IV V. METO ODOLOG GI PENEL LITIAN
4.1. Lokaasi dan Waaktu Pennelitian diilaksanakan n di lanskkap Campllong, Kabu upaten Kuupang, Provinsi Nusa N Tenggara Timur (10 ( 001’19,77”–100 03’21,5’’LS dan n 123055’011,3” – 123056’233,8’’BT). Waktu W penellitian berlanngsung selaama lima bulan b mulaii dari Juli-Agusttus 2010 (oobservasi pra-penelitia p an) dan Meei-Juli 2011 (pengumppulan data spasial, populasii dan karaktteristik habitat burung Cikukua timor). Gambbaran 5 umum lokkasi kegiatann penelitiann tersaji pada Gambar 5.
Gaambar 5 Lookasi peneliitian Cikukuua timor di lanskap Caamplong. 4.2. Alat dan d Bahan n Alaat yang diggunakan daalam penelitian antaraa lain; teroopong binokkuler, GPS Garm min 76 CSxx, kamera Nikon N SLR D3100 Kitt with AF-S S DX VR 118-55 mm dengaan Tamron for f Nikon Lenses L AF 70-300 mm m F/4-5.6 Di D LD Macrro 1:2 Telephoto o Zoom, pitaa ukur (1,5 cm, c 10 m, 50 5 m), clino ometer, dan kalkulator Casio C fx-3650P Super-FX. Perangkaat lunak kkomputer yang y digunnakan melliputi; 3 ERDASS Image verrsi 9.1, ArcGis versi 9.3, Global Mapper Veersion Arcview 3.2, 12, peranngkat lunaak pengolahan data untuk analisis a koomponen utama u
38 (Pastprogram, Minitab 14 dan SSPS statistik 16), Hawth’s Analysis Tools_3 for ArcGis untuk mendesain penempatan titik-titik pada kombinasi garis transek dan grid (kotak) yang memuat informasi titik koordinat lapangan. Bahan yang digunakan meliputi perlengkapan analisis vegetasi, buku identifikasi flora, tally sheet, dan alat tulis. Jenis data untuk mendukung analisis karakteristik spasial habitat meliputi; peta kawasan TWA Camplong, peta Rupa Bumi Indonesia (RBI)/peta kontur, citra Landsat _5 L5111067_0672010719 (Path 111 dan Row 067), citra digital Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) ASTER DEM (Digital Elevation Map) S07 E105 resolusi spasial 30 meter, ASTER GDEM (Global Digital Elevation Map) Versi_1, peta digital kawasan TWA Camplong (skala 1:20.000, Dephut), data koordinat sampel titik observasi lapangan dalam GPS. 4.3. Metode Pengumpulan Data 4.3.1. Studi literatur Studi literatur bertujuan untuk memperoleh data dan informasi tentang kondisi umum habitat Cikukua timor, bio-ekologi, penyebaran dan kondisi populasi Cikukua timor berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu di Pulau Timor (Timor Leste dan Indonesia). Selain itu juga untuk mendapatkan peta-peta yang diperlukan dalam pengolahan data, meliputi citra Landsat_5 TM, peta RBI Camplong-Naikliu
(meliputi
jalan,
sungai/hidrologi,
batas
administrasi
Camplong-Naikliu), dan peta kontur (format SRTM). 4.3.2. Orientasi lapangan Kegiatan orientasi lapangan merupakan kegiatan pra-penelitian (survei pendahuluan) untuk mendapatkan gambaran awal kondisi umum lokasi penelitian dan keadaan populasi Cikukua timor di lanskap Camplong. Tahapan kegiatan : 1. Melakukan tracking areal dengan GPS untuk mengetahui titik pal-batas kawasan dan luas total lokasi penelitian. 2. Mengidentifikasi tipe-tipe ekosistem yang ada dalam lanskap Camplong. 3. Wawancara dengan masyarakat dan petugas setempat untuk menggali informasi lokasi konsentrasi keberadaan Cikukua timor dan jenis-jenis sumber pakan.
39 4. Mencatat titik koordinat perjumpaan langsung dengan Cikukua timor ke dalam GPS. 5. Mengumpulkan peta kawasan TWA Camplong (peta digital), peta kawasan (hard copy), pustaka yang terkait dengan penelitian jenis cikukua lainnya. 4.3.3. Persiapan desain peta kerja penelitian Berpedoman pada peta TWA Camplong yang telah dilakukan registrasi image dan digitasi, selanjutnya melakukan desain peta kerja penelitian sebagai berikut; 1. Desain peta kerja Membuat desain kombinasi garis transek dan grid dalam lokasi penelitian
seluas
2470,11
ha
untuk
membantu
pengamat
dalam
mengidentifikasi lokasi titik kehadiran burung. Garis transek adalah metode tanpa plot, pengamat berjalan sepanjang garis lurus dengan panjang diketahui, baik yang ditempatkan secara acak maupun sistematis di kawasan survei (Khul et al. 2011), sedangkan grid merupakan plot yang berbentuk kotak yang berfungsi sebagai unit areal pengamatan terkecil dari suatu obyek. Penempatan kombinasi garis transek dan grid dilakukan secara sistematis dengan jarak antar garis transek 500 m. Pengumpulan data populasi dilakukan dengan metode distance sampling menggunakan garis transek. Desain penempatan garis transek dilakukan dengan menempatkan titik awal garis transek pengamatan secara acak sesuai dengan informasi distribusi burung yang telah diperoleh pada tahap pra-penelitian, sehingga akan menghasilkan perkiraan kepadatan yang tidak bias. Menurut Khul et al. (2011) salah satu asumsi penting yang mendasari teori pengambilan contoh distance sampling adalah garis transek terletak secara acak sehubungan dengan distribusi satwa atau obyek terkait. Letak garis transek terdistribusi pada seluruh tipe habitat di lanskap penelitian Camplong (hutan alam, hutan sekunder, savana, hutan tanaman, hutan adat/mamar, semak, belukar, kawasan pertanian, areal permukiman enclave). Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan tingkat kepadatan burung pada masing-masing tipe habitatnya. Desain penempatan garis transek di lapangan seperti ditunjukkan pada Gambar 6.
