BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kondiloma Akuminata 2.1.1.
Definisi Kondiloma akuminata (KA) merupakan infeksi menular seksual yang
disebabkan oleh Human Papillomavirus (HPV) tipe tertentu dengan kelainan berupa fibroepitelioma pada kulit dan mukosa.1 2.1.2.
Epidemiologi Prevalensi infeksi HPV semakin meningkat dalam 35 tahun terakhir.
Fenomena ini seringkali dianggap berhubungan dengan usia kontak seksual pertama kali yang semakin muda, dan semakin banyak jumlah pasangan seksual. Hampir separuh infeksi baru HPV terjadi pada kaum muda berusia antara 15-24 tahun. Prevalensi infeksi HPV bervariasi, sebagian besar terjadi dalam beberapa tahun pertama awitan aktivitas seksual dan umumnya bersifat sementara atau transient. Data populasi memperkirakan bahwa insidens infeksi HPV, termasuk tipe risiko rendah, akan berkurang seiring dengan meningkatnya usia. Dengan demikian temuan infeksi HPV pada perempuan berusia tua lebih merupakan infeksi persisten, sedangkan temuan HPV pada kelompok perempuan yang lebih muda seringkali menunjukkan infeksi yang baru didapat dan kemungkinan berupa infeksi transient.10 Di Indonesia, dari data yang diambil dari beberapa RS bervariasi, di IMS rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, kutil kelamin menduduki peringkat
Universitas Sumatera Utara
pertama kasus baru IMS pada periode 2008-2011 dengan angka kejadian berkisar antara 20,5% sampai 26% dari seluruh IMS.10 Di poliklinik kulit dan kelamin RSUP Prof. DR.R.D. Kandou Manado periode Januari 2012-Desember 2012 terdapat 27 kasus baru KA (2,46%).11 Di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2009 didapatkan IMS yang paling sering adalah KA yaitu sebanyak 29,9%.12 Sedangkan pada periode Januari 2008- Desember 2011 tercacat 76 kasus KA.
13
Pada tahun 2012, di RSU dr.
Pirngadi Medan ada 6 kasus KA (8,6%) dari 70 kasus IMS.14 Di RSUD dr. Soetomo Surabaya, angka kesakitan KA tahun 2006 adalah 1,7% dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 1,9%. 15 2.1.3. Transmisi Cara penularan KA adalah kontak langsung, seperti melalui hubungan seksual. Anak-anak juga dapat mendapat virus melalu kontak intrapartum dengan genitalia ibu yang terinfeksi.26 Penularan infeksi HPV dibagi menjadi dua, transmisi seksual dan nonseksual.4 a. Transmisi seksual Human papillomavirus genital ditularkan secara primer melalui kontak seksual. Transmisi seksual infeksi HPV yang dibuktikan secara klinis tercatat pada tahun 1954 yang dilaporkan oleh Barrett et al. Infeksi HPV yang terdeteksi pada wanita yang tidak melakukan hubungan vaginal telah dikaitkan dengan laporan kontak kulit ke kulit genital, mengindikasikan bahwa HPV dapat ditularkan melalui kontak seksual nonpenetrasi.4
Universitas Sumatera Utara
b. Transmisi nonseksual Pada studi pria dan wanita dengan kutil genital, 27% subjek memiliki tipe Human papillomavirus Deoxyribonucleic Acid (HPV DNA) yang sama yang terdeteksi pada sampel genital dan sampel finger brush. Transmisi melalui darah belum pernah dilaporkan. Meskipun jarang, transmisi perinatal dapat terjadi. Minoritas kecil bayi yang lahir dari ibu yang terinfeksi kutil genital selama kehamilan mengembangkan papillomatosis laring, dan transmisi perinatal tampaknya berperan paa kasus kondilomata yang berkembang selama awal kehidupan.4 2.1.4. Faktor risiko Studi sebelumnya telah menunjukkan hubungan yang kuat dan konsisten antara peningkatan jumlah pasangan seks baru dan terdahulu dengan meningkatnya kemungkinan HPV DNA yang tereteksi pada spesimen traktus genital. Sirkumsisi pria telah diteliti sebagai faktor risiko untuk infeksi HPV baik pada pria maupun wanita, dengan hasil yang bertentangan. Beberapa penelitian telah melaporkan prevalensi HPV yang lebih rendah signifikan pada pria yang disirkumsisi dibandingkan pria yang tidak disirkumsisi, sementara studi lain melaporkan tidak ada hubungan yang signifikan. Beberapa studi menyatakan status sirkumsisi pasangan seks pria tidak berhubungan dengan resiko wanita mendapat HPV, namun pada studi kasus kontrol telah melaporkan bahwa pasangan laki-laki pada wanita dengan kanker serviks lebih sedikit yang disirkumsisi dibandingkan kontrol. Kontrasepsi hormonal telah dikaitkan dengan kondiloma akuminata. Laporan anekdot menunjukkan bahwa selama kehamilan, ketika kadar estrogen dan progesteron tinggi, KA meningkat ukurannya pada beberapa wanita. Beberapa studi menunjukkan tingginya prevalensi
Universitas Sumatera Utara
