STRATEGI KOMUNIKASI KH. M. AGUS ABDUL GHOFUR DALAM MENINGKATKAN NILAI AKHLAK PADA MASYARAKAT LINGKUNGAN PONDOK PESANTREN MADINATUNNAJAH JOMBANG CIPUTAT TANGERANG SELATAN Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)
Oleh: SITI MAHMUDAH NIM: 109051000063
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H / 2013 M
STRATEGI KOMUNIKASI KH. M. AGUS ABDUL GHOFUR DALAM MENINGKATKAN NILAI AKHLAK PADA MASYARAKAT LINGKUNGAN PONDOK PESANTREN MADINATUNNAJAH JOMBANG CIPUTAT TANGERANG SELATAN
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I)
Oleh: Siti Mahmudah NIM: 109051000063
Pembimbing,
Umi Musyarrofah, MA NIP. 19710816 199703 2 002
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1434 H / 2013 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (S1) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini merupakan hasil plagiat atau hasil jiplakan karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 30 Mei 2013 Penulis
SITI MAHMUDAH
ABSTRAK Strategi Komunikasi KH. M. Agus Abdul Ghofur Dalam Meningkatkan Nilai Akhlak Pada Mayarakat Lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Ciputat Tangerang Selatan Di zaman modern, bangsa kita sedang mengalami krisis moral, dan krisis moral inilah yang menjadi penyebab utama ketidakmenentuan bangsa ini. Jika krisis moral dibiarkan, maka kemungkinan besar bangsa ini akan hancur kedepannya. Oleh karena itu kehadiran KH. M. Agus Abdul Ghofur sebagai pimpinan Pondok Pesantren Madinatunajah serta ustadz di lingkungan Pondok Pesantren tersebut, yang berlokasi di kampung Jombang Kramat Ciputat mempunyai peranan penting untuk menyampaikan pesan-pesan yang mengandung nilai-nilai keagamaan, diantaranya dalam meningkatkan nilai akhlak. Bagaimana strategi komunikasi yang digunakan KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah? Apa yang menjadi faktor penghambat komunikasi dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah? Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode analisis deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Peneliti berusaha untuk menggambarkan secara jelas segala yang terjadi di lapangan dengan melalui observasi, kemudian dianalisa untuk mendapatkan hasil yang sesuai tujuan penelitian. Pendekatan kualitatif ini menitik beratkan pada hasil data-data dari penelitian yang kemudian digambarkan berupa kata-kata melalui pengamatan observasi dan wawancara. Strategi komunikasi yang digunakan KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan akhlak adalah mengenal komunikan, menentukan pesan yang akan disampaikan, menentukan metode, mempengaruhi/membujuk, mengontrol, antisipasi, merangkul, memberi kabar gembira dan peringatan. Sedangkan metode yang digunakan adalah repetition (pengulangan), cerita, diskusi, tanya jawab, ceramah serta nasihat. Faktor penghambat komunikasi adalah waktu dan kondisi yang kurang signifikan diantara keduanya. Strategi komunikasi yang ditentukan serta menggunakan komunikasi yang sesuai dengan perencanaan, semua itu dapat berhasil dilakukan oleh KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Ciputat, dan hasil yang diperoleh sangat baik, meskipun masih ada penghambat yang tidak sulit untuk diatasi beliau, hal ini dapat terlihat dari tanggapan masyarakat strategi komunikasi yang dilakukan serta diterapkan oleh KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam kesehariannya sebagai contoh serta panutan bagi masyarakat dengan memberikan serta berbagi pengetahuan agama sebagai pedoman kehidupan.
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmaanirrohim Pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, Dialah Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah memberikan nikmat Iman, Islam dan Ikhsan kepada seluruh umat manusia yang ada di muka bumi ini. Dialah Tuhan yang menciptakan akal sebagai mediator untuk berfikir dan merenung tentang kekuasaan-Nya, untuk mempelajari lautan ilmu-Nya dan yang terpenting untuk menyadari, mengetahui, mengingat dan menyaksikan akan eksistensi-Nya setiap saat. Bersama rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dan merupakan kewajiban akademis di Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Baginda Nabi Besar Muhammad SAW, keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan seluruh pengikutnya yang senantiasa istiqamah dalam mengikuti dan memegang teguh ajaran-Nya dan menjalankan agama Allah SWT. Semoga uswatu hasanah yang beliau contohkan, menjadikan penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya pengikut yang senantiasa mengikutinya dalam kehidupan sehari-hari. Sepenuhnya penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini banyak mengalami kesulitan, hambatan, dan gangguan hingga terkadang rasa
ii
putus asa dan bosan pernah dirasakan. Namun, berkat doa, bantuan, motivasi, bimbingan dan pengarahan yang sangat berharga dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu dengan segala ketulusan, perkenankan penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih kepada yang terhormat: 1. Drs. Arief Subhan, M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Pembantu Dekan I Drs. Wahidin Saputra, MA, Pembantu Dekan II Bpk. Mahmud Jalal, M. Ag, serta Pembantu Dekan III Bpk. Study Rizal, LK, M. Ag. 2. Drs. Jumroni, M. Si, selaku Kepala Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam, Umi Musyarrofah, M.A selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam. 3. Umi Musyarrofah, M.A selaku dosen pembimbing yang telah banyak membimbing dan memberikan pengarahan serta motivasi yang terusmenerus seraya memberikan dukungan guna meraih masa depan yang lebih baik. Penulis menganturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada beliau, semoga Allah SWT senantiasa memberikan keberkahan dan kebaikan setiap saat kepada beliau beserta keluarga. 4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi khususnya untuk Drs. Masran, M.A selaku Dosen Pembimbing Akademik KPI B 2009, yang sangat berjasa dalam skripsi ini. Serta Semua Dosen Yang telah
mengajarkan dan mendidik ilmu pengetahuan serta ilmu yang
bermanfaat bagi penulis.
iii
5. Segenap pimpinan dan karyawan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi serta Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memudahkan penulis untuk mendapatkan berbagai refrensi dalam penyelesaian skripsi ini. 6. Kedua orang tua yang sangat berarti bagi kehidupan penulis, Kepada Bapak tercinta Tarzuki, dan Ibu wartini tersayang, engkaulah harta paling berharga yang penulis punya, serta Kakak tercinta Nurhayati dan Saeiful Aziz yang tidak henti-hentinya memberikan semangat serta motivasi, dan Adik tersayang Ida Fitria Salsabila yang menjadi penyemangat penulis. Kalian lah yang sangat penulis banggakan. Terima kasih atas semangat dan motivasi serta bantuan kalian buat penulis yang bersifat materiil. Semoga kebahagiaan dan keberkahan akan selalu menyertai serta mendapatkan balasan dari Allah SWT. 7. KH. M. Agus Abdul Ghofur yang telah banyak memberikan waktu dan ilmunya kepada penulis serta bantuan berupa mengarahkan, memotivasi, menyemangati, dan mendoakan sehingga terselesaikannya skripsi ini. 8. Ustadz Fahrurrozi dan Ustadz Eko Tristiono dan para ustadz dan ustadzah di Pondok Pesantren Madinatunnajah selaku tempat penulis mencari data yang sangat membantu dan waktu luangnya untuk memberikan banyak petunjuk sehingga dapat selesai dengan baik skripsi ini. 9. Teman-teman KPI angkatan 2009. Khususnya KPI B, Maulisa Sudrajat, Ika Solihah, dan sahabat-sahabat Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah memberikan nuansa persahabatan, kekeluargaan
iv
selama akhir hayat. Terima Kasih buat kalian yang telah memberikan motivasi dan do’a kepada penulis. 10. Sahabat seperjuangan Farihah Jadwa Izzaty dan Elfira Hanum, kalian lah yang menjadi semangat penulis untuk selalu optimis dan yakin dalam setiap langkah, kalian yang selalu penulis banggakan. 11. Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil kepada penulis sehingga terselesaikan penulisan skripsi ini. Begitu besar ucapan terima kasih yang penulis sampaikan, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan keluarga dan sahabat-sahabatku tercinta Amin Ya Robbal Alamin. Akhirnya, penulis menyadari bahwa Skripsi ini tidak terlepas dari kekurangan. Karena itu, kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan dari semua pihak demi penyempurnaan skripsi ini. Untuk itu penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat terutama bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
Jakarta, 27 Mei 2013
Siti Mahmudah
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .........................................................................................................
i
KATA PENGANTAR .......................................................................................
ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ........................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah....................................
6
C. Tujuan Penelitian ..................................................................
7
D. Manfaat Penelitian ................................................................
7
E. Tinjauan Pustaka ...................................................................
8
F. Metodologi Penelitian ..........................................................
9
G. Sistematika Penulisan ........................................................... 13 BAB II
KAJIAN TEORITIS A. Pengertian Komunikasi ......................................................... 15 B. Strategi Komunikasi .............................................................. 25 C. Pengertian Nilai Dan Akhlak ................................................ 30 D. Masyarakat ............................................................................ 39 E. Pesantren .............................................................................. 42
BAB III
SEKILAS TENTANG BIOGRAFI KH. M. AGUS ABDUL GHOFUR
DAN
GAMBARAN
UMUM
KAMPUNG
JOMBANG KRAMAT A. Biografi ............................................................................... 44 1. Riwayat Hidup ............................................................... 44 2. Aktifitas Dakwah ............................................................ 46 3. Karya Tulis. ..................................................................... 49 B. Kampung Jombang Kramat................................................... 49 1. Keadaan Penduduk .......................................................... 50 2. Keadaan Ekonomi, Agama dan Budaya.......................... 51 3. Tingkat Pendidikan ......................................................... 54
vi
4. Sarana Prasarana ............................................................. 55 C. Sekilas Pondok Pesantren Madinatunnajah .......................... 55 BAB IV
ANALISIS STRATEGI KOMUNIKASI
KH. M. AGUS
ABDUL GHOFUR DALAM MENINGKATKAN NILAI AKHLAK A. Strategi Komunikasi .............................................................. 59 B. Faktor Pendukung Dan Penghambat ..................................... 75 1. Faktor Pendukung ........................................................... 75 2. Faktor Penghambat.......................................................... 77 BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ........................................................................... 79 B. Saran ...................................................................................... 81
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 83 LAMPIRAN
vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Di zaman modern, bangsa kita sedang mengalami krisis moral, dan krisis moral inilah yang menjadi penyebab utama ketidakmenentuan bangsa ini. Jika krisis moral dibiarkan, maka kemungkinan besar bangsa ini akan hancur kedepannya. Praktik hidup yang menyimpang dan penyalahgunaan kesempatan yang merugikan orang lain kian tumbuh subur di negeri kita yang sungguh pelakunya tidak berakhlak. Korupsi, kolusi, nepotisme, penodongan, perampokan, pembunuhan, pemerkosaan, dan perampasan hak-hak asasi manusia pada umumnya terlalu banyak yang dapat kita lihat dan saksikan. 1 Nilai agama yang sudah tertanam dalam diri masyarakat mulai tergeser dengan adanya budaya-budaya asing yang dapat merusak tingkah laku moral bangsa, dimana-mana terdengar macam-macam kenakalan, perkelahian, penyalah-gunaan narkotika, kehilangan semangat untuk belajar, ketidak patuhan terhadap orang tua dan sebagainya. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa saat ini masyarakat makin lama sudah menurun akhlakul karimahnya. Dalam pergaulan pada saat ini sudah tidak memandang lagi akan nilai-nilai moral, karena pergaulan bebas dalam masyarakat. Allah SWT telah menjelaskan dalam Al-Qur'an surah Al-A'raaf ayat 56:
1
M. Solihin dan M. Rosyid Anwar, Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna Hidup, (Bandung: Nuansa, Cet-1, 2005). h. 16
1
2
Artinya: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”.2 Dalam ayat tersebut Allah menjelaskan, bahwa Allah akan selalu mencurahkan rahmatnya kepada hamba-Nya yang mempunyai akhlak yang baik serta budi pekerti yang baik, karena apabila seorang tidak mempunyai akhlak dan budi pekerti yang tidak baik, maka akan dapat merusak diri sendiri dan lingkungan, bahkan dapat merusak moral bangsa ini, karena kelakuan dan perbuatan yang buruk yang sudah tidak memandang lagi nilai dan normanorma dalam masyarakat.3 Persoalan yang melanda bangsa ini sudah cukup kompleks, dari persoalan dampak bencana alam sampai persoalan yang muncul dari sistem dan tingkat moral masyarakatnya. Persoalan kemiskinan, rendahnya kualitas pendidikan, dan korupsi yang sampai saat ini masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Oleh karena itu, diperlukan upaya perbaikan sistem dan peningkatan moralitas anak bangsa. Salah satu manifestasi dari kerukunan adalah pola hubungan yang dialogis dan komunikatif antar pemeluk agama dan antar aliran suatu agama.
2
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya Al-Aliyy (Bandung: Diponegoro, 2000). h. 125 3 Imam Badrudin Aba Muhammad Mahmud bin Ahmad al-'Ayni, Umdatul Qori fi Syarhil shoheh Bukhory jus-32. (Lebanon: Daarul Fikri, 2005). h. 217
3
Hal ini dianggap urgen untuk merumuskan paradigma sosial yang diambil dari nilai-nilai keagamaan. Paradigma sosial keagamaan yang dimaksud adalah paradigma yang digali dari semangat ketuhanan yang mampu menumbuhkan perilaku keagamaan yang baru yang lebih santun, toleran, dan humanis di masyarakat. Persoalan apapun yang dihadapi masyarakat dan bangsa ini, maka Islam harus ditampilkan sebagai faktor nilai yang menjadi komplemen bagi nilai-nilai yang lain dalam memberantas segala bentuk ketertindasan dan kemunduran masyarakat. Dengan menempatkan Islam sebagai social salvation (yang menyelamatkan), maka agama ini akan lebih dapat membumi dan melebarkan sayap-sayap nilai keagamaannya sehingga tidak dianggap agama primitif yang jauh dari dinamika persoalan sosio-historis.4 Eksistensi pesantren sebagai lembaga pendidikan keagamaan yang mengakar ditengah rakyat terutama dikalangan pedesaan, tetap akan hidup dan bahkan mungkin akan terus bermunculan pesantren-pesantren baru, dengan berbagai bentuk dan kecenderungannya sebagai salah satu proses interaksi. Pesantren diterima keberadaannya ditengah masyarakat lebih sebagai sebuah institusi sosial yang memiliki akar nilai historis dalam proses perkembangan umat Islam di Indonesia. Perkembangan yang mengarah pada peningkatan peran kualitatif pesantren secara lebih riil, sehingga keberadaannya sebagai proses perkembangan masyarakat.5 Kehadiran seorang kiai di dalam lingkungan masyarakat sangat berperan dalam membentuk masyarakat yang bermoral dan berakhlakul
4
Syamsul Bakri, Agama, Persoalan Sosial, dan Krisis Moral, (komunikasi, vol.3, no.1, Januari-juni 2009). h.39-44 5 Saifullah Ma'shum, Dinamika Pesantren: Telaah Kritis Keberadaan Pesantren Saat Ini (Jakarta, Yayasan Islam al-Hamidiyah dan Yayasan Saifuddin Zuhri, Cet.1, 1998). h.40-41
4
karimah, ia bukan hanya sekedar menempatkan dirinya sebagai pengajar dan pendidik santri-santrinya, melainkan aktif memecahkan masalah-masalah krusial yang dihadapi masyarakat. Biasanya kiai adalah pemimpin nonformal sekaligus pemimpin spiritual, oleh karena itu dibutuhkan strategi komunikasi yang baik antara kiai dengan masyarakat yang berada dilingkungan pesantren agar terciptanya keakraban, sehingga kiai mampu mengetahui sejauh mana watak dan sifat warga masyarakat di lingkungan pesantrennya. Menurut Mujamil Qomar dalam bukunya Pesantren dan transformasi metodologi menuju demokrasi institusi menjelaskan bahwa: ”Kepercayaan masyarakat yang begitu tinggi terhadap kiai dan didukung potensinya memecahkan berbagai problem sosio-psikis-kulturalpolitik-religius menyebabkan kiai menempati posisi kelompok elit dalam struktur sosial dan politik di masyarakat".6 KH. M. Agus Abdul Ghofur sebagai ketua serta pemimpin Pondok Pesantren Madinatunnajah, juga aktif di organisasi sebagai Anggota syuriah Nahdlotul Ulama (PCNU) Pengurus Cabang Nahdlotul Ulama Tangerang, “beliau adalah sosok yang sangat disegani masyarakat lingkungan pondok pesantren dan perhatian beliau terhadap masyarakat dalam meningkatkan nilai akhlak sangatlah tinggi, terlihat dalam rutinitas yang beliau lakukan di beberapa Majelis dan pengajian yang beliau adakan.7
6
Mujamil Qomar, Pesantren Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi, (Jakarta, Erlangga, 2005). h.29 7 Wawancara Pribadi dengan Ustadz Eko (Sekretaris KH. M. Agus Abdul Ghofur) Sabtu 27 April 2013
5
Komunikasi dan interaksi yang terjadi antara kiai dan masyarakat ini diharapkan dapat memberikan efek yang positif dalam meningkatkan nilai akhlak terhadap masyarakat, lebih khusus masyarakat sekitar Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Kramat. Oleh karena itu dapat dilihat, betapa pentingnya seorang figur kiai bukan hanya membina
serta
meningkatkan nilai-nilai agama serta akhlak dan budi pekerti kepada santrinya, akan tetapi lebih-lebih kepada masyarakat lingkungan yang berada di sekitar Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Kramat agar terwujudnya masyarakat yang madani. Sebelum berdirinya Pondok Pesantren Madinatunnajah, wilayah Jombang Kramat dan sekitanya menurut sejarah akan dibangunnya kristenisasi untuk wilayah Tangerang Selatan ini, dengan disebarkannya agama Kristen di wilayah ini, kemudian akan di bangun masyarakat yang menganut agama Kristen. “Dengan mendengar akan dibangunnya sebuah kristenisasi sangat miris mendengarnya, dan tergugahlah hati saya dan hati KH. Mahrus Amin untuk mendirikan Pesantren di Jombang ini, untuk mencegah hal tersebut terjadi, dan sekarang agama serta budaya Islam sudah tertanam pada masyarakat, dengan usaha dan berdoa kepada Allah SWT terbagunlah masyarakat yang lebih baik”.8 Oleh karena itu, penulis tertarik sekali untuk mengetahui dan mengungkap perihal strategi komunikasi yang dilakukan oleh kiai pondok pesantren terhadap masyarakat sekitar pondok pesantren dalam meningkatkan 8
Wawancara Pribadi dengan KH. M. Agus Abdul Ghofur (Pimpinan Pondok Pesantren Madinatunnajah) Senin 22 April 2013.
