KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA JATIWARINGIN TANGERANG
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Politik (S.Sos)
Oleh : IHWAN NUDIN NIM :106033201177
PROGRAM STUDI ILMU POLITIK FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA 1434 H / 2013 M
PERSETUJUAN PEBIMBING SKRIPSI
Dengan ini, Pebimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa : Nama
: Ihwan Nudin
NIM
: 106033201177
Program Studi : Ilmu Politik Telah menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul :
KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA JATIWARINGIN TANGERANG Telah memenuhi persyaratan untuk diuji.
Jakarta, 30 September 2013
Menetahui, Ketua Program Studi
menyetujui, Pebimbing
Ali Munhanif, Ph.D NIP. 19651212 19920 3 1004
Drs. Agus Nugraha, MA NIP. 19680801 2000 3 1001
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI SKRIPSI KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA JATIWARINGIN TANGERANG Oleh Ihwan Nudin 106033201177 Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada Tanggal 27 September 2013. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik. Ketua,
Sekretaris,
Ali Munhanif, Ph.D NIP. 19651212 19920 3 1004
M. Zaki Mubarak, M.Si NIP. 19680801 2000 3 1001
Penguji I,
Penguji II,
A.Bakir Ihsan, MA NIP. 19651212 19920 3 1004
Haniah Hanafie, M.Si NIP. 19680801 2000 3 1001
Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 27 September 2013
Ketua Program Studi FISIP UIN Jakarta
Ali Munhanif, Ph.D NIP. 19651212 19920 3 1004
LEMBAR PERNYATAAN Skripsi yang berjudul : KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA JATIWARINGIN TANGERANG
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 30 Agustus 2013
Ihwan Nudin
ABSTRAKSI Skripsi yang berjudul Kebijakan Pemerintah Kabupaten Tangerang Tentang Pengelolaan Sampah di TPA Jatiwaringin Tangerang, ini diangkat berdasarkan pengamatan penulis terdapat Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Jatiwaringin berada di desa Jatiwaringin Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang. Keberadaannya yang sudah hampir lima belas tahun, ternyata semakin memperparah keadaan lingkungan di sekitar. Warga yang ekonominya menengah ke atas menolak keberadaan TPA Jatiwaringin untuk terus berada di lingkungannya. Keberadaan TPA Jatiwaringin sangat mengganggu ketentraman warga, khususnya Desa Jatiwaringin, juga beberapa desa lainnya, yaitu Desa Buaranjati, Desa Gintung, dan Desa Rajeg Mulya yang berada di tiga kecamatan, karena berada tidak jauh dari kawasan TPA tersebut. Semetara warga dari kelas bawah mendapatkan keuntungan dari adanya sampah dengan mengelolah dan menjualnya. Pemerintah
Kabupaten
Tangerang
mengoptimalkan
Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) sampah Jatiwaringin di Kecamatan Mauk sebagai tempat pembuangan dan pengolahan sampah di wilayah tersebut. Selama ini TPA seluas 12 hektare tersebut hanya difungsikan sebagai tempat pembuangan sampah. Namun sejak tahun 2011 TPA tersebut sudah menjadi tempat pengelolaan sampah. Optimalisasi TPA Jatiwaringin merupakan langkah serius pemerintah menangani sampah yang merupakan tuntutan Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengolahan Sampah. Dalam aturan itu disebutkan setiap kota/kabupaten wajib mengolah sampahnya
sendiri. Sehingga keberadaan TPA tersebut dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang selalu mencurahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada para hamba yang serius dalam urusan dunia dan akhiratnya. Dialah source of all my power dalam penulisan skripsi ini. Sholawat dan salam tetap terlimpahkan teruntuk Nabi Muhammad SAW sebagai penebar cinta dan kasih sayang pada semua makhluk. Rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis berikan untuk kedua orang tua penulis H. MUKDIN (Abah) dan Hj. MURTI (Ema) yang tak pernah lelah mendoakan dan memotivasi penulis selama ini dan seterusnya, semoga Allah SWT selalu menurunkan segala rahmat, ampunan dan syurga-Nya untuk mereka di sini (dunia) dan di sana nanti (akhirat), Sudirman selalu memberikan semangat dan motipasi kepada penulis dalam mengarungi luasnya lautan ilmu. Secara khusus penulis ucapkan terima kasih kepada: 1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bapak Prof. DR. Komarudin Hidayat. MA 2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bapak Prof. Dr. Bahtiar Effendy, MA. 3. Bapak. Ali Munhanif, Ph.D selaku penguji I dan Ketua Prodi Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Bapak M. Zaki Mubarak, M.Si selaku Sekretaris Prodi Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Dosen Pembimbing Bapak Drs. Agus Nugraha, MA atas bimbingannya dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya Dosen Politik Indonesia yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis. 7. Pimpinan dan Staf perpustakaan umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, perpustakaan Fakultas Ilmu Politik, perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, perpustakaan nasional Republik Indonesia, atas pelayanan dan penyediaan buku-bukunya. 8. Seluruh teman- teman yang tak pernah lelah dan letih menanyakan penulis dengan satu pertanyaan “berat”? (Sudirman, M. Thorik, Rahmat Ais Lutfi, Iqbal dan Kosan Anak-anak Subang, Tangerang dan Lain-lainnya, temanteman pergerakan penulis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Ciputat, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, dan terakhir untuk semua orang yang menganggap diri ini pernah “ada” untuk mereka. Semoga segala bentuk bantuan dan kontribusi yang diberikan dinilai ibadah oleh Allah SWT, Jazakumullahu Khairal Jaza. Amiin. Jakarta, 30 Agustus 2013
Ihwan Nudin
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................
i
LEMBAR PERSETUJUAN .........................................................................
ii
LEMBAR PERNYATAAN ...........................................................................
iii
ABSTRAK .....................................................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...................................................................................
v
DAFTAR ISI ..................................................................................................
vi
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ..........................................................
