BAB II DASAR TEORI
BAB II DASAR TEORI
2.1 Worldwide Interoperability for Microwave Access (WiMAX) WiMAX merupakan salah satu teknologi yang mampu memberikan layanan data dengan kecepatan sampai dengan 132 Mbps. Teknologi WiMAX ini menggunakan standart IEEE 802.16 dan 802.16a untuk layanan Fixed Wireless Access (FWA) serta IEEE 802.16e untuk layanan Mobile Wireless Access. WiMAX dengan standard IEEE 802.16 dan 802.16a digunakan untuk layanan Fixed Wireless Access. Standard IEEE 802.16 mampu memberikan kecepatan akses 32 Mbps sampai dengan 132 Mbps, dengan kecepatan seperti ini maka standard IEEE 802.16 dapat digunakan untuk hubungan antar backhaul yang bersifat line of sight (LOS), sedangkan standard IEEE 802.316a mampu memberikan kecepatan akses 17 Mbps sampai dengan 70 Mbps yang akan digunakan untuk link antar sel dalam satu cluster, serta hubungan Base Station sampai kesisi user.
2.2 FIXED WIRELESS ACCESS (FWA) Fixed Wireless Access menurut ITU didefenisikan sebagai aplikasi wireless access dimana lokasi dari end user termination dan network access point dihubungkan ke end user secara fixed. Pada dasarnya wireless local loop (WLL) memiliki kesamaan dengan Fixed Wireless Access (FWA) yaitu pada spektrum frekwensi
yang
diduduki.
Australian
Communication
authority
(ACA)
mendefenisikan Fixed Wireless Access (FWA) sebagai Wireless Local Loop (WLL). WLL merupakan local loop yang menghubungkan pelanggan dan local exchange dengan menggunakan link wireless. WLL didefenisikan sebagai koneksi radio enduser ke jaringan utama, baik berupa Public Switched Telephone Network (PSTN), Integrated Service Digital Network (ISDN), Internet atau local/wide area network. 2.2.1
Fixed Wireless Access Standard
¾ IEEE 802.16a Standard IEEE 802.16a memperluas range yang digunakan pada Fixed Wireless Access. Pada standard ini menggunakan range frekuensi 2-11 GHz Tugas Akhir
5
BAB II DASAR TEORI
untuk physical layernya. Physical layer 802.16a terdiri dari single carrier, Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM). Standard ini akan digunakan untuk membangun link Point to point yang bersifat Line of Sight (LOS) karena pada standard ini menggunakan teknik multiplexing OFDM yang tahan terhadap multipath dan delay spread sehingga akan mampu mengatasi masalah Non Line of Sight (NLOS). 2.3 Wireless Local Area Network (WLAN) Wireless Local Area Network (WLAN) merupakan teknologi nirkabel yang sekarang mulai banyak digunakan di Indonesia, teknologi ini selain murah dapat juga
digunakan sebagai pengganti media kabel. WLAN merupakan
teknologi akses dalam komunikasi data yang menggunakan gelombang UHF (Ultra High Frequency) sebagai media transmisinya
dan dengan modulasi
spread spectrum untuk menambah kapasitas bandwidth dari sinyal informasi yang dikirim. Teknologi spread spectrum terdiri dari Direct Sequences Spread Spectrum (DSSS) dan Frequency Hopping Spread Spectrum (FHSS). Teknologi WLAN memiliki 3 frekwensi kerja yaitu: 915 MHz, 2,4 GHz dan 5,8 GHz. Untuk WLAN pada frekuensi 2,4 GHz memiliki beberapa kanal (chanel) yang dapat digunakan yaitu sebanyak 11 chanel (standar USA dan Canada) dan 13 chanel (non-US), sebagai tambahan frekwensi 2467
untuk chanel 12 dan
frekuensi 2472 pada chanel 13 yang masing-masing kanal dipisahkan spasi sebesar 5 MHz. WLAN 2,4 GHz pada umumnya menggunakan modulasi DSSS yang memiliki bandwidth per chanel sebesar 22 MHz, sehingga pada perangkat WLAN 2,4 hanya terdapat 3 chanel yang tidak saling overlap (US dan Canada) dan 4 chanel pada perangkat non-US.
