KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN NOMOR 75/KEP-BKIPM/2017 TENTANG STANDAR METODE PENGUJIAN PENYAKIT IKAN DAN MUTU HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN, Menimbang
: a. bahwa dalam mendukung pelaksanaan tindakan pemeriksanaan karantina ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan perlu disusun standar metode pengujian penyakit ikan dan mutu hasil perikanan; b. bahwa untuk melaksanakan sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu ditetapkan Keputusan Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan tentang Standar Metode Pengujian Penyakit Ikan dan Mutu Hasil Perikanan;
Mengingat
: 1. Undang-Undang : Nomor 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3482); 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5073); 3. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2002 tentang Karantina Ikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4197); 5. Peraturan Pemerintah…
1
5. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2015 tentang Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan serta Peningkatan Nilai Tambah Produk Hasil Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 107, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4424); 7. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); 8. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang Kementerian Kelautan dan Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 111) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2017 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 5); 9. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER. 19/MEN/2010 tentang Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan yang Masuk ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia; 10. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER. 25/MEN/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Kemanan Hasil Perikanan; 11. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 6/PERMEN-KP/2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 220); 12. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 74/PERMEN-KP/2016 tentang Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan yang Masuk ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia; 13. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 8/KEPMEN-KP/2014 tentang Pemberlakuan Penerapan Standar Nasional Indonesia Produk Perikanan; 14. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.80/MEN/2015 tentang Penetapan Jenis-jenis Hama dan Penyakit Ikan Karantina, Golongan, Media Pembawa, dan Sebarannya; MEMUTUSKAN…
2
MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA IKAN PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN TENTANG STANDAR METODE PENGUJIAN PENYAKIT IKAN DAN MUTU HASIL PERIKANAN.
KESATU
:
Menetapkan: a. Standar Metode Pengujian Penyakit Ikan sebagaimana tersebut pada Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Kepala Badan ini; dan b. Standar Metode Pengujian Mutu Hasil Perikanan sebagaimana tersebut pada Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Kepala Badan ini.
KEDUA
:
Standar Metode Pengujian Penyakit Ikan dan Mutu Hasil Perikanan sebagaimana dimaksud dalam Diktum KESATU merupakan acuan bagi petugas karantina ikan, mutu dan keamanan hasil perikanan dalam melakukan pengujian hama dan penyakit ikan karantina, hama dan penyakit ikan tertentu dan pengujian mutu hasil perikanan.
KETIGA
:
Pada saat Keputusan Kepala Badan ini mulai berlaku, Keputusan Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Nomor 73/KEPBKIPM/2015 tentang Metode Pengujian Mikrobiologi Bidang Mutu Hasil Perikanan dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
KEEMPAT
:
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Juli 2017 KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU, DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN, Lembar Pengesahan No.
Nama Pejabat
1
Sekretaris BKIPM
2
Kepala Pusat Standardisasi Sistem dan Kepatuhan
3
Paraf
ttd.
RINA
Kepala Bagian Hukum, Kerjasama dan Humas
3
Lampiran I: Keputusan Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Nomor 75/KEP-BKIPM/2017 tentang Standar Metode Pengujian Penyakit Ikan dan Mutu Hasil Perikanan
STANDAR METODE PENGUJIAN KARANTINA IKAN Pengujian HPIK/HPI tertentu yang dilakukan di UPT KIPM, dapat dilakukan menurut metode yang telah ditetapkan oleh BKIPM. Pedoman teknis ini menjelaskan jenis-jenis metode uji diagnostik untuk pengujian HPIK/HPI tertentu pada ikan yang telah divalidasi atau ditetapkan yang wajib digunakan UPT KIPM dalam pemeriksaan HPIK pada komoditas ikan di laboratorium lingkup BKIPM. Pelaksana dalam pengujian HPIK/HPI tertentu adalah PHPI yang kompeten dibidangnya sebagai analis dan penyelia dalam melakukan pengujian penyakit. Analis melakukan identifikasi penyakit sedangkan penyelia melakukan konfirmasi dalam rangka analisis kesesuaian dengan standar yang ditetapkan. Output dari standar pengujian HPIK adalah berupa diagnosa, rujukan dan rekomendasi. Metode Pengujian yang digunakan dalam pemeriksaan dapat dilihat pada Tabel 1 dibawah ini. Tabel 1. Metode Pengujian Golongan HPIK/HPI Tertentu Golongan HPIK/ HPI tertentu
Metode Uji
Parasit
Konvensional (Mikroskopis, fisiologis, dan kultur agar), Histopatologi, Biologi molekuler (PCR, qPCR, ISH)
Jamur
Konvensional (Mikroskopis, fisiologis, dan kultur agar), Histopatologi, Biologi molekuler (PCR, qPCR, ISH)
Bakteri
Konvensional (Mikroskopis, fisiologis)Biokimia, Histopatologi, Imunologi/Serologi (ELISA,FAT, IHC), , Biologi Molekuler (PCR, qPCR, ISH)
Virus
Kultur sel, Histopatologi, Imunologi/Serologi (ELISA,FAT, IHC), Biologi Molekuler (PCR, qPCR, ISH)
1
1. Pemeriksaan Klinis Pemeriksaan secara klinis sering merupakan petunjuk alami dari masalah yang timbul. Gejala-gejala seperti perubahan tingkah laku, tidak nafsu makan, depresi, pembesaran abdomen, meningkatnya atau berkurangnya tingkat pernafasan dan perubahan warna dan bentuk ikan. Gejala ini merupakan proses suatu penyakit dalam populasi ikan yang
secara
sendiri atau bersama dimana penyakit tersebut berada. 1.1. Epidemiologi Epidemiologi menjelaskan Uraian tentang bagaimana suatu penyakit bisa terjadi yang berhubungan dengan interaksi antara Patogen – Lingkungan – Inang. Hal ini berhubungan dengan tingkat kejadian,
distribusi
dan
tipe
penyakit
dalam
suatu
populasi.
