Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
4 BAB IV KONSEP
4.1
Konsep Dasar Konsep adalah gagasan yang memadukan berbagai unsur ke dalam suatu
kesatuan. Dalam dunia arsitektur, sebuah konsep merupakan garis besar yang digunakan sebagai acuan dalam merancang sebuah bangunan, bias satu atau lebih rencana yang saling berhubungan dalam satu kesatuan. Konsep bangunan rumah sakit yang fungsionalis dan mementingkan fleksibilitas dari kegunaanya hal ini menjadi sebuah gagasan yang coba diangkat dalam membentuk bangunan ini, hal ini sejalan dengan konsep FORM FOLLOW FUNCTION dalam arsitektur, yaitu bentuk dari bangunan yang terjadi Karena mengakomodasi fungsi-fungsi yang dibutuhkan dari bangunan. Dalam perancangan arsitektur akhir ini ada tema pokok yang diangkat dalam proses perencanaan bangunan Rumah Sakit ini yaitu Arsitektur Hijau / Green Architecture. Arsitektur hijau merupakan langkah untuk mempertahankan eksistensi llngkungan binaan. Hal ini didukung dengan banyaknya peraturan yang mengatur tentang arsitektur hijau dan bangunan berkelanjutan.
Kriteria dalam perancangan akhir ini sesuai dengan ketentuan dari Kerangka Acuan Kerj adalah Bangunan Hijau dengan kriteria penilaian Minimal Gold dari Green Building Council Indonesia (GBCI). Dalam ketentuanya ada beberapa kriteria utama dari Green Building / Bangunan Hijau yang menjadi ketentuan Utama, Yaitu: 1. Apropriate Site Development.
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
88
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
Pemilihan site atau lokasi di kawasan yang sesuai dengan mempertimbangan luasan untuk area hijau yang berada pada site minimal 10% dari luasan lahan yang ada.
Mempunyai aksesibilitas yang baik untuk menuju dan keluar dari bangunan.
Meningkatkan
kualitas
iklim
mikro
disekitar
gedung
yang
mencakup kenyamanan manusia dan habitat disekitar gedung. 2. Energy Eficiency and Conservation.
Pengaturan penggunaan air dan energi yang digunakan
Penghematan energi dengan selubung bangunan yang baik.
Pencahayaan alami dan ventilasi yang menggunakan hemat energi.
3. Water Conservation.
Penerapan dan penggunaan manajemen air yang baik.
Penggunaan air yang efisien.
4. Material Resource and Cycle.
Menggunakan bahan yang tidak merusak ozon.
Menggunakan
bahan
yang
mudah
didapat
dan
dapat
diperbaharui.
Menggunakan bahan yang lebih alami.
5. Indoor Health and Comfort.
Menggunakan
material-material
yang
menyebabkan
ketidak
nyamanan pengguna baik dari polusi udara atau dari jenisnya.
Menerapkan akustik ruang yang baik sehingga kebisingan bias diminimalisir dengan baik.
6. Building Enviroment Management
Pengolahan limbah yang baik, baik limbah medis ataupun limbah non medis.
Penerapan prinsip green building dengan aturan-aturan yang berlaku.
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
89
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
4.2 4.2.1
Konsep Perancangan Bangunan Konsep Gubahan Massa 1. Bentuk side yang memanjang dan memiliki sisi muka yang lebih sempit yang menghadap jalan utama.
2. Massa yang memanjang berbentuk persegi panjang menjadi bentuk dasar dari bangunan ini, selain mengdopi dari sitenya bentuk ini merupakan salah satu bentuk geometri yang seimbang 3. Permukaan yang di bedakan agar membuat bangunan lebih dinamis dan tidak monoton, pembagian 2 zoning utama sebagai pelayanan utamana dalam rumah sakit. (Merah = Zona Emergency, Hijau = Non Emergency). SPACE
4. Dari hasil analis kebutuhan ruang massa di bagian non-emergency di buat lebih menipis sebagai penerapan green building yang membuat konsusmsu energi lebih heman, sekaligus dapat menciptakan ruang interaksi bangunan. 5. Ruang
yang
tercipta
digunakan
untuk
mengakomodasi kebutuhan emergency yang mempunyai luasan yang cukup luas dan juga sebagai
tempat
penerimaan
menuju
pelayanan-pelayanan pada bangunan rumah sakit.
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
90
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
4.2.2
Konsep Zoning Pada perancangan arsitektur ini, perancangan rumah sakit di bagi
menjadi beberapa zoning utama yang menjadi dasar perancangan. Zoning ini dibagi menjadi beberapa area berdasarkan urgensi dan kebutuhan pelayanan dari rumah sakit. Hal ini ditujukan untuk menghindari terjadinya bentrokan alur antara kebutuhan rumah sakit Emergency dan Non-Emergency Secara garis besar pembagian zoning dalam perancangan ini adalah:
Zona Emergency, yaitu area yang di peruntukan untuk pelayananpelayanan reaksi cepat.
Zona Non-emergency, Yaitu area untuk pelayanan-pelayanan umum pada rumah sakit yang tidak membutuhkan waktu singkat dan pelayanan yang cepat untuk pasien atau penggunanya.
Zona Service, yaitu zona yang diperuntukan untuk kegiatan-kegiatan penunjang atau kegiatan yang mendukun kelancaran berjalanya rumah sakit ini.
4.2.2.1 Zoning Horizontal
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
91
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
92
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
4.2.2.2 Zoning Vertikal
LANTAI 6 Luas Area: 3915 M2
Akses Vertikal
LANTAI 5 Luas Area: 3915 M2
Emergency
LANTAI 4
Akses Vertikal
Luas Area: 3915 M2
LANTAI 3 Luas Area: 4170 M2
LANTAI 2 Luas Area: 4170 M2
LANTAI 1 Luas Area: 3100 M2
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
93
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
4.2.3
Konsep Tata Ruang Dalam Tata ruang dalam bangunan atau yang sering kita sebut dengan Desain
Interior. Dalam penerapanya pada bangunan rumah sakit banyak spesifikasi spesifikasi tertentu yang ditentukan sesuai dengan aturan atau pedoman teknis bangunan rumah sakit. Elemen dari penataan ruang interior terkait seperti:
Funiture
Walpaper
Lantai
Plafon
Partisi
Dinding
Cat
Dll
Dalam perancangan bangunan rumah sakit ini bahan-bahan minimalis dan mudah untuk perawatan dan pembersihan menjadi pertimbangan utama dalam perancangan tata ruang dalamnya. Pada bagian-bagian tertentu pada ruangan rumah sakit yang menuntut untuk mudah dibersihkan dan tidak menyimpan kuman. Dinding: Dinding pada rumah sakit mempunyai beberapa pilihan bahan untuk perancanganya. Di rumah sakit ini partisi menggunakan frame baja ringan yang dilapisi dengan Cement board dan diisi peredam berupa rock wool atau insulasi yang lain.
