4 REKAYASA FISIOLOGI TANAMAN UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS BENIH MELALUI PENGATURAN NUTRISI Yustina Sri Sulastri Dosen Kopertis Wil. I dpk di Fakultas Pertanian Unika St. Thomas SU Abstrak: Kebutuhan akan benih yang bermutu nampaknya sudah menjadi persoalan yang mendesak harus diatasi, sementara pengadaannya masih didominasi oleh pihak swasta bahkan impor dari luar negeri terutama benih-benih sayuran hibrida. Ada beberapa faktor selain genetik yang dapat menentukan komposisi kimia benih yang berkaitan dengan kualitas benih yang baik yakni melalui pengaturan nutrisi. Penetapan dosis mungkin sudah banyak dilakukan pada kebutuhannya untuk suatu proses produksi tanaman, tetapi masih jarang atau bahkan belum dimulai penerapannya untuk sampai ke produksi benih. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa penelusuran kandungan unsur hara dalam jaringan tanaman pada fase pertumbuhan tanaman tertentu secara bertahap menunjukkan bahwa beberapa unsur tertentu akan mempunyai makna spesifik berkaitan dengan proses pertumbuhannya. Pentingnya pemberian unsur hara secara seimbang dan khusus untuk produksi benih fase pembentukan bunga, anthesis, produksi benang sari, fertilisasi dan keberhasilannya; adalah fase-fase kritis yang sangat penting diperhatikan sehubungan dengan kebutuhannya akan hara tertentu selama produksi benih. Kata kunci: Produksi benih, benih berkualitas, pengaturan nutrisi, unsur hara berimbang, pemberian secara bertahap
Pendahuluan Semakin banyaknya benih impor yang masuk ke Indonesia dalam rangka pemenuhan kebutuhan akan benih khususnya benih sayuran yang berkualitas adalah suatu keadaan yang harus kita maklumi bersama karena selain kualitasnya yang lebih baik juga karena penyediaannya di dalam negeri sendiri masih belum memadai. Produksi benih berkualitas masih terbatas seperti yang dikemukakan dalam Mugnisjah dan Setiawan (1995) bahwa situasi perbenihan padi dan palawija di Indonesia dan di Pulau Jawa pengadaan benih bermutu dari tanaman-tanaman yang mendapat perhatian berlebih dari Pemerintah masih jauh dari mencukupi. Sementara produksi benih sayuran berkualitas di dalam negeri masih didominasi oleh perusahaan swasta yang notabene sumber plasma nutfahnya berasal dari negara asing, sehingga ketergantungan ini memupuk kondisi tidak terperhatikannya pengadaan benih sayuran asli Indonesia. Sumber genetik asli
18
Indonesia yang semakin tidak dikenali sekarang ini adalah keadaan yang sangat ironis karena dengan masuknya jenis-jenis sayuran asing justru mendominasi usaha-usaha perbaikan tanaman untuk aklimatisasi dan uji adaptasinya bagi iklim Indonesia. Sebagai contoh benih kubis yang banyak digunakan adalah Green Cornet atau KKCross, sedangkan pada semangka adalah Sugarbaby dibandingkan dengan Sengakaling atau Bajulmati. Bukti bahwa semakin hilangnya kepercayaan masyarakat kita pada benih-benih dalam negeri asli genetik Indonesia terutama karena kualitasnya. Potensi tanaman untuk dapat mencapai kualitas tertentu sebenarnya sangat bervariasi, contohnya terjadi pada potensi produksi tomat, rata-rata produksi tomat dari daerah tropis adalah 2-10 ton/ha, sangat kontras dengan hasil yang dicapai di Korea yang mencapai 20 to/ha, 40 ton/ha di Amerika, 50 ton/ha di Jepang, dan lebih dari 130 ton/ha di
