40
IV. HASIL DA PEMBAHASA
4.1. Profil Perusahaan VISI
: Menjadi produsen vaksin dan antisera yang berdaya saing global.
MISI
:
1.
Memproduksi, memasarkan dan mendistribusikan vaksin dan antisera yang bermutu internasional untuk kebutuhan Pemerintah, swasta nasional, dan internasional.
2.
Mengembangkan inovasi vaksin dan antisera sesuai dengan kebutuhan pasar.
3.
Mengelola
perusahaan
agar
tumbuh
dan
berkembang
dengan
menerapkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG). 4.
Meningkatkan kesejahteraan karyawan dan pemegang saham, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya. PT. X di Bandung ialah perusahaan yang memproduksi vaksin dan
antisera. Secara nasional memenuhi kebutuhan vaksin untuk program imunisasi dengan target 5 juta bayi per tahun, 27,6 juta anak usia sekolah per tahun dan 15 juta wanita usia subur per tahun. Sejak tahun 1997, diantara 200 produsen vaksin di dunia, perusahaan ini merupakan salah satu dari 30 produsen vaksin yang telah mendapatkan Prakualifikasi WHO. Sejak memiliki Prakualifikasi World Health Organization (WHO), perusahaan ini mulai melakukan ekspansi pada tahun 1997 dengan mengirimkan produk-produknya ke pasar internasional yang sudah tersebar di sekitar 110 negara di berbagai belahan dunia. 4.2. Penerapan OHSAS 18001:2007 pada PT. X Perusahaan ini telah menerapkan dan mendapat sertifikat OHSAS 18001 sejak tahun 2006 sampai dengan saat ini dari Lloyd's Register Quality Assurance (LRQA). Dengan menerapkan SMK3 berbasis OHSAS 18001:2007.
41
Tabel 6. Data kasus kecelakaan kerja pada PT. X tahun 2006-2011 Jenis Kecelakaan Kerja
No
Jumlah Total Kecelakaan Kerja pada PT. X (jiwa) 2006
2007
2008
1 Insiden 3 2 0 2 Ringan 177 156 31 3 Sedang 1 1 0 4 Berat 0 0 0 5 Fatal 0 0 0 Sumber : Data PT. X Bandung, Jawa Barat, 2011
2009
2010
2011
6 6 0 0 0
0 3 0 0 0
0 4 0 0 0
Pada Tabel 6 dapat dilihat data angka kecelakaan kerja pada awal PT. X mendapatkan sertifikasi OHSAS 18001:2007 di tahun 2006 hingga tahun 2011. Dari tahun 2006 hingga 2010 terlihat trend jumlah angka kecelakaan kerja yang semakin menurun dari tahun ke tahun. Kecelakaan kerja yang terjadi umumnya hanya berupa insiden dan kecelakaan ringan. Insiden merupakan
kejadian
hampir
celaka,
sedangkan
kecelakaan
ringan
merupakan kecelakaan yang mengakibatkan karyawan hanya memerlukan pertolongan pertama dan korban kembali bekerja pada tugas semula pada giliran kerja hari berikutnya (kurang dari satu hari kerja). Dengan tidak adanya kecelakaan sedang yaitu kecelakaan yang mengakibatkan karyawan tidak masuk dalam 2 x 24 jam sesuai dengan peraturan Kemenakertrans, maka mulai dari tahun 2008 PT. X mendapatkan sertifikat Zero Accident dari Kemenakertrans hingga tahun 2011. Dalam memastikan SMK3 berjalan dengan baik, dibentuk organisasi yang terdiri dari : 1.
Tim Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3).
2.
Unit kerja yang memantau implementasi sistem K3 dan lingkungan.
3.
Unit operasional yang melaksanakan kegiatan monitoring safety.
4.
Unit operasional yang mengelola lingkungan (limbah padat, cair, B3, dan emisi). Keterangan singkat dari aliran implementasi SMK3 pada PT. X di
Bandung, Jawa Barat adalah : 1. Plan Menetapkan proses perencanaan untuk :
42
a.
Mengidentifikasi bahaya dan risiko dari keselamatan dan kesehatan kerja aspek internal dan eksternal.
b.
mengidentifikasi dan memantau peraturan perundangan, perizinan dan persyaratan lainnya, termasuk kriteria kinerja internal di bidang K3.
c.
Menetapkan proses, sasaran dan program K3 yang diperlukan untuk pencapaian kebijakan K3.
d.
Mengembangkan dan menggunakan indikator kinerja K3.
2. Do Menerapkan dan mengoperasikan SMK3 : a.
Membuat struktur manajemen, menetapkan peran dan tanggung jawab beserta wewenang yang memadai.
b.
Menyediakan sumber daya yang memadai.
c.
Melatih karyawan dan memastikan kesadaran dan kompetensi karyawan di bidang K3, seperti pelatihan penggunaan alat pemadam api ringan (APAR) dan Hydrant, pelatihan evakuasi, P3K, dan lain-lain.
d.
Mengembangkan dan memelihara dokumentasi.
e.
Menetapkan dan menerapkan pengendalian dokumen.
f.
Menetapkan dan menerapkan pengendalian operasional dengan menerapkan hirarki pengendalian.
g.
Memastikan kesiapan dan tanggap darurat, berupa simulasi tanggap darurat rutin.
3. Check Melakukan pemeriksaan proses SMK3 : a.
Melakukan pemantauan dan pengukuran terhadap kebijakan K3, Obyektif, legal dan persyaratan lainnya.
b.
Mengevaluasi status kesesuaian terhadap peraturan perundangan dan perizinan di bidang K3.
c.
Mengidentifikasi
ketidaksesuaian
perbaikan dan pencegahan. d.
Mengelola catatan, atau rekaman.
dan
mengambil
tindakan
43
e.
Melakukan audit internal secara periodik (setahun 2 kali) dan safety patrol ke seluruh bagian.
4. Action a.
Melakukan tinjauan manajemen terhadap SMK3 setiap bulan quality, safety, health and environmental meeting (QSHE meeting).
b.
Mengidentifikasi area untuk improvement K3.
4.3. Klausul – klausul OHSAS 18001:2007 pada PT. X Klausul 4.1 PERSYARATA UMUM PT. X telah membuat, mendokumentasikan, memelihara dan meningkatkan sistem manajemen K3 secara berkelanjutan, sesuai dengan persyaratan standar OHSAS, serta menetapkan bagaimana memenuhi persyaratan-persyaratan yang ada. Klausul 4.2 KEBIJAKA Top Management telah menunjukkan komitmennya terhadap K3 dengan adanya sebuah kebijakan tertulis. Kebijakan tersebut terdapat pada poin 7 dalam 9 kebijakan perusahaan yang didokumentasikan dan disahkan melalui pembubuhan tanda tangan oleh Direktur Utama perusahaan. Sembilan (9) Kebijakan tersebut adalah : 1.
Produk bermutu tinggi.
2.
Produk ramah lingkungan.
3.
Berdaya saing global.
4.
Kepuasan pelanggan.
5.
Perbaikan berkesinambungan.
6.
Pengendalian pencemaran.
7.
Pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
8.
Penghematan energi dan SDA.
9.
Patuh peraturan perundangan dan persyaratan lainnya. Kebijakan tersebut merupakan manajemen sistem yang saling
terintegrasi, dikomunikasikan dan selalu diingatkan kepada seluruh karyawan perusahaan melalui berbagai media, yaitu poster kebijakan di depan jalan menuju gedung perusahaan, di setiap ruang divisi hingga bagiannya, hingga website perusahaan serta diperkenalkan kepada setiap
44
tamu atau vendor perusahaan di setiap induction training. Selanjutnya kebijakan K3 tersebut diterapkan dan dipelihara melalui standar operasional prosedur (SOP) di setiap masing-masing bagian. Klausul 4.3 PERECAAA Klausul 4.3.1. Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan penetapan pengendalian Pengendalian bahaya pada perusahaan ini mengacu pada pedoman SM-S20 : Manajemen risiko korporat. Dokumen tersebut salah satunya menjelaskan tentang pedoman dalam melaksanakan manajemen risiko K3. Mulai dari identifikasi, penilaian risiko, klasifikasi risiko, pengendalian risiko dan evaluasinya. Kemudian adanya dokumen prosedur baku 100KSIS-IAP (identifikasi aspek penting) dan prosedur baku 100K-SIS-JSA (Analisa Keselamatan kerja). Dokumen prosedur baku 100K-SIS-IAP menjelaskan tentang langkah-langkah teknis dalam melakukan manajemen risiko K3 dan lingkungan di perusahaan ini, identifikasi bahaya, penilaian risiko, klasifikasi risiko, pengendalian risiko dan evaluasinya. Mulai dari penentuan area, kegiatan atau produk atau jasa, rincian dari kegiatan atau produk atau jasa, aspek bahaya, dampak, kondisi operasinya apakah rutin atau tidak rutin dan normal/abnormal/darurat, kemungkinan kejadian dari AF (kecil-besar), tingkat keparahan 1-4 dengan melihat dari pengaruhnya pada (9) aspek yang telah ditentukan perusahaan. Kemudian ditentukan letaknya melalui matriks jika tingkat kepentingannya ya, maka harus ditindaklanjuti, sedangkan tidak berarti sudah dapat diatasi. Pengendalian risiko menggunakan prinsip hirarki kontrol bahaya K3. Masing-masing seluruh kepala bagian wajib membuat, menyusun dan memeriksa aspek K3. Dibantu dengan karyawan dan operator harus mengidentifikasi aspek penting K3 di lingkungan kerjanya. Aspek penting yang ditentukan adalah bahaya-bahaya yang ada, datang baik dari dalam maupun dari luar. Bahaya-bahaya tersebut dapat berupa bahaya : 1.
Fisik
: Suhu dingin, getaran dan kebisingan.
2.
Kimia
: Berbagai bahan kimia yang digunakan di PT. X, misalnya
formaldehid, HCl, NaOH dan lain-lain).
45
3.
Biologi
: Virus (campak, polio, influenza), bakteri (c. difteri, b.
pertusis, c. tetani, mycobacterium bovis dan lain-lain). 4.
Ergonomi : Posisi kerja tidak sesuai, waktu kerja, kelelahan kerja.
5.
Psikososial : Monoton dalam bekerja. Disamping itu juga harus dipertimbangkan pula hal-hal yang bisa
menjadi penyebab timbulnya kecelakaan kerja, yaitu unsafe action, unsafe condition dan mismanagement. Selanjutnya aspek penting tadi dikelompokkan dan dianalisis apakah dapat dikendalikan atau tidak. Bila dapat dikendalikan maka dituangkan resumenya dalam dokumen 100K-SIS-JSA. Langkah-langkah untuk mengendalikan tingkat risiko bahaya adalah : 1.
Eliminasi.
2.
Substitusi.
3.
Engineering control.
4.
Administratif
(prosedur
baku,
rambu-rambu
peringatan,
rotasi
karyawan, membatasi waktu memasuki area tertentu, supervisi dan pelatihan). 5.
Alat pelindung diri, atau APD (penggunaan ear muff, ear plug, sarung tangan masker, sepatu safety, dan lain-lain). Apabila aspek penting atau bahaya tersebut tidak dapat dikendalikan,
maka harus dibuat program K3. Contoh identifikasi aspek penting (IAP) yang ada pada Bagian Environment and Safety terdapat pada Lampiran 3. Klausul 4.3.2. Peraturan perundangan dan persyaratan lain Secara umum K3 yang terdapat dalam perusahaan ini memiliki peraturan dan dasar hukum berikut : 1.
Undang-undang tenaga kerja No.2 tahun 1970 : keselamatan kerja.
2.
Permenaker No. PER. 05/MEN/1996 : SMK3.
3.
Kep.Menaker No.KEP.51/MEN/1999 : Nilai ambang batas faktor fisika di tempat kerja.
4.
Kep.Menkes No. 1405/MENKES/SK/XI/2002: Persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri.
46
Selain itu masih terdapat peraturan perundangan dan persyaratan K3 lainnya. Perusahan telah mendokumentasikannya di dalam “Daftar Perundang-undangan dan Persyaratan lainnya di Bidang K3”. Perundangan mengenai hal-hal tersebut menjadi syarat dan dasar aturan K3 yang harus dijalankan dalam SOP setiap bagian perusahaan. Apabila ada perundangan dan persyaratan yang terkait K3 terbaru atau digantikan, langsung diinformasikan oleh divisi bagian hukum kepada P2K3. Selanjutnya P2K3 dan Quality Assurance (QA) melakukan revisi dan dikomunikasikan kepada divisi atau bagian yang bersangkutan. Klausul 4.3.3. Tujuan dan program Setiap kepala divisi membuat dan menyusun usulan tujuan dan sasaran K3 serta apa yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan dan sasaran K3 dalam sebuah program. Dibuatnya tujuan dan program tersebut adalah sebagai kelanjutan dari IAP yang masih memerlukan kontrol lebih lanjut. Program tersebut dilaporkan kepada P2K3 yang kemudian dibuatlah “Resume Program Manajemen Lingkungan dan K3” dan dilaporkan dalam QSHE meeting. Informasi yang diberikan disusun berdasarkan aspek penting, sasaran, program, biaya, waktu dan pihak penyelenggara program tersebut. Contoh program yang dibuat oleh Bagian Environment and Safety dapat dilihat pada Lampiran 4. Klausul 4.4. Penerapan dan operasi Klausul 4.4.1. Sumber daya, peran, tanggungjawab, tanggung gugat dan wewenang Direktur Utama merupakan penanggungjawab tertinggi dalam K3. Hal ini dapat ditunjukkan melalui struktur organisasi K3 (Gambar. 4)
Direktur Utama
Divisi Corporate Secretary Environment and safety
Divisi Quality Assurance
Tim P2K3
SDM
Health
Gambar 4. Struktur organisasi K3 pada PT. X
47
Dalam perusahaan ini, Direktur Utama menunjuk Corporate Secretary
sebagai
MR
melalui
keputusan
direksi
dengan
peran
mengoordinasi dan mengelola SMM, Lingkungan dan K3 efektif, meliputi keseluruhan aktivitas perusahaan sesuai arahan Direktur Utama dan sesuai dengan kebijakan, pedoman dan dokumen pendukung yang berlaku di perusahaan. MR tersebut memiliki tiga wakil yaitu wakil MR OHSAS 18001, Mutu ISO 9001 dan ISO 14001. Tanggungjawab dan wewenang MR adalah : 1.
Beroperasi sesuai Good Manufacturing Practice (GMP), ISO 9001, ISO 14001, OHSAS 18001 dan standar lain yang mungkin diperlukan perusahaan.
2.
Mengelola rapat QSHE council dengan kepala divisi lain atau setingkat kepala divisi yang membahas mengenai kinerja sistem mutu, lingkungan, dan K3 di perusahaan.
3.