40
Gambar 6 Desainn penempataan garis trannsek dan griid di lanskapp Camplongg. Desain koombinasi gaaris transekk dan grid dilakukan dengan proogram Hawthh’s Analyssis Tools__3 for ArccGis, kem mudian dituumpangtindihkan (overllay) dalam peta kawasan Camplonng. Program m Hawth’s Analysis A Toools-3 for ArrcGis dapatt membantu u menentukan titik-titik k koordinat yang diletaakkan secaraa sistematiss pada gariss transek. Hasil H desainn program ini diperoleeh 11 transeek dan 176 grid penggamatan beerukuran 5000 x 250 m2. Hasil desain d komb binasi garis transek dan n grid ditraanfer ke dallam GPS. Pertemuan titiktitik pada p tiap grrid akan menjadi m titikk-titik koord dinat yang dapat d membbantu pengaamat dalam m menandai dan menggidentifikasii tipe-tipe habitat. Pannjang kawassan penelitian (East - West) W 5100 m (5,1 km) sedangkan n lebarnya (N North – Sou uth) yaitu 41100 m (4,1 km). k 2. Pada tiap ujung garis transsek terluar diambil jaarak 50 meeter sebagaii titik terluaar wilayah pengamataan. Hal inii mengingaat apabila ditemukan titik perjum mpaan buruung pada seppanjang garris transek terluar t makaa akan dilakkukan pengaamatan veggetasi dengaan ukuran jari-jari j 177,8 m (ukurran represeentatif tingkaat pohon 20 2 m x 50 m). Pada garis transek terdapatt titik-titik yang berjarrak 250 m (diletakan secara sisstematis) yaang dijadikkan sebagaii titik koord dinat. Titikk koordinaat ini berrfungsi untuk membbantu penggamat menenntukan araah tegak luurus garis transek, teerutama paada pengam matan
41 populasi berdasarkan distance sampling, menandai dan mengindentifikasi tipe-tipe habitat di lapangan. Letak grid membantu pengamat dalam menentukan letak titik koordinat perjumpaan burung dengan suatu garis transek terdekat. 4.3.4. Observasi lapangan Observasi lapangan dimaksudkan untuk mengumpulkan data dan informasi secara langsung tentang karakteristik spasial habitat Cikukua timor. Kegiatan observasi lapangan dilakukan dalam tiga tahap yaitu; (1) pengumpulan data spasial titik presence Cikukua timor, (2) pengumpulan data populasi Cikukua timor, dan (3) pengumpulan dan pengukuran data karakteristik habitat biotik Cikukua timor. 4.3.4.1. Pengumpulan data spasial Data spasial yang dikumpulkan berupa titik perjumpaan langsung (lokasi data presence) di wilayah studi. Waktu pengamatan dilakukan dari pukul 5.30 – 18.00 WITA. Data titik presence ditentukan berdasarkan pola-pola aktivitas perilaku sebagai berikut; 1.
Perilaku makan dan minum (ingestive), yaitu cakupan aktivitas mencari makanan dan minum, mengambil dan memasukan ke dalam mulut dan mengolahnya.
2.
Perilaku kawin, yaitu aktivitas untuk menemukan pasangan agar mampu bereproduksi (Sukarsono 2009).
3.
Bersarang, yaitu suatu kegiatan dalam proses reproduksi, sebagai jaminan akan berhasilnya proses pengeraman dan pemeliharaan anak. Sarang berfungsi sebagai tempat menampung telur untuk mempertahankan panas telur dan anak setelah menetas, menyembunyikan isi sarang dari serangan atau gangguan predator, perlindungan terhadap hujan atau terik matahari.
4.
Perilaku beristirahat/tidur, yaitu mencakup aktivitas mencari tempat berlindung termasuk mencari perlindungan dari (tubuh) individu lain.
5.