Tugas Akhir
6
BAB II DASAR TEORI
Tabel 2. 1 Kanal-Kanal pada Frekuensi 2,4 GHz (Onno.2001)
Channel
Channel
Channel
Channel
Channel
Channel
Frekuensi
Frekuensi
Frekuensi
Frekuensi
Frekuensi
ID
USA/Canada
Jepang
Eropa
Prancis
Spanyol
(MHz)
(MHz)
(MHz)
(MHz)
(MHz)
1
2412
-
2412
-
-
2
2417
-
2417
-
-
3
2422
-
2422
-
-
4
2427
-
2427
-
-
5
2432
-
2432
-
-
6
2437
-
2437
-
-
7
2442
-
2442
-
-
8
2447
-
2447
-
-
9
2452
-
2452
-
-
10
2457
-
2457
2457
2457
11
2462
-
2462
2462
2462
Untuk menghindari adanya interfernsi dalam perencanaan WLAN 2,4 GHz dan juga untuk mempermudah dalam penetuan letak kanal-kanal dalam suatu kluster, maka dapat dilihat pada table 2.2 yang memuat frekwensi dari yang terendah sampai yang tertinggi pada masing-masing kanal sebesar 22 MHz.
Tugas Akhir
7
BAB II DASAR TEORI
Tabel 2.2 Alokasi frekwensi tiap-tiap kanal (22 MHz) Channel
Channel Frekwensi
Alokasi Frekwensi tiap pancar (MHz)
ID(t)
F(t) MHz
f(t) – 11 MHz
f(t) + 11 MHz
1
2412
2401
2423
2
2417
2406
2428
3
2422
2411
2433
4
2427
2416
2438
5
2432
2421
2443
6
2437
2426
2448
7
2442
2431
2453
8
2447
2436
2458
9
2452
2441
2463
10
2457
2446
2468
11
2462
2451
2473
12
2467
2456
2478
13
2472
2461
2483
Selain interferensi antar kanal maka yang perlu diperhatikan adalah pemakaian maksimum daya pancar EIRP (Effective Isotropically Radiated Power) dari perangkat WLAN 2,4 GHz yang digunakan yaitu sebesar 1 watt (30 dBm) untuk hubungan point to multi point, sesuai denga keputusan mentri perhubungan tentang penggunaan ISM (Industrial, scientific and medical) untuk keperluan komunikasi data. 2.3.1
Standar IEEE 802.11 Standar IEEE 802.11 mengkhususkan untuk pengembangan teknologi lapisan
fisik dan link Wireless Local Area Network (WLAN) yaitu lapisan 1 dan lapisan 2 (standar 7 lapisan / layers dari International Open Systems). Adapun pada standar 802.11 terdapat enam buah standar yang ada (Humala, 2003), yaitu: a. 802.11a Wireless LAN yang beroperasi pada frekuensi 5 GHz dengan menggunakan teknologi OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplex). b. 802.11b Tugas Akhir
8
BAB II DASAR TEORI
DSSS (Direct Squences Spread Spectrum) pada lapisan fisik dengan transfer data 5.5 sampai 11 Mbps pada 2,4 GHz. c. 802.11e Pengembangan aplikasi LAN dengan Quality of Services (QoS), keamanan dan autentifikasi untuk aplikasi seperti streaming media dan konferensi video. d. 802.11f Rekomendasi praktis untuk multi-vendor access point interoperability melalui inter-access point protocol access distribution system support. e. 802.11g Standar untuk penggunaaan DSSS dengan transfer 20 Mbps dan OFDM 54 Mbps, standar ini backward compatible dengan 802.11b dan bisa dikembangkan sampai lebih 20 Mbps. 2.4 Konsep sel Sel adalah istilah untuk menunjuk daerah cakupan sinyal, idealnya dengan antena omnidirectional, sel akan berbentuk lingkaran, tetapai faktanya belum tentu, ini akan bergantung pada kondisi propagasi pada lingkungan cakupannya. Dalam perencanaan perhitungan luas wilayah cakupan, daerah overlap di sekeliling lingkaran dihilangkan dan diganti dengan garis lurus ditengah-tengah antara
kedua
perpotongannya,
sehingga
dalam
pemodelanya,
bentuk
sel
menggunakan hexagonal. Tabel 2.3 persamaan luas sel Tipe sel
Luas sel
Lingkaran
πR 2
Hexagonal
2,598R 2