Mengelola rapat tinjauan manajemen dengan direksi dan melaporkan hasil dan rekomendasi rapat QSHE council, serta memberikan rekomendasi lain untuk perbaikan yang terkait dengan sistem mutu, lingkungan dan K3.
4.
Memastikan kecukupan sumber daya untuk melakukan tugas yang berkaitan
dengan
mutu,
lingkungan
dan
K3
dalam
area
tanggungjawabnya. 5.
Memastikan tindakan yang tepat waktu dan efektif dilakukan oleh bagian yang sesuai untuk memelihara integritas sistem mutu, lingkungan dan K3.
6.
Menelaah program dan sistem, serta pencapaian tujuan dan sasaran mutu, lingkungan dan K3 perusahaan.
7.
Menetapkan dan memelihara sistem tindakan koreksi dan pencegahan untuk memastikan penanganan yang efektif dari kekurangan sistem mutu, lingkungan dan K3.
8.
Memastikan dokumentasi sistem mutu perusahaan selalu aktual.
48
Pada setiap Divisi memiliki tanggungjawab dalam menjalankan K3. Tanggungjawab setiap divisi terkait K3 tersebut ialah : 1.
Kepala Divisi Produksi vaksin virus : Bertanggungjawab atas aktivitas produksi untuk menghasilkan produk bulk Polio, bulk Campak, Vaksin Polio dan Vaksin Campak yang memenuhi persyaratan pelanggan, memperhatikan aspek mutu, lingkungan dan K3, termasuk memeriksa dan menandatangani catatan batch produksi untuk memastikan bahwa produksi telah sesuai prosedur dan produk sesuai spesifikasi.
2.
Kepala Divisi Produksi Vaksin Bakteri Bertanggungjawab atas aktivitas produksi untuk menghasilkan produk bulk Tetanus, bulk Difteri, bulk Pertusis, Vaksin Bacille Calmette Guerin (BCG) dan Vaksin Haemophilus Influenza Type B (HIB) yang memenuhi persyaratan pelanggan, memperhatikan aspek mutu, lingkungan dan K3, termasuk memeriksa dan menandatangani catatan batch produksi untuk memastikan bahwa produksi telah sesuai prosedur dan produk sesuai spesifikasi.
3.
Kepala Divisi Produksi Farmasi Bertanggungjawab atas aktivitas produksi untuk menghasilkan produk Vaksin Tetanus Toksoid (TT), Difteri and Tetanus (DT), Difteri, Tetanus, Pertusis (DTP), Difteri, Pertusis, Tetanus and Hepatitis B (DTP-HB), Hepatitis Type B (Hep B), produk antisera dan diagnostik yang memenuhi persyaratan pelanggan, memperhatikan aspek mutu, lingkungan dan K3 termasuk memeriksa dan menandatangani catatan batch produksi untuk memastikan bahwa produksi lebih sesuai prosedur dan produk sesuai spesifikasi.
4. Kepala Divisi Pengawasan Mutu Bertanggungjawab atas pengembangan dan pelaksanaan pengujian mutu untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan memenuhi persyaratan pelanggan, termasuk di dalamnya bertanggungjawab dalam menjamin bahwa uji telah dilakukan sesuai metoda uji dan prosedur yang berlaku, pengesahan dokumen pengujian, memeriksa dan
49
menandatangani catatan batch pengujian, memastikan bahwa proses pengujian telah sesuai prosedur dan menjamin bahwa karyawan di divisi pengujian telah terkualifikasi dengan tetap memperhatikan aspek mutu, lingkungan dan K3. 5.
Kepala Divisi QA Bertanggungjawab atas jaminan mutu seluruh bahan dan alat yang dipakai untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan pelanggan, dengan mengawasi pelaksanaan K3, pengendalian limbah, memastikan pemantauan dan pengukuran kinerja sistem mutu, lingkungan dan K3, mengawasi kepatuhan terhadap peraturan perundangan yang berhubungan dengan lingkungan dan K3, melakukan audit, validasi alat dan proses, mengendalikan dokumen, mengelola Good Manufacturing Practice (GMP) training, mengelola product complaint,
recall,
rework
dan
reprocess,
mengelola
deviasi
(penanganan ketidaksesuaian), change control (penanganan perubahan), mengeluarkan
sertifikat
analisa
atau
sertifikat
release
yang
membuktikan bahwa produk yang dihasilkan dapat dipasarkan serta menjalankan proses sistem registrasi produk ke Badan Pengawas ObatObatan dan Makanan (BPOM) atau ke negara lain untuk keperluan ekspor dan proses pra-kualifikasi WHO. 6.
Kepala Divisi Penelitian dan Pengembangan Bertanggungjawab atas aktivitas penelitian dan pengembangan produk maupun metoda uji yang akan menunjang produksi dan pengawasan mutu, termasuk perencanaan, koordinasi dan pengendalian pelaksanaan penelitian dan pengembangan (litbang) vaksin, produk selain vaksin dan informasi riset dengan memperhatikan aspek mutu, lingkungan dan K3.
7.
Kepala Divisi Surveillance dan Evaluasi Produk Bertanggungjawab terhadap kegiatan surveillance dan epidermiologi penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) yang dibutuhkan untuk mendukung kebijakan dan program kerja perusahaan serta terhadap kegiatan uji klinik produk perusahaan baik yang baru, maupun
50
yang
sudah
dipasarkan
(post marketing surveillance) dengan
memperhatikan aspek mutu, lingkungan dan K3. 8.
Kepala Divisi SDM Bertanggungjawab di dalam pelaksanaan pengadaan, pemeliharaan, pengembangan,
mutasi,
promosi,
demosi
dan
separasi
SDM,
mengadakan pelatihan dan peningkatan pengetahuan karyawan termasuk mengenai aspek lingkungan dan K3 di perusahaan. 9.
Kepala Divisi Teknik dan Pemeliharaan Bertanggungjawab dalam pelaksanaan validasi, kalibrasi alat serta pemeliharaan instalasi dan perbaikan peralatan dan utilitas produksi, pengujian mutu dan penunjangnya dengan memperhatikan aspek lingkungan dan K3, memastikan pemantauan dan pengukuran kinerja lingkungan, merencanakan perbaikan kinerja alat untuk memenuhi peraturan perundang-undangan.
10. Kepala Divisi Penjualan Dalam Negeri Bertanggungjawab dalam melakukan penjualan produk di dalam negeri sesuai dengan persyaratan pelanggan dan memperhatikan aspek mutu, lingkungan dan K3. 11. Kepala Divisi Penjualan Ekspor Bertanggungjawab dalam melakukan penjualan produk di luar negeri yang sesuai dengan persyaratan pelanggan dan memperhatikan aspek mutu, lingkungan dan K3. 12. Kepala Divisi Hewan Laboratorium Bertanggungjawab dalam menyediakan hewan dan bahan hewan untuk kepentingan produksi dan pengujian mutu, memonitor kesehatan hewan uji, memelihara hewan uji, serta melaksanakan uji in vivo dengan memperhatikan aspek mutu, lingkungan dan K3. 13. Kepala Divisi Logistik Bertanggungjawab dalam melaksanakan pengadaan barang dan jasa yang memenuhi persyaratan pelanggan dan perundangan yang berlaku, serta mensosialisasikan penerapan K3 dan lingkungan kepada pihak vendor, pemasok, atau rekanan perusahaan.
51
14. Kepala Divisi Anggaran dan Akuntansi Bertanggungjawab dalam mengkoordinir penyusunan rencana kerja anggaran perusahaan (RKAP) tahunan dan rencana jangka panjang perusahaan (RJPP) lima (5) tahunan serta melaporkan realisasi pelaksanaannya dalam bentuk laporan manajemen dan laporan keuangan perusahaan serta peraturan dan standar yang berlaku. 15. Kepala Divisi Administrasi dan Keuangan Bertangungjawab dalam mengatur cash flow perusahaan agar likuiditas perusahaan tidak terganggu, mengelola pajak perusahaan sebagai wajib pajak yang patuh, dan mengelola program kemitraan dan bina lingkungan sebagai komitmen perusahaan terhadap pengembangan usaha kecil dan Koperasi, serta lingkungan sosial masyarakat. 16. Kepala Divisi Satuan Pengawasan Internal Bertanggungjwab dalam pengawasan kekayaan perusahaan dengan melakukan pemeriksaan keuangan dan operasional perusahaan dengan memperhatikan aspek lingkungan dan K3, agar aktivitas perusahaan berjalan secara efisien dan efektif mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan standar yang berlaku. 17. Kepala Divisi Pelayanan Jasa Bertanggungjawab dalam pelaksanaan pelayanan jasa kesehatan seperti vaksinasi dan pemeriksaan laboratorium kepada pelanggan internal dan eksternal dengan mempertimbangkan aspek K3 dan lingkungan. 18. Kepala Divisi Perencanaan dan Pengendalian Produksi Bertanggungjawab
terhadap
pengendalian
material,
mencakup
perencanaan dan pengendalian bahan baku untuk proses manufaktur dan barang-barang kebutuhan lainnya dengan memperhatikan aspek keamanan terhadap barang dan personal yang mengendalikannya dengan memperhatikan material safety data sheet (MSDS) atas material dan aspek lingkungan dan K3. 19. Kepala Divisi Corporate Secretary Bertanggungjawab mengelola informasi internal, maupun eksternal untuk
memastikan
bahwa
mekanisme
komunikasi
perusahaan
52
dilaksanakan dan mengelola dokumen berupa surat internal maupun eksternal untuk memastikan pengelolaan dan pengarsipan surat dilakukan sesuai dengan prosedur yang berlaku serta melaksanakan koordinasi kegiatan umum perusahaan dengan memperhatikan aspek mutu, lingkungan dan K3. 20. Kepala Divisi Penunjang Pemasaran Bertanggungjawab terhadap proses distribusi produk, memastikan ketersediaan produk sesuai permintaan konsumen dan memastikan produk yang didistribusi telah dipak sesuai dengan karakteristik produk serta memperhatikan aspek mutu, lingkungan dan K3. Klausul 4.4.2. Kompetensi, pelatihan dan kepedulian Karyawan memiliki kompetensi terhadap bidang ilmu pada masingmasing
pekerjaannya
termasuk
untuk
memenuhi
ketentuan
untuk
mendapatkan izin dan memenuhi peraturan atau perundang-undangan yang berlaku. Dalam kaitannya dengan K3 dapat dibuktikan dengan adanya sertifikasi ahli K3 umum, K3 kimia, K3 kebakaran, K3 teknisi listrik, Dokter dan Perawat hygiene perusahaan dan kesehatan kerja (Hiperkes), serta K3 boiler. Dalam
meningkatkan
produktivitas
karyawan,
pengetahuan,
keterampilan dan kemampuan sesuai pekerjaannya dilakukan training yang terkait dengan aktivitas kerja secara berkesinambungan. Untuk itu dibuatlah rencana pelatihan (aster training program) yang didasari dari kebutuhan pelatihan setiap bagian atau personel (training needs analysis) yang merupakan hasil monitoring dari penilaian efektivitas pelatihan tahun sebelumya atau standar yang berlaku. Training internal yang berkaitan dengan K3 dilakukan di setiap bagian dan juga kepada karyawan yang baru masuk melalui induction training, dengan topik diantaranya kebijakan perusahaan terutama dari segi kepedulian terhadap K3 dan lingkungan, tata cara pembuangan sampah sesuai dengan karakteristiknya, penggunaan APAR, material safety data sheet (MSDS), kesiagaan atau keadaan tanggap darurat dan jalur evakuasi (assembly point) dan pengenalan terhadap rambu-rambu lingkungan dan K3
53
yang ada di dalam lingkungan perusahaan. Prosedur yang mengatur pelaksanaan pelatihan adalah dokumen 100K-SIS-12. Untuk internal karyawan dilakukan juga pelatihan untuk pihak kontraktor yang akan bekerja di lingkungan perusahaan, pelatihan ini merupakan salah satu persyaratan dalam memberikan izin kerja sesuai prosedur baku 100K-IKER01. Sebagai kepedulian terhadap K3, perusahaan telah menunjukkannya dengan cara berikut : 1.
Usaha untuk memenuhi peraturan perundangan lingkungan dan K3, serta persyaratan lainnya yang terkait.
2.
Perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan, kontraktor, vendor atau pemasok dengan menerapkan prosedur kerja yang aman sesuai kebijakan perusahaan.
3.
Evaluasi kepatuhan terhadap perundangan serta tinjauan keefektifan sistem yang dikomunikasikan melalui forum QSHE council dan manajemen review.
4.
Pembentukan organisasi P2K3.
Klausul 4.4.3. Komunikasi, partisipasi dan konsultasi Klausul 4.4.3.1. Komunikasi Secara umum hal-hal yang dikomunikasikan pada pihak internal maupun eksternal, yaitu : 1.
Informasi mengenai produk, lingkungan dan K3 seperti kebijakan.
2.
Jawaban
pertanyaan
yang
diajukan
dari
pihak-pihak
yang
berkepentingan. 3.
Klarifikasi ketidakjelasan kontrak, atau addendum.
4.
Informasi kinerja perusahaan.
5.
Informasi keikutsertaan karyawan dalam suatu program yang terkait dengan kinerja perusahaan. Dalam mengkomunikasikan K3 seperti bahaya-bahaya, risiko,
ataupun sistem manajemennya dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ada. Misalnya, dokumen identifikasi aspek bahaya yang baru atau
54
telah direvisi oleh kepala bagian harus disampaikan melalui training terlebih dahulu baru disahkan oleh pihak QA. Dalam mengkomunikasikan hal-hal mengenai K3, P2K3 dan Bagian Environment and safety selalu melakukan induction training tentang K3, JSA kepada kontraktor dan Karyawan baru. Begitu juga dengan tamu, perusahaan memberikan induction training, atau minimal memberi petunjuk melalui surat tanda izin masuk yang diberi oleh bagian keamanan sebelum tamu memasuki kawasan. Klausul 4.4.3.2. Partisipasi dan konsultasi Partisipasi dan konsultasi tentang K3 dapat dilakukan melalui komunikasi dari atas ke bawah ataupun sebaliknya.
Hal tersebut telah
berjalan dengan baik karena dapat dilihat dari adanya catatan mengenai “partisipasi karyawan tentang K3 di lingkungan perusahaan” yang disampaikan secara langsung maupun media lain seperti intranet perusahaan. Catatan tersebut berupa laporan dari karyawan akan adanya sumber bahaya yang memungkinkan adanya ancaman terhadap K3, atau stakeholder yang berada dalam lingkungan tersebut. Melalui intranet perusahaan, dalam Public Folder telah disediakan “Forum K3” sebagai wadah informasi K3 bagi seluruh karyawan. Sebagai wadah partisipasi karyawan terhadap masalah K3, maka karyawan tersebut dapat memberikan saran, masukkan dan hal lain secara langsung kepada perwakilan Anggota Tim P2K3 (Panitia Pembina K3) yang berada di Divisinya masing-masing maupun langsung kepada Ketua dan Sekretaris P2K3, termasuk kepada Seksi Safety dari Bagian Environment and Safety. Saran, masukan, atau hal-hal lain yang bersangkutan tentang K3 tersebut akan diselesaikan dan dicari jalan keluarnya dalam rapat Tim P2K3. Klausul 4.4.4. Dokumentasi Pelaksanaan dari kesisteman yang diterapkan khususnya sistem K3 dapat berjalan sesuai dengan kebijakan dan aturan yang ada. Untuk itu maka diperlukan pedoman dan prosedur yang menjelaskan seluruh aktivitas yang dikerjakan secara garis besar. Struktur dokumentasi yang terdapat dalam perusahaan ini terdiri atas :
55
1.