1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ......................................
5
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...............................................
5
D. Metodologi Penlitian ................................................................
6
E. Sistematika Penulisan .............................................................
7
LANDASAN TEORI A. Pengertian Kebijakan Publik ....................................................
9
B. Tahapan Kebijakan Publik .......................................................
12
1. Penyusunan Agenda ..........................................................
13
2. Formulasi Kebijakan .........................................................
14
3. Adopsi Kebijakan ...............................................................
14
4. Implementasi Kebijakan.....................................................
14
5. Evaluasi Kebijakan.............................................................
15
C. ................................................................................................. Kebija kan Pemerintah Dalam Mengatasi Masalah Sampah 1. ........................................................................................... Peme rintah Pusat ...............................................................................
17
2. ........................................................................................... Peme rintah Provinsi............................................................................
19
3. ........................................................................................... Peme rintah Kabupaten/Kota ..............................................................
BAB III
21
GAMBARAN UMUM TENTANG SAMPAH DI KABUPATEN TANGERANG A. Gambaran Umum Kabupaten Tangerang.................................
25
1. ........................................................................................... Sejara h ................................................................................................
25
2. ........................................................................................... Keada an Geografis ...............................................................................
26
3. ........................................................................................... Keada an Penduduk ..............................................................................
28
B. Pengaruh Sampah di Kabupaten Tangerang ...........................
29
C. Lingkungan di Kabupaten Tangerang .....................................
31
1. ........................................................................................... Pengg unaan Air Limbah.......................................................................
32
2. ........................................................................................... Ruma h Sehat .......................................................................................
34
3. ........................................................................................... Kelua rga Dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar ........................
34
4. ........................................................................................... Temp at Pengelolaan Makanan ...........................................................
35
D. ............................................................................................... Sikap Pemerintah Kabupaten Tangerang Tentang TPA ...........................
BAB IV
36
KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG TENTANG
PENGELOLAAN
SAMPAH
DI
TPA
JATIWARINGIN KABUPATEN TANGERANG
BAB V
A. Permasalahan Sampah Di TPA Jatiwaringin Tangerang .........
41
B. Langkah Pemerintah Terhadap TPA ........................................
45
C. Tanggapan Warga Terhadap Kebijakan Publik ......................
48
D. Titik Temu Tentang Sampah di TPA Jatiwaringin .................
49
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan .............................................................................
48
B. Saran ........................................................................................
51
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Di Indonesia sampah merupakan benda yang dipandang sebelah mata oleh masyarakat, seiring bertambahnya penduduk yang berurbanisasi dari tahun ke tahun, sehingga kebutuhan barang rumah tangga semakin besar, dan menimbulkan dampak buruk seperti sampah. Sampah seolah-olah tidak memiliki manfaat apapun dan dianggap sebagai sumber bencana alam, seperti banjir, wabah penyakit dan lain sebagainya. Sampah adalah benda yang tidak digunakan, keberadaan sampah bukan timbul dengan sendirinya, akan tetapi berasal dari barang-barang sisa yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari, sampah memiliki dua sisi nilai yaitu, Pertama, sampah organik: yaitu sampah yang bisa didaur ulang dan dimanfaatkan kembali untuk kebutuhan manusia Kedua, sampah non Organik: yaitu sampah yang tidak bisa didaur ulang kembali dan tidak dapat dimanfaatkan, hanya bisa di gunakan untuk pembuatan pupuk tanaman.
1
Sampah organik terdiri dari bahan-bahan
penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah, dan daun. Sampah anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau 1
Harian Kompas, http://hasanpoerbo.blogspot.com/2006/04/hidup-dari-sampah-belajar-dariprof.html ( 14 Maret 2011).
