2 www.bipnewsroom.info
komunika Edisi 8/Tahun V/Mei 2009
Menyambut Kebangkitan Ekonomi Nasional Seratus satu tahun lalu, perhimpunan Boedi Oetomo meletakkan dasar-dasar kebangkitan nasional bagi bangsa Indonesia. Tiga hal penting yang diretas Boedi Oetomo adalah cita-cita untuk memerdekakan cita-cita kemanusiaan, memajukan nusa dan bangsa, serta mewujudkan kehidupan bangsa yang terhormat dan bermartabat di mata dunia. Tiga hal di atas merupakan substansi makna kebangkitan nasional yang harus dipertahankan dan diaktualisasikan lintas generasi, dalam kerangka yang dinamis sesuai konteks zamannya. Pada zaman prakemerdekaan, kebangkitan nasional mampu menjadi ruh gerakan perlawanan terhadap hegemoni penjajah. Hal ini bisa dimengerti, mengingat masalah utama saat itu adalah terbelenggunya kebebasan anak bangsa di bawah keku-asaan kolonialisme. Kemerdekaan Indonesia akhirnya dapat direngkuh melalui perjuangan tak kenal lelah yang dibingkai kesadaran akan pentingnya soliditas persatuan nasional. Satu tujuan, yakni memerdekakan cita-cita kemanusiaan, tercapai sudah. Manusia Indonesia yang semula hidup dalam keterbatasan ekspresi, akhirnya bisa bebas menentukan eksistensi diri sendiri. Pascakemerdekaan, kebangkitan nasional menjadi inspirasi pelaksanaan pembangunan bangsa. Diakui maupun tidak, keberhasilan pembangunan pada masa awal-awal kemerdekaan hingga masa Orde Baru, paralel dengan semangat yang dasar-dasarnya telah diletakkan oleh Boedi Oetomo pada tahun 1908. Cita-cita kedua, memajukan nusa dan bangsa, mulai menunjukkan titik terang meskipun hasilnya belum bisa dikatakan maksimal. Era reformasi membawa Indonesia menuju pengelolaan negara yang lebih bebas dan demokratis. Dalam konteks ini, makna kebangkitan nasional seyogyanya diarahkan menjadi unifying factor (faktor pemandu) untuk mengembangkan demokratisasi di segala bidang, mewujudkan keadilan, penegakan hukum, kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Inilah agenda kontekstual yang sejatinya lebih dari cukup untuk mengantarkan bangsa Indonesia ke cita-cita ketiga yang diretas Boedi Oetomo, yakni mewujudkan kehidupan bangsa yang terhormat dan bermartabat. Sayangnya, pemahaman tentang makna kebangkitan nasional kontekstual sering terlupakan. Romantisme sejarah cenderung menggiring pemikiran anak bangsa tentang kebangkitan nasional sekadar menukik pada pengertian “bangkit dari” (penjajahan), bukannya “bangkit untuk”
Perlu Pendidikan Moral Di Sekolah
desain: ahas/danang foto: bf-m, imagebank
Sebagai ayah dari dua anak yang masih sekolah SD kelas 5, saya merasakan kekhawatiran yang mendalam. Khawatir terhadap lingkungan sekolah maupun lingkungan bermain. Kekhawatiran ini berdasarkan pada beberapa kejadian di lingkungan sekitar. Saya melihat anak-anak sekarang memang jauh lebih cerdas dari pada anakanak angkatan saya dahulu. Tapi secara moral anak-anak sekarang jauh berbeda. Bisa dikatakan kesopanan mereka kurang dan lebih bersikap individual. Ada beberapa hal yang menurut saya menjadi penyebab, pertama, karena pendidikan moral di sekolah tidak diajarkan, mereka hanya dicekoki dengan pelajaran eksakta. Mereka hanya dituntut untuk menjadi pintar
dalam pelajaran, sedangkan moral dan cara bersikap di masyarakat cenderung diabaikan. Kedua, tontonan saat ini baik iklan produk dan sinetron memperlihatkan perilaku yang tidak patut dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat. Sinetron sekrang lebih banyak tema kebencian, iri hati, perbuatan curang dan lain-lain. Jika kembali ke sistem belajar dahulu, dimana memasukkan pelajaran moral dalam kurikulum mereka. Tetapi saat ini pelajaran ini dianggap tidak penting. Padahal jika ditilik ulang, mata pelajaran ini sangat membantu, mengingat kedua orangtua saat ini lebih banyak yang bekerja. Artinya, waktu untuk mendidik pun kurang. selain itu tentu pusaran utama pada didikan orangtua sebagai penanggung jawab utama. Perlu kesadaran bersama untuk membangun bangsa yang bermoral. pelajaran moral dimulai sejak dini. Yamin Petugas Keamanan di Jakarta Selatan
(berbuat) sesuai dinamika kehidupan bangsa saat Price Waterhouse and Cooper (PWC) dalam studi ini. Oleh karena itu, peringatan Hari Kebangkitan berjudul The World in 2050 misalnya, menyebutkan bahwa pada tahun 2050 akan ada kelompok negara Nasional pun pada akhirnya sekadar menjadi besar yang disebut sebagai E-7. Kelompok yang ritual untuk mengenang kejayaan sejarah masa disusun berdasarkan kekuatan ekonominya ini terdiri lalu—saat soliditas persatuan era Boedi Oetomo atas AS, China, India, Jepang, Brasil, Indonesia, dan terbentuk—tanpa disertai tilikan memadai untuk Rusia. Majalah ekonomi terkemuka The Economist mengejawantahkan semangat yang telah dirintis dr Soetomo dan kawan-kawan itu ke dalam praktik terbitan London dalam laporan berjudul The berbangsa dan bernegara yang lebih operasional. World in 2007 menyebutkan bahwa pada tahun Peringatan Hari Kebangkitan Nasional saat 2007 ekonomi Indonesia berada pada urutan keini sejatinya dapat dija21, sedangkan pada 2004 dikan entry point untuk masih berada di urutan Peringatan Hari Kebangkitan ke-26 dunia. Pada 2008, melakukan redefinisi Nasional tahun ini dapat dijadikan Indonesia ada di peringkat dan reaktualisasi makna momentum yang sangat tepat ke-20 melampaui Taiwan, kebangkitan nasional meuntuk mencanangkan kebangkitan pada 2010 diramalkan akan lalui pendekatan yang perekonomian nasional. melampaui Swiss, Swedia lebih spesifik. Bangkit tidak dan Belgia dengan PDB harus diartikan secara luas sebesar USD550 miliar. Sedangkan pada tahun 2025 yakni semangat untuk bisa berbenah diri di segala ekonomi Indonesia diprediksikan akan berada di bidang kehidupan, namun bisa difokuskan pada posisi ke-14 dunia. satu bidang yang selanjutnya bisa menjadi titian Prediksi tersebut tentu sangat membesarkan untuk mengantarkan bangsa Indonesia agar sejajar hati bangsa Indonesia. Namun demikian, bukan dengan bangsa-bangsa lain di dunia. berarti semua dapat terjadi begitu saja tanpa kerja Salah satu sarana penting yang dapat mengankeras dan usaha maksimal. Kita semua tahu, saat ini tarkan bangsa ke tataran elit percaturan dunia saat krisis keuangan global masih mencengkeram dunia. ini adalah ketangguhan ekonomi. Kita telah melihat, Indonesia, bagaimanapun, langsung maupun tidak negara-negara yang memiliki pengaruh besar di langsung, akan terkena dampaknya. dunia bukan lagi negara yang adidaya di bidang Oleh karena itu, pemberdayaan internal di militer dan persenjataan, melainkan negara-negara bidang ekonomi sangat mendesak untuk dilakukan yang ekono-mi mapan dan stabil. untuk meredam krisis agar tidak memporakIndonesia sangat mungkin menjadi bangsa porandakan pondasi perekonomian Indonesia. Kita terhormat di mata dunia, apabila mampu boleh saja percaya pada ramalan, akan tetapi lebih menunjukkan kemapanan dan kestabilan ekonomi tepat jika kita mengantisipasinya dengan langkahpada saat negara-negara lain di dunia sedang langkah yang lebih rasional dan nyata. dilanda krisis keuangan global. Masuknya Indonesia Tentu saja kita berharap kebangkitan ekonomi sebagai ang-gota G-20 baru-baru ini, setidaknya nasional bukan sekadar wacana yang manis di bisa menjadi bukti bahwa Indonesia memiliki bibir, namun tidak menjadi kenyataan karena kita potensi yang sangat besar untuk ikut mengatur tidak mempersiapkan diri secara baik. Oleh karena manajemen ekonomi dunia. Kepercayaan dunia itu, pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional ini sepatutnya diemban dan dilaksanakan secara ini, alangkah baiknya jika Indonesia merumuskan sungguh-sungguh oleh bangsa Indonesia. kebijakan ekonomi yang terarah dan cerdas. Oleh karena itu, peringatan Hari Kebangkitan Kebijakan yang tepat akan sangat menentukan Nasional tahun ini dapat dijadikan momentum yang keberhasilan kebangkitan ekonomi Indonesia di sangat tepat untuk mencanangkan kebangkitan masa datang, yang pada gilirannya nanti benarperekonomian nasional. Seiring dengan bergesernya benar dapat mengantarkan negara ini menjadi kekuatan ekonomi dunia dari Amerika dan Eropa ke kekuatan ekonomi yang disegani dan dihormati Asia pasca krisis keuangan global, peran Indonedunia. sia di bidang ekonomi ke depan akan semakin Ibaratnya, saat ini pintu telah terbuka, tinggal diperhitungkan. Berbagai analisis menyebutkan, bagaimana kesiapan kita untuk memasukinya kemunculan Indonesia sebagai kekuatan ekonomi dengan kepala tegak penuh percaya diri. baru yang berpengaruh di tingkat dunia sudah di ambang pintu. (g) Perubahan Nomenklatur Kelembagaan Komunikasi dan Informatika Polewali Mandar Sebagai implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah maka Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar telah menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Polewali Mandar Nomor 5 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Polewali Mandar. Sehubungan dengan hal tersebut terjadi perubahan nomenklatur Organisasi Perangkat Daerah urusan Komunikasi dan Informatika yang sebelumnya berada pada Kantor Komunikasi Informasi dan Kearsipan berdasarkan PP 8 Tahun 2003, sekarang diubah menjadi Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kabupaten Polewali Mandar. Segala hal yang menyangkut urusan administrasi surat
menyurat dan kerja sama di bidang Komunikasi, Informatika dan Pengelolaan Data Elektronik dialamatkan ke alamat Kantor Dishubkominfo jalan Mr.Muh. Yamin No.05 Pekkabata Kabupaten Polewali Mandar Sulawesi Barat Telp/Fax 0428-21219 Kode Pos 91315 Demikian disampaikan atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih. Mustari Mula, S.Sos Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika Pemkab Polewali Mandar Jalan Mr. Muh. Yamin No. 05 Pekkabata Kab. Polman Telp dan Faks (0428) 21219 Kode Pos 91315 http://www.polewalimandarkab.go.id
Cinta Produk Indonesia Kita tahu, kampanye seperti ini bukanlah barang baru. Dua dekade lalu kita juga pernah melakukan gerakan cinta Indonesia dan juga diulang di berbagai periode sebelumnya. Namun, gerakan tersebut kurang gaungnya karena tidak dilakukan
secara sungguh-sungguh. Belajar dari pengalaman tersebut, mari kita hidupkan lagi semangat mencintai Indonesia, bukan saja produknya namun juga bangsa dan negara Indonesia. Kalau bukan kita yang mencintai negara dan bangsa kita, siapa lagi yang bangga memakai produk dalam negeri. Kalau kita tidak bangga dan mengapresiasi produk Indonesia, bagaimana kita berharap masyarakat negara lain mempunyai apresiasi yang sama terhadap produk kita. Buat semuanya aja anak bangsa Indonesia, mari terus menerus kampanyekan Cinta Produk Dalam Negeri. Sebagai wujud rasa setuju ini, saya mengajak Anda sekalaian untuk menanam kode gambar "Hanya Cinta dan Beli Produk Dalam negeri" di blog Anda. Warno SMAIT Nur Hidayah Jalan Pandawa 10 Pucangan Kartasura Sukoharjo, Surakarta http://www.bioman-smaitnurhidayah. co.cc
Diterbitkan oleh DEPARTEMEN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA Pengarah: Prof. Dr. Moh Nuh, DEA (Menteri Komunikasi dan Informatika). Penanggung jawab: Dr. Suprawoto, SH. M.Si. (Kepala Badan Informasi Publik) Pemimpin Redaksi: Drs. Bambang Wiswalujo, M.P.A.(Kepala Pusat Pengelolaan Pendapat Umum). Wakil Pemimpin Redaksi: Drs. Supomo, M.M. (Sekretaris Badan Informasi Publik); Drs. Ismail Cawidu, M.Si. (Kepala Pusat Informasi Politik Hukum dan Keamanan); Drs. Isa Anshary, M.Sc. (Kepala Pusat Informasi Perekonomian); Dr. Gati Gayatri, MA. (Kepala Pusat Informasi Kesejahteraan Rakyat). Sekretaris Redaksi: Mardianto Soemaryo. Redaktur Pelaksana: M. Taufiq Hidayat. Redaksi: Drs. Lukman Hakim; Drs. Selamatta Sembiring, M.Si.; Drs. M. Abduh Sandiah; Dra. Asnah Sinaga. Reporter: Suminto Yuliarso; Lida Noor Meitania, SH, MH; Karina Liestya, S.Sos; Elpira Indasari N, S.Kom; Koresponden Daerah: Nursodik Gunarjo (Jawa Tengah), Supardi Ibrahim (Palu), Yaan Yoku (Jayapura). Fotografer: Fouri Gesang Sholeh, S.Sos. Desain/Ilustrasi: D. Ananta Hari Soedibyo; Danang Firmansyah. Pracetak: Farida Dewi Maharani, Amd.Graf, S.E. Alamat Redaksi: Jalan Medan Merdeka Barat No. 9 Jakarta Telp/Faks. (021) 3521538, 3840841 email:
[email protected] atau
[email protected]. Redaksi menerima sumbangan tulisan, artikel dan foto yang sesuai dengan misi penerbitan. Redaksi berhak mengubah isi tulisan tanpa mengubah maksud dan substansi dari tulisan tersebut. Isi KomunikA dapat diperbanyak, dikutip dan disebarluaskan, sepanjang menyebutkan sumber aslinya.
Mampukah UU KIP Membuka Pintu Partisipasi Masyarakat? Pria di balik meja resepsionis itu sigap memasang muka ramah kepada sosok yang menghampiri, "Ada yang bisa saya bantu?" tanyanya dengan ramah. Sang tamu, Ferdy, wartawan koran lokal Pontianak, Kalimantan Barat segera membuka suara, "Saya membutuhkan data untuk tulisan saya, bisa dibantu?", ucapnya sambil menyodorkan list data yang dibutuhkan. "Silahkan tunggu sebentar, anda bisa istirahat di sofa yang ada di ujung ruangan ini. Saya akan coba hubungi staf yang mungkin bisa membantu anda berkaitan dengan informasi ini," kata sang petugas resepsionis. Di sofa berlapis kulit lanther coklat, Ferdy mengusir lelah sejenak sembari menunggu informasi yang akan dibutuhkan. Pria berperawakan hitam itu memang setiap hari bergelut dengan upaya mengumpulkan informasi. Profesinya sebagai wartawan memang membutuhkan keahlian tersendiri untuk mendapatkan data-data tertentu dari lembaga publik. Tak berapa lama ketika dipanggil oleh petugas di resepsionis, akhirnya Ferdi diberikan nomor kontak untuk mendapatkan data itu. Dengan satu catatan bahwa
sang staf yang menangi hal itu masih belum masuk. Dan Ferdi dipersilahkan kembali lagi. Dengan wajah menggerutu Ferdi menjelaskan bagaimana sulitnya mendapatkan informasi tersebut. Perlu waktu ekstra untuk satu data yang menurutnya sederhana, " Wasting time!" timpalnya. Menurut dia, hampir sebagian besar lembaga publik itu tidak memiliki suatu divisi khusus untuk menangani pelayanan informasi. Sambil mengutip sebuah kredo, "Kalo ada yang sulit untuk apa dipermudah, bahkan terkadang dijadikan acang berkelit lidah," kilahnya. "Seperti bermain "kucingkucingan" dan sedikit berkelit, biasanya saya memanfaatkan jaringan sub blower , barisan sakit hati, yang akan dengan senang memberikan data yang dibutuhkan," tandasnya. Bagi Ferdi dan teman seprofesinya cara terakhir ini memang jauh lebih mudah dan cepat. "Jika cara resmi ini tidak bisa, saya akan menggunakan cara seperti biasanya, mengendap-endap mencari celah", celetuknya. Pasalnya, dalam prosedur standar yang diberlakukan di lembaga saat ini jauh lebih berbelit, "Lebih sering diputerputer, bolak-balik, sudah gitu data yang didapat pun tidak
Gagasan keterbukan akses informasi muncul dari masyarakat, juga LSM-LSM. UU No. 14 Tahun 2008 ini mampu mendorong Badan Publik menyediakan dan mengumumkan informasi secara berkala maupun yang serta merta, sehingga mengurangi penyimpangan informasi yang simpang siur.
memuaskan", tambahnya. Bagi Ferdi, keterbukaan informasi selama ini menjadi barang langka, "Entah apa yang membuat mereka enggan untuk membuka informasi yang seharusnya untuk publik, apa karena data mereka tidak valid, atau mereka memang tidak pernah memiliki data tersebut?" ucapnya kesal. Berbeda dengan pengalaman Ferdi, Wendi mahasiswa tingkat akhir yang membutuhkan data kependudukan untuk bahan skripsinya. Sering ditemukan beberapa instansi yang berbeda menampilkan jumlah penduduk atau data yang sama dengan nilai yang berbeda pula. "Pernah, saya membutuhkan data dan saya cross check ke lembaga lainnya, ternyata berbeda. Hal ini tentu sangat membingungkan," ungkap Wendi. Mendengar adanya pemberlakukan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik, Ferdi dan Wendi sangat antusias. "Jika memang benar berjalan, itu akan lebih baik, tidak ada lagi masyarakat yang dibodohi maupun dipersulit," kata mereka seolah serempak. Dua Sisi Keterbukaan Gagasan keterbukaan akses informasi muncul dari dinamika masyarakat dan LSM yang menginginkan adanya keterbukaan. Sejak tahun 1999 duet koalisi DPR dan LSM mulai mengembangkan rancangan isi UU yang berkaitan dengan hak akses publik terhadap informasi. Pada tahun 2000 rancangan tersebut disetujui dengan nama Rancangan Undang-Undang Keterbukaan Memperoleh Informasi Publik (KMIP). Kemudian 30 April 2008 silam, Undang-undang tersebut disahkan dalam Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Sepanjang masa penggodokannya Undang-undang ini mengalami banyak revisi dan perdebatan panjang. UU KIP dinilai kontroversial. Perbedaan kepentingan mengakibatkan perbedaan pandangan dari pihak-pihak lain mengenai arti "keterbukaan".