Belanda, bahkan dengan fasilitas green house dapat mencapai 160 ton/ha di Belanda (Uexkull, 1978 dalam Andayani, 1999). Terlepas dari bagaimana keadaan agrokli-matnya dan cara bercocok tanamnya, yang harus kita perhatikan adalah ada beberapa usaha dalam budidaya tanaman yang mampu meraih potensi produksi yang tinggi baik dari segi kuantitas maupun kualitas dari produksi di daerah tropis. Salah satu usaha perbaikan tanaman yang kita kenal selain melalui pemuliaan tanaman (plant breeding) adalah melalui rekayasa fisiologi tanaman dengan pengelolaan nutrisi bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Seperti yang dikemukakan oleh Copeland (1976) bahwa pada dasarnya komposisi kimia benih ditentukan oleh faktor genetiknya, akan tetapi faktor lingkungan dan praktek budidaya dalam hal ini termasuk pemupukan juga dapat memberi pengaruh terhadap komposisi kimia benih. Sebenarnya sejak kurang lebih 2000 tahun yang lalu telah dipahami bahwa manfaat penambahan unsur-unsur mineral seperti abu atau kapur ke dalam tanah dapat memperbaiki pertumbuhan tanaman. Kemudian disusul dengan dikukuhkannya “mineral nutrition” sebagai disiplin ilmu tersendiri oleh Justus von Liebig (1803–1873) karena peran dan manfaatnya yang penting terhadap pertumbu-han tanaman. Dalam perkembangannya kemudian unsur-unsur mineral yang disebut esensial sebanyak 6 (enam) hara makro dan 11 (sebelas) hara mikro termasuk nikel (Ni), dan silikat (Si) diaplikasikan untuk perbaikan kualitas tanaman termasuk untuk kualitas produksi benih. Upaya perbaikan produksi dan kualitas tanaman melalui penggunaan benih yang berkualitas tinggi memberikan prospek tersendiri. Jenis benih hibrida sayuran yang selama ini dianggap jenis yang berkualitas tinggi masih dipenuhi dari benih-benih hibrida impor. Untuk dapat memulai mandiri dalam pemenuhan
kebutuhan benih sekaligus mengantisipasi pengaruh buruk dari globalisasi maka produksi benih dari genetik asli Indonesia harus segera dimulai. Konsekuensinya adalah bagaimana kita dapat mendirikan sistem terpadu untuk produksi benih berkualitas tinggi yang tentunya harus didukung oleh berbagai pihak yang terkait. Secara teknis, kontribusi yang segera dapat diaplikasikan adalah upaya produksi benih yang berkualitas tinggi melalui pengaturan nutrisinya. Fungsi Analisa Tanah dan Jaringan Tanaman untuk Efektivitas Pemupukan Dalam praktek budidaya tanaman masih banyak yang tidak menghiraukan keberadaan hara (nutritional status) di dalam tanah sebelum tanaman itu diusahakan. Akibatnya, sebuah contoh pemberian pupuk N yang berlebihan pada tanah yang kekurangan K akan menekan produksi tanaman. Kelebihan N itu menimbul-kan T/R (Top/Root) ratio menjadi tinggi dan mengakibatkan terjadinya penimbunan nitrat dan sukrosa pada daun (Hocking dan Meyer, 1990 dalam Westerman dkk. 1990) sehingga tanaman mudah rebah. Demikian sebaliknya apabila kekurangan N maka terjadi pengura-ngan asimilat dan bila disertai kekurangan fosfat maka rendahnya N akan menyebabkan pertum-buhan tanaman menjadi terhambat. Pendataan mengenai pemetaan lahan dan propertinya, pemetaan komoditas, sejarah pertanaman, dan kebutuhan agroinput untuk produksi tanaman yang optimal adalah salah satu data dasar yang sangat diperlukan untuk mendukung ketelitian penetapan pupuk suplemen yang lebih efisien. Begitupun dengan usaha produksi benih yang dimulai dari pelestarian plasmanutfah sumber tetua dan penggandaannya, proses hibridisasinya, dan uji adaptasinya sampai dengan penggandaannya secara komersial; semuanya tidak terlepas dan upaya perbaikannya melalui pengaturan nutrisi-nya yang lebih efektif dan efisien.