Menyelidiki suatu penyakit secara epidemiologi sudah dimulai sejak saat masalah penyakit pertama kali timbul. Langkah berikutnya mendefinisikan masalah yaitu menghubungkannya dengan kondisi lokasi, risiko dalam populasi, waktu, karakteristik lingkungan, gejala klinis dan lesi (luka) yang tidak wajar. Data tersebut digunakan untuk membandingkan tingkat morbiditas (ketidaknormalan) dan mortalitas, kemudian
mengidentifikasi
dugaan
faktor
penyebab
dengan
mencocokkan kesesuaian data yang diperoleh. Ini adalah peninjauan kembali atau pendekatan riwayat penyakit untuk keperluan diagnosis penyakit. Kebalikan dari hal ini adalah prospektif atau pendekatan eksperimental untuk proses epidemiologi yang biasanya digunakan untuk mengkonfirm kejadian penyakit yang sedang berlangsung. Persiapan yang dilakukan sebagai berikut: -
Data umum seperti tempat, nama lokasi pengambilan sampel, aspek ekonomis dan tanggal.
-
Bila kasus terjadi di sungai, karakter spesies dan tempat penangkapan ikan; bila di kolam budidaya perlu diketahui jenis dan umur ikan.
-
Intervensi ekonomis yang mungkin dilakukan.
-
Spesies yang menunjukkan tingkah laku abnormal dan usia ikan.
-
Perilaku ikan yang menunjukkan gejala sakit.
-
Hasil dari Test Reflek (Reflek ekor, okular dan pertahanan diri).
2
-
Mengkonfirmasi gejala klinis dari ikan sakit.
-
Pengujian kualitas air.
-
Informasi mengenai pencemaran bila ada.
-
Menentukan dan mencatat tempat dan pola pengambilan sampel.
-
Data kerugian yang dialami untuk tiap spesies ikan.
-
Luas areal yang terkena wabah.
-
Membuat peta situasi wabah.
1.2. Anamnesa Anamnesa merupakan riwayat atau sejarah terjadinya penyakit ataupun segala sesuatu yang terkait secara langsung ataupun tidak langsung yang mungkin ada atau erat hubungannya dengan kasus penyakit krustasea tersebut. Dalam melakukan suatu anamnesa, maka perlu dilakukan pengumpulan informasi selengkap-lengkapnya terkait dengan kasus penyakit ikan tersebut melalui pertanyaanpertanyaan pada pemiliknya. Informasi sejarah penyakit tersebut mempunyai arti penting dalam peneguhan diagnosa dan dapat membantu
dalam
penetapan
suatu
penyakit
krustasea
yang
berlangsung akut atau kasus sudah melanjut menjadi kronis. Dengan demikian, diagnosa banding dapat dilakukan dan faktor-faktor lainnya yang tidak ada keterkaitannya dengan kasus penyakit ikan tersebut dapat diketahui dan sekaligus dapat dieliminasi dalam pengambilan sampel untuk penentuan uji lanjut laboratoris jika diperlukan. Setiap krustasea yang diperiksa harus disertai dan dilengkapi formulir pengiriman dengan rincian hasil anamnesa sehingga akan lebih mempermudah petugas di lapangan ataupun laboratorium. Formulir tersebut harus dibaca dan dicermati untuk dilakukan uji lanjut. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: a.
Nama dan alamat pemilik
b.
Data Populasi meliputi: nama tempat, spesies, ukuran, umur, jumlah dan asal. Perlu pula dilengkapi dengan jenis-jenis krustasea lain yang ada dalam lokasi tersebut.
3
c.
