1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
BAB II LANDASAN TEORI A. Pembelajaran 1. Pengertian belajar, mengajar dan pembelajaran Belajar menurut Sumadi Suryabrata adalah: “Suatu proses yang berlangsung sepanjang hayat. Hampir semua kecakapan, keterampilan, pengetahuan, kebiasaan, kegemaran dan sikap manusia terbentuk, dimodifikasi dan berkembang karena belajar. Dengan demikian belajar merupakan proses penting yang terjadi dalam kehidupan setiap orang”.1 Dalam kehidupan sehari-hari, istilah belajar digunakan secara luas. Hal ini disebabkan karena aktivitas yang disebut itu muncul dalam berbagai bentuk. Membaca buku, menghafal ayat Al-Qur‟an, mencatat pelajaran, hingga menirukan tokoh dalam televisi, semua disebut belajar. Belajar Menurut Bell-Gredler yang dikutip oleh Nyayu Khadijah adalah: “Belajar merupakan proses perolehan berbagai kompetensi, keterampilan, dan sikap (learning is the process by which human being acquire a vast variety of competencies, skills, and attitudes).”2 Sedangkan belajar menurut Slameto belajar ialah: “Suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
1 2
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Presss, 2002), hlm. 65 Nyayu Khadijah, Psikologi Pendidikan, (Palembang: Gracindo Telindo), hlm. 43
28
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan”.3 Menurut Mulyono Abdurrahman Proses belajar terjadi dalam dua macam hubungan: “Yaitu hubungan material dan hubungan sosial. Hubungan material yang ditandai oleh pertemuan anak dengan materi pelajaran, sedangkan hubungan sosial ditandai oleh adanya hubungan antara anak dengan guru dan hubungan antarsesama anak”.4 Menurut Ngalim Purwanto belajar adalah: “Suatu perubahan yang terjadi melalui latihan atau pengalaman; dalam arti perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar, seperti perubahan-perubahan yang terjadi pada diri seorang bayi”.5 Dari beberapa pendapat para tokoh dapat disimpulkan bahwa belajar ialah sebuah usaha yang dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh perubahan pada dirinya baik berupa kompetensi, keterampilan dan sikap. Untuk memperkuat pengertian belajar, Allah berfirman dalam Al-Qur‟an surat an-Nahl ayat 78
3
Slameto, Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), hlm. 2 4 Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), hlm. 32-33 5 Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1990), hlm. 85
29
Artinya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam Keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur”.6
Mengajar menurut Alvin W. Howard yang dikutip oleh Slameto, mengajar ialah: “Suatu aktifitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, mengubah atau mengambangkan Skill, attitude, ideals (cita-cita), appreciations (penghargaan), dan Knowledge”.7 Menurut Wina Sanjaya mengajar ialah: “Proses menanamkan pengetahuan atau keterampilan pada siswa, dan belajar bagi siswa adalah menambahkan pengetahuan seperti yang disampaikan oleh guru”.8 Sedangkan Ahmad Susanto mengartikan mengajar adalah: “Sebagai usaha untuk mewariskan kebudayaan masyarakat kepada generasi berikutnya”.9 Dari beberapa pendapat para tokoh dapat disimpulkan bahwa mengajar ialah suatu proses yang dilakukan oleh guru untuk membantu siswanya memperoleh berbagai keterampilan dan menambahkan ilmu pengetahuan seperti yang diharapkan oleh guru tersebut. Allah SWT. menerangkan makna mengajar dalam Al-Qur‟an surat Al-„Alaq ayat 1-5
6
Departemen Agama, Al-Qur’an Dan Terjemahan, (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2010), hlm.
275 7
Slameto, Op. Cit., hlm. 32 Wina Sanjaya, Media Komunikasi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2012), hlm. 7 9 Ahmad Susanto, Teori Belajar Dan Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prenamedia Group, 2013), hlm. 20 8
30
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan (1), Dia
telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah (3), yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (4), Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (5)”.10 Berdasarkan penjelasan ayat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa manusia diciptakan Allah dari segumpal darah, dan tentunya manusia belum mengetahui apaapa, kemudian Allah mengajarkanya tentang banyak ilmu pengetahuan, hingga manusia dapat memiliki ilmu pengetahuan dan menjadi lebih baik. Menurut Ismail Sukardi belajar mengajar atau yang sering disebut pembelajaran adalah: Suatu kegiatan pendidikan yang mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi ini dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum kegiatan dilakukan. Dalam interaksi ini guru dengan sadar merencanakan kegiatan mengajarnya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sumber daya yang ada.11
10 11
hlm. 11
Departemen Agama, Op. Cit., hlm.597 Ismail Sukardi, Model-Model Pembelajaran Modern, (Palembang: Tunas Gemilang, 2013)
31
John W. Santrock mendefinisikan pembelajaran ialah: “Sebagai pengaruh yang relatif permanen terhadap prilaku dan pengetahuan, serta keterampilanketerampilan berpikir yang diperoleh melalui pengalaman”.12 Mengenai pembelajaran Yudhi Munadi berpendapat bahwa: Kata pembelajaran sengaja dipakai sebagai padanan kata dari pada instruction (bahasa Inggris). Kata instruction mempunyai pengertian yang lebih luas dari pada pengajaran. Jika kata pengajaran ada dalam konteks guru-murid di kelas (ruang) formal, pembelajaran mencakup pula kegiatan belajar mengajar yang tidak dihadiri guru secara fisik. Oleh karena itu, dalam pembelajaran yang ditekankan adalah proses belajar, maka usaha-usaha yang terencana dalam memanipulasi sumber-sumber belajar agar terjadi proses belajar dalam diri siswa kita sebut pembelajaran.13 Menurut Wina Sanjaya mengungkapkan bahwa pembelajaran adalah: “Proses kerjasama dan komunikasi antara siswa dengan guru atau dengan lingkunganya untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Pembelajaran merupakan kegiatan yang bertujuan, yaitu membelajarkan siswa, yang dalam pelaksanaanya selalu melibatkan berbagai komponen”.14 Berdasarkan pengertian pembelajaran oleh para tokoh dapat disimpulkan bahwa: pembelajaran ialah suatu kegiatan yang sengaja dirancang oleh guru agar terjadinya proses belajar pada siswa, yang di dalam proses belajar tersebut dapat memanfaatkan berbagai sumber belajar yang ada di lingkungan siswa, agar tujuan yang telah direncanakan dapat tercapai. 12
John W. Santrock, Psikologi Pendidikan (Educational Psichology), (Jakarta: Salemba Humanika, 2009), hlm. 301 13 Yudhi Munadi, Media Pembelajaran, (Jakarta: Referansi, 2013), hlm. 4 14 Wina Sanjaya, Media Komunikasi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana Prena Media Group, 2012), hlm. 15-16
32
Kesimpulan di atas diperkuat dengan firman Allah dalam Al-Qur‟an surat AlBaqarah ayat 129
Artinya:“Ya Tuhan Kami, utuslah untuk mereka sesorang Rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka Al kitab (Al Quran) dan Al-Hikmah (AsSunnah) serta mensucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana”.15
Ayat di atas mempertegas meengenai proses pembelajaran, di dalam sebuah pembelajaran terdapat guru yang memberikan ilmu, mendidik siswa, mengarahkan siswa, agar siswa dapat belajar dan mendapatkan hasil belajar yang baik.
