IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Hasil perhitungan laju respirasi buah nangka terolah minimal berlapis
edible coating berdasarkan pada pengamatan konsentrasi gas
0 2
dan C02 pada
selang waktu tertentu (Lampiran 1-3) diperoleh laju respirasi seperti diperlihatkan pada Tabel 3.
Tabel 3. Laju respirasi buah nangka terolah minimal berlapis edible coating pada suhu 5"C, 1O°C, dan suhu kamar Laju respirasi (mg/kg.jam)
0 3 6 12 18 24 36 48 72 96 123 147 171 195 21 9 29 1 31 5
10°C
5°C
Waktu Cjam)
26,5"C
0 2
CO2
0 2
C02
0 2
C02
0,oo 3 1,93 2,13 15,96 13,84 10,64 9,05 20,75 1,06 5,06 10,17 7,72 5,32 3,46 8,5 1 9,40 2,66
0,OO 38,34 46,83 13,17 13,17 0,73 7,68 9,15 4,76 18,29 20,8 1 19,76 13,90 20,12 17,19 1122 6,22
0,OO 79,45 8,36 30,32 24,05 28,23 19,34 19,34 16,73 21,43 18,82 11,76 6,27 5,23 0,OO 0,OO 0,Ol
0,OO 92,29 69,OO 3 1,63 23,OO 20,13 35,22 37,38 28,39 52,47 62,29 75,47 71,88 52,30 44,92 28,75 7,19
0700 75,31 91,17 112,97 88,19 83,24 66,89 8,92 2,23 C,50 0,22
0,oo 139,25 163,50 218,OO 257,52 193,48 396,49 255,47 68,13 59,61 19,68
-
-
-
-
-
-
-
Data rata-rata hasil analisis parameter mutu buah nangka terolah minimal berlapis edible coating pada penentuan komposisi atmosfir termodifikasi yang sesuai disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rata-rata nilai parameter mutu buah nangka terolah minimal berlapis edible coating pada penentcan komposisi atmosfir Parameter mutu *
S1hu 5°C a. Susut bobot (%) b. Kekerasan (kglmm) c. Kecerahan (L) d. Kekuningan (b) e. Gula total (%) f. Total asam (%) g. Vitamin C (mg1100 g) h. Total rnikroba (XI 0') i. Organoleptik - warna
-rasa
- aroma - kekerasan Suhu 10°C a. Susut bobot (%) b. Kekerasan (b:g/xnm) c. K& (L) d. Kekuningan (b) e. Gula total (%) E Total asam (%) g. Vitamin C (mgl100 gj h. Total mikroba (x 104 i. Organoleptik - wama - ram - aroma - kekerasan
Konsentrasi gas 3-5% O2 8-10% COz
1,37 0,70 75,20 35,36 28,40 1,84 24,54 4,89
c a a a a ab a a
3,21 3,15 3,20 3,28
a a a a
0,% b 0,79 a 75,15 a 34,41b 27,77 ab 2,10 ab 29,85 tibc 10,OO a 3,21 3,24 3,19 3,38
a a a a
2 1?/0 O2
3-5% 0 2 11-13% COz
6-8% O2 8-10% C02
11-13% C02
0,03% C 0 2
1,35 c 0,70 a 74,32 a 3534 a 28,93 a 2,02 bc 24,15 a 5,21 a
0,87 0,73 76,26 33,50 28,97 2,37 27,35 2,03
b a
1,20 0,73 75,94 35,27 28,03 2,21 26,73 3,07
b a
1,55 d 0,67 a 73,06 a 34,76 a 28,OO a 1,76 a 23,84 a $46 a
a a a a
3,22 3,16 3,20 326
a a a a
3,20 3,06 3,14 3,24
3,23 3,06 3,14 3,28
a a a a
0,90 ab 0,86 a 74,92 a 31,87a 27,74 ab 1,63 a 27,25 ab 9,83 a 3,17 3,21 3,I9 328
a a a a
3,29 3,17 3,26 3,38
a a a a a
cd
0,88 ab 0,89 a 75,43 a 32,lOa 3229 c 2,44 b 32,51 c 8,08 a 3,28 3,36 3,14 3,35
a a a a
6-8'Yo 0
2
b a a a a
cd
0,58 a 0,87 a 73,25 a 33,03ab 28,97 b 2,37 b 30,2@ zbc 10,27 a 3,28 3,43 3,09 3,40
a a a a
a a a a
0,99 b 0,78 a 73,16 a 32,03a 25,97 a 1,53 a 26,65 c 12,43 a 3,14 3,14 3,04 3,24
a a a a
otasi yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan perlakuan berdasarkan Uji ~uncan5%
Data rata-rata hasil analisis parameter mutu buah nangka terolah minimal berlapis edible coating pada penentuan jenis film kemasan yang sesuai disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata nilai parameter mutu buah nangka terolah minimal berlapis edible coating pada penentuan jenis film kemasan
Susut bobot Kekerasan (kglmm) Kecerahan (L) Kekuningan (b) Gula total (%) Total asarn (%) Vitamin C (mg/100 g) Total mikroba (x107) Organoleptik - warna - rasa aroma - kekerasan
-
*
I
Jenis film kemasan
Parameter mutu *
White stretch$lm
3,39 3,20 3,18 3,32
a a a a
3,36 3,12 3,13 3,29
a a a a
Notasi yang berbeda menunj~ ian adanya perbedaan perlakuan berdasarkan Uji Duncan 5%
B. Pembahasan 1. Laju Respirasi Buah Nangka Terolah Minimal Berlapis Edible Coating Respirasi adalah suatu proses pembongkaran bahan organik yang tersimpan (karbohidrat, protein, lemak) menjadi bahan sederhana dan produk, akhirnya berupa energi (Santoso dan Purwoko, 1995). Laju respirasi merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan buah sesudah dipanen dimana nilai yang
tinggi biasanya disertai oleh umur simpan pendek yang menunjukkan laju kemunduran mutu dan nilainya sebagai bahan makanan (Pantastico, 1986). Tabel 6 memperlihatkan hasil pengukuran laju respirasi rata-rata buah nangka terolah minimal pada suhu 5"C, 10°C, dan suhu kamar (26,5"C). Semakin rendah suhu penyimpanan maka laju respirasi dan kuosien respirasi
(RQ) &an semakin rendah. Hr?l ini terjadi karena laju respirasi dipengaruhi oleh suhu penyimpanan, dirnana semakin rendah suhu maka proses respirasi
akan berjalan lebih lambat. Phan et a1.(1986) menyatakan bahwa pada suhu 0 sampai 35°C laju respirasi buah-buahan dan sayur-sayuran meningkat antara 2 sampai 2,5 kali untuk tiap kenaikan suhu 10°C yang menunjukkan bahwa proses biologi dan kimiawi dipenganihi oleh suhu. Pada suhu di atas 35°C- laju respirasi menurun karena aktivitas enzim terganggu yang mengakibatkan dihsi oksigen terhambat. Berdasarkan laju respirasinya, buah nangka terolah minimal berlapis edible coating termasuk dalam klasifikasi produk hortikultura sedang dengan kisaran 10-20 mg CO~/kg.jampada suhu 5°C (Kader, 1992). Tabel 6. Laju respirasi rata-rata buah nangka terolah minimal pada berbagai kondisi ~enyimpanan I
Perlakuan Terolah minimal dengan biji
'
Terolah minimal tanpa biji, berlapis edible coating 2 Sudiari, 1997. Penelitian ini.
'
Suhu ("C) 5 10 26,5
Konsumsi 0 2 (mg/kg.jam) 3,40 8,62 47,78
Produksi C02 (mgkg;.jam) 12,04 30,40 149,60
Kuosien respirasi 334 333 3,13
5 10 26,5
9,27 18,23 48,15
15,37 45,91 161,Ol
1,66 2,52 3,34
Namun demikian, laju respirasi rata-rata yang dihasilkan untuk setiap suhu simpan lebih besar daripada penelitian yang dilakukan oleh Sudiari (1997). Hal ini terjadi karena pada penelitian tersebut biji buah nangka tidak dihilangkan sehingga dinding sel tidak mengalami perlukaan yang menyebabkan respirasi menjadi lebih cepat meskipun buah telah dilapisi edible coating. Burn (1995) menyatakan bahwa kehilangan kulit dan gangguan keutuhan sel akibat pengupasan, pengirisan maupun pemotongan menyebabkan terjadinya perubahan
fisiologis sehingga mengakibatkan peningkatan
transpirasi, aktivitas enzim, dan laju respirasi. Nilai RQ untuk buah nangka terolah minimal berlapis edible coating (Tabel 6) pada semua suhu simpan lebih besar dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa yang digunakan dalam respirasi adalah suatu substrat yang mengandung oksigen, yaitu asam-asam organik dimana diperlukan
0 2
lebih sedikit untuk
menghasilkan sejumlah CO;! yang sama (Pantastico, 1986). Berdasarkan pola laju respirasinya, buah nangka terolah minimal berlapis edible coating termasuk buah klimakterik, dirnana terjadi peningkatan .>
laju produksi COz secara tajam sebelum mencapai keadaan yang relatif konstan. Hal ini sesuai dengan Kader (1 992) yang menyatakan bahwa nangka termasuk buah klimakterik. Gambar 7 memperlihatkan pola respirasi nangka terolah minimal berlapis edible coating pada suhu kamar, 1O°C, dan 5°C. Pada penyimpanan suhu karnar (Gambar 7a), konsentrasi O2turun dari 2 1,00°/0 menjadi 3,13% sedangkan konsentrasi COz meningkat dari 0,03% menjadi 66,67%. Puncak klirnakterik terjadi pada penyimpanan selama 36 jam
dan mencapai keadaan yang relatif konstan setelah 72 jam. Buah mulai berair dan busuk, serta mengeluarkan aroma yang tajarn setelah 96 jam penyimpanan.
Warna buah berubah dari kuning menjadi kecoklatan setelah disimpan selama 123jam sehingga pengukuran dihentikan.
Lam peny impanan (iam) o Laju respirasi02
A Laju respirasiC02
Gambar 7. Laju respirasi buah nangka terolah minimal berlapis edible coating pada suhu karnar (a), suhu 10°C (b), dan suhu 5°C (c)
Pada penyimpanan suhu 10°C (Gambar 7b), puncak klirnakterik tejadi
pa& penyimpanan selarna 147jam. Konsentmi 0 2 turun dari 21,00°/0 menjadi
3,50% dan konsentrasi COz meningkat dari 0,03% menjadi 5 1,67% pada akhir penyimpanan di jam ke-3 15. Pada penyimpanan suhu 5°C (Gambar 7c), puncak klimakterik terjadi pada penyimpanan selama 123 jam. Konsentrasi 0 2 turun dari 2 1,00% menjadi 8,13% dan konsentrasi C 0 2 meningkat dari 0,03% menjadi 16,73% pada akhir penyimpanan di jam ke-3 15. Berdasarkan pengamatan laju respirasi di atas, dipilih suhu 5°C dan 10°C sebagai suhu penyimpanan untuk tahap penelitian selanjutnya. Pada kedua suhu tersebut, rata-rata laju respirasi lebih rendah dibandingkan dengan rata-
rata laju respirasi pada suhu kamar dan berdasarkan pengamatan secara visual, buah tidak mengalami perubahan warna dari kuning menjadi coklat sampai akhir pengamatan. Penyimpanan pada kedua suhu tersebut diharapkan dapat memperpanjang umur simpan dan mempertahankan mutu buah nangka terolah minimal berlapis edible coating.