HPV pada wanita hamil dibandingkan pada wanita tidak hamil dan berkurangnya prevalensi post partum.4 2.1.5. Etiologi dan patogenesis Dari seluruh kasus kutil anogenital, 90% disebabkan oleh HPV nononkogenik, yaitu tipe 6 dan 11. HPV tipe 16, 18, 31, 33, an 35 juga kadang ditemukan pada kutil anogenital (biasanya ko-infeksi dengan HPV 6 atau 11) dan dapat berhubungan dengan foci of high-grade squamous intraepithelial lesions (HSIL), terutama pada pasien dengan infeksi HIV.30 Berdasarkan kemungkinan terjadinya displasia epitel dan keganasan maka HPV dibagi menjadi HPV yang mempunyai resiko rendah (low risk) dan HPV yang mempunyai resiko tinggi (high risk). Human papillomavirus tipe low risk seperti HPV tipe 6, 11, 42, 43, 44, 54, 61, 70, 72 dan 81 cenderung menyebabkan tumor jinak seperti veruka dan kondiloma akuminata. Sedangkan tipe high risk cenderung menyebabkan tumor ganas anogenital seperti kanker serviks, vulva, vagina, anus dan penis, dimana HPV tipe 16 dan 18 sering ditemukan pada displasia derajat tinggi dan keganasan.1,7,31 Infeksi diawali dengan virus yang masuk ke dalam sel melalui proses mikroabrasi jaringan permukaan epitel, sehingga memungkinkan sel masuk hingga ke lapisan basal. Keratinosit merupakan target sel pada infeksi HPV dan ekspresi gen HPV ini tergantung pada program diferensiasi keratinosit.32 Sel basal terus membelah, bermigrasi mengisi sel bagian atas, berdiferensiasi dan mensintesis keratin. Protein virus pada infeksi HPV mengambil alih perkembangan siklus sel dan mengikuti diferensiasi sel. Saat ini masih kontroversi bagaimana mekanisme HPV masuk kedalam sel, sebagian bukti menunjukkan bahwa virus masuk ke dalam sel melalui
Universitas Sumatera Utara
reseptor α6-integrin dan heparan sulfat serta laminin-5 dan kemudian terjadi internalisasi virion di dalam sel melalui klatrin atau kaveola.10,31,33 Mekanisme masuknya virion dan proses masuk ke dalam inti masih belum diketahui dengan pasti. Diduga, ujung N (amino) L2 terpotong di dalam kompartemen endosom melalui protease selular, furin, dan berikutnya melepaskan kompleks genom L2 ke dalam sitosol. Genom L2 kemudian bertranslokasi ke dalam nukleus. Setelah berada dalam inti, maka kaskade ekspresi gen virus terus terjadi dan memproses kopi deoxyribonucleic acid (DNA) virus dalam jumlah tertentu di setiap sel yang terinfeksi.10 Genom virus bermigrasi ke dalam inti dalam bentuk episom dan terjadi aktivasi early HPV promoter. Sintesis virus DNA terjadi di dalam sel yang terinfeksi dengan kopi episom berkisar antara 50-100 genom setiap sel. Setelah sel basal membelah, episom HPV mengalami replikasi dan didistribusikan di antara sel daughter. Virus akan mengikuti perjalanan sel dengan melakukan diferensiasi dan tetap aktif. Saat sel yang mengandung HPV berdiferensiasi, late promoter teraktivasi dan membentuk produk late gen, terbentuk kapsid dan virion baru (Gambar 1). Replikasi HPV tergantung dari proses sel pejamu (host). Sintesis DNA virus tetap berlangsung di seluruh lapisan atas epidermis.10
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Proses masuknya virus ke sel epidermis Dikutip dari kepustakaan 34 sesuai aslinya
Gambar 2.2 Siklus hidup papilomovirus Dikutip dari kepustakaan 35 sesuai aslinya
Universitas Sumatera Utara
2.1.6. Gambaran klinis Kondiloma akuminata terdiri dari papul atau nodul epidermal dan dermal pada perineum, genitalia, lipatan paha, dan anus. Ukurannya bervariasi dan dapat membentuk massa yang besar, eksofitik dan menyerupai kembang kol (cauliflowerlike), terutama pada daerah yang lembab dari perineum. Kutil dapat meluas secara internal ke vagina, uretra dan epitelium perirektal.36 Kutil anogenital biasanya asimtomatik, tetapi tergantung pada ukuran dan lokasi anatomik, dapat juga muncul rasa nyeri ataupun gatal.30 Untuk kepentingan klinis makan KA dibagi dalam 3 bentuk, yaitu:1,4 1. Bentuk akuminata Terutama dijumpai pada daerah lipatan dan lembab. Terlihat vegetasi bertangkai dengan permukaan yang berjonjot-jonjot seperti jari. Beberapa kutil dapat bersatu membentuk lesi yang lebih besar sehingga tampak seperti kembang kol. Lesi yang besar ini sering dijumpai pada wanita yang mengalami fluor albus dan pada wanita hamil, atau pada keadaan imunitas terganggu. 2. Bentuk papul Lesi bentuk papul biasanya didapati di daerah dengan keratinisasi sempurna, seperti batang penis, vulva bagian lateral, daerah perianal dan perineum. Kelainan berupa papul dengan permukaan yang halus dan licin, multipel dan tersebar secara diskret.
