RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 94/PUU-XIII/2015 Sumpah atau Janji Pejabat I. PEMOHON I Made Sudana II. OBJEK PERMOHONAN -
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial
-
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
-
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung juncto Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung juncto UndangUndang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
-
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
-
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi juncto Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi
III. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: -
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa salah satu kewenangan Mahkamah Konstitusi adalah melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945);
-
Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa Mahkamah Konstitusi berwenang menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945;
-
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
1
IV. KEDUDUKAN HUKUM PEMOHON (LEGAL STANDING) Pemohon adalah perseorangan warga Indonesia yang merasa dengan berlakunya Undang-Undang a quo dirugikan hak-hak konstitusionalnya dalam memperjuangkan rasa keadilan di depan hukum. Undang-Undang yang dimohonkan pengujian menimbulokan ketidakadilan karena tidak diaturnya sanksi relegius bila Undang-Undang tersebut dilanggar dan pelaksanaan sumpah tidak sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing. V. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN DAN NORMA UUD 1945 A. NORMA YANG DIMOHONKAN PENGUJIAN Norma materiil yaitu: - Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial: Pasal 30: (1) Sebelum memangku jabatannya Anggota Komisi Yudisial wajib mengucapkan sumpah atau janji secara bersama-sama menurut agamanya di hadapan Presiden. (2) Anggota Komisi Yudisial yang berhalangan mengucapkan sumpah atau janji secara bersama-sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengucapkan sumpah atau janji di hadapan Ketua Komisi Yudisial (3) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut: “Saya bersumpah/berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga”. “Saya bersumpah/berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau pemberian”. “Saya bersumpah/berjanji bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar 2
negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi negara Republik Indonesia”. “Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menjalankan tugas dan wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh, seksama, obyektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku, agama, ras, gender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa, dan negara”. “Saya bersumpah/berjanji bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan wewenang dan tugas saya yang diamanatkan Undang-undang kepada saya” - Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi: Pasal 40 ayat (1) dan ayat (2): (1) Sebelum memangku jabatannya, ketua, wakil ketua, dan anggota Komisi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya di hadapan Presiden. (2) Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut: "Saya bersumpah/berjanji: bahwa saya, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apa pun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apa pun kepada siapa pun juga. bahwa saya, untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji atau pemberian bahwa saya akan setia kepada dan akan mempertahankan serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi negara Republik Indonesia. 3
Bahwa saya senantiasa akan menjalankan tugas ini dengan jujur, seksama dan objektif dengan tidak membeda-bedakan orang, dan akan menjunjung tinggi etika profesi dalam melaksanakan kewajiban saya ini dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya seperti layaknya bagi seorang petugas yang berbudi baik dan jujur dalam menegakkan hukum dan keadilan". - Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung juncto Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung juncto Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
Atas Undang-Undang Nomor
14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung Pasal 9 ayat (1): (1) Sebelum
memangku
Mahkamah
Agung
jabatannya,
Ketua
atau Wakil
mengucapkan sumpah
atau
janji
Ketua menurut
agamanya yang berbunyi sebagai berikut: - Sumpah Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Agung: “Demi
Allah
saya
bersumpah
bahwa
saya akan memenuhi
kewajiban Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Agung dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh UndangUndang
Dasar
Negara
menjalankan segala selurus-lurusnya
Republik Indonesia Tahun 1945, dan
peraturan
menurut
perundang-undangan dengan
Undang-Undang
Dasar
Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa”. - Janji Ketua atau Wakil Ketua Mahkamah Agung: “Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi
kewajiban
Ketua atau
Wakil
Ketua
Mahkamah
Agung dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa”. 4
- Undang-Undang
Nomor
48
Tahun
2009
tentang
Kekuasaan