Data Penyakit meliputi: tingkat morbiditas dan mortalitas, jangka waktu/ masa inkubasi, gejala klinis, abnormalitas yang terlihat pada krustasea yang baru saja mengalami kematian, dan perlakuan/ penanganan yang telah dilakukan serta tingkat keberhasilan yang diperoleh.
d.
Data lingkungan perairan dan kualitas air: Sumber air, debit, suhu, pH, oksigen terlarut, alkalinitas, kesadahan, amoniak, bahan organik total
e.
Pengelolaan pemeliharaan: Kepadatan, jenis pakan, jenis obat/ bahan kimia/ vaksin yang digunakan,
faktor
stress
yang
signifikan,
transportasi,
aklimatisasi, handling, dll. 1.3. Pemeriksaaan Post Mortem Proses pemeriksaan dimulai dengan melakukan nekropsi dan pemeriksaan patologi ikan secara eksternal dan internal, dilanjutkan dengan pemeriksaan secara mikroskopik, kemudian dibuat rujukan untuk pemeriksaan lanjutan
ke laboratorium lainnya seperti :
histopatologi, immunologi, hematologi, mikrobiologi atau analisa kimia. 2. Laboratoris Pemeriksaan
secara laboratoris dapat dilakukan
dengan cara
melakukan pendekatan pada unsur serologi, sifat biokimia, struktur DNA, pertumbuhan pada sel kultur, histopatologi dan lain-lain. 2.1 Konvensional (Mikroskopis, fisiologis, biokimia) Pemeriksaan secara konvensional meliputi : a. Pengamatan
parasit, bakteri dan jamur secara morfologis dan
fisiologis. b.
Pengamatan pertumbuhan dan perubahan sel pada
kultur sel
secara in vitro. c.
Pengamatan perubahan sel pada ikan media (Zebra
fish) yang
diinfeksi virus secara in vivo. d. Teknik Identifikasi dengan pendekatan sifat biokimia seperti kultur bakteri pada media gula dan media lainnya.
4
e. Teknik Identifikasi melalui Sifat Biokimia -
Sifat Dinding Sel
-
Kemampuan Metabolisme Gula
-
Reduksi/Oksidasi
-
Sensitivitas dan Resistansi Antibiotik
2.2 Patologi Pemeriksaan patologi adalah perubahan penampilan organ yang abnormal sebagai akibat infeksi. Pemeriksaan patologi meliputi : a.
Teknik identifikasi berdasarkan gambaran perubahan penampilan organ yang abnormal.
b.
Teknik identifikasi melalui gambaran perubahan jaringan dengan : - Teknik Preparat Tissue Imprint - Teknik Preparat Wet Mount - Teknik Preparat Squash - Teknik Preparat Histopatologi
2.3 Immunologi/Serologi (ELISA,FAT, IHC) Pemeriksaan immunologi/Serologi adalah pengamatan terhadap hasil reaksi antigen terhadap antibodi dengan atau tanpa menggunakan perantaraan substrat dan kromogen
dengan atau tanpa pewarnaan
fluorescent. Pemeriksaan immunologi/Serologi meliputi : a.
Teknik Identifikasi dengan pendekatan serologi seperti metode Direct atau Indirect ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay), Test Agglutinasi, Direct atau Indirect Immunofluorescent Technique, Immunoperoxidase Teknik dll.
b.
Teknik Identifikasi dengan pendekatan pada pertumbuhan pada sel kultur seperti Dot Immunoblot Assay dll.
2.4 Biologi Molekuler (PCR, qPCR, ISH, Sekuensing, LAMP). Pengujian
Biologi
molekuler
adalah
proses
identifikasi
penyakit
berdasarkan sifat, struktur dan susunan genetik asam nukleat dengan atau tanpa probe berupa grafik atau visualisasi pita DNA.
5
Pemeriksaan Biologi Molekuler meliputi : a.
Teknik Identifikasi dengan perbanyakan sekuens DNA tertentu seperti PCR, LAMP.
b.
Teknik Identifikasi Struktur DNA dengan sekuensing
c.
Teknik Identifikasi dengan perbanyakan sekuens DNA tertentu secara kualitatif dan kuantitatif menggunakan teknik Real time PCR (qPCR).
Tabel 2. Metoda Pemeriksaan Hama dan Penyakit Ikan Karantina/ Hama dan Penyakit Ikan Tertentu
No
HPIK/HPI Tertentu
Standar Acuan
Teknik Pengujian
PENYAKIT KRUSTASEA – VIRUS 1.
Infectious Myonecrosis
OIE, 2017
Histopatologi* DNA probes (ISH) *,** Nested RT-PCR *, ** qRT-PCR *,**
2.
Taura Syndrome
SNI 7662.1:2011
(konvensional)
SNI 7916:2013
qPCR
OIE, 2017
Histopatologi *,** In situ DNA probes *,** RT-PCR, qRT-PCR *,** Sekuensing **
3.
