3 Pengembangan Kerangka Konseptual Pada bagian ini dilakukan pengembangan kerangka konseptual. Kerangka konseptual dibangun dalam bentuk building block, yang terdiri dari fase dalam offshore IT outsourcing, aktivitas, keluaran aktivitas, informasi penting yang digunakan, person in charge, media komunikasi, dan hambatan dalam information sharing. Yang dimaksud dengan informasi penting dalam setiap fase adalah informasi yang disampaikan agar aktivitas-aktivitas dalam fase dapat mencapai tujuannya. Person in charge adalah pihak yang sebaiknya menyampaikan informasi tersebut atau terlibat dalam proses penyampaian informasi agar klien atau vendor dapat menerima atau mempercayai informasi yang diterimanya. Person in charge dalam hal ini bisa berupa seseorang yang menduduki posisi strategis, manajerial, atau operasional. Hambatan dalam information sharing didefinisikan sebagai penghalang dalam information sharing antara kedua tim sehingga permasalahan muncul. Permasalahan yang muncul dapat menyebabkan kegagalan terjadinya information sharing. Sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Innocenti dan Labory (2004), permasalahan yang muncul dalam information sharing dapat dilihat dari tiga fase yaitu fase pengumpulan informasi, memproses informasi, dan mentransmisikan informasi. Dalam setiap fase seluruh proses manajemen informasi terjadi, sehingga hambatan terjadi di setiap fase. Hambatan yang ditemukan dalam literatur akan dikaitkan dengan permasalahan yang muncul dari model usulan Innocenti dan Labory (2004). Kerangka konseptual dibuat berdasarkan studi literatur yang dalam bab 2 yang dirangkumkan dalam bentuk tabel (Lampiran 1). Gambar 3-1 menunjukkan fase outsourcing yang didapat dari kombinasi fase-fase dalam outsourcing yang diajukan oleh Ambergh (2006), Fracheschini et al. (2003), CAPS Research (2005), dan Nahar et al. (2002). Penjelasan lebih detil bagaimana fase tersebut dihasilkan dapat dilihat dalam bab ini.
Gambar 3-1 Fase Dalam Offshore IT Outsourcing dari Sudut Pandang Vendor
31
32
3.1
Fase Promosi
3.1.1
Aktivitas
Menurut Nahar et al. (2002) terdapat tiga tahap di awal bagi klien yaitu: pencarian dan identifikasi negara yang menarik untuk software outsourcing melalui analisis pada banyak faktor, promosi produksi software melalui outsourcing, pemilihan Vendor. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa pada tahap awal, vendor memberikan feed back dari apa yang dibutuhkan oleh klien agar fase dapat maju ke tahap selanjutnya. Feed back yang diberikan oleh vendor adalah memberikan informasi yang dibutuhkan oleh klien dalam memutuskan perusahaan apa yang akan dipilih menjadi vendor. Aktivitas vendor pada fase promosi yaitu memberikan informasi yang dibutuhkan oleh klien tidak bertentangan dengan fase yang diajukan oleh Francheschini et al. (2003). Pada tahap awal sebelum negosiasi dan kontrak, Francheschini et al. (2003) mengatakan bahwa klien melakukan internal dan external benchmarking untuk menentukan vendor mana yang akan dipilih. Khsetri (2007) mengidentifikasi faktor – faktor yang menjadi ketertarikan pada negara vendor dari 3 pilar institusional: a) regulasi, yaitu kekuatan hukum yang berlaku di negara vendor, b) normatif, yaitu keberadaan organisasi profesi, c) kognitif, yaitu kecocokan budaya. Nahar et al. ( 2002) memberikan faktor – faktor yang lebih lengkap, tidak hanya secara institutional, namun juga ketersediaan sumber daya seperti: keberadaan infrastruktur, sumber daya manusia (SDM) yang terdidik dengan baik, berbahasa Inggris, gaji dan biaya lainnya yang relatif rendah. Hal tersebut dibuktikan pula dengan hasil penelitian Penter dan Pervan (2007) yang menyatakan bahwa kebanyakan negara memilih vendor offshore outsourcing India karena biaya yang murah, SDM yang baik, dapat berbahasa inggris, struktur industri IT yang baik, dan dukungan dari pemerintah India. Pada tahap ini vendor membantu negara klien mencari vendor-nya dengan menyediakan informasi – informasi yang dibutuhkan oleh calon klien. Berbagai informasi dapat diberikan oleh vendor. Namun, karena fase promosi adalah fase memperkenalkan diri sekaligus adalah suatu cara agar klien memilih vendor tersebut, maka informasi yang sangat dibutuhkan oleh klien adalah informasi yang akan membantu klien memilih vendor. Banyak literatur membahas mengenai pemilihan vendor (Nahar et al., 2002; Thoms, 2004; Khsetri, 2007; Apte, 1996). Berdasarkan literatur tersebut, dapat dilihat bahwa terdapat dua jenis kelompok besar dasar pemilihan vendor yaitu: kondisi negara tempat vendor dan kondisi internal vendor. Tabel 3-1 berikut adalah rangkuman informasi yang dibutuhkan untuk melakukan pemilihan vendor berdasarkan kondisi internal vendor:
33
Tabel 3-1 Informasi yang Digunakan Untuk Pemilihan Vendor
No 1
2
3
Informasi Vendor Level pengetahuan dan kemampuan SDM Pengalaman perusahaan Keuangan dan sumber daya Kemampuan management Track record sebelumnya Komitment pada kualitas Biaya Stabilitas Perusahaan Reputasi Fleksibilitas aturan kontrak Ruang lingkup sumber daya yang dimiliki Staff turnover Hubungan yang pernah dilakukan sebelumnya Regulasi, yaitu kekuatan hukum yang berlaku di negara vendor. Normatif, yaitu keberadaan organisasi profesi. Kognitif, yaitu kecocokan budaya. Dukungan pemerintah.