Manual Manual merupakan dokumen tingkat pertama yang berisi tentang kebijakan perusahaan dalam rangka memenuhi persyaratan ISO 9001, ISO 14001, OHSAS 18001, cara produksi obat yang baik (CPOB), Association of South East Asia Nation Good Manufacturing Practice (ASEAN GMP), WHO GMP dan mengikuti perkembangan persyaratan GMP secara global. Manual perusahaan ini terdiri dari dua, yaitu : a.
Manual I PT. X seperti visi, misi, kebijakan dan tujuan.
b.
Manual II PT. X seperti bisnis proses yang utama (penerimaan order, pengadaan. Produksi, pengujian, pengemasan dan distribusi).
2.
Pedoman Pedoman merupakan dokumen tingkat kedua yang berisi pedoman untuk mengimplementasikan kebijakan yang ada pada manual. Pedoman dibuat untuk setiap aktivitas sesuai aliran bisnis proses perusahaan.
3.
Dokumen pendukung Dokumen pendukung merupakan dokumen tingkat ketiga yang berisi prosedur atau langkah detail untuk menjalankan suatu pekerjaan. Isi dari dokumen pendukung mencakup : prosedur baku, formula induk, spesifikasi, protokol, formulir data dan catatan atau record. Dokumen tingkat I terdiri dari dua (2) dokumen, yaitu Manual 1 dan
manual 2. Kemudian dokumen tingkat II berjumlah 135 dokumen pedoman SM.S.20 yaitu manajemen risiko korporat. Untuk tingkat III terdapat 4494 dokumen dimana dokumen tersebut merupakan dokumen pendukung (prosedur baku).
Dokumen yang menyangkut K3 yang ada dalam
perusahaan ini, yaitu : 1.
100K-SIS-IAP
: Identifikasi Aspek/Bahaya dan Dampak/ Risiko.
2.
100K-SIS-JSA
: Analisa Keselamatan Kerja
3.
100K-PAK-01
: Penyakit Akibat Kerja
4.
100K-KK-01
: Penanganan Kecelakaan Kerja.
5.
100K-SIS-08
: Pemantauan Kesehatan Karyawan.
6.
100K-SIS-12
: Pelatihan Karyawan
56
7.
214K-KTD-01
: Kesiagaan dan Tanggap Darurat
8.
214K-APDK-01
: Alat Pemadam Kebakaran dan Deteksi Kebakaran.
9.
100K-SP-01
: Safety Patrol.
10. 100K-IKER-01
: Izin Kerja.
11. 100K-MonC-01
: Monitoring catering.
12. 100K-LOTO-01
: Lock out tag out.
13. 100K-PRKL-01
: Penyediaan rambu K3 dan lingkungan.
14. 100K-SIS-31
: Cuci tangan.
15. 100K-SIS-34
: Penanganan luka akibat gigitan, cakaran, goresan
di fasilitas hewan. 16. 100K-SIS-36
: Pembatasan akses.
17. 100K-SIS-EK
: Evaluasi kepatuhan terhadap hukum dan peraturan
perundangan lingkungan dan K3. 18. 100S-LK3-01
: Spesifikasi pemantauan dan pengukuran
Lingkungan dan K3. 19. 100K-SIS-08
: Prosedur Pemantauan Kesehatan Karyawan.
Klausul 4.4.5. Pengendalian dokumen Pengandalian dokumen yang dilakukan oleh perusahaan ini seluruhnya dikendalikan oleh QA. Kriterianya mulai dari adanya halaman yang lengkap, ditetapkan tanggal berlaku dan nomor revisinya, harus diberikan catatan referensi apabila dokumen tersebut terkait dengan dokumen lainnya agar mudah ditelusuri. Prosedur pengendalian dokumen berlaku untuk semua dokumen yang ada dalam perusahaan dan menjadi panduan dalam pembuatan, pendistribusian, perubahan dan penarikan dokumen. Klausul 4.4.6. Pengendalian operasional Pengendalian operasional yang didokumentasikan untuk menangani bahaya K3 di perusahaan, yaitu : 1.
100K-SIS-IAP
: Identifikasi Aspek Bahaya dan Risiko.
2.
100K-SIS-JSA
: Analisa Keselamatan Kerja
3.
100K-KK-01
: Penanganan Kecelakaan Kerja. Dokumen ini
menjelaskan bagaimana menangani kecelakaan ataupun kejadian
57
hampir celaka sehingga dapat dilakukan tindakan secara cepat, tepat dan sesuai prosedur yang diberlakukan. 4.
214K-KTD-01 menjelaskan
: Kesiagaan dan Tanggap Darurat. Dokumen ini bagaimana
pengendalian,
tindakan
antisipasi
dan
penanggulangan keadaan darurat dalam 24 jam, serta pelaporan kesiagaan dan tanggap darurat. 5.
214K-APDK-01
: Alat Pemadam Kebakaran dan Deteksi Kebakaran.
6.
100K-PAK-01
: Penyakit Akibat Kerja
7.
100K-SIS-08
: Pemantauan Kesehatan Karyawan.
8.
100K-SIS-12
: Pelatihan Karyawan
9.
214K-KTD-01
: Kesiagaan dan Tanggap Darurat
10. 214K-APDK-01
: Alat Pemadam Kebakaran dan Deteksi Kebakaran.
11. 100K-SP-01
: Safety Patrol.
12. 100K-IKER-01
: Izin Kerja, dll.
13. 100K-MonC-01
: Monitoring catering.
14. 100K-LOTO-01
: Lock out tag out.
15. 100K-PRKL-01
: Penyediaan rambu K3 dan lingkungan.
16. 100K-SIS-31
: Cuci Tangan.
17. 100K-SIS-34
: Penanganan luka akibat gigitan, cakaran, goresan,
di fasilitas hewan. 18. 100K-SIS-36
: Pembatasan akses.
Seluruh prosedur baku yang dibuat untuk melakukan operasional kegiatan sehari-hari sudah mempertimbangkan aspek mutu, K3 dan lingkungan serta merujuk pada standar nasional dan internasional, peraturan, serta undang-undang yang telah ditetapkan. Klausul 4.4.7. Kesiapsiagaan dan tanggap darurat Kesiapsiagan dan tanggap darurat telah dibuat prosedurnya, diterapkan
dan
didokumentasikan.
Diawali
perusahaan
dengan
mengidentifikasi keadaan darurat dan bencana yang kemungkinan dapat
58
terjadi. Hal ini dilakukan untuk meminimumkan dampaknya terhadap seluruh karyawan, aset perusahaan, masyarakat dan lingkungan sekitar. Untuk mengantisipasi dan meminimumkan dampak dari keadaan darurat terhadap karyawan, aset perusahaan, masyarakat dan lingkungannya dibuat suatu prosedur dokumen 214K-KTD-01 yang meliputi pengendalian, tindakan antisipasi dan penanggulangan keadaan darurat dalam 24 jam seperti kesiagaan kebakaran, gempa bumi, huru hara dan ancaman, pelaporan dan tanggap darurat, serta sistem komandonya. Selain itu terdapat prosedur pengendalian terhadap pemadaman kebakaran yang mencakup penempatan, pengoperasian penggunaan APAR, hydrant dan fire alarm untuk mendukung kegiatan pencegahan dan pemeliharaan alat pemadam dan deteksi kebakaran yang mencakup penempatan, pengoperasian dan pemeliharaan alat pemadam dan deteksi kebakaran. Prosedur tersebut terdapat pada dokumen 214K-APDK-01. Untuk melihat efektivitas sistem tanggap darurat, di dalam prosedur penanganan keadaan darurat dilakukan emergency drill and simulation setiap dua (2) tahun sekali dengan melibatkan karyawan dan masyarakat sekitar perusahaan. Hal yang dilakukan meliputi seluruh aspek tanggap darurat seperti : 1.
Simulasi kebakaran penggunaan APAR, hydrant, uji coba jalur evakuasi dan lain-lain.
2.
Simulasi gempa bumi.
3.
Huru hara.
4.
Ancaman bom.
5.
Situasi atau keadaan darurat mengenai contingency plan perusahaan. Review pelaksanaan simulasi tanggap darurat dilakukan untuk melihat
kesesuaian antara simulasi dengan prosedur yang berlaku dan efektivitas prosedur yang berlaku. Apabila diperlukan, dapat mengulangi simulasi, atau melakukan revisi terhadap prosedur baku jadwal pelaksanaan simulasi tanggap darurat.
59
Klausul 4.5. Pemeriksaan Klausul 4.5.1. Pemantauan dan pengukuran kinerja Identifikasi bahaya K3 dan pengelolaannya sudah dilakukan oleh masing-masing bagian dalam perusahaan dan diperbaharui secara reguler untuk
peningkatan
berkelanjutan.
Untuk
memastikan
bahwa
K3
diimplementasikan dengan baik, maka dilakukan internal audit dan safety patrol secara teratur. Prosedur yang mengatur kegiatan safety patrol adalah dokumen 100K-SP-01. Inspeksi rutin khusus untuk K3 dilakukan satu bulan sekali oleh tim P2K3 yang dilakukan Bagian Safety untuk memastikan kondisi tempat kerja (peralatan, bahan, tata cara kerja dan prosedur kerja) di lingkungan operasi perusahaan dalam kondisi aman, sesuai standar pedoman teknis yang berlaku yang meliputi unsafe condition dan unsafe action. Safety Patrol (Tim P2K3) dilakukan rutin setiap bulan ke seluruh area perusahaan. Hasil temuan safety patrol dikirimkan ke MR dalam bentuk laporan untuk dibahas dalam QHSE council meeting. Sedangkan seluruh kegiatan K3 dilaporkan secara berkala per tiga (3) bulan oleh Tim P2K3 ke Dinas Tenaga Kerja Kota Jawa Barat. Pemantauan kebisingan lingkungan (mengacu pada Kep. Men LH No.48/1996) dan pemantauan kebisingan di tempat kerja dilakukan setiap 6 bulan oleh pihak eksternal (mengacu pada Kep. Menaker No. Kep. 51/MEN/1999). Untuk menjamin kesehatan karyawan dilakukan pemantauan kesehatan. Hal ini diatur pada prosedur baku 100K-SIS-08 untuk mengeliminasi potensi sumber kontaminasi yang berasal dari karyawan dan melindungi karyawan, serta hal-hal yang membahayakan selama berada di lingkungan perusahaan, yaitu : 1.
Setiap karyawan diwajibkan mendapatkan vaksinasi sesuai dengan risiko kemungkinan penyakit yang akan terpapar dan memiliki liter antibodi yang protektif terhadap organisme infeksius yang ditangani.
2.
Pemeriksaan kesehatan awal untuk calon karyawan dan pemeriksaan berkala satu tahun sekali.
60
3.
Pemeriksaan
kesehatan
khusus
bagi
visual
inspector
berupa
pemeriksaan berkala enam bulan sekali. 4.
Pemeriksaan kesehatan khusus bagi karyawan yang memiliki resiko bising dilakukan pemeriksaan audiometrik dan pelaksanaannya dilakukan minimal setiap satu (1) tahun sekali.
5.
Karyawan yang dinyatakan sakit berat oleh dokter, cukup infeksius atau memiliki luka terbuka yang dapat memengaruhi mutu produk, tidak dapat dimasuki general area dan ruang berkelas. Tidak diperbolehkan juga menangani bahan baku, kemasan, bahan dalam proses dan produk sampai dinyatakan sembuh.
6.
Untuk karyawan yang memiliki risiko pekerjaan khusus, perlindungan dan pemantauannya akan dilaksanakan sesuai dengan rekomendasi dari Tim Dokter Poliklinik. Sesuai dengan dokumen 100K-PAK-01, pemeriksaan terhadap
karyawan yang sakit akan dilakukan investigasi untuk memastikan penyebab akibat kerja. Di dalamnya mencakup aturan alur deteksi, alur investigasi, penanganan dan pelaporan penyakit akibat kerja yang harus diterapkan oleh tim P2K3 dan tim dokter poliklinik yang terlibat dalam rangkaian investigasi PAK di lingkungan perusahaan termasuk tindakan pencegahan dan tindakan perbaikannya. Klausul 4.5.2. Evaluasi kesesuaian Evaluasi kesesuaian dilakukan terhadap prosedur baku yang dinilai apakah sudah sesuai dengan yang ada di lapangan atau tidak, adanya hal-hal yang harus diperbaiki atau ditambahkan, atau tidak. Selain itu evaluasi kesesuaian juga dilakukan terhadap implementasi dari undang-undang, peraturan dan standar nasional maupun internasional yang telah diikuti. Jika sudah baik berarti tidak ada masalah, tetapi jika terdapat ketidaksesuaian maka harus ada tindakan perbaikan. Begitupun ketika ada peraturan atau undang-undang
baru
yang
mengharuskan
perusahaan
untuk
melaksanakannya di dalam prosedur baku, maka harus ada revisi. Sebagai salah satu contoh pada Bagian Environment and Safety dilakukan evaluasi kesesuaian dalam pelatihan evacuation drill gempa bumi
61
telah dilaksanakan pada tanggal 11 Juni 2010 di gedung polio dan campak. Pada saat Evacuation Drill, karyawan di gedung polio dan campak dapat melaksanakan instruksi sesuai dengan posedur baku dokumen 214K-KTD01. Berdasarkan evaluasi di lapangan dengan melaksanakan prosedur 214KKTD-01 tersebut dapat mengatasi keadaan darurat gempa bumi, dimana Evacuation Drill terhadap seluruh karyawan dalam waktu tiga (3) menit, 49 detik. Syarat dalam SOP ialah kurang dari enam (6) menit yang berarti telah terpenuhi. Jika suatu saat pada gedung lain dilakukan Evacuation Drill dan waktu tempuhnya tidak memenuhi syarat maka dilakukan perbaikan atau review terhadap fasilitas gedung tersebut. Klausul 4.5.3. Penyelidikan insiden, ketidaksuaian, tindakan perbaikan dan pencegahan Klausul 4.5.3.1. Penyelidikan insiden Perusahaan telah memiliki prosedur terkait penyelidikan insiden. Penyelidikan insiden telah diatur dalam dokumen 100K-KK-01. Berlaku untuk semua divisi termasuk Bagian Environment and Safety sendiri. Penyelidikan dilakukan setelah adanya laporan kecelakaan atau timbulanya PAK terhadap karyawan. Penyelidikan dimaksudkan untuk mengetahui penyebab suatu kecelakaan, sehingga tidak terulang kembali. Terdapat tiga (3) jenis kecelakaan, yaitu : 1.