2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Belajar dan Pembelajaran Telah diuraikan sebelumnya, bahwa belajar adalah suatu proses yang menimbulkan terjadinya suatu perubahan atau pembaharuan dalam tingkah laku atau kecakapan. Sampai dimanakah perubahan itu dapat tercapai atau dengan kata lain, berhasil atau tidaknya belajar itu tergantung kepada bermacam-macam faktor. Menurut Wina Sanjaya faktor-faktor belajar dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu:
15
Departemen Agama, Op. Cit., hlm. 20
33
a. Faktor yang ada pada diri organisme itu sendiri yang kita sebut faktor individual. Faktor individual ini termasuk kematangan atau pertumbuhan, kecerdasan atau intelejensi siswa, latihan, motivasi, dan faktor pribadi. b. Faktor yang ada di luar individu yang kita sebut faktor sosial. Faktor sosial ini termasuk faktor keluarga atau keadaan rumah tangga, guru dan cara mengajarnya, alat-alat yang dipergunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang tersedia, dan motivasi sosial.16 Djaali berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi belajar ada beberapa macam, yaitu: a. Faktor dari dalam diri 1) Kesehatan Apabila seorang selalu askit (sakit kepala, pilek, demam) mengakibatkan anak tidak bergairah untuk belajar dan secara psikologi sering mengalami gangguan pikiran dan perasaan kecewa karena konflik. 2) Intelejensi Faktor intelejensi dan baakt besar sekali pengaruhnya terhadap kemajuan belajar. 3) Minat dan motivasi Minat yang besar (keinginanya yang kuat) terhadap sesuatu merupakan modal besar untuk mencapai tujuan. Motivasi merupakan dorongan diri sendiri, umumnya karena kesadaran akan pentingnya sesuatu. Motivasi juga dapat berasal dari luar dirinya yaitu dorongan dari lingkungan, misalnya guru dan orang tua. 4) Cara belajar Perlu diperhatikan tekhnik belajar, bagaimana bentuk catatan yang dipelajari dan pengaturan waktu belajar, tempat serta fasilitas belajar lainya. b. Faktor dari luar 1) Keluarga Situasi keluarga (ayah, ibu, saudara, adik, kakak, serta famili) sangat berpengaruh terhadap keberhasilan anak dalam keluarga. Pendidikan orang tua, status ekonomi, rumah kediaman, persentase hubungan orang tua, perkataan, bimbingan orang tua, mempengaruhi pencapaian hasil belajar anak.
16
Ngalim Purwanto, Op. Cit., hlm. 102
34
2) Sekolah Tempat, gedung sekolah, kualitas guru, perangkat instrumen pendidikan, lingkungan sekolah, dan rasio guru dan murid per kelas (40-50 peserta didik), mempengaruhi kegiatan belajar siswa. 3) Masyarakat Apabila di sekitar tempat tinggal keadaan masyarakat terdiri atas orang-orang yang berpendidikan, terutama anak-anaknya rata-rata bersekolah tinggi dan moralnya baik, hal ini akan mendorong anak lebih giat belajar.17 Menurut Slameto Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar banyak jenisnya, tetapi dapat digolongkan menjadi dua golongan saja, yaitu: a. Faktor Intern Ialah faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar. Faktor intern ini dapat dikelompokan menjadi beberapa golongan, yaitu; 1) Faktor jasmaniah a) Faktor kesehatan, sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta bagian-bagianya yang bebas dari penyakit. b) Cacat tubuh, adalah sesuatu yang menyebabkan kurang baik atau kurang sempurna mengenai badan/tubuh 2) Faktor Psikologis a) Faktor Intelegensi b) Perhatian c) Minat d) Bakat e) Motif f) Kematangan g) Kesiapan 3) Faktor kelelahan, Seorang siswa yang kondisi tubuhnya kelelahan maka akan sulit untuk berkonsentrasi, seolah-olah otak kehabisan daya untuk bekerja. b. Faktor Ekstern Faktor ekstern merupakan faktor yang memepengaruhi belajar siswa yang berasal dari luar kondisi baik fisik ataupun psikologis siswa, faktor ini berasal dari lingkungan sekitar siswa, yang dapat dikelompokan dalam beberapa faktor, yaitu: 1) Faktor Keluarga Siswa yang belajar akan menerima pengaruh dari keluarga berupa: (a) Cara orang tua mendidik 17
Djaali, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2013), hlm. 99-100
35
(b) Relasi antaranggota keluarga (c) Susunan rumah (d) Keadaan ekonomi keluarga (e) Pengertian orang tua (f) Latar belekang kebudayaan 2) Faktor Sekolah Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup: (a) Metode mengajar guru (b) Kurikulum yang sedang berlaku (c) Relasi antara guru dengan siswa (d) Relasi anatara siswa dengan siswa (e) Standar pelajaran di atas ukuran (f) Keadaan gedung (g) Disiplin sekolah (h) Alat pelajaran (i) Waktu sekolah (j) Metode belajar (k) Tugas rumah 3) Faktor masyarakat Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi karena keberadaan siswa di tengah-tengah masyarakat. Faktor masyarakat ini berupa: (a) Kegiatan siswa dalam masyarakat (b) Media masa (c) Teman bergaul siswa (d) Bentuk kehidupan masyarakat.18 Pendapat yang senada dikemukakan oleh Wasliman, proses belajar peserta didik merupakan hasil interaksi antara berbagai faktor yang mempengarhi, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Secara perinci, uraian mengenai faktor internal dan eksternal, sebagai berikut: 1. Faktor internal; faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam peserta didik itu sendiri yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini meliputi: kecerdasan, minat dan perhatian, motivas belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, serta kondisi fisik dan kesehatan.
18
Slameto, Op. Cit., hlm. 54
36
2. Faktor eksternal; faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang mempengaruhi belajar aitu keluarga, sekolah, dan masyarakat.19
Pendapat di atas diperkuat oleh pendapat oleh Yudhi Munadi, faktor yang mempengaruhi proses belajar mengajar ialah: 1. Faktor internal a. Faktor fisiologis seperti kesehatan siswa b. Faktor psikologis seperti Intelegensi, perhatian, minat dan motivasi. 2. Faktor eksternal a. Faktor lingkungan seperti lingkungan belajar siswa baik itu guru atau teman belajar siswa. b. Faktor instrumental seperti tujuan, bahan ajar, proses belajar mengajar serta evaluasi.20
Berdasarkan pendapat para tokoh dapat disimpulkan bahwa Faktorfaktor yang dapat mempengaruhi belajar dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu faktor intern dan ekstern. Faktor intern merupakan faktor yang terdapat di dalam diri siswa, yang berupa kesehatan siswa, intelegensi, perhatian, minat, bakat, motiv serta motivasi siswa. Sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang berasal dari luar, yang berupa kondisi lingkungan di sekitar siswa, baik itu kondisi alam dan kondisi orang-orang yang berada di sekitar siswa. Allah menegaskan dalam Al-Qur‟an surat at-Tahrim ayat 6