Universitas Sumatera Utara
3. Bentuk datar Secara klinis, lesi bentuk ini terlihat sebagai makula atau bahkan sama sekali tidak tampak dengan mata telanjang (infeksi subklinis), dan baru terlihat setelah dilakukan tes asam asetat. 4. Bentuk keratotik Bentuk ini memiliki tampilan seperti krusta tebal, dapat tampak seperti kutil biasa atau keratosis seboroik. Selain bentuk klinis diatas, dijumpai pula bentuk klinis lain yang telah diketahui berhubungan dengan keganasan pada genitalia, yaitu:1,4 1. Giant condyloma Buschke-Lowenstein Bentuk ini diklasifikasikan sebagai karsinoma sel skuamosa dengan keganasan derajat rendah. Hubungan KA dengan giant condyloma diketahui dengan ditemukannya HPV tipe 6 dan tipe 11. Lokasi lesi yang paling sering adalah pada penis dan kadang-kadang vulva dan anus. Klinis tampak sebagai kondiloma yang besar, bersifat invasif lokal dan tidak bermetastasis. Secara histologis giant condyloma tidak berbeda dengan kondiloma akuminata. Giant condyloma ini umumnya refrakter terhadap pengobatan 2. Papulosis Bowenoid Secara klinis berupa papul likenoid berwarna coklat kemerahan dan dapat berkonfluens menjadi plakat. Ada pula lesi yang berbentuk makula eritematosa dan lesi yang mirip leukoplakia atau lesi subklinis. Umumnya lesi multipel dan kadangkadang berpigmentasi. Berbeda dengan KA, permukaan lesi papulosis Bowenoid
Universitas Sumatera Utara
biasanya halus atau hanya sedikit papilomatosa. Papulosis Bowenoid secara histologis adalah lesi intraepitel skuamosa derajat tinggi atau sebuah karsinoma in situ.
Gambar 2.3. Kondiloma akuminata bentuk akuminata. Dikutip sesuai kepustakaan no. 4 sesuai aslinya.
Gambar 2.4. Kondiloma akuminata bentuk keratotik. Dikutip sesuai kepustakaan no. 4 sesuai aslinya.
Gambar 2.5. Kondiloma akuminata bentuk papular. Dikutip sesuai kepustakaan no. 4 sesuai aslinya.
Gambar 2.6. Kondiloma akuminata bentuk datar. Dikutip sesuai kepustakaan no. 4 sesuai aslinya.
2.1.7. Diagnosis banding Diagnosis banding untuk kutil kelamin meliputi lesi struktur anatomik papular seperti skin tag (acrochordons), pearly penile papules, vestibular papillae, sebaceous (Tyson’s) glans, melanocytic nevi, dan lesi papular didapat meliputi moluskum
Universitas Sumatera Utara
kontangiosum, Crohn’s disease, keratosis seboroik, liken planus, liken nidus dan kondiloma latum.4 Untuk lesi makular ataupun datar, diagnosis banding meliputi psoriasis, dermatitis seboroik, circinate balanitis of Reiter’s syndrome, penyakit Bowen, erythroplasia of Queyrat pada glans penis, dan kanker sel skuamosa terkait HPV.4 2.1.8. Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan terutama untuk lesi yang meragukan: 1. Tes asam asetat Pemberian larutan asam asetat 3-5% pada lesi infeksi HPV akan menimbulkan perubahan warna lesi menjadi putih. Pemeriksaan ini tidak spesifik bagi infeksi HPV, serta spesifisitas dan sensitivitasnya untuk skrining belum dapat ditentukan. Penggunaan rutin pemeriksaan dengan asam asetat untuk skrining mendeteksi infeksi HPV tidak dianjurkan, namun beberapa klinisi yang berpengalaman dalam tatalaksana KA berpendapat bahwa tes asam asetat ini berguna untuk mendeteksi KA tipe datar (flat).10 2. Kolposkopi Kolposkopi merupakan tindakan yang rutin dilakukan di bagian kebidanan, namun belum digunakan secara luas di bagian penyakit kulit. Pemeriksaan ini terutama berguna untuk melihat lesi KA subklinis, dan kadang-kadang dilakukan bersama dengan tes asam asetat.1 3. Pemeriksaan histopatologi Biopsi tidak direkomendasikan sebagai pemeriksaan rutin pada KA. Indikasi biopsi pada KA adalah tampilan lesi yang atipikal, lesi yang resisten terhadap terapi,
Universitas Sumatera Utara
dan kecurigaan perubahan neoplastik, ditandai dengan pigmentasi, pertumbuhan cepat, fiksasi terhadap struktur dibawahnya, perdarahan dan ulserasi spontan. Indikasi lain adalah pasien imunokompromais, usia lebih dari 40 tahun, dan lesi KA pada serviks.10 Secara mikroskopis, lesi KA ditandai dengan koilosit, yaitu keratinosit berukuran besar dengan area halo/vakuolisasi perinuklear. Sel dengan inti hiperkromatik
juga
dapat
ditemukan.