2.4.1 Frequency reuse Frequency reuse didefinisikan sebagai menggunakan kembali frekwensi yang sama pada area yang berada diluar jangkauan interferensi yang mungkin timbul karena adanya pengulangan frekwensi. Adanya konsep frequency reuse ini dapat meningkatkan kapasitas sel serta dapat mengurangi adanya co-channel interference. Pada kondisi kasus terburuk, perbandinganantara daya carrier terhadap daya Tugas Akhir
9
BAB II DASAR TEORI
interfernsi (C/I = carrier to interference ratio) harus tetap lebih besar atau sama dengan C/I minimum yang dipersyaratkan sisten yang akan kita bangun. Berdasarkan standart IEEE 802.11b maka besarnya C/I yang dipersyaratkan adalah 18 dB. Akan tetapi jika berdasarkan pada alokasi tiap kanal pada WLAN 2,4 GHZ maka hanya ada 3 kanal yang tidak saling menginterferensi yaitu kanal 1,6,dan 11 maka lebih baik jika kita menggunakan frekwensi reuse 3 dengan demikian maka jumlah sel per kluster adalah 3. 2.4.2
Sektorisasi Sektorisasi adalah pengarahan arah radiasi energi (daya pancar) untuk
menjangkau wilayah cakupan. Sektorisasi ini bertujuan untuk peningkatan kapasitas trafik (sectorization gain) Kondisi sektorisasi yaitu ketika antena BTS mengarahkan radiasi (daya pancar) kearah tertentu. Pada sistem sektorisasi, dikenal beberapa jenis sektorisasi, yaitu: a. Sektorisasi 120° (3 sektor) Pada kasus ini setiap sel dibagi dalam 3 sektor dan menggunakan 3 antena directional, dimana masing-masing sektor menggunakan satu frekuensi yang berbeda b. Sektorisasi 60° (6 sektor) Pada kasus ini setiap sel dibagi dalam 6 sektor dan menggunakan 6 antena directional, dimana masing-masing sektor menggunakan susunan frekuensi yang berbeda. 2.5 Site planning Site planning adalah merencanakan jalur sistem komunikasi secara keseluruhan, dalam artian dari pemancar sampai penerima dengan membagi link radio dan merencanakan jumlah serta letak tiap-tiap repeater yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan dimana link akan dibangun. Mementukan letak menara antena pada setiap hop dengan memperhitungkan data path profile untuk setiap hop. Dalam menentukan tinggi menara agar sistem line of sight (LOS) , yang harus diperhatikan adalah mengenai faktor kelengkungan bumi, dimana bisanya k=
4 serta 3
harus mengikuti kaedah LOS seperti gambar 1.1, Tugas Akhir
10
BAB II DASAR TEORI
Gambar 2.1 Site Planning
dimana tinggi koreksi antena h corrected =
0,079 xd1 xd 2 ...........................................................................................(2.1) k
nxd1 xd 2 …………………………………………..(2.2) fxd dimana clearance = 0,6F + h corrected ........................................................................(2.3) maka tinggi obstacle maksimum agar sistem LOS, h 3 = h obstacle + clearance .…(2.4)
jari-jari freshnel 1, F1 = 17,3
2.6 Perhitungan Link Budget
Untuk mendapatkan sistem komunikasi yang baik, yang perlu dilakukan adalah melakukan perhitungan link (link budget) dari sistem tersebut. Dalam perhitungan link ada beberapa parameter yang perlu diperhatikan diantaranya : perhitungan loss (redaman-redaman), perhitungan EIRP (Equivalent Isotropic Radiated Power), Perhitungan RSL (Receive Signal Level), perhitungan fade margin dan kualitas transmisi. 2.6.1 Perhitungan Loss (Redaman-Redaman)
Dalam suatu perencanaan sistem komunikasi perlu diperhatikan redaman yang terjadi di sepanjang lintasan sehingga daya sinyal yang sampai ke penerima dapat dipenuhi sesuai dengan daya yang dipancarkan. Adapun beberapa redaman yang perlu diperhatikan antara lain : redaman propagasi, rugi-rugi konektor dan saluran transmisi. Pada redaman propagasi akan digunakan model free space loss (FSL).
