5 TEKNOLOGI PENANGKAPAN CUCUT DAN PARI DI LAUT JAWA 5.1 Pendahuluan Komisi Pengkajian Stok Ikan Indonesia pada tahun 2001 menyatakan bahwa potensi lestari ikan demersal 375.200 ton per tahun, namun perkiraan stok cucut dan pari dan tingkat pemanfaatannya belum diketahui. Cucut dan pari umumnya didaratkan di pusat-pusat pendaratan ikan di pantai utara Jawa. Alat tangkap yang selama ini digunakan untuk menangkap cucut dan pari adalah arad/cantrang/ dogol (boat seine), jaring insang (gillnet), jaring tramel (trammel net), rawai dasar (bottom long line), perangkap, bubu dan lainnya. Ikan cucut dan pari termasuk dalam sub group elasmobranchii, yang mencakup 1100 jenis dan merupakan jumlah species terbesar dari jenis-jenis ikan laut (Compagno, 2001). Berbagai penelitian cucut dan pari menunjukkan bahwa ikan-ikan tersebut memiliki laju pertumbuhan sangat lambat, tingkat kedewasaan yang lambat, dan jumlah fekunditas yang sedikit dibadingkan ikan-ikan bertulang sejati (Camhi et al., 1998). Selain itu, cucut dan pari memiliki jumlah anak yang sedikit (Smith et al., 1988) dan sangat rentan terhadap laju kematian karena penangkapan (Hoenig dan Gruber, 1990). Oleh karena itu, populasi cucut dan pari hanya dapat terpelihara dengan mengontrol tingkat upaya penangkapan yang tidak mengganggu jumlah sediaannya (Camhi et al., 1988; Musick et al., 1993; Cortes, 2000). Penurunan populasi cucut dan pari berlangsung sangat cepat dan sulit untuk pulih kembali dibandingkan dengan ikan bertulang sejati (Sminkey dan Musick,1995; 1996). Konsekuensinya adalah pengelolaan perikanan cucut dan pari harus segera dilakukan (Musick, 2003). Namun demikian pengelolaan cucut secara khusus belum banyak dikembangkan di dunia (Bonfil, 1994). Selanjutnya suatu pola pengelolaan yang dapat menjaga sumberdaya cucut dan pari dari kepunahan sangat dibutuhkan (Anderson, 1990; Hoff dan Musick, 1990). Di perairan Atlantik Utara, ikan cucut telah dieksploitasi sejak tahun 1935, penangkapannya berskala industri dan rekreasi, tiga puluh jenis cucut dieksploitasi secara intesif dari berbagai negara seperti Prancis, Inggris, Irlandia, Norwegia dan Spanyol (Pawson dan Vince, 1999). Selanjutnya Joyce (1999) melaporkan sembilan belas jenis cucut dieksploitasi sebagai hasil tangkapan samping di perairan Canada, alat tangkap yang dominan adalah
long line.
75
Penangkapan ikan cucut secara komersial di perairan Amerika serikat dimulai tahun 1944 (perang Dunia II), tiga puluh sembilan jenis cucut dieksploitasi secara intensif, termasuk jenis cucut laut dalam (Branstetter, 1999). Statistik Perikanan Indonesia mencatat paling sedikit ada sebelas jenis alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan cucut dan pari di Laut Jawa. Kesebelas alat tersebut adalah payang (lampara net), dogol (boat seine), pukat pantai (beach seine), jaring insang hanyut (drift gillnet), jaring insang tetap (bottom-set gillnet), jaring trammel (trammel net), rawai dasar (bottom long line), rawai tuna (tuna long line), pancing tangan (hand line), sero (guiding barrier) dan bubu (portable traps). Alat tangkap ikan cucut dan pari dapat diklasifikasikan menjadi alat tangkap aktif dan pasif. Klasifikasi ini didasarkan pada tingkah laku ikan yang menjadi target penangkapan dan hubungannya terhadap alat tangkap. Bjordal (2002) menjelaskan teknik evaluasi terhadap berbagai alat tangkap cucut dan pari, dengan tujuan memberikan alternatif peraturan alat tangkap secara ilmiah, hasil evaluasi ini menunjukan bahwa alat tangkap trawl udang merupakan alat dengan indeks dampak terhadap ekosistem yang terburuk. Di Indonesia pada awalnya komoditas cucut dan pari tidak mendapat perhatian serius. Hal ini karena komoditas cucut
tidak memiliki nilai harga
ekonomis yang tinggi seperti ikan kakap, kerapu, tuna ataupun udang. Ikan cucut yang ikut tertangkap alat tangkap tersebut umumnya hanya digunakan untuk bahan ikan asin atau di beberapa daerah mengolahnya menjadi ikan asap. Akhirakhir ini komoditas ikan cucut telah berubah nilai ekonomisnya setelah ada peningkatan permintaan sirip dan daging untuk bahan makanan, kulit untuk bahan baku fesyen (tas, dompet dan sepatu). Hal ini memicu nelayan untuk memburunya secara lebih intensif. Musick (2003) menjelaskan ikan cucut dan pari hampir seluruh tubuhnya dimanfaatkan, mulai dari sirip, daging, kulit liver baik sebagai makanan maupun diekstrak menjadi vitamin, dan ada juga yang memanfaatkan cucut dan pari sebagai obyek wisata bahari. Jika awalnya produksi ikan cucut dari perairan Indonesia terus meningkat, namun sejak tiga tahun terakhir ini ada kecenderungan penurunan khususnya dari Laut Jawa.
produksi dari hasil tangkapan cucut dan pari
76
Bab ini menyajikan teknologi penangkapan dan pemanfaatan ikan cucut dan pari di Laut Jawa berdasarkan studi pustaka dan pengamatan lapang, dalam periode waktu mulai April 2001 sampai Desember 2004. Lokasi penelitian adalah sentra produksi ikan cucut dan pari di sepanjang pantai utara Jawa. Penelitian ini memiliki dua tujuan yaitu: 1) Mendapatkan data secara rinci tentang jenis-jenis alat tangkap, daerah penangkapan dan pemanfaatan cucut dan pari yang ada di perairan Laut Jawa. 2) Membandingkan jumlah dan jenis cucut dan pari menurut jenis alat tangkap yang dipakai nelayan. Tujuan penelitian ini dilandasi dengan hipotesis bahwa berbagai jenis alat tangkap ikan cucut dan pari mempunyai komposisi hasil tangkapan yang berbeda di Laut Jawa. 5.2 Bahan dan metode 5.2.1 Waktu dan tempat penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laut Jawa dengan daerah sampling sepanjang Pantai Utara Jawa, yang mewakili wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Basis lokasi penelitian ini adalah pusat-pusat pendaratan ikan cucut dan pari yang berada di Jakarta (Muara Angke dan Muara Baru), Indramayu (Indramayu dan Cirebon) Tegal, Juana, dan Brondong. Waktu penelitian dimulai dari bulan April 2001 sampai Desember 2004. Secara lebih spesifik, lokasi tersebut adalah TPI dengan produksi cucut dan pari yang tinggi dan jumlah kapal penangkap yang banyak dan kontinyu Penelitian ini dilaksanakan oleh tim gabungan dan merupakan kerjasama dari berbagai instansi dalam dan luar negri antara lain : CSIRO Marine Science Auatralia, Murdoch University Perth Australia, Pusat Penelitian Oseanologi LIPI (P3O LIPI), dan Balai Riset Perikanan Laut Jakarta. Kegiatan penelitian ini juga dibantu observer, enumerator dan teknisi. 5.2.2 Pengumpulan data Spesifikasi unit penangkapan ikan, terutama alat tangkap dan kapal, secara khusus diperoleh dari sampel kapal/perahu yang menangkap cucut dan pari.
77
Penelitian kapal/perahu ini tidak dilakukan secara random, tetapi lebih pada pendekatan kemudahan praktis (purposive sampling), mengingat kesempatan untuk menjumpai kapal tersebut tidak selalu ada. Kapal/perahu yang di teliti terutama yang bersandar di pelabuhan dan awak kapal bersedia di wawancarai. Jumlah kapal yang diteliti di setiap pelabuhan berkisar 20 sampai 100 unit. Untuk setiap perahu tersebut diperoleh data dan informasi tentang spesifikasi alat atngkap (fishing gear), dimensi kapal (fishing boat), daerah penangkapan (fishing ground), dan bentuk pemanfaatan ikan. Selain itu, survei laut juga dilakukan pada beberapa kapal penangkap. Dari masing-masing jenis kapal tersebut dipilih secara acak untuk diikuti kegiatan operasionalnya di laut. Pada kegitatan penelitian di laut ini, juga dilakukan pengamatan sampel hasil tangkapan ikan dikapal. Kegiatan pengamatan ini dibantu observer, enumerator dan teknisi. 5.2.3 Analisis data Data teknis alat tangkap mencakup dimensi, jenis material yang digunakan, serta spesifikasi untuk setiap tipe alat tangkap.
Efektifitas dan
efisiensi penangkapan dianalisis berdasarkan hubungan antara dimensi alat, cara pengoperasian dan hasil tangkapan. Data ukuran panjang ikan yang dikumpulkan akan dikelompokkan berdasarkan kelas panjang untuk mengetahui kisaran panjang atau lebar cawan yang tertangkap pada setiap alat tangkap. Untuk menghitung jumlah jenis dan komposisi hasil tangkapan masing – masing alat tangkap dilaksanakan dengan menggunakan program microsoft excel. Komposisi dihitung berdasarkan proporsi masing-masing jenis ikan cucut dan pari menurut jenis alat, dan juga secara total. Untuk memudahkan interpretasi data, masing-masing jenis dan komposisi yang tertangkap pada setiap alat tangkap disajikan dalam bentuk tabel dan grafik atau gambar. Hasil tangkapan per unit upaya (CPUE) masing-masing alat tangkap dihitung dari data statistik perikanan. Satuan upaya yang digunakan adalah unit alat tangkap, satuan hasil tangkapan digunakan ton. Walaupun beberapa alat tangkap menangkap cucut dan pari tidak sebagai target utama, namun asumsi yang dipakai adalah semua alat mempunyai peluang menangkap elasmobranchii. Selanjutnya CPUE masing-masing alat tangkap yang telah di dapat distandarisasi
78
terhadap alat tangkap yang mempunyai CPUE terbesar. Dari standarisasi tersebut diperoleh nilai indeks kemampuan tangkapnya (catchability coefficient). Analisis
teknologi
penangkapan
berwawasan
lingkungan
dalam
pengembangan perikanan cucut dan pari dilakukan untuk menilai indeks dampak lingkungan dengan metode Bjorjal (2003).
