c
o o
E' c f o IL
t Ol E 0,
c
o.
13
(tr
o o tE
(u
(o
c
Fl
|t,
.c
F
E 5
o
EE g*E e
E i=
thPt
-oE S or'r -tro oEtr
FE ge
-v 9-
F A+;?
E
f;EeEF .I o'- 6iq
oE Etr oo o-E
(rl
6
o o.
{-, (,
'6
(o
rlF
ptr
9o
sE 6= EF tn6 .-Y ut @
o o
o
% r;
pP
(oi
\c
ff{'qTs
|oJ
o o o o J +, o Y
i:
3 o o
Ho iio H ai It nE o-c sh EP .I- ar ts$ Gt r.ld- c CO
3 E
E*:ssE
fl:5EE
s
Hg oH 0o5
lI,
(.
(^-E
=O
(u
CL a
-c E.E o(o
m
o o =
c
o
dt
dt
=IE
c
_g
;6 dI
o CL
8..!EES EE
S
o
E '6 C'I
silE
HES€
HEHE{;
.trc(gU a HfiE [5 |E .cr q)
g
FE
€88
EEg srlf 9 E6-u >69
5E -gl
*s f
It
E
o
CL
o
E'
€
ct o
H .. -T\ \ I \ :)\.\ : 5
E
o3 IJEru ru{J o.;
E* oFr
.c,/a r-/J
Io
u\ .v.
7
6
E\
F
,/ ./ \
E -a
-
€ ,
PENGELOIAAITI DAN PENGOLAHAN DATA
ANGKET DAIAM PENELITIAN BAHASA
SUBANDI
Makalah disampaikan pada SEM NAR INTERNATIONAL DAN TfI'ORKSHOP:
*
'c.0{asdogumfuntan dangaqotafrnrfuregfrg&d
15
,:,i
- 16 fresember 2{Xr7
PENGETOIAAN DAN PENGOIAHAN DATA ANGKET DAIAM PENELITIAN BAHASA SUBANDI
1.
Pendahuluan Jenis penelitian jika dilihat
dari metode pendekatannya,
ada jenis penelitian kualitatif
dan jenis penelitian kuantitatif. Kedua jenis penelitian tersebut khususnya dibedakan oleh bentuk datanya. Jika data berupa gambaran suatu fenomena yang terjadi yang diungkapkan
dengan kata-kata, frase, atau kalimat, maka ini merupakan ciri ienis penelitian kualitatif. Sebaliknya jika data penelitian berupa angka-angka se6agai hasil dari analisis hitungan statistik maka ini merupakan cirijenis penelitian kuantitatif. Namun kedua jenis penelitian tersebut dapat dilaksanakan secara bersama-sama dalam satu penelitian. Artinya, satu penelitian dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Kedua jenis data yang berbeda disajikan secara berdampingan, masing-masing memiliki fungsidan peran untuk saling memperkuat persepsi hasil analisis. Data kualitatif dapat difungsikan sebagai data utama, sedangakan data kuantitatif dapat difungsikan sebagai data pendukung atau sebaliknya. Penentuan penempatan funpi data disesuaikan dengan fokus penelitian dan tujuan penelitian. Jenis data dalam penelitian dapat berupa data empiris yaitu data yang diperoleh dari tapangan. Data ini dapat berwujud hasil wawancara dan hasil rekaman yang akan juga menghasilkan data transkrip, atau juga data angket. Dalam penelitian bahasa, data dianalisis dapat berupa data hasil angket. Hasil data angket dalam penelitian bahasa dapat melatui teknis anatisis statistik dan juga dapat melalui analisis deskriptip. Kedua pendekatan analisis benifat saling melengkapi, hasil analisis statistik lebih sering digunakan sebagai indikator dari suatu fenomena, karena memiliki standar skala yang jelas dan statis. Sedangkan hasil analisis deskriptip lebih sering digunakan sebagai gambaran untuk menguraikan agar lebih jelas sifat, karakter dan perilaku data statistik. Sehingga data yang diperoleh dari angket tidak memiliki ketentuan jenis pendekatan tertentu, tetapi dapat diperlakukan dengan dua model pendekatan yaitu pendekatan statistik dan maupun deskriptip.
2.
