sampai Rp. 140.000,/kg.” (12 Mei 2012).
Agus (35 Tahun), nelayan Lamanggau di bawah kordinator L Jdn, menjelaskan, bahwa : “Saya mengambil panjer dari bos untuk perongkosan solar, mata pancing, timah kurang lebih Rp.500.000,- untuk waktu kurang lebih satu musim, kadang saya mendapat sehari sekitar 10 ekor ikan dasar. Saya menggunakan bodi dan pancing tonda. Harga beli kordinator La Jundin terhadap nelayannya adalah sebagi berikut: Sunu Merah Up: Rp. 190.000/ekor, Super: Rp. 180.000,-/kg. Sunu hitam Up: Rp. 50.000/ekor, Super: Rp. 45.000,-/kg. Kerapu dan tiger, untuk ukuran 600 gram keatas: Rp.60.000,-, sedangkan campuran untuk 600 gram keatas harganya Rp. 20.000/kg.” (11 Mei 2012). Tdd.(40 Tahun) adalah salah satu kordinator di Bajo Lamanggau yang mempunyai 10 nelayan. Awal mula Tdd. menjadi kordinator sepuluh tahun yang lalu dan bekerja untuk kordinator besar di Tomia H. Il. yang merupakan kordinator besar kepercayaan CV. J.M. Selama menjadi kordinator di bawah H. 126
Il., penghasilan Tadada satu musim lebih dari dua juta, tetapi sekarang satu musim bisa mencapai 6-7 juta. Dalam mengelola nelayannya, Tdd mencari ikan dasar hanya pada musim barat saja. Sedangkan musim timur, nelayannya mencari tuna. Kordinator saling bekerjasama dengan kordinator lainnya terutama dalam masalah harga ikan antar sesame perusahaan. Kordinator saling membantu di lapangan. Kordinator juga menyuruh dan menutup-nutupi nelayannya yang bertindak Illegal fishing dengan menutupi yang sebaliknya. Ekspolitasi kordinator terhadap nelayan sangat memberatkan nelayan, dan nelayan tidak mempunyai pilihan apapun kecuali menurut kordinator. Berikut adalah pernyataan ironis antara nelayan dengan kordinator yang disampaikan oleh Tdd. (40 Tahun) yang merupakan kordinator My.(20 Tahun)( (nelayannya): ”Saya menjadi kordinator itu sejak sepuluh tahun yang lalu dengan menyetor ikan ke CV. JM di bawah kordinator H. Il. Kemudian mulai bergabung dengan UD. PMB sekitar Tahun 2009 sudah hampir 4 tahunan. Kadang nelayan meminta panjar antara Rp. 500.000,- sampai 2 juta. Musim timur nelayan mencari ikan tuna, kalau musim barat mencari ikan dasar, karena musimnya, dan mudah ditangkap saat musim kawin. Apabila panjer dalam satu musim belum lunas, maka masuk kepanjer bulan berikutnya. Panjer tersebut untuk jaminan istri dan anaknya di rumah. Kadang istri nelayan juga meminta panjer. Dalam usaha kami sesama kordinator di lapangan saling mengontak tentang harga ikan antara PMB dan JM. Walaupun saya sudah dilarang oleh H. Ilyas dan barang kami ditolak oleh JM, saya masih dapat menjual barang kami terutama ikan dasar berukuran baby. PM. tidak menerima baby. Saya menitipkan ikan dasar baby ke sesama kordinator asal Lamanggu yaitu Mnt.” (12 Mei 2012). Terdapat beberapa hal menarik dari kajian nelayan lepas, antara nelayan lepas dari Mola dan nelayan lepas (terikat) dari Tongano barat. Perbedaan tersebut sangat mencolok, setidaknya dapat dianalisis mengapa terjadi perbedaan, karena beberapa faktor, yaitu: •
Pertama, bahwa ada perbedaan secara kultural antara Bajo Mola dengan Tongano Barat. Walaupun nelayan lepas di Mola itu tidak terikat oleh kordinator, akan tetapi nelayan mengikat sistem hutang dalam ikatan kiosisasi ataupun saudara yang membuka toko dalam hal menghutang BBM untuk perongkosan melaut. Nelayan bebas Tongano Barat sudah memiliki koperasi anggota nelayan yang bernama “anto pulo” yang secara kolektif mampu memberi pinjaman kepada anggotanya untuk perongkosan 127
melaut. Faktor pembeda lainnya adalah, bahwa nelayan bebas di Mola benar-benar tanpa ikatan hutang ke kordinator, kecuali waktu musim barat, sehingga dengan bebas menjual ke keramba dan langsung menerima harga sesuai dengan harga standar eksportir, sedangkan nelayan Tongano Barat, di bawah kordinator walaupun secara ekonomi tidak memberikan hutang, tetapi apabila ada nelayan yang mau berhutang, di kasih panjar oleh kordinator. Sistem kordinator yang terdapat di Tongano Barat adalah sebagai penyuport/pendukung keamanan dan ekonomi sewaktu-waktu apabila dibutuhkan. Fungsi kordinator di Tongano Barat adalah sebagai fasilitator antara eksportir dengan nelayan (backing up dari tokoh masyarakat atau elit). •
Kedua, jelajah area penangkpan (fishing ground) antara nelayan Mola dengan nelayan Tongano Barat, sungguh berbeda. Nelayan Mola membutuhkan waktu 2-3 hari untuk semua musim (baik musim barat maupun musim timur) dalam melaut. Sehingga BBM yang dibutuhkan banyak. Nelayan Tongano, berjelajah hanya sekitar Pulau Tomia saja, sehingga tidak membutuhkan waktu lama, (1 hari untuk musim timur-1-2 hari untuk musim barat). Adapun BBM yang dibutuhkan nelayan Tongano relatif lebih sedikit dan hemat BBM.
•
Ketiga, nelayan Tongano barat cukup menggunakan mesin diesel berkekuatan 8-12 PK (katinting) karena jarak tempuh yang dekat, sedangkan nelayan Mola kebanyakan menggunakan mesin Djiandong yang berkekuatan 25-an PK, karena jarak tempuh yang jauh (informasi nelayan Tongano Barat (24 Juni 2012) tentang perkembangan teknologi).
6.1.2. Jaringan Pemasaran/Distribusi Komoditas Ikan Konsumsi Karang Hidup Jaringan pemasaran komoditas ikan konsumsi karang hidup melibatkan banyak aktor yang terlibat. Hasil penelitian di lapangan (April-Juni 2012), apat dipetakan aktor yang terlibat dalam jaringan distribusi adalah:
128
Tabel. 6.7 Aktor yang terlibat dalam jaringan pemasaran No. 1.
Aktor Kordinator
Peran Mempunyai peranan sebagi supplier ikan kepada eksportir.
Keterangan Aktor middle man perantara/pengumpul yang menerima hasil dari nelayanya, kemudian di jual ke eksportir melalui keramba milik eksportir.
2.
Seksi Pelayanan Informasi dan Pemasaran; Pengawasan Perikanan DKP Wakatobi, DKP Propinsi Bali, DKP Propinsi Sultra, Karantina Bau-Bau, Karantina Bali, Bea Cukai Eksportir
Sebagai penyelenggara kebijakan yang mengurusi perijinan dan segala bentuk aktfitas perikanan di wilayah administarasi Kabupaten Wakatobi.
Birokrasi ini berkaitan dengan ijin usaha perikanan (SIUP), ijin penangkapan dan pengangkutan ikan (SIPI) dalam area administratif kabupaten, baik kabupaten daerah penangkapan ikan maupun kabupaten/propinsi tempat perusahaan ekspor tersebut berada. Pembeli besar yang mengekspor hasil perikanan dari Wakatobi ikan dasar ke luar negeri. Ada dua cara pengiriman, lewat pesawat terbang (udara) dan lewat kapal (jalur air). Pembeli ikan di Hong Kong Pembeli yang menjual ikan kepada retailer mauapun restoran untuk di jual ke konsumen
3.
4. 5.
Importir Whole seller dan Retailer
Bos, eksportir pembeli ikan dari Wakatobi dan menjual (ekspor ke Hong Kong).
Pembeli ikan di Hong Kong Pembeli ikan dari importer yang menyediakan pembelian dalam jumlah besar (Whole seller) dan dalam jumlah kecil (retailer/ restaurant) 6. Konsumen Pembeli akhir di Hong Kong Sumber: Olahan data primer hasil wawancara dengan informan kunci (April-Juni 2012).
Di Wakatobi ditemukan 3 eksportir besar yang beroperasi membeli ikan dari nelayan Wakatobi. Eksportir tersebut mempunyai beberapa keramba, disetiap keramba ada yang jaga, yaitu kepala keramba dan anggota. Penjaga keramba tersebut mempunyai tugas sebagai wakil dari eksportir (bos) untuk mengawasi keramba, menerima ikan dari kordinator atau nelayan dan mengkomunikasikan segala bentuk intruksi dari eksportir baik mengenai turun dan naiknya harga, menerima atau tidak menerimanya ikan hasil tangkapan dan mencatat jenis dan jumlah ikan yang masuk termasuk mengontrol ikan tersebut layak atau tidak serta mengecek ukuran dan kondisi kesehatan ikan dasar yang hidup. Penjaga keramba merupakan pangkal utama komunikasi antara eksportir dengan nelayan. Penjaga keramba adalah karyawan yang digaji perbulan oleh eksportir. Penjaga keramba juga merupakan aktor yang berkompetisi dengan penjaga keramba yang lain, 129
dimana sudah memiliki ego untuk memajukan perusahaan. Eksportir di Wakatobi saling bersaing dalam hal mencari nelayan dan dalam hal harga. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan penjaga keramba yang setiap hari melakukan laporan kepada eksporti (bos)/perwakilan perusahaan, berapa jumlah ikan yang masuk, kendala apa yang dihadapi dilapangan serta bagaimana dinamika di lapangan berkaitan dengan kompetisi perusahaan7. Berikut adalah gambaran rantai pasok antara sisi pemasokan (supply) dan sisi permintaan (demand).