19 20
Wasliman, Problematika Pendidikan Dasar, (Bandung: SPS- UPI, 2007), hlm. 158 Yudhi Munadi, Media Pembelajaran, (Jakarta: Referensi, 2013), hlm. 75
37
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.21
Faktor-faktor yang telah dijelaskan di atas adalah faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran menurut Wina Sanjaya adalah sebagai berikut: a. Faktor Guru Guru adalah komponen yang berpengaruh dalam suatu proses pembelajaran. Bagaimana pemanfaatan media dalam pembelajaran, akan dipengaruhi oleh persepsi guru itu sendiri tentang hakikat pembelajaran. Guru yang menganggap mengajar hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran, akan berbeda dengan guru yang menganggap mengajar adalah suatu proses pemberian bantuan kepada peserta didik. b. Faktor siswa Siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembanganya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadianya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masingmasing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan anak yang tidak sama itu, di samping karakteristik lain yang melekat pada diri anak. Oleh karena itu sistem komunikasi yang bagaiman yang dapat dikembangkan guru; media yang bagaimana yang dapat dimanfaatkan guru, akan sangat tergantung pada aspek perkembangan siswa itu sendiri. c. Faktor sarana prasarana
21
Departemen Agama, Op. Cit., hlm. 560
38
Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alatalat pelajaran, perlengkapan sekolah, dan lain sebagainya. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran misalnya, jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil dan lain sebagainya. d. Faktor lingkungan Dilihat dari dua dimensi ada dua faktor yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran, yaitu faktor organisasi kelas dan faktor iklim sosialpsikologis. Faktor organisasi kelas di dalamnya meliputi jumlah siswa dalam satu kelas merupakan aspek penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran. Faktor iklim sosial-psikologis secara internal adalah hubungan antara orang yang terlibat dalam lingkungan sekolah, misalnya iklim sosial antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan guru, antara guru dengan guru, bahkan antara guru dengan pimpinan sekolah.22 Belajar sesungguhnya adalah sebuah proses mental dan intelektual. Dalam prakteknya keberhasilan proses dan hasil belajar dapat dipengaruhi oleh banyak faktor. Menurut Ismail Sukardi terdapat tiga faktor umum yang mempengaruhi pembelajaran, yaitu: a. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yaitu kondisi jasmani dan rohani siswa. b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yaitu kondisi lingkungan disekitar siswa. c. Faktor pendekatan belajar (approach to laerning).23 Menurut Ngalim Purwanto, faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah sebagai berikut: a. Teaching Learning Process, artinya proses belajar mengajar. b. Raw Input, maksudnya adalah siswa, siswa memiliki karakteristik tertentu, baik fisiologis, maupun psikologis. Mengenai fisiologis ialah bagaimana kondisi fisiknya, panca inderanya, dan sebagainya. Sedangkan yang
22 23
Wina Sanjaya, Op. Cit., hlm. 21-25 Ismail Sukardi, Op. Cit., hlm. 12
39
menyangkut psikologis adalah: minatnya, tingkat kecerdasanya, bakatnya, motivasinya, kemampuan kognitifnya, dan sebagainya. c. Instrumental Input. Instrumental input atau faktor-faktor yang disengaja dirancang dan dimanipulasikan adalah: kurikulum atau bahan pelajaran, guru yang memberikan pengajaran, sarana dan fasilitas, serta menejemen yang berlaku di sekolah yang bersangkutan.24 Berdasarkan
beberapa
pendapat
di
atas,
faktor-faktor
yang
mempengaruhi proses belajar mengajar atau pembelajaran secara garis besar terbagi menjadi dua macam, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal berada dalam diri siswa yang sedang mengikuti proses pembelajaran, seperti kesiapan siswa, intelejensi siswa, kesehatan fisik siswa dan motivasi dari dalam diri siswa sendiri. sedangkan faktor eksternalnya ialah kondisi berlangsungnya pembelajaran itu berlangsung, seperti kondisi keprofesionalan seorang guru, kurikulum yang dipakai, bahan pelajaran, metode dan media yang digunakan guru, kondisi lingkungan belajar, serta kondisi sarana prasarana yang menunjang pembelajaran. Faktor-faktor di atas tidak bisa dipisahkan satu sama lain, semuanya harus saling dikoordinasikan satu sama lain, agar proses belajar mengajar dapat terselenggara dengan baik dan tentunya tujuan pembelajaran dapat tercapai secara maksimal.
24
Ngalim Purwanto, Op. Cit., hlm. 106-107
40
3. Ciri-ciri Perubahan Sebagai Hasil Belajar Menurut Ahmadi dan Supriyono suatu proses perubahan baru dapat dikatakan sebagai hasil belajar jika memiliki ciri-ciri sebagai berikut: a. Terjadi secara sadar, artinya individu yang mengalami perubahan itu menyadari akan perubahan yang terjadi pada dirinya. b. Bersifat fungsional, artinya perubahan tersebut memberikan manfaat yang luas. c. Bersifat aktif dan positif, aktif artinya tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi memerlukan usaha dan aktivitas dari individu sendiri untuk mencapai perubahan tersebut. Positif artinya baik, bermanfaat, dan sesuai dengan harapan. d. Bukan bersifat sementara, artinya tidak hanya bersifat sementara tetapi bersifat permanen. e. Bertujuan dan terarah, artinya perubahan tersebut tidak terjadi tanpa unsur kesengajaan dari individu yang bersangkutan untuk merubah perilakunya. f. Mencakup seluruh aspek perilaku baik itu aspek kognitif, afektif dan psikomotoriknya.25 Pendapat yang senada juga di kemukakan oleh Syaiful Bahri Djamarah bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku, maka ada beberapa perubahan yang dimakksudkan ke dalam ciri-ciri belajar, yaitu: a. b. c. d. e. f.
Perubahan yang terjadi secara sadar Perubahan dalam belajar yang bersifat fungsional Perubahan belajar yang bersifat positif dan aktif Perubahan belajar bukan bersifat sementara Perubahan belajar bertujuan atau terarah Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku.26
Kedua pendapat di atas diperkuat oleh pendapat Makmun Khairani, ciri-ciri perubahan sebagai hasil belajar adalah sebagai berikut: a. Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku (Change Of Behafior). Ini berarti bahwa hasil dari belajar hanya dapat diamati dari 25 26
A. Ahmadi dan Supriyono, Psikologi Belajar, (Bandung: Rineka Cipta, 1991), hlm. 54 Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2011), hlm. 15-
41
b.
c.
d.
e.
