Putusan Pengadilan Pajak Nomor : PUT.39462/PP/M.XII/13/2012
Jenis Pajak
: Pajak Penghasilan Pasal 23/26 Final
Tahun Pajak
: 2004
Pokok Sengketa
: bahwa yang menjadi pokok sengketa dalam sengketa adalah, koreksi Terbanding atas Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 23/26 Final sebesar Rp.9.733.006.400,00.
Menurut Terbanding: bahwa pembayaran imbalan berupa persentase hasil produksi yang terjual kepada Asamera Oil Indonesia Ltd (Asamera) sebesar USD 1,616,000.00 (equivalen dengan Rp.14.973.856.000,00, kurs USD 1 = Rp.9.266,00) tidak diakui sebagai biaya dalam perhitungan Pajak Penghasilan Badan (dikoreksi positif), karena merupakan kegiatan di luar Kontrak Production Sharing. . Menurut Pemohon : bahwa pokok koreksi fiskal sebesar Rp.9.733.006.400,00 disebabkan adanya koreksi fiskal atas biaya di Pajak Penghasilan Badan, atas koreksi di Pajak Penghasilan Badan tersebut menyebabkan jumlah laba setelah pajak bagi Pemohon Banding menjadi terkoreksi fiskal pula dan hal inilah yang merupakan pokok koreksi fiskal obyek Pajak Penghasilan Pasal 26. Pendapat Majelis : bahwa koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 26 sebesar Rp 9.733.006.400,00 adalah koreksi Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi dengan Pajak Penghasilan Badan/PPs yang terutang, dengan perhitungan sebagai berikut: Koreksi Penghasilan Kena Pajak cfm PPh Badan USD 1,616,000.00 PPh Badan/Terutang (35%) cfm PPh Badan USD 565,600.00 Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 26 USD 1,050,400.00 bahwa koreksi positif Dasar Pengenaan Pajak sebesar Rp.9.733.006.400,00 terkait dengan koreksi Pengurangan Penghasilan Bruto Pajak Penghasilan Badan sebesar USD 1,616,000.00 (equivalen dengan Rp.14.973.856.000,00, kurs USD 1 = Rp.9.266,00). bahwa menurut Terbanding, koreksi atas biaya royalti kepada Asamera merupakan pembayaran imbalan berupa persentase hasil produksi yang terjual kepada Asamera Oil Indonesia Ltd (Asamera) sebesar Rp.14.973.856.000,00. bahwa tidak diakui sebagai biaya dalam perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 23/26 Final (dikoreksi positif), karena merupakan kegiatan di luar Kontrak Production Sharing. bahwa tanggal 01 September 1961 Asamera dan dua pihak lain secara bersama-sama telah mengikat kontrak "the development agreement" (sekarang dinamakan Kontrak Bagi Hasil/KBH) dengan PN Permina (PN Permina kemudian berubah menjadi Pertamina) untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi di wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi Blok A di Sumatera Utara, yang kemudian diperluas meliputi Blok B. bahwa pada Tahun 1968, Asamera menjual dan mengalihkan hak untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi (economicof interest) wilayah kerja di Blok B tersebut kepada Pemohon Banding, atas pengalihan hak economic of interest tersebut, Pemohon Banding membayar kepada Asamera (EMOI please clarify that our understanding for the name of seler and amount of consideratrion are correct) sebagai berikut:
• Uang penggantian sebesar USD 3,000,000.00 diangsur sampai dengan 24 bulan, • Uang penggantian USD 0.035 per barrel untuk produksi minyak "minas" dan USD 0.04 per barrel untuk produksi minyak "rantau". bahwa kewajiban pembayaran USD 3,000,000.00 telah diselesaikan, sedangkan penyelesaian kewajiban pembayaran sejumlah USD 0.035 – 0.04 per barel dari produksi minyak akan tergantung kepada berapa lama produksi minyak di wilayah kerja tersebut, selama di wilayah kerja tersebut memproduksi minyak, maka kewajiban pembayaran sejumlah USD tertentu tersebut tetap harus diselesaikan. bahwa Kontrak KBH Tahun 1961 tersebut telah diperbaharui pada Tahun 1989 antara Pertamina (sekarang menjadi BP Migas) dan Pemohon Banding yang berlaku efektif sejak Oktober 1998, oleh karena wilayah kerja tersebut memproduksi minyak sampai dengan saat ini, pembayaran sejumlah USD tertentu tetap dilakukan oleh Pemohon Banding kepada Asamera. bahwa dari Laporan Audit BPKP diketahui bahwa Pemohon Banding telah membebankan biaya atas imbalan pengalihan hak kepada Asamera sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak, akibatnya Corporate Tax dan Branch Profit Tax menjadi berkurang, sehingga pada akhirnya bagian untuk Indonesia menjadi lebih kecil dari yang seharusnya. bahwa dasar penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah perhitungan kekurangan Pajak Penghasilan Migas (Pajak Penghasilan Badan/PPs dan Pajak Penghasilan Pasal 26/PBDR) dalam Laporan Hasil