Kecelakaan “first aid” dan hampir celaka Untuk jenis kecelakaan ini penyelidikan dilakukan oleh kepala seksi atau kepala bagian yang terkait. Laporan penyelidikan diisi di dalam form laporan kecelakaan dan form laporan penyelidikan. Tindak lanjut perbaikan kecelakaan dilaporkan oleh kepala seksi atau kepala bagian terkait ke P2K3 dan tembusan ke bagian administrasi personalia serta QA (khusus untuk QA dilapokan secara periodik).
2.
Kecelakaan cidera sedang Untuk jenis kecelakaan ini diinformasikan ke kepala seksi secepatnya dan paling lambat dua jam setelah kejadian. Laporan dibuat secara tertulis melalui form yang telah ditentukan oleh kepala bagian terkait dalam waktu 2 x 24 jam sesuai peraturan perundangan berlaku.
62
3.
Kecelakaan cidera berat (fatal) Kecelakaan ini diinformasikan kepada kepala seksi dan kepala bagian terkait setelah kejadiannya berlangsung. Laporan kecelakaan dibuat secara tertulis oleh kepala bagian dalam waktu maksimal 5 jam setelah kejadian. Bagian Administrasi Personalia dan P2K3 menyiapkan dan menyampaikan laporan kecelakaan kepada instansi yang terkait dalam waktu yang telah ditetapkan dalam perundangan yang berlaku. Untuk kecelakaan cidera sedang dan cidera berat yang memerlukan rujukan ke rumah sakit dilaporkan dalam bentuk form pemantauan tindak lanjut penyelidikan kecelakaan (PTLPK). Laporan tersebut dibuat oleh P2K3 yang kemudian dilaporkan ke Disnaker dan Bagian Administrasi Personalia, Public Relation (PR), QA serta Board of Director (BOD) perusahaan. Selain itu terdapat pemeriksaan terhadap karyawan yang sakit
dimana akan dilakukan investigasi untuk memastikan penyebab akibat kerja sesuai dengan dokumen prosedur 100K-PAK-01. Di dalamnya mencakup alur deteksi, alur investigasi, penanganan dan pelaporan penyakit akibat kerja yang harus diterapkan oleh Tim P2K3 dan Tim Dokter Poliklinik yang terlibat dalam rangkaian investigasi PAK di lingkungan perusahaan termasuk tindakan pencegahan dan tindakan perbaikannya. Klausul 4.5.3.2. Ketidaksesuaian, tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan Inspeksi rutin khus untuk K3 dilakukan satu bulan sekali oleh Tim P2K3 untuk memastikan kondisi tempat kerja (peralatan, bahan, tata cara kerja dan prosedur kerja) di lingkungan operasi perusahaan dalam kondisi aman, sesuai standar dan pedoman teknis yang berlaku yang meliputi unsafe condition dan unsafe action. Hasil temuan dibahas dalam rapat P2K3 untuk mendapatkan penyebab masalah dan merumuskan tindakan korektif maupun preventif. Hasilnya dikirimkan ke MR dalam bentuk laporan untuk dibahas di QHSE council meeting, untuk mendapatkan tindakan perbaikan dan pencegahan.
63
Klausul 4.5.4. Pengendalian catatan Rekaman yang ada terdiri dari prosedur hingga seluruh aktifitas program K3 yang telah dijalankan. Dokumen tersebut terdapat pada seluruh Bagian yang terkait dan QA. Perusahaan membuat dan memelihara seluruh rekaman yang terkait dengan program K3 agar terlindungi dari kerusakan, kelunturan atau kehilangan. Klausul 4.5.5. Audit internal Internal audit dilakukan untuk memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan sistem terintegrasi yaitu SMK3 yang telah ditetapkan. Apabila ada kekurangan dalam implementasi akan direkomendasikan suatu tindakan perbaikan. Pelaksanaan internal audit dilakukan oleh tim (setingkat kepala bagian) yang telah mendapatkan pelatihan inspeksi OHSAS dan mengerti terhadap topik yang akan diinspeksi. Tim terdiri dari P2K3, pihak QA, Produksi, Quality Control (QC), Teknik dan Bagian lain yang relevan. Jika diperlukan, expert dari luar perusahan dapat menjadi anggota tim inspeksi. Internal audit dilakukan secara berkala, dan setiap bagian paling sedikit diaudit dua kali setahun. Internal audit dapat dilakukan di luar jadwal yang telah ditetapkan seperti kecelakaan kerja yang berakibat fatal. Pedoman yang mengatur pelaksanaan audit adalah SM1 1.3, yaitu pedoman pelaksanaan internal audit dan dijabarkan secara teknis pada prosedur baku dokumen 100K-SIS-11 prosedur baku inspeksi diri. Hasil temuan internal audit kemudian dibuatkan klasifikasi temuannya dan harus ditindaklanjuti oleh bagian. Berikut merupakan klasifikasi temuan dan tindakan perbaikannya : 1.
Klasifikasi temuan : Major Non-Confirmity (Major NC) Tindak lanjut :
2.
a.
Analisis penyebab masalah (investigasi).
b.
Tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan (CAPA).
c.
Kajian resiko (risk analysis).
d.
Verifikasi segera setelah point a hingga d selesai.
Klasifikasi temuan : Minor Non-Confirmity (Minor NC) Tindak lanjut :
64
3.
a.
Analisis penyebab masalah (investigasi).
b.
Tindakan perbaikan.
c.
Verifikasi dapat dilakukan pada inspeksi berikutnya.
Klasifikasi temuan : Requires correction (RC) Tindak lanjut : a.
Rencana perbaikan.
b.
Verifikasi tidak diperlukan, tetapi menjadi catatan dalam review kinerja.
4.
Klasifikasi temuan : Scope for improvement (SFI) Tindak lanjut : a.
Rencana
perbaikan
sebagai
upaya
perbaikan
yang
berkesinambungan. b.
Verifikasi tidak diperlukan.
Klausul 4.6. TIJAUA MAAJEME Dalam perusahaan ini, mekanisme tinjauan manajemen mempunyai tujuan : 1.
Memastikan sistem yang ada di dalam manual perusahaan selalu ditinjau dan keefektifannya dipantau secara berkala.
2.
Memastikan
bahwa
perusahaan
selalu
berupaya
meningkatkan
kinerjanya secara berkesinambungan dan mencegah keterulangannya masalah dengan root cause yang sama. 3.
Memastikan bahwa rekomendasi Kepala Divisi dari rapat QSHE council ditindaklanjuti dan didukung oleh direksi.
4.
Memastikan bahwa kebijakan, tujuan, sasaran dan program lingkungan dan K3 di review kelayakan, kecukupan dan keefektifannya untuk perbaikan berkelanjutan. Setiap masing-masing Bagian atau Divisi secara rutin melakukan
rapat untuk membahas berbagai masalah masing-masing, termasuk masalah K3. Setiap bulan dilakukan rapat Tim P2K3 yang merupakan perwakilan dari setiap Divisi yang ada di PT. X. Masalah-masalah K3 yang muncul dari setiap Bagian atau Divisi dibahas dan dicarikan solusi terbaiknya.
65
Selanjutnya setiap satu bulan sekali dilakukan QSHE Meeting yang diikuti oleh seluruh Wakil Divisi di perusahaan. Hal-hal yang penting tentang K3 disampaikan di forum ini untuk dibahas dan dipecahkan masalahnya bersama. Bila ada beberapa masalah yang belum dapat terselesaikan di forum QSHE Meeting ini dibawa ke Manajemen Review Meeting yang diikuti oleh seluruh Divisi dan Direksi setiap tiga bulan sekali, sehingga masalah-masalah tersebut dapat segera diputuskan dengan baik. Berikut merupakan beberapa pembahasan QSHE Meeting : 1.
Hasil internal audit, safety patrol, hasil audit atau assessment WHO/ POM/badan sertifikasi/pihak luar lainnya (OHSAS, ISO, Disnaker, KLH).
2.
Hasil partisipasi dan konsultasi dengan karyawan, pekerja kontraktor dan pihak luar yang terkait dengan perusahaan.
3.
Komunikasi eksternal, customer feedback dan komplain.
4.
Tindakan pencegahan dan perbaikan atau kajian perbaikan efektifitas sistem yang berjalan yang terkait dengan pelayanan dan perbaikan kepuasan pelanggan.
4.4. Bagian Environment and Safety Bagian Environment and Safety merupakan sebuah bagian yang baru dibentuk empat tahun yang lalu. Berawal dari sebuah tim dari Bagian Umum kemudian menjadi Seksi dan di tahun 2010 dijadikan sebuah Bagian langsung di bawah dari Divisi Corporate Secretary. Visinya ialah menjaga keselamatan, kesehatan kerja karyawan, pimpinan dan tamu PT. X di Bandung. Bagian ini menangani beberapa hal, diantaranya : a.
Induction training pada tamu dan kontraktor.
b.
Penanganan kebakaran.
c.
Melakukan
pengecekan
dan
pemeliharaan
terhadap
keselamatan kerja. d.
Melakukan safety patrol ke seluruh area perusahaan.
e.
Pengawasan K3 terhadap proyek.
f.
Memberikan izin kerja kepada kontraktor atau supplier.
alat-alat
66
g.
Penyediaan
sarana
rambu-rambu
yang
berhubungan
dengan
keselamatan kerja dan lingkungan di perusahaan. 4.4.1 Penanganan kontraktor oleh Bagian Environment and safety PT. X di Bandung, Jawa Barat Sebagai perusahaan dengan hasil produksi yang begitu besar, PT. X di Bandung biasanya membutuhkan jasa kontraktor dalam berbagai hal, baik untuk pekerjaan untuk perawatan, konstruksi, distribusi/logistik/transportasi, serta telekomunikasi. Dalam bahasan ini kontraktor yang dimaksud ialah kontraktor kategori II yang berkaitan dengan konstruksi dan perawatan. Berikut merupakan diagram
siklus
kontraktor
yang
sistemik,
bagaimana
cara
mengembangkan rencana kontraktor yang dilakukan oleh PT. X, Bandung (Gambar 5).
Studi Kelayakan Evaluasi kontraktor
Memilih Kontraktor
Negosiasi Kontrak
Operasional Kontraktor
Masa Transisi
Gambar 5. Siklus kontraktor Pada penanganan terhadap kontraktor tersebut, Bagian Environment and Safety menangani masa transisi dan operasional kontraktor. Dalam hal ini Bagian Environment and Safety melalui Kepala Seksi Safety bertanggungjawab terhadap pelaksanaan izin kerja dan pengawasan. Izin kerja merupakan izin kerja tertulis secara formal yang merupakan langkah-langkah yang harus diikuti oleh pengawas, kontraktor, karyawan perusahaan atau karyawan perusahaan lainnya dalam melaksanakan suatu pekerjaan yang dikategorikan memiliki risiko tinggi yang meliputi : 1.
Kerja panas Hal ini merupakan jenis pekerjaan yang menggunakan atau menimbulkan
sumber
penyalaan
setempat
yang
dapat
67
menyalakan bahan mudah terbakar. Contohnya : penggunaan las listrik atau las potong, penggunaan mesin gerinda atau alat potong, penggunaan alat-alat tangan yang dapat menimbulkan bunga api, penggunaan api terbuka, dan pekerjaan-pekerjaan lainnya yang dapat menimbulkan bunga api. Untuk persiapan penerbitan surat izin kerja panas hal-hal yang harus dilakukan adalah : a.
Pengawas
pelaksana
memastikan
bahwa
area
kerja
dinyatakan aman. b.
Surat izin kerja diisi dengan lengkap sesuai kebutuhan oleh penanggungjawab.
c.
Isi tipe pekerjaan yang akan dilakukan.
d.
Pengawas pelaksana dan pekerja mempersiapkan dan mengisi kebutuhan alat pelindung diri (APD) seperti : sepatu safety, sarung tangan anti panas, pelindung mata, helm safety, ear plug, pada pekerjaan pengelasan harus digunakan jaket pelindung, sarung tangan panjang anti panas atau api, dan kacamata pelindung
yang memiliki
filter (kaca film). e.
Pengujian low explosive liquid (LEL; tingkat konsentrasi gas potensial untuk meledak yang ditentukan oleh batas bawah ledakan) atau upper explosive liquid (UEL; tingkat konsentrasi gas potensial untuk meledak yang ditentukan oleh batas atas ledakan) dilakukan pihak luar pada jenis pekerjaan tertentu untuk memastikan bahwa material atau bahan yang mudah terbakar dideteksi dan diukur terlebih dahulu, pemadam api, alat komunikasi, rambu-rambu dan alat lainnya yang diperlukan sesuai kebutuhan.
f.
Penanggungjawab memeriksa kelengkapan dan kebenaran isi dari surat izin kerja, memastikan alat-alat yang digunakan dalam kondisi baik dan melakukan penilaian terhadap rambu-rambu peringatan yang diperlukan. Selain
68
itu memastikan juga bahwa rambu-rambu tersebut telah terpasang sebelum memulai pekerjaan. g.
Setelah semua persyaratan diperiksa lengkap maka surat izin kerja panas dapat disahkan oleh penanggungjawab.
2.
Memasuki ruang tertutup atau terbatas Merupakan jenis pekerjaan yang apabila seseorang baik seluruh atau sebagian tubuhnya harus masuk ke dalam ruangan terbatas seperti kolom atau vessel, tangki, tower, manhole, bak (pit), lubang galian dengan kedalaman lebih dari 2,5 meter ataupun tempat-tempat lain yang dirasa terdapat gas, debu, uap berbahaya atau tempat yang kurang ventilasi. Untuk persiapan penerbitan surat izin kerja panas hal-hal yang harus dilakukan adalah : a.
Pastikan bahwa area kerja dinyatakan aman.
b.
Untuk pekerjaan memasuki ruang terbatas maka diperlukan pemeriksaan awal yaitu mengukur kadar oksigen (level oksigen 19,5%-23,5%), gas explosive (LEL atau UEL) dan kandungan gas beracun dilakukan oleh pihak luar sebelum surat izin diterbitkan.
c.
Pastikan sistem sirkulasi udara pada ruangan tempat bekerja telah benar.
d.
Surat izin kerja diisi secara lengkap sesuai kebutuhan oleh penanggungjawab.
e.
Isi tipe pekerjaan yang akan dilakukan.
f.
Pengawas pelaksana dan pekerja mempersiapkan dan mengisi kebutuhan APD yang dibutuhkan, seperti sepatu safety, sarung tangan, pelindung mata, pelindung telinga, masker, helm safety, ventilasi udara, tabung oksigen, alat komunikasi dan alat lainnya sesuai kebutuhan.
g.