TeldkPenentuanSamding Sebelum penyusunan dan penyebaran angket dilakukan, tahapan yang harus dilalui
terdahulu adalah menentukan sasaran yang hendak dicapai yang harus disesuaikan dengan tujuan dan rencana hasit yang akan dicapai dalam penelitian. Hal ini dilakukan agar struktur pertanyaan dalam angket yang akan disusun memilikifokus dan tidak melebar. Selain itu, agar angket yang telah tersusun, ielas pendistribusiannya sehingga kecil kemungkinan didistribusikan kepada obyek yang tidak termasuk dalam kualifikasi sampling dan sampleJika tahapan ini sudah ditentukan maka tahap berikutnya peneliti sudah dapat menentukan sasaran yang akan dijadikan sampling dan sample. penentuan sampling dan sample dapat dilakukan secara subyektip oleh peneliti dengan asumsiyang dtanggap mewakili dan secara randum dan atau acak. Secara subyektip
peneliti perlu memiliki alasan atau dasar yang digunakan, sehingga alasan yang digunakan akan memberikan pengaruh terhadap hasil data yang akan diperoleh tanpa mengganggu yang diiadikan keobyektipan data. Pengaruh yang dimaksud di sini adalah, bahwa obyek pertanyaan sarnple memiliki keterkaitan, mengerti dan memaharniterhadap lsi dan sasaran yani ada di dalam angket. Dengan alasan tersebut, diharapkan pengisi angket benar-benar pendapat pribadinya dapat memberikan jawaban angket sesuai dengan pengetahuan dan jika peneliti ingin bukan karena atas masukan atau bimbingan orang lain. Sebagai contoh, merryebarkan angket yang bertujuan untuk memdapatkan data informasi tentang yang penggunaan ragam bahasa pada kelompok masyarakat nelayan, maka masyarakat yang memiliki OUJifan ,a*pling dan sample harus kelompok rnasyarakat pesisiran pantai yang pegunungan pencaharian nelayan bukan Bada kelompok masyarakat kesehariannya berpola pencaharian sebagia petani. Karqna iika angket tersebut disebarkan pada kelompok masyarakat petani yang diiadikan sebagai sampling, maka sasaran dan tuiuan penyebaran angket tidak akan tercapai. Sedangkan pemilihan secara randum lebih mengedepankan pada aspek tidak peneliti intervensinyi peneliti kepada sample atau sampling. Hal ini sernata dituiukan agar tidak masuk kedalam ranah sasaran argket Jumlah sample biasanya dibatasi dengan asumsi jumlah sudah dapat dianggap mewakili kelompoknya, sedangkan pada ienis pertama, sample dapat beriumlah banyab dengan asumsi semakin banyak sernakin baik dan lebih akurat dan valid. Sehingga iumlah data akan mengikuti jumlah sample yang digunakan. Masing-masing memiliki kekurangan dan kelebihan dan masing-masing memiliki ketepatan penggunaan yary berbeda sesuai dengan tuJuan dan karakter penelitian.
*it"
3.
JenlsAngtet Secaralaris besar jenis angket dapat dibagi menladi dua yaitu, jenis angket terbuka dan jenis angket tertutup. Jenis angket terbuka adalah jenis angket yang bentuk p"rt.ny..nnya berupa isei yaitu jawaban memberikan penjelasan dan uraian. Pengisi mengisi atau meuliskan jawabannya pada angket. Sedangkan jenis angket tertutup adalah jeniJ angket yang bentuk pertanyaan tidak memerlukan iawaban uraian tetapi pengisi angket memberikan jawaban dengan memilih jawaban yang telah disediakan di dalam .nit"t. Jenis angket terbuka memberikan kesempatan kepada pengisi untuk memberikan asumsi dan pikirann, sedangkan jenis angket tertutup jawaban sudah ditentukan oleh pembuat angket sehingga pengisi tidak memiliki kesernpatan untuk memberikan uraian atau penjelasan sesuai dengan hasil pemitiran pengisi. Jenis angket tertutup lebih serirg digunakan untuk mengetahui pendapat atau pengisi lebih tanggapan dari pengisi atas suatu fenomena, yang biasanya asumsi iawaban memberikan ,"tpon y.ng bersifat mernpertentangkan antara setuiu atau tidak setuiu, baik yang memilih di atau tidak baik, pernah atau tidak pernah dan sejenisnya. Jika ada iawaban jawaban luar jenis pertentangan seperti tersebut di atas, biasanya pengisi angket memilih penyusun angket. pada asumsi dimana pilihan jawaban tersebut lebih bersifat terbatas Artinya, pilihan jawaban terbatas memberikan penguatan terhadap pendapat penyusun p"n"iiti. lenis angket t€rtutup memang nremiliki kelebihan yaitu memiliki kemudahan pengetolaan dan pngolahannya, karena iawaban sudah ielas, mudah ditentukan indilatornya sehingga subyektifrtas penganalisis data angket tidak akan dapat penganalisis. mengintervensi. nasillngket tidak dapat ditambahkan dengan asumsi subyektif
Jenis angket terbuka sering digunakan untuk mengetahui pendapat atau tanggapan dari pengisi angket atas suatu fenomena dimana jawaban pengisi tidak dibatasi sehingga pengisi dapat dengan bebas memberikan jawabannya. Oleh karena itu, biasanya jawaban darijenis angket terbuka lebih bersifat hiterogen. Data yang diperoleh dari hasiljenis angket terbuka sangat memberikan peluang kepada penganalisis untuk intervensi, karena penganalisis diharuskan menginterpretasikan atas jawaban pengisi. Sehingga interpretasi penganalisis lebih bersifat asumsi subyektif. Sehingga darisatu pertanyaan yang sama akan
sangat memungkinkan diperoleh beraneka ntgam jawaban. Untuk menarik simpulan dari data jenis angket terbuka lebih rumit, tetapi jawaban selain memberikan jawaban untuk keperluan data, juga memberikan data tambahan yaitu yang.berupa uraian atau penjelasan. Dapat dikatakan bahwa jawaban dari jenis angket terbuka akan sangat memungkinkan memunculkan informasibaru yangtidak pernah dipredikgikan oleh penyusun angket.
