1
PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/8/PADG/2017 TENTANG PEMBIAYAAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA ANGGOTA DEWAN GUBERNUR BANK INDONESIA,
Menimbang
: a.
bahwa dalam rangka mengatasi kesulitan likuiditas yang dapat
dialami
menyediakan
oleh
perbankan,
pembiayaan
Bank
likuiditas
jangka
Indonesia pendek
kepada bank, termasuk pembiayaan dengan prinsip syariah; b.
bahwa dalam rangka penyediaan pembiayaan likuiditas jangka pendek kepada bank berdasarkan prinsip syariah perlu diatur mekanisme dan hal-hal teknis pelaksanaan penyediaan
pembiayaan
likuiditas
jangka
pendek
berdasarkan prinsip syariah; c.
bahwa
berdasarkan
pertimbangan
sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Anggota Dewan Gubernur tentang Pembiayaan Likuiditas Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Umum Syariah. Mengingat
: Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/4/PBI/2017 tentang Pembiayaan Likuiditas Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Umum Syariah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2 2017 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6045); MEMUTUSKAN: Menetapkan
: PERATURAN
ANGGOTA
DEWAN
GUBERNUR
TENTANG
PEMBIAYAAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini yang dimaksud dengan: 1.
Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Bank Indonesia.
2.
Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah Otoritas Jasa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai Otoritas Jasa Keuangan.
3.
Bank Umum Syariah yang selanjutnya disebut Bank adalah bank umum syariah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang
yang
mengatur
mengenai
perbankan syariah. 4.
Giro Wajib Minimum yang selanjutnya disingkat GWM adalah
giro
wajib
minimum
primer
dalam
rupiah
sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai giro wajib minimum bank umum syariah. 5.
Kesulitan Likuiditas Jangka Pendek adalah keadaan yang dialami Bank yang disebabkan oleh terjadinya arus dana masuk yang lebih kecil dibandingkan dengan arus dana keluar dalam rupiah yang dapat membuat Bank tidak dapat memenuhi kewajiban GWM.
33 6.
Pembiayaan Likuiditas Jangka Pendek Syariah yang selanjutnya
disingkat
PLJPS
adalah
pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah dari Bank Indonesia kepada Bank untuk mengatasi Kesulitan Likuiditas Jangka Pendek yang dialami oleh Bank. 7.
Sertifikat
Bank Indonesia Syariah
yang
selanjutnya
disingkat SBIS adalah Sertifikat Bank Indonesia Syariah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter syariah. 8.
Surat
Berharga
Syariah
Negara
yang
selanjutnya
disingkat SBSN, atau yang dapat disebut Sukuk Negara adalah
surat
berharga
negara
yang
diterbitkan
berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan terhadap aset SBSN, dalam mata uang rupiah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai surat berharga syariah negara. 9.
Aset Pembiayaan adalah aset Bank berupa pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai perbankan syariah, tidak termasuk pembiayaan dalam valuta asing.
10. Sukuk Korporasi adalah surat utang yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah oleh korporasi selain Bank yang mengajukan permohonan PLJPS, dalam mata uang rupiah, dan ditatausahakan di KSEI, termasuk sukuk yang diterbitkan oleh pemerintah daerah. 11. Sistem Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement yang selanjutnya disebut Sistem BI-RTGS adalah Sistem BIRTGS
sebagaimana
diatur
dalam
ketentuan
Bank
Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan setelmen dana melalui Sistem BI-RTGS. 12. Bank Indonesia-Scripless Securities Settlement System yang selanjutnya disingkat BI-SSSS adalah BI-SSSS sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia yang
mengatur
mengenai
penyelenggaraan
penatausahaan surat berharga melalui BI-SSSS.
44 BAB II PERSYARATAN PLJPS Pasal 2 (1)
Bank
yang
mengalami
Kesulitan
Likuiditas
Jangka
Pendek dapat mengajukan permohonan PLJPS kepada Bank Indonesia. (2)
Bank
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
dapat
memperoleh PLJPS apabila memenuhi persyaratan: a.
tergolong sebagai Bank solven yang tercermin dari rasio kewajiban penyediaan modal minimum (KPMM) bulan terkini yang memadai, dengan ketentuan sebagai berikut: 1. paling
rendah
berdasarkan penilaian
sama
profil
OJK
dengan risiko
rasio
KPMM
terakhir
sesuai
diatur
dalam
sebagaimana
ketentuan yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan modal minimum; dan 2. dalam hal terdapat peristiwa setelah periode pelaporan
(subsequent
events)
yang
dapat
mempengaruhi rasio KPMM Bank maka KPMM bulan terkini merupakan KPMM bulanan terkini sesuai penilaian OJK yang dilengkapi dengan informasi
kondisi
terakhir
Bank
berupa
subsequent events dimaksud; b.
memiliki peringkat komposit tingkat kesehatan Bank paling
rendah
sebagaimana
2
(dua)
dimaksud
sesuai dalam
penilaian
OJK
ketentuan
yang
mengatur mengenai penilaian tingkat kesehatan bank umum syariah; c.
memiliki agunan berkualitas tinggi sebagai jaminan PLJPS
yang
memenuhi
ketentuan
sebagaimana
diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini; dan d.
diperkirakan mampu untuk mengembalikan PLJPS.
55 Pasal 3 (1)
Bank mengajukan plafon PLJPS berdasarkan perkiraan jumlah
kebutuhan
likuiditas
sampai
dengan
Bank
memenuhi GWM. (2)
Perkiraan
jumlah
kebutuhan
likuiditas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada proyeksi arus kas paling singkat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal permohonan PLJPS. BAB III AGUNAN PLJPS Bagian Kesatu Persyaratan Agunan Pasal 4 (1)
PLJPS harus dijamin dengan agunan berkualitas tinggi berupa:
(2)
a.
SBIS;
b.
SBSN;
c.
Sukuk Korporasi; dan/atau
d.
Aset Pembiayaan.
Sukuk Korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c hanya dapat dijadikan agunan PLJPS dalam hal pada saat permohonan: a.
Bank tidak memiliki SBIS dan/atau SBSN; atau
b.
Bank memiliki SBIS dan/atau SBSN namun nilainya tidak mencukupi untuk menjadi agunan PLJPS.
(3)
Aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d hanya dapat dijadikan agunan PLJPS dalam hal pada saat permohonan: a.
Bank tidak memiliki SBIS, SBSN, dan/atau Sukuk Korporasi; atau
b.
Bank
memiliki
SBIS,
SBSN,
dan/atau
Sukuk
Korporasi, namun nilainya tidak mencukupi untuk menjadi agunan PLJPS.
66 (4)
Agunan PLJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus berada dalam kondisi: a.
bebas dari segala perikatan, sengketa, dan sitaan; dan
b.
tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain atau Bank Indonesia.
(5)
Bank
tidak
menjaminkan
dapat
memperjualbelikan
kembali
agunan
PLJPS
dan/atau
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) yang masih dalam status sebagai agunan PLJPS. Pasal 5 Agunan PLJPS berupa SBIS dan/atau SBSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a dan huruf b harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a.
memiliki sisa jangka waktu paling singkat 110 (seratus sepuluh) hari kalender sejak tanggal penandatanganan akta perjanjian pemberian PLJPS; dan
b.
khusus untuk agunan berupa SBSN dipersyaratkan dapat diperdagangkan. Pasal 6
(1)
Agunan PLJPS berupa Sukuk Korporasi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal
4
ayat
(1)
huruf
c
harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut: a.
memiliki peringkat paling rendah 3 (tiga) peringkat (notch)
teratas
pada
1
(satu)
tahun
terakhir
berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh OJK sebagaimana dimaksud dalam ketentuan
yang
mengatur
mengenai
lembaga
pemeringkat; b.
aktif diperdagangkan yaitu pernah diperdagangkan dalam 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir; dan
c.
memiliki sisa jangka waktu paling singkat 180 (seratus delapan puluh) hari kalender sejak tanggal penandatanganan akta perjanjian pemberian PLJPS.
77 (2)
Contoh peringkat dari lembaga pemeringkat yang diakui oleh OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak
terpisahkan
dari
Peraturan
Anggota
Dewan
Gubernur ini. Pasal 7 Agunan
PLJPS
berupa
Aset
Pembiayaan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a.
merupakan
pembiayaan
dengan akad
mudharabah,
akad musyarakah, dan/atau akad ijarah nonjasa; b.
kolektibilitas tergolong lancar selama 12 (dua belas) bulan terakhir berturut-turut;
c.
bukan
merupakan
pembiayaan
konsumsi
kecuali
pembiayaan pemilikan rumah; d.
dijamin dengan agunan tanah dan bangunan dan/atau tanah
dengan
nilai
paling
rendah
110%
(seratus
sepuluh persen) dari plafon pembiayaan; e.
bukan merupakan pembiayaan kepada pihak terkait Bank;
f.
tidak pernah direstrukturisasi dalam waktu 3 (tiga) tahun terakhir;
g.
sisa jangka waktu jatuh waktu pembiayaan paling singkat
9
(sembilan)
bulan
sejak
tanggal
penandatanganan perjanjian pemberian PLJPS; h.
saldo
pokok
pembiayaan
tidak
melebihi
batas
maksimum penyaluran dana pada saat diberikan dan tidak melebihi plafon pembiayaan; i.
memiliki akad pembiayaan serta pengikatan agunan yang mempunyai kekuatan hukum;
j.
telah menjadi objek atau sampel pemeriksaan atau audit oleh kantor akuntan publik terhadap Bank paling lama 1 (satu) tahun terakhir;
k.
dalam akad pembiayaan antara Bank dan nasabah tercantum klausul bahwa pembiayaan dapat dialihkan kepada pihak lain; dan
88 l.
telah tercantum dalam laporan daftar Aset Pembiayaan terkini yang disampaikan secara berkala kepada Bank Indonesia. Pasal 8
(1)
Dalam hal diperlukan, Bank Indonesia dapat meminta agunan lain setelah agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) mencukupi.
(2)
Agunan
lain
sebagaimana
dimaksud pada ayat
(1)
meliputi: a.
saham Bank yang menerima PLJPS milik pemegang saham pengendali;
b.
personal guarantee dan/atau corporate guarantee dari pemegang saham pengendali;
c.
aset
tetap milik
Bank
yang
menerima
PLJPS;
dan/atau d.
agunan lainnya yang ditetapkan Bank Indonesia. Pasal 9
Pengikatan agunan PLJPS dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai berikut: a.
pengikatan
agunan
berupa
surat
berharga
syariah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c dilakukan dengan akta gadai; dan b.
pengikatan
agunan
berupa
Aset
Pembiayaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d dilakukan dengan akta fidusia. Bagian Kedua Perhitungan Nilai Agunan PLJPS Pasal 10 (1)
Nilai agunan PLJPS berupa SBIS dan SBSN ditetapkan sebagai berikut: a.
nilai agunan berupa SBIS ditetapkan sebesar 100% (seratus persen) dari plafon PLJPS yang dihitung berdasarkan nilai nominal SBIS;
99 b.
nilai agunan berupa SBSN ditetapkan paling rendah sebesar 106,5% (seratus enam koma lima persen) dari plafon PLJPS yang dihitung berdasarkan nilai pasar SBSN.
(2)
Nilai agunan PLJPS berupa Sukuk Korporasi ditetapkan sebagai berikut: a.
120% (seratus dua puluh persen) dari plafon PLJPS yang
dijamin
dengan
Sukuk
Korporasi
yang
diterbitkan oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan/atau dijamin oleh pemerintah pusat, dengan peringkat teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh OJK, yang dihitung berdasarkan nilai pasar dari Sukuk Korporasi; b.
135% (seratus tiga puluh lima persen) dari plafon PLJPS yang dijamin dengan Sukuk Korporasi yang diterbitkan oleh selain BUMN dan/atau dijamin selain oleh pemerintah pusat, dengan peringkat teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh OJK, yang dihitung berdasarkan nilai pasar dari Sukuk Korporasi;
c.
140% (seratus empat puluh persen) dari plafon PLJPS
yang
dijamin
dengan
Sukuk
Korporasi,
dengan peringkat ke-2 teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh OJK, yang dihitung
berdasarkan
nilai
pasar
dari
Sukuk
Korporasi; dan d.
145% (seratus empat puluh lima persen) dari plafon PLJPS
yang
dijamin
dengan
Sukuk
Korporasi,
dengan peringkat ke-3 teratas berdasarkan penilaian lembaga pemeringkat yang diakui oleh OJK, yang dihitung
berdasarkan
nilai
pasar
dari
Sukuk
Korporasi. (3)
Nilai agunan PLJPS berupa Aset Pembiayaan ditetapkan paling rendah sebesar 200% (dua ratus persen) dari plafon PLJPS yang dijamin dengan Aset Pembiayaan dan dihitung berdasarkan saldo pokok Aset Pembiayaan.
10 10 Pasal 11 (1)
Cara perhitungan nilai agunan PLJPS berupa surat berharga syariah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan sebagai berikut: a.
pada saat permohonan PLJPS, nilai surat berharga syariah yang digunakan yaitu nilai pada posisi 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal permohonan PLJPS;
b.
pada saat permohonan perpanjangan jangka waktu PLJPS, nilai surat berharga syariah yang digunakan yaitu nilai pada posisi 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal permohonan perpanjangan jangka waktu PLJPS;
c.
pada saat permohonan penambahan plafon PLJPS, nilai surat berharga syariah yang digunakan yaitu nilai pada posisi 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal permohonan penambahan plafon PLJPS;
d.
pada saat permohonan penurunan plafon PLJPS, nilai surat berharga syariah yang digunakan yaitu nilai pada posisi 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal permohonan penurunan plafon PLJPS;
e.
pada
saat
penandatanganan
akta
perjanjian
pemberian PLJPS dan akta pengikatan agunan PLJPS, nilai surat berharga syariah yang digunakan yaitu nilai pada posisi 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal penandatanganan akta perjanjian pemberian PLJPS dan akta pengikatan agunan PLJPS; dan f.
pada
saat
penandatanganan
akta
perubahan
perjanjian pemberian PLJPS dan akta perubahan pengikatan agunan PLJPS, nilai surat berharga syariah yang digunakan yaitu nilai pada posisi 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal penandatanganan akta perubahan perjanjian pemberian PLJPS dan akta perubahan pengikatan agunan PLJPS. (2)
Nilai surat berharga syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung sebagai berikut:
dengan
menggunakan data
11 11 a. untuk
surat
berharga
syariah
berupa
SBIS
menggunakan data nilai nominal yang tercantum dalam
BI-SSSS
sebagaimana
dimaksud
dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter syariah; b. untuk
surat
menggunakan dalam
berharga
syariah
data nilai
pasar
BI-SSSS
sebagaimana
berupa yang
SBSN
tercantum
dimaksud
dalam
ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai operasi moneter syariah; dan c.
untuk
surat
berharga
syariah
berupa
Sukuk
Korporasi menggunakan nilai pasar yang tercantum dalam harga publikasi terakhir yang tersedia pada lembaga yang melakukan penilaian harga efek yang diakui oleh OJK. (3)
Cara perhitungan nilai agunan PLJPS berupa Aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) ditetapkan sebagai berikut: a. pada saat permohonan PLJPS, nilai saldo pokok Aset Pembiayaan yang digunakan yaitu nilai pada posisi 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal permohonan PLJPS; b. pada saat permohonan perpanjangan jangka waktu PLJPS, nilai saldo pokok Aset Pembiayaan yang digunakan yaitu nilai pada posisi 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal permohonan perpanjangan jangka waktu PLJPS; c. pada
saat
penandatanganan
akta
perjanjian
pemberian PLJPS dan akta pengikatan agunan PLJPS, nilai saldo pokok Aset Pembiayaan yang digunakan yaitu nilai pada posisi 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal penandatanganan akta perjanjian pemberian PLJPS dan akta pengikatan agunan PLJPS; dan d. pada
saat
penandatanganan
akta
perubahan
perjanjian pemberian PLJPS dan akta perubahan pengikatan agunan PLJPS, nilai saldo pokok Aset
12 12 Pembiayaan yang digunakan yaitu nilai pada posisi 2 (dua) hari kerja sebelum tanggal penandatanganan akta perubahan perjanjian pemberian PLJPS dan akta perubahan pengikatan agunan PLJPS. (4)
Nilai
saldo
pokok
Aset
Pembiayaan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dihitung dengan menggunakan data yang tercantum dalam catatan pembukuan Bank. Pasal 12 Contoh
untuk
perhitungan
nilai
agunan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini. Bagian Ketiga Pelaporan Berkala Daftar Aset Pembiayaan Pasal 13 (1)
Bank harus memelihara dan menatausahakan daftar Aset Pembiayaan yang memenuhi persyaratan agunan PLJPS dan dialokasikan untuk menjadi agunan PLJPS.