Penanggungjawab memeriksa kelengkapan dan kebenaran isi dari surat izin kerja, memastikan alat-alat yang digunakan dalam kondisi baik dan melakukan penilaian
69
terhadap rambu-rambu peringatan yang diperlukan. Selain itu memastikan juga bahwa rambu-rambu tersebut telah terpasang sebelum memulai pekerjaan. h.
Setelah diperiksa lengkap surat izin kerja ruang tertutup disahkan oleh penanggung jawab.
3.
Penggalian Merupakan jenis pekerjaan penggalian tanpa melihat berapapun kedalaman penggalian tersebut. Untuk persiapan penerbitan surat izin kerja panas hal-hal yang harus dilakukan adalah sebagai berikut : a.
Pastikan bahwa area kerja dinyatakan aman.
b.
Surat izin kerja diisi dengan lengkap sesuai kebutuhan oleh penanggungjawab.
c.
Isi tipe pekerjaan yang dilakukan.
d.
Pengawas pelaksana dan pekerja mempersiapkan dan mengisi kebutuhan APD yang dibutuhkan, seperti sepatu safety, helm safety, sarung tangan, penyangga (bila kedalamannya > 1,5 m), tali safety, alat komunikasi dan gambar denah tempat dimana pekerjaan penggalian akan dilakukan yang memuat gambar letak jalur bawah tanah, pipa-pipa, alat-alat pembuangan, saluran pembuangan, parit-parit, pondasi, aliran listrik dan lain-lain. Isi juga alat lainnya sesuai kebutuhan.
e.
Penanggungjawab memeriksa kelengkapan dan kebenaran isi dari surat izin kerja, memastikan alat-alat yang digunakan dalam kondisi baik dan melakukan penilaian terhadap rambu-rambu peringatan yang diperlukan. Selain itu memastikan juga bahwa rambu-rambu tersebut telah terpasang sebelum memulai pekerjaan.
f.
Setelah diperiksa lengkap surat izin kerja penggalian disahkan oleh penanggungjawab.
70
4.
Ketinggian Hal ini merupakan jenis pekerjaan yang dilakukan dengan ketinggian lebih dari tiga (3) m di atas permukaan tanah. Untuk persiapan penerbitan surat izin kerja ketinggian, hal-hal yang harus dilakukan adalah : a.
Pastikan bahwa area kerja dinyatakan aman.
b.
Isi secara lengkap surat izin kerja sesuai kebutuhan oleh penanggungjawab.
c.
Isi tipe pekerjaan yang akan dilakukan.
d.
Isi alat pelindung yang dibutuhkan, seperti sepatu safety, safety harness, perancah sesuai, helm safety, sarung tangan, alat komunikasi dan alat lainnya sesuai kebutuhan.
e. Penanggungjawab memeriksa kelengkapan dan kebenaran isi dari surat izin kerja, memastikan alat-alat yang digunakan dalam kondisi baik dan melakukan penilaian terhadap rambu-rambu peringatan yang diperlukan. Selain itu memastikan juga bahwa rambu-rambu tersebut telah terpasang sebelum memulai pekerjaan. f.
Setelah diperiksa lengkap surat izin kerja ketinggian disahkan oleh penanggungjawab.
4.4.2 Penerapan operasi OHSAS 18001:2007 pada Bagian Environment and Safety PT. X di Bandung, Jawa Barat dalam penanganan terhadap kontraktor Implementasi dan operasi OHSAS 18001:2007 dalam penanganan terhadap Kontraktor yang dilakukan oleh Bagian Environment and Safety sebagai berikut : a.
Sumber
daya,
peran,
tanggungjawab,
akuntabilitas
dan
wewenang SDM
yang
berperan
dalam
pelaksanaan
penanganan
kontraktor ialah Divisi Logistik, Bagian Umum dan Bagian Environment and Safety. Berikut merupakan tanggungjawab dan wewenang masing-masing :
71
1) Divisi Logistik wajib memberikan induction training kepada kontraktor melalui : i.
Brosur pengendalian lingkungan dan K3 yang meliputi kebijakan perusahaan, rambu-rambu, sinyal tanda bahaya dan tempat sampah.
ii.
Penjelasan, atau training keselamatan dan pengendalian lingkungan saat bekerja.
2) Pengawas Pelaksana 1 (pelaksana dari safety) wajib memberi training terperinci kepada pekerja proyek tentang penggunaan APD, pentingnya keselamatan dalam bekerja termasuk poin 1 dan 2 wajib juga dalam pemantauan kepatuhan pekerja proyek dalam mentaati aturan keselamatan bekerja. 3) Kepala Bagian Umum melalui Seksi Keamanan berwenang dalam menentukan izin masuk pekerja proyek. 4) Kepala Bagian Umum berwenang memberi izin masuk kepada pekerja. List pekerja diberi sebelum melakukan pekerjaan kepada penanggungjawab izin kerja yang kemudian diserahkan pada Kepala Bagian Umum. 5) Penanggungjawab izin kerja ialah Kepala Seksi Safety dalam Bagian Environment and Safety. 6) Penanggungjawab izin kerja berwenang dalam penentuan jenis dan izin kerja, serta pengeluaran izin kerja. Selain itu memastikan juga bahwa persyaratan keselamatan dalam form izin kerja telah dilaksanakan dan telah meyakinkan bahwa fasilitas yang akan dikerjakan dalam keadaan aman sebelum mengerjakan pekerjaan. 7) Penanggungjawab izin kerja menunjuk pengawas pelaksana satu yang merupakan Pelaksana Safety perusahaan untuk mengawasi pekerjaan dan kepatuhan pelaksanaan pekerjaan, memeriksa peralatan para kontraktor yang akan digunakan perusahaan untuk memastikan bahwa alat tersebut aman digunakan.
72
8) Penempelan label pada alat dari perusahaan yang telah diperiksa, bila pekerjaan dilakukan oleh pihak perusahaan, maka training dilakukan oleh pengawas pelaksana perusahaan. 9) Pihak kontraktor menunjuk pengawas pelaksana dua (2) dari pihaknya
untuk
mengawasi
pekerjaan
dan
kepatuhan
pelaksanaan pekerjaan dari para pekerja. b. Kompetensi, pelatihan dan kepedulian Sebelum memberikan izin kerja diperlukan keahlian review identifikasi aspek bahaya dari pekerjaan yang akan dilakukan dan job safety analysis (JSA) yang telah dibuat oleh kontraktor. Dalam hal
ini,
Safety membutuhkan
kelihaian
memahami
kondisi
lingkungan dan pekerjaan, serta analisis yang baik terhadap aspek bahaya dan risiko, serta tindakan kontrol terhadap risiko yang ada. Sampai saat ini kompetensi yang dimiliki dan pelatihan yang telah didapat masing-masing dalam kaitannya terhadap K3 adalah : a.
Kepala Bagian Umum sebagai pejabat yang memegang tanggungjawab (PYMT) Kepala Bagian Environment and Safety : Training OHSAS 18001:2007.
b.
Kepala Seksi Safety : Ahli K3 umum, Pelatihan K3 untuk kontraktor, pelatihan fire alarm control panel, tata cara pembuangan tempat sampah, bio safety level 1-4, K3 dan lingkungan, chemical handling safety, kesiagaan dan tanggap darurat serta penggunaan APAR, OHSAS 18001:2007.
c.
Pelaksana : Ahli K3 umum, pelatihan pencegahan dan penanggulangan kebakaran, training OHSAS 18001:2007, training ahli K3 kebakaran dan teknik listrik.
c.
Komunikasi, partisipasi dan konsultasi Komunikasi dilakukan secara tertulis dan tidak tertulis kepada pihak internal, maupun eksternal perusahaan sebagai praktik dari mitigasi. Dalam hal ini pihak internal ialah pihak Bagian Environment and Safety dengan Divisi Logistik dan Bagian Umum, sedangkan eksternal perusahaan ialah pihak kontraktor itu sendiri.
73
Dilihat dari manajemen bencana, komunikasi dapat dikelompokkan dalam komunikasi tahap pra bencana, bencana dan pasca bencana (Ramli, 2011). Dalam tahap pra bencana sebagai tindakan mitigasi bencana,
komunikasi
tertulis
dilakukan
dengan
pendekatan.
administratif dilakukan melalui SOP, surat-surat dan formulir terkait. Komunikasi tidak tertulis dilakukan melalui manusia kepada manusia melalui pendekatan manusia yang meliputi : 1) Induction training kepada pimpinan atau perwakilan perusahaan, mandor dan karyawan. Untuk pimpinan, atau perwakilan perusahaan kontraktor dilakukan induction training oleh Divisi Logistik. Sedangkan setelahnya, yaitu mandor dan para pekerja dilakukan oleh Kepala Seksi atau Pelaksana Safety yang memang ditunjuk untuk memberikan training. 2) Kick off meeting : Diskusi yang dilakukan sebelum melakukan pekerjaan. Diskusi tersebut membahas hal yang meliputi tentang cara pengerjaan, penentuan aspek bahaya, baik dari lokasi, alat maupun bahan yang digunakan, risiko yang ada dan bagaimana pengendaliannya. 3) Dalam pengawasan, apabila ada yang melanggar, misalnya tidak menggunakan APD dilakukan pembinaan di lapangan. Apabila lebih dari 3x melakukan pelanggaran, maka diberi surat teguran (surat peringatan) terhadap pihak tersebut dan ditembuskan ke bagian logistik, teknik, bagian QA dan P2K3. Untuk komunikasi yang dilakukan dalam keadaan tanggap darurat sesuai dengan yang terdapat pada SOP 214K-KTD-01. d. Pendokumentasian Pendokumentasian dilakukan oleh Administrasi Bagian Environment and safety. Hal-hal yang didokumentasikan terkait penanganan terhadap kontraktor ialah SOP terkait yaitu 100K-IKER01. Sedangkan yang berkaitan dengan informasi K3 adalah : 1) Surat izin kerja panas/surat izin kerja penggalian/surat izin kerja ketinggian/surat izin kerja ruang terbatas.
74
2) Data pemeriksaan pelaksanaan pekerjaan (terkait penggunaan APD). 3) Daftar induction training izin kerja. 4) Daftar alat-alat dan mesin yang digunakan. 5) Foto kopi KTP Pekerja dan Mandor. 6) Analisa keselamatan kerja (JSA) yang dibuat oleh pihak kontraktor. 7) Jadwal pekerjaan. Masing-masing berkas yang berhubungan dengan izin kerja dan persyaratan yang harus dipenuhi oleh pihak yang bekerjasama dengan perusahaan di simpan dalam satu ring binder, atau plastik data dan di tata dalam filling cabinet. e.
Pengendalian dokumen Dalam pengendalian dokumen, untuk dokumen seperti SOP yang terkait dengan izin kerja kontraktor telah disimpan dengan baik. Apabila ada perubahan maka harus mengikuti SOP revisi yang telah dibuat oleh Divisi QA. Untuk setiap surat izin dan surat tidak perlu izin kerja yang dikeluarkan dibuat rangkap lima untuk Kontraktor, Logistik, Bagian Environment and Safety, Teknik, dan User. Surat izin kerja yang dikeluarkan disimpan selama dua (2) tahun. Daftar induction training izin kerja disimpan bersama dengan surat izin kerja yang dikeluarkan sebagai bukti training. Pengawas yaitu pelaksana satu (1) dari pihak Safety mengisi list alat yang akan digunakan pada saat bekerja. Surat tidak perlu izin kerja dibuat untuk pekerjaan rutin (misalnya pekerjan yang dilakukan oleh teknik atau bagian produksi) dan untuk kontraktor yang telah memiliki sertifikat ISO 14001 dan OHSAS 18001. Bagian Environment and Safety melalui Seksi Safety memberikan laporan berupa checklist harian tentang kepatuhan pelaksanaan keselamatan kerja dan pengendalian lingkungan di lapangan kepada penanggungjawab izin kerja dan diarsipkan. Apabila ada penyimpangan terhadap pekerjaan yang dilakukan,
75
pengawas pelaksana dan penanggungjawab harus segera melaporkan kepada supervisor terkait dan segera ditindaklanjuti. f.
Pengendalian operasi Pengendalian operasional yang dibuat perusahaan tentunya meliputi bagaimana cara kerja yang aman, prosedur operasi yang aman, pengadaan barang yang aman terhadap kesehatan dan keselamatan serta keselamatan kontraktor itu sendiri. Hal tersebut telah diatur secara tertulis dalam dokumen prosedur baku 100KIKER-01 dengan rujukan dari OHSAS 18001 Klausul 4.4.6, Undang-undang No.1 Tahun 1970, ISO 14001, SOP K-Mek-Kas, SOP 100K-LOTO-01, SOP 100K-SIS-JSA. Dokumen ini dibuat untuk memastikan bahwa semua pekerjaan berisiko tinggi yang dilakukan oleh karyawan maupun kontraktor seperti kerja panas, memasuki ruang tertutup atau terbatas, penggalian dan ketinggian supaya dilaksanakan dengan aman, serta dilakukan sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku dengan memperhatikan aspek lingkungan dan K3. Prosedur dari izin kerja adalah : 1) Kontraktor mempersiapkan berkas-berkas. 2) Pihak kontraktor mendatangi Divisi Logistik meminta surat permohonan izin kerja. 3) Divisi logistik memberi induction training tentang K3 dan lingkungan terhadap perwakilan kontraktor dan mengeluarkan surat permohonan izin kerja. 4) Kontraktor menghadap ke Kepala Seksi Safety untuk diberi pelatihan dan izin masuk ke perusahaan dengan menunjukkan surat permohonan izin kerja dan foto kopi KTP pekerja. 5) Bagian
Environment
and
Safety
melalui
Seksi
Safety
memberikan pelatihan khusus kepada seluruh pekerja. 6) Seksi Safety mengeluarkan izin kerja berdasarkan jenis pekerjaan yang akan dilakukan.
76
Untuk prosedur pelaksanaannya dapat dibagi sesuai dengan pekerjaan yang ditangani. Prosedur ini telah dibuat oleh pihak perusahaan dengan mempertimbangkan K3 untuk kontraktor agar tidak menyimpang dari kebijakan dan tujuan K3 itu sendiri. Prosedur pelaksanaannya dapat dijabarkan sebagai berikut : a.