4. PengolahanDataAngket Di atas telah dijelaskan bahwa data hasil dari angket dapat dianalisis melalui pendekatan kuantitatif yaitu menggunakan instrumen analisis hitungan statistik, pendekatan kualitatif dengan analisis deskriptip atau benggabungan keduanya. Berikut diberikan contoh angket yang digunakan dalam penelitian bahasa, khususnya pada bidang Sosiopragmatik yang bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap penggunaan ragam bahasa pria oleh masyarakat wanita muda Jepang beserta contoh bentuk pengolahannya. Contoh bentuk dan format angket terlampir. Jumlah angket dapat dilhat pada diagram 1, dari angket yang diberikan kepada responden masyarakat Jepang dapat diperoleh hasil seperti pada tabel-tabel di bawah dan dapat dideskripsikan sebagai beriku$ E.tllitl@t
Angket diberikan kepada responden berusia 12 tahun ke atas baik pria maupun wanita dengan jumlah keseluruhan 343 responden. Jumlah tersebut dengan rincian 174 responden wanita, sebanyak 101 responden wanita muda berusia antara 12 tahun sampai dengan 35 tahun, sebanyak 76 responden wanita berusia 36 tahun ke atas. Selanjutnya sebanyak 169 responden pria dengan rincian, sebanyak 123 responden pria berusia antara 12 tahun sampai dengan 35 tahun, dan sebanyak 46 responden pria berusia 36 tahun ke atas. lsi angket dapat dibedakan sebagai beriku! untuk angket wanita baik responden wanita muda maupun responden wanita berusia 36 tahun ke atas, mengarah pada penglaman menggunakan ragam bahasa pria, pendapat dan penilaian terhadap ragam bahasa wanita. Sedangkan untuk responden pria ditujukan untuk mengetahui pendapat dan persepsi responden pria terhadap
:l ragam bahasa wanita. Tabel 3 berikut adalah jawaban yang diperoleh dari semua responden tanpa membedakan jenis kelamin dengan format pertanyaan sebagai berikut. f H *Hir)Etr
L\
L\L\i) I
(Apakah Anda tahu bahwa di dalam bahasa lisan bahasa Jepang ada bahasa gander pria dan bahasa gander wanita? (a. tahu b. tidak)). (lain) adalah responden yang tidak memberikan jawaban.
b.
Wanita usia 12-35 tahun
Wanita usia 36
tahun ke atas
a
b
Lain
a
b
59
28
4
67
68,3%
27,7%
4%
91,8%
Pria usia 12-35 tahun
a
b
-13
45
t
ta,6%
97,8%
2,Zyo
a
b
6
110
8,2o/o
89,4%
Lain
Pria usia 36 tahun ke atas
Lain
[ain
Tabel 3. Pengetahuan Responden terhadap ragam bahasa gander dalam bahasa Jepang E.z
g
*ril,5rr6! *v/
-7ff5o,F&.tE*ft6tuil 97.8
100
90 80 70
60 50 ,10
30 20
z.z
l0 0
t2*-35*o*.8. 36DlL0,'l*. t2*-3'tafrl*.
o
36*r;)t,]fiE.
Berdasarkan pada hasil tersebut di atas, secara umum lebih dari % yaitu 86.8% responeden mengetahui bahwa dalam bahasa lisan Jepang terdapat ragam bahasa gander pria dan ragam bahasa gander wanita. Sehingga dapat dikatakan pula bahwa secara umum responden mengetahui bahwa penggunaan kedua ragam tersebut dibedakan berdasarkan jenis gander penuturnya. Artinya, dapat diartikan bahwa dalam masyarakat penutur bahasa Jepang, telah mengetahui bahwa di dalam bahasa Jepang terdapat kaidah yang mengatur penggunaan kedua ragam bahasa gander tersebut berdasarkan jenis gander penuturnya.
Selanjutnya, ketika responden bergander wanita ditanya tentang pengalaman menggunakan ragam bahasa gander wanita, diperoleh jawaban seperti dalam tabel 4 di bawah ini. Bentuk pertanyaan ini hanya ditujukan kepadan responden bergander wanita saja.
-T Wanita usia 12-35 tahun
Pertanyaan
Pernahkah Anda menggunakan ragam bahasa gander pria? a.
pernah
Wanita usia 35 tahun ke atas a
b
Lain
27
29
31
13
26,7%
39,7%
42,5%
t7,8ffi
a
b
74
73,3%
Lain
b. tidak pernah
Prosentas€
Tabel4. Penggunaan ragam bahasa gander pria oleh penutur wanita E.3. rFGff, l:!6 B*Edi)z>9-XE'l:rl"iiStlrt
itoll
+ltifl
E.3b
r=*
i6
E*tor3 )t-tEr: j i6tlrrtEo
TI
80 70 00 50 10 30 20
to 0
Jika hasil tersebut dicermati, lebih dari X yaitu 73,3% masyarakat wanita muda Jepang pernah menggunakan jenis ragam bahasa gander pria. Seperti yang telah disinggung di atas
yaitu terkait dengan tabel 3 bahwa, sebagaian besar masyarakat wanita Jepang telah mengetahui bahwa di dalam bahasa Jepang terdapat kaidah dan norma yang mengatur penggunaan ragam bahasa gander, tetapi hasil ini (tabel 4) menimbulkan pertanyaan, mengapa, alasan apa yang mendasari, dalam situasi yang bagaimana, dan dengan tujuan apa masyarkaat wanita khususnya masprakat wanita muda Jepang menggunakan jenis ragam bahasa gander pria. Apalagi kondisi ini juga di dukung oleh hasil dari responden wanita berusia 36 tahun ke atas yang memberikan jawaban bahwa 39,7% responden pernah menggunakan jenis ragam bahasa gander pria, serta responden yang tidak menjawab
melalui jawaban pilihan yang telah disediakan, tetapi beberapa responden memberikan jawaban yang bersifat pribadi sercara tertulis yaitu, flfl<g&h*.'{) &o(L\/tL\rl, . rr&)6j (Saat ini tidak begitu rnenggunakan, tetapi ketika masih pelajar atau mahasiswa, atau pada saat-sat kondisi tertentu, ya untuk menyesuaikan situasi dan kondisi tersebut terkadang masih menggunakan). Dari jawaban tambahan tersebut dapat diartikan bahwa masyarakat wanita Jepang yang berusia 35 tahun ke atas dalam kondisi dan alasan tertentu masih menggunakan jenis ragam bahasa gander pria.
