Buku BI 3 (12 des).indd 1
16/12/2014 11:41:24
2
Buku BI 3 (12 des).indd 2
16/12/2014 11:41:25
Bintang berkunjung ke rumah Tante Menik, adik ibunya. Tante Menik seorang wartawati. Rumah Tante Menik kecil, tapi nyaman. Bintang tahu sebabnya. Rumah Tante Menik bersih, tidak banyak barang, dan asri karena banyak tanaman. Kamarnya pun rapi. Mata Bintang lalu melihat meja belajar Tante Menik. Di sana ada tas perjalanan, kamera, dan setumpuk uang. Rupiah? Oh, bukan. Itu uang asing. Mata uang Amerika dan Kanada rupanya. “Hebat!” gumam Bintang.
3
Buku BI 3 (12 des).indd 3
16/12/2014 11:41:26
Bintang ingin bertanya-tanya tentang mata uang asing itu. Tiba-tiba telepon selular Tante Menik berbunyi. “Selamat siang, dengan Menik di sini,” kata Tante Menik. Bintang mendengar tantenya bercakap-cakap dengan seseorang, lalu menutup teleponnya.
4
Buku BI 3 (12 des).indd 4
16/12/2014 11:41:27
“Bintang, Tante harus bekerja, ada liputan dadakan. Maaf ya, Tante antar kamu pulang sekarang, ya,” kata Tante Menik. “Minggu juga bekerja?” tanya Bintang. “Menjadi wartawan yang baik harus siap setiap saat,” sahut Tante Menik tersenyum.
5
Buku BI 3 (12 des).indd 5
16/12/2014 11:41:28
6
Buku BI 3 (12 des).indd 6
16/12/2014 11:41:28
Tante Menik menyetop taksi, lalu mengantar Bintang pulang ke rumah. Diam-diam, Bintang kasihan pada tantenya yang sangat sibuk, tapi ia kagum juga. Hmm... apalagi Tante Menik punya banyak mata uang asing. Hari Senin Bintang berjumpa kembali dengan teman-temannya di sekolah. Semua bertukar cerita. Bintang bercerita dengan bangga, Tante Menik punya banyak uang asing. Jelita yang pergi ke Kebun Raya Bogor. Genta yang bangga berfoto dengan Monas. Utha yang mendapat pesanan pisang goreng sekeranjang. Juga Panji yang membantu ayahnya mengecat rumah.
7
Buku BI 3 (12 des).indd 7
16/12/2014 11:41:29
Tinggal Gilang yang belum bercerita. Teman-teman menunggunya. “Ah, aku tidak ke mana-mana. Tapi aku mendapat surat dari pamanku. Pamanku guru di pedesaan Kalimantan, tidak jauh dari perbatasan Malaysia. Itu saja,” sahut Gilang dengan enggan, lalu menguap. Ia memang masih mengantuk karena tidur kemalaman, biasa membantu Ayah di warung.
8
Buku BI 3 (12 des).indd 8
16/12/2014 11:41:30
9
Buku BI 3 (12 des).indd 9
16/12/2014 11:41:31
10
Buku BI 3 (12 des).indd 10
16/12/2014 11:41:32
Bel tanda masuk berbunyi. Anak-anak kembali berjumpa dengan Bu Meina, guru bahasa Indonesia kesayangan mereka. Kali ini Bu Meina minta anak-anak mengarang tentang uang. “Ah, kebetulan sekali,” gumam Gilang, senang dengan tema yang diberikan Bu Meina. Walau kantuk masih menyerang, tapi dia ingat surat yang ditulis pamannya. Itu menjadi bahan untuk karangannya. Anak-anak pun menulis dengan tenang, sementara Bu Meina membaca buku.
11
Buku BI 3 (12 des).indd 11
16/12/2014 11:41:32
12
Buku BI 3 (12 des).indd 12
16/12/2014 11:41:33
Waktu mengarang selesai. Bu Meina minta semua karangan dikumpulkan. Bu Meina lalu meminta anak-anak membaca buku pelajaran halaman 12-20. “Baca dalam hati dan dimengerti ya anak-anak,” kata Bu Meina. “Ya Bu,” sahut anak-anak. Lalu mereka membuka halaman 12 dan membaca. Sementara itu Bu Meina membaca karangan anak-anak.
