RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 116/PUU-XIII/2015 Jangka Waktu Pengajuan Gugatan Atas Pemutusan Hubungan Kerja I.
PEMOHON - Edwin Hartana Hutabarat ---------------------------- selanjutnya disebut Pemohon.
II.
OBJEK PERMOHONAN - Pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial selanjutnya disebut UU 2/2004.
III.
-
Pengujian Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Penyandang Cacat selanjutnya disebut UU 4/1997.
-
Pengujian Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia selanjutnya disebut UU 39/199.
-
Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat.
-
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-X/2012.
KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI Pemohon menjelaskan, bahwa ketentuan yang mengatur kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji Undang-Undang adalah: 1. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945: “Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha Negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”; 2. Pasal 24C ayat (1) UUD 1945: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum”; 3. Pasal 10 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: a. menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;”
IV.
KEDUDUKAN HUKUM (LEGAL STANDING) PARA PEMOHON -
V.
Pemohon adalah pekerja penyandang cacat yang telah di PHK dari Perusahaan Percetakan Abidin merasa dirugikan dengan ketentuan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial, Pasal 1 ayat (1), Pasal 2, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 8 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Penyandang Cacat, Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 71 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-X/2012.
NORMA-NORMA YANG DIAJUKAN UNTUK DI UJI A. NORMA MATERIIL 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial. -
Pasal 82 Gugatan oleh pekerja/buruh atas pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 159 dan Pasal 171 UndangUndang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, dapat diajukan hanya dalam waktu tenggang waktu 1 (satu) tahun sejak diterimanya atau diberitahukannya keputusan dari pihak pengusaha.
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Penyandang Cacat. -
-
-
-
-
Pasal 1 ayat (1) Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari: a. Penyandang cacat fisik; b. Penyandang cacat mental; c. Penyandang cacat fisik dan mental. Pasal 2 Upaya peningkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pasal 3 Upaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 berasaskan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, manfaat, kekeluargaan, adil, dan merata, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan dalam perikehidupan, hukum, kemandirian, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.. Pasal 4 Upaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 yang diselenggarakan melalui pemberdayaan penyandang cacat bertujuan terwujudnya kemandirian dan kesejahteraan. Pasal 5 Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
-
Pasal 6 Setiap penyandang cacat berhak memperoleh: 1. Pendidikan pada semua satuan, jalur, jenis, dan jenjang pendidikan; 2. Pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan pemampuannya; 3. Perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya; 4. Aksebilitas dalam rangka kemandiriannya; 5. Rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; dan 6. Hak yang sama untuk menumbuhkembangkan bakat, kemampuan, dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.
-
Pasal 8 Pemerintah dan/atau masyarakat berkewajiban mengupayakan terwujudnya hak-hak penyandang cacat.
3. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. -
-
Pasal 1 ayat (1) Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nyayang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia. Pasal 71 Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-Undang ini, peraturan perundang-undangan lain dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat -
Pasal 3 Upaya penignkatan kesejahteraan sosial penyandang cacat bertujuan untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan penyandang cacat.
5. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-X/2012
B. NORMA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 1. Pasal 28C ayat (2) UUD 1945 Setiap orangberhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya. 2. Pasal 28D ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 (1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. (2) Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. 3. Pasal 28G UUD 1945 (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi. (2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain. 4. Pasal 28H ayat (2) dan ayat (4) UUD 1945 (2) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. (4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun. 5. Pasal 28I ayat (2), ayat (4) dan ayat (5) UUD 1945 (2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu. (4) Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah. (5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundangundangan. VI.
ALASAN-ALASAN PEMOHON UNDANG-UNDANG A QUO BERTENTANGAN DENGAN UUD 1945 1. Pemohon adalah penyandang tuna wicara dan tuna rungu yang pada tanggal 12 September 2014 terkena Pemutusan hubungan Kerja oleh Eddy Usman selaku Management Perusahaan Percetakan Abidin;
2. Pemohon merasa keberatan terhadap uang pesangon dan penghargaan yang disodorkan oleh pihak perusahaan dan mengajukan surat kepada Kepala Dinas sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan pada tanggal 6 Oktober 2014; 3. Atas permasalahan tersebut, Pemohon sempat melakukan perundingan dengan pihak perusahaan dengan didampingin oleh mediator dan menghasilkan anjuran yang tertuang dalam Surat Kepala Disosnaker Kota Medan Nomor 567/3113/DSTKM/2014 tanggal 2 Desember 2014 perihal Anjuran dimana isinya sangat merugikan Pemohon; 4. Pemohon kemudian mengirimkan surat kembali kepada Kepala Disosnaker Kota Medan mengenai Pengaduan dan permohonan bantuan tanggung jawab, sanksi dan keadilan; 5. Pemohon menyatakan bahwa hak konstitusional Pemohon sebagai penyandang disabilitas untuk tidak mendapatkan perlakuan secara diskriminatif dilindungi oleh Pasal 28D ayat (2) dan Pasal 28I ayat (2) UUD 1945; 6. Bahwa Pasal 6 dan 8 UU 4/1997, Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 71 UU 39/1999 dan Pasal 3 Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 menjamin dan meyakinkan Pemohon bahwa Pemohon berhak memperoleh perlakuan yang sama untuk berperan dalam pembangunan dan menikmati hasil-hasilnya dan Pemerintah dan/atau masyarakat berkewajiban mengupayakan terwujudnya hak-hak Pemohon selaku penyandang cacat bertujuan untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan Pemohon. 7. Bahwa menurut Pemohon Pasal 82 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tersebut tidak menjamin hak konstitusional Pemohon, karena dengan sisa waktu yang dimiliki Pemohon saat ini Pemohon akan terlambat untuk mengajukan permohonan perselisihan hubungan industrial. 8. Pasal 82 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 amat menguntungkan dan membebaskan pimpinan perusahaan dari kewajibannya kepada Pemohon terkait dengan uang pesangon, penghargaan masa kerja, penggantian hak, kekuarangan upah, THR dan ganti rugi lainnya yang merupakan hak konstitusional Pemohon.
VII. PETITUM 1. Menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya; 2. Menyatakan Pasal 82 UU Nomor 2 Tahun 2004 Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial bertentangan dengan UUD 1945, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Penyandang Cacat, Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Hak Asasi Manusia, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 100/PUU-X/2012 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
3. Menyatakan memberi rekomendasi kepada Presiden RI atau Ketua DPR RI atau bagaimana baiknya agar ditambahkan ayat (2) pada Pasal 16 UndangUndang Nomor 2 Tahun 2004 Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang berbunyi “Mediator atau pihak Dinas Tenaga Kerja wajib membayar ganti rugi (uang tanggung jawab) kepada pekerja/buruh yang telah mengadu kepada Dinas Tenaga Kerja apabila tidak netral, menghilangkan hak-hak dan tuntutan pekerja/buruh (uang pesangon, penghargaan masa kerja, penggantian hak, kekurangan upah dan Tunjangan Hari Raya dan/ ganti rugi) dan merugikan pekerja/buruh serta menguntungkan pihak perusahaan di dalam Surat Anjuran. 4. Memerintahkan untuk memuat putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya; 5. Apabila Mahkamah Konstitusi berpendapat lain, mohon Putusan seadiladilnya (ex aequo et bono). Mengetahui,
Pengolah Data Perkara dan
Panitera Muda II
Putusan ,
Muhidin
Ria Indriyani
NIP. 19610818 198302 1 001
NIP. 19780216 200604 2 002