Gambar 21 Ilustrasi Penggunaan Dinding Partisi Dalam Bangunan Sumber: www.google.co.id
Untuk finising dinding menggunakan beberapa bahan finishing seperti:
Wallpaper
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
94
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
Gambar 22 Contoh Motif Wallpaper Sumber: www.google.co.id
Cat:
Gambar 23 Contoh Warna Cat Sumber: www.google.co.id
Keramik:
Gambar 24 Contoh Motif Keramik Dinding
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
95
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau Sumber: www.google.co.id
Pemilihan dinding di dasarkan pada kebutuhan ruangan yang akan di pakai dan tingkat sterilisasi yang diperlukan. Lantai: Lantai merupakan elemen penting dalam desain interior, lantai sendiri juga memiliki bermacam-macam jenis finishingnya, dalam perancangan Rumah sakit pendidikan ini, pemilihan lantai didasarkan dari mudah atau tidaknya pembersihan dari kotoranya. Adapun jenis-jenis material lantai yang diaplikasikan adalah:
Lantai Granit/ Keramik
Gambar 25 Contoh Motif Keramik/Granit Lantai Sumber: www.google.co.id
Epoxy:
Gambar 26 Ilustrasi Penerapan Lantai Epoxy Sumber: www.google.co.id
Vynil
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
96
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
Gambar 27 Motif Vynil Lantai Sumber: www.google.co.id
Karpet
Gambar 28 Penerapan Finishing Karpet Sumber: www.google.co.id
Plafon: Plafon atau yang sering disebut langit-langit, merupakan komponan bangunan yang berfungsi sebagai lapisan yang membatasi tinggi suatu ruangan. Selain itu, plafon juga berguna untuk keamanan, kenyamanan, serta keindahan sebuah ruangan. Tinggi rendahnya plafon sangat menentukan tampilan suatu ruang. Ketinggian ini diukur mulai dari permukaan lantai sampai dengan sisi bawah bidang plafon. Bila rancangan plafon terlalu rendah maka ruangan akan terasa pengap dan sesak, sehingga atmosfer ruangan menjadi kurang baik. Sebaliknya jika terlalu tinggi, dapat menghilangkan nilai estetika ruang di rumah meski sirkulasi udara berlangsung baik dan memberikan suasana sejuk. Di beberapa gedung perkantoran bertingkat, umumnya maksimal ketinggian plafon adalah 2,5 meter. Ini disebabkan dari ketinggian setiap lantai yang tiga meter, masih dikurangi dengan balok dan ducting AC. Jadi, jika melebihi batas maksimum maka akan mengakibatkan pemborosan material.
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
97
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
Adapun material plafon yang sering digunakan adalah:
Triplek Ukuran triplek yang ada di pasaran untuk plafon adalah 122cm x
244cm
dengan
ketebalan
3mm,
4mm,
dan
6mm.
Rangka
plafon
menggunakan kaso 4/6 atau 5/7 dengan ukuran rangka kayu 60cm x 60cm. Untuk memasangnya, triplek dapat dibelah menjadi empat bagian dengan ukuran 61cm x 122cm dan bisa juga dipasang secara utuh tanpa dipotong. Kebutuhan material pemasangan 1 meter persegi plafon triplek sebagai berikut: o
Triplek sebanyak 0,347 lembar
o
Kaso 5/7 atau 4/6 dengan panjang 4 meter sebanyak 1,5 batang
o
Paku sebanyak 0,220 kg
Gambar 29 Triplek Sumber: www.google.co.id
Kelebihan menggunakan triplek sebagai bahan dasar plafon antara lain: o
Mudah pengerjaannya
o
Mudah dibeli di pasaran
o
Harga murah
o
Mudah diperbaiki atau diganti
o
Ringan
Sementara kekurangannya adalah:
o
Cepat rusak bila terkena air terus menerus
o
Tidak tahan api
Serat fibersemen/ GRC board
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
98
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
Saat ini serat fibersemen atau GRC board lebih banyak digunakan oleh masyarakat. Sebabnya, material ini lebih murah dibanding triplek. Di pasaran, ukuran GRC board untuk plafon adalah 60cm x 120cm dan 122cm x 244cm dengan ketebalan standar 4mm. Rangka plafon yang digunakan dapat berupa kaso 4/6 atau 5/7. Ada juga orang menggunakan besi kotak (hollow) sebagai alternatif rangka plafon. Material ini kerap digunakan mengingat makin mahalnya harga kayu saat ini. Ukuran besi hollow yang sering diterapkan yakni 4cm x 4cm.
Gambar 30 Fiber Cement Sumber: www.google.co.id
Pemasangan GRC board pada rangka plafon yang menggunakan kaso adalah dengan cara dipaku. Sedangkan pada rangka besi hollow cara
memasangnya
dengan
disekrup
atau
river/viser.
Kelebihan
menggunakan GRC board sebagai material plafon yaitu: Pengerjaanya mudah o
Harga relatif lebih murah dari triplek
o
Mudah diperbaiki atau diganti
o
Relatif ringan
o
Tahan terhadap api dan air
Sementara sisi minusnya adalah:
o
Masih sulit diperoleh di beberapa daerah pelosok
o
Tidak tahan benturan
Gipsum Jenis material plafon yang satu ini sangat tepat dipasang pada rumah
yang penutup atapnya merupakan pelat beton, karena ada jaminan tidak bocor.