Peneliti Nahar et al. ( 2002)
Thoms (2004)
Khsetri dan
(2007),Penter
Pervan
(2007),
Nahar et al. (2002),
Hal tersebut menunjukkan bahwa sangat penting untuk bagi vendor untuk mempromosikan tidak hanya kondisi internal perusahaan namun juga mempromosikan kondisi negara tempat dia berada. Pada tahap ini, vendor melakukan presentasi dan memberikan informasi yang dibutuhkan oleh klien. Ambergh (2006) menyebut fase awal sebagai fase planning and analysis. Pada tahap ini menurut Ambergh (2006) baik vendor maupun klien melakukan perencanaan dan menganalisis calon rekan mereka. Analisis dilakukan dengan memanfaatkan informasi yang didapat baik dari calon rekan maupun mencari lewat informasi umum. Aktivitas fase promosi yaitu memberikan informasi yang dibutuhkan oleh klien tidak bertentangan dengan fase yang diajukan oleh Ambergh (2006). Namun, pada fase yang dibuat oleh Ambergh, terdapat tambahan aktivitas yaitu melakukan analisis pada calon rekan dan proyek yang akan dikerjakan. Berdasarkan hal tersebut, berarti informasi yang dibutuhkan oleh vendor adalah informasi umum mengenai calon klien dan proyek yang akan diberikan pada calon vendor seperti apa yang akan dikerjakan, kemampuan dasar apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa aktivitas pada fase promosi adalah: a. Memberikan informasi yang dibutuhkan b. Melakukan analisis pada calon rekan dan proyek yang akan dikerjakan
34
3.1.2
Tujuan Aktivitas
Berdasarkan aktivitas yang dilakukan, maka keluaran aktivitas ini adalah pemahaman klien tentang vendor sehingga membantu klien menentukan pilihan perusahaan yang akan dijadikan rekan. Selain itu aktivitas menghasilkan sebuah keputusan apakah vendor bersedia melakukan pekerjaan yang ditawarkan oleh klien. Berdasarkan hal tersebut, dapat dilihat bahwa tujuan aktivitas pada tahap ini adalah: a. Pengetahuan klien tentang vendor (Francheschini et al., 2004; Nahar et al., 2002) b. Selain itu aktivitas menghasilkan sebuah keputusan apakah vendor bersedia melakukan pekerjaan yang ditawarkan oleh klien dan klien ingin menggunakan jasa vendor (Ambergh, 2006). 3.1.3
Informasi Penting
Berdasarkan aktivitas pada tahap promosi dapat dilihat bahwa terdapat dua jenis kelompok besar dasar pemilihan vendor yaitu: kondisi negara tempat vendor dan kondisi internal vendor. Oleh karena pada tahap ini, vendor membantu negara klien untuk menentukan siapa vendor yang akan dipilihnya, maka vendor seharusnya menyediakan informasi – informasi yang dibutuhkan oleh calon kliennya tersebut. Informasi penting yang harus dibagi terdiri menjadi dua bagian: a. Informasi mengenai negara tempat vendor berada. Khsetri (2007) mengidentifikasi faktor – faktor yang menjadi ketertarikan pada negara vendor dari 3 pilar institusional: a) regulasi, yaitu kekuatan hukum yang berlaku di negara vendor, b) normatif, yaitu keberadaan organisasi profesi, c) kognitif, yaitu kecocokan budaya. Nahar, Käkölä, dan Huda ( 2002) memberikan faktor – faktor yang lebih lengkap, tidak hanya secara institutional, namun juga ketersediaan sumber daya seperti: keberadaan infrastruktur, sumber daya manusia (SDM) yang terdidik dengan baik, berbahasa Inggris, gaji dan biaya lainnya yang relatif rendah. Hal tersebut dibuktikan pula dengan hasil penelitian Penter dan Pervan (2007) yang menyatakan bahwa kebanyakan negara memilih vendor offshore outsourcing dari India karena biaya yang murah, SDM yang baik, dapat berbahasa inggris, struktur industri IT yang baik, dan dukungan dari pemerintah India. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kondisi negara yang dapat disampaikan dalam tahap promosi adalah: a. Regulasi yang terkait dan mendukung kelancaran dilakukannya offshore IT outsourcing. b. Sumber daya manusia dan kelompok profesional yang ada termasuk kemampuan bahasa.