6
nilai akhlak sehingga penulis tertarik untuk mengambil judul skripsi: Strategi Komunikasi KH. M. Agus Abdul Ghofur Dalam Meningkatkan Nilai Akhlak
Pada
Masyarakat
Lingkungan
Pondok
Pesantren
Madinatunnajah Jombang Ciputat Tangerang Selatan.
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Agar penelitian ini lebih fokus dan terarah, maka dalam penelitian ini penulis membatasi masalah yang ingin diteliti mengenai strategi komunikasi KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak hanya pada di kampung Jombang Kramat RT 003 / RW 017 Ciputat Tangerang Selatan. Penulis memilih Jombang Kramat karena pada wilayah Jombang cukup luas diantaranya terdiri dari Jombang Kramat, Jombang Rawalele, Jombang Tengah, Jombang Pasar, Jombang Cilalung, Kampung Gunung, dan Jombang Dua. 2. Perumusan Masalah Kemudian untuk memperjelas masalah yang akan dibahas maka peneliti merumuskan pada masalah, yaitu 1. Bagaimana strategi komunikasi yang diterapkan KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah kampung Jombang Kramat?
7
2. Apa faktor pendukung dan penghambat dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah kampung Jombang Kramat?
C. Tujuan Penelitian Atas dasar latar belakang dan batasan serta perumusan masalah diatas, maka tujuan dari penilitian skripsi ini adalah: 1. Untuk mengetahui strategi komunikasi yang diterapkan oleh KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah di Jombang Kramat. 2. Untuk mengetahui apa saja faktor pendukung dan faktor penghambat strategi komunikasi dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah di Jombang Kramat.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Akademis a. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi kontribusi positif dalam bidang studi keagamaan dan khususnya dalam ilmu komunikasi. b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan informasi dan dokumentasi ilmiah dalam studi akhlak dan ilmu komunikasi. 2. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan menambah wawasan seberapa penting komunikasi sebagai media dalam membangun nilai akhlak.
8
E. Tinjauan Pustaka Ada beberapa skripsi/penelitian mahasiswa Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, khususnya jurusan Komunikasi Dan Penyiaran Islam yang pembahasannya hampir sama dengan judul yang peneliti bahas yaitu: 1. Strategi Komunikasi KH. Ahmad Syarifuddin Abdul Ghani Dalam Pembinaan Akhlak Pada Masyarakat Lingkungan Pondok Pesantren alHidayah Jakarta Barat oleh penulis Ahmad Mursyidi (Skripsi: UIN 2011). Pembahasan masalah skripsinya adalah tentang bagaimana strategi yang dilakukan KH. Ahmad Syarifuddin Abdul Ghofur dalam pembinaan akhlak pada masyarakat lingkungan pondok pesantren al-Hidayah. 2. Strategi Komunikasi Prof. Dr. KH. Didin Hafiduddin, M.Sc, dalam Mensosialisasikan Zakat di Indonesia oleh penulis Muhammad Alvi (Skripsi: UIN 2008). Pembahasannya masalah skripsi ini adalah membahas tentang bagaimana KH. Didin Hafiduddin mensosialisasikan zakat di Indonesia serta membahas kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh KH. Didin Hafiduddin dalam mensosialisasikan zakat serta potensi zakat profesi. 3. Pola Komunikasi Antara Pengasuh Dengan Anak Asuh Dalam Pembinaan Akhlak Di Panti Asuhan Al-Ikhlas Vila Tomang Tangerang, oleh penulis Herman Setiawan (Skripsi: UIN 2010). Skripsi tersebut membahas tentang pola komunikasi antara pengasuh dengan anak asuh dalam pembinaan akhlak di Panti Asuhan al-Ikhlas Vila Toman Tangerang. Dalam skripsi ini lebih memfokuskan dalam komunikasi antarpribadi antara pengasuh dan anak asuhnya saja.
9
Berbeda dari skripsi yang di atas, penelitian yang penulis lakukan untuk menyusun skripsi ini adalah lebih cenderung kepada strategi komunikasi serta faktor pendukung dan penghambat pada KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah Ciputat Tangerang Selatan.
F. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif, penelitian deskriptif ialah hanyalah memaparkan situasi atau peristiwa. Penelitian ini tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau membuat prediksi.9 Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan karena beberapa pertimbangan yaitu bersifat luwes, tidak terlalu rinci, tidak lazim mengidentifikasikan suatu konsep, serta memberi kemungkinan bagi perubahan-perubahan manakala ditemukan fakta yang lebih mendasar, menarik, dan unik bermakna lapangan.10 Peneliti berusaha untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian
secara
jelas
apa
saja
yang terjadi
di
lapangan
dan
menganalisisnya untuk mendapatkan hasil yang berdasarkan tujuan penelitian.
9
Jalaluddin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007). h.24. 10 Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003). Cet. Ke-2, h. 39.
10
Selain itu, penelitian dengan menggunakan kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian seperti: perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain. Secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.11 2. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada KH. M. Agus Abdul Ghofur dan di kampung Jombang Kramat Tangerang Selatan. Penelitian ini dimulai bulan Maret sampai dengan Mei 2013. 3. Subjek dan Objek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah KH. M. Agus Abdul Ghofur dan yang menjadi objek penelitiannya adalah strategi komunikasi KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan
pondok
Pesantren
Madinatunnajah
Jombang
Ciputat
Tangerang. 4. Tahapan Penelitian Proses penelitian ini meliputi tiga tahapan, yaitu: a. Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan data yang aktual peneliti meninjau dari masalah yang diselidiki, penyelidikan ini diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan11
Moleong J Lexy, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007). h. 6.
11
keterangan secara faktual. Adapun untuk pelaksanaan penelitian ini, teknik pengumpulan data yang akan dilakukan adalah melalui: 1) Observasi Observasi adalah kegiatan yang setiap saat di lakukan. Dengan perlengkapan pancaindra yang kita miliki, kita sering mengamati objek-objek disekitar kita. Observasi disini juga diartikan sebagai kegiatan mengamati secara langsung tanpa mediator sesuatu objek untuk melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan objek tersebut.12 Dalam penelitian ini, penelitian mengadakan pengamatan terhadap kegiatan dan bentuk komunikasi serta strategi komunikasi yang dilakukan KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Ciputat Tangerang. 2) Wawancara Mendalam Selain dari pengumpulan data dengan cara pengamatan, maka dalam ilmu sosial data dapat juga diperoleh dengan mengadakan interview atau wawancara. Dalam hal ini informasi atau keterangan diperoleh langsung dari responden atau informan dengan cara tatap muka dan bercakap-cakap. Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka
12
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran (Jakarta: Kencana, 2008). Ed.1 Cet.3 h.108
12
antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara).13 Peneliti mewawancarai dan bertanya langsung kepada narasumber untuk mendapatkan informasi yang tepat, wawancara ini
ditujukan
kepada
ketua
pimpinan
Pondok
Pesantren
Madinatunnajah Jombang Kramat yaitu KH. M. Agus Abdul Ghofur dan ketua RT 003 Bapak Mail Wuton, ketua RW 017 Bapak Misad, Ustadz Eko Tristiono, Bapak Suwanda ketua RT 004, dan Bapak Pakcing. 3) Dokumentasi Dokumentasi sebagai sebuah metode pengumpulan data, yang biasanya terjadi dalam riset-riset historis, yaitu bertujuan untuk menggali data-data masa lampau secara sistematis dan objektif. Metode observasi, kuesioner atau wawancara sering dilengkapi dengan kegiatan penelusuran dokumentasi. Tujuannya untuk mendapatkan informasi yang mendukung analisis dan interpretasi data.14 Teknik
dokumentasi
sudah
lama
digunakan
dalam
penelitian sebagai sumber data, karena dalam banyak hal
13
Moh. Nazar, Metode Penelitian. (Jakarta: Galia Indonesia, 2009). Cet. Ke-7 h.193-194 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran (Jakarta: Kencana, 2008). Ed.1 Cet. Ke-3 h.118 14
13
dokumentasi sebagai sumber data dimanfaatkan untuk mengkaji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan.15 b. Teknik Pengolahan Data Dalam pengolahan data, peneliti melakukan beberapa tahap, yaitu data dikelompokkan, disederhanakan lalu dikemas dalam tabel, grafik, maupun bagan. Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul, lalu dianalisis dengan menggabungkan ketiga hasil data sementara dari observasi, dokumentasi, dan wawancara
kemudian
dikumpulkan
untuk
dibuat
kesimpulan,
kemudian data-data tersebut diolah atau direvisi kembali dengan menggunakan metode deskriptif analisis dengan pendekatan kualitatif. Adapun dalam penulisan ini peneliti berpedoman pada buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) terbitan CeQDA (Center for quality Development and Assurance).
G. Sistematika Penulisan Penelitian dalam skripsi ini dibagi menjadi lima bab. Dalam setiap bab akan dibagi kedalam sub bab sebagai berikut: Bab I
Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, kerangka konsep, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan.
15
h.217
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009).
14
Bab II
Kajian
teoritis
komunikasi,
meliputi bentuk-bentuk
definisi
komunikasi,
komunikasi,
strategi
unsur-unsur
komunikasi, pengertian masyarakat, masyarakat dan peranan pesantren, meningkatkan nilai akhlak dan definisi pondok pesantren. Bab III
Sekilas Tentang Biografi KH. M. Agus Abdul Ghofur dan Gambaran Umum Masyarakat, yang meliputi Riwayat Hidup KH. M. Agus Abdul Ghofur, berkaitan dengan latar belakang keluarga, latar belakang pendidikan. Aktifitas Dakwah KH. M. Agus Abdul Ghofur. Gambaran singkat tentang masyarakat sekitar pondok pesantren Madinatunnajah keadaan ekonomi, sosial, budaya dan sekilas tentang Pesantren Madinatunnajah.
Bab IV
Analisis Strategi Komunikasi KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam Meningkatkan Nilai Akhlak Pada Masyarakat Sekitar Pondok Pesantren Madinatunnajah, yang meliputi tentang bagaimana strategi komunikasi KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah, serta faktor pendukung dan penghambat dalam meningkatkan nilai akhlak pada masyarakat lingkungan pondok pesantren Madinatunnajah.
Bab V
Penutup meliputi kesimpulan serta saran-saran yang dianggap perlu.
BAB II KAJIAN TEORITIS
A. Pengertian Komunikasi 1. Definisi Komunikasi Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia. Dan bahkan komunikasi telah menjadi suatu fenomena bagi terbentuknya suatu masyarakat atau komunitas yang terintegrasi oleh informasi, di mana masing-masing individu dalam masyarakat itu sendiri saling berbagi informasi (information sharing) untuk mencapai tujuan bersama. Secara sederhana komunikasi dapat terjadi apabila ada kesamaan antara penyampai pesan dan orang yang menerima pesan. Senada dengan hal ini bahwa komunikasi atau communication berasal dari bahasa Latin “communis”. Communis atau dalam bahasa Inggrisnya “commun” yang artinya sama. Apabila kita berkomunikasi (to communicate), ini berarti bahwa kita berada dalam keadaan berusaha untuk menimbulkan kesamaan.1 Komunikasi menurut bahasa atau etimologi dalam “Ensiklopedi Umum” diartikan dengan “Perhubungan”, sedangkan yang terdapat dalam buku komunkasi berasal dari perkataan latin, yaitu: a. Communicare, yang berarti berpartisipasi ataupun memberi tahukan. b. Communis, yang berarti milik bersama ataupun berlaku dimana-mana. 1
Syaiful Rohim, Teori Komunikasi: Perpektif, Ragam, & Aplikasi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, Cet-1, 2009) h. 8
15
16
c. Communis Opinion, yang berarti pendapat umum ataupun pendapat mayoritas. d. Communico, yang berarti membuat sama. e. Demikian juga Communication berasal dari kata Comunis yang berarti sama. Sama disini maksudnya sama makna.2 Komunikasi juga bisa berarti upaya yang disengaja serta mempunyai tujuan dan juga pada dasarnya komunikasi merupakan tindakan yang dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang baik berupa kata-kata, yang semuanya itu tentu harus adanya kesamaan makna sesuai dengan yang diharapkan komunikator. Dengan demikian akan timbul empat tindakan bagi setiap pelakunya yaitu: a. Membentuk Pesan, artinya menciptakan suatu ide atau gagasan, yang terjadi dalam benak kepala seseorang melalui proses kerja sistem syaraf. b. Menyampaikan, artinya pesan yang telah dibentuk kemudian disampaikan kepada orang lain, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Bentuk pesannya dapat berupa pesan-pesan verbal-non verbal. c. Menerima, artinya disamping membentuk dan menyampaikan pesan, seseorang akan menerima pesan yang disampaikan oleh orang lain.
2
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007). Cet-1. h. 19
17
d. Mengolah, artinya pesan yang telah diterima, kemudian akan diolah melalui sistem syaraf dan diinterpretasikan. Setelah diinterpretasikan pesan dapat menimbulkan tanggapan atau reaksi dari si orang tersebut.3 Jadi,
komunikasi
adalah
berlangsungnya
pengiriman
dan
penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Itulah komunikasi yang efektif, begitu pula sebaliknya komunikasi yang tidak efektif adalah berlangsungnya komunikasi yang mana tidak dipahami oleh penerima pesan (komunikan). Adapun pengertian komunikasi menurut istilah atau terminology banyak
dikemukakan
oleh
sarjana-sarjana
yang
menekuni
ilmu
komunikasi yaitu: a. Lasswell, 1960, mengatakan bahwa “komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan “siapa”, “mengatakan apa”, “dengan saluran apa”, “kepada siapa”, dan dengan akibat apa atau hasil apa” (Who? Says What? In Which Channel? To Whom? With What Effect?)4 b. Sedangkan menurut William J. Seller, memberikan komunikasi yang lebih bersifat universal. Dia mengatakan bahwa komunikasi adalah “proses dengan makna simbol verbal dan non verbal dikirimkan, diterima, dan diberi arti”.5
3
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007). Cet-1. h. 21-22 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h. 21 5 Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi. (Jakarta: Bumi Aksara, 2009). Cet ke-10. h. 4 4
18
2. Unsur-Unsur Komunikasi Komunikasi dianggap tindakan yang disengaja (intentional act) untuk menyampaikan pesan demi memenuhi kebutuhan komunikator, seperti menjelaskan sesuatu kepada orang lain atau membujuknya untuk melakukan sesuatu. Konseptualisasi komunikasi sebagai tindakan satu-arah menyoroti penyampaian pesan yang efektif dan mengisyaratkan bahwa semua kegiatan komunikasi bersifat instrumental dan persuasif. Definisi komunikasi dari Harold Lasswell: “(Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab pertanyaan-pertanyan berikut) Who Says What In Which Channel To Whom With What Effect?” Atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa Dengan Pengaruh Bagaimana? Berdasarkan definisi Lasswell ini dapat diturunkan lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain, yaitu: a. Sumber (Source), sering disebut juga pengirim (sender), penyandi (encoder), komunikator (communicator), pembicara (speaker), atau originator.6 Sumber/Source adalah apa-apa yang ada dalam benak seseorang, baik berupa ide, pemikiran, gagasan, peristiwa/kejadian, pengetahuan dan lain-lain, yang semuanya itu hasil dari persepsi (pantauan dan pemaknaan indra kepada yang ada disekelilingnya), yang kemudian disimpan dalam kotak hitam dikepala, yang disebut dengan ideasi. Sumber inipun terdiri dari komunikator, yakni orang yang pertama kali 6
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi:Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet. Ke 12, 2008) h. 68-69
19
menyampaikan pesan. Encoder, adalah istilah lain yang mempunyai pengertian yang sama dengan komunikator. Encoder dalam penyampaian pesan mempunyai sifat Encoding, yaitu suatu usaha komunikator dalam menafsirkan pesan yang akan disampaikan kepada komunikan, agar komunikan dapat memahaminya.7 b. Message adalah: Pesan, baik berupa kata-kata, lambang-lambang, isyarat, tanda-tanda atau gambar yang disampaikan. c. Medium adalah: Alat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam menyampaikan pesan kepada penerima, agar hasil komunikasi dapat mencapai sasaran yang lebih banyak dan luas. Media ini ada yang bersifat nirmasa, seperti: telepon, Handphone (HP) dan lainnya, dan ada pula yang bersifat media massa, seperti: Televisi, Radio, Koran (Pers), dan Film. d. Komunikan adalah orang yang menerima pesan. Decoder, adalah istilah lain yang mempunyai pengertian sama dengan komunikan. Dalam menerima pesan decoder mempunyai sifat Decoding, yaitu suatu usaha komunikan dalam menafsirkan pesan yang disampaikan oleh komunikator. Sering juga disebut sasaran/tujuan (destination), yakni tujuan yang ingin di capai dari proses komunikasi. e. Efek adalah perubahan yang terjadi di pihak komunikan sebagai akibat dari diterimanya pesan melalui komunikasi. Efek bisa bersifat kognitif yang meliputi pengetahuan, bisa juga bersifat afektif yang meliputi perasaan emosi, atau bisa juga bersifat konatif yang merupakan tindakan.