1
dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga, misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik, dan kaleng. 2 Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan sebenarnya hanya sebagian dari benda atau hal-hal yang dipandang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi, atau harus dibuang, sedemikian rupa sehingga tidak sampai mengganggu kelangsungan hidup. Dari segi ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sampah ialah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri), tetapi yang bukan biologis (karena human waste tidak termasuk didalamnya) dan umumnya bersifat padat (karena air bekas tidak termasuk).3
Dewasa ini yang terjadi di Kabupaten Tangerang mengenai sampah atau Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) tidak berjalan dengan mulus, akan tetapi banyak hal yang negatif dan positif. Pertama, hal yang positif mengenani adanya Tempat Pembuangan Sampah Akhir, yaitu lingkungan yang bersih dan sehat, sehingga memberikan kenyamanan kepada masyarakat dalam hal kebersihan. Kemudian adanya lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar, sehingga masyarakat bisa meraup rejeki dari Tempat Pembuangan Sampah Akhir tersebut. Kedua, yaitu pandangan secara negatif, adanya beberapa pihak yang merasa dirugikan baik secara non material contohnya adanya aroma (bau) yang kurang sedap. Di Kabupaten Tangerang ada empat Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) yaitu kecamatan Sepatan, Belaraja, Pasar kemis, Keronjo, sedangkan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Jatiwaringin
2
Dahuri, Sampah Organik, Kotoran Kerbau Sumber Energi Alternatif, Sumber Media Indonesia: 2011, energi – http://www.energi.lipi.go.id 3 Enri Damanhuri, Permasalahan Dan Alternatif Teknologi Pengelolaan Sampah Kota Di Indonesia, (Departemen Teknik Lingkungan - FTSP ITB: 2010), 24
yang paling terbesar berada di desa Jatiwaringin Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang. Keberadaannya yang sudah hampir lima belas tahun, ternyata semakin memperparah keadan lingkungan di sekitar. Sampah yang ada di TPA tersebut sudah seperti gunung, oleh karna itu masyarakat disekitar TPA pun resah karna setiap malam bau tidak sedap dari TPA tersebut. Sebagai warga masyarakat yang tinggal di Jatiwaringin dan sekitarnya, mereka sangat prihatin sekaligus kecewa dengan keberadaan TPA Jatiwaringin. Karena kehadirannya selama ini tidak memberikan keuntungan apapun bagi warga yang menengah keatas ekonominya tapi bagi warga yang kurang mampu mereka mengais rejeki di TPA tersebut. Melihat dari berbagai aspek yang ada, problem kebersihan di Indonesia khususnya di daerah Kabupaten Tangerang menjadi sebuah masalah yang berkepanjangan, hal ini menjadi salah satu permasalahan perkotaan yang sampai saat ini merupakan tantangan bagi pemerintah Kabupaten Tangerang.4 Salah satu yang menjadi penyebabnya adalah bertambahnya penduduk dan peningkatan aktivitas yang demikian pesat di kota-kota besar. Diprakirakan paling banyak hanya sekitar 60% 70 % yang dapat terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) oleh institusi yang bertanggung jawab atas masalah sampah dan kebersihan.5 Masalah sampah ternyata tidak hanya bisa menimbulkan bau tidak sedap, akan tetapi timbul sebuah konflik dikalangan masyarakat dan Pemerintah Kabupaten Tangerang, Menurut Rum Naat, (Kepala TPA Tempat Pembuangan Sampah) dengan minimnya tempat pembuangan sampah, dan
4
Ahmad Abu. Ilmu Sosial Dasar. (Jakarta: Rineke Cipta: 2003 ),45 Enri Damanhuri. Permasalahan Dan Alternatif Teknologi Pengelolaan Sampah Kota Di Indonesia, di akses pada16 Februari 2011. http://www. Humas-Bppt.co.id 5
tidak adanya proses daur ulang, sering menimbulkan konflik antara masyarakat setempat dan pemerintah, pasalnya masyarakat merasa terganggu dengan adanya TPA yang lokasinya tidak jauh dari pemukiman masyarakat.6 Masyarakat yang tinggal di Jatiwaringin, mereka sangat prihatin sekaligus kecewa dengan keberadaan TPA Jatiwaringin. Karena bau busuk sampah dan kerumunan lalat yang masuk kerumah dan menemani makan siang kami. Sebagai warga masyarakat yang daerahnya hanya dijadikan tempat membuang sampah, maka dengan tegas kami menolak keberadaan TPA Jatiwaringin untuk terus berada dilingkungan kami. Keberadaan TPA Jatiwaringin sangat mengganggu ketentraman masyarakat, khususnya Desa Jatiwaringin, juga beberapa desa lainnya, yaitu Desa Buaranjati, Desa Gintung, dan Desa Rajeg Mulya hampir tiga kecamatan, karena berada tidak jauh dari kawasan TPA tersebut.7 Pihak pengelola, yakni Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Tangerang, sampai hari ini tidak mengelola sampah di lokasi TPA secara baik dan benar. Sampah hanya diangkut kelokasi, kemudian hanya ditumpuk saja, tanpa ada pengelolaan lebih lanjut yang lebih ramah lingkungan. Akibatnya, bau busuk sampah yang menyengat dan juga kerumunan lalat, sudah masuk kerumah warga, hal ini tentunya sangat berbahaya bagi kesehatan warga disekitar. Yang lebih berbahaya, rembesan air sampah yang mencemari bagian dalam tanah, sehingga mencemari sumur warga yang notabene menjadi konsumsi warga sekitar. Pencemaran lingkungan baik pencemaran Udara,
6
Wawancara langsung dengan Rum Naat, selaku ketua Tempat Pembuangan Sampah di Desa Jatiwaringin Kecamatan Mauk Tangerang pada tanggal 14 Februari 2011 7 Andi Ruswandi, Tolak TPA Jatiwaringin, Radar Banten, ( 21 Januari 2011), 2
pencemaran Air, juga pencemaran Tanah yang ditimbulkan akan sangat merugikan bagi kehidupan warga untuk sekarang dan masa yang akan datang. 8 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Untuk memudahkan penelitian dan pembahasannya agar tidak terlalu jauh, maka penulis perlu membatasi permasalahan dan penelitian yaitu: peran pemerintah Kabupaten Tangerang dalam kebijakan dan penanganan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah. 1. Upaya apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang dalam penanganan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah. 2. Kebijakan apakah yang ditawarkan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang terhadap masyarakat yang berada di lingkungan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah? 3. Bagaimana peran Pemerintah dalam meminimalisir konflik yang terjadi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah. Perumusan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : Bagaimana Kebijakan Pemerintah Kabupaten Tangerang tentang Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Sampah Jatiwaringin Kabupaten Tangerang, yang sulit ditutup karena untuk Wilayah Kabupaten Tangerang lahan yang kosong sudah padat dengan perumahan-perumahan”.