35
c. Infrastuktur negara. b. Kondisi internal perusahaan vendor. Berikut adalah kondisi internal vendor yang digunakan oleh calon klien untuk menetapkan pilihan (Nahar et al., 2000; Thoms, 2004): a. Pengalaman perusahaan serta kondisi perusahaan. b. Level pengetahuan dan SDM (termasuk di dalamnya kemampuan serta tingkat turn over). c. Reputasi perusahaan. Perusahaan dapat mempromosikan kondisi internal perusahaan salah satunya dengan memberikan referensi pengguna jasanya yang merasa puas dengan layanan yang diberikan. Selain tiga hal tersebut, perusahaan sebaiknya juga memberitahu bagaimana mereka bekerja dan siapa saja partner bisnis mereka. c. Pekerjaan yang akan di-outsourcing-kan dan informasi mengenai klien. Saat fase ini, tidak hanya klien yang melakukan analisis pada kemampuan vendor, namun vendor sendiri juga menganalisis klien. Apakah memang hubungan yang terjadi nantinya akan memberikan manfaat bagi vendor. 3.1.4
Person in Charge
Pada tahap ini, tim bersama vendor dan klien belum dibentuk sehingga tanggung jawab masih berada murni di tangan vendor. Fase promosi biasanya dilakukan oleh bagian marketing. 3.1.5
Media Komunikasi
Berbagai media komunikasi dapat dilakukan untuk tahap promosi. Yang paling umum dan sering adalah melalui website. Forum diskusi dan chatting dapat digunakan juga sebagai media promosi yang lebih interaktif. Untuk mendapatkan informasi lebih detil dan lengkap, dapat dilakukan komunikasi melalui e-mail atau telepon. 3.1.6
Hambatan
Khan, Currie, Weerakhody, dan Desai (2002) menyatakan bahwa vendor sukar memasuki pasar offshore karena klien yang memiliki kecenderungan lebih nyaman dengan perwakilan lokal. Khan et al. (2002) juga menyatakan bahwa klien merasa sulit mempercayai informasi yang ada dari website karena seringkali ditemukan vendor yang hanya ada virtual. Hal tersebut menimbulkan permasalahan bagi klien dalam mengumpulkan data terutama pada faktor menyerap informasi.
36
3.2
Fase Negosiasi dan Kesepakatan
Pada tahap ini dilakukan proses negosiasi dan penandatanganan kontrak atau kesepakatan. Tahap ini merupakan suatu tahap kritikal dimana akan dihasilkan keputusan apakah hubungan antara calon klien dan vendor akan berlanjut ke tahap implementasi atau tidak. Keputusan berlanjutnya sebuah hubungan akan diakhiri dengan kesepakatan. 3.2.1
Aktivitas
Baik fase yang diajukan oleh Ambergh (2006), CAPS Research (2005), Francheschini et al. (2003), maupun Nahar et al. (2002) menyatakan terdapat fase negosiasi dan kontrak. Pada tahap ini dilakukan proses negosiasi (Amberg, 2006; Fracheschchini, 2004; Nahar et al., 2002), formulasi kontrak (Ambergh, 2006; CAPS Research, 2005) dan penandatanganan kontrak (Nahar et al., 2002). Tahap ini merupakan suatu tahap kritikal dimana akan dihasilkan keputusan apakah hubungan antara calon klien dan vendor akan berlanjut ke tahap implementasi atau tidak karena pada tahap ini dilakukan kesepakatan bersama yang akan digunakan sebagai landasan saat persiapan dan implementasi. Untuk mencapai keberhasilan outsourcing, kontrak dibuat dengan cukup detail namun masih harus tetap fleksibel (Fisher et al., 2007; Kern dan Willcocks, 2002; Lacity dan Willcocks, 2000). Menurut Kern dan Wilcocks (2000) fleksibilitas dalam legal adalah sesuatu yang mutlak, karena perubahan, penyesuaian, dan investasi pada proyek IT yang tidak tampak saat perjanjian awal dibuat kemungkinan besar akan terjadi. Cullen, Seddon, dan Willcocks (2005) menyatakan bahwa secara umum dalam kontrak terdapat: cakupan pengerjaan, biaya, kerangka pembiayaan, lama kontrak, kepemilikan sumber daya, dan hubungan komersil antara vendor dan klien. Lebih lanjut, Goo (2007) memberikan guideline lebih detail pada isi kontrak mengenai cakupan pengerjaan untuk meningkatkan trust yang penting dalam kelangsungan hubungan offshore IT outsourcing (lihat Tabel 3-2). CAPS Research (2005) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi tahap ini salah satunya adalah kepercayaan yang tinggi.