Perilaku sosial, yaitu interaksi diantara individu, secara normal di dalam spesies yang sama dan saling mempengaruhi satu sama lain. Perilaku sosial
42 berkembang diantaranya karena adanya kebutuhan untuk reproduksi dan bertahan dari predator (Sukarsono 2009). Penentuan lokasi presence dilakukan melalui pengamatan langsung di sepanjang garis transek dan di dalam grid . Tahapan kegiatan yang dilakukan meliputi; 1. Pengamat menjelajahi seluruh areal tipe ekosistem secara acak untuk mendapatkan titik presence yang sesuai dengan pola perilaku yang telah ditetapkan dalam penelitian ini. Informasi titik keberadaan burung dari hasil wawancara dengan petugas dan masyarakat lokal agar memudahkan memperoleh titik perjumpaan Cikukua timor pada lokasi-lokasi konsentrasi aktivitas burung. 2. Mengambil data spasial baik pada saat pengambilan data populasi (garis transek) maupun pada waktu penjelajahan di setiap habitat (grid) 3. Mencatat setiap titik presence ke dalam GPS dan mengisi semua informasi spasial ke dalam tally sheet. 4. Mencatat kondisi umum lokasi penelitian seperti potensi gangguan (perambahan kawasan, pembalakan liar, perburuan, kebakaran, dan keberadaan predator alami serta kondisi sarang Cikukua timor). 4.3.4.2. Pengumpulan data populasi Pengumpulan data populasi Cikukua timor dengan metode pengambilan sampel jarak jauh (distance sampling) menggunakan garis transek. Pengamat yang menerapkan teknik sampling jarak jauh mengikuti serangkaian garis transek (Bibby et al. 2000; Khul et al. 2011). Garis transek lebih baik digunakan jika sasaran yang diteliti merupakan jenis yang relatif mudah diidentifikasi tetapi mungkin lebih banyak bergerak di habitat-habitat yang hampir sama dan kepadatannya rendah (Bibby el al. 2000). Cikukua timor tergolong jenis burung yang banyak bergerak ketika mencari makan dan mempunyai suara yang menyolok serta ukuran tubuh yang cukup besar (24 cm). Berpedoman pada desain awal penempatan garis transek, selanjutnya dilakukan tahapan pengumpulan data populasi menggunakan distance sampling di sepanjang garis transek tersebut sebagai berikut: 1. Melakukan pengamatan dan pengumpulan data populasi
43 Pengamatan dan pungumpukan data populasi dilakukan dengan berjalan pada kecepatan konstan di sepanjang garis transek. Panjang transek pengamatan disesuaikan dengan ukuran panjang masing-masing tipe habitat di lanskap Camplong yaitu 0,5–4 km. Bibby et al. (2000) menyatakan jika memerlukan perkiraan yang presisinya (kedekatan perkiraan dalam suatu sampel satu dengan pengulangan sampel lainnya) yang tinggi di daerah atau habitat yang diketahui dengan baik, mungkin akan lebih baik jika transeknya banyak tetapi pendek, disarankan kira-kira 4 km. Pada setiap transek dibagi menjadi sejumlah interval jarak (250 m) di sepanjang transek tersebut, agar dapat membantu pengamat untuk mengikuti jalur yang benar dan memberikan kesempatan untuk mengumpulkan informasi mengenai habitat pada bagianbagian transek yang diamati. Garis transek pengamatan populasi yang terletak tepat di batas wilayah (edge) antara dua tipe habitat diupayakan digeser sejauh 50 m dari edge. Jarak ini mempertimbangkan ukuran jarak pandang terjauh untuk melihat burung dengan jelas antara pengamat dengan keberadaan burung. Hal ini untuk menghindari tumpang tindih pengumpulan data populasi antara tipe-tipe habitat yang berbeda. Melakukan wawancara dengan petugas dan masyarakat lokal untuk mengetahui titik keberadaan sarang, pakan, aktivitas sosial dan beristirahat Cikukua timor. Pengamat mengambil data populasi di sepanjang wilayah garis transek dengan jarak pandang 50 m di kedua sisi (kiri-kanan transek), memeriksa ke setiap sisi garis transek yang dijalani dan membuat perkiraan jarak tegak lurus dari garis transek ke titik perjumpaan dimana setiap kontak dengan burung terjadi di sepanjang transek. Menurut Khul et al. (2011) asumsi penting dalam pengambilan distance sampling adalah; (1) semua satwa atau obyek yang berada langsung di atas atau pada garis transek atau tidak harus dideteksi, (2) jarak ke satwa terdeteksi dicatat di lokasi awal mereka, sebelum mereka bergerak menuju atau menjauh dari pengamat, (3) penampakan adalah peristiwa independen atau bukan karena campur tangan pengamat misalnya dengan menggiring satwa ke suatu daerah tertentu, (4) jarak dan/atau sudut diukur secara akurat dan tepat. Ada dua cara memperkirakan jarak; (1) membuat perkiraan jarak langsung antara burung dan garis, atau (2) dapat
44 memperkirakan jarak antara pengamat dan burung, dan sudut pengamat tertentu dari garis transek (Gambar 7). 50 m
S Z P
L
d θ
50 m 4,1 km Gambar 7 Bentuk pengambilan sampel jarak menggunakan transek. Keterangan: L = panjang transek (arah transek) Z= jarak pengamat pertama kali mendeteksi/melihat ke satwa (burung) P = posisi pengamat S= posisi obyek (Cikukua timor yang terlihat dengan perilaku tertentu) θ = sudut antara arah satwa dengan arah jalur transek d = perkiraan jarak (Prependicular distance) dari transek dihitung dengan cara; d = Z Sin θ
