29 Media Bina Ilmiah
ISSN No. 1978-3787
PERJANJIAN PINJAM NAMA ANTARA WARGA NEGARA ASING (WNA) DENGAN WARGA NEGARA INDONESIA (WNI) UNTUK KEPENTINGAN PEMBELIAN TANAH Oleh: Novita Listyaningrum Antoni Gerhan Dosen Fakultas Hukum Universitas 45 Mataram Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami mengenai perjanjian “Pinjam nama” antara Warga Negara Asing (WNA) dengan Warga Negara Indonesia (WNI) untuk kepentingan pembelian tanah mengandung unsur penyelundupan hokum. Jenis penelitian yang digunakan adalah Normatif yaitu penelitian dengan mengkaji berbagai peraturan yang terkait dengan permasalahan yang akan diteliti. Hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini adalah dalam praktik sehari-hari adalah memberikan kemungkinan bagi orang asing memiliki tanah yang dilarang oleh Undang-Undang Pokok Agraria adalah dengan jalan “meminjam nama” (Nominee) Warga Negara Indonesia dalam melakukan jual beli, sehingga secara yuridis formal tidak menyalahi aturan. Akan tetap disamping itu dilakukan upaya pembuatan perjanjian antara Warga Negara Indonesia dengan orang asing dengan cara pemberian kuasa, yaitu kuasa mutlak, yang memberikan hak yang tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa (WNI) dan memberikan kewenangan bagi penerima kuasa (orang asing) untuk melakukan segala perbuatan hukum berkenaan dengan hak atas tanah tersebut, yang menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak (WNI) sehingga pada hakikatnya merupakan pemindahan hak atas tanah. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Perjanjian ‘Pinjam Nama’ antara warga negara Indonesia dengan warga negara asing merupakan suatu penyelundupan hukum yang dilakukan oleh warga Negara asing dengan bantuan warga negara Indonesia, dimana menurut ketentuan pasal 26 ayat (2) warga Negara asing tidak diperbolehkan memiliki hak atas tanah di wilayah hukum Negara Indonesia. Perjanjian ‘pinjam nama’ antara warga negara indonesia dengan warga negara asing merupakan suatu bentuk justifikasi atas suatu aturan yang sudah ada dan tidak memperbolehkan hal tersebut. Kata Kunci : Pinjam Nama PENDAHULUAN Kehadiran investor untuk berinvestasi seolah-olah telah menjadi komoditi utama dalam suatu Negara khususnya Negara berkembang seperti halnya Indonesia. Melihat kondisi riil yang ada, atas keterbatasan modal (capital), tenaga ahli (ekspertise), dan teknologi maka inilah saatnya dibutuhkan keberadaan dari pihak swasta nasional dan yang paling utama adalah pihak swasta asing untuk melakukan investasi (penanaman modal) yang nantinya diharapkan dapat berperanserta membantu pemerintah dalam upaya membangun perekonomian nasional. Hal ini bukanlah bermaksud untuk mengesampingkan peranan pihak swasta nasional, karena hal tersebut memang tidak dapat dipungkiri bahwa investor asing lebih memiliki keunggulan dalam hal modal (capital), tenaga ahli (ekspertise), dan teknologi yang nantinya diharapkan dapat berkolaborasi dengan pihak swasta nasional maupun pemerintah untuk membangun perekonomian nasional demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi terkait dengan keberadaan penanaman modal asing di suatu Negara ternyata terdapat pandanganpandangan yang ekstrim, yang mencerminkan sikap kontra bahkan anti terhadap adanya penanaman modal asing, yaitu : “Adanya sikap
yang ekstrim, yakni tidak menginginkan timbulnya ketergantungan dari negara-negara terhadap penanaman modal, khususnya penanaman modal asing, sehingga dengan tegas menolak adanaya penanaman modal asing karena di anggapnya sebagai kelanjutan dari proses kapitalisme. Penganut teori ini dipelopori oleh Karl Max dan Robert Magdoff. Menyadari pentingnya penanaman modal asing, pemerintah Indonesia telah melakukan suatu upaya dengan menciptakan iklim penanaman modal yang dapat menarik investor asing masuk ke Indonesia. Salah satu usaha tersebut antara lain adalah dengan di undangkannya Undang-Undang penanaman modal yang terbaru, yaitu UndangUndang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Dimana dalam undang-undang tersebut diberlakukan “asas pemberlakuan yang sama dan tidak membedakan asal Negara”, sebagaimana ditegaskan dalam ketentuan Pasal 6 ayat (1), yang mana dengan diberlakukannya asas tersebut, maka tentunya akan lebih membuka peluang bagi investor asing untuk menanamkan modalnya pada sektor-sektor strategis. Investasi sebagaimana dimaksud pada uraian di atas sudah merambah pula pada bisnis property, terutama dalam hal ini adalah “Tanah.”Para linvestor asing sudah mulai gemar ______________________________________