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
99
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
Ukuran gipsum di pasaran umumnya 122cm x 244cm. Pada prinsipnya, kebutuhan bahan untuk pemasangan plafon gipsum sama dengan GRC board. Hanya saja selain sekrup, pemasangan bisa dilakukan dengan menggunakan bubuk gipsum atau compound. Bubuk ini berfungsi sebagai lem di tempat sambungan atau list dan ornamen. Pemasangan sambungan gipsum biasanya dikerjakan dengan cara diplester terlebih dahulu.
Gambar 31 Gypsum Sumber: www.google.co.id
Serupa
GRC
board,
pemasangan
gipsum
juga
dapat
menggunakan rangka besi hollow, dengan cara disekrup atau rivet/viser bukan
dipaku.
Pemasangan
penggantunganya
pun
memakai
dinabolt/dinaset bila dilakukan pada tembok.
Selain dari material ukuran ruang yang memadai merupakan hal yang menjadi pertimbangan dari perencanaan tata ruang dalam, terutama untuk penyandang disabilitas, bangunan rumah sakit yang merupakan bangunan dengan mobilitas tinggi maka desain ruang yang cukup sangat di utamakan. Berikut ini merupakan ilustrasi-ilustrasi dari standar ruang yang telah dikumpulkan dari beberapa sumber:
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
100
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
Gambar 32 Ilustrasi Ruang Toilet Difable Pada Rumah Sakit Sumber: Neufert Data Arsitek Jilid 2
Pada penerapanya mobilitas pada bangunan rumah sakit diperuntukan untuk beberpa penguna dari bed pasien, orang, kursi roda dll
Gambar 33 Lorong Perlintasan Bed dan Orang Sumber: Neufert Data Arsitek Jilid 2
4.2.4
Konsep Tata Ruang Luar Ruang luar merupakan elemen pendukung dalam bangunan, ruang luar
pada bangunan. Selain sebagai elemen pendukung bangunan, ruang luar juga digunakan sebagai fasilitas tambahan yang diberikan kepada penggunga bangunan.
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
101
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
Pada bangunan rumah sakit ini ruang luar juga bisa di gunakan sebagai healing pasien rumah sakit. Hal ini mengakibatkan pengolahan ruang luar pada bangunan rumah sakit ini menjadi penting. Ruang luar pada rumah sakit ini akan banyak di penuhi pohon-pohon peneduh penghasil oksigen yang sering atau banyak di jumpai di Indonesia seperti:
Gambar 34 Pohon Ketapan (Kiri) & Pohon Flamboyan (Kanan) Sumber: www.google.co.id
Gambar 35 Pohon Palem (Kiri) & Pohon Kasia Emas (Kanan) Sumber: www.google.co.id
Fungsi vegetasi atau hijauan selain sebagai peneduh dapat juga digunnakan untuk barrier atau penghalang dari suara yang ada pada jalan utama pada lokasi perancangan ini.
Gambar 36 Ilustrasi Penerapan Vegetasi Sebagai Barier
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
102
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau Sumber: www.google.co.id
4.2.5
Konsep Warna
Gambar 37 Cakram Warna Sumber: www.google.co.id
Pemilihan warna juga menjadi pertimbangan dalam perancangan ini, warna merupakan salah satu elemen ekspresi dari bangunan, sehingga bangunan menjadi lebih memiliki arti dan rasa bagi pengguna atau pelaku di dalamnya. Secara psikologis warna memiliki arti dan rasa tersendiri yang diberikan kepada penggunanya, adapun beberapa arti atau rasa yang dapat di timbulkan dari warna-warna, yaitu: Red / Merah memiliki makna energik, penuh kehangatan, kuat, hasrat, dan juga panas. Warna merah seringkali dianalogikan sebagai warna yang dapat membangkitkan gairah atau selera manusia. Oleh sebab itu, warna ini seringkali digunakan pada desain logo, desain brosur, desain stasionary maupun desain kemasan milik perusahaan yang bergerak di bidang makanan dan minuman. Orange / Oranye seringkali diasosiakan sebagai warna untuk melambangkan ide atau pikiran inovatif dan modern. Warna ini juga menggambarkan nilai-nilai yang bersifat kegembiraan, kemampuan mengakomodasi, serta mudah berteman.
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
103
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
Yellow / Kuning memberikan kesan cerah dan hangat terhadap elemen tertentu pada desain grafis. Penggunaan warna ini juga memiliki arti persahabatan. Green / Hijau. Warna ini diasosiasikan dengan segala sesuatu yang bersumber dari alam (nature). Penggunaan warna hijau dalam desain grafis juga memiliki arti kesegaran (freshness). Warna ini seringkali diadopsi pada desain logo milik perusahaan-perusahaan makanan oraganik dan perusahaan finansial. Blue
/
Biru.
Jika
Anda
ingin
menggambarkan
nilai-nilai
profesionalisme, keseriusan, integritas dan ketenangan, warna biru sangat cocok sebagai penyampai pesan-pesan tersebut. Purple / Ungu. Adalah warna untuk melambangkan nilai-nilai kesetiaan dan kemewahan. Black / Hitam merupakan warna yang memiliki kepribadian ganda. Di satu
sisi,
warna
hitam
dapat
melambangkan
kekuatan
dan
kecakapan, namun di sisi lain, ia adalah arti lain dari kematian. White / Putih secara umum diasosiasikan dengan nilai-nilai kemurnian, kebersihan dan kesederhanaan. Banyak perusahaanperusahaan terkemuka memilih warna ini pada desain logo mereka. Sebagai contoh Coca-Coca seringkali menampilkan logo berwarna putih dengan background berwarna merah. Sementara pada halaman beranda situs jejerang social Facebook, logo medsos tersebut menggunakan warna putih dengan dasar warna biru. Brown / Coklat: memiliki arti yang bersifat maskulinitas – biasanya warna ini digunakan untuk desain produk-produk outdoor dan untuk melambangkan kehidupan pedesaan. Pink dapat diartikan sebagai warna yang melambangkan keceriaan atau bahkan kaganjenan. Warna ini juga melembangkan arti feminitas, yang seringkali digunakan pada desain produk yang menyasar kaum hawa sebagai target pemasarannya. 4.2.6
Konsep Struktur Struktur adalah bagian-bagian yang membentuk bangunan seperti
pondasi, sloof, dinding, kolom, ring, kuda-kuda, dan atap. Pada prinsipnya,
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
104
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
elemen struktur berfungsi untuk mendukung keberadaan elemen nonstruktur yang meliputi elemen tampak, interior, dan detail arsitektur sehingga membentuk satu kesatuan. Setiap bagian struktur bangunan tersebut juga mempunyai fungsi dan peranannya masing-masing. Kegunaan lain dari struktur bangunan yaitu meneruskan beban bangunan dari
bagian
bangunan
atas
menuju
bagian
bangunan
bawah,
lalu
menyebarkannya ke tanah. Perancangan struktur harus memastikan bahwa bagian-bagian sistem struktur ini sanggup mengizinkan atau menanggung gaya gravitasi dan beban bangunan, kemudian menyokong dan menyalurkannya ke tanah dengan aman. Pada dasarnya pada perancangan akhir ini menggukan STRUKTUR RIGID FRAME & CORE. Pada dasarnya struktur ini terdiri dari kolom dan balok yang saling mengikat satu dengan lainya. Kolom sebagai unsur vertical yang bertugas menerima beban dan gaya, sedangkan balok sebagai unsur horizontal yang digunakan untuk membagi beban dan gaya. System ini biasanya dilengkapi dengan CORE yang berguna sebagai tempat utilitas dan transportasi vertical pada bangunan. Pada prinsipnya system ini mempertimbangkan pola grid dan jarak atar kolom.