tingkah laku yaitu adanya perubahan tingkah laku, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil dan lain sebagainya. Tanpa pengamatan dari tingkah laku hasil belajar orang tidak dapat mengatahui ada tidaknya hasil belajar. Karena perubahan hasil belajar hendaknya dinyatakan dalam bentuk yang dapat diamati. Perubahan tingkah laku relative permanent. Ini diartikan bahwa tingkah laku yang terjadi karena belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak berubah-berubah, akan tetapi dilain pihak tingkah laku tersebut tidak akan terpancang seumur hidup. Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat diamati pada proses belajar sedang berlangsung, perubahan prilaku tersebut bersifat potensial. Artinya hasil belajar tidak selalu serta merta dilihat segera setelah selesai belajar. Hasil belajar dapat terus berproses setelah kegiatan belajar selesai. Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan atas pengalaman. Artinya belajar itu harus dilakukan secara aktif, sengaja, terencana, bukan karena peristiwa yang insidental. Pengalaman atau latihan itu dapat memebri penguatan. Sesuatu yang memperkuat memberikan smangat atau dorongan untuk mengubah tingkah laku.27
Berdasarkan pendapat para tokoh mengenai perubahan sebagai hasil belajar, maka dapat disimpulkan bahwa Tidak semua bentuk perubahan pada setiap individu dapat dikatakan sebagai hasil belajar, karena perubahan pada setiap individu terjadi karena adanya proses dan usaha yang disengaja yang mendasari perubahan tersebut. Perubahan yang terjadi secara spontan atau tiba-tiba tidak dapat dikatakan sebagai hasil belajar. Ke enam hal di atas merupakan bentuk perubahan dari hasil belajar yang sering terjadi pada setiap individu. Firman Allah dalam Al-Qur‟an surat Al-Jumuah ayat 2
27
Makmun Khairani, Psikologi Belajar, (Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2013), hlm. 7-8
42
Artinya: “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul diantara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka kitab dan Hikmah (As Sunah). Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam keadaan yang nyata”.28 Ayat di atas menjelaskan bahwa keadaan manusia sebelumnya adalah dalam keadaan yang belum mengetahui apa-apa, kemudian manusia diajarkan membaca, menulis sehingga manusia yang asalnya tidak tau menjadi tau. 4. Komponen Pembelajaran Menurut Syaiful Bahri Djamarah Sebagai suatu sistem tentu saja kegiatan pembelajaran mengandung sejumlah komponen yang meliputi sebagai berikut: a. Tujuan Tujuan adalah suatu cita-cita yang ingin dicapai dari pelaksanaan suatu kegiatan. Tidak ada suatu kegiatan yang diprogramkan tanpa tujuan karena hal itu adalah suatu hal yang tidak memiliki kepastian dalam menentukan ke arah mana kegiatan itu akan dibawa. b. Bahan Pelajaran Bahan adalah salah satu sumber belajar bagi anak didik. Bahan yang disebut sebagai sumber belajar (pengajaran) ini adalah suatu yang membawa pesan untuk tujuan pengajaran. Bahan pelajaran adalah substansi yang akan disampaikan dalam proses belajar mengajar. Tanpa bahan pelajaran proses belajar mengajar tidak akan berjalan. Karena itu, guru yang akan mengajar pasti memiliki dan menguasai bahan pelajaran yang akan disampaikannya pada anak didik. c. Kegiatan Belajar Mengajar Kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam pendidikan. Segala sesuatu yang telah diprogramkan akan dilaksanakan dalam proses belajar mengajar. Dalam kegiatan belajar mengajar akan melibatkan semua 28
Departemen Agama, Op. Cit., hlm. 553
43
komponen pengajaran, kegiatan belajar akan menentukan sejauh mana tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai. d. Metode Metode adalah suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru dan penggunaanya bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai setelah pengajaran berakhir. Seorang guru tidak dapat melaksanakan tugsnya bila dia tidak menguasai satu pun metode mengajar yang dirumuskan dan dikemukakan para ahli psikologi dan pendidikan. e. Alat Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam rangka mencapai tujuan pengajaran. Sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan pengajaran, alat mempunyai fungsi yaitu sebagai perlengkapan, alat sebagai pembantu yang mempermudah usaha mencapai tujuan, dan alat sebagai tujuan.29 Sedangkan menurut Hermawan dkk dalam pembelajaran terdapat hubungan yang keterkaitan antara komponen-komponen pembelajaran yang terdiri dari: a. b. c. d. e. f.
Guru Siswa Tujuan Materi Kegiatan (pendekatan mengajar, metode, materi, media) Evaluasi.30
Kedua pendapat di atas diperkuat pendapat Dimyati dkk. Komponenkomponen dalam pembelajaran adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e. f. g. 29
Komponen kurikulum Materi/bahan ajar Metode Media (alat pembelajaran) Evaluasi Anak didik/ siswa Adanya pendidik/guru.31
Syaiful Bahri Djamarah Dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2010), hlm. 40 30 Hermawan dkk, Pengembangan Kurikulum Dan Pembelajaran, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2008), hlm. 9.6
44
Dari beberapa pendapat tokoh dapat disimpulkan bahwa kehadiran kompenen dalam setiap pembelajaran sangat penting. Komponen dalam sebuah pembelajaran yaitu adanya kurikulum, tujuan, guru, peserta didik, media, metode, pendekatan dan evaluasi. Komponen belajar mengajar merupakan beberapa bagian yang satu sama lain saling berhubungan dan menjadi satu kesatuan. Maka dalam proses belajar mengajar komponen-kompoen tersebut harus ada dan saling melengkapi, karena komponen belajar mengajar merupakan salah satu kunci berhasil atau tidaknya proses pelaksanaan sebuah pembelajaran. Allah berfirman dalam Al-Qur‟an surat an- Nahl ayat 68-69
Artinya: “Dan Tuhanmu mewahyukan kepada lebah: "Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibikin manusia (68), kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya
31
Dimyati dkk, Belajar Dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009) hlm
45
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan”.32 Ayat di atas menjelaskan tentang pentingnya memanfaatkan komponenkomponen yang ada disekitar kita, contohnya lebah yang memanfaatkan kayu dan batang sebagai rumah, serta sari pati bunga sebagai madu. Begitu juga dengan proses pembelajaran yang di dalamnya terdapat komponen-komponen yang tentunya sangat diperlukan, misalnya materi/bahan ajar serta alat/ media.
B. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan dan Pendidikan Agama Islam Menurut Tatang Istilah pendidikan dalam bahasa Inggris adalah: Education, berasal dari kata to educate, yaitu mengasuh, mendidik. Dalam Dictionary of education, education adalah kumpulan semua proses yang memungkinkan seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan tingkah laku yang bernilai positif di dalam masyarakat. Istilah education juga bermakna proses sosial tatkala seseorang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya lingkungan sosial) sehingga mereka dapat memiliki kemampuan sosial dan perkembangan individu secara optimal.33 Menurut
Ahmad
Tafsir
pendidikan
didasarkan
pada:
“Konferensi
Internasional Pendidikan Islam yang diselenggarakan oleh Universitas King Abdul Aziz di Jeddah pada tahun 1977 merekomendasikan bahwa pendidikan adalah
32 33
Departemen Agama, Op. Cit., hlm. 274 Tatang, Ilmu Pendidikan, (Bandung: Pustaka Setia, 2012), hlm. 13
46
keseluruhan pengertian yang terkandung dalam makna ta’lim, ta’dib, dan tarbiyah”.34 Menurut Ramayulis pendidikan berarti: Bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja terhadap anak didik oleh orang dewasa (pendidik) agar ia menjadi dewasa. Dalam perkembangan selanjutnya, pendidikan berarti usaha yang dijalankan oleh seorang atau kelompok orang untuk mempengaruhi seorang atau kelompok lain agar menjadi dewasa atau mencapai tingkat hidup yang lebih baik dalam arti mental.35
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah sebuah usaha sadar yang dilakukan oleh seorang ataupun sekelompok agar memperoleh perubahan dalam hidupnya ke arah yang lebih baik. Istilah pendidikan dipertegas Allah pada firmanya dalam Al-Qur‟an surat AlBaqarah ayat 151
Artinya: “Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayatayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”.36
34
Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Yang Islam, (Bandung: Dunia Ilmu, 1992), hlm. 28 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2004), hlm. 1 36 Departemen Agama, Op. Cit., hlm. 23
35
47
Menurut Departemen Agama yang dikutip oleh Akmal Hawi Pendidikan Agama Islam (PAI) adalah: Usaha sadar dan terencana untuk menyiapkan siswa menyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan pelatihan. Sedangkan menurut Akmal Hawi, pendidikan agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan persatuan nasional.37 Menurut Nazarudin Rahman Pendidikan Agama Islam ialah: Sebuah proses, dalam pengembanganya juga dimaksud sebagai rumpun mata pelajaran yang diajarkan di sekolah maupun perguruan tinggi. Dengan demikian Pendidikan Agama Islam dapat dimaknai dalam dua pengertian yaitu: sebagai sebuah proses penanaman ajaran Agama Islam dan sebagai bahan kajian yang menjadi materi dari proses penanaman/ pendidikan itu sendiri.38 Menurut Zakiah Darajat Pendidikan Agama Islam adalah: Pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran islam yaitu bimbingan dan usaha terhadap anak didk agar kelak setelah selesai dari pendidikanya ia dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran-ajaran Agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh, serta menjadikan ajaran Islam, serta menjadikan agama Islam sebagai suatu pedoman hidup (Way Of Life) demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di Akhirat.39 Dari beberapa pendapat para tokoh dapat disimpulkan bahwa pendidikan paling utama yang harus diberikan ialah pendidikan akidah, dalam hal ini ialah pendidikan agama Islam. Pendidikan agama islam adalah sebuah proses penanaman