37 Tabel 3-2 Guideline Kontrak (Goo, 2007)
3.2.2
Tujuan Aktivitas
Pada tahap ini dicapai sebuah kesepakatan dan persetujuan antara kedua belah pihak (Ambergh, 2006; CAPS Research, 2005). Selain itu, pada tahap ini juga dihasilkan sebuah kontrak yang cukup lengkap namun fleksibel terhadap perubahan. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa tujuan yang ingin dicapai dalam fase ini adalah dicapainya kesepakatan yang disetujui kedua belah pihak tentang bagaimana melaksanakan hubungan selanjutnya.
38
3.2.3
Informasi Penting
Dent (2007) mengatakan bahwa kepercayaan yang buruk akan menyebabkan komunikasi yang buruk. Sedangkan Morgan dan Hunt (1994) dalam Goo (2007) menyatakan bahwa kepercayaan dapat dilihat dari tiga variabel, yaitu: komunikasi, nilai bersama, dan sikap opportunist. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa information sharing membutuhkan terjalin kepercayaan antara klien dan vendor, karena itu merupakan hal yang penting untuk membuat kontrak yang dapat menumbuhkan trust dalam rangka menjamin terjadinya information sharing yang berjalan lancar. Kontrak merupakan awal komitmen yang diberikan baik dari vendor kepada klien maupun sebaliknya jika sebelumnya klien dan vendor belum saling mengenal dengan baik (Goo, 2007). Klien dan vendor yang belum saling kenal atau bahkan ketika mereka juga sudah saling kenal, kepercayaan masih perlu dipupuk. Oleh karena itu, guideline yang dibuat oleh Goo (2007) tepat digunakan untuk melihat informasi apa saja yang harus dibagi antara klien dan vendor (Tabel 3-2). Guideline yang dibuat Goo adalah guideline kontrak untuk memfasilitasi komitmen dan trust. Selain itu, menurut Gewald dan Helbig (2006) pada saat ini penting untuk secara jelas mengungkapkan tujuan dari kesepakatan outsourcing. Tujuan hubungan ini meliputi goal dan critical success faktor-nya (Baht, Gupta, dan Murthy, 2006). 3.2.4
Person in Charge
Sesuai dengan Stoner dan Freeman (1989), peranan manajer sebagai penentu keputusan, maka pada tahap ini diperlukan peran serta dari klien dan vendor yang menduduki posisi manajerial. Tentunya dalam proses negosiasi ini, bantuan dari peranan level operasional mungkin dibutuhkan. Klien akan mendapat informasi mengenai insiatif strategis sedangkan vendor akan menginformasikan mengenai tren IT sekaligus rekomendasi untuk inisiatif strategi yang ingin dilakukan oleh klien. 3.2.5
Media Komunikasi
Walaupun dalam pengerjaan proyek, pertemuan face–to–face lebih utama, namun karena adanya jarak geografis yang jauh maka untuk beberapa hal media komunikasi dapat digunakan (Sakhtivel, 2007). Beberapa hal tersebut misalkan, pengiriman data pendukung dengan menggunakan e-mail, atau sharing dengan menggunakan fasilitas chatting dan forum diskusi. Fasilitas video konferensi dapat dilakukan, namun untuk negara seperti Indonesia, penggunaan video konferensi masih jarang dilakukan karena biaya yang besar.
39
3.2.6
Hambatan
Belum ditemukan literatur yang membahas secara eksplisit hambatan dalam information sharing pada tahap persiapan, namun Gewald dan Helbigh (2006) menyatakan bahwa pada mengkomunikasikan secara eksplisit tujuan dari hubungan penting. Bhat, Currie, dan Gupta (2006) menunjukkan bahwa kegagalan dalam hubungan offshore IT outsourcing salah satunya karena tujuan hubungan yang tidak sama antara klien dan vendor. Hal itu disebabkan oleh pertemuan face-to-face yang kurang karena letak geografis yang jauh sehingga tidak didapatkan kesepakatan bersama dalam hal tujuan hubungan (Bhat, Gupta, dan Murthy, 2006).
3.3
Fase Persiapan
Dalam proses persiapan, terjadi transfer knowledge spesifik dari klien kepada vendor. Pada tahap persiapan ini, diletakkan fondasi dasar untuk kemudahan dalam absorpsi knowledge (Chua dan Pan, 2007). Meletakkan fondasi ini adalah akuisisi pengetahuan dan informasi oleh tim vendor yang sebelumnya tidak ada dalam tim tersebut. 3.3.1
Aktivitas
Baik fase yang diajukan oleh Ambergh (2006), Francheschini et al. (2004), maupun Nahar et al. (2002) tidak menyebutkan adanya fase persiapan. Namun, menurut Chua dan Pan (2007) sebelum dilakukan implementasi pembuatan software dilakukan transfer knowledge spesifik dari klien kepada vendor. Pada tahap persiapan ini, diletakkan fondasi dasar untuk kemudahan dalam absorpsi knowledge (Chua dan Pan, 2007). Meletakkan fondasi ini adalah akuisisi pengetahuan dan informasi oleh tim vendor yang sebelumnya tidak ada dalam tim tersebut. Oshri (2007) tidak menyebutkan secara eksplisit fase persiapan, namun dalam tahapan yang didefinisikannya untuk pengembangan software, saat awal terdapat kegiatan saling mengenal antar anggota tim sehingga masing-masing tim tahu siapa yang harus dihubungi apabila dibutuhkan. Hal tersebut sesuai dengan aktivitas yang dikatakan oleh Chua dan Pan (2007). Francheschini et al. (2004) juga menyatakan bahwa saat implementasi dilakukan perencanaan. Ketika implementasi nanti, rencana yang sudah dibuat dibandingkan dengan kenyataan. Tahap tersebut masuk ke dalam persiapan, karena belum sampai pada kegiatan pengerjaan pekerjaan.Ambergh (2006) secara eksplisit tidak menyatakan adanya fase persiapan. Namun, saat implementasi terdapat aktivitas manajemen transisi yang di dalamnya terdapat aktivitas pindah tangan pekerjaan dari klien kepada vendor dan penyerahan software dari vendor kepada klien.