Gambar 38 Struktur Rigid Frame dan Core Sumber : https://berandaarsitek.blogspot.co.id
a. Struktur Bawah (Sub-Struktur) Struktur yang terletak dibawah tanah, struktur bawah meliputi Pondasi dan Sloof. Pada perancangan akhir ini menggunakan pondasi Foot Plate yang dilengkapi dengan Tiang Pancang
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
105
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
Gambar 39 Jenis Pondasi Dengan Tiang Pancang Sumber: https://okistudio.com
Pada struktur basement menggunakan dinding penahan (retaining wall) sebagai struktur dinding utama untuk menahan tekanan dari tanah pada sekitar bangunan:
Gambar 40 Retaining Wall dan Penerapanya Sumber : https://www.slideshare.net
b. Struktur Tengah (Upper-Struktur) Struktur tengah merupakan bagian-bagian bangunan yang terletak di atas permukaan tanah dan di bawah atap, serta layak ditinggali oleh manusia. Yang dimaksud struktur tengah di antaranya dinding, kolom, dan ring.
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
106
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
Gambar 41 Struktur Kolom & Balok Sumber: http://workshop-an-engineer.blogspot.co.id
c. Struktur Atas (Roof Struktur) Struktur atas (superstruktur) yaitu bagian-bagian bangunan yang terbentuk memanjang ke atas untuk menopang atap. Struktur atas bangunan antara lain rangka dan kuda-kuda. Pada perancangan ini menggunakan dak beton sebagai struktur atapnya sehingga pemanfaatan ruang atas sebagai tempat penunjang utilitas.
Gambar 42 Struktur Atap Dak Beton Sumber : http://bahanbangun.blogspot.co.id
4.2.7
Konsep Utilitas
4.2.7.1 Sistem Air Bersih (Fresh Water) Pada system distribusi air bersih untuk bangunan tinggi dapat di bagi menjadi beberapa tipe terrgantung kebutuhan dan fungsi dari bangunan, adapun tipe-tipe pendistribusian air bersih dapat dikelompokan menjadi 2 yaitu: 1. Up Feed. 2. Down Feed. Masing-masing pendistribusian air mempunyai kekurangan dan kelebihan tergantung aplikasi dan fungsi dari bangunan. Pada kasus bangunan rumah sakit 6 lantai ini lebih menitik beratkan pada system down feed. System down feed adalah system pendistribusian air kebawah. System ini dianggap lebih
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
107
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
menguntungkan dikarenakan mempunyai 2 tempat penyimpanan air yang sama sama dapat digunakan dalam waktu bersamaan, pada pendistribusianya system ini lebih hemat energi dikarenakan menggunakan system gravitasi. Boiler
Atap Bangunan
Roof Tank
Pompa Tekan Kran/Shower Sink
Pompa Hisap
Wastafel
Closet
Muka Air Tanah
Ground Tank
Gambar 43 Skema Distribusi Air Bersih Down Feed
4.2.7.2 Sistem Air Kotor (Waste & Sewage Water) Air kotor pada bangunan tinggi pada perancangan ini di buang melalui resapan atau bias juga menggunakan biotank sesuai dengan kapasitas yang dibutuhkan, yang dapat menguraikan kotoran sehingga air yang dibuang merupakan air kotor yang bias di buang ke saluran kota langsung.
Gambar 44 Septic Tank Bio Sumber: www.Google.co.id
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
108
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
Ground
Saluran Kota
Biotank Gambar 45 Skema Air Kotor
Limbah tinja masuk kedalam septic tank bio akan dihancurkan oleh media penghancur. Setelah itu limbah tinja akan diuraikan dan dimakan oleh bakteri pengurai. Bakteri pengurai merubah limbah tinja menjadi cairan. Limbah cair akan di filterisasi oleh bio filter menjadi cairan yang siap dan aman untuk dibuang ke saluran air/got dengan sebelumnya disterilisasi oleh disinfektan untuk membunuh kuman berbahaya. Sedangkan air bekas pada bangunan tinggi seperti air hujan, air bekas closet, air bekas wastafel, air bekas laundry dll. Akan melalui pipa buang kemudian lansung ke saluran kota. Kran/Shower
Sink
Wastafel
Ground Saluran Kota Bak Kontrol
Gambar 46 Skema Air Bekas
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
109
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
4.2.7.3 Sistem Elektrikal Penyediaan listrik pada bangunan harus mempertimbangkan kebutuhan pada kegiatan, kenyamanan serta keamanan. Dengan pertimbangan tersebut, maka supply listrik yang dipergunakan adalah menggunakan fasilitas kota dengan jasa PLN sebagai sumber listrik utama untuk kebutuhan akan penerangan alat-alat listrik kantor, lift, pompa air dan sebagainya. Jika sewaktuwaktu terjadi pemadaman listrik digunakan tenaga listrik cadangan berupa genzet dengan memanfaatkan sub-sub panel pada unit-unit yang memerlukan panel tersendiri dan dihubungkan dengan mempergunakan sistem gerak kerja peralihan dengan Automatic Transfer Switch (ATS) PLN
GARDU/ TRAFO
METERAN LISTRIK
AUTOMATIC TRANSFER SWITCH
EQUIPMENT
PANEL UTAMA
PANEL TRANSFER
GENSET
PENERANGAN
STOP KONTAK
Gambar 47 Skema Kelistrikan Utama Gedung
4.2.7.4 Sistem Telekomunikasi Pada system telekomunikasi bangunan tinggi biasanya diatur secara otomatis melalui ekstensi-ekstensi telepon tertentu. Pada bangunan rumah sakit ini direncanakan menggunakan system PABX. PABX (Private Automatic Branch Exchange) adalah Alat Penyambung (Switch) untuk mengatur komunikasi telpon masuk dan telpon keluar secara efisien dan efektif di Kantor, Ruko, Rukan, Rumah besar/bertingkat, Asrama, Kost, dan bangunan lainnya.