Indeks ini mempertimbangkan
selektifitas ukuran ikan, selektifitas jenis, kematian tangkapn sampingan, peluang ghost fishing, dampak terhadap habitat, efisiensi penggunaan energi, dan kwalitas ikan yang tertangkap. Untuk pengujian hipotesa apakah ikan cucut dan pari mempunyai jumlah jenis dan komposisi yang sama berdasarkan jenis alat tangkap di perairan Laut Jawa, digunakan analisis multidimensi (bagian dari Analisis Multivariat). Perhitungan analisis multidimensi menggunakan program Statistica versi 6. Tujuan analisis ini adalah untuk mempelajari interaksi atar jenis alat tangkap berdasarkan data komposisi jenis cucut dan pari. 5.3 Hasil 5.3.1 Jenis alat tangkap cucut dan pari Penelitian ini berhasil mengidentifikasi jenis alat tangkap yang menangkap ikan cucut dan pari dalam jumlah yang banyak, yaitu jaring liongbun (large demersal bottom gillnet), jaring insang dasar mata kecil (small demersal bottom gillnet), jaring trammel (trammel net), jaring arad (danish seine), jaring insang hanyut tuna (tuna drift gillnet), pancing senggol (rays bottom long line), rawai dasar (bottom long line), rawai tuna (tuna long line), dan bubu (portable traps). Komposisi hasil tangkapan dan jumlah jenis cucut dan pari berdasarkan alat tangkap disajikan pada Tabel 7 dan 8. Untuk melihat efektivitas dari sembilan alat tangkap terhadap hasil tangkapan cucut dan pari, maka diskripsi alat tangkap dan komposisi hasil tangkapannya akan dibahas secara rinci.
79
Tabel 7. Komposisi jenis cucut menurut alat tangkap di Laut Jawa tahun 2001–2004 (% ekor). (J. insang dan rawai tuna beroperasi di Barat Sumatera dan Selatan Jawa).
1
Carcharhinus albimarginatus
2
Carcharhinus altimus
3
7,67
1,43
Carcharhinus amblyrhynchos
0,35
0,07
4
Carcharhinus amboinensis
1,39
0,07
5
Carcharhinus borneensis
1,05
6
Carcharhinus brevipina
7
Carcharhinus dussumieri
8
Carcharhinus falciformis
9
Carcharhinus hemiodon
0,14 2,90
2,90 4,87
38,96 31,03
2,09
10,03
20,91
4,87 1,58
10
Carcharhinus limbatus
11
Carcharhinus longimanus
12
Carcharhinus macloti
13
Carcharhinus melanopterus
14
Carcharhinus obscurus
15
Carcharhinus sealei
16
Carcharhinus sorrah
17
Galeocerdo cuvieri
18
Loxodon macrorhinus
19
Rhizoprionodon oligolinx
20
Scoliodon laticaudus
2,44
21
Triaenodon obesus
0,35
22
Chaaenogaleus macrostoma
2,09
23
Hemigaleus microstoma
24
Sphyrna lewini
25
Sphyrna mokarran
0,35
1,24
26
Eusphyra blochii
0,35
2,90
27
Mustelus manazo
28
Hexanchus griseus
29
Alopias pelagicus
6,27
29,05
30
Isurus oxyrinchus
2,09
4,15
31
Chiloscyllium griseum
32
Chiloscyllium indicum
33
Chiloscyllium punctatum
34
Nebrius ferrugineus
35
Stegostoma fasciatum Jumlah jenis
0,35
2,07
0,70 6,90
1,05
1,24 2,15 1,72 0,07
27,59
0,70
15,40
24,39
12,46
3,45
1,65 29,87
6,90
7,16 2,79
0,14
24,07 29,05
0,29 0,43 0,43
5,57
3,72
3,65 0,07
10,39
5,66 5,44 0,70
7,74
13,94
1,65
20,78
2,09
7,09
4
24
27
24,14
6
0,41
11
Bubu
P.R.tuna
P.R.Dasar
P.Senggo
J.I.Tuna
J. Arad
J.Tramel
Spesies
J.I.Dasar
No
J. Liongn
Jenis alat tangkap
80
Tabel 8. Komposisi jenis pari menurut alat tangkap di Laut Jawa tahun 2001–2004 (% ekor). (J. insang dan rawai tuna beroperasi di Barat Sumatera dan Selatan Jawa).
0,19
Aetomylaeus nichoffi
1,25
Aetoplatea zonura Gymnura japanica
9,22
Gymnura poecilura
0,19
0,61 0,76
1,53 13,13
4,59 0,69 6,38
Gymnura cf micrura
1,38
Dasyatis akajei
0,69
Dasyatis fluviorum
0,31
4,38
Dasyatis kuhlii
1,87
21,88
2,13 8,97
48,28
Dasyatis microps
27,52
0,25
0,66
0,76
Dasyatis zugei
9,34
16,41
6,88
Dasyatis brevicaudata
0,12
Pastinachus sephen
4,98
1,75
1,83
Himantura bleekeri
4,73
5,47
6,12
Himantura chaophraya
0,12
Himantura gerrardi
44,84
37,88
100
1,22
Dasyatis thetidis
Himantura fai
2,24
Bubu
Aetomylaeus milvus
25,53
P.R.tuna
0,31
P.R.Dasar
Aetomylaeus maculatus
Aetobatus guttatus
P.Senggol
2,19
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42
J.I.Tuna
1,25
Spesies
J. Arad
J.I.Dasar
Aetobatus narinari
No
J.Tramel
J. Liongbun
Jenis alat tangkap
2,49
1,75
31,69
16,41
26,52
28,03
37,46
30,3
Himantura granulata Himantura imbricata
1,25
Himantura jenkinsii
6,1
1,38 3,72
16,55
2,45
1,99
31,91 10,31
Himantura signifer Himantura sp.A
0,12
Himantura uarnak
5,42
4,38
Himantura undulata
5,04
3,28
6,21
Himantura walga
7,91
2,19
16,55
Taeniura meyeni
1,12
Taeniura lymna Urogymnus asperrimus
6,9 0,12
Mobula thurstoni Rhinoptera javanica
1,38 0,93
10,64
Urolophus kaianus
0,15
Rhina ancylostoma Rhynchobatus djiddensis
5,61 21,28
0,66
1,38
2,8
3,06
Rhynchobatus sp
1,22
2,27
Rhinobatos granulatus Rhinobatos thouin
3,03 0,5
Rhinobatos formosensis Raja baesami Total jenis
1,75 0,31 29
2,13 16
10
19
7
6
5
1
81
Jaring liongbun Jaring liongbun tergolong jaring insang dasar. Jaring ini dioperasikan untuk menghadang ruaya ikan sehingga akan menabrak dan terjerat pada bagian insang atau terpuntal. Jaring ini pada awalnya khusus ditujukan untuk menangkap ikan cucut jenis nungnang atau liongbun (Rhyncobatus jiddensis) untuk diambil siripnya. Nelayan pengguna jaring ini umumnya berbasis di Cirebon dan Jakarta. Dalam kenyataan dari pengoperasian jaring liongbun di laut Jawa justru ikan pari lebih banyak tertangkap (mencapai 60 %). Selanjutnya, jaring ini seolah khusus ditujukan untuk menangkap ikan pari. Ikan pari ini umumnya tertangkap secara terjerat (gilled), terpuntal (entangled). Jaring liongbun terbuat dari bahan nilon multifilamen d-21 yang memiliki mata jaring (mesh size) 50 cm dengan hanging ratio 0,55. Panjang jaring ini adalah 65 m (tali ris atas) dan tingginya mencapai 5 m (Gambar 26 dan 27). Jaring liongbun dioperasikan dengan kapal bermotor ukuran 60 – 90 GT, setiap kapal mengoperasikan jaring rata-rata sebanyak 120 tinting (pis). Jaring ini relatif selektif karena ukuran mata jaringnya yang besar tersebut.
Umumnya ikan pari dan cucut yang tertangkap jaring liongbun
berukuran besar dan telah dewasa. Ada 35 jenis ikan elasmobranchii yang tertangkap jaring liongbun, terdiri dari enam jenis cucut dan dua puluh sembilan jenis pari (Tabel 7 – 8 dan Gambar 22). Hasil tangkapan didominasi ikan pari, yaitu jenis Himantura gerrardi dan Dasyatis zugei (Gambar 24 dan 25). Rasio hasil tangkapan cucut, pari, dan ikan lain pada jaring liongbun adalah 10 : 60 : 30 (Tabel 9).