Pada
epidermis
terdapat
akantosis,
parakeratosis, dan rete ridge memanjang. Pada stratum basalis dapat ditemukan peningkatan aktivitas mitosis. Pada dermis dapat ditemukan papilomatosis dan sebukan sel radang kronik.10 4. Dermoskopi Penggunaan dermoskop pada KA semakin banyak dilaporkan. Pemeriksaan dermoskopi bermanfaat untuk mendiagnosis KA, bahkan pada lesi awal; dan membantu membedakan KA dengan lesi liken planus, keratosis seboroik, papulosis bowenoid. Gambaran dermoskopi lesi KA berupa gambaran pola vaskular dan temuan yang karakteristik, yaitu: pola mosaik pada lesi awal yang masih datar dan pola menyerupai tombol (knoblike), serta menyerupai jari (fingerlike) pada lesi yang papilomatosa. Pemeriksaan dermoskopi merupakan pemeriksaan noninvasif yang relatif nyaman bagi pasien. Keterbatasan penggunaannya pada KA, terutama terkait higiene. Pemeriksaan dilakukan pada area genitalia dan terdapat kemungkinan transmisi virus melalui kontak lensa dermoskopi. Teknik asepsis antisepsis yang adekuat diperlukan untuk mencegah transmisi.10
Universitas Sumatera Utara
2.1.9. Penatalaksanaan Tujuan pengobatan adalah menghilangkan kutil dan gejala, jika ada. Tampilan kutil juga dapat menyebabkan distress psikososial, dan penghilangan dapat memperbaiki tampilan kosmetik. Pada kebanyakan pasien, pengobatan menghasilkan resolusi kutil. Jika tidak diobati, KA dapat membaik secara spontan, atau meningkat jumlah dan ukurannya. Karena kutil kemungkinan dapat membaik secara spontan dalam 1 tahun, merupakan alternatif bagi beberapa orang untuk dilakukan terapi atau menunggu resolusi spontan. Terapi yang tersedia untuk KA mungkin mengurangi, tetapi tidak mengeradikasi infeksi HPV.30 Pengobatan KA ditentukan oleh ukuran, jumlah, dan lokasi kutil,; pilihan pasien; biaya pengobatan; kenyamanan; efek samping dan pengalaman klinisi. Tidak ada bukti definitif yang menunjukkan bahwa terapi yang direkomendasikan lebih baik dibandingkan yang lain, dan tidak ada terapi tunggal yang ideal untuk seluruh pasien atau seluruh kutil.30 Berdasarkan cara kerja terdapat 3 kategori pengobatan KA: - Antimetabolik: podofilin, podofilotoksin, 5-fluorourasil (5-FU) - Imunostimulator: imuquimod dan interferon alpha - Sitodestruksi: bedah eksisi, bedah listrik, bedah beku, laser CO2, asam trikloroasetat (TCA) dan asam bikloroasetat (BCA) Podofilin Podofilin resin bekerja sebagai antimitotik yang menginduksi nekrosis jaringan, sebagaimana podofilotoksin yang merupakan ekstrak bahan aktif utama podofilin resin.10,37 Podofilin mengandung flavenoid mutagen, quercetin, dan
Universitas Sumatera Utara
kamferol, yang secara epidemiologi berisfat karsinogen. Kehamilan merupakan kontraindikasi sediaan ini. Penggunaan kontrasepsi direkomendasikan pada wanita usia reproduktif. Sediaan ini merupakan salah satu terapi tertua KA. Sediaan berupa larutan podofilin dengan konsentrasi 10-25%. Penggunaan maksimal pada satu sesi terapi adalah luas area 10 cm2 atau jumlah total podofilin kurang dari 0,5 ml. Hal ini terkait dengan risiko absorpsi dan toksisitas sistemik. Meski sangat jarang, efek samping berupa supresi sumsum tulang, gangguan neurologi, halusinasi, psikosis, mual, muntah, diare, gangguan fungsi hati, dan nyeri akut abdomen pernah dilaporkan.10,37 Podofilotoksin10 Podofilotoksin merupakan hasil purifikasi ekstrak bahan aktif podophyllum resin. Cara kerjanya adalah sebagai antimitotik melalui hambatan polimerisasi tubulin menjadi mikrotubulus, sehingga pembelahan sel terhenti pada metafase dan induksi nekrosis jaringan lokal. Indikasi penggunaannya adalah lesi KA pada area anogenital eksterna. Kontraindikasi adalah penggunaan pada area vagina, uretra, serviks, dan kehamilan. Penggunaan kontrasepsi direkomendasikan pada wanita usia reproduktif. Bentuk sediaan obat ini berupa larutan 0,5%, gel 0,5%, dan krim 0,15% (Condilox®). Anjuran penggunaannya adalah 2x/hari selama 3 hari dalam 1 minggu. Pada satu sesi aplikasi maksimal digunakan pada luas area 10 cm2 dan jumlah podofilotoksin yang digunakan maksimal 0,5 ml/hari. Evaluasi ulang dilakukan dalam 4 minggu. 5-Fluorouracyl (5FU) 5-Fluorouracyl (5-FU) topikal merupakan terapi lain yang penelitiannya masih sangat terbatas dan sebagian berupa laporan kasus anekdotal. Regimen ini
Universitas Sumatera Utara
belum mendapatkan persetujuan FDA sebagai agen standar yang digunakan dalam terapi KA. Obat ini terutama untuk KA yang terletak di atas meatus uretra. Pemberiannya setiap hari sampai lesi hilang. Sebaiknya penderita tidak miksi selama dua jam setelah pengobatan.1,10 Imiquimod10 Imiquimod/imidazoquilinamine tidak menunjukkan aktivitas antivirus secara in vitro, namun mampu memodifikasi respons imun pejamu melalui peningkatan produksi sitokin, yaitu IFN-α, TNF, dan interleukin. Berbagai sitokin ini akan meningkatkan jumlah dan kinerja sel natural killer (NK), lekosit polimorfonuklear (PMN), makrofag, dan sel T, yang memiliki efek antitumor dan dapat mengeradikasi virus. Senyawa ini juga mampu menginduksi memori sistem imun sehingga mencegah rekurensi. Indikasi penggunaan adalah lesi KA terbatas pada area eksternal anogenital. Kontraindikasi adalah penggunaan pada membran mukosa dalam (uretra, vagina dan serviks) dan kehamilan (kategori C). Penggunaan kontrasepsi direkomendasikan pada wanita usia reproduktif. Imiquimod tersedia dalam bentuk krim dengan konsentrasi 5% (Aldara®). Penggunaannya adalah 3x/ minggu (selang sehari) dan dapat digunakan sampai 16 minggu. Sebelum pemakaian obat pasien dianjurkan untuk membersihkan daerah lesi dengan air dan sabun, kemudian dikeringkan. Sediaan dapat diaplikasikan secara tipis pada lesi saat malam hari sebelum tidur. Setelah 6-10 jam area yang diterapi dibersihkan kembali dengan air dan sabun.