40
Hal tersebut menunjukkan bahwa walaupun fase persiapan tidak secara eksplisit dibuat sebagai sebuah tahapan tersendiri, tetapi tetap saja fase tersebut menyebutkan adanya aktivitas yang terkait dengan persiapan yang dilakukan sebelum dilakukan pengerjaan kegiatan. Mengapa fase persiapan dibedakan dengan implementasi? Fase persiapan berbeda dengan implementasi karena pada tahap persiapan dilakukan aktivitas perencanaan bersama yang tidak termasuk dalam pengembangan kegiatan proyek namun dibutuhkan agar implementasi berhasil. Dalam persiapan tersebut dilakukan: a. Membangun tim gabungan antara tim vendor dan klien (Oshri,, 2007; Chua dan Pan, 2007). Chua dan Pan (2007) berargumentasi bahwa dengan menggabungkan orang – orang yang memiliki kemampuan teknis yang dibutuhkan dan pengetahuan terkait dengan aplikasi, tim vendor akan cepat membangun basis pengetahuan. Pada tahap tersebut, tim vendor menduplikasi pengetahuan klien sebanyak mungkin. b. Nahar et al. (2002) menyebutkan adanya tahap transfer paket software pengembangan software disertai dengan pelatihan yang dilakukan saat awal implementasi. Dalam framework usulan berarti proses transfer paket software masuk dalam persiapan. c. Dilakukan penilaian hasil knowledge transfer dengan membentuk tim gabungan (Chua dan Pan, 2007). Penilaian tersebut dilakukan dengan tes tertulis setelah presentasi, wawancara terkait dengan pengetahuan yang di-transfer. Setelah proses transisi pengetahuan dilakukan, bagi tim offshore tidak ada lagi mindset “kami dan mereka”. d. Membuat perencanaan yang akan digunakan untuk pengecekan dan melakukan tindakan koreksi yang diperlukan jika terdapat gap antara rencana dan kenyataan (CAPS Research, 2005; Francheschini, 2004). Perencanaan ini penting karena kedua tim harus memiliki tujuan yang sama (Bhat, Gupta, dan Murthy, 2006). 3.3.2
Tujuan Aktivitas
Pada tahap ini dihasilkan sebuah tim yang sudah solid. Selain itu, dihasilkan pula rencana implementasi dan performance metric yang dapat diimplementasikan (Yalaho dan Wu, 2005; CAPS Research 2005). 3.3.3
Informasi Penting
Karena pada tahap ini ingin dihasilkan tim yang solid sekaligus sebuah perencanaan implementasi yang realistis, maka dibutuhkan informasi penting terutama yang terkait dengan anggota tim dan perencanaan. Informasi tersebut antara lain: a. Informasi berkaitan dengan kemampuan dan personal tim dari kedua belah pihak (Oshri et al., 2007).
41
b. Pengetahuan teknis, pengetahuan IS application, dan pengetahuan IS development process (Chua dan Pan, 2007). c. Perencanaan pengerjaan proyek (Greaver II, 1999 dan Nahar et al., 2001). 3.3.4
Person in Charge
Karena pada fase ini sedang dibentuk sebuah tim, maka dibutuhkan peranan manajer untuk melakukan koordinasi (Nabuco et al., 2001). Manajer dari kedua pihak (klien dan vendor) akan membantu terbentuknya tim, karena kedua manajer itulah yang mengetahui bagaimana anggota timnya masing – masing. Saluran komunikasi dibuat antara tim vendor dan klien dengan interface tim leader dari masing – masing tim (Nabuco et al., 2001). Dibutuhkan perhatian dari pihak manajemen terkait untuk memberikan informasi yang cukup (Khan, Currie, Gupta, 2006). 3.3.5
Media Komunikasi
Karena pada fase ini yang penting adalah knowledge transfer dari klien kepada vendor, maka disarankan untuk menggunakan media komunikasi yang “kaya” misalnya aplikasi distance learning, dan jika perlu dilakukan pertemuan face-to-face (Chua dan Pan, 2006). Aplikasi chatting, forum diskusi, dan e-mail juga dapat digunakan untuk menjalin komunikasi dalam proses pembentukan tim dan pembuatan rencana implementasi. 3.3.6
Hambatan
Melebihi batas waktu deadline yang terus menerus dilakukan vendor dapat disebabkan oleh kurangnya perhatian manajemen dalam hal memberikan informasi terutama dalam hal requirement (Bhat, Gupta, Murthy, 2006). Selain itu, menurut Bhat, Gupta, dan Murthy (2004) pengambil keputusan di klien tidak dapat dengan mengendalikan proses tetap pada track-nya karena posisi mereka yang jauh. Jika dilihat dari model information management dari Innocenti dan Labory (2004), berarti permasalahan muncul terutama dalam hal mengumpulkan informasi dimana tidak terdapat informasi lengkap disebabkan perhatian dari pihak manajemen yang kurang. Selain itu, pada tahap ini terdapat pengetahuan tacit yang harus ditransfer (Chua dan Pan, 2007).