Surat Kaleng Sudah Ketinggalan Jaman Kini, surat tanpa nama dan alamat pengirim yang berisi kritik dan koreksi sudah bukan jamannya lagi. Ungkapan ketidaksetujuan dan protes keras atas suatu kebijakan pemerintah sudah dapat disampaikan secara terbuka. Memang, budaya surat kaleng atau surat buta adalah ekspresi ketidakmampuan (powerless) dalam melakukan perlawanan secara frontal (face to face). Selama ini, kata kata Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI), Teten Masduki, masyarakat kurang terbiasa melaporkan keluhan terkait dengan pelayanan publik kepada Ombudsman dan laporan pengaduan ke pengadilan memakan waktu lebih lama. “Pelaporan lewat Ombudsman akan direspon lebih mudah, cepat dan murah karena lembaga ini merupakan jalur penyelesaian di luar pengadilan,” paparnya. Menurut dia, masyarakat sebenarnya tidak perlu ragu melapor ke ORI jika menemukan penyimpangan administrasi dalam pelayanan publik baik di tingkat pusat atau daerah. Wajib Buka Kotak Pengaduan Sementara itu, instansi pemerintah mulai dari
tingkat daerah hingga pusat juga wajib membuka kotak aduan masyarakat. Dengan ini diharapkan agar masyarakat tidak takut-takut melakukan aduan. "Pelapor-pelapor sudah dijamin, karena sudah ada UU. Jangan takutlah Menpan sudah menjamin," kata Menpan Taufik Effendi, dalam rapat koordinasi pengelolaan kotak pos di Jakarta beberapa waktu lalu. Diharapkan dengan adanya kotak aduan ini, akan berpengaruh pada budaya birokrasi dan aparatur negara. "Dengan mengelola aduan-aduan masyarakat, para pengelola instansi harus memberikan dampak pada kemajuan bangsa," jelasnya. Menurut Deputi Menpan Bidang Pengawasan Gunawan Hadisusilo, salah satu kebijakan Menpan di bidang pengawasan adalah membuat surat edaran kepada seluruh intansi pemerintah di pusat dan daerah untuk menyediakan kotak pos pengaduan masyarakat. Surat edaran itu bernomor surat edaran Menpan No 17 tahun 2004. "Untuk menindaklanjuti perbaikan kinerja aparatur di bidang pelayanan publik," tutup Gunawan. Jadi jangan takut lagi untuk mengadu, apalagi ada kebijakan yang merugikan hak warga negara. (mm)
Di satu sisi fungsi UU ini melindungi hak masyarakat dalam memperoleh informasi, namun di sisi lain bisa menjadi bumerang. Seperti, diungkap Banyu Primbono, Kepala Bidang Perencanaan Dinas Pendidikan Kota Singkawang, "Pemberlakuan UU No 14 tahun 2008 ini seperti keping uang logam, memiliki 2 sisi," jelas Banyu. O l e h k a r e n a i t u , B a ny u mewanti-wanti agar pelaksanaan UU KIP tersebut harus diletakkan pada tatanan yang benar, "Jangan sampai kebebasan tersebut menjadi malapetaka bagi orang lain, apalagi sampai mengancam atau merusak negara sendiri. Alihalih ingin terkesan negara maju yang bebas, ternyata terperosok sendiri", ucapnya. Bagi Drs. Henri Subiakto, MA. Staf Ahli Menteri Kominfo Bidang Media Massa, Undangundang KIP sangat revolusioner di masa ini. "Mampu mendorong Badan Publik menyediakan dan mengumumkan informasi secara berkala maupun yang serta merta, sehingga mengurangi penyimpangan informasi yang simpang siur," jelasnya. Undang-Undang ini menurut Henri melengkapi proses demokrasi dan sekaligus melengkapi Undang-Undang KPK, UU Antikorupsi dalam rangka upaya pemberantasan korupsi. Menurut Drs. Freddy Tulung, MUA, Dirjen Sarana Komunikasi dan Diseminasi Informasi, Departemen Komunikasi dan Informatika mengatakan substansi pokok UU KIP adalah memperjuangkan maximum acces limited exemption. "Memberikan akses informasi dengan batasan informasi yang dikecualikan, seperti rahasia negara juga kekayaan sumberdaya alam kita," jelasnya. Butuh Persiapan Proses implementasi keterbukaan informasi publik membutuhkan waktu dan pengalaman. Belajar dari pemerintahan Ingggris yang membutuhkan waktu empat tahun untuk dapat benar-benar menjalankan UU Kebebasan Informasi. Kemudian bandingkan dengan Thailand yang langsung tabrak lari menerapkan UU Kebebasan Informasi, dan hasil ketidaksiapan tersebut adalah kemandekan. Mungkin perlu ditilik keberhasilan Jepang dalam menerapkan UU yang serupa, "Mereka mampu menekan inefisiensi hingga 30%", ungkap Henri Subiakto. Akan tetapi menurut harus disiapkan infrastruktur serta konten informasi bahkan sampai dengan persiapan mental aparat terkait. "Selain itu perlu dipersiapkan PPID atau pejabat pengelola informasi dan dokumentasi serta sistem informasi dan dokumentasi Badan Publik," jelas Kepala Badan Informasi Publik, Suprawoto. Untuk menyediakan informasi tersebut maka otomatis pemerintah di tingkat pusat, propinsi maupun daerah atau badan daerah atau badan publik lainnya harus memiliki sebuah mekanisme untuk menyebarkan maupun mekanisme untuk mengumpulkan informasi dan sekaligus mempersiapkan mekanisme untuk melayani jika ada permintaan informasi. Oleh karena itu, bagi Fred-dy Tulung dan Suprawoto, pertimbangan waktu dua tahun untuk mempersiapakan semuanya sangat pas. "Masa itu kita gunakan untuk mempersiapkan PP yang mengatur informasi apa yang digolongkan dikecualikan, dan PP
mengenai ganti rugi yang akan dibebankan pada Badan Publik," ungkap Freddy. Pelibatan Berkualitas Fungsi keterbukaan informasi publik dapat dimanfaatkan sebagai ajang untuk saling mengkoreksi kinerja lembaga eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, dan sekaligus mengikutsertakan masyarakat sebagai pemantau program badan publik. "Sudah seharusnya arus informasi dibangun dua arah, baik dari pemerintah ke masyarakat maupun dari masyarakat ke pemerintah", ucap Wawan, Ketua Lembaga Gemawan, Singkawang, Pontianak. LSM ini merupakan salah satu LSM di Kalbar yang cukup konsisten memerangi korupsi dan meningkatkan pelayanan kepada publik. Selama berkecimpung di lembaga Gemawan, Wawan mendapati beberapa kejanggalan penggunaan dana yang tidak seluruh alokasinya digunakan untuk kepentingan masyarakat. Wawan bertutur pengalamanya ketika ada dana bantuan usa-ha. Dana usaha tersebut diperuntukkan bagi masyarakat yang mempunyai usaha namun tidak memiliki dana. Dengan nada tinggi dan kesal dia menyayangkan sikap aparat RT/ RW setempat. Informasi tersebut tidak disebarluaskan pada masyarakat, namun hanya pada beberapa rekan dan kolega RT/RW. Merekapun tidak melakukan pendataan pada warga. "Terlebih, bagi warga yang menerima hanya merenerima saja, tiap wargapun menerima jumlah yang berbeda", timpalnya. Dasar perbedaan jumlah itupun tidak diketahui masyarakat. Proses pengembalian, bunga, dan siapasiapa saja yang meminjam sangat tertutup. "walhasil, dana tersebut tidak efisien, karena tidak tepat sasaran", tambahnya. Akan berbeda hasilnya, jika masyarakat diikutsertakan memantau arus dana bantuan tersebut, "Masyarakat dibantu mendata tetangga-tetangganya yang benar-benar membutuhkan modal usaha. Kemudian bisa dilibatkan dalam pemantauan penggunaan dana tersebut, apakah benar-benar digunakan untuk modal usaha atau digunakan untuk membayar hutang ataukah memenuhi kebutuhan tersier saja?," cetus Wawan. Bagi Wawan, selain mempersiapkan diri, badan publik juga harus mulai membuka untuk melibatkan masyarakat dalam setiap proses yang akan dilalui. "Nah, sudah seharusnya saluran komunikasi tersebut dijaga, setidaknya menghindari konflik yang mungkin terjadi antar warga atau antara warga dengan pejabat publik", ucapnya. Memang, menjadi tugas tanbahan bagi badan publik untuk menjelaskan secara terbuka masalah konsep, pendekatan metodologi, dan sistem pengolahan dan penyajian yang digunakan. Tentu definisi serta analisis informasi pun disertakan, sehingga pengguna-pengguna data dapat mencerna informasi yang sama dari lembaga-lembaga yang menyajikan informasi tersebut. Akan tetapi, demi masa depan INdonesia yang lebih baik. Tentu hal ini sangat penting dilakukan. Sebab, kata Amartya Sen, negara yang membuka akses informasi akan jauh lebih bisa meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. (
[email protected])
s a t u k a t a i n d o n e s i a
3
komunika Edisi 8/Tahun V/Mei 2009
www.bipnewsroom.info
4
komunika Edisi 8/Tahun V/Mei 2009
Mencetak Pengusaha Tangguh Langkah Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional (Ditjen Dikti Depdiknas) untuk membangun 300 pusat kewirausahaan di perguruan tinggi negeri maupun swasta tak cuma patut diacungi jempol, tapi perlu didukung semua pihak. Usaha tersebut dewasa ini didukung oleh Kantor Menteri Negara BUMN (Badan Usaha Milik Negara), tapi tentu kita berharap lebih banyak institusi pemerintah dan swasta yang mendukung langkah strategis tersebut. Ke 300 pusat kewirausahaan tersebut bagai setetes air di tengah dampak krisis keuangan global yang melanda dunia termasuk di negeri ini. Di masa krisis, bagaimana memberi pekerjaan kepada para lulusan perguruan tinggi serta bagi mereka yang tahun-tahun sebelumnya belum mendapatkan pekerjaan adalah hal yang krusial. Para pengamat memperkirakan sekitar 40,000 penganggur baru akibat perusahaan mereka terkena dampak krisis ekonomi saat ini. Sempurnakan Orientasi Banyak orang menganggap orientasi pendidikan kita selama ini hanya mencetak para ‘pencari kerja’ semata-mata dan bukan membentuk para usahawan yang mampu menciptakan pekerjaan sendiri, dan malah memberi
nafkah kepada orang-orang lainnya. Sulit sekali kelihatannya mengubah orientasi sekedar menjadi karyawan seperti yang dicetakkan sejak di masa penjajahan dahulu menjadi ‘orangorang swasta yang berkeringat’, yang mampu membangun jaringan kerja sendiri. Pekerjaan kantoran atau menjadi ambtenaar dinilai lebih bergengsi. Tentu saja itu tidak salah sepanjang dilandasi jiwa kewirausahaan yang tangguh. Menjadi pengusaha tak perlu berkotor-kotor berkubang lumpur. Tapi berkubang lumpur untuk bekerja mandiri dan berguna bagi lingkungannya juga lebih baik. Tak usah diragukan, penduduk kita yang berjumlah lebih dari 180 juta adalah pasar yang luar biasa besarnya. Segala kebutuhan mereka kalau dapat dicukupi oleh pengusaha-pengusaha dalam negeri, jelas menjadi obat mujarab bagi masalah pengangguran yang membebani pemerintah dan menggerogoti anggaran tiap tahunnya. Almarhum Mahatma Gandhi, menjadi inspirator kemandirian bangsa India. Ia menggelorakan semangat swadeshi, yaitu berdiri di atas kaki sendiri, guna menolak semua produk penjajah negerinya. Gandhi terkenal dengan fotonya dia sedang memintal benang tenun, dan ia pun konsekuen mencopot pakaian gaya Baratnya ketika menjadi pengacara berhasil dulu, dan menggan-
tinya dengan pakaian tradisional hasil tenunannya sendiri. Gerakan itu dilakukan secara mantap dan konsekuen oleh bangsanya. Bertahun-tahun India melindungi diri dari produk luar, dan semangat mandirinya memben-
Industri kerajinan mendorong penciptaan lapangan kerja dan pembangunan yang lebih merata di seluruh Indonesia tuk pengusaha-pengusaha tangguh. Maka sekarang ini, 60 tahun kemudian, lihat India mampu melejit menjadi “gajah Asia” berdampingan dengan “naga Asia” yaitu China. Tak perlu iri sebab tradisi kewirausahaan kedua negara telah berakar sejak lama. China bertiwikrama dari negeri “Tirai Bambu” yang terisolir menjadi raksasa ekonomi Asia Timur. Selain jiwa wirausaha yang telah menjadi ‘warisan genetik’ selama berabad-abad, China mampu mengubah stigma dan paradigma lama mereka yang kaku dan represif. Energi negatif itu diubah menjadi energi positif untuk sadar terhadap perubahan jaman, mampu mengubah stigma dan paradigma lama mereka demi kemajuannya. Usaha terberat tapi mendasar adalah mengubah pola pikir masyarakat yang sekadar menjadi pencari kerja menjadi pencipta
Departemen Komunikasi dan Informatika
Era Baru, Penyiaran Digital di Indonesia
Mohamad Nuh Menteri Komunikasi dan Informatika
Tepat pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke 101 pada 2009 ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan dimulainya era penyiaran digital di Indonesia. Dengan teknologi digital alokasi kanal frekuensi akan menjadi lebih banyak dan efisien.
Dunia penyiaran Indonesia akan memasuki era baru. Perangkat Penyiaran Indonesia yang sebagian saat ini masih berbasis analog akan segera diubah menjadi digital. Peringatan ke-101 Hari Kebangkitan Nasional tahun ini menjadi catatan tersendiri dalam dunia penyiaran di Indonesia. Tepat pada peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke 101 pada 2009 ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan dimulainya era penyiaran digital di Indonesia. Dengan teknologi penyiaran digital slot untuk kanal frekuensi akan menjadi lebih banyak dan pemanfaatan alokasi frekuensi juga lebih efisien. Selain itu, kemungkinan membuat program yang interaktif yang melibatkan semua pemirsanya akan lebih mudah. Negara-negara besar yang sudah memulai migrasi ke digital dilakukan secara bertahap sampai akhirnya penyiaran
analog seperti sekarang yang ada di Indonesia saat ini dihapuskan. Departemen Komunikasi dan Informatika (Depkominfo) telah melakukan berbagai persiapan, antara lain, menetapkan penggunaan standar TV digital yang digunakan, yakni teknologi DVB-T (Digital Video Broadcast– Terrestrial). “Depkominfo telah menyiapkan re-gulasi untuk standardisasi perangkat, pemetaan kanal frekuensi untuk penyelenggaraan TV siaran digital terestrial, baik TV siaran dengan penerimaan free-to-air maupun TV siaran digital bergerak (mobile TV),” kata Menteri Komunikasi dan Informatika Mohammad Nuh. Alokasi kanal frekuensi untuk layanan TV digital untuk penerimaan tetap free-to-air DVB-T pada band IV dan V UHF, yaitu pada kanal 28-45 (total 18 kanal). Di setiap wilayah layanan diberikan jatah enam kanal, dengan setiap kanal dapat diisi enam sampai delapan program siaran.