Audit (LHA) BPKP Nomor: LHA-5265/PW30/4/2006 tanggal 29 Desember 2005 yang merupakan laporan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPKP terhadap Pemohon Banding atas perhitungan bagi hasil dan Pajak Penghasilan Migas. bahwa BPKP melakukan koreksi perhitungan Pajak Penghasilan Migas karena Pemohon Banding mengurangkan pembayaran uang penggantian atas pengambilalihan blok dari taxable income, BPKP berpendapat uang penggantian tersebut seharusnya tidak dapat dibebankan sebagai cost recovery maupun sebagai pengurang taxable income dalam menghitung kewajiban PPs/PBDR, hal tersebut mengakibatkan adanya PPs/PBDR kurang setor untuk periode 1991 sampai dengan 2006. bahwa uang penggantian sebesar USD 0.035 per barel dan USD 0.040 per barel tersebut dibebankan Pemohon Banding ke Pemerintah Indonesia yaitu dengan dijadikannya sebagai pengurang taxable income pada saat menghitung jumlah kewajiban PPs/PBDR atas bagi hasil yang diterima Pemohon Banding dari Blok B. bahwa menurut Terbanding, pembayaran uang penggantian atas pengambilalihan yang telah diberikan Pemohon Banding ke Asamera dan dibebankan sebagai pengurang taxable income pada saat menghitung kewajiban PPs/PBDR atas bagi hasil yang diterima Pemohon Banding sejak Tahun 1991 sampai dengan 2006 sebesar USD 57,071,806.68, uang penggantian tersebut seharusnya tidak dapat dibebankan sebagai cost of recovery maupun sebagai pengurang taxable income dalam menghitung kewajiban PPs/PBDR. bahwa berdasarkan exhibit C perjanjian kontrak production sharing dengan Pemerintah/ Pertamina bahwa pengoperasian wilayah Blok B dari Asamera Oil Indonesia Inc. merupakan kegiatan di luar kontrak production sharing,
dalam kontrak production sharing dinyatakan bahwa operating cost adalah semua biaya berkenaan dengan kegiatan eksplorasi, produksi dan transportasi. bahwa dengan demikian, pengeluaran-pengeluaran yang timbul dalam rangka pengoperasian wilayah kerja tersebut merupakan beban yang harus ditanggung sendiri oleh kontraktor (Pemohon Banding) dari “net income after tax" dan tidak boleh dibebankan sebagai biaya operasi atau sebagai pengurang taxable income dalam penghitungan kewajiban kontraktor kontrak production sharing kepada Pemerintah. bahwa menurut Terbanding pengenaan pajak atas imbalan yang diterima Asamera Oil Indonesia Ltd tidak ada kaitannya dengan pengenaan pajak atas Pemohon Banding karena pengenaan pajak atas Asamera Oil Indonesia Ltd didasarkan pada penghasilan yang diperoleh Asamera Oil Indonesia Ltd secara tetap dan teratur dari Indonesia dan bukan dalam rangka kontrak production sharing. bahwa sesuai Surat Edaran Bersama Direktur Jenderal Moneter dan Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-75/PJ/1990 menyatakan bahwa "Biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 267/KMK.012/1978 harus diartikan sama dengan biaya yang dihitung berdasarkan Kontrak Production Sharing (PSC) yang diatur dalam lampiran prosedur akuntansi (Exhibit C) dari Kontrak Production Sharing yang bersangkutan". bahwa menurut Terbanding perjanjian pengalihan hak yang dibuat antara Pemohon Banding dengan Asamera bukan merupakan kegiatan yang termasuk dalam Kontrak Production Sharing antara kontraktor dengan Pertamina, dengan demikian segala biaya yang timbul karenanya, tidak dapat dibebankan sebagai operating/recovery cost ataupun sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak. bahwa menurut Pemohon Banding, pokok koreksi fiskal sebesar Rp.9.733.006.400,00 disebabkan adanya koreksi fiskal atas biaya di Pajak Penghasilan Badan, atas koreksi di Pajak Penghasilan Badan tersebut menyebabkan jumlah laba setelah pajak bagi Pemohon Banding menjadi terkoreksi fiskal pula dan hal inilah yang merupakan pokok koreksi fiskal obyek Pajak Penghasilan Pasal 26. bahwa sehingga perlakuan pokok koreksi fiskal obyek Pajak Penghasilan Pasal 26 tergantung pada perlakuan koreksi biaya di Pajak Penghasilan Badan, koreksi biaya di Pajak Penghasilan Badan tersebut adalah pembayaran acquisition cost kepada Asamera, yang atas koreksi tersebut telah diajukan banding. bahwa sebagaimana dijelaskan di atas, koreksi Pajak Penghasilan Pasal 26 atas laba setelah pajak berasal dari koreksi biaya acquisition cost, yang menurut Terbanding merupakan biaya yang tidak dapat dikurangkan, sedangkan menurut Pemohon Banding biaya tersebut dapat dikurangkan untuk menghitung Pajak Penghasilan Badan, penjelasan lebih lanjut mengenai alasan koreksi dari Terbanding dan alasan banding Pemohon Banding, mengenai perlakuan biaya tersebut adalah sebagaimana dalam Surat Banding Pajak Penghasilan Badan Pemohon Banding. bahwa berdasarkan Surat Banding Pemohon Banding tersebut, biaya acquisition cost tersebut seharusnya dapat dikurangkan, sehingga laba setelah pajak tidak perlu dikoreksi lagi, untuk itu, Pemohon Banding tidak dapat