3.4
Fase Implementasi
Fase implementasi adalah fase pengembangan perangkat lunak, dengan kata lain fase implementasi dari rencana yang sudah dibuat pada tahap persiapan. Fase implementasi terdiri dari dua aktivitas besar yang berjalan pararel, yaitu manajemen proyek atau yang disebut oleh
42
Francheschini et al. (2003) sebagai outsourcing management, dan manajemen hubungan antara vendor dan klien. 3.4.1
Aktivitas
Nahar et al. (2002) mengkarakteristikan tahap ini dengan: 1. Pengerjaan implementasi software. 2. Vendor melaporkan kemajuan secara berkala. 3. Melakukan review pada milestone bersama. 4. Testing software dilakukan. Kegiatan tersebut sesuai dengan definisi fase outsourcing management yang diberikan oleh Francheschini et al. (2003), yaitu melakukan pengecekan antara rencana dan kenyataan, jika terdapat gap dilakukan tindakan koreksi. Menurut Ambergh (2006) fase implementasi terdiri dari: a. Manajemen kontrak (melakukan adjustment pada kontrak agar sesuai dengan kenyataan). b. Manajemen komunikasi (mengelola komunikasi agar tidak terjadi salah komunikasi. Kegiatan ini dilakukan dengan memastikan bahwa komunikasi masih terjadi dengan baik). c. Manajemen perbedaan budaya (mengelola agar perbedaan budaya antara kedua tim tidak menjadi penghambat dalam kegiatan proyek. Kegiatan yang dilakukan misal: mengadakan pertemuan informal agar masing-masing anggota tim saling mengenal dan tidak ada prasangka buruk, berusaha memperkenalkan budaya negara tim lain dengan memberikan buletin atau brosur). Berdasarkan aktivitas yang dilakukan di atas, maka dapat dilihat terdapat dua buah kelompok besar, yaitu kegiatan yang berkait dengan proyek langsung dan kegiatan pendukung agar proyek berjalan lancar. Kegiatan yang berhubungan langsung dengan proyek adalah aktivitas yang dinyatakan oleh Nahar et al. (2002) dan Francheschini (2003). Sedangkan Ambergh (2006) lebih berfokus pada kegiatan pendukung yang dibutuhkan agar proyek berjalan dengan lancar. Berdasarkan hal tersebut, maka pada thesis ini, aktivitas implementasi dapat dibagi menjadi dua yaitu: a. Manajemen proyek yang terdiri dari kegiatan pengerjaan software, controlling, testing, analisis gap dan melakukan tindakan korektif jika dibutuhkan. b. Manajemen hubungan yang terdiri manajemen komunikasi, manajemen perbedaan budaya, dan manajemen kontrak. Selain aktivitas yang telah disebutkan oleh Ambergh (2006), Greaver II (1999) dan Sakthievel (2007) menyatakan bahwa komunikasi yang sering dan komunikasi yang terbuka akan meningkatkan kemungkinan masalah yang akan
43
terjadi untuk diketahui lebih awal, sehingga dapat dilakukan tindakan antisipasi oleh kedua belah pihak. Seperti yang sudah dijelaskan oleh Chua dan Pan (2007) dalam pembuatan software, sharing knowledge merupakan aktivitas yang kritikal. Apalagi jika hubungan antara vendor dan klien tidak hanya sekadar hubungan penjual dan pembeli. Hubungan antara kedua belah pihak akan menjadi semakin efektif jika saling mengetahui keadaan perusahaan masing – masing pihak. Sehingga pada tahap tersebut, dilakukan penekanan lebih pada membentuk hubungan yang dekat antara vendor dan klien dimana terdapat keterbukaan dan kebebasan dalam berkomunikasi. Tentunya hal ini berbeda dengan manajemen proyek, dimana pada manajemen proyek lebih dilakukan penekanan pada manajemen proyek pengerjaan software. Berdasarkan aktivitas tersebut dapat dilihat informasi yang berhubungan dengan aktivitas ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu informasi yang berkaitan dengan manajemen proyek dan informasi yang berkaitan dengan manajemen hubungan. 3.4.2
Tujuan Aktivitas
Pada tahap ini, keluaran yang dihasilkan adalah pengembangan software sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak (Ambergh, 2006; Francheschini, 2003; Nahar et al., 2002) 3.4.3
Informasi Penting
Agar aktivitas tersebut berjalan lancar dan menghasilkan output yang memang diharapkan maka sharing informasi adalah hal yang penting. Bahkan dari seluruh fase yang ada, sharing informasi terutama mengenai pekerjaan paling penting adalah pada tahap ini. Informasi tersebut dapat dilihat dari dua bagian yaitu informasi yang berkaitan dengan manajemen proyek dan informasi yang berkaitan dengan manajemen hubungan. Oshri et al. (2007) memberikan hasil tabulasi tantangan pengetahuan yang perlu ditransfer dari klien kepada vendor demikian pula sebaliknya (Tabel 2-2). Dari hasil tabulasi tersebut dapat dilihat bahwa informasi yang dibutuhkan adalah: a. Informasi perubahan anggota tim. Hal ini menjadi penting, karena selama pengerjaan proyek dibutuhkan koordinasi antara satu tim dengan tim lain, sehingga terjadi perubahan anggota tim, dibutuhkan koordinasi ulang kembali. b. Perubahan pada SRS. c. Permasalahan yang dihadapi terkait dengan pekerjaan baik dari vendor ke klien maupun sebaliknya. Ambergh (2006) mengatakan bahwa komunikasi yang sering dan terbuka dibutuhkan untuk dapat mengetahui permasalahan lebih awal sehingga dapat dilakukan
