e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISION (STAD) UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS III SD NO.2 BENOA Ni Putu Desi Arisandi, S 1, I Wayan Wiarta 1, Ni Wayan Suniasih Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail: {
[email protected],
[email protected],
[email protected]}@undiksha.ac.id Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas III SD No. 2 Benoa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD.Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilakukan dalam dua siklus, dimana setiap siklus terdiri dari empat tahap yaitu, tahap perencanaan, pelaksanaan, observasi dan refleksi.Adapun subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas III yang berjumlah 42 orang. Dalam penelitian ini metode yang digunakan untuk memperoleh data hasil belajar matematika adalah metode tes dengan menggunakan instrument berupa tes objektif berbentuk pilihan ganda biasa yang berjumlah 10 soal dan uraian yang berjumlah 5 soaldiberikan setiap akhir siklus. Hasil belajar matematika dianalisis menggunakan deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Berdasarkan analisis data tentang hasil belajar matematika pada siklus I diperoleh nilai ratarata persentase hasil belajar matematika siswa 71,67% berada pada kategori sedang dengan ketuntasan klasikal 57% dan pada siklus II didapatkan nilai rata-rata persentase hasil belajar matematika siswa 81% berada pada kategori tinggi dengan ketuntasan klasikal 83%. Dengan demikian nilai rata-rata persentase hasil belajar matematika siswa dari siklus I ke siklus II meningkat 9,33%.Sedangkan ketuntasan klasikal dari siklus I ke siklus II meningkat 28,57%. Jadi dapat disimpulkan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dapat meningkatkan Hasil Belajar Matematika siswa kelas III SD No.2 Benoa tahun 2014/2015. Kata kunci: model pembelajaran kooperatif tipe stad dan hasil belajar matematika Abstract This research aims to improve students' mathematics learning outcomes third grade in elementary school number two benoathrough the implementation of cooperative learning model type STAD. This research is a classroom action research conducted in two cycles,wherein each cycle consists of four stages, namely, planning, implementation, observation and reflection. The subjects in this study were students in grade three, amounting to 42 people. In this study the methods used to obtain file on the results of learning mathematics is a test method using the instrument in the form of multiple choice objective test which amounts to the usual 10 questions and descriptions given amounting to 5 questions each end of the cycle. Mathematic learning outcomes were analyzed using descriptive quantitative and qualitative descriptive. Based on data analysis of the results of learning mathematics in the first cycle obtained average value of the percentage of students 'mathematics learning 71.67% in middle category with classical completeness 57% and the second cycle obtained average value percentage of students' mathematics learning outcomes 81% were the high category with classical completeness 83%. Thus the average value of the percentage of students' mathematics learning results from the first cycle to the second cycle increased 9.33% .whereasclassical completeness of the cycle I to cycle II increased by 28.57%. So it can be concluded Implementation STAD Cooperative Learning Model can improve student learning outcomes Mathematicin grade three elementary school number two benoa year 2014/2015 Key word: stad cooperative learning model and mathematics learning outcomes
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
PENDAHULUAN Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, bangsa dan negara. Seiring dengan perkembangan dunia pendidikan yang semakin pesat menuntut lembaga pendidikan untuk lebih menyesuaikan perkembangan ilmu pengetahuan, dalam penyelenggaraan pendidikan nasional ditujukan kepada aspek-aspek kurikulum, sarana dan prasarana, manajemen, dan tenaga kependidikan (guru) melalui peningkatan keterampilan untuk menggunakan model-model pembelajaran yang efektif dan menyenangkan (UU Sisdiknas, 2003). Rusman (2014) menyatakan model pembelajaran merupakan suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, merancang bahan-bahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain. Lebih lanjut di jelaskan bahwa ada beberapa jenis model pembelajaran antara lain; model pembelajaran kontekstual, model pembelajaran berbasis masalah,model pembelajaran tematik, pendekatan lesson study, model pembelajaran berbasis komputer, model pakem, kooperatif dan lain sebagiannya. Salah satu model pembelajaran yang dapat menumbuhkan kreatifitas siswa sekaligus melatih siswa untuk dapat menerima keragaman individu adalah model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompokkelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen. Pembelajaran kooperatif terdiri dari enam macam tipe yaitu tipe , STAD, TGT, Jigsaw, Make a Match, Group Investigasion, dan model struktural (Rusman, 2010: 213). Diantara keenam