menerima koreksi fiskal laba setelah pajak yang dihitung berdasarkan tidak diakuinya pembebanan biaya acquisition cost. bahwa menurut Pemohon Banding, pembayaran Asamera yang dilakukan Pemohon Banding kepada Asamera dan Benedum merupakan "acquisition cost" untuk pengolahan hak di KPS Blok B oleh Pemohon Banding, hal ini merupakan bagian dari pertimbangan yang tertuang dalam Farm-In Agreement Tahun 1968 dimana Pemohon Banding diwajibkan untuk membayar Asamera dan Benedum untuk memperoleh interest di KPS Blok B dan hak produksi. bahwa pembayaran Asamera adalah beban yang dikeluarkan oleh Pemohon Banding untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dari KPS Blok B, oleh karenanya merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan. bahwa perlakuan Perpajakan atas pembayaran Asamera tersebut adalah telah sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan (Undang-undang Pajak Penghasilan 1984), dimana menganut prinsip "taxability-deductibility", prinsip Taxability diterapkan kepada Asamera/ Benedum, sebagai objek penghasilan yang dikenakan pajak, prinsip deductibility diterapkan oleh Pemohon Banding sebagai pihak yang mengeluarkan biaya atas transaksi tersebut sebagai pengurang dalam perhitungan pajak. bahwa menurut Pemohon Banding, pembayaran ke Asamera tersebut bukan merupakan penghasilan bagi Pemohon Banding karena Pemohon Banding tidak mendapat kemampuan tambahan ekonomis dari pembayaran tersebut. bahwa sedangkan berdasarkan kontrak tersebut, Pemohon Banding tidak akan pernah menerima sebagian hasil produksi Blok B tersebut dalam bentuk apapun sehingga tidak ada tambahan kemampuan ekonomis bagi Pemohon Banding, oleh karenanya tidak seharusnya pembayaran Asamera tersebut menjadi penghasilan Pemohon Banding. bahwa sesuai dengan Farm-In Agreement Tahun 1968, Pemohon Banding diwajibkan untuk melakukan pembayaran Asamera kepada Asamera/ Benedum berdasarkan hasil penjualan (sales proceeds) dari produksi KPS Blok B, dengan adanya hak Asamera/Benedum menerima bagian dari hasil penjualan (sales proceeds) yaitu dalam bentuk pembayaran Asamera dari KPS Blok B, maka jelas bahwa pihak tersebut adalah yang menerima kemampuan tambahan ekonomis dari pembayaran tersebut, adanya kewajiban Pemohon Banding untuk melakukan pembayaran Asamera kepada Asamera/Benedum, maka Pemohon Banding tidak dapat menerima kemampuan tambahan ekonomis yang dapat digunakan untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Pemohon Banding, oleh karenanya, pembayaran Asamera tersebut tidak seharusnya dimasukkan sebagai penghasilan Pemohon Banding. bahwa Majelis melakukan pemeriksaan terhadap Laporan Pemeriksaan Pajak, Kertas Kerja Pemeriksaan, Laporan Penelitian Keberatan, diketahui berdasarkan Laporan Hasil Audit BPKP atas Kontrak Bagi Hasil pada Kontraktor Minyak dan Gas Bumi terhadap Pemohon Banding B-Block tahun buku 2004 Nomor: LHA-5265/PW30/4/2005 tanggal 29 Desember 2006, diketahui terdapat kekurangan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 26 Final Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2004 sebesar USD 210,080.00 ( Rp. 1.946.601.280,00), sesuai Pasal 13 ayat (1) huruf a dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009, Kantor Pelayanan Pajak Wajib Pajak Besar Satu menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 23/26 Final Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2004 Nomor: 00001/245/04/091/09 tanggal 7 Desember 2009 berdasarkan Laporan Penelitian Nomor: Lappen156/WPJ.19/KP.0108/2009 tanggal 2 Desember 2009. bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis tersebut di atas, sesuai penjelasannya koreksi atas biaya royalti kepada Asamera karena hal-hal sebagai berikut: - pembayaran imbalan berupa persentase hasil produksi yang terjual kepada Asamera Oil Indonesia Ltd (Asamera) sebesar USD 1,136,000.00, - tidak diakui sebagai biaya dalam perhitungan Pajak Penghasilan Badan (dikoreksi positif), karena merupakan kegiatan di luar Kontrak Production Sharing, - Surat Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Nomor: S-4513/LK/1999 tanggal 08 November 1999 menyatakan bahwa pembayaran imbalan pengalihan wilayah kerja