4. METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk menganalisis pengaruh tata kelola ekonomi daerah terhadap kinerja perekonomian daerah, unit analisisnya adalah 11 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk menganalisis proses perencanaan dan pengganggaran unit analisisnya adalah Kota Palu dan Kabupaten Donggala. Penentuan lokasi dilakukan dengan mempertimbangkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh KPPOD tahun 2010 yang melakukan pemeringkatan secara nasional untuk semua kabupaten/kota, kabupaten/kota yang ada di Sulawesi Tengah, 8 kabupaten/kota berada pada peringkat di atas 50 selain 3 kabupaten yang menduduki peringkat di atas 20. Selain itu, dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Donggala merupakan kabupaten tertua dan hanya memiliki pertumbuhan 7%, sedangkan Kota Palu walaupun memiliki pertumbuhan di atas pertumbuhan Provinsi, tetapi memiliki Indeks TKED yang lebih rendah dari Kabupaten Donggala. Alasan lain dipilihnya Kabupaten Donggala dan Kota Palu disebabkan oleh perbedaan dalam pengelolaan keuangan daerah. Menurut PP No 58 Tahun 2005 yang dimaksud dengan pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Mardiasmo (2002) Anggaran sebagai alat penilaian kinerja (Performance Measurement Tools), kinerja eksekutif akan dinilai berdasarkan pencapaian target anggaran dan efesiensi pelaksanaan anggaran. Waktu penelitian dilaksanakan mulai Juni 2012 sampai dengan Agustus 2012.
Jenis, Sumber Data dan Metode Analisis Untuk menjawab tujuan penelitian melihat pengaruh tata kelola ekonomi daerah terhadap kinerja perekonomian daerah dengan mempergunakan Analisis Regresi Berganda. Penelitian untuk melihat hubungan antara tata kelola ekonomi daerah dengan pertumbuhan, yang dilakukan oleh KPPOD dengan menggunakan korelasi antara indeks total TKED yang terdiri dari 9 indikator dengan pertumbuhan ekonomi daerah. Penelitian ini berbeda dengan yang dilakukan sebelumnya oleh KPPOD, perbedaan tersebut pada metode yang digunakan. Dalam penelitian ini untuk melihat pola hubungan antara TKED dengan kinerja perekonomian daerah (PDRB per kapita, perubahan pengangguran, perubahan kemiskinan) dieksplorasi dengan korelasi Pearson dan Spearman dan dianalisis secara deskriptif baik dengan tabel maupun grafik. Metode deskriptif merupakan metode yang berkaitan dengan pengumpulan data dan penyajian suatu data sehingga memberikan informasi yang berguna. Proses deskripsi data pada dasarnya meliputi upaya penelusuran dan mengungkap informasi yang relevan yang terkandung dalam data dan penyajian hasilnya dalam bentuk yang lebih ringkas dan sederhana, sehingga pada akhirnya mengarah pada keperluan adanya penjelasan dan penafsiran. Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menginterpretasikan data-data kuantitatif secara ringkas dan sederhana. Analisis deskriptif yang dilakukan adalah untuk mengetahui keterkaitan delapan indikator tata kelola ekonomi daerah terhadap pertumbuhan ekonomi, kemiskinan & pengangguran kabupaten dan kota di Propinsi Sulawesi Tengah. Dalam setiap indikator,