JURNAL PENELITIAN BIDANG ILMU PERTANIAN Volume 3, Nomor 1, April 2005
19
Analisa jaringan tanaman terhadap unsur-unsur mineral yang ada di akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji akan menentukan seberapa banyak atau berapa kadar yang mampu diserap oleh tanaman dengan alokasinya (nutrient partitioning) ke bagian-bagian tanaman yang lain. Menurut Munson dan Nelson (1990) dalam Westerman dkk. (1990) bahwa analisa jaringan tanaman adalah penjelasan mengenai komposisi unsurunsur hara pada tanaman atau seporsi unsur-unsur hara esensil yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman. Sebagai gambaran, dari dua macam tanaman yang pertumbuhannya baik dan yang tidak baik, apabila keduanya dianalisa jaringannya maka akan dapat diketahui kadar unsur mineral tertentu untuk kedua pertumbuhan yang berbeda tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan pembandingan antara kadar yang ada dalam jaringan tanaman bagian yang kita panen dengan yang ada dalam bagian biomassa lain yang tertinggal. Dari itu kita dapat mengetahui efektifitas pemanfaaan unsur hara oleh bagian tanaman (nutrient uptake) yang kita panen tersebut. Untuk lebih menjelaskan efektifitas pemanfaatan unsur hara tertentu yang dapat dialokasikan ke bagian tanaman yang kita panen pada fase tertentu (misalnya bagian daun untuk selada pada umr 21 hari, bagian buah untuk tomat pada umur 90 hari, bagian akar untuk wortel pada umur 24 hari, dan sebagainya) maka dari setiap bagian tanaman pada fase tertentu itu kita analisa jaringannya kemudian kita ketahui berapa banyak hara yang ada di jaringan tersebut kemudian hasil analisa jaringan tanaman ini kita bandingkan degan kandungan hara di dalam tanah dimana tanaman tersebut di usahakan maka kekurangannya bisa kita tambahkan sebagai dosis pupuk suplemen yang tepat untuk perbaikan kualitas tanaman termasuk untuk yang kita hasilkan lebih baik.
20
Tahapan proses penetapan dosis yang akurat mungkin sudah banyak dilakukan pada kebutuhannya untuk suatu proses produksi tanaman (crop production), tetapi masih jarang atau bahkan belum dimulai penerapannya untuk sampai ke produksi benih (seed production). Selama ini produksi benih yang ditekuni secara profesional khususnya sayuran masih pada skala penelitian atau kalaupun ada pada skala komersil masih didominasi oleh swasta yang lebih intern. Beberapa Fase Kritis pada Proses Produksi Benih Karakteristik pembungaan tanaman sumber tetua dan tanaman untuk hibridisasi sangat penting dalam sebuah rekayasa persilangan secara tradisional karena dengan bunga dan bagianbagiannya yang sempurna kita dapat melakukan rekayasa persilangan dua macam atau lebih jenis tanaman. Pada tanaman yang sulit atau tidak berpotensi untuk berbunga normal maka ditempuh dengan cara persila-ngan sel somatik, persilangan transgenik atau penggunaan teknologi mutakhir lain melalui bioteknologi. Khusus pada persilangan yang dilakukan secara tradisional yaitu cara hibridisasi yang lebih tepat guna, masih banyak ditemukan kendala-kendala terutama karena keterbatasan pemahaman terhadap karakteristik pembunga-an masing-masing jenis tanaman tersebut berhubungan dengan proses persilangan dan keberhasilan fertilisasinya. Sebuah contoh pada produksi benih hibrida semangka, bunga betina akan mekar sempurna sekitar pukul 06.00 sampai pukul 09.00 (untuk daerah tropis, atau musim panas di daerah sub tropis) dan kelopak bunganya akan menutup kembali di siang hari sekitar pukul 13.00. Hibridisasinya sebaiknya dilakukan pada saat bunga jantan yang mekar hari itu juga. Ditambah lagi banyaknya faktor eksternal lain yang harus dikendalikan agar dapat