pertambangan B Block kepada Asamera Bennedum Trees/Kerr Mc Gee tidak dapat diperhitungkan sebagai pengurang dalam Taxable Income, - hal ini juga ditegaskan oleh Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S74/PJ.33/1996 tanggal 15 April 1996 yang menyatakan sebagai berikut: (1) Sesuai Exhibit C Perjanjian KPS dengan Pertamina, pengoperasian wilayah Blok B dari Asamera Oil Indonesia Ltd merupakan kegiatan di luar Kontrak Production Sharing, oleh karena itu pemberian imbalan berupa presentase hasil produksi yang terjual tidak boleh dibebankan baik sebagai biaya (cost recovery), maupun untuk perhitungan pajak Kontraktor Production Sharing, (2) Oleh karena Pemohon Banding masih membebankan imbalan kepada Asamera Oil Indonesia Ltd sebagai biaya dalam perhitungan pajaknya, maka terdapat kekurangan dalam pembayaran PPs dan PBDR. bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis tersebut di atas, koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 26 Final sebesar Rp 9.733.006.400,00 atas Laba Usaha setelah dikurangi pajak, terkait dengan sengketa banding Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2004 yaitu koreksi atas Pengurang Penghasilan Bruto berupa pembayaran Royalty atau pembayaran imbalan kepada Asamera sebesar Rp.14.973.856.000,00. bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis tersebut di atas, koreksi atas biaya sebesar Rp.14.973.856.000,00 yang merupakan pembayaran imbalan kepada Asamera berdasarkan Laporan Hasil Audit yang dilakukan oleh BPKP, dimana BPKP berpendapat bahwa uang penggantian tersebut seharusnya tidak dapat dibebankan sebagai cost recovery maupun sebagai pengurang taxable income dalam menghitung kewajiban PPs/PBDR. bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis tersebut di atas, menurut Pemohon Banding pembayaran Asamera adalah beban yang dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dari KPS Blok B, oleh karenanya merupakan biaya yang dapat dikurangkan dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan, dan menurut Pemohon Banding pembayaran ke Asamera tersebut bukan merupakan penghasilan bagi Pemohon Banding karena Pemohon Banding tidak mendapat kemampuan tambahan ekonomis dari pembayaran tersebut. bahwa berdasarkan pemeriksaan Majelis tersebut di atas, timbulnya pembayaran Asamera adalah sebagai berikut:
kronologis
- bahwa tanggal 1 September 1961 Asamera Oil Indonesia Ltd, BenedumTrees Oil Caompany, dan Union Texas Indonesia, Ltd (selanjutnya disebut Asamera) mengikat kontrak dengan Permina untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi di Blok A Sumatera Utara, yang diperluas menjadi Blok B, - bahwa berdasarkan agreement tanggal 16 Juli 1968, Asamera Oil Indonesia Ltd, Benedum-Trees Oil Company, dan Union Texas Indonesia, Ltd mengalihkan hak kepada Pemohon Banding, - bahwa atas pengalihan hak tersebut, Pemohon Banding wajib membayar USD 3,000,000.00 dan USD 0.035 per barrel untuk produksi minyak ”minas” dan USD 0.04 per barrel untuk produksi minyak ”rantau”, pembayaran dilakukan secara periodik sampai dengan Kontrak Bagi Hasil selesai, - bahwa Kontrak Bagi Hasil antara Pemohon Banding dengan Pertamina kemudian diperpanjang dan ditandatangani pada tanggal 6 Juli 1989 dengan kontrak mulai efektif tanggal 4 Oktober 1998 sampai dengan 3 Oktober 2018. bahwa atas pendapat Pemohon Banding “pembayaran Asamera bukan penghasilan bagi Pemohon Banding” Terbanding berpendapat: -
-
-
-
bahwa ayat 2 Perjanjian Pengalihan Blok B disebutkan bahwa sesuai ayat I.B. 2 dan 3, “Penjual setuju untuk menjual, memindahkan, menyerahkan dan mengalihkan dan Pembeli setuju untuk membeli semua hak, hak kepemilikan dan kepentingan Penjual dalam, pada dan menurut Perjanjian Sumatra B berdasarkan syarat-syarat dan kondisi yang tercantum dalam Perjanjian ini, ...”, bahwa minyak dan gas dari Kontrak Bagi Hasil di Blok B (sesuai dengan porsi KPS) sepenuhnya milik Pemohon Banding dan pembayaran Pemohon Banding kepada Asamera Oil Ltd bukan merupakan bentuk adanya kepemilikan Asamera Oil Ltd atas Blok B, bahwa berdasarkan ayat V B.1 Perjanjian Pengalihan Blok B, pembayaran kepada Asamera Oil Ltd tidak dapat terpisahkan dari ayat V.A yang hanya merupakan cara pembayaran atas pengalihan hak atas Blok B tersebut sehingga bukan sebagai adanya kepentingan ekonomis dari Penjual atas Blok B, bahwa dengan demikian pernyataan Pemohon Banding bahwa Asamera Oil Ltd tetap mempertahankan kepentingan ekonomisnya di dalam KBH Blok B adalah tidak benar.