37
Akmal Hawi, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2005), hlm. 49 38 Nazarudin Rahman, Manajemen Pembelajaran, (Yogyakarta: Pustaka Felicha, 2013), hlm. 8 39 Zakiah Darajat, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 88
48
ajaran agama Islam, baik itu memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam secara menyeluruh dengan berbagai kegiatan yaitu pelatihan dan pengajaran. Allah mempertegas makna pendidikan agama islam dalam Al-Qur‟an surat Luqman ayat 13
Artinya: “Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi
pelajaran
kepadanya:
"Hai
anakku,
janganlah
kamu
mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".40
Ayat di atas sesuai jika dikaitkan dengan pengertian pendidikan agama islam, karena di dalam ayat tersebut memberikan pengertian yang jelas bahwa pendidikan yang paling utama bagi seorang anak adalah pendidikan akhlak, baik itu akhlak kepada Allah, akhlak kepada sesama manusia dan akhlak kepada lingkungan sekitar. Tentunya dalam mewujudkan akhlak tersebut harus diadakan pelatihan, pengajaran serta pembiasaan. 2. Fungsi Pendidikan Agama Islam Pendidikan agama islam baik dari segi proses penanaman keimanan dan seterusnya maupun sebagai materi (bahan ajar) memiliki fungsi yang jelas. Menurut
40
Departemen Agama, Op. Cit., hlm. 412
49
Nazarudin Rahman Fungsi pendidikan agama islam yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Pengembangan Fungsi PAI sebagai pengembangan ialah meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah SWT. yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. b. Penyaluran Fungsi PAI sebagai penyalur adalah untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di bidang agama agar bakat tersebut dapat dikembangkan secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain. c. Perbaikan Fungsi PAI sebagai perbaikan adalah untuk memperbaiki kesalahankesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pengalaman dan pemahaman ajaran islam dalam kehidupan sehari-hari. d. Pencegahan Fungsi PAI sebagai pencegahan adalah untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkunganya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembanganya menuju manusia Indonesia seutuhnya. e. Penyesuaian Fungsi PAI sebagai penyesuaian adalah untuk menyesuaikan diri dengan lingkunganya, baik lingkungan fisik ataupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkunganya sesuai ajaran agama islam. f. Sumber nilai Fungsi PAI sebagai sumber nilai adalah memberikan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup dunia dan akhirat.41 Menurut Ahmadi fungsi pendidikan Agama Islam adalah sebagai berikut: a. Mengembangkan wawasan yang tepat dan benar, mengenal jati diri manusia, alam sekitarnya dan mengenai kebesaran ilahi, sehingga tumbuh kemampuan membaca (analisis) fenomena alam dan kehidupan serta memahami hikum-hukum yang terkandung di dalamnya. b. Membebaskan manusia dari segala analisis yang dapat merendahkan martabat manusia, baik yang datang dari dalam dirinya sendiri maupun dari luar. 41
Nazarudin Rahman, Op. Cit., hlm. 13
50
c. Mengembalikan ilmu pengetahuan untuk menopang dan memajukan kehidupan baik individu maupun sosial.42 Sedangkan menurut Zakiah Daradjat dalam bukunya Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, Pendidikan Agama Islam mempunyai fungsi sebagai berikut: a. Pertama, menanamtumbuhkan rasa keimanan yang kuat b. Kedua, menanamkembangkan kebiasaan (habit vorming) dalam melakukan amal ibadah, amal saleh dan akhlak yang mulia c. Ketiga, menumbuh kembangkan semangat untuk mengolah alam sekitar sebagai anugerah Allah SWT kepada manusia.43
Dari uraian fungsi Pendidikan Agama Islam di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi Pendididikan Agama Islam yang dijelaskan sudah sangat baik dan lengkap, karena fungsi-fungsi yang jelaskan di atas dapat membuat anak didik menjadi manusia yang bermutu, mempunyai tujuan hidup yang jelas, kepribadian yang baik, akhlak yang mulia, serta memahami ajaran Agama Islam dengan baik dan benar dan mampu mengamalkannya ke dalam kehidupan sahari-hari. Allah berfirman dalam Al-Qur‟an surat al-Baqarah ayat 151 yang menjelaskan mengenai fungsi pendidikan islam.
42
Ahmadi, Ideologi Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), hlm. 36-37 Zakiah Daradjad, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta : Bumi Aksara, 1995), hlm. 174 43
51
Artinya: “Sebagaimana (kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan ayatayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.44 3. Strategi Pembelajaran PAI Menurut Nazarudin Rahman beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru pendidikan agama islam dalam rangka mewujudkan proses pembelajaran yang aktual ialah sebagai berikut: a. Teacher Centris (terpusat pada guru) Strategi pembelajaran yang terpusat pada guru (teacher cenctris) adalah pembelajaran yang menempatkan guru sebagai pemberi informasi, pembina dan pengasuh satu-satunya dalam proses belajar mengajar. Model ini didasarkan pada konsep mengajar yang bersifat rasionalitas akademis yang menekankan segi pemberian pengetahuan semata-mata, dengan tidak melihat bahwa pengajaran juga harus mengandung maksud pembinaan dan pengambangan terhadap berbagai potensi yang dimiliki para siswa. Strategi ini lebih mengutamakan Skill, kreatifitas seorang guru dalam kelas, karena guru dituntut untuk lebih aktif dibandingkan siswa dalam menjelaskan materi pembelajaran, sehingga apabila seorang guru tidak memiliki tingkat kretifitas yang tinggi maka bisa saja proses belajar mengajar akan berjalan satu arah atau monoton. b. Student Centris (terpusat pada siswa) Seiring dengan kemajuan yang terjadi dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, konsep pembelajaran pun mengalami perubahan, yaitu dari yang semula berpusat pada guru, menjadi lebih berpusat pada siswa. Dengan demikian, dalam mengajar yang penting bukan upaya guru dalam menyampaikan bahan, melainkan bagaimana siswa dapat mempelajari bahan sesuai dengan tujuan. Dalam hal ini upaya penting yang harus dilakukan oleh guru adalah menciptakan serangkaian peristiwa yang dapat mempengaruhi siswa belajar. Dalam kaitan ini peran guru mengalami pergeseran dari yang semula sebagai satu-satunya pemberi informasi, menjadi 44
Departemen Agama, Op. Cit., hlm. 18
52
orang yang bertindak sebagai pengarah dan pemberi fasilitas untuk terjadinya proses belajar. c. Terpusat pada guru dan siswa Strategi yang ketiga ini terjadi interaksi antara guru dengan siswa secara bersama-sama. Dalam kaitan ini belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi atau hubungan atau timbal balik antara siswa tersebut merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar. Dalam hal ini strategi yang terpusat pada guru dan siswa tidak hanya menekankan pada salah satu unsur pendidikan saja, tetapi menekankan pada dua unsur pendidikan yaitu anak didik dan pendidik untuk bersama-sama melibatkan diri secara aktif dalam proses belajar mengajar.45 Menurut Wina Sanjaya terdapat beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan dalam sebuah pembelajaran, yaitu: a. Ekspositori (SPE) Ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan paada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang gurukepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa menguasai materi pelajaran secara optimal. b. Inkuiri (SPI) Inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berfikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari satu masalah yang dipertanyakan. c. Berbasis Masalah (SPBM) Strategi pembelajaran berbasis masalah adalah rangkaian aktifitas pembelajaran yang menekankan pada proses penyelsaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. d. Peningkatan kemampuan berfikir (SPPKB) e. Kooperatif (SPK) f. Kontekstual (CTL) g. Afektif.46
45
Nazarudin Rahman, Op. Cit., hlm. 27 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 179 46
53
Sedangkan menurut Abdul Majid, strategi yang dapat digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam ialah sebagai berikut: a. Strategi pembelajaran langsung (Direct Instruction) Merupakan strategi pembelajaran yang berpusat pada gurunya yang paling tinggi, dan paling sering digunakan. b. Strategi pembelajaran tidak langsung (Indirect Instruction) Dalam pembelajaran tidak langsung, peran guru dari penceramah menjadi fasilitator, pendukung, dan sumber personal c. Strategi pembelajaran Interaktif (Interactive Instruction) Strategi pembelajaran interaktif merujik pada bentuk diskusi dan berbagi diantara peserta didik. d. Strategi pembelajaran malalui pengalaman (Eksperiental Learning) Penekanan dalam strategi belajar melalui pengalaman adalah proses belajar, dan bukan hasil belajar. e. Strategi pembelajaran mandiri.47 Dari uraian di atas dapat dipahami, bahwa strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam sangat bervariasi, seperti strategi pembelajaran yang berpusat pada guru (Direct Instruction), strategi pembelajaran berpusat pada siswa (Indirect Instruction), strategi yang berpusat pada guru dan siswa (Interactive Instruction), strategi pembelajaran melalui pengalaman, strategi pembelajaran mandiri, Ekspositori (SPE), Inkuiri (SPI), Berbasis Masalah (SPBM), Peningkatan kemampuan berfikir (SPPKB), Kooperatif (SPK), Kontekstual (CTL), dan strategi pembelajaran Afektif. Strategi pembelajaran ialah perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang di desain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Oleh karena itu macam-macam strategi yang sudah dijelaskan di atas dapat dipergunakan dalam sebuah proses belajar mengajar pendidikan Agama Islam.