memaksimalkan prosentase keberhasilan persilangan untuk produksi benih hibrida. Salah satu faktor penting yang mempunyai respon terkendali bagi proses produksi benih hibrida adalah memahami pengaturan nutrisi yang tepat terutama terhadap fase kritis pembungaan. Fasefase kritis yang dimaksud adalah antara lain meliputi: 1. Pembentukan bunga (flower formation) 2. Kesempurnaan bagian-bagian bunga 3. Fase pertumbuhan dan perubahan pada bagian-bagian bunga 4. Proses emaskulasi sumber bunga jantan 5. Kecukupan benangsari dalam jumlah dan kualitas 6. Kesiapan stigma menerima benangsari 7. Daya kecambah benangsari 8. Proses fertilisasi dan pemasakannya 9. Pemasakan buah dan biji Pada tanaman tertentu dimana untuk memproduksi benihnya harus ditempuh dengan pemandulan sumber bunga jantan (male sterility), atau penggunaan lebah madu sebagai penyerbuk (pollinator), adanya sistem “self incompatibility” pada brassica, perlakuan vernalisasi, dan sebagainya; proses-proses tersebut mempunyai respon spesifik terhadap efektivitas nutrisi yang diberikan. Pengaruh Nutrisi Penting Produksi dan Kualitas Benih
terhadap
1. Pentingnya keseimbangan nutrisi bagi produksi benih Pada prinsipnya cara budidaya tanaman untuk tujuan konsumsi dan untuk tujuan produksi benih terdapat perbedaan yang mendasar terutama yang ditujukan untuk proses pembentukan biji dan pemasakannya (seed formation and maturity). Fase pembentukan bunga, anthesis, produksi benang sari, fertilisasi dan keberhasilannya; adalah fase-fase kritis yang sangat penting diperhatikan sehubungan dengan kebutuhannya akan
hara tertentu selama produksi benih. Sebagai contoh, pentingnya ketersediaan kalsium (Ca) pada saat pembentukan buah tomat sangat ditentukan oleh ketepatan kadar P yang ada pada saat itu. Tingginya pemberian pupuk P untuk merang-sang pembungaan bila diberikan pada kadar Ca yang tinggi pula maka akan menekan ketersediaan Ca sehingga banyak gejala buah tomat yang terserang busuk buah (blossom end rot) sampai hampir mencapai 40% sehingga produksi benih pun menjadi lebih rendah (Andayani, 1994 dalam Andayani 1999). Serapan hara harian oleh tanaman sangat bervariasi tergantung pada fase pertumbuhan-nya. Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pada fase pemasakan buah tomat, unsur N masih dibutuhkan dalam jumlah cukup banyak, berbeda dengan P dan K yang mulai berkurang pada periode pasca pembungaan tandan ketiga yaitu umur 64 – 76 hari setelah tanam. Tabel 1. Perkiraan serapan hara harian oleh tomat yang ditumbuhkan dengan sistem media pasir dan irigasi teknis (Bar – Tosef, 1977 dalam Andayani 1999 ) HST Serapan (mg/tanaman/hari) N 25–64 64–76 76–111 111–180
P 65 90 65 105
K 7 17 5 6
103 155 85 85
HST : Hari setelah tanam Seperti halnya untuk produksi buah bahwa unsur-unsur N, P, dan K adalah unsur hara yang dibutuhkan juga selama produksi benih. Selain itu, Ca juga merupakan unsur hara lain yang penting terutama untuk proses fertilisasi (Marschner, 1986). Namun oleh karena Ca mempunyai reaksi antagonis dengan P maka dalam aplikasinya harus diperhatikan juga tentang keseimbangan dari keduanya secara tepat. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Andayani (1994) dalam Andayani (1999)
JURNAL PENELITIAN BIDANG ILMU PERTANIAN Volume 3, Nomor 1, April 2005
21