http://www.lpsdimataram.com
Volume 10, No. 10, Oktober 2016
30 Media Bina Ilmiah
ISSN No. 1978-3787
menjadikan tanah sebagai obyek investasinya. Terhadap hal tersebut, disinilah pihak investor asing datang dengan membawa modal (capital) yang besar, yang tentunya merupakan hal yang secara ekonomis sangat menarik minat masyarakat lokal pemilik tanah.Minat para investor asing yang sangat tinggi untuk menjadikan tanah sebagai obyek investasi lebih tertuju pada lokasi-lokasi tanah yang dekat dengan kawasan pariwisata.Kawasan pantai dan hutan merupakan tempat yang sangat starategis untuk membangun usaha-usaha kepariwisataan.Bali, florest, Sumba, Sumbawa, bahkan Lombok sekalipun adalah beberapa contoh kecil daerah yang sangat digemari oleh para wisatawan baik domestik maupun mancanegara. Berbagai jenis bisnis dalam bidang kepariwisataan seperti hotel, bungalow, vila, cotage, resort, restaurant, bar bahkan kantor-kantor jasa pelayanan wisata merupakan bisnis yang sangat potensial dan menjanjikan keuntungan yang tidak sedikit dan yang mana keseluruhan dari bisnis-bisnis terebut tentunya membutuhkan tanah sebagai obyek utama dalam pengembangannya. Keinginan pihak asing terhadap tanah di Indonesia untuk kepentingan investasi sangat tinggi, namun untuk merealisasikan hal tersebut bukanlah dilakukan dengan tanpa batas. Karena peraturan-peraturan pertanahan yang bertumpu pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria, membatasi hak atas tanah terhadap orang asing. Berdasarkan aturan yang ada, orang asing dan/ atau perusahaan asing yang berinvestasi di Indonesia hanya dapat diberikan hak atas tanah berupa Hak Pakai, Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) dengan cara yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Sedangkan terhadap Hak Milik, pihak asing baik secara individu maupun dalam bentuk perusahaan tidak berhak untuk memperolehnya (baik secara langsung maupun tidak langsung), hal ini sesuai dengan azas dalam hukum pertanahan, yaitu asas kebangsaan, yang pada pokoknya menerangkan bahwa hanya Warga Negara Indonesia saja yang dapat mempunyai hak milik atas tanah, sehingga hak milik atas tanah tidak dapat dipunyai oleh orang asing dan termasuk juga pemindahan hak milik kepada orang asing baik secara langsung maupun tidak langsung dilarang, sesuai dengan ketentuan Pasal 26 ayat 2 UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok Agraria. Walaupun telah di atur secara tegas dan jelas dalam Undang-Undang Pokok Agraria, akan tetapi yang menjadi permasalahan kompleks saat ini adalah masih banyak pihak asing dengan dalih berinvestasi, namun dibalik semua itu, senyatanya dengan menggunakan berbagai motif dan alasan bermaksud ingin memiliki secara absolute (mutlak)
tanah-tanah di Indonesia, yaitu dengan cara-cara pengelabuan/ penyelundupan hukum atau dengan cara-cara lain yang pada prinsipnya bertentangan dengan peraturan yang ada. Terkait dengan investasi pada sektor pertanahan oleh pihak asing di Indonesia sebagainana di uraikan di atas, ada salah satu mekanisme yang pada saat ini mulai populer dan sering dipergunakan oleh pihak asing untuk berinvestasi, adapun hal tersebut dilakukan oleh pihak asing yaitu dengan melakukan “Pinjam Nama” terhadap warga Negara Indonesia dalam pembelian tanah. Dalam praktik ini WNA sebagai pihak yang bertindak dibalik layar (behind the scenes), adalah merupakan pihak yang menyediakan dana (modal), sedangkan yang bertidak selaku pihak materiil, yaitu yang secara riil melakukan pembelian tanah adalah WNI yang dipinjam namanya oleh WNA tersebut, bahkan selanjutnya sebagai pihak yang berada dalam sertipikat hak milik atas tanah dimaksud adalah pihak WNI. Akan tetapi “pinjam nama” tersebut