Supply side
Penangkapan di alam bebas
Demand side
Kordinator sebagai pembeli ikan (tingkat I)
Eksportir
Impor tir
Whole seller
Retail
DKP dan instansi terkait lainnya Gambar. 6.1. Diagram supply chain beserta keterlibatan aktor komoditas ikan konsumsi karang hidup di Wakatobi. Diadopsi dari sumber: The International Standard for the Trade in LRFF (2004); WWF Annual Report (2012).
Jaringan pemasaran ini memiliki dua jalur pengiriman produksi ikan (ekspor) dari Indonesia ke luar negeri. Dua eksportir (H. Purn/PMB dan Ap./) berada di Bali dan satu eksportir (AB /CV. JM.) berada di Bau-Bau, Buton. UD. PMB dan Eff./Ap. (JT) menggunakan pengiriman lewat udara (dengan pesawat terbang). Ikan dasar yang ada di keramba di Wakatobi di jemput secara berkala dari perusahaan untuk di kirim ke Bali. Sedangkan CV. JM. ikan yang ada di keramba di jemput langsung oleh Kapal Hong Kong8. 7 8
Wawancara dengan penjaga keramba UD. PMB dan CV. JM; pengamatan di lapangan (AprilJuni 2012). Pengamatan di lapangan, wawancara dengan penjaga keramba UD. PMB; CV.JM dan pemilik keramba, Rtn (29 Tahun) dan Eff.(50 Tahun) (untuk kordinator lapangan, eksportir asal Bali, Ap./JT; April-Juli 2012.
130
Kon sum en
Eksportir telah mempunyai jaringan ekspor sendiri ke Hong Kong. Kepercayaan yang dibangun sejak eksportir membangun perusahaan perikanan ikan konsumsi karang hidup ini telah lama dan saling menjaga kepercayaan satu dengan lainnya. CV. JM (AB) dari dulu sampai sekarang masih menggunakan pengiriman dengan kapal Hong Kong yang selalu datang ke Wakatobi setiap bulan sekali (musim barat, dengan frekuensi datang sampai 5 kali). Kantor CV. JM. mempunyai perwakilan di Bau-Bau. Semuanya perijinan yang mengatur adalah bos kami dan kantor, ketika mau meloding ikan9. Waktu loding di Wakatobi biasanya malam, dan semua yang menyortir adalah orang Hong Kong awak kapal tersebut. Dalam pengangkutan di Wakatobi di dampingi oleh petugas DKP, Karantina, dan TNI AL serta Polisi10. Sebelum di loding ikan tidak boleh di kasih pakan, minimal 2 hari tanpa pakan. Kemudian, akan dicek kesehatannya. Alasan untuk dipuasakan adalah takut ikannya muntah dan akan menjadi kotor bak ikan yang ada di kapal. Sekali angkut dari Wakatobi, kadang mencapai 7 ton ikan, untuk minimalnya yaitu 5, 5 ton. Mereka pembeli dari Hong Kong tidak mau merugi. Kadang kalau ikan sedikit ikan yang masih kecil pun diangkut. CV. JM harus mengikuti kemuan mereka, karena ini perjanjian bisnis dengan mereka (Hong Kong) yang sudah di jalin sejak lama11. Alasan perusahaan mengirim lewat laut adalah agar mudah dalam birokrasi perijinan, dan lain-lain, dan karena tidak tersedianya Bandara Internasional. Ada beberapa proses yang dilalui dalam alur rantai pasok tersebut Hubungan pasok (supply chain) dari mulai penangkapan sampai di tangan konsumsen digambarkan sebagai berikut:
9
Wawancara, Samad (40 Tahun) (24 April 2012); Zaini/Hendra (39 Tahun) (27 April 2012). Wawancara, Samad (24 April 2012); Zaini/Hendra (27 April 2012). 11 Wawancara dengan Wnto, (40 Tahun) 5 Juli 2013 10
131
Nelayan penangkap ikan
Keramba milik eksportir Di Wakatobi
Kapal penjemput/peng irim ikan
Nelayan bebas
Pengurusan Ijin, DKP Wakatobi, ketika akan loding
Perusahaan di Bali Packing
Pesawat Cargo
Pengurusan Ijin: DKP Prop. Bali, Karantina Bali, Bea Cukai Ngurah Rai; (ketika mau eksport)
Nelayan terikat
Pengurusan Ijin: DKP Buton, Karantina BauBau, Bea Cukai Sultra; BKSDA Wil II Sultra (ketika mau eksport)
Kordinator
Kapal Hongkong (vessel)
Improtir (Pasar), wholeseller, retail Hong Kong Jarak tempuh transport ikan Wakatobi-Bali, memakan waktu hingga 5 hari
Setelah diberokkan semalam, di packing, diangkut dan dibawa ke cargo pagi hari. Jam 7 pesawat take off, jam 12 sampai di Hong Kong (5 jam perjalanan)
Gambar 6.2.
Konsumen di Hong Kong
Kapal sandar 1 jam, kemudian mengambild di Sinjai dan Selayar, kemudian kembali ke Hong Kong (jarak tempuh Indonesia –Hongkong dengan menggunakan kapal memakan waktu 2 minggu)
Diagram alir distribusi ikan dari Wakatobi ke Hong Kong (adopsi, Geoffrey Muldoon, 2008; Seafood Ecolabelling. Sumber: data dan pengamatan di lapangan (April-Juli 2012).
Jaringan pemasaran lebih komplek dan dinamis dibandingkan dengan jaringan penangkapan. Dalam jaringangan penangkapan terdapat hubungan asimetris nelayan dan kordinator yang selalu diuntungkan adalah kordinator. Tetapi dinamika dalam jaringan penangkapan nelayan mempunyai sifat melawan secara tersembunyi, yaitu dengan menggunakan rasionalitas ekonomi. Bentuk perlawanan tersembunyi dari nelayan adalah dengan menjual produknya ke kordinator lain baik secara langsung maupun dengan menggunakan jasa pertemanan sesama nelayan. Jaringan pemasaran lebih dinamika, karena 132
melibatkan banyak aktor, termasuk dengan eksportir secara langsung. Setidaknya ada beberapa fenomena kedinamisan dari jaringan pemasaran ini adalah: Pertama, dalam interakasi antara eksportir (penjaga keramba) dengan kordinator terjadi permainan harga beli untuk nelayannya yang mempunyai hutang12. Terjadi pengambilan keuntungan terhadap hasil produksi, dimana nelayan sebagai aktor yang dirugikan.