menunjukkan dosis relatif pupuk P dalam bentuk P2O5 sebanyak 200% dari dosis yang diaplikasikan untuk produksi buah tomat dikombinasikan dengan 50% dosis pupuk Ca adalah dosis kombinasi yang terbaik untuk produksi benih hibrida tomat. Menurutnya pada keadaan dimana kandungan P tinggi tersebut apabila dosis Ca diberikan tinggi juga maka akan menurunkan produksi benih sampai 43% karena pada kandungan P yang tinggi keterse-diaan Ca menjadi tertekan dan mungkin disebabkan pula karena sifat Ca sendiri yang “immobile”. Unsur hara mikro yang selama ini belum terperhatikan, ternyata sangat penting untuk produksi benih. Molybdenum (Mo) yang disemprotkan sebagai pupuk daun dapat menanggulangi turunnya produksi benih (Mengel dan Kirkby, 1987). Kekurangan Boron (B) saat perkecambahan benangsari pada saat fertilisasi (Pollen tube growth) menurunkan jumlah biji bernas (Marschner, 1986). Keduanya berpengaruh terhadap terhambatnya pembu-ngaan dan pembentukan biji. Terlebih lagi benih-benih yang diproduksi pada kondisi kekurangan B mempunyai daya tumbuh yang rendah dan banyak menghasilkan kecambah yang tidak normal. Demikian pula dengan N yang selama ini dipahami untuk merangsang pertumbuhan vegetatif, ternyata berperan penting untuk pertumbuhan generatif tanaman. Marschner (1986) juga menyatakan bahwa kekurangan N pada saat pembungaan menyebabkan banyak-nya bunga yang rontok sehingga jumlah buah yang diharapkan juga berkurang dan secara simultan mengurangi produksi benih. Jadi pemupukan berimbang dengan mem-perhatikan waktu pemberian secara bertahap sesuai dengan fase pertumbuhan kritis suatu tanaman dilengkapi dengan pupuk mikro yang penting akan berpengaruh terhadap fertilisasi yang sempurna dan produksi benih akan lebih terkoreksi dengan baik.
22
2. Pengaruh Pemberian Pupuk Nitrogen secara Bertahap (Nitrogen Partitioning) terhadap Produksi Benih N selain berpengaruh terhadap pertumbu-han vegetatif tanaman, ternyata berpengaruh pula terhadap keseimbangan antara pertumbu-han vegetatif dan generatif. Aplikasi dosis pupuk N yang lebih tinggi pada saat pembentukan calon bunga tomat tandan ketiga (kurang lebih umur 42 hari setelah tanam) berpengaruh nyata terhadap kenaikan berat kering buah dan benih (Andayani, 1995 dalam Andayani 1999). Sebagaimana telah disebutkan bahwa kekurangan N pada saat aktifnya pembungaan menyebabkan banyak bunga yang rontok sehingga buah yang terbentuk juga sedikit dan produksi benih secara simultan juga rendah. Kandungan N yang dianalisa dari buah tomat umur 60 – 80 hari setelah tanam, dipengaruhi secara nyata oleh pemberian N pada umur 42 hari yaitu ditandai dengan meningkatnya berat kering buah. Kemudian ini berpengaruh nyata pula terhadap berat kering benih. Pada perlakuan aplikasi dosis N dua kali lipat lebih tinggi (pada standar 50% dosis aplikasi produksi buah) meningkatkan berat kering benih antara 15 – 20%. Tetapi bila N tinggi itu diberikan pada awal pertumbuhan vegetatif dan diturun-kan pada saat aktifnya pembungaan maka berat kering benih turun secara drastis sebanyak 38% (Andayani, 1997 dalam Andayani 1999). Hal itu ditandai dengan meningkatnya jumlah benih tidak bernas terutama dari tandan ketiga dimana saat pengisian biji (seed filling) kandungan N dalam jumlah terbatas sehingga jumlah benih hampa meningkat. Dosis N yang berada pada level 50% dosis aplikasi produksi buah adalah baik untuk produksi benih terutama apabila dialikasikan secara bertahap pada saat aktifnya pembunga-an. Aplikasinya di lapangan, pemberian pupuk N secara bertahap tersebut sebagai pupuk susulan (top dressing) sebanyak 2-3 kali. Konversi serupa dapat dimungkinkan untuk