82
90 Pari 80
Cucut
70
Jumlah jenis
60 50 40 30 20 10
l To ta
Bu bu
un a P. Se ng go l P. R. D as ar P. R. tu na
J.I .T
J.L
io ng bu n J.I .D as ar J.T ra m el J.A ra d
0
Gambar 22. Jumlah jenis cucut dan pari dari sembilan alat tangkap di Laut Jawa tahun 2001 – 2004. 120 Pari Cucut
Proporsi (% ekor)
100
80
60
40
20
l To ta
Bu bu
un a J.I .T
P. Se ng go l P. R. D as ar P. R. tu na
J.L
io ng bu n J.I .D as ar J.T ra m el J.A ra d
0
Gambar 23. Komposisi jenis cucut dan pari dari sembilan alat tangkap di Laut Jawa tahun 2001 – 2004.
im
D
er ra
tis z
ag
as ya
an tu r rd i
et ug op ei la tea zo H im nu an ra tu ra H im w al an ga tu ra je H nk im in an si i tu ra H im ua rn an ak tu ra Pa un sti du na la ta ch u s H s im ep an he Rh tu n yn ra ch bl ee ob ke at us ri dj id de ns is
A
H Proporsi (% ekor)
rc ha
rh in us fa Ca lci rc fo ha rm rh is i nu N eb ss riu or ra sf h Ca er ru rc g h Rh in ar eu hi izo nu s pr sm io no ac lo do ti n G o al l ig eo ol ce in rd x o cu vi er i
Ca
Proporsi (% ekor)
83
40
30
20
10
0
Gambar 24. Komposisi jenis cucut dari jaring liongbun di Laut Jawa tahun 2001 – 2004. 40
30
20
10
0
Gambar 25. Komposisi jenis pari dari jaring liongbun di Laut Jawa tahun 2001 – 2004.
84
Pel ∅ 30 cm
4-5 m
80 m
Nilon multifilamrnt Mesh size 40 –50 cm
Ris atas PE ∅ 7 Pel; Y 3 jarak ½ m
Tali pemberat PE 6 mm Pemberat timah 1 – 3 kg (n = 12 – 13 buah) Jarak antar pemberat 15 cm
Gambar 26. Rancang bangun dan konstruksi umum jaring liongbun yang dioperasikan di Laut Jawa.
Gambar 27. Armada jaring liongbun di pelabuhan Kejawanan - Cirebon
85
Jaring insang dasar mata kecil Jaring insang dasar mata kecil (small mesh demersal bottom gillnet) terdiri dari satu lapis jaring. Jaring ini terbuat dari bahan senar monofilament dikombinasikan dengan bahan nilon PA multifilament. Penggunaan bahan jaring PA multifilament pada kedua sisi ujung jaring dimaksudkan untuk memberikan daya tenggelam yang lebih cepat. Gillnet ini merupakan gillnet dasar dengan target utama kakap dan cucut. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa deskripsi umum jaring adalah sebagai berikut: ukuran mata jaring (mesh size) 3 – 5 inci (7,5 – 12,5 cm), bahan jaring yang digunakan D.9, D.12 dan D.15. Jumlah jaring digunakan oleh satu unit penangkapan ikan dapat mencapai 70 pis (85 m / pis), tinggi jaring 70 mata.
Tali ris yang digunakan PE diameter 10 – 12 mm
menggunakan pelampung
(sterofoam)
dengan jarak sekitar 25 – 30 m
menggantung pada tali ris. Pemberat digunakan dari beton (@ 0,8 kg) dipasang menggantung dengan jarak antar pemberat 9 – 12 m. Rancang bangun jaring insang dasar mata kecil yang beroperasi di Laut Jawa disajikan pada Gambar 29. Jaring ini dioperasikan dengan menggunakan kapal kayu berukuran L = 18 m, B = 6 m, D = 2,5 m, dan bermesin
diesel 4 – 6 silinder (40 PK).
Pengoperasian jaring (setting) biasanya di mulai pukul 16. 00 hingga 18. 00 WIB dan pengangkatan jaring (hauling) dilakukan pukul 23.00 – 07.00 WIB, tergantung hasil tangkapan. Daerah penangkapan umumnya di perairan sekitar pulau - pulau Masalembo, Bawean, Karimun Jawa, Kangean, Kalimantan dan Natuna. Satu trip operasi penangkapan ikan mencapai 30 –40 hari. Hasil tangkapan didominasi oleh kakap (Lutjanus sp), kurisi (Nemipterus sp), mayung (Netuma thalassina), kapasan(Leognatus splendes), bawal putih (Pampus argenteus), dan cucut. Hasil tangkapan jaring ini didominasi oleh ikan non elasmobranchii sebesar 97%. Elasmobranchii yang tertangkap terdiri dari enam belas jenis ikan pari, cucut tidak tertangkap oleh alat ini. Jenis pari yang dominan adalah Himantura gerrardi dan Dasyatis kuhlii.
86
Proporsi (% ekor)
30
20
10
H
im
D
as ya
tis ku an hl tu ii ra ge rra D rd as i ya t i A s et zu op ge la i tea H zo im nu an ra tu ra bl H ee im ke an ri tu r au D as ar ya na tis k f l H uv im io ru an m tu r a H je im nk an in tu si i ra un H du im la an ta tu ra w al ga
0
Gambar 28. Komposisi jenis pari dari jaring insang dasar di Laut Jawa tahun 2001 – 2004.
36 m Pelampung Plastik Y-3, n = 76
PA monofilament # 38 mm Ø 0,25mm
1,90 m
Pemberat Timah Gendang @ 25 gram, n = 120.
Gambar 29. Rancang bangun dan konstruksi umum jaring insang dasar yang dioperasikan di Laut Jawa.
87
Jaring trammel Jaring trammel (trammel net) berkembang pesat terutama setelah KEPPRES No.39/1980 dikeluarkan sebagai salah satu alternatif pengganti trawl. Jaring ini terdiri dari 3 lapis, yaitu dua lapis yang di luar (outer net) mempunyai mata lebih besar dari pada lapisan dalamnya (inner net). Contoh spesifikasi rancang bangun jaring tramel yang dioperasikan di Laut jawa disajikan pada Gambar 31. Ukuran kapal yang digunakan bervariasi mulai dari motor tempel dengan ukuran sekitar 10 - 20 GT, beberapa diantaranya dilengkapi dengan palka berinsulasi. Trammel net dioperasikan dengan cara ditarik dari perahu dengan sistem menghadang arah arus akan memperoleh hasil tangkapan ikan yang lebih baik. Daerah operasi tramel net umumnya perairan dengan kedalaman 5 - 20 meter. Satu trip penangkapan dapat mencapai 5 - 7 hari, dimana dalam satu hari nelayan melakukan rata-rata 3 - 5 tawur (setting). Elasmobranchii yang tertangkap jaring tramel tercatat sepuluh jenis ikan pari, namun cucut tidak tertangkap oleh alat ini. Hasil tangkapan didominasi ikan pari, yaitu jenis dan Dasyatis kuhlii dan Himantura walga. Jenis pari sangat sedikit dibandingkan ikan lainnya (7 : 93).
88
60
Proporsi (% eko)
50
40
30
20
10
H
an tu r
im
D
as ya
tis k
uh lii aj en H im ki ns an ii tu ra w Ta al ga en iu H r a im ly an m na tu ra G un ym du nu la ra ta cf m M icr ob ur ul a at Rh hu in rst a on an i cy lo G sto ym m nu a ra ja pa D ni as ca ya tis ak aj ei
0
Gambar 30.
Komposisi jenis pari dari jaring tramel di Laut Jawa tahun 2001 – 2004.
A
A B
70 #
B
C 36 m Keterangan : A.
B. C. D.
Pelampung tanda jerigen air @ 5 liter, Pelampung jaring Y-3n = 46 buah, tali pelampung PE Ø 5 mm, 36 m Tali ris atas PE Ø 5 mm 36 m, Tali ris bawah PE Ø 3 mm 36 m Pemberat Batu 4 kg, tali pemberat PE Ø 3 mm 36 m PA monofilament # 38 mm Ø 0,25mm
Gambar 31. Rancang bangun dan konstruksi umum jaring tramel yang dioperasikan di Laut Jawa.
89
Jaring arad Jaring arad sering disebut dogol atau cantrang, alat ini tergolong alat penangkap ikan demersal.
Konstruksi umum jaring arad adalah terdiri dari
3 bagian, yaitu sayap (wing) dibagian depan. badan (body) dibagian tengah dan kantong (codend) dibagian belakang. Bentuk umumnya adalah seperti kerucut (cone shape). Bagian pangkal depan (sayap) dibiarkan terbuka dan berfungsi sebagai mulut jaring. Ujung dari bagian belakang (kantong) diikat sehingga saat dioperasikan. Jaring ini dilengkapi siwakan (otter board) yang berfungsi sebagai pembuka mulut. Jaring arad yang diteliti memiliki panjang sayap ± 15 m, tali ris atas diberi pelampung sebanyak 3 buah dari bahan fibre ∅ 24 cm dan pada tali ris bawah diberi pemberat timah dan batu seberat ± 11,5 kg. Semua bagian jaring terbuat dari benang nilon d/12 dengan besar mata jaring (mesh size) 6 inci pada sayap hingga 1 inci pada kantong (Gambar 34). Jaring arad ini dioperasikan dengan kapal kayu berukuran 35 GT (P 15 m, L 6,5 m, D 2 m) yang dilengkapi mesin penggerak berkekuatan 160 PK, ditambah mesin pembantu diesel 20 PK untuk penarik jaring. Satu trip operasi jaring arad dapat mencapai 15 sampai 25 hari. Jaring arad dioperasikan dengan cara ditarik sepanjang dasar perairan. Ikan yang telah masuk
melalui mulut akan tertampung di bagian kantong seperti
halnya trawl. Dalam satu hari jaring dioperasikan rata-rata 8 kali. Secara umum, ada 2 unit penangkapan jaring arad, yaitu ukuran < 7 GT dan > 20 GT. Kapal jaring arad berukuran < 7 GT umumnya beroperasi di perairan pinggiran (inshore) dan kapal berukuran > 20 GT beroperasi di perairan tengah (offshore). Kapal < 7 GT beropersi secara trip harian, sedangkan kapal > 20 GT tiap trip rata-rata adalah 20 hari dengan hari efektif 14 hari (rata-rata 112 kali tawur). Hasil tangkapan pari rata-rata sebanyak 1200 kg, sedangkan cucut 60 kg per trip untuk kapal > 20 GT. Untukukuaran kapal yang sama produktivitas jaring arad rata-rata 10.7 kg pari per tawur dan 0.53 kg cucut per tawur. Dilihat dari komposisi dan ukuran ikan yang tertangkap, jaring ini dan tergolong alat tangkap yang tidak selektif. Jumlah jenis ikan elasmobranchii yang tertangkap jaring arad sebanyak dua puluh tiga jenis, yaitu empat jenis cucut dan sembilan belas jenis pari. Jenis pari
90
yang dominan adalah Himantura gerrardi dan Dasyatis kuhlii. Perbandingan hasil tangkapan cucut, pari dan ikan lain dari hasil tangkapan jaring arad adalah 1 : 2 : 97.