Kedua, komoditas ikan konsumsi karang hidup mempunyai
resiko tinggi, karena komoditas tersebut harus dijaga agar tetap hidup dan tidak rusak (sakit atau cacat), sehingga pihak pembeli sudah memprediksikan kerugiannya ketika terjadi kematian ikan. Ketiga, tidak transparasinya harga pasar yang disampaikan oleh eksportir kepada kordinator ataupun nelayan. Keempat, mengingat komoditas ini mempunyai nilai ekonomi tinggi, memunculkan adanya free riders yang menggunakan kesempatan untuk
ikut mengakses jaringan
komoditas. Sehingga akan memunculkan adanya bentuk fenomena rent seeking dalam jaringan pengaman (presecution network). Untuk nelayan dibawah kordinator harga akan ditentukan oleh kesepakatan kordinator dengan penjaga keramba. Peran nelayan terikat hutang kordinator tidak bersinggungan langsung dengan penjaga keramba termasuk juga dengan standar harga yang ditentukan oleh eksportir. Nelayan sebetulnya sudah menyadari akan hal ini. Akan tetapi nelayan yang miskin akan modal finansial dan modal teknologi penangkapan tidak bisa keluar dari ikatan hutang tersebut. Tentunya hal ini sangat merugikan untuk nelayan yang terikat hutang oleh kordinator. Ada beberapa faktor yang menjadikan hal ini terjadi, diantaranya adalah adanya modal yang sudah dikeluarkan untuk melaut dan modal yang di hutangkan untuk nelayan. “Nelayan saya, membawa ikan ke keramba, kemudian pihak penjaga keramba hanya menuliskan nota, hasil tangkapannya, kemudian diserahkan ke saya dan saya melakukan pembayaran ke nelayan setelah nota itu diterima oleh saya. Pendapatan kotor satu musim sebetulnya lumayan mencapai Rp. 80 juta- Rp. 75 juta, tetapi karena di-hutang dan 12
Tn. , 40 Tahun (23 Juni 2012); “menyebutkan, bahwa harga kami ketika masuk ke CV. JM. (AB) antara H. Sr. dengan H. Hydn, ada perbedaan harga, lebih tinggi H. Hydn. H. Sr. rendah, dan selisih sampai Rp. 5000-10.000,-. Akibatnya banyak yang lari dari H. Sr dan memilih ke H. Hydn. H. Hydn menjadi kepercayaan Pak AB, dan paling banyak nelayannya
133
digunakan untuk perongkosan melaut paling ya satu musim hanya Rp. 5 juta-an”. (Hj. Hyt, (49 Tahun), 6 April 2006) Hal tersebut juga diterangkan oleh Im.(30 Tahun): “untuk menghapus sistem perhutangan dibawah kordinator, itu susah mas, hal ini sudah menjadi kebiasaan nelayan disini. Tidak semua nelayan mempunyai bodi sendiri dan perongkosan yang cukup. Pokoknya sangat susah” (6 April 2012). Pak Zn. (Pak Hndr) 39 Tahun, penjaga keramba CV. JM.: “untuk urusan panjar dan pembayaran yang mengurusi adalah bagian kantor di Bau-Bau. Baik panjer yang akan dipinjam oleh kordinator dari perusahaan ataupun nelayan yang mempunyai panjar, saya hanya mencatat berapa ikan yang ditimbang, dan diserahkan kembali ke nelayan, nelayan nanti meminta ke kordinatornya”. (27 April 2012). Pemberian nota terhadap nelayan di bawah kordinator ini dilakukan agar kordinator tidak pindah ke kordinator lainnya. Hubungan kordinator-penjaga keramba adalah hubungan kepercayaan timbal balik. Im. (30 Tahun) (6 April 2012), “kasihan Bu Hj., sudah kelaur panjar untuk nelayan dan modal. Sehingga kami pun tahu apa yang harus kami lakukan, walaupun di satu pihak, saya juga kasihan melihat nelayan. Tapi bagaimana lagi, disini sudah terdapat kepercayaan antara kami dengan Bu Hj”. Kontrol nelayan masuk dengan menjual ikan menjadi kunci utama dalam melanggengkan usaha perikanan masing-masing perusahaan. Apabila ada nelayan baru yang menyetor ikan, dan belum mempunyai kartu anggota (UD. PMB) atau belum kenal, akan ditanyakan terlebih dahulu, notanya akan ikut siapa (CV. JM.). Untuk mengklarifikasikan kebenaran tersebut, penjaga keramba mengkonfirmasi keberadaan dan kebenaran kepada kordinator yang bersangkutan.
Hal ini
dilakukan, adalah untuk menjaga citra perusahaan akan kepercayaan nelayan atau kordinator13, serta menjaga resiko menerima ikan dari nelayan baru, ternyata ikan tersebut adalah ikan rusak, sudah tidak lincah ataupun hasil dari potassium14.
13 14
Wawancara dengan berbagai sumber. Rtn, (29 Tahun) (20 April 2012); Hndr (39 Tahun) (27 April 2012); Im (17 April 2012) dan Hndr (26 April 2012) , “untuk mengecek ikan yang kondisinya mencurigakan, seperti berubah warna atau tidak lincah, saya tidak langsung menerima. Ataupun biar didiamkan dulu oleh mereka selama tiga hari. Saya tidak mau menanggung resiko kematian ikan”.
134
Komoditas ikan konsumsi karang hidup mempunyai resiko tinggi, karena komoditas tersebut harus dijaga agar tetap hidup dan tidak rusak (sakit atau cacat), sehingga pihak pembeli sudah memprediksikan kerugiannya ketika terjadi kematian ikan. Perlakuan-perlakuan khusus dalam menjaga ikan tetap sehat dan lincah terjadi pada keramba, dan tidak dilakukan pada nelayan atau kordinator, pihak keramba melakukan beberapa perlakuan, seperti pemberian obat kuning, atau obat biru (methyline blue) untuk merendam ikan ketika baru diterima dari nelayan dan setelah ditimbang. Setelah beberapa saat di rendam, 5 menit kemudian di suntik dengan antibiotik. Kemudian baru dimasukkan ke dalam keramba. Sambil menunggu di loding (diangkut) oleh kapal penjemput ikan, ikan tersebut di cek secara berkala dan dijaga kebersihan keramba. Penjelasan dari Smd, (45 Tahun) (kepala keramba CV. JM di Karang Kapota), menjelaskan perlakuan khusus setelah menerima dan menimbang ikan (tahap penyortiran) selanjutnya dilakukan perendaman dengan obat kuning atau dengan menggunakan methyline blue
selama beberapa menit, baru di suntik
dengan antibiotic (terramycin oksitetrasiklin) kemudian dimasukkan kedalam keramba. Kemudian setelah tiga hari dicek kembali ikan-ikan tersebut, kalau ada yang terlihat sakit dan luka, maka disuntik kembali. Adapun obat-obatan tadi dikirim dari perusahaan. Kegunaan
obat
biru
atau
obat
kuning
untuk
menyembuhkan
luka/membuang kuman (kutu). Penyuntikan dilakukan setiap ikan baru masuk, sehat atau tidak sehat disuntik, penyuntikan dilakukan untuk antibiotik, dan menjaga kesehatan. Untuk suntik terramycin dilakukan dengan volume dosis 2 ml untuk 20 ekor ikan. Sedangkan untuk obat kuning atau methyline-blue, ukuran 2 sendok makan dengan volume air satu genthong (volume kira-kira 120 liter) untuk ikan 3 keramba atau 500 ikan dalam waktu beberapa menit. Kalau campurannya terlalu kental dan lama direndam, ikan dapat mabok15. Selain methylen blue atau obat kuning, UD. PMB menggunakan elbagin 100 gsm, sebagai larutan anti bakteri16. Diamping itu juga menggunakan suntikan antobiotik dengan botol kecil warna kuning tetapi bukan terramycin 15 16
Wawancar dengan Hndr, 39 Tahun (26 April 2012) Pengamatan lapangan, keramba UD. PMB, Wanci (24 Maret 2012) dan Tomia (21 Mei 2012)
135
oksitetrasiklin. Obat suntik yang digunakan menggunakan obat anti biotik yang tidak bermerk dengan bertuliskan, obat suntik untuk ikan17. Pemakain obat-obatan ini sesuai dengan dosis tentunya. Elbagin 100 gsm digunakan untuk membunuh kutu-kutu yang menempel pada ikan. Kutu-kutu tersebut apabila menempel pada lubang pernafasan ikan, akan menjadikan ikan tersebut mati. Selain itu obat kuning atau sejenisnya bisa untuk menyembuhkan dari penyakit jamur putih yang menempel pada insang18. CV. JM. membuka operasi penerimaan ikan dari nelayan dalam satu tahun hanya musim barat saja. Alasan, karena pada musim timur, terdapat banyak penyakit, sehingga kapal Hong Kong tidak mau mengambil, dan kalau musim timur volume ikan juga sedikit yang tertangkap. Jadi apabila mengambil dari Hong Kong ke Wakatobi, dinilai tidak menutupi perongkosan19. Dalam proses pengangkutan, terdapat dua pola yang berbeda. Pengangkutan ikan dengan menggunakan kapal, disediakan bak besar untuk menampung kapal dan terdapat sirkulasi air. Hal ini dilakukan agar tidak mati atau stress. Kapal Hong Kong yang masuk ke kawasan Wakatobi, mengangkut ikan dalam jumlah minimal 5,5 ton. Dalam waktu musim barat, kapal Hong Kong masuk bisa sampai 5 kali dalam satu musim ikan. Hal ini lain dengan yang dilakukan oleh UD. PMB. yang mengambil jalur Bali. UD. PMB, menjemput ikannya yang ada di Wakatobi, dalam waktu 20-30 hari sekali atau tergantung dengan quota. Untuk keramba di Wanci, biasanya mencapai quota 1, 1 ton, dan keramba di Tomia, bisa mencapai 300-500 kg. perjalanan dari Wakatobi menuju Bali singgah di- Selayar, dengan memakan waktu 5 hari dengan kecepatan 5 knott20. Laju kapal yang begitu lambat, adalah untuk menghindari ikan di dalam bak kapal menjadi stress. Setelah sampai di Bali, kemudian di berokkan selama semalam. Teknik packing yang dilakukan oleh PMB, sudah mengunakan standar HCPP (Hazard Analysis Critical Point). PMB sudah tidak menggunakan gabus (sterofoam) dalam mengirim ikan. 17 18 19 20
Pengamatan, Keramba UD. PMB, Wanci (Maret-April 2012); Keramba Tomia, (21 Mei 2012) Pengamatan keramba Kapota (CV. JM); (25 April 2012); Hndr, (39 Tahun) Kamp. CV. JM, Karang Tomia, (27 April 2012). Wawancara di kantor CV. JM, Wnt,(40 Tahun) (5 Juli 2012).