sayuran lain dengan proses penetapannya yang serupa yaitu dengan mempertimbangkan fase pertumbuhan kritis tanaman dimana saat itu ketepatan nutrisi lebih menentukan proses fisiologi tanaman yang lebih baik. 3. Hubungan Kandungan Nitrogen dalam Jaringan Tanaman terhadap Kualitas Benih Pada tanaman yang diperlakukan dengan pemupukan P tinggi dan N bertahap dimana mengutamakan penambahan dosis pada saat aktif pembungaan menghasilkan benih yang berkualitas terbaik (5-6 g benih/tanaman). Ternyata, dosis N yang lebih tinggi diberikan pada saat kuncup bunga tandan ketiga terbentuk (flower bud formation) berpengaruh terhadap stimulasi kenaikan berat kering daun teratas (upper leaves dry weight) sehingga distribusi asimilat lebih tercukupi bagi buah yang terbentuk saat itu. Kenaikan berat kering benih mempunyai korelasi positif dengan kenaikan berat kering buah tomat, sehingga secara simultan berat kering benihpun meningkat. Kemudian dari analisa lebih lanjut, benih yang mempunyai daya tumbuh tinggi (daya tumbuh dikategorikan sebagai salah satu indikator kualitas benih) ternyata kandungan N total dalam benih juga tinggi. Korelasi positif antara kandungan N dalam benih dengan daya tumbuhnya, dimana semakin tinggi kandungan N semakin tinggi pula daya tumbuhnya. Hasil penelitian Andayani (1998) dalam Andayani (1999) diperoleh bahwa kenaikan kandungan N dalam benih sangat berperan ter-hadap pembentukan protein benih. Kandungan protein terlarut (soluble protein) pada benih yang cepat berkecambah lebih tinggi dibanding-kan pada yang lambat berkecambah. Protein terlarut tersebut diduga sebagai enzim protein yang sangat dibutuhkan untuk awal perkecam-bahan. Sedangkan pada benih yang lambat berkecambah
jumlahnya sangat terbatas (hanya kirakira 20% nya). Jadi ketepatan pemberian hara N berperan penting dalam pembentukan protein benih terutama untuk enzim protein. Ditambahkan juga bahwa asam amino pada benih yang cepat berkecambah ternyata ada 3 (tiga) macam asam amino yang terdeferensiasi dengan sangat jelas sampai hari ketiga dan diduga sebagai asparagin, glutamin dan provilin. Ketiga asam amino tersebut sangat berperan untuk pembentukan klorofil daun yaitu awal pembentukan plumula kecambah (Andayani, 1998 dalam Andayani, 1999). Kesimpulan 1.
2.
3.
Kualitas benih dapat ditingkatkan melalui pengaturan nutrisi dengan memperhatikan terlebih dahulu status hara di dalam tanah dan jaringan tanaman dengan cara pemberian yang berimbang baik unsur hara makro maupun mikro. Aplikasinya di lapangan khusus untuk produksi benih dimana proses emaskulasi, ekstraksi benangsari, dan fertilisasinya adalah penentu kualitas benih yang dihasil-kan maka pada fase tersebut harus lebih mendapat perhatian dan mensyaratkan kandungan hara (nutritional status) yang lebih prima. Penelusuran kandungan unsur hara (nutritional status) dalam jaringan tanaman pada fase pertumbuhan tanaman tertentu secara bertahap menunjukkan bahwa beberapa unsur tertentu akan mempunyai makna spesifik berkaitan dengan proses pertumbuhannya.
JURNAL PENELITIAN BIDANG ILMU PERTANIAN Volume 3, Nomor 1, April 2005
23
Daftar Pustaka Andayani, A., 1999. Pengaturan Nutrisi Untuk Kualitas Benih Hibrida dalam Pengembangan Sayuran. Kertas Kerja yang disampaikan pada Seminar Nasional Perbenihan UGM Yogyakarta. Copeland, L.O., 1976. Principles of Seed Science and Technology. Burgess Publishing Company, Minneapolis, Minnesota. Marschner, H., 1986. Mineral Nutrition in Higher Plants. Academic Press Inc. Orlando, Florida Mengel, K. dan E. A. Kirkby, 1987. Principles of Plant Nutrition. International Potash
24
Institute. Bern/Switzerland.
Worblaufen-
Mugnisjah, W.Q. dan A. Setiawan. 1995. Pengantar Produksi Benih. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Westerman, R.L., J.V. Baird, N.W. Christensen, P.E. Fixen dan D.A. Whitney, 1990. Soil Testing and Plant Analysis. Third Edition. Soil Science Society of America Inc. Madison, Wisconsin, USA.