(2)
Pemeliharaan Pembiayaan dilakukan
dan
penatausahaan
sebagaimana untuk
daftar
dimaksud
mengantisipasi
pada
Aset
ayat
kebutuhan
(1)
PLJPS
dengan agunan berupa Aset Pembiayaan. (3)
Bank menyampaikan laporan daftar Aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara berkala kepada Bank Indonesia dengan tembusan kepada OJK.
(4)
Laporan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(3)
disampaikan setiap 6 (enam) bulan sekali untuk posisi akhir bulan Juni dan akhir bulan Desember, paling lambat
tanggal
15
setelah
posisi
akhir
bulan
bersangkutan termasuk koreksi laporan. (5)
Bank yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sampai dengan batas waktu pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat
mengajukan
PLJPS
dengan
agunan
Aset
13 13 Pembiayaan
sampai
dengan
periode
pelaporan
berikutnya. (6)
Bank
dapat
memperbarui
laporan
daftar
Aset
Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dengan ketentuan sebagai berikut: a.
posisi akhir bulan Juni diperbarui dengan posisi akhir
bulan
bersangkutan
September dan
pada
tahun
yang
disampaikan
kepada
Bank
Indonesia dengan tembusan kepada OJK paling lambat tanggal 15 Oktober; dan b.
posisi akhir bulan Desember diperbarui dengan posisi akhir bulan Maret pada tahun berikutnya dan disampaikan
kepada
Bank
Indonesia
dengan
tembusan kepada OJK paling lambat tanggal 15 April. Pasal 14 (1)
Penyampaian
laporan
daftar
sebagaimana
dimaksud
dalam
Aset Pasal
Pembiayaan 13
dilakukan
melalui sarana yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. (2)
Bank
harus
memastikan
keamanan
penyampaian
laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3)
Dalam hal Bank tidak berhasil melakukan pengiriman laporan
daftar
Aset
Pembiayaan
melalui
sarana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank harus menyampaikan laporan tersebut melalui surat dengan melampirkan soft copy daftar Aset Pembiayaan kepada Bank
Indonesia
c.q.
Departemen
Pengelolaan
dan
Kepatuhan Laporan, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 paling lambat pukul 16.00 waktu Indonesia barat (WIB), dengan tembusan kepada OJK c.q. Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional OJK, atau Kantor OJK yang terkait. (4)
Bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor
Pusat
Bank
Indonesia,
surat
sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat paling lambat pukul
1414 16.00
waktu
Kantor
Perwakilan
Bank
Indonesia
setempat. (5)
Laporan daftar Aset Pembiayaan menggunakan format sebagaimana
tercantum
dalam
Lampiran
III
yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini. (6)
Tata cara penyampaian laporan daftar Aset Pembiayaan adalah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini. Pasal 15
(1)
Bank harus mendaftarkan petugas Bank yang diberikan kewenangan
untuk
menyusun
dan
menyampaikan
laporan daftar Aset Pembiayaan untuk mendapatkan akses
pelaporan,
termasuk
apabila
terdapat
perubahannya kepada Bank Indonesia. (2)
Pendaftaran
petugas
Bank
termasuk
perubahannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis
kepada
Pengelolaan
Bank
dan
Indonesia
Kepatuhan
c.q.
Laporan,
Departemen Jalan
M.H.
Thamrin No. 2 Jakarta 10350. Pasal 16 Bank Indonesia dapat meminta Bank untuk menyampaikan dokumen pendukung dari Aset Pembiayaan yang dilaporkan dalam
laporan
daftar
Aset
dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3).
Pembiayaan
sebagaimana
1515 BAB IV PERMOHONAN PLJPS Bagian Kesatu Permohonan PLJPS Pasal 17 (1)
Permohonan PLJPS diajukan oleh Bank melalui surat dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran V
yang
merupakan
bagian
tidak
terpisahkan
dari
Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini. (2)
Surat permohonan PLJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh direksi Bank dan diketahui oleh dewan komisaris Bank yang berwenang.
(3)
Permohonan PLJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen yang dipersyaratkan Bank Indonesia.
(4)
Permohonan PLJPS diajukan kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Surveilans Sistem Keuangan, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 dengan tembusan kepada OJK
c.q.
Departemen
Perbankan
Syariah,
Kantor
Regional OJK, atau Kantor OJK yang terkait. (5)
Bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat.
(6)
Bank dapat mengajukan permohonan PLJPS pada setiap hari kerja dengan ketentuan sebagai berikut: a. dalam hal surat Bank diterima Bank Indonesia sampai dengan
pukul
12.00 WIB,
Bank Indonesia akan
memproses PLJPS pada hari yang bersangkutan; dan b. dalam hal surat Bank diterima Bank Indonesia setelah pukul 12.00 WIB, Bank Indonesia akan memproses PLJPS pada hari kerja berikutnya, setelah dokumen permohonan PLJPS diterima secara lengkap.
1616 Pasal 18 Dokumen yang dipersyaratkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) terdiri atas: a.
surat pernyataan yang ditandatangani oleh direksi Bank yang berwenang, yang memuat hal sebagai berikut: 1.
pernyataan mengenai Bank mengalami Kesulitan Likuiditas Jangka Pendek yang disertai dengan: a)
penjelasan
mengenai
penyebab
Kesulitan
Likuiditas Jangka Pendek; dan b)
upaya yang telah dilakukan untuk mengatasi Kesulitan Likuiditas Jangka Pendek;
2.
pernyataan mengenai seluruh aset yang menjadi agunan PLJPS: a)
berada
dalam
kondisi
bebas
dari
segala
perikatan, sengketa, dan sitaan; b)
tidak sedang dijaminkan kepada pihak lain atau Bank Indonesia;
c)
memenuhi seluruh persyaratan sebagai agunan PLJPS sesuai dengan Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini; dan
d)
tidak
akan
diperjualbelikan
dan/atau
dijaminkan kembali kepada pihak lain selama masih dalam status sebagai agunan PLJPS; 3.
pernyataan mengenai kesanggupan Bank untuk membayar kewajiban PLJPS; dan
4.
pernyataan
mengenai
kebenaran data dan/atau
dokumen yang disampaikan dan kesanggupan Bank untuk menyampaikan data dan/atau dokumen lain yang diminta oleh Bank Indonesia, dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang
merupakan
bagian
tidak terpisahkan
dari
Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini; b.
dokumen yang mendukung jumlah kebutuhan untuk mengatasi Kesulitan Likuiditas Jangka Pendek paling sedikit berupa proyeksi arus kas paling singkat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal permohonan PLJPS dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran
1717 VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini; c.
daftar seluruh aset yang menjadi agunan PLJPS berupa: 1.
SBIS, SBSN, dan/atau Sukuk Korporasi dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini; dan
2.
Aset
Pembiayaan
dengan
format
sebagaimana
tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini; d.
daftar rekapitulasi Aset Pembiayaan yang telah menjadi objek atau sampel pemeriksaan atau audit oleh kantor akuntan
publik
ditandatangani
oleh
yang kantor
dikeluarkan akuntan
dan/atau publik
yang
melakukan pemeriksaan atau audit, dalam hal terdapat agunan PLJPS berupa Aset Pembiayaan; e.
surat persetujuan dari pihak yang berwenang sesuai dengan anggaran dasar atau anggaran rumah tangga Bank dan ketentuan peraturan perundang-undangan, mengenai permohonan PLJPS dan/atau penggunaan aset Bank sebagai agunan PLJPS;
f.
dokumen anggaran dasar atau anggaran rumah tangga Bank termasuk perubahannya;
g.
daftar seluruh surat berharga syariah yang dimiliki dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII dan disertai bukti kepemilikannya; dan
h.
dokumen lain yang diminta oleh Bank Indonesia. Pasal 19
(1)
Bank Indonesia memberikan PLJPS untuk jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari kalender untuk setiap periode pemberian PLJPS.
(2)
Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku efektif sejak tanggal aktivasi pemberian PLJPS oleh Bank Indonesia.
1818 (3)
Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang secara berturut-turut untuk jangka waktu PLJPS keseluruhan paling lama 90 (sembilan puluh) hari kalender. Bagian Kedua Koordinasi dengan OJK Pasal 20
(1)
Bank Indonesia berkoordinasi dengan OJK dalam rangka menindaklanjuti
permohonan
PLJPS
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 melalui: a.
permintaan informasi dari OJK mengenai kondisi Bank
yang
mengajukan
PLJPS,
yang
meliputi
pemenuhan persyaratan:
b.
1.
solvabilitas; dan
2.
tingkat kesehatan Bank; dan
pelaksanaan pemenuhan
penilaian persyaratan
bersama agunan
dan
mengenai perkiraan
kemampuan Bank untuk mengembalikan PLJPS. (2)
Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dilaksanakan
dalam
rangka
menindaklanjuti
permohonan Bank terkait perpanjangan jangka waktu PLJPS, penambahan plafon PLJPS, dan/atau penurunan plafon PLJPS. Bagian Ketiga Tindak Lanjut Persetujuan atas Permohonan PLJPS Pasal 21 (1)
Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan PLJPS melalui surat kepada Bank dengan tembusan kepada OJK.
(2)
Dalam
memberikan
persetujuan
atau
penolakan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia mempertimbangkan paling sedikit hal sebagai berikut:
1919 a.
pemenuhan
persyaratan
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 2; b.
kelengkapan
dokumen
permohonan
PLJPS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18; dan c.
analisis
mengenai
perkiraan
jumlah
kebutuhan
likuiditas Bank. (3)
Dalam
hal
permohonan
berdasarkan
surat
PLJPS
persetujuan
disetujui, Bank
maka
Indonesia
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank harus melakukan hal sebagai berikut: a.
menyampaikan
dokumen
yang
terkait
dengan
agunan PLJPS; b.
menunjuk notaris;
c.
menyampaikan dokumen berupa rancangan akta perjanjian pemberian PLJPS melalui notaris dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini;
d.
menyampaikan dokumen berupa
rancangan akta
pengikatan agunan PLJPS melalui notaris dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI untuk agunan berupa surat berharga syariah dan Lampiran
XII
Pembiayaan, terpisahkan
untuk yang
dari
agunan
merupakan Peraturan
berupa bagian
Aset tidak
Anggota
Dewan
terkait
dengan
Gubernur ini; dan e.
menyampaikan
dokumen
yang
agunan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dalam hal diperlukan. (4)
Dokumen
yang
terkait
dengan
agunan
PLJPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a untuk agunan berupa surat berharga syariah meliputi: a.
daftar
surat
berharga
syariah
yang
diagunkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c angka 1; dan b.
hasil
pemeringkatan
Sukuk
Korporasi
yang
diterbitkan oleh paling sedikit 1 (satu) lembaga
2020 pemeringkat yang diakui oleh OJK apabila terdapat agunan
berupa
Sukuk
Korporasi
dan
hasil
pemeringkatan tersebut belum melebihi 1 (satu) tahun sampai dengan tanggal permohonan PLJPS. (5)
Dokumen
yang
terkait
dengan
agunan
PLJPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a untuk agunan berupa Aset Pembiayaan meliputi: a.
daftar
Aset
Pembiayaan
yang
diagunkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c angka 2; b.
dokumen asli akad pembiayaan antara Bank dan nasabah beserta seluruh perubahannya;
c.
dokumen
asli
pembiayaan antara
pengikatan
yang
Bank
agunan
mempunyai
atas
akad
kekuatan
hukum
beserta
seluruh
dan
nasabah
bukti
kepemilikan
perubahannya; d.
dokumen
asli
agunan
yang
agunan
Aset
agunan
Aset
menjadi jaminan pembiayaan Bank; e.
dokumen
asli
hasil
penilaian
Pembiayaan oleh penilai independen; f.
dokumen Pembiayaan
asli
polis
yang
asuransi
dijamin
dengan
tanah
dan
bangunan; dan g.
dokumen lain yang terkait dengan agunan PLJPS berupa Aset Pembiayaan yang diminta oleh Bank Indonesia.
(6)
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf
c,
dan
huruf
d
disampaikan
kepada
Bank
Indonesia c.q. Departemen Surveilans Sistem Keuangan paling lambat pukul 12.00 WIB pada 1 (satu) hari kerja berikutnya setelah surat persetujuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima Bank. (7)
Bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf c, dan huruf d disampaikan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat paling lambat pukul 12.00 waktu Kantor
2121 Perwakilan Bank Indonesia setempat pada 1 (satu) hari kerja
berikutnya
setelah
surat
persetujuan
Bank
Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima Bank. (8)
Dokumen yang terkait dengan agunan lain dalam hal diminta oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e meliputi: a.
bukti kepemilikan saham dari pemegang saham pengendali yang akan diikat dengan akta gadai dalam hal agunan lain berupa saham Bank milik pemegang
saham
pengendali
dari
Bank
yang
menerima PLJPS; b.
rancangan
akta
notariil
personal
guarantee
dan/atau corporate guarantee yang disertai daftar aset milik pemegang saham pengendali dalam hal agunan lain berupa personal guarantee dan/atau corporate
guarantee
dari
pemegang
saham
pengendali dari Bank yang menerima PLJPS; dan c.
dokumen asli bukti kepemilikan aset tetap dalam hal agunan lain berupa aset tetap milik Bank yang menerima PLJPS yang akan diikat dengan hak tanggungan.
(9)
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e disampaikan kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Surveilans Sistem Keuangan paling lambat pukul 12.00 WIB pada 2 (dua) hari kerja sebelum penandatanganan akta perjanjian pemberian PLJPS.
(10) Bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e disampaikan kepada Kantor
Perwakilan
Bank Indonesia setempat
paling
lambat pukul 12.00 waktu Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat pada 2 (dua) hari kerja sebelum penandatanganan akta perjanjian pemberian PLJPS.
22 22 Pasal 22 Mekanisme pengagunan agunan PLJPS berupa surat berharga syariah dilakukan sebagai berikut: a.
untuk surat berharga syariah berupa SBIS dan/atau SBSN: 1.
Bank sebagai pemberi agunan dan Bank Indonesia sebagai penerima agunan melakukan pengagunan surat berharga syariah pada BI-SSSS paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah surat persetujuan PLJPS diterima oleh Bank dengan mengacu pada ketentuan Bank
Indonesia
penyelenggaraan melalui
yang
mengatur
penatausahaan
Bank
surat
Indonesia-Scripless
mengenai berharga Securities
Settlement System; 2.
pengagunan surat berharga syariah sebagaimana dimaksud pada angka 1, dilakukan untuk jangka waktu pengagunan paling singkat 30 (tiga puluh) hari kalender;
3.
pengagunan surat berharga syariah sebagaimana dimaksud pada angka 2 dapat diperpanjang sesuai dengan
kebutuhan
sampai
dengan
tanggal
penandatanganan akta perjanjian pemberian PLJPS; 4.
pengagunan
surat
berharga
syariah
setelah
penandatanganan akta perjanjian pemberian PLJPS dilakukan untuk jangka waktu pengagunan paling singkat 110 (seratus sepuluh) hari kalender; 5.
untuk penambahan dan/atau penggantian agunan yang dilakukan pada saat periode pemberian PLJPS atau perpanjangan jangka waktu PLJPS, jangka waktu pengagunan sebagaimana dimaksud pada angka 4 dikurangi dengan jumlah hari kalender PLJPS berjalan; dan
6.
jangka waktu pengagunan sebagaimana dimaksud pada angka 4 dan angka 5 dapat diperpanjang apabila diperlukan;
b.
untuk surat berharga syariah berupa Sukuk Korporasi, Bank melakukan pemindahbukuan Sukuk Korporasi ke
23 23 rekening efek Bank Indonesia di KSEI segera setelah Bank menyampaikan
daftar
surat
berharga syariah
sesuai dengan tata cara yang ditetapkan KSEI; dan c.
dalam hal terjadi pelunasan PLJPS maka agunan PLJPS berupa: 1.