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Dalam penelitian ini penulis memiliki tujuan diantaranya: a. Memberikan jawaban atas rumusan masalah diatas
8
Ibid h. 5
b. Mengembangkan pengetahuan mengenai sejauhm mana peran pemerintah
Kabupaten
melaksanakan
Tangerang
kebijakan
terhadap
dalam
memberikan
pengelolaan
dan
Tempat
Pembuangan Sampah Akhir (TPA) sehingga menimbulkan kemaslahatan dan tidak adanya pihak yang dirugikan, baik itu secara materi maupun non materi. 2. Manfaat Penelitian: a. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam masalah kebijakan publik. b. Bagi pihak akademis dan masyarakat luas, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat tentang masalah kebijakan Pemerintah Kabupaten Tagerang terhadap Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah. c. Bagi dunia pustaka, penelitian ini dapat dipergunakan sebagai sumbangan yang berguna dalam memperkaya koleksi dalam ruang lingkup karya-karya penelitian. d. Manfaat bagi Pemerintah terutama pemerintah daerah memperoleh masukan dan pengalaman dalam menggali serta menumbuhkan potensi swadaya masyarakat sehingga mampu berpartisipasi aktif dalam pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam pengelolaan sampah.
D. Metodologi Penelitian 1. Jenis penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yan dilakukan dengan cara pemahaman yang mendalam dan mempertanyakan suatu objek mendalam dan tuntas.9 Kualitatif berwujud kata-kata dan gambaran bukan angkaangka. Didalam penelitian ini, selain menggunakan data primer yakni sumber-sumber yang digunakan sebagai rujukan utama dalam penelitian, penulis juga menggunakan data sekunder dengan literature buku, Koran, internet, atikel yang berhubungan dan relefan dengan materi penelitian yang akan dibahas. 2. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data didalam penululisan skripsi ini dengan cara wawancara langsung dengan kepala TPA Kabupaten Tangerang, dinas kebersihan dan pertamanan dan Masyarakat sekitar yang bersangkutan dengan memberikan pernyataan-pernyataan yang sesuai dengan pokok permasalahan. Serta melakukan studi kepustakaan yang bersangkutan dengan masalah tersebut. 3. Teknik Analisis Data Mengumpulkan data hasil wawancara dan kajian pustaka. Mentranskrip data hasil wawancara kedalam tulisan serta tidak mencampuradukan hasil wawancara tersebut dengan data pribadi. Untuk pedoman penulisan skripsi, penulis menggunakan buku pedoman penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah
9
Prasetya Irawan, Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif (Jakarta: DIA FISIP UI, 2006), 4
Jakarta yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
E. Sistematika Penulisan Penulis membagi skripsi ini ke dalam lima bab dan setiap bab dibagi menjadi beberapa sub bab. Adapun rinciannya sebagaimana tertulis dibawah ini. Bab I, merupakan pendahuluan yang terdiri dari lima sub bab, yaitu : Latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, metodologi penelitian, sistematika penulisan dan sub bab yang terakhir adalah tujuan dan manfa’at penelitian. Bab II, Membahas pandangan umum tentang kebijakan publik. Terdiri dari dua sub bab yaitu : Kebijakan Publik, Politik di Perkotaan. Bab III, Kebijakan Pemerintah di Berbagai Daerah. Terdiri dari Tiga sub bab, yaitu : Gambaran tentang sampah di perkotaan, sosialisasi terhdap lingkungan yang ada di Tangerang, sikap Perda terhadap TPA tersebut. Bab IV, Kebijakan Publik di Perkotaan. Terdiri dari dua sub bab, yaitu : mengapa terjadi masalah di
TPA tersebut, sikap warga terhadap TPA,
adanya pro dan kontra di TPA tersebut. Bab V, merupakan bab terakhir yang membahas tentang kesimpulan dan saran. Kemudian dalam bagian akhir tulisan ini dilengkapi dengan daftar pustaka.
BAB II KEBIJAKAN PUBLIK TERKAIT DENGAN MASALAH PERSAMPAHAN
A. Pengertian Kebijakan Publik Kebijakan publik didefenisikan hubungan suatu unit pemerintahan dengan lingkungannya.10 Konsep yang ditawarkan ini, mengandung pengertian yang cukup luas, karena yang dimaksud kebijakan publik dapat mencakup banyak hal, kebijakan publik lebih mengarah kepada apa yang ditetapkan oleh aktor atau pemerintah, atau sejumlah aktor yang dalam mengatasi sejumlah masalah, konsep ini dianggap tepat karena memusatkan perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan, bukan pada apa yang diusulkan.