+effi{t ttffilclc(&)
:t
Kemudian, ketika masyarakat wanita muda Jepang ditanya tentang Eambaran situasi penggunaan jenis ragaln bahasa gander pria, diperoleh hasil seperti pada tabel 5 berikut.
:rl I
Prosentase dihitung berdasarkan pada jumlah keseluruhan responden wanita usia 12"35 tahun yang berjumlah 101 responden. a
Pertanyaan
b
c
Situasi
Situasi
kesa/marah
bercanda
Kehidupan seharihari
58
58
50
67,3%%
57,$Yo
49,5%
Dalam situasiyang
bagaimana Anda menggunakari ragam bahasa gander pria? Prosentase
Tabel5. Situasi penggunaan ragam bahasa pria oleh wanita.
Selanjutnya, ketika responden wanita baik yang berusia 12*35 tahun maupun yang berusia 35 tahun ke atas ditanya alasan dan motifasi apa yang mendasari penggunaan ragam bahasa gander pria tercebut, secara umum kedua kelompok responden memberikan jawaban seperti; I fr + & lfr utlcHl.l.l+/Am D & H l-tcft,-: k J (khususnya ketika berbicara dengan lawan tutur bergender pria, ada keinginan untuk menunjukkan ffifffi*rftTbffiltLflFEifr,*+Fbl" bahwa kami memiliki kedudukan yang sama) (untuk menghidupkan suasana agar pembicaraan dapat berjalan dengan D (ya dari pada mengganjal, intim/akrab). persepsi peneliti seperti yang menggunakannya supaya lega|. Hal ini dapat memperkuat telah disinggung di depan tentang (femmena penyimpangan penggunaan ragam bahasa pria oleh penutur wanita mudal dan (faktor kepatuhan penutur wanita memenuhituntutan konteks dan situasi masing-maisng tindak tutur). Berdasarkan jawab tersebut, sudah Jelas bahwa responden menggunakan ragam bahasa gender pria dengan tujuan seperti, untuk memenuhi tuntutan konteks tuturan, untuk menghidupkan suasana tuturan agar lebih akrab. Dan yang lebih perlu diperhatikan adanya alasan bahwa, (agar penutur merasa lega). Hal ini mengindikasikan bahwa dalam ragam bahasa gerder wanita, tidak ditemukan adanya bentuk ungkapan yang memiliki tingkat ketegasan atau kejelasan seperti dalam ragam bahasa gender pria. Sehingga, ketika penutur wanita ingin menyampaikan sesuatu ungkapan yang ditujukan untuk memperoleh kepuasan atau kelegaan, maka harus meminjam ragam bahasa gender pria. Hal ini sebetulnya sudah dipahamioleh penutur wanita bahwa tindakan tersebut menyimpang dan menyalahi kaidah penggunaan bahasa gender, tetapi karena situasi dan kontek tuturan sangat menuntut untuk menggunakannya, ma*a penutur sulit untuk menghindari bentuk penyimpangan tersebut.
L(
i
.
ll I
IvrbL\brAX0 .lto t.tAz).bJ
Dalam tabel 5 di bawah adalah hasilfiawaban yang diperoleh dari responden wanita, tuna mengetahui responnya ketika menggunakan jenis ragam bahasa gander pria dengan lawan
tutur teman sebaya. Selanjutnya ketika responden wanita dan pria ditanya tentang (bagaimana perasaannya ketika menyaksikan seorang penutur wanita yant menggunakan ienis ragam bahasa gander pria), diperoleh hasil jawaban seperti pada tabel 7. Terkait
dengan penggunaan jenis ragam bahasa gander pria, responden wanita muda sebanyak 84 responden atau 83,2% mengatakan tidak menyadari bahwa bahasa yang digunakan tersebut adalah termasuk klasifikasi jenis ragam bahasa gander pria, sebanyak 17 responden atau L6,8% mengatakan tahu dan menyadari. Responden wanita usia 36 ke atas sebanyak 41 responden atau 562% mengatakan tidak menyadari dan sebanyak 22 responden atau 30,1% mengatakan mengetahui dan menyadari, serta sebanyak 10 responden atau 13,7% tidak
menjawab. Tetapi meskipun tidak menjawab beberapa responden memberikan jawaban /f (karena situasi dan pribadi yang dituliskan antara tain, ItE |ffi,':/art\b ) ir/evtt (karena kondisi mengharuskan untuk menggunakannya)' |
i Lt'tB
trlfiffi/tOtJ
L* '
ttbi.bj
Wanita usia 12-35 tahun
Pertalryaan
Wanita usia 36 tahun ke atas
a
b
Lain
a
b
Lain
82
9
10
30
32
11
8,gyo
9,g%o
4L,L
43,8
15,1
%
%
%
Bagaimana perasaan Anda ketika menggunakan jenis ragam bahasa gander
pria dengan teman Anda? [d
a.