Tetrahedral baculovirosis Baculovirus penaei
SNI:7914:2013
qPCR
OIE, 2017
Mikroskopis *,** Histopatologi *,** In situ DNA probes *,**
4.
White spot disease
OIE, 2017
Histopatologi * Antibody-based assays * in-situ DNA probes *,** PCR *,** LAMP *, ** Sekuensing ** qPCR
6
5.
White tail disease
OIE, 2017
in situ DNA probes *,** PCR *,** Sekuensing **
6.
Yellow head virus genotype 1
OIE, 2017
Mikroskopis * Histopatologi * Antibody-based assays * In-situ DNA probes ** PCR *,** Sekuensing **
7.
Infectious hypodermal and haematopoietic necrosis (IHHN)
OIE, 2016
Konvensional PCR
OIE, 2017
Histopatologi * In situ DNA probes *,** PCR, qPCR *,** Sekuensing **
8.
Tilapia Lake Virus diseases
OIE, 2016
Konvensional PCR
SNI:7912:2013
qPCR
SNI:7305:2003
Konvensional PCR
Dong et al.,2017
( Tilapia Lake Virus/TiLV)
Semi nested RT PCR Sekuensing
PENYAKIT KRUSTASEA – BAKTERI 9. 10.
Necrotising hepatopancreatitis Vibrio parahaemolyticus/ EMS/AHPND
OIE, 2017
Histopatologi *
Flwgwl, T.W and Lo, C-F (2014)
PCR
OIE.2017
In-situ DNA probes *,** qPCR *.** PCR *,** Sekuensing **
SNI 8095:2015
Biokimia
PENYAKIT KRUSTASEA – CENDAWAN 11.
Crayfish plague
OIE, 2017
PCR * qPCR * Sekuensing **
7
PENYAKIT KRUSTASEA – PARASIT 12.
Enterozytozoon Hepatopancreatic (EHP)
OIE, 2006
PCR
PENYAKIT MOLUSKA – PARASIT 13.
Infeksi oleh Bonamia exitiosa
OIE, 2017
Tissue imprints* Histopatologi* PCR dan qPCR* PCR-restriction fragment length polymorphism (RFLP) sekuensing**
14.
Infeksi oleh Bonamia ostreae
OIE, 2017
Tissue imprints* PCR dan qPCR* PCR-restriction fragment length polymorphism (RFLP) SYBR® Green real-time PCR* Sekuensing**
15.
Infeksi oleh Marteilia refringens
OIE, 2017
PCR*,** Tissue Imprints* Sekuensing** Histopatologi
16.
Infeksi oleh Marteilia sydneyi
OIE, 2003
Histopatologi Tissue Imprint In situ hybridisation PCR-restriction fragment length polymorphism (RFLP)
17.
18.
Mikrocystosis (Mikrocystos mackini)
OIE, 2017
Perkinsosis
OIE, 2017
In situ DNA probes ** Sekuensing **
(Perkinsus marinus &
PCR * in-situ DNA probes **
Perkinsus olseni ) PENYAKIT MOLUSKA – VIRUS 19.
Xenohaliotis californiensis
OIE, 2017
Histopatologi *,** In-situ DNA probes *, ** Sekuensing SSU rDNA *, ** PCR *
8
20.
Abalone viral ganglioneuritis
OIE, 2010
Histopatologi In situ Hibridisasi PCR qPCR
21.
Abalone herpesvirus (AbHV)
OIE, 2017
Histopatologi*,** PCR* In situ DNA probes** PCR dan Sekuensing**
22.
Ostreid Herpesvirus1microvariants
Histopatologi
PCR PENYAKIT IKAN – CENDAWAN 23.
Epizootic Ulcerative Syndrome ( Aphanomyces invadans)
J.H.Lilley, 2003 OIE, 2017
Konvensional/mikroskopis Fluorescent in situ hybridization (FISH): pengamatan hyfa oomycete pada jaringan *, ** Histopatologi*,** Isolasi Aphanomyces invadans dan dilanjutkan konfirmasi menggunakan bioassay atau PCR*,** PCR *,** Sekuensing **
24.
Sand Paper Disease
OIE, 2010
(Ichtyophonus hoferi) 25.
Mikroskopis PCR
Chytridiomycosis
Wet Mount
(Batrachhochytrium
Smear
dendrobatidis)
Histologi Imunohistokimia ELISA qPCR
9
PENYAKIT IKAN – PARASITIK 26.
Gyrodactylosis (Gyrodactylus salaris)
OIE, 2017
Mikroskopis PCR dan sekuensing
PENYAKIT IKAN – BAKTERIAL 27.
Bakterial kidney disease
Austin dan Austin, 2004 Bergey’s, 2005
konvensional
konvensional
28.
Enteric redmouth disease (Yersinia ruckeri) – Hagerman
Austin dan Austin, 2004
konvensional
29.