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
110
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
Pada dasarnya semua PABX digital mempunyai grup fungsional yang sama, tapi fungsi-fungsi tersebut diterapkan dan diatur dalam jalan yang berbeda dalam sistem yang bervariasi. Fungsi PABX sebagai sistem penyambungan telepon untuk mengatur proses penyambungan komunikasi telepon.
Gambar 48 Skema Sistem Kerja PABX
Cara kerja PABX adalah bahwa sesungguhnya perangkat ini merupakan modem yang berfungsi sebagai control station pusat. Setiap kali ada telepon baru yang masuk, maka telepon tersebut akan di-routing (diarahkan) melalui control station ini. Karena di dalam sistem PABX tersebut telah dimasukan kode tertentu untuk masing-masing nomor telepon di kantor, atau untuk masingmasing extension, maka telepon masuk tersebut akan diarahkan ke tujuan yang tepat dengan menggunakan kode tersebut. 4.2.7.5 Sistem Penangkal Petir Radius perlindungan tidak hanya berdasarkan kapasitas rata-rata yang tercantum pada tabel. Radius perlindungan sebuah terminal unit penangkal petir elektrostatis juga sangat tergantunng pada posisi penempatannya dari atas
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
111
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
bangunan, Semakin tinggi letak posisi terminal petir maka akan menghasilkan jarak perlindungan yang semakin besar. Selain itu ada teori penunjang lain yang menyebitkan bahwasana intensitas petir (curah petir tahunan) di sebuah wilayah juga bisa mempengaruhi radius proteksi terminal unit penangkal petir. Bila sebuah wilayah memiliki intensitas sambaran petir yang sangat tinggi misalnya daerah pegunungan atau daerah perbukitan maka standart kinerja radius proteksi terminal unit penangkal petir harus di nilai 80% dari kinerja optimal, karena akan ada waktu singkat (jeda pendek) untuk mengisi ulang kapasitor. Didalam teori atu buku tentang penangkal petir ESE (Early Streamer Emission Lightning Conduktor) terminal di atur dalam standart NFC 17-102 (dari prancis) dan UNE 21-126 (dari Spanyol), Sampai sat ini hanya 2 negeri ini di dunia yang mengadopsi ESE kedalam standart acuan proteksi penangkal petir. Maka dari itu Terminal Petir Elektrostatis yang berasal dari luar negeri (Import) jika di pasang di indonesia sebetulnya secara teori dalam mentukan radius perlindungan petir sudah tidak sesuai lagi dengan radius perlindungan, jika Terminal Petir tersebut di pasang di negara lain, sebab variable dalam rumus radius proteksi petir sudah berbeda dengan negara kita. Penangkal Petir Flash Vectron merupakan penangkal petir elektrostatis yang didesain kusus untuk di pasang di indonesia karena teknologinya sudah di sesuaikan dengan parameter yang ada di daerah tropis. Tabel 5 Tabel Radius Perlindungan Penangkat Petir Flash Vectron Sumber: https://penangkalpetirflashvectron.wordpress.com
Bentuk radius proteksi penangkal petir Flash Vectron bila dilihat seperti payung atau sangkar yang melindungi struktur bangunan atau sebuah areal dari sambaran petir langsung (eksternal protection). Jadi bila ada sambaran petir yang mengarah kebangunan yang telah terpasang penangkal petir Flash Vectron maka sambaran petir tersebut akan mengenai unit terminal Flash Vectron sebagai alat penerima sambaran dan akan disalurkan melalui kabel penyalur ke grounding.
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
112
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
Bentuk radius proteksi penangkal petir Flash Vectron bila di lihat dari atas. Instalasi penangkal petir yang telah terpasang ada yang bertujuan untuk melindungi struktur bangunan saja dan ada yang bertujuan melindungi seluruh areal bangunan. maka sebelum dipasang penangkal petir sebaiknya kita mengetahui luas bangunan atau areal yang akan di lindungi. Radius proteksi penangkal petir harus saling beradu atau saling bertabrakan antara radius proteksi titik satu dengan titik yang lain.
Gambar 49 Skema Gambar Penagkal Petir Sumber: https://penangkalpetirflashvectron.wordpress.com
4.2.7.6 Sistem Transportasi Vertikal Transportasi vertikal pada bangunan atau gedung adalah suatu utilitas yang berfungsi sebagai lalu lintas para pengguna di dalamnya untuk berpindah dari lantai satu ke lantai lainnya. Tujuan dari transportasi vertikal ini adalah untuk efisiensi waktu, tenaga, keamanan, dan kesehatan. Penggunaan transportasi vertikal umumnya hanya untuk bangunan tiga lantai keatas, dibawah itu menggunakan tangga biasa. Transportasi vertikal memiliki berbagai macam jenisnya, ada yang menggunakan tangga mekanis dan tabung disertai kabel.