Posisikan Sejajar Implementasi sistem TV digital di Eropa, Amerika, dan Jepang sudah dimulai beberapa tahun lalu. Di Jerman, proyek ini telah dimulai sejak tahun 2003 untuk kota Berlin dan tahun 2005 untuk Muenchen dan saat ini hampir semua kota besar di Jerman sudah bersiaran TV digital. Belanda telah memutuskan untuk melakukan switch off (penghentian total) siaran TV analognya sejak akhir 2007. Perancis akan menerapkan hal sama pada tahun 2010. Inggris sejak akhir 2005 telah melakukan uji coba mematikan beberapa siaran analog untuk menguji penghentian total sistem analog bisa dilakukan pada tahun 2012. Kongres Amerika Serikat telah memberikan mandat untuk menghentikan siaran TV analog secara total pada 2009, begitu pula Jepang pada 2011. Negara-negara di kawasan Asia juga sudah mulai melakukan migrasi total. Di Singapura, TV digital diluncurkan sejak Agustus 2004 dan saat ini telah dinikmati lebih kurang 250.000 rumah. Di Malaysia, uji coba siaran TV digital juga sudah dirintis sejak 1998 dengan dukungan dana sangat besar dari pemerintah dan saat ini siarannya sudah bisa dinikmati lebih dari 2 juta rumah.
dan pemberi kerja bagi lingkungannya. Sungguh berat bekerja melawan arus, tapi harus dilakukan, kalau tak ingin semakin ketinggalan pesawat. Pasti Bisa Indonesia pernah mencanangkan gerakan “Berdiri di Atas Kaki Sendiri” pada era 60-an. Tentu tujuan ini bagus, akan tetapi belum terancang secara tepat sehingga sulit dilaksanakan di tengah krisis politik dan ekonomi yang mende-ra. Pada masa itu industri kecil di kampung-kampung maju pesat, guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Usaha pertenunan, batik, pembuatan alat-alat rumah tangga, industri pengecoran logam di Tegal, Klaten, dan seba-
Keputusan pemerintah atas penggunaan DVB-T sebagai standar TV digital terestrial akan menjadi lokomotif terjadinya migrasi dari era penyiaran analog menuju era penyiaran digital di Indonesia. Pilihan ini membuka peluang ketersediaan saluran siaran yang lebih banyak, yang berimplikasi dalam banyak aspek. Peluang Atasi Krisis Global Upaya untuk menghadapi krisis keuangan global juga semakin terbuka dengan adanya momentum ini. Betapa tidak, penyiaran digital dapat membuka peluang yang lebih banyak bagi masyarakat untuk meningkatkan kemampuan ekonominya. Peluang usaha di bidang rumah produksi, pembuatan aplikasi audio, video, multimedia, industri sinetron, film, hiburan, komedi, dan sejenisnya menjadi potensi baru untuk menghidupkan ekonomi masyarakat. Menkominfo menyebutkan, masyarakat juga memiliki ke-sempatan lebih banyak untuk menjadi pemasok barang dan jasa bidang radio dan televisi digital, menjadi penyedia jasa pemasangan instalasi perangkat radio dan TV digital, membuat program aplikasi, dan kesempatan usaha lainnya. Oleh karena itu, peringatan Hari Kebangkitan Nasional tahun ini dapat dijadikan momentum yang sangat tepat untuk mencanangkan kebangkitan perekonomian nasional melalui penyiaran digital. Namun demikian, bukan berarti semua dapat terjadi begitu saja tanpa kerja keras dan usaha maksimal. (m/pih)
gainya tumbuh. Namun seiring dengan perubahan kebijakan dan ketidak tahanan kita terhadap godaan produk asing, kita tak dapat berdiri bahkan dengan satu kaki pun. Banyak industri-industri strategis yang belum dikuasai secara baik. Para lulusan sekolah menjadi pencari kerja pada perusahaan Multi National Corporation (MNC). MNC sekarang menjadi penentu hidup matinya negaranegara lemah struktur industrinya. Begitu mereka angkat kaki, maka perusahaan yang mereka tinggalkan ambruk dan menyisakan penganggur-penganggur, pemerintah terkena getahnya ‘mencuci piring’ sambil dihujani demo-demo. Kunci sebenarnya tentu jiwa dan semangat kewirausahaan, yang menempa orang menjadi tangguh, ulet, tanggap, tanggon, dan mandiri. Pembentukan 300 pusat kewirausahaan di PTS dan PTN diharapkan jadi pemicu semangat wirausaha generasi muda kita. Saat ini pun sudah banyak perguruan tinggi yang membangun pusat-pusat semacam itu, tempat persemaian usaha lewat penyebaran pengetahuan dan bimbingan teknis. Namun jumlahnya perlu diperbanyak disertai usaha terus-menerus untuk mensukseskan usaha baik pemerintah ini. Di samping itu promosi pemerintah yang gencar atas Sekolah Menengah Kejuruan dirasakan tepat di tengah harapan para lulusannya akan memiliki ketrampilan memadai. Tentu saja itu belum cukup, perlu pengarahan untuk membentuk jiwa wirausaha mereka. Tentu tugas itu tidak ringan, dan semua pihak, baik pemerintah maupun swasta perlu cancut taliwanda alias menyingsingkan lengan bekerja keras mengatasinya. Beban itu tentu tak bisa diletakkan semata-mata ke pundak pemerintah. Seyogyanya swasta lebih aktif berperan, sementara pemerintah sebaiknya sebagai regulator saja. Negara-negara maju selalu bercirikan kuat peran sektor swastanya dan mantap krida pemerintahannya. Tujuan akhirnya adalah membentuk manusia Indonesia yang memiliki selisih keunggulan besar ditandingkan dengan tenaga luar negeri, sehingga mampu membangun Indonesia yang lebih kuat. (Adji Subela)
5 oleh badan kesehatan dunia WHO, pemerintah juga menetapkan kasus Flu Babi pada kondisi siaga tingkat 5. "Indonesia saat ini dalam kondisi siaga menghadapi flu babi setelah WHO menaikkan statusnya menjadi stage 5," kata Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari di Asri Medical Center UMY, Akhir April lalu.
Menimbang Bahaya
Flu Babi
Wahab (41) warga Bintaro Jakarta Selatan, sangat kaget saat putrinya Azizah (9) tiba-tiba jatuh sakit sepulang dari sekolah. Badan gadis kecil kelas 2 SD itu panas, ia juga batuk-pilek dan mengeluh dadanya sesak. Khawatir anaknya terserang Flu Meksiko atau Flu Babi yang sedang gencar diberitakan media massa, Wahab langsung melarikan anak semata wayangnya ke Puskesmas Bintaro, maklum gejala-gejalanya memang mirip. Untunglah, hasil pemeriksaan dokter tak mengarah ke kecurigaan anaknya menderita penyakit mematikan itu. Azizah hanya menderita flu biasa. Sesak nafas yang dideritanya hanya efek dari ingus yang menyumbat lubang hidungnya. Kendati Wahab ‘salah duga’, namun petugas Puskesmas memuji kecekatannya memboyong anaknya ke pusat kesehatan. “Tindakannya sangat tepat, karena jika anaknya benar-benar menderita H1N1, ia membutuhkan penanganan yang cepat di rumah sakit khusus rujukan H1N1,” ujar Nini, staf Puskesmas Bintaro.
Flu Meksiko, Flu Babi atau flu dengan virus tipe H1N1 memang berbahaya. Kendati demikian, menurut Nini, masyarakat tidak perlu paranoid atau takut berlebihan terhadap penyakit ini, karena belum ada laporan berjangkitnya flu tersebut di Indonesia. Kasus suspect (diduga) memang ada, namun belum ada laporan adanya penderita positif Flu Meksiko. Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari bahkan menyatakan, kendati telah merenggut puluhan korban jiwa di Meksiko, namun tingkat keganasan virus H1N1 ternyata masih kalah dengan Flu Burung (H5N1). Namun karena keduanya dapat menyebabkan kematian pada manusia, Menkes berharap agar virus flu babi tidak menyebar ke Indonesia. "Mudahmudahan ini (virus H1N1) tidak cocok dengan manusia Indonesia. Tapi kita tidak boleh lengah dan harus senantiasa waspada mengantisipasi penyebarannya," ujarnya. Janggal Menkes
menilai,
beberapa
Apa Itu Flu Babi?
Flu Meksiko, Flu Babi, Flu H1N1, atau Swine Influenza merupakan penyakit influenza yang biasa berjangkit pada babi, disebabkan oleh virus influenza babi (tipe A.H1N1). Virus ini biasanya hanya menyerang babi dan dengan tingkat kematian ternak yang rendah serta sangat jarang
menyerang manusia. Siklus influenza babi mirip dengan influenza musiman pada manusia, terutama di daerah dengan empat musim, yaitu meningkat di musim gugur dan dingin, lalu menurun pada musim semi dan panas. Virus ini menyerang manusia, pada umumnya karena berdekatan
Menkes menilai, beberapa kebijakan badan kesehatan dunia (WHO) terkait penanganan Flu Meksiko atau yang dalam bahasa Inggris disebut Swine Influenza, janggal. Misalnya soal terus berubahnya nama penyakit ini serta penetapan fase lima dari enam tingkatan waspada pandemi H1N1. kebijakan badan kesehatan dunia (WHO) terkait penanganan Flu Meksiko atau yang dalam bahasa Inggris disebut Swine Influenza, janggal. Misalnya soal terus berubahnya nama penyakit ini serta penetapan fase lima dari enam tingkatan waspada pandemi H1N1. Soal penetapan fase, WHO mengambil keputusan itu hanya berdasarkan kajian epidemiologi evidence (berdasarkan sebaran penyakit) tanpa menyertakan kajian virologis evidence (perkembangan mutasi genetik virus) yang sampai saat ini masih diteliti dan belum dipublikasikan. Menurut Siti Fadilah, penentuan fase pandemi yang hanya berdasarkan kajian epidemiologi tidak memenuhi kaidah. "Memang sudah menyebar. Tapi kalau orang cuma demam, batuk, pilek itu jelas bukan pandemi. Kalau begini dikatakan pandemi, seharusnya WHO membikin definisi baru pandemi misalnya mild pandemi (pandemi ringan—red)," selorohnya. Dengan belum diumumkannya kajian virologis virus oleh WHO, Menkes menilai langkah tersebut merupakan bentuk ketidaktransparanan WHO pada dunia. "Harusnya WHO segera
mengumumkan hasil sequensing (penguraian tipe virus--red),” imbuhnya. Menkes berpendapat, Flu Babi masih belum layak dilabeli fase lima. Pasalnya, kendati tingkat morbiditas (tingkat sebaran serangan penyakit) lumayan tinggi, namun tingkat mortalitas (kematian) masih amat rendah, hanya 2% meninggal dari total yang terpapar. Bila disandingkan dengan flu burung, maka tingkat kematian Flu Babi tidak sepadan. Lantaran itu, Menkes Siti Fadilah menyarankan setiap negara untuk memanfatkan peraturan baru GIS AID yang ada di WHO. Lewat peraturan baru yang diperjuangkan delegasi Indonesia itu, ahli virus boleh meneliti spesimen virus flu babi yang ada di laboratorium WHO. Siti Fadilah juga berharap, instansi pemerintah tidak terbujuk tawaran bantuan donor bagi penanggulangan Flu Babi. Pasalnya, selain Flu Babi tidak terlalu berbahaya (low patagenic), Indonesia masih memiliki dana sebesar Rp38 milliar untuk persiapan pandemi menghadapi Flu Burung yang bisa dialokasikan ke Flu Babi. Seiring dinaikkannya tingkat penyebaran Flu Babi pada level
dengan babi, dan dapat disembuhkan dengan pengobatan flu biasa. Akan tetapi, babi dapat pula diserang oleh virus influenza manusia dan virus avian influenza sehingga di babi juga ditemukan virus influenza H1N1, H1N2, H3N2, dan H3N1. Virus flu H1NI tidak ditularkan melalui makanan (dengan memakan daging babi), tetapi lebih karena penularan melalui pernafasan. Di Amerika Serikat, dari 2005-2009 terjadi 12 kasus penularan flu dari babi ke manusia. Biasanya, penderita flu H1NI mengalami gejala antara lain demam, hilangnya nafsu makan, batuk, pilek, tenggorokan sakit, muntah, diare, dan pada saat itu umumnya flu H1NI tidak menimbulkan kematian pada manusia. Di Mexico, hanya dalam waktu dua minggu lebih dari 1600 orang diduga terinfeksi dan sekitar 200 orang meninggal dunia, 22 orang di antaranya konfirm karena flu H1NI. Di Amerika Serikat, 21 confirm terkena flu H1NI yang terdapat di California 7 orang, Texas 2 orang, Kansas 2 orang, NY City 8 orang, Ohio 1 orang tetapi tidak ada yang meninggal. Juga 75 murid sekolah di New
York terserang influenza, 8 orang positif flu. Baik Virus yang menyerang Mexico dan virus yang menyerang AS, semuanya ternyata sama. Jumlah korban diperkirakan akan terus meningkat dan dapat meningkat dalam jumlah yang substansial. Penderita yang diserang umumnya berusia muda, bukan anak-anak atau orang tua yang biasanya lebih rentan terhadap influenza. Di Kanada ditemukan kasus konfirm pada manusia. Sementara di Prancis dan Selandia Baru juga ditemukan kasus suspek. Dikonfirmasikan pula bahwa pada kasus-kasus tersebut terdapat virus influenza manusia. Bahwa virus yang menyerang tetap H1N1 tetapi memiliki ciri virus influenza babi, virus avian influenza, dan virus yang selama ini menyerang manusia. Virus dideskripsikan sebagai sub-tipe A/H1N1 baru. Sudah dikonfirmasi virus telah bermutasi. Dengan kata lain bahwa telah terjadi penularan dari manusia ke manusia, dengan demikian maka tidak hanya terjadi penularan virus dari babi ke manusia tetapi sudah terjadi penularan virus baru dari manusia ke manusia yang mematikan. (w/dari berbagai sumber)
Tingkatkan Kewaspadaan Meski menyatakan belum menemukan kasus Flu Babi di Indonesia, Siti tetap mengharapkan agar masyarakat meningkatkan kewaspadaan terhadap kasus penyebaran virus H1N1 ini. "Saya harapakan masyarakat melakukan kontrol dan antisipasi seperti sebelumnya telah dilakukan terhadap pencegahan dan penanganan kasus Flu Burung," harapnya. Mengenai mekanisme pencegahan penyebaran penyakit tersebut, Menkes menyatakan ada tujuh langkah yang ditempuh oleh Pemerintah Indonesia melalui Departemen Kesehatan dalam mewaspadai dan mencegah penyebaran Virus H1N1 atau Flu Babi (Swine Flu). Tujuh langkah tersebut, pertama, memasang thermal scanner (alat pendeteksi suhu tubuh) di terminal kedatangan bandara internasional; Kedua, mengaktifkan kembali sekitar 80 sentinel untuk surveilans ILI dan Pneumonia baik dalam bentuk klinik atau virologi; Ketiga, menyiapkan obat-obatan yang berhubungan dengan penaggulangan Flu Babi yang pada dasarnya adalah Oseltamivir yang sama untuk H5N1 (virus Flu Burung); Keempat menyiapakan 100 rumah sakit rujukan yang sudah ada dengan kemampuan menangani kasus Flu Babi; Kelima menyiapkan kemampuan laboratorium untuk pemeriksaan H1N1 (virus Flu Babi) di berbagai Laboratorium Flu Burung yang sudah ada; Keenam, menyebarluaskan informasi ke masyarkat luas dan menyiagakan kesehatan melalui desa siaga; Ketujuh, simulasi penanggulangan Pandemi Influenza. Siti Fadilah berharap, dengan tujuh langkah tersebut, Indonesia dapat menangkis serangan Flu Babi dan bahkan bila mungkin mencegah agar virus H1N1 tidak sampai masuk ke Indonesia Ketua Komnas Flu Burung dan Pandemi Influenza (FPBI) Bayu Khrisnamurti menyatakan bahwa pemerintah Indonesia terus bersiaga mengantisipasi masuknya virus H1N1. Mencegah buruknya koordinasi penanganan, pemerintah daerah (pemda) se-Indonesia membangun jejaring pengamanan. "Penyebarannya dari satu negara dengan cepat meluas ke negara lain," katanya. Untuk itu pemerintah terus membangun jejaring penanganan virus H1N1 ini difasilitasi oleh Komisi Nasional FPBI. Disebutkan bahwa jejaring pengamanan dari ancaman virus H1N1 sangat diperlukan dalam menghadapi serbuan gelombang penyebaran virus ini di seluruh dunia. Sejak merebaknya kasus virus H1N1, FPBI telah menggelar 30 pelatihan, simulasi pencegahan dan penanganan di berbagai kota. Para peserta pelatihan juga dibekali pengetahuan berupa etiket influensa, yaitu dianjurkan agar rajin cuci tangan, memakai masker, tidak bersin sembarangan. (Wahyu H, dari berbagai sumber)
s a t u k a t a i n d o n e s i a
5
komunika Edisi 8/Tahun V/Mei 2009
6 www.bipnewsroom.info
komunika Edisi 8/Tahun V/Mei 2009
Tak Sekadar Kisah Sepasang Sepatu... Tahun
Indonesia Kreatif Suatu ketika, Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla mengadakan rapat dengan sejumlah menteri dan pejabat terkait. Sebelum rapat dimulai, Wapres menyuruh hadirin melepas sepatu yang mereka kenakan untuk melihat apakah itu produk dalam negeri atau impor. Para petinggi negara pun ramai-ramai melepas sepatu dan mengeceknya. Siapa sih yang bisa menolak perintah Wapres? Mereka semua tersenyum. Ada yang bilang, “Tidak ada mereknya.” Ada yang berbisik, “Buatan lokal, kok.” Tapi banyak juga yang hanya senyum dikulum, mungkin karena sepatunya memang... bikinan luar negeri! Tentu Wapres tak sedang berseloroh saat menyuruh pejabat melepas sepatu. Beliau ingin mengecek, sejauh mana sejatinya kecintaan para pembesar negara terhadap produk dalam negeri, termasuk sepatu. Maklum, alas kaki bikinan mancanegara memang banyak beredar di Indonesia, dan laris pula. Yang beli diantaranya ya orang-orang berduit, termasuk para pejabat. Padahal sepatu buatan pabrik dalam negeri juga tak kalah kualitasnya. Untunglah, Jusuf Kala saat itu tidak menginstruksikan pemilik sepatu impor untuk menanggalkan sepatunya di kantor Wapres. Jika itu terjadi, tak pelak banyak pejabat tinggi pulang rapat bersandal jepit, karena saat itu banyak yang kedapatan memakai sepatu buatan luar negeri, khususnya Italia. Itulah gambaran nyata, bagaimana masyarakat sulit melepaskan diri dari produk luar negeri. Bukan hanya pejabat, orang jelata pun ketularan demam impor minded. Banyak yang menganggap produk impor lebih keren, prestisius dan bergengsi. Anggapan inilah yang akhirnya mendorong masyarakat gandrung membeli produk impor, dan sebaliknya memandang sebelah mata barang-barang produksi lokal.