2. Penentuan Komposisi Atmosfw Termodifikasi Komposisi atmosfir termodifikasi yang sesuai untuk buah nangka terolah minimal berlapis edible coating dipilih berdasarkan hasil kombinasi perlakuan komposisi gas 0 2 dm COz yang dapat memperpanjang rnasa sirnpan buah dengan parameter mutu kimia, fisik, dan organoleptik. Perubahan mutu yang diamati adalah susut bobot, kekerasan, warna, gula total, total asam,
vitamin C, total mikroba, dan uji organoleptik yang meliputi wama, rasa, aroma, dan kekerasan. Hasil pengamatan secara visual menunjukkan tejadinya perbedaan masa simpan antara penyimpanan pada suhu 10°C dan 5°C. Masa simpan pada suhu 10°C lebih pendek daripada pada suhu 5"C, yaitu selarna 4 dan 8 hari. Hal ini dapat tejadi karena pada suhu 10°C buah mulai berair pada hari ketiga sehingga menjadi media yang cocok untuk pertumbuhan mikroba dan menyebabkan buah lebih cepat mengalami kerusakan. Berairnya buah yang disimpan pada suhu 10°C diduga terjadi karena laju respirasi dan transpirasi yang berjalan lebih cepat dibandingkan dengan buah yang disimpan pada suhu 5°C sehingga akan menghasilkan uap air yang lebih banyak pula dan akhirnya
akan terakumulasi dalam wadah kedap yang digunakan.
a. Susut Bobot
Susut bobot merupakan salah satu parameter mutu yang mencerminkan tingkat kesegaran buah yang berkaitan dengan banyaknya air yang hilang. Tranggono (1988) menyatakan bahwa susut berat sebagian besar dipengaruhi oleh proses penguapan, sedangkan kehilangan karbon dalam respirasi hanya merupakan bagian yang kecil pada hasil hortikultura. Kehilangan air merupakan penyebab utarna kerusakan produk karena selain berpengaruh langsung terhadap kehilangan kuantitatif (bobot) tetapi juga menyebabkan penurunan kualitas penampilannya karena layu clan pengkerutan, tekstur yang menjadi lunak, lembek, rapuh, hilangnya
kerenyahan dan juice, serta kualitas nutrisi (Santoso dan Purwoko, 1995). Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk menghambat hilangnya uap air agar mutu buah dapat dipertahankan. Pengamatan terhadap bobot buah nangka menunjukkan adanya penurunan selarna penyimpanan dengan berbagai komposisi atmosfir gas pa& suhu 5°C dan 10°C. Gambar 8 dan Lampiran 4 memperlihatkan perubahan susut bobot buah nangka selama penyimpanan.
3-5% 0 2 dan &lo% C02
A 6-8%0 2 dan 8-10%C02
X 21% 0 2 dan 0.03% C02
3-5% 0 2 dan 1 1-13%C02 1 1-13% C02
X 6-8%0 2 dan
Garnbar 8. Perubahan susut bobot buah nangka terolah minimal berlapis edible coating selama penyimpanan pada suhu 5°C (a) clan suhu 10°C (b)
Hasil anaiisis keragaman pada penyimpanan suhu 5°C (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perlakuan komposisi atmosfir dan lama penyimpanan serta interaksi antara keduanya memberikan pengaruh sangat nyata pada
taraf 1%.
Hal ini menunjukkan bahwa kombinasi kedua perlakuan
memberikan respon berbeda terhadap susut bobot buah.
Selama
penyimpanan, susut bobot buah mengalami peningkatan yang nyata pada
taraf 1%. Hal ini terjadi karena selama penyimpanan pada suhu tersebut buah masih melakukan proses respirasi dan transpirasi aktif sehingga banyak mengalami kehilangan uap air dan susut bobot buah mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Garnbar 8a memperlihatkan peningkatan susut bobot buah sehma penyimpanan pada berbagai komposisi atmosfir pada suhu 5°C. Hasil uji Duncan 5% menunjukkan bahwa susut bobot pa& penyimpanan dengan komposisi atmosfir 6-8% 0 2 dan 8-10% C02 berbeda nyata dengan komposisi udara lainnya, namun penyimpanan pada komposisi atmosfir 3-5% 02 dan 8-10% CO2 dan 3-5% 02 dan 11-13% C& tidak berbeda nyata (Tabel 4).
Prosentase susut bobot terkecil terjadi pada
komposisi atmosfir 6-8%
0 2
dan 8-10% COz yaitu sebesar 0,87%,
sedangkan prosentase tertinggi terjadi pada komposisi udara normal yaitu sebesar 135% yang berbeda nyata dengan semua komposisi atmosfir yang dicobakan.
Hal ini menunjukkan bahwa komposisi atmosfir dengan
konsentrasi 0 2 rendah dan CO2 yang tinggi memberikan kondisi lingkungan yang rnampu menekan laju transpirasi sehingga akan mengurangi smut bobot dibandingkan dengan komposisi udara normal. Komposisi atmosfir
6-8% 02 dan 8-10% C02 merupakan kondisi yang paling sesuai untuk
menekan laju transpirasi tersebut dibandingkan dengan komposisi atmosfir lainnya pada penyimpanan suhu 5°C. Hasil analisis keragaman pada penyimpanan dengan suhu 10°C (Lampiran 4) menunjukkan bahwa perlakuan komposisi atmosfir dan lama penyimpanan memberikan pengaruh sangat nyata sedangkan interaksi antara keduanya tidak berbeda nyata. Selma penyimpanan, susut bobot buah mengalami peningkatan yang sangat nyata pada taraf 1%. Hal ini terjadi karena selama penyimpanan pada suhu 10°C buah masih melakukan proses respirasi dan transpirasi aktif sehingga banyak mengalami kehilangan uap air dan susut bobot buah mengalami peningkatan dm waktu ke waktu. Garnbar 8b memperlihatkan peningkatan susut bobot buah selama penyimpanan pada
berbagai komposisi atmosfir pada suhu 10°C. Perlakuan komposisi atmosfir memperlihatkan pengaruh yang nyata pa& pada taraf 5% terhadap susut bobot buah selama penyimpanan pa& suhu 10%. Hasil uji Duncan 5% menunjukkan bahwa susut bobot pada penyimpanan dengan komposisi atmosfir 6-8%
0 2
dan 11-13% CO2 tidak
berbeda nyata dengan komposisi atmosfir 3-5% Oz dan 11-13% C02, 6-8% 0 2
dan 8-10% CO2, namun berbeda nyata dengan komposisi atmosfir 3-8%
0 2
dan 8-1O O ?CO2 dan komposisi udara normal (Tabel 4). Prosentase susut
bobot terkecil terjadi pada komposisi atmosfir 6-8%
0 2
dan 11-13% C 0 2
yaitu sebesar 0,58%, sedangkan prosentase tertinggi terjadi pada komposisi udara normal yaitu sebesar 0,99%. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi
lingkungan yang ditimbulkan oleh komposisi atmosfir 6-8% O2dan 1 1-13% CO2 paling sesuai untuk menekan laju transpirasi yang akan menurunkan
susut bobot buah dibandingkan dengan komposisi udara lainnya pada penyimpanan suhu 10°C.
b. Kekerasan
Kekerasan buah selama penyimpanan merupakan parameter mutu yang penting bagi konsumen. Komoditas yang memiliki nilai kekerasan rendah dianggap rendah pula mutunya. Penurunan buah dapat disebabkan oleh kehilangan turgor, degradasi pati, atau perombakan dinding sel buah (Seymour et a].,1993). Pengukuran kekerasan buah nangka dengan Instron 1140 menunjukkan adanya penurunan nilai selama penyimpanan dengan berbagai komposisi atmosfir gas pada suhu 5°C dan 10°C. Gambar 9 dan Lampiran 5 memperlihatkan perubahan kekerasan buah nangka selama penyimpanan. Hasil analisis keragaman (Lampiran 5) menunjukkan bahwa perlakuan lama penyimpanan memberikan pen&
sangat nyata pada tamf
1%, sedangkan perlakuan komposisi atmosfir dan interaksi antara keduanya tidak berbeda nyata pada suhu 5OC dan 10°C.
Selama penyimpanan,
kekerasan buah mengalami penurunan yang sangat nyata pada taraf 1%. Secara fisiologis perubahan kekerasan dipengaruhi oleh tekanan turgor karena perombakan pada komponen penyusun dinding sel yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pektin, dan ligin sehingga buah dan sayuran akan
semakin lunak selama proses pemasakan. Perubahan kekerasan pada buah selama penyimpanan terutama disebabkan oleh pembongkaran protopektin yang tidak larut menjadi senyawa pektin yang larut sehingga ketegaran buah berkurang (Winamo dan Arnan, 1981). Selama pematangan, pektin yang larut selanjutnya didepolirnerisasi lagi menjadi unit-unit yang lebih kecil dan akhimya menjadi asam galakturonat dengan aktivitas enzim pektin esterase, poligalakturonase, dan rnungkin protopektinase (Apandi, 1984).
Gambar 9. Perubahan kekerasan buah nangka terolah minimal berlapis edible coating selama penyimpanan pada suhu 5°C (a) dan suhu 10°C (b)
Hasil uji Duncan 5% menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kekerasan yang nyata dari semua perlakuan komposisi atmosfir baik pada penyimpanan suhu 5°C maupun penyimpanan suhu 10°C. Hal ini diduga karena penggunaan edible coating pada buah nangka dan penyimpanan pada suhu rendah menyebabkan proses pematangan menjadi lebih lambat dan perbedaan kekerasan buah tidak nyata meskipun komposisi gas lingkungannya berbeda Rata-rata kekerasan terkecil terjadi pada komposisi udara normal yaitu sebesar 0,67 kglrnrn dan 0,723 kg/mm untuk penyimpanan pada suhu 5°C dan 1O°C, sedangkan rata-rata kekerasan terbesar terjadi pada komposisi atrnosfir 6-8%
0 2
dan 8-10% COz, yaitu sebesar 0,73 kglrnm dan 0,89
kg/rnm pada suhu 5°C dan 10°C (Tabel 4).
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa komposisi atrnosfir 6-8% 0 2 dan 8-10% COz paling sesuai untuk menekan penurunan kekerasan buah nangka terolah minimal beriapis
edible coating dibandingkan dengan komposisi atmosfir lainnya, meskipun perbedaannya tidak nyata.
c. Kecerahan Daging Buah (L*)
K!ecerahan merupakan parameter mutu yang digunakan untuk menunjukkan intensitas browning.Pencoklatan (browning)enzirnatis adalah sebuah fenomena yang terjadi pada banyak buah dan sayuran ketika jaringannya lukdmemar, dipotong, dikupas, sakit, atau terkena kondisikondisi abnormal kernudian mengalami kontak dengan udara (Eskin, 1988).
Pengukuran kecerahan daging buah nangka berlapis edible coating yang disimpan pada suhu 5°C dan 10°C menggunakan Chromameter CR-200 menunjukkan hasil yang cenderung menurun selama penyimpanan. Hal ini ditunjukkan oleh Garnbar 10 dan Lampiran 6.
Lama Penyimpanan (Hari) 3-5% 0 2 h8-100/a C02
A 6 8 % 0 2 h8-10% C02 X 21% 0 2 dan 0.03% C02
&-bar
3-5% 0 2 dan 11-13% C02 X6-8% 0 2 h 11-13%C02
10. Perubahan kecerahan buzh nazgka terolah minimel ber!apis edible coating selama penyimpanan pada suhu 5°C (a) dan suhu 10°C (b)
Hasil analisis keragarnan pada penyimpanan suhu 5°C (Lampimn 6) menunjukkan bahwa perlakuan lama penyimpanan memberikan pengaruh sangat nyata pada taraf 1%, sedangkan perlakuan komposisi atmosfir dan interaksi antara keduanya tidak berbeda nyata.