7
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h. 46-47
20
f. Feed Back adalah tanggapan/umpan balik/jawaban atau respon komunikan kepada komunikator, bahwa komunikasinya dapat diterima dan berjalan.8
3. Konteks Komunikasi Komunikasi tidak berlangsung dalam suatu ruang hampa-sosial, melainkan dalam konteks, yang terdiri dari aspek bersifat fisik, aspek psikologis, aspek sosial, dan aspek waktu. Banyak pakar komunikasi mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteksnya. Indikator yang paling umum guna mengklasifikasikan komunikasi berdasarkan konteksnya atau tingkatnya adalah jumlah peserta yang terlibat dalam komunikasi. Maka dikenallah: komunikasi intrapribadi, komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi publik, komunikasi organisasi, dan komunikasi massa.9 a. Komunikasi Intrapribadi Komunikasi intrapribadi adalah komunikasi yang berlangsung dalam diri seseorang. Orang itu berperan baik sebagai komunikator atau komunikan. Dia berbicara kepada dirinya sendiri, dia berdialog dengan dirinya, dia bertanya pada dirinya dan dijawab oleh dirinya sendiri. Komunikasi intrapribadi biasanya mencakup saat di mana seseorang membayangkan mempersepsikan dan menyelesaikan berbagai persoalan oleh dirinya sendiri.10
8
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h. 46-47 Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, h. 77-78 10 Syaiful Rohim, Teori Komunikasi, h. 17-18 9
21
Jadi, komunikasi intrapribadi adalah komunikasi yang terjadi pada diri sendiri dan dilakukan dalam bentuk dialog internal, kebanyakan orang melakukannya sering tidak disadari. Komunikasi ini juga berguna untuk mengevaluasi diri dan menilai diri sendiri ketika kita akan melakukan sesuatu atau sebelum kita berdialog dengan orang lain, karena keberhasilan komunikator tergantung pada keefektifan komunikasi yang kita lakukan. b. Komunikasi Antarpribadi Komunikasi antarpribadi adalah ”komunikasi antara orang-orang secara tatap-muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal ataupun nonverbal”.11 Menurut Roudhonah dalam bukunya Ilmu Komunikasi
mengatakan
bahwa: “Secara umum, komunikasi antarpribadi dapat diartikan sebagai suatu proses pertukaran makna antara orang-orang yang saling berkomunikasi. Pengertian mengacu pada perubahan dan tindakan (action) yang berlangsung secara terus menerus. Komunikasi antarpribadi juga merupakan suatu pertukaran, yaitu tindakan menyampaikan dan menerima pesan secara timbal-balik. Sedangkan makna, yaitu sesuatu yang dipertukarkan dalam proses tersebut, adalah kesamaan pemahaman diantara orang-orang yang berkomunikasi terhadap pesan-pesan yang digunakan dalam proses komunikasi.”12 Jadi, komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang dilakukan oleh dua orang secara tatap muka, pesan yang disampaikan oleh si pengirim dapat diterima dan di tanggapi secara langsung oleh si penerima
11 12
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, h. 81 Roudhonah, Ilmu Komunikasi, h. 106
22
pesan (komunikan) seperti melakukan percakanpan, wawancara, serta berdialog. c. Komunikasi Kelompok Komunikasi kelompok (group communication) berarti komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang. Jika komunikannya hanya seorang atau dua orang itu termasuk komunikasi antarpribadi. Sekelompok orang yang menjadi komunikan itu bisa sedikit, bisa banyak. Apabila jumlah orang yang dalam kelompok itu sedikit yang berarti kelompok itu kecil, komunikasi yang berlangsung disebut komunikasi kelompok kecil (small group communication), jika jumlahnya banyak yang berarti kelompoknya besar dinamakan komunikasi kelompok besar (large group communication).13 Komunikasi
kelompok
berjumlah
tidak
ditentukan,
dalam
komunikasi kelompok hanya terdapat istilah small group dan large group. Small group berjumlah lebih sedikit dan large group berjumlah lebih banyak, keduanya tidak bisa ditentukan jumlah orang dalam kelompok tersebut. d. Komunikasi Publik Komunikasi publik ialah komunikasi antara seorang pembicara dengan sejumlah besar khalayak yang tidak bisa dikenali satu per satu,
13
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, Cet. Ke-3, 2007), h. 75
23
sebagaimana dapat dilihat dalam pidato, ceramah, seminar, dan sebagainya. Dalam komunikasi publik penyampaian pesan berlangsung secara kontinu. Dapat diidentifikasi siapa yang berbicara (sumber) dan siapa pendengarnya. Interaksi antara sumber dan penerima terbatas, sehingga tanggapan balik juga terbatas. Hal ini disebabkan karena waktu yang digunakan sangat terbatas, dan jumlah khalayak relatif besar. Sumber sering tidak dapat mengidentifikasi satu per satu pendengarnya. Tipe komunikasi publik biasanya ditemui dalam berbagai aktivitas seperti kuliah umum, khotbah, pengarahan, ceramah dan semacamnya.14 Jadi, komunikasi publik adalah komunikasi yang dilakukan seorang komunikator dengan pendengar yang tidak sedikit (komunikan), serta mempunyai ruang dan waktu yang terbatas, yakni komunikan yang tidak bisa diidentifikasikan satu persatu oleh komunikatornya. e. Komunikasi Organisasi Komunikasi organisasi (organizational communication) terjadi dalam suatu organisasi, bersifat formal dan juga informal, dan berlangsung dalam jaringan yang lebih besar daripada kemunikasi kelompok. Oleh karena itu, organisasi dapat diartikan sebagai kelompok dari kelompokkelompok. Komunikasi organisasi seringkali melibatkan juga komunikasi diadik (yang berlangsung antara dua orang saja), komunikasi antarpribadi 14
Syaiful Rohim, Teori Komunikasi: Perpektif, Ragam, & Aplikasi, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, Cet-1, 2009), h. 20
24
dan ada kalanya juga komunikasi publik. Komunikasi formal adalah komunikasi menurut struktur organisasi, yakni komunikasi ke bawah, komunikasi ke atas, dan komunkasi horizontal, sedangkan komunikasi informal tidak bergantung pada struktur organisasi, seperti komunikasi antarsejawat, juga termasuk selentingan dan gosip.15 Komunikasi organisasi terdiri dari sekumpulan orang yang melakukan komunikasi antar kelompok dari jumlah yang lebih besar, bersifat formal maupun informal, serta mempunyai tujuan yang sama. f. Komunikasi Massa Komunikasi massa (mass communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (televisi, radio), berbiaya relatif mahal, yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim, dan heterogen. Pesan-pesannya bersifat umum, disampaikan secara cepat, serentak dan selintas
(khususnya
media
elektronik).
Komunikasi
antarpribadi,
komunikasi kelompok, komunikasi publik dan komunikasi organisasi berlangsung juga dalam proses untuk mempersiapkan pesan yang disampaikan media massa.16 Jadi, komunikasi massa adalah penyampaian pesan melalui media yang ditujukkan kepada khalayak, yaitu sejumlah orang yang tidak tampak oleh komunikator, seperti pembaca surat kabar, penonton televisi,
15
Deddy Mulyana, Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet. Ke 12, 2008), h. 83 16 Ibid, h. 83-84
25
pendengar radio dan sebagainya, yang mana mereka tidak tampak oleh komunikator. B. Strategi Komunikasi 1. Pengertian Strategi Komunikasi Para ahli komunikasi, terutama di negara-negara yang sedang berkembang, dalam tahun-tahun terakhir ini menumpahkan perhatiannya yang besar terhadap strategi komunikasi (communication strategy), dalam hubungannya dengan penggiatan pembangunan nasional di negara masingmasing.17 Strategi dalam suatu kegiatan dapat diartikan sebagai langkahlangkah operasional dalam menuju terlaksananya suatu kegiatan yang merupakan taktik untuk mencapai suatu tujuan dari kegiatan itu, yakni pengertian berhasil dengan baik dalam
mencapai sasaran
yang
dikehendaki.18 Semua aktivitas yang berhubungan dengan komunikasi sudah tentu tidak asal jadi. Namun komunikasi yang terjadi pada manusia harus direncanakan,
diorganisasikan,
ditumbuhkembangkan
agar
menjadi
komunikasi yang lebih berkualitas, salah satu langkah terpenting adalah menetapkan strategi komunikasi. Dalam banyak kasus komunikasi manusia, yang disebut strategi komunikasi yang baik adalah strategi yang dapat menetapkan atau menempatkan posisi seseorang secara tepat dalam
17
Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, Cet. Ke-3, 2007) h. 299 18 M. Bahri Ghazali, Da'wah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komuniasi Da'wah (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1997) h.21-23
26
komunikasi dengan lawan komunikasinya sehingga dapat mencapai tujuan komunikasi yang telah ditetapkan.19 Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan. Tetapi untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja, melainkan harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya.20 Kata strategi berasal dari akar kata bahasa Yunani strategos yang secara harfiah berarti seni umum.21 Dalam kamus besar Bahasa Indonesia strategi berarti: a. Ilmu dan seni menggunakan semua sumber daya bangsa untuk melaksanakan kebijakan tertentu dalam perang dan damai. b. Ilmu dan seni memimpin bala tentara untuk menghadapi musuh dalam perang, dalam kondisi yang menguntungkan. c. Tempat yang baik untuk siasat perang. d. Rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus. 22 Strategi komunikasi adalah sesuatu yang patut dikerjakan demi kelancaran komunikasi.23 Yakni untuk menciptakan komunikasi yang
19
Alo Liliweri, Komunikasi: Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana, 2011) Ed.1 cet.1 h.238 20 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi, (Bndung: PT. Citra Aditya Bakti, Cet. Ke-3, 2007) h. 300 21 Alo Liliweri, Komunikasi: Serba Ada Serba Makna, h.240 22 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), 1092 23 Ibid, h. 1092
27
konsisten,
komunikasi
yang
dilakukan
berdasarkan
satu
pilihan
(keputusan) dari beberapa opsi komunikasi.24 Demikian pula strategi komunikasi merupakan panduan dan perencanaan komunikasi dan manajemen komunikasi untuk mencapai suatu tujuan. Untuk mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan bagaimana operasionalnya secara taktis harus di lakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan (approach) bisa berbeda sewaktu-waktu bergantung dari situasi dan kondisi. 25 Lasswell menyatakan bahwa cara yang terbaik untuk menerangkan kegiatan komunikasi ialah menjawab pertanyaan “Who Says Which Channel To Whom With What Effect?” Untuk memantapkan strategi komunikasi,
maka
segala
sesuatunya
harus
dipertautkan
dengan
komponen-komponen yang merupakan jawaban terhadap pertanyaan dalam rumus tersebut. a. Who? (Siapakah Komunikatornya?) b. Says What? (Pesan apa yang dinyatakan?) c. In Which Channel? (Media apa yang digunakan?) d. To Whom? (Siapa komunikannya?) e. With What Effect? (Efek apa yang diharapkan?)26 Dari beberapa pengertian dan pendapat di atas, maka dapat di ambil kesimpulan tentang strategi adalah:
24
Alo Liliweri, Komunikasi: Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana, 2011) Ed.1 cet.1 h. 240 25 Onong Uchjana Effendy, Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi, h. 301 26 Ibid, h. 301
28
a. Tentang arti strategi lekat sekali kaitannya dengan pencapaian tujuan yang diinginkan, strategi hanya mengatur apa yang kita rencanakan, arahkan, dan tujuan pada sasaran akhir saja. b. Serangkaian keputusan dan tindakan yang dipilih serta dapat menentukan tujuan dan dapat melakukan penetapan sasaran sesuai perencanaan. Dengan mengingat kekuatan eksternal dan internal, perencanaan ataupun perumusan kebijakan dan strategi untuk mencapai sasaran dan memastikan implementasinya secara tepat, sehingga tujuan dan sasaran utama dapat tercapai.
2. Tahapan-tahapan Strategi Komunikasi Dalam pencapaian strategi komunikasi yang sesuai dengan tujuan terdapat tahapan-tahapan dalam proses meraih hasil tujuan yang diinginkan beberapa tahapan itu diantaranya adalah: a. Perencanaan Strategi Komunikasi Perlu
diketahui
bahwa
kegiatan
yang
tidak
berdasarkan
perencanaan strategis, hanya akan berupa ide yang diinginkan, tanpa adanya pelaksanaan untuk menjalankan tujuan yang kita inginkan, sangat berbeda dengan suatu kegiatan yang berbasis perencanaan dan target.27 Misalnya, jika kita menginginkan suatu tujuan, maka alangkah baiknya jika kita menetapkan target apa saja yang harus dicapai, kemudian menetapkan langkah yang sudah dipilih untuk menuju suatu tujuan yang
27
cet.1 h. 240
Alo Liliweri, Komunikasi: Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana, 2011) Ed.1
29
ditargetkan. Menurut Prof. Dr. Alo Liliweri dalam buku Komunikasinya menyatakan; “sebagai bahan pertimbangan pada awal proses perencanaan, kita harus belajar menjawab beberapa pertanyaan kunci yang membantu kita dalam perencanaan berkomunikasi, seperti:” 1. Di mana kita sekarang berada dan kemana kita ingin berada? 2. Apa yang harus kita lakukan untuk sampai kesana? 3. Apa saja peran komunikasi, pendidikan, dan pelatihan untuk mendukung kita sampai tujuan tersebut? 4. Bagaimana kita harus belajar dari pengalaman perjalanan hidup kita?28 Perencanaan strategi komunikasi ini sebagai pengarah dalam kegiatan berkomunikasi, serta sebagai tolak ukur efektifitas komunikasi untuk mencapai suatu tujuan. b. Implementasi Strategi Komunikasi Dalam strategi komunikasi tidak akan efektif jika hanya ada perencanaan saja, akan tetapi perlu adanya pelaksanaan yang sudah terencana yang akan menjadikan strategi komunikasi ini efektif. Setelah merencanakan dan memilih strategi yang ditetapkan, maka langkah selanjutnya dengan memulai berpikir tentang kegiatan yang harus disiapkan dan dilaksanakan untuk mendapatkan hasil dan tujuan yang diinginkan meskipun terkadang terjadi adanya perubahan kebijakan, praktik-praktik organisasi, atau perilaku individu.29 c. Evaluasi Strategi Setelah adanya tahap perencanaan dan implementasi dalam strategi komunikasi, tahap selanjutnya adalah adanya evaluasi implementasi strategi. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mengetahui akibat dan 28
Alo Liliweri, Komunikasi: Serba Ada Serba Makna, (Jakarta: Kencana, 2011) Ed.1 cet.1. h. 252 29 Ibid, h. 252
30
pengaruhnya dari tahap perencanaan serta implementasi yang dilakukan sudah sesuai yang diinginkan atau sebaliknya. Karena tahap inilah yang menentukan apakah sasaran sudah mencapai tujuan, jika sudah adanya keberhasilan di tahap ini kita bisa meneruskan serta menetapkan tujuantujuan selanjutnya yang ingin dicapai. Tahap evaluasi merupakan salah satu tahap menuju komunikasi yang efektif, yaitu komunikasi yang mengandung kesan bagi orang lain dan dapat diterima oleh komunikan yang menjadi sasaran bagi komunikator. Dalam buku Ilmu Komunikasi
yang dikarang oleh
Roudhonah, Cultip dan Center mengemukakan empat tahap menuju komunikasi efektif, yang diantaranya adalah: “Tahap Evaluasi, yaitu setelah komunikasi (sesuai rencana) dilaksanakan, maka untuk mengetahui akibat dan pengaruhpengaruhnya terhadap publik, dilaksanakan melalui evaluasi, seperti riset khalayak. Penilaian ini bisa meliputi: a. Apakah maksud dari keseluruhan pesan dapat dipahami oleh publik? b. Berapa banyak masalah yang dapat dipahami oleh publik? c. Apakah gambaran atau pengertian yang diperoleh publik sesuai dengan yang dimaksudkan komunikator? d. Apakah pesan-pesan yang diterima dapat mengesankan, yang kemudian dapat dipraktekkan d lam kehidupan publik?”30
C. Pengertian Nilai dan Akhlak 1. Pengertian Nilai Mengenal bermacam-macam nilai, yaitu nilai material, nilai vital, dan nilai keruhanian. Nilai material yaitu segala seseuatu yang berguna bagi unsur manusia. Nilai material ini secara relatif lebih mudah diukur 30
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007). Cet-1. h. 59
31
dengan alat-alat pengukur, misalnya berat, panjang, luas, isi, dan sebagainya. Nilai vital yaitu segala sesuatu yang berguna bagi manusia untuk mengadakan kegiatan dan aktivitas. Sedangkan nilai keruhanian yaitu segala sesuatu yang berguna bagi ruhani manusia, misalnya nilai religius, keindahan, nilai moral yang berasal dari kodrat manusia, dan nilai kebenaran yang bersumber pada unsur akal manusia. Nilai ruhani tidak dapat diukur menggunakan alat-alat pengukur yang biasa digunakan untuk mengukur nilai-nilai material, tetapi hanya bisa diukur dengan akal budi dan hati nurani manusia.31 Nilai,
secara
singkat
dapat
dikatakan
sebagai
hasil
penilaian/pertimbangan baik atau tidak baik terhadap sesuatu, yang kemudian dipergunakan sebagai dasar alasan (motivasi) seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Adapun yang dinamakan norma (kaidah) adalah petunjuk tingkah laku (perilaku) yang harus di lakukan atau tidak boleh di lakukan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan suatu alasan (motivasi) tertentu dengan disertai sanksi.32 Peran utama orang tua adalah memberikan makna kehidupan kepada anaknya dalam menghadapi gejolak kehidupan, manusia membutuhkan nilai untuk menuntutnya, termasuk ke dalam motif ini ialah
31
M. Solihin, dan M. Rosid Anwar, Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna Hidup, (Bandung: Penerbit Nuansa, Cet.1, 2005) h. 27-28 32 Ibid, h. 27-28
32
motif keagamaan. Manusia membutuhkan nilai untuk kepastian bertindak, tanpa nilai manusia kehilangan pegangan.33
2. Pengertian Akhlak Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistic (etimologi, kebahasaan, lughat) dan pendekatan
terminologik
(peristilahan).