Enteric septicaemia of catfish
Austin dan Austin, 2004
konvensional
30.
Furunculosis/ carp erytrodermatitis
Austin dan Austin, 2004 Bergey’s, 2005
PCR konvensional
konvensional PCR
31.
32.
Red Spot Disease (P.anguilliseptica)
Withering syndrome (Xenohaliotis californiensis)
Austin dan Austin, 2004
konvensional
Bergey’s, , 2005
PCR
OIE, 2016
Wet mount Smear Tissue imprint IFAT/FAT Histologi PCR Sekuensing *,** In situ hybridisation
33.
Nocardiasis
Austin dan Austin, 2004 Bergey’s 2005
konvensional konvensional PCR
PENYAKIT IKAN – VIRAL 34.
Channel catfish virus disease
35.
Epizootic haematopoetic necrosis
OIE
Konvensional PCR
OIE, 2017
Cell culture* Antigen-capture ELISA*,** Cell culture*
10
PCR-Restriction Endonuclease Analysis** Sekuensing ** 36.
Grouper iridoviral disease
OIE, 2017
Red sea bream iridoviral disease (RSIVD)
Bioassay ( isolasi virus pada kultur sel dilanjutkan identifikasi dengan IFAT/PCR)*,** Pewarnaan IFAT menggunakan Isolat virus atau cetakan organ *,** PCR*,** Sekuensing*,**
37.
Infectious haematopoetic necrosis
OIE, 2017
Isolasi Virus * Antibody-based assays* PCR *, ** Sekuensing **
38.
Infectious pancreatic necrosis
OIE, 2017
Isolasi Virus * Antibody-based assays* PCR *, ** Sekuensing **
39.
Infectious salmon anemia (Salmon anaemia virus (ISAV)
OIE, 2017
Isolasi pada sel kultur * Pewarnaan IFAT pada cetakan ginjal ** immunohistokimia** Isolasi pada sel kultur ** RT-PCR atau qRT-PCR disertai sekuensing**
40.
Koi herpesvirus disease
OIE.2006
PCR
OIE, 2017
PCR*,** Sekuensing **
41.
Viral encephalopathy and retinopathy
IQ 2000, 2014.
Nested PCR
OIE, 2012
Uji PCR menggunakan Primer Thymidin Kinase
OIE, 2017
Isolasi pada sel kultur dilanjutkan dengan pewarnaan immuno atau PCR*, ** RT-PCR*,** RT-PCR diikuti dengan sekuensing **
11
Isolasi pada sel kultur dilanjutkan dengan pewarnaan immuno atau PCR *, ** 42.
Viral Haemorrhagic septicaemia
OIE, 2017
Isolasi pada sel kultur dilanjutkan dengan salah satu metode identifikasi*,** q RT-PCR*,** Antibody-based assays ** RT-PCR diikuti dengan sekuensing**
43.
44.
Viral Nervous Necrosis (VNN) Strain red spotted grouper nervous necrosis virus (RGNNV)
OIE.2012
Megalocytivirus
Rimmer AE et all. 2012
Nested PCR
Go et al.,2009
Single step PCR
OIE, 2012
qPCR
OIE, 2016
RT-PCR
Spring Viraemia of Carp.
RT-PCR Sekuensing qPCR
qPCR 45.
Insfection with Ranavirus
OIE, 2016
Histologi TEM Cell culture Immunoperoxidase ELISA qPCR
Keterangan : ** diagnosis konfirmasi * diagnosis pendugaan /Presumptive
KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN,
Lembar Pengesahan No. 1 2 3
Nama Pejabat Sekretaris BKIPM
Paraf
Kepala Pusat Standardisasi Sistem dan Kepatuhan
ttd.
Kepala Bagian Hukum, Kerjasama dan Humas
RINA
12
Lampiran II : Keputusan Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Nomor 75/KEP-BKIPM/2017 tentang Standar Metode Pengujian Penyakit Ikan dan Mutu Hasil Perikanan
STANDAR METODE PENGUJIAN MUTU HASIL PERIKANAN Hasil
perikanan pada umumnya adalah bahan pangan yang mudah
menurun mutunya atau bahkan rusak sehingga menjadi bahan pangan yang mudah busuk dan menjadi tidak ada nilainya atau dikenal dengan “perisable food”.
Penurunan mutu
produk
biasanya
ditandai
dengan
perubahan
organoleptik atau sensori yang diikuti dengan perubahan komposisi kimiawi dan
meningkatkan
kandungan
mikrobiologi
khususnya
berkembangnya
bakteri pathogen. Pengujian produk perikanan umumnya dibagi menjadi pengujian organoleptik/sensori, kimia dan mikrobiologi. Sedangkan untuk mengetahui tingkatan mutu dari produk, maka perlu dilakukan pengujian Organoleptik/Sensori, Fisik, Mikrobiologi dan Kimia. 1. Organoleptik/Sensori Pengujian organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses pengindraan.