Hasil analisis keragaman
pada suhu 10°C menunjukkan bahwa perlakuan lama penyimpanan memberikan pengaruh nyata pada taraf 5%, sedangkan perlakuan komposisi atmosfir dan interaksi antara keduanya tidak berbeda nyata. Selama penyimpanan kecerahan buah mengalami penurunan karena meningkatnya intensitas browning meskipun buah telah mengalami perlakuan penambahan antioksidan, yaitu vitamin C dan asarn sitrat sebagai penghambat browning. Penurunan ini kemungkinan disebabkan oleh adanya senyawa-senyawa fenolik yang terdapat pada buah nangka yang merupakan zat penting dalam buah yang berhubungan dengan warna, rasa dan browning secara enzimatik atau adanya aktivitas enzim fenolase yang tinggi (Do dan Salunke, 1989). Hasil uji Duncan 5% menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan kecerahan yang nyata dari semua perlakuan komposisi atmosfir baik pada penyimpanan suhu 5°C maupun penyimpanan suhu 10°C (Tabel 4). Hal ini diduga k a n a penggunaan edible coating pada buah nangka dan penyimpanan pada suhu rendah menyebabkan browning enzimatis berjalan lebih lambat dan perbedaan kecerahan buah tidak nyata meskipun komposisi gas lingkungannya berbeda.
Penurunan kecerahan daging buah terbesar tejadi pada komposisi udara normal, yaitu dari 77,88 (L*) menjadi 66,30 (L*) pada suhu 5°C dan 69,57 (L*) pada suhu 10°C. Penurunan kecerahan terkecil terjadi pada komposisi 6-8% Oz dan 8-10% C a , yaitu dari 77,88 (L*) menjadi 74,56 (L*)pada suhu 5°C dan 72,36 (L*)pada suhu 10°C. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa komposisi atmosfir 6-8% Oz dan 8-10% C02 paling sesuai untuk menekan penurunan kecerahan sebagai akibat dari peningkatan intensitas browning enzimatis buah nangka terolah minimal berlapis edible
coating dibandingkan dengan komposisi atmosfir lainnya, meskipun perbedaannya tidak nyata.
d. Kekuningan Daging Buah (b*) Perubahan warna yang terjadi pada buah-buahan sering dijadikan sebagai kriteria utama bagi konsumen dalam menentukan tingkat kematangan buah. Warna pada buah-buahan disebabkan oleh pigmen yang dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu klorofil, antosianin, flevanoid, dan karotenoid (Winarno dan Aman, 1981). Kekuningan yang ditunjukkaan dengan standar nilai b* (yellowness) digunakan sebagai indikator mutu warna buah nangka segar terolah minimal berlapis edible coating karena bahan tersebut berwa.ma kuning. Nilai b* menyatakan kisaran warna kromatik campuran kuning biru dengan nilai +b dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai -b dari 0 sampai -70 untuk
warna biru (Soekarto, 1985). Nilai b* yang sernakin kecil menunjukkan warnanya semaktn merah dan agak gelap pada akhir penyimpanan. Pengukuran kekuningan daging buah selama penyimpanan menggunakan Chromameter CR-200 menunjukkan hasil yang cenderung mengalami
perubahan
bervariasi.
Gambar
11
dan
Lampiran
7
memperlihatkan perubahan kekuningan daging buah nangka selama penyimpanan.
0
2
4
6
8
Lama Penyimpanan (Hari)
3-5% 0 2 dan 8-10% C02
A 64% 0 2 dan 8-10% C02 X 21% 0 2 dan 0,03% C02
Gambar 11 Perubahan kekuningan buah nangka terolah minimal berlapis edible coating selama penyimpanan pada suhu 5°C (a) dan suhu 10°C (b)
Hasil analisis keragaman pada penyimpanan suhu 5°C (Lampiran 7) menunjukkan bahwa perlakuan lama penyimpanan, komposisi atrnosfir dan interaksi antara keduanya tidak berbeda nyata. Selama penyimpanan buah tidak mengalami perubahan warna yang nyata. Sampai penyimpanan hari ke-4, kekuningan buah cenderung menurun,'kemudian mengalami perubahan
yang bervariasi. Hal ini diduga karena penggunaan edible coating dan penyimpanan dingin dengan suhu 5°C proses pematangan buah berlangsung lambat sehingga degradasi pigrnen dalam buah menjadi larnbat pula. Keadaan ini menyebabkan perbedaan warna sebagai akibat dari perlakuan yang diberikan tidak nyata. H a i l uji Duncan 5% memperlihatkan bahwa tidak terdapat perbedaan kekuningan yang nyata dali semua perlakuan komposisi atmosfir (Tabel 4). Rata-rata kekuningan terkecil terjadi pada komposisi atmosfir 68% 0 2 dan 8-10% C02 sebesar 33,50 (b*), sedangkan rata-rata kekuningan
terbesar terjadi pada komposisi atmosfir 3-5% 0 2 dan 8-10% CO2 sebesar
35,36 (b*). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa komposisi atmosfir 35% 0 2 dan 8-1 0% CO2 pada suhu 5°C merupakan kondisi yang paling sesuai
untuk menyimpan buah nangka terolah minimal berlapis edible coating dibandingkan dengan komposisi atmosfir yang lain karena membenkan nilai kekuningan daging buah tertinggi meskipun perbedaannya tidak nyata. Hasil analisis keragaman pada suhu 10°C (Lampinin 7) menunjukkan bahwa perlakuan lama penyimpanan dan komposisi atrnosfir mernberikan pengaruh nyata pa& taraf 5%, sedangkan interaksi antara keduanya tidak berbeda nyata.
Selama penyimpanan buah cenderung
mengalami perubahan dari kuning ke merah. Perubahan ini terjadi karena adanya degradasi pigmen dalam buah yang mempakan tanda kematangan buah. Winarno dan Arnan (1981) menyatakan bahwa kematangan buah ditandai dengan peristiwa degradasi pigmen klorofil sehingga kandungannya
dalam buah menurun dan pigrnen karotenoid semakin nyata, sedangkan pada saat lepas panen warna antosianin sernakin terlihat. Perlakuan komposisi atmosfir pada penyimpanan suhu 10°C memberikan pengaruh yang nyata pada taraf 5%. Hasil uji Duncan 5% memperlihatkan bahwa perlakuan komposisi atmosfir 3-5%
0 2
dan 8-10%
C02tidak berbeda nyata dengan perlakuan komposisi atmosfir 6-8% 0 2 dan 8-10% COz narnun berbeda nyata dengan komposisi atmosfir lainnya. Perlakuan komposisi atmosfir udara normal tidak berbeda nyata dengan perlakuan komposisi atmosfir 3-5% dan 11-13% CO2,6-8% 02 dan 8-10% CO2, serta 6-8% 0 2 dan 11-13% CO2. Rata-rata kekuningan terkecil terjadi pada komposisi atmosfir 3-5%
0 2
dan 11-13% CO;! sebesar 31,87 (b*),
sedangkan rat.-rata kekuningan buah terbesar terjadi pada komposisi atmosfir 3-5% 02 dan 8-10% CO2 sebesar 34,41 (b*). Dapat dikatakan
bahwa komposisi atmosfir 3 4 %
0 2
dan 8-10% CO2 merupakan kondisi
yang paling cocok untuk menyimpanan buah nangka terolah minimal berlapis edible coating pada suhu 10°C dibandingkan dengan komposisi atmosfir laimya karena rnampu menekan degradasi pigmen yang terdapat dalarn buah sehingga &pat mempertahankan kekuningannya
e. Kadar Gula Total
Gula yang terkandung dalarn buah, baik yang bebas maupun yang terikat pada zat-zat lain merupakan komponen yang penting untuk
mendapatkan rasa buah melalui rasio gula dan asam, wama yang menarik, serta tekstur yang utuh (Mattoo et a].,1986). Selama penyimpanan, kadar gula total buah nangka cenderung mengalami peningkatan.
Gambar 12 dan Lampiran 8 memperlihatkan
perubahan kadar gula total buah nangka selama penyimpanan.
Lama Pmyimpanm (Hari)
Gambar 12. Pembahan gula total buah nangka terolah minimal berlapis edible coating selarna penyimpanan pada suhu 5°C (a) dan suhu 10°C (b)
Hasil
analisis keragaman pada
suhu 5°C (kmpiran
8)
memperlihatkan bahwa perlakuan lama penyimpanan memterikan pengaruh
sangat nyata pada taraf 1%, sedangkan perlakuan komposisi atmosfir dan interaksi antara kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Selama penyimpanan, kadar gula total cenderung mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena masih tersedianya zat pati yang dapat dirombak menjadi gula. Menurut Hulme (1 970) pada buah klimakterik perubahan yang jelas selama pross pemtangan buah adalah kenaikan kadar gula dan penurunan zat pati.
Winamo dan Arnan (l981) menyatakan bahwa
peningkatan total gula disebabkan oleh terjadinya akumulasi gula sebagai hasil degradasi pati, sedangkan penurunan terjadi karena sebagian gula digunakan untuk proses respirasi. Penelitian Wills (1987) menyimpulkan bahwa kandungan gula total nangka sebesar 16%, yang terdiri dari 4% glukosa, 4% hktosa, dan 8% sukrosa. Hasil uji Duncan 5% (Tabel 4) memperlihatkan bahwa tidak ada perbedaan kadar gula total yang nyata pada penyimpanan dengan berbagai komposisi atmosfir. Hal ini terjadi karena penggunaan edible coating dan penyimpanan dingin pa& suhu 5OC &pat menyebabkan kadar gula total buah tidak berbeda nyata meskipun dishpan pada komposisi atmosfir yang berbeda. Rata-rata kadar gula terkecil terjadi pada komposisi udara normal yaitu sebesar 28,00°?, sedangkan rata-rata kadar gula total terbesar tejadi
pada komposisi atmosfir 6-8% 0 2 dan 8-10% C02 sebesar 28,97% sehingga komposisi atmosfir tersebut paling sesuai untuk menyimpan buah nangka terolah minimal berlapis edible coating pada suhu 5°C dibandingkan dengan komposisi atmosfir lainnya.
Hasil analisis keragarnan pada suhu
10°C (Lampiran 8)
memperlihatkan bahwa perlakuan lama penyimpanan, komposisi atmosfir dan interaksi antara kedua perlakuan memberikan pengaruh yang sangat nyata pada taraf 1%. Selama penyimpanan, kadar gula total cenderung mengalami peningkatan. Hal ini disebabkan karena masih tersedianya zat pati yang dapat dirombak menjadi gula.
Winarno dan Aman (1981)
menyatakan bahwa peningkam- total gula disebabkan oleh terjadinya akumulasi gula sebagai hasil degradasi pati, sedangkan penurunan terjadi karena sebagian gula digunakan untuk proses respirasi. Hasil uji Duncan 5% (Tabel 4) memperlihatkan bahwa kadar gula total pada penyimpanan dengan komposisi atmosfir 6-8%
0 2
dan 8-10%
CO2 berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, perlakuan komposisi atmosfir 6-8% 02 dan 11-13% CO2 tidak berbeda nyata dengan komposisi atmosfir 3-5% 02 dan 8-10% CO2 dan komposisi atmosfir 3-5% 0 2 dan 11-13% C02
namun berbeda nyata dengan komposisi atmosfir udara normal. Hal ini terjadi karena perombakan zat pati menjadi gula pada penyimpanan dengan suhu 10°C dipengaruhi oleh komposisi atmosfimya Rata-rata kadar gula terkecil teajadi pada komposisi udara normal yaitu sebesar dan 25,97%, sedangkan rata-rata kadar gula total terbesar terjadi pada komposisi 6-8% 0
dan 8-10% C02 sebesar 3229%. Perlakuan komposisi atmosfir 6-8%
2
0 2
dan 8-10% CO2 memberikan nilai kadar gula total tertinggi sehingga merupakan komposisi atmosfir yang dapat mempertahankan mutu buah nangka selama penyimpanan.
f. Total Asam Perubahan kadar total asam pada buah dan sayuran menandai terjadinya perubahan kimia pada buah dan sayuran tersebut. Asam-asam organik merupakan cadangan energi buah dan akan menurun selama peningkatan aktivitas metabolisme selama pemasakan (Wills et al., 1989). Semakin tinggi kandungan asam semakin tinggi pula ketahanan simpan buah tersebut. Asam organik yang terdapat pada buah adalah asam sitrat. asam malat, asam oksalat, asam tartarat, asam quinat, asarn khlorogenat, dar, asam shikirnat (Winarno dan Aman, 198 1). Selama penyimpanan, kandungan total asam buah nangka mengalami perubahan yang bervariasi. Pada awal penyimpanan, kandungan total asam akan meningkat dan kemudian akan menurun di akhir masa penyimpanan.