Dari Jeruk hingga Potlot Seiring dengan diberlakukannya free trade zone alias zona perdagangan bebas, serbuan produk luar negeri ke Indonesia memang makin deras. Bukan han-
salak dan sebagainya,” imbuhnya. Soal makanan dan minuman, seluruh daerah di Nusantara memiliki makanan dan minuman khas yang rasanya lebih lezat dari kuliner berwaralaba yang banyak membuka gerai di Indonesia. Kita bisa sebut sate, gulai, rendang, pempek, soto, opor, rawon, ketoprak, rica-rica, dan
pang kalau kita mengurangi impor, kita menggunakan produk dalam negeri, dalam situasi seperti ini great account kita balance of payment kita, akan sangat dibebaskan dari tekanan-tekanan,” kata Presiden Yudhoyono saat menjelaskan langkah pemerintah untuk menghadapi krisis keuangan global, tahun lalu. Sementara Wapres mengingatkan, dampak krisis keuangan global secara langsung maupun tidak langsung, besar atau kecil, akan berimbas kepada kondisi ekonomi bangsa. Salah satu cara untuk menangkis pengaruh itu adalah dengan menggalakkan penggunaan produk dalam negeri. Agar pendapatan pajak semakin meningkat, kata Jusuf Kalla, rakyat seharusnya menggunakan produk dalam negeri dan bukan impor. “Apalagi sepatu, harus buatan dalam negeri yang dipakai rakyat negeri ini karena kalau memakai itu pendapatan pajak dalam negeri meningkat," ujar Wapres di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sulawesi Selatan, Barat, dan Tenggara, di Jalan Urip Sumoharjo Makassar, beberapa waktu lalu. Terkait dengan permasalahan tersebut, Menteri Perindustrian Fahmi Idris tiga bulan lalu menyatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) di semua instansi harus bersiap mengganti produk yang dipakainya khususnya sepatu dengan produk asli buatan dalam negeri. Keputusan tersebut harus diambil setelah diberlakukannya instruksi presiden terkait Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN). Dalam pelaksanaan aturan baru tersebut, Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan telah berkoordinasi untuk menetukan kebijakan-kebijakan lebih lanjut yang akan diambil. Menurut Fahmi, Depdag akan jadi pihak pengkampanye produk dalam negeri, sementara Depperin bertugas mengembangkan kemampuan produksi dalam negeri. Pemberlakuan ketentuan baru tersebut, sambung Fahmi, bertujuan untuk mengefektifkan produksi dan belanja dalam negeri. Fahmi mengaku, saat ini produsen dalam negeri banyak dirugikan dengan masuknya produk-produk impor yang masuk secara ilegal. Karena produk tersebut memiliki kualitas yang bagus dan dipasarkan dengan harga murah. "Kita kesulitan juga dengan masuknya produk-produk luar negeri yang masuknya ilegal. Itu kan harganya murah dan mutunya oke,"ujar Fahmi Idris. Namun ia yakin, dengan upaya pencegahan yang dilakukan pemerintah, maka hal tersebut diharapkan dapat diatasi. Upaya pencegahan tersebut adalah dengan penetapan lima entry point bagi produk impor dan peningkatan operasi dan pengawasan. Dalam hal pengawasan, pemerintah akan bekerjasama dengan pihak
Dampak krisis keuangan global akan berimbas kepada kondisi ekonomi bangsa. Salah satu cara menangkis pengaruh itu adalah menggalakkan penggunaan produk dalam negeri. ya sepatu, berbagai produk mulai dari buah-buahan seperti jeruk, apel, anggur, aneka makanan dan minuman, pakaian, mainan anakanak, barang elektronik hingga parfum bikinan negeri seberang, dengan mudah dapat ditemukan hingga di pasar-pasar tradisional yang sumpek sekalipun. Bahkan alat tulis seperti penggaris dan potlot asal luar negeri pun kini dijajakan hingga di lapak-lapak kaki lima dan pedagang asongan di bus-bus kota. Terlepas itu barang legal atau ilegal, kenyataan ini sungguh memprihatinkan. Lucunya, meski tak selalu berbanding lurus dengan kualitas, komoditas asal luar negeri itu laris manis diserbu pembeli. Bahtiar (33), penjual buah di pojok jalan Tanah Abang I Jakarta misalnya, mengakui banyak pelanggannya membeli apel New Zealand hanya karena buah itu berasal dari luar negeri. “Lebih mahal memang, namun nyatanya lebih laris daripada apel Malang ini,” katanya sambil menuding apel lokal berwarna hijau yang tertata apik di kedainya. Ia tidak tahu apakah itu karena gengsi atau sebab lain, tapi para pembeli sepertinya tidak peduli meskipun dijelaskan apel Malang juga memiliki kualitas baik seperti laiknya apel impor. “Mereka tahunya lebih mahal lebih baik, dan itu membuat apel impor larinya lebih cepat (lebih laku—red),” kata bapak satu anak yang tinggal di kampung Petojo Enclek Gang II Jakarta Pusat ini. Padahal menurut Bahtiar, Indonesia memiliki aneka komoditas buah-buahan yang mutunya setara—atau bahkan lebih tinggi—dari produk impor. Jeruk misalnya, ada jeruk Pontianak, Jeruk Garut atau Jeruk Keprok Tawangmangu yang dari segi rasa dan kandungan vitaminnya tak kalah dengan jeruk Ponkan China atau Sunkist California. Anggur Indonesia punya varietas Probolinggo yang rasanya tak beda jauh dengan anggur yang diimpor dari Australia, New Zealand atau Amerika. “Itu belum termasuk buah-buahan yang cuma ada di wilayah tropis khususnya Indonesia seperti sawo, rambutan, duren, duku,
masih banyak lagi. Minuman kita punya dawet, palu buttung, kolak, sopi, sari markisa, yang semuanya khas dan lezat. Tapi remaja seperti Ides (24), toh lebih suka menyantap pizza, hamburger, fried chicken, dan minum soft drink buatan negeri Paman Sam ketimbang makanan-minuman lokal. “Gak tahu kenapa, suka aja,” ujarnya cuek. Terkait dengan pakaian, siapa sih yang tak kenal batik atau lurik, atau kaos “Dagadu”, “Dadung” dan “Joger” yang sudah mendunia? Kita juga memiliki ratusan corak kain tenun adat, serta pakaian tradisional yang indah-indah. Namun itu tak menyurutkan niat masyarakat menyerbu butik-butik internasional ternama, meskipun untuk mendapatkan pakaian dari sana mereka harus merogoh kocek lebih dalam. Apa mau dikata, keunggulan komparatif produk Indonesia seolah tak bergigi saat dipersandingkan di pasaran dengan produk impor. Salah satu sebabnya, tak lain dan tak bukan, adalah sikap sebagian anggota masyarakat yang cenderung meremehkan produk sendiri lantaran dianggap kurang bergengsi, kendati anggapan itu tak sepenuhnya benar. Jajak pendapat yang dilakukan sebuah majalah mingguan nasional akhir Desember 2008 lalu menemukan bukti, sebanyak 78% responden menganggap kualitas barang-barang impor lebih baik dibandingkan barang lokal sejenis. Mereka juga menganggap, produk impor lebih bergengsi dan lebih keren daripada produk bikinan bangsa sendiri. Kesimpulan yang ‘salah kaprah’ ini tentu makin memperparah daya saing produk lokal di tingkat nasional maupun global. Cinta Produk Dalam Negeri Jauh hari, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah menginstruksikan agar masyarakat menggunakan produksi dalam negeri dan mengurangi impor. “Mari kita lakukan lagi, saya garis bawahi lagi, karena sudah berulang-ulang, sejak orde baru, orde reformasi, agar kita lebih menggunakan produk dalam negeri, produk Indonesia, kampanye besar-besaran. Yang paling gam-
kepolisian, bea cukai, dan angkatan laut. Dilengkapi pula dengan kebijakan pemerintah lain terkait industri persepatuan. Yaitu memperkuat cluster industri alas akaki, meningkatkan pasokan bahan baku, adanya kebijakan industri alas kaki, serta mendorong investasi alas kaki. "Kita akan perkenalkan produk dan industri dalam negeri termasuk segala keunggulannya pada konsumen. Apalagi dalam kondisi krisis seperti ini, sudah sepatutnya kita lirik produk sendiri, jangan luar negeri lagi. Khususnya sepatu. Apalagi kualitas yang kita punya sudah luar biasa bagusnya," paparnya. Pemberlakuan Inpres dan kewajiban mengenakan produk dalam negeri, khususnya sepatu, mendapat respon positif dari kalangan pengusaha. Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko menyatakan bahwa pemberlakuan Inpres tersebut sangat menguntungkan pihak pengusaha. "Itu menguntungkan kita. Apalagi nanti ada SK bahwa semua PNS pakai sepatu dalam negeri. Ini nanti kita manfaatkan untuk meningkatkan pasar kita," ungkapnya. Pemanfaatan pasar, lanjutnya, akan dilakukan dengan mencoba menguasai pasar sepatu yang sebelumnya dikuasai asing. Ia menjelaskan, selama ini 60% pasar dalam negeri dikuasai oleh negara asing khususnya China. Sehingga target penjualan Rp5 triliun pada tahun 2009 dapat tercapai. "Kita ingin balik, ekspor kita yang 60%. Sehingga kapasitas kita nanti penuh semua. Pabrik bisa ekspansi," ungkapnya. Target tersebut, kata Eddy direncanakan akan terkejar dengan memanfaatkan peak season kenaikan kelas dan jadwal masuk sekolah pada bulan Maret mendatang. Rencana ekspansi dengan nilai investasi US$700 juta juga akan dilakukan untuk mencapai target tersebut. Eddy mengungkapkan hingga saat ini sudah ada dua perusahaan yang bersedia untuk berinvestasi dalam usaha ini. Ditambah dengan jaminan tidak ada kendala bahan baku, maka Eddy berharap eksistensi industri persepatuan dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan. Ia menjelaskan, tahun 2009, diprediksi akan ada penurunan dalam penjualan sepatu nonsport sekitar 10-20%. Selama ini sepatu nonsport inilah yang memiliki pasar 45%. Sementara itu, 55% dikuasai oleh merek sepatu sport besar seperti Nike, Adidas, Reebok, dan Diadora. Namun ia yakin permasalahan tersebut dapat diatasi dengan kebijakan baru oleh pemerintah dan dengan ekspansi yang dilakukan. Insentif Kementerian Negara Koperasi dan UKM meminta kepada pelaku usaha yang menggerakkan 136 ribu unit koperasi di seluruh Indonesia untuk menggunakan produk lokal sebagai bentuk kampa-
nye penggunaan produk dalam negeri. "Kami akan teruskan kampanye penggunaan produk dalam negeri kepada penggerak koperasi yang saat ini jumlahnya mencapai 136 ribu unit di seluruh Indonesia," kata Deputi Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Bidang Pengembangan dan Restrukturisasi Usaha Chairul Djamhari di Jakarta, beberapa waktu lalu. Ia mengatakan, bila pelaku usaha koperasi-koperasi tersebut menyambut baik dan melaksanakan program tersebut maka jumlah peningkatan penggunaan produk lokal akan terasa sangat signifikan. Sementara Departemen Perindustrian menjanjikan insentif potongan harga tambahan bagi produsen tekstil dan produk tekstil (TPT) yang mengikuti program restrukturisasi mesin (Skim 1) yang menggunakan produk dalam negeri. Potongan harga yang dijanjikan sebesar 15% atau lebih besar dari potongan harga bagi produsen yang membeli mesin TPT baru, yang diim-
D
alam sebuah status di internet messenger , Cici (28) menuliskan kerinduan akan rawon, makanan khas Jawa Timur. Ia tak bisa mendapatkan rasa yang sama dengan olahan masakan itu di tempat rantaunya sekarang, Venice, Italia. "Baru tahu beda dan rindunya akan masakan lokal saat kita jauh," ungkapnya dalam dialog lewat internet messenger. Cici mungkin bukan satusatunya orang yang mengalami hal seperti itu. Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia yang tinggal di luar negeri, kesempatan untuk merasakan beragam produk hasil karya dalam negeri adalah sesuatu yang menyenangkan. Betapapun jauhnya fisik dari negeri tempat kelahiran, namun hati dan perasaan selalu terpaut dengannya. Itulah yang dirasakan oleh masyarakat Indonesia yang berada di luar negeri. Anton (30) yang kini mengikuti beasiswa pasca sarjana di Belanda misalnya, memaksakan untuk membawa bumbu pecel dan pempek kesukaannya saat berangkat ke negeri kincir angin itu. "Meskipun di sana ada restoran yang dikelola orang Indonesia, tapi rasanya beda ketika membawa sendiri," katanya. Rasa cinta dan bangga terhadap produk dalam negeri memang baru benar-benar terasa ketika kita berada di negeri orang. Membeli dan menikmati produk made in Indonesia menjadi kebanggan tersendiri. Setidaknya produk Indonesia mampu bersaing dengan produk-produk lainnya. "Banyak teman di sini yang memuji produk dari Indonesia," ungkap Anton menegaskan rasa bangga ketika menggunakan produk dalam negeri. Jangan salah, produksi Indonesia juga cukup laris di pasar luiar negeri. Di pasar Bangladesh misalnya secara resmi ban mobil dari Indonesia seolah jadi primadona.Berdasarkan riset Nijhum Motors dan Rahimafrooz (sole agent Ban Dunlop), ban-ban kendaraan
por yaitu hanya diberi potongan 10%. "Ada insentif bagi yang menggunakan produk dalam negeri lebih besar 5%, tapi ada masalah ketika menghitung TKDN (tingkat kandungan komponen dalam negeri) bagi mesin industr tekstil dalam negeri," kata Dirjen Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka Departemen Perindustrian Ansari Bukhari dalam acara konferensi pers di Gedung Depperin, beberapa waktu lalu. Ansari mengatakan bahwa pihaknya akan memberikan fasilitas tersebut jika hitungan TKD mesin baru TPT produk lokal mampu memiliki kandungan 30% TKDNnya. "Potongan harga tehadap industri yang melakukan restrukturisasi (Skim 1) sebesar 10%, jadi dari komersial rate 14% (bunga), kita subsidi 50% (setengahnya), jadi kenyatanya membayar bunga hanya 7% saja," jelas Ansari. Dikatakan Ansari
bagi restruk-turisasi mesin TPT untuk Skim 1, pihaknya membatasi investasi pembelian mesin minimal Rp 500 juta. Sehingga penetapan batas investasi sebesar itu bisa sebanding dengan biaya (subsidi) yang ditanggung Depperin. Dalam skema restrukturisasi mesin tahun 2009 ini, pihak Departemen Perindustrian juga membuka peluang bagi produsen TPT yang telah membeli mesin baru setelah bulan Juli 2008, untuk berkesempatan ikut program restrukturisasi mesin TPT. Pada tahun 2009 ini, Depar-
temen Perindustrian mengalokasikan anggaran Rp 240 miliar untuk restrukturisasi mesin TPT, yang meliputi skim 1 sebesar Rp 213 miliar dan skim 2 sebanyak Rp 27 miliar. Program restrukturisasi mesin industri tekstil dan produk tekstil (TPT) mulai dilakukan pada April 2007 lalu yang telah diserap sebanyak Rp 153,31 miliar kepada 92 perusahaan TPT yang memacu investasi sebesar Rp 1,55 triliun. Pada tahun 2008 telah dialokasikan Departemen Perindustrian Rp 330 miliar, namun hanya ter-serap Rp 181,7 miliar untuk 175 perusahaan TPT dengan tingkat investasi Rp 1,71 triliun. Jelas bahwa upaya meningkatkan penggunaan produksi dalam negeri tak sekadar menggunakan sepatu buatan sendiri, namun lebih
bermotor produksi Indonesia selama ini menduduki peringkat teratas atau menguasai 55 persen segmen pasar ban di Bangladesh. Harga yang cukup bersaing, kualitas, daya tahan, standar kenyamanan dan keamanan merupakan faktor utama ban-ban produksi Indonesia menjadi pilihan utama konsumen di Bangladesh. Tapi apa yang dirasakan para perantau di luar negeri seolah bertolak belakang dengan kisah di kampung halaman sendiri. Gerakan pemakaian produk dalam negeri atau nasional bukan baru hal yang baru.
berlipat-lipat dibanding saat dipasarkan di Banua. Pernah juga orang Indonesia yang berbelanja di Singapura. Ternyata, sepatu yang dibelinya tak lebih dari buatan Cibaduyut, Jawa Barat. Lagi-lagi, cuma labelnya yang bertulis ‘made in Singapore’.
Mendag mengatakan program tersebut akan dilaksanakan oleh seluruh departemen dan instansi pemerintah. "Kalau Departemen Kebudayaan dan Pariwisata misalnya memiliki program sendiri untuk mendorong peningkatan kunjungan wisatawan Nusantara,"ujarnya.
Kampanye ACI Tak berlebihan jika untuk komunitas di dalam negeri pemerintah menggenjot kembali Kampanye "Aku Cinta Indonesia" itu bertujuan untuk meningkatkan pangsa pasar produk dan jasa
Butuh Kepercayaan Diri Menteri Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman mengakui upaya menumbuhkan budaya aku cinta produk dalam negeri akan membentur pada peragnkap yang kita bikin sendiri.
bila pelaku usaha koperasikoperasi tersebut menyambut baik dan melaksanakan program kampenya penggunaan produk dalam negeri maka jumlah peningkatan penggunaan produk lokal akan terasa sangat signifikan dan dapat mendukung peningkatan ekonomi nasional.
Cintai Produk Dalam Negeri N e g a ra - n e g a ra Eropa bangga dengan hasil produksi yang dilahirkan oleh anak bangsanya. Amerikap u n b e r k o a r- k o a r menyatakan sebagai Negara terbesar di dunia. Juga Jepang yang selalu berbesar hati dengan kemajuan teknologinya. "Mereka memang sangat bergairah dengan memamerkan hasil karya negerinya. Toh mereka akhirnya juga mampu memajukan negara mereka, dengan terus bangga terhadap karya sendiri," tulis Farid Rivai dalam forum diskusi tentang Cinta Produk Indonesia. Salah satu contoh yang menarik dan membuat kita miris adalah produk kopiah haji dari Desa Tabudarat, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan. Tapi ketika di negeri Saudi Arabia, betapa bangganya mereka yang pulang dari Tanah Suci, baik setelah selesai ibadah haji maupun umrah, membawa kopiah haji dari sana. Ketika buah tangan itu dibawa ke kampung halaman di Tanah Air, bahkan sampai kembali, warga di sana mengenali bahwa kopiah itu adalah produk Desa Tabudarat, hanya labelnya dari Arab. Dengan label luar itu, harganya bisa
00
%
IN D O N E S I A Mengapa perdagangan Cina, Jepang sangat maju. Bahkan negara sekelas India yang levelnya barangkali tidak lebih tinggi dari Indonesia, menjadi negara yang diperhitungkan dalam dunia perdagangan internasional? Jawabannya adalah, kesadaran untuk mencintai apa pun yang dimiliki negeri sendiri. dalam negeri di pasar lokal. Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan promosi "Aku Cinta Indonesia" akan difokuskan pada enam produk yang memiliki pangsa pasar besar di dalam negeri. "Yang kita sudah ketahui pasar dalam negerinya besar seperti makanan dan minuman, busana, sepatu, asesoris serta jasa seperti film dan musik. Jadi semua yang ada hubungannya dengan industri kreatif," katanya di Jakarta, beberapa waktu lalu.