Namun
demikian,
satu
hal
yang harus
diingat
dalam
mendefinisikan kebijakan, adalah bahwa pendefenisian kebijakan tetap harus mempunyai pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan, ketimbang apa yang diusulkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu. Pemahaman tentang arti ataupun makna dari kebijakan publik telah dicoba untuk didiskusikan dan diperdebatkan oleh para ahli. Diskusi dan perdebatan tersebut dalam banyak hal tetap dapat menunjukkan betapa kebijakan publik memiliki fungsi yang sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Salah satu definisi yang diterima luas mengenai kebijakan publik adalah sebagaimana diungkapkan oleh Dye, yakni apapun yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Untuk lebih memperjelas pengertian ini, menurut Anderson (2006), kebijakan dapat didefinisikan sebagai tindakan yang didesain secara sengaja yang relatif stabil yang
10
Budi Winarno, Kebijakan Publik (Teori dan Proses), (Yogyakarta: Media Pressindo,2007), 17
9
dilakukan oleh aktor atau sejumlah aktor untuk menyelesaikan masalah atau hal-hal yang menjadi perhatian bersama. Kebijakan publik menurut Anderson terbagi atas dua pembagian, yakni kebijakan subtantif dan kebijakan prosedural.11 Kebijakan substantif adalah kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintah
mengenai
pembangunan yang ada didaerah. Salah satu contoh dari kebijakan substantive, yaitu pembanguna jalan Told an infrastruktur lainnya. Sedangkan kebijakan procedural adalah kebijakan mengenai siapa yang akan diberi kewenanagam mengambil keputusan. Yang termasuk dalam kebijakan prosedural, yakni undang-undang yang mengatur mengenai pembentukan suatu badan tertentu dan proses yang akan dijalankan, Analisis Kebijakan (Policy Analysis) dalam arti historis yang paling luas merupakan suatu pendekatan terhadap pemecahan masalah sosial dimulai pada satu tonggak sejarah ketika pengetahuan secara sadar digali untuk dimungkinkan dilakukannya pengujian secara eksplisit dan reflektif kemungkinan menghubungkan pengetahuan dan tindakan. Setelah memaparkan makna kebijakan, maka secara sederhana kebijakan publik digambarkan oleh Bill Jenkins didalam buku The Policy Process sebagai Kebijakan publik adalah suatu keputusan berdasarkan hubungan kegiatan yang dilakukan oleh aktor politik guna menentukan tujuan dan mendapat hasil berdasarkan pertimbangan situasi tertentu.12. Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik dalam kepustakaan disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang
11
Anderson, James, Public Policy Making: An Introduction, (Boston: Houghton Mifflin Company:
2006) , 56 12
Riant Nugroho D, Understanding Public Policy,( Yogyakarta: Media Presindo,2004), 3
mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi. Aturan atau peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai kebijakan publik, jadi kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum. Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita harus memahaminya secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu tersebut menjadi kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta disepakati oleh para pejabat yang berwenang, yaitu dari bagian prasarana dari pemda. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah maka kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang harus ditaati.13 Sementara itu pakar kebijakan publik mendefinisikan bahwa kebijakan publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh pemerintah, oleh karena itu suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan agar kebijakan tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah letaknya pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan. Adapun kebijakan yang diterapkan di pemerintah yaitu: 13
Wikipedia. “People Power Revolution”. http://en. Wikipedia.org/wiki/pople Power Revolution (03 Juni 2012)
1. Kebijakan umum, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk pelaksanaan baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif yang meliputi keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan. 2. Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan umum. Untuk tingkat pusat, peraturan pemerintah tentang pelaksanaan suatu undang-undang. 3. Kebijakan teknis, kebijakan operasional yang berada di bawah kebijakan pelaksanaan. Dengan
demikian
kebijakan
publik
sangat
berkait
dengan
administasinegara ketika publik actor mengkoordinasi seluruh kegiatan berkaitan dengan tugas dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat melalui berbagai kebijakan publik/umum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan negara. Untuk itu diperlukan suatu administrasi yang dikenal dengan “administrasi negara.” Dan hasil yang membuat sebuah kehidupan bersama tampil. Sedangkan menurut Said Zainal Abidin, alumni University of Pittsburgh, Pennsylvania, US, Dalam Kybernology dan dalam konsep kebijakan pemerintahan kebijakan publik merupakan suatu sistem nilai yang lahir dari kearifan aktor atau lembaga yang bersangkutan.
B. Tahapan Kebijakan Publik Berdasarkan berbagai definisi para ahli kebijakan publik, kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat di mana dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan. 1. Penyusunan agenda
Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain. Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut William Dunn (1990), isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi suatu agenda kebijakan Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk keagenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mugkin tidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula masalah karena alasanalasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.
2. Formulasi kebijakan Masalah yang telah masuk keagenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi di definisikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan, pada tahap perumusan kebijakan masingmasing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini, masingmasing aktor akan “bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik. 3. Adopsi kebijakan Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan peradilan. 4. Implementasi kebijakan Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elite, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah ditingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi
kebijakan
mendapat
dukungan
para
pelaksana
(implementators), namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana. 5. Evaluasi kebijakan Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang iinginkan.