SBIS dan SBSN pada BI-SSSS dilepas (release) paling lama 1 (satu) hari kerja setelah PLJPS dilunasi; dan
2.
Sukuk Korporasi pada rekening efek Bank Indonesia di KSEI dipindahbukukan ke rekening efek Bank di KSEI paling lama 1 (satu) hari kerja setelah PLJPS dilunasi. Pasal 23
(1)
Penilaian
terhadap
agunan
PLJPS
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf b dilakukan melalui kegiatan: a.
verifikasi dokumen yang terkait agunan PLJPS; dan/atau
b. (2)
penilaian pemenuhan persyaratan agunan PLJPS.
Bank Indonesia dapat menggunakan jasa pihak ketiga untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
terhadap
agunan
PLJPS
berupa
Aset
Pembiayaan. (3)
Dalam hal Bank Indonesia akan menggunakan jasa pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bank menunjuk pihak ketiga.
(4)
Biaya yang timbul dari penggunaan jasa pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) menjadi beban Bank.
(5)
Untuk mendukung kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1)
Bank
Indonesia
dapat
meminta
dokumen
dan/atau informasi tambahan terkait agunan PLJPS yang harus dipenuhi oleh Bank.
24 24 Pasal 24 Bank Indonesia melakukan verifikasi dan/atau penilaian melalui penelitian terhadap: a. dokumen rancangan akta perjanjian pemberian PLJPS; b. dokumen rancangan akta pengikatan agunan PLJPS; dan c. dokumen yang terkait dengan agunan lain. Pasal 25 (1)
Dalam hal berdasarkan hasil penilaian terhadap agunan PLJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) terdapat agunan yang
tidak memenuhi
persyaratan
dan/atau dokumen yang terkait agunan diketahui tidak lengkap maka agunan dimaksud tidak diperhitungkan sebagai agunan PLJPS. (2)
Dalam hal berdasarkan hasil penilaian terhadap agunan PLJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) nilai agunan PLJPS tidak mencukupi plafon PLJPS yang telah disetujui maka Bank Indonesia menyampaikan surat permintaan penambahan agunan kepada Bank dengan
tembusan
kepada
OJK
c.q.
Departemen
Perbankan Syariah, Kantor Regional OJK, atau Kantor OJK yang terkait. (3)
Bank harus menyampaikan penambahan agunan yang memenuhi persyaratan sebagai agunan PLJPS kepada Bank Indonesia
c.q.
Departemen
Surveilans Sistem
Keuangan paling lambat pukul 12.00 WIB pada 3 (tiga) hari
kerja
berikutnya
setelah
surat
permintaan
penambahan agunan dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima Bank. (4)
Bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, penambahan agunan sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(3)
disampaikan
kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat paling lambat pukul 12.00 waktu Kantor Perwakilan Bank Indonesia berikutnya
setempat
setelah
surat
pada
3 (tiga)
permintaan
hari
kerja
penambahan
25 25 agunan dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterima Bank. (5)
Dalam hal Bank tidak dapat menyampaikan tambahan agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau menyampaikan tambahan agunan namun nilainya tidak mencukupi plafon PLJPS yang telah disetujui Bank Indonesia,
Bank
permintaan menutup
Indonesia
penyediaan kekurangan
menyampaikan
sumber likuditas
dana yang
surat
lain
untuk
tidak
dapat
diperoleh dari PLJPS kepada Bank dengan tembusan kepada OJK c.q. Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional OJK, atau Kantor OJK yang terkait. (6)
Bank harus menyediakan sumber dana lain sebagaimana dimaksud pada ayat (5) di rekening giro Bank di Bank Indonesia paling lambat sampai dengan awal periode precut off Sistem BI-RTGS pada 3 (tiga) hari kerja berikutnya setelah surat permintaan penyediaan sumber dana lain dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diterima Bank.
(7)
Penyediaan sumber dana lain sebagaimana dimaksud pada ayat (6) disertai dengan dokumen dan/atau data pendukung yang disampaikan paling lambat 1 (satu) hari kerja berikutnya setelah dana tersedia di rekening giro Bank di Bank Indonesia.
(8)
Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (7) tercatat di pembukuan Bank paling singkat sampai dengan Bank Indonesia melaksanakan aktivasi pemberian PLJPS.
(9)
Dalam hal Bank dapat menyediakan sumber dana lain sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Bank Indonesia menurunkan plafon PLJPS sesuai dengan nilai agunan yang tersedia. Pasal 26
(1)
Dalam hal berdasarkan hasil penilaian Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) diketahui bahwa:
26 26 a.
agunan telah memenuhi ketentuan dan nilai agunan mencukupi plafon PLJPS yang telah disetujui Bank Indonesia; atau
b.
nilai agunan yang telah memenuhi ketentuan tidak mencukupi
plafon
yang
telah
disetujui
Bank
Indonesia dan Bank dapat menyediakan sumber dana lain untuk menutup kekurangan likuiditas yang tidak dapat diperoleh dari PLJPS, maka akan
dilakukan penandatanganan terhadap akta
perjanjian pemberian PLJPS dan akta pengikatan agunan PLJPS. (2)
Penandatanganan terhadap akta perjanjian pemberian PLJPS dan akta pengikatan agunan PLJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bank Indonesia bersama Bank yang diwakili oleh pihak Bank yang berwenang melakukan penandatanganan akta perjanjian pemberian PLJPS dan akta pengikatan agunan PLJPS.
(3)
Dalam hal terdapat agunan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 maka pengikatan agunan lain dapat dilakukan selama periode pemberian PLJPS.
(4)
Pengikatan agunan PLJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan agunan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Pasal 27
(1)
Dalam hal setelah penandatanganan akta perjanjian pemberian PLJPS dan akta pengikatan agunan PLJPS sebagaimana diketahui
dimaksud
dokumen
dalam
Aset
Pasal
Pembiayaan
26
ayat
(1),
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5) tidak lengkap, Bank Indonesia tidak lagi memperhitungkan Aset Pembiayaan dimaksud sebagai agunan PLJPS. (2)
Dalam hal kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyebabkan nilai agunan secara keseluruhan tidak mencukupi plafon yang telah disetujui, Bank Indonesia
27 27 akan melakukan pembatasan pencairan sejak tanggal aktivasi pemberian PLJPS atau selama periode PLJPS. (3)
Dalam hal Bank telah melengkapi kekurangan dokumen Aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Aset Pembiayaan tersebut akan diperhitungkan kembali sebagai agunan PLJPS dan pencairan PLJPS dilakukan sesuai dengan kecukupan nilai agunan. Pasal 28
Persetujuan atas permohonan PLJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) dibatalkan oleh Bank Indonesia apabila: a.
Bank tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3);
b.
berdasarkan
verifikasi
dan/atau
penilaian
Bank
Indonesia nilai agunan tidak mencukupi plafon, Bank tidak dapat menambah agunan PLJPS dan Bank tidak menyediakan
sumber
dana
lain
untuk
menutup
kekurangan likuiditas yang tidak dapat diperoleh dari PLJPS; dan/atau c.
diketahui bahwa Bank tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2). BAB V PENCAIRAN PLJPS Bagian Kesatu Mekanisme Pencairan Pasal 29
(1)
Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan aktivasi pemberian PLJPS kepada Bank paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal aktivasi yang memuat tanggal aktivasi pemberian PLJPS dan jumlah PLJPS yang dapat dicairkan, serta informasi lain yang terkait dengan pencairan PLJPS.
28 28 (2)
Bank dapat mengajukan permohonan pencairan PLJPS sejak tanggal aktivasi pemberian PLJPS.
(3)
Bank dapat mengajukan permohonan pencairan PLJPS sebesar perkiraan kebutuhan Bank untuk mengatasi Kesulitan Likuiditas Jangka Pendek.
(4)
Bank Indonesia dapat melakukan pencairan PLJPS 1 (satu)
kali
dalam
1
(satu)
hari
sebesar
perkiraan
kebutuhan Bank untuk mengatasi Kesulitan Likuiditas Jangka Pendek. (5)
Permohonan pencairan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan melalui surat kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Surveilans Sistem Keuangan, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 dengan tembusan kepada OJK
c.q.
Departemen
Perbankan
Syariah,
Kantor
Regional OJK, atau Kantor OJK yang terkait pada setiap hari kerja paling lambat pukul 12.00 WIB selama periode PLJPS untuk pencairan pada hari kerja berikutnya. (6)
Khusus pada tanggal aktivasi pemberian PLJPS, PLJPS dapat dicairkan pada hari kerja yang sama, sepanjang Bank mengajukan permohonan pencairan PLJPS paling lambat pukul 10.00 WIB pada hari kerja yang sama.
(7)
Permohonan pencairan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dokumen sebagai berikut: a.
surat
sanggup
pengajuan direksi
bayar
pencairan
Bank
yang
(promissory yang
note)
sebesar
ditandatangani
berwenang
dengan
oleh
contoh
sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini; dan b.
proyeksi kebutuhan
arus
kas
berupa
likuiditas Bank
rincian yang
perkiraan
mencerminkan
kebutuhan pencairan di hari yang bersangkutan sampai dengan Bank memenuhi GWM, dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini.
29 29 Pasal 30 (1)
Atas
permohonan
pencairan
PLJPS
oleh
Bank
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (2), Bank Indonesia melakukan pencairan PLJPS pada pagi hari setelah
Sistem
BI-RTGS
dibuka
sepanjang
Bank
memenuhi persyaratan pencairan. (2)
Khusus permohonan pencairan pada tanggal aktivasi pemberian PLJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (6), Bank Indonesia melakukan pencairan PLJPS paling lambat sebelum periode transaksi untuk nasabah pada
sistem
BI-RTGS
berakhir
sepanjang
Bank
memenuhi persyaratan pencairan. (3)
Persyaratan pencairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) meliputi: a.
ketersediaan plafon atau sisa plafon PLJPS;
b.
terdapat kecukupan agunan;
c.
Bank masih memenuhi persyaratan sebagai Bank solven dan persyaratan tingkat kesehatan Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a dan huruf b; dan
d.
terdapat surat permohonan pencairan dan surat sanggup
bayar
(promissory
note)
yang
ditandatangani oleh direksi Bank yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (7) huruf a. (4)
Pencairan PLJPS oleh Bank Indonesia dilakukan dengan cara mengkredit rekening giro Bank dalam rupiah di Bank Indonesia. Bagian Kedua Bagi Hasil PLJPS Pasal 31
(1)
Bank Indonesia memperoleh bagi hasil secara harian dari Bank atas saldo pokok PLJPS.
(2)
Dalam perhitungan bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan nisbah bagi hasil untuk Bank
30 30 Indonesia sebesar 80% (delapan puluh persen). (3)
Bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan menggunakan nisbah bagi hasil untuk Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikalikan dengan
tingkat
mudharabah
realisasi
sebelum
imbalan
distribusi
deposito pada
investasi
Bank
yang
menerima PLJPS. (4)
Rumus perhitungan bagi hasil PLJPS yaitu sebagai berikut: X = P x R x k x t/360 Keterangan: X
: besarnya bagi hasil yang diterima Bank Indonesia
P
: saldo pokok PLJPS
R
: tingkat realisasi imbalan deposito investasi mudharabah sebelum distribusi pada Bank yang menerima PLJPS
(5)
k
: nisbah bagi hasil untuk Bank Indonesia
t
: jumlah hari kalender perhitungan bagi hasil.
Contoh perhitungan bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk 1 (satu) periode PLJPS adalah sebagaimana
tercantum
dalam
Lampiran
XV
yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini. BAB VI PEMANTAUAN PLJPS Bagian Kesatu Pemantauan Agunan Pasal 32 (1)
Selama periode PLJPS, Bank harus memantau aset yang menjadi agunan PLJPS untuk mengidentifikasi agunan PLJPS yang mengalami kondisi sebagai berikut: a.
agunan PLJPS tidak memenuhi kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) dan ayat (5);
31 31 b.
Sukuk Korporasi tidak lagi memenuhi persyaratan peringkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a;
c.
terdapat pelunasan atas Aset
Pembiayaan
oleh
nasabah Bank; dan/atau d.
Aset
Pembiayaan
memenuhi
yang
persyaratan
diagunkan
tidak
sebagaimana
lagi
dimaksud
dalam Pasal 7 huruf b. (2)
Pemantauan
aset
yang
menjadi
agunan
PLJPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memastikan pemenuhan persyaratan agunan PLJPS dan nilai agunan mencukupi plafon selama periode PLJPS. Bagian Kedua Penggantian Agunan PLJPS Pasal 33 (1)
Bank harus mengganti agunan PLJPS dalam periode PLJPS apabila terdapat kondisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) sehingga nilai agunan PLJPS mengalami penurunan dan secara keseluruhan tidak lagi memenuhi plafon PLJPS.
(2)
Penggantian
agunan
PLJPS
diprioritaskan
dengan
menggunakan agunan berupa surat berharga syariah yang dimiliki oleh Bank yang memenuhi persyaratan agunan PLJPS. (3)
Dalam hal surat berharga syariah yang dimiliki oleh Bank tidak
mencukupi
untuk
penggantian
agunan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka penggantian agunan dapat dilakukan dengan menggunakan surat berharga syariah yang dimiliki oleh Bank ditambah dengan agunan berupa Aset Pembiayaan yang memenuhi persyaratan agunan PLJPS. (4)
Dalam hal Bank tidak memiliki surat berharga syariah maka penggantian agunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan agunan berupa
32 32 Aset Pembiayaan yang memenuhi persyaratan agunan PLJPS. Pasal 34 (1)
Dalam hal Bank melakukan penggantian agunan PLJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1), Bank menyampaikan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4) dan/atau ayat (5) yang terkait dengan agunan
pengganti
kepada
Bank
Indonesia
c.q.
Departemen Surveilans Sistem Keuangan, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. (2)
Bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat. Pasal 35
Selama Bank Indonesia memproses penggantian agunan PLJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, pada periode pemberian PLJPS, Bank tetap dapat mengajukan pencairan PLJPS sepanjang terdapat plafon atau sisa plafon dan agunan PLJPS yang mencukupi. Pasal 36 (1)
Dalam hal penggantian agunan disetujui oleh Bank Indonesia, Bank meminta notaris untuk mempersiapkan akta perubahan pengikatan agunan PLJPS.
(2)
Penandatanganan terhadap akta perubahan pengikatan agunan PLJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bank Indonesia bersama Bank yang diwakili oleh pihak Bank yang berwenang melakukan penandatanganan akta perubahan pengikatan agunan PLJPS.
33 33 Bagian Ketiga Pembatasan Pencairan dan Penghentian Pencairan PLJPS Sebelum Jatuh Waktu Pasal 37 (1)
Bank Indonesia melakukan pembatasan pencairan PLJPS dalam hal: a.
nilai agunan PLJPS mengalami penurunan akibat kondisi
agunan
PLJPS
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 27 dan Pasal 32 sehingga secara keseluruhan nilai agunan tidak mencukupi plafon PLJPS; dan b.