"Ada kecenderungan begitu ada produk Indonesia enggak jadi beli. Bukan hanya di Indonesia, ketika masyarakat berada di luar negeri, hal itu juga terjadi, misalnya dia (warga negara Indonesia, red) pilih baju di Carrefour, Prancis, lalu suka warna, bahan, dan harganya juga bagus. Begitu dibuka plastiknya, ada tulisan made in Indonesia. Lalu, dia enggak jadi beli. Alasannya, apa kata orang? Katanya jalan-jalan ke Paris,tapi baju yang dibeli made in Indonesia. Itu merupakan pola
luas dari itu. Dan semua itu hanya bisa terwujud jika masyarakat benar-benar menerapkannya dalam praktek. Permasalahannya adalah, penggunaan produk dalam negeri dan kecintaan akan pemakaian produk dalam negeri bukanlah sesuatu hal yang bisa dipaksakan. Seperti kata Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, "Program aku cinta produk Indonesia bukan sesuatu yang bisa dipaksakan. Peraturan tersebut berkaitan dengan pengadaan pemerintah tetapi kalau bicara secara umum hanya sebagai dorongan dan juga pengamanan." Jika demikian, kunci sukses program ini tetap berada di tangan masyarakat. Imbauan, dorongan, insentif, tak ada artinya jika tidak dibarengi dengan kesadaran masyarakat untuk menggunakan produk bangsa sendiri. Bisakah? (g/multi sumber)
pikir yang salah. Seharusnya, dia bergeser, menjadikan itu sebagai kebanggaan, yaitu oleh-oleh dari Carrefour di Prancis buatan Indonesia. Betapa bangganya produk Indonesia menjadi kelas dunia," ungkapnya. Oleh karena itu, Menristek berharap bahwa Aku Cinta produk Indonesia itu bukan hanya sekadar di bibir saja. "Jadi, kalau membeli barang, dilihat dulu apakah made in Indonesia atau tidak? Boleh saja lisensi teknologi dari luar,tapi ada kata made in Indonesia dan saya akan bangga," tegasnya. Sementara itu menurut Farid, kebanyakan masyarakat Indonesia seolah gamang dengan produksi dalam negeri karena kurangnya sokongan percaya diri. "Bahwa kita bangga dengan produk dalam negeri adalah hal utama. Contoh dari negeri lain adalah Malaysia yang sangat bangga dengan petronas mereka. Atau lagilagi negeri Cina yang selalu mampu memberikan saingan terhadap produk luar negeri manapun," ungkapnya. Memang, bukan hanya tugas pemerintah tetapi merupakan tugas kita semua untuk bisa mensukseskan pemakaian produk nasional ini, produk anak bangsa. Bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja tapi juga tanggung jawab seluruh pelaku usaha. Bukan hanya menjadi kewajiban produsen semata, tapi juga menjadi kewajiban konsumen. Mungkin sudah saatnya semua sadar bahwa upaya mempertahankan harga diri bangsa Indonesia bisa dimulai dari hal kecil. Cinta terhadap produk tanah air adalah salah satu bentuk nyata dari kebanggaan terhadap Indonesia. Mungkin ada benarnya lirik lagu yang dinyanyikan grup musik Bimbo di era 1980-1990an, "Aku cinta ... semua cinta ... buatan Indonesia...." Cuma sayangnya kebanyakan cinta yang diberikan adalah cinta monyet belaka. Ketika dekat terasa tidak butuh, namun ketika jauh malah sangat merindu. (m)
s a t u k a t a i n d o n e s i a
7
komunika Edisi 8/Tahun V/Mei 2009
www.bipnewsroom.info
8
komunika Edisi 8/Tahun V/Mei 2009
Prof. Dr. Hasjim Djalal
”Kita Negara Kepulauan, Bukan Maritim’’
P
ersoalan yang dihadapi Indonesia sebagai negara kepulauan sangat besar. Mulai dari aspek pemahaman bangsa dan ancaman lunturnya nation character hingga persoalan teritorial yang berkaitan dengan regulasi dan keamanan. ”Melihat apa yang kita lakukan selama ini, mungkin patut dipertanyakan, apakah pantas kita disebut negara maritim?” cetus Prof. Dr. Hasjim Djalal, beberapa waktu lalu. Indonesia menurutya adalah negara kepulauan. "Yang jelas kita juga harus mampu melakukan security seperti halnya Cina dan India yang merupakan negara kontinental mulai sangat perhatian. Mereka telah mulai mengembangkan kemampuan kelautannya, baik kemampuan ekonomis, perdagangan maupun pertahanan," ungkapnya. Meski telah pensiun, pria yang pernah menjadi diplomat dan salah satu tokoh hukum laut Indonesia ini masih dipercaya menjadi anggota Dewan Kelautan Indonesia. Berikut kutipan bincang-bincang dengan komunika, beberapa waktu lalu
Menurut anda apa yang harus kita lakukan untuk kemajuan keluatan kita? Sebenarnya banyak. Tetapi yang pertama yang harus kita perhatikan, bagaimana membuat rakyat, Parpol, DPR, pemimpin dapat melihat laut sebagai prospek masa depan. Itu yang belum terlihat. Meski sesekali pernah diucapkan tetapi tidak ada follow-up. Dan jika sudah di-follow-up, kita senantiasa akan terbentur kepada isu-isu jangka pendek. Seharusnya, laut mendapat perhatian, memiliki program dan planning. Mereka hanya bilang, “ya, ya”. Bahkan, pernah dengan Departemen Kelautan dan Perikanan, mengundang 44 parpol (partai politik) sebelum Pemilu. Kita hanya ingin mengetahui visi mereka tentang kelautan,. Ada perhatian apa tidak? Jika mereka menang, apa yang mereka perbuat? Paling tidak apa yang mereka ketahui tentang kelautan. Dari 44 parpol yang diundang hanya 8 parpol yang hadir. Kedelapan parpol tersebut sangat intensif berdiskusi dengan kita. Tetapi terlihat, mereka masih memiliki visi yang sangat umum. What do you do? belum kelihatan. Apa kita harus merubah paradigma, dari daratan ke paradigma kelautan? Benar. Tetapi untuk merubah paradigma akan menimbulkan konsekuensi, seperti harus adanya organisasi, personil, dan anggaran. Ok-lah, kita memiliki banyak organisasi dan personil, tetapi kita sangat kurang untuk anggaran.
Contohnya, Angkatan Laut. Katanya, kemampuan kapal laut dari Angkatan Laut sekarang, tidak melebihi dari sepertiga yang dibutuhkan. Sementara dari jumlah yang ada, hanya sekitar 30% yang operasional, padahal kita memiliki laut yang sangat besar. Kita berbeda dengan Singapura. Anggaran pertahanan Singapura jauh lebih besar dari kita. Mereka telah memiliki angkatan udara yang cukup besar, memiliki kapal selam yang banyak. Begitu juga Malaysia. Kita harusnya mencontoh dari me-reka. Kita adalah negara terbesar di Asia Tenggara, dengan laut yang sangat luas, namun kepedulian kita akan laut belum sebanding dengan yang seharusnya dibutuhkan.
Bagaimana sebenarnya mekanisme pengelolaan laut kita? Hal ini sering saya bicarakan dalam berbagai perkuliahan di Lemhannas, yaitu tentang bagaimana mengelola laut. Ada prioritas dan isu utama yang harus kita perhatikan. Pertama, apa parameternya? Parameter saya, dalam mengelola laut kita jangan sampai menggerogoti tiga tiang utama, yaitu Satu Bangsa (1928), Satu Negara (1945) dan Satu Wilayah (1957). Sekarang banyak orang mencoba membicarakan tentang laut kita tanpa memperhatikan tiga tiang utama tadi. Kita harus back to basic criteria. Semisal, pada Satu Bangsa, saat ini orang seringkali memperhatikan mempermasalahkan laut tidak lagi dari segi “keindonesiaan”, tetapi lebih banyak dari segi bisnis (otonomi daerah). Sehingga persepsinya jadi berubah. Memang otonomi daerah itu penting, tetapi ketika mengendalikan laut mereka harus melihat isu-isu yang harus dihadapi. Kita harus pandai menghadapi isu-isu tersebut, sehingga otonomi daerah berjalan baik. Makanya ketiga tiang utama tadi adalah modal jangka panjang, dan masalahnya saat ini banyak orang yang hanya berpikir jangka pendek. Intinya, jika ingin mengelola laut kita harus memikirkan dampak kepada kesatuan bangsa, negara, dan wilayah. Sebenarnya siapa yang bertanggung jawab penuh akan pengelolaan laut? Ada kesan terjadi ping-pong dalam kebijakan? Memang benar jika Departemen Kelautan dan Perikanan memegang peranan penting bagi pengelolaan laut. Tetapi di luar itu juga banyak departeman terkait lainnya, sebut saja seperti ESDM, Perhubungan, Lingkungan Hidup dan lainnya. Ini masalah partnership dan institusional. Yang saat ini dibutuhkan, bagaimana kita menumbuhkan kelembagaan pengelolaan yang efektif dan efisien. Memang semua bercita-cita dan menyadari pentingnya kelautan kita, tetapi seringkali pula terbentur oleh ego sektoral. Contohnya, sudah berapa tahun kita bicarakan tentang penting tidaknya mendi-
Prof. Dr. Hasjim Djalal. Kelahiran Ampat Angkat, Bukittinggi, Sumatera Barat, 25 Februari 1934. Saat ini menjadi Anggota Dewan Kelautan Indonesia. Pernah menjabat Duta Besar Indonesia untuk PBB (1981-1983), Dubes di Kanada (1983-1985), dan Dubes di Jerman (1990-1993) serta Dubes Keliling hingga masa pemerintahan Presiden BJ Habibie. Penulis buku Indonesian Struggle for the Law of the Sea (1979) dan Indonesia and the Law of the Sea (1995) serta Preventive Diplomacy in Southeast Asia: Lesson Learned (2003). Saat ini juga menjadi penasehat senior Menteri Kelautan dan Perikanan, dan penasehat Kepala Staf TNI Angkatan Laut serta aktif dalam kegiatan di Kantor Menteri Percepatan Pembangunan Indonesia Timur.
rikan post guard, untuk menjaga laut dan pantai. Tetapi sampai sekarang itu tidak berjalan. Ini bukan masalah dana, tetapi siapa yang mengendalikan? DKP, Bea Cukai, polisi, Angkatan Laut, atau Angkatan Udara kah? Karena masing-masing memiliki kewenangan dan personil. Jadi bagaimana mengkoordinirnya? Sejak tahun 1972 kita sudah mendirikan Bakorkamla, Badan Koordinasi Keamanan Laut, tetapi kurang efektif. Jadi menurut saya, semua ini tergantung dari bagaimana departemendepartemen terkait mau bekerjasama dan berbagi wewenang. Sampai saat ini, Indonesia masih sedang mencari lembaga yang efektif menangani kelautan. Maka dari itu permasalahan laut kita tidak akan dapat selasai dalam jangka 3 atau 5 tahun kemudian. Dahulu, bahkan sekarang, ada isu akan adanya menteri koordinator bidang kelautan, tetapi banyak orang yang tidak suka. Katanya akan hanya menambah-nambah institusi saja. Begitu juga dibentuknya Dewan Kelautan, banyak berubah bentuk, dari yang namanya Dewan Kelautan, Dewan Maritim. Begitu juga wewenangannya sering dikurangi dan ditambahi. Artinya kita belum berhasil mencari bentuk kelembagaan yang efisien.
Padahal lembaga kelautan adalah salah satu solusi? Benar. Bahkan saat ini ada usul dibentuknya suatu Badan Keamanan Laut, jadi tidak lagi badan koordinasi. Tetapi oleh instansi yang juga memegang kewenangan itu diprotes, karena dilihat akan terjadi bentrok kewenangan. Bicara tentang WOC sejauh mana kontribusi terhadap kebijakan pengelolaan kelautan? Tidak. Di Menado itu tidak membahas isu-isu yang berkaitan dengan kedaulatan atau kewilayahan, tetapi akan membahas isu bagaimana secara global perubahanperubahan udara mempengaruhi laut, dan apa dampaknya terhadap perikanan, perekonomian rakyat, dan recourses laut. Jika persoalaan politik kelautan, itu isu-isu yang sifatnya nasional dan bilateral. Dalam WOC Menado, ada dua deklarasi, Manado Ocean Declaration dan Coral Triangle Initiative. Tema pokoknya, adalah untuk melindungi ocean. Sehingga kita juga mengharapkan dari negaranegara lain untuk berbuat hal yang sama. Kita juga mengharapkan komitmen dari negara-negara yang akan membantu, seperti Amerika Serikat dan World Bank. Dan mereka telah siap membantu. Sementara untuk Coral Triangle Initiaitve sudah sangat jelas langkah-langkah yang akan dilakukan. Baik nasional maupun internasional. Untuk Indonesia saja, ada 5 goal, 18 target, 48 action. Itu semua diumumkan di Manado, dan kita juga tentu akan mendengarkan apa goal, target, action dari mereka. Dan jika deklarasi telah disepakati tentu banyak pihak yang akan bekerja, seperti Departemen Kalautan dan Perikanan, Menkokesra, dan dibantu oleh beberapa NGO termasuk Conservation International. Sementara Australia dan Amerika Serikat sebagai partner. Kembali ke soal negara maritim, sepertinya anda tidak sependapat jika Indonesia disebut sebagai Negara maritim. Apa alasannya? Sepengetahuan saya, Indonesia belum
bisa dikatakan sebagai negara maritim. Indonesia masih negara kepulauan. Ada perbedaan negara maritim dengan Negara kepulauan. Negara kepulauan adalah negara yang physical-nya terdiri dari banyak pulau. Sedangkan negara maritim adalah negara yang mampu mengembangkan kemampuan pengunaan maritim. Misalnya saja, banyak negara maritim yang tidak miliki laut, seperti Belanda, tetapi Belanda mampu mengembangkan perkapalan, angkatan laut, dan menguasai ruang laut. Sedangkan kita, belum mampu mengembangkan dan menguasai ruang laut. Artinya, Indonesia masih negara kepulauan yang sedang menuju menjadi negara maritim. Makanya di dalam negara maritim, perkapalan menjadi utama, karena akan dapat menghubungkan antar pulau. Sehingga negara yang memiliki perkapalan yang kuat, seperti Korea Selatan adalah negara maritim. Begitu juga sebaliknya, yang tidak memiliki perkapalan yang kuat, seperti Indonesia atau Monggolia, belum mampu menguasai laut. Sehingga, untuk menjadi Negara maritim, perjalanan kita masih sangat panjang.