Gambar 13 dan Lampiran 9 memperlihatkan perubahan
kandungan total asam buah nangka selama penyimpanan. Hasil analisis keragarnan
pada suhu 5°C (Lampiran 9)
memperlihatkan bahwa perlakuan lama penyimpanan dan komposisi atmosfir memberikan pengaruh yang sangat nyata pada taraf 1%, sedangkan interaksi antara kedua perlakuan memberikan pengaruh yang nyata pada taraf 5%.
Hasil analisis keragaman pada suhu 10°C (Lampiran 9)
memperlihatkan bahwa perlakuan lama penyimpanan dan komposisi atmosfir memberikan pengaruh yang sangat nyata pada taraf 1%, sedangkan interaksi antara kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata.
Lama Penyimpanan (Hari) 3-5% 0 2 dan 8- 10% C02 A 6-8% 0 2 dan 8-10% C02 X 21% 0 2 dan 0,03% C02
3-5% 0 2 dan 11-13% C02 11-13% C02
X 6-8% 0 2 dan
Gambar 13. Perubahan total asam buah nangka terolah minimal berlapis edible coating selarna penyimpanan pada suhu 5°C (a) dan suhu 10°C (b)
Selama penyimpanan, kadar total asam mengalami peningkatan sampai titik maksimum dan kemudian mengalami penurunan. Pantastico (1986) menyatakan bahwa total asam pada buah-buahan akan mencapai mdsimrun selama pertuabuhm dan perkenbangan,. ksmudim menumn selama penyimpanan.
Menurut Do dan Salunkhe (1975), peningkatan
kandungan asam disebabkan oleh reduksi aktivitas respirasi, pengikatan COa dan adanya enzim yang merubah asam malat menjadi asam piruvat
atau oksaloasetat. Peningkatan kaciar toel asam buah nangka diduga terjadi karena buah yang digunakan belum mzncapai tingkat kematangan optimum.
Hal ini tidak menjadi masalah karena beberapa komoditas seperti buah klimakterik dapat dipanen pada tingkat kedewasaan fisiologis dan menjadi matang tidak di pohonnya (Watada et al., 1984). Penurunan kadar total asam selama pemanenan setelah pemanenan dipemgaruhi oleh jenis asam, tipe jaringan, kondisi penyimpanan, dan kultivar (Kays, 1991). Penurunan total asam disebabkan oleh adanya penggunaan asam dalam proses respirasi. Hasil uji Duncan 59'0 (Tabel 4) untuk penyimpanan pada suhu 5°C menunjukkan bahwa rat.-rat.kandungan total asam terbesar terjadi pada komposisi 6-8% 0 2 dan 8-10% COz yaitu sebesar 2,3 7% yang tidak berbeda nyata dengan komposisi atmosfir 3-5% 0 2 dan 10-13% CO2 serta 643% 0
2
dan 10-13% COz namun berbeda nyata dengan komposisi atmosfir 3-5% 0 2 dan 8-10% C02 serta uidara normal. Rata-rata kandungan total asam terkecil terjadi pada komposisi udara normal yaitu sebesar 1,76%. Hasil uji Duncan 5% (Tabel 4) untuk penyimpanan pada suhu 10°C menunjukkan bahwa rata-rata kandungan total asam terbesar w a d i pada komposisi 64%
02 dan 8-10% COz yaitu sebesar 2,44% yang tidak berbeda nyata dengan .. .
komposisi atmosf3 3-5% 02 dan 8-10% COz serta 6-8% 02 dan 10-13% C&, namun berbeda dengan komposisi atmosfir 3-5% 02 dan 11-13% COz serta uidara normal. Rata-rata kandungan total asam terkecil terjadi pada komposisi udara normal yaitu sebesar 133%. Berdasarkan hasil uji Duncan di atas, dapat dikatakan bahwa perlakuan komposisi 6-8%
0 2
dan 8-10%
CO2 pada suhu 5°C dan 10°C memberikan nilai kandungan t d asam
tertinggi sehingga merupakan komposisi gas yang dapat mempertahankan mutu buah nangka selama penyimpanan.
g. Vitamin C
Vitamin C merupakan zat gizi yang cukup penting dalam buahbuahan. Counsel1 &n Hornig (198 1) menyatakan bahwa kandungan vitamin C tinggi pada saat buah tua sampai matang dan akan rnenurun pada saat buah
terlampau matang sehingga dapat dijadikan sebagai indikator pematangan buah. Vitamin C sangat sensitif dan mudah rusak oleh faktor luar seperti suhu, pH, cahaya, alkali, enzim, oksigen, dan katalistor logam (Winarno dan Aman, 1981). Kandungan vitamin C buah nangka selama penyimpanan mengalami perubahan yang be~ariasi.Pada awal penyimpanan kandungan vitamin C cenderung mengalami peningkatan sampai maksimal, kemudian mengalami penunman. Gambar 14 dan Lampiran 10 memperlihatkan perubahan kandungan vitamin C buah nangka selama penyimpanan.
Hasil analisis keragaman pada suhu 5°C (Lampiran 10) memperlihatkan bahwa perlakuan lama penyimpanan dan komposisi atmosfir memberikan pengaruh yang sangat nyata pada taraf 1%, sedangkan interaksi antara kedua perlakuan memberikan pengaruh yang nyata pada
taraf 5%.
Hasil analisis keragarnan pada suhu 10°C (Lampiran 10)
memperlihatkan bahwa perlakuan lama penyimpanan dan komposisi
atmosfir memberikan pengaruh yang sangat nyata pada taraf 1%, sedangkan interaksi antara kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata.
0
2
4 6 Lama Penyimpanan (Han)
3-5% 0 2 dan 8-10% C 0 2 A 6-8% 0 2 dan 8- 10% C 0 2
8
3-5% 0 2 dan 11-13% C 0 2 x 6-8% 0 2 dan 11-13% C 0 2
e 21% 0 2 dan 0,03% C 0 2
Gambar 14. Perubahan vitamin C buah nangka terolah minimal berlapis edible coating selama penyimpanan pada suhu 5OC (a) dan suhu 10°C (b)
Selama
penyimpanan,
kandungan
vitamin
C
mengalami
peningkatan sampai titik maksimurn dan kemudian mengalami penurunan. Peningkatan vitamin C buah nangka diduga terjadi karena buah yang digunakan belum mencapai tingkat kematangan optimum. Hal ini tidak menjadi masalah kaena beberapa komoditas seperti buah klimakterik dapat dipanen pada tingkat Iredewasaan fisiologis dan menjadi matang tidak di
pohonnya (Watada et al., 1984). Counsel1 dan Hornnig (198 1) menyatakan bahwa kandungan vitamin C buah dapat meningkat karena terjadinya sintesis vitamin C secara alami, dimana glukosa merupakan prekursor dalam pembentukan vitamin C melalui proses oksidasi, sedangkan kandungan vitamin C dapat menurun karena terjadinya oksidasi pada kondisi aerobik atau proses lainnya. Penurunan !candungan vitamin C pada buah-buahan dipengaruhi oleh jenis buah, tingkat kematangan saat panen, kondisi pertumbuhan, dan penanganan pasca panen (Haris dan Karmas, 1989). Hasil uji Duncan 5% (Tabel 4) untuk penyimpanan pada suhu 5°C menunjukkan bahwa rata-rata kandungan vitamin C terbesar terjadi pada komposisi 6-8% 0 2 dan 8-10% CO2 yaitu sebesar 27,35 mg/100g yang tidak berbeda nyata dengan komposisi atmosfir 6-8% 0 2 dan 10-13% CO2, namun berbeda nyata dengan komposisi atmosfir 3-5% 0 2 dan 8-10% COz 3-5% 0 2
dan 11-13% CO2 serta uidara normal. Rata-rata kandungan vitamin C
terkecil terjadi pada komposisi udara normal yaitu sebesar 23,84 mg/100 g. Hasil uji Duncan 5% (Tabel 4) untuk penyimpanan pada suhu 10°C menunjukkan bahwa rata-rata kandungan vitamin C terbesar terjadi pada komposisi 6-8% O2dan 8-10% C02 yaitu sebesar 32,5 1 mg/100 g yang tidak berbeda nyata dengan komposisi atmosfir 3 4 % Oz dan 8-10% CO2 serta 68% 0 2 dan 10-13% C02, namun berbeda dengan komposisi atmosfir 3-5% 0 2
dan 11-13% CO2 serta uidara normal. Rata-rata kandungan vitamin C
terkecil terjadi pada komposisi udara normal yaitu sebesar 26,68 mgI100 g. Berdasarkan hasil uji Duncan di atas, dapat dikatakan bahwa perlakuan
komposisi 6-8% 0 2 dan 8-10% CO2 pada suhu 5°C dan 10°C memberikan nilai kandungan vitamin C tertinggi sehingga merupakan komposisi gas yang dapat mempertahankan mutu buah nangka selama penyimpanan.
h. Total Mikroba
Selama penyimpanan, total mikroba buah nangka meningkat seiring dengan semskin larnanya penyimpanan. Gambar 15 dan Lampiran 1 1 mernperlihatkan perubahan total mikroba buah nangka selama penyimpanan. Hasil analisis keragaman pada suhu 5°C dan 10°C (Lampiran 11) memperlihatkan bahwa perlakuan lama penyimpanan mernberikan pengaruh yang sangat nyata pada taraf 1%, sedangkan perlakuan komposisi atmosfir dan interaksi antara kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Peningkatan total mikroba selama penyimpanan sangat nyata pada
taraf 1%. Hal ini terjadi karena nangka banyak mengandung karbohidrat (26,62%) yang merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan mikroba,
dan jumlahnya akan meningkat selama masa simpan karena mikroba tersebut
akan terus berkembang selama Aw dan suhu simpan mendukung perturnbuhannya (Syarief, 1993). Hasil uji Duncan 5% (Tabel 4) memperlihatkan bahwa
tidak
terdapat perbedaan nyata dari perlakuan komposisi atmosfir. Rata-rata total mikroba terkecil teGadi pada komposisi 6-8%
0 2
dan 8-10% COz yaitu
sebesar 2,03 x lo9 dan 8,08 x 10" untuk penyimpanan pada suhu 5°C dan
suhu 10°C yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan komposisi gas lainnya, sedangkan rata-rata total mikroba terbesar terjadi pada komposisi udara normal yaitu sebesar 5,462 x 1o9 dan 1,24 x 10" untuk penyimpanan pada suhu 5°C dan 10°C.
Hal
ini
menunjukkan
bahwa
perlakuan
komposisi 6-8% Oz dan 8-10% COz pada suhu 5°C dan 10°C memberikan nilai total mikroba terkecil sehingga merupakan komposisi gas yang dapat mempefihankan mutu buah nsngka selarna penyimpanan meskipun perbedaannya tidak nyata.