terdapat variabel yang berbeda dengan skala pengukuran yang berbeda pula. Analisis deskriptif ini dilakukan dalam menganalisis variabel-variabel dengan skala pengukuran ordinal dan nominal dengan menggunakan tabulasi silang, boxplot serta scatter plot. Selanjutnya dari variabel TKED bersama-sama dengan variabel lain dianalisis menggunakan regresi berganda dengan metode ordinary least square (OLS) untuk mengetahui berapa pengaruh masing-masing variabel TKED terpilih tersebut terhadap kinerja perekonomian daerah. Pembentukan model dengan menggunakan data 2 tahun yaitu data tahun 2010 dan tahun 2011, penggunaan data tahun 2010 dan 2011 di sesuaikan dengan data TKED. Indikator TKED yang digunakan dalam penelitian ini hanya 8 indikator karena indikator PERDA tidak dianalisis dalam penelitian ini. Estimasi koefisien regresi dilakukan melalui metode Ordinary Least Square(OLS). Asumsi model OLS menurut Juanda (2009), yaitu: a) Komponen sisaan εi mempunyai nilai harapan sama dengan nol dan ragam konstan untuk semua pengamatan i. E(εi)=0 danVar(εi)=σ² b) Tidak ada hubungan atau tidak ada korelasi antar sisaan εi sehingga Cov(εi, εj)=0, untuki≠j. c) Komponen sisaan menyebar normal. Dalam terminologi statistika, asumsi (iii) ini biasa diringkas dengan simbol εi ~ N(0, σ²) yang artinya komponen εi menyebar Normal, Bebas Stokastik, dan Identik, dengan nilai tengah sama dengan nol dan ragam konstan untuk i=1,2,...,n. Semua asumsi di atas jika terpenuhi, maka penaksir OLS dari koefisien regresi adalah penaksir tak bias linear terbaik atau Best Linear Unbiased Estimator (BLUE). Untuk mencari model terbaik, terlebih dahulu dilakukan berbagai tahapan. Pertamatama model yang dikaji diasumsikan terspesifikasi dengan benar. Model yang diasumsikan terspesifikasi dengan benar membuat pendugaan dan pengujian model relatif jadi jelas. Dalam realitas tidak pernah tahu bahwa spesifikasi yang dikaji pasti benar. Peneliti mengkaji lebih dari satu kemungkinan spesifikasi model dan mencari model yang terbaik. Dalam membuat model diharapkan unsur-unsur ketidakteraturan Y akan tercakup dalam dugaan atau dapat dijelaskan oleh nilai-nilai dari variabel (X1,X2…..,Xn). Oleh karena itu, komponen sisaan diusahakan menjadi relatif kecil dibandingkan komponen dugaannya. Menurut Juanda (2009), komponen error, paling sedikit terdiri dari 4 komponen yaitu : 1. Kesalahan pengukuran dan proksi dari peubah respons Y maupun peubah penjelas X1, X2,...., dan Xp. 2. Asumsi bentuk fungsi f yang salah. Mungkin ada bentuk fungsi lainnya yang lebih cocok, linear maupun non-linear. 3. Omitted variabels. Peubah (variable) yang seharusnya dimasukkan ke dalam model, dikeluarkan karena alasan-alasan tertentu (misalnya penyederhanaan, atau data sulit diperoleh dan lain-lain). 4. Pengaruh faktor-faktor lain yang belum terpikirkan atau tidak dapat diramalkan. Tahapan untuk menguji hipotesis dapat dijelaskan pada Gambar 7. Hipotesishipotesis utama yang akan diuji (H) dan diformulasikan ke dalam koefisien-koefisien parameter (β) sehingga dapat diuji secara statistik. Setiap penyusunan model ekonomi terdapat beberapa asumsi yang dapat mendasarinya. Asumsi-asumsi tentang error diperlakukan sebagai auxiliary hipotheses (Juanda, 2009). Sebelum melakukan pengujian hipotesis utama (H) terlebih dahulu menguji asumsiasumsi tentang error yang mendasari model ekonometrik tersebut (Ai). Dalam melakukan pengujian asumsi dapat melalui pengkajian pola ε. Jika ε berpola sistematik terhadap Y tidak dimodelkan secara eksplisit melalui fungsi f dan pemilihan variabel penjelas (X1, X2…Xn).