Lantas apa yang harus kita lakukan untuk menjadi negara maritim? Yang pertama, tentu kita harus mengerti, bahwa masa depan kita ada di laut. Mengapa? Karena sejak dahulu kita sebagai negara kelautan. Tetapi yang membuat orientasi kita ke daratan adalah Belanda dengan culture stelsel tahun 1833, yang mewajibkan orang-orang Indonesia untuk menghasilkan barangbarang pertanian untuk pasar Eropa. Sehingga kita yang bangsa pelaut menjadi bangsa petani. Apalagi saat ini, banyak orang kita yang hanya berpikiran jangka pendek, laut tidak menjadi perhatian. Visi kita harus jangka panjang, yaitu ke laut. Ada pertanyaan saya untuk kita semua. Yaitu, lima puluh tahun pertama, orang Indonesia membawa jati dirinya dari penjajahan ke kemerdekaan. Lalu, lima puluh tahun kedua, orang Indonesia membawa jati dirinya mengisi kemerdekaaan, yaitu dengan melihat laut sebagai unsur pemersatu bangsa. Namun, Lima puluh tahun ketiga yang akan datang ini kita mau apa dan kemana? Kedua pemahaman situasi dan tempat artinya ada dua perspektif yang harus dikembangkan yaitu horizontal, ke laut dan samudera. Karena darat sudah habis, sedangkan jumlah penduduk akan bertambah naik. Lalu mau ditaruh ke mana penduduk nantinya? Jadi Indonesia lima puluh tahun ketiga, sama dengan Cina dan India, harus berperan besar di Samudera Hindia dan Pasifik. Selain itu, di laut juga bisa dikembangkan upaya melihat ke dalam. Karena, tahukah anda, kemungkinan, seberapa banyak perangkat-perangkat militer asing yang sudah ditanamkan di dasar laut kita? Kita tidak dapat melihat itu, karena kita hanya baru dapat melihat 200 sampai 800 meter di kedalaman laut. Hanya Amerika yang dapat melihat. Mengapa saya mengatakan demikian, karena kemungkinan saja bangsa asing, yang memiliki banyak kapal selam, telah meletakkan military devicing di dasar laut kita. Yang terakhir, kita harus ke atas yaitu antariksa. Memang dahulu kita telah berusaha mengembangkan antariksa, tetapi saat ini telah mati. Kita telah kalah dengan Cina, Malaysia, Singapur, India, atau Korut. Sehingga lima puluh tahun kedepan kita harus mampu beroperasi di angkasa luar. Padahal, seperti India, baru melihat laut di tahun 60-an dan Cina mulai tahun 78-an, tetapi mereka cepat tanggap. Lain hal dengan Indonesia yang telah melihat laut pada tahun 1957, tetapi tidak bergerak cepat. Yang jelas kita juga harus mampu melakukan security terhadap semua ruang wilayah kita terutama wilayah laut. (Yuliarso)
Menggugat "TV-Generation" Heny Wahyuni Pengajar dan Pengamat Psikologi Sosial
Segementasi televisi di Indonesi saat ini tidak lagi terlihat dengan jelas. Dari sepuluh stasiun siaran televisi swasta nasional, yaitu RCTI, SCTV, Indosiar, AnTeve, TPI, Trans7, Trans TV, Metro TV, Global TV, dan TV One, hanya Metro TV yang memiliki positioning jelas, yaitu sebagai televisi berita. Pada masa awal, kemunculan stasiun televisi itu sebenarnya telah mempunyai positioning berdasarkan segmen pemirsa sasaran atau berdasarkan fungsinya. Misalnya, TPI mengklaim sebagai televisi pendidikan, AnTeve sebagai televisi yang materi utamanya adalah olahraga atau Global TV sebagai televisi musik/hiburan yang menyasar segmen anak muda. Namun hingga sekarang hanya Metro TV-lah yang masih bertahan sebagai televisi berita. Ketiga stasiun televisi yang lain telah mengubah ciri khasnya. Sebetulnya Global TV masih menyasar segmen remaja, namun jika melihat materi acaranya, tidak jauh berbeda dengan stasiun TV lain, sehingga ciri khasnya menjadi kabur. Homogenisasi Siaran Kehilangan ciri berarti tidak
K
etika gosip menjadi produk unggulan, konsumennya jelas kita-kita. Lha kok bisa, iya dong. Lihatlah di sekitar kita, di televisi, radio, internet, media cetak dari kelas kambing sampai kelas rajanya kambing mengandalkan gosip sebagai produk unggulan. Tak jarang kita rela menghabiskan waktu dan uang untuk menikmati gosip. Apalagi, kalau gosip itu tak ubahnya seperti cerita bersambung. Gosip atau isu atau bisa juga rumor termasuk bagian dari komunikasi, dan sah-sah saja digunakan. Pesan yang tersampaikan dapat berbuah efek hasutan. Sedangkan aksi yang ditimbulkan bisa negatif atau positif, tergantung kadar pesan yang diterima. Tapi kebanyakan berujung negatif. Tahukah bahwa 3 dari 10 kasus pembunuhan berawal dari gosip. Separuh dari kasus perceraian selebritis dipicu oleh gosip. Sebagian besar media
Adhi Wicaksana
Peneliti Puskakom Surabaya
ada lagi pembeda antara stasiun TV yang satu dengan stasiun TV yang lain. Hal tersebut dapat dilihat pada materi tayangan stasiun-stasiun televisi swasta kita. Hampir semua stasiun TV tersebut menayangkan materi acara yang seragam. Materi acara tersebut misalnya infotainment, tayangan mistik, sinetron, atau reality show. Hingga ada guyonan yang mengatakan bahwa jika kita
menutup logo stasiun TV yang menayangkan tayangan sinetron, misalnya, kita tidak bisa menebak nama stasiun TV yang menayangkan sinetron tersebut. Logika sederhana, tayangantayangan saat ini adalah tayangan yang disukai oleh pemirsa, seh-
ingga akan banyak mendatangkan pengiklan. Suatu penjelasan yang klise. Iklan masih menjadi pemasukan utama dari stasiun televisi swasta. Karena semata-mata hanya mengejar keuntungan, televisi swasta dituding oleh banyak pihak telah mengabaikan kewajibannya untuk menyampaikan informasi yang dibutuhkan oleh khalayak. Hal ini tentu saja melanggar hak publik untuk memperoleh informasi yang beragam sesuai dengan kebutuhan mereka. S t a siun televisi selama ini hanya melayani selera khalayak tertentu dan mengabaikan selera banyak khalayak yang lain. Praktisi media dituduh hanya melulu mengejar keuntungan materi, sehingga melupakan tanggung jawabnya dalam melayani kebutuhan informasi publik. Hal ini sejalan dengan pemikiran Leo Rosten lewat artikel
Kritis Menyikapi Media Lantas, dengan setiap hari menikmati media massa, apa yang telah terjadi pada diri kita, penonton televisi? Pertanyaan ini sesungguhnya memerlukan jawaban yang tidak sederhana. Pasalnya kehadiran media massa, sesungguhnya tak dapat kita tolak. Ia mengada, bahkan ketika kita tak menyadarinya. Apa pun yang ada dan disajikan melalui media massa seolah melekat pada keseharian kita. Banyak hal telah dicermati, dipertanyakan dan kemudian pada akhirnya disajikan sebagai informasi oleh media massa. Informasi itu, dalam bentuknya yang beragam, menerpa dan mewarnai keputusan-keputusan kita. Tingkat kognitif dan efektif kita, langsung dan tidak langsung, adalah hasil dari kehadiran media
massa. Walhasil, sebagai bagian dari interaksi dengan media, pada akhirnya terbentuk karakter-karakter tertentu yang tak terelakkan. Namun dalam konteks interaksi dengan media mungkin dapat dimaknai sebagai interaksi parasosial. Artinya hadir dan berlangsung di luar atau sebelum dunia sosial yang sesungguhnya tempat manusia berinteraksi. Interaksi parasosial tidak hanya terjadi karena terlibatnya antar individu. Akan tetapi lebih dibentuk oleh media massa yang seilah menjadi teman bicara, yang kadang-kadang justru berposisi sebagai pembicara dan tutor yang praktis. Parasosial tak seperti interaksi sosial yang memerlukan kesediaan antara pihak-pihak yang terlibat. Parasosial terjadi, bahkan ketika kita tak menyadarinya. Media massa yang dapat ditemui dimana-mana, kapan saja, bahkan untuk media massa cetak parasosial dapat diulang-ulang. Pada parasosial dengan intensitas yang tinggi, manusia mengalami keterlibatan yang mampu menempatkan dirinya sebagai murid yang baik. Tak heran jika kemudian kita akan bisa melihat generasi masa datang yang lebih intensif bergaul dengan televisi akan menjadi: seolah-olah televisi berjalan. ***
mempromosikan begini, “Belilah ponsel di sini. Jadikan ponsel sebagai sarana gosip. Hidup anda semakin berwarna. Connection People”. Gaya Hidup Gosip bahkan sudah menjadi gaya hidup. Tiada hari tanpa gosip. Sepertinya, kalau tidak ngegosip, kok belum merasa benarbenar sebagai manusia modern gitu lho. Walhasil, gosip bukan lagi barang aneh dan langka. Nyatanya demikian, SMS (short message system) laris gara-gara gosip. Internet dengan budaya chatting juga dipakai untuk gosip sekaligus nyebar rumor. Media massa kalau tidak memasukkan gosip dalam acara utama, serasa bukan media massa. Karena sudah merasuki kehidupan masyarakat. Jadinya susah membedakan mana gosip mana yang bukan. Gosip sudah seperti berita-berita aktual di media massa. Jelang pilpres kali ini frekuensi gosip juga semakin santer.
foto: republikblogger.blogspot.com
Dalam kampanye pemilihan presiden tahun 2004 lalu, isu-isu alias gosip juga menonjol, namun hanya lazim diperbincangkan di belakang layar atau sekadar obrolan warung makan kaki lima. Untungnya, masyarakat banyak telah memahami gosip sehingga tak ada gejolak berarti. Namun saat ini gosip kemungkinan membawa pada hal yang
Gosip Seputar Pilpres massa menjadikan gosip sebagai komoditas. Sedangkan dalam kajian Islam, gosip disebut ghibah alias rasan-rasan. Jelas dosa, karena dianggap memakan bangkai temannya sendiri. Tetapi kini, keberadaan gosip sudah merasuki kebutuhan tambahan manusia, bersanding dengan alat-alat komunikasi semacam telepon selular (ponsel). Sepertinya, ponsel sengaja diciptakan untuk mendukung aktivitas gosip. Sampai pernah ada seorang pelayan counter ponsel
‘The Intellectual and The Mass Media”. Bagi Rosten, media tidak mau mengerti proses bagaimana media massa dibuat, sehingga sering melakukan penilaian yang terlalu sempit terhadap motivasi kalangan pemilik pekerja media. Mereka tidak menyadari bahwa media massa hanya melayani keinginan khalayaknya yang bebas memilih berbagai produk media. Media massa hanya melayani selera khalayaknya. Kekurangan isi media tidak pernah lepas dari kelemahan masyarakat.
Ragam isu pinggiran dapat dipastikan akan menduduki peringkat tertinggi dalam aktivitas pembicaraan masyarakat. Hanya persoalannya bagaimana memaknai gosip, negatif ataukah positif. Selama musim kampanye, gosip akan menjadi bahan orasi unggulan para tim sukses. Serunya lagi, hanya dengan mengandalkan sedikit bahan gosip, dua tiga pulau terlampaui. Artinya, meraih dukungan sekaligus menjatuhkan lawan, ekstremnya bisa membakar massa.
lebih lebih ekstrem, isu-isu berbau kedaerahan atau bahkan latar belakang ideologi boleh jadi sebagai pemicu kejadian yang tidak diinginkan. Belum lagi tentang baragam gosip yang berkaitan dengan legitimasi penyelenggaraan pemilu. Bisa jadi kebanyakan masyarakat belum banyak mengerti, apalagi menilainya secara bijak. Kalau ini yang terjadi, massa lebih mudah tersulut. Kuncinya memang satu, di media massa dan tim sukses yang harus ban-
yak membuat pertimbangan. Memberi pendidikan politik yang sehat pada masyarakat. Atau membiarkan berlalu asal meraih kemenangan, walau di sana-sini terjadi peradangan emosi massa. Tapi semoga saja ilustrasi di atas hanya sekadar dugaan dan tidak terjadi dalam kenyataan. Sekuat apapun gosip tak semua orang wajib dipercaya. Pun begitu tidak tid perlu kan terbakar emosi lantas lanta melakukan aksi gara-gara termakan gosip. Bisa-bisa malah term dicap sebagai konsumen gosip yang loyal. Memang, adakalanya kita M perlu memahami gosip-gosip yang bermunculan di sekitar kita, terutama selama musim kampanye. Upaya sederhana yang bisa dilakukan adalah memahami secara bijak isi pesan yang disampaikan tim sukses atau kandidat, atau hal-hal tidak jelas yang disampaikan melalui pemberitaan di media massa. Jatuh menjatuhkan antar kandidat adalah hal yang mungkin muncul dalam arena kompetisi, entah dalam bentuk kemasan
berita atau dibungkus dalam ingar bingar kampanye. Memang sulit menyeleksi isi pesan yang sudah dikemas dengan cantik. Tapi kita sudah terlanjur dianggap sebagai masyarakat yang cerdas. Bukankah begitu yang sering dilontarkan oleh para pakar, “Masyarakat kita sudah cerdas, tidak mudah dibodohi.” Jadi, pilihan bijak bergantung pada masing-masing individu. Kalau mengandalkan tim sukses memberi pendidikan politik sehat, rasanya masih terlalu riskan. Bila termakan oleh gosip sama artinya dibodohi. Jikalau bersikap bijak, artinya kita telah berdaya, dan pemahaman menyeleksi isu-isu atau gosip yang berkembang sudah selangkah lebih maju. Nah, kalau memang demikian, jadikanlah gosip semacam pasta gigi. Gosok-gosok sedikit, rasakan, lalu dibuang tanpa ada rasa penyesalan. Toh, gosip bukan santapan rohani yang memang patut direnungkan dan dijalankan, iya kan. Gosip, siip, siip, siip….***
s a t u k a t a i n d o n e s i a
9
komunika Edisi 8/Tahun V/Mei 2009
www.bipnewsroom.info
10
komunika Edisi 8/Tahun V/Mei 2009
LINTAS LEMBAGA
LINTAS DAERAH Sulawesi Selatan Ekspor Ikan Karang Hias Sulsel Naik 30 Persen Sumber Daya Laut Sulawesi Selatan tidak hanya menghasilkan ikan konsumsi, tetapi juga ikan hias dan pada triwulan pertama 2009, ekspor ikan karang hias yang tersertifikasi meningkat hingga 30 persen. Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Sulsel, Iskandar di Makassar, Senin (18/5) mengatakan, peningkatan ekspor ikan karang hias terserftifikasi merupakan buah dari Program Coremap yang sudah memasuki tahap kedua. Menurut dia, berdasarkan hasil kajian coremap II, nilai pendapatan masyarakat pada lokasi program meningkat 5 persen serta munculnya beberapa spesis yang pernah hilang seperti ikan kembung (banyara), sejenis ikan teri di perairan Pangkep dan jenis cumi-cumi. “Untuk tahun ini dana Coremap II yang didapat dari luar negeri berupa bantuan sebesar Rp15 miliar untuk dua Kabupaten, yaitu Pangkep dan Selayar. Propinsi sendiri menyiapkan dana pendamping sebesar Rp4,5 miliar," ujarnya. Keberhasilan lainnya, menurut dia, adalah bertambahnya luas kawasan konservasi pada beberapa daerah seperti kabupaten Selayar, Pangkep, Sinjai dan Bone. Tidak hanya itu, capaian bio-fisik line koral berdasarkan hasil kajian PPTK Unhas mengalami peningkatan ratarata 15 sampai 25 persen. (www.bipnewsroom.info/merry) Bali Antisipasi Flu Babi, Celeng Diambil Darah Kendati di Bali belum ditemukan kasus flu babi namun penyakit mematikan tersebut tetaplah menjadi semacam bom waktu yang kapan saja bisa meledak. Untuk mengantisipasi wabah flu babi, Pemkab Jembrana melalui Dinas Pertanian, Kehutanan dan Kelautan (Perkutut) bekerja sama dengan Balai Besar Veterania Denpasar melakukan pengambilan sampel darah pada ternak babi yang masih dipelihara secara tradisional. Tidak kurang dari 50 ekor babi milik masyarakat di Kelurahan Sangkaragung, Jembrana dan Desa Kaliakah, Negara diambil sampel darahnya untuk diujikan pada laboratorium milik BB Vet di Denpasar. Selain mengambil sampel darah, petugas juga mengambil sampel lendir yang tersimpan dalam yang ada pada hidung babi. “Pengambilan sampel darah dan lendir babi ini kita lakukan di seluruh wilayah kerja BB-Vet yang meliputi Bali dan Nusa Tenggara sejak dua minggu yang lalu,” terang I Ketut Wirata, petugas dari BB-Vet Denpasar di sela-sela pengambilan sampel darah dan lendir babi di Sangkaragung, Rabu (13/5). Sedangkan sejumlah pemilik babi mengaku gembira dengan dilakukannya kegiatan ini. Mereka sebenarnya juga sangat takut kalau ternaknya terjangkit penyakit. “Saya senang sekali ada petugas yang mengecek darah babi saya,” ujar Wayan Tarya, salah seorang pemilik babi. (www. jembranakab.go.id /Gede Yasa) Nusa Tenggara Barat Pembangunan Desa Mandiri Energi Pengembangan 12 Desa Mandiri Energi di Nusa Tenggara Barat yang tidak terjangkau aliran listrik akan dibantu dana pemerintah sebesar Rp75 miliar dari dana stimulus untuk pembangunan desa mandiri energi. Menurut Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Nusa Tenggara Barat Heryadi Rachmad, pembangunan Desa Mandiri Energi juga disertai pengembangan dampak ekonomi masyarakatnya. ‘’Jadi tidak sekedar mendapatkan aliran listrik di malam hari saja, tetapi juga memberikan tambahan lapangan kerja,’’ ujarnya, Rabu (22/4) pagi. Di Nusa Tenggara Barat, pembiayaan yang telah disiapkan untuk Desa Mandiri Energi berbasis Mikrohidro 1 unit kapasitas 25 Kilowatt di Desa Tepal Kecamatan Batulanteh Kabupaten Sumbawa.Sedangkan untuk desa lainnya, pembangunan DME akan berbasis pada Bahan Bakar Nabati (BBN) Jarak Pagar. Untuk lebih menghidupkan kegiatan ekonomi masyarakat di wilayah desa binaan, juga diberikan bantuan berupa peralatan produktif penggilingan kopi sejumlah 2 unit di Desa Baturotok dan Desa Tepal, Kecamatan Batulanteh, Kabupaten Sumbawa; mesin pembuatan es 1 unit di Desa Lantan, Kecamatan Batukliang Utara ,Kabupaten Lombok Tengah, dan alat pertukangan kayu/besi 1 unit di Desa Teres Genit, Kecamatan Bayan, Kabupaten Lombok Utara. (www.ntb.go.id)
Tak Hanya Bunaken Kalau ke Sulawesi Utara, tentu tak asing lagi nama Bunaken. Ya Taman Nasional Bunaken. Kawasan perairan tropis Indonesia yang terdiri dari ekosistem hutan bakau, padang lamun, terumbu karang, dan ekosistem daratan/ pesisir. Taman ini terdiri atas Pulau Bunaken, Manado Tua, Montehage, pulau Siladen, Nain, Nain Kecil, dan sebagian wilayah pesisir Tanjung Pisok. Sedangkan pada bagian Selatan meliputi sebagian pesisir Tanjung Kelapa. Pulau Bunaken dapat di tempuh dengan speed boat atau kapal sewaan dengan perjalanan sekitar 30 menit dari pelabuhan kota Manado.