3-5% 0 2 dan 8-10%C02
A 6-8% 0 2 dan 810% C02
x 21% 0 2 dan 0,03% C02
EI 3-5% 0 2 dan 11-13% C02
x 6-8% 0 2 dan 11-13%C02
Gambar 15. Perubahan total mikroba bucrh nangka terolah minimal berlapis edible coating selama penyimpanan pa& suhu 5°C (a) dm suhu 10°C (b)
i. Organoleptik Penampakan buah secara visual merupakan hktor utama dalam pengambilan keputusan oleh konsumen dalam membeli suatu produk. Uji organoleptik dilakukan untuk mengetahui titlgkat penerimaan konsumen terhadap buah nangka terolah minimal berlapis edible coating yang meliputi m - a , rasa, aroma, dan kekerasan buah dengan lima skala numerik. Hasil analisis keragaman uji organoleptik yang meliputi warna,
rasa, aroma, dan kekerasan pada suhu 5°C dan 10°C (Lampiran 12-15) memperlihatkan bahwa perlakuan lama penyimpanan, komposisi atmosfir, dan interaksi antara kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata.
Hasil uji Duncan 5% (Tabel 4) memperlihatkan bahwa
tidak
terdapat perbedaan nyata dari perlakuan komposisi atmosfir. Warna pada buah-buahan disebabkan oleh pigmen yang dibedakan menjadi 4 kelompok, yaitu klorofil, antosianin, flevanoid, dan karotenoid (Winamo dan Aman, 198 1). Selama penyimpanan, tingkat kesukaan panelis terhadap warna buah nangka cenderung menurun seiring dengan semakin lamanya penyimpanan. Gambar 16 dan Lampiran 12 memperlihatkan perubahan tingkat kesukaan panelis terhadap warna buah nangka selama penyimpanan. Rata-rata skor tingkat kesukaan panelis terhadap wama terkecil terjadi pada komposisi udara normal yaitu sebesar 3 2 0 dan 3,14
untuk penyimpanan pada suhu 5°C dan 10°C sedangkan rata-rata skor tingkat kesukaan panelis terhadap warna terbesar terjadi pada komposisi 68% 0 2 dan 8-10% C 0 2yaitu sebesar 3,29 untuk penyimpanan pada suhu 5°C
dan pada komposisi 6-8% 0 2 dan 8-10% CO2 serta 6-8% 0 2 dan 1 1-13% C02 pada suhu 10°C.
Lama Penyimpanan (Hari) 4 3-5% 0 2 dan 8-10'?? C02 A 6-8% 0 2 dan 8-10'??C02 X 21% 0 2 dan 0,03% C02
3-5% 0 2 dan 1 1-13% C02 X6-8% 0 2 dan 11-13% C02
Gambar 16. Perubahan kesukaan wama buah nangka terolah minimal berlapis edible coating selama penyimpanan pada suhu 5°C (a) dan suhu 10°C @)
Rasa buah secara dominan dipengaruhi oleh rasio antara gula dan asam. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa buah nangka cenderung
menurun seiring dengan semakin lamanya penyimpanan. Gambar 17 dan Lampiran 13 mernperlihatkan perubahan tingkat kesukaan panelis terhadap
rasa buah nangka selama penyimpanan.
Lama Penyimpanan (Hari) 3-5% 0 2 dan 8- 10% C02 A 6-8% 0 2 dan 8-10% C02
3-5% 0 2 dan 11-13% C02 ~ 6 4 0 %2 dan 11-13% C02
x 21% 0 2 dan 0,03% C02
Gambar 17. Perubahan kesukaan rasa buah nangka terolah minimal berlapis edible coating selama penyimpanan pada suhu 5°C (a) dan suhu 10°C (b)
Rata-rata skor tingkat kesukaan panelis terhadap rasa terkecil untuk penyimpanan pada suhu 5°C terjadi pada komposisi udara normal dan komposisi gas 3-5% 0 2 dan 1 1-1 3% CO2 yaitu sebesar 3,06, sedangkan pada penyimpanan suhu 10°C tejadi pada komposisi udara normal sebesar 3,14. Rata-rata skor tingkat kesukaan panelis terhadap rasa terbesar terjadi pada komposisi 6-8%
0 2
dan 8-10% COz yaitu sebesar 3,17 dan 3,36 untuk
penyimpanan pada suhu 5°C dan suhu 10°C. . ..
Aroma buah sangat dipengaruhi oleh komponen volatil yang dikandung oleh buah tersebut. Swords et a1. (1978) menyatakan bahwa komponen volatil yang teridentifikasi mempengaruhi aroma nangka adalah ester-ester dari butanoat, 3-metil butanoat, dan asam heksanoat dengan berbagai macam alkohol (metanol, etanol, propanol, butanol, 2-metilbutanol, dan 3-metilbutanol). Tingkat kesukaan panclis terhadap aroma buah nangka cenderung menurun seiring dengan semakin lamanya pefiyimpanan. Gambar 18 dan Lampiran 14 mernperlihatkan perubahan tingkat kesukaan parielis terhadap aroma buah nangka selama penyimpanan.
0
2
4 6 Lama Penyimpanan (Hari)
6 3-5%0 2 dan &lo% C02
A 6 8 %0 2 dan &lo% C02 X 21% 0 2 dan 0,03% C02
8
p3 3-5% 0 2 dan 1 1-13% C02 X6-8%02dan 11-13%C02
Gambar 18. Perubahan kesukaan aroma buah nangka terolah minimal berlapis edible coating -selama penyimpanan pada suhu 5°C (a) dan suhu 10°C (b)
Rata-rata skor tingkat kesukaan panelis terhadap aroma terkecil untuk penyimpanan pada suhu 5°C terjadi pada komposisi udara normal dan komposisi gas 3-5% 0 2 dan 8-10% C02yaitu sebesar 3,14, sedangkan pada penyimpanan suhu 10°C terjadi pada komposisi udara normal sebesar 3,04.
Rata-rata skor tingkat kesukaan panelis terhadap aroma terbesar terjadi pada komposisi 6-8% O2 dan 3-10!!! C02 yaitu sebesar 3,17 untuk suhu 5"C, sedangkan pada suhu 10°C terjadi pada komposisi gas 3-5% 0 2 dan 8-10% CO2 serta 3-5% O2dan 1 1-13% CO2 sebesar 3,19.
Secara fisiologis perubahan kekerasan dipengaruhi oleh tekanan turgor karena perombakan pada komponen penyusun dinding sel yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, pektin, dan ligin sehingga buah dan sayuran akan semakin lunak selarna proses pemasakan. Tingkat kesukaan panelis terhadap kekerasan buah nangka cenderung menwun seiring dengan semakin
lamanya
penyimpanan. Gambar
19
dan
Lampiran
15
memperlihatkan perubahan tingkat kesukaan panelis terhadap kekerasan
buah nangka selama penyimpanan. Rata-rata skor tingkat kesukaan panelis terhadap kekerasan terkecil untuk penyimpanan pa& suhu 5°C dan suhu 10°C terjadi pada komposisi udara normal yaitu sebesar 3,24. Rata-rata skor tingkat kesukaan panelis terhadap kekerasan terbesar pada suhu 5°C terjadi pada komposisi gas 6-8% 0 2
dan 8-10% CO2 yaitu sebesar 3,38, sedangkan pada suhu 10°C terjadi
pada komposisi gas 3-5% O2dan 8-10% C02 yaitu sebesar 3,3 8.
Lama Penyimpanan (Hari) 6 3-5% 0 2 dan 8-10% C02
A 6-8% 0 2 dan 8- 10% C02
X 21% 0 2 dan 0,03%
C02
3-5% 0 2 dan 11-13% C02 11-13% C02
X 6-8% 0 2 dan
Gambar 19. Perubahan kesukaan kekerasan buah nangka terolah minimal berlapis edible coating selama penyimpanan pada suhu 5°C (a) dan suhu 10°C (b)
Berdasarkan hasil pengamatan mutu dari beberapa parameter di atas, dapat d i n y a h bahwa komposisi gas yang ciapat mempertahankan mutu buah nangka terolah minimal berlapis edible coating yang &baik adalah komposisi 6-8% O2dan 8-10% C02pada suhu 5°C.
Garnbar 20 memperlihatkan perbedaan buah nangka pada awal penyimpanan dan akhir penyimpanan pada berbagai komposisi gas dan tingkat suhu penyimpanan.
3
-
! . A
2,; 7c ' ~
L.
-,-.
1
;-*,. . , ;-, ;; .!
-
: ' .*- -
.
L :
J
-::>g - -I 4
L-
.;j .;.i
-.:
y7-,F.;$
-
, j ,
.>- .,:7-2,;3;-
< -.-%-,
, 8
8
-8
r.-
-:3-
1 ;*! -
-- .
- 8
8
-
- 8 '
- Y I - ~ - -
<
, F-? -7 - r-'1 - ---; ;?,. ,>C7Yh g -
2> 1. ,ay ;,L;-
>!;
--s
0-:
-
.-.:,
7
r:
G a m k 20. Buah nangka terolah minimal berlapis edible coating yang dis'hnpan pada hari ke-0, hari ke-4, dan hari ke-8 pada suhu 5°C
3. Penentuan Jenis Film Kemasan
Penentuan jenis film kemasan didasarkan pada tahap penentuan komposisi gas optimum selarna penyimpanan pada suhu 5°C dan 10°C. Konsentrasi gas yang dapat mempertahankan mutu buah nangka terolah minimal berlapis edible coating berdasarkan hasil pengamatan parameter mutu kimia, fisik, dan organoleptik hasil adalah komposisi gas 6-8% 0 2 dan 8-10%
C 0 2 pada suhu 5°C. Hasil tersebut diplotkan dalam bentuk grafik yang dikemukakan oleh Gunadnya (1 993) seperti tampak pada Gambar 21.
0
3
6
9
12
15
18
21
Konsentrasi Oksigen (%)
Gambar 3.1. Grafik penentuan jenis kemasan d m komposisi udara atmosfir termodifikasi untuk buah nangka terolah minimal berlapis edible coating (Gunadnya, 1993)
Berdasarkan grafik di atas, diperoleh jenis kemasan yang sesuai untuk buah nangka terolah minimal berlapis edible coating adalah stretch .film. Sebagai pembanding, dilakukan percobaan pengemasan menggunakan white
stretch$film.
Tabel 7. Hasil perhitungan koefisien permeabilitas film kemasan terhadap gas 0 2 dan CO2 pads suhu 10°C
0 2
Laju respirasi (mVkg.j am) 12,76
c02
23,37
Gas
Variabel
Koefisien permeabilitas (mum2.jam)
Ky min Ky max Kz min Kz max
5 12,20 591,OO 1411,37 1765,54
Tabel 8. Koefisien permeabilitas beberapa film kemasan terhadap gas O2dan COZpada suhu 10°C Jenis kernasan
Koefisien permeabilitas (rnl/m2.jam) 0 2
PP Stretchfilm White stretchfilm
226,98 573,58 290,64
, c02
453,97 4673,22 1072,88
Sumber: Hasbullah eta., 1998.