Wawancara dengan kapten kapal pengangkut ikan (loding) milik PMB (16 April 2012)
136
UD. PMB dalam melakukan packing misalnya dengan volume ikan 3, 6 ton untuk site penangkapan dari Kaltim dan Madura (Pengamatan Packing di UD PMB, 17 Juli 2012) dapat dilakukan dalam waktu 1 jam. Ikan tiba pada Sabtu malam kemudian Senin pagi sudah di packing dan dikirim. Cara packing yang dilakukan UD. PMB cukup berbeda dengan perusahaan ikan karang hidup lainnya. UD. PMB menggunakan prinsip menghemat energi, mengutamakan kualitas ikan, serta memperhatikan keselamatan pekerjanya. Artinya setiap pekerja yang melakukan packing menggunakan jas lab, adapun pekerja yang menyelam mengambil ikan di bak penampungan sudah menggunakan baju selam. Packing dilakukan subuh, dengan mengemas Tong Sing (Sunu Merah) terlebih dahulu. Standar HCCP yang diterapkan UD. PMB. merupakan suatu sistem kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi packing ikan. HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen. UD. PMB sudah menggunakan bin dengan fiber berukuran dengan panjang satu meter dengan lebar 80 cm dan dengan tinggi 1 meter. Dilengkapi dengan gas tabung oksigen yang sudah standar dangerous good secara international. Air laut yang digunakan sudah 2 tahun dengan sistem pemanfaata ulang secara berkala untuk menghemat air laut. Bin tersebut bisa bertahan sampai 15 tahun. Prosesnya meggunakan standar yang bagus da lebih ramah lingkungan dari pada dengan sterofoam. Tetapi mahal di investasi dan maintenance. Ongkos biaya listrik satu bulannya sekitar 3.600.000 rupiah. Hr. Prnm.(35 Tahun) sebagai pemilik UD. PMB mengingatkan dalam 3 bak tidak boleh di foto, karena ini adalah proses pembiusan, sedangkan yang lain boleh. Pak Hr. juga siap apabila ada regulasi tentang pembiusan tidak boleh itu sudah di keluarkan maka akan di gunakan alternatif menggunakan gas yang tentunya ramah lingkungan. Dari Bali ke Hong Kong itu memakan waktu 5 jam. Jadi pengiriman pagi dari Bali sampai Hong Kong jam setengah sembilan malam
137
waktu Hong Kong dan singgah di Singapura. Karena memakai Singapura Airlines. Alasannya memakai Garuda ribet dan biaya permintaan untuk korupsinya banyak. Perusahaan tidak akan menanggung resiko. Prestisius pembeli di Hong Kong bahwa semakin membeli ikan hasil tangkapan alam semakin gengsi dan hanya orang-orang kaya Hong Kong yang membeli, dengan acara untuk pesta, deal bisnis, dimana kesepakatan di ruang kerja tetapi dealnya di meja makan. Semakin orang membeli ikan tangkapan liar semakin kaya juga dan punya status sosial gengsi. Di Australia hanya mengirim ikan Tong Sing dengan minimum size 32 cm panjangnya. Sekarang di Australia untuk penangkapan ikan karang sudah mulai berkurang, karena nelayannya sudah mendapatkan alternatif pekerjaan lain. Australia berteriak ikan habis, tetapi mempunyai politik jangka panjang dalam perikanan. Ketika Asia Tenggara habis, maka Australia menguasai perikanan karang Asia21. Harga di Hong Kong untuk budidaya 115-120 dolar Hong Kong harganya. Sedangkan kerapu untuk kelas bawah yaitu sekitar 150 dolar Hong Kong. Untuk Napoleon paling mahal sampai 12000 dolar hongkong, per, 1, 2 kg atau dalam satuan kg di Hong Kong adalah tetti. Sedangkan harga tersebut disamai dengan kerapu tikus. Tertinggi kedua adalah Tong Sing atau Sunu Merah, kemudian Tai Sing atau Kerapu Merah yang menyerupai Sunu Merah, dan kemudian Sai Sing (Sunu Hitam), dan terakhir adalah kerapu CPR. Kwaci Hitam dan Karet Merah atau Hitam itu masuk ke kelas Kerapu. Dengan harga 120 dolar Hong Kong22. Hr. Prnm. (35 Tahun) menjelaskan, gara-gara dalam satu pertemuan di utarakan masalah harga akhirnya tidak lagi menyebutkan, karena di dengar orang pajak, akhirnya pajak mematok harga ikan, yang merugikan pengusaha. Karena yang disebutkan adalah rate tertinggi. Misalnya Napoleon, harga di Hong Kong berkisar sekitar 1200-800 dolar hongkong ($ HK). Di kurskan sekitar 1.680.0001.120.000 (1 dollar Hong Kong = Rp. 1400,-). Padahal pengusaha membeli dari nelayan
Rp. 300.000/kg-nya. Pada saat pajak mengetahui harga tersebut, maka
PMB. harus membayar 130 juta lebih untuk pajaknya. Dalam masa ramai PMB. 21 Wawancara; Hr. Prnm (35 Tahun) (16 Juli 2012) 22
Wawancara dengan Hr Prnm (16 Juli 2012)
138
bisa mengirim ratusan ton. Tetapi kalau sepi hanya beberapa kali mengirim saja. (Data ada di karantina KKP Provinsi Bali, 13 Juli 2012). Menurut Hr. Prnm (35 Tahun) (16 Juli 2012), ada masa harga ikan naik dan harga ikan turun. Ikan naik adalah masa imlek, harga ikan turun ada bulan suro Cina
namanya, bulan sembayang setan dan apabila ada kematian.
Sedangkan masa naik ketika imlek dan pesta. Fluktuatif turun naiknya harga ikan di pasar Hong Kong, dipengaruhi oleh acara-acara seremonial magis yang diyakini menjadi budaya masyarakat Hong Kong. Masyarakat merayakan Tahun Baru Imlek dengan menggunakan warna segala merah, sehingga dimungkinkan pada perayaan Imlek, semua serba merah, termasuk ikan yang menjadi jamuan perayaan Imlek tersebut. 6.2.
Dampak Ekonomi Komodifikasi Ikan Konsumsi Karang Hidup Penghasilan dari produksi ikan konsumsi karang hidup, mempunyai harga
yang lebih tinggi dibandingkan dengan penghasilan ikan karang yang dijual dalam keadaan segar atau mati. Penghargaan secara nilai ekonomi terhadap produksi ikan konsumsi karang hidup, dikarenakan sulitnya penjagaan agar ikan tersebut tetap hidup dan terlihat segar tanpa cacat sedikitpun. Kebanyakan nelayan ikan konsumsi karang hidup, akan berusaha untuk dapat menggunakan teknologi yang dapat membantu kinerja produksi dalam menangkap ikan. Dalam hal mendapatkan teknologi untuk mendukung sarana produksi penangkapan ikan konsumsi karang hidup, salah satunya adalah dengan menghutang kepada kordinator. Tidak sedikit juga nelayan menghutang terhadap bank konvensional dengan jaminan sertifikat rumah ataupun bank harian sebagai pendukung modal melaut nelayan. Tabel 6.8. Pinjaman terhadap kordinator/kios adalah sebagai berikut: Alat produksi Perahu (bodi) Mesin diesel Pancing
Harga (±) Rp. 7.000.000,Rp. 5.000.000.Rp. 100.000,-
Nylon
Rp. 100.000,-
Pottassium
Rp. 480.000,-/kg
Keterangan Dalam waktu satu bulan sekitar 2 boks Untuk persediaan satu bulan 20 meter Untuk digunakan dalam waktu 1-10 hari atau sesuai dengan kebutuhan. Untuk satu hari menghabiskan sekitar 1-3 botol (botol vixon ukuran 800 ml)
139
Perawatan mesin
Rp. 100.000,-
BBM
Rp.200.000-Rp. 280.000,(40 liter solar) Rp. 100.000,-
Kebutuhan lainnya
Kebutuhan oli, turbin, dll. Untuk 7 x melaut (dalam waktu satu bulan) 2-3 perjalanan di laut
Pulsa, untuk berkomunikasi di lapangan; untuk bekal logistik dalam melaut Sumber: Wawancara dengan nelayan Bajo Mola, Bajo Lamanggau dan Tongano Barat (April-Juni 2012). (Harga alat produksi yang merupakan pinjaman nelayan kepada kordinatornya atau kios merupakan hasil perhitungan maksimum dan minimum, secara umum).
Menurut penuturan Pak Mkmn (36 Tahun), disini kordinator menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan oleh nelayan. Nelayan hanya membawa bekal, tali pasi (tali pancing) dan sampan. Untuk makan, minum, rokok, obat-obatan, mata pancing dan bbm untuk memasak serta untuk keperluan bodi menjemput ikan di sediakan oleh Bu Hj.(49 Tahun) selaku kordinator. Table. 6.9. Modal kordinator dalam sekali melaut (Hj. Hyt) No 1. 2.
Harga Rp. 1.750.000,Rp. 200.000,-
3. 4.
Barang bekal melaut 1 musim Beras 10 kantong/karung@ 25 kg 5 bok mata pacing ukuran 8 dan 2 bok mata pancing ukuran 9, untuk 14-15 nelayan untuk persediaan 15 hari BBM 220 liter Kayu Bakar
5.
Gula (30 kg), kopi (24 bungkus)
Rp. 300.00,- Rp. 48.000,-
6.
Ongkos sewa kapal (15 hari)
Rp. 1. 000.000,-
7.
Biaya tak terduga, untuk bumbu, dll
Rp. 200.000,-
Rp. 1.540.000,Rp. 300.000,-
(air tawar) 8.
Gaji tiga pegawai. @ Rp. 500.000,-
Total
Rp. 1.500.000,Rp. 6.838.000,-
Sumber: Wawancara dengan Hj. Hyt (6 Juni 2012); Mkmn, Jn (2 Mei 2012).
