KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR PER- 35/BC/2014 TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI, Menimbang
:
bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 9 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.04/2009 tentang Tidak Dipungut Cukai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.04/2014, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Tata Cara Tidak Dipungut Cukai;
Mengingat
:
1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755); 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612); sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661); 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.04/2009 tentang Tidak Dipungut Cukai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163 /PMK.04/2014; MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA CARA TIDAK DIPUNGUT CUKAI. Pasal 1 Dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai ini yang dimaksud dengan: 1. Undang-Undang Cukai adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 39 Tahun 2007. 2. Cukai adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap barangbarang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik yang ditetapkan dalam Undang-Undang Cukai. 3. Pabrik adalah tempat tertentu termasuk bangunan, halaman, dan lapangan yang merupakan bagian daripadanya, yang dipergunakan untuk menghasilkan barang kena cukai dan/atau untuk mengemas barang kena cukai dalam kemasan untuk penjualan eceran. 4. Orang adalah orang pribadi atau badan hukum.
-2-
5. 6.
7. 8. 9. 10.
11.
12.
13.
14. 15. 16.
17.
Pengusaha Pabrik adalah orang yang mengusahakan Pabrik. Tempat Penyimpanan adalah tempat, bangunan, dan/atau lapangan yang bukan merupakan bagian dari Pabrik, yang dipergunakan untuk menyimpan barang kena cukai berupa etil alkohol yang masih terutang cukai dengan tujuan untuk disalurkan, dijual, atau diekspor. Pengusaha Tempat Penyimpanan adalah orang yang mengusahakan Tempat Penyimpanan. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean. Importir barang kena cukai adalah orang yang memasukkan barang kena cukai ke dalam Daerah Pabean. Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai adalah Pengusaha Pabrik termasuk Pengusaha Pabrik di kawasan berikat, yang menggunakan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong untuk menghasilkan barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai. Pemasok adalah Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir barang kena cukai yang memasok bahan baku atau bahan penolong berupa barang kena cukai kepada Pengusaha Pabrik lainnya. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan dan ruang udara di atasnya, serta tempattempat tertentu di zona ekonomi eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang di bidang kepabeanan. Dokumen Cukai adalah dokumen yang digunakan dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Cukai dalam bentuk formulir atau melalui media elektronik. Sistem Aplikasi Cukai Sentralisasi (SAC-S) adalah sistem aplikasi yang dipergunakan di bidang cukai. Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor adalah Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atau Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai di lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Pasal 2
(1) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai berupa tembakau iris yang dibuat dari daun tembakau dalam negeri yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau dikemas untuk penjualan eceran dengan bahan pengemas tradisional yang lazim digunakan, apabila: a. dalam pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan tembakau yang berasal dari luar negeri atau bahan lain yang lazim dipergunakan dalam pembuatan hasil tembakau seperti saus, aroma, atau air gula; dan/ atau b. pada kemasannya ataupun tembakau irisnya tidak dibubuhi, dilekati, atau dicantumkan cap atau merek dagang, etiket, atau tanda khusus yang sejenisnya. (2) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai berupa minuman yang mengandung etil alkohol yang diperoleh dari hasil peragian atau penyulingan, apabila: a. dibuat oleh rakyat di Indonesia;
-3-