tentunya tidak berdiri sendiri, melainkan disertai dengan beberapa perikatan lainnya yang dibuat secara tertulis bahkan dengan akta notaris, yang pada prinsipnya hal tersebut dilakukan untuk menguasai secara absolute (mutlak) atas tanah dimaksud serta untuk menutup celah hukum bagi WNI untuk melakukan pengalihan dalam bentuk apapun terhadap obyek tanah tersebut. Cara ini-lah yang dipergunakan agar pihak asing tersebut dapat menguasai tanah secara absolute (mutlak) dan dapat secara leluasa melakukan segala sesuatu terhadap tanah tersebut. Hal ini-lah yang menarik minat penulis untuk mengkaji secara normatif dengan data pendukung empiris terkait dengan perjanjian “pinjam nama” tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka penulis merumuskan permasalahan “Apakah perjanjian “Pinjam nama” antara Warga Negara Asing (WNA) dengan Warga Negara Indonesia (WNI) untuk kepentingan pembelian tanah mengandung unsur penyelundupan hukum ?” METODE PENELITIAN 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitan yang digunakan adalah Penelitian Hukum Normatif, yaitu suatu pendekatan yang dalam membahas permasalahan berpedoman pada literaturliteratur dan peraturan perundang-undangan yang atas relevansi atau kaitannya dengan masalah yang diteliti. 2. Metodologi Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian hukum normatif ini adalah metode pendekatan: a. Pendekatan Undang-Undang (Statute Approach). Pendekatan Undang-undang
_____________________________________________ Volume 10, No. 10, Oktober 2016
http://www.lpsdimataram.com
31 Media Bina Ilmiah dilakukan dengan menelaah semua undangundang dan regulasi yang berhubungan dengan judul yang diteliti. b. Pendekatan Konseptual (Conceptual Approach). Pendekatan konseptual beranjak dari pandangan-pandangan dan doktrindoktrin yang berkembang dalam ilmu hukum 3. Sumber dan Jenis Bahan Hukum 1. Sumber Bahan Hukum Sebagai sumber bahan yang digunakan adalah dengan melakukan studi kepustakaan yaitu dengan melakukan penelitian kepustakaan yakni melalui cara membaca, menelaah dan mengkaji buku-buku literatur, dokumen dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. 2. Jenis Bahan Hukum Bahan hukum merupakan informasi yuridiknormatif yang digunakan sebagai informan yang dihimpun dan dipelajari dalam penelitian yuridik-normatif. Adapun jenis bahan hukum yang dihimpun dan digunakan dalam menganalisis permasalahan ini adalah bersumber dari data primer, data skunder, dan data tersier yaitu: a. Data primer, adalah bahan hukum yang terdiri dari perundang-undangan, catatancatatan resmi atau risalah dalam pembuatan undang-undang dan putusanputusan hakim. b. Bahan hukum sekunder, adalah bahan hukum berupa semua publikasi tentang hukum yang bukan merupakan dokumendokumen resmi, serta dapat pula berupa buku yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berkaitan permasalahan yang diteliti. c. Bahan hukum tersier, adalah bahan yang memberikan petunjuk meupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, ensiklopedia, indeks, makalah, seminar yang mempunyai hubungan keterkaitan dengan permasalahan yang diteliti. 4. Teknik dan Alat Pengumpulan Bahan Hukum Pengumpulan bahan hukum dalam penelitian ini dilakukan dengan Penelitian Kepustakaan (Library Research) Teknik ini bertujuan untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori ataupun penemuan-penemuan yang berhubungan erat dengan rumusan masalah. 5. Analisis Bahan Hukum Tekhnik analisis bahan hukum yang dipergunakan adalah preskriptif, dimana penulis memberikan suatu rumusan konsep