Bank tidak melakukan penggantian agunan atau melakukan
penggantian
agunan
namun
nilai
agunan pengganti tidak mencukupi plafon PLJPS. (2)
Bank dapat mengajukan penggantian agunan setelah Bank
Indonesia
melakukan
pembatasan
pencairan
dengan mengacu pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, Pasal 34, dan Pasal 36. Pasal 38 (1)
Bank Indonesia
berwenang
menghentikan
pencairan
PLJPS sebelum jatuh waktu dalam hal Bank: a.
tidak
memenuhi
persyaratan
solvabilitas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a; dan/atau b.
tidak
memenuhi
persyaratan
tingkat
kesehatan
Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b. (2)
Dalam hal
Bank Indonesia
melakukan
penghentian
pencairan PLJPS sebelum jatuh waktu PLJPS maka Bank Indonesia tidak melakukan pencairan PLJPS sampai dengan
jatuh
waktu
PLJPS
meskipun
terdapat
ketersediaan plafon atau sisa plafon serta agunan PLJPS mencukupi.
34 34 (3)
Pelunasan pokok dan bagi hasil PLJPS bagi Bank yang dikenakan penghentian pencairan PLJPS sebelum jatuh waktu PLJPS dilakukan pada tanggal jatuh waktu PLJPS. BAB VII PERPANJANGAN JANGKA WAKTU PLJPS Bagian Kesatu Permohonan Perpanjangan Jangka Waktu PLJPS Pasal 39
(1)
Bank
dapat
mengajukan
permohonan
perpanjangan
jangka waktu PLJPS kepada Bank Indonesia. (2)
Permohonan
perpanjangan
sebagaimana
dimaksud
jangka
pada
ayat
waktu (1)
PLJPS
disampaikan
melalui surat dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini. (3)
Surat permohonan perpanjangan jangka waktu PLJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh direksi Bank dan diketahui oleh dewan komisaris Bank yang berwenang.
(4)
Permohonan
perpanjangan
jangka
waktu
PLJPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen yang dipersyaratkan Bank Indonesia. (5)
Permohonan perpanjangan jangka waktu PLJPS diajukan kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Surveilans Sistem Keuangan, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 dengan tembusan kepada OJK c.q. Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional OJK, atau Kantor OJK yang terkait.
(6)
Bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditembuskan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat.
(7)
Bank
dapat
mengajukan
permohonan
perpanjangan
jangka waktu PLJPS pada setiap hari kerja sampai
35 35 dengan pukul 12.00 WIB, dengan ketentuan sebagai berikut: a.
permohonan diajukan paling lambat 3 (tiga) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu PLJPS berjalan apabila
tidak
terdapat
penggantian
dan/atau
penambahan agunan atau terdapat penggantian dan/atau penambahan agunan hanya berupa surat berharga syariah; b.
permohonan diajukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu PLJPS berjalan apabila terdapat penggantian dan/atau penambahan agunan berupa Aset Pembiayaan.
(8)
Bank
Indonesia
akan
memproses
permohonan
perpanjangan jangka waktu PLJPS setelah dokumen permohonan perpanjangan jangka waktu PLJPS diterima secara lengkap. (9)
Permohonan
perpanjangan
jangka
waktu
PLJPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut: a.
dokumen untuk
yang
mendukung
mengatasi
Kesulitan
jumlah
kebutuhan
Likuiditas
Jangka
Pendek paling sedikit berupa proyeksi arus kas paling singkat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak tanggal permohonan perpanjangan jangka waktu PLJPS
dengan format sebagaimana
tercantum
dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari
Peraturan
Anggota
Dewan
Gubernur ini; b.
daftar seluruh aset yang menjadi agunan PLJPS berupa: 1.
SBIS, SBSN, dan/atau Sukuk Korporasi dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini; dan
2.
Aset Pembiayaan dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan
36 36 bagian
tidak
terpisahkan
dari
Peraturan
penggantian
dan/atau
Anggota Dewan Gubernur ini; c.
dalam
hal
terdapat
penambahan agunan berupa Aset Pembiayaan maka harus dilengkapi dengan daftar rekapitulasi Aset Pembiayaan yang telah menjadi objek atau sampel pemeriksaan atau audit oleh kantor akuntan publik yang dikeluarkan atau ditandatangani oleh kantor akuntan publik yang melakukan pemeriksaan atau audit; d.
daftar seluruh surat berharga syariah yang dimiliki dengan
format
sebagaimana
tercantum
dalam
Lampiran VIII dan disertai bukti kepemilikannya; dan e.
dokumen lain yang diminta oleh Bank Indonesia. Pasal 40
(1)
Untuk keperluan perpanjangan jangka waktu PLJPS, Bank tetap dapat menggunakan agunan PLJPS pada periode PLJPS sebelumnya sepanjang masih memenuhi persyaratan dan kecukupan jumlah agunan PLJPS.
(2)
Dalam rangka pelaksanaan perpanjangan jangka waktu PLJPS,
Bank
mencukupi
harus
plafon
memastikan
PLJPS
dengan
agunan
PLJPS
memperhatikan
persyaratan dan nilai agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 7, Pasal 10, dan Pasal 11. (3)
Persyaratan sisa jangka waktu bagi agunan yang baru ditambahkan
paling
singkat
memiliki
jangka waktu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dan Pasal 6 ayat (1) huruf c dikurangi dengan jangka waktu mulai dari penandatanganan akta perjanjian pemberian PLJPS sampai dengan jatuh waktu PLJPS berjalan. (4)
Bank harus menambah jumlah agunan yang diserahkan untuk menjamin perpanjangan jangka waktu PLJPS dalam hal diketahui bahwa:
37 37 a.
terdapat aset yang lebih prioritas untuk menjadi agunan PLJPS dengan memperhatikan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) dan ayat (4); dan/atau
b.
nilai agunan yang telah
dijaminkan tidak lagi
mencukupi plafon PLJPS. (5)
Dalam hal terjadi perpanjangan jangka waktu PLJPS dan terdapat agunan PLJPS berupa SBIS dan/atau SBSN yang
diagunkan
kembali,
maka
jangka
waktu
pengagunan surat berharga syariah pada BI-SSSS dapat diperpanjang apabila diperlukan. Pasal 41 (1)
Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan perpanjangan jangka waktu PLJPS melalui surat kepada Bank dengan tembusan kepada OJK.
(2)
Dalam memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia mempertimbangkan paling sedikit hal sebagai berikut: a.
pemenuhan
persyaratan
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 2; b.
jangka waktu PLJPS secara keseluruhan belum melampaui
90
(sembilan
puluh)
hari
kalender
berturut-turut; c.
kelengkapan dokumen permohonan perpanjangan jangka waktu PLJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (9); dan
d.
analisis
mengenai
perkiraan
jumlah
kebutuhan
likuiditas Bank. (3)
Dalam hal permohonan perpanjangan jangka waktu PLJPS disetujui, maka berdasarkan surat persetujuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank harus melakukan hal sebagai berikut: a.
menyampaikan
dokumen
yang
terkait
dengan
penambahan dan/atau penggantian agunan PLJPS;
38 38 b.
menunjuk notaris;
c.
menyampaikan dokumen berupa rancangan akta perubahan rancangan
perjanjian akta
pemberian
perubahan
PLJPS
pengikatan
dan
agunan
PLJPS melalui notaris dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran XVII, Lampiran XVIII, dan Lampiran XIX yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari
Peraturan
Anggota
Dewan
Gubernur ini; d.
melunasi bagi hasil atas PLJPS pada saat jatuh waktu PLJPS; dan
e.
menyampaikan
dokumen
yang
terkait
dengan
agunan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dalam hal diperlukan. (4)
Dalam hal terdapat penambahan agunan berupa surat berharga syariah, Bank menyampaikan dokumen yang terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4).
(5)
Dalam hal terdapat penambahan agunan berupa Aset Pembiayaan, Bank menyampaikan dokumen yang terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5).
(6)
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf c disampaikan kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Surveilans Sistem Keuangan paling lambat pukul 12.00 WIB pada 1 (satu) hari kerja berikutnya setelah surat persetujuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima Bank.
(7)
Bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf c disampaikan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat paling lambat pukul 12.00 waktu Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat pada 1 (satu) hari kerja berikutnya setelah surat persetujuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima Bank.
(8)
Dalam
hal
Bank
Indonesia
meminta
agunan
lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e, Bank
39 39 menyampaikan dokumen yang terkait dengan agunan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (8). (9)
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e disampaikan kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Surveilans Sistem Keuangan paling lambat sebelum penandatanganan akta perubahan perjanjian pemberian PLJPS.
(10) Bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e disampaikan kepada Kantor
Perwakilan
lambat
sebelum
Bank Indonesia setempat penandatanganan
akta
paling
perubahan
perjanjian pemberian PLJPS. Pasal 42 Dalam hal terdapat agunan berupa surat berharga syariah yang
baru,
pengagunan
menggunakan
mekanisme
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22. Pasal 43 (1)
Penilaian terhadap tambahan agunan yang digunakan untuk perpanjangan jangka waktu PLJPS menggunakan mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23.
(2)
Penilaian
terhadap
agunan
PLJPS
yang
digunakan
kembali sebagai agunan untuk perpanjangan jangka waktu PLJPS diutamakan pada penilaian kecukupan terhadap nilai agunan. Pasal 44 (1)
Dalam hal berdasarkan hasil penilaian terhadap agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 diketahui: a.
agunan telah memenuhi ketentuan dan nilai agunan mencukupi plafon PLJPS yang telah disetujui Bank Indonesia; atau
b.
nilai agunan yang telah memenuhi ketentuan tidak mencukupi plafon PLJPS yang telah disetujui Bank Indonesia dan Bank dapat menyediakan sumber
40 40 dana lain untuk menutup kekurangan likuiditas yang tidak dapat diperoleh dari PLJPS, maka akan dilakukan penandatanganan terhadap akta perubahan
perjanjian
pemberian
PLJPS
dan
akta
perubahan pengikatan agunan PLJPS. (2)
Penandatanganan terhadap akta perubahan perjanjian pemberian
PLJPS
dan
akta
perubahan
pengikatan
agunan PLJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bank Indonesia bersama Bank yang diwakili oleh pihak Bank yang berwenang melakukan penandatanganan akta perubahan perjanjian pemberian PLJPS dan akta perubahan pengikatan agunan PLJPS. (3)
Dalam hal terdapat agunan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 maka pengikatan agunan lain dapat dilakukan selama periode pemberian PLJPS.
(4)
Pengikatan agunan PLJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan agunan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 45
(1)
Dalam hal setelah penandatanganan akta perubahan perjanjian
pemberian
PLJPS
dan
akta
perubahan
pengikatan agunan PLJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1), diketahui dokumen Aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5) tidak lengkap, Bank Indonesia tidak memperhitungkan Aset Pembiayaan dimaksud sebagai agunan PLJPS. (2)
Dalam hal kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyebabkan nilai agunan secara keseluruhan tidak mencukupi plafon yang telah disetujui, Bank Indonesia akan melakukan pembatasan pencairan sejak periode perpanjangan jangka waktu PLJPS dimulai atau selama periode PLJPS.
(3)
Dalam hal Bank telah melengkapi kekurangan dokumen Aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Aset Pembiayaan dimaksud akan diperhitungkan kembali
41 41 sebagai agunan PLJPS dan pencairan PLJPS dilakukan sesuai dengan kecukupan nilai agunan. Pasal 46 (1)
Persetujuan atas permohonan perpanjangan jangka waktu PLJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 dibatalkan oleh Bank Indonesia apabila: a.
Bank tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3);
b.
berdasarkan verifikasi dan/atau penilaian Bank Indonesia nilai agunan tidak mencukupi plafon dan Bank tidak dapat menambah agunan PLJPS dan/atau Bank tidak menyediakan
sumber
dana
lain
untuk
menutup
kekurangan likuiditas yang tidak dapat diperoleh dari PLJPS; dan/atau c.
diketahui bahwa Bank tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).
(2)
Dalam hal permohonan perpanjangan jangka waktu PLJPS dibatalkan oleh Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka Bank harus melunasi PLJPS pada saat jatuh waktu. BAB VIII PENAMBAHAN DAN PENURUNAN PLAFON PLJPS Bagian Kesatu Permohonan Penambahan Plafon PLJPS Pasal 47 (1)
Bank
dapat
mengajukan
permohonan
penambahan
plafon PLJPS kepada Bank Indonesia. (2)
Permohonan penambahan plafon PLJPS hanya dapat disampaikan perpanjangan
bersamaan jangka
dengan
waktu
PLJPS
permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39 ayat (7). (3)
Permohonan penambahan plafon PLJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui surat
42 42 dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran XX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini. (4)
Surat
permohonan
penambahan
plafon
PLJPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani oleh direksi Bank dan diketahui oleh dewan komisaris Bank yang berwenang. (5)
Permohonan penambahan plafon PLJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen yang dipersyaratkan Bank Indonesia.
(6)
Permohonan penambahan plafon PLJPS diajukan kepada Bank Indonesia
c.q.
Departemen
Surveilans Sistem
Keuangan, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 dengan
tembusan
kepada
OJK
c.q.
Departemen
Perbankan Syariah, Kantor Regional OJK, atau Kantor OJK yang terkait. (7)
Bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditembuskan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat.
(8)
Bank
Indonesia
akan
memproses
permohonan
penambahan plafon PLJPS setelah dokumen permohonan penambahan plafon PLJPS diterima secara lengkap. (9)
Dalam rangka penambahan plafon PLJPS: a.
Bank dapat menggunakan kelebihan nilai agunan PLJPS yang telah dijaminkan bagi PLJPS berjalan untuk menjamin penambahan plafon PLJPS dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11;
b.
Bank dapat menambah agunan PLJPS dengan aset yang
memenuhi
sebagaimana
persyaratan
dimaksud
dalam
dan
nilai
Pasal
4
agunan sampai
dengan Pasal 7, Pasal 10, dan Pasal 11; dan c.
persyaratan sisa jangka waktu bagi agunan yang baru ditambahkan paling singkat memiliki jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dan Pasal 6 ayat (1) huruf c dikurangi dengan jangka
43 43 waktu mulai dari penandatanganan akta perjanjian pemberian PLJPS sampai dengan penandatanganan perubahan akta perjanjian PLJPS. Pasal 48 Dokumen
permohonan
penambahan
plafon
PLJPS
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (5) meliputi: a.
dokumen yang mendukung jumlah kebutuhan untuk mengatasi Kesulitan Likuiditas Jangka Pendek paling sedikit berupa proyeksi arus kas paling singkat 30 (tiga puluh)
hari
kalender
sejak
tanggal
permohonan
penambahan plafon PLJPS dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan
dari
Peraturan
Anggota
Dewan
Gubernur ini; b.
daftar seluruh aset yang menjadi agunan PLJPS berupa: 1.
SBIS, SBSN, dan/atau Sukuk Korporasi dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini; dan
2.
Aset
Pembiayaan
dengan
format
sebagaimana
tercantum dalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini; c.
daftar rekapitulasi Aset Pembiayaan yang telah menjadi objek atau sampel pemeriksaan atau audit oleh kantor akuntan publik yang dikeluarkan atau ditandatangani oleh
kantor
akuntan
publik
yang
melakukan
pemeriksaan atau audit, dalam hal terdapat penggantian dan/atau penambahan agunan berupa Aset Pembiayaan; d.
daftar seluruh surat berharga syariah yang dimiliki dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VIII dan disertai bukti kepemilikannya; dan
e.
dokumen lain yang diminta oleh Bank Indonesia.
44 44 Pasal 49 Dalam mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu PLJPS yang disertai dengan penambahan plafon PLJPS, pengaturan
terkait
agunan
mengacu
pada
ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40. Bagian Kedua Tindak Lanjut Persetujuan atas Permohonan Penambahan Plafon PLJPS Pasal 50 (1)
Bank Indonesia memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan penambahan plafon PLJPS melalui surat kepada Bank dengan tembusan kepada OJK.