Tugas Akhir
11
BAB II DASAR TEORI
2.6.1.1 Standart IEEE 802.16a
Propagasi gelombang radio diatas 1 GHz yang melalui atmosfer tidak hanya melibatkan free space loss tetapi juga beberapa factor penting lainnya, antara lain: 1) kontribusi gas pad atmosfer homogen akibat mekanisme polarisasi resonan dan non resonan, 2) Kontribusi ketidak homogenan atmosfer, dan kontribusi akibat hujan, kabut, debu, asap dan partikel garam di udara. Pada point pertama, hubungan antara propagasi gelombang melalui atmosfer dibawah pengaruh beberapa resonan molecular, seperti uap air (H2O) yang sangat dominant pada frekwensi 22 GHz dan 183 GHz, sedangkan pengaruh oksigen (O2) dominant pada frekwensi 60 GHz dan 119 GHz. Sistem WiMAX dengan standart IEEE 802.16a menggunakan frekwensi 5,8 GHz sehingga pengruh O2 dan H2O dapat diabaikan, jenis gas-gas yang lain seperti N2O, S2O, O3, NO2 dan NH3 tetapi kepadatan di atmosfer kecil, maka pengaruhnya dapat diabaikan. Dengan demikian pada standart IEEE 802.16a dengan frekwensi 5,8 GHz redaman yang turut berpengaruh pada perhitungan link budged adalah redaman hujan dan pengaruh loss pada site hasil perencanaan dengan menggunakan model free space loss (Lfs) dengan penjelasan sebagi berikut: 3.6.1.1a Redaman Hujan (precipitation attenuation)
Curah hujan dapat menyebabkan degradasi pada jarak sistem WiMAX. Panjang gelombang pada frekwensi 5,8 GHz akan sama dengan butir-butir air hujan sehingga redaman dapat terjadi.Gelombang radio dengan frekwensi diatas 4 GHz akan mengalami redaman karena daya sinyal oleh air hujan akan mengalami penyerapan oleh air hujan, hal ini disebut redaman hujan (precipitation attenuation). Curah hujan dapat menyebabkan depolarisasi dan mengurangi level sinyal yang diinginkan dan interferensi. Redaman hujan dapat mempengaruhi perencanaan link transmisi. Biasanya daerah cakupan hujan terbatas dan tidak seluruh daerah yang terkena hujan memiliki curah hujan yang rata atau sama. Hal ini dapat dimodelkan dengan menggunakan nilai faktor reduksi (r)yang akan menentukan panjang jejak efektif (Leff) yang terkena hujan.
Tugas Akhir
12
BAB II DASAR TEORI
r=
1 …………………………………………………………(2.5) 1 + (0,045 xL)
Dimana: L merupakan jarak jejak yang sebenarnya Salah satu model pengukuran redaman hujan yang paling diterima adalah menggunakan persamaan empiris, formulasinya adalah:
A = axR b (dB/Km)………………………………………………………..(2.6) Parameter a dan b merupakan fungsi dari frekwensi, temperature hujan, dan polarisasi. Jenis polarisasi yang digunakan adalah polarisasi vertical dan horizontal. Nilai a dan b yang tertera hanya berlaku untuk curah hujan dengan prosentase hujan 0,01%. Nilai curah hujan dapat diukur di daerah lokal dimana pengukuran akan dilakukan, akan tetapi apabila hal tersebut tidak dapat dilakukan maka dapat diperkirakan nilainya dengan melihat peta yang telah dibagi 14 derah hujan. Jarak daerah hujan tidak selalu sama, maka dapat disimpulkan suatu nilai yang menyatakan nilai redaman efektif yang merupakan redaman yang dihasilkan pada jarak tersebut dengan rumus Aeff = A x L x r (dB)……………………………………………………...(2.7) Indonesia terlatak di daerah hujan P, nilai curaj hujan yang dikeluarkan oleh CCIR adalah R = 145 mm/hr. 2.6.1.1b Redaman Ruang Bebas (Free Space Loss)
Redaman ruang bebas didefinisikan sebagai yang terjadi pada ruang bebas di antara dua buah antena isotropis (pemancar dan penerima) dimana pengaruh dari difraksi, refraksi, refleksi, absorbsi maupun bloking dianggap tidak ada. Besarnya redaman ruang bebas secara matematis dapat dihitung dengan rumus : Lfs =
Pt .........................................................................................................(2.8) Pr
Besarnya rapat daya F pada tempat-tempat yang berjarak d dari antena isotropis dengan daya pemancar Pt adalah : F=
