2015/05/31 07:49 WIB - Kategori : Warta Penyuluhan
SOSIALISASI PERMEN KP RI NOMOR 2/PERMEN-KP/2015 DILEMATIS BAGI PENYULUH PERIKANAN KAB. BARITO KUALA PROV. KALSEL
BARITO KUALA (31/5/2015) www.pusluh.kkp.go.id Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 2/Permen-KP/2015 Tanggal 08 Januari 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan puka thela (Trawls) dan pukat tarik (seine nets) di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia, bertujuan untuk melestarikan sumberdaya ikan dan menghindari kerusakan dasar perairan laut kita yang banyak terumbu karang yang beraneka ragam dan tempat pemijahan ikan serta kehidupan biota lainnya.
Penggunaan
alat
tangkap
ini
telah
mengakibatkan
menurunnya
sumberdaya ikan yang sudah lama dirasakan para nelayan, dimana nelayan kalau tidak menggunakan alat tangkap pukat hela dan pukat tarik ini hasil tangkapannnya kurang berhasil. Alat-alat tangkap seperti gill net, trammel net, lapdu, rawai, bubu, bagan,atau alat tangkap yang sifatnya fasip hasil tangkapannya sangat kurang. Di Kabupaten Barito Kuala yang merupakan daerah pesisir dengan panjang garis pantainya sekitar 54 km, merupakan daerah perairan laut yang sangat dipengaruhi oleh sungai, dimana di kabupaten ini merupakan muara sungai besar yakni Sungai Barito. Dengan perairan yang dipengaruhi sungai ini, maka kualitas airnya sangat berfluktuatif, pada musim penghujan salinitas air nya sangat rendah, sedangkan pada musim kemarau salinitas airnya cukup tinggi dan dasar lautnya berlumpur. Dengan keadaan perairan yang demikian di daerah ini kaya akan biota lautnya terutama udang dari berbagai jenis yang sangat dominan, sedangkan ikan kurang begitu dominan yang tertangkap hanya beberapa jenis ikan muara sungai yang tahan dengan kualitas air yang berfluktuasi tersebut; seperti Ikan Sembilang, Ikan Mayung, Ikan Sebelah Ikan Selunsungan dan Ikan Belanak Dengan keadaan populasi ikan yang demikian, maka alat tangkap yang
terutama udang berupa Lampara Dasar, PukatDorong (Sungkur) dan pancing rawai, hampir 90 % nelayan laut dari 278 RTP menggunakan kedua jenis alat tangkap Lampara Dasar dan Sungkur. Alat tangkap Lamparan Dasar biasanya menggunakan satu kapal dan ditarik selama 2 jam lebih baru diangkat kekapal, pada dasar perairan laut yang banyak populasi udangnya dengan kedalaman 3 – 15 meter pada perairan lepas pantai sejauh > 1 mil yang jumlahnya sampai Bulan Mei ini 96 unit, sedangkan sungkur daerah penangkapannya hanya pada daerah pantai yang kedalamannya sekitar 2 – 6 meter dan didorong pada dasar perairan laut tempat populasi udang berada selama 2 jam lebih oleh perahu motor (klotok) dengan bahan pendorong dari bambu, dipasangi jaring, pemberat dan sepatu atau seperti serok besar yang jumlahnya 128 unit, kedua alat tangkap ini mengeruk dasar perairan tempat populasi udang berada. Dengan harga solar rata-rata di lokasi desa nelayan Rp.10.000,- per liter dengan ditambah biaya operasional, hasil tangkapan dengan kedua alat tangkap ini cukup menguntungkan bagi nelayan dan ini dilakukan nelayan daerah ini secara turun temurun sampai sekarang ini. Seperti Abdullah seorang nelayan Desa Kuala Lupak, pengguna alat tankap sungkur sekali trip penangkapan (satuhari) dengan pemakaian solar 20 liter seharga Rp.200.000, -perbekalan Rp.50.000,- dan mendapat hasil rata-rata 50 kg udang dengan harga jual
Rp.10.000,-, maka di dapat hasil Rp.500.000, -ini berarti cukup menguntungkan bagi nelayan. Dengan adanya Permen KP Nomor 2/Permen-KP/2015 tersebut,kedua alat tangkap ini termasuk alat tangkap yang dilarang penggunaannya untuk menangkapikan karena merusak perairan dan inilah yang menjadi dilemma bagi Penyuluh Perikanan di Wilayah Kabupaten Barito Kuala, dimana sampai saat ini Penyuluh Perikanan masih belum berani mensosialisasikannya kepada para nelayan karena hanya dengan kedua alat tangkap ini yang hasil tangkapannya menguntungkan nelayan. Kalau penyuluh menyampaikan pelarangan ini, berarti sama saja dengan menarik piring nasi para nelayan laut, sehingga Penyuluh khawatir kalau nelayan marah dan nekat menyerang petugas di lapangan. Sosialisasi Permen KP Nomor 2/2015 dan problematikanya di lapangan sudah disampaikan ke Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Barito Kuala dan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Kalimantan Selatan, dimana mereka masih memikirkan cara pelaksanaan sosialisasinya nanti agar tidak terjadi gejolak di masyarakat nelayan.
Inilah dilematis yang dihadapi penyuluh perikanan, sebenarnya disadari maksud dari pelarangan tersebut sangat baik untuk melestarikan sumberdaya ikan dan menjaga kerusakan lingkungan dimana nantinya untuk keberlangsungan usaha nelayan itu sendiri . Sedangkan kenyataannya para nelayan menggantungkan nasibnya pada alat tangkap Sungkur dan Lampara Dasar ini untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Untuk mengatasi hal demikian, kalau boleh usul ke Menteri Kelautan dan Perikanan sebaiknya pelarangan ini perlu diberi batas waktu sampai nelayan mendapat alat tangkap pengganti yang efektif untuk menangkap udang atau lembaga penelitian Kelautan dan Perikanan menciptakan alat tangkap baru yang efektip dan tidak merusak lingkungan untuk menangkap udang. Kontributor : Ir. Gunawan Koordinator PenyuluhPerikanan Kab. Barito Kuala