Kata
akhlak
kalau
kita
terjemahkan secara bahasa berarti budi pekerti dan sopan santun. Kata akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim masdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa-yukhliqu-ikhlaqan, sesuai dengan timbangan (wazan) tsulasi majid af’ala-yuf’ilu-if’alan yang berarti al-sajiyah (perangai), al-thabi’ah (kelakuan, tabiat, watak dasar), al-‘adat (kebiasaan, kelaziman), almaru’ah (peradaban yang baik), dan al-din (agama). Dalam Bahasa Arab, kata akhlaq adalah jamak dari kata khilqun atau khuluqun yang artinya sama dengan arti akhlaq sebagaimana disebutkan diatas.34 Definisi atau pengertian akhlak tidak ada yang bertentangan, melainkan memiliki kemiripan antara yang satu dengan yang lainnya. Bahkan definisi-definisi tersebut justru saling melengkapi. Menurut Abuddin Nata dalam buku Akhlak Tasawuf : Manusia, Etika, dan Makna Hidup yang di tulis oleh Dr. M. Sholihin, M.Ag dan M. Rosyid Anwar, S.Ag, berdasarkan penjelasan para ulama setidaknya ada lima ciriciri akhlak, yaitu: 33
Armawati Arbi, Psikologi Komunikasi Dan Tabligh, (Jakarta: Amzah, 2012) Ed.1,
Cet.1 h.66
34
h. 17
M. Solihin, dan M. Rosid Anwar, Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna Hidup,
33
a. Akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang dan telah menjadi bagian dari kepribadian. b. Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah dan tanpa pemikiran. c. Akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam diri orang yang mengerjakannya tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. d. Akhlak adalah perbuatan yang dilakukan secara sungguh-sungguh, bukan main-main atau bersandiwara, seperti dalam film. e. Sejalan dengan cirri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah bukan karena ingin dipuji.35
3. Fungsi Akhlak Dalam Kehidupan Manusia Ada dua macam naluri manusia yang paling kuat yaitu ingin mempertahankan hidupnya di dunia ini dan ingin mencapai kehidupan yang lebih baik di masa mendatang. Di samping itu, dalam diri manusia ada hati nurani yang mendapat cahaya Tuhan dan dapat menilai hal-hal yang baik untuk di kerjakan. Di dalam hati nurani manusia juga ada rasa malu jika seseorang melakukan keburukan dan kejahatan. Dengan pendengaran, penglihatan dan hatinya, manusia dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman. Manusia yang berilmu dan berakhlak tidak akan sama dengan manusia yang tidak berilmu dan tidak
35
M. Solihin, dan M. Rosid Anwar, Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna Hidup, (Bandung: Penerbit Nuansa, Cet.1, 2005), h. 23
34
berakhlak. Orang yang beriman, berakhlak, dan berilmulah yang akan diangkat derajatnya oleh Allah SWT.36 Menurut Armawati Arbi dalam bukunya Psikologi Komunikasi Dan tabligh, Din Syamsuddin menjelaskan sebagai berikut37: “Islam adalah agama etik (etichal religion), yaitu agama yang berorientasi pada pengembangan etika dalam arti yang seluasluasnya atau apa yang disebut dalam Islam dengan akhlak. Akhlak, dalam hal ini, mengandung konotasi etik dan etos sekaligus. Keberagamaan yang tertinggi, dengan demikian akan diukur dari sudut derajat manifestasi etika dan etos sosial dalam kehidupan seorang muslim.” 4. Akhlak Sosial Islam Secara garis besar, ajaran Islam meliputi tiga aspek penting yaitu akidah, syariah, dan akhlak. Dengan begitu bisa dikatakan akhlak merupakan sepertiga dari ajaran Islam dan sekaligus menjadi puncak dari seluruh rangkaian ajaran Islam. Bahkan, semua bentuk ibadah bermuara pada pembentukan akhlak yang mulia. Ini tergambar misalnya bahwa shalat dimaksudkan untuk mencegah diri dari perbuatan keji dan mungkar, puasa berujung pada ketakwaan, zakat untuk membersihkan harta dan jiwa, sedangkan ibadah haji menitikberatkan pada pengorbanan fisik, harta, dan persaudaraan universal.38 Akhlak yang mulia berakar dari pancaran keimanan. Itulah sebabnya, kata „iman dan amal saleh‟ selalu disebut bertautan dalam
36
M. Solihin, dan M. Rosid Anwar, Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna Hidup
h.100-101 37
Armawati Arbi, Psikolgi Komunikasi Dan Tabligh, (Jakarta: Amzah, 2012), Ed.1 Cet.1,
h.274 38
Muhammad Maulana,Akhlak Sosial Muslim: Satu Hati dan Perbuatan, (Jakarta: Pustaka Zaman, Cet-1, 2000) h.71-73
35
Alquran. Artinya, keimanan yang kuat akan mendorong seorang Muslim untuk senantiasa melakukan perbuatan yang baik. Akhlak sosial Islam bermula dari kesalehan pribadi/individu. Dari kesalehan pribadi itulah yang akan membentuk keluarga yang saleh. Dan, keluarga yang saleh merupakan salah satu indikator bagi suatu tatanan masyarakat/sosial yang bermoral.39 Jika akhlak sosial Islam telah dihayati oleh setiap individu masyarakat dan teraplikasikan dalam derap langkah kehidupan, maka hal tersebut merupakan salah satu indikasi terwujudnya tatanan masyarakat madani yang dicita-citakan bersama.40 Sebagai
pegangan
operatif
dalam
menjalankan
pendidikan
keagamaan kepada anak, mungkin nilai-nilai akhlak berikut ini patut sekali dipertimbangkan oleh orang tua untuk ditanamkan kepada anak dan keturunannya41: a. Silaturrahmi (dari bahasa Arab, shilat al-rahm): Yaitu pertalian rasa cinta kasih antara sesama manusia, khususnya antara saudara, kerabat, handai taulan, tetangga, dst. Sifat utama Tuhan adalah kasih (rahm, rahmah) sebagai satu-satunya sifat Ilahi yang di wajibkan sendiri atas Diri-Nya. Maka manusia pun harus cinta kepada sesamanya, agar Allah SWT cinta kepadanya. “Kasihlah kepada orang di bumi, maka Dia (Tuhan) yang ada di langit akan kasih kepadamu.”
39
Muhammad Maulana,Akhlak Sosial Muslim: Satu Hati dan Perbuatan, (Jakarta: Pustaka Zaman, Cet-1, 2000) h. 71-73 40 Muhammad Maulana,Akhlak Sosial Muslim, h.71-73 41 Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius, (Jakarta: Paramadina, 1997). Cet.1 h. 134
36
b. Persaudaraan (ukhuwah): Yaitu semangat persaudaraan, lebih-lebih antara sesama kaum beriman (biasa disebut ukhuwah islamiyah) seperti disebutkan dalam Alquran, yang intinya ialah hendaknya seseorang tidak mudah merendahkan golongan yang lain, kalau-kalau mereka itu lebih baik daripada diri sendiri; tidak saling menghina, saling mengejek, banyak berprasangka, suka mencari-cari kesalahan orang lain, dan suka mengumpat (membicarakan keburukan seseorang yang tidak ada di depan kita)42 c. Persamaan (al-musawah): Yaitu pandangan bahwa semua manusia, tanpa memandang jenis kelamin, kebangsaan ataupun kesukuannya, dan lain-lain, adalah sama dalam harkat dan martabat. Tinggi rendah manusia hanya ada dalam pandangan Tuhan yang tahu kadar taqwa itu. Prinsip ini dipaparkan dalam Kitab Suci sebagai kelanjutan pemaparan tentang prinsip persaudaraan berdasarkan kemanusiaan (ukhuwah insaniyah). d. Adil (dari perkataan Arab “adl”): Yaitu wawasan yang “seimbang” atau “balanced” dalam memandang, menilai atau menyikapi sesuatu atau seseorang, dst. Jadi tidak secara apriori (berdasarkan teori daripada kenyataan) menunjukkan sikap positif atau negatif. Sikap kepada
sesuatu
atau
seseorang
dilakukan
hanya
setelah
mempertimbangkan segala segi tentang sesuatu atau seseorang tersebut secara jujur dan seimbang, dengan penuh i‟tikad baik dan bebas dari
42
Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius, (Jakarta: Paramadina, 1997). Cet.1, h. 135
37
prasangka. Sikap ini juga disebut tengah (wasth) dan Alquran menyebutkan bahwa kaum beriman dirancang oleh Allah SWT untuk menjadi golongan tengah (ummat wasath) agar dapat menjadi saksi untuk sekalian umat manusia, sebagai kekuatan penengah.43 e. Baik Sangka (husn-u’zh-zhann): Yaitu sikap penuh baik sangka kepada sesama manusia, berdasarkan ajaran agama bahwa manusia itu pada asal dan hakikat aslinya adalah baik, karena diciptakan Allah SWT dan dilahirkan atas fitrah atau kejadian asal yang suci. Sehingga manusia itu pun pada hakikat aslinya adalah makhluk yang berkecenderungan kepada kebenaran dan kebaikan. f. Rendah Hati (tawadhu’): Yaitu sikap yang tumbuh karena keinsyafan bahwa segala kemuliaan hanya milik Allah SWT, maka tidak sepantasnya manusia “mengklaim” kemuliaan itu kecuali dengan pikiran yang baik dan perbuatan yang baik, yang itu pun hanya Allah SWT yang akan menilainya. Lagi pula, seseorang di haruskan rendah hati karena “Di atas setiap orang yang tahu (berilmu) adalah Dia Yang Maha Tahu (Maha Berilmu). Apalagi sesama orang yang beriman, sikap rendah hati itu adalah suatu kemestian. Hanya kepada mereka
yang
jelas-jelas
menentang
kebenaran,
kemudian
membolehkan untuk bersikap “tinggi hati.” g. Tepat Janji (al-wafa’): Salah satu sifat orang yang benar-benar beriman ialah sikap selalu menepati janji bila membuat perjanjian. 43
Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius, (Jakarta: Paramadina, 1997). Cet.1, h. 134-
135
38
Dalam masyarakat dengan pola hubungan yang lebih kompleks dan luas, sikap tepat janji lebih-lebih lagi merupakan unsur budi luhur yang amat diperlukan dan terpuji. 44 h. Lapang Dada (insyirah): Yaitu sikap penuh kesediaan menghargai orang lain dengan pendapat-pendapat dan pandangan-pandangannya, seperti dituturkan dalam Alquran mengenai sikap Nabi sendiri disertai pujian kepada beliau. Sikap terbuka dan toleran serta kesediaan bermusyawarah secara demokratis terkait erat sekali dengan budi luhur lapang dada ini. i. Dapat dipercaya (al-amanah, “amanah”): Salah satu konsekuensi iman ialah amanah atau penampilan diri yang dapat dipercaya. Amanah sebagai budi luhur adalah lawan dari khianat (khiyanah) amat yang tercela.
Keteguhan
masyarakat
memerlukan
orang-orang
para
anggotanya yang terdiri dari pribadi-pribadi yang penuh amanah dan memiliki rasa tanggung jawab yang besar. j. Perwira (‘iffah atau ta’affuf): Yaitu sikap penuh harga diri namun tidak sombong (jadi tetap rendah hati), dan tidak mudah menunjukkan sikap memelas atau iba dengan maksud mengundang belas kasihan orang lain dan mengharapkan pertolongannya. k. Hemat (qawamiyah): Yaitu sikap tidak boros (israf) dan tidak pula kikir (qatr) dalam menggunakan harta, melainkan sedang (qawam)
44
Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius, (Jakarta: Paramadina, 1997). Cet.1, h. 135
39
antara keduanya. Apalagi Alquran menggambarkan bahwa orang yang boros adalah teman setan yang menentang Tuhannya.45 l. Dermawan (al-munfiqun, menjalankan infaq): Yaitu sikap kaum beriman yang memiliki kesediaan yang besar untuk menolong sesama manusia, terutama mereka yang kurang beruntung seperti; para fakirmiskin dan terbelenggu oleh perbudakan dan kesulitan hidup lainnya, dengan mendermakan sebagian harta-benda yang dikaruniakan dan diamanatkan Tuhan kepada mereka. Sebab manusia tidak akan memperoleh kebaikan sebelum mendermakan sebagian dari hartabenda yang dicintainya itu. Nilai-nilai kemanusiaan inilah yang akan membentuk akhlak mulia, dan tentunya masih dapat ditambah dengan deretan nilai akhlak yang lain. Namun kiranya itu akan sedikit membantu mengidentifikasi dari sebuah nilai akhlak.46
D. Masyarakat 1. Pengertian Masyarakat Masyarakat adalah sekumpulan manusia seperti halnya dengan kelompok dengan jumlah yang lebih besar. Hidup bersama dalam masyarakat berbeda-beda. Arti hidup dalam masyarakat tergantung kepada
45
Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius, (Jakarta: Paramadina, 1997). Cet.1, h. 136 Nurcholish Madjid, Masyarakat Religius, h. 137
46
40
aktualisasi dirinya dan sampai dimana penyerahan dirinya kepada Allah SWT. 47 Masyarakat dalam pandangan Islam merupakan alat atau sarana untuk melaksanakan ajaran-ajaran Islam yang menyangkut kehidupan bersama. Karena itulah masyarakat harus menjadi dasar kerangka kehidupan duniawi bagi kesatuan dan kerja sama umat menuju adanya suatu pertubuhan manusia yang mewujudkan persamaan dan keadilan. Islam mengajarkan bahwa kualitas manusia dari suatu segi bisa dipandang dari manfaatnya bagi manusia yang lain.48 Meskipun manusia diciptakan dalam beribu-ribu tabiat dan selera dalam keindividuan dan pribadi, namun ia difitrahkan untuk hidup bermasyarakat. Adalah di luar jangkauan kemampuan manusia untuk hidup sendiri-sendiri. Para peneliti menemukan, bahwa siksaan yang paling mencekam bagi manusia adalah terkurungnya ia dalam penjara kesendirian. Demikian itu setiap individu pada dasarnya sangat banyak tergantung pada nilai-nilai kemanusian dan keberadaannya dalam kelompok.49 Hidup bermasyarakat akan terciptanya rasa persaudaraan antara satu sama lain, serta terciptanya komunikasi yang berlangsung secara efektif. Manusia akan merasa tenang dan tentram bisa dilihat juga dari keadaan masyarakat yang baik serta mempunyai nilai-nilai kemanusiaan.