47
12
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), hlm. 11-
54
4. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam Pendidikan
Agama
Islam
bertujuan
untuk
meningkatkan
keimanan,
pemahaman, penghayatan dan pengalaman peserta didik tentang agama Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang geriman dan bertakwa kepada Allah SWT. serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Untuk mencapai tujuan tersebut, menurut Muhaimin ruang lingkup materi pendidikan agama Islam mencakup tujuh unsur pokok, yaitu: “Al-Qur‟an, Hadits, keimanan, syari‟at, ibadah, muamalah, akhlak dan tarikh”.48 Pada kurikulum 1999 didapatkan menjadi lima unsur, yaitu Al-Qur‟an, keimanan, akhlak, Fikih, bimbingan ibadah, dan tarikh atau sejarah yang lebih menekankan kepada perkembangan ajaran agama Islam, ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Menurut Nazarudin Pendidikan Agama Islam merupakan: Rumpun mata pelajaran yang dikembangkan dari ajaran-ajaran pokok (dasar) yang terdapat dalam agama Islam. Karena itu PAI merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari ajaran Islam. Ditinjau dari segi isinya, PAI merupakan mata pelajaran pokok yang menjadi salah satu komponen, dan tidak dapat dipisahkan dari rumpun mata pelajaran yang bertujuan mengambangkan moral dan kepribadian peserta didik. Materi PAI dikembangkan dari tiga kerangka dasar ajaran islam, yaitu aqidah, syariah dan akhlak.49 Dari uraian di atas, maka penulis menyimpulkan bahwa ruanglingkup Pendidikan Agama islam ialah unsur-unsur pokok yang terdapat di dalam agama 48 49
Muhaimin, Paradigma Pendidikan Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hlm. 79 Nazarudin Rahman, Op. Cit., hlm. 9-10
55
Islam, adapun unsur-unsur pokok tersebut di kemas dalam materi pelajaran yang terdiri dari Al-Qur‟an, Hadits, keimanan, syari‟at, ibadah, muamalah, akhlak dan tarikh.
C. Tunanetra 1. Pengertian Tunanetra Menurut Mohammad Efendi orang yang berkelainan dalam proses fisiologis melihat (Tunanetra) adalah sebagai berikut: Bayangan benda yang ditangkap oleh mata tidak dapat diteruskan oleh kornea, lensa mata, retina, dan ke saraf karena suatu sebab, misalnya kornea mata mengalami kerusakan, kering, keriput, lensa mata menjadi keruh, atau syaraf yang menghubungkan mata dengan otak mengalami gangguan. Seorang yang mengalami kondisi tersebut dikatakan sebagai penderita kelainan pengelihatan atau tunanetra.50 Menurut Bandi Delphie anak tunanetra secara etimologi yaitu: Tuna berarti rugi, rusak, kurang, kelainan. Netra berarti mata, jadi anak tunanetra adalah anak yang mengalami kelainan atau kerusakan pada satu atau kedua matanya sehingga tidak dapat berfungsi secara optimal. Tunanetra pada hakikatnya adalah kondisi dari mata atau dria penglihatan yang karena sesuatu hal tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Sehingga mengalamai keterbatasan atau ketidakmampuan melihat. Anak tunanetra adalah anak yang karena sesuatu hal dria penglihatanya mengalami luka atau keruasakan, baik struktural ataupun fungsional.51
50
Mohmmad Efendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hlm. 30 51 Bandi Delphie, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Dalam Setting Pendidikan Inklusi, (Yogyakarta: KTSP, 2009), hlm. 15
56
Dari pengertian tunanetra oleh para tokoh di atas maka yang dimaksud dengan anak tunanetra adalah anak yang memiliki kelainan atau kerusakan pada penglihtanya sehingga tidak dapat difungsikan secara maksimal untuk melihat. Penjelasan di atas dipertegas dengan Firman Allah dalam Al-Qur‟an surat AtTin ayat 4
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik baiknya”.52 Firman Allah dalam Al-Qur‟an surat Toha ayat 124-125.
Artinya: “Dan Barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, Maka Sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam Keadaan buta (124), berkatalah ia: "Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam Keadaan buta, Padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat? (125)”.
52
597
Departemen Agama, Al-Qur’an Dan Terjemahan, (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2010), hlm.