(2)
Dalam memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia mempertimbangkan paling sedikit hal sebagai berikut: a.
pemenuhan
persyaratan
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 2; b.
jangka waktu PLJPS secara keseluruhan belum melampaui
90
(sembilan
puluh)
hari
kalender
berturut-turut; c.
kelengkapan dokumen permohonan penambahan plafon PLJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48; dan
d.
analisis
mengenai
perkiraan
jumlah
kebutuhan
likuiditas Bank. (3)
Dalam
hal
disetujui,
permohonan maka
penambahan
berdasarkan
plafon
surat
PLJPS
persetujuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank harus melakukan hal sebagai berikut: a.
menyampaikan
dokumen
yang
terkait
dengan
penambahan dan/atau penggantian agunan PLJPS; b.
menunjuk notaris;
c.
menyampaikan dokumen berupa rancangan akta perubahan perjanjian pemberian PLJPS dan akta
45 45 perubahan
pengikatan
agunan
PLJPS
notaris dengan contoh sebagaimana
melalui
tercantum
dalam Lampiran XVII, Lampiran XVIII, dan Lampiran XIX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini; dan d.
menyampaikan
dokumen
yang
terkait
dengan
agunan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dalam hal diperlukan. (4)
Dalam hal terdapat penambahan agunan berupa surat berharga syariah, Bank menyampaikan dokumen yang terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (4).
(5)
Dalam hal terdapat penambahan agunan berupa Aset Pembiayaan, Bank menyampaikan dokumen yang terkait sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5).
(6)
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf c disampaikan kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Surveilans Sistem Keuangan paling lambat pukul 12.00 WIB pada 1 (satu) hari kerja berikutnya setelah surat persetujuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima Bank.
(7)
Bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf c disampaikan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat paling lambat pukul 12.00 waktu Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat pada 1 (satu) hari kerja berikutnya setelah surat persetujuan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima Bank.
(8)
Dalam
hal
Bank
Indonesia
meminta
agunan
lain
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d, Bank menyampaikan
dokumen
terkait
agunan
lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (8). (9)
Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d disampaikan kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Surveilans Sistem Keuangan paling lambat pukul 12.00 WIB pada 2 (dua) hari kerja sebelum penandatanganan akta perubahan perjanjian pemberian PLJPS.
46 46 (10) Bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d disampaikan kepada Kantor
Perwakilan
Bank Indonesia setempat
paling
lambat pukul 12.00 waktu Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat pada 2 (dua) hari kerja sebelum penandatanganan akta perubahan perjanjian pemberian PLJPS. Pasal 51 Dalam hal terdapat agunan berupa surat berharga syariah yang
baru,
pengagunan
menggunakan
mekanisme
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22. Pasal 52 (1)
Penilaian terhadap tambahan agunan yang digunakan untuk
penambahan
plafon
PLJPS
mengacu
pada
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23. (2)
Penilaian kembali
terhadap
agunan
sebagai agunan
PLJPS
yang
digunakan
untuk penambahan
plafon
PLJPS diutamakan pada penilaian kecukupan terhadap nilai agunan. Pasal 53 (1)
Dalam hal berdasarkan hasil penilaian terhadap agunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 diketahui: a.
agunan telah memenuhi ketentuan dan nilai agunan mencukupi plafon PLJPS yang telah disetujui Bank Indonesia; atau
b.
nilai agunan yang telah memenuhi ketentuan tidak mencukupi plafon PLJPS yang telah disetujui Bank Indonesia dan Bank dapat menyediakan sumber dana lain untuk menutup kekurangan likuiditas yang tidak dapat diperoleh dari PLJPS,
maka akan dilakukan penandatanganan terhadap akta perubahan
perjanjian
pemberian
perubahan pengikatan agunan PLJPS.
PLJPS
dan
akta
47 47 (2)
Dalam
hal
Bank
Indonesia
masih
dalam
proses
melakukan penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 sampai dengan 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu PLJPS maka penandatanganan terhadap akta perubahan perjanjian pemberian PLJPS dan akta perubahan pengikatan agunan PLJPS hanya dilakukan untuk perpanjangan jangka waktu PLJPS. (3)
Dalam hal terdapat kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), perjanjian
penandatanganan terhadap akta perubahan pemberian
PLJPS
dan
akta
perubahan
pengikatan agunan PLJPS untuk penambahan plafon PLJPS dapat dilakukan setelah Bank Indonesia selesai melakukan
proses
penilaian
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 52. (4)
Tambahan
plafon
PLJPS
yang
disetujui
akan
diakumulasikan dengan plafon PLJPS sebelumnya. (5)
Penandatanganan terhadap akta perubahan perjanjian pemberian
PLJPS
dan
akta
perubahan
pengikatan
agunan PLJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Bank Indonesia bersama Bank yang diwakili oleh pihak Bank yang berwenang melakukan penandatanganan akta perubahan perjanjian pemberian PLJPS dan akta perubahan pengikatan agunan PLJPS. (6)
Pengikatan agunan PLJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 54
(1)
Dalam hal setelah penandatanganan akta perubahan perjanjian
pemberian
PLJPS
dan
akta
perubahan
pengikatan agunan PLJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1), diketahui dokumen Aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (5) tidak lengkap, Bank Indonesia tidak memperhitungkan Aset Pembiayaan dimaksud sebagai agunan PLJPS. (2)
Dalam hal kondisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyebabkan nilai agunan secara keseluruhan tidak
48 48 mencukupi plafon yang telah disetujui, Bank Indonesia akan melakukan pembatasan pencairan sejak tanggal aktivasi penambahan plafon PLJPS atau selama periode PLJPS. (3)
Dalam hal Bank telah melengkapi kekurangan dokumen Aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Aset Pembiayaan dimaksud akan diperhitungkan kembali sebagai agunan PLJPS dan pencairan PLJPS dilakukan sesuai dengan kecukupan nilai agunan. Pasal 55
Persetujuan atas permohonan penambahan plafon PLJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dibatalkan oleh Bank Indonesia apabila: a.
Bank tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (3);
b.
berdasarkan
verifikasi
Indonesia nilai
dan/atau
tambahan
agunan
penilaian
Bank
tidak mencukupi
penambahan plafon PLJPS dan Bank tidak menyediakan sumber dana lain untuk menutup kekurangan likuiditas yang tidak dapat diperoleh dari PLJPS; dan/atau c.
diketahui bahwa Bank tidak lagi memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2). Pasal 56
(1)
Bank Indonesia menyampaikan surat pemberitahuan aktivasi penambahan plafon PLJPS kepada Bank paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal aktivasi yang memuat tanggal aktivasi penambahan plafon PLJPS dan jumlah PLJPS yang dapat dicairkan, serta informasi lain yang terkait dengan pencairan PLJPS.
(2)
Bank
dapat
tambahan
mengajukan
plafon
PLJPS
penambahan plafon PLJPS.
permohonan sejak
tanggal
pencairan aktivasi
49 49 (3)
Pencairan
tambahan
dimaksud
pada
ayat
plafon (2)
PLJPS
sebagaimana
menggunakan
mekanisme
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dan Pasal 30.
Pasal 57 Dalam hal permohonan Bank untuk penambahan plafon PLJPS telah disetujui namun belum dilakukan aktivasi, Bank dapat mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu PLJPS
untuk
sebagaimana
periode
berikutnya
tercantum
dalam
dengan
surat
plafon
persetujuan
PLJPS Bank
Indonesia sesuai dengan ketentuan Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini. Bagian Ketiga Permohonan Penurunan Plafon PLJPS Pasal 58 (1)
Bank dapat mengajukan permohonan penurunan plafon PLJPS kepada Bank Indonesia.
(2)
Permohonan
penurunan
disampaikan
plafon
bersamaan
perpanjangan
jangka
PLJPS
dengan
waktu
hanya
dapat
permohonan
PLJPS
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 39 ayat (7). (3)
Permohonan penurunan plafon PLJPS didasarkan pada kebutuhan
likuiditas
memenuhi
GWM
Bank
sesuai
sampai
dengan
dengan
Bank
ketentuan
Bank
Indonesia yang mengatur mengenai giro wajib minimum, yang didukung dengan proyeksi arus kas. (4)
Permohonan
penurunan
plafon
PLJPS
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui surat dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran XX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini. (5)
Surat
permohonan
penurunan
plafon
PLJPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditandatangani oleh
50 50 direksi Bank dan diketahui oleh dewan komisaris Bank yang berwenang. (6)
Permohonan
penurunan
plafon
PLJPS
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen yang dipersyaratkan Bank Indonesia. (7)
Permohonan penurunan plafon PLJPS diajukan kepada Bank Indonesia
c.q.
Departemen
Surveilans Sistem
Keuangan, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 dengan
tembusan
kepada
OJK
c.q.
Departemen
Perbankan Syariah, Kantor Regional OJK, atau Kantor OJK yang terkait. (8)
Bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditembuskan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat.
(9)
Bank
Indonesia
akan
memproses
permohonan
penurunan plafon PLJPS setelah dokumen permohonan penurunan plafon PLJPS diterima secara lengkap. Pasal 59 (1)
Proses penurunan plafon PLJPS dilakukan sesuai dengan proses perpanjangan jangka waktu PLJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 sampai dengan Pasal 46.
(2)
Dalam proses penurunan plafon PLJPS Bank dapat melakukan ketentuan agunan.
penarikan mengenai
agunan agunan
sepanjang dan
memenuhi
kecukupan
nilai
51 51 BAB IX PELUNASAN PLJPS Bagian Kesatu Pelunasan Sebagian atau Keseluruhan Saldo Pokok PLJPS Selama Periode PLJPS Pasal 60 (1)
Bank Indonesia melakukan pendebitan rekening giro Bank dalam rupiah di Bank Indonesia apabila saldo rekening
giro
Bank
tersebut
pada
periode
PLJPS
jumlahnya melebihi kewajiban GWM ditambah 10% (sepuluh persen) dari kewajiban GWM sebagai pelunasan sebagian atau keseluruhan saldo pokok PLJPS. (2)
Pendebitan dilakukan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
paling tinggi sebesar nilai terendah antara
saldo pokok PLJPS dan kelebihan saldo rekening giro Bank dalam rupiah dari kewajiban GWM ditambah 10% (sepuluh persen) dari kewajiban GWM. (3)
Pendebitan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
dilakukan pada saat Sistem BI-RTGS dibuka pada hari berikutnya. Bagian Kedua Pelunasan Sebelum PLJPS Jatuh Waktu Pasal 61 (1)
Bank dapat mengajukan permohonan pelunasan PLJPS sebelum PLJPS jatuh waktu.
(2)
Pelunasan sebelum PLJPS jatuh waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mendebit rekening giro Bank dalam rupiah di Bank Indonesia sebesar kewajiban PLJPS.
(3)
Permohonan pelunasan sebelum PLJPS jatuh waktu diajukan oleh Bank paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum rencana pelunasan.
52 52 (4)
Permohonan pelunasan sebelum PLJPS jatuh waktu sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
disampaikan
melalui surat dengan contoh sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini. (5)
Permohonan pelunasan sebelum PLJPS jatuh waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diajukan kepada Bank Indonesia
c.q.
Departemen
Surveilans Sistem
Keuangan, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 dengan
tembusan
kepada
OJK
c.q.
Departemen
Perbankan Syariah, Kantor Regional OJK, atau Kantor OJK yang terkait. (6)
Bagi Bank yang berkantor pusat di luar wilayah kerja Kantor Pusat Bank Indonesia, permohonan pelunasan sebelum PLJPS jatuh waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditembuskan kepada Kantor Perwakilan Bank Indonesia setempat.
(7)
Bank Indonesia menginformasikan kepada Bank jumlah kewajiban PLJPS yang meliputi saldo pokok (outstanding), bagi hasil PLJPS, dan biaya terkait dengan pemberian PLJPS paling lambat 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal pelunasan.
(8)
Bank Indonesia akan mendebit rekening giro Bank dalam rupiah di Bank Indonesia pada saat Sistem BI-RTGS dibuka pada tanggal pelunasan yang ditetapkan dengan urutan pendebitan bagi hasil, kemudian saldo pokok (outstanding) PLJPS, dan terakhir biaya terkait dengan pemberian PLJPS.
(9)
Dalam hal pada tanggal pelunasan yang direncanakan saldo rekening giro Bank dalam rupiah di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk pembayaran kewajiban PLJPS maka pelunasan PLJPS dilakukan pada saat jatuh waktu.
53 53 Bagian Ketiga Pelunasan PLJPS Pada Saat Jatuh Waktu Pasal 62 (1)
Bank wajib melunasi seluruh kewajiban PLJPS pada tanggal jatuh waktu PLJPS.
(2)
Bank Indonesia akan menginformasikan kepada Bank pada 1 (satu) hari kerja sebelum tanggal jatuh waktu PLJPS mengenai jumlah kewajiban PLJPS yang meliputi pokok dan bagi hasil termasuk dalam hal terdapat biaya terkait dengan pemberian PLJPS yang harus dibayar Bank.
(3)
Bank Indonesia mendebit rekening giro Bank dalam rupiah di Bank Indonesia untuk pembayaran kewajiban PLJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) pada tanggal jatuh waktu PLJPS.
(4)
Bank Indonesia dapat mendebit rekening giro Bank dalam rupiah di Bank Indonesia dalam hal terdapat biaya lain terkait dengan pemberian PLJPS yang timbul atau ditagihkan oleh pihak lain setelah Bank melunasi PLJPS.
(5)
Dalam hal jatuh waktu PLJPS bertepatan pada hari Sabtu, hari Minggu, hari libur, atau pada hari kerja yang kemudian ditetapkan sebagai hari libur maka pendebitan saldo rekening giro Bank dalam rupiah di Bank Indonesia dilakukan
pada
hari
kerja
berikutnya
tanpa
memperhitungkan bagi hasil PLJPS pada hari tersebut. (6)
Dalam hal Bank Indonesia beroperasi secara terbatas pada hari
libur
atau cuti
bersama,
dimana
Bank
Indonesia mengoperasikan Sistem BI-RTGS dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) maka hari tersebut termasuk sebagai hari kerja. (7)
Bank Indonesia melakukan pendebitan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pada saat buka Sistem BI-RTGS. Pasal 63
Dalam hal pelunasan kewajiban PLJPS pada tanggal jatuh waktu
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
62
telah
54 54 dilakukan, Bank Indonesia menyampaikan surat kepada Bank yang
menginformasikan
dilunasi
Bank
bahwa
dengan
kewajiban
tembusan
PLJPS
kepada
OJK
telah c.q.
Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional OJK, atau Kantor OJK yang terkait. Pasal 64 (1)
Bank Indonesia mengembalikan agunan PLJPS kepada Bank setelah kewajiban PLJPS dilunasi.
(2)
Mekanisme pengembalian agunan PLJPS kepada Bank diatur sebagai berikut: a.
untuk agunan berupa SBIS dan SBSN dilakukan dengan mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c angka 1;
b.
untuk agunan berupa Sukuk Korporasi dilakukan dengan mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c angka 2; dan
c.
untuk agunan berupa Aset Pembiayaan dilakukan dengan
mekanisme
sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-undangan, setelah tanggal surat pemberitahuan lunas dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63. Bagian Keempat Kewajiban Membayar (Gharamah Maliyah) Setelah Tanggal Jatuh Waktu Pasal 65 (1)
Dalam hal Bank belum melunasi saldo pokok PLJPS pada saat jatuh waktu, Bank dikenakan kewajiban membayar (gharamah maliyah).
(2)
Pengenaan kewajiban membayar (gharamah maliyah) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sampai dengan Bank melunasi saldo pokok PLJPS yang belum dilunasi.
55 55 (3)
Kewajiban membayar (gharamah maliyah)
dihitung
secara harian dari saldo pokok PLJPS yang belum dilunasi. (4)
Dalam perhitungan kewajiban membayar (gharamah maliyah) ditetapkan nisbah bagi hasil untuk Bank Indonesia sebesar 80% (delapan puluh persen).