2. Mencatat waktu setiap kontak (mulai-akhir), kemudian menghitung jumlah populasi burung yang dijumpai di sepanjang garis transek. Burung yang dihitung adalah burung yang sedang melakukan perilaku tertentu yang telah ditetapkan dalam penelitian ini. Menurut Bibby et al. (2000), jika burung terlihat di udara, maka burung ini perlu dimasukkan dalam perhitungan dan perkiraan jaraknya dibuat dari titik mulai terbang tegak lurus ke garis transek. Mencatat waktu dalam suatu hari untuk setiap kontak. 3. Memperkirakan jarak yang tepat ke titik kontak individu burung yang tegak lurus ke garis transek. Menurut Bibby et al. (2000), tehnik ini secara statistik merupakan pendekatan yang kuat untuk sampel jarak sepanjang transek. 4. Mencatat informasi penunjang seperti bentuk kontak (suara, kontak fisik langsung) ketinggian kontak (tinggi total pohon, tinggi bebas cabang, tinggi keberadaan dari permukaan tanah, letak keberadaan pada posisi lapisan tajuk dan ukuran kelompok). 5. Semua data dicatat ke dalam tally sheet pengumpulan data metode garis transek dengan variabel jarak (Variabel Distance Line Transect/VDLT). 6. Menghitung panjang transek tiap tipe habitat menggunakan program ArcGis 9.3 dan ERDAS 9.1 melalui tahapan supervised classification, masing-masing
45 tipe habitat dipisahkan atau diklasifikasikan berdasarkan peta citra Landsat TM-5. 4.3.4.3. Pengumpulan data karakteristik habitat 1. Identifikasi komponen habitat fisik Komponen habitat fisik yang diamati dalam penelitian ini merupakan variabel-variabel (covariate) antara lain; tutupan vegetasi atau NDVI, ketinggian tempat (elevasi), kemiringan lereng (slope), jarak ke hutan primer, sekunder, belukar, kebun jambu mete, kebun palawija, permukiman, jalan, dan sungai (sumber air). Data mengenai kemiringan dan ketinggian diperoleh dari peta Aster DEM dan GPS. Normalized Difference Vegetation Index merupakan sebuah indeks yang menyediakan metode standar dalam membandingkan tingkat kehijauan vegetasi antara gambar satelit yang dapat digunakan sebagai sebuah indikator biomassa relatif dan derajat kehijauan (Lillesand & Kiefer 1990). Rumus untuk menghitung NDVI pada peta adalah sebagai berikut :
NDVI=
NIR Band - Red Band NIR Band + Red Band
atau
Band 4 - Band 3 Band 4 + Band 3
Peta jaringan jalan dan sungai/hidrologi (sumber air) diperoleh dari peta RBI, peta lokasi penelitian diperoleh dari hasil pengukuran langsung di lapangan. Jarak ke hutan primer, hutan sekunder, belukar, kebun jambu mete, kebun palawija, permukiman, jalan, dan sungai (mata air/kali), diperoleh dari euclidean distance. Caranya adalah merubah data raster menjadi data vektor (polygon) tiap peta tipe tutupan lahan kemudian dilanjutkan dengan proses spatial analysis tools, distance, dan euclidean distance (ArcGis 9.3). 2. Identifikasi komponen habitat biotik Komponen habitat biotik Cikukua timor yang diamati meliputi struktur dan komposisi vegetasi sebagai pakan dan cover (tempat istirahat/tidur, dan beraktivitas sosial). Struktur dan komposisi vegetasi yang diamati hanya terbatas pada tingkat pertumbuhan vegetasi yang digunakan Cikukua timor yaitu; tingkat pohon, tiang dan pancang. komponen habitat biotik meliputi;
Tahapan kegiatan identifikasi
46 1) Mengamati, mengukur struktur dan komposisi vegetasi menggunakan petak tunggal berbentuk lingkaran di setiap titik presence. Luas areal pengamatan untuk tingkat pohon adalah jari-jari 17,8 m (1000 m2), tiang berjari-jari 5,64 m (100 m2) dan pancang berjari-jari 2,8m (25 m2). Data karakterstik habitat biotik berfungsi iuntuk mengetahui hubungan yang lebih rinci antara habitat dan Cikukua timor. 2) Mengukur peubah biotik meliputi; a) Jumlah jenis dan jumlah individu tumbuhan pakan dan cover. Menginventarisasi jumlah total spesies tumbuhan, jumlah jenis dan jumlah individu tumbuhan pakan dan cover (pohon, tiang, dan pancang). Sebaran vertikal meliputi tinggi rata-rata vegetasi tingkat pohon, tiang, pancang, aspek-aspek tinggi vegetasi yang dimanfaatkan oleh Cikukua timor untuk beraktivitas (tinggi total, tinggi bebas cabang, dan tinggi keberadaan burung saat terlihat pertama kali beraktivitas (makan, beristirahat dan sosial). Pengukuran tinggi menggunakan sunto clinometer. b) Kerapatan tumbuhan pakan dan cover dilakukan dengan mendata jumlah jenis dan jumlah individu tiap jenis dalam tiap petak dari tingkat pohon, tiang dan pancang. 4.3.5. Wawancara Wawancara dengan masyarakat lokal dan pengelola TWA Camplong untuk mengetahui tingkat gangguan manusia terhadap keberadaan burung Cikukua timor di lanskap Camplong. Teknik wawancara mennggunakan metode wawancara langsung tidak terstruktur (tidak menggunakan quesioner). Informasi yang dikumpulkan meliputi kegiatan manusia yang berdampak langsung pada kerusakan habitat dan penurunan populasi Cikukua timor yaitu; (1) lokasi dan waktu kejadian peristiwa kebakaran, penebangan liar, pengembalaan liar, (2) jumlah pemburu yang ditemukan selama berlangsungnya penelitian ini, (3) faktor spesies lain meliputi data jenis-jenis predator, dan kompetitor dalam pemanfaatan pakan (nektarivora).