ISSN No. 1978-3787 yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. PEMBAHASAN 1. Tinjauan Mengenai Hak kepemilikan Tanah di Indonesia Hak milik pada dasarnya diperuntukan Khusus bagi warga negara Indonesia (WNI) saja yang berkewarganegaraan tunggal.Baik untuk tanah yang diusahakan, maupun untuk keperluan membangun sesuatu diatasnya. Salah satu ciri Hak Milik adalah bahwa hak tersebut dapat menjadi induk hak atas tanah yang lain, misalnya hak guna bangunan (HGB) dan hak pakai. Undang–undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 tahun 1960, Pasal 9 ayat (1) menjelaskan bahwa “Hanya warga Negara Indonesia (WNI) dapat mempunyai hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air, dan ruang angkasa, dalam batas-batas ketentuan Pasal 1 dan 2”. Undang–undang Pokok Agraria (UUPA) nomor 5 tahun 1960, Pasal 21 ayat (1) : hanya Warga Negara Indonesia (WNI) dapat mempunyai hak milik. Hal ini memperkuat peryataan bahwa hanya Warga negara Indonesia (WNI) saja yang boleh mempunyai Hak Milik atas tanah, sedangkan Warga Negara Asing (WNA) tidak berhak atas kepemilikan tanah di Indonesia. Akan tetapi, orang asing dapat memiliki Hak Pakai. Hal ini tertuang di dalam Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 yang menyebutkan bahwa yang dapat mempunyai Hak Pakai adalah : 1) Warga Negara Indonesia 2) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia 3) Departemen, lembaga Pemerintah Non Departemen dan Pemerintah Daerah 4) Badan-badan keagamaan dan sosial 5) Orang asing yang berkedudukan di Indonesia 6) Badan hukum Asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia 7) Perwakilan Negara asing dan perwakilan badan Internasional Berdasarkan ketentuan diatas terlihat bahwa Hak Pakai dapat dimiliki oleh orang asing (Warga Negara Asing), baik secara pribadi maupun sebagai badan hukum.Hak pakai ini dapat diperoleh dari tanah yang dikuasai oleh Negara maupun tanah yang dikuasai oleh warga negara Indonesia (WNI). Disimak dari perspektif hubungan hukum yang mengandung unsur asing, di satu sisi praktik penguasaan tanah oleh warga negara asing (WNA) ______________________________________
http://www.lpsdimataram.com
Volume 10, No. 10, Oktober 2016
32 Media Bina Ilmiah tidak mengidentifikasikan adanya penyelundupan hukum (fraudulen creation of points of contracts).Keterbukaan dan validitas transaksi menghilangkan unsur penyelundupannya. Suatu penyelundupan hukum baru dapat dikatakan terjadi apabila terdapat transaksi palsu yang dibuat dengan maksud menipu atau mencurangi pihak lain. Namun di sisi lain bila berpegang teguh pada hakikat nilai yang terkandung dalam ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria maka setiap bentuk upaya yang dapat mengidentifikasikan maksud untuk agar orang asing dapat memiliki secara absolute tanah di Indonesia maka itu termasuh dalam kategori penyelundupan hukum. A. Analisis Hasil Penelitian Penguasaan Tanah oleh Orang Warga Negara Asing melalui Perjanjian ‘Pinjam Nama’. Pendapat sementara beberapa pihak bahwa Undang-Undang Pokok Agraria sangatlah bersifat ekslusif, dengan alasan tidak memberi peluang kepada warga Negara Asing untuk mempunyai sesuatu hak atas tanah di Indonesia, oleh karena itu perlu diganti. Hal tersebut ternyata tidak berdasar sama sekali, tiga puluh empat tahun yang lalu dengan lahirnya UUPA pada tahun 1960 kebutuhan WNA dan badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia untuk menjadi pemegang hak atas tanah telah ditampung dengan menyediakan lembaga hak atas tanah yang disebut Hak Pakai. Peluang yang disediakan oleh UUPA tersebut ditegaskan kembali dengan adanya Undang-Undang Rumah Susun yang memberikan kemungkinan bagi WNA untuk memiliki apartemen/satuan rumah susun yang dibangun diatas tanah Hak Pakai. Secara umum, penguasaan tanah oleh Warga Negara Asing (WNA) dan Badan Hukum Asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia diatur dalam Pasal 41, 42 dan 44 UUPA yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Banguan, Hak Guna Usaha dan Hak Pakai atas Tanah Negara. Akan tetapi dalam penelitian ini, penulis akan memfokuskan pada hak atas tanah terhadap WNA secara individu, bukan hak atas tanah bagi badan hukum asing. Adapun secara garis besar PP No. 41 Tahun 1996 memuat ketentuan sebagai berikut : 1. Pada prinsipnya orang asing yang berkedudukan di Indonesia diperkenankan memiliki satu rumah tempat tinggal, bisa berupa rumah yang berdiri sendiri atau satuan rumah susun yang dibangun diatas hak pakai ; 2. Rumah yang berdiri sendiri dapat dibangun diatas tanah Hak Pakai atas tanah Negara atau Hak Pakai yang berasal dari tanah Hak Milik _____________________________________________ Volume 10, No. 10, Oktober 2016