Paling sedikit terdapat satu komponen sistematik dalam komponen ε yang belum diungkapkan dalam f(X1, X2…Xn). Prosedur pemodelan memerlukan pertimbangan statistik yang digunakan untuk mengidentifikasi perlunya spesifikasi ulang dalam model. Sedangkan teori ekonomi digunakan untuk membantu arah re-spesifikasi model. Hal yang harus dipahami yaitu hasil statistik –uji menunjukkan hipotesis utama ditolak maka hal ini belum cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa hipotesis ini benar-benar ditolak, karena kerangka pengujian tersebut tergantung dari cara bagaimana dapat menformulasikan hipotesis tersebut ke dalam koefisien parameter. Jadi kurang layak kalau menyimpulkan penolakan hipotesis pada pengujian pertama terhadap hipotesis tersebut. Akan tetapi jika hipotesis tetap juga ditolak, paling tidak pada pengujian kedua terhadap hipotesis tersebut, maka barangkali tidak ada alternatif lain untuk menolak hipotesis tersebut. Demikian tahapan pemodelan ekonomi secara umum dengan menggunakan analisis regresi. Tahapan melakukan atau mencari model terbaik dapat dilihat pada Gambar 7 untuk mendapatkan model yang terbaik (Juanda, 2009). Tahapan mencari model terbaik menggunakan tahapan dalam flowchart berikut (Juanda, 2009) Main Hypotheses (H)
Auxiliary Hypotheses (Ai)
Deduction Prediction
Data on Silent Variables
Modify the treatment of the auxiliary hypotheses
Modify the treatment of the auxiliary hypotheses
Testable form of the Theory Y = Xβ + error Residual consistent With White Noise Errors
Residual consistent With White Noise Errors
Test Main Hypotheses
Main Hypotheses Rejected
Gambar 8
Main Hypotheses Not Rejected
Can’t Test This Particular Spesification of The Main Hypotheses
Tahapan Model Empiris (Juanda,2009)
Data yang digunakan dalam menganalisis pengaruh TKED terhadap kinerja perekonomian adalah data sekunder dari survei tata kelola ekonomi daerah oleh KPPOD di kabupaten/kota di provinsi Sulawesi Tengah yang dilakukan tahun 2011. Selain itu juga, digunakan data yang diperlukan untuk pembentukan model data-data tersebut adalah pertumbuhan PDRB perkapita tahun 2010-2011, jumlah pengangguran tahun 2010-2011, jumlah orang miskin tahun 2010-2011 di kabupaten/kota di Sulawesi Tengah, Belanja Modal (BM), Investasi yang diproksi dengan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) ditambah perubahan stok 2010-2011. Periode 2010-2011 digunakan karena data tersebut menyesuaikan dengan data yang digunakan oleh KPPOD yaitu data tahun 2010. Data tersebut diperoleh dari BPS Sulawesi Tengah 2010-2011 dan realisasi APBD Kabupaten/Kota se Sulawesi Tengah tahun 2010-2011. Indikator TKED yang dikorelasikan dengan kinerja perekonomian daerah masing-masing mempunyai sub indikator yaitu: akses lahan terdiri dari 5 variabel, perizinan usaha 6 variabel, integritas PEMDA dan pelaku usaha 8 variabel, PPUS 4 variabel, integritas dan kapasitas bupati/walikota 6 variabel, keamanan dan penyelesaian konflik 4 variabel, biaya transaksi 5 variabel, infrastruktur 5 variabel. Untuk menjawab Tujuan penelitian menganalisis adanya perbedaan proses perencanaan dan penganggaran diantara Kabupaten Donggala dengan Kota Palu digunakan uji Chi-Square dengan memakai data primer. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara yaitu melalui kuesioner terhadap seluruh responden. Teknik wawancara langsung digunakan terhadap beberapa responden utama (kunci) untuk memperoleh data yang lebih rinci yang berkaitan dengan proses perencanaan & pengganggaran APBD. Responden dipilih secara sengaja (purposive non random sampling) yaitu pejabat dan staf pemerintah daerah (eksekutif) dan legislatif yang terkait dalam penyusunan dan pengambilan keputusan penyusunan APBD. Dari pejabat dan staf pemerintah daerah (eksekutif) akan dipilih dari SKPD terkait dalam proses perencanaan & penganggaran masing-masing kepala dan sekretaris SKPD. Dari legislatif akan diambil masing-masing setiap fraksi yang ada yaitu 1 orang dalam 1 fraksi sehingga dapat terwakili dari anggota DPRD di Kabupaten Donggala dan di Kota Palu. Selain itu, perwakilan dari akademisi yang mengetahui dan telah banyak terlibat langsung dalam proses perencanaan dan penganggaran APBD. Adapun responden tersebut dapat digambarkan sebagai berikut: Responden untuk kuesioner = 1 orang/fraksi (legislatif), setiap SKPD (eksekutif) serta dari Akademisi. Keseluruhan Responden untuk quesioner disimbolkan dengan n1. Kesulitan terbesar dalam penyusunan APBD adalah menjaga tujuan perencanaan pembangunan secara konsisten agar dapat diwujudkan melalui penganggaran yang tepat, keterkaitan antara perencanaan dan penganggaran, melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003- pasal 17 ayat (2) disebutkan bahwa RKPD sebagai pedoman penyusunan RAPBD. Atas dasar inilah seharusnya setiap APBD merupakan operasionalisasi dari dokumen perencanaan dan penganggaran untuk itu dalam wawancara lebih mendalam (interview) pada responden tentang perencanaan dan penganggaran. Untuk interview akan dipilih responden dari legislatif dan eksekutif yang jumlahnya lebih sedikit dari responden saat kuesioner dan mewakili baik dari legislatif maupun eksekutif terkait proses penganggaran dan perencanaan dan ditanyakan apakah ada kesesuaian, sinkronisasi, koordinasi, dan sinergi antara berbagai kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan dalam RPJMD dengan RPJMN. Lebih lanjut ditanyakan kepada responden apakah selama ini telah menerapkan anggaran berbasis kinerja dan Medium Term Expenditure Framework (MTEF) yang dapat menjamin kejelasan hubungan antara program/kegiatan untuk jangka lebih dari 1 tahun serta perencanaan atau prioritas pencapaian sektor dengan anggaran atau resource constraint. Keseluruhan responden untuk interview disimbolkan dengan n2., sehingga responden untuk quesioner lebih banyak dari responden saat interview, n1>n2.
Pengolahan data primer dilakukan berdasarkan hasil tabel kontingensi (uji Chi-Square). Dari hasil uji Chi-Square akan terlihat dari masing-masing kriteria dari pertanyaan yang diajukan berkorelasi atau tidak antara kriteria tertentu dengan jawaban dari responden.
Model Analisis Regresi Berganda Model utama yang digunakan untuk menganalisis keterkaitan antara tata kelola ekonomi daerah dan PDRBKap, pengangguran dan kemiskinan di kabupaten dan kota Provinsi Sulawesi Tengah adalah sebagai berikut: LnYit = f(Dkab, LnBMit, Dkab*LnBM, lama perbaikan listrik, manfaat PPUS, pelatihan pengajuan kredit, perbaikan PDAM)............................... (1) LnUit = f(Dkab, LnBM, LnI, Dkab*Lninvestasi, kondisi lampu jalan, lama perbaikan listrik, manfaat PPUS, pelatihan pengajuan kredit, perbaikan PDAM) ........................................................................ (2) LnPit = f (Dkab, LnBM, LnI, kondisi lampu jalan, lama perbaikan listrik, manfaat PPUS, pelatihan pengajuan kredit, perbaikan PDAM)).....................................................................................