(5)
Kewajiban membayar (gharamah maliyah) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihitung dengan menggunakan nisbah bagi hasil untuk Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikalikan realisasi
imbalan
deposito
dengan tingkat
investasi
mudharabah
sebelum distribusi pada Bank yang menerima PLJPS. (6)
Rumus perhitungan kewajiban membayar (gharamah maliyah) PLJPS yaitu sebagai berikut: G = P x R x k x t/360 Keterangan: G : besarnya kewajiban membayar (gharamah maliyah) yang diterima Bank Indonesia P : saldo pokok PLJPS R : tingkat realisasi imbalan deposito investasi mudharabah sebelum distribusi pada Bank yang menerima PLJPS k : nisbah bagi hasil untuk Bank Indonesia t
: jumlah hari kalender perhitungan kewajiban membayar (gharamah maliyah).
(7)
Contoh perhitungan kewajiban membayar (gharamah maliyah)
tercantum
dalam
Lampiran
XXII
yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini. Pasal 66 (1)
Dalam hal saldo rekening giro Bank dalam rupiah di Bank Indonesia tidak mencukupi untuk membayar pokok dan bagi hasil PLJPS pada saat jatuh waktu, Bank Indonesia melakukan tindakan sebagai berikut:
56 56 a.
pada tanggal jatuh waktu: 1. pendebitan rekening giro Bank dalam rupiah di Bank Indonesia yang dilakukan pada saat Sistem BI-RTGS dibuka sebesar kewajiban PLJPS yang belum lunas termasuk dalam hal terdapat biaya terkait dengan pemberian PLJPS; 2. pembatasan transaksi outgoing rekening giro Bank dalam valuta asing sejak Sistem BI-RTGS dibuka pada tanggal jatuh waktu PLJPS; dan 3. penihilan rekening giro Bank di Bank Indonesia baik rupiah maupun valuta asing yang dilakukan pada periode pre cut-off Sistem BI-RTGS;
b.
setelah tanggal jatuh waktu: 1. pendebitan rekening giro rupiah dan valuta asing Bank di Bank Indonesia yang dilakukan pada saat Sistem BI-RTGS dibuka sebesar kewajiban PLJPS yang belum lunas termasuk dalam hal terdapat biaya terkait dengan pemberian PLJPS; dan 2. penihilan rekening giro Bank di Bank Indonesia baik rupiah maupun valuta asing dari Bank yang dilakukan pada periode pre cut-off Sistem BIRTGS.
(2)
Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan Bank Indonesia sampai dengan kewajiban PLJPS dapat dilunasi Bank.
(3)
Kurs yang digunakan dalam pendebitan rekening giro Bank dalam valuta asing adalah kurs beli dari kurs transaksi Bank Indonesia.
(4)
Bank yang belum melakukan pelunasan PLJPS pada saat jatuh waktu tidak dapat menggunakan surat berharga syariah sebagai pemenuhan prefund debit sejak tanggal jatuh waktu sampai dengan kewajiban PLJPS lunas.
57 57 Bagian Kelima Pelaksanaan Eksekusi Agunan PLJPS Pasal 67 (1)
Dalam hal kewajiban PLJPS tidak dapat dilunasi setelah dilakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1) huruf a, Bank Indonesia akan melakukan eksekusi
agunan
PLJPS
dalam
rangka
pelunasan
kewajiban PLJPS Bank. (2)
Dalam rangka pelaksanaan eksekusi
agunan, Bank
Indonesia menyampaikan surat kepada Bank dengan tembusan
kepada
OJK
c.q.
Departemen
Perbankan
Syariah, Kantor Regional OJK, atau Kantor OJK terkait yang menginformasikan: a.
Bank tidak dapat melunasi kewajiban PLJPS pada saat jatuh waktu;
b.
jumlah kewajiban PLJPS yang belum dilunasi; dan
c.
Bank Indonesia akan
melakukan tindak lanjut
berupa eksekusi agunan, paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah tanggal jatuh waktu PLJPS. Pasal 68 (1)
Bank Indonesia akan melakukan proses eksekusi agunan berupa surat berharga syariah mulai hari kerja ke-1 setelah tanggal jatuh waktu PLJPS.
(2)
Eksekusi agunan berupa SBIS dilakukan dengan cara mencairkan SBIS sebelum jatuh waktu (early redemption) menggunakan nilai surat berharga syariah pada posisi tanggal jatuh waktu PLJPS.
(3)
Eksekusi agunan berupa SBSN dan Sukuk Korporasi dilakukan
melalui
penjualan
agunan
oleh
pialang,
dengan pengaturan sebagai berikut: a.
calon
pembeli
agunan
dan/atau pihak lain;
dapat
merupakan
bank
58 58 b.
window time penjualan SBSN dan Sukuk Korporasi dapat dilakukan antara pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul 16.00 WIB;
c.
Bank
Indonesia
c.q.
Departemen
Pengelolaan
Moneter akan mengumumkan rencana penjualan SBSN dan/atau Sukuk Korporasi kepada pialang; d.
transaksi
dilakukan
melalui
sarana
Reuters
Monitoring Dealing System (RMDS) atau sarana lainnya; e.
Bank
Indonesia
c.q.
Departemen
Pengelolaan
Moneter akan mengumumkan pemenang kepada pialang dan melakukan konfirmasi kepada pialang yang penawarannya dimenangkan; f.
pialang
yang
menginformasikan
penawarannya kepada
Bank
dimenangkan Indonesia
c.q.
Departemen Pengelolaan Moneter antara lain hal-hal sebagai berikut: 1.
sub-registry bagi calon pembeli agunan selain bank
yang
penawarannya
diterima
untuk
pelaksanaan setelmen SBSN; 2.
lembaga kustodian untuk calon pembeli agunan yang
penawarannya
diterima
untuk
pelaksanaan setelmen Sukuk Korporasi; dan 3.
bank pembayar bagi calon pembeli agunan selain bank yang penawarannya diterima untuk pelaksanaan setelmen dana;
g.
calon pembeli yang penawarannya diterima yang merupakan bank dan bank pembayar yang ditunjuk wajib menyediakan dana di rekening giro Bank di Bank Indonesia;
h.
Bank Indonesia melakukan setelmen paling lambat pada 5 (lima) hari kerja (T+5) setelah pengumuman dengan mendebit rekening giro bank atau bank pembayar yang ditunjuk bagi calon pembeli agunan selain bank;
i.
Bank Indonesia melakukan setelmen surat berharga syariah setelah pendebitan saldo rekening giro bank
59 59 atau bank pembayar yang ditunjuk bagi calon pembeli agunan selain bank sebagaimana dimaksud pada huruf h berhasil dilaksanakan; j.
dalam hal surat berharga syariah berupa Sukuk Korporasi,
Bank
Indonesia
melakukan
pemindahbukuan surat berharga syariah tersebut ke rekening Efek yang ditunjuk oleh pembeli surat berharga syariah di KSEI; k.
dalam hal agunan berupa SBSN tidak terjual dan saldo rekening giro Bank dalam rupiah di Bank Indonesia tidak mencukupi kewajiban PLJPS sampai dengan
berakhirnya
agunan
SBSN,
jangka
Bank
waktu
Indonesia
pengikatan
memperpanjang
jangka waktu pengikatan pengagunan SBSN sampai dengan Bank dapat melunasi pokok PLJPS ditambah bagi hasil PLJPS, kewajiban membayar (gharamah maliyah) dan biaya terkait dengan pemberian PLJPS; dan l.
dalam hal terdapat pembayaran kupon dari Sukuk Korporasi, Bank Indonesia meneruskan pembayaran tersebut ke rekening giro Bank yang ada di Bank Indonesia. Pasal 69
(1)
Bank Indonesia akan melakukan proses eksekusi agunan berupa Aset Pembiayaan mulai hari kerja ke-15 setelah tanggal jatuh waktu PLJPS.
(2)
Bank dapat meminta kepada Bank Indonesia agar proses eksekusi agunan berupa Aset Pembiayaan dipercepat sebelum hari kerja ke-15 sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3)
Permintaan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(2)
disampaikan Bank melalui surat kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Surveilans Sistem Keuangan dengan tembusan
kepada
OJK
c.q.
Departemen
Perbankan
Syariah, Kantor Regional OJK, atau Kantor OJK yang terkait pada hari kerja dengan contoh sebagaimana
60 60 tercantum dalam Lampiran XXIII yang merupakan bagian tidak
terpisahkan
dari
Peraturan
Anggota
Dewan
menyampaikan
surat
Gubernur ini. (4)
Bank
Indonesia
pemberitahuan
akan
dan/atau
peringatan sebelum proses
eksekusi agunan berupa Aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 70 (1) Eksekusi agunan berupa Aset Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) dilakukan dengan cara: a.
menjual hak tagih atas dasar Sertifikat Jaminan Fidusia melalui fiat eksekusi pengadilan;
b.
menjual hak tagih atas kekuasaan penerima fidusia sendiri melalui pelelangan umum; atau
c.
menjual
di
bawah
tangan
yang
dilakukan
berdasarkan kesepakatan pemberi dan penerima fidusia. (2) Dalam rangka eksekusi agunan PLJPS sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal
69
Bank
Indonesia
dapat
menugaskan pihak lain untuk melakukan penilaian dan/atau
penjualan
terhadap
agunan
berupa
Aset
Pembiayaan. (3) Bank Indonesia Keuangan
c.q.
Departemen
menyampaikan
Surveilans Sistem
surat
pemberitahuan
mengenai pelaksanaan eksekusi agunan PLJPS berupa Aset
Pembiayaan
kepada
Bank,
dengan
tembusan
kepada OJK c.q. Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional OJK, atau Kantor OJK yang terkait. (4) Dalam rangka pelaksanaan eksekusi agunan berupa Aset Pembiayaan Bank harus menginformasikan pengalihan pembiayaan kepada masing-masing nasabah. (5) Dalam
hal
Pembiayaan
eksekusi
agunan
dilakukan melalui
PLJPS
berupa
penjualan
di
Aset bawah
tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan oleh Bank, maka Bank harus menyampaikan
61 61 rencana pelaksanaan eksekusi agunan PLJPS berupa hak
tagih
atas
Aset
Pembiayaan
tersebut
serta
melaporkan realisasi eksekusi agunan dimaksud melalui surat kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Surveilans Sistem Keuangan, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350. (6) Rencana
pelaksanaan
eksekusi
agunan
PLJPS
sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus mendapat persetujuan Bank Indonesia. (7) Hasil eksekusi agunan PLJPS disetorkan ke rekening yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pasal 71 (1)
Hasil eksekusi agunan diperhitungkan sebagai pelunasan terhadap kewajiban PLJPS yang meliputi saldo pokok PLJPS ditambah dengan akumulasi bagi hasil PLJPS, akumulasi kewajiban membayar (gharamah maliyah), biaya eksekusi agunan, dan biaya lain yang timbul dalam pemberian PLJPS.
(2)
Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih besar dari kewajiban
PLJPS
maka Bank Indonesia mengkredit
rekening giro Bank dalam rupiah di Bank Indonesia sebesar kelebihan hasil eksekusi agunan dari kewajiban PLJPS. (3)
Dalam hal hasil eksekusi agunan lebih kecil daripada kewajiban PLJPS maka Bank wajib menyetor tambahan dana untuk membayar kekurangan pelunasan kewajiban PLJPS kepada Bank Indonesia termasuk dari agunan lain apabila tersedia. Pasal 72
Bank Indonesia dapat bekerja sama dengan OJK maupun pihak lainnya untuk pelaksanaan dan/atau pemantauan eksekusi agunan.
62 62 Bagian Keenam Biaya PLJPS Pasal 73 Biaya yang timbul sehubungan dengan pemberian PLJPS menjadi beban Bank yang menerima PLJPS yang meliputi: a.
biaya
penggunaan
kantor
akuntan
publik
dalam
kegiatan verifikasi dan/atau penilaian Aset Pembiayaan; b.
biaya
notaris
untuk
pembuatan
akta
perjanjian
pemberian PLJPS dan akta pengikatan agunan PLJPS, termasuk perubahannya; c.
biaya dalam rangka eksekusi agunan;
d.
biaya transaksi, biaya kustodian, dan biaya lainnya yang timbul atas pengagunan Sukuk Korporasi;
e.
biaya penyimpanan dokumen Aset Pembiayaan dengan menggunakan pihak ketiga; dan/atau
f.
biaya lain terkait PLJPS. BAB X PELAPORAN Pasal 74
Selama periode PLJPS Bank wajib menyampaikan laporan sebagai berikut: a.
laporan harian yang terdiri atas: 1.
laporan
penggunaan
PLJPS
dengan
format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini; dan 2.
laporan
kondisi
likuiditas Bank
dengan
format
sebagaimana tercantum dalam Lampiran XXV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini; b.
laporan terkait agunan yang disampaikan dalam hal terdapat: 1.
Sukuk Korporasi yang tidak memenuhi persyaratan peringkat
yang
ditetapkan
Bank
Indonesia
63 63 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a; 2.
pelunasan pembiayaan yang menjadi agunan PLJPS oleh nasabah Bank; dan/atau
3.
Aset Pembiayaan yang tidak memenuhi persyaratan kolektibilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b,
yang memuat daftar agunan yang memenuhi kondisi sebagaimana dimaksud pada angka 1, angka 2, dan/atau angka 3 dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran
XXVI
yang
merupakan
bagian
tidak
terpisahkan dari Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini; c.
laporan perhitungan rasio KPMM;
d.
laporan rencana tindak perbaikan (remedial action plan) untuk mengatasi Kesulitan Likuiditas Jangka Pendek; dan
e.
laporan lainnya yang diminta oleh Bank Indonesia. Pasal 75
(1)
Laporan harian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf a disampaikan setiap hari kerja paling lambat pukul 12.00 WIB untuk posisi 1 (satu) hari kerja sebelumnya.
(2)
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf c disampaikan
dalam
hal
terdapat
peristiwa
yang
mengakibatkan penurunan rasio KPMM Bank. (3)
Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 huruf d disampaikan paling lama 5 (lima) hari kerja setelah pencairan PLJPS yang pertama kali.
(4)
Laporan
sebagaimana
dimaksud
dalam
Pasal
74
disampaikan kepada Bank Indonesia c.q. Departemen Surveilans Sistem Keuangan, Jalan M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 10350 dengan tembusan kepada OJK c.q. Departemen Perbankan Syariah, Kantor Regional OJK, atau Kantor OJK yang terkait.
64 64 BAB XI PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN Pasal 76 (1)
Pengawasan dilakukan
terhadap oleh
Bank
OJK
yang
menerima
berkoordinasi
dengan
PLJPS Bank
Indonesia. (2)
Pengawasan dilakukan
sebagaimana untuk
dimaksud
memantau
pada
dan
ayat
(1)
memastikan
penggunaan dana PLJPS sesuai dengan peruntukannya dan pelaksanaan rencana pembayaran kembali PLJPS sesuai dengan perjanjian pemberian PLJPS. (3)
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dimaksudkan
untuk
memantau
dan
memastikan
pemenuhan persyaratan PLJPS selama periode PLJPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2). Pasal 77 (1)
Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap Bank yang menerima PLJPS.
(2)
Pemeriksaan
sebagaimana
dimaksud
pada
ayat
(1)
dilakukan setelah berkoordinasi dengan OJK. BAB XII LARANGAN DAN PEMBATASAN KEGIATAN BAGI BANK YANG MENERIMA PLJPS Pasal 78 (1)
Selama periode pemberian PLJPS atau selama Bank belum melunasi kewajiban PLJPS, Bank dilarang: a.
melakukan penempatan dana;
b.
menyalurkan pembiayaan baru kepada pihak terkait Bank, kecuali untuk pemenuhan komitmen yang telah diperjanjikan sebelumnya;
c.
merealisasikan penarikan dana oleh pihak terkait Bank; dan
d.
melakukan pembagian dividen.