tipe model pembelajaran kooperatif yang digunakan oleh peneliti adalah tipe STAD. Upaya untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran sangat diperlukan agar tujuan yang diinginkan dapat dicapai. SDNo.2 Benoa merupakan salah satu lembaga pendidikan formal yang memiliki jumlah siswa yang banyak namun dalam pencapaian hasil belajar belum maksimal, pada observasi awal yang dilakukan, masih ada siswa yang memperoleh hasil belajar matematika dibawah nilai KKM yang telah ditentukan. KKM mata pelajaran matematika di SD No.2 benoa 75 dan sekitar 14,29% dari 42 orang siswa di kelas III belum memenuhi kriteria tersebut.Dalam hal ini guru matematika di SDNo.2 Benoa ingin mengubah cara pengajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Permasalahan yang ingin dijawab dari penelitian ini adalah ’’apakah dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas III SDNo.2 Benoa?adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas III SD No.2 Benoa melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Model pembelajaran memiliki makna yang lebih luas dari pada strategi, metode atau prosedur. Model pembelajaran mencakup suatu pendekatan pengajaran yang lebih luas dan menyeluruh, dalam hal ini suatu model pembelajaran dapat menggunakan sejumlah keterampilan, metodologis, dan prosedur. Model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum, merancang bahanbahan pembelajaran dan membimbing pembelajaran di kelas atau yang lain (Rusman, 2010 :133). Model dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diartikan sebagai”contoh, acuan, pola” (Badudu & Zain, 2001 : 904). Molenda, dkk dalam bukunya (Mustaji, 2005) mengartikan model sebagai suatu langkah-langkah yang harus diikuti secara prosedural. Richey dalam bukunya (Mustaji,
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
2005) mendefinisikan model sebagai refresentasi realitas yang disajikan dengan satuan derajat struktur dan urutan. Model menurut Hornby diartikan sebagai contoh yang mengandung unsur yang bersifat menyederhanakan untuk ditiru (jika perlu). Dengan modeldapat membayangkan asumsi-asumsinya, sehingga keadaan menjadi jelas dan kemungkinan apa yang dapat terjadi juga dibayangkan (Husein Umar: 11). Konsep model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model sebagai acuan atau yang mendasari dalam melakukan suatu proses pembelajaran. Proses pembelajaran yang dimaksudadalah pembelajaran Matematika. Kooperatif dalam kamus lengkap bahasa Inggris “ cooperate” yang artinya bekerjasama, bantu-membantu dan gotongroyong (Muhamad Munir, 2006 : 99). Menurut Hasan dalam bukunya (Solihatin, 2007: 4) cooperatif mengandung pengertian bekerja bersama dalam mencapai tujuan bersama. Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang banyak digunakan dan menjadi perhatian serta dianjurkan oleh para ahli pendidikan dimana siswa-siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan berbeda (Rusman, 2010 : 209). Pembelajaran kooperatif berasal dari kata ’’kooperatif’’ yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersamasama dengan dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim yang berpusat pada siswa, terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang tidak dapat bekerjasama dengan orang lain. Pembelajaran kooperatif ini bukan bermaksud untuk menggantikan pendekatan kompetitif. Nuansa kompetitif dalam kelas akan sangat baik bila diterapkan secara sehat. Pendekatan kompetitif ini adalah sebagai alternative pilihan dalam mengisi kelemahan kompetisi, yakni hanya sebagian siswa saja yang akan bertambah pintar, sementara yang lainnya semakin tenggelam dalam ketidaktahuan (Isjoni, 2009: 22-24). Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidak-
tidaknya tiga tujuan yaitu: hasil belajar, penerimaan terhadap keragaman dan pengembangan keterampilan sosial. Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan pada siswa untuk berkembang. Menurut Stah dalam bukunya (Solihatin dan Raharjo 2007:5) model pembelajaran kooperatif adalah menempatkan siswa sebagai bagian dari satu sistem kerjasama dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar. Keberhasilan dan belajar menurut model belajar ini bukan semata-mata ditentukan oleh kemampuan individu secara utuh, melainkan perolehan belajar akan baik apabila dilakukan bersama-sama dalam kelompok-kelompok kecil yang terstruktur dengan baik, melalui belajar dari teman sebaya dan dibawah bimbingan guru maka proses pembelajaran penerimaan dan pemahaman siswa akan semakin mudah dan cepat terhadap materi yang dipelajari. Sedangkan menurut Agus Suprijono (2009: 54) pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk yang lebih dipimpin oleh guru.Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru mengelola kelas dengan efektif. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai hasil belajar berupa prestasi akademik, toleransi, menerima keragaman (Suprijono, 2009: 58). Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk bekerja dalam suatu kelompok untuk menyelesaikan suatu permasalahan untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan, dimana siswa mampu untuk mempertanggungjawabkan dan mengerti tugas yang diberikan dalam kelompoknya. Pembelajaran kooperatif tidak semata-mata sekedar belajar kelompok, ada unsur-unsur dasar kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Rusman (2014: 208) menjabarkan unsur, ciri-ciri dan prosedur dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut : 1) Unsur -unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
a. Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama. b. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri. c. Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota didalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama. d. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompok. e. Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok. f. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya. g. Siswa diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. 2)
Ciri- Ciri Pembelajaran Kooperatif adalah sebagai berikut: a. Siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya. b. Kelompok dibentuk dan siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. c. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku dan jenis kelamin berbedabeda. d. Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok ketimbang individu. Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai setidaktidaknya tiga tujuan pembelajaran penting, yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman dan pengembangan keterampilan sosial. Isjoni (2009 : 74) menjabarkan Prosedur Pembelajaran kooperatif atau langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif terdiri atas empat tahap yaitu: a. Penjelasan atau penyajian Materi, tahap ini merupakan tahap penyampaian indikator yang harus dicapai hari itu dan memotivasi rasa ingin tahu siswa tentang
materi yang akan dipelajari, dilanjutkan dengan memberikan persepsi dengan tujuan mengingatkan siswa agar dapat menghubungkan materi yang akan disajikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki. b. Belajar atau Kerja Kelompok, tahap ini dilakukan setelah guru memberikan penjelasan materi, siswa diberi lembar tugas sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok siswa saling berbagi tugas, saling membantu memberikan penyelesaian agar semua anggota kelompok dapat memahami materi yang dibahas, dan satu lembar dikumpulkan sebagai hasil kerja kelompok. Dalam hal ini guru berperan sebagai fasilitator dan motivator kegiatan tiap kelompok. c. Tahap Tes Individu dalam tahapan ini penilaian dalam pembelajaran kooperatif bisa dilakukan melalui tes atau kuis, yang dilakukan secara individu atau kelompok. Tes individu akan memberikan kemampuan individu, sedangkan kelompok akan memberikan penilaian pada kemampuan kelompoknya. d. Pengakuan Tim adalah penetapan tim yang dianggap paling menonjol atau tim yang paling berprestasi untuk kemudian diberikan penghargaan atau hadiah, dengan harapan dapat memotivasi tim untuk terus berprestasi lebih baik lagi. Menurut Rusman (2014: 213) ada enam variasi jenis model dalam pembelajaran kooperatif yaitu : 1) Students Teams Achievements Division(STAD), yaitu siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri dari 45 orang. Adanya kerjasama anggota kelompok dan kompetisi antar kelompok. Siswa bekerja dalam kelompok untuk belajar dari teman dan mengajar temannya. 2) Teams Games Turnaments (TGT), yaitu adanya kompetisi kegiatannya seperti STAD, tetapi kompetisi dilakukan dengan cara membandingkan kemampuan antar anggota tim dalam satu turnamen. 3) Jigsaw, yaitu siswa belajar dalam kelompok yang terdiri dari 5-6 orang
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
heterogen. Pelajaran dibagi dalam beberapa bagian sehingga setiap kelompok siswa mempelajari salah satu bagian pelajaran tersebut, semua siswa dengan bagian pelajaran yang sama belajar bersama dalam sebuah kelompok. 4) Group Investigation (GI), yaitu siswa belajar dalam kelompok kecil (2-6 anggota) dan lebih dicirikan dengan penghargaan kooperatif daripada penghargaan individu. Siswa diberi permasalahan dan tiap kelompok bebas memilih subtopik dari keseluruhan unit materi yang harus dicari pemecahannya dengan anggotanya yang nantinya hasil dari pemecahan itu dibagi (Sharing dengan seluruh kelas). 5) Make a Match (Membuat Pasangan), yaitu pembelajaran dalam kelompok dimana siswa diberikan kartu yang berupa pertanyaan maupun jawaban dari masing-masing kartu yang dipegang oleh siswa kemudian siswa disuruh mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban atau soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya diberi poin. 6) Struktural, yaitu pembelajaran dalam kelompok yang bervariasi bisa berdua, bertiga dan berkelompok 4-6 anggota yang kemudian siswa mengerjakan tugas-tugas dengan topik yang sudah dipilihkan oleh guru. Menurut Imansyah dalam Sri Mantalia, (2007: 24), pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut : 1) Kelebihan-kelebihan pembelajaran kooperatif a. Kegiatan melalui sistem pengelompokan siswa-siswa yang dilakukan secara tepat dan wajar, akan meningkatkan kualitas kepribadian anak-anak dalam hal bekerjasama, saling menghargai pendapat orang lain, toleransi, berfikir kritis, disiplin dan sebagiannya. b. Menumbuhkan semangat persaingan yang positif dan kontruksif, karena dalam kelompoknya masing-masing siswa akan lebih giat dan sungguhsungguh bekerja.