Biasa
b. Merasa aneh 81,2
Ptosentase ffi
%
Tabel 6. Pendapat wanlta yang menggunakan ragam bahasa pria.
Tabel 7 berikut adalah hasil dari semua responden yang ditujukan untuk mengetahui kesan ketika melihat penutur wanita yang rnertsgunakan ragam bahasa gander pria. l'F{!h
E'#t&Et6flt*.tfl,6 t.
P
i Ev',*fi,
G.
zfulr &"fitt urrv\/YR
b.
EfEfi&4fi&D6) J (Bagaimana perasaan Anda ketika melihat seorang penutur wanita yang rnenggunakan jenis ragam bahasa gander pria? (a. Biasa b. Merasa aneh)) Tetapi, ketika responden wanita dan pria ditanya tentang bagaimana pendapatnya tentang ragam bahasa gander, diperoleh seperti dalam tabelS di bawah ini.
U Apakah menurut Anda jenis ragam bahasa gander pria dan wanita dalam bahasa Jepang perlu dipertahankan? (a.
perlu
b. tidak perlul
Wanita usia 12-35 tahun
Pria usia 12-35
Wanita usia 35 ke atas
Pria usia 36 ke atas
tahun
a
b
Lain
a
b
Lain
a
b
Lain
a
b
Lain
82
t4
5
34
36
3
91
31
1
L4
31
1
8L,ZYo
L3,9%
4,gyo
46,6%
49,3%
4,L%
74%
25,2:
o,$Yo
30,4%
67,4%
2,zYa
Tabel 7. Pendapat responden terkait penutur wanita yang menggunakan ragam bahasa pria.
2) Apakah menurut Anda sebaiknya penggunaan regam bahasa gander pria dan wanita dibedakan?. (a. tya b. Tidak perlu)
Pertanya
Wanita usia 1235 tahun
Wanita usia 35 tahun ke atas
Pria usia 12"35
tahun
an
b
28
16
2
6L%
35%
4%
62
30
15
I
49,6
50,4 %
65,2 %
32,6
%
b
Lain
a
b
Lain
a
b
1)
47
49
5
59
L2
2
52
7t
Prosenta
46s
48,5
80,8
2,8
42,3
57,7
se
%
%
t6A
Yo
%
%
2l
24
72
5
36
34
3
51
Prosenta
23,8
7t,3
419
49,3
46,6
4,1
se
%
%
%
%
%
%
%
Lai
a
a
5%
Lai
Pria usia 36 tahun ke atas
n
%
n
212
Tabel 8. Pendapat responden terkait dengan keberadaan ragam bahasa gander.
dapat dikatakan bahwa pada responden wanita usia 12*35 tahun menunjukkan kecenderungan adanya penyimpangan khususnya terhadap kaidah penggunaan ragam bahasa gander. Tingginya angka prosentase ini kemungkinan juga disebabkan karena responden untuk kelompok ini 75% lebih menggunakan kelompok usia L2*20 tahun (usia remaja SMP sampai Perguruan Tinggi tingkat awal), dimana kisaran usia ini masih memiliki kecenderungan memiliki perasaan individulis yang tinggi, rasa dan keinginan akan kebebasan, serta pengalaman tentang peran sosial yang juga masih minim sangat mempengaruhi penampilan khususnya penampilan dalam hal penggunaan ragam bahasa gander. Semua tingkah lagu dan penampilan melalui penggunaan ragam bahasa gander belum mendapat kontrol yang berarti dari lingkungan sosialnya, sehingga lebih bebas. Mengapa demikian, karena jika dibandingkan dengan hasildari kelompok responden wanita usia 36 tahun ke atas, ada perbedaan yang cukup signifikan yaitu, pada kelompok ini responden yang memilih jawaba a dan b, lebih banyak. Hal ini sangat dimungkinkan karena pada usia kelompok ini aspek psikologis dan pola berpikimya sudah mulai stabil dan lebih matang sehingga semua hal yang menyangkut penampilan, sangat mungkin sudah lebih dapat mengontrol, mbngendalikan atau mengarahkan. Usia kelompok ini dimungkinkan Berdasarkan pada tabel
&
I
sudah tidak lagi menghendaki bahkan menghindari penampilan yang dapat menimbulkan perhatian bagi orang lain. Dikarenakan usia ini sudah dapat memahami bahwa penampilan diri sekaligus berfungsi sebagai identitas pribadi. Hal inijuga berlaku dalam hal penggunaan ragam bahasa gander. Penampilan yang diwujudkan melalui pemilihan dan penggunaan
ragam bahasa gander sangat akan memberikan pengaruh terhadap persepsi pribadi penuturnya. Tabelg dan 10 adalah bentuk ragam bahasa gander pria yang digunakan ohh masyarakat penutur wanita muda Jepang. Hasil ini diperoleh dari hasiltngket dengan responden wanita muda Jepang berusia 12-35 tahun yang berdomisili di kota Nagoya, Anjou, Okazaki, Nakatsugawa, lchinomiya, dan Toukai.