65 65 (2)
Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak meniadakan larangan lain yang telah dikeluarkan oleh OJK. Pasal 79
Selama
periode
pemberian
PLJPS
Bank
hanya
dapat
mengikuti operasi moneter syariah Bank Indonesia yang bersifat ekspansi. BAB XIII PENATAUSAHAAN DOKUMEN PLJPS Pasal 80 (1)
Bank Indonesia menatausahakan dokumen terkait PLJPS berupa akta perjanjian
pemberian PLJPS dan akta
pengikatan agunan PLJPS, termasuk perubahannya serta dokumen yang terkait dengan agunan. (2)
Dalam rangka penatausahaan dokumen
yang terkait
dengan PLJPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Indonesia dapat menugaskan pihak lain untuk melakukan penyimpanan dokumen. (3)
Dalam hal dokumen disimpan oleh pihak lain yang ditunjuk oleh Bank Indonesia maka pihak lain tersebut harus memelihara kelengkapan dan keamanan dokumen. BAB XIV SANKSI Pasal 81
(1)
Bank yang melanggar ketentuan mengenai kebenaran data dan dokumen yang disampaikan kepada Bank Indonesia, larangan kegiatan selama periode PLJPS, dan/atau
kewajiban
penyampaian
laporan
periode PLJPS dikenakan sanksi berupa: a.
teguran tertulis;
b.
PLJPS tidak dapat diperpanjang; dan/atau
selama
66 66 c.
tidak dapat mengajukan permohonan PLJPS dalam jangka waktu tertentu.
(2)
Bank yang tidak dapat melakukan pelunasan PLJPS pada tanggal jatuh waktu PLJPS dikenakan sanksi berupa: a.
teguran tertulis;
b.
tidak dapat mengajukan permohonan PLJPS dalam jangka waktu tertentu; dan
c.
penghentian sementara dari kepesertaan operasi moneter syariah.
(3)
Bank yang tidak melakukan pelunasan PLJPS setelah eksekusi agunan dilakukan, dikenakan sanksi berupa: a.
teguran tertulis;
b.
tidak dapat mengajukan permohonan PLJPS dalam jangka waktu tertentu;
c.
penghentian sementara dari kepesertaan operasi moneter syariah;
d.
penurunan status kepesertaan SKNBI;
e.
penurunan status kepesertaan Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (BI-RTGS); dan/atau
f.
penurunan status kepesertaan BI-SSSS. Pasal 82
Bank Indonesia menginformasikan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 kepada Bank dengan tembusan kepada OJK. BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 83 Pada saat Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini mulai berlaku, Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 15/44/DPbS tanggal 22 Oktober 2013 perihal Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Umum Syariah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
67 67 Pasal 84 (1)
Ketentuan Pembiayaan
mengenai
persyaratan
dalam laporan
pencantuman
daftar
Aset
Aset
Pembiayaan
terkini yang disampaikan secara berkala kepada Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf l, mulai berlaku untuk permohonan PLJPS yang diajukan setelah tanggal 15 Juli 2017. (2)
Ketentuan mengenai persyaratan bahwa agunan berupa Aset Pembiayaan harus telah menjadi objek atau sampel pemeriksaan atau audit oleh kantor akuntan publik terhadap Bank paling lama 1 (satu) tahun terakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf j, mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2018. Pasal 85
Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengumuman Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Juni 2017 ANGGOTA DEWAN GUBERNUR,
PERRY WARJIYO
PENJELASAN ATAS PERATURAN ANGGOTA DEWAN GUBERNUR NOMOR 19/8/PADG/2017 TENTANG PEMBIAYAAN LIKUIDITAS JANGKA PENDEK SYARIAH BAGI BANK UMUM SYARIAH I.
UMUM Untuk mengatasi Kesulitan Likuiditas Jangka Pendek yang dapat dialami oleh perbankan syariah, Bank Indonesia menyediakan PLJPS kepada Bank. Terkait dengan hal tersebut, Bank Indonesia telah menerbitkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 19/4/PBI/2017 tentang Pembiayaan Likuiditas Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Umum Syariah pada tanggal 13 April 2017. Sehubungan dengan hal di atas, perlu menetapkan Peraturan Anggota Dewan Gubernur tentang Pembiayaan Likuiditas Jangka Pendek Syariah Bagi Bank Umum Syariah yang mengatur mengenai mekanisme dan hal teknis pelaksanaan penyediaan PLJPS.
II.
PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Ayat (1) Cukup jelas.
2
Ayat (2) Huruf a Contoh
dari
pemenuhan
persyaratan
Bank
tergolong
sebagai Bank solven: Bank mengajukan permohonan PLJPS pada tanggal 6 Juni 2017. Dalam hal rasio KPMM bulan terkini yang memadai yang tersedia sesuai penilaian OJK yaitu posisi April 2017 maka rasio KPMM menggunakan posisi April 2017. Angka 1 Cukup jelas. Angka 2 Peristiwa setelah periode pelaporan (subsequent events) yang dapat mempengaruhi rasio KPMM Bank yaitu subsequent events yang didukung dengan bukti objektif, contoh: a.
hasil pemeriksaan kantor akuntan publik atau
otoritas
yang
menyesuaikan
pengakuan biaya atau pendapatan tertentu; dan b.
terdapat putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap untuk membayar sejumlah tertentu oleh Bank kepada pihak lain.
Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan “mampu untuk mengembalikan PLJPS”
adalah
Bank
memiliki
sumber
dana
untuk
mengembalikan PLJPS yang tercermin antara lain dari: 1.
proyeksi arus kas Bank mencerminkan adanya dana masuk yang mencukupi untuk digunakan sebagai pelunasan PLJPS; dan
2.
dokumen
pendukung lainnya yang mencerminkan
adanya sumber dana untuk melunasi PLJPS.
3
Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan “1 (satu) tahun terakhir” adalah 1 (satu)
tahun
sebelum
tanggal
pengajuan
permohonan
PLJPS. Huruf b Yang dimaksud dengan “30 (tiga puluh) hari kalender terakhir” adalah 30 (tiga puluh) hari kalender sampai dengan
1
(satu)
hari
sebelum
tanggal
pengajuan
permohonan PLJPS. Contoh: Dalam hal Bank mengajukan PLJPS pada tanggal 25 Juli 2017, perhitungan 30 (tiga puluh) hari kalender terakhir Sukuk Korporasi aktif diperdagangkan yaitu sejak tanggal 25 Juni 2017 sampai dengan 24 Juli 2017. Yang
dimaksud
dengan
“diperdagangkan”
adalah
diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia atau di luar bursa (over the counter). Huruf c Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 7 Dalam hal terdapat perbedaaan informasi mengenai hal yang menjadi persyaratan Aset Pembiayaan yang disampaikan oleh Bank dengan
4
informasi yang dimiliki Bank Indonesia, maka yang digunakan adalah informasi yang dimiliki Bank Indonesia. Huruf a Yang dimaksud dengan “akad mudharabah” adalah akad kerja sama suatu usaha antara pihak pertama (malik, shahibul mal, atau Bank) yang menyediakan seluruh modal dan pihak kedua (‘amil, mudharib, atau nasabah) yang bertindak
selaku
keuntungan
pengelola
usaha
sesuai
dana dengan
dengan
membagi
kesepakatan
yang
dituangkan dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung sepenuhnya
oleh
Bank
kecuali
jika
pihak
kedua
melakukan kesalahan yang disengaja, lalai, atau menyalahi perjanjian. Yang dimaksud dengan “akad musyarakah” adalah akad kerja sama di antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing. Yang dimaksud dengan “akad ijarah nonjasa” adalah akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang berdasarkan transaksi sewa, barang
tanpa
diikuti
itu
sendiri
dengan atau
pemindahan dengan
opsi
kepemilikan pemindahan
kepemilikan barang. Huruf b Yang dimaksud dengan “kolektibilitas tergolong lancar” adalah kualitas tergolong lancar sebagaimana dimaksud dalam
ketentuan
yang
mengatur
mengenai
penilaian
kualitas aset bank umum syariah. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Nilai agunan yang digunakan yaitu nilai pasar berdasarkan hasil penilai independen paling lama 2 (dua) tahun terakhir sebelum tanggal permohonan PLJPS.
5
Huruf e Yang dimaksud dengan "pihak terkait" adalah pihak terkait sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai batas maksimum penyaluran dana yang berlaku bagi bank umum syariah. Huruf f Yang
dimaksud
dengan
“restrukturisasi”
adalah
restrukturisasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan yang mengatur mengenai penilaian kualitas aset bank umum syariah. Jangka waktu 3 (tiga) tahun terakhir dihitung sampai dengan 1 (satu) hari sebelum tanggal permohonan PLJPS. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Batas
maksimum
penyaluran
dana
mengacu
pada
ketentuan yang mengatur mengenai batas maksimum penyaluran dana yang berlaku bagi bank umum syariah. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Yang dimaksud dengan “kantor akuntan publik” adalah kantor akuntan publik yang telah tercantum dalam daftar kantor akuntan publik yang diakui oleh OJK. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas.
6
Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Untuk saat ini, lembaga yang melakukan penilaian harga efek yang diakui OJK yaitu Penilai Harga Efek Indonesia (Indonesia Bond Pricing Agency). Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Penyampaian tembusan laporan daftar Aset Pembiayaan kepada OJK dilakukan sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan Bank Indonesia dan OJK. Ayat (4) Apabila tanggal batas waktu penerimaan laporan daftar Aset Pembiayaan jatuh pada hari Sabtu, hari Minggu, atau hari libur maka batas waktu penyampaian yaitu hari kerja berikutnya. Koreksi laporan dilakukan dengan menyampaikan laporan daftar Aset Pembiayaan yang telah dikoreksi secara keseluruhan.
7
Ayat (5) Contoh: Bank
tidak
menyampaikan
laporan
berkala
daftar
Aset
Pembiayaan posisi Juni 2017 sampai melewati batas waktu pelaporan tanggal 15 Juli 2017. Dalam hal ini, Bank tidak dapat mengajukan permohonan PLJPS dengan agunan berupa Aset Pembiayaan sampai dengan tanggal 15 Januari 2018. Namun demikian, Bank tetap dapat mengajukan PLJPS dengan agunan berupa surat berharga syariah yang memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur ini. Ayat (6) Apabila tanggal batas waktu penerimaan laporan daftar Aset Pembiayaan jatuh pada hari Sabtu, hari Minggu, atau hari libur maka batas waktu penyampaian yaitu hari kerja berikutnya. Bank yang tidak menyampaikan laporan berkala daftar Aset Pembiayaan maka tidak dapat melakukan pembaruan laporan untuk posisi laporan yang tidak disampaikan dimaksud. Pasal 14 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Untuk keamanan penyampaian laporan, Bank memastikan antara lain bahwa laporan dilakukan oleh petugas Bank yang berwenang dan data yang disampaikan bebas dari virus. Ayat (3) Lampiran dalam bentuk soft copy dapat disampaikan melalui media perekam data elektronik antara lain compact disk atau flash disk. Surat yang disampaikan Bank antara lain memuat penjelasan mengenai alasan Bank tidak berhasil melakukan pengiriman laporan daftar Aset Pembiayaan melalui sarana yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Ayat (4) Cukup jelas.
8
Ayat (5) Format laporan daftar Aset Pembiayaan sebagaimana tercantum dalam Lampiran III diunduh dari situs web Bank Indonesia. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Yang dimaksud dengan “dokumen pendukung” antara lain akad pembiayaan antara Bank dengan nasabah, bukti pengikatan agunan, bukti kepemilikan atas aset yang menjadi agunan pembiayaan Bank, laporan keuangan nasabah Bank, dan dokumen pendukung lainnya. Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “yang berwenang”
adalah
direksi
dan
dewan komisaris yang berwenang sesuai dengan anggaran dasar atau anggaran rumah tangga Bank. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 18 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas.
9
Huruf c Cukup jelas. Huruf d Daftar rekapitulasi Aset Pembiayaan paling kurang memuat: 1. nama debitur; 2. Nomor Induk Kependudukan (NIK); 3. tempat lahir; 4. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); 5. Nomor Debitur Identification Number (DIN); 6. alamat dan nomor telepon; 7. nomor akad pembiayaan; 8. nomor rekening; 9. skim/akad; 10. jenis pembiayaan; 11. nomor asuransi pembiayaan dan nilai tertanggung (apabila ada); 12. jangka waktu (yyyy/mm/dd); 13. plafon pembiayaan (Rpjuta); dan 14. saldo pokok pembiayaan. Huruf e Surat persetujuan disampaikan apabila diatur dalam anggaran dasar atau anggaran rumah tangga Bank dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Bukti kepemilikan antara lain berupa print out rekening surat berharga syariah pada BI-SSSS di Bank Indonesia dan/atau the central depository and book entry settlement system (C-BEST) di KSEI. Huruf h Cukup jelas. Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas.
10
Ayat (2) Tanggal aktivasi pemberian PLJPS akan disampaikan oleh Bank Indonesia
melalui
surat
yang
merupakan
bagian
tidak
terpisahkan dari perjanjian pemberian PLJPS. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 20 Ayat (1) Koordinasi antara Bank Indonesia dan OJK dilakukan dalam rangka melaksanakan ketentuan yang diatur dalam UndangUndang yang mengatur mengenai pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan. Huruf a Cukup jelas. Huruf b Dalam melaksanakan penilaian bersama mengenai pemenuhan persyaratan agunan, Bank Indonesia dan OJK dapat melakukan pemeriksaan terhadap Bank antara lain terhadap sistem informasi terkait. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 21 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Dokumen
yang
terkait
dengan
agunan
PLJPS
yang
disampaikan Bank hanya untuk agunan PLJPS sebagaimana tercantum dalam surat persetujuan Bank Indonesia. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas.
11
Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) Cukup jelas. Pasal 22 Huruf a Pengagunan surat berharga syariah milik Bank yang sedang ditransaksikan dengan pihak lain dilakukan segera setelah transaksi dengan pihak lain tersebut jatuh waktu. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.
12
Ayat (3) Yang dimaksud dengan “pihak ketiga” antara lain kantor akuntan publik yang tercantum dalam daftar kantor akuntan publik yang diakui oleh OJK. Perjanjian
atau
kontrak
penunjukan
pihak
ketiga
yang
ditandatangani oleh Bank dan pihak ketiga memuat klausul bahwa pekerjaan pihak ketiga dilakukan untuk kepentingan Bank Indonesia dan hasil pekerjaan diserahkan kepada Bank Indonesia. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Penyampaian
tambahan
agunan
memperhatikan
prioritas
agunan PLJPS berupa surat berharga syariah yang memenuhi syarat
untuk
diagunkan
terlebih
dahulu
sebelum
Aset
Pembiayaan. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Dokumen pendukung lainnya dapat berupa perjanjian pinjam meminjam jika dana berstatus dana pembiayaan.
13
Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Pasal 26 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pihak Bank yang berwenang yaitu direksi dan/atau dewan komisaris Bank yang memiliki kewenangan mewakili Bank sesuai anggaran dasar atau anggaran rumah tangga Bank. Ayat (3) Dalam hal pengikatan agunan lain dilakukan tidak bersamaan dengan pengikatan agunan PLJPS maka Bank menyampaikan surat
pernyataan
atau
surat
kuasa
untuk
melakukan
pengikatan agunan lain dari pemilik agunan lain. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Informasi bahwa Bank tidak lagi memenuhi persyaratan antara lain diperoleh dari OJK dan/atau hasil verifikasi dan/atau penilaian bersama oleh Bank Indonesia dan OJK terhadap agunan PLJPS.