2) Kekurangan-kekurangan pembelajaran kooperatif a. Bilamana terjadi persaingan yang negatif antar individu dalam kelompok maupun antara kelompok dengan kelompok, maka hasilnya akan menjadi lebih buruk. b. Bila terdapat anak-anak yang malas atau anak-anak yang ingin berkuasa dalam kelompok, besar kemungkinan akan mempengaruhi peranan kelompok sehingga usaha kelompok tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. STAD merupakan tipe dari model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Model ini dikembangkan oleh Robert Salvin dan teman-temanya di Universitas John Hopkin. Menurut Salvin dalam bukunya (Rusman, 2014: 213). PembelajaranSTADadalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menempatkan siswa dalam kelompokkelompok belajar yang beranggotakan 4 sampai 5 orang siswa yangmemiliki kemampuan, jenis kelamin dan suku atau ras yang berbeda, komponen utama pembelajaran kooperatif tipe STAD yaitu: 1) Presentasi Kelas Presentasi kelas dilakukan oleh guru secara klasikal, dalam penyampaian materi siswa lebih memperhatikan dan berusaha menguasai materi, dengan demikian siswa sadar bahwa mereka harus memberikan perhatian sepenuhnya selama berlangsungnya presentasi kelas, karena dengan melakukan hal tersebut akan membantu siswa mengerjakan tes dengan baik dan nilai tes yang mereka peroleh menentukan nilai kelompok mereka 2) Kerja Kelompok Kelompok disusun beranggotakan 4-5 orang secara beragam, baik dari kemampuan akademik, jenis kelamin maupun ras. Setelah mendengarkan penjelasan dari guru, anggota kelompok berkumpul untuk mempelajari materi yang telah diberikan tersebut dengan lembar kerja, pembelajaran melibatkan siswa untuk mempelajari materi yang diberikan, mendiskusikan bersama-
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
sama dan saling membantu antar kelompoknya. 3) Tes Setelah 1-2 kali penyajian kelas dan siswa berlatih dalam kelompok, siswa diberikan tes individu. Selama tes berlangsung anggota kelompok tidak diijinkan untuk saling membantu. Mereka harus bertanggungjawab atas diri sendiri dan memberikan yang terbaik bagi kelompoknya. Skor individu ini menentukan skor kelompoknya oleh sebab itu setiap anggota kelompok harus mampu menguasai materi dengan baik. 4) Skor Peningkatan Individu Ide dasar peningkatan skor individu adalah memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencapai hasil yang lebih baik dari sebelumnya. Skor individu mengkontribusi skor kelompok, setiap siswa diberi skor awal yang diperoleh dari rata-rata skor sebelumnya. Nilai tambahan diberikan pada siswa yang mampu melampaui skor awal yang diberikan. 5) Penghargaan Kelompok Setelah pemberian kuis, guru memeriksa hasil kerja siswa dan diberikan angka dengan rentangan 0100. Selanjutnya guru memberikan penghargaan kepada tim yang mendapatkan peningkatan hasil belajar Menurut Suprijono (2009: 133) langkah-langkah pelaksanaan model STAD ada enam yaitu : a. Membentuk kelompok yang beranggotakan 4-5 orang secara heterogen b. Guru menyajikan materi c. Guru memberikan tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok, anggotanya yang sudah mengerti dapat menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu mengerti d. Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat menjawab kuis tidak boleh masingmasing membantu. e. Memberi evaluasi f. Kesimpulan
Muhamad Teguh (2014:1) menyatakan Matematika adalah salah satu dari cabang ilmu-ilmu logika.Ilmu matematikaa menyediakan kepada kita kerangka kerja sistematis untuk mempelajari segala hubungan kejadian yang bersifat kuantitatif.Sedangkan menurut Tinggih (Irzani, 2010:2) matematika tidak hanya berhubungan dengan bilangan-bilangan serta operasi-operasinya, melainkan juga unsur ruang sebagai sasarannya. Lebih lanjut Hudojo (Irzani, 2010:4) mengartikan matematika adalah suatu alat untuk mengembangkan cara berpikir. Syahrir (2010:8) menyatakan matematika berfungsi mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur, menurunkan dan menggunakan rumus matematika yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui materi pengukuran, geometri, aritmatika social, peluang, dan statistik. Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa penelaahan matematika tidak sekedar kuantitas, tetapi lebih dititikberatkan kepada hubungan, pola, bentuk, struktur, fakta, konsep, operasi, dan prinsip.Hal ini berarti bahwa matematika itu berkenan dengan gagasan yang berstruktur yang hubungan-hubungannya diatur secara logis, dimana konsep-konsepnya abstrak dan penalarannya deduktif. Pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang dilakukan oleh guru didalam kelas yang mana siswa belajar menghitung,menjumlahkan,pengurang an, pecahan dan lain sebagiannya. Pembelajaran ini dilakukan secara rutin dikelas dengan melihat kemampuan siswa dari hasil evaluasi yang diberikan oleh guru dalam setiap kali selesai menjelaskan pokok bahasan. b.PengertianHasil Belajar Matematika. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang kompleks, Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku, pada saat orang belajar maka responya menjadi lebih baik. Sebaliknya bila ia tidak belajar maka responya menurun, dalam belajar
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
ditemukan adanya hal berikut: kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons pembelajar, respon si belajar dan konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut. Pemerkuat terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut (Dimayanti, 2013: 9). Abdul Haris (2012: 1) menyatakan belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan.Pendapat lain pengertian belajar menurut Winkey dalam bukunya (Purwanto, 2009: 39) adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan pengetahuan, keterampilan dan sikap. Perubahan ini diperoleh dari usaha, menetap dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil pengalaman. Menurut Dahar dalam Purwanto (2009: 41) belajar adalah perubahan perilaku yang dapat diamati melalui kaitan antara stimulus dan respon menurut prinsip yang mekanistik, dasar belajar adalah asosiasi antara kesan dengan dorongan untuk berbuat. Sedangkan menurut Sudjana dalam bukunya (Rusman, 2014: 1) belajar pada hakikatnya adalah proses interaksi terhadap semua situasi di sekitar individu, belajar dapat dipandang sebagai proses yang diarahkan kepada tujuan dan proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar juga merupakan proses melihat, mengamati dan memahami sesuatu. Berdasarkan beberapa pendapat di atas tentang belajar maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu usaha yang dilakukan oleh individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku, pemahaman, pengetahuan, keterampilan yang diperoleh dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Abdul Haris dan Asep Jihad (2013: 15) menyatakan hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa secara nyata setelah dilakukan proses belajar mengajar yang sesuai dengan tujuan pengajaran. Hasil belajar dapat
dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar“. Pengertian hasil (Product) menunjuk pada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional (Purwanto, 2011:44). Dan menurut Suprijono (2009:5) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilainilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan keterampilan-keterampilan. Hasil belajar merupakan kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan– perubahan dalam diri individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar (Djamarah, 1994:23).Menurut Hamalik dalam Abdul Haris dan Asep Jihad, (2013: 14) hasil belajar adalah pola-pola, perbuatan, nilai-nilai, pengertianpengertian dan sikap-sikap, serta apersepsi. Jadi dapat disimpulkan hasil belajar matematika adalah sesuatu yang diperoleh siswa dalam pelajaran matematika berkat adanya usaha atau pikiran yang mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan kecakapan dasar yang nampak pada diri individu. Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan yang dimiliki oleh individu setelah diadakan evaluasi pembelajaran sehingga menghasilkan perubahan nilai kearah yang lebih baik dan minimal mampu mendapatkan nilai sesuai standar kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan. Ada empat faktor yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu: (1) Faktor lingkungan, yang terdiri dari lingkungan alami dan lingkungan sosial budaya; (2) Faktor instrumental, yang terdiri dari kurikulum, program pendidikan, sarana dan fasilitas, dan guru; (3) Kondisi fisiologis; (4) Kondisi Psikologis, yang terdiri dari minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampuan kognitif (Djamarah, 2008). Sedangkan menurut Sudjana (2010:39) hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dari dalam diri siswa itu dan faktor yang datang dari luar diri siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
dari diri siswa terutama kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Seperti dikemukakan oleh Clark bahwa hasil belajar siswa di sekolah 70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30% dipengaruhi oleh lingkungan. Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan fakror-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah faktor yang ada dalam diri, faktor lingkungan dan faktor instrumental. Hasil belajar diperoleh dari evaluasi pembelajaran yang dilaksanakan.Tujuan utama dari evaluasi hasil belajar adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran, dimana tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa huruf atau kata atau simbol (Dimyanti dan Mudjiono, 2006:200). Penilaian hasil belajar pada dasarnya adalah mempermasalahkan, bagaimana pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah dilakukan. Pengajar harus mengetahui sejauh mana siswa telah mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai. Tingkat pencapaian kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai. Evaluasi terhadap hasil belajar peserta didik ini mencakup: evaluasi mengenai tingkat penguasaan peserta didik terhadap tujuan khusus dalam unit pengajaran yang bersifat terbatas dan evaluasi terhadap tujuan umum pengajaran (Sudijono,1996: 30). METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian tindakan kelas (PTK), dimana Penelitian tindakan kelas adalah proses yang mengevaluasi kegiatan proses belajar mengajar yang dilakukan secara sistematik oleh guru dikelasnya sendiri dengan jalan merencanakan, melaksanakan dan merefleksikan tindakan secara kolaboratif
dan partisipatif. Tujuannya adalah untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar dapat meningkat dengan menggunakan pendekatan penelitian deskriptif kualitatif. Lokasi penelitian ini di lakukan di SDNo.2 Benoa pada kelas III, yang beralamatkan di Jl.Celagi Nunggul Lingkungan Sawangan.Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2014/2015.Subjek yang diteliti adalah siswa kelas III Tahun 2014/2015 yang berjumlah 42 orang siswa terdiri atas 20 orang siswa laki-laki dan perempuan berjumlah 22 orang yang kemudian dikelompokkan menjadi 8 kelompok kooperatif dengan harapan mampu meningkatkan pemahaman siswa sehingga hasil belajar maksimal. Metode penelitian yang digunakan untuk memperoleh data hasil belajar matematika adalah metode tes, dengan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: tes obyektif bentuk pilihan ganda biasa yang berjumlah 10 soal dan tes uraian yang berjumlah 5 soal. Tes diberikan untuk memperoleh data tentang hasilbelajar matematika siswa pada setiap akhir siklusdikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan guru kelas. Langkah-langkah analisis data yang digunakan yaitu: Reduksi data merupakan merangkum, memfokuskan data pada halhal penting dari data-data hasil tes. Display data merupakan penyajian data hasil reduksi dalam bentuk deskripsi maupun tabel dan penarikan kesimpulan. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif pada hasil tes. Data hasil tes meliputi data hasil tes siklus I dan II, kemudian dihitung nilai ratarata hasil tes tersebut. Selanjutnya untuk mengetahui ada atau tidak peningkatan hasil belajar menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dianalisis dengan menggunakan rumus. Adapun rumus yang digunakan yaitu : Skor perolehan a. Skor Individu = 𝑆𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 𝑥 100 b.
