BAB V ANALISIS
Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas ekosistem dan analisis mengenai kemanfaatan pemetaan entitas – entitas ekosistem dalam perspektif pembangunan wilayah pesisir.
5.1.
Analisis
mengenai
Komponen-komponen
Utama
dalam
Pembangunan Wilayah Pesisir Pada wilayah pesisir terdapat komponen-komponen yang merupakan dasar untuk merencanakan pembangunan wilayah pesisir. Komponen-komponen tersebut adalah komponen ekonomi-sosial-budaya-hukum, komponen kewilayahan, komponen ekosistem, komponen pengelolaan daerah aliran sungai, dan komponen oseanografi pantai dan estuari. Kelima komponen tersebut mempunyai keterkaitan yang erat satu sama lain, sehingga dalam pembangunan wilayah pesisir kelima komponen ini harus dilibatkan secara terpadu. Maksud terpadu ini adalah memandang komponenkomponen tersebut sebagai satu kesatuan yang utuh sehingga pembangunan wilayah pesisir dilakukan secara terpadu mulai dari hulu hingga ke hilir.
5.1.1. Analisis mengenai Komponen Ekonomi, Sosial, Budaya, Hukum Komponen ekonomi menekankan bagaimana menjadikan wilayah pesisir memiliki nilai prospektif dan dapat menjadi sumber nafkah dan sumber kesempatan kerja. Unsur utama dari komponen ekonomi adalah produksi barang dan jasa, tingkat pendapatan dan kesejahteraan nelayan. Pengolahan sumber daya alam pesisir memerlukan teknologi dan modal, sehingga peningkatan produk barang dan jasa dapat meningkatkan tingkat perekonomian yang merakyat. Komponen sosial adalah bagaimana mengurangi sedikit demi sedikit paradigma mengenai kemiskinan masyarakat wilayah pesisir melalui pelaksanaan pembangunan yang bertumpu pada desa-desa di wilayah pesisir. Kondisi sosial masyarakat pesisir cukup memprihatinkan. Hal ini ditunjukkan dengan rendahnya tingkat pendidikan dan kesehatan masyarakatnya. Selain itu akses terhadap sarana dan prasarana ekonomi, seperti perbankan pun rendah.
87
Rendahnya pendidikan masyarakat menyebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap potensi sumber daya pesisir yang dapat dimanfaatkan secara berkesinambungan untuk meningkatkan pendapatan. Pemberdayaan masyarakat pesisir berkaitan dengan komponen budaya, yaitu memperkuat sikap atau cara pandang bahwa potensi wilayah pesisir dapat dimanfaatkan secara optimal apabila peran masyarakat pesisir diikutsertakan secara aktif, sebagai pelaku utama pembangunan. Komponen hukum dikaitkan dengan produk-produk hukum berupa peraturan daerah yang mencakup pengaturan tentang eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumberdaya kewilayahan di wilayah pesisir dan laut, pengaturan kepentingan administrasi, pengaturan tata ruang, penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh pemerintah dan bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan negara (Pasal 10 ayat 2 UU No. 32 Tahun 2004) [Fitria, 2007].
5.1.2. Analisis mengenai Komponen Kewilayahan Untuk membangun suatu wilayah diperlukan perencanaan. Perencanaan tersebut memerlukan informasi yang dapat diperoleh antara lain melalui peta. Peta adalah gambaran dari unsur-unsur di muka bumi di atas bidang datar dalam bentuk simbol-simbol dan menurut suatu skala tertentu [SULASDI, 2006]. Suatu peta memuat unsur-unsur informatif tentang batas administratif dan batas wilayah, sehingga untuk keperluan pembangunan suatu wilayah dapat diketahui dimana lokasi pembangunan dalam perspektif ruang. Kegiatan pembangunan wilayah pesisir dalam perpektif daerah sangat memerlukan
adanya
informasi
mengenai
potensi
sumber-sumber
daya
kewilayahan sehingga berdasarkan informasi tersebut dapat dibuat perencanaan pembangunan
yang
akurat
dan
menyeluruh,
memperhitungkan
dampak
pembangunan antara satu sektor dengan sektor lainnya.
5.1.3. Analisis mengenai Komponen Ekosistem Berdasarkan sifatnya, ekosistem pesisir bersifat alami dan buatan. Ekosistem alami yang terdapat di wilayah pesisir adalah hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun, rumput laut, pantai berpasir, pantai berbatu, pantai berlumpur serta laguna dan estuari. Sedangkan ekosistem buatan adalah tambak, 88
sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan industri dan kawasan pemukiman. Interaksi darat-laut dalam wilayah pesisir menyangkut dua ekosistem, yaitu ekosistem darat terhadap ekosistem laut, dan sebaliknya. Terjadinya pertemuan air laut dan air tawar menciptakan ekosistem yang kaya, produktif dan beragam. Kaitan antara ekosistem dengan pembangunan yang perlu diperhatikan adalah apakah telah ada kegiatan yang mendukung pelestarian lingkungan sebagai sumber kehidupan. Bagaimana mengoptimalkan peran para pemanfaat sumber daya tanpa melampaui batas sehingga berdampak pada kualitas lingkungan. Bagaimana kondisi perairan sebagai parameter kualitas lingkungan, sejauh mana kerusakan lingkungan yang telah terjadi. Masyarakat pesisir adalah pihak yang pertama terkena dampak kerusakan ekosistem ini, sehingga masyarakat pesisir seharusnya memainkan peran utama dalam kegiatan pelestarian ekosistem.
