MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 178/PMK.04/2013 TENTANG PENGENAAN TARIF BEA MASUK DALAM SKEMA ASEAN TRADE IN GOODS AGREEMENT (ATIGA) DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM SERTIFIKASI MANDIRI (SELF CERTIFICATION) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 13 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, terhadap barang impor dapat dikenakan bea masuk sesuai tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional; b. bahwa berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, telah ditetapkan tarif bea masuk berdasarkan perjanjian internasional yaitu tarif bea masuk dalam rangka ASEAN Trade In Goods Agreement (ATIGA) melalui Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka ASEAN Trade In Goods Agreement (ATIGA); c. bahwa dalam rangka penyederhanaan prosedur sertifikasi operasional dan prosedur ketentuan asal barang, serta memfasilitasi perdagangan barang yang berasal dari ASEAN, termasuk pengenalan terhadap suatu skema sertifikasi mandiri kawasan, agar sejalan dengan tujuan Cetak Biru Masyarakat Ekonomi ASEAN, Pemerintah telah meratifikasi Memorandum of Understanding Among The Governments of The Participating Member States of The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) on The Second Pilot Project
for The Implementation of A Regional Self-Certification System (Memorandum Saling Pengertian Antarpemerintah Negara Anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) Peserta Pada Proyek Percontohan Kedua Untuk Pelaksanaan Sistem Sertifikasi Mandiri Kawasan) dengan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2013; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, serta dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengenaan Tarif Bea Masuk Dalam Skema ASEAN Trade In Goods Agreement (ATIGA) Dengan Menggunakan Sistem Sertifikasi Mandiri (Self Certification); Mengingat
: 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661); 2. Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2013 tentang Pengesahan Memorandum of Understanding Among The Governments of The Participating Member States of The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) on The Second Pilot Project for The Implementation of A Regional SelfCertification System (Memorandum Saling Pengertian Antarpemerintah Negara Anggota Perhimpunan BangsaBangsa Asia Tenggara (ASEAN) Peserta Pada Proyek Percontohan Kedua Untuk Pelaksanaan Sistem Sertifikasi Mandiri Kawasan) (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 69); 3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/PMK.011/2012 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk Dalam Rangka ASEAN Trade In Goods Agreement (ATIGA);
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGENAAN TARIF BEA MASUK DALAM SKEMA ASEAN TRADE IN GOODS AGREEMENT (ATIGA) DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM SERTIFIKASI MANDIRI (SELF CERTIFICATION).
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan: 1. Undang-Undang Kepabeanan adalah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006. 2. The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Trade In Goods Agreement yang selanjutnya disebut ATIGA adalah persetujuan mengenai pembentukan kawasan perdagangan bebas untuk perdagangan barang antara negara anggota ASEAN. 3. Memorandum of Understanding Among The Governments of The Participating Member States of The Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) on The Second Pilot Project for The Implementation of A Regional Self-Certification System yang selanjutnya disebut MOU 2nd SCPP adalah memorandum kesepahaman di antara pemerintah negaranegara anggota ASEAN pada pilot project kedua untuk penerapan sistem self certification secara regional. 4. Tarif Bea Masuk Most Favoured Nation yang selanjutnya disebut Tarif BM MFN adalah tarif yang berlaku umum berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan sistem klasifikasi barang dan pembebanan tarif bea masuk beserta perubahannya. 5. Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan perjanjian atau kesepakatan internasional yang besarannya sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka ATIGA beserta perubahannya. 6. Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan ATIGA yang diterapkan oleh negara anggota ASEAN untuk menentukan negara asal barang dalam rangka pengenaan Tarif Preferensi. 7. Kriteria Asal Barang (Origin Criteria) adalah kriteria asal suatu barang yang telah disepakati berdasarkan ATIGA. 8. Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) yang selanjutnya
disingkat SKA adalah dokumen yang diterbitkan oleh instansi penerbit SKA di negara anggota pengekspor yang menyatakan bahwa suatu barang telah memenuhi Kriteria Asal Barang. 9. Eksportir Bersertifikat adalah eksportir produsen atau manufacturer yang memenuhi kriteria tertentu yang diberikan kewenangan oleh instansi yang berwenang memberikan sertifikasi untuk membuat invoice declaration atas barang yang diekspornya. 10. Self Certification atau sertifikasi mandiri adalah sistem penerbitan pernyataan asal barang yang dilakukan secara mandiri oleh Eksportir Bersertifikat. 11. Negara Anggota adalah negara anggota ASEAN yang menandatangani ATIGA. 12. Negara Anggota Peserta MOU 2nd SCPP adalah negara anggota yang berpartisipasi dalam pilot project kedua sistem sertifikasi mandiri dalam skema ATIGA. 13. Negara Anggota Pengekspor adalah negara anggota ASEAN yang melakukan eksportasi. 14. Third Country Invoicing adalah penerbitan invoice oleh perusahaan lain yang berlokasi di negara ketiga (baik Negara Anggota atau bukan Negara Anggota) atau yang berlokasi di negara yang sama dengan negara tempat diterbitkannya SKA. 15. Back-to-Back Invoice adalah invoice declaration yang diterbitkan oleh Negara Anggota Pengekspor kedua berdasarkan invoice declaration yang diterbitkan oleh Negara Anggota Pengekspor pertama. 16. Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan. BAB II TARIF PREFERENSI Pasal 2 (1) Atas barang impor yang berasal dari negara-negara anggota ASEAN dapat dikenakan Tarif Preferensi dalam rangka