Perhitungan teoretis penentuan koefisien permeabilitas film kemasan
yang sesuai untuk buah nangka terolah minimal berlapis edible coating dilakukan iengan menggunakan persamaan, Deily dan Rizvi (198 1). Hasil
perhitungannya disajikan pada Tabel 7. Tabel 8 memperlihatkan koefisien permeabilitas beberapa film kemasan terhadap 0
2
dan CO2. Data pada kedua
tabel tersebut memperlihatkan bahwa kemasan film dengan koefisien pemeabilitas terhadap 0 2 yang sesuai dengan hasil perhitungan adalah stretch
$lm, sedangkan kemasan film dengan koefisien permeabilitas terhadap CO2 yang mendekati hasil perhitungan adalah white stretch$lm. Exama et al. (1993) menyatakan bahwa a l i m O2 adalah prioritas utama karena merupakan faktor pembatas dalam kemasan atmosfir tennodifikasi. Penurunan konsentrasi
0 2
akan menurunkan laju respirasi,
biosintesis etilen, dan sensitivitas terhadap etilen, tetapi penurunan konsentrasi O2 dalam kemasan yang berlebihan &pat menimbulkan respirasi anaerob yang diikuti oleh reaksi metabolis yang tidak diharapkan seperti kerusakan jaringan serta pembentukan odor dan ofl--vor. Pada konsentrasi 02 yang sangat rendah, dapat terjadi produksi racun oleh organisme patogen anaerobik. Halha1 tersebut menyebabkan ketepatan kontrol konsentrasi
0 2
dalam kemasan
menjadi sangat penting. Di sisi lain, peningkatan konsentrasi C02 dapat menekan laju respirasi serta melawan aksi etilen dan pertumbuhan patogen,
namun efek dari konsentrasi C02 yang optimal secara umum menurun pada konsentrasi O2yang rendah. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa stretch jilm lebih cocok digunakan sebagai pengemas dibandingkan dengan white stretch
film.
4. Pengukuran Konsentrasi Keseimbangan
Berdasarkan hasil penentuan jenis kemasan pada tahap sebelumnya, ditentukan rancangan kemasan atmosfir tennodifikasi untuk buah nangka terolah minimal berlapis edible coating menggunakan persamaan Deily dan Rizvi (1981) seperti pada Tabel 9.
Tabel 9. Rancangan berat buah yang dapst dikemas pada suhu 5°C Jenis Kemasan
Stretch flm
Gas Laju respirasi Permeabilitas (mlkg.jam) 6,49
(ml/m2.jam)
c02
7,83
4673,22
0 2
6,49
290,64
c02
7,83
1072,88
0 2
White stretch$lm
573,58
Atrnosfir termodifikasi (%) 6
8 8 10 6 8 11 13
Berat (Kg) 0,25 0,21 0,89 1,11 0,13 0,11 0,28 0,3 3
Perubahan konsentrasi gas dalam kemasan stretch jflm dan white
stretchjilm selama penyimpanan pa& suhu 5°C terlihat pada Gambar 22. Hasil pengukuran tersebut memperlihatkan bahwa kondisi atmosfir tennodifikasi tidak tercapai baik pa& kemasan stretch jfZm maupun white stretch jflm. Hal ini kemunglunan disebabkan oleh kurangnya bobot buah yang dikemas sebagai akibat dari keterbatasan ukuran wadah yang digunakan. Zagory (1990) menyatakan bahwa kuantitas produk &lam
kemasan mempengaruhi
konsentnrsi gas keseimbangan, namun konsentrasi CO2 clan 0 2 yang dihasilkan tidak selalu dapat diprediksikan dari data permeabilitas dan laju respirasi
produk. Terdapat hubungan linier antara berat produk yang dikemas dengan konsentrasi C02 dan
0 2
dalam kemasan, dimana konsentrasi COz bertambah
dengan peningkatan berat produk dalam kemasan, sedangkan konsentrasi
0 2
berkurang secara proporsional.
0
40
80
120
160
200
240
280
Lama penyirnpanan (jam)
Garnbar 22. Perubahan konsentrasi gas dalam kemasan stretch Jilm dan white stretchJilm pada suhu 5°C
Penampakm visw! dari kemzisa~stretch Jilm lebih baik &ri;>zda kemasan white stretch Jilm karena beberapa jam setelah buah dikemas, pada bagian dalam kemasan white strech Jilm mulai terjadi pengembunan seperti
tampak pada Gambar 23, yang menunjukkan bahwa uap air hasil respirasi tidak &pat keluar melalui film kemasan. Ira1 ini sesuai dengan Rusmono (1989) yang menyatakan adanya pengemkinan uap air pa& permukaan film akibat
proses respimi dan transpimi, dimana pada stretch film tidak terjadi
..
'-
._
.--- . -
-
pengnbunan sedangkan pada white stretch f l m terjadi p e n g e d m ~ ~ ~
- -
-
L -
Teqjdhya pengembunan pada permukaan white sfretch film behwa laju tmmmisi uap airnya lebih rendah daripada lsju transndsi uap sir :. - -
- 8
-
-
.-
- -.;,
T,-..-
.- -
-
8-2-, -
<
stretchfilm.
8 -
-
8
->
7
6
-
-
.
--
.
7 . -
;anbuah mmgka terolah minimal berbis edible I
A -
- -
.
.
coating 1
-
5. ~ararn&er~utu
Pengamatan mutu yang dilalrukan terhadap buah nrmgka terolah minimsl berlapis edible coating rlalam kemasan stretchfilm dan white stretch
jZm mliputi susut bobot, kekerasan, wama daging buah, kadar gula total, total asam, vitamin C, total mkroba, dan uji organoleptik yang terdiri dari
warna, rasa, aroma, dan kekerasan.
a. Susut Bobot
Hasil pengamatan susut bobot buah nangka terolah minimal berlapis edible coating yang dikemas dalam stretch #film dan white stretch
film yang terdapat pada Gambar 24 menunjukkan terjadinya peningkatan susut bobot buah selama penyimpanan. Hal ini terjadi karena selama penyimpanan pada suhu tersebut buah nasih melakukan proses respirasi dan transpirasi aktif sehingga banyak mengalami kehilangan uap air dan susut bobot buah mengalami peningkatan dari waktu ke waktu.
0
2
4
6
8
1
0
1
2
Lama Penyimpanan (Hari) White Stretch
Stretch
Gambar 24. Perubahan susut bobot buah selama penyimpanan
Hasil analisis keragaman pada Lampiran 17 memperlihatkan bahwa perlakuan lama penyimpanan, dan jenis kemasan memberikan pengamh sangat nyata pa& taraf 1%, sedangkan interaksi antara kedua perlakuan
memberikan pengaruh yang nyata pada taraf 1%. Hasil uji Duncan 5% (Tabel 5) rnemperlihamn adanya pengamh nyata dari perlakuan jenis kemasan. Susut bobot buah yang dikemas dalam stretch$Zm berbeda nyata
dengan yang dikemas dalam white stretchjlm dimana rata-rata susut bobot dalam stretchplm sebesar 1,29%sedangkan pada kemasan white stretch-film sebesar 2,01%. Hal ini menujukkan bahwa dalam kemasan stretch .film tercapai kondisi lingkungan yang lebih sesuai untuk menekan laju transpirasi buah nangka terolah minimal berlapis edible coating dibandingkan dengan kemasan white stretchjlm. Disamping itu, pada kemasan white stretchjlm juga terjadi pengembunan yang mengindikasikan terjadinya transpirasi uap air yang lebih tinggi dibandingkan dengan pada kemasan stretchplm.
b. Kekerasan Hasil pengamatan kekerasan buah nangka terolah minimal berlapis
edible coating yang dikemas dalam stretch j l m dan white stretchJilm yang terdapat pada Gambar 25 menunjukkan tejadinya penurunan kekerasan daging buah selama penyimpanan. Perubahan kekerasan pada buah selama penyimpanan terutama disebabkan oleh pembongkaran protopektin yang tidak larut menjadi senyawa pektin yang larut sehingga ketegaran buah berkurang (Winarno dan Aman, 1981). Hasil analisis keragaman pada Lampiran 18 memperlihatkan bahwa perlakuan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang sangat nyata pada
taraf 1%, sedangkan perlakuan jenis kemasan clan interaksi antara kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hasil uji Duncan 5% (Tabel 5) memperlihatkan tidak adanya pengaruh nyata dari perlakuan jenis kernasan. Kekerasan daging buah yang dikemas dalam stretch Jilm tidak
berbeda nyata dengan yang dikemas dalam white stretch fzlm dimana ratarata kekerasan buah dalam kemasan stretch fzlm sebesar 0,70 kg/rnm
sedangkan pada kemasan white stretch fzlm sebesar 0,67 kg/cm. Hal ini diduga diakibatkan oleh tidak tercapainya kondisi atmosfir termodifikasi yang diinginkan, baik pada kemasan stretchjilm maupun white stretchjlm, dengan konsentrasi gas 0 2 dan C02dari masing-nlasing kemasan yang tidak terlalu besar perbedaannya sehingga tidak cukup berpengaruh terhadap kekerasan buah.
0
2
4
6
8
10
12
Lama Penyimpanan (Hari) 4 Stretch EIWhite Stretch
Gambar 25. Perubahan kekerasan buah selarna penyimpanan
C,
Kecerahan Daging Buah (L*) Hasil pengamatan kecerahan dagmg buah nangka terolah minimal berlapis edible coating yang dikemas dalam stretch jilm dan white stretch
film yang terdapat pada Gambar 26 menunjukkan tejadinya penurunan kecerahan da_oingbuah selarna penyimpanan. Penurunan ini kemungkinan disebabka? oleh adanya senyawa-senyawa fenolik yang terdapat pada buah
nangka yang merupakan zat penting dalam buah yang berhubungan dengan warm, rasa dan browning secara enzimatik atau adanya aktivitas enzim fenolase yang tinggi (Do dan Salunke, 1989).
0
2
4 6 8 1 0 Lama Penyimpanan (Hari)
White Stretch
1 2
A Stretch
Gambar 26. Perubahan kecerahan buah selama penyimpanan
Hasil analisis keragaman pada Lampiran 19 memperlihatkan bahwa perlakuan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata pada taraf 5%, sedangkan perlakuan jenis kemasan dan interaksi antara kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hasil uji Duncan 5% (Tabel 5) memperlihatkan tidak adanya pengaruh nyata dari perlakuan jenis kemasan. Kecerahan buah yang dikemas dalam stretchjlm tidak berbeda nyata dengan yang dikemas dalam white stretch j l m dimana rata-rata kecerahan buah &lam kemasan stretch jlm sebesar 68,96 (L*)sedangkan
pa&
kernasan white stretch _film sebesar 68,91 (L*). Hal ini diduga
diakibatkan oleh tidak tercapainya kondisi atrnosfir termodifikasi yang diinginkan, baik pa& kemasan stretch _film rnaupun white stretch $lm,
konsentrasi gas O2 dan CO;!dari masing-masing kemasan yang tidak terlalu besar perbedaannya sehingga tidak cukup berpengaruh terhadap kecerahan buah.
d. Kekuningan Daging Buah (b*) Hasil pengamatan kekuningan daging buah nangka terolah minimal berlapis edible coating yang dikemiis dalam stretch film dan white stretch
film yang terdapat pada Gambar 27 menunjukkan terjadinya perubahan yang bervariasi selama penyimpanan.