Universitas Sumatera Utara
Injeksi interferon intralesi dan interferon topikal Interferon α yang memiliki efek antivirus luas diproduksi sebagai respons imun pada infeksi virus. Selain digunakan sebagai agen injeksi intralesi, interferon juga digunakan dalam sediaan topikal. Keduanya memiliki efektivitas superior dibandingkan plasebo dalam mengeliminasi lesi KA. Penggunaannya secara sistemik tidak dianjurkan baik sebagai terapi primer maupun tambahan dalam tatalaksana KA. Dosis injeksi interferon intralesi adalah 1-2 juta U. Dapat diulang setiap hari dengan dosis maksimal 5 juta U/pasien. Jumlah lesi KA maksimum yang mendapat injeksi pada satu sesi terapi adalah 5 lesi. Efek samping yang dapat dijumpai berupa demam, mialgia, nyeri kepala, lelah dan leukopenia. Penggunaannya secara topikal dapat diaplikasikan 1x/hari, selama 4 minggu. Penggunaan interferon topikal kerap menjadi terapi tambahan modalitas terapi yang lain.10 Bedah eksisi Bedah eksisi, baik menggunakan skapel, gunting, dan kuretase, secara langsung mampu menghilangkan lesi KA. Tindakan ini dapat dikombinasi dengan elektrokauter untuk hemostatis dan sebagai modalitas terapi penyerta. Anatomi area sekitar lesi yang akan diterapi harus dikuasai dengan baik. Hindari trauma pada otot sfingter. Apa bila tindakan perlu bertahap, interval antar tindakan yang direkomendasikan berkisar 1-3 bulan. Efek samping berupa nyeri, jaringan parut dan perdarahan.10
Universitas Sumatera Utara
Bedah listrik Tindakan ini dapat digunakan untuk lesi KA eksterna, maupun interna. Operator hendaknya menguasai anatomi dan mengontrol kedalaman kauterisasi. Hal ini penting untuk mencegah terjadinya jaringan parut dan cedera sfingter. Targetnya adalah luka bakar derajat 1-2. Komplikasi yang dapat terjadi berupa nyeri, iritasi lokal, infeksi, hipopigmentasi pasca inflamasi dan jaringan parut.10 Bedah beku Bedah beku menggunakan nitrogen cair, CO2 padat, cryoprobe untuk membekukan kandungan air pada jaringan dan menginduksi terjadinya lisis sel. Target pada aplikasi terapi adalah terbentuknya halo beberapa milimeter di sekitar lesi. Terapi dikatakan berhasil bila timbul lepuh dalam beberapa hari, dengan proses inflamasi pada area lesi dan perilesi, lepasnya lesi, diikuti fase penyembuhan. Sesi terapi selanjutnya dapat dilakukan dalam interval waktu 1-2 minggu. Efek samping dapat berupa nyeri, infeksi, ulserasi, hipopigmentasi pasca-inflamasi dan jaringan parut.10 Laser CO2 Bedah laser secara ablatif menyebabkan vaporisasi lesi KA yang akan menyebabkan destruksi jaringan. Teknik ini cukup efektif mengatasi lesi KA yang berukuran besar. Asap yang timbul pada saat terapi dapat mengandung partikel virus. Operator hendaknya menggunakan masker dan penghisap asap yang adekuat untuk proteksi diri terhadap infeksi HPV respiratorik. Komplikasi yang timbul dapat berupa nyeri, gatal, bengkak, dan jaringan parut. Tindakan ini dapat dilakukan pada anak dan wanita dengan kehamilan.10
Universitas Sumatera Utara
Bichloracetic acid (BCA) dan trichloracetic acid (TCA) Baik BCA maupun TCA merupakan bahan yang bersifat korosif. Senyawa ini dengan cepat menjadi inaktif setelah kontak dengan kulit/lesi. Hal ini yang menyebabkan penggunaannya tergolong aman selama kehamilan. Konsentrasi penggunaan BCA maupun TCA tidak terstandarisasi dan biasanya merupakan sediaan yang disiapkan atas pesanan kepada farmasi. Konsentrasi yang digunakan antara 80%-95%. Setelah diaplikasikan pada lesi KA dengan menggunakan tusuk gigi atau cotton bud, biarkan sampai kering dan terjadi frosting.10 Pengobatan diberikan sekali seminggu selama hingga 6 minggu. Karena viskositas yang rendah dari larutan ini dan risiko iritasi lokal, perhatian harus ditujukan untuk mengurangi kontak larutan ini disekitar epitel normal. Beberapa klinisi, merekomendasikan aplikasi sodium bikarbonat (baking soda) disekitar epitelium yang tidak terlibat untuk menghilangkan reaksi asam.4 2.1.10. Pencegahan a. Perilaku seksual Risiko untuk mendapat infeksi HPV genital baru berhubungan dengan jumlah pasangan seksual. Risiko infeksi HPV genital tampak lebih rendah pada pria yang disirkumsisi dan pada pasangan seksualnya, meskipun beberapa studi menyatakan tidak ada hubungan. Terdapat bukti bahwa penggunaan rutin kondom dapat melindungi dari infeksi HPV genital, .38,39 b. Vaksinasi HPV Vaksin HPV profilaksis memainkan peran sebagai pendekatan terbaru untuk mencegah infeksi HPV genital. Vaksin, yang tidak infeksius, berdasarkan