Pelaksanaan pekerjaan panas 1) Setelah surat izin kerja disetujui dilakukan training sebelum memulai pekerjaan kepada semua pelaksana (karyawan perusahaan atau karyawan kontraktor) oleh pengawas pelaksana
izin
kerja
dan
telah
dipastikan
bahwa
persyaratan-persyaratan yang dicantumkan dalam izin kerja tersebut telah dimengerti. 2) Pelaksana dapat melakukan pekerjaannya setelah surat izin kerja disetujui dan berkewajiban melaksanakan pekerjaan sesuai dengan instruksi kerja yang ada. Untuk pekerjaan tertentu yang membutuhkan sertifikasi hanya boleh dikerjakan oleh pelaksana yang memiliki sertifikasi sesuai kemampuan. 3) Penanggungjawab perusahaan dan pengawas pelaksana harus mengecek terlebih dahulu daftar pekerja yang bekerja pada area panas tersebut telah sesuai dengan daftar yang diberikan kontraktor dan masing-masing menggunakan nametag ketika bekerja. 4) Pasang surat izin kerja di tempat dimana pelaksana bekerja selama melakukan pekerjaannya. 5) Pastikan bahwa pada area pekerjaan tidak ada bahan yang berpotensi menimbulkan kebakaran, seperti kertas, kayu dan botol atau tabung gas, atau bahan-bahan lain, seperti bahan kimia mudah meledak dan menyala. 6) Pekerja kontraktor menggunakan APD yang diperlukan secara lengkap.
77
7) Selama
melakukan
memperhatikan
pekerjaannya,
dan
ikut
pelaksana
melakukan
harus
pengendalian
lingkungan. 8) Bagian Environment and Safety melalui Seksi Safety dari pihak perusahaan melakukan checklist harian terhadap kepatuhan pelaksanaan keselamatan kerja. Begitupun terhadap pengendalian lingkungan di lapangan, dimana limbah dari hasil pekerjaan harus tetap dikendalikan dan apabila
pelaksana
tidak
pelaksana
melaporkan
pelanggar
dapat
kontraktor
mematuhi, pada
diberi
melakukan
maka
pengawas
penanggungjawab
peringatan.
Apabila
pelanggaran
agar
pekerja
berulang
atau
melakukan pelanggaran berat, maka akan dibuat sanksi. Untuk penyelesaiannya diatur sebagai berikut : i.
Bila
pekerjaan
melaporkan
telah
kepada
menandatangani
surat
selesai,
maka
pengawas izin
kerja
pelaksana
pelaksana
dan
tersebut
yang
menyatakan bahwa pekerjaan telah selesai. ii.
Pengawas
pelaksana
kemudian
akan
melakukan
pemeriksaan lapangan untuk memastikan bahwa daerah bekas kerja telah bersih dari peralatan yang ada dan tidak terjadi pencemaran lingkungan. Apabila sudah sesuai maka penanggungjawab penerbitan surat izin kerja akan menandatangani surat izin kerja tersebut dan diketahui kepala bagian atau user terkait. b. Pelaksanaan pekerjaan ruang tertutup 1) Pelaksana dapat melakukan pekerjaannya setelah surat izin kerja disetujui dan berkewajiban melaksanakan pekerjaan tersebut sesuai dengan instruksi kerja yang ada. Saat pekerjaan dilakukan harus ada personil yang berada di luar yang melakukan komunikasi dengan personil yang berada di dalam ruang tertutup. Untuk pekerjaan tertentu yang
78
membutuhkan sertifikasi maka hanya boleh dikerjakan oleh pelaksana yang memiliki sertifikasi sesuai kemampuan. 2) Penanggungjawab di perusahaan dan pengawas pelaksana harus mengecek terlebih dahulu bahwa daftar pekerja yang bekerja pada ruang terbatas tersebut telah sesuai dengan daftar
yang
diberikan
kontraktor
sebelumnya
dan
menggunakan nametag. 3) Pastikan bahwa pada area pekerjaan sudah diukur mengenai kadar oksigen dan tidak terdapat gas yang berbahaya, serta menggunakan APD yang diperlukan secara lengkap. 4) Pasang surat izin kerja di tempat dimana pelaksana bekerja selama melakukan pekerjaannya. 5) Selama
melakukan
memperhatikan
pekerjaannya,
dan
ikut
pelaksana
melakukan
harus
pengendalian
lingkungan. 6) Bagian Environment and Safety melalui Seksi Safety dari pihak perusahaan melakukan checklist harian terhadap kepatuhan pelaksanaan keselamatan kerja. Begitupun terhadap pengendalian lingkungan di lapangan dimana limbah dari hasil pekerjaan harus tetap dikendalikan dan apabila
pelaksana
tidak
pelaksana
melaporkan
pelanggar
dapat
kontraktor
diberi
melakukan
mematuhi, pada
maka
pengawas
penanggungjawab,
peringatan. pelanggaran
Apabila
agar
pekerja
berulang
atau
melakukan pelanggaran berat, maka akan dibuat sanksi. c.
Pelaksanaan pekerjaan penggalian 1) Pelaksana dapat melakukan pekerjaannya setelah surat izin kerja disetujui dan berkewajiban melaksanakan pekerjaan tersebut sesuai dengan instruksi kerja yang ada. 2) Pasang surat izin kerja di tempat dimana pelaksana bekerja selama melakukan pekerjaanya.
79
3) Penanggungjawab pelaksana dari perusahaan dan pengawas pelaksana harus mengecek terlebih dahulu bahwa daftar pekerja yang bekerja pada penggalian tersebut telah sesuai dengan daftar yang diberikan kontraktor sebelumnya dan menggunakan nametag. 4) Pastikan bahwa pada pekerja telah mengerti mengenai alur daerah penggalian dan menggunakan APD yang diperlukan secara lengkap. 5) Pasang rambu disekitar area pekerjaan. 6) Selama
melakukan
pekerjaannya
pelaksana
harus
memperhatikan dan melakukan pengendalian lingkungan. 7) Pengawas pelaksana dari pihak perusahaan melakukan checklist terhadap kepatuhan pelaksanaan keselamatan kerja dan pengendalian lingkungan di lapangan, dimana limbah dari hasil pekerjaan harus tetap dikendalikan. d. Pelaksanaan pekerjaan ketinggian 1) Pelaksana dapat melakukan pekerjaannya setelah surat izin kerja disetujui dan berkewajiban melaksanakan pekerjaan tesebut sesuai dengan instruksi kerja yang ada. 2) Pasang surat izin kerja di tempat dimana pelaksana bekerja selama melakukan pengendalian lingkungan. 3) Selama
melakukan
memperhatikan
pekerjaannya
dan
ikut
pelaksana
melakukan
harus
pengendalian
lingkungan. 4) Bagian Environment and Safety melalui Seksi Safety dari pihak perusahaan melakukan checklist harian terhadap kepatuhan pelaksanaan keselamatan kerja. Begitupun terhadap pengendalian lingkungan di lapangan dimana limbah dari hasil pekerjaan harus tetap dikendalikan dan apabila
pelaksana
tidak
pelaksana
melaporkan
pelanggar
dapat
diberi
mematuhi, pada
maka
pengawas
penanggungjawab
peringatan.
Apabila
agar
pekerja
80
kontraktor
melakukan
pelanggaran
berulang
atau
melakukan pelanggaran berat, maka akan dibuat sanksi. 4.5. Permasalahan dalam implementasi OHSAS 18001:2007 pada Bagian Environment and Safety PT. X di Jawa Barat dalam penanganan terhadap kontraktor 4.5.1 Faktor Implementasi OHSAS 18001:2007 oleh Bagian Environment and safety telah dilaksanakan dengan baik sesuai dengan persyaratan di setiap klausulnya. Namun dari hasil identifikasi terdapat beberapa permasalahan yang dapat memengaruhi implementasi OHSAS 18001:2007 di dalamnya. Dari hasil identifikasi, faktor yang menjadi permasalahan diambil dari beberapa unsur implementasi dan operasi OHSAS 18001:2007 itu sendiri, yaitu : a.
Sumber daya, peran, tanggungjawab, tanggunggugat dan wewenang Bagian Environment and Safety baru menjadi sebuah Bagian dari Divisi Corporate Secretary setelah sebelumnya berada di bawah Bagian Umum. Kepala Bagian Environment and Safety masih dijabat oleh Kepala Bagian Umum. Di bawah Kabag Environment and Safety terdapat dua (2) Kepala Seksi, yaitu Kasi Environment dan Kepala Seksi Safety. Belum adanya pengisi Jabatan sebagai Kepala Seksi Environment membuat Kepala seksi Safety harus terjun untuk mengendalikan tanggungjawab kedua peran tersebut. Selain itu terdapat Pelaksana Safety yang hanya beranggotakan lima (5) orang dimana harus berperan sebagai Pelaksana Environment dan membantu dalam program Corporate Social Responsibility (CSR). Selain menjadi pejabat sementara Kepala Bagian Environment and Safety, Kepala Bagian Umum sendiri memiliki tanggungjawab terhadap beberapa seksi yang ada di bawahnya, yaitu Seksi Kendaraan, Rumah Tangga, Keamanan, serta CSR.
81
Sumber daya lainnya infrastruktur berupa fasilitas ruang kerja. Dalam hal ini, perusahaan berupaya untuk memberikan fasilitas yang baik kepada karyawan dalam melakukan pekerjaan. Namun ada satu hal yang harusnya diperhatikan kembali di lapangan, yaitu dalam satu (1) tahun ini Bagian Environment and Safety harus berpindah ruang sebanyak empat hingga lima kali. Dengan adanya ruang yang tidak tetap memungkinkan terganggunya kinerja dari Bagian ini sendiri. Selain itu dapat mengganggu efisiensi kontraktor dalam mengurus izin kerja. Ruangan yang saat ini ditempati juga masih kurang nyaman, karena persis berada di samping ruang distribusi, sehingga terkadang agak bising. b. Kompetensi Kompetensi yang dimiliki oleh keenam personel (termasuk di dalamnya Kepala Seksi Safety) sudah cukup baik, namun tetap ada kekurangan. Dalam penanganan kontraktor sampai saat ini dapat selalu teratasi dengan baik, namun Kepala Seksi dan Pelaksana Safety yang telah tetap menjadi Bagian Environment and Safety masih memerlukan personil yang lebih berkompeten lagi dalam hal K3 kontraktor, mengingat tugas review JSA kontraktor membutuhkan ketelitian dan wawasan yang luas. c.
Komunikasi Komunikasi
eksternal
yang
terjadi
antara
pihak
perusahaan dengan kontraktor berfungsi untuk menyampaikan informasi, himbauan berkaitan dengan K3. Dari aspek K3 komunikasi dapat terjadi melalui manusia dengan manusia, alat kerja, atau alat komunikasi. Komunikasi yang dijalankan safety terhadap karyawan kontraktor yang bekerjasama dengan perusahaan sudah berjalan dengan baik melalui induction training, kick off meeting, pengontrolan di lapangan dan
82
mengingatkan kembali jika melanggar ketentuan K3, serta lingkungan. Namun dengan adanya induction training terkadang masih ada saja pekerja yang enggan untuk mematuhi peraturan yang sudah seharusnya dipatuhi dan dilaksanakan selama bekerja di sekitar kawasan perusahaan. Dalam hal ini, pelanggaran yang sering dilakukan adalah kepatuhan dalam penggunaan APD. d. Pengendalian dokumentasi Dokumen yang seluruhnya disimpan oleh pihak Bagian Environment and Safety tersedia dengan lengkap. Namun saat ini terdapat beberapa formulir atau JSA yang tidak ada di dalam penyimpanan data. Hal ini terjadi karena pihak kontraktor yang meminjam untuk keperluan perpanjangan izin kerja, namun tidak dikembalikan lagi, karena hilang atau rusak. Selain itu, JSA yang tidak ada biasanya, karena ada proyek yang harus segera dilaksanakan, sehingga tidak ada waktu yang cukup bagi kontraktor
untuk
memenuhi
penyerahan
JSA
sebelum
dimulainya pekerjaan. Bagaimanapun juga dokumen tersebut merupakan catatan informasi penting yang harus tersimpan dengan baik. Apabila tidak ada, hal ini tentunya juga akan menjadi temuan audit, sehingga akan mempersulit Bagian itu sendiri. 4.5.2 Aktor Terdapat tiga (3) pihak yang berkaitan dan bertanggungjawab dalam implementasi OHSAS 18001:2007 pada perusahaan, yaitu : a.
Top Management Top management atau manajemen puncak ialah Direktur Utama, Corporate Secretary yang ditunjuk sebagai MR memiliki peran mengoordinasi dan mengelola SMM, Lingkungan dan K3 yang efektif, meliputi keseluruhan aktivitas perusahaan sesuai arahan Direktur Utama dan sesuai dengan kebijakan, pedoman, dan
83
dokumen pendukung yang berlaku di perusahaan, Ketua Tim P2K3 yang merupakan wakil dari MR untuk OHSAS 18001:2007. b. Middle Management Middle management adalah Kepala Bagian Umum yang menjadi pejabat sementara untuk Bagian Environment and Safety. Pihak ini
bertugas
menginterpretasikan
kebijakan
K3
dan
mengembangkan prosedur yang dapat digunakan oleh pelaksana. c.
Operational Management Operational management pada Bagian Environment and Safety yaitu Kepala Seksi dan pelaksana Safety. Pihak ini bertugas melaksanakan
operasional
yang
telah
ditetapkan
pada
Bagiannya. Bertindak sesuai prosedur dan kebijakan K3 yang telah ditentukan. 4.5.3
Tujuan Pada implementasi OHSAS 18001:2007 terdapat beberapa masalah yang dianalisis dari unsur-unsur implementasi OHSAS 18001:2007. Berdasarkan masalah tersebut ada beberapa tujuan yang diharapkan dapat tercapai pada Bagian Environment and Safety, yaitu : a.
Beban tanggungjawab yang sesuai Diberikannya beban tanggungjawab dan wewenang yang sesuai akan membantu keefektifan dari pekerjaan masing-masing peran, karena hal tersebut dapat membuat karyawan fokus terhadap prosedur kerja yang telah ditetapkan.
b. Infrastruktur yang baik dan tetap Dengan mendapatkan infrastruktur yang baik dan permanen dapat mendukung kinerja yang baik dari karyawan itu sendiri. Jika terpaksa harus berpindah tempat, tentunya dapat menguras tenaga dalam pengangkutan barang, perapihan kembali ruang kerja, sehingga memungkinkan terbengkalainya pekerjaan yang harusnya dapat dilaksanakan saat itu juga.
84
c.
Kontraktor taat pada peraturan Dengan
adanya
komunikasi
yang
baik
antara
Bagian
Environment and Safety terhadap kontraktor, maka diharapkan kontraktor dapat taat pada peraturan K3 yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Jika kontraktor taat terhadap peraturan, maka dapat terus mempertahankan zero accident, baik terhadap pihak kontraktor maupun perusahaan. d. Karyawan yang berkompeten Karyawan
yang
berkompeten
dapat
membantu
Bagian
Environment and Safety sendiri untuk lebih profesional dalam mengelola K3 dan lingkungan perusahaan. Dalam hal ini, mampu memberikan kontribusi yang lebih dalam menganalisa aspek bahaya, risiko yang ada dan cara mengontrol risiko dengan cara yang lebih baik, agar K3 dan terjamin. e.
Dokumentasi yang baik Dengan dokumentasi yang baik, tentunya akan lebih efisien dalam
pekerjaan.