im
D
D
as ya
as ya di
uh lii
er ra r
tis k
an tu ra g
H
im
tis zu an ge tu i ra bl A ee et op ke Rh la ri tea yn ch z o ob nu at ra us dj H i d im de an ns tu is ra H j en im ki an ns tu ii ra Pa un sti du na la ta ch A u et ss om ep yl he ae n us ni ch of fi
H Proporsi (% ekor)
rh in us Lo du xo ss do um n ie St m ri eg ac os ro to rh m in a us Ch f as ilo ci sc at yl um liu m gr i se um
Ca rc ha
Proporsi (% ekor)
91
50
40
30
20
10
0
Gambar 32. Komposisi jenis cucut dari jaring arad di Laut Jawa tahun 2001 – 2004
40
30
20
10
0
Gambar 34. Komposisi jenis pari dari jaring arad di Laut Jawa tahun 2001 – 2004.
92
Bagian atas : Pelampung 3 bh, bahan Fibre Ø 24 cm * ) Tali warp / tali gardan PA Ø 30 mm, Panjang 80 m A
B C D E
Bagian bawah :
# 6” D12
15 m
# 6” D12
# 5” 500 # # 4,5” 450 # # 4” 400 #
.Pemberat batu 5 kg, #3,5”350 # untuk membuka mulut jaring 20 # - 30 # # 3” 300 # .Pemberat timah 1 kg K lili #2,5” 250 # .Pemberat timah 1 kg .Pemberat timah 1,5 kg #2”200 # #1,5”150 # #1”100 # #1”50
Gambar 34. Rancang bangun dan konstruksi umum jaring arad yang dioperasikan di Laut Jawa
93
Jaring insang hanyut tuna Jaring insang hanyut tuna (tuna drift gillnet) mempunyai spesifikasi sebagai berikut : jaring (webbing) terbuat dari bahan nilon multifilamen d-21 dan ukuran mata jaring (mesh size ) 10 -15 cm dengan hanging ratio 0.55. Ukuran panjang jaring (ris atas) adalah 6500 cm dan tinggi jaring 500 cm. Rancang bangun dan konstruksi umum jaring insang hanyut tuna disajikan pada Gambar 37. Jaring insang hanyut tuna dioperasikan dengan kapal bermotor ukuran 20-30 GT. Setiap kapal mengoperasikan jaring rata-rata 30 tinting (pis). Dalam pengoperasian jaring Jaring insang hanyut tuna pada prinsipnya menghadang arah gerak ruaya ikan sehingga ikan yang berenang melewatinya akan menabrak dan terjerat pada bagian insang atau terpuntal. Tiga cara ikan tertangkap dengan gillnet, yaitu terjerat sekitar insang, badan terjepit oleh mata jaring dan terbelit akibat tubuh yang menonjol (rahang, gigi, sirip) tanpa harus menerobos jaring (Baranov, 1914 di dalam Sparre et al., 1989). Jaring ini relatif selektif karena ukuran mata jaringnya yang besar tersebut. Pada pengoperasiannya jaring ini sering dipadukan dengan rawai hanyut. Umumnya ikan pari dan cucut yang tertangkap jaring ini berukuran besar dan telah dewasa. Elasmobranchii yang tertangkap jaring insang hanyut tuna terdiri dari tiga puluh satu jenis, yaitu dua puluh empat jenis cucut dan tujuh jenis pari. Jenis cucut dominan adalah Carcharhinus sorrah dan Carcharhinus falciformis. Perbandingan hasil tangkapan cucut, pari dan ikan lain dari hasil tangkapan jaring insang tuna adalah 10 : 3 : 87.
A
im
an tu r
ai m
br et ic ob at at a us n H a rin im ar an i t u Rh ra w in al op ga te ra G j av ym an nu ic a ra po ec ilu Ra ra ja G B ym ae sa nu m ra i cf m icr ur a
H Proporsi (% ekor)
Ca rc ha Ca rh in rc ha us rh so in rra us h f al N ci eb Ca f riu or rc m ha sf is rh e r in r u us gi ne al us bi m ar A g in lo at pi us as pe la gi Rh Sp cu hy izo s rn pr a io l ew no do in i n Sc ol ol io ig Ca do ol in n rc x ha la tic rh au in us du St s du eg ss os um to m ie a ri fa sc ia tu m
Proporsi (% ekor)
94
30
20
10
0
Gambar 35. Komposisi jenis cucut dari jaring insang tuna di Laut Jawa tahun 2001 – 2004.
40
30
20
10
0
Gambar 36. Komposisi jenis pari dari jaring insang tuna di Laut Jawa tahun 2001 – 2004.
95
A
A B
70 #
C
B
36 m Keterangan : A. Pelampung tanda jerigen air @ 5 liter, Pelampung jaring Y-3n = 46 buah, tali pelampung PE Ø 5 mm, 36 m B. Tali ris atas PE Ø 5 mm 36 m, Tali ris bawah PE Ø 3 mm 36 m C. Pemberat Besi Ø 20 cm, W = @ 3 ons, tali
Gambar 37. Rancang bangun dan konstruksi umum jaring insang tuna yang dioperasikan di Laut Jawa
96
Pancing senggol Pancing senggol (rays bottom long line) adalah pancing yang dirancang seperti pancing rawai dasar dengan tujuan khusus untuk menangkap ikan pari dasar. Dalam pengoperasiannya. pancing senggol tidak menggunakan umpan. Ikan-ikan pari yang tertangkap adalah yang secara kebetulan terkait oleh mata pancing saat berenang di dasar perairan. Efektifitas alat tangkap pancing senggol sangat dipengaruhi jarak pamasangan antar tali cabang. Ukuran ikan pari yang tertangkap dipengaruhi oleh jarak antar tali cabangnya. Pancing senggol yang dioperasikan di Laut Jawa memiliki kontruksi yang terdiri dari: tali utama (main line) terbuat dari PE Ø 3 mm dengan panjang total rata-rata 3200 – 6400 meter. Tali cabang (branch line) terbuat dari PE Ø 2.5 mm, panjang 32 cm. Tali cabang diikatkan pada tali utama dengan jarak satu dengan lainnya 30 – 45 cm. Jumlah tali cabang pada 1 unit pancing senggol mencapai 10000 buah. Pada setiap ujung tali cabang diikatkan sebuah mata pancing. Mata pancing pada pancing senggol adalah tidak mempunyai mata kait (seperti pada mata pancing huhate). Bahan mata pancing umumya adalah baja anti karat (stainless steel) ukuran Ø 1.6 mm. Rancang bangun dan konstruksi umum pancing senggol yang beroperasi di laut Jawa disajikan pada Gambar 39 dan 40. Pancing senggol termasuk alat tangkap yang selektif, ikan pari yang tertangkap oleh pancing senggol umumnya berukuran besar dan telah dewasa (Gambar 41). Di
Cirebon
dan
Juwana,
pancing
senggol
dioperasikan
menggunakan kapal bermotor ukuran sekitar 15 GT yang dilengkapi
dengan mesin
berkekuatan 30 HP. Bagi nelayan Cirebon dan sekitarnya satu trip penangkapan umumnya 3 hari per trip (2 kali tawur per trip). Sedangkan nelayan di Juwana umumnya mengoperasikan pancing senggol sekitar 25 hari per trip (rata-rata 20 kali tawur per trip). Elasmobranchii yang tertangkap pancing senggol terdiri dari enam jenis pari, cucut tidak tertangkap oleh alat ini. Jenis pari dominan adalah Dasyatis kuhlii dan Himantura blekeri. Perbandingan hasil tangkapan pari dan ikan lain pada pancing senggol adalah 90 berbanding 10.
97
50
Proporsi (% ekor)
40
30
20
10
H
im
D
as ya
tis ku an hl tu ii ra H b lee im ke an ri tu ra D je as nk ya in tis si i f l H u vi im or an um tu ra u A nd et ul ob at at a us na rin ar i
0
Gambar 38. Komposisi jenis pari dari pancing senggol di Laut Jawa tahun 2001 – 2004.
Bendera
6 buah tali cabang 40 cm 40 cm
PE Ø 3 mm PE Ø 2.5 mm
Pembarat batu @ 500 gram per buah
Gambar 39.
Pelampung plastik Y3
Dasar perairan Mata pancing Monel Ø 1.6 mm Ukuran 6 x 3 cm
Jarak antara dasar perairan dan mata pancing 20 cm
Rancang bangun dan konstruksi umum pancing senggol yang dioperasikan di Laut Jawa
98
Gambar 40. Pancing senggol yang disusun di atas dek kapal dan siap dioperasikan
Himantura ble eke ri
Him antura ge rrardi 10 0
F cum (%)
F c um (%)
10 0
50
0 0 5 1 5 2 5 3 5 4 5 5 5 6 5 7 5 8 5 9 5 10 5 11 5
50
0 05
15
25
35
Wd (cm) Lio ngb un
45
55
6 5 75
85
95
10 5 11 5 12 5
N ilai Tengah Bd (c m)
Sen ggo l
Do gol
Liongbun
Senggol
Dogol
Dasyatis kuhlii
F cum (%)
1 00
50
0 2 ,5
7,5
1 2,5 17 ,5 22 ,5 27,5 32,5 3 7,5 42 ,5 Nilai Ten gah Bd (CM)
Liongbun
Gambar 41.