13
Buku BI 3 (12 des).indd 13
16/12/2014 11:41:34
14
Buku BI 3 (12 des).indd 14
16/12/2014 11:41:34
“Sudah selesai membacanya?” tanya Bu Meina. “Sudah, Bu,” sahut anak-anak. “Nah, anak-anak. Ibu sudah membaca sebagian karangan kalian. Semua karangannya bagus. Ada yang menarik. Salah satunya karangan Gilang, tentang seorang guru di Kalimantan. Dalam cerita itu digambarkan di daerah perbatasan dengan Malaysia, banyak orang Indonesia yang menjual atau membeli barang dengan mata uang ringgit,” kata Bu Meina. Lalu ibu guru itu bertanya pada Gilang, ”apakah itu kejadian sebenarnya?” “Ya, Bu. Itu pengalaman paman saya,” sahut Gilang.
15
Buku BI 3 (12 des).indd 15
16/12/2014 11:41:35
16
Buku BI 3 (12 des).indd 16
16/12/2014 11:41:36
“Kalau kita berada di Indonesia, kita wajib menggunakan mata uang Rupiah untuk menjual dan membeli. Mata uang Rupiah adalah simbol kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan menggunakan uang Rupiah, kita mencintai Indonesia. Jangan sampai kita kehilangan wilayah kita, karena di sana Rupiah tidak digunakan,” kata Bu Meina. Jelita yang duduk di sampingnya mencolek punggung Bintang. “Tantemu suka mengumpulkan mata uang asing ya? Berarti lebih suka mata uang asing dibanding Rupiah?” tanya Jelita dengan wajah usil. “Bukan seperti itu!” tukas Bintang marah, tapi tak bisa menjelaskan lebih banyak.
17
Buku BI 3 (12 des).indd 17
16/12/2014 11:41:37
Bintang benar-benar marah pada Jelita. Anak itu sudah menuduh tantenya tidak baik. Bintang tak lagi memperhatikan pelajaran. Ia kesal luar biasa. Saat bel berbunyi, ia merasa lega. Sepanjang hari itu Bintang tak banyak bicara lagi. Ia menyesal telah menceritakan tentang mata uang asing Tante Menik pada teman-temannya. Padahal ia juga tidak tahu apa-apa juga tentang uang itu. Ia juga kesal pada Jelita yang menuduh tantenya.
18
Buku BI 3 (12 des).indd 18
16/12/2014 11:41:38
Hari itu ia tak mau main dengan Jelita. Ia menyendiri dan membaca buku. Gilang, Utha, Panji, dan Genta heran. Akhirnya Jelita pun merasa, Bintang marah padanya. Tapi ia belum berani mendekati Bintang. “Ah nanti aku akan minta maaf,” gumam Jelita merasa tidak enak.
19
Buku BI 3 (12 des).indd 19
16/12/2014 11:41:39
20
Buku BI 3 (12 des).indd 20
16/12/2014 11:41:39
Saat Pak Nug sang sopir menjemput Bintang, anak itu tidak mengajak teman-temannya seperti biasanya. Biasanya ada Jelita dan Panji yang bersamanya, karena jalan pulangnya searah. “Biar saja. Habis Jelita begitu sih,” gumamnya. Hatinya tidak enak juga, karena biasa pulang bersama. Ia lalu meminjam telepon Pak Nug. “Tante, sibuk?” tanya Bintang. Tante Menik menjawab di ujung telepon. Bintang lalu tersenyum mendengarnya. “Pak Nug, kita ke kantornya Tante Menik, ya.” “Baik, Non Bintang. Tapi sebaiknya telepon Ibu dulu.” “Jangan khawatir, Tante Menik akan memberi tahu Ibu,” sahut Bintang.
21
Buku BI 3 (12 des).indd 21
16/12/2014 11:41:40
22
Buku BI 3 (12 des).indd 22
16/12/2014 11:41:41
Bintang sampai di kantor majalah tempat Tante Menik bekerja. Waaah, kantor Tante Menik hebaaat! Bintang melihat banyak meja dalam kubikel tempat para wartawan bekerja. Mereka ada yang membaca, mencoret-coret di kertas, tapi kebanyakan mengetik di komputer dengan serius. Beberapa di antaranya menyapa Bintang dengan ramah. Ah, ternyata suasana di kantor media massa itu serius tapi menyenangkan.
23
Buku BI 3 (12 des).indd 23
16/12/2014 11:41:42
“Ada apa? Penting sekali, ya?” tanya Tante Menik dengan ramah. Bintang mengangguk, lalu menceritakan kejadian yang tidak enak di sekolah. “Betul, Tante memang membeli mata uang asing di Money Changer (Tempat Penukaran Uang Asing). Uang asing itu akan dipakai untuk tugas liputan ke Amerika bulan depan,” jelas Tante Menik.