47 4.3.6. Interpretasi peta Sebelum interpretasi peta, terlebih dahulu dilakukan koreksi geometrik, baik terhadap peta rupa bumi maupun citra Landsat TM-5. Koreksi geometrik dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ERDAS Imagine 9.1. Data masing-masing variabel diperoleh dengan cara menumpangtindihkan (overlay) titik presence dengan peta tematik masing-masing variabel. Interpretasi peta bermanfaat untuk mendapatkan data setiap variabel menggunakan perangkat lunak ERDAS Imagine 9.1 dengan metode zonal attributes. Data hasil interpretasi seluruh variabel merupakan data kontinu atau data yang diperoleh dari hasil pengukuran. 4.3.7. Pembuatan peta dasar digital Pembuatan peta digital, peta dasar (jaringan sungai/sumber air dan kolam, sistem lahan, tanah dan topografi) dilakukan dengan menggunakan Program ArcGis 9.3 dengan urutan proses sebagai berikut; digitasi peta, editing peta kemudian pemberian attribute atau label pada peta dan terakhir adalah transformasi dengan memasukkan referensi geografis bumi menjadi koordinat Universal Transverse Mercator (UTM) atau Latitude-Longitude (Lat-lon). 4.3.8. Pengambilan data luas penutupan lahan Pengumpulan data penutupan lahan di lapangan dilakukan dengan mengambil titik-titik koordinat sebanyak mungkin pada setiap tipe-tipe ekosistem yang ada di lanskap Camplong. Lokasi penelitian ini merupakan salah satu kawasan dengan tipe ekosistem yang lengkap sehingga dianggap dapat merepresentasikan habitat Cikukua timor di Pulau Timor pada umumnya dan Timor Barat pada khususnya. Aspek ini dapat mendukung kesimpulan akhir karakteristik habitat yang dibutuhkan Cikukua timor untuk kelangsungan hidupnya secara lestari. Selanjutnya data titik perjumpaan digabungkan dengan titik-titik koordinat lapangan lainnya untuk dilakukan analisis penutupan lahan. Tipe penutupan lahan yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah11 kelas sebagai berikut;
48 1. Hutan primer, yaitu penutupan lahan berupa vegetasi pohon dengan diameter lebih dari 20 cm dan belum pernah atau sedikit mengalami kegiatan penebangan. Biasanya merupakan wilayah adat atau hutan adat yang penebangan pohonnya digunakan hanya untuk keperluan kampung dan desa. 2. Hutan sekunder/bekas tebangan, yaitu penutupan lahan berupa vegetasi dengan diameter di atas 20 cm dan pernah mengalami penebangan secara intensif dan sedang mengalami regenerasi. 3. Savana, yaitu penutupan lahan berupa padang rumput yang didominasi pohon kayu putih (Eucalyptus alba). 4. Hutan tanaman, yaitu penutupan lahan berupa vegetasi tanaman dari hasil kegiatan reboisasi. 5. Hutan adat (mamar), yaitu penutupan lahan yang berupa hutan tanaman yang ditanam di sekitar sumber mata air yang berada dekat permukiman penduduk. 6. Belukar, yaitu penutupan lahan berupa vegetasi strata pohon setinggi lebih dari 3 m dan atau diameter pohon di bawah 20 cm serta biasanya merupakan bekas areal pertanian yang ditinggalkan masyarakat. 7. Semak, yaitu penutupan lahan berupa vegetasi dari tingkat tumbuhan bawah dan semai dengan ketinggian di bawah 1,5 m. 8. Kawasan pertanian, yaitu penutupan lahan berupa ladang/kebun atau lahan budidaya pertanian masyarakat. 9. Kawasan terbangun, yaitu kawasan penutupan lahan berupa jalan atau bangunan. 10. Kawasan perairan, yaitu kawasan penutupan lahan berupa kolam atau sungai. 11. Lahan kosong, yaitu kawasan penutupan lahan tanpa atau sedikit vegetasi. 4.4. Metode Analisis Data 4.4.1. Analisis faktor-faktor dominan komponen habitat Dalam penelitian ini, faktor-faktor dominan komponen habitat Cikukua timor hanya dibatasi pada beberapa peubah yang diduga berperan signifikan dalam menyusun karakteristik habitat yang dibutuhkan Cikukua timor. Semua peubah dari komponen habitat fisik dan biotik dianalisis menggunakan PCA. Beberapa peubah yang diduga memiliki peran yang berpengaruh terhadap karakteristik habitat Cikukua timor yaitu:
49 1. Komponen habitat fisik meliputi peubah-peubah: a. NDVI (X1); NDVI merupakan indeks yang membandingkan tingkat kehijauan
vegetasi
sebagai
indikator
biomassa
relatif
dan
merepresentasikan penutupan tajuk yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang untuk mencari makan, berlindung, dan bersarang. NDVI berasal dari peta indeks vegetasi. b. Kemiringan lereng atau slope (X2) dan ketinggian tempat atau elevasi (X3); kedua faktor ini merupakan representasi dari komponen fisik yang mendukung relung habitat Cikukua timor secara fungsional dalam penyediaan pakan dan cover. Kelerengan dalam satuan persen (%) berasal dari peta slope dengan teknik ekstraksi data dari analisis topografi kemiringan lereng, sedangkan ketinggian tempat dalam satuan meter bersumber dari koordinat titik lapangan yang diambil menggunakan GPS. c. Jarak dari hutan primer (X4), hutan sekunder (X5), dan belukar (X6); hutan primer, hutan sekunder, belukar merepresentasikan lokasi untuk mencari makan, sosial dan beristirahat. Data ini dalam satuan meter, berasal dari peta tutupan lahan hutan primer, hutan