ISSN No. 1978-3787 yang diberikan oleh pemegang Hak Milik dengan akta PPAT ; 3. Perjanjian pemberian Hak Pakai diatas Hak Milik wajib dicatat dalam buku tanah dan sertpikat Hak Milik yang bersangkutan. Jangka waktu Hak Pakai diatas Hak Milik tersebut tidak boleh lebih lama dari 25 (dua puluh lima) tahun, jangka waktu tersebut tidak dapat diperpanjang, tetapi dapat diperbaharui untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun, atas dasar kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian yang baru, dengan catatan bahwa orang asing tersenbut masih berkedudukan di Indonesia ; 4. Bila orang asing yang memiliki rumah yang dibangun diatas Hak Pakai Tanah Negara, atau berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak tidak berkedudukan di Indonesia, dalam jangka waktu 1 (satu) tahun wajib melepaskan atau mengalihkan halk atas rumah dan tanahnya kepada pihak lain yang memenuhi syarat ; 5. Bila jangka waktu tersebut hak atas tanah belum dilepaskan atau dialihkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Untuk lebih mempertegas ketentuan sebagaimana dimaksud di atas, terutama mengenai syarat-syarat bagi WNA untuk dapat memperoleh hak hunian, maka adapun garis besar ketentuan yang tertera dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 7 Tahun 1996 tentang Persyaratan Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing adalah sebagai berikut : 1. Bahwa orang asing yang kehadirannya di Indonesia memberi manfaat bagi pembangunan nasional, yaitu orang asing yang memiliki dan memelihara kepentingan ekonomi di Indonesia dengan melaksanakan investasi dapat memiliki sebuah rumah tempat tinggal atau hunian dalam bentuk rumah dengan hak atas tanah tertentu dan satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah hak pakai di atas tanah Negara ; 2. Pemilikan rumah dan cara perolehan hak atas tanah oleh orang asing dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara, yaitu : a. Membeli atau membangun rumah di atas tanah dengan hak pakai atas tanah Negara atau hak pakai atas tanah hak milik ; b. Membeli satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah hak pakai atas tanah Negara ; dan c. Membeli atau membangun rumah di atas tanah hak milik atau hak sewa untuk bangunan atas dasar perjanjian tertulis dengan pemilik hak atas tanah yang bersangkutan. 3. Perolehan hak atas tanah dan/ atau rumah atau satuan rumah susun, pemberian hak pakai atas http://www.lpsdimataram.com
33 Media Bina Ilmiah tanah hak milik, dan pemberian hak sewa untuk bangunan dilakukan menurut tata cara sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku untuk perbuatan hukum yang bersangkutan ; 4. Terhadap orang asing yang memperoleh pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian, ia dapat menyewakannya melalui perusahaan di Indonesia berdasarkan perjanjian antara orang asing pemilik rumah dengan perusahaan tersebut ; 5. Terhadap orang asing yang telah memiliki rumah tinggal atau hunian di Indonesia, tidak lagi memenuhi syarat berkedudukan di Indonesia apabila yang bersangkutan atau keluarganya tidak menggunakan rumah tersebut selama jangka waktu 12 (dua belas) bulan berturut-turut. Berkenaan dengan katagori orang asing yang dapat mempuyai rumah di Indonesia, dalam Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No.110-2871 tentang pelaksanaan PP No.41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing dari segi kedudukannya di Indonesia dapat dibagi dalam 2 (dua) golongan yaitu : 1. Orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia secara menetap; 2. Orang asing yang tidak tinggal di Indonesia secara menetap, melainkan hanya sewaktu waktu berada di Indonesia. Pembedaan itu berkaitan dengan dokumen yang harus ditunjukan ketika melakukan perbuatan hukum untuk memperoleh rumah, yakni : 1. Bagi orang asing yang menetap, harus memiliki ijin Tinggal Tetap ; dan 2. Bagi orang asing lainnya, yang tidak tinggal di Indonesia secara menetap, harus memiliki ijin Kunjungan atau Ijin Keimigrasian lainnya berbentuk tanda yang diterakan pada paspor atau dokumen keimigrasian lainnya yang dimiliki orang asing yang