Se nggol
Dogol
Selektivitas jaring liongbun, pancing senggol dan lampara/dogol terhadap ikan pari di laut Jawa.
99
Rawai dasar Rawai dasar (bottom long line) adalah alat tangkap yang dirancang untuk menangkap ikan demersal, termasuk cucut dan pari ikut tertangkap sebagai hasil tangkapan sampingan. Rawai dasar yang dioperasikan di laut Jawa memiliki kontruksi dari tali utama (main line) terbuat dari PE Ø 3 mm dengan panjang total rata-rata 250 – 300 meter. Tali cabang (branch line) terbuat dari PE Ø 2.5 mm dengan panjang 50 cm. Tali cabang diikatkan pada tali utama dengan jarak satu dengan lainnya 5 m. Jumlah tali cabang pada 1 unit pancing senggol mencapai 2000 buah. Rancang bangun dan kosntruksi umum pancing rawai dasar yang beroperasi di laut Jawa disajikan pada Gambar 44. Elasmobranchii yang tertangkap rawai dasar mencapai tiga puluh enam jenis, terdiri dari dua puluh tujuh jenis cucut dan lima jenis pari. Jenis cucut yang dominan adalah Carcharhinus sealei dan Carcharhinus sorrah. Perbandingan hasil tangkapan cucut, pari dan ikan lainnya pada rawai dasar adalah 22 : 8 : 70.
D as ya t is H im ku an hl ii tu ra ge rra D rd as i Rh ya tis in ob zu at ge os i gr an Rh ul at yn us ch ob at us sp
Proporsi (% ekor)
rc ha
rh in us rc se h ar al Ca ei hi rc n ha us rh s or in Ch ra us h ilo du sc ss yl um liu ie m ri Lo pu xo nc do ta n tu m St m ac eg r os o rh to in m us a Ch f a ilo sc ia sc tu yl m liu Ch m ilo gr sc i se Ca yl um liu rc m ha rh in in di cu us Ca m f rc al ha ci fo rh rm in us is br ev ip in a Ca
Ca
Proporsi (% ekor)
100
20
10
0
Gambar 42. Komposisi jenis cucut dari pancing rawai dasar di Laut Jawa tahun 2001 – 2004.
40
30
20
10
0
Gambar 43.
Komposisi jenis pari dari pancing rawai dasar di Laut Jawa tahun 2001 – 2004.
101
Bola 250 30 – 40 PE ∅ 2
Pancin Batu 5
Kuralon ∅2
Batu
Gambar 44. Rancang bangun dan konstruksi umum pancing rawai dasar yang dioperasikan di Laut Jawa.
102
Rawai tuna Pancing rawai tuna (tuna long line), adalah alat tangkap yang dirancang untuk menangkap ikan tuna, cucut dan pari ikut tertangkap sebagai hasil tangkapan sampingan Rancang bangun dan deskripsi umum pancing rawai tuna yang berbasis di Jakarta adalah: tali utama (main line) terbuat dari monofilamen Ø 3 mm dengan panjang total rata-rata 3000 – 5000 meter. Tali cabang (branch line) terbuat dari monofilamen Ø 2.5 mm dengan panjang 25 m. Satu basket terdiri dari 10 sampai 50 mata pancing. Jumlah mata pancing yang ditebar dalam sekali operasi mencapai 2000 sampaii 3000 buah. Umpan yang digunakan adalah cumi, bandeng dan lemuru. Pancing rawai tuna dioperasikan dengan menggunakan kapal motor berukuran 30 sampai 300 GT. Rancang bangun dan kosntruksi umum pancing rawai tuna yang berpangkalan di laut Jawa disajikan pada Gambar 46 – 49. Elasmobranchii yang tertangkap pancing rawai tuna sebanyak sebelas jenis ikan cucut, sedangkan pari tidak tertangkap oleh alat ini. Hasil tangkapan cucut didominasi
oleh
Rhizoprionodon
jenis
Alopias
pelagicus,
Scoliodon
laticaudus
dan
oligolinx. Rasio hasil tangkapan cucut dan non cucut pada
pancing rawai tuna adalah 11 berbanding 89.
103
40
Proporsi (% ekor)
30
20
10
Rh
Sc o
A
lo pi as
pe
la lio gi do cu izo n s l pr at ic io au no du do s n ol Ca Is i u go rc ru ha lin so rh x x in y rin us c am hu Ca bl s rc yr ha hy rh nc in ho us s bo rn ee Eu ns sp is hy Ca ra rc ha bl oc rh Ca hi in rc i us ha lim rh in ba us tu s lo ng Sp i m hy an rn us a m ok ar ra n
0
Gambar 45. Komposisi jenis cucut dari pancing rawai tuna di Laut Jawa tahun 2001 – 2004.
Pelampung Ø 35 cm
Pelampung Ø 25 cm
50 mata pancing=3.375 m
Pelampung Ø 25 cm
25 m
50 m
Radio buoy
Gambar Rancang bangun dan konstruksi pancing long line
25 m
0.70 m
Pemberat batu 2 kg
Monofilament Ø 3mm Kuralon Ø 4mm x 0.70mm Swivel 7cm Monofilament Ø 2mm x 25m Pancing No.3 (Jarak 67.5m; n=1.300 buah)
Gambar 46. Rancang bangun dan konstruksi umum pancing rawai tuna yang dioperasikan di Laut Jawa
104
Gambar 47. Pengoperasian pancing rawai tuna
Gambar 48. Armada kapal rawai tuna di pelabuhan Muara Baru
105
Gambar 49. Rancang bangun umum tali cabang rawai tuna di Muara Baru.
106
Bubu Bubu (portable traps) adalah alat yang dirancang untuk menangkap ikan demersal di perairan karang, pari ikut tertangkap sebagai hasil tangkapan sampingan. Bubu yang dijumpain dalam penelitian ini berukuran lebar 100 cm, panjang 115 cm dan tinggi 15 cm. Badan jaring terbuat dari jaring dengan benang nilon multifilamen d 21, dan kerangka terbuat dari besi. Besar mulut bubu ratarata 60 cm. Rancang bangun dan konstruksi umum bubu yang beroperasi di laut Jawa disajikan pada Gambar 51. Elasmobranchii yang tertangkap bubu hanya satu, yaitu Dasyatis kuhlii dengan ukuran kecil. Rasio hasil tangkapan pari dan non pari pada bubu adalah 2 berbanding 98.
107
110 100 90
Proporsi (% ekor)
80 70 60 50 40 30 20 10
D
as ya
tis k
uh lii
0
Gambar 50. Komposisi jenis pari dari bubu di Laut Jawa tahun 2001 – 2004.
Gambar 51. Rancang bangun umum bubu yang dioperasikan di Laut Jawa.
108
5.3.2 Perbandingan jenis dan komposisi cucut dan pari diantara sembilan alat tangkap Selama penelitian cucut yang tertangkap di Laut Jawa terdiri dari 3 ordo, 10 Famili, 15 Genus, dan 35 jenis ikan. Jenis - jenis cucut ini tertangkap oleh lima jenis alat tangkap, yaitu jaring liongbun, jaring arad, jaring insang tuna, pancing rawai dasar dan pancing rawai tuna (Tabel 10). Jumlah jenis cucut terbanyak diperoleh alat tangkap pancing rawai dasar, yaitu sebanyak 27 jenis ikan. Jumlah jenis ikan cucut yang paling sedikit diperoleh jaring arad dengan jumlah 4 jenis. Pari di Laut Jawa terdiri dari 4 ordo, 9 Famili , 16 Genus, dan 42 jenis ikan. Pari ini tertangkap oleh delapan jenis alat tangkap, yaitu jaring liongbun, jaring insang dasar mata kecil, jaring trammel, jaring arad, jaring insang hanyut tuna, pancing senggol, pancing rawai dasar, dan bubu.Jumlah jenis ikan pari terbanyak diperoleh alat tangkap jaring liongbun, yaitu sejumlah 29 jenis ikan. Jumlah jenis ikan pari yang paling sedikit diperoleh bubu dengan jumlah 1 jenis. Sedangkan komposisi jenis ikan pari tertinggi diperoleh jaring liongbun, kemudian disusul jaring arad, pancing senggol dan jaring insang dasar mata kecil. Jaring liongbun menangkap ikan pari paling beragam. Komposisi pari dari delapan alat tangkap disajikan pada Gambar 29 sampai 36. Jenis cucut dan pari yang dominan tertangkap oleh masing-masing alat tangkap berbeda-beda. Sebagai contoh hasil tangkapan jaring liongbun didominasi oleh Himantura gerrardi, sedangkan jaring insang hanyut didominasi oleh Carcharhinus sorrah. Hasil evaluasi dampak berbagai alat tangkap cucut dan pari terhadap ekosistem di Laut Jawa menunjukkan bahwa jaring arad memiliki dampak ekosistem paling buruk. Sedangkan pancing senggol adalah merupakan alat tangkap cucut dan pari yang paling ramah lingkungan (Tabel 11).