sekunder, dan belukar dengan teknik ekstraksi data (analisis spasial dengan sistem Euclidean Distance) d. Jarak dari perkebunan jambu mete (X7) dan kebun palawija (X8) merepresentasikan lahan budidaya sebagai lokasi untuk mendapatkan sumber pakan, aktivitas sosial dan beristirahat. Data ini dalam satuan meter, berasal dari peta tutupan lahan perkebunan jambu mete dan kebun palawija dengan teknik ekstraksi data (analisis spasial dengan sistem Euclidean Distance). e. Jarak dari permukiman (X9), jarak dari permukiman merepresentasikan faktor gangguan dari aktivitas manusia, sumber pakan, aktivitas sosial dan beristirahat. Data ini dalam satuan meter, berasal dari peta tutupan lahan permukiman dengan teknik ekstraksi data (analisis spasial dengan sistem Euclidean Distance) f. Jarak dari sungai atau sumber air (X10); faktor jarak dari sumber air merepresentasikan kebutuhan Cikukua timor untuk berlindung (istirahat dan berinteraksi sosial) mengingat vegetasi di sekitar sumber mata air
50 tumbuh lebih rapat, struktur tajuk tinggi, dan tingkat kelembaban tinggi. Jarak dari sumber air dalam satuan meter, berasal dari peta sungai (RBI hidrologi Naikliu-Camplong) dengan teknik ekstraksi data (analisis spasial dengan sistem Euclidean Distance) g. Jarak dari jalan (X11), jarak dari jalan merepresentasikan tingkat gangguan terhadap aktivitas makan, bersarang dan beristirahat. Jarak dari jalan dalam satuan meter, berasal dari peta jalan (RBI jalan Naikliu-Camplong) dengan teknik ekstraksi data (analisis spasial dengan sistem Euclidean Distance). 2. Komponen habitat biotik meliputi peubah-peubah: a. Jumlah total spesies tumbuhan pada tiap titik presence (X12) Variabel ini merepresentasikan keanekaragaman jenis tumbuhan pada masing-masing titik presence yang didiuga berpengaruh terhadap tingkat kehadiran Cikukua timor pada suatu tempat. Jumlah total individu dalam setiap titik presence sebagai representasi kerapatan vegetasi pada lokasi tersebut, diperoleh dari perhitungan penutupan tajuk melalui peta NDVI. b. Tinggi vegetasi tiap titik presence Tinggi
vegetasi
merepresentasikan
kebutuhan
pemanfaatan
ruang
(struktur) untuk mencari makan dan cover. Data yang diamati adalah tinggi rata-rata vegetasi tingkat pohon (X13), tiang (X14) dan pancang (X15), tinggi saat dijumpai pertama kali terlihat melakukan perilaku tertentu (terlihat beraktivitas) yang telah ditentukan dalam penelitian ini, tinggi total vegetasi, dan tinggi pangkal tajuk atau bebas cabang, (satuannya adalah meter). c. Jumlah jenis (X16) dan individu (X17) tiap tumbuhan pakan Jumlah jenis merepresentasikan keanekaragaman jenis dari komposisi vegetasi pakan. Jumlah individu mewakili tingkat kelimpahan masingmasing jenis tumbuhan pakan pada tiap titik presence. Data yang diamati adalah jumlah jenis dan jumlah individu tiap jenis pakan. d. Jumlah jenis (X18) dan individu (X19) tiap tumbuhan cover Jumlah jenis merepresentasikan keanekaragaman jenis dari komposisi vegetasi cover, sedangkan jumlah individu mewakili tingkat kelimpahan
51 masing-masing jenis tumbuhan cover pada tiap titik presence. Data yang diamati adalah jumlah jenis dan jumlah individu tiap jenis cover. e. Kerapatan vegetasi pakan per satuan ruang (ha) dari tingkat pohon (X20, tiang (X21), dan pancang (X22). Kerapatan cover meliputi; tingkat pohon (X23), tiang (X24), dan pancang (X25). 4.4.1.1. Analisis kerapatan vegetasi Nilai-nilai kerapatan ini dapat dinyatakan dalam nilai mutlak maupun nilai relatif, yang dirumuskan oleh Soerinegara dan Indrawan (1998) sebagai berikut; Kerapatan = Kerapatan Relatif (KR)=
Jumlah individu suatu jenis total luas petak contoh(ha) Kerapatan individu suatu jenis x 100% Kerapatan seluruh spesies
Hasil pengamatan faktor fisik dan biotik dibuat dalam distribusi frekwensi yang dilakukan dengan formula Sturges; K = 1 + 3,3 log n, dimana n = jumlah data, menghitung panjang kelas interval (P) = Rentangan (R)/Jumlah kelas (Usman dan Akbar 2006; Ridwan, 2009). 4.4.1.2. Principal Component Analysis Principal Component Analysis adalah metode analisis multi peubah yang bertujuan memperkecil dimensi peubah asal sehingga diperoleh peubah baru (komponen utama) yang tidak saling berkorelasi tetapi menyimpan sebagian besar informasi yang terkandung dalam peubah asal (Morrison 2005). Tujuan utama PCA adalah untuk menjelaskan sebanyak mungkin jumlah varian data asli dengan sedikit mungkin komponen utama yang disebut faktor (Supranto, 2004). Bibby et al. (2000) menjelaskan bahwa pengukuran beberapa variabel habitat yang dihasilkan berkorelasi antara satu habitat dengan habitat yang lain merupakan hal umum yang terjadi. Cara untuk mengatasinya adalah dengan mengurangi dimensi varibel-variabel habitat. Principal Component Analysis merupakan pendekatan yang umum dipakai. Keluarannya adalah suatu kumpulan variabel yang diberi bobot berdasarkan penjumlah-penjumlah variabel aslinya, menerangkan tingginya variasi pada variabel aslinya yang satu sama lainnya independent.