14
Pasal 29 Ayat (1) Tanggal
aktivasi
pemberian
PLJPS
menunjukkan
tanggal
dimulainya periode PLJPS. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Huruf a Yang dimaksud dengan “surat sanggup bayar (promissory note)” adalah surat yang memuat kesanggupan dari Bank untuk membayar kepada Bank Indonesia atas pencairan dana PLJPS. Surat sanggup bayar tersebut tidak dapat diperdagangkan di pasar uang. Huruf b Informasi dalam dokumen proyeksi arus kas termasuk rencana penggunaan PLJPS. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “tingkat realisasi imbalan deposito investasi mudharabah sebelum distribusi pada Bank yang menerima PLJPS” adalah tingkat realisasi imbalan sebelum
15
distribusi atas deposito mudharabah 3 (tiga) bulan atau deposito mudharabah 1 (satu) bulan dari Bank yang menerima PLJPS dalam hal deposito mudharabah 3 (tiga) bulan tidak tersedia. Tingkat
realisasi
imbalan
deposito
investasi
mudharabah
sebelum distribusi didasarkan pada data yang tercantum dalam laporan harian bank umum syariah. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Ayat (1) Penggantian agunan PLJPS dimaksudkan agar nilai aset agunan PLJPS secara keseluruhan dapat mencukupi plafon PLJPS dengan memperhatikan ketentuan perhitungan nilai agunan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Contoh permohonan pencairan pada saat Bank Indonesia memproses penggantian agunan PLJPS: Plafon awal PLJPS sebesar Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah). Pada
periode
PLJPS
terdapat
sejumlah
agunan
berupa
Aset
Pembiayaan yang mengalami penurunan kolektibilitas sehingga tidak memenuhi persyaratan sebagai agunan PLJPS yang mengakibatkan
16
nilai agunan secara keseluruhan turun sehingga nilai agunan hanya mencukupi untuk plafon PLJPS sebesar
Rp450.000.000.000,00
(empat ratus lima puluh miliar rupiah). Mengingat
nilai
agunan
tidak
lagi
mencukupi
plafon,
Bank
mengajukan penggantian agunan kepada Bank Indonesia agar agunan dapat kembali mencukupi plafon. Posisi saldo pokok PLJPS saat ini sebesar Rp250.000.000.000,00 (dua ratus lima puluh miliar rupiah). Dengan saldo pokok tersebut maka masih terdapat sisa plafon sebesar
Rp450.000.000.000,00
–
Rp250.000.000.000,00
=
Rp200.000.000.000,00. Oleh karena itu, selama Bank Indonesia memproses permintaan penggantian agunan, Bank tetap dapat mengajukan pencairan PLJPS paling
banyak
sampai
dengan
saldo
pokok
PLJPS
mencapai
Rp450.000.000.000,00 (empat ratus lima puluh miliar rupiah). Pasal 36 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pihak Bank yang berwenang yaitu direksi dan/atau dewan komisaris Bank yang memiliki kewenangan mewakili Bank sesuai anggaran dasar atau anggaran rumah tangga Bank. Pasal 37 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “pembatasan pencairan” adalah Bank hanya
dapat
mencairkan
PLJPS
paling
banyak
sebesar
kelonggaran tarik yang didukung dengan kecukupan agunan. Contoh pembatasan pencairan: Contoh 1: Plafon awal PLJPS sebesar Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah). Nilai agunan secara keseluruhan turun sehingga nilai agunan hanya
mencukupi
untuk
plafon
PLJPS
sebesar
Rp450.000.000.000,00 (empat ratus lima puluh miliar rupiah).
17
Posisi saldo pokok PLJPS saat ini sebesar Rp250.000.000.000,00 (dua ratus lima puluh miliar rupiah). Dengan saldo pokok tersebut maka masih terdapat kelonggaran tarik sebesar Rp450.000.000.000,00 – Rp250.000.000.000,00 = Rp200.000.000.000,00. Berdasarkan
kondisi
tersebut
maka
nilai
agunan
masih
mencukupi saldo pokok PLJPS dan masih memiliki kelonggaran tarik. Oleh karena itu, Bank Indonesia melakukan pembatasan pencairan
PLJPS
paling
banyak
sampai
dengan
Rp450.000.000.000,00 (empat ratus lima puluh miliar rupiah). Contoh 2: Plafon awal PLJPS sebesar Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah). Nilai agunan secara keseluruhan turun sehingga nilai agunan hanya
mencukupi
untuk
plafon
PLJPS
sebesar
Rp450.000.000.000,00 (empat ratus lima puluh miliar rupiah). Posisi saldo pokok PLJPS saat ini sebesar Rp475.000.000.000,00 (empat ratus tujuh puluh lima miliar rupiah). Berdasarkan kondisi tersebut maka nilai agunan saat ini sudah tidak lagi mencukupi saldo pokok PLJPS sehingga Bank tidak lagi memiliki kelonggaran tarik. Oleh karena itu, Bank Indonesia tidak dapat lagi melakukan pencairan PLJPS. Ayat (2) Penggantian agunan PLJPS dimaksudkan agar nilai aset agunan PLJPS secara keseluruhan dapat mencukupi plafon PLJPS dengan memperhatikan ketentuan perhitungan nilai agunan. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.
18
Ayat (3) Yang dimaksud dengan “yang berwenang” adalah direksi dan dewan komisaris yang berwenang sesuai dengan anggaran dasar atau anggaran rumah tangga Bank. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Bukti kepemilikan antara lain berupa print out rekening surat berharga syariah pada BI-SSSS di Bank Indonesia dan/atau C-BEST di KSEI. Huruf e Cukup jelas. Pasal 40 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Contoh: Bank A menandatangani perjanjian PLJPS pada tanggal 3 Juli 2017 dengan periode PLJPS 14 (empat belas) hari kalender.
19
Aktivasi PLJPS dilakukan pada tanggal 10 Juli 2017 dan jatuh waktu pada tanggal 24 Juli 2017. Bank A mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu PLJPS selama 14 (empat belas) hari dari tanggal 24 Juli 2017 sampai dengan jatuh waktu tanggal 7 Agustus 2017. Akta perubahan perjanjian pemberian PLJPS ditandatangani pada tanggal 24 Juli 2017. Sehubungan terdapat agunan PLJPS periode sebelumnya yang tidak lagi memenuhi persyaratan, maka Bank mengajukan tambahan agunan surat berharga syariah berupa SBIS, SBSN, dan Sukuk Korporasi dengan rincian sebagai berikut:
No
Sisa Jangka
Persyaratan Sisa
Jenis
Waktu
Jangka Waktu
Agunan
(hari
Paling Singkat
kalender)
(hari kalender)
Status
1
SBIS
120 hari
110-22 = 88 hari
Diterima
2
SBSN
100 hari
110-22 = 88 hari
Diterima
3
Sukuk
150 hari
180-22
Korporasi
hari
=
158 Tidak diterima
Keterangan: Jangka waktu mulai dari penandatanganan akta perjanjian pemberian PLJPS sampai dengan jatuh waktu PLJPS berjalan = 22 hari (dari 3 Juli 2017 sampai dengan 24 Juli 2017). Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 41 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas.
20
Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Pelunasan bagi hasil dilakukan mulai awal pembukaan Sistem BI-RTGS sampai dengan awal periode pre-cut off Sistem BI-RTGS. Huruf e Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Ayat (1) Cukup jelas.
21
Ayat (2) Pihak Bank yang berwenang yaitu direksi dan/atau dewan komisaris Bank yang memiliki kewenangan mewakili Bank sesuai anggaran dasar atau anggaran rumah tangga Bank. Ayat (3) Dalam hal pengikatan agunan lain dilakukan tidak bersamaan dengan pengikatan agunan PLJPS maka Bank menyampaikan surat
pernyataan
atau
surat
kuasa
untuk
melakukan
pengikatan agunan lain dari pemilik agunan lain Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Informasi bahwa Bank tidak lagi memenuhi persyaratan antara lain diperoleh dari OJK dan/atau hasil verifikasi dan/atau penilaian bersama oleh Bank Indonesia dan OJK terhadap agunan PLJPS. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 47 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.
22
Ayat (4) Yang dimaksud dengan “yang berwenang” adalah direksi dan dewan komisaris yang berwenang sesuai dengan anggaran dasar atau anggaran rumah tangga Bank. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Contoh: Bank A menandatangani perjanjian PLJPS pada tanggal 3 Juli 2017 dengan periode PLJPS 14 (empat belas) hari kalender. Aktivasi PLJPS dilakukan pada tanggal 10 Juli 2017 dan jatuh waktu pada tanggal 24 Juli 2017. Kemudian Bank A mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu PLJPS selama 14 (empat belas) hari dari tanggal 24 Juli 2017 sampai dengan jatuh waktu tanggal 7 Agustus PLJPS.
2017 Akta
bersamaan perubahan
dengan perjanjian
penambahan
plafon
pemberian
PLJPS
ditandatangani pada tanggal 24 Juli 2017. Sehubungan dengan adanya penambahan plafon PLJPS yang
mengakibatkan
adanya
kebutuhan
penambahan
agunan, maka Bank mengajukan tambahan agunan surat berharga syariah berupa SBIS, SBSN, dan Sukuk Korporasi dengan rincian sebagai berikut:
23
No
Jenis Agunan
Sisa Jangka Waktu (hari kalender)
Persyaratan Sisa Jangka Waktu Paling Singkat
Status
(hari kalender)
1
SBIS
120 hari
110-22 = 88 hari
Diterima
2
SBSN
100 hari
110-22 = 88 hari
Diterima
3
Sukuk
150 hari
180-22
Korporasi
hari
=
158 Tidak diterima
Keterangan: Jangka waktu mulai dari penandatanganan akta perjanjian pemberian PLJPS sampai dengan jatuh waktu PLJPS berjalan = 22 hari (dari 3 Juli 2017 sampai dengan 24 Juli 2017). Pasal 48 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Bukti kepemilikan antara lain berupa print out rekening surat berharga syariah pada BI-SSSS di Bank Indonesia dan/atau CBEST di KSEI. Huruf e Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas.
24
Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Pihak Bank yang berwenang yaitu direksi dan/atau dewan komisaris Bank yang memiliki kewenangan mewakili Bank sesuai anggaran dasar atau anggaran rumah tangga Bank. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Informasi bahwa Bank tidak lagi memenuhi persyaratan antara lain diperoleh dari OJK dan/atau hasil verifikasi dan/atau penilaian bersama oleh Bank Indonesia dan OJK terhadap agunan PLJPS. Pasal 56 Cukup jelas.
25
Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan “yang berwenang” adalah direksi dan dewan komisaris yang berwenang sesuai dengan anggaran dasar atau anggaran rumah tangga Bank. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Contoh 1: Saldo giro Bank di akhir hari: Rp1.200.000.000,00 (satu miliar dua ratus juta rupiah). Kewajiban GWM: Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
26
Kewajiban
GWM
+
10%
dari
kewajiban
GWM:
Rp1.100.000.000,00. Posisi saldo pokok PLJPS: Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Kelebihan saldo di atas kewajiban GWM + 10% dari kewajiban GWM:
Rp1.200.000.000,00
–
Rp1.100.000.000,00
=
Rp100.000.000,00. Mengingat jumlah kelebihan saldo giro nilainya lebih rendah dari posisi saldo pokok PLJPS maka Bank Indonesia mendebit rekening giro Bank paling tinggi sebesar posisi kelebihan saldo rekening
giro
Bank yaitu
Rp100.000.000,00
(seratus juta
rupiah). Dengan pendebitan rekening giro tersebut maka posisi saldo pokok PLJPS terkini: Rp500.000.000,00 – Rp100.000.000,00 = Rp400.000.000,00. Contoh 2: Saldo giro Bank di akhir hari: Rp1.800.000.000,00 (satu miliar delapan ratus juta rupiah). Kewajiban GWM: Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Kewajiban
GWM
+
10%
dari
kewajiban
GWM:
Rp1.100.000.000,00. Posisi saldo pokok PLJPS: Rp500.000.000,00 Kelebihan saldo di atas kewajiban GWM + 10% dari kewajiban GWM:
Rp1.800.000.000,00
–
Rp1.100.000.000,00
=
Rp700.000.000,00. Mengingat posisi saldo pokok PLJPS nilainya lebih rendah dari jumlah kelebihan saldo giro, maka Bank Indonesia mendebit rekening giro Bank paling tinggi sebesar saldo pokok PLJPS yaitu Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Dengan pendebitan rekening giro Bank tersebut maka posisi saldo
pokok
PLJPS
Rp500.000.000,00 = Rp0,00. Ayat (3) Cukup jelas.
terkini:
Rp500.000.000,00
–
27
Pasal 61 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Termasuk dalam biaya lain yaitu perkiraan atas biaya yang belum timbul atau belum ditagihkan oleh pihak lain kepada Bank Indonesia. Contoh: biaya terkait dengan penatausahaan Sukuk Korporasi di KSEI sebagai agunan PLJPS. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Pasal 62 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Pendebitan rekening giro Bank dalam rupiah di Bank Indonesia dilakukan dengan mendahulukan pelunasan bagi hasil PLJPS, kemudian pembayaran pokok PLJPS, dan selanjutnya biaya yang harus dibayar Bank apabila ada. Biaya yang harus dibayar Bank yaitu biaya yang timbul sehubungan dengan proses PLJPS yang belum dibayar atau dilunasi oleh Bank.
28
Pelunasan kewajiban PLJPS merupakan transaksi high priority sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan setelmen dana seketika melalui
Sistem
BI-RTGS,
dan
penyelesaiannya
dilakukan
mendahului penyelesaian transaksi lainnya. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan “tingkat realisasi imbalan deposito investasi mudharabah sebelum distribusi pada Bank yang menerima PLJPS” adalah tingkat realisasi imbalan sebelum distribusi atas deposito mudharabah 3 (tiga) bulan atau deposito mudharabah 1 (satu) bulan dari Bank yang menerima PLJPS dalam hal deposito mudharabah 3 (tiga) bulan tidak tersedia.
29
Tingkat
realisasi
imbalan
deposito
investasi
mudharabah
sebelum distribusi didasarkan pada data yang tercantum dalam laporan harian bank umum syariah. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 66 Ayat (1) Pelunasan kewajiban PLJPS merupakan transaksi high priority sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai penyelenggaraan setelmen dana seketika melalui
Sistem
BI-RTGS,
dan
penyelesaiannya
dilakukan
mendahului penyelesaian transaksi lainnya. Huruf a Yang dimaksud dengan “kewajiban PLJPS” adalah saldo pokok PLJPS dan/atau bagi hasil PLJPS yang belum dibayar. Huruf b Yang dimaksud dengan “kewajiban PLJPS” adalah saldo pokok PLJPS, bagi hasil PLJPS yang belum dibayar, dan/atau kewajiban membayar (gharamah maliyah). Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “kurs transaksi Bank Indonesia” adalah kurs transaksi yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia. Kurs yang digunakan yaitu kurs yang tersedia pada saat transaksi. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas.
30
Pasal 68 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Pengumuman kepada pialang dilakukan melalui sarana dealing system atau sarana lainnya. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas.
31
Pasal 70 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “pihak lain” antara lain konsultan keuangan dan/atau kantor jasa penilai publik. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Persetujuan Bank Indonesia disertai dengan informasi rekening yang ditetapkan untuk menerima hasil eksekusi agunan PLJPS di Bank Indonesia. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 71 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Bank Indonesia menginformasikan kelebihan hasil eksekusi agunan yang telah dikreditkan ke rekening giro Bank dalam rupiah di Bank Indonesia kepada Bank . Ayat (3) Bank
Indonesia
menginformasikan
kewajiban PLJPS kepada Bank. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas.
kekurangan
pelunasan
32
Pasal 74 Cukup jelas. Pasal 75 Cukup jelas. Pasal 76 Ayat (1) Pengawasan dilakukan dalam rangka melaksanakan ketentuan yang dimaksud dalam Undang-Undang yang mengatur mengenai pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 77 Cukup jelas. Pasal 78 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “kewajiban PLJPS” adalah saldo pokok PLJPS, bagi hasil PLJPS, kewajiban membayar (gharamah maliyah), dan biaya lainnya terkait PLJPS. Huruf a Yang dimaksud dengan “penempatan dana” antara lain penempatan
dana
pada
pasar
uang
antar
bank
berdasarkan prinsip syariah (PUAS) dan pembelian surat berharga syariah. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.
33
Pasal 79 Operasi moneter syariah Bank Indonesia yang bersifat ekspansi antara lain transaksi repurchase agreement (repo) dalam rangka operasi pasar terbuka dan transaksi financing facility dalam rangka standing facilities. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 81 Cukup jelas. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Cukup jelas. Pasal 85 Cukup jelas.