Boks 3. MENDORONG PENGEMBANGAN INDUSTRI BATIK JAMBI DENGAN PENINGKATAN AKSES PERMODALAN MELALUI PENYUSUNAN LENDING MODEL “INDUSTRI DAN PEDAGANG BATIK JAMBI”
Kebijakan pembangunan yang mengkombinasikan pendekatan sektoral (sectoral developed approach) dengan pendekatan wilayah (regional developed approach) berdampak pada munculnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi (growth pole) dan aktifnya perdagangan antar wilayah (interregional trade). Kondisi ini memungkinkan berkembangnya unit-unit usaha ekonomi baru termasuk usaha kecil dan menengah. Setiap pusat pertumbuhan ekonomi baru yang berada dalam suatu wilayah harus saling memiliki keterkaitan aktivitas ekonomi, demikian juga dengan usaha kecil
dan menengah yang berada pada masing-masing pusat pertumbuhan
tersebut. Perlu pengidentifikasian terhadap kendala, potensi dan kebijakan yang terkait dengan usaha kecil
dan menengah dalam upaya pengembangannya. Upaya ini
ternyata akan lebih efektif jika dilakukan sesuai dengan karakteristik dan spesifikasi masing-masing usaha kecil
dan menengah. Demikian juga halnya dengan usaha
industri batik di Jambi. Industri batik Jambi sangat membutuhkan dorongan dan bantuan kebijakan pemerintah dalam hal pengembangan usahanya. Bentuk kebijakan yang dilakukan pemerintah adalah mendorong pihak perbankan dalam memberikan dukungan pendanaan guna memenuhi kebutuhan modal usaha/kredit untuk industri batik. Dukungan perbankan tentu saja juga akan sangat berarti bila dukungan permodalan juga diberikan kepada kelompok pedagang yang berperan sebagai konsumen dan menjadi ujung tombak dari industri batik. Semakin kuat dukung permodalan yang diberikan kepada kelompok pedagang ini maka semakin besar peluang industri batik untuk meningkatkan usahanya. Oleh sebab itu, juga perlu dilakukan kajian kelayakan usaha terhadap kelompok pedagang ini sehingga akan lebih membantu perbankan dalam menganalisis kelayakan kreditnya. Lending Model Industri dan Pedagang Batik Jambi
secara substansi akan
dijadikan prototype lending model dalam upaya pengembangan industri batik di Jambi. Lebih lanjut, juga diharapkan memberi manfaat sebagai berikut :
i
1. Dapat dijadikan sebagai dasar rujukan bagi pihak perbankan dalam pemberian kredit kepada industri batik dan pedagang batik yang berperan sebagai konsumen industri batik.
Hal ini dikarenakan kajian yang dilakukan memuat secara
komprehensif informasi yang dibutuhkan, terutama sekali yang terkait dengan analisis kelayakan ekonomi dan keuangan serta prospektif usaha dari industri batik dan pedagang batik di Jambi. 2. Dapat dijadikan sebagai bahan masukan bagi institusi pemerintah pembina dalam merumuskan kebijakan pengembangan yang lebih operasional dan realistis, terutama yang terkait dalam upaya mengatasi masalah keterbatasan modal usaha pada industri batik dan pedagang batik. Untuk dapat menilai apakah industri batik Jambi ini potensial dibiayai, maka dilakukan analisa kelayakan usaha, yang memperhatikan berbagai aspek ekonomi seperti umur ekonomis, kebutuhan biaya, umur proyek, dan kelayakan investasi. Berdasarkan hasil analisa yang dilakukakan, industri batik secara umum potensial dan layak untuk dibiayai. Pengembangan Usaha industri batik yang membutuhkan dana investasi sebesar Rp 18.125.000 dengan pendapatan per periode Rp 20.500,000 dan layak untuk dijalankan. Hal ini didasarkan dari analisis NPV, Rasio B/C, IRR, dan analisis sensitivitas. Hasil