bahwa atas pendapat Terbanding di atas, Pemohon Banding berpendapat: -
-
bahwa Perjanjian Pengalihan 1968 harus dibaca dan dimengerti dalam konteks perjanjian secara menyeluruh, bahwa sesuai dengan Perjanjian Pengalihan 1968 antara Penjual dan Pemohon Banding, "Penjual setuju untuk menjual, mengalihkan dan menyerahkan dan Pembeli setuju untuk membeli seluruh hak, title dan kepentingan Penjual di dalam, kepada dan di bawah Perjanjian Sumatra B dengan syarat dan ketentuan berdasarkan Perjanjian ini, bebas dari seluruh kepentingan-kepentingan atau pembebanan-pembebanan lain...", bahwa penyerahan hak atas Blok B harus mengikuti ketentuan di dalam Perjanjian, yaitu Penjual mempertahankan haknya untuk memperoleh penghasilan dari produksi Blok B di masa depan sehingga Penjual mempertahankan secara kontraktual berdasarkan Perjanjian Pengalihan 1968, sehingga pembayaran tersebut tidak menjadi objek pajak Pemohon Banding berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Pajak Penghasilan karena jumlah tersebut tidak meningkatkan kemampuan ekonomis Pemohon Banding, pendapat Terbanding bahwa Penjual tidak memiliki kepentingan ekonomis terhadap Blok B adalah tidak benar, karena jelas-jelas ada hak yang dipertahankan oleh Penjual berdasarkan Perjanjian Pengalihan 1968.
bahwa atas pendapat Pemohon Banding “pembayaran Asamera bukan penghasilan bagi Pemohon Banding” Majelis berpendapat sesuai dengan Perjanjian Pengalihan 1968 pembayaran Asamera bukan merupakan bentuk adanya kepentingan ekonomis (kepemilikan) Asamera atas Blok B karena hanya merupakan bentuk pembayaran atas pengalihan hak atas Blok B; bahwa atas pendapat Pemohon Banding “pembayaran kepada Asamera merupakan Biaya yang dapat dikurangkan” Terbanding berpendapat: - bahwa butir 4 Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S-74/PJ.33/1996 tanggal 15 April 1996 menyatakan bahwa sesuai dengan exhibit C perjanjian KPS bahwa pengoperan wilayah Blok B dari Asamera adalah merupakan kegiatan di luar kontrak production sharing, oleh karena itu pemberian imbalan berupa persentase hasil produksi yang terjual tidak boleh dibebankan baik sebagai biaya operasi (recovery cost) maupun untuk perhitungan pajak kontraktor kontrak production sharing, - bahwa Pemohon Banding sebagaimana telah dicatat dalam persidangan, telah menyatakan bahwa pembayaran kepada Asamera atas pengalihan Blok B bukan merupakan bagian dari cost recovery sebagaimana diatur dalam Exhibit C Kontrak Bagi Hasil antara Pemohon Banding dengan Pemerintah Republik Indonesia, - bahwa butir 1 Surat Direktur Jenderal Lembaga Keuangan Nomor: S.4513/LK/1999 tanggal 8 November 1999 menyatakan bahwa berdasarkan Exhibit C perjanjian kontrak production sharing bahwa pengoperan wilayah blok B dari Asamera kepada Pemohon Banding adalah merupakan kegiatan di luar kontrak production sharing, dalam kontrak production sharing dinyatakan bahwa operating cost adalah semua biaya berkenaan dengan kegiatan eksplorasi, produksi, dan transportasi, dengan demikian pengeluaran-pengeluaran yang timbul dalam rangka pengoperan wilayah kerja tersebut merupakan beban yang harus ditanggung sendiri oleh kontraktor (Pemohon Banding) dari net income after tax dan tidak boleh dibebankan sebagai biaya operasi atau sebagai pengurang taxable income dalam perhitungan kewajiban kontraktor kontrak production sharing kepada pemerintah. bahwa atas pendapat Terbanding di atas Pemohon Banding berpendapat: - bahwa Terbanding tidak mencantumkan dan tidak memberikan acuan dasar hukum, baik Undang-undang Pajak Penghasilan maupun KBH Blok B, - bahwa Pasal 5.2(s) KBH Blok B mensyaratkan Pemohon Banding untuk: "membayar kepada Pemerintah Republik Indonesia Pajak Penghasilan termasuk pajak final terhadap keuntungan setelah pajak yang dikenakan kepadanya berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan Indonesia dan peraturan pelaksanaannya", - bahwa Pasal 6 ayat 1 (a) dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tanggal 31 Desember 1983 yang diubah oleh Undang-undang Nomor 17 tahun 2000 tanggal 2 Agustus 2000 tentang Pajak Penghasilan: "Besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi (a) biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan...", - bahwa Pasal 5 ayat 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 458/KMK.012/1984 tanggal 21 Mei 1984 Tentang Tata Cara Perhitungan dan Pembayaran Pajak Penghasilan Yang terhutang oleh Kontraktor yang Mengadakan KBH dalam Eksplorasi dan Eksploitasi Minyak dan Gas Bumi dengan Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Pertamina) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 