b. pembuatannya dilakukan secara sederhana, dengan menggunakan peralatan sederhana yang lazim digunakan oleh rakyat Indonesia dan produksinya tidak melebihi 25 (dua puluh lima) liter perhari; c. semata-mata untuk mata pencaharian; dan d. tidak dikemas dalam kemasan untuk penjualan eceran. (3) Apabila ketentuan cukai tidak dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak terpenuhi maka barang kena cukai menjadi wajib dipungut cukai. (4) Pembuatan, pengedaran, atau penjualan barang kena cukai yang tidak dipungut cukainya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2): a. tidak wajib diberitahukan kepada Kepala Kantor; dan b. tidak wajib dilindungi dengan Dokumen Cukai. (5) Untuk keperluan pengawasan barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kepala Kantor dapat melakukan kegiatan pendataan atas pembuatan dan penjualannya. Pasal 3 (1) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang berasal dari luar negeri apabila diangkut terus atau diangkut lanjut dengan tujuan luar Daerah Pabean. (2) Tata cara mengenai diangkut terus atau diangkut lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. Pasal 4 (1) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang diekspor. (2) Sebelum pelaksanaan ekspor barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan, Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan wajib memberitahukan kepada Kepala Kantor yang mengawasi dengan menggunakan formulir pemberitahuan mutasi barang kena cukai (CK-5). Pasal 5 (1) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang berasal dari Pabrik atau yang berasal dari Impor, yang dimasukkan ke dalam Pabrik lainnya. (2) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai berupa etil alkohol yang berasal dari Pabrik atau yang berasal dari Impor, yang dimasukkan ke dalam Tempat Penyimpanan. (3) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai berupa etil alkohol yang berasal dari Tempat Penyimpanan, yang dimasukkan ke Pabrik atau ke Tempat Penyimpanan lainnya. Pasal 6 (1) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang berasal dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan, atau yang berasal dari Impor apabila dimasukkan ke dalam Pabrik lainnya untuk digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai.
-4-
(2) Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai harus menyampaikan pemberitahuan rencana produksinya kepada Kepala Kantor yang mengawasi, dengan menggunakan formulir PBCK-1. Pasal 7 (1) PBCK-1 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) yang diajukan pertama kali dibuat dalam rangkap 7 (tujuh) dilampiri dengan: a. rencana produksi dan kebutuhan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dengan fasilitas tidak dipungut cukai setiap bulan dalam satu tahun takwim sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan b. surat pernyataan konversi sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. (2) PBCK-1 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) untuk periode berikutnya dan penambahan, dibuat dalam rangkap 7 (tujuh) dilampiri dengan: a. realisasi pemasukan dan penggunaan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong serta produksi barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai dengan fasilitas tidak dipungut cukai setiap bulan dalam tahun takwim sebelumnya sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; b. rencana produksi dan kebutuhan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dengan fasilitas tidak dipungut cukai setiap bulan dalam satu tahun takwim sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini; dan c. surat pernyataan konversi sesuai contoh format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. (3) PBCK-1 penambahan dapat diajukan dalam hal jumlah barang kena cukai dengan fasilitas tidak dipungut cukai pada periode tahun berjalan tidak mencukupi. (4) PBCK-1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dibuat untuk masing-masing Pemasok dalam hal menggunakan lebih dari 1 (satu) pemasok. Pasal 8 (1) Terhadap PBCK-1 yang diajukan, Kepala Kantor melakukan penelitian atas kelengkapan lampiran sebagaimana dimaksud pada Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2). (2) Pemberian persetujuan PBCK-1 diberikan atas dasar pertimbangan: a. PBCK-1 dan lampirannya telah diterima lengkap; b. untuk PBCK-1 periode berikutnya: i. laporan penggunaan/persediaan barang kena cukai dengan fasilitas tidak dipungut cukai (LACK-1) atas pemakaian barang kena cukai dengan fasilitas tidak dipungut cukai pada tahun
-5-
(3)
(4)
(5)
(6)