44
tindakan koreksi secepatnya. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dilihat bahwa memberitahukan permasalahan terkait dengan pekerjaan merupakan hal yang penting. 3.4.4
Person in Charge
Menurut Nabuco et al. (2001), untuk mendesain sistem pendukung information sharing terdapat tiga komponen yang harus diperhatikan: -
Cooperation. Information sharing membutuhkan keterlibatan seluruh user dalam sistem.
-
Coordination. Untuk mencapai kerjasama, sistem dan user membutuhkan koordinasi untuk menghindari terjadinya konflik dalam proses information sharing.
-
Communication. Dalam rangka memastikan aliran komunikasi, penggunaan saluran komunikasi yang jelas dan dapat diakses adalah penting. Masa implementasi membutuhkan tiga komponen tersebut, karena pada saat
implementasi dibutuhkan kooperasi antar anggota tim, koordinasi dengan pihak yang lebih berwenang dan dijalin komunikasi (lihat Gambar 3-2). Pada tahap ini, dibutuhkan anggota tim proyek untuk melakukan cooperation. Informasi yang berkaitan dengan koordinasi dan konfirmasi diberikan atau diawasi oleh tim leader. Dibutuhkan peran serta manajer divisi dan manajer proyek untuk memastikan koordinasi dan komunikasi berjalan baik jika proyek berada di bawah divisi tertentu (Nabuco et al., 2001). 3.4.5
Media Komunikasi
Pada fase implementasi, sharing information terutama terkait dengan manajemen proyek menjadi semakin penting. Hal ini dapat dijembatani dengan misalnya aplikasi manajemen proyek yang tersentral, sehingga segala informasi yang dibutuhkan dapat dengan cepat diketahui. Sebagai sarana pembantu komunikasi, dapat digunakan alat komunikasi pada umumnya seperti chatting, forum diskusi, telepon, video conference, e-mail, dan lain – lain. Fase implementasi dapat menggunakan media komunikasi dengan lebih fleksibel, dengan catatan pondasi kepercayaan telah dijalin kuat pada fase sebelumnya sehingga pertemuan face – to – face dapat dikurangi.
45
PROJECT MANAGER
TIM LEADER KLIEN
TIM GABUNGAN DARI KLIEN
Memastikan sharing informasi terjalin dengan baik
nno an n id da s s na ni di ek or i T ko as ka si rm ng a fo ra irm In m onf g in ala k ar d Sh knis Te
nno an an si d d a nis din ek or i T ko as gka si a rm fo an m In m r nfir g o a l k n i ar da Sh knis Te
Sharing Informasi Teknis dan non-Teknis dalam rangka koordinasi dan konfirmasi
Sharing Informasi Teknis dan non-Teknis dalam rangka cooperation
TIM LEADER VENDOR
TIM GABUNGAN DARI VENDOR
Gambar 3-1 Information Sharing Pada Fase Implementasi
3.4.6
Hambatan
Sama seperti pada fase persiapan, deadline yang terus-menerus mundur dapat disebabkan oleh kurang perhatian pihak manajemen dalam hal memberikan informasi yang dibutuhkan oleh vendor (Bhat, Gupta, dan Murthy, 2006). Lebih lanjut menurut Bhat, Currie, dan Gupta (2006), perbedaan letak geografis antara klien dan vendor menyebabkan klien tidak dapat dengan segera mengambil tindakan disebabkan oleh informasi yang masuk dari vendor juga hanya sebatas yang dilaporkan saja. Seringkali juga pada saat implementasi terjadi pengiriman informasi yang sangat banyak sehingga pihak penerima tidak memiliki cukup waktu untuk mencerna seluruh informasi atau seringkali disebut sebagai information overload (Chua dan Pan, 2007). Lacity, Iyer, dan Rudramuniyaiah (2007) menambahkan bahwa informasi yang melekat pada orang menyebabkan turnover karyawan menjadi masalah. Selanjutnya Gewald dan Helbig (2006) menyatakan pengambilan keputusan dan informasi yang harus selalu dikirimkan kepada puncak pimpinan masing-masing menyebabkan delay yang lama antara implementasi dan pengambilan keputusan. Mengacu kepada model yang dibuat oleh innocent dan Labory (2004), maka dapat dilihat bahwa permasalahan yang utama terjadi pada offshore IT outsourcing adalah pada tahap pengumpulan
46
informasi (information overload), pemrosesan informasi (delay antara pengambilan keputusan dan implementasi).