Universitas Sumatera Utara
pemasangan sendiri protein L1 pada virus-like particle (VLP) yang secara morfologi dan antigenik menyerupai kapsid sebenarnya. Imunisasi VLP akan menginduksi titer antibodi netralisir yang tinggi.40 Gen L1 dikloning dalam mikroorganisme seperti ragi (untuk vaksin kuadrivalen). Dengan cara ini akan diekspresikan protein L1 yang menyerupai virus asli, tidak bersifat infeksius dan dapat menginduksi kadar antibodi netralisir spesifik yang tinggi. Dilaporkan terjadi respon imun yang cepat, poten dan menetap setelah pemberian vaksin kuadrivalen dan bivalen. Titer antibodi mencapai puncaknya setelah dosis ketiga, kemudian menurun secara gradual namun tetap dalam titer yang lebih tinggi daripada infeksi alami.41 Proteksi yang diinduksi vaksin terhadap infeksi HPV adalah melalui antibodi netralisir IgG yang akan mencegah masuknya virus ke dalam sel basal dengan cara mencegah perubahan konformasi virus dan pengikatan ke reseptornya di sel basal. Vaksin HPV akan menginduksi kadar antibodi yang tinggi dan menetap lebih lama dibandingkan infeksi alami.16,42 Proteksi yang dihasilkan bersifat spesifik, namun dapat terjadi reaksi silang karena jenis-jenis HPV yang berhubungan secara filogenetik saling berbagi epitop.43 Pada beberapa uji klinis fase III, vaksin menunjukkan keefektifitasan dalam mencegah infeksi tipe HPV yang terdapat pada vaksin selama periode 5 tahun pada wanita yang sebelumnya tidak terinfeksi.44 2.2. Interleukin-2 Sitokin merupakan mediator polipeptida yang berfungsi dalam komunikasi antara sel hematopoetik dan tipe sel yang lain. Sitokin sering memiliki aktivitas biologik multipel (pleiotropism) dan efek biologik yang tumpang tindih
Universitas Sumatera Utara
(redundancy). Sitokin mempengaruhi banyak aspek fungsi leukosit meliputi diferensiasi, pertumbuhan, aktivasi dan migrasi. Peran sitokin pada banyak bagian respon imun dan inflamasi telah memicu pemeriksaan berbagai sitokin atau antagonis sitokin sebagai agen manipulasi farmakologik penyakit yang dimediasi imun. 19 Sel NK berfungsi melihat perubahan sel, apakah berubah bentuk ataupun terinfeksi oleh virus, bakteri, atau parasit. Patogen ini kemudian dibunuh secara langsung melalui perofrin/granzyme- atau Fas/Fasl ligand-dependent mechanisms atau secara tidak langsung melalui sekresi sitokin (misalnya, IFN-γ).19 IL-2 dapat mengaktivasi sel NK dan menstimulasi proliferasi sel T teraktivasi. IL-2 merupakan produk sel T teraktivasi, dan IL-2R secara luas terbatas pada sel limfoid. Aktivasi sel T CD4 naif oleh sel T reseptor dan molekul ko-stimulator menginduksi ekspresi IL-2, IL-2Rα, dan IL-2Rβc yang menyebabkan proliferasi kuat. Stimulasi berkepanjangan sel T reseptor dan IL-2R menyebabkan ekspresi FasL dan aktivasi induksi kematian sel.19 Obat-obat
imunosupresif
misalnya
glukokortikoid,
siklosporin
dan
prostaglandin E2 (PGE2) dapat menurunkan produksi interleukin ini. Pada keganasan sel T dapat dijumpai kadar IL-2 yang cukup tinggi dalam serum, sedangkan penurunan produksi IL-2 dijumpai pada imunodefisiensi selular misalnya pada Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) dan pada Systemic Lupus Erythematosus (SLE).45
Universitas Sumatera Utara