takwim sebelumnya telah diterima oleh Kepala Kantor sekurangkurangnya sampai dengan bulan terakhir sebelum bulan pengajuan PBCK-1; ii. sisa barang kena cukai dengan fasilitas tidak dipungut cukai sebagaimana dimaksud Pasal 14 ayat (1); c. untuk PBCK-1 penambahan, LACK-1 atas pemakaian barang kena cukai dengan fasilitas tidak dipungut cukai pada tahun takwim berjalan telah diterima oleh Kepala Kantor sekurang-kurangnya sampai dengan bulan terakhir sebelum bulan pengajuan PBCK-1, dan penggunaan barang kena cukai dengan fasilitas tidak dipungut cukai pada periode tahun berjalan sekurang-kurangnya mencapai 75% dari jumlah yang disetujui dalam PBCK-1 sebelumnya; d. status NPPBKC Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai, masih berlaku dan tidak sedang dibekukan; dan e. kelayakan Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dipenuhi, Kepala Kantor menyetujui dan menetapkan jumlah barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam PBCK-1, dan mendistribusikan PBCK-1 sesuai peruntukannya dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak PBCK-1 diterima lengkap. Dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dipenuhi, Kepala Kantor menyampaikan surat pemberitahuan penolakan yang memuat alasan penolakan kepada Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak PBCK-1 diterima lengkap. Dalam hal PBCK-1 ditolak, Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai dapat mengajukan PBCK-1 yang baru setelah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pemberian persetujuan dan penolakan fasilitas tidak dipungut cukai atas barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai dilakukan sesuai dengan tata cara sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. Pasal 9
PBCK-1 yang telah disetujui berlaku: a. pada awal tahun takwim sampai dengan akhir tahun takwim, dalam hal PBCK-1 disetujui sebelum awal tahun takwim; atau b. pada saat PBCK-1 disetujui sampai dengan akhir tahun takwim, dalam hal PBCK-1 disetujui pada periode tahun takwim berjalan.
Pasal 10 (1) Pengeluaran barang kena cukai dari Pabrik, Tempat Penyimpanan, atau Kawasan Pabean dengan tujuan untuk dimasukkan ke dalam Pabrik untuk digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai, menggunakan formulir pemberitahuan mutasi barang kena
-6-
cukai (CK-5). (2) Tata cara pengeluaran barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan mengenai penimbunan, pemasukan, pengeluaran, dan pengangkutan barang kena cukai. Pasal 11 (1) Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai wajib: a. menimbun barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong pada tempat tersendiri di dalam Pabrik; b. mencatat pemasukan dan penggunaan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dan produksi barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai dalam buku persediaan; dan c. menyampaikan laporan setiap bulan kepada Kepala Kantor yang mengawasi paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya, berdasarkan buku persediaan sebagaimana dimaksud pada huruf b. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dibuat dengan menggunakan formulir LACK-1 yang mencakup: a. jenis dan jumlah barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong yang dimasukkan ke dalam Pabrik; b. jenis dan jumlah barang kena cukai yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong; c. jenis dan jumlah produksi barang hasil akhir yang merupakan barang kena cukai; dan d. sisa barang kena cukai yang belum digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong yang masih ada dalam Pabrik pada akhir bulan. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat untuk masingmasing pemasok dalam rangkap 2 (dua), dengan peruntukan: a. lembar ke-1 untuk Kepala Kantor yang mengawasi Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai; dan b. lembar ke-2 untuk Direktur Jenderal u.p. Direktur Cukai. Pasal 12 (1) Pemasok hanya dapat mengeluarkan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dengan fasilitas tidak dipungut cukai paling banyak sesuai jumlah yang ditetapkan dalam PBCK-1. (2) Pemasok yang mengeluarkan barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong dengan fasilitas tidak dipungut cukai wajib menyampaikan laporan penjualan/penyerahan barang kena cukai dengan fasilitas tidak dipungut cukai (LACK-2) setiap bulan kepada Kepala Kantor yang mengawasi paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat dengan menggunakan formulir LACK-2 yang mencakup: a. nomor dan tanggal dokumen pemberitahuan mutasi barang kena cukai (CK-5); b. jumlah barang kena cukai yang dikeluarkan dalam setiap dokumen pemberitahuan mutasi barang kena cukai (CK-5); dan c. identitas Pabrik penerima barang kena cukai.