109
Tabel 9. Proporsi hasil tangkapan cucut, pari dan ikan lain pada berbagai alat tangkap yang beroperasi di Laut Jawa 2001-2004 Proporsi hasil tangkapan (% ekor) Jenis Alat
Cucut
Pari
10 0 0 1 10 0 22 11 0
60 3 7 2 3 90 8 0 2
Jaring liongbun Jaring insang dasar Jaring tramel Jaring arad Jaring insang tuna Pancing senggol Pancing rawai dasar Pancing rawai tuna Bubu
Ikan lain 30 97 93 97 87 10 70 89 98
Tabel 10. Rangkuman keanekaragaman jenis cucut dan pari oleh 9 alat tangkap yang didaratkan di pantai utara Jawa tahun 2001 – 2004 Jenis alat tangkap
1
Jumlah genus cucut
5
4
16
16
7
2
Jumlah famili cucut
2
3
10
10
5
3
Jumlah jenis cucut
6
4
24
27
11
4
Jumlah genus pari
16
14
10
12
8
4
3
1
5
Jumlah famili pari
9
9
7
7
5
3
2
1
6
Jumlah jenis pari
29
16
10
19
7
6
7
Jumlah alat tangkap Jakarta
125
457
147
448
396
8
Jumlah alat tangkap Indramayu
52
1950
996
992
145
1493
9
Jumlah alat tangkap Tegal
2955
495
2502
98
1992
3995
10
Jumlah alat tangkap Juana
1424
196
1988
49
991
1990
9
5 997
Bubu
P.R.tuna
P.Senggo
J.I.Tuna
J. Arad
J.Tramel
J.I.Dasar
P.R.Dasar
Spesies
J. Liongn
No
1 395
4991 6990
11 Jumlah alat tangkap Brondong 18 988 1992 295 1493 1975 Catatan: Rawai tuna dan jaring insang hanyut banyak menangkap di barat Sumatera dan selatan Jawa, selanjutnya tidak dimasukkan dalam analisa.
110
5.3.3 Produksi, pemanfaatan, daerah dan musim penangkapan cucut dan pari Trend Produksi Statistik perikanan Indonesia selama sebelas tahun terakhir (1991 – 2002) menunjukkan produksi ikan cucut dan pari nasional mengalami fluktuasi dan cenderung menurun sejak tahun 1999 (Gambar 52 dan 53). Dengan menggunakan alat tangkap rawai dasar sebagai standar, maka hasil tangkapan per satuan upaya (CPUE) mengalami penurunan dari tahun-ke tahun (Tabel 12 dan 13). Berdasarkan hasil analisa terhadap jenis alat tangkap, jumlah tangkapan dan produksi ikan pari
berdasarkan Statistik Perikanan Indonesia
(2002) dapat
diinformasikan bahwa dari 10 alat tangkap pari sebagai hasil sampingan (by catch), dan alat tangkap dogol mempunyai produksi dan CPUE tertinggi dibanding ke 9 alat tangkap lainnya. Alat tangkap ini dianggap mempunyai indek kemampuan tangkap (power fishing index) = 1 atau standar yang merupakan ratarata selama 6 tahun terakhir (Tabel 14). Analisis terhadap upaya (unit) dengan standar alat tangkap jaring lampara dasar (cantrang-dogol) dan produksi (ton) ikan pari (Statistik Perikanan Indonesia 1996- 2002) maka terlihat bahwa CPUE (ton / unit) ikan pari di laut Jawa selama 7 tahun terakhir mengalami penurunan, dari 1,116 ton/unit pada tahun 1997 menjadi 0,822 ton/unit (2002). Pemanfaatan Cucut dan Pari Pada awalnya komoditas cucut dan pari tidak mendapat perhatian serius di Laut Jawa. Hal ini karena komoditas cucut tidak memiliki nilai harga ekonomis yang tinggi seperti ikan kakap, kerapu, tuna ataupun udang. Ikan cucut yang ikut tertangkap alat tangkap tersebut umumnya hanya digunakan untuk bahan ikan asin atau dibeberapa daerah mengolahnya menjadi ikan asap. Namun akhir-akhir ini komoditas ikan cucut telah berubah nilai ekonomisnya. Banyak permintaan sirip dan daging untuk bahan makanan, kulit untuk bahan baku fesyen (tas, dompet dan sepatu) sehingga memicu nelayan untuk memburunya secara lebih intensif.
111
Tabel 11.
Evaluasi dampak berbagai alat tangkap cucut dan pari terhadap ekosistem di Laut Jawa tahun 2001 - 2004 Size selection
Species selection
Bycatch mortality
Ghost fishing
Habitat effects
Energy efficiency
J.Liongbun
8 3 5 4 6 4 4 6 5 5 5 6 J.Tramel 4 7 4 6 4 4 J.Arad 2 3 6 4 3 4 J.I.Tuna*) 6 5 4 4 6 5 P.Senggol 8 8 5 8 8 6 P.R.Dasar 4 5 4 7 7 7 P.R.Tuna*) 9 8 5 9 8 3 Bubu 1 2 9 6 3 8 Total 46 47 47 53 50 47 Keterangan: Nilai indeks besar adalah baik dan kecil adalah buruk. *) Alat-alat tersebut juga beroperasi diluar Laut Jawa. J.I.Dasar
Catch quality
Ecosyste effect index
4 6 7 4 6 8 7 8 9 59
4,86 5,29 5,14 3,71 5,14 7,29 5,86 7,14 5,43
Tabel 12. Produksi, upaya dan CPUE perikanan cucut di Laut Jawa Tahun 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002
Produksi-Y (ton) 13797 14457 15940 16708 15481 14422 13592
Upaya-f (unit) 1837 2230 2939 3856 3440 3524 4294
Sumber : Statistik Perikanan Indonesia tahun 1996 -2002 (dianalisis). Keterangan : Rawai dasar sebagai alat tangkap standar.
CPUE (ton/unit) 7.5 6.5 5.4 4.3 4.5 4.1 3.2
112
Tabel 13.
Produksi, upaya dan CPUE ikan pari di Laut Jawa
Tahun
Produksi-Y (ton)
Upaya-f (unit)
CPUE(ton/unit)
1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002
11554 12093 12514 12655 13869 13857 14666
10351 10852 11255 13222 14448 16790 17845
1.116 1.114 1.112 0.957 0.960 0.825 0.822
Sumber : Statistik Perikanan Indonesia tahun 1996 -2002 (dianalisis). Keterangan : Dogol sebagai alat tangkap standar.
Tabel 14. Jumlah alat tangkap, produksi, CPUE dan indeks kemampuan tangkap (IKT) alat tangkap yang menangkap ikan pari tahun 2002 di Laut Jawa No
Alat
1 Lampara dasar 2 Payang 3 Pukat Pantai 4 Jr.Insang Hanyut 5 Jr.Insang Tetap 6 Jr.Trammel 7 Rawai 8 Pancing 9 Sero 10 Bubu Jumlah
Jumlah (unit) 1290 14264 3982 12662 10308 13033 2746 13085 363 8809 80542
Produksi (Ton) 1185.6 1510.3 1095.1 3079.2 4903.1 374.6 1167.9 1098.4 87.2 164.6 14666.0
Sumber : Statistik Perikanan Indonesia tahun 2002 (dianalisis).
CPUE
IKT
0.919 0.106 0.275 0.243 0.476 0.029 0.425 0.084 0.240 0.019 -
1.00 0.12 0.30 0.26 0.52 0.03 0.46 0.09 0.26 0.02 -
113
60000
Produksi (ton)
50000 40000 30000 20000 10000 0 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Indonesia
Jawa
Gambar 52. Produksi cucut di perairan Indonesia dan Laut Jawa
70000
Produksi (ton)
60000 50000 40000 30000 20000 10000 0 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003
Indonesia
Jawa
Gambar 53. Produksi pari di perairan Indonesia dan Laut Jawa
114
Statistik Cucut Pari Indonesia 1991 - 2003 1% 2%
Ikan laut Cucut Pari
97%
Gambar 54. Proporsi ikan laut, cucut dan pari di perairan Indonesia.
Gambar 55. Sirip cucut siap untuk dikeringkan dan diambil isit-nya
(2)
Gambar 56.
Sirip cucut sedang dijemur (1), tulang cucut sebagai bahan baku industri farmasi (2)
115
Gambar 57. Daging cucut siap dipasarkan dalam keadaan segar
Gambar 58. Suasana di pengasapan ikan cucut dan pari
116
Perkembangan terkini menunjukan bahwa hampir semua bagian ikan cucut dan pari dapat dimanfaatkan, seperti sirip cucut diambil isit-nya untuk bahan soup dan diekspor ke luar negri. Daging cucut dan pari dimanfaakana sebagai bahan makanan baik segar, kering asin, diasap, dendeng dan baso. Tulang cucut sebagai bahan baku farmasi dan bahan untuk perekat (lem), kulit cucut dan pari disamak untuk bahan fesyen (tas, sepatu, dompet dsb). Hati cucut diambil minyaknya (squalene) dan limbah lainnya (kepala, isian) untuk bahan pakan budidaya perikanan. Pemanfaatan dan pengolahan ikan cucut dan pari disajikan pada Gambar 56 sampai 58. Daerah Penangkapan Cucut dan Pari Daerah penangkapan ikan cucut dan pari di Laut Jawa secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perairan pantai dan lepas pantai (Gambar 59). Kapal jaring arad dan pancing senggol dengan ukuran < 10 GT umumnya beroperasi di dekat pantai (inshore). Adapun kapal-kapal pancing sengol dan jaring liongbun mengoperasikan alat tangkapnya jauh dari pantai (offshore). Ikan cucut dan pari
yang tertangkap di daeran penangkapan pinggir
(inshore) umumnya berukuran kecil dan sebagian besar belum dewasa. Sebaliknya ikan ikan cucut dan pari yang tertangkap di perairan tengah (offshore) umumnya berukuran besar dan telah dewasa. Sebagian besar armada yang berukuran kecil (6 – 12 GT) beroperasi pada daerah penangkapan di perairan pantai (inshore) yaitu < 12 mil dalam jumlah yang besar. Daerah penangkapan > 12 mil umumnya hanya dieksploitasi oleh armada penangkapan ukuran kapal > 30 GT yaitu kapal jaring liongbun dari DKI Jakarta dan Cirebon serta kapal pancing senggol dan jaring arad dari Juwana yang jumlahnya diperkirakan < 100 unit. Jadi daerah penangkapan yang mengalami lebih tangkap (over exploited) tersebut diduga adalah perairan pantai (< 12 mil). Adapun daerah penangkapan > 12 mil diduga masih bisa dikembangkan. Berkaitan dengan daerah penangkapan ini, bahwa sekitar lebih dari satu tahun terakhir banyak armada jaring liongbun (sekitar 60 % dari armada yang ada) telah pindah dari Laut Jawa sebagai daerah penangkapannya menuju Laut Sulawesi dan Laut Arafura. Faktor utama kepindahan tersebut adalah karena
117
kurangnya hasil tangkapan ikan pari, bahkan sudah tidak tertangkap lagi jenis ikan R. jiddensis sebagai sasaran utamanya. Musim penangkapan Pemahaman tentang pola musim penangkapan ikan dapat memudahkan nelayan dalam mempersiapkan peralatannya untuk mengeksploitasi sumberdaya ikan. Seperti disebutkan sebelumnya bahwa musim penangkapan ikan di Indonesia sebenarnya belum adan informasi yang akurat.