5.1.4. Analisis mengenai Komponen Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Daerah Aliran Sungai merupakan daerah yang menghubungkan daratan di hulu dengan kawasan pesisir, sehingga pencemaran di kawasan hulu akan berdampak pada kawasan pesisir (UNEP, dalam Widiastuti, 2004). Unsur pesisir dan DAS tidak dapat dipisahkan dalam konteks pembangunan kewilayahan secara keseluruhan dimana wilayah pesisir dan DAS juga merupakan bagian wilayah yang berperan penting dan strategis, baik ditinjau dari segi ekologi maupun ekonomi. Kegiatan-kegiatan di DAS mulai dari hulu hingga daerah muara dan pantai seperti pertanian, pemukiman dan industri berpotensi menimbulkan pencemaran yang berasal dari limbah dan sampah yang dihasilkan. Pencemaran tersebut dapat mempengaruhi kualitas perairan di wilayah muara dan pantai.
5.1.5. Analisis mengenai Komponen Oseanografi Pantai dan Estuari Keadaan fisik wilayah pesisir terutama pantai dan estuari akan sangat dipengaruhi oleh komponen oseanografi pantai dan estuari. Komponen ini akan berperan dalam pembentukan jenis pantai dan lebih jauh lagi akan menentukan bagaimana pembangunan yang sesuai yang dapat dilakukan di suatu wilayah pesisir. 89
5.2.
Analisis mengenai Pemetaan Entitas-Entitas Ekosistem Skema besar pemetaan entitas-entitas ekosistem mangrove yang diperoleh dari
pembahasan bab III didasarkan dari pertimbangan-pertimbangan berikut ini : 1. Parameter lingkungan penentu keberlangsungan hidup ekosistem agar dapat hidup optimal. 2. Kemanfaatan entitas pemetaan dalam mendukung pencapaian tujuan pembangunan wilayah pesisir. 3. Mengetahui dampak yang berpotensi untuk terjadi yang disebabkan oleh entitas tertentu tidak dalam kondisi yang sehat.
Apabila entitas-entitas penentu keberlangsungan hidup ekosistem tidak mendukung, maka yang terjadi adalah kerusakan kondisi ekosistem. Jika ekosistemnya rusak, maka sumber daya yang dikandung pun ikut hilang sehingga tidak bisa dimanfaatkan untuk mendukung pembangunan wilayah pesisir. Selain itu, penentuan entitas-entitas yang harus dipetakan juga didasarkan pada kemanfaatannya dalam mendukung pembangungan wilayah pesisir. Jika diketahui kemanfaatan masing-masing entitas bagi tercapainya tujuan pembangunan wilayah pesisir, maka diharapkan keberadaan informasi mengenai entitas tersebut dapat berkontribusi efektif untuk menyukseskan pembangunan. Sehingga dapat dikatakan bahwa metode pemetaan entitas-entitas ekosistem yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah didasarkan pada faktor-faktor yang terlibat atau berpengaruh dalam mempertahankan kondisi suatu ekosistem sehingga dapat secara kontinyu mendukung proses pembangunan wilayah pesisir secara berkelanjutan.
90
5.3.
Analisis mengenai Kemanfaatan Pemetaan Entitas – Entitas Ekosistem dalam Perspektif Pembangunan Wilayah Pesisir Seringkali manusia tidak menyadari apa yang dilakukannya sampai
mengalami sendiri dampak yang terjadi. Analisis mengenai kemanfaatan pemetaan entitas-entitas ekosistem dalam perspektif pembangunan wilayah pesisir pada tugas akhir ini akan mengambil contoh beberapa dampak aktivitas manusia pada wilayah pesisir yang tidak memperhatikan entitas-entitas ekosistem. Limbah pertanian, industri, dan rumah tangga yang dibuang ke laut, pengerukan lumpur, lalu lintas perahu yang padat, dan lain-lain kegiatan manusia dapat mempunyai pengaruh yang merusak lamun. Di tempat hilangnya padang lamun, perubahan yang dapat diperkirakan menurut Fortes dalam www.ipb.ac.id, yaitu: 1. Reduksi detritus dari daun lamun sebagai konsekuensi perubahan dalam jaring-jaring makanan di daerah pantai dan komunitas ikan. 2. Perubahan dalam produsen primer yang dominan dari yang bersifat bentik yang bersifat planktonik. 3. Perubahan dalam morfologi pantai sebagai akibat hilangnya sifat-sifat pengikat lamun. 4. Hilangnya struktural dan biologi dan digantikan oleh pasir yang gundul
91
Banyak kegiatan atau proses dari alam maupun aktivitas manusia yang mengancam kelangsungan hidup ekosistem lamun seperti Tabel berikut: Tabel xx. Dampak kegiatan manusia pada ekosistem padang lamun (Bengen, 2001) Kegiatan
Pengerukan dan pengurugan yang berkaitan dengan pembangunan areal estate pinggir laut, pelabuhan, industri, saluran navigasi
Pencemaran limbah industri terutama logam berat, dan senyawa organolokrin
Dampak Potensial •
Perusakan total padang lamun
•
Perusakan habitat di lokasi pembuangan hasil pengerukan
•
Dampak sekunder pada perairan dengan meningkatnya kekeruhan air, dan terlapisnya insan hewan air.
•
Terjadinya akumulasi logam berat padang lamun melalui proses biological magnification
•
Dapat terjadi eutrofikasi yang mengakibatkan blooming perifiton yang menempel di daun lamun, dan juga meningkatkan kekeruhan yang dapat menghalangi cahaya matahari
•
Pencemaran pestisida dapat mematikan hewan yang berasosiasi dengan padang lamun
•
Pencemar pupuk dapat mengakibatkan eutrofikasi.
•
Lapisan minyak pada daun lamun dapat menghalangi proses fotosintesis
Pembuangan sampah organik
Pencemaran limbah pertanian
Pencemaran minyak
92