815/KMK.012/1985 tanggal 27 September 1985 ("PMK 458") Pasal 5 PMK 458 menyatakan bahwa: "untuk menghitung Penghasilan Kena Pajak termaksud dalam Pasal 2, penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya untuk mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan...", - Pemohon Banding adalah Bentuk Usaha Tetap berdasarkan Undangundang Pajak Penghasilan, berdasarkan Perjanjian Pengalihan 1968, Pemohon Banding memperoleh dari Penjual kepentingan terhadap KBH Blok B dan bagian dari pendapatan masa depan dari produksi Blok B, bahwa pembayaran Pemohon Banding kepada Penjual tersebut dilakukan untuk mendapatkan, menagih dan mempertahankan penghasilan dari Blok B, bahwa Pasal 6 ayat 1(a) dan 5(1) PMK 458 memberikan hak kepada Pemohon Banding untuk membiayakan pembayaran tersebut, karena Pemohon Banding telah memasukkan biaya tersebut di dalam pendapatan kotornya, kedua pasal dalam Undang-undang Pajak Penghasilan dan PMK 458 tersebut memperbolehkan Pemohon Banding untuk melakukan pemotongan terhadap jumlah yang dibayarkan Pemohon Banding kepada Penjual, - bahwa Exhibit C hanya mengatur tentang prosedur akuntansi dan mendefinisikan biaya yang dianggap sebagai biaya operasi dalam rangka ketentuan mengenai cost recovery, tidak ada yang menyatakan bahwa pengalihan Area Blok B merupakan kegiatan di luar KBH Blok B oleh karenanya, referensi Terbanding Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor: S74/PJ.33/1996 tanggal 15 April 1996 adalah membingungkan dan tidak didukung oleh Exhibit C KBH Blok B maupun Undang-undang Pajak Penghasilan, - bahwa meskipun pengalihan kepentingan atas KBH dari Penjual kepada Pemohon Banding adalah di luar KBH Blok B, Pemohon Banding tetap memiliki hak berdasarkan Pasal 6 ayat 1(a) Undang-undang Pajak Penghasilan dan 5 ayat (1) PMK 458 untuk mengurangkan pembayaran kepada Penjual karena Pemohon Banding telah memasukkan jumlah tersebut ke dalam perhitungan pendapatan kotornya dan Pemohon Banding diperbolehkan secara hukum untuk melakukan pengurangan tersebut demi menentukan penghasilan bersih kena pajaknya. bahwa atas pendapat Pemohon Banding “pembayaran kepada Asamera merupakan biaya yang dapat dikurangkan” Majelis berpendapat bahwa pembayaran kepada Asamera tidak boleh dibebankan sebagai pengurang dalam perhitungan penghasilan kena pajak karena pembayaran Asamera merupakan kegiatan diluar kontrak production sharing dan apabila dibebankan akan mempengaruhi kontrak bagi hasil. bahwa atas pendapat Pemohon Banding, “apabila Pemohon Banding tidak diperbolehkan memperlakukan pembayaran Asamera sebagai biaya maka terjadi pengenaan pajak berganda” Terbanding berpendapat bahwa pendapat Pemohon Banding mengenai kemungkinan adanya pengenaan pajak berganda tidak relevan dalam pembahasan sengketa, mengingat Kontrak Bagi Hasil yang menjadi dasar perhitungan Penghasilan Kena Pajak (yang merupakan bagian tak terpisahkan dari penentuan proporsi 85:15) ditandatangani oleh kedua pihak yaitu Pemerintah Republik Indonesia melalui Pertamina dan Pemohon Banding (tidak melibatkan Asamera Oil Limited) sehingga pajak yang dikenakan oleh Terbanding kepada Asamera Oil Ltd tidak seharusnya menjadi alasan Pemohon Banding untuk menyatakan adanya pengenaan pajak berganda. bahwa atas pendapat Terbanding di atas Pemohon Banding berpendapat bahwa Terbanding bertindak diskriminatif terhadap Pemohon Banding dari para wajib pajak secara umum sehingga melanggar hukum Indonesia dan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda antara Indonesia dan Amerika Serikat. bahwa atas pendapat Pemohon Banding “apabila Pemohon Banding tidak diperbolehkan memperlakukan pembayaran Asamera sebagai biaya maka terjadi pengenaan pajak berganda” Majelis berpendapat bahwa perhitungan
perpajakan (Penghasilan Kena Pajak) Pemohon Banding sudah diatur secara tegas dan rinci dalam Kontrak Bagi Hasil (proporsi 85:15) yang merupakan perjanjian khusus antara Pemerintah Indonesia (Pertamina) dengan Pemohon Banding sedangkan pembayaran Asamera adalah diluar Kontrak Bagi Hasil, sehingga perlakuan perpajakannya harus mengikuti ketentuan Kontrak Bagi Hasil. bahwa atas pendapat Pemohon Banding "Uniformity Principle" tidak dapat menyangkal hak Pemohon Banding untuk melakukan pembebanan, Terbanding berpendapat: - bahwa Uniformity Principle adalah biaya-biaya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak harus diartikan sama dengan biaya yang dihitung berdasarkan Kontak Bagi Hasil (yang diatur dalam Exhibit C), dengan demikian, cost of oil harus