-7-
(4) LACK-2 dibuat dalam rangkap 2 (dua) dengan peruntukan: a. lembar ke-1 untuk Kepala Kantor yang mengawasi Pemasok; dan b. lembar ke-2 untuk Direktur Jenderal u.p. Direktur Cukai. Pasal 13 (1) PBCK-1, LACK-1, dan LACK-2 disampaikan dalam bentuk: a. tulisan di atas formulir, untuk Kantor yang belum menerapkan SAC-S; atau b. tulisan di atas formulir atau data elektronik, untuk Kantor yang sudah menerapkan SAC-S. (2) Dalam hal SAC-S tidak dapat digunakan setelah kurun waktu 4 (empat) jam, untuk kelancaran pelayanan, Kepala Kantor dapat melaksanakan pelayanan secara manual dengan menerbitkan surat tugas pelayanan manual. Pasal 14 (1) Barang kena cukai dengan fasilitas tidak dipungut cukai yang masih berada di tempat penimbunan Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai pada akhir tahun takwim dinyatakan sebagai sisa. (2) Barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh dipergunakan sebelum PBCK-1 periode berikutnya disetujui. (3) Dalam hal tidak diajukan PBCK-1 untuk periode berikutnya, terhadap barang kena cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan dan dibuatkan berita acara. (4) Terhadap barang kena cukai yang sudah dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan penyegelan. Pasal 15 (1) PBCK-1 tidak berlaku dalam hal NPPBKC Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai dicabut. (2) Dalam hal NPPBKC Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai dicabut atau tidak lagi menggunakan fasilitas tidak dipungut cukai, maka terhadap barang kena cukai sebagai bahan baku atau bahan penolong yang belum dipungut cukai dan masih berada di tempat penimbunan Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai: a. dikembalikan ke Pemasok dengan tidak dipungut cukai; b. dilunasi cukai oleh Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai; atau c. dimusnahkan oleh Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai, atau dalam keadaan tertentu dimusnahkan oleh pejabat bea dan cukai atas biaya Pengguna Fasilitas Tidak Dipungut Cukai. Pasal 16 (1) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang belum dilunasi cukainya yang berada dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan apabila musnah atau rusak sebelum dikeluarkan. (2) Cukai tidak dipungut atas barang kena cukai yang berasal dari luar Daerah Pabean apabila musnah atau rusak sebelum diberikan
-8-
(3)
(4)
(5)
(6)
persetujuan Impor untuk dipakai. Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir barang kena cukai, yang barang kena cukainya musnah atau rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala Kantor yang mengawasi dengan menyebutkan sebab-sebab terjadinya kemusnahan atau kerusakan barang kena cukai . Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Kantor atau pejabat yang ditunjuk melakukan pemeriksaan dan hasilnya dibuatkan berita acara pemeriksaan yang ditandatangani oleh kedua belah pihak, dengan menggunakan formulir BACK-1. Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sebagai dasar: a. tidak dipungutnya cukai atas barang kena cukai yang musnah atau rusak; dan b. untuk membukukan dalam buku rekening barang kena cukai dan/atau buku persediaan. Barang kena cukai yang tidak dipungut cukai karena rusak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus dimusnahkan di bawah pengawasan Kepala Kantor dengan biaya pemusnahan ditanggung oleh Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Importir barang kena cukai yang bersangkutan. Pasal 17
Dengan berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini: (1) PBCK-1 yang diterima oleh Kepala Kantor sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, diselesaikan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-53/BC/2011 Tentang Tata Cara Tidak Dipungut Cukai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-43/BC/2012; (2) PBCK-1 Penambahan untuk periode tahun 2014 tetap diselesaikan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER53/BC/2011 Tentang Tata Cara Tidak Dipungut Cukai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-43/BC/2012; dan (3) Keputusan Direktur Jenderal tentang tidak dipungut cukai yang telah diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini, dinyatakan masih tetap berlaku sampai dengan berakhirnya jangka waktu keputusan tersebut. Pasal 18 Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini berlaku, maka Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-53/BC/2011 Tentang Tata Cara Tidak Dipungut Cukai sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-43/BC/2012 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
-9-
Pasal 19 Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 7 Oktober 2014 DIREKTUR JENDERAL, -ttd-
AGUNG KUSWANDONO