ATIGA. (2) Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sepanjang memenuhi Ketentuan Asal Barang sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan, dengan terlebih dahulu memenuhi kewajiban sebagai berikut: a. importir harus menyerahkan lembar asli SKA (Form D) atau invoice declaration kepada Pejabat Bea dan Cukai pada saat pengajuan pemberitahuan pabean impor; dan b. importir mencantumkan kode Tarif Preferensi, nomor dan tanggal: 1) Form D, untuk importasi dengan menggunakan SKA; atau 2) nomor otorisasi Eksportir Bersertifikat (Certified Exporter Authorization Code), untuk importasi dengan menggunakan sistem Self Certification atau sertifikasi mandiri, pada pemberitahuan pabean impor. (3) Besaran Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenakan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka ATIGA. Pasal 3 (1) SKA (Form D) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA yang telah ditunjuk di masing-masing Negara Anggota. (2) Invoice declaration sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diterbitkan oleh Eksportir Bersertifikat di Negara Anggota Peserta MOU 2nd SCPP dengan cara Self Certification atau sertifikasi mandiri untuk jenis barang tertentu yang tercantum dalam daftar barang yang diproduksi oleh Eksportir Bersertifikat. Pasal 4 Atas penyerahan invoice declaration sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian tentang pemenuhan persyaratan invoice declaration sebagai berikut:
a. Adanya pernyataan dari Eksportir Bersertifikat bahwa barang yang diekspor telah memenuhi Kriteria Asal Barang dengan kalimat sebagai berikut: “The exporter of the product(s) covered by this document (Certified Exporter Authorization Code .......) declares that, except where otherwise clearly indicated, the products (HS Code/s:.........) satisfy the Rules of Origin to be considered as ASEAN Originating Products under ATIGA (ASEAN country of origin: ....................) with origin criteria: ……………………..……………. Signature over Printed Name of the Authorized Signatory”; b. Invoice declaration harus memuat uraian jenis barang yang jelas dan detil agar dapat diidentifikasi untuk kepentingan penentuan asal barang; c. Pernyataan asal barang pada invoice declaration harus ditandatangani oleh orang yang tercantum dalam daftar penandatangan invoice declaration; d. Dalam hal ruang yang tersedia dalam invoice declaration tidak mencukupi untuk memuat seluruh barang, dapat menggunakan lembar tambahan yang memuat uraian barang yang dilengkapi klasifikasi barang, Kriteria Asal Barang, dan tandatangan, serta nama orang yang tercantum dalam daftar penandatangan invoice declaration; e. Invoice declaration berlaku untuk jangka waktu 12 (dua belas) bulan untuk kepentingan penentuan asal barang, dengan ketentuan invoice declaration harus disampaikan pada saat pengajuan pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2; dan f.
invoice declaration hanya dapat digunakan untuk importasi jenis barang tertentu yang tertera pada daftar jenis barang (list of product) dari Eksportir Bersertifikat. Pasal 5
(1) Data-data mengenai Eksportir Bersertifikat diperoleh dari Sekretariat ASEAN terdiri dari: a. nama perusahaan;
b. alamat perusahaan; c. daftar nama penandatangan invoice declaration dan specimen tanda tangannya dengan jumlah paling banyak 3 (tiga) orang untuk setiap perusahaan; d. nomor otorisasi Eksportir Bersertifikat (Certified Exporter Authorization Code); dan e. daftar jenis barang (list of product) yang dihasilkan oleh Eksportir Bersertifikat. (2) Daftar nama perusahaan, alamat perusahaan, nama penandatangan invoice declaration dan specimen tanda tangannya, nomor otorisasi Eksportir Bersertifikat (Certified Exporter Authorization Code), dan jenis barang (list of product) yang dihasilkan oleh Eksportir Bersertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Pasal 6 (1) Eksportir Bersertifikat di Negara Anggota Pengekspor kedua tidak dapat menerbitkan Back-to-Back Invoice. (2) Eksportir Bersertifikat tidak dapat menggunakan invoice declaration dalam mekanisme Third Country Invoicing. Pasal 7 (1) Dalam hal terdapat keraguan terhadap invoice declaration sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta Retroactive Check kepada instansi yang berwenang yang memberikan sertifikasi kepada eksportir di Negara Anggota Peserta MOU 2nd SCPP dengan disertai alasan dan copy invoice declaration yang akan dimintakan Retroactive Check. (2) Dalam hal jawaban Retroactive Check sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diragukan, Negara Anggota yang mengimpor dapat melakukan Verification Visit. Pasal 8 (1) Ketentuan mengenai penggunaan sistem Self Certification atau sertifikasi mandiri dalam Peraturan Menteri ini hanya diberlakukan terhadap Negara Anggota Peserta MOU 2nd SCPP meliputi Laos dan Philiphina.
(2) Penambahan Negara Anggota yang dapat berpartisipasi dalam pilot project kedua sistem Self Certification atau sertifikasi mandiri ditetapkan berdasarkan persetujuan Perwakilan pada Senior Economic Officials Meeting (SEOM) dari negara-negara anggota yang telah berpartisipasi dalam MOU 2nd SCPP. (3) Dalam hal terdapat penambahan Negara Anggota yang ditetapkan berdasarkan persetujuan Perwakilan pada Senior Economic Officials Meeting (SEOM) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai. BAB III PENUTUP Pasal 9 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai. Pasal 10 Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 Desember 2013 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MUHAMAD CHATIB BASRI
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 Desember 2013 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2013 NOMOR 1442