57
2. Klasifikasi Tunanetra Menurut Mohammad Efendi pengklasifikasian tunanetra adalah sebagai berikut: Salah satu kriteria yang dapat digunakan sebagai dasar pengklasifikasian anak tunanetra di Indonesia adalah hasil musyawarah ketunanetraan di Solo tahun 1968. Seseorang dikatakan tunanetra jika ia meliliki virus sentralis 6/60 lebih kecil dari itu. Atau setelah dikoreksi secara maksimal pengelihatanya tidak memungkinkan lagi mempergunakan fasilitas pendidikan dan pengajaran yang biasa digunakan oleh anak normal/ orang dewasa.53 Menurut J. David Smith klafisikasi tunanetra yaitu: “Pada masa lalu, pengelompokan pengajaran siswa berkelainan penglihatan dilakukan sematamata menurut klasifikasi buta total (blind) atau kekurangan penglihatan sebagian (partially sighted). Pengelompokan ini seluruhnya berdasarkan pengukuran ketajaman penglihatan”.54 Apabila di lihat dari jenis penglihatannya, maka menurut Sidarta klasifikasi tunanetra dapat diklasifikasikan dalam: a. Penglihatan normal: dapat melihat secara normal tanpa gangguan apapun. b. Penglihatan lemah (low vision): masih dapat melihat tapi dengan bantuan alat seperti kacamata dan sebagainya. c. Buta: tidak bisa melihat sama sekali walaupun dengan alat bantu seperti Kacamata.55 Dari uraian para tokoh dapat disimpulkan bahwa klasifikasi tunanetra dapat terbagi menjadi dua golongan, yaitu:
53
Mohammad Efendi, Op. Cit., hlm. 31 J. David Smith, Inklusi (Sekolah Ramah Untuk Semua), (Bandung: Nuansa, 2006), hlm. 243 55 Sidarta, Penuntun Ilmu Penyakit Mata, (Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993), 54
hlm. 155
58
a. Penglihatan lemah (Low Vision), anak yang tergolong ke dalam Low Vision ini belum terlalu parah kerusakan pada penglihatanya, karena masih dapat melihat meskipun memerlukan bantuan alat seperti Kaca mata. b. Buta, yaitu anak yang meskipun telah diberikan bantuan alat untuk melihat seperti kacamata, maka hasilnya masih tidak bisa digunakan untuk melihat. 3. Faktor Penyebab Tunanetra Menurut Mohammad Efendi secara etiologi (ilmu biologi yang membahas tentang penyebab penyakit), timbulnya ketunanetraan disebabkan oleh: “Faktor endogen, seperti keturunan, atau karena faktor eksogen seperti penyakit, kecelakaan, obat-obatan, dan lain-lainya. Demikian pula dari kurun waktu terjadinya, ketunanetraan dapat terjadi pada saat anak masih berada dalam kandungan, saat dilahirkan, maupun sesudah kelahiran”.56 Menurut Aqila Smart kerusakan mata disebabkan oleh: “Terjadinya kecelakaan, seperti masuknya benda keras atau tajam, cairan kimia yang berbahaya, kecelakaan dari kendaraan”.57 Dari uraian penyebab tunanetra oleh para tokoh dapat simpulan bahwa ketunanetraan dapat terjadi kapan saja, baik masih dalam kandungan, bayi, anak-anak, dewasa bahkan lanjut usia. Beberapa faktor penyebab seseorang
56 57
Mohmmad Efendi, Op. Cit., hlm. 34 Aqila Smart, Anak Cacat Bukan Kiamat, (Yogyakarta: Kata Hati, 2010), hlm. 41-44
59
mengalami ketunanetraan, yang secara garis basar dapat dibagi menjadi beberapa fase. Fase yang pertama yaitu fase sebelum kelahiran seperti adanya faktor keturuna dari orang tua serta beberapa kelainan dalam proses dalam kandungan. Fase yang kedua ialah dalam proses kelahiran seperti terjadinya benturan saat proses persalinan berlangsung. Dan fase yang ke tiga yang menyebabkan seseorang mengalami tunanetra ialah fase setelah kelahiran, seperti kerusakan saraf pengelihatan yang disebabkan benturan, serta disebabkan oleh beberapa penyakit yang menyerang mata sehingga mengakibatkan kebutaan. 4. Kondisi Kecerdasan Anak Tunanetra Menurut Kirk dan Gallagher yang dikutip oleh Anita E. Woolfolk Lorraine McCune-Nicolich kondisi kecerdasan tunanetra yaitu: “Sekelompok kecil siswa, sekitar 1 diantara 2.500, buta secara educational. Siswa-siswa ini harus menggunakan meterial (bahan) rekaman atau bacaan Braille”.58 Untuk memperoleh gambaran tentang kapabilitas seseorang, lazim digunakan tes intelegensi. Heyes, seorang ahli pendidikan anak tunanetra telah melakukan
penelitian
terhadap
kondisi
kecerdasan
anak
tunanetra.
Kesimpulan hasil penelitianya adalah sebagai berikut: a. Ketunanetraan tidak secara otomatis mengakibatkan kecerdasan rendah. b. Mulainya ketunanetraan tidak mempengaruhi tingkat kecerdasan. 58
Anita E. Woolfolk Lorraine McCune-Nicolich, Mendidik Anak-Anak Bermasalah (Psikologi Pembelajaran II), (Jakarta: Inisiasi Press, 2004), hlm. 610
60
c. Anak tunanetra ternyata banyak yang berhasil mencapai prestasi intelektual yang baik, apabila lingkungan memberikan kesempatan dan motivasi kepada anak tunanetra untuk berkembang. d. Penyandang
ketunanetraan
tidak
menunjukan
kelemahan
dalam
intelegensi verbal. Menurut Anam yang dikutip oleh Mohammad Efendi kondisi kecerdasan anak tunanetra yaitu: “Apabila diketahui kondisi anak tunanetra lebih rendah dari anak normal (awas, melihat) pada umumnya hal tersebut disebabkan karena anak tunanetra mengalami hambatan persepsi, berfikir secara komprehansif dan mencari sebab akibat”.59 Hambatan tersebut terjadi karena terbatasnya hal-hal berikut: 1. Tingkat variasi dan pengalaman yang diperoleh anak tunanetra 2. Kemampuan untuk memperolehnya 3. Kontrol dari lingkungan dan dari anak tunanetra sendiri dalam hubungan antara keduanya.
Kesimpulan hasil penelitian di atas, setidaknya menegaskan bahwa pada dasarnya kondisi kecerdasan anak tunanetra tidak berbeda dengan anak normal pada umumnya. Hanya saja terdapat beberapa hambatan yang menyebabkan kondisi kecerdasan anak tunanetra terbelakang, seperti yang dijelaskan di atas.
59
Mohammad Efendi, Op, Cit., hlm. 44
61
5. Faktor Penghambat dan Pendukung Bagi Anak Tunanetra Dalam Mengikuti Pembelajaran a. Faktor Penghambat Menurut Mohammad Efendi faktor penghambat anak tunanetra yaitu: Anak-anak tunanetra memiliki keterbatasan dalam fungsi penglihatanya, dengan kehilangan sebagian atau keseluruhan fungsi penglihatan pada anak tunanetra akan menimbulkan dampak negatif atas kemampuanya yang lain, kemampuan mendayagunakan kemampuan fisiknya yang lain, seperti pengambangan fungsi psikis dan penyesuaian sosial.60 Deny Sakri mengungkapkan mengenai faktor penghambat anak tunanetra yaitu: Penglihatan merupakan salah satu saluran informasi yang sangat penting bagi manusia selain pendengaran, pengecap, pembau, dan perabaan. Pengalaman manusia kira-kira 80 persen dibentuk berdasarkan informasi dari penglihatan. Di bandingkan dengan indera yang lain, indera penglihatan mempunyai jangkauan yang lebih luas. Pada saat seseorang melihat sebuah mobil maka ada banyak informasi yang sekaligus diperoleh seperti misalnya warna mobil, ukuran mobil, bentuk mobel, dan lain-lain termasuk detail bagian-bagiannya. Informasi semacam itu tidak mudah diperoleh dengan indera selain penglihatan. Kehilangan indera penglihatan berarti kehilangan saluran informasi visual. Sebagai akibatnya penyandang kelainan penglihatan akan kekuarangan atau kehilangan informasi yang bersifat visual. Seseorang yang kehilangan atau mengalami kelainan penglihatan, sebagai kompensasi, harus berupaya untuk meningkatkan indera lain yang masih berfungsi.61