Taman laut Bunaken memiliki 20 titik penyelaman (dive spot) dengan kedalaman bervariasi hingga 1.344 meter. Dari 20 titik selam itu, 12 titik selam di antaranya berada di sekitar Pulau Bunaken. Lokasi ini yang paling kerap dikunjungi penyelam dan pecinta keindahan pemandangan bawah laut. Tercatat 13 genera karang hidup di perairan Taman Nasional Bunaken, didominasi oleh jenis terumbu karang tepi dan terumbu karang penghalang. Yang paling menarik adalah tebing karang vertikal sampai sejauh 25-50 meter. Ada pula sekitar 91 jenis ikan terdapat di perairan Taman
Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi
Kembangkan Teknologi Pengolahan Gelatin Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) telah mengembangkan teknologi proses pengolahan gelatin dari kulit sapi sisa split dari industri penyamakan kulit, untuk memenuhi kebutuhan gelatin nasional yang saat ini masih banyak diimpor dari beberapa negara. “Kebutuhan gelatin tersebut banyak sekali fungsinya, antara lain sebagai bahan baku industri pangan, farmasi, kosmetika, fotografi, dan industri lainnya,” kata Kepala Bidang Teknologi Agroindustri Perikanan dan Peternakan BPPT, Ir. Irshan Zainuddin, MSi di Citeureup, Bogor, Kamis (14/5). Disamping telah dikembangkan teknologi proses produksi gelatin tersebut, juga telah dihasilkan teknologi perekayasaan alat mesin yang diperlukan dalam proses produksi gelatin, seperti alat evaporasi triple effect falling film evaporator, alat ekstrusi scrapped surface heat exchanger, dan alat pengering dengan dehumidifikasi. “Alat-alat mesin itu bila diimpor harganya sangat mahal, sehingga perekayasaan alat tersebut juga merupakan upaya menghemat devisa,” katanya. Saat ini aplikasi teknologi proses pengolahan gelatin tersebut telah dirintis pada pilot plant yang diarahkan pada skala komersial bekerjasama dengan pabrik penyamakan kulit PT Muhara Dwitunggal Laju yang terletak di Muhara, Desa Sarongge, Kecamatan Citeureup, Kabupaten Bogor. (Gs) Departemen Perdagangan
Minyakita Dijual Komersial Oktober 2009 Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu mengatakan, minyak goreng murah kemasan sederhana merek ‘Minyakita’ akan dijual secara komersial dan akan memasuki pasar-pasar rakyat setelah program CSR (Kepedulian Sosial Perusahaan) selesai sekitar Oktober 2009. "Penjualan Minyakita melalui program Kepedulian Sosial Perusahaan di DKI Jakarta akan dilaksanakan setiap pekan dan berlangsung hingga Juni 2009, namun kegiatan ini akan tetap berjalan sampai dengan bulan Oktober 2009," kata Mendag di sela-sela penjualan Minyakita, di Kelurahan Johar Baru, Jakarta Pusat, Selasa (12/5). Menurut Mendag, pemerintah menetapkan harga Minyakita sebesar Rp7.000 per liter atau naik Rp1.000 per liter dari harga sebelumnya Rp6.000 per liter. "Tapi beda harga dengan minyak goreng curah di pasar tetap sama dengan dulu yaitu lebih murah Rp2.000 per liter. Harga minyak curah saat ini di pasar rata-rata Rp9.000 per liter," katanya. Menurut Mendag, dengan penetapan harga itu diharapkan dapat menahan fluktuasi harga minyak goreng di dalam negeri karena para produsen cenderung memilih mengekspor, apalagi harga minyak sawit mentah (CPO) di pasar internasional sedang naik di sekitar 700 dolar AS per ton. (Ve/ysoel) Departemen Pertanian
Kembangkan Bibit Kopi "Se" Departemen Pertanian (Deptan) melalui Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia pada 2010 siap kembangkan bibit kopi secara "Somatik Embriogenesis" (SE) setelah sukses dengan kakao sejak 2008. Dirjen Perkebunan Deptan, Achmad Mangga Nasional Bunaken. Jenis satwa yang ada di daratan dan pesisir antara lain kera hitam Sulawesi, rusa, dan kuskus. Tapi saat ini sudah mulai banyak dikembangkan kawasan wisata lain sekaligus kawasan konservasi untuk keanekaragaman hayati di Bumi Sulawesi Utara. Konservasi Maleo Jika ingin melihat hewan darat yang menarik, Tanjung Binerean, Sulawesi Utara bisa jadi salah satu tujuan. Pantai seluas 14 hektare di Sulawesi Utara ini telah disulap menjadi kawasan konservasi khusus Burung Maleo (Macrocephalon maleo). Maleo adalah burung berukuran sebesar anak ayam, dengan warna hitam gelap di punggung, bagian perut merah muda, kulit wajah kuning, paruh oranye,
Barani di Jakarta, Minggu (10/5) mengatakan, pengembangan bibit kopi melalui sistem SE tersebut akan difokuskan pada kopi yang berkualitas tinggi dan spesial daerah. "Selain untuk mendapatkan bibit yang berkualitas, ini sekaligus untuk melindungi komoditas asli daerah," katanya. Menurut dia, beberapa jenis kopi yang akan dikembangkan bibitnya melalui somatik embriogenesis yakni Kopi Kintamani di Bali, Kopi Takengon dan Mandailing di Sumatera Utara, Kopi Gayo di Aceh. (Antara News) Departemen ESDM
Terbitkan "Blueprint" Pengelolaan Energi Nasional Pe m e r i n t a h m e n e r b i t k a n " b l u e p r i n t " Pengelolaan Energi Nasional 2010-2025 yang akan menjadi dasar penyusunan pola pengembangan dan pemanfaatan energi secara nasional hingga 2025. Penyusunan "blueprint" merupakan tindak lanjut Peraturan Presiden (Perpres) No 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional yang mengamanatkan Menteri ESDM menetapkan cetak biru tersebut. Sesuai "blueprint," sasaran pengelolaan energi yang ingin dicapai hingga tahun 2025 antara lain konsumsi energi primer per kapita minimal 10,6 standar barel minyak (SBM) dan rasio elektrifikasi 93 persen. Terjaminnya keamanan pasokan energi berupa terwujudnya elastisitas energi yang lebih kecil dari satu dan tercapainya bauran energi primer yang optimal pada 2025. Target bauran energi pada 2025 tersebut adalah minyak bumi 20,2 persen, gas bumi 21,1 persen, gas metana batubara 3,3 persen, batubara 34,4 persen, batubara cair 3,1 persen, panas bumi 6,3 persen, bahan bakar nabati (BBN) 10,2 persen, dan energi baru dan terbarukan yakni air, surya, bayu, dan biomassa 1,4 persen. Sasaran pengelolaan energi lainnya adalah terpenuhi pasokan energi fosil dalam negeri dengan mengurangi ekspor secara bertahap dan struktur harga energi yang sesuai keekonomiannya. Sedang di sisi infrastruktur energi, sasaran yang ingin dicapai antara lain tersedianya jaringan pipa BBM di Jawa dan jaringan pipa gas ruas Natuna-Kalimantan-Jawa, Jawa Barat-Jawa Timur, dan Sumatera-Jawa yang sekaligus menjadi embrio pipanisasi gas di kawasan AS. (www.bipnewsroom.info)
Departemen Komunikasi dan Informatika
Penyelenggara Pos Harus Berbadan Hukum Indonesia M e n t e r i Ko m u n i k a s i d a n I n fo r m a t i k a (Menkominfo) M Nuh menyatakan bahwa penyenggara Pos merupakan badan usaha yang berbadan hukum Indonesia dan mendapat izin sebagai penyelenggara pos. "Penyelenggara pos harus berstatus badan hukum agar lebih memiliki tanggung jawab dan kejelasan kepada stakeholders dan pengguna jasa pengiriman,” kata Menkominfo M. Nuh saat rapat dengan Pansus RUU Pos di gedung DPR RI Jakarta, Senin (18/5). Menurutnya, ada dua alasan kenapa harus berbadan hukum dan wajib mendapat izin. Pertama, alasan tanggung jawab dan kedua, adanya jaminan bagi stakehoder dan pengguna jasa pengiriman.
dan bentuk tonjolan hitam diatas kepala mirip helm. Telur burung berukuran lima kali lebih besar dari pada telur ayam dan dikubur oleh induknya didalam tanah lalu ditinggalkan. Ketika telur menetas, dan anak burun keluar dari tanah mereka dapat terbang dan mencari makanan untuk dirinya sendiri. Alhasil, tak seperti burung lain, anak maleo tidak diloloh atau diberi makan oleh induknya. Burung khas yang hanya hidup di Pulau Sulawesi tersebut memang membutuhkan pantai yang bebas gangguan manusia. Jumlahnya di alam bebas saat ini diperkirakan tinggal 5.000 hingga 10.000 ekor. Hidupnya yang endemik membuatnya terus terancam dengan maraknya perburuan telur yang jelas menurunkan tingkat
(www.bipnewsroom.info)
perkembangbiakannya. Pelestarian Alam Liar dan Satwa (PALS) lembaga nonpemerintah setempat dengan Wildlife Conservation Society (WCS) membeli kawasan ini untuk mengkonservasi kehidupan alam liar di Sulawesi. Dana sebesar 12.500 dollar AS dikucurkan untuk membebaskan lahan tersebut dari pemilik sebelumnya. Pantai Tanjung Binerean adalah area penting untuk maleo burung. Selain itu ada pula sarang-sarang penyu dan bagi penduduk lokal, pantai juga mengembangkan pertanian kelapa yang memproduksi lebih dari 10.000 butir kelapa tiap tahun. Dana dari panen tersebut akan digunakan membayar penjaga lokal untuk melindung kehidupan alam liar pantai. (m/bs)
Adu Kampung Anti Narkoba Mengubah perilaku bisa dilakukan dari komunitas. Itulah yang mendorong upaya Badan Narkotika Nasional menggelar Adu Kamping Bersih Narkoba. Belajar dari sukses Pemerintah Kota Surabaya dalam gelar Green and Clean , tampaknya event yang juga melibatkan media lokal ini mendapatkan perhatian lebih dari warga. “ Green and Clean dilakukan untuk mengubah paradigma masyarakat. Bukan diberi punishment (sanksi) tapi memberikan reward (hadiah). Dengan begitu, masyarakat akan termotivasi untuk berubah. Jika Adu Kampung Bersih Dari Narkoba berjalan lancar, Pemkot akan berupaya untuk melanjutkannya,” ujar Wakil Walikota Surabaya, Arif Afandi yang juga Ketua Badan Narkotika Kota Surabaya. Kepala Pusat Cegah Lakhar BNN Pusat Brigjen (Pol) Anang Iskandar berharap lewat program ini penanggulangan dan penanganan bahaya narkoba bisa dimulai dari kampung terkecil. Surabaya, kata Anang ditetapkan sebagai pilot project program yang dimulai 1 April lalu. Setiap kampung, kata mantan Kapolwiltabes Surabaya itu, tidak perlu repot menyusun tema dan kegiatan yang akan digarap. Mereka bisa melakukan kegiatan atau membuat karya apa pun sesuai kemampuan masing-masing. Nah, kegiatan dan karya tersebut dibuat sekreatif-kreatifnya. Dia mencontohkan, sebuah kampung bisa mulai menampilkan aktivitas superkecil di masingmasing keluarga. Misalnya, seorang ibu memberikan nasihat kepada putra-putrinya untuk menjauhi narkoba. Itu sudah bentuk kegiatan bagus, asalkan dikemas dan didokumentasi sebagus-bagusnya. "Itu juga sebuah karya," ujar Anang. Contoh lain, kampung membuat slogan dengan konten pencegahan bahaya narkoba. Esensi slogan itu, lanjut dia, bisa memiliki pesan utama. Yang pertama, mengajak warga kampung jauh dari narkoba
atau mengajak mereka yang menjadi korban narkoba untuk segera berhenti. Yang kedua, kreasi yang ditampilkan berfungsi efektif mencegah penyebaran bahaya narkoba terhadap warga yang masih steril. "Jika dua esensi karya tampilan mereka ini bisa didapat, akan menjadi nilai plus buat kampung itu," jelas Anang. Nilai lebih akan didapat bila manfaat kegiatan, karya, atau slogan itu bisa dirasakan langsung oleh warga kampung yang bersangkutan. Dalam acara peluncuran terdapat lima kampung peserta yang akan bertarung, yaitu Kampung Anggrek Kompleks AL di Kenjeran dan Kader Anti Napza (Kantin) dari Kelurahan Jemur Wonosari, Kecamatan Wonocolo. Lalu, Kampung RT 3 RW VI Kelurahan Kedungtarukan Baru, Kecamatan Mojo, Kampung Bhiasa dari Demak Timur IV, serta Kampung Bebas Narkoba (Kampung Benar) dari Manukan Kulon. Kelima kampung tersebut sudah menggeliat. Meski program baru di-launching kemarin, motormotor penggerak di kampung itu sudah beraktivitas. "Kami telah bertemu karang taruna dan ibuibu untuk mempersiapkan diri. Warga Surabaya harus berperan agar kampung mereka bersih dari narkoba," kata Ketua RW V Kelurahan Jemur Wonosari Hasanah. Kampung Kedungtarukan Baru juga tidak mau kalah. Tokoh kampung tersebut, Anis Drs Zainuddin MM, tadi malam dan pagi ini mulai bersih-bersih kampung untuk persiapan lomba. Bersama warga, Zainuddin membuat spanduk berisi slogan-slogan antinarkoba. Jalan kampung juga dicat bernuansa ajakan untuk menjauhi narkoba. (gapura/surabaya)
Kartu Jamkesmas Anak Panti Asuhan Ke b e r p i h a k a n t e r h a d a p kelimpok marginal ditunjukkan oleh Pemkot Makassar. Untuk membantu masyarakat tidak
LAMBAN Alkisah, seekor siput mencoba adu lari dengan Kancil. Merasa kecepatan larinya tak mampu menandingi Kancil, Siput pasang strategi rahasia. Saat lomba dilaksanakan, Kancil heran bukan kepalang, karena meski sudah mengerahkan sekuat tenaga, Siput tetap saja berada di depannya. Sampai di garis finish pun, ia kalah cepat dengan binatang yang terkenal jalannya lamban itu. Kancil tak tahu, Siput telah menyuruh kawan-kawannya berbaris sepanjang jalur lomba! Kecerdikan mengantarkan si lamban jadi kampiun. *** Kisah usang di atas menjadi ilustrasi, bagaimana si lambat bisa jadi pemenang dan si cepat menjadi pecundang. Akan tetapi di era globalisasi ini, kecepatanlah yang justru menjadi kunci kekuatan. Buku The Age of Speed karya Vincente Poscente menggambarkan bagaimana kecepatan telah berubah menjadi kekuatan menggiriskan. Siapa cepat, dia dapat. Siapa lamban dia tumbang. Kalau cuma tumbang
sih gak apa-apa. Yang repot adalah sudah tumbang terinjakinjak pula. Kecepatan akhirnya digunakan sebagai ukuran, di seluruh sektor kehidupan: politik, ekonomi, sosial, budaya. Di bidang politik, dulu inti kekuatan adalah yang besar mengalahkan yang kecil, sekarang yang cepat mengalahkan yang lambat. Contoh nyata, sebesar apapun partainya, jika tidak cepat-cepat mencari mitra koalisi, akhirnya akan menjadi jomblo! Di bidang ekonomi, orang rame-rame membuat organisasi perusahaan yang ramping agar lebih cepat menggapai tujuan. “ S m a l l i s B e a u t i f u l l ”, kata EF Schumacher. Karena itu, banyak perusahaan yang manajer, direktur, kepala bagian dan karyawannya dipegang oleh satu orang. Disamping murah nggajinya, juga lincah lompat sana-lompat sini cari orderan. Di bidang sosial, moda transportasi yang cepat lebih disukai
mampu dalam mendapatkan layanan kesehatan gratis di Puskesmas dan rumah sakit, Dinas Sosial Kota Makassar bahkan sudah mengurus pembuatan kartu Jamkesmas PT.Asuransi Kesehatan (ASKES) sebanyak 10.500 lembar. Kepala Dinas Sosial Kota M a k a s s a r, I b r a h i m S a l e h menjelaskan pembuatan kartu Jamkesmas merupakan hasil kerja sama dengan Dinas Kesehatan setempat. "Kelompok marginal adalah prioritas kami tahun ini. Secara khusus diperuntukkan bagi anak panti asuhan, orang tua jompo, terlantar, serta penyandang cacat dan penderita kusta," ungkapnya. Sasaran lain adalah anak jalanan, gelandangan dan pengemis, serta orang miskin yang tidak punya rumah, imbuhnya. “Ada 4500 kartu bagi anak Panti Asuhan yang sementara dalam proses,” jelas Ibrahim. Rencananya, tambah Ibrahim, akhir Mei ini Kartu Jamkesmas untuk Panti Asuhan sudah dicetak. Hanya saja, aku Ibrahim, salah satu kendala dalam penyaluran kartu ini adalah peningkatan angka urbanisasi serta banyaknya masyarakat yang sering berpindah domisili, sehingga menyulitkan proses pendataan dan verifikasi. (mediacenter makassar)
Pantau Kecamatan ber-IPM Rendah Upaya mengukur kinerja dan keberhasilan pembangunan terus dikembangkan oleh Pemerintah Provinsi Gorontalo. Mengacu pada Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Pemprov Gorontalo kini merekrut aparat pemerintah yang berkualitas dalam menyukseskan program peningkatan IPM. "Pemprov menunjuk langsung 25 orang anggota yang terdiri dari unsur pejabat eselon III. Kemudian mereka akan diseleksi lagi sehingga hanya 15 orang yang akan mendapat tugas untuk menjadi pemantau kegiatan Pemprov di tiap kecamatan yang rendah IPM nya," jelas Asisten Pelayanan Publik dan Reformasi Birokrasi Provinsi Gorontalo Andha Fauzi Miraza. dibanding yang lambat, karena time is money, dan membuang waktu berarti membuang uang. Karena itu pula makanan cepat saji lebih tenar daripada makanan lambat saji, karena untuk menunggu menyantapnya “nggak pakai lama”. Waktu yang tersisa bisa digunakan
untuk mencari recehan di bawah meja. Di bidang budaya, orang kini ogah nonton wayang kulit semalam suntuk. Mendingan nonton pakeliran padat yang berdurasi setengah atau satu jam. Penonton senang karena terbebas dari melekan. Pak Dalang juga senang, karena ndalangnya sebentar, ongkosnya sama.