Eefitu* Ragam Bahasa Pda Kata 6anti Persona
Pertama
Kata Ganti
Kata Ganti Persona Ketiga
Persona Kedua
Boku
Ore
Washi
Omae
Kimi
32
36
7
86
11
Kata Kerja
Sufiks
Bantu
Koits
Soits
Aat
nz
nz
u
u
su
o
e
a
a
daro)
61
43
82
M
42
22
18
86
-k -ll
(-darouf
Tabel 9. Bentuk ragam bahasa gander pria yang digunakan oleh penutur wanita muda. t
Bentuk Unglapan Ragam Bahasa Pria Mukatsu ku (Jenkel)
91
Harahett a (tapar) 72
Haratats
Kuitai
u
(Mau
(Jengkel)
akan)
76
14
Sugei
(Hebat) 64
Majide {Yang
benar) 88
Umai
Uzai
(Enak)
(Berisik)
24
28
Tabel 10. Bentuk ragam bahasa gander pria yang digunakan oleh penutur wanita muda. Berdasarkan pada hasil angket dengan kelompok responden usia 12-35 tahun seperti dalam tabel 9 dan 10 menunjukkan bahwa, bentuk tuturan ragam bahasa gander pria yang
digunakan oleh penutur wanita, semuanya bentuk tuturan yang memiliki makna tipikal penegasan. Makna penegasan ini berdasarkan pada situasi penggunaannya, dapat dikelompokkan menjadi tiga tipe yaitu, 1) makna penegasan dengan konteks dan situasi tuturan, penutur mengungkapkan rasa kekesalan, jengkel, marah, dan yang sejenisnya. Bentuk tuturan ini meliputi seperti yang terdapat dalam tabel 9 yaitu, kata ganti persona ketiga lkoitsul, lsoitsul, (oiau) dan tabel 10 yaitu, lmukotsukul, lhoratahu), dan luzoil. Bentuk tuturan (mukatsukul dan (horototsul, untuk jenis tuturan gander wanita memiliki bentuk standart (...yometel. Tetapi bentuk ini, memiliki kesan makna yang sopan dan halus, sehingga jika ketiga bentuk tuturan tersebut di atas diganti dengan l...yametel, maka informasi pokok kondisijenkel, marah dan sebagainya tidak akan dapat tersampaikan secara
menyeluruh. Selain itu, bentuk tuturan l...yometel ini, juga memberikan kesan kepada penuturnya yaitu, sebagai figur yang memiliki karakter lembut dan santun, yaitu karakter dasar yang dimiliki oleh gander wanita, yang mengakibatkan munculnya persepsi bahwa penutur memposisikan diri pada kedudukan di bawah lawan tutur. Sedangkan kata ganti penona ketiga (koitsu),(sortsu), dan (oltsu) digunakan untuk menyampaikan informasi makna yaitu perasaan tidak suka, tidak berkenan, tidak simpatik terhadap persona ketiga. Jika penutur menggunakan bentuk tuturan tersebut, berarti penutur memiliki perasaan tidak simpatik terhadap persona ketiga yang ditunjuk. Beotuk tuturan jenis ini digunakan untuk mengungkapkan informasi makna jengkef marah, tidak simpatik dan sesuatu yang tidak berkenan bagi penutur. Tipe yang ke 2)yaitu, bentuk tuturan yang digunakan untuk menyampaikan informasi makna penegasan pujian yaitu (sugei) dan (umail yan$" terdapat pada tabel 10. Bentuk tuturan ini masing-masing memiliki bentuk standart yaitu (sugof) dan (oishii). Bentuk standar ini bisa digunakan oleh semua penutur tanpa membedakan jenis gander.
Tipe ke 3) adalah bentuk tuturan yang mentungkapkan informasi penegasan dalam
kontek tuturan yang umum. Artinya, makna penegasan yang disampaikan oleh penutur menekankan pada penegasan makna masing-masing tuturan. Makna penegasan tanpa diikuti oleh informasi pujian maupun rasa tidak simpatik. Bentuk tuturan ini meliputi bentuk afiks dan kata kerja bantu seperti yang terdapat pada tabel 9. Selanjutnya besarnya angka pada setiap jenis bentuk ungkapan menandakan semakin tingginya frekuensi penggunaan bentuk tersebut dalam percakapan sehari-hari. Hal ini jika dikaitkan dengan hasil yang sudah disebutkan di atas yang menunjukkan bahwa, sebanyak 84 responden atau 83,2% penutur wanita muda tidak menyadari bahwa bentuk ungkapan yang digunakan adalah termasuk dalam jenis ragam bahasa gender pria. Hal ini dapat diartikan bahwa, karena tingginya frekuensi penggunaan tersebut, dapat pula mempengaruhi terhadap pemahaman klasifikasi bahasa gender. Artinya, karena seringnya penutur wanita menggunakan bentuk ungkapan ftlgam bahasa gender pria, yang mengakibatkan munculnya keterbiasaan dan pada akhirnya penutur merasakan bahwa bentuk ungkapan yang digunakan tersebut bukan sebagai ragam bahasa gender pria, atau mungkin sudah tidak merasa terganggu lagi oleh adanya ikatan kaidah penggunaan bahasa gender. Karena keterbiasaan tersebut, yang akhimya mengakibatkan penutur tidak perlu lagi dikontrol sehingga merasil tidak melakukan kesalahan berupa penyimpangan penggunaan bahasa gender tersebut.