C. Kebijakan Pemerintah Dalam Mengatasi Masalah Sampah Dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang kebijakan pemerintah mengatasi permasalahan penduduk tentang pengelolaan sampah sudah
menjadi
pembiayaannya.
tanggung Sedangkan
jawab manusia
pemerintah hidup
di
termasuk dunia
masalah
menentukan
lingkunganya atau ditentukan oleh lingkunganya. Perubahan lingkungan sangat
ditentukan oleh sikap maupun perlindungan manusia pada
lingkungannya. Alam secara fisik dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia dalam mengupayakan kehidupan yang lebih baik dan sehat menjadi tidak baik dan tidak sehat dan dapat pula sebaliknya, apabila pemanfaatanya tidak sesuai dengan kemampuan serta melihat situasinya14 Langkah Pertama, faktor penyebab secara internal dilihat dari sudut pandang internal, faktor penyebab mencuatnya masalah sampah antara lain 14
P. Joko Subagyo, Hukum Lingkungan Masalah Penanggulangannya cet.3, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2002), 1
adalah minimnya kesadaran warga untuk bertanggung jawab terhadap permasalahan sampah di lingkungan rumah tangganya sendiri. Banyak warga yang merasa bahwa dengan membayar retribusi sampah berarti tanggung jawab sampah menjadi tanggung jawab Kebersihan. Faktor internal lain adalah munculnya pola pikir atau paradigma yang salah tentang sampah seperti: Pertama : Masalah sampah adalah masalah kecil yang tidak perlu mendapat prioritas perhatian. Kedua : Sampah adalah barang yang tidak berguna, bukan sebagai sumber energi atau pendapatan. Ketiga : Sindrom “not in my backyard” atau Urusan sampah “bukan urusan gue”. Keempat: Filosofi pengelolaan sampah : dikumpulkan → ditampung → dibuang di tempat akhir. Faktor internal yang tidak kalah pentingnya adalah masalah minimnya kualitas SDM yang berakibat fatal pada buruknya teknologi pengelolaan sampah yang saat ini terbukti sudah tidak lagi mampu menampung kuantitas sampah yang semakin besar. Faktor penyebab eksternal yang paling klasik terdengar adalah minimnya lahan TPA yang hingga saat ini memang menjadi kendala umum bagi kota-kota besar. Akibatnya, sampah dari kota-kota besar ini sering dialokasikan ke daerah-daerah satelitnya seperti TPA Jakarta yang berada di daerah Bekasi, Depok, dan Tangerang serta TPA Bandung yang berada di Cimahi atau di Kabupaten Bandung. Alasan eksternal lainnya yang kini santer terdengar di media massa adalah aksi penolakan keras dari warga sekitar TPA yang merasa sangat
dirugikan dengan keberadaan TPA di wilayahnya. Faktor lain adalah tidak adanya AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) melalui kajian geologi, transportasi, sosial-ekonomi, dan lain-lain dimana dengan tidak adanya amdal membuat pemerintah tidak dapat memantau perkembangan yang terjadi akibat kerusakan lingkungan. yang mendukung masalah Amdal sehingga seringkali kita temui TPA yang berada di tempat tinggi meskipun struktur tanah di sebagian besar Jawa Barat bersifat labil. Faktor eksternal dominan lainnya adalah pengelolaan sampah kebersihan kota yang belum dimasukkan ke dalam prioritas pembangunan perkotaan sehingga alokasi anggaran yang ada sama sekali kurang.15 Salah satu kelemahan pengelolaan sampah di TPA adalah masalah minimnya kualitas SDM yang berakibat fatal pada buruknya teknologi pengelolaan sampah yang saat ini terbukti sudah tidak lagi mampu menampung kuantitas sampah yang semakin besar.
1. Pemerintah Pusat Penanganan kebersihan di wilayah DKI Jakarta dilaksanakan oleh Dinas Kebersihan DKI Jakarta, dengan jumlah sarana dan prasarana yang terdiri dari tonk sebanyak 737 buah (efektif : 701 buah); alat-alat besar : 128 buah (efektif : 121 buah); kendaraan penunjang : 107 buah (efektif : 94 buah), sarana pengumpul/pengangkutan sampah dari rumah tangga : gerobak sampah : 5829 buah; gerobak celeng : 1930 buah, galvanis : 201 buah. Bahwa,produksi sampah di kota Jakarta mencapai 7.500,58 m3 / hari. Sumber sampah terbesar adalah sampah domestik atau pemukiman
15
Dikutip dari harian KOMPAS, 15 Mei 2012 yang bersumber dari PD Kebersihan kabupaten Tangerang beserta keterangan singkat dari tim Litbang KOMPAS yang tercantum di bawah data