2.3. Interleukin-2 pada Kondiloma Akuminata Studi sebelumnya telah menunjukkan bahwa kejadian, remisi, relaps dan kemungkinan kanker dari KA berhubungan dengan ketidakseimbangan imunitas yang disebabkan hipofungsi imunitas atau kelainan imunoregulator pada pasien. Saat ini, studi pada proses infeksi HPV pada manusia telah menunjukkan bahwa host mampu mengatasi derajat tertentu imunitas humoral dan selular namun, imunitas ini jauh dari cukup untuk membersihkan virus.20 Human papillomavirus (HPV) adalah virus yang sangat lihai dalam menghindari respons imun. Peran imunitas seluler dalam patogenesis HPV sangat penting. Beberapa reaksi imunologi yang terjadi pada sel yang terinfeksi HPV diketahui sebagai berikut: 1) Sel Langerhans yang seharusnya berfungsi sebagai antigen presenting cells (APC), tidak teraktivasi; 2) Terjadi peningkatan ekspresi sitokin proinflamasi tumor growth factor-β (TGF-β), tumor necrosis factor-α (TNFα), interferon-α (IFN-α), interferon-β (IFN-β), dan IFN-γ (namun di satu sisi sel tumor tidak terpengaruh oleh sitokin proinflamasi) dan downregulation ekspresi gengen yang diperlukan untuk memproduksi interferon-α.10 Human papillomavirus (HPV) merupakan virus DNA yang dapat secara langsung menginfeksi keratinosit. HPV dapat masuk ke epidermis melalui kerusakan pada kulit dan menetap pada lapisan basal. Ia kemudian bereplikasi dibawah lapisan granular dan menimbulkan lesi yang tumbuh lambat. Terdapat sekitar 100 genotip HPV berbeda yang dikenal. HPV dikategorikan berdasarkan tropisme regional dan potensi transformasi keganasan. Sebagai contoh, HPV-6 dan 11 adalah tropik untuk
Universitas Sumatera Utara
kulit genital dan membran mukosa, yang menimbulkan kondiloma akuminata, yang memiliki kemungkinan rendah untuk menjadi ganas.46 Baru-baru ini, peran aktif SALT (Skin Associated Lymphoid Tissue) pada infeksi HPV telah dijelaskan lebih lanjut. Skin Associated Lymphoid Tissue (SALT) merupakan suatu konsep yang menerangkan hubungan antara sistem imun dengan integumen, dimana SALT terdiri dari keratinosit, sel langerhans (Langerhans cell = LC), skin tropic T cell dan sel endotelial kulit. Umumnya, regresi lesi virus disertai dengan infiltrat seluler CD4+ dan CD8+, peningkatan epidermal LC (Langerhans Cell), peningkatan sel dendritik dermal, dan tampaknya Human Leukocyte Antigen (HLA)-DR+ keratinosit pada dermis. Lesi HPV memiliki pengurangan jumlah LC epidermal, dimana Drijkoningen et al mengusulkan ini mungkin disebabkan efek sitotoksik langsung virus. Selain itu, lesi yang positif untuk antigen HPV viral mungkin telah mengurangi jumlah sel HLA-DR+ pada epidermis. Keratinosit diketahui untuk mengekspresikan HLA-DR pada infeksi HPV, tetapi tidak HLA-DQ; oleh sebab itu, pewarnaan HLA-DR pada lesi menggambarkan ekspresinya pada keratinosit dan bukan LC. Viac et al mengamati keratinosit HLA-DR+ hanya pada kondiloma dan papiloma laring dan tidak pada veruka palmar dan plantar. Ekspresi HLA-DR secara langsung berhubungan dengan upregulasi intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) dan lymphocyte function-associated antigen-1 (LFA-1). ICAM-1 diekspresikan pada keratinosit kondiloma dan tidak pada veruka plana. LFA-1, ligand alamiah untuk ICAM-1, diekspresikan pada limfosit dan meneruskan limfosit ke epidermis. Secara normal, ICAM-1 diekspresikan pada kadar yang rendah pada sel endotelial dermal, tidak pada epidermis. Upregulasi ICAM-1 dan molekul
Universitas Sumatera Utara
adhesi lain menyebabkan infiltrasi limfosit. Ini, bersamaan dengan upregulasi HLADR pada epidermis, dapat memfasilitasi presentasi antigen untuk menginfiltrasi sel T CD4+ dan menyebabkan pembersihan infeksi.46 Sel T CD8+/Tc/cytotoxic T Lymphocyte (CTL) dan sel TCD4+/Th merupakan komponen utama dari respon imun seluler terhadap HPV. Sel Th CD4+ dikategorikan menjadi dua subset, Th1 dan Th2. Sel Th1 terutama mensekresi IL-2, IFN-γ dan TNF-α, sementara sel Th2 terutama mensekresi IL-4, interleukin-5 (IL-5) dan IL-10. Sel Th1 secara umum efisien dalam mengontrol virus dan patogen intraselular, sementara sel Th2 lebih baik dalam mengontrol bakteri dan infeksi parasit dengan meningkatkan imunitas humoral. IFN-γ bekerja secara langsung mengeliminasi virus dengan menginduksi antivirus dalam sel, sedangkan IL-2 bekerja secara tidak langsung dalam aktivasi prekursor CTL menjadi sel efektor. Baik IFN-γ dan IL-2 dapat mengaktifkan natural killer cell (NKC) yang penting pada infeksi awal sampai terbentuk respon CTL spesifik. Pada kebanyakan infeksi virus biasanya respons CTL terjadi dalam 3-4 hari. CTL akan menghancurkan sel yang terinfeksi dan juga mengeliminasi infeksi baru.