Guna melakukan perbandingan terkait percepsi terhadap masyarakat wanita muda Jepang, penelitian inijuga menggunakan masyarakat wanita lndonesia yang berdomisili di kota Nagoya, Anjou, dan sekitarnya sebagai responden. Peneliti rnemberikan angke! dimana isi angket bertujuan untuk memperoleh informasi pandangan dan penilaian masyarakat wanita lndonesia terhadap pribadi masyarakat wanita muda Jepang saat ini, ditinjau dari aspek, perilaku, penampilan, dan gaya berbahasa. Kelompok responden masyarakat wanita lndonesia, juga digeneralisasikan berdasarkan kelompok usia, yaitu kelompok responden berusia antara 20-35 tahun dan kelompok responden berusia 36 tahun ke atas. Untuk responden masyarakat wanita lndonesia kelompok usia muda, tidak diperoleh responden berusia antara 12-19 tahun, sehingga penelitian ini untuk responden
kelompok usia muda hanya menggunakan responden yang berusia antara 20-35 tahun. Jumlah keseluruhan responden masyarakat wanita lndonesia sebanyak 31 responden dengan klasifikasi, 14 responden kelompok usia muda yaitu antara 2f35 tahun dan sebanyak 17 responden untuk kelompok usia 36 tahun ke atas. Dari hasil angket secara keseluruhan diperoleh hasil, sebanyak 23 responden atau sebesar 74,2% mengatakan bahwa, maryarakat wanita muda Jepang sudah mengalami pergeseran yang sangat mencolok, terutama dilihat dariaspek penampilan (cara berpakaian, penampilan fisik seperti kebiasaan merokok, dsb), danlaya berbahasa. Gaya berbahasa masyarakat wanita muda Jepang sudah sedikit kasar jika dibandingkan gambaran figur wanita Jepang yang diperoleh melalui informasi media seperti TV, majalah, koran, dan sebagainya. Haliniditandaidengan volume suara wanita muda ketika bertindak tutur diniai sudah terlalu tinggi dengan cara berteriak-teriak atau berbicara dengan volume yang keras. Dari aspek perilaku, responden memberikan penilaian bahwa, wanita muda Jepang sudah lebih terbuka dan gaya hidup yang lebih bebas. Hal ini ditandai oleh adanya kencenderungan wanita muda dapat menerima bentuk kehidupan tinggal bersama pasngannya sebelum menikah (di luar ikatan pernikahan). Tetapi ketika diberi pertanyaan yang mengarah kepada aspek kesopanan, responden masyarakat lndonesia sebagian besar tidak dapat memberikan penilaian, karena rendahnya frekuensi pertemuan dan pergaulan dengan masyarakat wanita muda Jepang. Hanya sebanyak 11 responden atau 35,5ya, responden mengatakan bahwa, dari aspek kesopanan, masyarakat wanlta muda Jepang masih sangat memetant nilai dan etika kesopanan, terutama ketika berbicara dengan lawan tutur yang memiliki usia dan shtus sosialyang lebih tinggi, lawan tutur yang baru pertama bertemu atau belum begitu akrab. Hasil angket dari responden masyarakat wanita lndonesia jika dibedakan berdasarkan kelompok usia, diperoleh hasil seperti berikut. Pada kelompok usia 20"35 tahun, sebanyak 11 responden atau 78,6% dan pada kelompok responden usia 36 tahun ke atas sebanyak 11 responden atau 64,7c16 memberikan penilaian terhadap masyarakat wanita muda Jepang
telah mengalami perubahan baik dari aspek gaya hidup, penampilan dan gaya berbahasa. lndikator yang digunakan untuk menentukan penillaian sama seperti yang telah disebutkan di atas. Sedangkan dari aspek sopan santun dan etika, responden kelompok usia 2(P35 tahun sebanyak 9 responden atau il,3yo berpendapat bahwa wanita muda Jepang masih memiliki dan memegang nilai kesopanan dan etika, khususnya yanB berhubungan dengan nilai dan etika sosial budaya. Tingginya angka ini mungkin disebabkan, kelompok responden usia ini dimung*inkan lebih memiliki kesempatan bergaul secara langsung dengan kelompok masyarakat wanita muda Jepang, sehingga meiliki kesempatan untuk melakukan pengamatan dan penilaian secara langsung. Sedangkan dari kelompok responden usia 35 tahun ke atas, hanya 2 responden atau L1.,9% memberikan penilaian yang sama dengan responden kelompok usia 20r'35 tahun, selebihnya tidak memberikan jawaban.
11
-*48
5,
Lanptran
*7 v r- F |tsrEot,lDlcfi r. ?fi,g'.b'l.ftH f 6 : l tit' ? *t/i,. *7 y tr - l, oE4,f / ;f lst L ( r:#ttt!|cfrtr L. t*tiEtc "t a (/2.\*f 6 o r, 5 A:trJfl7,{ f v 7,t 7,t a gE 1
48fi,*t&" *l: a (rz-rs) b (16^)20) {F
e.