47
Ikhwan Luthfi, Gazi Saloom, Hamdan Yasun, Psikologi Sosial, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009) Cet 1. h. 95 48 Kaelany HD, Islam Dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, (Jakarta: Bumi Aksara, Cet 1, 1992), h.125 49 Ibid h. 125
41
2. Lingkungan Dalam Bermasyarakat Salah satu faktor yang turut menentukan kelakuan seseorang atau suatu masyarakat adalah lingkungan. Manusia hidup selalu berhubungan dengan manusia lainnya. Itulah sebabnya manusia harus bergaul. Dan dalam pergaulan itu timbullah saling mempengaruhi dalam pikiran, sifat dan tingkah laku. Lingkungan pergaulan misalnya pergaulan seorang remaja dengan rekan-rekannya yang sudah ketagihan seperti terjerumus dalam narkoba atau obat-obatan terlarang, maka dia pun akan terlibat menjadi pecandu obat-obatan terlarang tersebut. Sebaliknya, jika remaja itu bergaul dengan sesama remaja dalam bidang-bidang kabajikan, niscaya pikirannya, sifatnya dan tingkah lakunya akan terbawa kepada kebaikan.50 Demikianlah salah satu faktor lingkungan yang dipandang cukup menentukan bagi pematangan watak dan kelakuan seseorang. Hal ini sejalan dengan keterangan Allah dalam Al-quran surat A-Israa ayat 84:
Artinya: “Katakanlah: "Tiap-tiap orang berbuat menurut keadaannya[867] masing-masing". Maka Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang lebih benar jalanNya.”51 Termasuk dalam pengertian Keadaan disini ialah tabiat dan pengaruh alam sekitarnya.52
50
Hamzah, Ya‟qub, Etika Islam: Pembinaan Akhlaqul-Karimah, (Bandung: Diponegoro, 1988). Cet. Ke-4 h. 70-73 51 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya Al-Aliyy (Bandung: Diponegoro, 2000). h. 232 52 Hamzah, Ya‟qub, Etika Islam: Pembinaan Akhlaqul-Karimah, h. 70-23
42
E. Pesantren Pesantren berasal dari kata peshasri (India) yang berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu‟, atau seorang sarjana yang ahli kitab suci agama Hindu. Istilah pondok berasal dari pengertian asrama para santri yang di sebut pondok atau tempat tinggal yang dibuat dari bambo. Adapun pondok berasal dari bahasa Arab, funduq yang berarti „hotel atau asrama‟. Dalam kata lain, pesantren berasal dari kata santri yang dapat awalan pe dan an (pesantrin, yang kemudian dalam sebutan sehari-hari disebut dengan pesantren) berarti tempat tinggal para santri.53Sejarah mencatat bahwa kaum Muslimin di Jawa mengambil lembaga Hindu-Budha kemudian diubah menjadi pesantren. Pada dasarnya pesantren memiliki tradisi yang tidak bisa dilepaskan dari pesantren itu sendiri. Tradisi-tradisi (bentuk fisik) atau dalam istilah Zamakhasyari Dhofier “Tradisi Pesantren”, tradisi itu terdiri dari elemenelemen pesantren, diantaranya adalah:54 Pertama Pondokan, yakni sebuah asrama pendidikan Islam tradisional dimana para santrinya tinggal bersama dan belajar di bawah bimbingan kiai. Kedua Masjid, yakni elemen yang tak dapat dipisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri. Ketiga Pengajaran kitab-kitab Islam Klasik, yakni pengajaran yang diperoleh melalui pengajian-pengajian, seperti diantaranya kitab Nahwu, Sharaf, Fiqhi, Usul Fiqhi, Hadis, Tafsir, Tasawuf, dan Tauhid. Keempat Santri, yakni siswa yang
53
Umi Musyarrofah, Dakwah KH. Hamam Dja’far Dan Pondok Pesantren Pabelan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2009). Ed.1Cet.1, h.25 54 Amin Haedari, Transformasi Pesantren: Pengembangan Aspek Pendidikan Keagamaan, Dan Sosial, (Jakarta: LekDis & MediaNusantara, 2007). Cet. Ke-2, h. 121-123
43
tinggal di pesantren guna menyerahkan diri. Kelima Kiai, yang merupakan elemen yang paling esensial dalam pesantren, sebab umumnya kiai menjadi pendirinya. Oleh karena itu, wajar kalau hidup mati pesantren tergantung kiainya.55 Pesantren mempunyai tujuan sebagai wadah untuk menjadikan anak bangsa sebagai penerus dimasa yang akan datang, dengan harapan penerus yang mempunyai budi pekerti yang tinggi dengan mengenal ilmu pengetahuan agama maupun ilmu pengetahuan sebagai bekal kehidupan.
55
Amin Haedari, Transformasi Pesantren: Pengembangan Aspek Pendidikan Keagamaan, Dan Sosial, (Jakarta: LekDis & MediaNusantara, 2007). Cet. Ke-2, h. 121-123
BAB III SEKILAS TENTANG BIOGRAFI KH. M. AGUS ABDUL GHOFUR DAN GAMBARAN UMUM KAMPUNG JOMBANG
A. Biografi 1. Riwayat Hidup KH. M. Agus Abdul Ghofur di lahirkan di Bandung Jawa Barat pada tanggal 15 November 1967, KH. M. Agus Abdul Ghofur yang biasa di sapa warga Jombang dengan ustadz Agus merupakan anak terakhir dari sebelas bersaudara, yaitu Bapak Budi Sosialman, Ibu Rohimiyah, Ibu Rohmaniyah, Bapak Sadar Budiman, Bapak Agus Budiman, Ibu Ayu Manah, Ibu Ayuhati, Bapak Didih Budiman, Bapak Taufik Hidayat, dan ustadz M. Agus Abdul Ghofur. Dari sekian saudara-saudara beliau, ustadz Agus inilah yang menjadi satu-satunya harapan orang tuanya agar bisa menjadi penerus dakwah seperti Buya Hamka.1 Dimasa kanak-kanak, ustadz Agus adalah anak yang penurut kepada kedua orang tuanya, dimana ustadz Agus ini mendapat pendidikan agama dari seorang Ibu yang berlatar belakang santri yang pernah tinggal di lingkungan pondok pesantren. Dari antara sifat beliau yang sejak kecil sudah terlihat ada kemampuan dan bakat dalam bidang agama, maka beliau inilah harapan satu-satunya yang akan di arahkan lebih ke bidang keagamaan. Oleh karena itu orang tua dari ustadz Agus menginginkan agar 1
Wawancara Pribadi dengan KH. M. Agus Abdul Ghofur. Jombang Kramat, Senin 22 April 2013
44
45
anaknya ini bisa mengenal bidang keagamaan melalui pesantren. Setelah berpikir panjang dan mencari informasi tentang pesantren untuk anaknya, orang tua ustadz Agus akhirnya memutuskan agar anaknya bisa masuk Pondok Pesantren Darussalam Gontor Ponorogo Jawa Timur. Harapan dari orang tua ustadz Agus kepada beliau dikarenakan saudara-saudara beliau yang lain hanya berlatar belakang pendidikan umum saja. Oleh sebab itu orang tua ustdaz Agus berinisiatif agar anaknya ini setelah lulus dari SD (Sekolah Dasar) bisa mengenal dunia pesantren. Sebelum ustadz Agus masuk Pondok Pesantren Gontor, orang tua beliau sudah mengenalkannya pada dunia pesantren dengan menempatkan ustadz Agus di pesantren tepatnya di rumah kediaman kiai Fahruddin, yang mana beliau inilah yang mengajari ustadz Agus mengaji Alquran).2 Pada tahun 1981 ustadz Agus masuk Pondok Pesantren Darussalam Gontor, dengan mengikuti tes ujian masuk Pondok Pesantren. Setelah beliau belajar di Gontor selama satu tahun setengah, beliau mendapat kabar ayahanda tercinta wafat. Peristiwa itulah yang tidak bisa dilupakan oleh ustdaz Agus, dari peristiwa itulah beliau termotivasi ingin menjadikan harapan orang tua beliau bisa ustadz Agus wujudkan. Ustadz Agus memang sejak kecil sudah terlihat kemampuannya dalam bidang agama seperti ketika masih kanak-kanak beliau sudah pandai mengaji, bahkan seringkali beliau tampil dalam lomba mengaji, pidato maupun adzan di lingkungan sekitar rumah beliau. Kemampuan itu yang 2
Wawancara pribadi dengan KH. M. Agus Abdul Ghofur. Jombang Kramat, Senin 22 April 2013
46
kemudian dikembangkan oleh orang tua beliau dengan mengenalkan bidang keagamaan melalui dunia pesantren. Pernikahan KH. M. Agus Abdul Ghofur dengan Hj. Nanah Rusydiyanah, putri dari KH. Drs. Mahrus Amin yang tidak lain adalah guru ustadz Agus sendiri, dan dari hasil pernikahannya beliau dikaruniai empat orang anak, diantaranya tiga perempuan dan satu laki-laki, mereka adalah Salsabila Abdul Ghofur, Shabina Abdul Ghofur, Rumaisya Abdul Ghofur, dan Fawwaz Abdul Ghofur. Sama seperti ketika ustadz Agus kecil, mereka sejak dini sudah diberi didikan Islami oleh beliau beserta istri. Dengan harapan agar mereka bisa menjadi penerus bangsa yang berkarakter muslim dan muslimah yang sejati. Pada usia enam tahun ustadz Agus mulai masuk pendidikan formal yaitu a. SD (Sekolah Dasar) di Cirebon Tahun 1973-1980 b. SLTP di Cirebon Tahun 1980 c. KMI (Kulliyatul Mu’alimin AL-Islamiyah) Gontor Tahun1981-1987 d. S1 IPD (Institut Pendidikan Darussalam) Gontor Tahun 1987-1991 e. S2 UNJ (Universitas Negeri Jakarta) Tahun 2000-2003 f. S3 PTIQ (Perguruan Tinggi Ilmu Al-Quran) Jakarta Tahun 2012Sekarang
2. Aktifitas Dakwah Pada tahun 1987 selepas mengenyam pendidikan di Gontor selama sepuluh tahun. Aktivitas pertama yang beliau lakukan adalah mengajar di
47
Madrasah
Tsanawiyah
dan
Madrasah
Aliyah
Pondok
Pesantren
Darunnajah Ulujami, Pesanggrahan Jakarta Selatan, dan juga mengajar di beberapa majelis ta’lim yang ada di Jakarta dan sekitarnya. Pengalaman demi pengalaman beliau rasakan, luasnya pergaulan serta banyaknya prestasi, serta kedalaman ilmu yang dimilikinya, sehingga beliau aktif dalam organisasi-organisasi tingkat kota Tangerang dan propinsi DKI Jakarta. Lembaga-lembaga organisasi tersebut adalah: a. Anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Tangerang pada tahun 2000-2005 b. Anggota Syuriah Nahdlotul Ulama (PCNU) Pengurus Cabang Nahdlotul Ulama Tangerang Selatan pada tahun 2012 – sampai sekarang c. Kepala Madrasah Tsanawiyah (MTs) Madinatunnajah pada tahun 1997-1999 d. Kepala Madrasah Aliyah (MA) Madinatunnajah 1999-2001 e. Pimpinan di beberapa Majelis Ta’lim di daerah Jakarta dan Tangerang Sejak tahun 1987 KH. Agus Abdul Ghofur mendidik dan mengajar santri di Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami Pesanggrahan Jakarta Selatan, beliau juga aktif mengajar di sekolah Madrasah Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah Darunnajah. Dan sekarang sudah menjadi pimpinan Pondok Pesantren Madinatunnajah Jombang Ciputat Tangerang Selatan pada tahun 1997, serta aktif mengajar di beberapa Majelis Ta’lim dan
48
menjadi khotib di beberapa Masjid di sekitar Jakarta dan Tangerang seperti: a. Majelis Ta’lim Madinatunnajah pada tahun 1997 – sekarang b. Majelis Ta’lim Al-Ahad pada tahun 2000 – sekarang c. Majelis Ta’lim Permataku pada tahun 2005 – sekarang d. Majelis Ta’lim Al-Haud pada tahun 2007 – sekarang e. Majelis Ta’lim Al-Hikmah pada tahun 2007 – sekarang f. Masjid Madinatunnajah pada tahun 1997 – sekarang g. Masjid Al-Muhsinin pada tahun 1999 – sekarang h. Masjid Baitul Hikmah pada tahun 1999 –sekarang i. Masjid Baiturrahman pada thun 2007 – sekarang j. Masjid Kementrian Koperasi pada tahun 2007 - sekarang Di dalam kesibukan dan aktifitas ustadz Agus dalam mengajar beberapa Majelis Ta’lim disekitar Jakarta dan Tangerang, namun beliau masih menyempatkan waktu senggangnya untuk memperhatikan dan menanyakan tentang keadaan warga masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah kampung Jombang Kramat ini agar warga Jombang Kramat tidak terlibat dalam tindakan-tindakan kejahatan, tindakan diluar batas syariat Islam, maupun tindakan yang menyebabkan kerugian baik kerugian diri sendiri maupun pada lingkungan. 3
3
Wawancara pribadi dengan Ustadz Eko Tristiono, (Sekretaris KH. Agus Abdul Ghofur) Jombang Kramat, Sabtu 27 April 2013
49
3. Karya Tulis KH. M. Agus Abdul Ghofur mempunyai karya dua buah buku yaitu ”Pegangan Para Qori” oleh penerbit Pondok Modern Gontor Press pada tahun 1985. Dan buku Risalah Dzikir/Istighosah, serta Tesis beliau yang berjudul Study Korelasional antara motivasi kerja, iklim kerja dan penerapan learning Organisation di Pasca Sarjana UNJ (Universitas Negeri Jakarta), serta makalah yang berjudul Peran Agama Dalam Penanggulanagan Narkoba dengan penerbit BNN pada tahun 2008. Serta Rootibul Haddad, Cetakan Pertama, yang diterbitkan atas kerjasama MN Pres dan Aryudya Library. Dan buku materi Khutbah Jum’at, seperti yang beliau tulis diantanya berjudul: Membangun Masyarakat Madani serta Racun-Racun Islam dan lainnya.4
B. Kampung Jombang Kramat Menurut salah satu tokoh masyarakat setempat, diperoleh informasi bahwa “pada mulanya kampung Jombang Kramat bernama Jombang, kemudian ada seorang pendatang dari Jombang Jawa Timur yang tinggal di kampung tersebut, beliau tinggal di gubuk bawah pohon beringin yang besar. Orang tersebut terlihat oleh warga di setiap setelah waktu dzuhur tiba beliau selalu menyapu sekitar gubuknya yang berada di bawah pohon beringin tersebut. Akan tetapi setelah beberapa bulan kemudian warga merasa kehilangan keberadaan orang tersebut, yang mana sudah lama tidak terlihat 4
Apri 2013
Wawancara pribadi dengan KH. M. Agus Abdul Ghofur, Jombang Kramat, Senin 22
50
lagi, warga setempat tidak tahu menahu kemana beliau pergi, yang warga tahu hanya peninggalan gubuk yang bersih dan terawat. Dan sampai sekarang gubuk itu masih dirawat oleh warga setempat, kemudian mayoritas dari warga Jombang menyebut daerah sekitar dengan sebutan Jombang Kramat, dikarenakan banyak meninggalkan sejarah yang sangat berkramat”.5 Jarak kampung Jombang ke pusat pemerintah yaitu sekitar 300 (tiga ratus) meter dari kantor kecamatan Ciputat dan 4 (empat) kilo meter (KM) dari kantor wali kota Tangerang Selatan, kampung Jombang Kramat berbatasan dengan beberapa wilayah, batasan-batasan tersebut sebagai berikut: 1. Sebelah Utara berbatasan dengan wilayah kelurahan Perigi Lama Pondok Aren. 2. Sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah kelurahan Serua Ciputat. 3. Sebelah Timur berbatasan dengan wilayah kelurahan Sawah Baru. 4. Sebelah Barat berbatasan dengan wilayah kelurahan Lengkong Gudang Serpong.6
1. Keadaan Penduduk Jumlah penduduk kampung Jombang Kramat pada bulan Mei 2013 sebanyak 3.055 jiwa, terdiri dari 1.435 orang laki-laki dan 1.620 orang perempuan dengan jumlah kepala keluarga (KK) sebanyak 600 jiwa. Dengan jumlah empat RT di wilayah pemukiman tersebut, yakni terdiri dari penduduk asli (Betawi) 65% dan pendatang dengan jumlah 35%. Hal 5
Wawancara pribadi dengan Bapak Pakcing (Warga masyarakat/Tokoh Masyarakat). Jombang Kramat, Kamis 02 Mei 2013 6 Wawancara Pribadi dengan Bapak Suwanda (ketua RT 004 ). Jombang Kramat, Kamis 02 Mei 2013
51
ini terlihat penduduk asli masih banyak yang tinggal di kampung Jombang Kramat, meskipun tidak sedikit para pendatang yang sudah lama tinggal di wilayah ini.