bersangkutan. Hak-hak atas tanah dan/ atau bangunan yang dimungkinkan untuk diberikan kepada Warga Negara Asing, telah secara tegas dikemukakan bahwa bukannya diberikan tanpa batas waktu dan bukan juga tanpa persyaratan khusus yang diisyaratkan oleh peraturan perundang-undangan yang ada. Hak Pakai, yang pada prinsipnya adalah merupakan alas hak dasar yang dapat memberikan peluang bagi Warga Negara Asing untuk memperoleh hak atas tanah dan/ atau bangunan telah secara tegas diatur jangka waktunya dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 1996 mengenai Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah Negara. Adapun jangka waktu yang ditentukan adalah selama 25 tahun dan
ISSN No. 1978-3787 sesudahnya dapat diperpanjang kembali selama 20 tahun. keadaan inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab bagi Warga Negara Asing yang sangat berminat untuk memiliki tanah di Indonesia untuk kepentingan investasi (kepentingan bisnis) merasa sangat tidak leluasa dan/ atau merasa sangat tidak puas, karena sejatinya mereka berkeinginan untuk memiliki dan/ atau menguasai secara mutlak (absolut) terhadap tanah-tanah, terutama tanah dikawasan sektor pariwisata di Indonesia. Oleh karena itu Warga Negara Asing yang bersangkutan, yang pada prinsipnya ingin melakukan investasi dalam bidang pertanahan, lebih memilih untuk menempuh cara melakukan perjanjian “Pinjam nama,” yaitu dengan meminjam nama Warga Negara Indonesia sebagai pihak formil dalam jual-beli bahkan sebagai pihak yang secara formil sebagai pihak yang tercantum namanya sebagai “Pemilik” dalam sertipikat atas tanah dimaksud, sedangkan dana yang dipergunakan untuk membeli tanah tersebut sepenuhnya adalah berasal dari Warga Negara Asing dimaksud..Untuk mengetahui apakah suatu perbuatan hukum menimbulkan suatu perjanjian, hal ini berkaitan dengan syarat substansif atau syarat utama dari suatu perjanjian, yakni adanya perjumpaan kehendak dari para pihak yang terkait. Sejalan dengan hal ini Herlien Budiono, mengatakan tentang ciri atau karakteristik dari perjanjian, yakni Perjanjian bentuknya bebas, namun untuk beberapa perjanjian, suatu bentuk khusus dipersyaratkan oleh perundang-undangan, yaitu : 1. Tindakan hukum harus terbentuk oleh atau melalui kerjasama dari dua pihak atau lebih ; 2. Pernyataan-pernyataan kehendak yang berkesuaian tersebut tergantung satu dengan yang lainnya ; 3. Kehendak dari para pihak harus ditujukan untuk memunculkan akibat hukum 4. Akibat hukum ini dimunculkan demi kepentingan salah satu pihak dan atas beban pihak lainnya, atau demi kepeningan dan atas beban kedua belah pihak secara timbal balik. Pada perkembangannya, sekarang ini banyak dari orang asing yang memutuskan untuk menetap di Indonesia baik untuk kepentingan bisnis (berinvestasi) maupun untuk sebagai tempat tinggal, untuk menikmati alamnya yang indah. Orang asing yang memutuskan untuk menetap di Indonesia ini sudah pasti akan memerlukan tempat tinggal, sehingga tidak jarang mereka menyewa rumah, atau bahkan berkeinginan untuk menguasai tanah serta bangunan yang ada di atasnya secara penuh. Terhadap hal tersebut, dalam rangka mewujudkan niatnya, yaitu untuk dapat menguasai secara mutlak (absolut) atas tanah dan/ atau ______________________________________
http://www.lpsdimataram.com
Volume 10, No. 10, Oktober 2016
34 Media Bina Ilmiah
ISSN No. 1978-3787
bangunan yang ada diatas tanah tersebut sebagian besar orang asing memilih untuk melakukan perjanjian “Pinjam nama.” Pada dasarnya perjanjian “Pinjam nama”digunakan Warga Negara Asing untuk kepentingan penguasaan atas tanah secara mutlak (absolut) atau dapat dikatakan sebagai keinginan untuk memiliki. Karena sebagaimana diketahui, berdasarkan peraturan perundang-undangan bahwa orangasing tidak berhak memiliki tanah di Indonesia, oleh karena itu, WargaNegara Asing menggunakan cara “Pinjam nama” agar dia dapat menikmati atau melakukan segala hal (tanpa batasan) terhadapobyek tanah secara menyeluruh. Dalam praktik di lingkupKenotariatan dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), pemakaian “Pinjam nama” bukan lagi hal yang tabu.Beberapa Notaris