sama dengan cost of tax, atau biaya-biaya operasi yang boleh dibebankan (cost recoverable) menurut Kontak Bagi Hasil harus sama dengan biaya-biaya yang dibebankan untuk menghitung PPh (tax deductible), - bahwa dapat disimpulkan sesuai Exhibit C KPS, perjanjian pengalihan hak yang dibuat antara Pemohon Banding dengan Asamera bukan merupakan kegiatan yang termasuk dalam Kontrak Production Sharing, dengan demikian segala biaya yang timbul karenanya, tidak dapat dibebankan sebagai operating/recovery cost maupun sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak. bahwa atas pendapat Terbanding di atas Pemohon Banding berpendapat: - Uniformity principle bukanlah konsep hukum yang dikenal oleh Undangundang Pajak Penghasilan, bahwa konsep tersebut tidak mengecualikan biaya yang seharusnya diperbolehkan untuk dikurangkan berdasarkan Undangundang Pajak Penghasilan Pasal 6 ayat (1) a dan Pasal 5 ayat (1) PMK 458, - bahwa pembayaran dari Pemohon Banding kepada Penjual merupakan biaya Pemohon Banding dalam mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan Blok B, dan merupakan hak Pemohon Banding berdasarkan Pasal 6 ayat 1(a) Undang-undang Pajak Penghasilan dan Pasal 5 ayat (1) PMK 458 dalam memperhitungkan pendapatan kena pajaknya, bahwa atas pendapat Pemohon Banding tentang "Uniformity Principle" tidak dapat menyangkal hak Pemohon Banding untuk melakukan pembebanan, Majelis berpendapat bahwa Uniformity Principle adalah biaya-biaya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak harus diartikan sama dengan biaya yang dihitung berdasarkan Kontak Bagi Hasil (yang diatur dalam Exhibit C), sehingga sesuai Exhibit C KPS, perjanjian pengalihan hak yang dibuat antara Pemohon Banding dengan Asamera bukan merupakan kegiatan yang termasuk dalam Kontrak Production Sharing, dengan demikian segala biaya yang timbul karenanya, tidak dapat dibebankan sebagai operating/recovery cost maupun sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak, 5) bahwa atas pendapat Pemohon Banding, meskipun pembayaran Asamera merupakan biaya yang dikurangkan, tidak ada kekurangan bagian Pemerintah Indonesia atas penghasilan dari kegiatan KBH Blok B, Terbanding berpendapat: - bahwa section VI 6.3 Kontrak Bagi Hasil mengatur bahwa atas sisa Minyak Mentah setelah dikurangi Frist Tranche Petroleum, kredit investasi dan biaya operasi, Pertamina berhak untuk mengambil 71,1538% dan Kontraktor berhak mengambil 28,8462%, - bahwa penentuan proporsi dalam Kontrak Production Sharing, kedua belah pihak sepakat dengan porsi 85:15, walaupun dalam Kontrak Production
Sharing tidak pernah disebutkan secara jelas angka 85:15 namun angka proporsi dalam KPS sebesar 71,1538% : 28,8462% adalah representasi sebenarnya dari proporsi 85:15, - bahwa pencantuman proporsi dalam KPS semata-mata untuk mengakomodasi tarif Pajak Penghasilan Badan yang diatur dalam Undang-undang domestik yang menjadi dasar penentuan perhitungan Pajak Penghasilan dalam kontrak KPS, - bahwa komposisi 85:15 tidak pernah berubah walaupun tax rate berubah sesuai Undang-undang yang dipergunakan oleh KPS, hal ini dapat terjadi karena proporsi sebagaimana tercantum Section VI 6.3 telah disesuaikan, - bahwa dengan dikurangkannya pembayaran acquisition cost atas Blok B (diluar cost recovery dan Kontrak Bagi Hasil) dengan sangat jelas akan mengurangi bagian Pemerintah Republik Indonesia yang berasal dari Pajak Penghasilan sehingga menjadi kurang dari 85%. bahwa atas pendapat Terbanding di atas Pemohon Banding berpendapat: - bahwa kedua pihak telah menyetujui proporsi 85:15 dalam KBH adalah tidak benar karena proporsi ini tidak disebutkan dalam KBH, - bahwa Terbanding tidak memperhitungkan pendapatan pajak yang dibayarkan oleh Penjual atas bagiannya dari hasil penjualan yang dipertahankan dari produksi Blok B kepada Pemerintah Indonesia, bahwa atas pendapat Pemohon Banding “meskipun Pembayaran Asamera merupakan biaya yang dikurangkan, tetap tidak ada kekurangan bagian Pemerintah Indonesia atas penghasilan dari kegiatan KBH Blok B” Majelis berpendapat walaupun dalam Kontrak Production Sharing tidak disebutkan secara jelas angka 85:15 namun angka proporsi dalam Kontrak Production Sharing sebesar 71,1538% : 28,8462% pada kontrak bagi hasil tahun 19982018 dan 34,0909% : 65,9091% pada kontrak 1968-1998 adalah representasi sebenarnya dari proporsi 85:15 dan jika pembayaran Asamera dikurangkan maka akan mengurangi bagian Pemerintah Republik Indonesia yang berasal dari Pajak Penghasilan sehingga menjadi kurang dari 85%. 