∑𝑋 Menghitung rata-rata = 𝑋= 𝑁 Keterangan : X = nilai rata-rata hasil tes ∑X = jumlah skor
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
N
= jumlah siswa
c. Menghitung rata-rata persen digunakan rumus sebagai berikut : M M ( % ) = 𝑆𝑀𝐼 𝑥 100% Keterangan :M (%) = Rata-rata % M = Rata-rata skor SM = Skor Maksimal Ideal d.. Ketuntasan Klasikal Ketuntasan klasikal didapat setelah dilakukan tindakan dan dianalisis untuk mengetahui ketuntasan belajar matematika dengan rumus : 𝐾𝐾 =
Banyak siswa yang tuntas ≥ 75 𝑥 100% banyak siswa yang mengikuti tes
(Sudjana, 2010 : 125). e. Untuk hasil belajar dapat dikonversikan ke dalam tabel berikut: Tabel 3.1 Tabel Konversi Hasil Belajar Matematika Persentase Nilai Nilai Tingkat Penguasaan Angka Huruf Hasil Belajar (1) (2) (3) (4) 90 -100 4 A Sangat tinggi 80-89 3 B Tinggi 65-79 2 C Sedang 55-64 1 D Rendah 0-54 0 E Sangat rendah (Agung, 2010 : 63) Adapun indikator keberhasilan dalam penelitian ini yaitu: 1. Persentase hasil belajar matematika siswa minimal pada katagori sedang. 2. Ketuntasan belajar matematika siswa secara klasikal minimal 80% ≥ KKM. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Siklus I 1. Menghitung skor Individu Skor individu dalam penelitian ini merupakan total skor yang diperoleh oleh para siswa dibagi dengan total keseluruhan dari tes yang telah diberikan. Tes yang diberikan berupa tes obyektif berjumlah 10 soal dan tes uraian berjumlah 5 soal, dengan bobot tiap soal
bernilai 1 untuk obyektif dan bobot tiap soal untuk isian bernilai 2 apabila siswa dapat menjawab dengan benar. 2. Nilai rata-rata hasil belajar matematika Setelah dilakukan 7 kali pembelajaran, maka dilakukanlah tes akhir siklus 1.Tes ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan belajar matematika serta perubahan yang dialami oleh siswa terhadap nilai matematika yang diperoleh selama menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. 3. Nilai rata-rata persentase hasil belajar matematika Berdasarkan perhitungan menentukan nilai rata-rata persentase hasil belajar matematika siswa didapat M% = 71,67 %, berada pada kategori sedang 4. Ketuntasan klasikal Berdasarkan perhitungan ketuntasan klasikal diperoleh ketuntasan belajar matematika siswa 57 % 5. Refleksi Berdasarkan hasil pengamatan terhadap pelaksanaan tindakan pertama maka masih diperlukan perbaikan pada proses pembelajaran, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran terutama hasil belajar matematika siswa. Dari pencatatan yang dilakukan kendala yang masih ditemukan yaitu: beberapa siswa masih mengerjakan soal yang diberikan secara individu sehingga menyebabkan kurang kerjasama antar anggota kelompok kemudian siswa masih merasa canggung dengan kelompok baru yang telah dibentuk dalam proses pembelajaran menggunakan model kooperatif tipe STAD. Sehingga perlu dilakukan bimbingan pada siswa yang mengalami masalah dalam belajar kelompok, peneliti juga memberikan penghargaan yang lebih menarik pada kelompok yang mendapatkan nilai tertinggi atau terbaik untuk lebih memotivasi siswa dalam belajar.Dari hasil refleksi yang dilakukan pada siklus I terlihat bahwa nilai yang diperoleh oleh siswa masih belum mencapai indikator keberhasilan sehingga penelitian dilanjutkan pada siklus II.