Selain
itu
memudahkan
apabila
ada
kepentingan terhadap kontraktor bersangkutan dan ketika diadakannya audit. 4.5.4 Alternatif Tindakan
pemecahan
masalah
yang
sesuai
tentunya
diperlukan untuk membantu dalam perbaikan implementasi OHSAS 18001:2007 pada Bagian Environment and Safety. Alternatif tindakan yang dapat dilakukan oleh Bagian Environment and Safety adalah sebagai berikut : a.
Penambahan SDM kompeten Penambahan SDM kompeten dimaksudkan untuk ditempatkan sebagai
Kepala
Bagian
Environment and Safety,
serta
Pelaksananya. Pelaksana safety juga penting untuk ditambah, karena sebelumnya salah satu personilnya pindah di bagian lain dan mengingat masih banyak pekerjaan dan tanggungjawab lebih besar mengenai keselamatan kerja yang akan ditangani
85
seiring dengan berjalannya waktu. Dalam perekrutan, kualifikasi dan kompetensinya harus sesuai dengan bidang dan keadaan di lapangan perusahaan itu sendiri. b. Penyediaan ruang kerja yang baik dan tetap Dengan adanya penyediaan ruang kerja yang baik dan tetap untuk Bagian Environment and Safety diharapkan dapat menambah kinerja dari karyawan, sehingga dapat meningkatkan K3 di lingkungan perusahaan yang nantinya juga dapat mempengaruhi kontraktor untuk dapat mematuhi peraturan K3 dalam perusahaan tersebut. Selain itu, ruang yang permanen dapat membuat kontraktor tidak terganggu dan merasa nyaman dalam pengurusan izin kerja. c.
Penyempurnaan sistem reward and punishment Perusahaan
harus
konsisten
untuk
menerapkan
metode
reinforcment yaitu dengan penyempurnaan sistem reward and punishment dengan zero tolerant. Dasarnya adalah hukum efek yang menyatakan bahwa setiap perilaku yang diikuti reward akan semakin dilakukan, sedangkan punishment dengan sendirinya perilaku tersebut makin jarang dilakukan dan lama kelamaan
akan
hilang
(Heni,
2011).
Dengan
mengkomunikasikan sistem reward and punishment sebelum dilakukannya kerjasama dan sebelum pengesahan perizinan kerja akan membuat pihak kontraktor enggan untuk melanggar aturan karena dinilai dapat merugikan secara langsung, maupun tidak langsung, tergantung kriteria reward and punishment yang diberikan perusahaan. d. Pengelolaan dokumentasi yang baik dan benar Pengelolaan dokumentasi yang baik dan benar merupakan kegiatan yang dilakukan oleh administrasi safety mulai dari sebelum hingga kontraktor selesai bekerja. Dengan begitu dapat memudahkan apabila ada kepentingan terhadap kontraktor itu sendiri, misalnya untuk perpanjangan izin kerja. Selain itu akan
86
mengurangi pekerjaan administrasi Bagian Environment and Safety dalam mempersiapkan segala hal ketika akan adanya audit. 4.6
Struktur Hirarki Pembentukan model struktur hirarki untuk analisis implementasi OHSAS 18001:2007 studi kasus Bagian Environment and Safety dalam penanganan kontraktor terdiri dari lima (5) tingkatan, yaitu : 1.
Level 1 : Sasaran (ultimate goal) dari keputusan yang akan diambil ditempatkan pada puncak hirarki. Dalam hal ini sasaran yang dimaksud adalah “identifikasi permasalahan implementasi OHSAS 18001:2007 pada Bagian Environment and Safety dalam penanganan terhadap kontraktor”.
2.
Level 2 : Pada tingkatan kedua (2) yang merupakan pengajuan kriteriakriteria masalah (faktor) yang diambil dari unsur implementasi operasi, terdiri dari :
3.
d.
SDT
: Sumber daya, peran, tanggungjawab dan wewenang.
e.
KPK
: Kompetensi.
f.
KMN : Komunikasi.
g.
DOK : Dokumentasi.
Level 3 : Pada tingkatan ketiga (3), diajukan pelaku (aktor) yang terdiri dari :
4.
a.
TM
: Top Management
b.
MM
: Middle Management
c.
OM
: Operational Management
Level 4 : Pada level keempat (4) diajukan tujuan (objek) yang diharapkan dari permasalahan yang ada. Tujuan didapatkan dari hasil analisis berdasarkan diskusi dengan Kepala seksi. Hal tersebut terdiri dari : a.
BEB
: Beban tanggungjawab yang sesuai.
b.
INF
: Infrastruktur yang baik dan tetap.
c.
KTP
: Kontraktor taat pada peraturan.
d.
KB
: Karyawan kompeten.
87
e. 5.
DOKB : Dokumentasi yang baik.
Level 5 : Pada level lima (5), diajukan alternatif yang dapat diaplikasikan perusahaan untuk perbaikan. Alternatif tersebut diperoleh berdasarkan diskusi dengan ketua tim P2K3, Kepala Seksi dan Pelaksana Safety, serta studi literatur. Dari tujuan yang telah dirumuskan dapat diperoleh beberapa alternatif, yaitu : a.
A
: Penambahan SDM kompeten.
b.
B
: Penyediaan ruang kerja yang baik dan tetap.
c.
C
: Penyempurnaan sistem reward and punishment.
d.
D
: Pengelolaan dokumentasi yang baik dan benar.
Struktur hirarki untuk analisis implementasi OHSAS 18001:2007 pada kasus Bagian Environment and Safety dalam penanganan kontraktor dapat dilihat pada Lampiran 5. 4.7
Analisa Perhitungan pada Faktor, Aktor, Tujuan dan Alternatif Setelah merumuskan setiap tingkatan pada struktur AHP, dilakukan pembobotan pada setiap kriteria dalam tingkatan yang ada oleh empat (4) informan yang merupakan pakar dalam masalah ini. Setelah itu pendapat dari masing-masing informan tersebut diolah kembali dan digabungkan melalui dua (2) pengolahan data, yaitu secara horisontal dan vertikal dengan menggunakan program Microsoft Excel dan Expert Choice. Pengolahan horisontal menunjukkan besarnya tingkat pengaruh unsur pada suatu tingkatan hirarki terhadap tingkatan struktur di atasnya. Pengolahan vertikal dapat memperlihatkan pengaruh setiap unsur pada tingkat hirarki tertentu terhadap sasaran utama (ultimate goal) yang akan menunjukkan urutan prioritas unsur setiap tingkatan dalam hirarki dan bobot dari masing-masing unsur tersebut. 4.7.1 Pengolahan data secara horisontal a. Analisis unsur faktor pada level kedua Pengolahan data pada level dua menunjukkan bagaimana tingkat pengaruh suatu unsur faktor pada level dua (2) terhadap sasaran utamanya yaitu identifikasi permasalahan implementasi OHSAS 18001:2007 pada Bagian Environment and Safety dalam
88
penanganan terhadap kontraktor. Hasil bobot dari setiap faktor dan prioritasnya dapat dilihat dalam Tabel 6. Tabel 7. Bobot dan susunan Prioritas faktor kriteria masalah implementasi OHSAS 18001:2007 pada Bagian Environment and Safety dalam penanganan kontraktor Unsur Faktor Sumber daya, tanggungjawab dan wewenang Dokumentasi Komunikasi Kompetensi, pelatihan dan kepedulian
Bobot
Prioritas
0,349
1
0,262 0,205
2 3
0,184
4
Dari Tabel 7 dapat terlihat bahwa unsur sumber daya, tanggungjawab dan wewenang merupakan unsur yang memiliki prioritas pertama dibanding dengan unsur yang lain dengan nilai 0,349. Hal ini menggambarkan bahwa unsur tersebut merupakan unsur utama yang memiliki tingkat pengaruh terbesar dibanding dengan ketiga unsur lainnya. Berikutnya disusul berturut-turut oleh unsur dokumentasi dengan nilai (0,262), Komunikasi (0,205) dan terakhir kompetensi, serta pelatihan dengan nilai 0,184. Unsur faktor sumber daya, tanggungjawab dan wewenang menjadi prioritas paling utama yang mempengaruhi karena adanya keterbatasan kapasitas seseorang. Penumpukan tanggungjawab akan membuat beban kerja semakin berat, sehingga tidak efisien. Seperti yang diketahui, menurut Mintorogo dan Sedarmayanti (1992) bahwa untuk mencapai efisiensi perlu dipenuhi syarat-syarat berikut : 1) Berhasil guna (efektif), yaitu pekerjaan telah dilaksanakan dengan tepat target dan tepat waktu. 2) Ekonomi, yaitu penggunaan biaya, tenaga, bahan, alat, waktu, ruangan, dan lain-lain secara tepat sesuai rencana. 3) Pelaksanaan kerja yang dapat dipertanggungjawabkan secara tepat. 4) Pembagian kerja yang nyata berdasarkan beban kerja. 5) Rasionalitas wewenang dan tanggung jawab, yaitu wewenang
89
harus sama dan seimbang dengan tanggungjawabnya. 6) Prosedur kerja yang praktis untuk dapat dilaksanakan. Hal ini kurang sesuai dengan poin 4 dan 5. Dampaknya pekerjaan Safety dikhawatirkan akan sulit fokus dan berkembang dengan
baik
apalagi
pekerjaannya
menyangkut
keselamatan
karyawan dan stakeholders yang ada di dalam, maupun sekitar perusahaan. Untuk izin kerja sendiri pihak pelaksana satu (1) sebagai penandatangan izin kerja terkadang digantikan dengan yang lain, sehingga terkadang terjadi kesalahan komunikasi antara pihak kontraktor dengan pihak Safety. Selain itu dilihat dari sumber daya berupa infrastruktur yang masih belum tetap dan agak bising karena berada disamping ruang distribusi juga memberikan ketidaknyamanan. Fasilitas ruang kerja yang tetap dengan suhu, kelembaban, pencahayaan dan tata letak yang sesuai dengan K3, serta nyaman dan tidak bising menjadi syarat ruang kerja yang baik. Hal tersebut menjadi pendukung agar kinerja tidak terganggu dan tidak mempersulit kontraktor bila mengurus keperluannya. Unsur faktor yang menjadi pioritas kedua dengan nilai (0,262), yaitu dokumentasi. Semua dokumentasi yang berkaitan dengan K3 merupakan catatan informasi penting yang harus tersimpan dengan baik. JSA dan surat izin merupakan bagian dari dokumentasi laporan K3. apabila tidak disimpan dengan baik, hal ini tentunya akan mempersulit pihak terkait dalam pengurusan perpanjangan izin kerja dan menjadi temuan audit, sehingga akan mempersulit Bagian itu sendiri. Unsur faktor yang menjadi prioritas ketiga yaitu komunikasi dengan nilai 0,205 yaitu komunikasi antara perusahaan dengan kontraktor dalam peraturan K3 yang harus dipatuhi oleh pihak kontraktor, serta dalam masalah kepatuhan penggunaan APD. Unsur faktor yang menjadi prioritas keempat (4), yaitu kompetensi, pelatihan dengan nilai (0,184).
90
b. Analisis unsur faktor pada level ketiga Hasil pengolahan data pada level ketiga (3) berfungsi untuk melihat tingkat pengaruh aktor-aktor yang terlibat terhadap faktorfaktor yang terdapat pada level kedua. Tabel 8. Bobot dan susunan prioritas aktor implementasi OHSAS 18001:2007 pada Bagian Environment and Safety dalam penanganan terhadap kontraktor Faktor Aktor Top Management Middle Management Operational Management
SDT
KPK
KM
DOK
0,341 0,417
0,104 0,330
0,296 0,344
0,159 0,337
0,241
0,566
0,360
0,504
Dari Tabel 8 dapat diketahui bahwa aktor yang paling berperan penting dalam Sumber daya, tanggungjawab dan wewenang adalah Middle Management, atau dalam hal ini Kabag. Umum sebagai pymt Kepala Bagian Environment and Safety dengan bobot nilai 0,417. Kabag Umum memiliki tanggungjawab terhadap keseluruhan yang dikerjakan Operational Management, Kabag. Umum menerima laporan dan menyampaikannya dalam rapat dengan kepala divisi Corporate Secretary setiap satu (1) minggu sekali. Kabag. Umum tentunya mengetahui betul bagaimana kondisi dari Kepala seksi dan pelaksananya dalam masalah tanggungjawab dan wewenang. Perihal infrastruktur, Middle Management dapat mengajukan permasalahan yang ada pada Top Management. Aktor yang berada pada prioritas kedua (2), yaitu Top Management dengan bobot nilai (0,341) memiliki wewenang memberi persetujuan penambahan SDM berkompeten dan perbaikan infrastruktur yang dibutuhkan. Aktor yang berada pada prioritas terakhir adalah Operational Management (0,241), dimana aktor sebagai user dari infrastruktur dan pihak yang terjun langsung ke lapangan dalam penanganan kontraktor. Berkaitan dengan kompetensi, aktor yang paling berperan penting adalah Operational Management dengan bobot nilai 0,566.