6) bahwa atas S-74/PJ.33/1996 tanggal 15 April 1996 Pemohon Banding berpendapat: - bahwa surat tersebut meminta kepada Pemohon Banding untuk membetulkan Surat Pemberitahuan pajaknya untuk tahun 1991-1993, - bahwa Terbanding menagih pajak kepada Pemohon Banding yang terkait dengan pembayaran kepada Penjual tahun 1991-1993, kemudian Pemohon Banding membayar tagihan tersebut namun mengajukan banding, Surat Ketetapan Pajak tersebut dibatalkan sendiri oleh Terbanding dan Pengadilan Pajak membatalkan perkara tersebut dan memberikan pengembalian jumlah yang telah dibayarkan oleh Pemohon Banding, bahwa atas S-74/PJ.33/1996 tanggal 15 April 1996 Majelis berpendapat: - bahwa surat tersebut menegaskan Exhibit C perjanjian Kontrak Bagi Hasil menyatakan pengalihan wilayah blok B merupakan kegiatan di luar Kontrak Bagi Hasil dan oleh karena itu pembayaran kepada Penjual tersebut tidak dapat dibebankan baik sebagai biaya operasi (recovery cost) maupun untuk penghitungan pajak kontraktor Production Sharing dan meminta kepada Pemohon Banding untuk membetulkan Surat Pemberitahuan pajaknya untuk tahun 1991-1993, - bahwa Majelis berpendapat S-74/PJ.33/1996 tanggal 15 April 1996 telah sesuai dengan isi dari Kontrak Bagi Hasil yang sudah ditandatangani antara Pemohon Banding dengan Pemerintah Indonesia, bahwa Majelis berkesimpulan: - bahwa perjanjian Kontrak Production Sharing yang meliputi Blok B adalah perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemohon Banding tanpa melibatkan Asamera Oil Ltd,
- bahwa pembagian antara Pemerintah Indonesia dengan Pemohon Banding termasuk perpajakannya sudah diatur secara rinci dalam perjanjian Kontrak Production Sharing (85%:15% setelah pajak), - bahwa pembayaran Pemohon Banding kepada Asamera adalah kegiatan diluar perjanjian Kontrak Production Sharing dan jika pembayaran Asamera dibiayakan Pemohon Banding akan mempengaruhi perjanjian Kontrak Production Sharing. bahwa koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 26 Final sebesar Rp.9.733.006.400,00 atas Laba Usaha setelah dikurangi pajak, terkait dengan sengketa banding Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2004 yaitu koreksi atas Pengurang Penghasilan Bruto berupa pembayaran Royalty atau pembayaran imbalan kepada Asamera sebesar Rp.14.973.856.000,00. bahwa selanjutnya Majelis berpendapat oleh karena koreksi Terbanding atas pembayaran Asamera sudah sesuai dengan perjanjian Kontrak Production Sharing, maka koreksi Terbanding atas Pengurang Penghasilan Bruto Pajak Penghasilan Badan Tahun Pajak 2004 sebesar Rp 14.973.856.000,00 tetap dipertahankan, dengan demikian koreksi Dasar Pengenaan Pajak Pajak Penghasilan Pasal 26 Final sebesar Rp.9.733.006.400,00 atas Laba Usaha setelah dikurangi pajak, juga tetap dipertahankan. bahwa oleh karena hasil pemeriksaan dalam persidangan menolak banding Pemohon Banding, maka Majelis berketetapan untuk menggunakan kuasa Pasal 80 ayat (1) huruf a Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak untuk menolak banding Pemohon Banding sehingga perhitungan Pajak Penghasilan Pasal 26 Final Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2005 yang masih harus dibayar menjadi sebagai berikut: Pemohon (Rp)
Terbanding (Rp)
3.837.243.796.100,00
3.846.976.802.500,00
3.846.976.802.500,00
767.448.759.220,00 767.448.759.220,00
769.395.360.500,00 767.448.759.220,00
769.395.360.500,00 767.448.759.220,00
Pajak yang tidak/kurang bayar
0.00
1.946.601.280,00
1.946.601.280,00
Sanksi Administrasi: -Bunga Pasal 13 ayat (2) KUP
0.00
934.368.614,00
934.368.614,00
Jml PPh Pasal 26 yg masih hrs dibayar
0.00
2.880.969.894,00
2.880.969.894,00
Uraian Dasar Pengenaan Pajak PPh Pasal 26 yang terutang Kredit Pajak
Majelis (Rp)
Koreksi yang dikabulkan (Rp) 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00
Memperhatikan
: Surat Banding, Surat Uraian Banding, Surat Bantahan, hasil pemeriksaan dan pembuktian dalam persidangan serta kesimpulan Majelis tersebut a quo.
Mengingat
: 1. Undang-undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. 2. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undangundang Nomor 16 Tahun 2000. 3. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000. 4. Peraturan perundang-undangan lainnya serta peraturan hukum yang berlaku dan yang berkaitan dengan sengketa ini.
Memutuskan
: Menyatakan menolak banding Pemohon Banding atas Surat Keputusan Terbanding Nomor: KEP-612/WPJ.19/BD.05/2010 tanggal 22 November 2010, tentang keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Pasal 26 Final Masa Pajak Januari sampai dengan Desember 2004 Nomor: 00001/245/04/091/09 tanggal 7 Desember 2009.