Selama ini musim
penangkapan ikan diindikasikan dengan banyaknya volume produksi ikan yang di daratkan di pelabuhan perikanan. Padahal seperti diketahi bahwa seringkali (pada bulan tertentu) banyak nelayan, terutama nelayan tradisional tidak bisa melaut karena kendala alam (di Laut Jawa pada musim barat) di mana angin dan ombak sangat kuat. Pada saat itu, sebagian besar nelayan tidak melaut dan produksi ikan yang didaratkan menjadi sedikit. Namun sebagai gambaran, berdasarkan volume ikan yang didaratkan di beberapa pelabuhan perikanan menunjukkan bahwa terjadi dua puncak musim penangkapan ikan cucut adalah dimulai pada bulan Maret sampai Mei dan puncak kedua pada bulan September sampai November. Sedangkan
untuk
ikan
pari
menunjukkan
bahwa
puncak
musim
penangkapan dimulai pada bulan Maret-Mei dengan puncaknya pada bulan April. Dari kedua pola musim penangkapan tersebut menunjukan bahwa ikan cucut dan ikan pari dapat ditangkap sepanjang tahun.
118
-3°
Lintang
-4°
+++ ++++++++ +++++++++++ +++++++++++++ +++++++++++++ + + + + + + Laut Jawa + + ++++++++++ ++++++
(2)
-5°
xx (1) xxxxx xxxxxx Kep. Karimunjawa xxxxxx xxxxxx xxxxxxxxxxx xxxxxxxxxxxxxxxxxxxx xxxxxxx
-6°
JAKARTA
J A W A
-7°
106°
107°
108°
Semarang
109°
110°
111°
112°
113°
Bujur
Gambar 59.
Lokasi penangkapan ikan cucut dan pari di laut Jawa, 1 (inshore, x) dan 2 (offshore, +).
119
5.3.4 Analisis multidimensi Analisis multidimensi (bagian dari analisis multivariat) dilakukan terhadap data komposisi jenis ikan cucut dan pari menurut berbagai alat penangkap. Tujuan analisis ini adalah untuk mempelajari adanya interaksi antar alat tangkap berdasarkan data multidimensi
komposisi hasil tangkapan cucut dan pari . Hasil analisis
terhadap komposisi hasil tangkapan ikan cucut dan pari
menunjukan bahwa masing-masing alat tangkap ada yang memiliki komposisi yang sama dan ada juga yang berbeda (Gambar 60 dan 61). Hasil analisis multidimensi terhadap komposisi hasil tangkapan tiga puluh lima jenis ikan cucut menunjukan bahwa secara umum kelompok alat tangkap terdiri dari dua, kelompok pertama adalah jaring liongbun, jaring insang tuna, rawai tuna, dan kelompok kedua adalah jaring arad dan rawai dasar (Gambar 60). Hasil analisis multidimensi terhadap komposisi empat puluh dua jenis ikan pari menunjukan bahwa masing-masing alat tangkap terdiri dari dua kelompok. Kelompok pertama jaring insang tuna, jaring tramel, pancing rawai dasar, dan pancing senggol dan bubu. Kelompok kedua adalah jaring liongbun, jaring insang dasar mata kecil dan jaring arad (Gambar 61).
120
2,0
1,5
J.Liongbun J.I.Tuna P.R.Dasar P.R.Tuna J.Arad
1,0
Dimensi 2
0,5
0,0
-0,5
-1,0
-1,5
-2,0 -2,0
-1,5
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
Dimensi 1
Gambar 60.
Perbandingan komposisi jenis cucut terhadap berbagai alat tangkap berdasarkan jumlah ekor di Laut Jawa tahun 2001 – 2004. Nilai stress = 0,151, variasi = 50. Pari
2,0 1,5 1,0
J.Liongbun J.I.Dasar J.I.Tuna P.Senggol P.R.Dasar J.Tramel J.Arad Bubu
Dimensi 2
0,5 0,0 -0,5 -1,0 -1,5 -2,0 -2,0
-1,5
-1,0
-0,5
0,0
0,5
1,0
1,5
Dimensi 1
Gambar 61. Perbandingan komposisi jenis pari terhadap berbagai alat tangkap berdasarkan jumlah ekor di Laut Jawa tahun 2001 – 2004. Nilai stress = 0,081 , variasi = 80.
121
5.4 Pembahasan 5.4.1 Jenis alat tangkap cucut dan pari Distribusi ikan bertulang rawan (Elasmobranchii) paling banyak berada pada perairan dangkal di wilayah tropis seperti Indo - Australia, perairan Indonesia diduga dihuni oleh lebih 350 jenis Elasmobranchii (Stevens, 2003). Ikan cucut dan pari (Elasmobranchii) yang diidentifikasi di perairan Laut Jawa pada penelitian ini, mencapai 7 ordo, 18 Famili , 31 Genus, dan 77 jenis ikan. Hasil penelitian ini menunjukan jumlah jenis yang jauh lebih sedikit dibandingkan perkiraan jumlah Elasmobranchii yang ada di Indonesia. Hal ini diduga disebabkan oleh terbatasnya kedalaman alat tangkap yang mengeksploitasi (kurang dari 200 meter). Dari penelitian ini diperoleh data sembilan jenis alat tangkap yaitu yang banyak menangkap ikan cucut dan pari yaitu: jaring liongbun (large demersal bottom gillnet), jaring insang dasar mata kecil (small demersal bottom gillnet), jaring trammel (trammel net), jaring arad (danish seine), jaring insang hanyut tuna (tuna drift gillnet), pancing senggol (rays bottom long line), rawai dasar (bottom long line), rawai tuna (tuna long line), dan bubu (portable traps). Jenis – jenis ikan Elasmobranchii yang hidup pada periran yang lebih dalam tidak diperoleh dalam penelitian ini, seperti contoh kelompok centrophorids, etmopterids, somniosids, squalids, scyliorhinids dan rajids (komunikasi pribadi dengan P. Last dan J. Stevens). Hasil penelitian di pantai utara Jawa menunjukkan ada kecenderungan perkembangan teknologi penangkapan ikan cucut dan pari. Perkembangan tersebut didorong oleh permintaan yang semakin meningkat pada komoditas ikan cucut dan pari. Sejak tahun 2002 berkembang alat yang khusus untuk menangkap ikan cucut dan pari, yaitu jaring liongbun dan pancing senggol. Perkembangan lain adalah adanya modifikasi jaring payang/lampara dasar atau cantrang, arad atau dogol, menjadi semakin efektif menangkap cucut dan pari. Kelima alat tersebut dilengkapi otter board yang berfungsi sebagai pembuka mulut jaring. Alat tangkap ini juga dioperasikan dengan cara ditarik sepanjang dasar perairan dengan kapal bermotor. Selanjutnya hasil modifikasi alat tangkap ini disebut trawl-mini.