Untuk penghasilan dalam satu musim antara musim barat dengan musim timur juga terdapat perbedaan. Menurut penuturan Pak Mkmn (36 Tahun), bahwa musim barat berkisar antara 600kg-800kg, campur kerapu dan sunu, sedangkan musim timur berkisar antara 200kg-300kg. untuk pendapatan nelayan rata-rata untuk musim timur sekitar Rp. 500.000,-/sepuluh hari, sedangkan untuk musim barat sekitar Rp. 800.000,-/sepuluh hari.
140
Tabel 6.10. Harga beli kordinator ke nelayan (Kordinator Hj. Hyt/Mola). No. Nama ikan Size Harga Keterangan 1. Sunu merah Super Rp. 70.000/kg PMB Up Rp. 80.000/ekor PMB 2. Sunu hitam Super dan Rp. 25.000/ekor PMB Up 3. Kerapu/tiger Rp. 40.000/ekor PMB 4. CPR: Rp. 3000,-/kg Diatas 600 Karet hitam/merah gram di jual ke Kwaci putih/abu-abu PMB. Sosis Semua jenis Sunu Raja untuk ukuran Baby dari semua baby di jual ke jenis ikan JM Sumber: Wawancara dengan nelayan di bawah kordinator Hj. Hyt. (2 Mei 2012)
Sementara itu, adapun pola nelayan terikat yang tidak ikut dalam kapal kordinator, dengan menggunakan bodi milik sendiri, dengan pola hampir sama dengan yang ikut kapal. Bahwa nelayat tidak boleh menjual ke pembeli lain, dan harga yang masuk ke keramba, sudah ditentukan oleh kordinator yang bekerja sama dengan penjaga keramba. Sair (36 Tahun) (nelayan, Mola Selatan), menuturkan bahwa dirinya menjadi nelayan ikan dasar sejak Tahun 2000 setelah berhenti menjadi nelayan sirip dan ekor hiu dari Tahun 1995-2000. “Saya mencari ikan dasar berdasarkan musim. Kalau musim barat saya memancing dan ikan tersebut dijual dalam keadaan hidup ke pengepul. Sedangkan musim barat saya menjaring da menjual hasil kepada pengepul. Saya biasa meminjam modal ke kordinator itu sekitar Rp. 700.000-, untuk digunakan melaut selama tiga hari. Uang tersebut untuk bekal melaut juga untuk bekal istri dan anak saya ketika saya tinggal melaut. Untuk musim timur, saya kadang mengebon es di kios dulu. Tetapi kalau mempunyai pinjaman dari kordinator harga jual ikan dibeli murah oleh kordinator, semisal harga perkilogram untuk ikan mati dibeli Rp. 3000-, yang seharusnya harga tanpa hutang itu Rp. 5000-,”. (28 Maret, 2012) Kemudian menurut penuturan Kll, (54 Tahun) Sg, (50 Tahun) dan Jpr (30 Tahun) (nelayan Mola Selatan) adalah nelayan yang mempunyai kordinator Pak Dvd yang menjual ke CV. J.M. “Pak Dvd sebagai kordinator menanggung semuanya. Biasanya kami meminjam untuk keperluan belanja istri saya. Kami meminjam sekitar Rp. 200.000,- untuk kepentingan dan kebutuhan istri dan anak dirumah. Pak Dvd juga menanggung semua bekal yang digunakan untuk melaut termasuk keamanan kami, seperti apabila didapat dalam pengawasan jagawana di karang”. (29 Maret, 2012). Kondisi mata pencaharian nelayan Wakatobi mempunyai beberapa permasalahan internal dan eksternal. Permasalahan internal adalah faktor yang 141
datang dari dalam yang terdapat dalam hubungan antara individu dengan masyarakat, sedangkan permsalahan eksternal disebabkan karena faktor alam, seperti cuaca, iklim, ombak, dsb. Permasalahan internal yang dihadapi masyarakat Bajo Mola, Bajo Lamanggau, ketiadaaan akses mereka terhadap sektor pertanian/berkebun, sehingga ketergantungan terhadap sektor perikanan menjadi satu-satunya mata pencaharian mereka. Sedangkan nelayan Tongano Barat, mereka mempunyai akses untuk berkebun, akan tetapi hasil dari berkebunnya tidak bisa diandalkan untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Tandusnya lahan di Pulau Tomia, menyebabkan masyarakatnya merantau menjadi pedagang ataupun menjadi nelayan secara turun temurun. Nelayan ikan konsumsi karang hidup memiliki modal yang terbilang lebih kecil dibandingkan dengan nelayan tuna (ikan pelagis). Komoditas ikan pelagis (tuna, cakalang) di Wakatobi dikuasi oleh kordinator dan nelayan dari luar Wakatobi yang mempunyai jaringan kepentingan dengan kordinator di Wakatobi. Perbedaan kemampuan modal ekonomi dan teknologi antara nelayan Wakatobi dengan nelayan luar Wakatobi, menyebabkan kondisi nelayan Wakatobi berada dalam kondisi yang stagnant, seperti nelayan ikan konsumsi karang hidup akan tetap menjadi nelayan ikan konsumsi karang hidup. Adapun mereka yang mempunyai profesi ganda antara sebagai nelayan ikan konsumsi karang hidup maupun ikan pelagis, karena mengikut saudara, faktor usia mereka relatif masih muda, dan ataupun tidak mempunyai teknologi tangkap seperti perahu bodi/sampan. Permasalahan eksternal terhadap mata pencaharian nelayan wakatobi sangat dipengaruhi oleh kondisi alam. Musim ikan demersal (karang hidup) dan musim ikan pelagis berbeda waktu. Menurut penuturan dari nelayan bahwa musim tuna (pelagis) terjadi pada musim timur yaitu sekitar Bulan Agustus dan selanjutnya, sedangkan musim ikan dasar terjadi pada Bulan Oktober-Maret/April, di musim ikan tuna tidak banyak. Dalam tabel ini dilihatkan antara musim sedang dan musim puncak. Untuk komoditas Tuna, musim puncak terjadi Bulan September-Desember, sedangkan musim kerapu dan sunu Bulan Januari-April.
142
Tabel 6.11. Pembagian musim puncak dan musim sedang untuk komoditas Tuna dan Ikan Karang Tuna Kerapu/Sunu
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agst
Sept
Okt
Nov
Des
Sumber: Wawancara dengan nelayan (April-Juni 2012); Pembagian musim menurut WWF Wakatobi (Perikanan Karang dan Tuna Lestari di Wakatobi, 2012). Tabel 6.12. Musim produksi berdasar dari informasi nelayan dan data sekunder distribusi ikan karang hidup menurut DKP (2009-2012) Musim
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agst
Sept
Musim puncak Musim sedang Sumber: Hasil wawacara dengan nelayan ikan dasar (ikan konsumsi karang hidup) 2012.