(3) Yit = PDRBKap pada tahun ke t untuk kab/kota i ( juta Rupiah) Uit = jumlah pengangguran pada tahun ke t untuk kab/kota i (orang) Pit = jumlah orang miskin pada tahun ke t untuk kab/kota i (orang) Dkab = 1 untuk kabupaten dan Dkab =0 untuk kota BM = Realisasi Belanja Modal pada tahun ke t untuk kab/kota i ( juta Rupiah) Investasi = PMTB + perubahan stock pada tahun ke t untuk kab/kota i (juta Rupiah) Dkab* BM = perkalian Dummy kab dengan nilai BM Dkab*Investasi = perkalian Dummy kab/kota dengan nilai Investasi X1= Indikator TKED akses lahan ( X11-X15 = variabel dari X1) pada tahun ke t untuk kab/kota i dalam % X11= Waktu yang dibutuhkan untuk pengurusan status tanah X12=Persepsi tentang kemudahan perolehan lahan X13= Persepsi tentang penggusuran lahan oleh Pemda X14= Frekuensi konflik X15= Persepsi tentang keseluruhan permasalahan lahan usaha X2= Indikator TKED perizinan usaha (X21-X26 = variabel dari X2) pada tahun ke t untuk kab/kota i dalam % X21= Persentase perusahaan yang memiliki TDP X22= Persepsi kemudahan perolehan TDP dan rata2 waktu perolehan TDP X23= Persepsi tingkat biaya yang memberatkan usaha X24= Persepsi bahwa pelayanan izin usaha adalah bebas KKN, efisien, dan bebas pungli X25= Persentase keberadaan mekanisme pengaduan X26=Persepsi tingkat hambatan izin usaha terhadap usahanya X3= Indikator TKED interaksi PEMDA dan pelaku usaha (X31-X38 = variabel dari X3 pada tahun ke t untuk kab/kota i dalam % X31= Keberadaan forum komunikasi pemda dengan pelaku usaha
X32= Tingkat pemecahan permasalahan dunia usaha oleh pemda X33=Tingkat dukungan pemda terhadap pelaku usaha daerah X34=Tingkat kebijakan pemda yang berorientasi untuk mendorong iklim investasi X35= Tingkat kebijakan non-diskriminatif pemda X36=Pengaruh kebijakan pemda terhadap pengeluaran dunia usaha X37=Tingkat kepastian hukum pemda terkait dunia usaha X38=Tingkat hambatan interaksi pemda dengan pelaku usaha X4= Indikator TKED program pemda untuk pengembangan usaha swasta (X41-X44 = sub variabel dari X4 pada tahun ke t untuk kab/kota i dalam % X41= Tingkat pengetahuan akan keberadaan PPUS X42= Tingkat partisipasi dalam PPUS X43= Tingkat manfaat PPUS terhadap pelaku usaha X44= Dampak PPUS terhadap kinerja perusahaan X5= Indikator TKED kapasitas & integritas bupati/walikota (X51-X56 = sub variabel dari X5 pada tahun ke t untuk kab/kota i dalam % X51= Pemahaman kepala daerah terhadap masalah dunia usaha X52= Profesionalisme birokrat daerah X53= Tindakan kepala daerah yang menguntungkan diri sendiri X54= Ketegasan kepala daerah terhadap korupsi birokratnya X55= Karakter kepemimpinan kepala daerah X56 = Hambatan kapasitas dan integritas kepala daerah terhadap dunia usaha. X6= Indikator TKED keamanan & penyelesaian sengketa (X61-X64 = sub variabel dari X6 pada tahun ke t untuk kab/kota i dalam % X61= Tingkat kejadian pencurian di tempat usaha X62= Kualitas penanganan masalah kriminal oleh polisi X63= Kualitas penanganan masalah demonstrasi buruh oleh polisi X64=Tingkat hambatan keamanan dan penyelesaian masalah terhadap kinerja perusahaan X7= Indikator TKED biaya transaksi (X71-X74 = variabel dari X7 pada tahun ke t untuk kab/kota i dalam % X71= Tingkat hambatan pajak dan retribusi daerah terhadap kinerja perusahaan X72= Tingkat pembayaran donasi terhadap Pemda X73= Tingkat hambatan donasi terhadap Pemda X74= Tingkat pembayaran biaya informal pelaku usaha terhadap polisi X75= Tingkat hambatan biaya transaksi terhadap kinerja perusahaan X8= Indikator TKED infrastruktur (X81-X85 = variabel dari X8 pada tahun ke t untuk kab/kota i dalam % X81= Kualitas infrastuktur X82= Lama perbaikan X83= Pemakaian genset X84= Lama pemadaman listrik X85= Tingkat hambatan infrastruktur terhadap kinerja perusahaan t = tahun pengamatan i = kabupaten/kota di provinsi sulawesi tengah Setelah itu, model tersebut dianalisis menggunakan kriteria-kriteria uji statistik dan uji ekonometrika agar memenuhi persyaratan metode analisis OLS dan terbebas dari masalahmasalah autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinearitas.