24
Buku BI 3 (12 des).indd 24
16/12/2014 11:41:42
“Jadi bukan untuk dikoleksi?” tanya Bintang. Tante Menik tertawa. “Tentu saja tidak. Ini pengetahuan ya Bintang, di wilayah NKRI ada kewajiban penggunaan uang Rupiah. Tante ingat itu UU No. 7 Tahun 2011. Siapa pun harus menerima Rupiah sebagai alat pembayaran. Barang siapa menolak, itu melanggar hukum,” kata Tante Menik. 25
Buku BI 3 (12 des).indd 25
16/12/2014 11:41:43
“Jadi Bintang, Tante membeli mata uang asing hanya kalau mau ke luar negeri. Tabungan Tante malah semuanya dalam mata uang Rupiah,” sahut Tante Menik. “Di Indonesia, kita harus memperkuat mata uang kita. Jangan sampai terulang lagi berpindahnya pulau-pulau milik Indonesia, seperti yang pernah menimpa Pulau Sipadan dan Ligitan yang akhirnya menjadi milik Malaysia. Saat itu kedua pulau masih dalam sengketa, tetapi Malaysia melakukan pembangunan di sana. Sedangkan saat itu Indonesia tidak melakukan apa-apa.
26
Buku BI 3 (12 des).indd 26
16/12/2014 11:41:45
Akhirnya pengadilan internasional memutuskan, pulau itu menjadi milik Malaysia. Dua pulau terlepas dari negeri kita. Menyedihkan, ya? Itu sebabnya di wilayah Indonesia mana pun kita berada, Rupiah harus dipergunakan” kata Tante Menik. Bintang menyimak dan mengangguk. “Terima kasih, Tante,” kata Bintang. Ia sangat senang bisa bicara dengan tantenya. Jelas sudah, apa yang dikatakan Jelita tidak benar.
27
Buku BI 3 (12 des).indd 27
16/12/2014 11:41:46
Bintang lalu menceritakan pengalaman Gilang, yang pamannya seorang guru di Kalimantan. Di perbatasan Indonesia dan Malaysia, ada desa-desa yang menggunakan mata uang ringgit sebagai alat jual beli. Padahal desa-desa itu berada di wilayah NKRI.
28
Buku BI 3 (12 des).indd 28
16/12/2014 11:41:47
“Ya, Tante pernah mendengar hal itu. Itu tidak boleh dibiarkan. Di rapat redaksi nanti, Tante akan usulkan agar peristiwa itu bisa ditulis dan dimuat di majalah. Semoga nanti ada wartawan yang akan ditugaskan ke sana. Lalu tulisannya dimuat di majalah. Semoga dengan pemuatan itu menyadarkan para pemimpin negeri yang berwenang untuk melakukan sesuatu. Sehingga Rupiah bisa kembali digunakan di sana dan di mana pun di wilayah Indonesia. Jangan sampai peristiwa Sipadan dan Ligitan terulang kembali,” kata Tante Menik prihatin.
29
Buku BI 3 (12 des).indd 29
16/12/2014 11:41:47
Mendengar cerita dari Tante Menik, Bintang baru sadar bahwa penggunaan uang suatu negara sangat berkaitan erat dengan kedaulatan negara itu.
30
Buku BI 3 (12 des).indd 30
16/12/2014 11:41:48
Ia bangga pada tantenya. Benar kata Mama, Tante Menik adalah wartawati muda yang rajin, pintar, dan baik hati. Tulisan-tulisan Tante Menik di majalah juga bagus-bagus. Tulisannya juga menggambarkan betapa cintanya Tante Menik terhadap Indonesia. Kemudian Tante Menik bercerita, ia sedang menyusun tulisan tentang Rupiah. Ia sedang belajar tentang sejarah uang Rupiah. “Apa Bintang mau membantu Tante dengan membaca bahan-bahan tulisan ini?” “Mau!” sahut Bintang gembira karena itu akan menambah pengetahuannya.
31
Buku BI 3 (12 des).indd 31
16/12/2014 11:41:49
Bintang pulang ke rumah dengan rasa senang. Ia kaget ketika di rumah ia melihat Gilang, Jelita, Utha, Panji, dan Genta menunggunya. “Kamu lupa ya Bintang, hari ini kan jadwal kita belajar bersama,” kata Gilang. “O ya?” gumam Bintang terkejut. Ia tadi begitu kesal, sehingga lupa janji belajar bersama. “Bintang, maafkan aku ya telah menyinggungmu,” kata Jelita. Bintang mengangguk. Ia sudah banyak banyak bercerita tentang Rupiah dengan Tante Menik. Ia punya banyak hal yang bisa dibagi dan disampaikan pada teman-temannya, mata uang Rupiah, Tante Menik yang menginspirasi, dan kecintaannya pada Indonesia.
32
Buku BI 3 (12 des).indd 32
16/12/2014 11:41:50