Pengindraan
diartikan
sebagai
suatu
proses
fisio-
psikologis, yaitu kesadaran atau pengenalan alat indra akan sifat-sifat benda karena adanya rangsangan yang diterima alat indra yang berasal dari benda tersebut. Pengindraan dapat juga berarti reaksi mental (sensation) jika alat indra mendapat rangsangan (stimulus). Reaksi atau kesan yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dapat berupa sikap untuk mendekati atau menjauhi, menyukai atau tidak menyukai akan benda penyebab rangsangan. Kesadaran, kesan dan sikap terhadap rangsangan adalah reaksi psikologis atau reaksi subyektif. Pengukuran terhadap nilai / tingkat kesan, kesadaran dan sikap disebut pengukuran subyektif atau penilaian subyektif. Disebut penilaian subyektif karena hasil penilaian atau pengukuran sangat ditentukan oleh pelaku atau yang melakukan pengukuran. Jenis penilaian atau pengukuran yang lain adalah pengukuran atau penilaian suatu dengan menggunakan alat ukur dan disebut penilaian atau pengukuran instrumental atau pengukuran obyektif. Pengukuran
13
obyektif hasilnya sangat ditentukan oleh kondisi obyek atau sesuatu yang diukur. Demikian pula karena pengukuran atau penilaian dilakukan dengan memberikan rangsangan atau benda rangsang pada alat atau organ tubuh (indra), maka pengukuran ini disebut juga pengukuran atau penilaian subyektif atau penilaian organoleptik atau penilaian indrawi. Yang diukur atau dinilai sebenarnya adalah reaksi psikologis (reaksi mental) berupa kesadaran seseorang setelah diberi rangsangan, maka disebut juga penilaian sensorik. Standar pengujian organoleptik dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 3. Standar Acuan Pengujian Organoleptik/Sensori No.
Parameter Organoleoptik/
1.
Sensory Test
Teknik
Standar Acuan
Pengujian
SNI 01-2346-2011 Pengujian organoleptik dan
Visual
atau sensori
2. Fisik Pengujian fisik bahan pangan adalah analisa sifat maupun bentuk dari suatu bahan untuk mengetahui kualitas suatu produk. Karakter fisik dapat mencakup antara lain bentuk, struktur, sifat-sifat optik, warna / penampakan, suhu, dan sifat-sifat yang berhubungan dengan panas. Standar acuan pengujian fisik sesuai pada tabel dibawah ini. Tabel 4. Standar Acuan Pengujian Fisik No.
Parameter
1.
Standar Acuan
Metode
SNI 01-2346-2011 Pengujian Fisik Produk Kaleng
organoleptik dan atau
Visual
sensori SNI 01-2372.7-2011 2.
Filth
Pengujian Filth pada produk perikanan
Mikroskopis
SNI 01-2372.1-2006 3.
Suhu Pusat Ikan
Cara uji fisika - Bagian 1: Penentuan suhu pusat pada
Fisik
produk perikanan 4.
Bobot Tuntas
SNI 01-2372.2-2011 Cara uji
14
Pengukuran berat
fisika - Bagian 2: Penentuan bobot tuntas pada produk perikanan SNI 01- 2372.6 : 2015 5.
Visible parasit
Penentuan parasit cacing
Mikroskopis
pada produk perikanan SNI 01-2372.7-2011 6.
Pengujian Filth pada produk
Filth
perikanan
Mikroskopis
3. Mikrobiologi Dalam rangka pengendalian mutu secara mikrobiologis, dilakukan pengujian laboratorium untuk mengisolasi dan mengidentifikasi cemaran bakteri patogen. Jenis mikroba yang terdapat dalam makanan meliputi bakteri, kapang/ jamur dan ragi serta virus yang dapat menyebabkan perubahanperubahan yang tidak diinginkan seperti penampilan, tekstur, rasa dan bau dari makanan. Pengelompokan mikroba dapat berdasarkan atas aktifitas
mikroba
(proteolitik,
lipofilik,
dsb)
ataupun
atas
pertumbuhannya (psikrofilik, mesofilik, halofilik, dsb). Banyak faktor yang mempengaruhi jumlah serta jenis mikroba yang terdapat dalam makanan, diantaranya adalah sifat makanan itu sendiri (pH, kelembaban, nilai gizi), keadaan lingkungan dari mana makanan tersebut diperoleh, serta kondisi penanganan, pengolahan ataupun penyimpanan. Jumlah mikroba yang terlalu tinggi dapat mengubah karakter organoleptik, mengakibatkan perubahan nutrisi / nilai gizi atau bahkan merusak makanan tersebut. Untuk melihat mutu produk secara mikrobiologi perlu dilakukan pengujian, adapun standar acuan dapat dilihat pada tabel berikut ini:
15
Tabel 5. Standar Acuan Pengujian Mikrobiologi No
Parameter
Standar Acuan
Teknik Pengujian
Enterococci
SNI ISO 7899- 2: 2010 Kualitas air – Deteksi penghitungan enterocooci intestinal-Bagian 2: Metode filtrasi dengan membrane
Metode filtrasi dengan membran
2.