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
113
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
Pada perencanaan bangunan tinggi system transportasi vertical yang digunakan ada beberapa macam Karena setiap system transportasi vertical mempunyai masing masing fungsi pada setiap bagiannya. Adapun system transportasi yang digunakan adalah: 1. Eskalator (Tangga Berjalan) Eskalator adalah transportasi vertikal untuk mengangkut orang yang terdiri dari tangga terpisah yang dapat bergerak keatas dan kebawah dengan mengikuti jalur atau rail yang digerakkan dengan motor. Untuk jarak yang pendek eskalator lebih efektif dibanding elevator dan dapat menampung pengguna dalam jumlah banyak. Escalator biasa digunakan di tempat ramai seperti pusat perbelanjaan, tempat transit, dan bandara. Eskalator dibangun dari beberapa bagian yakni kerangka penyangga, gigi penggerak, anak tangga, track, alat-alat pengontrol, rem darurat, ballustrade (pagar), dan pegangan tangan (hand reil). Selain itu, eskalator mempunyai “governor” yakni alat otomatis untuk menghentikan eskalator pada keadaan-keadaan darurat seperti kaki terjepit dan sebagainya. Selain itu eskalator juga mempunyai perlengkapan pelindung, pelindung ini selain untuk melindungi pengguna juga untuk melindungi eskalator sendiri, antara lain perlindungan dari kebakaran.
Gambar 50 Eskalator Sumber: www.google.co.id
2. Lift
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
114
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
Lift atau disebut juga elevator adalah alat utama yang digunakan untuk transportasi vertikal dalam bangunan gedung bertingkat banyak (Highrise Building). Lift ini memiliki bentuk berupa tabung yang dapat mengangkut penumpang dan bergerak dari atas kebawah atau dari bawah keatas secara mekanis dengan bantuan tenaga mesin. Lift sendiri juga memiliki bermacam jenisnya. Yang pertama adalah
Passanger
Elevator
atau
lift
yang
digunakan
untuk
mengangkut orang. Kedua adalah Service elevator yaitu lift untuk pelayanan dan ketiga Freight Elevator atau lift untuk barang. Untuk bagian-bagiannya, lift terdiri oleh kereta (elevator car), kabel, mesin elevator, alat pengontrol, beban pengimbang, rel (guide reil), ruang mesin, dan pit lift (sumur per penahan).
Gambar 51 Lift/ Elevator Sumber: www.google.co.id
Pada perancangan ini perhitungan lift menggunakan system yang ada pada SNI bangunan gedung
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
115
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau Perhitungan kebutuhan lift penumpang o> Bangunan Rumah Sakit 6 Lantai : Jumlah lantai/zona Luas netto lantai typical Tinggi lantai ke lantai Kecapatan lift Interval o> Perhitungan per zona sesuai SNI : Total luas lantai Asumsi kepadatan penghuni Jumlah penghuni bangunan (PB) Tuntutan arus sirkulasi (TAS) per 5
Kapasitas lift Terkaan jumlah hentian Probable stop Total lintasan (TL) Panjang TL Unit run Akselerasi (a) u/ kecepatan lift 3m/dtk Leveling time Unit time Leveling time (approx)
= = = = =
6 3720 4.00 5 25 - 45
lantai m2 m2 m/dtk dtk
= = = = = = =
6 x 3720 10 m2/org 22320 : 10 12.5% x PB 12.5% x 2232 279 org per 5 mnt 20 orang
= 9.7 (tabel) = 5 lantai = 5 x = 20 : = 1.1 m/dtk = 0.75 = 2√5.8/1.1 = = 0.8 dtk = 3.5 dtk
Tempo lintas naik turun (TLNT) a. Tempo naik b. Tempo turun c. Tempo pintu d. Tempo hentian lantai e. Tempo hentian lobby
4.00 9.7
= (300 x 16)/136.7 = TAS/DAS = 279 /
=
= =
2232 org
69.8
20 m 2.1 m (D = distance)
1.10 dtk 2.7 dtk
= 9.7 x 3.5 = (56-5.8)/5+5.4 = 9.7 x 3.5 dtk = 20 x 0.8 dtk/org = 20 x 1.0 dtk/org Sub total Toleransi 10% Sub total Jumlah TLNT
Daya angkut satuan (DAS) Jumlah lift (N)
= 22320 m2
= 34.0 = 16 = 20 = 70.0 = 7.0
= 34.3 dtk = 7.1 dtk dtk dtk dtk dtk dtk = 76.9 dtk = 118.4 dtk
= 50.7 org per 5 mnt 51
= 5.51 ~
6 unit lift
Daya angkut gabungan (DAG = 12.5% = (27 x 25.6 org)/5488 org x 100% = 279 / 2232 x 100% = 0.125 = 12.5% OK karena DAG lebih besar atau sama dengan TAS Kebutuhan lift barang 1 x jumlah lift penumpang 6
= =
1 6
x
6
1 lift barang
3. Tangga Darurat
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
116
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
Tangga darurat merupakan system transportasi vertical yang digunakan dalam keadaan darurat. Ketentuan radius dari tangga darurat adalah 25m-30m dan mencapai 40 m jika menggunakan sprinkler pada bangunan. 4. Dumb waiter Dumpwaiter merupakan transportasi yang digunakan untuk barang dengan kapasitas tertentu dan zona tertentu
Gambar 52 Dumb Waiter Sumber: www.google.co.id
5. Ramp Ramp merupakan kelengkapan keamanan dari gedung rumah sakit yang digunakan untuk sarana evakuasi pasien. Ramp pada bangunan rumah sakit memiliki kemiringan sebesar 7 derajat dan lebar minimal adalah 1,2 meter.
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
117
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
Gambar 53 Standar Aplikasi Ramp Pada Rumah Sakit Sumber: http://www.manajemenrumahsakit.net
4.2.7.7 Sistem Proteksi Kebakaran Sistem Proteksi Pasif Setiap bangunan rumah sakit harus mempunyai sistem proteksi pasif terhadap bahaya kebakaran yang berbasis pada desain atau pengaturan terhadap komponen arsitektur dan struktur rumah sakit sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran. Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi resiko kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam rumah sakit. a. Rumah sakit harus mampu secara struktural stabil selama kebakaran. b. Kompartemenisasi dan konstruksi pemisah untuk membatasi kobaran api yang potensial, perambatan api dan asap, agar dapat:
Melindungi penghuni yang berada di suatu bagian bangunan terhadap dampak kebakaran yang terjadi ditempat lain di dalam bangunan.