33
Adanya perbedaan Th1 dan Th2 pada kulit dan
keterlibatannya pada penyakit kulit telah dibuktikan. 46
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.7. Mekanisme imunitas pada HPV. Mekanisme pembersihan HPV yang efektif, meliputi presentasi MHC-II antigen HPV ke sel CD4 oleh sel langerhans dengan kostimulasi oleh B7 dan stabilisasi oleh ICAM-1. MHC-I dan –II, IL-1, TNF-α, IL-2, ICAM-1, IFN-γ, dan molekul kostimulator umumnya berkurang pada infeksi kronik HPV. Dikutip dari kepustakaan 46 sesuai aslinya.
Kadar IL-2 mRNA yang sangat rendah pada kondiloma lebih lanjut menunjukkan penurunan signifikan pada jumlah limfosit. Bahkan, kadar CD4 dan CD8 mRNA secara signifikan lebih rendah pada kulit yang terinfeksi dibandingkan kulit yang tidak terinfeksi. Tay et al mendeteksi rasio sel T helper/supresor lebih rendah pada KA dibandingkan jaringan normal.46 Qifeng et al menilai kadar IL-2 dan IL-2R pada pasien KA. Hasilnya menunjukkan bahwa kadar serum IL-2 lebih rendah secara signifikan (P < 0,05) pada pasien KA dibandingkan kontrol.23 Yating et al pada tahun 1999 meneliti ekspresi gen IL-2 pada lesi KA pada 10 orang kontrol, dan 18 orang KA didapatkan ekspresi IL-2
Universitas Sumatera Utara
mRNA tidak terdeteksi pada kontrol normal tetapi terdeteksi pada 2 lesi dari 18 pasien KA.24 Guangwen et al menilai kadar IL-2 pada 36 pasien KA dan 20 kontrol didapatkan kadar serum IL-2 secara signifikan lebih rendah pada pasien KA dibandingkan kontrol.26 Zhou-jin et al mendeteksi kadar IL-2 serum pada 30 pasien KA dan 30 kontrol didapatkan penurunan signifikan serum IL-2 (17,75 ± 7,52 pg/ml P 0,01) pada pasien KA dibandingkan kontrol.27 Yating et al pada tahun 2003 menilai perubahan ekspresi kadar IFN-γ, IL-2, IL-4 serum pasien dengan perjalanan KA yang berbeda dan perannya pada patogenesis imun KA. Didapatkan kadar serum IFN-γ dan IL-2 pada pasien KA secara signifikan lebih rendah dibandingkan kelompok kontrol (P<0,01). Kadar serum IFN-γ dan IL-2 pada kelompok dengan perjalanan penyakit yang lama secara signifikan lebih rendah daripada kelompok dengan perjalanan penyakit yang pendek. Namun, kadar IL-4 serum pada kelompok KA secara signifikan lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol (P<0,01), sementara kadar IL-4 serum pada kelompok dengan perjalanan KA yang lama secara signifikan lebih tinggi dibandingkan kelompok dengan perjalanan KA yang pendek (P<0,01). Disimpulkan bahwa pada pasien KA ditandai dengan supresi sekresi sitokin yang terkait Th1 dan stimulasi sekresi sitokin terkait Th2, yang memungkinkan sebagai patogenesis imun pada KA.25 Ning et al menilai perubahan serum IL-2, IL-6 dan TNF-α sebelum dan sesudah terapi pada pasien KA (42 pasien) dan kontrol (30 orang). Didapatkan bahwa
Universitas Sumatera Utara
kadar IL-2 dan IL-6 sangat rendah dibandingkan kontrol. TNF-α sangat tinggi dibandingkan kontrol. Setelah pengobatan 6 bulan, kadar TNF-α ,masih tinggi dibandingkan kontrol, kadar IL-2 dan IL-6 masih rendah dibandingkan kontrol.28
Universitas Sumatera Utara
2.4 Kerangka Teori HPV
Kontak seksual (genito-genital, genito-oral, genito-anal)
Mikrolesi epitel anogenital sel basal
Imunitas Humoral
Imunitas Seluler
Sel B Imunoglobulin
Sel limfosit T CD4+
sel limfosit TCD8+
Th1:
Th2 :
IL-2, IFN-γ dan TNF-α
IL-4, IL-5 dan IL-10
Kondiloma Akuminata Gambar 2.8 Diagram kerangka teori penelitian
Universitas Sumatera Utara
2.5 Kerangka Konsep
Interleukin 2
Pasien Kondiloma Akuminata
Perbandingan
Bukan Pasien Kondiloma Akuminata
Gambar 2.9 Diagram kerangka konsep penelitian
Universitas Sumatera Utara