Komoditas ikan konsumsi karang hidup menjadi komoditas yang tidak menentu untuk saat ini, dikarenakan semakin menurunnya hasil tangkapan nelayan, mahalnya perongkosan melaut dan karena faktor cuaca yang tidak menentu dalam tiga tahun terakhir. Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari, istri dari nelayan membuka usaha dengan berhutang kepada kordinator dari sang suami, bank harian ataupun simpan pinjam (seperti sit fund dari COREMAP ataupun program pemerintah, seperti PEMP), maupun bank konvsensional seperti BRI. Bagi mereka yang tidak mempunyai jaminan sertifikat rumah, menghutang ke bank harian. Tingginya bunga bank harian yang diperkirakan sampai 20% setiap hari menyebabkan permasalah secara ekonomi bagi masyarakat Bajo, baik Mola maupun Lamanggau. Pinjaman ke kordinator, mempunyai resiko, suaminya tidak bisa lepas dari ikatan kordinator-nelayan karena panjar. Untuk pinjaman ke simpan pinjam (sit fund) ke-COREMAP, harus mengangsur setiap bulan dengan pendapatan dari hasil tangkapan suaminya yang tidak menentu. Perbedaan pendapatan nelayan berdasarkan dari ikatan struktur ekonomi patron-klien tentunya mempengaruhi sumber pendapat masyarakat dari ketiga tipologi nelayan. Pendapatan dan pengeluaran dalam satu bulan di jelaskan dalam tabel sebagai berikut:
143
Tabel 6.13. Pendapatan dan pengeluaran rumah tangga Nelayan lepas Mola Musim Musim Barat
Pendapatan (perbulan) 7-10 x melaut dalam sebulan @40 liter bbm/ 1 liter Rp. 7000,Rp. ± 7.000.000,-
Pengeluaran (perbulan) ± Rp. 3.500.000,- sampai ± Rp. 6.600.000
Keterangan Untuk keperluan bayar listrik, air dan menyicil perabotan termasuk hutang ke Bank. Biaya perawatan alat produksi. Musim 7-10 x melaut dalam ± Rp. 3.500.000,- sampai Ada juga nelayan yang Timur sebulan @40 liter bbm/ 1 ± Rp. 6.600.000 mempunyai pinjaman ke liter Rp. 7000,Bank, ke Coremap dan Rp. ± 4.000.000,- sampai untuk menyetor motor. Rp. ± 6.500.000,Untuk yang pengeluaran minimal, itu disebabkan belum ada listrik dan pdam. (iuran untuk air bersih 1 dirigen membeli dengan harga Rp. 500,-. Dalam satu bulan iuran membeli air sampai Rp. 20.000,sampai Rp. 30.000,-). Sumber data: Interview pendapatan dan pengeluaran (Tn. (40 Tahun), Dmr, (41 Tahun) Mk, (35 Tahun) 30 Juni 2012); Ksmn (35 Tahun) (22 Juni 2012). Tabel 6.14. Pendapatan dan pengeluaran rumah tangga nelayan “anto pulo” Tongano Barat, nelayan lepas, dibawah kordinator Srfdn. Musim Musim Barat
Pendapatan (perbulan) Pengeluaran (perbulan) Keterangan 10-15 x melaut dalam ± Rp. 3.000.000,- sampai Untuk keperluan bayar sebulan @4-5 liter bbm/ 1 ± Rp. 3.500.000 listrik, air dan menyicil liter Rp. 75000,perabotan termasuk hutang Rp. ± 5.000.000,- sampai ke Bank. Biaya perawatan Rp. ± 6.000.000,alat produksi Musim 10-15 x melaut dalam ± Rp. 3.000.000,- sampai Untuk membiayai Timur sebulan @4-5 liter bbm/ ± Rp. 3.500.000 keperluan anak kuliah, 1 liter Rp. 7500,ataupun sekolah Rp. ± 3.000.000,- sampai Rp. ± 5.000.000,Sumber data: interview pendapatan dan pengeluaran (La Ap, (40 Tahun) La Dn, (41 Tahun) Slhn,(40 Tahun) La And, (55 Tahun) La Mhr, (44 Tahun) La Ung, (48 Tahun) La Dh, (60 Tahun), 30 Juni 2012) Tabel 6.15. Pendapatan dan pengeluaran rumah tangga nelayan di bawah kordinator Bu Hj. Hyt. Mola dan Pak Ling. Musim Pendapatan (perbulan) Pengeluaran (perbulan) Keterangan Musim 10-15 hari dalam sebulan ± Rp. 800.000,- sampai Untuk keperluan bayar Barat @panjar Rp. ± 500.000,± Rp. 1.750.000 listrik, air dan menyicil Rp. ± 1.000.000,- sampai perabotan termasuk hutang Rp. ± 2.000.000,ke Bank. Biaya perawatan alat produksi Musim 10-15 hari dalam sebulan ± Rp. 800.000,- sampai Untuk membiayai Timur @panjar Rp. ± 300.000,- ± Rp. 1.750.000 keperluan anak kuliah, sampai Rp. ± 500.000,ataupun sekolah Rp. ± 800.000,- sampai Rp. ± 1.000.000,Sumber: Olahan data primer, pendapatan dan pengeluaran (di bawah kordinator Bu Hj.Hyt) (Ibu Mnr, Pnd, Tngkng. La Al, Bb, Sing; 22 Juni 2012); Bu Nmb, Bu Jn (di bawah kordinator Pak Ling) (22 Juni 2006). Panjer dari Pak Ling Rp. 500.000,- sampai Rp. 1.000.000,-
144
Dampak komoditas ikan konsumsi karang hidup setidaknya membawa dampak eknomi kaitannya dengan aktifitas produksi penangkapan ikan. Ada tiga hal mendasar sebagai dampak ekonomi, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Terjadinya ikatan hutang melalui ikatan patron-klien antara nelayan kepada kordinatornya. Ikatan hutang tersebut berkaitan dengan modal perongkosan melaut. Selain ikatan hutang kordinator, juga terdapat ikatan hutang dengan bank konvensional, sit fund COREMAP, juga bank harian dengan bunga yang cukup tinggi, sekitar 20%/hari. Hal ini dikarenakan belum adanya badan formal yang memberikan pinjaman untuk keperluan nelayan dalam mendukung usaha penangkapan ikan. 2. Terdapat permasalah mata pencaharian yang mempengaruhi produksi nelayan di Wakatobi. Pertama, permasalah internal, berkaitan dengan kemampuan akses terhadap alternatif mata pencaharian selain menjadi nelayan, terutama untuk komunitas masyarakat Bajo. Tandusnya alam Wakatobi, memaksa sebagian besar masyarakat menggantungkan hidupnya dari sektor perikanan. Persaingan kemampuan modal dan teknologi akan hadirnya nelayan luar Wakatobi, menjadi masalah tersendiri, sehingga menyebabkan stagnansi nelayan Wakatobi dalam keadaan yang relatif tidak berubah. Hal ini terjadi pada sektor perikanan tangkap perikanan laut dalam. Nelayan dari luar Wakatobi lebih mendominasi dalam produksi karena kemampuan modal dan teknologi yang dimilikinya. Kedua, permasalahan eksternal berkaitan dengan faktor alam. Usaha produksi ikan konsumsi karang hidup menjadi usaha yang bersifat uncertainties dan, mengingat kondisi alam yang berubah sejak tiga tahun terakhir. 3. Pendapatan nelayan cenderung dalam posisi yang rendah, baik nelayan lepas, maupun nelayan terikat hutang ataupun panjar. Hal ini disebabkan karena posisi nelayan tidak mempunyai posisi penawaran harga yang lebih tinggi dari kordinatornya. Adapun faktor yang mempengaruhi rendahnya pendapatan, karena mahalnya ongkos BBM, terdapat ikatan hutang baik terhadap kordinator, bank konvensional maupun bank harian dan terkait dengan pola konsumsi nelayan,
145
khususnya nelayan Bajo yang mempunyai sifat konsumtif tinggi. Konsumtif tinggi yang terdapat dalam budaya Bajo, karena mereka tidak mampu mengatur antara pendapatan dan pengeluaran. Nelayan Bajo mempunyai pandangan, uang yang diperoleh hari ini, dihabiskan untuk membeli keperluan yang diinginkan, dan ketika tidak punya uang, mereka menghutang ke kordinatornya. 6.3.
Dampak Ekologi Komodifikasi Ikan Konsumsi Karang Hidup Pengaruh dari komodifikasi ikan konsumsi karang hidup yang
mempunyai nilai ekonomi tinggi menyebabkan terjadinya penggunaan teknologi penangkapan yang mempunyai fungsi efektif dalam produksi. Rasionalitas nelayan dengan menggunakan alat tangkap dan teknologi yang efektif, karena dipengaruhi oleh perongkosan melaut yang mahal dan semakin tidak menentunya sumberdaya perikanan konsumsi karang hidup. Adanya ikatan patron-klien dengan sistem panjar anatara kordinator dan nelayan, memicu produktifitas nelayan dengan penangkapan berlebih dan penggunaan alat tangkap yang merusak. Ikatan patronage ini, disebabkan karena tidak adanya lembaga secara formal yang bisa mendukung biaya perongkosan nelayan dalam melaut (Satria, et.al, 2002:47). Mahalnya BBM seperti solar dan bensin, mendorong nelayan mengikatkan diri dengan cara berhutang panjar ke kordinator. Adapun untuk nelayan bebas, tidak serta merta bebas tidak serta-merta tanpa ikatan hutang, melainkan juga mencari modal pinjaman ke kios/warung sehingga dikenal dengan pinjaman kiosisasi (Satria, Kompas Mei 2012; data penelitian primer, 2012). Bukti adanya overfishing terhadap komoditas ikan konsumsi karang hidup dapat dijelaskan dari hasil tangkapan nelayan yang cenderung mempunyai ukuran ikan semakin mengecil. Disamping itu, disetiap musim didominasi oleh tangkapan Sunu Hitam. Menurut penuturan nelayan, Sunu Hitam sangat mudah ditemukan dalam keadaan air yang tidak terlalu dalam. Sedangkan Sunu Merah itu berada lebih dalam dari Sunu Hitam. Kebiasaan nelayan yang memancing dengan menggunakan pancing umpan, mereka akan mendapat Sunu Hitam lebih banyak daripada Sunu Merah, untuk setiap musimnya. Hal ini sangat berbeda dengan kondisi, pada awal Tahun 2000-an, dimana masih banyak hasil Sunu Merah (Armn, 18 Mei 2012; data penelitian, 2012).