Metode Pengujian Uji t-statistik Pengujian ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh masing-masing variabel independen dalam mempengaruhi variabel dependen pada tingkat signifikansi tertentu. Pengujian ini dilakukan dengan asumsi bahwa variabel- variabel lain tidak berubah. Menurut Gujarati (2003), dalam uji t-statistik ada 2 jenis kriteria pengujian, diantaranya: 1. Pengujian dua arah (two tail test) Pengujian dua arah digunakan ketika kita tidak memiliki dasar teori yang kuat mengenai bagaimana pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. 2. Pengujian satu arah (one tail test) Pengujian satu arah digunakan ketika kita memiliki dasar teori yang kuat mengenai bagaimana pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian satu arah (one tail test) dalam tingkat signifikansi, , dan derajat kebebasan (degree of freedom, df), n-k, di mana n menunjukkan jumlah observasi dan k menunjukkan jumlah parameter termasuk konstanta. Pengujian satu arah digunakan karena penulis telah memiliki ekspektasi mengenai pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen berdasarkan pada teori dan studi empiris yang telah ada. Pada penelitian ini dilakukan uji t dua arah (two tail test) dengan hipotesis sebagai berikut : Hipotesis dari uji ini adalah : H0 : = 0, Variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependennya. H1 : 0, Variabel independen mempengaruhi variabel dependennya. Langkah selanjutnya adalah membandingkan nilai t-stat dengan nilai t-tabelnya pada tingkat signifikansi tertentu. Nilai t-stat didapat dengan formula sebagai berikut:
t
*
2 2 *
se(
2
)
dimana:
2
: nilai estimasi parameter β2
*
2
: nilai β2 dalam hipotesis H0 *
se( 2 ) : standard error β2 Kriteria Pengujian : Jika: (t-tabel) (t-stat) (t-tabel), maka hipotesis nol tidak dapat ditolak Jika: t-stat < -(t-tabel) atau t-stat > t-tabel, maka hipotesis nol ditolak Uji F-statistik Uji F-statistik digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependen dalam model. Hipotesis dari uji ini adalah : H0 : β0 = β1 =β2 =β3 =0, variabel-variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependennya. H1 : Minimal ada satu βi 0, atau minimal ada satu variabel independen yang mempengaruhi variabel dependennya.
Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai F-hitung dengan nilai Ftabel dengan tingkat signifikansi tertentu. Hasil pengujian akan menunjukkan kesimpulan sebagai berikut : Kriteria Pengujian : H0 diterima jika F-stat < F tabel H0 ditolak jika F-stat > F-tabel Dengan demikian hasil uji F yang signifikan akan menunjukkan bahwa minimal satu dari variabel independen memiliki pengaruh terhadap variabel dependennya. Uji F-stat ini merupakan uji signifikansi satu arah (one tail significance). Uji Koefisien Determinasi (R2) Merupakan suatu bilangan yang dinyatakan dalam bentuk persen, yang menunjukkan besarnya persentase variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variasi pada variabel independennya. R2 diperoleh dengan rumus: 2
RSS R 1 1 TSS 2
u
i
(Yi Y )
2
Di mana RSS (residual sum of squares) adalah nilai total penjumlahan kuadrat dari variasi Y yang dijelaskan oleh variabel residual. Sedangkan TSS (total sum of squares) adalah total penjumlahan kuadrat dari variasi Y yang dijelaskan oleh nilai rata-ratanya. Besarnya nilai R2 adalah 0 < R2< 1, di mana semakin mendekati 1 berarti model tersebut dapat dikatakan baik karena semakin dekat hubungan antar variabel independen dengan variabel dependen, demikian sebaliknya. Pada penelitian ini juga akan digunakan koefisien determinasi yang telah disesuaikan dengan jumlah variabel dan jumlah observasinya (adjusted R2), karena lebih menggambarkan tentang kemampuan yang sebenarnya dari variabel-variabel independennya untuk menjelaskan variabel tak bebasnya. Uji Multikolinearitas Masalah multikolinier ialah situasi di mana terjadinya korelasi antara satu atau lebih variabel independen dengan