91
Operational Management terjun langsung untuk melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan perusahaan, dalam hal ini bertindak sesuai prosedur dan kebijakan K3. Dalam bertindak sesuai prosedur dan kebijakan inilah dituntut adanya kompetensi Kepala seksi beserta pelaksananya. Kemudian aktor pada prioritas kedua, yaitu Middle Management dengan nilai 0,330 yang dalam hal ini harus diketahui seberapa besar kompetensi yang dimiliki Kepala seksi dan pelaksananya. Middle Management memerlukan bekal kompetensi yang berhubungan dengan K3 umum dan K3 kontraktor untuk meningkatkan kinerja Bagian Environment and Safety. Aktor yang berada pada peringkat terakhir adalah Top Management dengan nilai bobot 0,104. Dalam hal ini, Ketua MR dan Ketua Tim P2K3 telah memiliki kompetensi sebagai Ahli K3 Umum dan tidak terjun langsung, sehingga tidak terlalu berpengaruh besar
terhadap
penggunaan
kompetensi
pada
pelaksanaan
penanganan kontraktor di lapangan. Untuk komunikasi, aktor yang berpengaruh pada peringkat pertama ialah Operational Management dengan nilai 0,360. Kepala Seksi beserta Pelaksana Safety merupakan aktor yang lebih sering bersinggungan langsung dengan pihak kontraktor dari mulai perizinan kerja sampai pekerjaan selesai, sehingga komunikasi yang terjalin intensitasnya lebih tinggi. Aktor pada peringkat kedua adalah Middle Management dengan nilai 0,344, dimana Kepala Bagian Environment and Safety lebih banyak berinteraksi terhadap Operational Management. Pada prioritas terakhir terdapat Top Management dengan nilai 0,296. Ketua MR dan Tim P2K3 tidak ada job desk untuk melakukan komunikasi langsung kepada pihak kontraktor, kecuali apabila memang diperlukan. Pada
faktor
terakhir
(dokumentasi),
Operational
Management merupakan pemegang peranan utama dengan nilai 0,504. Pelaksana Safety, dalam hal ini Administrasi sebagai pihak yang menangani semua dokumentasi yang berhubungan dengan
92
penanganan terhadap kontraktor oleh Bagian Environment and Safety. Penanganan dokumentasi yang dilakukan mulai dari pembuatan dokumennya hingga penyimpanan dokumen tersebut. Kemudian di posisi kedua terdapat Middle Management dengan nilai 0,337 dan terakhir Top Management dengan nilai bobot 0,159. c. Analisis unsur faktor pada level keempat Pada analisis tujuan ini dapat dilihat bagaimana tingkat pengaruh unsur tujuan yang terdapat pada level keempat terhadap aktor-aktor pada level ketiga. Tabel 9. Bobot dan susunan prioritas tujuan implementasi OHSAS 18001:2007 pada Bagian Environment and Safety dalam penanganan terhadap kontraktor Tujuan BEB IF KTP KB DOKB
Top Management 0,193 0,175 0,223 0,230 0,179
Aktor Middle Management 0,209 0,155 0,212 0,245 0,178
Operational Management 0,181 0,222 0,219 0,206 0,172
Pada Tabel 9 terlihat bahwa karyawan yang berkompeten merupakan tujuan yang diprioritaskan oleh Top Management dengan nilai 0,230. Top Management memahami bahwa dengan keadaan Bagian
Environment and Safety
yang
baru
terbentuk
ini
membutuhkan karyawan berkompeten dalam permasalahan K3 di perusahaan, termasuk kaitannya dengan K3 kontraktor. Di sisi lain, pihak Middle Management memprioritaskan beban tanggungjawab yang sesuai sebagai tujuan dengan nilai 0,209. Hal ini dikarenakan Middle Management merasakan bagaimana penumpukan beban tanggungjawab yang harus diberikan sesuai dengan kemampuan dan bidangnya. Sedangkan Operational Management memprioritaskan tujuan infrastruktur yang baik dan tetap dengan nilai 0,222. Kepala Seksi Safety dan pelaksana merupakan pihak yang langsung merasakan
bahwa
tujuan
tersebut
memiliki
dampak
yang
mendukung kinerja, ketika berada dalam ruangan termasuk, ketika
93
dalam menangani kontraktor saat pembuatan izin kerja, induction training dan diskusi lainnya perihal pekerjaan yang akan dan saat berlangsung. d. Analisis unsur alternatif pada level kelima Hasil pengolahan horisontal pada level lima menunjukkan tingkat pengaruh suatu unsur alternatif terhadap tujuan-tujuan yang terdapat pada level empat. Tabel 10. Bobot dan susunan prioritas alternatif implementasi OHSAS 18001:2007 pada Bagian Environment and Safety dalam penanganan terhadap kontraktor Alternatif A B C D
BEB 0,494 0,111 0,123 0,272
IF 0,457 0,192 0,157 0,194
Tujuan KTP 0,444 0,208 0,131 0,217
KB 0,493 0,141 0,104 0,261
DOKB 0,381 0,199 0,101 0,319
Dari hasil pengolahan pada Tabel 10 menunjukkan bahwa untuk mencapai seluruh tujuan, alternatif penambahan SDM kompeten merupakan alternatif paling diprioritaskan dibanding dengan alternatif lainnya dengan nilai 0,381. Dalam penanganan implementasi OHSAS 18001:2007 yang berhubungan dengan kontraktor, tentunya membutuhkan orang-orang kompeten dan didukung dengan tanggungjawab dan wewenang sesuai, sehingga tidak mengganggu penanganan tugas yang lain. Untuk mencapai tujuan beban tanggungjawab yang sesuai, diposisi dua terdapat alternatif pengelolaan dokumentasi yang baik dan benar dengan nilai 0,272. Alternatif ketiga yaitu penyempurnaan sistem reward and punishment (0,123) dan terakhir penyediaan ruang kerja yang permanen (0,111). Alternatif tindakan yang menjadi prioritas kedua dalam mencapai tujuan infrastruktur yang baik dan permanen ialah pengelolaan dokumentasi (0,194), kemudian prioritas ketiga penyediaan ruang kerja yang permanen dengan nilai 0,192. Terakhir penyempurnaan sistem reward and punishment (0,157).
94
Untuk mencapai tujuan kontraktor taat pada peraturan, pada prioritas kedua terdapat alternatif pengelolaan dokumentasi yang baik dan benar dengan nilai sebesar 0,217. Alternatif ketiga (3), yaitu penyediaan ruang kerja yang baik dan tetap (0,131). Prioritas terakhir, yaitu penyempurnaan sistem reward and punishment dengan nilai 0,131.
Alternatif kedua untuk mencapai tujuan karyawan kompeten ialah pengelolaan dokumentasi yang baik dan benar (0,261). Alternatif ketiga yaitu penyediaan ruang kerja yang baik dan tetap (0,141) setelah itu alternatif terakhir yaitu penyempurnaan sistem reward and punishment dengan nilai 0,104. Dalam mencapai tujuan dokumentasi yang baik, alternatif prioritas kedua ialah pengelolaan dokumentasi yang baik dan benar (0,319). Alternatif ketiga yaitu penyediaan ruang kerja yang baik dan tetap (0,199) dan alternatif terakhir yaitu penyempurnaan sistem reward and punishment dengan nilai 0,101. 4.7.2
Pengolahan data secara vertikal Pengolahan data vertikal digunakan untuk menghitung bobot setiap unsur pada level terakhir dalam suatu hirarki terhadap sasaran utamanya. Perbedaan pengolahan vertikal dan horisontal memiliki perbedaan hanya terdapat pada level ketiga, keempat, dan kelima.
a. Analisis unsur aktor terhadap sasaran utama Berdasarkan pengolahan data secara vertikal pada level ketiga dapat diketahui bahwa aktor yang memiliki pengaruh utama dalam implementasi OHSAS 18001:2007 pada penanganan terhadap kontraktor oleh Bagian Environment and Safety ialah Operational Management dengan nilai 0,394. Dalam hal ini, Operational Management merupakan pihak yang langsung berhadapan dengan pihak kontraktor, terutama pada saat pelaksanaannya. Kemudian aktor yang memiliki pengaruh kedua terhadap sasaran utama, yaitu Middle Management (0,365) sebagai pihak bertanggungjawab dan
95
mengawasi segala pekerjaan yang dilakukan oleh Management Operational. Terakhir, Top Management (0,241) yang memberikan ide-ide, maupun kebijakan berkaitan dengan K3 kepada seluruh bagian yang ada dalam perusahaan, termasuk kaitannya terhadap penanganan terhadap kontraktor oleh Bagian Environment and Safety, sehingga tidak
langsung
berhadapan
dengan
kontraktor
dalam
implementasinya di lapangan. Seluruhnya dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11. Bobot dan susunan prioritas aktor implementasi OHSAS 18001:2007 pada Bagian Environment and Safety dalam penanganan terhadap kontraktor Aktor Operational Management Middle Management Top Management
Bobot 0,394 0,365 0,241
Prioritas 1 2 3
b. Analisis unsur tujuan terhadap sasaran utama Hasil pengolahan vertikal pada level empat (4) yang terdapat pada Tabel 12 menunjukkan, bahwa tujuan prioritas pertama yang mempengaruhi sasaran utama ialah karyawan kompeten dengan nilai 0,226. Dengan terpenuhinya karyawan kompeten, maka akan memudahkan dalam setiap implementasi penanganan terhadap kontraktor sesuai dengan klausul OHSAS 18001:2007 yang diterjemahkan perusahaan melalui Tim P2K3. Setelah itu, tujuan yang berada pada prioritas kedua (2) adalah kontraktor taat pada peraturan dengan nilai 0,218. Pentingnya kontraktor menaati peraturan bukan sekedar mencari keuntungan perusahaan semata, melainkan untuk kebaikan kedua belah pihak. Apabila kontraktor menaati peraturan K3 yang telah dibuat perusahaan berarti telah timbul adanya kesadaran pihak kontraktor untuk melindungi karyawannya maupun orang lain yang sedang berada di dalam PT. X itu sendiri, sehingga “zero accident” dapat tercapai. Beban tanggungjawab yang sesuai menjadi prioritas ketiga (3) yang menjadi tujuan perusahaan dengan nilai 0,194. Dengan
96
tercapainya tujuan kedua, yaitu karyawan kompeten, maka tidak sulit untuk memberikan beban tanggungjawab yang sesuai untuk masingmasing. Infrastruktur yang baik dan permanen dengan nilai 0,186 menjadi prioritas keempat, karena infrastruktur yang ada sekarang dinilai masih nyaman dan cukup wajar untuk ditempati sementara waktu dan karena pelaksana banyak melakukan pekerjaan di luar ruangan. Tujuan yang memiliki prioritas akhir, yaitu dokumentasi yang baik (0,176). Dokumentasi yang baik akan dilakukan oleh seorang yang berkompeten dan memang benar-benar memahami klausul-klausul
OHSAS
18001:2007,
terutama
dalam
pendokumentasian. Tabel
12.
Bobot dan susunan prioritas tujuan yang berkepentingan dalam implementasi OHSAS 18001:2007 pada Bagian Environment and Safety dalam penanganan terhadap kontraktor
Tujuan Karyawan kompeten Kontraktor taat pada peraturan Beban tanggungjawab yang sesuai Infrastruktur yang baik dan tetap Dokumentasi yang baik
Bobot 0,226 0,218 0,194 0,186 0,176
Prioritas 1 2 3 4 5
c. Analisis unsur alternatif terhadap sasaran utama Hasil pengolahan vertikal pada level lima yaitu berkaitan dengan alternatif terhadap sasaran utama. Dapat dilihat pada Tabel 13, alternatif tindakan yang menjadi prioritas pertama yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan implementasi OHSAS 18001:2007 dalam penanganan terhadap kontraktor ini ialah penambahan SDM kompeten dengan nilai bobot sebesar (0,456). SDM tersebut tentunya mengisi kekosongan dari beberapa jabatan yang seharusnya ada dalam Bagian Environment and Safety, seperti Seksi Environment dan Pelaksananya, dan menambah lagi SDM yang lebih berkompeten dalam K3 untuk Pelaksana Safety sehingga masing-masing dapat fokus dalam implementasi setiap klausul yang
97
bersangkutan terhadap tanggungjawabnya, dalam hal ini yang berkaitan dengan penanganan terhadap kontraktor. Alternatif
prioritas
kedua
(2)
adalah
pengelolaan
dokumentasi (0,251), meliputi cara kerja mengikuti prosedur yang sesuai dengan standar, penyimpanan yang aman dan terkendali, sehingga tidak ada dokumen yang hilang. Alternatif prioritas ketiga (3) adalah penyediaan ruang kerja tetap (0,170) dan terakhir penyempurnaan sistem reward and punishment (0,123). Tabel 13. Bobot dan susunan prioritas alternatif dalam implementasi OHSAS 18001:2007 pada Bagian Environment and Safety dalam penanganan kontraktor Alternatif Penambahan SDM kompeten Pengelolaan dokumentasi yang baik dan benar Penyediaan ruang kerja yang baik dan tetap Penyempurnaan sistem reward and punishment 4.8
Bobot 0,456
Prioritas 1
0,251
2
0,170
3
0,123
4
Implikasi Manajerial Hasil perhitungan AHP yang telah dilakukan dapat memberikan informasi berguna bagi PT. X dalam upaya pemeliharaan penerapan OHSAS 18001:2007 pada penanganan terhadap kontraktor oleh Bagian Environment and Safety. Dari empat (4) alternatif yang telah ditentukan, prioritas pertama yang perlu menjadi pertimbangan perusahaan ialah alternatif penambahan SDM kompeten (0,456). Penambahan SDM yang kompeten berupa karyawan yang direkrut untuk dapat mengatasi beban tanggungjawab dan penambahan karyawan kompeten dalam memenuhi posisi yang masih dijabat sementara oleh Kepala Bagian Umum dan Kepala Seksi Environment yang masih kosong. Selain itu, menambah karyawan sebagai pelaksana Environment dapat dilakukan, apabila memang diperlukan, dengan maksud agar Pelaksana Safety fokus dengan pekerjaannya di bidang keselamatan kerja, tidak terbebani dengan tugas
98
environment karena bagaimanapun juga semakin ke depan bagian ini akan semakin berkembang dan memiliki program semakin spesifik dan kompleks. Bagian Environment and Safety selalu menjadi panitia dalam pelaksanaan kegiatan CSR dan akan sangat mengganggu, apabila ada pekerjaan yang berhubungan dengan penanganan terhadap kontraktor, namun di sisi lain perusahaan membutuhkan Pelaksana Safety untuk penanganan persiapan kegiatan CSR di waktu sama. Alternatif kedua (2) adalah pengelolaan dokumentasi yang baik dan benar (0,251) dilakukan dengan sistem pendokumentasian efektif, termasuk pengecekan dan penyimpanan seluruh dokumen terkait kebijakan K3 baik yang dibuat perusahaan maupun pihak kontraktor dengan baik. Alternatif prioritas ketiga (3) ialah penyediaan ruang kerja yang baik dan tetap (0,170), dimana dapat mendukung terciptanya kinerja yang kondusif untuk Bagian Environment and Safety termasuk dalam kasus ini yaitu penanganan kontraktor, ketika pengurusan izin kerja maupun induction training. Kenyamanan dan ruang yang tetap tentu tidak membuat bagian perusahaan terbebani dengan pemindahan lokasi. Alternatif yang menjadi prioritas keempat (4) ialah penyempurnaan sistem reward and punishment, dimana hal ini diharapkan dapat memberikan dorongan bagi kontraktor untuk selalu tertib mematuhi seluruh aturan yang telah ditetapkan oleh PT. X demi keselamatan dan kesehatan kerja karyawan kontraktor dan karyawan, atau tamu lain yang ada di dalam perusahaan. Keempat (4) alternatif tindakan yang telah dipilih tersebut merupakan usaha yang dapat dilakukan untuk dapat menyempurnakan kekurangan yang ada dalam menjalankan OHSAS 18001:2007 demi terciptanya zero accident. Selain itu adanya manfaat pada aspek citra perusahaan yang konsisten pada komitmennya terhadap K3 yang sesuai dengan standar OHSAS 18001:2007. Dari segi teknik, akan lebih mempermudah pihak perusahaan, maupun kontraktor dalam menjalankan tugasnya. Pada aspek ekonomi, perbaikan implementasi ini akan sedikit menambah biaya, namun dapat mengurangi pengeluaran yang jauh lebih
99
besar lagi baik dari perusahaan, maupun pihak kontraktor bersangkutan jika terjadi kecelakaan. Untuk aspek sosial, perusahaan dapat selalu memberikan rasa aman dan nyaman bagi karyawan, tamu, maupun masyarakat yang berada di sekitar area perusahaan karena SMK3 berjalan dengan baik. Terakhir dari aspek lingkungan, perusahaan dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, aman dan jauh dari pencemaran.