Perubahan ini terjadi karena adanya
degradasi pigrnen dalarn buah yang merupakan tanda kematangan buah. Winarno dan Arnan (1981) menyatakan bahwa kematangan buah ditandai dengan peristiwa degradasi pigmen klorofil sehingga kandungannya dalam buah menurun dan pigmen karotenoid semakin n y a t . sedangkan pa& saat lepas panen warna antosianin semakin terlihat
0
2
4
0 1 Lama Penyimpanan (Har~)
White Stretch
6
8
1
2
Stretch
Garnbar 27. Perubahan kekuningan buah selama penyimpanan
Hasil analisis keragaman pada Lampiran 20 memperlihatkan bahwa perlakuan lama penyimpanan, jenis kemasan, dan interaksi antara kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hasil uji Duncan 5% (Tabel 5) memperlihatkan tidak adanya pengaruh nyata dari perlakuan jenis kemasan. Rata-rata kekuningan daging buah dalam kemasan stretch $film sebesar 30,9 1 (b*) sedangkan pada kemasan white stretch$Zm sebesar 3 1,28 (b*). Hal ini diduga diakibatkan oleh tidak tercapainya kondisi atmosfir terrnodifikasi yang diinginkan, baik pada kernasan stretchcfilm maupun white
stretch jilm, dengan konsentrasi gas Oz dan C02 dari masing-masing kemasan yang tidak terlalu besar perbedaannya sehingga tidak cukup berpengaruh terhadap kekuningan buah.
e. Kadar Gula Total
Hasil pengamatan kadar gula total buah nangka terolah minimal berlapis edible coating yang dikemas dalam stretchcfilm dan white stretch
Jilm yang terdapat pada Gambar 28 menunjukkan selama penyimpanan terjadi peninglcatan kadar gula total buah sampai maksirnal kemudian mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena masih tersedianya zat pati yang &pat dirombak menjadi gula. Menurut Hulrne (1970) pada buah klimakterik perubahan yang jelas selama proses pematangan buah adalah kenaikan kadar gula dan penurunan zat pati. Winarno dan Aman (1981) menyatakan bahwa peningkatan total gula disebabkan oleh terjadinya
akumulasi gula sebagai hasil degradasi pati, sedangkan penurunan terjadi karena sebagian gula digunakan untuk proses respirasi.
0
2
4
6
11)
8
12
Lama Penyimpanan (Hari) White Stretch
IZI
Stretch
Garnbar 28. Perubahan gula total selama penyimpanan
Hasil analisis keragaman pada Lampiran 21 memperlihatkan bahwa perlakuan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang sangat nyata pada
taraf I%, perlakuan jenis kemasan memberikan pengaruh yang nyata pada
taraf 5%, sedangkan interaksi antara kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hasil uji Duncan 5% (Tabel 5) memperlihatkan adanya pengamh nyata dari perlakuan jenis kernasan. Kadar gula total buah
.
yang dikemas &lam stretchcfilm berbeda nyata dengan yang dikemas &lam
white stretch jilm dimana rata-rata kadar gula total buah dalam kemasan stretch jlm sebesar 23,07% sedangkan pada kemasan white stretch cfilm sebesar 21,92%. Hal ini menujukkan bahwa dalam kemasan stretch jlm terkondisi konsentrasi Ozdan C02 yang lebih sesuai untuk menyimpan buah nangka terolah minimal berlapis edible coating dibandingkan dengan kemasan white stretchjilm sehingga menyebabkan terjadinya penghambatan
laju respirasi selama penyimpanan dan penurunan kadar gula total dapat ditekan.
f. Total Asam Hasil pengamatan total asam buah nangka terolah minimal berlapis
edible coating yang dikemas dalam stretchjifilmdan white stretchjifilmyang terdapat pada Gambar 29 menunjukkan tejadinya peningkatan total asam buah nangka sampai mencapai maksimal dan kemudian menurun selama penyimpanan. Pantastico (1986) menyatakan bahwa total asam pada buahbuahan akan mencapai maksimum selama pertumbuhan dan perkembangan, kemudian menurun selama penyirnpanan. Peningkatan kadar total asam buah nangka diduga tejadi karena buah yang digunakan belum mencapai tingkat kematangan optimum. Penurunan total asam disebabkan oleh adanya penggunaan asarn dalam proses respirasi. Hasil analisis keragaman pa& Lampiran 22 memperlihatkan bahwa perlakuan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang sangat nyata pada
taraf I%, sedangkan perlakuan jenis kemasan dan interaksi antara kedua periakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hasil uji Duncan 5% (Tabel 5) memperlihatkan tidak adanya pengaruh nyata dari perlakuan jenis kemasan. Rata-rata total asam &lam stretchjlm sebesar 2,179% sedangkan pada kemasan white stretchjlm sebesar 2,08%. Hal ini diduga diakibatkan oleh tidak tercapainya kondisi atmosfir termodifikasi yang diinginkan, baik
pada kemasan stretchjlm maupun white stretchjlm, konsentmsi gas Ozdan
COz dari masing-masing kemasan yang tidak terlalu besar perbedaannya
sehingga tidak cukup berpengaruh terhadap total asam buah.
0
2
4
6
10
8
12
Lama Penyirnpanan (Hari) White Stretch
H Stretch
Gambar 29. Perubahan total asam selama penyimpanan
g. Vitamin C
Hasil pengamatan vitamin C buah nangka terolah minimal berlapis
edible coating yang dikemas dalam stretchBlm dan white stretchjlm kg terdapat pada Gambar 30 menunjukkan terjadinya penurunan kadar vitamin
C dan kemudian mengalami peningkatan sampai maksimum dan akhirnya menurun selama penyimpanan. Penurunan vitamin C di awal penyimpanan terjadi karena vitamin C sangat sensitif terhadap kondisi penyimpanan. Counsel1 clan Hornnig (1981) menyatakan bahwa kandungan vitamin C buah dapat meningkat karena terjadinya sintesis vitamin C s e e m alami, dimana glukosa merupakan prekursor dalam pembentukan vitamin C melalui proses oksidasi, sedangkan kandungan vitamin C dapat menurun karena terjadinya oksidasi pada kondisi aerobik atau proses lainnya.
Hasil analisis keragaman pada Lampiran 23 memperlihatkan bahwa perlakuan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang nyata pada taraf 1%, sedangkan perlakuan jenis kemasan dan interaksi antara kedua
perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hasil uji Duncan 5% (Tabel 5) memperlhatkan tidak adanya pengaruh nyata dari perlakuan jenis kemasan. Rata-rat. vitamin C buah yang dikemas dalam kemasan stretch Jilm sebesar 21,75 mg/100 g sedangkan pada kemasan white stretch JiIm sebesar 20,78 mg/100 g. Hal ini diduga diakibatkan oleh tidak tercapainya kondisi atrnosfir termodifikasi yang diinginkan, baik pa& kemasan stretch Jilm maupun white stretch Jilm, dengan konsentrasi gas
0 2
dan C02 dari
masing-masing kemasan yang tidak terlalu besar perbedaannya sehingga tidak cukup berpengaruh terhadap kadar vitamin C buah.
I
0
2
4
6
,
I
I
8
10
12
penyimpanan (Hari) White Stretch
Stretch
Gambar 30. Perubahan vitamin C selama penyimpanan
h. Total Mikroba
Hasil pengamatan total mikroba buah nangka terolah minimal berlapis edible coating yang dikemas dalam stretch j l m dan white stretch
jilm yang terdapat pada Gambar 31 menunjukkan terjadinya peningkatan selama penyimpanan. Hal ini tejadi karena nangka banyak mengandung karbohidrat (26,62%) yang merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan mikroba, dan jurnlahnya akan meningkat selama masa simpan karena mikroba tersebut akan terus berkembang selama Aw dan suhu simpan mendukung pertumbuhamya (SyarieE 1993).
Lama Penyimpanan @Ian) 4 White Stretch
EI Stretch
c,iambsrr 3 1. PeruD~hantotal mikrobzt sslzms penyimpman
Hasil analisis keragaman pada Lampiran 24 memperlihatkan bahwa perlakuan lama penyimpanan, jenis kemasan dan interaksi antara kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hasil uji Duncan 5% (Tabel 5) memperlihatkan tidak adanya pengaruh nyata dari perlakuan jenis
kemasan. Rata-rata total mikroba buah dalam kemasan ~tretch~film sebesar 3,5x1o7 sedangkan pada kemasan white stretchjlnl sebesar 6,5x107. Hal ini diduga diakibatkan oleh tidak tercapainya kondisi atmosfir termodifikasi yang diinginkan, baik pada kemasan stretch jlm maupun white stretchjlm, dengan konsentrasi gas O2dan C02dari masing-masing kernasan yang tidak terlalu besar perbedaannya sehingga tidak cukup berpengaruh terhadap peningkatan total mikroba buah.
i. Organoleptik Hasil uji organoleptik terhadap warna, rasa, aroma, dan kekerasan nangka terolah minimal berlapis edible coating yang dikemas dalam stretch
jilm dan white stretchcfilm yang terdapat pada Garnbar 32-35 menunjukkan terjadinya penurunan tingkat kesukaan panelis terhadap buah selama penyimpanan. Hasil analisis keragaman pa& Lampiran 25 memperlihatkan bahwa perlakuan lama penyirnpanan memberikan pengaruh yang sangat nyata pada
taraf 1%, jenis kemasan dan interaksi antara kedua perlakuan tidak memberikan pengamh yang nyata. Hasil uji Duncan 5% (Tabel 5) mernperlihatkan tidak adanya pengaruh nyata dari perlakuan jenis kemasan. Hal ini diduga diakibatkan oleh tidak tercapainya kondisi atmosfir terrnodifikasi yang diinginkan, baik pada kernasan stretchjlm maupun white
szretch Plm, dengan konsentmsi gas
0 2
dan C02 dari masing-masing
kemasan yang tidak terlalu besar perbedaannya sehingga tidak cukup
berpengaruh terhadap warna buah yang menyebabkan konsumen tidak dapat membedakannya. Rata-rata skor penerimaan konsumen terhadap warna buah dalam kemasan stretch jiZm sebesar 3,39 dan pada kemasan white stretch j l m sebesar 3,36.
Lama Penyimpanan &Ian) White Stretch Stretch
Gambar 32. Perubahan kesukaan warna selama penyimpanan
Hasil analisis keragaman pada Lampiran 26 memperlihatkan bahwa perlakuan lama penyimpanan, jenis kemasan dan interaksi antara kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hasil uji Duncan 5% (Tabel 5) memperlihatkan tidak adanya pengaruh nyata dari perlakuan jenis kemasan.
Hal ini diduga diakibatkan oleh tidak tercapainya kondisi
atmosfir termodifikasi yang diinginkan, baik pada kemasan stretch cfiZm maupun white stretchcfilm, dengan konsentrasi gas O2dan C02dari masingmasing kemasan yang tidak terlalu besar perbedaannya sehingga tidak cukup berpengaruh terhadap rasa buah yang menyebabkan konsumen tidak &pat membedakannya. Rata-rata skor penerimaan konsumen terhadap rasa buah
dalam kemasan stretch film sebesar 3,20 sedangkan pada kemasan white
stretchfilm sebesar 3,12.
2s
1
4
0
2
I
1
4 6 8 Lama Penyimpanan (Han)
0 White Stretch
I
10
1
12
Stretch
Gambar 3 3. Perubahan kesukaan rasa selama penyimpanan
Hasil analisis keragaman pada Larnpiran 27 memperlihatkan bahwa perlakuan lama penyimpanan memberikan pengaruh yang sangar nyata pada
taraf 1%, sedangkan perlakuan jenis kemasan dan interaksi antara kedua perlakuan tidak memberikan pengaruh yang nyata. Hasil uji Duncan 5% (Tabel 5) memperlihatkan tidak adanya pengaruh nyata dari perlakuan jenis kemasan. Hal ini diduga diakibatkan oleh tidak tercapainya kondisi atrnosfir tel?r.odifibasi yang diinginkan, Saik pada kemasan stretchPIrlt maupun white
stretch _film, dengan konsentrasi gas
0 2
dan CO2 dari masing-masing
kemasan yang tidak terlalu besar perbedaannya sehingga ti&k cukup berpengaruh terhadap aroma buah yang menyebabkan konsumen tidak &pat membedakannya. Rata-rata skor penerirnaan konsumen terhadap aroma buah
dalam kemasan stretch jlm sebesar 3,18 sedangkan pada kemasan white
stretchBlm sebesar 3,13.