yang mencapai 4.951,98 m3 / hari. Disusul sampah dari pasar sekitar 618,50 m3, komersial 302,80 m3, jalan 452,30 m3, industri 798 m3, non komersial 363 m3, dan sampah saluran 12,90 m3 / hari. Akumulasi dari sampah yang tidak terangkut sejak 15 April lalu diperkirakan sekitar 225.017,4 m3 sampah. Hasil estimasi jumlah sampah di DKI Jakarta berkisar antara 5.900 – 6.000 ton/hari atau 25.000 m3/hari dan berdasarkan data Dinas Kebersihan DKI Jakarta, sampah yang dapat tertangani ± 87,72 persen dan sisanya masih dibuang ke sungai, dibakar atau dipakai untuk menimbun. Sampah yang diangkut dari Lokasi Penampungan Sementara (LPS) akan diolah di Tempat Pemusnahan Akhir (TPA). TPA yang sekarang adalah TPA Bantar Gebang, Bekasi dengan luas yang direncanakan 108 Ha. Status tanah adalah milik Pemda DKI Jakarta dan sistim pemusnahan yang dilaksanakan adalah “sanitary landfill”. Luas tanah yang sudah dipergunakan sebesar 85 persen, sisanya ± 15 persen diperkirakan dapat menampung sampah sampai tahun 2004, sehingga Pemda DKI Jakarta saat ini sudah mencari alternatif-alternatif lain sistim penanganan sampah melalui kerjasama dengan pihak swasta. Besarnya beban sampah tidak terlepas dari minimnya pengelolaan sampah dari sumber penghasil dan di tempat pembuangan sementara (TPS) sampah. Baru sekitar 75 m3 yang didaur ulang atau dibuat kompos. Sementara itu, sisanya sekitar 60% dibuang begitu saja tanpa pengolahan ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Dan, 30% dibiarkan di TPS. Tak heran bila sampah akan menumpuk di TPA. Akibatnya, daya tampung TPA akan menjadi cepat terpenuhi. Besarnya volume sampah di TPA juga
mempengaruhi biaya pengelolaan. Tahun 2005, sedikitnya dibutuhkan Rp 8 milyar untuk mengelola sampah. Tanpa adanya kebijakan penanganan sampah terpadu, sampah akan terus menjadi masalah16
2. Pemerintah Propinsi Untuk Penanganan sampah khususnya di Provinsi Banten merupakan salah satu permasalahan perkotaan yang sampai saat ini merupakan tantangan bagi pengelola. Pertambahan penduduk dan peningkatan aktivitas yang demikian pesat di kota-kota besar, telah mengakibatkan meningkatnya jumlah sampah disertai permasalahannya. Diprakirakan paling banyak hanya sekitar 60% - 70 % yang dapat terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) oleh institusi yang bertanggung jawab atas masalah sampah dan kebersihan, seperti Dinas Kebersihan dan pertamanan. Bagian sampah yang tidak terangkut tersebut ditangani oleh masyarakat secara swadaya, atau sampah yang tercecer dan secara sistematis terbuang ke mana saja.17 Tambah banyak sampah yang dapat diangkut ke TPA bukan pula jaminan bahwa kota akan menjadi makin bersih. Kualitas kebersihan suatu kota, lebih tergantung pada peran serta masyarakatnya untuk menjaga kebersihan kota tersebut. Kebersihan suatu kota biasanya tercermin dari penanganan sampah di tempat-tempat umum seperti di pasar dan sebagainya. Oleh karenanya, pengertian masyarakat bukan hanya terbatas pada penduduk di permukiman-permukiman, tetapi seluruh penghasil sampah, seperti pedagang di pasar, pedagang kaki lima, pejalan kaki, 16 17
Ibid
Enri Damanhuri, Departemen Teknik Lingkungan - FTSP ITB, (Teknologi untuk Negeri 2003, Vol. I), 394 - 400
pengusaha
hotel
dan
restoran,
pengendara
kendaraan,
atau
karyawan/pegawai di kantor-kantor pemerintah atau swasta, dan sebagainya. Biasanya pengelola kota cenderung kurang memberikan perhatian yang serius pada TPA tersebut, sehingga muncullah kasus TPA Bantar Gebang di Bekasi dan TPA Keputih di Surabaya, dan TPA lain yang belum terungkap di masamedia. Biasanya pengelola kota di Indonesia menganggap bahwa penanganan sampah di TPA dapat berjalan dengan sendirinya. Bahkan petugas untuk mengatur dan mengelola sampah di lapangan tidak disediakan secara baik. Pengelola kota cenderung beranggapan bahwa TPA yang dipunyainya dapat menyeselesaikan semua persoalan sampah di kotanya, tanpa harus memberikan perhatian yang proporsional terhadap sarana tersebut. Aktivitas utama pemusnahan sampah di TPA adalah dengan landfilling. Dapat dipastikan bahwa yang digunakan di Indonesia adalah bukan landfilling yang baik, karena hampir seluruh TPA di kota-kota di Indonesia hanya menerapkan apa yang dikenal sebagai open-dumping, yang sebetulnya tidak layak disebut sebagai sebuah cara yang sistematis, dan sama sekali sulit pula disebut sebagai sebuah bentuk teknologi penanganan sampah.