menggunakan praktik “Pinjam nama” untuk memberikan keyakinan dan kepastian hukum bagi kliennya yang berstatus Warga Negara Asing.Dalam praktiknya untuk menguasai Hak Milik di Indonesia Warga Negara Asing dapat melalui berbagai cara (untuk menyisati hukum), yaitu padaumumnya dengan membuat satu paket perjanjian antara WargaNegara Asing sebagai penerima kuasa dan Warga Negara Indonesiasebagai pemberi kuasa yang memberikan kewenangan kepada WargaNegara Asing untuk menguasai hak atas tanah dan melakukan segala perbuatan hukum terhadap tanah tersebut termasuk menjual, menyewakan dan berbagai bentuk pengalihan hak lainnya. Kemudian untuk seolaholah memberikan kepastian secara hukum biasanya “Pinjam nama” tersebut dikuatkan dengan “Pernyataan” dengan menggunakan akta notaris yang mana dalam pernyataan tersebut dinyatakan oleh Warga Negara Indonesia sebagai pihak yang dipinjam namanya, yang mana substansi dari pernyataan tersebut adalah pada pokoknya menyatakan bahwa “Keseluruhan dana untuk pembelian tanah adalah bersumber dari WNA, oleh karenanya WNI hanya berkedudukan sebagai orang yang dipinjam namanya untuk diatas namakan dalam jual beli dengan pemilik tanah (owner) dan/ atau sebagai atas nama dalam sertipikat atas tanah tersebut tentunya semua pembiayaan bersumber dari Warga Negara Asing tersebut. Dalam pernyataan itu juga tertera dengan tegas pihak WNI menyatakan bahwa pihak yang berhak terhadap pemilikan dan/ atau penguasaan atas tanah tersebut adalah pihak WNA.” Setiap perjanjian dan apapun bentuknya, termasuk perjanjian “pinjam nama” antara WNA dengan WNI harus mengacu pada Buku III KUHPerdata. Hal sesuai dengan ketentuan pasal 1319 KUH Perdata yang menentukan bahwa Buku III KUH Perdata berlaku baik terhadap perjanjian
yang bernama (Nominnat) maupun terhadap perjanjian tidak bernama (Innominat). Dalam hubungan hukum perjanjian tiap pihak mempunyai hak dan kewajiban secara timbal balik. Pihak yang satu mempunyai hak untuk menuntut sesuatu dari pihak lain, dan pihak lain wajib memenuhi tuntutan itu, demikan pula sebaliknya. Pihak yang berhak menuntut disebut kreditur, sedangkan pihak yang wajib memenuhi tuntutan disebut debitur.Sesuatu yang dituntut disebut prestasi.Prestasi adalah obyek perjanjian, yaitu sesuatu yang dituntut kreditur terhadap debitur atau sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitur terhadap kreditur.Prestasi adalah harta kekayaan yang diukur atau dapat dinilai dengan uang. Berdasarkan Ketentuan KUH Perdata bahwa bentuk prestasi pada umumnya berupa : a. Memberi sesuatu, b. Melakukan sesuatu, c. Tidak melakukan sesuatu. Dalam kaitannya dengan perjanjian ‘pinjam nama’, maka prestasinya adalah berupa melakukan sesuatu (bentuk jasa). Salah satu item yang tercantum dalam surat pernyataan (otentik) yang dibuat antara WNI dan WNA adalah bahwa karena alasan tertentu pihak WNA meminta bantuan jasa kepada WNI untuk menjadi pihak dalam transaksi pembelian tanah. Pihak WNA sebagai pihak penyandang dana, sedangkan dokumen administrasi sebagai bahan pengurusan sertifikat disiapkan oleh pihak WNI. Oleh karena itu nama yang tercantum di dalam sertifikat adalah nama pihak WNI. Secara hukum tentu hal ini merugikan pihak WNA karena kedudukan pihak WNA menjadi lemah, sebab secara hukum yang dianggap sebagai pemilik adalah pihak WNA.Hal ini sesuai dengan Ketentuan dalam UUPA bahwa alat bukti terkuat dan terpenuh adalah sertifikat. Sebab dengan demikian seseorang yang secara formil tercantum namanya didalam sertifikat tersebut, secara hukum dapat berbuat apa saja (menjual, menggadai atau menyewakan ) terhadap tenah tersebut. Penegasan tentang varian perjanjian dalam penguasaan tanah Hak Milik oleh Warga Negara Asing seperti itu juga dijumpai pada pendapat Maria S.W. Sumardjono bahwa Adapun varian perjanjian yang dimaksudkan secara garis besar dikemukakan terdiri dari : 1. Perjanjian Induk yang terdiri dari dari Perjanjian Pemilikan Tanah (land agreement) dan Surat Kuasa ; 2. Perjanjian Opsi ; 3. Perjanjian sewa-menyewa (lease agreement) ; 4. Kuasa Menjual (power of attorney to sell) ; 5. Hibah Wasiat; dan 6. Surat Pernyataan Ahli Waris.