variabel independen lainnya. Bila terjadi multikonlinier sempurna dalam model, maka dapat mengakibatkan koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir dan nilai standar error koefisien regresi menjadi tidak terhingga. Jika berdasarkan hasil uji t-statistik ternyata variabel-variabel independen yang digunakan semuanya signifikan secara parsial dengan R2 yang tinggi, maka dapat dikatakan bahwa model dalam penelitian ini tidak terdapat masalah multikolinear atau bebas dari multikolinieritas. Selain dengan cara sederhana seperti telah diterangkan sebelumnya, cara lain untuk mendekteksi adanya multikolinier adalah dengan melihat apakah nilai koefisien korelasi antar variabel independennya lebih besar dari 0,80, maka dapat dikatakan terjadi masalah multikolinieritas pada taraf yang serius. Hasil matriks korelasi parsial antar regresor (Coefficient Correlation Matrix). Jika model mengandung masalah multikolinieritas ada 2 pilihan yang dapat kita lakukan yaitu membiarkan model tetap mengandung multikolinieritas atau akan memperbaiki model. Jika pilihan pertama, maka dapat dikatakan bahwa model yang mengandung masalah multikolinieritas tetap menghasilkan estimator yang BLUE karena masalah estimator yang BLUE tidak memerlukan asumsi tidak adanya korelasi antar variabel independen. Multikolinieritas hanya menyebabkan kesulitan dalam memperoleh estimator dengan standard error yang kecil. Masalah multikolinieritas juga timbul karena hanya memiliki
jumlah observasi yang sedikit. Adapun cara kedua yaitu melakukan perbaikan model dengan cara : 1. Menghilangkan variabel independen 2. Transformasi variabel 3. Penambahan data Untuk penelitian ini karena kabupaten/kota yang diobservasi hanya sedikit sehingga dimasukan variabel lain selain variabel-variabel dalam TKED jika nantinya setelah diregresikan masih mengandung multikolinieritas, maka tidak mempunyai pilihan lain selain tetap membiarkan model mengandung multikolinieritas. Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi dilakukan dengan tujuan untuk mendeteksi ada atau tidaknya serial korelasi dari error term yang terdapat dalam suatu model regresi. Gejala serial korelasi dalam konteks time series terjadi bila error term pada suatu periode tertentu berpengaruh kepada error term periode waktu berikutnya, atau dengan kata lain jika error term dari periode waktu berlainan saling berkorelasi. Ada dua metode yang biasanya digunakan untuk menguji serial korelasi ini yaitu dengan menggunakan uji Durbin-Watson atau dengan uji Breusch Godfrey LM Test. Beberapa uji stasistik yang sering dipergunakan adalah uji Durbin-Watson (DW) atau uji dengan Run Test. Uji DW hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation), dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lag di antara variabel independen. Uji Durbin-Watson Pengujian ini dilakukan dengan melakukan pengujian Durbin-Watson. Hipotesis dalam uji Durbin-Watson adalah sebagai berikut: H0 : tidak ada korelasi orde pertama H1 : ada autokorelasi Batas Kritis pada Pengujian Durbin-Watson Nilai DW berdasarkan estimasi model regresi 4 – dL< DW-stat< 4 4 – dU< DW-stat< 4 – dL
Kesimpulan H0 ditolak, terdapat serial korelasi negatif Tidak ada kesimpulan
DU < DW-stat< 4 – dU
H0 diterima, tidak ada serial korelasi
DL< DW-stat< dU
Tidak ada kesimpulan
0 < DW-stat< dL
H0 ditolak, terdapat serial korelasi positif
Sumber : Damodar Gujarati, Basic Econometrics, McGraw Hill-Inc
Uji Heteroskedasticity Pengujian White Heteroskedasticity bertujuan untuk mendeteksi apakah varians dari setiap unsur error term memiliki nilai yang konstan. Apabila terdapat heteroskedastisitas antara setiap observasi, berarti varians dari error terms tersebut tidak sama. Akibat dari adanya heteroskedastisitas ini adalah parameter yang dihasilkan dari regresi meskipun tetap tak bias dan konsisten tetapi parameter tadi tidak lagi efisien baik dalam sampel kecil ataupun sampel besar.