60
Ibid., hlm. 37 Deny Sakry. 2013. Hambatan Belajar Anak Tunanetra (online) http://Kabar Pendidikanluarbiasa. Wordpress.com. 3 september 2014. 61
62
Berdasarkan pendapat tokoh dapat disimpulkan bahwa penglihatan merupakan salah satu indra yang sangat penting dalam sebuah proses pembelajaran, karena dengan indra penglihatan informasi akan mudah diperoleh, dan sebagian besar ilmu pengetahuan akan diperoleh dari proses melihat, kurang lebih sekitar 75-80% ilmu pengetahuan dapat diserap melalui proses melihat. Dari uraian di atas, maka sudah sangat jelas bahwa penglihatan merupakan kunci terbesar dalam proses belajar, karena 80% pengetahuan diperoleh dari proses melihat. Jika seseorang mengalami kesulitaan dalam melihat tentunya akan berpengaruh terhadap proses belajar dan nantinya juga akan berpengaruh terhadap hasil belajarnya. b. Faktor Pendukung 1. Berfungsinya Indra Pendengar dan Peraba Menurut Cruickshank yang dikutip oleh Mohammad Efendi faktor pendukung anak tunanetra dalam proses belajar yaitu: Seorang yang kehilangan peglihatan, biasanya pendengaran dan perabaan biasanya akan menjadi alternatif yang digunakan untuk melakukan pengenalan terhadap lingkungan sekitanrnya. Kelebihan indra pendengaran sebagai transmisi dalam berinteraksi dengan lingkungan bagi anak tunanetra dapat membantu memberikan petunjuk tentang jarak atau arah objek dengan mengenal suaranya, namun ia tidak dapat mengenal wujud konkret tentang objek yang dienalnya.62 Perabaan sebagai sarana alternatif lainya setelah pendengaran, barangkali dapat membantu bagi anak tunanetra untuk memperoleh 62
Mohammad Efendi, Op. Cit., hlm. 38
63
pengalaman kinestetik. Melalui perabaan, anak-anak tunanetra dapat langsung melakukan kontak dengan objek yang ada disekitarnya. Urgensi perabaan bagi anak tunanetra dapat memberikan gambaran secara konkret mengenai ukuran, posisi, temperatur, berat dan bentuk, disamping juga berguna sebagai pengganti mata dengan kegiatan membaca tulisan yang menggunakan huruf Braille. 2. Fasilitas yang Mendukung Fasilitas yang dapat mendukung anak tunanetra dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut: a) Bacaan dan Tulisan Braille Menurut Asep AS. Hidayat dan Ate Suwandi huruf Braille adalah: “Huruf Braille adalah suatu sistem yang yang menggunakan kode berupa titik-titik yang ditonjolkan untuk menunjukan huruf, angka dan simbol-simbol lainya. sistem ini berdasarkan pada susunan enam titik dengan tiga titik horisontal dan tiga titik vertikal”.63
63
Asep AS. Hidayat dan Ate Suwandi, Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Tunanetra, (Jakarta: PT. Luxima Metro Media, 2013), hlm. 124
64
Untuk lebih memudahkan perujukan pada titik-titik dalam kerangka tersebut, masing-masing titik diberi nomor berikut: 1 2 3
4 5 6
Berikut ini adalah huruf Abjad Braille:
A B C D E F G H O P Q R S T U
I V
J K W
L X
M Y
N Z
Menurut J. David Smith dalam belajar huruf Braille, siswa diajarkan membaca yaitu dengan: “Meraba melalui telunjuk jari pada satu tangan dan menjaga agar halaman tetap vertikal dengan tangan yang lain”.64 b) Reglet (penggaris) dan stilus (pen) Siswa belajar menulis dengan memakai papan cetak (slate) dan pena (stylus) serta Perkins Brailler. Ketika memakai Slate dan Stylus, Stylus ditekankan pada lubang-lubang dalam Slate.
64
J. David Smith, Inklusi Sekolah Ramah Untuk Semua, (Bandung: Nuansa, 2006), hlm. 246
65
Kemudian akan tercipta titik-titik yang menonjol akan terbentuk pada kertas yang terletak di antara lipatan Slate. Reglet dan stylus adalah pasangan alat tulis Braille yang tidak dapat dipisahkan. Reglet berbentuk lempengan yang berengsel, sehingga dapat dibuka dan ditutup. Lempengan tersebut mempunyai sejumlah petak-petak seperti jendela berlubang kecil. Setiap petak terdiri atas 6 titik dan 3 titik di sebelah kanan dan 3 titik di sebelah kiri. Hal ini penting pada reglet ada 4 paku kecil sebagai kunci penjepit kertas yang berfungsi untuk meluruskan letak kertas dan memudahkan pengertian baris pada reglet. Menurut Mimi Mariani Lusli dalam menulis huruf Braille itu ada dua karakter, yaitu: Karakter positif dan karakter negatif. Secara negatif bila kita menulis dengan menggunakan reglet dan stylussebagai alat tulisnya. Cara menulisnya mengikuti kode yang ditusukan disetiap petak pada reglet. Kode titik 1 2, 3, berada di sebelah kanan tersusun secara vertikal dari atas ke bawah; letak kode titik 1 di kanan atas, kode titik 2 di kanan tengan, kode titik 3 di kanan bawah. Untuk kode titik 4 di kiri atas, kode titik 5 di kiri tengah bawah, kode titik 6 di kiri bawah.65 4 1
5 2 6 3 65
Mimi Mariani Lusli, Helping Children With Sight Loss (Membantu Anak Dengan Kehilangan Penglihatan), (Jakarta: Mimi Institut, 2009), hlm. 69
66
Menulis karakter dalam Braille juga dapat dilakukan secara positif. Hal ini dilakukan bila menulis dengan menggunakan mesin tik Braille atau printer Braille sebagai alat tulisnya. Letak kode titik menulis secara positif terbalik arah dengan letak kode titik menulis secara negatif: kode titik1 terletak di kiri atas, kode titik 2 terletak di kiri tengah, kode titik 3 terletak di kiri bawah. Sedangkan untuk kode titik 4 terletak di kanan atas, kode titik 5 terletak di kanan tengah, kode titik 6 terletak di kanan bawah. 1 4
2 5 3 6 Arah menulis dengan mesin tik Braille atau dengan mesin tik Braille dari kiri kekanan. Misalnya menulis huruf A dengan kode titik 1 letaknya di kiri atas. Berikut ini adalah cara menulis huruf Abjad Braille dengan letak titiknya: Tabel 1 Cara penulisan huruf Braille Huruf
Titik
Huruf
Titik
A
1
N
1-3-4-5
B
1-2
O
1-3-5
67
C
1-4
P
1-2-3-4
D
1-4-5
Q
1-2-3-4-5
E
1-5
R
1-2-3-5
F
1-2-4
S
2-3-4
G
1-2-4-5
T
2-3-4-5
H
1-2-5
U
1-3-6
I
2-4
V
1-2-3-6
J
2-4-5
W
2-4-5-6
K
1-3
X
1-3-4-6
L
1-2-3
Y
3-4-5-6
M
1-3-4
Z
1-3-5-6
c). Mesin Tik Braille d). Komputer yang dilengkapi dengan printer Braille e). Buku Bersuara (Talking Books) Talking Books telah menjadi alat pendidikan standar bagi penyandang tunanetra. Program Tolking Books ini disponsori oleh Library of Congress. Buku dan majalah direkam dalam disk dan kaset dan dibagikan kepada orang yang mengalami hambatan penglihatan secara gratis.
68
Salah satu kekurangan dalam mendengarkan buku teks atau materi lainya adalah prosesnya lebih lambat dibanding bacaan normal. Biasanya siswa tunanetra memerlukan waktu yang lebih lama dalam mendengarkan satu bab dibandingkan siswa lain yang membacanya. Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa keterbatasan yang dimiliki oleh anak tunanetra tidak menghambat anak tunanetra untuk tetap belajar dan menggapai prestasinya, karena dibalik keterbatasan indra pengelihatan yang mereka alami masih terdapat indra yang lain yang dapat menopang anak tunanetra untuk tetap belajar, di antaranya dengan memanfaatkan indra peraba dan indra pendengaran. Di samping itu dengan dukungan fasilitas yang baik tentunya akan lebih mempermudah anak-anak Tunanetra dalam mengikuti proses belajar mengajar. Fasilitas tersebut seperti tulisan dan bacaan Breille, tolking book, reglet dan stylus, printer berille dan lain sebagainya.