Clostridium
SNI ISO 6461-2: 2010 Kualitas Deteksi dan Penghitungan Bakteri an aerob pereduksi sulfite pembentuk spora (colostrida) – metode filtrasi dengan membran
Metode filtrasi dengan membran
3.
Angka Lempeng Total
SNI 01-2332.3-2015 Penentuan angka lempeng total (ALT) pada produk perikanan
Coliform
SNI 2332.1-2015 Penentuan Coliform dan Escheria coli pada produk perikanan
Angka Paling Memungkinkan (APM)
SNI 2332.1-2015 Penentuan Coliform dan Escherichia coli pada produk perikanan
Angka Paling Memungkinkan (APM)
SNI ISO 16649-1:2016 Metode horizontal enumerasi Bglucuronidase-positive Escherichia coli Bagian 1: Teknik penghitungan koloni menggunakan membran pada suhu 44 °C dan 5-bromo-4chloro-3-indolyl -Dglucuronide
Angka Paling Memungkinkan (APM)
SNI 2354.2-2015 Penentuan Salmonella pada produk perikanan
Kualitatif
SNI ISO 6579:2015 Metode horizontal untuk deteksi Salmonella spp.
Identifikasi
1.
4.
5.
6.
7.
Escherichia coli
Salmonella spp.
Staphylococcus aureus
SNI 2332.9:2015 Penentuan Staphylococcus aureus
16
Metode Agar Tuang
Metode cawan hitung agar sebar (Plate Count) dan Angka paling Memungkinkan (APM)
SNI ISO 6888-2.2012 Metode horizontal untuk enumerasi staphylococci koagulasi-positif (Staphylococcus aureus dan spesies lain) SNI 01-2332.4-2006 Penentuan Vibrio cholera pada produk perikanan 8.
9.
Vibrio Cholera
Vibrio parahemolyticus
Kualitatif
SNI 01-2332.5-2006 Penentuan Vibrio parahaemolyticus pada produk perikanan
Angka Paling Memungkinkan/A PM
SNI ISO/TS 21872-1:2015 Metode horizontal untuk deteksi Vibrio spp. berpotensi enteropatogenik – Bagian 1 : Deteksi Vibrio parahaemolyticus dan Vibrio cholera
Deteksi
SNI 01-4502-1998 Metode Pengujian Listeria Monocytogenes
Listeria Monocytogenes
11.
Deteksi penghitungan enterococci intestinal
12.
Kualitas Deteksi dan Penghitungan Bakteri an aerob SNI ISO 6461-2: 2010 pereduksi sulfite pembentuk spora (colostrida) –
`13.
Kualitatif
SNI ISO/TS 21872-1:2015 Metode horizontal untuk deteksi Vibrio spp. berpotensi enteropatogenik – Bagian 1 : Deteksi Vibrio parahaemolyticus dan Vibrio cholera
10.
Kapang dan Khamir
Kualitatif
Kualitatif
SNI ISO/TS 11290-1:2012 Mikrobiologi bahan pangan dan pakan – Metode horizontal Deteksi untuk deteksi dan enumerasi Listeria monocytogenes – Bagian 1: Metode deteksi SNI ISO 7899- 2: 2010
SNI 2332.7 : 2015 Perhitungan kapang dan khamir pada produk perikanan Metode horizontal untuk enumerasi kapang dan khamir
17
Metode filtrasi dengan membran
metode filtrasi dengan membran
Cawan Hitung Agar sebar (Plate Count Agar)
– Bagian 1: Teknik penghitungan koloni pada produk dengan aktivitas air lebih besar dari 0,95
4. Pengujian Kimia Kimia analisis adalah studi pemisahan, identifikasi, dan kuantifikasi komponen kimia dalam bahan alam maupun buatan. Analisis kualitatif memberikan indikasi identitas spesies kimia di dalam sampel. Sedangkan analisis kuantitatif menentukan jumlah komponen tertentu dalam suatu zat. Pemisahan komponen seringkali dilakukan sebelum melakukan analisis. Metode analisis dapat dibagi menjadi klasik dan instrumental. Metode klasik
(dikenal
juga
sebagai
metode
kimia
basah)
menggunakan
pemisahan seperti pengendapan, ekstraksi, dan distilasi serta analisis kualitatif berdasarkan warna, bau, atau titik leleh (organoleptis). Analisis kuantitatif klasik dilakukan dengan menentukan berat atau volum. Metode instrumental menggunakan suatu peralatan untuk menentukan kuantitas fisik suatu analit seperti serapan cahaya, fluoresensi, atau konduktivitas. Pemisahan dilakukan menggunakan metode kromatografi, elektroforesis atau fraksinasi aliran medan. Pengujian kimia merupakan salah satu hal penting dalam dunia pangan, selain karena diwajibkan oleh pemerintah untuk dicantumkan di suatu produk pangan, pengujian bahan pangan juga berfungsi untuk memastikan mutu produk agar sesuai yang diinginkan dan juga untuk dapat melakukan pengembangan produk atau biasa dikenal dengan R&D (research and development). Dalam analisis produk pangan ada beberapa kriteria yang diperhatikan: akurat, mudah, cepat, sederhana, dan jika memungkinkan non-destructive. Dalam rangka menjamin mutu dan keamanan pangan maka perlu dilakukan pengujian pada produk perikanan, pengujian tersebut dapat mengacu pada tabel berikut ini : Tabel 6. Standar Acuan Pengujian Kimia No.