52 Hasil
PCA
diperoleh
melalui
perangkat
software
Minitab
14,
Pastprogram, dan SPSS 16, serta Microsoft Excel_2010 dan tahapannya sebagai berikut; 1. Menentukan nilai masing-masing variabel fisik yang di peroleh dari hasil analisis data spasial menggunakan ArcGis 9.3 dan ERDAS 9.1, selanjutnya dimasukkan dalam perangkat lunak Microsoft excel-2010. 2. Menentukan nilai masing-masing variabel biotik yang diperoleh dari hasil perhitungan jumlah total spesies vegetasi, jumlah spesies dan individu vegetasi pakan dan cover, tinggi rata-rata dan kerapatan vegetasi. 3. Mentransformasi setiap nilai variable Y dan X dari komponen habitat fisik maupun biotik dengan Logaritma Normal (Ln). Data variabel asli yang menunjukkan tidak semetris akan memperlihatkan perbedaan nilai antara variabel yang terlalu jauh, sehingga perlu ditransformasi agar menghasilkan jarak rentang nilai antar variabel tidak jauh berbeda atau menjadi simetris. Ainnudin (1989), menyatakan data asli seringkali tidak menunjukkan pola simetris, dan jarak antara nilai yang kecil dan nilai yang besar agak melebar dari semestinya. Bentuk transformasi dapat memperbaiki kesimetrisan data, transformasi akar-dua masih memperlihatkan adanya pengaruh terbesar, sedangkan
dengan
transformasi
logaritma pengaruh
tersebut hilang.
Transformasi logaritma lebih kuat akibatnya daripada transformasi akar. Priyatno (2011) menyatakan bahwa analisis regresi linear berbentuk Logaritma Natural (Ln) bertujuan untuk meniadakan atau meminimalkan adanya pelanggaran asumsi normalitas dan linearitas pada model regresi. Langkahnya adalah dengan mentransformasi atau mengubah tiap data variabel ke bentuk logaritma natural, hal ini agar data menjadi normal atau mendekati normal. 4. Menentukan nilai eigenvalue dan persentase keragaman (variance) pada tiap komponen dengan menggunakan matrix correlation, Jolliffe cut-off 0,7, kemudian membuat biplot untuk mengetahui letak masing-masing variabel pada komponen 1 dan 2, sehingga dapat diketahui korelasi di antara variabel tersebut. Pengolahan PCA menggunakan software Pastprogram dan/atau Minitab 14.
53 5. Mereduksi variabel asli dari komponen habitat fisik maupun biotik menjadi beberapa komponen baru dalam bentuk component matrix. Tiap komponen baru tersebut mengandung informasi letak distribusi variabel asli dengan nilai variannya. Jumlah komponen utama yang digunakan sudah memadai jika total keragaman minimal 70% (Jolliffe 2002), sehingga dapat dinyatakan telah representative untuk melihat hubungan yang kuat antara variabel terhadap kehadiran Cikukua timor. Semua komponen ini dihasilkan dari hasil PCA menggunakan SPSS 16. 4.4.1.3. Analisis penentuan peubah paling dominan Hasil PCA mampu menunjukkan adanya korelasi diantara variabel baik pada komponen habitat fisik maupun biotik. Korelasi diantara peubah dalam hasil PCA belum dapat menentukan faktor-faktor dominan dari komponen habitat fisik dan biotik yang memiliki pengaruh paling signifikan terhadap kehadiran Cikukua timor. Ada banyak variabel yang memiliki korelasi yang kuat di antara mereka, sehingga terjadi multikolinearitas. Oleh karena itu perlu dilanjutkan dengan analisis regresi linear berganda yang diawali dengan prosedur stepwise. Menurut Irawan dan Astuti (2006), analisis ini cocok terhadap variabel yang multikolinearitas (varibel bebasnya saling berkorelasi). Oleh karena terdapat variabel bebas yang saling berkorelasi, maka tidak semua variabel bebas hasil analisis regresi stepwise masuk dalam model. Hal ini disebabkan, variabel bebas lain yang memiliki korelasi lebih besar dengan variabel tidak bebas sudah diwakilinya. Semua peubah fisik dan biotik dari komponen 1, 2, 3 dan 4, hasil PCA dimasukkan dalam analisis regresi linear berganda dengan prosedur stepwise. Hal yang mendasarinya adalah semua komponen baru tersebut sudah memadai karena total keragaman yang diperoleh telah mencapai minimal 70% (Jolliffe 2002). Analisis regresi linear berganda dengan prosedur stepwise dapat menjadi alat statistik yang mampu menentukan peubah-peubah yang paling dominan mempengaruhi kehadiran Cikukua timor pada suatu tempat. Menurut Supranto (2004), pemilihan prosedur stepwise ini dimaksudkan untuk menghasilkan model regresi berganda terbaik. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut;