_____________________________________________ Volume 10, No. 10, Oktober 2016
http://www.lpsdimataram.com
35 Media Bina Ilmiah Dalam praktik sehari-hari adalah memberikan kemungkinan bagi orang asing memiliki tanah yang dilarang oleh UndangUndang Pokok Agraria adalah dengan jalan “meminjam nama” (Nominee) Warga Negara Indonesia dalam melakukan jual beli, sehingga secara yuridis formal tidak menyalahi aturan. Akan tetap disamping itu dilakukan upaya pembuatan perjanjian antara Warga Negara Indonesia dengan orang asing dengan cara pemberian kuasa, yaitu kuasa mutlak, yang memberikan hak yang tidak dapat ditarik kembali oleh pemberi kuasa (WNI) dan memberikan kewenangan bagi penerima kuasa (orang asing) untuk melakukan segala perbuatan hukum berkenaan dengan hak atas tanah tersebut, yang menurut hukum hanya dapat dilakukan oleh pemegang hak (WNI) sehingga pada hakikatnya merupakan pemindahan hak atas tanah. Selanjutnya menurut pendapat Maria S.W Sumardjono menyebutkan adanya indikasi pemindahan hak atas tanah secara terselubung, misalnya dapat terjadi hal-hal sebagai berikut : 1. Uang sewa dibayar sekaligus atau uang pengganti untuk menyerahkan hak pakai besarnya kurang lebih sama dengan harga tanah itu ; 2. Jangka waktu perjanjian (sewa) melampui batas kewajaran ; 3. Pemilik hanya dapat meminta kembali tanahnya dengan membayar kembali sebesar harga tanah yang sebenarnya. PENUTUP A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Perjanjian ‘Pinjam Nama’ antara warga negara Indonesia dengan warga negara asing
ISSN No. 1978-3787 merupakan suatu penyelundupan hukum yang dilakukan oleh warga Negara asing dengan bantuan warga negara Indonesia, dimana menurut ketentuan pasal 26 ayat (2) warga Negara asing tidak diperbolehkan memiliki hak atas tanah di wilayah hukum Negara Indonesia. Perjanjian ‘pinjam nama’ antara warga negara indonesia dengan warga negara asing merupakan suatu bentuk justifikasi atas suatu aturan yang sudah ada dan tidak memperbolehkan hal tersebut. B. Saran Perlunya aturan yang mengatur secara langsung segala hal yang menyangkut tentang penyelundupan hukum di bidang pertanahan agar tidak ada bentuk jastifikasi apapun yang membenarkan tindakan tersebut. DAFTAR PUSTAKA Hulman Panjaitan dan Anner Mangatur Sianipar, Hukum Penanaman modal Asing, Jakarta, CV. Indhill Co, 2007, halaman 2. Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 163. Maria S.W. Sumardjono, Kebijaksanaan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi (Jakarta. Penerbit Kompas,2006) Hal 115 Maria S.W. Sumardjono, Alternatif Kebijakan Pengaturan Hak Atas Tanah Beserta Bangunan Bagi Warga Negara Asing dan Badan Hukum Asing, Kompas, Jakarta, 2007, hlm 14. Herlien Budiono, Asas Keseimbangan bagi perjanjian Indonesia, Cetakan ke I,Citra Aditya Bakti, Jakarta, 2006, Hal 140.
______________________________________
http://www.lpsdimataram.com
Volume 10, No. 10, Oktober 2016