1.
Parameter Kadar Abu dan Abu Tak Larut
Standar Acuan SNI 01-2354.1-2010 Penentuan kadar abu dan abu tak larut dalam asam pada produk perikanan
18
Metode
Gravimetri
2.
Kadar Air
SNI 01-2354.2-2015 Cara Uji kimia Bagian 2 : Penentuan kadar air pada produk perikanan
3.
Lemak
SNI 01-2354.3-2016 Penentuan kadar lemak total pada produk perikanan
Gravimetri
4.
Protein
SNI 01-2354.4-2006 Penentuan kadar protein dengan metode total nitrogen pada produk perikanan
Titrimetri
5.
Kadar Garam
SNI 01-2359:1991 Penentuan kadar garam
Gravimetri
6.
7.
Histamin
Mercury
SNI 01-2354.10:2016 Penentuan Kadar Histamin dengan spektroflorometri dan Kromatografi cair Kinerja tinggi (KCKT) pada produk perikanan SNI 01-2354.6-2016 Penentuan kadar logam berat merkuri (Hg) pada produk perikanan
Gravimetri
Spetroflorometri dan Kromatografi cair
Spekroskopi Serapan Atom (Atomic Absorption Spectrofotometer)
SNI 01-2354.8-2009 8.
TVB/TMA
Penentuan kadar Total Volatil Base Nitrogen (TVB-N) dan Trimetil Amin Nitrogen (TMAN) pada produk perikanan
TVB (Distilasi) TMA (cawan Conway)
SNI 01-2354.11-2013 9.
Tetracycline dan derivatnya
Penentuan Tetrasiklin dan deri
Kromatografi cair
vatnya dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) pada produk perikanan
10.
Chloramphenicol
SNI 2354.9 : 2009 Penentuan residu kloramfenikol dengan Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)
11.
Nitrofuran AMOS, AOZ, SEM, AHD
Elisa Method
Metode Elisa
12.
Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd)
SNI 01-2354.5-2011 Penentuan kadar logam berat Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) pada produk perikanan
Spekroskopi Serapan Atom (Atomic Absorption Spectrofotometer/AAS
19
Kromatografi cair
13.
14.
Tembaga (Cu) dan Seng (Zn)
SNI 01-2354.13:2013 Penentuan kadar Tembaga (Cu) dan Seng (Zn) pada produk perikanan
Spekroskopi Serapan Atom (Atomic Absorption Spectrofotometer/AAS
Sulfit
SNI 01-2354.14:2016 Penentuan Kadar Sulfit dengan spektroflorometri dan Kromatografi cair Kinerja tinggi (KCKT) pada produk perikanan
Spektroflorometri dan Kromatografi cair
15. Malachite Green
HPLC Method
Metode HPLC
HPLC Method
Metode HPLC
UPLC Method 16. Chloramphenicol (LCMS/MS Method)
Elisa Method
Metode Elisa
18. Sulfadiazine
Elisa Method
Metode Elisa
19.
SNI 01-2370-1991 Penentuan kandungan karbohidrat
21.
22.
Karbohidrat
Squalen
Kadar agar Rendemen (yield) karaginan
SNI 01-4499-1998 Penentuan kadar squalene pada minyak ikan dengan cara ekstraksi SNI 01-4497-1998 Penentuan kadar agar dari rumput laut SNI 2354,122 : 2013 Penentuan rendemen (yield) karaginan rumput laut
Nama Pejabat
1
Sekretaris BKIPM
2
Kepala Pusat Standardisasi Sistem dan Kepatuhan
Titrimetri
Kromatografi gas
Gravimetri Gravimetri
KEPALA BADAN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN,
Lembar Pengesahan
3
Metode Liquid Chromatography Mass Spectrometry (LC-MS)
17. Fluoroquinolone
20.
No.
Metode UPLC
Paraf
ttd.
Kepala Bagian Hukum, Kerjasama dan Humas
RINA
20