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
Hasil Penelitian Siklus II 1. Skor Individu Skor individu dalam penelitian ini merupakan total skor yang diperoleh oleh para siswa dibagi dengan total keseluruhan dari tes yang telah diberikan. Tes yang diberikan berupa tes obyektif berjumlah 10 soal dan tes uraian berjumlah 5 soal, dengan bobot tiap soal bernilai 1 untuk obyektif dan bobot tiap soal untuk isian bernilai 2 apabila siswa dapat menjawab dengan benar. 2. Nilai rata-rata hasil belajar matematika Setelah dilakukan 7 kali pembelajaran, maka dilakukanlah tes akhir siklus II. Tes ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan belajar serta perubahan yang dialami oleh siswa terhadap nilai matematika yang diperoleh selama menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. 3. Nilai rata-rata persentase hasil belajar matematika Berdasarkan perhitungan menentukan nilai rata-rata persentase hasil belajar matematika siswa didapat M % = 81 %, berada pada kategori tinggi 4. Ketuntasan klasikal Berdasarkan perhitungan ketuntasan klasikal diperoleh ketuntasan belajar matematika siswa 83 % 5. Refleksi Dari hasil observasi dalam proses pembelajaran dapat diketahui bahwa upaya yang dilakukan dalam mengkondisikan kesiapan belajar siswa untuk mengerjakan tugas kelompoknya sudah terlaksana dengan baik, terlihat siswa juga sudah mampu saling membantu dalam kelompok, siswa yang lebih mampu memberikan bantuan untuk menjelaskan pada teman kelompok yang masih belum mengerti. Hal ini berdampak pada meningkatnya hasil belajar siswa karena sudah mencapai hasil yang optimal. Walaupun sudah terjadi peningkatan hasil belajar matematika pada siklus II dan sudah mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan dalam penelitian ini, bukan berarti pembelajaran tersebut sudah sempurna melainkan masih ada beberapa yang perlu diperhatikan, antara
lain: masih ada siswa yang belum mampu untuk bekerjasama dengan kelompoknya karena ada beberapa siswa yang lebih suka bekerja sendiri dan susah untuk menjelaskan kepada teman yang belum mengerti, belum semua siswa yang mencapai ketuntasan belajar atau nilainya masih dibawah nilai KKM, sehingga perlu mendapat penanganan dan tindak lanjut dengan memberikan bimbingan khusus dan pengayaan materi sesuai dengan kebutuhan belajar siswa itu sendiri dan model pembelajaran kooperatif tipe STAD yang diterapkan dalam pembelajaran matematika berjalan dengan baik, hal ini menunjukkan bahwa dalam melakukan pembelajaran didalam kelas harus menggunakan banyak model pembelajaran agar dapat mencapai keberhasilan hasil belajar yang diinginkan. Pembahasan Berdasarkan analisis data hasil penelitian dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada mata pelajaran matematika yang dilakukan pada siklus I dan siklus II meningkat, hal ini dapat dilihat dari grafik 01 berikut: 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10%
81% 83% 71.67% 63%
57%
14.28%
Pra Siklus Siklus Hasil I Siklus II Persentase Rata-rata Belajar
Ketuntasan klasikal
Grafik 01.Grafik persentase nilai ratarata hasil belajar matematika dan ketuntasan klasikal. Dengan memperhatikan grafik di atas, secara umum hasil belajar yang ditunjukkan melalui nilai rata-rata persentase dan ketuntasan klasikal meningkat. Data pra siklus didapatkan dari nilai rapot semester I diperoleh nilai rata-rata persentase hasil
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
belajar matematika siswa 63% dengan ketuntasan klasikal 14,28 %. Pada siklus I, diperoleh nilai rata-rata persentase hasil belajar matematika siswa 71,67% berada pada kategori sedang dengan ketuntasan klasikal 57%. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa indikator keberhasilan belum tercapai sehingga dilanjutkan ke siklus II. Adapun penyebab kurang maksimalnya hasil belajar matematika siklus I disebabkan karena siswa belum mampu bekerja sama dengan kelompoknya, siswa merasa kesulitan karena sudah terbiasa mengerjakan tugas secara mandiri, selain itu pula interaksi yang terjadi antar siswa dalam satu kelompok belum dapat terjalin dengan baik, sehingga siswa masih kesulitan dalam beradaptasi pada kelompoknya. Pada siklus II diperoleh nilai rata-rata persentase hasil belajar matematika siswa 81% yang berada pada kategori tinggi dengan ketuntasan klasikal 83 % dan sudah mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan. Adapun penyebab keberhasilan siklus II ini karena siswa sudah mampu bekerjasama dengan kelompoknya, siswa tidak merasa kesulitan lagi karena sudah terbiasa mengerjakan tugas secara berkelompok, selain itu pula interaksi yang terjadi antar siswa dalam satu kelompok