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
118
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
Mengendalikan kobaran api agar tidak menjalar ke bangunan lain yang berdekatan.
Menyediakan jalan masuk bagi petugas pemadam kebakaran
c. Proteksi Bukaan Seluruh bukaan harus dilindungi, dan lubang utilitas harus diberi penyetop api (fire stop) untuk mencegah merambatnya api serta menjamin pemisahan dan kompartemenisasi bangunan. d. Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem proteksi pasif mengikuti Pedoman Teknis Prasarana Rumah Sakit: Bangunan Rumah Sakit Yang Aman Dalam Situasi Darurat dan Bencana, yang disusun oleh Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan, Tahun 2012. Sistem Proteksi Aktif Sistem proteksi aktif adalah peralatan deteksi dan pemadam yang dipasang tetap atau tidak tetap, berbasis air, bahan kimia atau gas, yang digunakan untuk mendeteksi dan memadamkan kebakaran pada bangunan rumah sakit. a. Pipa tegak dan slang Kebakaran Sistem pipa tegak ditentukan oleh ketinggian gedung, luas per lantai, klasifikasi hunian, sistem sarana jalan ke luar, jumlah aliran yang dipersyaratkan dan sisa tekanan, serta jarak sambungan selang dari sumber pasokan air. b. Hidran Halaman Hidran halaman diperlukan untuk pemadaman api dari luar bangunan gedung. Sambungan slang ke hidran halaman harus memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh instansi kebakaran setempat.
Gambar 54 Hidran Halaman Sumber : https://www.google.co.id
c. Sistem Springkler Otomatis. Sistem springkler otomatis harus dirancang untuk memadamkan kebakaran
atau
sekurang-kurangnya
mempu
mempertahankan
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
119
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
kebakaran untuk tetap, tidak berkembang, untuk sekurang-kurangnya 30 menit sejak kepada springkler pecah.
Gambar 55 Springkler Sumber : https://www.google.co.id
Gambar 56 Skema Sistem Sprinkler Bangunan Bertingkat Sumber : https://www.google.co.id
d. Pemadam Api Ringan (PAR) Alat pemadam api ringan kimia (APAR) harus ditujukan untuk menyediakan sarana bagi pemadaman api pada tahap awal. Konstruksi APAR dapat dari jenis portabel (jinjing) atau beroda.
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
120
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
Gambar 57 Alat Pemadam Api Ringan Sumber : https://www.google.co.id
e. Sistem Pemadam Kebakaran Khusus. Sistem pemadaman khusus yang dimaksud adalah sistem pemadaman bukan
portable
(jinjing)
dan
beroperasi
secara
otomatis
untuk
perlindungan dalam ruang-ruang dan atau penggunaan khusus. Sistem pemadam khusus meliputi sistem gas dan sistem busa. f.
Sistem Deteksi & Alarm Kebakaran Sistem deteksi dan alarm kebakaran berfungsi untuk mendeteksi secara dini terjadinya kebakaran, baik secara otomatis maupun manual.
g. Sistem Pencahayaan Darurat Pencahayaan darurat di dalam rumah sakit diperlukan khususmya pada keadaan darurat, misalnya tidak berfungsinya pencahayaan normal dari PLN atau tidak dapat beroperasinya dengan segera daya siaga dari diesel generator. h. Tanda Arah. Bila suatu exit tidak dapat terlihat secara langsung dengan jelas oleh pengunjung atau pengguna bangunan, maka harus dipasang tanda penunjuk dengan tanda panah menunjukkan arah, dan dipasang di koridor, jalan menuju ruang besar (hal), lobi dan semacamnya yang memberikan indikasi penunjukkan arah ke eksit yang disyaratkan.
Gambar 58 Tanda Jalur Evakuasi Sumber : https://www.google.co.id
i.
Sistem Peringatan Bahaya
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
121
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
Sistem peringatan bahaya dapat juga difungsikan sebagai sistem penguat suara (public address), diperlukan guna memberikan panduan kepada penghuni dan tamu sebagai tindakan evakuasi atau penyelamatan dalam keadaan darurat. Ini dimaksudkan agar penghuni bangunan memperoleh informasi panduan yang tepat dan jelas. 4.3
Penerapan Green Building Sebagai Tema Utama
4.3.1
OTTV Bangunan.