54 Y = b0 +b1X1+b2X2+…+b25X25+ εi dimana; Y bo b1
εi
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 X23 X24 X25
H0 H1
= Jumlah individu Cikukua timor yang pada suatu titik kehadiran burung = Nilai intersep = Nilai koefisien regresi ke-i = Peubah acak ke-i = NDVI = Slope = Elevasi = Jarak dari Hutan Primer (JHP) = Jarak dari Hutan Sekunder (JHS) = Jarak dari Belukar (JBlkr) = Jarak dari Kebun Jambu Mete (JKbJM) = Jark dari Kebun Palawija (JKbPj) = Jarak dari Permukiman (JPmk) = Jarak dari Sungai (JS) = Jarak dari Jalan (JJ) = Jumlah total Spesies tumbuhan (Jml Sp) = Tinggi rata-rata Pohon (T. Phn) = Tinggi rata-rata Tiang (T. Tng) = Tinggi rata-rata Pancang (T. Pcg) = Jumlah spesies Pakan (Jml Sp Pkn) = Jumlah Individu Pakan (Jml Ind Pkn) = Jumlah Spesies Cover (Jml Sp Cvr) = Jumlah individu Cover (Jml ind Cvr) = Kerapatan Pohon Pakan (D.Phn Pkn) = Kerapatan Tiang Pakan (D.Tng Pkn) = Kerapan Pancang Pakan (D.Pcg Pkn) = Kerapatan Pohon Cover (D.Phn Cvr) = Kerapatan Tiang Cover (D.Tng Cvr) = Kerapatan Pancang Cover (D.Pcg Cvr)
= tidak ada faktor-faktor dominan dari komponen habitat (fisik dan biotik) yang mempengaruhi kehadiran burung pada suatu tempat = ada faktor-faktor dominan dari komponen habitat (fisik dan biotik) yang mempengaruhi kehadiran burung pada suatu tempat
Keputusan yang diambil adalah jika nilai P ≤ 0.05, maka tolak H0 (terima H1), begitupun sebaliknya, jika nilai P > 0,05 maka terima H0 (tolak H1). 4.4.2. Analisis kepadatan populasi Data dugaan kepadatan populasi yang diambil dengan metode distance sampling menggunakan garis transek dianalisis menurut formula Greenwood dan Robinson (Sutherland 2006) sebagai berikut; D=
2n/π
(X ) /(2L)
Keterangan: D = Dugaan kepadatan burung pada seluruh transek pada tiap tipe habitat n = Jumlah total pendeteksian burung
55 Xi d Z L
= = = =
Perkiraan jarak pendeteksian burung pada garis transek, dimana Xi = d Perkiraan jarak (distance) dari transek yang dihitung berdasarkand = Z Sin θ Jarak pengamat pertama kali mendeteksi/melihat ke satwa (burung) Panjang transek
4.4.3. Analisis penutupan lahan Analisis penutupan lahan ini dilakukan untuk mengoreksi dan mengetahui kondisi penutupan lahan yang sebenarnya setelah pengamatan dan pengambilan titik lokasi serta data lapangan lainnya. Analisis dilakukan melalui interpretasi terkontrol melalui penetapan training area hasil pengamatan lapangan terhadap citra Landsat-5 TM. Selanjutnya dilakukan tahapan pengolah citra melalui langkah-langka sebagai berikut; (1) melakukan konversi atau impor individual band, (2) melakukan penggabungan antar band (layer stacking), (3) geokoreksi peta citra Landsat-5 TM dengan referensi peta jaringan sungai atau jalan melalui proses pengumpulan Ground Control Points (GCPs), transformasi dan resampling, (4) interpretasi peta citra Landsat-5 TM ke dalam 11 kelas penutupan lahan (isodata). 4.4.4. Analisis keterkaitan jarak (distance) Analisis keterkaitan jarak lokasi keberadaan Cikukua timor terhadap jarak dari permukiman, jalan, hutan alam, hutan sekunder, sekunder, perkebunan jambu mete dan kebun palawija (lahan budidaya), dan sumber air dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ArcGis 9.3 melalui proses Spatial Analyst Tools, distance dan Euclidean distance. Analisis keterkaitan jarak ini, dilakukan untuk mengetahui jarak keberadaan Cikukua timor terhadap pusat atau aktivitas manusia yang dapat berpengaruh kehidupan satwa ini di alam. Secara keseluruhan alur metode penelitian tersaji pada Gambar 8.
56 Peta Dasar
Digitalisasi
Sistem lahan,tanah dan topografi
Jaringan sungai (Sumber air)
Geokoreksi Citra
Wilayah pengamatan
Superfvised Classification
Reklasifikasi
Tidak
Analisis Tumpang Susun
Data sekunder
Citra Satelit
Cek Lapangan
Akurasi
Titik Pengamatan Burung
Penutupan Lahan
Euclidean distance Peta Penutupan Lahan Analisis Keterkaitan Jarak Principal Component Analysis
Karakteristik Habitat Cikukua timor
Gambar 8 Diagram alur metode penelitian.