146
Pengaturan harga pasar antara Sunu Merah, Kerapu dan Sunu Hitam, sangat berbeda. Harga tertinggi dimiliki oleh Sunu Merah. Sunu Merah kebanyakan ditangkap di daerah kolam (daerah hole reef yang berada ditengahtengah reef fringed). Nelayan yang bisa mengakses daerah kolam, adalah nelayan yang mempunyai bodi (perahu dengan menggunakan diesel), dan berdaya jelajah jauh. Alat tangkap yang digunakan oleh nelayan bodi adalah dengan menggunakan pancing tonda, kedo-kedo ataupun pancing ulur (hand line). Menurut penuturan Tn, (40 Tahun) (26-28 April, 2012) bahwa, yang sering ditangkap Sunu Merah adalah ketika musim timur. Untuk musim barat, kebanyakan adalah Sunu Hitam. Musim barat adalah musim bertelurnya ikan karang, dengan perhitungan waktu menurut pengetahuan nelayan Bajo, adalah 22 hari di bulan. 22 hari di bulan artinya hari ke-22 menurut perhitungan kalender bulan (penuturan Eppnd, (40 Tahun), 29 Maret 2012). Komoditas ikan konsumsi karang hidup mempunyai modal yang mahal dan kondisi ikan semakin tidak dapat diprediksi dari hasil tangkapannya. Hal ini ditengarai dengan penuturan oleh nelayan, dengan hasil yang tidak menentu setiap melaut. Akan tetapi berdasar dari data sekunder distribusi ikan karang hidup dari DKP Kabupaten Wakatobi, menunjukkan angka yang seimbang bahkan naik. Hal ini dapat diperkirakan bahwa, pelaporan yang dilakukan oleh pihak perusahaan, seperti CV. JM, yang mendatangkan langsung kapal import dari Hong Kong. Menurut penuturan penjaga keramba yang ada di Karang Kaledupa I (Karang Tomia), bahwa Kapal Hong Kong mau bersandar, apabila minimal 3,5 ton untuk keramba Karang Tomia, dan 1,5 ton untuk keramba Karang Kapota (Hndr, 24 April 2012). UD. PMB, dinilai oleh pihak DKP sebagai perusahaan eksportir yang melaporkan secara benar atas distribusi produksi ikan, sedangkan yang lain masih dalam tanda tanya (Sbhn, 4 Juni 2012). Distribusi ikan dari kedua eksportir, CV. JM dan UD. PMB, produksi tertinggi terjadi pada Bulan Oktober-Desember dan untuk Tahun 2012, pihak DKP sudah melakukan pencatatan berdasarkan jenis ikan dasar. Untuk Tahun 2012, produksi tertinggi didominasi jenis sunu hitam.
147
30000 25000 CV. JM
20000
UD. PMB 15000 DD/HYT 10000
APP/RTN
5000 0 2009
2010
2011
2012
Gambar 6.3. Kurva penurunan volume ekspor LRFF (data sekunder dari DKP Wakatobi; 20092012 (Maret).
Mahalnya perongkosan untuk melaut dan terikatnya hutangan terhadap kordinator,
menjadikan
nelayan
melakukan
tindakan
apapun
baik
itu
menggunakan alat tangkap yang ramah lingkungan dan menggunakan alat tangkap yang dilarang. Menurut data wawancara dengan sebagian nelayan, mereka beranggapan ketika turun melaut harus ada hasil sebagai penutup BBM dan ongkos kerja. Nelayan pun akan menangkap ikan karang ukuran apa saja dan apabila ada kordinator yang menyuruh untuk menangkap satwa yang tidak boleh diambil di dalam kawasan, akan ditangkapnya oleh nelayan. Hal ini akan dilakukan selama masih ada yang membeli (menampung) dan masih ada yang memberikan permodalan alat tangkap serta menjamin keamanan nelayan akan penggunaan alat tangkap yang tidak boleh oleh pemerintah termasuk oleh aturan konservasi Taman Nasional Wakatobi. Perbedaan hasil tangkapan menurut Pak Mtrng, 53 Tahun (2 Mei 2012), antara musim barat dan musim timur, sangat berbeda. Apabila musim barat, kami nelayan disni bisa mendapat 20kg- 30kg dalam satu musim, dan penghasilan bersih sudah termasuk potongan panjar kurang lebih diatas satu jutaan, sedangkan kalau musim timur pendapatnnya hampir setengah dari musim barat, kami biasanya hanya dapat 10kg-20kg ikan , dengan penghasilan di bawah satu juta bersih.
148
Terbukti masih ada pelanggaran penggunaan alat tangkap yang bersifat merusak, masih ditemukannya praktek praktek illegal fishing dan ditemukannya pula perdagangan satwa yang dilindungi, baik secara sembunyi maupun secara terbuka dengan dijual di pasar tradisional. 6.4.
Dampak Kebijakan Komodifikasi Ikan Konsumsi Karang Hidup Belum terakomodasinya secara kebijakan mengenai pengaturan ikan
konsumsi karang hidup menjadikan pola praktek-praktek perikanan yang mengarah adanya penurunan sumberdaya yang tidak berlanjut. Ketidakberlanjutan daya dukung sumberdaya ikan dasar ini karena adanya kegagalan pasar. Kegagalan pasar disebabkan oleh berfungsinya pasar secara maksimal sehingga tidak terdapat keseimbangan antara memanfaatkan dengan upaya memperbaiki (menjaga) sumberdaya agar tetap seimbang. Kebijakan perikanan belum menyentuh secara mendalam mengenai komoditas ikan konsumsi karang hidup. Merunut pengamatan di lapangan, ikan karang mempunyai sifat endemik dalam kawasan karang, artinya ikan karang bukan ikan yang bersifat bergerak bebas dalam jangkaun yang jauh, akan tetapi hanya berada dalam kawasan karang dimana terdapat ekosistem karang tersebut. Ikan karang yang berada di Wakatobi, tidak bisa bermigrasi pindah ke terumbu karang di perairan utara Pulau Jawa. Absennya peraturan secara spesifik tentang perikanan karang, menjadikan penafsiran masyarakat yang multi tafsir. Napoleon masih di perbolehkan ditangkap dan diatur dengan perijinan dengan sistem quota. Tetapi di dalam kawasan tidak boleh ditangkap karena berkaitan dengan konservasi sumber karang, akan tetapi dalam spesies potensial kawasan konservasi Wakatobi bukan merupakan spesies yang dilindungi. Hal ini menjadikan beberapa pengusaha masih mempunyai akses penangkapan Napoleon tersebut. Pembatasan quota tangkap belum diberlakukan terhadap komoditas ikan karang, baik dalam jumlah volume ataupun jumlah ukuran minimum ikan yang diperbolehkan. Sehingga dikhawatirkan akan mengganggu regenerasi ikan karang. Ikan karang mempunyai sifat androgini atau hemaphrodit, yang pada usia muda
149
mempunyai kelamin betina dan pada usia tertentu (dewasa) akan berubah menjadi jantan. Penetepan kawasan konservasi dan pembangunan daerah yang bertumpu pada sektor perikanan akan menjadi bertolak belakang dengan agenda utama konservasi apabila tidak terdapat pengaturan yang menjamin sistem ekonomi (livelihood) masyarakat dan aturan konservasi, ataupun pengaturan tersebut masih terdapat tumpang tindih. Sehingga implikasi di lapangan akan mengalami hambatan, berkaitan dengan komodifikasi yang terdapat penekanan akan permintaana pasar secara terus menerus. Aturan antara Taman Nasional dengan DKP terjadi tumpang tindih kebijakan. Konservasi termasuk di dalamnya species diatur oleh Taman Nasional, kegiatan perikanan di atur oleh DKP. Komoditas ikan konsumsi karang hidup membawa setidaknya 3 persoalan yang terjadi di kawasan Taman Nasional Wakatobi, yaitu : 1). Ditetapkannya kawasan Taman Nasional yang menggunakan sistem zonasi, 2). Terdapatnnya DPL dari Coremap, 3).Tumpah tindihnya pengeloaan Konservasi oleh Taman Nasional, dan Perikanan oleh DKP sehingga memunculkan praktek-praktek IUU Fishing yang melekat pada komoditas ikan konsumsi karang hidup. 6.4.1. Jaringan
Pengaman/Prosecution
(risk
of
insurance)
networks
Komoditas Ikan Konsumsi Karang Hidup Jaringan penangkapan yang melibatkan kordinator dan nelayan, semakin lama semakin bertambah jumlahnya. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan penangkapan. Menurut penuturan Gn, (29 Tahun) penjaga keramba Karang Tomia UD. PMB, mengatakan bahwa saat ini yang paling nanyak di tangkap adalah Sunu Hitam. Kebanyakan juga ditangkap dibawah ukuran 600 gram. Hal ini pun di perkuat oleh keterangan dari nelayan, Mtrrng, bahwa dalam menangkap sehari, hampir semuanya adalah susnu hitam, kalau dapat sepuluh, 2 atau 3 ekor masuk ke ukuran super, sedangkan yang lainnya adalah baby. Akibat menurunnya sumberdaya perikanan karang, sehingga nelayan berani menggunakan alat tangkap apapun termasuk yang bersifat destructive fishing, yang penting bisa menghasilkan. Terutama pada saat musim timur. Salah satu adalah My, nelayana Tdd. yang ketika musim timur, menggunakan potassium untuk menangkap ikan dasar, khususnya Napoleon. Di dalam kawasan tidak 150
tidak diperbolehkan untuk menangkap Napoleon23. Adapun hal ini masih sering dilakukan oleh nelayan, karena ada yang membeking (back up) dalam tindakan tersebut. Mereka yang berada di belakang tindakan illegal fishing tidak lain ada oknum TNI AL, Polisi Polsek; Koramil dan juga DKP. Salah satu oknum TNI adalah salah satu pembeli ikan karang hidup dan Napoleon dan menjual ke CW (PT. BM). Rt. juga menjadi kordinator untuk Napoloen. Adapun aparat yang ikut melakukan bisnis illegal adalah, kordinator Sr. untuk Tomia yang juga adalah oknum aparat24. Oknum koramil Tomia dan oknum polsek Kaledupa Induk juga ikut berperan dalam bisnis ikan ikan karang tersebut25.