Pt ...................................................................................................(2.9) 4.π .d 2
Tugas Akhir
13
BAB II DASAR TEORI
Jika luas tangkap (aperture) antena isotropis adalah
λ2 , dimana λ adalah 4.π
panjang gelombang sinyal, maka besarnya daya yang ditangkap oleh antena penerima adalah :
λ2 Pr = F. 4.π Pt λ2 = 4.π .d 2 4.π
λ ⎞ .......................................................................................(2.10) = Pt ⎛⎜ ⎟ ⎝ 4.π .d ⎠ Jadi besarnya redaman ruang bebas adalah : Lfs = =
Pt Pr
Pt ⎛ λ ⎞ Pt ⎜ ⎟ ⎝ 4.π .d ⎠
⎛ 4.π .d ⎞ =⎜ ⎟ ⎝ λ ⎠
2
2
Karena λ = c/f dengan c adalah cepat rambat gelombang cahaya di ruang hampa (3x108 m/dt), maka besarnya redaman ruang bebas menjadi : Lfs = 10 log
4.π .d . f λ.c
Lfs = 20 log
4.π + 20 log d + 20 log f c
= 32,5 + 20 log d + 20 log f ...............................................................(2.11) dimana : Lfs = redaman ruang bebas (dB) d
= jarak antara antena pemancar ke antena penerima (km)
f
= frekuensi (MHz)
Tugas Akhir
14
BAB II DASAR TEORI
2.6.2
EIRP (Equivalent Isotropic Radiated Power)
EIRP merupakan besaran yang menyatakan kekuatan daya pancar dari suatu antena di bumi. Atau dapat dikatakan EIRP itu merupakan perkalian antara daya RF dengan gain suatu antena. Dimana EIRP dapat dihitung dengan rumus berikut : EIRP = RSL + Lpath - GRX + (LKT + LCT)……………………………..(2.12) Keterangan : EIRP = Daya pancar (dBW) GRX
= Gain antena (dB)
Lpath = Redaman lintasan
2.6.3
LKT
= Redaman feeder transmitter (kabel)
LCT
= Redaman branching transmitter (konektor)
RSL (Receive Signal Level)
Receive Signal Level merupakan level daya yang terjadi pada receiver.
Persamaan dari receive signal level adalah : RSL = PTX + GTX – (LKT + LCT) – Lpath + GRX – (LCR + LKR)………….(1.13) Dimana : PTX = daya transmitter GTX = gain antena transmitter LKT = loss kabel transmitter LCT = loss konektor transmitter Lpath= redaman lintasan propagasi GRX = gain antena penerima LCR = loss konektor receiver LKR = loss kabel receiver Redaman propagasi disesuaikan dengan standart yang digunakan. Sedangkan untuk perhitungan RSL pada Standart IEEE 802.16a dengan adanya penambahan redaman hujan atau precipitation attenuation karena frekwensi kerja standart tersebut cukup tinggi sehingga pengaruh redaman harus diperhatikan, sedangkan WLAN redaman hujan dapat diabaikan.
Tugas Akhir
15
BAB II DASAR TEORI
2.6.4
Fade Margin
Fade margin adalah perbedaan antara besarnya sinyal pada receiver (RSL)
dengan sinyal minimum yang ditentukan oleh suatu perangkat. Kondisi fade margin yang baik adalah lebih besar dari 10dB. Besarnya fade margin dapat dihitung dengan persamaan : Fade margin = RSL – Receiver threshold ……………………………...(2.14) 2.6.5
Kualitas Transmisi
Ukuran dari kualitas layanan pada sisi penerima untuk sistem digital adalah BER (Bit Error Rate). BER menunjukkan perbandingan kesalahan bit dengan keseluruhan bit pada penerima. Jika BER tidak memenuhi standar minimum maka kualitas yang diterima akan sangat tidak baik. Untuk menentukan Eb/No dapat dihitung dengan menggunakan grafik yang menghubungkan antara BER yang disyaratkan dengan jenis modulasi yang digunakan ⎛ Eb ⎞ ⎛ Eb ⎞ =⎜ − Codinggain + IM …………………………………..(2.15) ⎜ ⎟ ⎟ ⎝ No ⎠ coding ⎝ No ⎠ noncoding C ⎛ Eb ⎞ ⎛ ⎛ m ⎞⎞ =⎜ ⎟ + ⎜⎜10 log⎜ ⎟ ⎟⎟ …………………………………………………...(2.16) N ⎝ No ⎠ ⎝ ⎝1+ α ⎠⎠ Dimana: m : level modulasi yang digunakan α : roll of faktor Dalam penentuan kualitas transmisi maka yang harus kita perhatikan adalah Receive Signal Level (RSL) hasil perancangan harus lebih besar daripada sensitifitas
perangkat yang kita gunakan. Untuk penentuan daya pancar Transmitter dapat dugunakan PT =
C - GT - GR -204 + LTX + LRX + Lfs + Lhujan + NF + 10 log (BW) + FM….(2.17) N
Dan untuk menentukan RSL hasil perancangan maka digunakan RSL RANCANG = PT + GT + GR – Lfs –Lhujan – LTX - LRX ………………………...(2.18)
Tugas Akhir
16