Secara khusus, Miraza menegaskan bahwa dalam perencanaan 2010, Pemprov akan menerapkan berbagai peraturan perundangan yang berbasis IPM. Diharapkan setelah terbentuk nanti dan mendapat persetujuan dari Gubernur tim ini langsung dapat bekerja dan fokus pada masyarakat, serta mengetahui secara konkrit lokasi maupun kondisi riil di lapangan sehingga dapat mempermudah tim menemukan solusi peningkatan kualitas di 15 kecamatan yang masih rendah IPM-nya. Indeks Pembangunan Manusia pada 1990 dikembangkan pemenang nobel Amartya Sen dan Mahbub ul Haq, seorang ekonom asal Pakistan dibantu oleh Gustav Ranis dari Yale University dan Lord Meghnad Desai dari London School of Economics. Sejak itu dipakai Program pembangunan PBB dalam laporan tahunan. Indeks ini digambarkan sebagai "pengukuran vulgar" oleh Amartya Sen karena indeks ini lebih fokus pada hal-hal yang lebih terinci dalam laporan pembangunan manusia. "Indeks ini jauh lebih sensitif daripada hanya sekedar pendapatan perkapita yang selama ini digunakan," ungkap Sen. (www.gorontaloprov.go.id)
Solusi Kemacetan di Manado Pemberlakuan kendaraan dengan plat nomor polisi ganjilgenap (Ganap) diseriusi Pemkot Manado. Pemkot menilai, pemberlakuan Ganap ini, mengatasi persoalan transportasi di Kota Manado. Seperti masalah kemac e t a n , ke s e m ra w u t a n , d a n kesumpekan di Manado dapat diminimalisir. Plt Wali Kota Manado Abdi Buchari SE MSi mengatakan, kebijakan yang dibuat Polda Sulut itu membuat Manado makin nyaman, karena itu perlu ditindaklanjuti. “Pemkot Manado akan mengkaji
mengenai kebijakan tersebut untuk dapat terus diberlakukan bagi jalur transportasi di Kota Manado,” ujar Abdi. Selain bisa mengatasi kemacetan, warga juga banyak yang merespon positif sistem lalu lintas dan transportasi seperti ini. Sebelum diberlakukan, akan terlebih dulu dibuat peraturan daerah. Sebelumnya, Pemprov Sulut membatasi penggunaan kendaraan di dalam kota Ma-nado, dengan m e n e ra p k a n p e m b e r l a k u a n kendaraan pelat nomor polisi ganjil dan genap dalam kaitan dengan acara World Ocean Conference (WOC) dan Coral Triangle Initiative (CTI) Summit. "Khusus kendaraan umum pelat nomor ganjil beroperasi pada tanggal ganjil dan pelat nomor genap pada tanggal genap," kata Kepala Dinas Perhubungan Provinsi Sulut JE Kenap. Kepala Sub Direktorat Penegakan Hukum (Kasubdit Gakum) Direktorat Lalu Lintas Polda Sulut AKBP Gunawan SIk, program ini dimaksudkan untuk mengantisipasi terjadinya kemacetan di Kota Manado s a a t p e l a k s a n a a n W O C . Ia menjelaskan, jumlah kendaraan bermotor di Kota Manado sekitar 170 ribu. Ini belum ditambahkan dengan sekitar 160 ribu kendaraan di luar Kota Manado. “Makanya program ini dibutuhkan kesadaran penuh dari masyarakat untuk menyukseskannya,” ujarnya Gunawan menambahkan, dalam sosialisasi ini, pihaknya terus mengajak semua pihak untuk menyamakan visi. Program plat ganjil genap bukan paksaan tetapi ajakan untuk bersama-sama mensukseskan iven internasional. Maksud plat ganjil dan plat genap, yaitu kendaraan (plat hitam maupun plat kuning, red) beroperasi disesuaikan dengan tanggal ganjil dan genap. Untuk melihat kendaraan plat genap atau plat ganjil, dilihat pada angka terakhir. (www.sulutprov.go.id)
Jika anda melihat, mendengar dan memiliki kisah unik dari seluruh nusantara untuk dituliskan dan ingin berbagi dalam rubrik keliling nusantara, silahkan kirimkan naskah kepada redaksi komunika melalui surat ke alamat redaksi atau melalui e-mail:
[email protected] atau
[email protected] Telekomunikasi juga akan dianggap hebat jika berlangsung tanpa jeda. Sekejap netra sudah bisa halo-halo dengan yang di seberang sana. Syukur, kalau ada, sini belum ngomong sana sudah menjawab. *** Pertanyaannya adalah, bagaimana jika dari sono -nya anda memang terlahir lamban? Jangan panik. Cobalah sedikit-demi sedikit berlatih agar t i d a k l e m o t- l e m o t amat. Terapkanlah pepatah, “Badan boleh diam, tapi otak harus terus loncat-loncat cari ide segar”. Hasil dari olah pikiran anda itulah yang harus anda lesatkan secepat kilat ke pihak-pihak yang membutuhkan. Ngomong jangan terlalu pelan seperti Dewi Subadra dalam pewayangan, sebab kalau ada negosiasi atau lelang, kesempatan menang bisa disambar orang. Tapi kalau tetap tidak bisa, bela-jarlah bicara yang jelas, tegas dan bernas, walau sedikit. De-ngan begitu anda akan hemat durasi dan bisa mengatur pitch control. Andaikata dalam perjalanan
dalam menangani peluang ini ada kendala, jangan khawatir, semua pekerjaan di dunia ini pasti ada kendala dan tinggal kita yang menyelesaikan dengan sebaik baiknya, semakin rumit seharusnya semakin menantang. Kalau semua faktor telah diperhitungkan dengan matang dan semua langkah-langkah telah disusun dengan baik dan efektif, maka sudah saatnya bergerak dengan cepat. Jangan pernah menunda pekerjaan sekarang untuk dikerjakan esok hari, karena belum tentu besok anda memiliki waktu seperti sekarang. Menunda satu pekerjaan akan memperlambat penyelesaian tugas berikutnya, sehingga semua jadwal harian anda akan molor. Jika jadwal harian anda molor, jadwal mingguan anda pun akan molor. Jika jadwal mingguan anda molor, jadwal bulanan pun akan molor. Dan seterusnya sampai akhirnya semua pekerjaan tak bisa diselesaikan tepat waktu. Cepat atau lamban memang sudah suratan takdir. Maka mengacalah, lihatlah diri anda, mirip Kancil ataukah Siput? Jika anda Siput, pandai-pandailah memainkan strategi agar tidak selalu kalah dalam lomba adu kecepatan! (gun)
s a t u k a t a i n d o n e s i a
11
komunika Edisi 8/Tahun V/Mei 2009
12 www.bipnewsroom.info
komunika Edisi 8/Tahun V/Mei 2009
Datanglah ke Desa Pejawaran, Kec Batur, Kab Banjarnegara, Jawa Tengah, maka anda akan mendapatkan fakta mencengangkan: tak seorangpun lelaki dewasa di desa ini yang tidak merokok. Bahkan bagi kebanyakan warga setempat, anak-anak usia sekolah dan perempuan merokok pun bukan pemandangan aneh. Hidup di desa ini memang identik dengan kepulan asap rokok dan aroma tembakau. Jika anda datang bermobil ke Pejawaran tepat pada akhir Juli hingga pertengahan Agustus, bersiap-siaplah untuk memarkir kendaraan anda di luar desa. Mobil anda dipastikan tidak akan bisa masuk ke desa lantaran jalan makadam satu-satunya menuju desa ini dipenuhi ribuan rigen (anyaman bambu berbentuk segi empat) yang sedang digunakan warga untuk menjemur irisan daun tembakau. Tidak hanya itu, anda yang tak terbiasa dengan bau tembakau pegunungan pasti akan terbatukbatuk, pusing dan mual oleh aroma nyegrak asap rokok tingwe (lintingan dhewe, lintingan sendiri) yang diisap ratusan orang yang sedang sibuk bekerja. Juli-Agustus memang musim panen raya tembakau di desa ini. Saat panen begini, aktivitas lain tiba-tiba akan dianggap remeh dan bahkan ditinggalkan warga. Mereka semua terfokus untuk mengerjakan tugas tahunan maha penting: ngrajang (mengiris) dan mepe (menjemur) daun tembakau. Untuk keperluan ini, para pegawai negeri di Pejawaran biasanya minta izin pulang awal, kantor kelurahan tutup, sementara anak-anak SD, SMP dan SMA banyak yang bolos sekolah, demi membantu keluarga mengurus tembakau. Aktivitas harian lain seperti mencangkul, menukang kayu, buruh, praktis berhenti total. Bahkan para pemuda yang sedang bekerja di ibukota Jakarta pun banyak yang dipanggil pulang, sematamata untuk membantu nganjang (mengolah) daun yang oleh warga setempat masih dianggap sebagai ‘emas hijau’ ini. Ekonomi Tembakau Sebegitu pentingkah arti tembakau bagi warga Pejawaran? Hanif (65) tokoh masyarakat setempat dengan mantap manggutmanggut mengiyakan. Menurut Hanif, tembakau dan kehidupan warga Pejawaran memang sudah menyatu ibarat air dan ikan. Maklum, selain perokok berat, 90% penduduk Pejawaran adalah petani tembakau, sehingga ekonomi mereka pun sangat ditentukan oleh harga tembakau di pasaran. “Jika harga sedang bagus, banyak warga sini jadi jutawan mendadak. Sebaliknya jika harga se-
dang anjlok, ekonomi warga juga turut anjlok,” ujar lelaki yang juga muazin (juru azan) di masjid kampungnya. Harapan menjadi jutawan inilah yang, menurut Hanif, membuat warga Pejawaran sangat berani berspekulasi. Mereka tak segansegan menjual seluruh barang berharga dan perabot rumahtangga yang dimiliki pada saat musim tanam tembakau tiba. “Pada musim tanam, barangbarang seperti mobil, sepedamotor, perhiasan, televisi, tape recorder, semua dijual untuk beli bibit, pupuk, obat pembasmi
kita juga tidak bisa jual ke manamana,” tuturnya. Repotnya, lanjut Saryono, banyak petani di desa ini tak mampu menghindar dari jerat tengkulak. Salah satu sebabnya, para tengkulak sangat aktif mendekati petani dengan berbagai cara. Menjelang masa tanam misalnya, mereka memberi pinjaman modal untuk membeli bibit, pupuk dan pembasmi hama—semua tanpa agunan, tapi bunga alamaaakk... sangat mencekik leher. Menjelang panen, mereka datang lagi memberikan pinjaman keranjang, gula untuk campuran ngrajang tembakau, dan uang untuk biaya transportasi daun dari ladang ke rumah atau saat penjemuran. “Kelihatannya nulung (menolong—Red), tapi buntutnya men-
Menanam tembakau memang lebih banyak rugi ketimbang untungnya, namun warga Pejawaran mengaku masih berminat menanam bahan baku pengasap paru-paru ini. Alasannya apa lagi kalau bukan harapan menjadi jutawan dadakan. hama, dan sisanya ditabung untuk persiapan nganjang. Nanti setelah panen, mereka akan membeli barang-barang berharga lagi, tapi dengan catatan kalau harga jual tembakau sedang baik,” kata bapak enam anak ini. “Harga baik” dan bayangan tumpukan rupiah yang berlimpah memang sering membuat orang silap. Tak heran banyak warga tidak ambil pusing kendati risiko kerugian mengancam di depan mata. Soal menjemur tembakau misalnya, kadang dilakukan tanpa menghitung berapa uang yang telah keluar dari kantong. “Asal tembakau cepat kering, mereka mau melakukan apa saja. Maka jangan heran, saat panen tiba banyak warga Pejawaran menyewa truk untuk membawa rigen berisi irisan daun tembakau ke daerah pantai yang ‘banyak mataharinya’ seperti ke Weleri, Pekalongan atau Semarang yang jaraknya ratusan kilometer dari Pejawaran. Ini kan gila, karena selain makan ongkos yang banyak sekali, juga makan banyak tenaga. Tapi tetap saja dilakukan warga sampai detik ini,” imbuh Hanif. Jerat Tengkulak Sayang harga tembakau di desa ini sangat rawan dipermainkan tengkulak. Tidak adanya asosiasi petani tembakau, membuat tengkulak leluasa mempermainkan harga saat musim panen mencapai puncaknya. Inilah yang membuat warga bangkrut, karena ongkos yang telah dikeluarkan tak bisa ditutup dengan hasil penjualan tembakau. Saryono (38), pemilik ladang tembakau seluas 0,5 hektar, menggambarkan para tengkulak ini tak beda dengan penguasa harga. “Mereka bisa mainkan harga seenak udel (semaunya-Red) sendiri. Bayangkan, satu keranjang daun tembakau basah yang harga normalnya sekitar Rp 300 ribu, saat panen bisa mereka banting menjadi Rp 30 ribu saja. Ini kan keterlaluan. Tapi kita bisa apa, wong kalau mereka tidak beli
thung (memukul--Red), karena mau tak mau hasil panen harus dijual ke mereka dengan harga yang mereka tentukan sendiri. Setelah dipotong utang dan bunga, uang yang tersisa untuk petani biasanya tinggal sedikit. Tak jarang petani harus nombok, karena hasil penjualan daun tak cukup untuk menutup pinjaman ke tengkulak,” imbuh Saryono. Bapak dua anak ini mencontohkan, menjelang musim tanam tahun lalu ia meminjam uang kepada seorang tengkulak sebesar Rp 5,8 juta, dengan perjanjian ia harus menjual daun tembakau miliknya kepada si tengkulak. Saat panen tiba, ternyata tembakaunya hanya dihargai Rp 40 ribu per keranjang. “Setelah ditotal, ternyata saya masih harus bayar ke dia (tengkulak—Red) sebesar Rp 150 ribu. Nggak banyak sih, tapi hati ini rasanya dongkol bukan main. Bayangkan, kerja keras berbulanbulan nggak ada hasilnya sama sekali, malah tekor,” imbuhnya. Yang lebih ironis, banyak petani menjadi korban praktik ijon para tengkulak. Umumnya, mereka terpaksa menerima praktik tak elok itu karena desakan ekonomi. “Banyaknya kebutuhan yang harus dipenuhi membuat petani kadang menjual tanaman tembakau saat umurnya masih dalam bilangan hari. Harganya jangan tanya, sangat-sangat murah, bahkan boleh dibilang tidak layak. Rata-rata, mereka hanya menerima uang 2030 persen dari harga pasar saat panen,” kata Rusadi (38), tokoh pemuda Pejawaran yang kini sedang merintis koperasi petani tembakau di wilayahnya. Rusdi mengakui, menghapus tengkulak dan ijon di wilayah itu bukan pekerjaan mudah, karena sudah menjadi lingkaran setan yang berjalan selama puluhan tahun. Saking lamanya, sampai-sampai petani tak sadar bahwa praktik itu merupakan sebuah kekeliruan. “Mereka tak sadar bahwa selama ini dieksploitasi oleh segelintir orang. Coba saja anda lihat, mereka sudah menjadi petani tem-
bakau puluhan tahun, tapi kondisinya masih seperti itu. Oleh karena itu saya sedang mencoba bikin koperasi di sini, siapa tahu bisa membantu,” kata lulusan Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Yogyakarta ini. Masih Optimistis Menanam tembakau memang lebih banyak rugi ketimbang untungnya, namun warga Pejawaran mengaku masih berminat menanam bahan baku pengasap paruparu ini. Alasannya apa lagi kalau bukan harapan menjadi jutawan dadakan. Kesempatan untuk menjadi jutawan, menurut mereka, masih sangat terbuka. “Satu kali saja harga tembakau baik dalam empat tahun, kerugian selama tiga tahun yang telah lewat dapat tertutup,” kata Hanif. Sebagai contoh, pada tahun 1998-2002 harga tembakau hancur-hancuran, bahkan bisa dibilang saat itu tembakau tidak laku. Banyak petani membiarkan tembakau membusuk di ladang daripada harus menanggung ongkos nganjang. Petani pun rugi besar, sampai banyak yang bangkrut dan jatuh miskin. Namun pada tahun 2003, harga tembakau membaik. Ribuan petani Pejawaran yang semula terpuruk pun bisa bangkit lagi, ekonomi menggeliat lagi, jumlah orang kaya baru bertambah. “Ketidakpastian membuat kegiatan menanam tembakau menjadi penuh tantangan. Batas antara nikmat dan sengsara sangat tipis, namun justru karena itulah warga sini nekad bertahan menanam tembakau karena senang dengan kejutan tak terduga,” katanya. Tak bisa dipungkiri, banyak nasib warga Pejawaran terangkat berkat tembakau. Rumah-rumah tembok yang bertebaran di desa ini adalah salah satu buktinya. Namun sebaliknya, banyak juga yang terjerembab karena tembakau. Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya buruh tani, yang dulu adalah mantan pemilik lahan tembakau yang jatuh pailit. Toh warga menganggap kisah jatuh-bangun itu sebuah dinamika belaka, seperti laiknya falsafah roda pedati yang kadang berada di atas kadang di bawah. Saat ditanya, apakah mereka tidak berminat menanam tanaman lain seperti kentang atau kol
yang banyak ditanam masyarakat di pegunungan Dieng, warga Pejawaran menggelengkan kepala. “Bukan tak suka, tapi biaya menanam sayuran jauh lebih besar sementara keuntungannya sedikit, kendati resikonya tak sebesar menanam tembakau,” kilah Saryono, diamini kawan-kawannya. Tidak khawatir suatu saat tembakau tak laku karena banyak orang berhenti merokok? Ditanya begitu, warga desa ini tertawa, karena menurut mereka pertanyaan semacam itu tidak realistis. Sebagian dari mereka memang mendengar selentingan wacana MUI akan mengeluarkan fatwa yang menetapkan bahwa rokok haram. Di beberapa daerah seperti Jakarta, merokok di tempat umum sudah dilarang. Gerakan anti merokok juga marak di berbagai negara. Bahkan WHO telah menetapkan tanggal 31 Mei sebagai Hari Anti Tembakau Internasional. Namun karena faktanya kegiatan merokok masih marak di mana-mana, mereka tenang-tenang saja. “Lihat saja di desa ini, semua laki-laki merokok. Bahkan sebagian anak-anak dan perempuan juga merokok. Secara nasional kami juga tidak melihat jumlah perokok turun. Entah kalau di seluruh dunia, saya tidak tahu. Yang jelas, kami tidak khawatir,” ujar Saryono. Keyakinan memang tak gampang diubah, seperti keyakinan warga Pejawaran yang ngotot bahwa pilihan mereka menanam tembakau sudah benar. Bermanfaat bagi orang banyak atau tidak tembakau yang mereka tanam, bagi mereka itu soal lain. Karena permasalahan utama yang mereka hadapi adalah bagaimana keluarga tetap bisa bertahan hidup dari tembakau. Maka jangan heran, jika pada bulan Juli-Agustus anda berkunjung ke desa ini, jalanan masih disesaki ribuan rigen. Di seantero desa, ratusan laki-laki sibuk nganjang tembakau, dengan keranjang di tangan kanan dan—tentu saja— rokok tingwe menyala di tangan kiri. Bau tembakau yang menyengat akan menyadarkan anda bahwa ini nyata adanya. Silahkan terbatuk-batuk dan geleng-geleng kepala. Tapi warga desa Pejawaran tak bakal memahami isyarat keheranan anda. (Wahyu H)