2. Keadaan Ekonomi, Agama, dan Budaya a. Ekonomi Menurut data yang penulis dapat pada bulan Mei 2013, bahwa “di RW 017 Kampung Jombang Kramat mempunyai jumlah penduduk 3055 jiwa, 2291 jiwa (75%) terdiri dari orang dewasa, yaitu yang tidak lagi berhubungan dengan pendidikan formal. Sedangkan anakanak atau remaja terdiri dari 764 (25%), yaitu yang masih dalam pendidikan formal. Ditinjau dari status ekonomi pada umumnya, masyarakat kampung Jombang Kramat sangat beragam mata pencahariannya mulai dari buruh serabutan, guru, pedagang, petani, sampai kepada pegawai baik swasta maupun negeri. Sebagian besar dari mereka adalah laki-laki, sedangkan perempuan sebagian besar tinggal di rumah sebagai ibu rumah tangga meskipun ada yang ikut bekerja membantu ekonomi keluarga dengan berdagang dirumah.”7 Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel dibawah ini:
7
Wawancara Pribadi dengan Bapak Misad (Ketua RW) Jombang Kramat, Kamis 02 Mei 2013
52
Tabel 1 Tentang Pekerjaan Masyarakat Kampung Jombang Kramat NO
Pekerjaan
Jumlah (Jiwa)
%
1
Pedagang
687
30
2
Pegawai/Karyawan
115
5
3
Guru
344
15
4
Wiraswasta
229
10
5
Lain-lain
916
40
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa masyarakat Kampung Jombang Kramat 30% berprofesi sebagai pedagang, 5% berprofesi sebagai pegawai/karyawan, 15% berprofesi sebagai guru, 10% berprofesi sebagai wiraswasta, dan dari 40% berprofesi selain peagang, pegawai/karyawan, guru, maupun wiraswata, mereka terdiri dari buruh serabutan yaitu seperti buruh kuli bangunan, buruh cuci (bagi yang perempuan), pembantu rumah tangga, mapun berprofesi sebagai ojek. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa penduduk kampung Jombang Kramat dalam status Ekonomi menengah ke bawah. b. Agama Dilihat dari jumlah agama, 99% penduduk masyarakat kampung Jombang Kramat RW 017 menganut agama Islam, sedangkan yang lainnya menganut agama Kristen, agama yang ada di Jombang Kramat hanya ada dua agama saja, akan tetapi kerukunan
53
serta kehidupan beragama sehari-hari berlangsung sangat harmonis, sampai dengan penulis mengadakan penelitian belum pernah terjadi hal-hal yang membuat perpecahan dikalangan umat beragama. Untuk lebih jelasnya dapat di lihat dari tabel di bawah ini. Tabel 2 Tentang Agama Yang Dianut Masyarakat Kampung Jombang Kramat NO
Agama
1
Islam
2
Kristen
Jumlah (Jiwa)
%
3024
99
31
1
Dari tabel diatas terlihat jumlah penduduk yang beragama Islam berjumlah (99%), dengan demikian agama Islam di RW 017 Jombang Kramat sangat berpotensial terlebih kampung Jombang Kramat berdampingan dengan Pondok Pesantren Madinatunnajah serta di dukung dengan sarana ibadah yaitu: tiga buah masjid, enam mushola, dan tiga majelis ta’lim.8 c. Budaya Warga Jombang Kramat Ciputat Tangerang Selatan ini masih kental dengan budaya Betawinya yang sangat mewarnai masyarakat warga Jombang Kramat, terutama tampak dari segi bahasa yang digunakan sehari-hari. Kehidupan bergotong royong sudah menjadi bagian kehidupan mereka, hal ini dapat dilihat seperti pada acara bersih lingkungan bersama yang dilaksanakan seminggu sekali, acara
8
Wawancara dengan Bapak Suwanda, Masyarakat Kampung Jombang Kramat. Jombang 02 Mei 2013
54
walimah, ta’ziah dan tahlil, pembangunan rumah warga serta pembangunan sarana umum. Budaya dan tradisi di kampung Jombang Kramat adalah budaya Islami, warga masyarakatnya sampai saat ini mengamalkan budaya Islami yang mereka dapat dari pengajian maupun majelis ta’lim yang diikutinya secara rutin. Misalnya budaya memberikan salam jika bertemu, terutama ketika dalam pengajian dan majelis ta’lim, memakai busana muslim dan muslimah, tradisi melaksanakan haulan para alim ulama yang dimakamkan di kampung Jombang Kramat, dan ketika suatu keluarga yang melangsungkan hajat pernikahan atau lainnya, biasanya mengundang hiburan seperti qosidah, marawis, hadroh bahkan ada yang mengadakan pengajian dengan mengundang ulama ternama. Dahulu mayoritas masyarakat betawi yang melestarikan budaya tersebut, namun ada sebagian masyarakat berasal dari pendatang yang juga mengikuti budaya dan tradisi ini. 3. Tingkat Pendidikan Keadaan penduduk menurut tingkat pendidikannya dapat dikatakan relatif baik: karena hampir seluruh masyarakat Jombang Kramat pernah mengenyam pendidikan meskipun tidak sampai menyelesaikan sekolah dasar, dan tidak sedikit juga yang mampu menyelesaikan sampai perguruan tinggi.
55
4. Sarana Prasarana a. Sarana Pendidikan Sarana pendidikan yang ada dikampung Jombang Kramat terdapat satu yayasan pendidikan, yaitu Pondok Pesantren Madinatunnajah yang terdiri dari: 1 (satu) Raudhotul Athfal (RA) Madinatunnajah yang setingkat dengan TK (Taman Kanak-kanak), 1 (satu) MI (Madrasah Ibtidaiyah) Madinatunnajah, 1 (satu) MTs (Madrasah Tsanawiyah) Madinatunnajah, 1 (satu) MA (Madrasah Aliyah) Madinatunnajah, dan 1 (satu) TPA (Taman Pendidikan Al-quran)
dan Ma’had Aliy
Madinatunnajah, serta 1 SDN VI Jombang, dan mobil perpustakaan keliling yang beroperasi satu bulan sekali. b. Sarana olahraga Sarana olahraga yang terdapat di kampung Jombang Kramat yaitu 2 (dua) lapangan sepak bola, 1 (satu) lapangan basket dan 1 (satu) lapangan futsal. c. Sarana kesehatan Sarana kesehatan di kampung Jombang Kramat, ada POSYANDU (Pos Pelayanan Terpadu) yang sekali dalam seminggu yaitu mengadakan layanan kesehatan, khususnya buat ibu hamil dan anakanak. C. Sekilas Tentang Pondok Pesantren Madinatunnajah Pesantren Madinatunnajah didirikan oleh KH. Drs. Mahrus Amin, pada tanggal 14 Februari 1997, di lahan milik pribadinya seluas 2,5 hektar yang terletak di Jombang, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Diresmikan
56
oleh Almarhum KH. Shoiman Lukmanul Hakim salah satu Pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor pada tanggal 20 September 1997. Semangat berdakwah ini nampak pula dalam upaya KH. Mahrus Amin dalam mengembangkan dan membina sebuah pondok pesantren. Maka setelah sukses mendirikan Darunnajah Jakarta, beliau juga mendirikan Pesantren Annajah di tempat kelahirannya yaitu Kalimukti, Cileduk, Cirebon. Kemudian beliau mengembangkan “sayap” lainnya dengan mendirikan Pesantren Madinatunnajah. Keinginan agar diberikan kemampuan mendirikan seribu pondok pesantren di Indonesia adalah sebagaimana Allah SWT telah memberikan kekuasaan pada Dzulqarnain, yang mana beliau ungkapkan dalam do’nya di dalam Ka’bah, yaitu agar diberikan kemampuan untuk mendirikan seribu pesantren di Indonesia. Madinatunnajah berdiri dengan berbagai fasilitas, disiplin, dan sistemnya yang modern. Pada awalnya, pesantren ini hanya dibangun di atas sebidang tanah seluas 300 meter persegi, peninggalan KH. Mahrus Amin untuk anaknya Hj. Nanah Rusydiyanah (yang tidak lain istri KH. M. Agus Abdul Ghofur). Namun kemudian, tanah tersebut diperluas menjadi lebih dari 2,5 hektar. Dengan lokasi yang cukup strategis, terletak di antara dua kota mandiri Bumi Serpong Damai (BSD) dan Bintaro Jaya. Pengembangan lahan ini memang teramat penting, terutama dalam bidang dakwah maupun pedidikan, di mana sistem pendidikan modern saat ini semakin mensyaratkan adanya fasilitas tempat yang memadai. Hal ini
57
memang amat disadari oleh kiai Mahrus Amin. Karena itu, beliau ingin mengembangkan semacam pesantren dengan kekhususan yang memberi nilai tambah kepada santri atau pesantren itu sendiri, Madinatunnajah yang berlokasi di desa Jombang. Ciputat, Tngerang Selatan ini adalah Implementasinya, sebuah pesantren yang bernilai tambah khususnya dalam bidang dakwah dan pendidikan.9 Menurut pimpinan umum KH. Mahrus Amin dan pengasuh Pondok Madinatunnajah KH. M. Agus Abdul Ghofur, M.Pd, nama Madinatunnajah mengandung filosofi dan makna yang tinggi, yang di ambil dari dua kata dalam Bahasa Arab yaitu madinah yang berarti “negeri” atau “kota” dan annajah yang berarti ”keberhasilan” atau “kota keberhasilan” atau “kota kesuksesan”10 Dengan kata lain, Madinatunnajah merupakan sebuah pesantren yang diharapkan menjadi kota keberhasilan bagi para penuntut ilmu, yang akan melahirkan kader-kader ummat yang tangguh dan berintelektual tinggi, sehingga mampu berkiprah di tengah masyarakat, sesuai dengan motto pondok pesantren itu sendiri yaitu Berakhlak Mulia, Berwawasan Cendikia dan Berbudaya Madina.11 Menurut pimpinan umum Pesantren Madinatunnajah, salah satu faktor yang melatar belakangi berdirinya pesantren ini adalah keprihatinan dan kepedulian beliau dengan kondisi masyarakat setempat di mana gereja 9
Wawancara Pribadi dengan KH. M. Agus Abdul Ghofur, Jombang Kramat, Senin 22 April 2013 10 Mahmud Yunus, Kamus Arab-Indonesia. (Jakarta: PT. Hidayah Agung 1989), h. 414 11 Wawancara Pribadi dengan KH. M. Agus Abdul Ghofur, Jombang Kramat, Senin 22 April 2013
58
didirikan sementara kebiasaan yang berlangsung di tengah masyarakat banyak sekali yang bertetangan dengan syari’at Islam, seperti minum-minuman, judi dan hiburan-hiburan yang kurang mendidik generasi mudanya. Beliau ingin merubah masa depan desa ini menjadi masyarakat yang mengenal agama Islam, mengenai ilmu pengetahuan, dan mencegah usaha kristenisasi melalui didirikannya pesantren Madinatunnajah.
BAB IV ANALISIS STRATEGI KOMUNIKASI KH. M. AGUS ABDUL GHOFUR DALAM MENINGKATKAN NILAI AKHLAK
A. Strategi Komunikasi Strategi komunikasi yang diterapkan oleh KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan akhlak pada masyarakat lingkungan pondok pesantren Madinatunnajah kampung Jombang, yaitu: 1. Mengenal Komunikan Mengenal komunikan sebagai sasaran dalam melakuan komunikasi merupakan langkah pertama bagi komunikator, agar mengetahui dengan siapa komunikator berhadapan, yang mana ini dilakukan oleh KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan akhlak agar terjadinya komunikasi yang efektif, yaitu mengenal warga masyarakat di sekitar pondok pesantren Madinatunnajah kampung Jombang-Kramat dengan beradaptasi dengan kegiatan-kegiatan yang ada di warga masyarakat sekitar pondok pesantren Madinatunnajah Jombang, baik itu acara mingguan sperti bersih lingkungan, mengikuti ta’ziah maupun tahlil, serta acara walimah yang warga adakan. Melalui cara melihat secara langsung keadaan warga sekitar, beliau mengikut sertakan dirinya pada acara tersebut, serta menanyakan pada warga (komunikan) kegiatan apa saja yang biasa warga lakukan dalam kesehariannya, karena dengan mengenal warga disekitar terlebih dahulu dapat mengetahui latar belakang dan
59
60
psikologis warga (komunikan) yang berbeda-beda. Strategi ini dilakukan dengan tujuan agar mampu menempatkan diri (komunikator) sesuai dengan keadaan warga masyarakat (komunikan). Hal ini sesuai dengan penuturan KH. M. Agus Abdul Ghofur sebagai berikut: “Saya ditugaskan disini (sebagai pimpinan pondok pesantren Madinatunnajah) tidak hanya sebatas harus bisa memimpin pondok saja, melainkan saya juga harus bisa dekat dengan warga sekitar, agar keberadaan kami disini diterima di tengah-tengah masyarakat, khususnya saya sendiri yang mana bukan asli warga Jombang ini. Saya harus tahu keadaan warga sekitar yaitu dengan mendekatkan diri pada warga melalui beradaptasi lingkungan dimulai dari bagaimana saya berkomunikasi secara face to face atau langsung, saya harus tahu latar belakang warga (komunikan) tersebut, seperti latar belakang psikologisnya serta pendidikanya. Agar komunikasi kita berjalan dengan baik yaitu terjadinya keakraban diantara kita.”1 2. Menentukan Pesan Setelah mengenal komunikan dengan mengetahui latar belakang serta keadaan warga sekitar, maka strategi selanjutnya adalah dengan menentukan pesan atau menyusun pesan sesuai tema maupun materi yang akan disampaikan pada warga sekitar. Oleh karena itu, ketika KH. M. Agus Abdul Ghofur menyampaikan pesannya kepada warga (komunikan) harus terlebih dahulu mengetahui latar belakang warga dan psikologisnya, kemudian pesan tersebut disusun atau ditentukan sesuai pokok permasalahan yang terjadi saat itu, dan materi (pesan) tersebut sesuai dengan apa yang beliau ketahui, agar
1
Wawancara pribadi dengan KH. M. Agus Abdul Ghofur (Tangerang Selatan, Senin 22 April 2013)
61
para komununikan (warga masyarakat) lebih tergugah pemikirannya untuk mendengarkan ustadz Agus menyampaikan pesannya, kemudian beliau sampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti dan tidak menyulitkan warga (komunikan), agar pesan yang beliau sampaikan dapat diterima, dipahami serta dapat menarik perhatian warga sekitar, sehingga komunikasi yang terjalin dapat membawa perubahan pada masyarakat lingkungan pondok pesantren Madinatunnajah ke arah yang lebih baik. Hal ini sesuai dengan penuturan KH. M. Agus Abdul Ghofur sebagai berikut: “Strategi komunikasi selanjutnya yang saya gunakan dengan menentukan pesan apa yang akan disampaikan pada warga sekitar, dengan tidak jauh dari mengetahui latar belakang warga atau jama’ah itu sendiri. Biasanya saya sesuaikan dengan kemampuannya dalam memahami materi ataupun pesan yang saya sampaikan, agar warga atau jama’ah dapat memahami dan mengerti apa yang saya sampaikan, selain itu juga saya harus menyesuaikan bahasa yang digunakan yaitu bahasa yang mudah dipahami oleh warga atau jama’ah sini, seperti ketika saya menyampaikan pesan dalam pengajian bulanan menyampaikan keutamaan dari Rootibul Haddad (kajian wirid), saya ungkapkan keutamaan orang yang membacanya diantaranya adalah dapat menyelamatkan diri dari ajaran sesat, agar selalu terjaga oleh Allah SWT dimanapun kita berada.”2 Menurut Wilbur Schramm menampilkan apa yang ia sebut “The condition of success in communication” yakni kondisi yang harus dipenuhi jika menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang dikehendaki yang antara lain: a. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menarik perhatian komunikan. 2
2013)
Wawancara pribadi KH.M. Agus Abdul Ghofur (Tangerang Selatan, Senin 22 April
62
b. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti. c. Pesan
harus
membangkitkan
kebutuhan
pribadi
komunikan
dan
menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut. d. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok di mana komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki.3 Setelah mengenal komunikan dengan mengetahui latar belakangnya tidak diragukan lagi kebenarannya dimana unsur ini sangat berperan terhadap keberhasilan dan kesuksesan dakwah karena mengingat adanya seruan dari sabda Nabi Allah:
ْسهَىَ خَاطِ ُبُْا انىَاسَ عَهّىَ َق ْد ِز عُقُ ُِْنٍِى َ ََ ًِْعهَي َ ُالبِّيُ صَهّىَ اهلل َل و َ قَا Artinya: “Rasulullah SAW bersabda: berbicaralah kamu kepada manusia itu sesuai dengan kadar kemampuan akal mereka.” Melalui hadits tersebut diatas dapat diambil pengertian sebagai berikut: a. Para da’i (bisa juga komunikan) dituntut untuk mencernakan materi dakwah (pesan yang akan disampaikan) sesuai dengan daya piker ummat. b. Dapatnya para komunikator memenuhi hal tersebut adalah dengan jalan memenuhi terlebih dahulu dengan siapa dia akan berhadapan.4
3
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007). Cet.1 h.64 Alwisral Imam Zaidallah, Strategi Dakwah: Dalam Membentuk Da’I dan Khotib Profesional, (Jakarta, Kalam Mulia, 2005) Cet. Ke-2 h.76-77 4
63
3. Menentukan Metode Agar tercapainya dalam meningkatkan akhlak pada masyarakat sekitar Pondok Pesantren Madinatunnajah, KH. M. Agus Abdul Ghofur menetapkan metode-metode, tujuannya adalah agar pesan yang akan disampaikan dapat diterima serta mudah dipahami oleh masyarakat sekitar Pondok Pesantren Madinatunnajah kampung Jombang. Adapun metode-metode yang di gunakan KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan akhlak pada masyarakat kampung Jombang, yaitu sebagai berikut: a. Metode Redundancy (Repetition) Metode
ini
sebagai
cara
untuk
mempengaruhi
khalayak
(komunikan) dengan jalan mengulang-ulang kembali pesan yang disampaikan. Terkadang komunikasi yang diharapkan efektif, dalam penyampaian pesan (komunikator) terhadap komunikan tidak cukup hanya sekali, apalagi komunikasi yang mengarah dan bertujuan dapat merubah pendapat, sikap dan perilaku pada komunikan haruslah dilakukan secara kontinyu.5 Menurut Marhaeni Fajar dalam bukunya Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktik mengatakan: “Dalam hubungan itu, mungkin disinilah kebenaran teori Hilter mengenai metode redundancy atau repetition. Hilter menulis dalam Mein Kampfnya, bahwa dalam melakukan propaganda kita
5
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi: Teori Dan Praktik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), Ed.1, Cet.1 h. 198
64
harus mensimplisir persoalan dan dipompakan persoalan itu berulang-ulang kali kepada khalayak”.6