sudah dapat terjalin dengan baik. Oleh karena itu penelitian ini tidak dilanjutkan lagi karena sudah mencapai indikator keberhasilan yang telah ditetapkan. Berdasarkan grafik di atas menunjukkan hasil belajar siswa meningkat, hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata persentase hasil belajar matematika siswa dari siklus I ke siklus II meningkat 9,33% Sedangkan ketuntasan klasikal dari siklus I ke siklus II meningkat 28,57 % SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan analisis data hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa: Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas III SD No 2 Benoa tahun 2014/2015. Hal ini didapat dari analisis data hasil belajar siswa yang dilakukan pada siklus I diperoleh nilai rata-rata persentase
hasil belajar matematika siswa 71,67% berada pada kategori sedang dengan ketuntasan klasikal 57% dan pada siklus II didapatkan nilai rata-rata persentase hasil belajar matematika siswa 80% berada pada kategori tinggi dengan ketuntasan klasikal 80,95%. Dengan demikian nilai rata-rata persentase hasil belajar matematika siswa dari siklus I ke siklus II meningkat 4,41%, sedangkan ketuntasan klasikal dari siklus I ke siklus II meningkat 28,57% Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disarankan: 1) Bagi Siswa: dalam mengikuti model pembelajatan kooperatif tipe STAD ini, siswa lebih aktif, siswa lebih bersungguh-sungguh, mampu bekerjasama sehingga hasil belajar siswa dapat meningkat. 2) Bagi Guru disarankan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada materi pokok lain atau mata pelajaran lain untuk meningkatkan hasil belajar siswa.3) Kepada peneliti lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan bagi peneliti yang melakukan penelitian tentang pembelajaran kooperatif tipe STADpada kelas dan materi pembelajaran yang berbeda dengan kajian yang lebih luas. 4) Bagi sekolah: membuat kebijakan untuk memilih model pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai alternatif karenadapat meningkatkan hasil belajar siswa DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rineka Cipta Abdul Haris. 2012. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta : Multi Ressindo B.Uno, Hamzah. 2009. Model Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara Badudu, JS & Zain Mohammad.2001. Kamus Umum Bahasa Indonesia.Jakarta : PT Integrafika Damayanti, deni.2013. Panduan Lengkap Menyusun Proposal, Skripsi, Tesis, Disertasi. Yogyakarta: Araska Dimyanti dan Mudjiono. 2013. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Djamarah, B. S.1994. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru. Surabaya:Usaha Nasional.
e-Journal PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Volume: 3 No: 1 Tahun 2015
Hassan, Faud.http ://www.Pikiran Rakyat.com/cetak/1003/07/0303.htm – 17k. Peningkatan Kualitas Pendidikan. diakses 27 februari 2013. Isjoni, 2013.Pembelajaran Kooperatif Meningkatkan Kecerdasan Komunikasi Antar Peserta Didik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Munir, Muhamad dan Widya Novia.2006.Kamus Lengkap: InggrisIndonesia, Indonesia- Inggris.Surabaya : Kashiko Publisher Muslich, Mansyur. 2009. Melaksanakan PTK itu mudah( classroom action research) Pedoman Praktis Untuk Guru Profesional.Jakarta : Bumi Aksara Paizaluddin dan Ermalinda. 2014. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Alfabeta Purwanto. 2009. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Rusman.2010. Model- Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru.Jakarta : PT Raja Grapindo Persada Rusman.2014. Model- Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru.Jakarta : PT Raja Grapindo Persada Sisdiknas, Undang-Undang RI No.20 Tahun 2003. Sinar Grafika Solihatin, Etin dan Raharjo. 2007. Cooperative Learning. Jakarta : PT Bumi Aksara Sudijono, Agus. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan : Rajawali Persada Sugiono. 2014. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Sukmadinata, dkk, 2007.Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya Offset. Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Syahrir. 2010. Metodologi Pembelajaran Matematika.Yogyakarta: Naufan Pustaka Teguh, Muhammad. 2014. Matematika Ekonomi. Jakarta: PT Raja Grifindo Persada Navel’s,http://navelmangelep.wordpress.co m/2012/02/14/.pengertian-evaluasi-
pengukuran-dan-penilaian-dalamdunia-pendidikan/.diakses 27 februari 2013. http://momoydandelion.blogspot.com/2012/ 01/proposal-ptk-ips-stad.html. diakses tgl 27 februari 2013. http://ridwanputratunggal.blogspot.com/201 1/02/proposal-belajar-bahasaindonesia.html. diakses tgl 27 februari 2013.