Gambar 59 Site Plan
OTTV (Overall Thermal Transfer Value) atau nilai perpindahan panas melalui selubung bangunan, menjadi salah satu point dalam evaluasi bangunan pada GBCI (Green Building Council Indonesia) untuk memperoleh sertifikasi dari bangunan hijau atau Green building. Pada penerapanya dalam bangunan material bangunan, luas dari bukaan (Wall Windows Ratio) dan material transparan (Kaca) amat sangat berpengaruh terhadap nilai perpindahan panas yang akan masuk kedalam bangunan yang hubunganya dengan konsumsi energi nantinya. Berikut ini adalah perhitungan Nilai OTTV pada bangunan rumah sakit UKI ini: Data: 1. Wall Windows Ration (WWR)
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
122
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau Tabel 6 Tabel Wall Windows Ratio (WWR) -Rumah Sakit Pendidikan
No
Lantai
1
Lantai 1
2
Lantai 2
3
Lantai 3
4
Lantai 4
5
Lantai 5
6
Lantai 6
Sisi
WWR
WWR (%)
Tenggara
0.73
72.2%
Barat Daya
0.46
46.3%
Barat Laut
0.41
41.2%
Timur laut
0.13
13%
Tenggara
0.11
11.3%
Barat Daya
0.33
32.9%
Barat Laut
0.08
7.9%
Timur laut
0.02
2.3%
Tenggara
0.21
21.2%
Barat Daya
0.11
11.2%
Barat Laut
0.12
11.6%
Timur laut
0.04
4.4%
Tenggara
0.21
21.2%
Barat Daya
0.11
11.2%
Barat Laut
0.12
11.6%
Timur laut
0.04
4.4%
Tenggara
0.21
21.2%
Barat Daya
0.11
11.2%
Barat Laut
0.12
11.6%
Timur laut
0.04
4.4%
Tenggara
0.21
21.2%
Barat Daya
0.11
11.2%
Barat Laut
0.12
11.6%
Timur laut
0.04
4.4%
2. Nilai Absortansi Radiasi Matahari Bahan Tak Tembus Cahaya (α). Tabel 7 Tabel Nilai Absortansi Radiasi Matahari Bahan Tak Tembus Cahaya Sumber: SNI 03-6389-2011
Cat Permukaan Dinding Luar
α
Cat Permukaan Dinding Luar
α
Hitam Merata
0.95
Pernis Hijau
0.79
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
123
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
Pernis Hitam
0.92
Hijau Medium
0.59
Abu-Abu Tua
0.91
Kuning Medium
0.58
Pernis Biru Tua
0.91
Hijau/Biru Tua
0.57
Cat Minyak Hitam
0.90
Hijau Muda
0.47
Coklat Tua
0.88
Putih Semi Kilap
0.30
Abu-Abu/Biru Tua
0.88
Putih Kilap
0.25
Biru/ Hijau Tua
0.88
Perak
0.25
Coklat Medium
0.84
Pernis Putih
0.21
3. Nilai Transmitansi Termal (Uw). Nilai Transmitansi Termal dihitung dari dinding yang tidak tembus cahaya dengan menggunakan persamaan berikut ini: U=1/Rtotal Tabel 8 Nilai Transmitansi Thermal Dinding Bata Plester
Wall Sifat Permukaan Terluar Resistance
U-VALUE Eksternal Surface Dinding Bata Include Plester (SNI 03-6389-2011) Internal Surface
Halus 0.12 M2K/W
Width Thermal conductivity Resistance layer 1
0.15 M
Resistance
0.12 M2K/W
Uw
0.81 W/M.K 0.19 M2K/W
=
0.43
W/M2K
4. Nilai Temperatur Ekuivalen (TDek). Nilai Temperatur Ekuivalen merujuk pada SNI 03-6389-2011 diambil senilai 10K. 5. Nilai Koefisien Peneduh dari Sistem Fenetrasi-Jika Ada (SC). Nilai koefisien peneduh merupakan nilai yang dihasilkan dari bahan yang digunakan, ketebalan dan jenis system peneduh yang digunakan, pada SNI 03-6389-2011 nilainya diambil 0.5 sebagai nilai standar.
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
124
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau Tabel 9 Kaca Indofloot
6. Faktor Radiasi Matahari (SF). Faktor radiasi matahari dihitung antara jam 07.00 WIB sampai dengan jam 18.00 WIB. Untuk bidang Vertikal pada berbagai orientasi dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 10 Faktor Radiasi Matahari (SF, W/m2) Untuk Berbagai Orientasi 1)
Orientasi
U
TL
T
TG
S
BD
B
BL
130
113
112
97
97
176
243
211
1) Berdasarkan data radiasi matahari di Jakarta Sumber: SNI 03-6389-2011
7. Transmitansi Termal Fenetrasi (Uf). Nilai Transmitansi Termal Fenetrasi merujuk pada SNI 03-63892011 diambil senilai 5.8Watt/M2K (Sumber: Data Sheet Indoflot Tabel 4). 8. Beda Temperatur antara Bagian luar dan Dalam (∆T). Beda temperatur pada penelitian ini menggunakan data yang diambil dari observasi lapangan oleh peneliti, setiap sisi memiliki beda temperature masing-masing yang nanti akan berpengaruh pada performa selubung bangunan pada bangunan ini. Adapun nilai perbedaannya adalah 5 (SNI 03-6389-2011). PERHITUNGAN OTTV: Dari data-data yang diperoleh di atas maka nilai OTTV dari bangunan SDACawang, Jakarta sebagai berikut: Persamaan [1] OTTV Partial OTTV = α (((Uw x (1-WWR)) x TDek)+ (SC x WWR x SF) + (Uf x WWR x ∆T))
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
125
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
Persamaan [2] OTTV Total OTTV= (A01 x OTTV1) + (A02 x OTTV2)+....................+ (A0i x OTTVi) A01+ A02+...................+ A0i
NILAI OTTV DINDING GEDUNG RUMAH SAKIT UKI - CAWANG, JAKARTA No
1
No
Lantai
Sisi Orientasi
Lantai 1
Tenggara Barat Daya barat Laut Timur Laut
Lantai
17.24 16.95 17.38 4.44
OK OK OK OK
OTTV Sisi Orientasi Result (Watt/M2)
2
Lantai 2
Utara Barat Selatan Timur
No
Lantai
Sisi Orientasi
3
Lantai 3
Utara Barat Selatan Timur
No
Lantai
Sisi Orientasi
Lantai 4
Utara Barat Selatan Timur
4
OTTV Result (Watt/M2)
3.75 12.40 4.37 1.84
OK OK OK OK
OTTV Result (Watt/M2) 5.93 5.07 5.79 2.36
OK OK OK OK
OTTV Result (Watt/M2) 5.93 5.07 5.79 2.36
OK OK OK OK
OTTV Total
Standard SNI (SNI-036389-2011)
14.29 OK
35
OTTV Total
Standard SNI (SNI-036389-2011)
5.46
OK
OTTV Total
4.88
OK
OTTV Total
4.88
OK
35
Standard SNI (SNI-036389-2011)
35
Standard SNI (SNI-036389-2011)
35
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
126
Laporan Perancangan Arsitektur Akhir
Desain Gedung Rumah Sakit Pendidikan Satelit Arsitektur Hijau
No
Lantai
Sisi Orientasi
5
Lantai 5
Utara Barat Selatan Timur
No
Lantai
Sisi Orientasi
Lantai 6
Utara Barat Selatan Timur
6
OTTV Result (Watt/M2) 5.93 5.07 5.79 2.36
OK OK OK OK
OTTV Result (Watt/M2) 5.93 5.07 5.79 2.36
OK OK OK OK
OTTV Total
4.88
OK
OTTV Total
4.88
OK
Standard SNI (SNI-036389-2011)
35
Standard SNI (SNI-036389-2011)
35
Program Studi Arsitektur – Universitas Mercu Buana | http://digilib.mercubuana.ac.id/z
127