analisis sensitivitas mengindikasikan usaha ini layak untuk dijalankan, jika terjadi kenaikan biaya operasional hingga 10% per tahun. Namun bila kenaikan periodik lebih dari 64% maka usaha ini tidak layak untuk dijalankan. Namun sensitifitas ini dapat diturunkan jika terjadi kenaikan harga jual produk atau menekan biaya operasional. Untuk pembiayaan kepada industri batik Jambi ini, terdapat tiga pola yang mungkin dapat diterapkan, yaitu: 1. Alternatif Pertama, pola yang memfokuskan pada pengelolaan dan koordinasi satu atap. Artinya, semua kegiatan pengelolaan dan koordinasi pemberian kredit modal kerja untuk industri dan pedagang batik dilaksanakan dalam satu atap. Model yang dimaksud dijabarkan dalam skema berikut ini:
ii
Gambar 1. Pola Pembiayaan Alternatif I Pengembalian Dana
Pemohon Kredit
Kelompok
Perorangan
PERORANGAN
Pencairan Dana
KELOMPOK
Gambar Pola Pembiayaan Alternatif I Persetujuan
Pemohon
Dana
Kantor Cabang BANK UMUM
POKJA 1 Pembina teknis/ Instansi Teknis
Tim penilai kredit BU
Tim pengawas dan pembina kredit/ BI
2
3
Keterangan : 1. Copy Persetujuan dan SPMU 2. Copy Bukti Pencairan 3. Copy Bukti Pengembalian 2. Alternatif kedua, pola pembiayaan yang menempatkan instansi tekhnis/ dinas terkait sebagai institusi yang diberi wewenang dalam memberikan persetujuan atas kelayakan nasabah. Disamping itu, juga mempunyai kewajiban dalam melakukan pembinaan terhadap keberhasilan nasabah dalam penggunaan dana yang diterimanya. Dalam model ini, BANK hanya berfungsi sebagai juru bayar. Ini berarti, tanggung
jawab
ketepatan
dalam
penyaluran,
penggunaan
dan
tingkat
keberhasilan pengembalian berada di tangan masing-masing instansi tekhnis/ dinas terkait. Skema berikut menggambarkan bagaimana lending model industri batik Jambi ini dilaksanakan:
iii
Gambar 2. Pola Pembiayaan Alternatif II
Gambar 2. Model Alternatif Kedua PENGAWASAN BANK INDONESIA
Pemohon Kredit
Pencairan Dana
Kantor Cabang Pengembalian
Bank Umum Perorangan
Pemohon
Instansi Teknis Kelompok
Tim Pengelola Adm Kredit
Tim Penilai Kredit
Tim Pembina Teknis
Persetujuan Teknis
3. Pola Pembiayaan Alternatif Ketiga, yaitu pola pembiayaan yang lebih memfokuskan kepada pelimpahan wewenang dan tanggung jawab kepada pihak perbankan sepenuhnya. Sejak dari pengajuan pencairan dana hingga pengembalian dana kredit adalah tanggung jawab bank. Sedangkan instansi teknis hanya unsur pendukung yang ikut membantu dalam pembinaan. Deskripsi secara visual dari model alternatif ketiga dimuat pada skema berikut ini.
iv
Gambar 3. Pola Pembiayaan Alternatif III
BANK UMUM Pengelola administrasi kredit
Pengawas dan pembina kredit
Penilai kredit
Pemohon Kredit Perorangan
Pengembalian dana Permohonan Persetujuan
Kelompok
Pencairan dana 3
1
2
Keterangan : 1. Copy Persetujuan & SPMU 2. Copy Bukti Pencairan Dana 3. Copy Bukti Pengembalian
Ketiga alternatif pola pembiayaan tersebut pada dasarnya dapat diterapkan, namun berdasarkan hasil kajian, yang paling memungkinkan untuk diterapkan adalah pola pembiayaan alternatif pertama karena lebih memfokuskan pada pengelolaan dan koordinasi satu atap. Artinya, semua kegiatan pengelolaan dan koordinasi pemberian kredit modal kerja untuk industri batik dilaksanakan dalam satu atap, sehingga akan menimbulkan efisiensi dari sisi biaya. Lending model ini diharapkan dapat menjadi refensi bagi pihak perbankan, lembaga pembiayaan maupun instansi terkait lainnya dalam upaya pengembangan industri batik Jambi.
v