Metode ini dilakukan oleh ustadz Agus (komunikator) dalam menyampaikan pesan atau materi kepada jama’ahnya maupun warga masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah (komunikan), agar masyarakat dapat mengingat pesan atau materi apa yang telah beliau sampaikan. Karena terkadang manusia itu perlu untuk diingatkan dalam hal apapun, seperti dalam hal meningkatkan nilai akhlak, ustdaz Agus tidak bosan mengingatkan berulang-ulang kali pada komunikannya tentang pentingnya nilai akhlak yang harus diterapka dalam kehidupan sehari-hari. Banyak manfaat yang terkandung dalam metode ini, seperti dapat mengingatkan komunikan kembali tentang apa yang disampaikan oleh komunikator, serta manfaat bagi komunikator sendiri dalam memperbaiki kekurangan-kekurangan pada pesan yang disampaikan sebelumnya. b. Metode Cerita Metode cerita ini digunakan, karena di dalamnya terdapat misi pendidikan yang dalam dan sangat menarik, karena manusia secara fitrah suka pada kisah-kisah terutama pada anak-anak. Tanpa terkecuali jama’ah ustadz Agus yang terdiri dari berbagai kalangan dalam mengikuti pengajian, seperti pengajian atau majelis dzikir yang selalu beliau laksanakan setiap hari Ahad di awal bulan, tidak hanya para ibu dan bapak,
6
Marhaeni Fajar, Ilmu Komunikasi: Teori Dan Praktik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), Ed.1, Cet.1, h. 198
65
anak merekapun ikut serta dalam pengajian tersebut. Oleh karenanya agar dapat diterima oleh kalangan manapun ustadz Agus selalu menggunakan metode cerita yang berisi cerita-cerita sejarah nabi dan para sahabatnya maupun berbagai pengalaman yang beliau pernah alami yang banyak mengandung pelajaran akhlaqul karimah. Hal ini sesuai dengan pendapat salah satu jama’ah warga masyarakat kampung Jombang bernama Bapak Suwanda: “Terkadang dalam penyampaian beliau ketika pengajian maupun berdiskusi bersama, ustadz Agus selalu menggunakan kata-kata yang arif seperti: menyarankan kepada kami semua jangan melupakan hal yang kecil namun penuh makna, yaitu ucapkanlah Basmallah Bismillahirrohmanirrohim sebelum melakukan pekerjaan yang akan kita kerjakan, tidak jarang juga disertai cerita-cerita yang selalu membuat inspirasi atau mendapat pelajaran dari cerita yang ustadz sampaikan, bahkan guyon pun sering beliau lakukan, itu semua untuk mencairkan suasana keakraban dan kekeluargaan diantara kami.”7 Kisah atau cerita serta humor yang segar adalah suatu hal yang wajar bahkan sewaktu-waktu perlu dilakukan. Hal ini bertujuan ganda yakni disamping menarik perhatian jama’ah juga menghilangkan kelesuan, kejenuhan serta membangkitkan kegairahan dan semangat. Menurut KH. A. Syamsury Shiddiq sebagai berikut:8 “Humor sebagai selingan kadang-kadang diperlukan untuk menghilangkan capek dalam kantuk, namun humor bukanlah tujuan berdakwah, karena humor itu jangan sampai mengaburkan tujuan dakwah,
7
Wawancara Pribadi dengan Bapak Suwanda (Ketua RT 004 setempat dan Jama’ah pengajian Ustadz Agus) Jombang Kramat, Kamis 02 Mei 2013 8 Alwisral Imam Zaidallah, Strategi Dakwah: Dalam Membentuk Da’I dan Khotib Profesional, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005) Cet.2 h. 161-162
66
apalagi humor yang bernada cabul, hal yang demikian sungguh berlebihan, agaknya kurang sesuai dengan perkembangan zaman.” c. Metode Diskusi Diskusi adalah “suatu proses yang melibatkan dua atau lebih individu yang berintegrasi secara verbal dan saling berhadapan muka mengenai tujuan atau sasaran yang sudah tertentu melalui cara tukar menukar informasi, mempertahankan pendapat dan pemecahan masalah” Metode diskusi ini dilakukan ketika dalam pengajian umum, lalu terdapat permasalahan fiqih yang belum jelas yang masih banyak perbedaan dan perlu didiskusikan kepada ustdaz atau jama’ah yang lain yang hadir dalam pengajian itu, tujuannya untuk memberikan solusi atau jalan tengah atas masalah tersebut. d. Metode Tanya Jawab Metode ini dilakukan ketika dalam pengajian umum setelah menjelaskan materi kepada jama’ah (warga masyarakat kampung Jombang). Ustadz Agus memberikan pertanyaan kepada jama’ah (komunikan) tentang materi yang sudah dijelaskan, hal ini dilakukan untuk mengingat kembali materi-materi yang sudah disampaikan dan dijelaskan kepada jama’ah. ustadz Agus juga memberi kesempatan kepada jama’ah untuk menanyakan materi yang telah disampaikan atas kurangnya pemahaman jama’ah, atau mengenai masalah tentang hukum fiqih dan masalah akhlak, ataupun hanya sekedar meminta contoh dari materi penjelasan yang telah disampaian oleh ustadz Agus, hal ini dilakukan
67
untuk membantu warga masyarakat kampung Jombang maupun jama’ah dalam memahami materi yang telah disampaikan pada proses pengajian berlangsung. e. Metode Ceramah Ceramah adalah “cara penyajian atau penyampaian informasi melalui penerangan, dan penuturan secara lisan oleh guru terhadap siswanya”. Ceramah juga disebut sebuah cara pengajaran yang dilakukan oleh kiai yang sifatnya monolog dan hubungannya satu arah. Metode ini dilakukan oleh ustadz Agus dalam menyampaikan materi kepada jama’ahnya dengan cara menerangkan dan menguraikan materi yang bersumber dari Alquran, Hadits, ataupun buku-buku agama. Dalam penyampaian tersebut, ustadz melakukan pengulangan materi, hal ini dilakukan agar materi atau pesan yang disampaikan ustadz dapat lebih di pahami dan diterima oleh warga masyarakat kampung Jombang. Metode ini digunakan sebagai komunikasi secara lisan antara ustadz dengan masyarakat kampung Jombang dalam proses belajar mengajar yaitu dalam pengajian umum. Meskipun metode ini lebih banyak menuntut keaktifan komunikator (ustadz) dari pada komunikan (jama’ah), metode ini merupakan cara mengajar yang digunakan untuk menyampaikan keterangan atau informasi tentang persoalan serta masalah secara lisan. Ceramah merupakan metode komunikasi yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, karena dapat mengatasi kurangnya pemahaman jama’ah masyarakat kampung Jombang (komunikan) dalam
68
membaca,
jadi
jama’ah
masyarakat
kampung
Jombang
hanya
mendengarkan pesan dari ustadz (komunikator) agar mempermudah jama’ah dalam menerima dan memahami pesan atau materi yang disampaikan oleh Ustadz. Selain itu, metode ceramah merupakan salah satu metode komunikasi yang efektif, karena pesan yang disampaikan ustadz lebih cepat dan serentak diterima oleh jama’ah masyarakat kampung Jombang. f. Metode Nasihat Metode ini dilakukan ketika ada warga masyarakat di lingkungan pondok pesantren Madinatunnajah kampung Jombang melakukan tindak kejahatan atau perbuatan yang menyimpng, maka tindakan ustadz Agus untuk memberi nasihat kepadanya atau bahkan dengan memberi hukuman, bentuk hukuman atau ganjaran ini merupakan bentuk perhatian ustadz Agus langsung. 4. Strategi Mempengaruhi/Membujuk Salah satu dari fungsi komunikasi adalah mempengaruhi dengan membujuk komunikan, yaitu orang yang menjadi tujuan pesan itu disampaikan oleh komunikator. Bisa disebut juga komunikasi persuasif. Menurut salah satu tokoh komunikasi Bettinghous, mengemukakan bahwa komunikasi persuasif adalah “komunikasi manusia yang dirancang untuk mempengaruhi orang lain dengan usaha mengubah keyakinan, nilai, atau sikap mereka (komunikan).9
9
Roudhonah, Ilmu Komunikasi, (Jakarta: UIN Jakarta Press 2007). Cet.1 h. 155
69
Inti dari tujuan strategi ini adalah untuk mempengaruhi pikiran seseorang, yakni agar dapat mengubah sikap, pendapat ataupun perilaku seseorang atau kelompok, dengan cara yang halus tidak memaksa dan mengancam, serta mamberikan penjelasan-penjelasan yang memungkinkan dapat diterima oleh warga kampung masyarakat lingkungan pondok pesantren Madinatunnajah kampung Jombang, kemudian melakukan tindakan atau perbuatan yang komunikator (ustadz) kehendaki. Didalam strategi ini tidak hanya membujuk serta merayu saja, melainkan suatu teknik untuk mempengaruhi pola pikir seseorang melalui data dari latar belakang serta fakta psikologis dan sosiologisnya dari komunikan, agar tidak timbulnya paksaan melainkan dengan kesadaran dari dalam diri sendiri. Strategi ini lah yang kerap kali harus dimiliki oleh ustadz (persuader) agar dapat memperkirakan keadaan komunikan (warga masyarakat) yang akan dihadapinya. Strategi ini membantu ustadz Agus dalam menjalankan komunikasinya untuk mengajak dan membujuk warga masyarakat sekitar pondok pesantren Madinatunnajah kampung Jombang ini untuk mengikuti pengajian dan majelis ta’lim secara rutin dengan tujuan dapat meningkatkan nilai akhlak yang lebih baik, serta melakukan kegiatan yang positif, agar terhindar dari perbuatan yang dapat merugikan diri sendiri serta lingkungan masyarakat sekitar. Dalam strategi ini, ustadz Agus menginginkan dan berharap agar masyarakat warga Jombang bisa tergugah hatinya dan dapat meluangkan waktunya untuk mengikuti pengajian rutin yang biasa dilaksanakan di beberapa majelis ta’lim, masjid bahkan di beberapa mushola, serta bisa
70
mengikuti acara-acara perayaan hari besar Islam, terutama pengajian yang dilaksanakan di setiap awal Ahad di bulan pertama dengan tema Pesan Ulama, yang mana diisi oleh penceramah-penceramah ulama ternama. Hal ini dilakukan karena banyak warga masyarakat sekitar pondok pesantren Madinatunnajah Jombang yang terkadang masih belum sempat mengikuti dikarenakan kesibukannya serta adanya urusan pribadi masing-masing.
5. Strategi Mengontrol Yang dimaksud strategi mengontrol, adalah ustadz Agus mengontrol secara langsung untuk melihat dan memperhatikan warga masyarakat sekitar Pondok Pesantren Madinatunnajah kampung Jombang Kramat, dengan beradaptasi, tidak lain inilah pendekatan pertama yang beliau lakukan, jika beliau melihat serta mendengar adanya warga yang menyimpang serta melakukan tindak kejahatan maka ustadz memberinya nasihat dan memberi teguran kepada warga yang melakukan penyimpangan atau melakukan tindak kejahatan, seperti minum-minuman keras dan lain sebagainya. Biasanya ustadz Agus sampaikan pula pada jama’ah pengajian Pesan Ulama yang beliau adakan sebulan sekali itu, karena pada pengajian itu yang datang tidak dibatasi dari kalangan manapun, kesempatan inilah yang ustadz Agus lakukan guna membantu beliau untuk menegur warga masyarakat satu sama lain.
6. Strategi Antisipasi Tujuan dari strategi antisipasi ini adalah memenuhi apa yang diinginkan warga masyarakat kampung Jombang Kramat, agar terpenuhinya
71
keinginan warga masyarakat, ustadz Agus pun melakukan hal, seperti memberi izin atau memperbolehkan ketika ada warga masyarakat kampung Jombang Kramat yang ingin mengadakan lomba-lomba seperti lomba sepak bola, futsal, catur, dan lainnya selama kegiatan itu tidak melanggar ketentuan dari nilai-nilai agama Islam, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya pemberontakan terhadap diri masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah Kampung Jombang Kramat ini. Hal ini sesuai dengan penuturan KH. M. Agus Abdul Ghofur sebagai berikut: “Disini memang perlu mensiasati kembali bahwa ustadz disini memang bukan warga asli, akan tetapi pendatang, oleh sebab itu antisipasi dalam kegiatan warga disini selalu ustadz dukung, selama kegiatan itu tidak menyimpang dari syariat Islam, bahkan jika kegiatan itu mengembangkan bakat warga masyarakat, saya selalu mendukung serta turut mendoakan agar kegiatan selalu diberkahi dan mendatangkan manfaat bagi kami semua.”10
7. Strategi Merangkul Strategi ini adalah salah satu upaya untuk memberikan kepercayaan serta motivasi terhadap warga masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah Kampung Jombang Kramat atas bakat serta kemampuan yang dimilikinya dalam mencapai tujuan dan kondisi yang diinginkan. Tujuan dari strategi ini adalah untuk merangsang dan menjadi suatu kekuatan pengarah yang berasal dari adanya kehadiran orang lain. Dengan mengetahui latar belakang terlebih dahulu, ustadz Agus pun mengkondisikan 10
Wawancara Pribadi dengan KH. M. Agus Abdul Ghofur (Jombang Kramat, Senin 22 April 2013)
72
warga sekitar dengan mengetahui perbedaan yang terdapat pada setiap individu. Kemampuan untuk memotivasi itu bertujuan agar bakat dan kemampuan yang dimiliki warga masyarakat kampung Jombang Kramat dapat dikembangkan dengan baik, seperti warga yang mempunyai bakat ceramah, atau qori, dan itu bisa dikembangkan dengan melatih diri serta mengikuti lomba-lomba dalam tingkat daerah sampai tingkat nasional (ke luar negeri seperti Mesir). Dalam strategi ini ustadz Agus berupaya untuk mengajak masyarakat kampung Jombang Kramat untuk mengadakan acara peringatan hari besar Islam, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW, tahun baru hijriyah serta Isra’ Mi’raj, hal ini dilakukan untuk mengingat kembali sejarah Islam serta perjuangan para nabi pada masa lalu serta akhlak yang para nabi miliki sebagai cerminan hidup kita , sehingga masyarakat kampung Jombang Kramat ini dapat mengambil hikmah dari perayaan hari besar Islam tersebut. Hal ini sesuai seperti penuturan KH. Agus Abdul Ghofur sebagai berikut: “Dalam strategi mengajak ini sering sekali saya lakukan pada warga masyarakat sekitar pondok, sedikit demi sedikit saya rangkul, saya ajak mereka. Yang saya dahulukan ketika itu saya mengajak warga agar bisa menjalankan sholat berjama’ah di masjid pondok. Karena yang saya lihat pertama sekali agak sedikit miris dengan keadaan warga yang sedikit antusias dalam menjalankan ibadah. Saya ajak satu persatu dengan merangkul mereka, memahami kondisi mereka, terkadang dengan menasihati mereka serta memberitahu bahwa keutamaan sholat berjama’ah itu banyak sekali. Dari itu semua semakin kesini Alhamdulillah banyak warga yang mau menunaikan ibadah sholat jama’ah. Bahkan disetiap sholat jum’at sekarang ini selalu penuh dengan jama’ah sampai sholat diluar dan disekitar
73
masjid demi mengikuti sholat jama’ah. Disini saya senang sekali melihat antusias warga yang begitu semangat”.11
8. Strategi memberi kabar gembira dan memberi peringatan Maksud strategi ini adalah memberikan kabar atau informasi pada warga masyarakat Jombang dan mengajaknya agar selalu berada pada jalan yang Allah SWT ridhoi yaitu jalan yang menuju kebaikan dengan berbuat baik dan meningkatkan akhlak pada warga masyarakatnya dalam kehidupan seharihari. Melalui cara mengiming-ngimingi seseorang apabila dia berbuat baik makan akan mendapatkan pahala dengan balasan surga dan menakut-nakuti seseorang ketika dia berbuat maksiat akan mendapatkan adzab dari Allah SWT. Contoh, ketika pada saat ustadz Agus memberian penjelasan bahwa apabila seseorang yang sudah berniat untuk menghadiri sebuah Majelis Ilmu atau pengajian, maka malaikat akan selalu memberkahi bahkan melindunginya di setiap gerak dan langkahnya hingga usai pengajian yang diikutinya, dan apabila seseorang yang berbuat maksiat dan tidak ada niat untuk menuntut ilmu di jalan-Nya, maka akan mendapatkan laknat Allah SWT dan akan masuk ke dalam api neraka jahanam, seperti dalam hadist menyatakan:
َجم َ ََ َعّز َ ًََسهَىَ أَوَ ًُ قَالَ نَا يَ ْقعُدُ َقُْ ٌو يَ ْر ُكسَُنَ انه َ ََ ًِْعَهي َ ًَُصهَّى انه َ ِن أَبِّي ٌُسَ ْي َسةَ قَالَ انىَبِّي ْ َع عىْدَ ُي ِ ّْسكِيىَتُ ََ َذ َكسَ ٌُىْ انهَ ًُ فِيمَه َ عهَ ْي ٍِىْ ان َ ْحمَ ُت ََ َو َّزنَت ْ شيَ ْت ٍُىْ ان َس ِغ َ ََ ِإنَا حَّفَ ْتٍُىْ ا ْن َمهَا ِئكَ ُت
11
Wawancara pribadi dengan KH. M. Agus Abdul Ghofur (Jombang Kramat, Senin 22 April 2013)
74
Artinya: Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Tidaklah suatu kaum yang duduk berkumpul untuk mengingat Allah, kecuali dinaungi oleh para malaikat, dilimpahkan kepada mereka rahmat, akan diturunkan kepada mereka ketenangan, dan Allah Azza Wa jalla akan menyebut-nyebut mereka di hadapan para makhluk yang ada di sisi-Nya.12 Demikian pula strategi ini telah dijelaskan dalam Alqur’an surat AlAhzab ayat 45:
Artinya: Hai Nabi, Sesungguhnya Kami mengutusmu untuk Jadi saksi, dan pembawa kabar gemgira dan pemberi peringatan, Dalam ayat tersebut kata “Mubasyiron” yang artinya adalah pembawa kabar gembira, maksudyna adalah Allah SWT telah berjanji akan memberi balasan kebaikan kepada orang-orang yang baik, yaitu dengan mendapatkan pahala dan surgalah jaminan untuk orang-orang yang selalu berada di jalan yang Allah SWT ridhoi, sedangkan kata “Nadziron” yang artinya pemberi peringatan, dengan menakut-nakuti bagi manusia yang melakukan kejahatan dan Allah SWT mengancamnya dengan mendapatkan dosa dan akan masuk neraka jahanam bagi orang-orang yang melakukan maksiat serta bentuk kejahatan lainnya. Tujuan strategi ini tidak lain adalah sebagai pendorong dan perangsang perilaku manusia sehingga dapat melakukan perbuatan yang baik dan
12
Muslim bin al-Hajjaj, Shahih Muslim, Kitab Adz-Zikru Wa ad-Du’aai wa at-Taubati, (Beirut: Daar al-Fikr, 1993), Jilid 2, h. 574
75
menjauhi perbuatan jahat sesuai dengan nalurinya itu, dinyatakan dalam Alquran sebagai13: a. Tandzir: yakni peringatan berupa neraka atau siksaan akan ditimpakan kepada orang-orang yang berbuat jahat. b. Tabsyir: yakni berita gembira bahwa surge dan kebahagiaan yang kekal dan abadi dijanjikan kepada orang-orang yang beriman dan beramal sholeh.