3.5
Fase Delivery dan Penutupan Hubungan
Fase delivery adalah fase pengiriman software pada klien. Pada fase ini hubungan akan diakhiri. Namun tidak menutup kemungkinan hubungan antara vendor dan klien dilanjutkan kembali. 3.5.1
Aktivitas
Pada tahap ini ditandai dengan berakhirnya proyek dan dilakukan pengiriman software serta dokumentasi yang telah selesai. Berdasarkan Oshri, et al. (2007), tahap serah terima ini berisi pelatihan penggunaan software dan penyerahan manual. Fase ini memang tidak disebutkan secara eksplisit dalam Ambergh (2006) dan Francheschini (2004). Akan tetapi fase ini disebutkan sebagai salah satu aktivitas oleh Nahar et al. (2002). Merupakan suatu hal yang rasional jika sebuah hubungan yang sudah dimulai dengan dasar kontrak akan berakhir sesuai dengan tanggal berakhir kontrak. Sehingga berdasarkan Nahar et al. (2002) aktivitas utama pada fase ini terdiri dari dua bagian yaitu: a. Delivery software yang terdiri dari manual, dokumen pengembangannya, dan pelatihan penggunaannya. b. Evaluasi yang terdiri dari evaluasi delivery, apakah sesuai dengan kontrak atau tidak, evaluasi pada kinerja bersama, kekuatan yang dimiliki dan apa kekurangan yang terjadi, dan saran. 3.5.2
Tujuan Aktivitas
Keluaran dari aktivitas ini adalah: a. Klien dapat mengoperasikan software, memahami bagaimana software bekerja (Oshri et al.,2007; Nahar et al., 2002), b. Software dan dokumentasi software (Nahar et al., 2002), c. Evaluasi pengerjaan proyek IT (Nahar et al., 2002). d. Hubungan kembali berlanjut (Naha et al., 2002). 3.5.3
Informasi Penting
Karena pada tahap ini terdapat dua buah penekanan penting, yaitu delivery yang sesuai dengan keinginan klien dan dapat digunakan oleh klien dengan baik serta hasil evaluasi yang dapat
47
digunakan sebagai basis pengetahuan, maka informasi penting yang harus dibagi adalah informasi yang berkaitan dengan tingkat pemahaman klien terhadap penggunaan software dan tingkat kepuasannya. Vendor dalam hal ini dapat memberikan informasi mengenai masukan – masukan apa yang dapat membantu pekerjaan menjadi lebih mudah. 3.5.4
Person in Charge
Meskipun tidak didapatkan literatur yang secara tegas menyatakan siapa yang terlibat, namun dapat dilihat bahwa pada saat ini terjadi proses evaluasi sekaligus kemungkinan dilakukan kembali kerjasama. Berdasarkan hal tersebut maka proses delivery dan penutupan hubungan membutuhkan keterlibatan dari bagian strategis untuk menilai, misalnya: apakah delivery sesuai dengan tujuan strategis klien, apakah klien ingin melanjutkan hubungan kembali, apakah hasil pengerjaan telah sesuai dengan standar yang diperkirakan akan meningkatkan popularitas perusahaan vendor, dan lain – lain. Berdasarkan hal tersebut diperkirakan bahwa proses delivery dan penutupan hubungan membutuhkan keterlibatan posisi strategis untuk menghasilkan keputusan tersebut. Selain itu, karena dalam tahap ini dibutuhkan pelatihan atau penjelasan mengenai software, keterlibatan PM dan anggota tim dalam rangka men-transfer pengetahuan penggunaan software dibutuhkan. 3.5.5
Media Komunikasi
Berbagai media komunikasi dapat digunakan untuk melakukan fase ini. Misalnya: chatting, email, forum diskusi, video conference, dan lain – lain. 3.5.6
Hambatan
Tidak ditemukan literatur yang secara eksplisit mengutarakan hambatan di fase penutupan hubungan.