Kehakiman Pasal 30 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3): (1) Pengangkatan hakim agung berasal dari hakim karier dan nonkarier. (2) Pengangkatan hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dari nama calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial. (3) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan hakim agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dalam undang-undang. - Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi juncto Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011 tentang Mahkamah Konstitusi Pasal 21 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3): (1) Sebelum memangku jabatannya, hakim konstitusi mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya, yang berbunyi sebagai berikut: Sumpah hakim konstitusi: “Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban hakim
konstitusi
dengan
sebaik-baiknya
dan
seadil-adilnya,
memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa” Janji hakim konstitusi: “Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban hakim konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa” 5
(2) Pengucapan sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di hadapan Presiden. (3) Sebelum memangku jabatannya, Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi mengucapkan sumpah atau janji menurut agamanya di hadapan Mahkamah Konstitusi yang berbunyi sebagai berikut: Sumpah Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi: “Demi Allah saya bersumpah bahwa saya akan memenuhi kewajiban Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa” Janji Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi: “Saya berjanji bahwa saya dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi dengan sebaikbaiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan menjalankan segala peraturan perundang-undangan dengan selurus-lurusnya menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta berbakti kepada nusa dan bangsa” B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR 1945. Pasal 1 ayat (3): Negara Indonesia adalah negara hukum Pasal 24 ayat (1): Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Pasal 28D ayat (1): Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum
6
VI. ALASAN PERMOHONAN 1. Pasal a quo tidak mengatur tentang sanksi relegius bila pejabat nantinya melanggar sumpah dalam menjalankan jabatannya. 2. Semua pelanggaran/penyimpangan atas sumpah yang tersebut dalam pasal a quo sepatutnya ada sanksi relegiusnya sehingga pelanggaran atas janjijanji tersebut akan ada sanksi secara vertikal ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa dan sanksi horizontal atas Undang-Undang yang dilanggar; 3. Pada saat pelantikan, penyumpahan mungkin saja dilakukan oleh bukan seorang rohaniawan yang mungkin juga berlainan agama dengan yang disumpah. Selain itu, tempat penyumpahan akan lebih tepat dilakukan di tempat sucinya. VII. PETITUM 1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk keseluruhanya. 2. Menyatakan hukum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial khususnya Pasal 30 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) demikian pula Undang-Undang lainnya yang salah satu Pasalnya mengatur tentang sumpa/janji, dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945, Pasal 9 dengan dipertegas Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 menguraikan negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip negara kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-Undang. Sehingga setiap sumpah yang diucapkan oleh pejabat atau petugas lainnya yang dalam menjalankan tugasnya sepatutnya dilengkapi dengan sanksi relegiusnya bila sang pejabat/yang bersumpah melanggar tugasnya/ sumpahnya. 3. Menyatakan hukum bahwa sumpah tersebut bukan hanya untuk para pejabat saja, tetapi juga bagi mereka yng ikut mengelola keuangan negara (misal kontraktor pemenang tender) sebelum melaksanakan tender supaya disumpah menurut agamanya
dan juga dalam mengelola proyek yang
dimenangkan dalam tendernya tersebut sebelum mengelola proyeknya supaya juga disumpah menurut agamanya masing-masing, supaya dengan 7
jujur mengerjakan proyeknya dan dikenakan sanksi relegius bila sumpahnya dilanggar dalam menjalankan tugasnya. 4. Menyatakan hukum bahwa calon Pegawai Negeri Sipil, calon ABRI, calon Polri dan calon pejabat lainnya yang disumpah seperti calon notaris, calon advokat dan lain-lain. sebelum mengikuti testing supaya disumpah terlebih dahulu
menurut
agama
masing-masing,
demikian
pula
Panitia
penerimaannya juga disumpah menurut agama masing-masing sebelum pelaksanaan testing. Apakah penyempurnaan sumpah-sumpah tersebut akan diatur dengan Undang-undang tersendiri seperti Penpres No. 11 tahun 1959 atau diuraikan dalam ayat dan pasal Undang-undang yang mengatur tentang sumpah seperti Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial maupun Undang-Undang lainnya yang salah satu pasalnya mengatur tentang sumpah. 5. Menyatakan hukum bahwa untuk sumpah bisa diucapkan lebih dari sekali seperti sumpah hakim dalam memutus perkara maupun pejabat lainnya yang dipandang perlu dan sumpah jabatan hakim yang memutus perkara supaya diatur lebih sempurna yaitu di samping mengucapkan: Demi berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa, ditambah lagi dengan kalimat: kami Majelis Hakim yang memutus perkara ini bila menyimpang dari kebenaran kejujuran dan keadilan bersedia kena kutuk/laknat dari Allah Tuhan Yang Maha Esa.
8