Permasalahan selanjutnya, bahwa terjadi pengawasan loding yang
seharusnya menjadi pengawasan hanya oleh DKP (sub bag pengawasan) pun ikut melakukan tindakan pengawasan. Seperti ketika UD. PMB Loading, Pak Srhmn adalah kepala Karantina Kesehatan Pelabuhan yang berfungsi untuk mengawasi tentang kesehatan awak kapal dan kesehatan makanan (bekal) di dalam kapal. Seharusnya Karantina Kesehatan Pelabuhan tidak ada sangkut pautnya dengan pengawasan loding. Akan tetapi KKP ingin ikut mengontrol loding karena berkaitan dengan alasan kesehatan dan keselamatan awak kapal. Untuk karamba UD. PMB di Wanci, setiap bulan membayar retribusi ke Desa Liya Bahari untuk retribusi keramba yang di dirikan di wilayah laut desa. Setiap bulan, kami membayar Rp. 350.000,-.26 Setiap kali loding, penjaga keramba membayar harga dasar penetapan ikan untuk dapat mempunyai surat ijin keterangan asal ikan. Setiap mengurus perijinan loding, sudah di masukan volume loding dengan keramba di Tomia. Mereka membayar perijinan penetapan harga ikan 6% dari harga ikan membeli dari nelayan dan perijinan lainnya yang meliputi
23
Wawancara dengan My, (20 Tahun) 21 Mei 2012. Wawancara dengan U. Kn (56 Tahun) (1 Juni 2012). 25 Wawancara dengan Eff. (50 Tahun) (25 Juni 2012), kepercayaan Ap., pengusaha dari Bali, yang mengatakan bahwa, urusan dengan nelayan semuanya ada di Rt. Eff. menyebutkan siapa saja yang menjadi kordinator ikan hidup dan menyetor kepadanya, diantaranya adalah Tdd, oknum Koramil, oknum Polsek, dan Sr., kordinator dan juga oknum. Eff. menyebutnya dengan orang kita. 26 Wawancara dengan Im (30 Tahun) kepala keramba Wanci (24 Maret, 2012); 24
151
perijinan ke syahbandar, karantina kesehatan pelabuhan, DKP (masing-masing sebesar Rp. 25.000,-)27. Hal ini berbeda dengan setiap loding di keramba yang ada di Tomia (UD. PMB). Dalam setiap loding kami selalu membayar kurang lebih Rp. 200.000,untuk pengamanan dari Syahbandar dari Tomia (Usuku) dan orang pintar (tokoh masyarakat) dari Pulau Lentea (Wawancara dengan Ag., (20 Tahun) 2 Juni 2012). Untuk keramba CV. JM, kadang kami mendapati pemeriksaan, baik dari Jagawana TN. Wakatobi, dari Polisi maupun TNI AL. Dalam pengawasannya tak jarang petugas meminta pengganti bensin atau uang rokok. Hal ini terjadi di setiap keramba milik eksportir. Untukkejadian di keramba CV. JM Tomia, sering didatangi polisi dalam jangka waktu setiap bulan atau dua bulan sekali, terutama dari polsek Tomia. TNI AL, juga sering datang dan Jagawana. Akan tetapi Jagawan lebih sopan daripada TNI atau Polisi (Wawancara dengan Smd (45 Tahun) (24 April 2012) dan Hndr (39 Tahun) (26 April 2012)). Risk of insurance sebagai biaya tanggap resiko merupakan jejaring pengaman di tahap penangkapan di lapangan sampai pada tahapan distribusi (ekspor ke Hong Kong). Jejaring pengaman pada level penangkapan di lapangang setidaknya ada beberapa aktor/pejabat pemerintah yang terlibat sebagai jaringan pengaman adalah : Tabel 6.16. Aktor dalam Jaringan Pengaman (prosecution networks) Aktor
Peran
TNI AL (oknum)
Sebagai pengawas; Adapula yang menjadi kordinator maupun backing pengusaha
Polisi(oknum)
Sebagai pengawas; Ada beberapa yang menjadikordinator maupun backing pengusaha
Besaran retribusi Uang rokok/pengganti bensin.
Uang rokok/pengganti bensin
Keterangan Untuk kegiatan pengawasan, AL kadang meminta pengganti bensin/ uang rokok. Kadang meminta ikan beberapa ekor (keterangan dari Hndr (27 April 2012). Untuk yang menjadi kordinator, terlibat dengan bisnis Napoleon (keterangan dari Ids, 26 April 2012; Udn Knsng (1 Juni 2012). Untuk kegiatan pengawasan, AL kadang meminta pengganti bensin/ uang rokok. Kadang meminta ikan beberapa ekor (keterangan dari Hndr (27 April 2012). Untuk yang menjadi kordinator terlibat juga sebagai pengaman, terlibat dengan bisnis Napoleon, bisnis ikan dasar dengan
27
152
Wawancara dengan Gn (29 Tahun) penjaga keramba UD. PMB, 25 Mei 2012
Karantina Kesehatan Pelabuhan
Sebagai pengawas
Rp. 25.000,-
Aktor
Peran
Masyarakat (tokoh berpengaruh)
Keamanan keramba
Besaran retribusi Rp.200.000,sampai Rp. 350.000,-
Syahbandar
Sebagai pengawas
Rp. 25.000,(Wanci); Rp. 50.000,- Tomia Rp. 25.000,-
memainkan harga dengan keramba (keterangan dari Eff., (26 Juni 2012); Slhn dan La Dn (25 Juni 2012). Informasi dari Gn (25 Mei 2012), bahwa setiap kali loding; uang untuk syahbandar, Karantina kesehatan; DKP semunya Rp. 25.000,- dan itu semua DKP yang mengatur. Keterangan Keterangan dari Imam 24 Maret 2012, kami membayar Rp. 350.000,- sebagai retribusi ke Desa Liya Bahari, karena masuk wilayah desa tersebut; pungutan Syahbandar Rp. 50.000,- dan orang pintar Pulau Lentea Rp. 200.000,- ketika setiap loding ikan di keramba Tomia Ag. (2 Juni 2012); Informasi dari Gn dan Ag.
DKP (Perijinan dan Sebagai pengawas Informasi dari Im dan Gn penawasan) dan perijinan Sumber data: Pengamatan dan Wawancara dengan informan kunci (Maret-Juni 2012).
Untuk permasalahan perijinan, semuanya tergantung dari lobi antara
pengusaha dengan DKP dan di puncak keputusan ada di Bupati. Banyak pengusaha perikanan di Wakatobi terutama kordinator yang berasal dari Wakatobi itu sendiri mengeluh tentang permasalahan perpanjangan perijinan seperti SIPI dan SIUP serta penetapan harga dasar yang merupakan keputusan Kepala Daerah Wakatobi. Untuk pengurusan perijinan maupun perpanjangan perijinan SIPI dan SIUP sangat sulit dan lama. Biaya dalam pengurusan tersebut untuk SIUP Rp. 600.000,-, dan SIPI Rp. 600.000,-. Akan tetapi apabila mau cepat selesai harus ada uang yang melobi agar dipercepat, dan bisa mencapai Rp. 1 juta untuk pengurusan SIUP dan SIPI. Proses ini meliput pendaftaran di DKP, kemudian ke Perijinan dan terakhir ke Bupati. Hal ini yang kadang membuat pengusaha malas untuk mengurus sendiri, dan akhirnya menggunakan jasa perijinan dari DKP28.
Permasalahan yang berikutnya adalah penetapan tentang harga dasar ikan
yang merupakan keputusan Bupati. Untuk di Wakatobi, sampai saat ini masih 28
Wawancara dengan M. Kll (40 Tahun) (8 April 2012); Rtn (29 Tahun) dan Andr (35 Tahun) (20 April 2012)
153
memakai penetapan harga menurut keputusan Bupati Tahun 2005, dan belum pernah ada perubahan sampai Tahun 2012. Hal ini menjadi permasalahan untuk pengusaha dan sangat memberatkan, karena ada dua standar harga dasar yang diterapkan di lapangan29. Dalam usaha komoditas ikan konsumsi karang hidup, mulai dari penangkapan sampai dalam tahapan ekspor itu ada biaya resiko yang diluar ongkos produksi. Menurut, Hr. Prnm (16 Juli 2012); dari mulai penangkapan ada pungutan A sampai Z sampai mau diekspor. Pungutan tersebut sampai puluhan juta jumlahnya. Pejabat-pejabat terutama pejabat TNI atau Polisi mengetahui bahwa komoditas ini adalah komoditas yang bernilai tinggi. Tak jarang aktoraktor ini meminta uang baik untuk kebutuhan korps nya ataupun kebutuhan pribadinya. Risk of insurance dalam jaringan pengaman ini menjadikan munculnya fenomena rent seeking yang dilakukan oleh pejabat pemerintah.
29
Wawancara dengan staff DKP (2 Juni 2012); kemudian Ids (30 Tahun) (salah satu perwakilan untuk kordinator ikan pelagis, Dd (...), menanyakan tentang permasalahan retribusi yang dilakukan oleh petinggi (kadis) DKP dan Bupati. Dalam diskusi protes tersebut Ids menyakan bahwa aturan yang berlaku tentang retribusi harus direvisi. Penetapan harga dasar sangat memberatkan pengusaha perikanan. Karena tidak mengikuti fluktuasi harga di pasar. Kemudian Ids menjerlaskan tentang permasalahan perijianan menjadi hal yang perlu ditinjau ulang (15 Mei 2012).
154