(Er-Es)
(zt-zs) c. (ze^,o)
c.
f. (n6-DA-b')
gTg)fflSE e,b ?)*ir6-r#t
tl&:e.
i:t lt" 1. E *#offi LE*llf;r,l<. q{*E# } flt€rFrl#Atr6 : } *fi c (v.*fi." a.liUr z. fri*€**&H LE: Lrrb a.
bD
b. D
O&{.fD( (
lrvri
*ti""
*f
b.b9
*rt&
t At*,-r-b 3. E o J. i re&fr t> 6v\ttfinrEH
L
*fi'. t 6 -t < RtFffi lc6i( ( /C 3
v
() UTot-10 o)fElcf,t ( < ilitvr (illtEl#E) " 4. D)To:-Atrfift*fiilo>+t.*o'L\(. E*LtffH LA: trr&) a.
b. tE
GE
(*L
c.
D
Efi'"
bL
:
b.a
a. *iBfr
6. = Lffi+\4ffi*ffiAt6BTd)trt.*o'vr<. PiutEE LiL: & rrb I
btra 7. rfilt*fgr$ffi t-Eb ),/ -E6t A&E LE: L irb I *fi'. a.
:V\?
b..?vta
c
a.lttr (fi[
b.
:
Lt.: Lit€'D *fi'.
8. DJTCIfSBrfffotr?PiL*&H a.
vrv',i
-?
b.
-€
c.
-fl
d.
-i.
e.
-6&i.
f.
-r\U\
(&: 9.
DIT aGJ v
4)v ai&fi.rr&H !
L
k
:
& rtr b
6 t) CI It. Elr,-Cf il'"
*frt..
r.
a.ffifi,otc b.tri'c(
c.E$a
d.
e.
i*vr f.*llt
s.ttf
ft!:
*-
)
L*fi.. a. ffi:at,t* b. ,Eilt c. EHF9/r&ffir Lt. 4-e TIE&EE* * ffi.Ht 6W, + b * frttE* l L
10. E ArX L, Z l.t afr+*A*A&H
t1,
a.
ltt,r
b. v\v\i-
t i rrfi&'e. F&B*A&.ffi L*fi.. a.7 t-?)v(b (Afi9r.B) b..{ yZ *-
"r i trffi+l.frttB*&&H L*fi'" Ea
a. & D ffivtfH+'et) 13
14.
b. Fl
U,XttTdDffi+ozt
a1allf Zr.frrr*c,- il o)fi[Eft (
<
rU*L\"
ffi+tlt8a)I ) /rE*tfi." #,LvrHfili (*ffi - *t&, - fr.L) b.#L( tru',Hffi (*ffi tajt6ffi+\ *mAALrrt,\+E+)
a.
.
#*,. fr.L. ffiAo)ffi
1s. Eto&+lrE&E*A&f;16H. E it*u*j-i'" a.
?tr,lt Pfi l. Ltrl',/ +5,
b.Btun&&ffi D6
AEI.F&B*A&ffit6*e. yCIt itmffiT&IH LEfi'.
lG.
a.t#ffi0>z*
b.
#Lu.&tEt.it L< t)
fiHlcFt*€*?ffiHt 65e. P i * u*li'.
t7.
a.
tlr,llgftl.l-ttv\/+fr.
b.Eftfif;AffiU6
FEE'XA&Ht6*l**.fl4: &ir*) D *fi'. a. bb b. aL\ a.
20.
E
ttr,l* &fi t. L /tu \,/+fi
#ffitcFtta*t,*&a*$*r6:
b.
L afE#:rb.
/tL\
zr. F{SB* A,t$A*a&ffilcavr(tt.
EE|J
a.*>6
a.ltLr
b.
iEfiif;a!fiD6
6il,F.ilrb6
Litf,rrv\L\
trrVri
13
&
&
Evr*fz)'"
Br,r*fi'.
aWffi
t ItIH[otDtcE] \. t&ts-L,tcttHf6 : b, r*a t) *ti," *7 y,* I ow?I,,/ L(d#'tfttctfr ;ftrr L. #flrf,tE I a (&*f 6 0T. r^ffJtil7 ,t f v7 ,t ? ,t t glt fr,Ettr*tr,.
*7
v
r-
#i: r (u-rr)
b.
(16-o)
a (zt-zs)
d. (26-30) c.
1. E*ffio)ffiLE*trrsu\r. SltB*&ft+Er*rt#ftf a.
Itlrr
a.
b.
f{fttEl$E*&fro( a.ltur
brrvr b.
6: t ttoo(rr*fi,"
Lrtr*.
b.
a, fr>6
(Er-gs) f. (36-Dtt)
/ru\
LI$r,\*fr..
v\u\i
*. Ft*E'*tftHi6tr;l#?8 6e, P i Et,rEfr.. a. ttr,lt Pfi li Ltsv 7 ry.a b.EAfif;Afif;u6 t
s. FttB*
c
afta*o)frffi tcr}
\(rt. EflJ LEf,
a ltur
6. EfffilcFttE*&f{frts*rrb6: a.ltUr
b.
e
lrUr\i
a#fff
b.
trrLri.
14
11 r
2
fifl,v r g
'r1
6il,*ilrb6.
fir.
}&r,r*fi,"