2,7 2,5
i
,
0
2
,
,
,
,
4 6 8 10 Lama Penyimpanan (Han)
White Stretch
Gambar 34. Perubahan kesu-
, 12
Stretch
aroma selarna penyimpanan
Hasil analisis keragarnan pada Lampiran 28 memperlihatkan bahwa perlakuan lama penyimpanan, jenis kemasan dan interaksi antara kedua perlakuan tidak memberikan penganrh yang nyata. Hasil uji Duncan 5% (Tabel 5) memperlihatkan tidak adanya pengaruh nyata dari perlakuan jenis kemasan. Hal ini diduga diakibatkan oleh tidak tercapainya kondisi atmosfir termodifikasi yang diinginkan, baik pada kemasan stretchjilm maupun white
stretch Jilm, dengan konsentrasi gas
0 2
dan C02 dari masing-masing
kemasan yang tidak terlalu besar perbedaannya sehingga tidak cukup berpengaruh terhadap kekerasan buah yang menyebabkan konsumen tidak dapat membedakannya. Rata-rata skor penerimaan konsumen terhadap kekerasan buah dalam kemasan stretch _film sebesar 3,32 sedangkan pa& kemasan white stretchjlm sebesar 329.
.
0
2
4
6
8
10
12
Lama Penyimpanan (Hari) 6 White Stretch Stretch
Gambar 3 5. Perubahan kesukaan kekerasan selarna penyimpanan
-bar
36 memperlihatkan buah nangka terolah minimal berlapis
edible coating yang disimpan dalam kemasan stretch3lm dan white stretchjh pada awal dan akhir penyimpanan.
6. Penentuan Umur Simpan
Penentuan umur simpan buah nangka terolah minimal berlapis edible
coating yang disimpan dalam kemasan stretchjlm dan white stretchjlm pada suhu S°C dilalcukan berdasarkan pada hasil uji organoleptik terhadap parameter kritisnya. Parameter mutu kritis adalah perubahan mutu yang paling cepat terjadi selarna bahan disimpan yang secara relatif dapat menjadi salah satu acuan bagi konsumen &lam menentukan responnya. Garnbar 37 dan 38 memperlihatkan bahwa perubahan penerimaan konsurnen terhadap warna buah menjadi parameter kritis. Grafik pada kedua gambar tersebut menunjukkan perubahan penerimaan konsumen terhadap warna daging buah nangka yang terjadi secara linier. Model persamaan matematika untuk menduga umur simpan adalah sebagai berikut:
Gambar 36.
Buah nangka terolah minimal
berapis edible coating yang disiimpan dalam kemasan stretchflm dan white stretchfilm pada hari ke-0dan hari ke-12
Rasa
Warns
A Aroma
X Kekerasan
Gambar 37. Penentuan parameter mutu kritis buah nangka terolah minimal berlapis edible coating yang disimpan dalam kemasan stretch$lm
4 Warna y = -0,0514~+ 3,6671
R~= C,7709
Lama penyimpanan (hari) ORasa A Arama y = -0,0339~+ 3,3279 y = -0,0429~+ 3,39
lt2= 0,8955
R'
-
6,978
X Kekerasan y = -0,0354~+ 3,505
iZ2= ao,8%7
Gambar 38. Penentuan parameter mutu kritis buah nangka terolah minimal berlapis edible coating yang disimpan dalam kemasan white stretch jilm Tabel 10 memperlihatkan model persamaan pendugaan umur simpan buah nangka terolah minimal berlapis edible coating berdasarkan penerimaan konsumen terhadap warna buah.
Tabel 10. Model maternatika pendugaan umur simpan buah nangka terolah minimal berlapis edible coating Jenis kemasan
Model matematika
Stretch film White stretchJilm
Y = 3,6764 - 0,0475 t Y = 3,6671 - 0,0514 t
0
1
2
3
4
5
Koefisien determinasi (R*) 73,3 1% 77,09?/0
0
Skor kesukaan terhadap wama
1
2
3
4
5
Skor kesukaan tehadap u a m a
Gambar 39. Hubungan antara parameter mutu kritis uji subjektif dan uji objektif buah nangka terolah minimal berlapis edible coating yang disimpan &lam kemasan stretch film
0
1
2
3
4
Skor kesukaan tehadap wama
5
0
1
2
3
4
Skorkesukaan terhadap m
5 a
Gambar 40. Hubungan antara parameter mutu kritis uji subjektif dan uji objektif buah nangka terolah minimal berlapis edible coating yang disimpan &lam kemasan white stretch jlm
Tabel 11. Model matematika pendugaan nilai parameter mutu uji objektif berdasarkan nilai parameter mutu uji subjektif buah nangka terolah minimal berlapis edible coating Jenis kemasan
Kecerahan (L*)
Kckuningan (b*)
Stretch film White stretchjlm
(73,43 - Yo) = 15,67 (3,68 - Y,) (72,33 - Yo) = 1 1,07 (3,67 - Y,)
(33,66 - Yo) = 9,68 (3,68 - YJ (32,63 - Yo) = 4,38 (3,68 - Y,)
Hubungan antara uji subjektif dengan fiji objektif parameter mutu kritis digambarkan pada graf~kmenggunakan garis regresi seperti pada Gambar 39 dan 40.
Tabel 11 memperlihatkan model persamaan pendugaan nilai
parameter mutu uji objektif berdasarkan nilai parameter mutu uji subjektihya. Berdasarkan parameter mutu kritisnya yang berupa penerimaan konsumen terhadap warna, buah nangka terolah minimal berlapis edible coating yang disimpan pada suhu 5OC dalam kemasan stretch jlm mempunyai umur simpan selama 14 hari dengan nilai kecerahan sebesar 62,77 (L*) dan kekuningan sebesar 27,08 (b*), sedangkan apabila disimpan dalam kemasan
white stretch jilm mempunyai umur simpan 12 hari dengan nilai kecerahan sebesar 64,91 (L*) dan kekuningan sebesar 29,70 (b*). Hal ini tejadi karena
stretchfilm mempunyai koefisien permeabilitas terhadap gas O2dan COzyang lebih mendekati koefisien permeabilitas terhadap gas O2 dan C02 yang diperlukan oleh buah yang dikemas tersebut jika dibandingkan dengan white
stretch _film.Disamping itu, penampakan visual buah ddam kernasan stretch Jilm lebih baik daripada buah dalam kemasan white stretch _film karena tidak terdapat pengembunan uap air pada permukaan film kemasan sebagai akibat
dari proses transpirasi. Secara ekonomis, penggunaan stretch j l m sebagai pengemas dianggap lebih menguntungkan karena mempunyai prosentase biaya kemasan yang lebih kecil dibandingkan white stretchjlrn (Gunadnya, 1993). Perbandingan umur simpan buah nangka terolah minimal pada berbagai kondisi penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa perlakuan yang sama dengan suhu penyimpanan lebih rendah akan menghasilkan gmur simpan yang lebih panjang. Disarnping itu, terdapat dua perlakuan yang sama namun mempunyai umur simpan yang berbeda dan perbaikan perlakuan yang diharapkan dapat memperpanjang umur simpan ternyata tidak tercapai.
Hal ini diduga disebabkan oleh adanya
perbedaan umur panen dan varietas buah serta bahan pengemasa yang digunakan dalam penelitian sehingga memberikan pengaruh yang berbeda pula selama masa penyimpanan.
Tabel 12. Perbandingan umur simpan buah nangka terolah minimal pada berbagai kondisi penyimpanan Perlakuan Terolah minimal tanpa biji, cling-wrapped styrofoam tray Terolah minimal tanpa biji, cling-wrapped styrofoam tray
Peneliti Ploym~smee, 1990
Tannanonta, 1992
Terolah minimal, Sudiari, 1997 stretch Jilm-wrappedstyrofoam tray Terolah minimal, Latifah et al., 1999 kontainer polipropilen Terolah minimal tanpa biji, Penelitian ini berlapis edible coating, stretchJilm-wrappedstyrofoam tray -
Suhu
Umur simpan
("C ) 1 5
(hari) 6 9
1 5
16 14
5
8
2 10
21 7
5
14
C. Pembahasan Umum Hasil penelitian laju respirasi menunjukkan bahwa berdasarkan pola laju respirasinya, buah nangka terolah minimal berlapis edible coating tennasuk dalam buah klimakterik dimana terjadi peningkatan laju respirasi secara tajarn sampai mencapai maksimum, kemudian menurun sampai relatif konstan. Pengukuran laju respirasi pada suhu kamar, suhu 10°C, dan suhu 5OC menunjukkan adanya penurunan laju respirasi seiring dengan penurunan suhu penyimpanan. Hal ini terjadi karena respirasi yang merupakan proses kimiawi dan biologi dapat ditekan dengan penyimpanan pada suhu rendah. Phan et al. (1989) menyatakan bahwa antara O°C dan 35OC, laju respirasi meningkat sebesar 2 sampai 2,5 kali untuk setiap kenaikan suhu 10°C. Hasil ini sesuai dengan penelitian Sudiari (1997), namun laju respirasi yang dihasilkan lebih besar daripada penelitian tersebut. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan pengolahan minimal buah, dimana biji buah nangka tidak dihilangkan sehingga dinding sel tidak mengalami perlukaan yang menyebabkan respirasi menjadi lebih cepat meskipun buah telah dilapisi dengan
edible coating. Burn (1995) menyatakan bahwa kehilangan kulit dan gangguan keutuhan sel akibat pengupasan, pengirisan, maupun pemotongan menyebabkan terjadinya pembahan fisiologis sehingga mengakibatkan peningkatan transpirasi, ektivitas enzim, dan laju respirasi. Perlakuan dengan lima komposisi atmosfir yang dicobakan menunjukkan bahwa komposisi atmosfir 6-8% O2 dan 8-10% C 0 2 yang disimpan pada suhu S°C merupakan kondisi yang paling sesuai untuk menyimpan buah nangka terolah minimal berlapis edible coating berdasarkan pada parameter mutu buah yang
diamati, yaitu susut bobot, kekerasan, warna daging buah, kadar gula total, total asam, vitamin C, total mikroba, dan uji organoleptik yang terdiri dari warna, rasa, aroma, dan kekerasan. Hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan dengan konsentrasi
0 2
rendah dan C02 terbukti dapat mempertahankan mutu buah.
Menurut Bretch (1990), COz yang dinaikkan menjadi 510% dan
0 2
yang
diturunkan menjadi 2-5% dapat memperpanjang masa simpan buah dan sayur dengan memperlambat respirasi dan produksi etilen. Berdasarkan paramater mutu kritis yang berupa penerimaan konsumen terhadap warna, buah nangka terolah minimal berlapis edible coating yang disimpan pada suhu 5°C dan dikernas dalam stretchflm mempunyai umur simpan lebih panjang daripada yang dikemas dalam white stretchcfilm, yaitu selama 14 hari dengan nilai kecerahan sebesar 62,77 (L*) dan kekuningan sebesar 27,08 (b*), sedangkan apabila disimpan &lam kemasan white stretch film mempunyai umur simpan 12 hari dengan nilai kecerahan sebesar 64,91 (L*) dan kekuningan sebesar 29,70 (b*). Hal ini terjadi karena stretchfilm mempunyai koefisien permeabilitas terhadap gas gas
0 2
0 2
dan CO2 yang lebih mendekati koefisien permeabilitas terhadap
dan CO2 yang diperlukan oleh buah yang dikemas tersebut jika
dibandingkan dengan white stretch film. Disamping itu, penarnpakan visual buah dalam kemasan stretchfilm lebih baik daripada buah dalam kemasan white stretch
film karena tidak terdapat pengembunan uap air pada permukaan film kernasan sebagai akibat dari proses transpirasi. Secara ekonomis, penggunaan stretch cfilm sebagai pengemas dianggap lebih menguntungkan karena mempunyai prosentase biaya kemasan yang lebih kecil dibandingkan white stretchfilm (Gunadnya, 1993).