B. Faktor Pendukung Dan Penghambat Dalam Meningkatkan Akhlak 1. Faktor Pendukung a. Komunikator Peran ustadz Agus sebagai komunikator, serta mempunyai latar belakang pendidikan yang cukup dan adanya sumber kepercayaan dari masyarakat kampung Jombang Kramat (komunikan) yang diketahui dari kemampuan dan keahliannya serta pengalamannya yang luas dalam
berbagai
bidang
penyampaian
materi
akhlak
maupun
meningkatkannya malalui peranan ustadz yang dihadapkan pada masyarakatnya, selain itu juga ustadz Agus mempunyai sumber daya tarik dalam penyampaian pesan moral dengan tutur kata dan bahasa yang
tidak
menyulitkan
komunikan
dengan
menyesuaikan
pengetahuannya, sehingga komunikan dengan mudah menerima pesan yang disampaikan oleh ustadz Agus.
13
Hamzah Ya’qub, Etika Islam: Pembinaan Akhlaqul Karimah (Suatu Pengantar), (Bandung: CV. Diponegoro, 1988) cet.IV h.78
76
b. Masyarakat Warga
masyarakat
sebagai
komunikan
yang
berperan
menerima pesan dari ustadz Agus (komunikator). Warga masyarakat dapat menerima keadaan ustadz Agus sebagai sosok ustadz di Pondok Pesantren Madinatunnajah dan di kampung Jombang Kramat dan sekitarnya, hal ini dapat dilihat tidak ada terjadinya suatu pertentangan dalam masyarakat terhadap keadaan ustadz Agus, serta adanya kesadaran dalam diri masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah akan pentingnya meningkatkan nilai-nilai keislaman, serta di kampung Jombang Kramat dan sekitarnya inilah banyak tokoh agama
(ustdaz
dan
ustadzah)
yang
bisa
membantu
dalam
meningkatkan akhlak di dalam masyarakat Jombang Kramat. c. Sarana Keberadaan Pondok Pesantren, majelis ta’lim, masjid dan mushola sebagai sarana dalam pembentukkan akhlak serta berjalannya kegiatan berjalan secara rutin faktor pendukung guna meningkatkan nilai akhlak pada lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah kampung Jombang, serta adanya respon positif dari masyarakatnya. Hal ini terlihat adanya antusias warga masyarakat kampung Jombang Kramat dan sekitarnya dalam mengikuti pengajian-pengajian di majelis ta’lim dan mushola serta masjid.
77
2. Faktor Penghambat Dalam meningkatkan nilai akhlak yang dilakukan oleh KH. M. Agus Abdul Ghofur tentu saja tidak semuanya dapat berjalan lancar, ada beberapa faktor yang menghambat proses dalam meningkatkan nilai akhlak yaitu: a. Waktu Salah satu faktor penghambat dalam upaya meningkatkan akhlak pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah adalah adanya waktu yang terkadang adanya ketidaksesuaian dengan kegiatan serta kesibukan warga yang tidak terduga. Begitu juga dengan kesibukan ustadz Agus yang tidak jarang berada di luar rumah, seperti sibuk di dalam organisasi, mengajar dibeberapa majelis ta’lim yang ada di luar kampung Jombang Kramat, serta tidak jarang memenuhi undangan sebagai narasumber dalam acara seminar-seminar dan sebagainya. Hal ini yang menjadi penghambat ketika ada warga kampung Jombang Kramat yang ingin bertemu beliau di rumahnya untuk berkomunikasi atau meminta pendapat dan nasihat dalam masalah mereka. b. Kondisi Kondisi disini adalah keadaan yang terjadi pada warga masyarakat kampung Jombang Kramat, misalnya kondisi warga masyarakat yang bersifat pendiem, serta terkadang belum ada keterbukaan jika ada masalah yang menyangkut dengan pribadinya
78
atau lingkungannya, mungkin hal seperti itu adanya mempunyai rasa takut atau bahkan karena merasa dirinya belum dekat dengan ustdaz Agus sendiri, itu semua disebabkan oleh faktor psikologis mereka, biasanya terjadi ketika ada warga masyarakat kampung Jombang Kramat yang ingin menyampaikan masalahnya, karena didorong rasa segan atau bahkan malu. Hak itu semua yang menjadi faktor penghambat ustadz Agus sebagai komuniator dalam penyampaian materi atau pesan moral kepada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunajah.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Dari hasil penelitian observasi, menganalisa data dan pembahasan dari “Strategi Komunikasi KH. M. Agus Abdul Ghofur Dalam Meningkatkan Akhlak Pada Masyarakat Lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah” maka penulis dalam rangka menjawab rumusan pertanyaan dalam skripsi ini, dapat mengambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Strategi yang di gunakan oleh KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan akhlak: pertama mengenal komunikan, yaitu dengan melakukan adaptasi terhadap lingkungan sekitar dan memahami serta mengetahui
latar
belakang
warga
masyarakat
Jombang-Kramat
(komunikan), sebab setiap individu mempunyai latar belakang dan psikologis yang berbeda. Agar dapat diterima di tengah masyarakat harus mengetahui kebiasaan yang terjadi pada masyarakat serta dapat beradaptasi didalamnya. Kedua menentukan pesan, yaitu menentukan pesan atau menyusun pesan sesuai tema maupun materi yang akan disampaikan pada warga sekitar. Ketiga menentukan metode, yaitu agar pesan yang akan disampaikan dapat diterima serta mudah dipahami oleh masyarakat sekitar Pondok Pesantren Madinatunnajah kampung Jombang. Keempat Strategi mempengaruhi/membujuk, yaitu untuk mempengaruhi pikiran seseorang, yakni agar dapat mengubah sikap, pendapat ataupun
79
80
perilaku seseorang atau kelompok, dengan cara yang halus tidak memaksa dan
mengancam,
serta
mamberikan
penjelasan-penjelasan
yang
memungkinkan dapat diterima oleh warga kampung masyarakat lingkungan pondok pesantren Madinatunnajah kampung Jombang. Kelima strategi mengontrol, yaitu melihat-lihat dan memperhatikan warga masyarakat sekitar Pondok Pesantren Madinatunnajah kampung Jombang Kramat, dengan beradaptasi. Keenam strategi antisipasi, yaitu dengan memenuhi keinginan warga masyarakat kampung Jombang Kramat, agar apa yang warga inginkan terpenuhi, selama tidak keluar dari syariat Islam. Ketujuh strategi merangkul, yaitu upaya untuk memberikan kepercayaan dan motivasi terhadap warga masyarakat sekitar Pondok Pesantren Madinatunnajah Kampung Jombang Kramat atas bakat serta kemampuan yang dimilikinya dalam mencapai tujuan dan kondisi yang diinginkan. Kedelapan strategi member kabar gembira dan member peringatan, yaitu memberikan kabar atau informasi pada warga masyarakat Jombang dan mengajaknya agar selalu berada pada jalan yang Allah SWT ridhoi yaitu jalan yang menuju kebaikan dengan berbuat baik dan meningkatkan akhlak pada warga masyarakatnya dalam kehidupan sehari-hari. Adapun metode yang digunakan oleh KH. M. Agus Abdul Ghofur adalah metode repetition, metode cerita, diskusi, Tanya jawab, ceramah serta metode nasihat 2. Faktor pendukung dalam strategi komunikasi KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan akhlak pada masyarakat lingkungan pondok
81
pesantren Madinatunnajah Jombang-Kramat adalah pertama komunikator (KH. M. Agus Abdul Ghofur) adalah panutan bagi masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah sebagaimana beiau adalah pimpinan Pondok Pesantren Madinatunnajah yang tidak diragukan lagi ilmu serta pengalamannya yang dianggap lebih oleh masyarakat lingkungan Pondok Pesantren. Kedua masyarakat, yang menerima kehadiran KH. M. Agus sebagai ustadz (komunikator) meskipun beliau termasuk pendatang bukan warga asli Jombang Kramat, serta masyarakat yang mempunyai kearifan lokal
yang
sangat
membantu
yaitu
keramahan
warganya
yang
memudahkan ustdaz Agus beradaptasi dalam pendekatan komunikannya. Ketiga keberadaan sarana seperti Pondok Pesantren Madinatunnajah, serta beberapa Majelis Ta’lim / Majelis Dzikir yang sangat diterima oleh masyarakat sekitar sebagai tempat menimba ilmu, terutama dalam meningkatkan akhlak yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Adapun faktor penghambatnya adalah waktu dan kondisi, dalam hal ini adalah ustadz Agus dan warga masyarakat yang terkadang tidak menentu untuk menghadiri Majelis Ta’lim atau sekedar berkomunikasi dengan KH. M. Agus oleh kesibukan maupun adanya kegiatan yang tidak terduga menyebabkan kurangnya interaksi antara ustadz dan masyarakat.
B. Saran-saran Penulis mengemukakan beberapa saran yang dianggap perlu mengenai strategi komunikasi KH. M. Agus Abdul Ghofur dalam meningkatkan akhlak
82
pada masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah JombangKramat, diantaranya: 1. Hendaknya KH. M. Agus agar lebih bisa meluangkan waktunya untuk warga masyarakat lingkungan Pondok Pesantren Madinatunnajah, dalam berkomunikasi lebih dekat lagi, baik itu secara antarpribadi maupun kelompok tidak hanya ketika acara Majelis Ta’lim atau Majelis Dzikir saja, melainkan adanya hari khusus seperti open house di setiap minggunya, agar lebih optimal dalam efektifitas berkomuniasi serta lebih dekat lagi dengan warga masyarakatnya. 2. Hendaknya
warga
masyarakat
mengkondisikan
waktunya
untuk
menghadiri Majelis Ta’lim serta Majelis Dzikir yang diadakan rutin dalam meningkatkan akhlak. Tidak hanya minggu ini hadir kemudian minggu selanjutnya tidak, akan tetapi diharapkan selalu hadir.
DAFTAR PUSTAKA Al-Hajjaj, Muslim bin, Shahih Muslim, Kitab Adz-Zikru Wa ad-Du’aai wa atTaubati, Beirut: Daar al-Fikr, 1993, Jilid 2. Arbi, Armawati. Psikologi Komunikasi Dan Tabligh, Jakarta: Amzah, 2012. Badrudin, Imam Aba Muhammad Mahmud bin Ahmad al-'Ayni, Umdatul Qori fi Syarhil shoheh Bukhory jus-32, Lebanon: Daarul Fikri, 2005. Bakri, Syamsul. Agama, Persoalan Sosial, dan Krisis Moral, Artikel komunikasi, vol.3, no.1, Januari-Juni, 2009. Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya Al-Aliyy, Bandung: Diponegoro, 2000. Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002. Effendy, Onong Uchjana.. Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Cet. Ke-3, 2007. Fajar, Marhaeni. Ilmu Komunikasi: Teori Dan Praktik, Yogyakarta: Graha Ilmu. Ed.1, Cet.Ke-1, 2009. Ghazali, Bahri. Da'wah Komunikatif: Membangun Kerangka Dasar Ilmu Komuniasi Da'wah, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1997. Haedari, Amin. Transformasi Pesantren:Pengembangan Aspek Pendidikan, Keagamaan, Dan Sosial, Jakarta: LekDis & MediaNusantara Cet. ke-2. 2007. HD, Kaelany. Islam Dan Aspek-Aspek Kemasyarakatan, Jakarta: Bumi Aksara, Cet. Ke-1, 1992. J Lexy, Moleong. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007. Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi: Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran, Jakarta: Kencana, 2008.
83
84
Liliweri, Alo. Komunikasi: Serba Ada Serba Makna, Jakarta : Kencana, 2011. Luthfi, Ikhwan. Gazi Saloom, Hamdan Yasun. Psikologi Sosial, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009. Madjid, Nurcholish. Masyarakat Religius, Jakarta: Paramadina, 1997. Ma'shum, Saifullah.. Dinamika Pesantren: Telaah Kritis Keberadaan Pesantren Saat Ini, Jakarta: Yayasan Islam al-Hamidiyah dan Yayasan Saifuddin Zuhri. Cet. Ke-1, 1998. Maulana, Muhammad. Akhlak Sosial Muslim: Satu Hati dan Perbuatan, Jakarta: Pustaka Zaman. Cet. Ke-1, 2000. Muhammad, Arni. Komunikasi Organisasi, Jakarta: Bumi Aksara, 2009. Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi:Suatu Pengantar, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Cet. Ke-12, 2008. Musyarrofah, Umi. Dakwah KH. Hamam Dja’far Dan Pondok Pesantren Pabelan, Jakarta: UIN Jakarta Press. 2009. Nazar, Moh. Metode Penelitian, Jakarta: Galia Indonesia. Cet. Ke-7, 2009. Qomar, Mujamil. Pesantren Dari Transformasi Demokratisasi Institusi, Jakarta, Erlangga. 2005. Rahmat, Jalaluddin. Metode Rosdakarya, 2007.
Penelitian
Komunikasi,
Metodologi
Menuju
Bandung:
Remaja
Rohim, Syaiful. Teori Komunikasi: Perpektif, Ragam, & Aplikasi, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Cet. Ke-1, 2009. Roudhonah, Ilmu Komunikasi, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2007. Solihin, M. dan M, Rosyid Anwar. Akhlak Tasawuf: Manusia, Etika, dan Makna Hidup, Bandung: Nuansa. Cet. Ke-1, 2005. Ya’qub, Hamzah. Etika Islam: Pembinaan Akhlaqul-Karimah, Bandung: CV.Diponegoro. 1988. Yunus, Mahmud. Kamus Arab-Indonesia. Jakarta: PT. Hidayah Agung, 1989. Zaidallah, Alwisral Imam. Strategi Dakwah: Dalam Membentuk Da’i dan Khotib Profesional, Jakarta: Kalam Mulia, Cet. Ke-2. 2005.
KH. M. Agus Abdul Ghofur
Penulis Bersama KH. M. Agus Abdul Ghofur
Penulis Bersama Bapak Misad Ketua RW 017
Penulis Bersama Bapak Mail Wutong Ketua RT 003
Penulis Bersama Bapak Suwanda Ketua RT 004
Penulis Bersama Bapak Pakcing Warga Masyarakat Jombang Kramat
Penulis Bersama Ustadz Eko Tristiono Sekretaris KH. M. Agus Abdul Ghofur
Suasana Majelis Ta’lim/Majelis Dzikir KH. M. Agus Abdul Ghofur
Jama’ah Terlihat Khusyu’ Ketika Mengikuti Majelis Ta’lim/Dzikir
Semangat Warga Masyarakat Ketika Melantunkan Sholawat di Majelis Ta’lim/Dzikir
Denah Lokasi Jombang Kramat Ciputat dan Pondok Pesantren Madinatunnajah
Utara
Selatan
Sumber: www.wikimapia.org