122
Hasil analisis multidimensi terhadap komposisi hasil tangkapan ikan cucut menunjukan bahwa secara umum kelompok alat tangkap terdiri dari dua, kelompok pertama adalah jaring liongbun, jaring insang tuna, rawai tuna, dan kelompok kedua adalah jaring arad dan rawai dasar. Komposisi hasil tangkapan ikan
pari menunjukan bahwa masing-masing alat tangkap terdiri dari dua
kelompok. Kelompok pertama jaring insang tuna, jaring tramel, pancing rawai dasar, dan pancing senggol dan bubu. Kelompok kedua adalah jaring liongbun, jaring insang dasar mata kecil dan jaring arad. Hasil ini menggambarkan adanya interaksi beberapa jenis alat tangkap terhadap jenis hasil tangkapan. Implikasinya dalam pengelolaan adalah bagaimana mengatur kelompok alat tangkap yang saling berinteraksi agar memperoleh hasil yang optimal dengan tetap memperhatikan kelestarian sumberdayanya. 5.4.2 Perbandingan jenis dan komposisi cucut dan pari diantara sembilan alat tangkap Komposisi jenis cucut menurut alat tangkap berbeda – beda. Komposisi hasil tangkapan cucut paling tinggi diperoleh pancing rawai dasar, yaitu sebesar 24,49 % dari total tangkapan cucut dan pari. Selanjutnya secara berurutan alat tangkap yang mendapat komposisi tangkapan cucut adalah jaring insang tuna sebesar 5,01 %, pancing rawai tuna sebesar 4,21 %, jaring arad sebesar 1,38 %, dan jaring liongbun sebesar 0,51. Hasil ini menunjukan bahwa pancing rawai dasar terbukti paling produktif untuk menangkap cucut, baik dalam jumlah jenis maupun komposisi hasil tangkapannya. Komposisi jenis cucut dominan yang berbeda antara berbagai alat tangkap lebih disebabkan perbedaan kondisi lingkungan perairan (habitat) tersebut dan alat tangkap yang mengeksploitasinya (Steven, 2003). Komposisi ikan cucut paling dominan masing-masing alat tangkap juga menunjukan perbedaan pada penelitian ini. Berdasarkan data hasil penelitian ini, jenis - jenis ikan pari ini tertangkap oleh delapan jenis alat tangkap, jaring liongbun, jaring insang dasar mata kecil, jaring trammel, jaring arad, jaring insang hanyut tuna, pancing senggol, pancing rawai dasar, dan bubu. Jenis - jenis ikan pari yang tertangkap pada setiap alat tangkap memiliki kesamaan dan perbedaan. Jumlah jenis ikan pari terbanyak
123
diperoleh alat tangkap jaring liongbun, yaitu sejumlah 29 jenis ikan. Sedangkan jumlah jenis ikan pari yang paling sedikit dipeoleh bubu dengan jumlah 1 jenis. Dari ke delapan alat tangkap yang menangkap pari, ada empat jenis alat tangkap yang hanya menangkap pari saja yaitu jaring insang dasar, jaring tramel, pancing senggol dan bubu. Sedangkan diseluruh perairan Malaysia penangkapan pari umumnya dilakukan dengan menggunakan alat tangkap pukat harimau dasar, jaring insang hanyut, dan pancing rawai. Jumlah jenis parii yang tertangkap diperairan Malaysia mencapai 41 jenis dari 11 famili (Ali et al., 1999). ). Pada perairan India dilaporkan
20 jenis ikan pari yang ditangkap sebagai hasil tangkapan dari
berbagai alat tangkap, dan alat tangkap yang dominan menangkap pari adalah jaring insang mata besar, pancing rawai dan pukat harimau (Hanfee, 1999). Komposisi hasil tangkapan pari paling tinggi diperoleh jaring yaitu sebesar jaring liongbun sebesar 28,07 % dari total tangkapan cucut dan pari. Selanjutnya secara berurutan alat tangkap yang mendapat komposisi tangkapan pari adalah jaring arad sebesar 11,41 %, jaring insang dasar sebesar 7,98 %, pancing senggol sebesar 7,79%, bubu sebesar 2,62 %, jaring tramel sebesar 2,55 %, pancing rawai dasar sebesar 2,62 %, dan yang terakhir jaring insang tuna sebesar 1,64 %. Hasil ini menunjukan bahwa jaring liongbun yang memang ditujukan untuk menanngkap ikan pari terbukti paling produktif, baik dalam jumlah jenis maupun komposisi hasil tangkapannya. Komposisi jenis pari dominan yang berbeda dari berbagai alat tangkap lebih disebabkan perbedaan kondisi lingkungan perairan (habitat) tersebut dan alat tangkap yang mengeksploitasinya (Stevens, 2003). Komposisi ikan pari paling dominan masing-masing alat tangkap juga menunjukan perbedaan pada penelitian ini (Gambar 39 - 46). 5.4.3 Produksi, daerah dan musim penangkapan cucut dan pari Berdasarkan data statistik perikanan Indonesia, produksi dan hasil tangkapan per satua upaya dari ikan cucut dan pari di Laut jawa mengalami penurunan akibat dari tingkat eksploitasi yang cukup tinggi. Kecenderungan yang sama juga dialami berbagai perairan, yang disebabkan oleh tingginya tingkat eksploitasi perikanan cucut dan pari. Penurunan populasi cucut dan pari
124
berlangsung sangat cepat dan sulit untuk pulih kembali dibandingkan dengan ikan bertulang sejati (Sminkey dan Musick,1995; 1996). Oleh Karena itu, populasi cucut dan pari hanya dapat terpelihara dengan mengontrol tingkat upaya penangkapan yang tidak mengganggu jumlah sediaannya (Camhi et al., 1988; Musick, 2003; Cortes, 2000).
Konsekuensinya adalah pengelolaan perikanan
cucut dan pari harus segera dilakukan (Musick, 2003). Namun demikian kasus pengelolaan cucut belum banyak dikembangkan didunia (Bonfil, 1994). Selanjutnya suatu pola pengelolaan yang dapat menjaga sumberdaya cucut dan pari dari kepunahan sangat dibutuhkan (Anderson, 1990; Hoff dan Musick, 1990) Hasil penelitian ini menunjukan bahwa hampir semua bagian ikan cucut dan pari dapat dimanfaatkan. Sebagai contoh, sirip cucut diambil isit-nya untuk bahan soup dan diekspor ke luar negri. Daging cucut dan pari dimanfaakana sebagai bahan makanan baik segar, kering asin, diasap, dendeng dan baso. Tulang cucut sebagai bahan baku farmasi dan bahan untuk perekat (lem), kulit cucut dan pari disamak untuk bahan fesyen (tas, sepatu, dompet dsb). Hati cucut diambil minyaknya (squalene) dan limbah lainnya (kepala, isi perut) untuk bahan pakan budidaya perikanan. Musick (2003) menjelaskan ikan cucut dan pari hampir seluruh tubuhnya dimanfaatkan, mulai dari sirip, daging, kulit liver baik sebagai makanan maupun diekstrak menjadi vitamin, dan ada juga yang memanfaatkan cucut dan pari sebagai alat rekreasi. Jika awalnya produksi ikan cucut dari perairan Indonesia terus meningkat, namun sejak tiga tahun terakhir ini ada penurunan produksi dari Laut Jawa. Daerah penangkapan cucut dan pari yang berada di daeran pantai (inshore1) umumnya berukuran kecil dan sebagian besar belum dewasa. Sebaliknya ikan ikan cucut dan pari yang tertangkap di perairan tengah (offshore-2) umumnya berukuran besar dan telah dewasa. Berkaitan dengan daerah penangkapan ini, bahwa sekitar
lebih dari satu tahun terakhir banyak armada jaring liongbun
(sekitar 60 % dari armada yang ada) telah meninggalkan perairan Laut Jawa sebagai daerah penangkapannya. Faktor utama kepindahan tersebu adalah karena kurangnya hasil tangkapan ikan pari, bahkan sudah tidak tertangkap lagi jenis ikan R. jiddensis sebagai sasaran utamanya. Daerah penaggkapan baru yang dituju
125
adalah laut Sulawesi dan laut Arafura. Selain itu armada rawai tuna dan jaring insang hanyut tuna yang juga menangkap cucut dan pari beroperasi di daerah Barat Sumatera. Musim penangkapan cucut dan pari di Laut jawa berlangsung sepanjang tahun.Hasil analisis runtun waktu terhadap data bulanan ikan cucut yang didaratkan, diperoleh dua puncak musim penangkapan , yaitu pada bulan Maret sampai Mei dan puncak kedua pada bulan September sampai November. Sedangkan untuk ikan pari menunjukkan bahwa puncak musim penangkapan dimulai pada bulan Maret-Mei dengan puncaknya pada bulan April. 5.5 Kesimpulan Berdasarkan penelitian teknologi penangkapan cucut dan pari di Laut Jawa diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Alat tangkap yang mengeksploitasi cucut dan pari di Laut Jawa ada sembilan jenis alat tangkap, yaitu jaring liongbun (large demersal bottom gillnet), jaring insang dasar mata kecil (small demersal bottom gillnet), jaring trammel (trammel net), jaring arad (danish seine), jaring insang hanyut tuna (tuna drift gillnet), pancing senggol (rays bottom long line), rawai dasar (bottom long line), rawai tuna (tuna long line), dan bubu (portable traps). Masing-masing alat tangkap mempunyai komposisi hasil tangkapan yang berbeda. Jaring liongbun menangkap cucut dan pari dengan keragaman yang paling tinggi.
Bubu menangkap pari jenis
D. kuhlii dalam ukuran juwana. Jaring insang hanyut tuna beroperasi di selatan Jawa dan barat Sumatera, namun mendaratkan di Jakarta. 2. Hampir semua bagian ikan cucut dan pari dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan atau produk lainnya. Sebagai contoh, sirip cucut diambil isit-nya untuk bahan soup dan diekspor ke luar negeri. Daging cucut dan pari dimanfaakana sebagai bahan makanan baik segar, kering asin, diasap, dendeng dan baso. Tulang cucut sebagai bahan baku farmasi dan bahan untuk perekat (lem), kulit cucut dan pari disamak untuk bahan fesyen (tas, sepatu, dompet dsb). Hati cucut diambil minyaknya (squalene) dan limbah lainnya (kepala, isi perut) untuk bahan pakan budidaya perikanan.
126
3. Komposisi hasil tangkapan ikan cucut menunjukan bahwa secara umum kelompok alat tangkap terdiri dari dua, kelompok pertama adalah jaring liongbun, jaring insang tuna, rawai tuna, dan kelompok kedua adalah jaring arad dan
rawai dasar. Komposisi hasil tangkapan
ikan
pari
menunjukan bahwa masing-masing alat tangkap terdiri dari dua kelompok. Kelompok pertama jaring insang tuna, jaring tramel, pancing rawai dasar, dan pancing senggol dan bubu. Kelompok kedua adalah jaring liongbun, jaring insang dasar mata kecil dan jaring arad. Hasil ini menggambarkan adanya interaksi beberapa jenis alat tangkap terhadap jenis hasil tangkapan. Implikasinya dalam pengelolaan adalah bagaimana mengatur kelompok alat tangkap yang saling berinteraksi agar memperoleh hasil yang optimal dengan tetap memperhatikan kelestarian sumberdayanya.