3. Pemerintah Kabupaten atau Kota Pengolahan sampah di kota Tangerang dikelola oleh Dinas Kebersihan, pertamanan dan pemakaman. Tingkat pelayanan pada saat ini baru mencapai 28% dari total penduduk yang setiap tahun bertambah,
dengan total sampah terangkut 445 m3 per hari. Lokasi tempat pembuangan akhir terletak di Rawa Kucing Kelurahan Kedaung Wetan kecamatan sepatan sekitar 7 Km dari pusat kota. Sistem yang dipakai yaitu open dumping dan compositing yang tidak beroperasi secara kontinu dengan luas lahan sekitar 8 Ha (2 Ha milik Pemerintah Daerah dan 6 Ha milik swasta). Sisa kapasitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) saat ini sekitar 0,25 Ha sehingga untuk menampung volume sampah yang ada diperlukan penanganan khusus atau penanganan lainnya. Untuk mengantisipasi hal tersebut Dinas Kebersihan telah merencanakan TPA baru di daerah Jatiwaringin yang terletak di Kabupaten Tangerang, bersebelahan dengan TPA milik Kabupaten Tangerang dan merupakan lahan bekas galian tanah dengan luas 10 Ha, dimana pada saat ini baru 8 Ha yang telah dibebaskan. Sistem pengolahan air limbah yang dioperasikan, saat ini oleh Kota Tangerang meliputi sistem setempat dan sistem terpusat. Sistem setempat berupa jamban pribadi atau jamban umum yang dilengkapi dengan tangki septik dengan bidang rembesan. Apabila tangki septik sudah penuh, lumpur disedot atau dikuras oleh Truk Tinja dan dibuang ke IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja). Saat ini Pemerintah Kota Tangerang menyediakan 7 unit Truk Tinja dan I unit IPLT di Karawaci. Pembuangan lumpur septik dengan sistem terpusat yaitu pengelolaan air limbah di lokasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) Tanah Tinggi yang melayani Kelurahan Sukasari dan Babakan sebanyak/sekitar 3.000 KK. IPAL ini dibangun oleh Pemerintah Pusat pada tahun 1981/1982 dengan panjang 22,7 Km dan
pengelolaannya baru diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang kepada Pemerintah Kota Tangerang pada tahun 2000. Di samping lokasi IPAL Tanah Tinggi, lokasi lain Pengolahan Air Limbah secara terpusat yaitu di kawasan Perumnas Karawaci, dilayani dengan sistem pengolahan kolam oksidasi, sebanyak 2 lokasi dan 6 lokasi lainnya masih berupa Laggon. Penyaluran air limbah dilakukan dengan menggunakan sistem perpipaan skala kawasan dengan kondisi baik dan penyaluran dilakukan secara gravitasi. Cakupan pelayanan dengan sistem perpipaan sekitar 10.000 KK. 18 Akibat operasional yang tidak sempurna, maka timbul pencemaran terhadap badan air di sekitar LPA dan air tanah akibat limbah serta timbulnya kebakaran karena terbakarnya gas methan. Untuk mengatasi hal ini Dinas Kebersihan telah melakukan kegiatan-kegiatan antara lain 1. Menambah fasilitas Unit Pengolahan Limbah dan meningkatkan efisiensi pengolahan sehingga kualitas limbah memenuhi persyaratan untuk dibuang. 2. Meningkatkan/memperbaiki penanganan sampah sesuai dengan prosedur. 3. Membantu masyarakat sekitar LPA dengan menyediakan air bersih, Puskesmas dan ambulance. Keempat: Mengatur para pemulung agar tidak mengganggu operasional LPA.19 Besarnya beban sampah tidak terlepas dari minimnya pengelolaan sampah dari sumber penghasil dan di tempat pembuangan sementara http://tangerangnews.com/baca/2011/01/24/4173/pemkot-tuding-bandara-kirim-sampah-ke-kotatangerang. Diakses tanggal 2 April 2012. 19 Sudrajat H.R.., Solusi Mengatasi masalah Sampah kota Dengan Manajemen Terpadu dan Mengolahnya Menjadi Energi Listrik dan Kompos., Cet.1., (Jakarta: Penebar Swadaya, 2006), 5-17
sampah. Baru sekitar 75 m3 yang didaur ulang atau dibuat kompos. Sementara itu, sisanya sekitar 60% dibuang begitu saja tanpa pengolahan ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Dan, 30% dibiarkan di TPS. Tak heran bila sampah akan menumpuk di TPA. Akibatnya, daya tampung TPA akan menjadi cepat terpenuhi. Besarnya volume sampah di TPA juga mempengaruhi biaya pengelolaan. Tahun 2005, sedikitnya dibutuhkan Rp 8 milyar untuk mengelola sampah. Tanpa adanya kebijakan penanganan sampah terpadu, sampah akan terus menjadi masalah. 20
20
Harjasumantri Kusnadi, Hukum Tata Lingkungan, Edisi.7, Cet.15,(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2000), 28-35
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG SAMPAH DI KABUPATEN TANGERANG
A. Gambaran Umum Kabupaten Tangerang A. Sejarah
Kabupaten Tangerang sejak ratusan tahun lalu sudah menjadi daerah perlintasan perniagaan, perhubungan sosial dan interaksi antar daerah lain. Hal ini, disebabkan letak daerah ini yang berada di dua poros pusat perniagaan Jakarta - Banten. Berdasarkan catatan sejarah, daerah ini sarat dengan konflik kepentingan perniagaan dan kekuasaan wilayah antara Kesultanan Banten dengan Penjajah Belanda.21 Semasa Bupati Kabupaten Tangerang dijabat, H. Tadjus Sobirin (1983-1988 dan 1988- 1993) bersama DPRD Kabupaten Tangerang pada masa itu, menetapkan hari jadi Kabupaten Tangerang tanggal 27 Desember 1943 (Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 1984 tanggal 25 Oktober 1984). Seiring
dengan
pemekaran
wilayah
dengan
terbentuknya
pemerintah Kota Tangerang tanggal 27 Februari 1993 berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1993, maka pusat pemerintahan Kabupaten Tangerang pindah ke Tigaraksa. Pemindahan ibukota ke Tigaraksa dinilai strategis, karena menggugah kembali cita-cita dan semangat para pendiri untuk mewujudkan sebuah tatanan kehidupan masyarakat yang bebas dari belenggu penjajahan (kemiskinan, kebodohan dan ketertinggalan) menuju masyarakat yang mandiri, maju dan sejahtera.
21
http://www.kabupaten tangerang.go.id
24
Oleh kerna itu kabupaten tangerang disebut dengan kota industri karna disetiap lahan kosong pasti dibuat dengan Pabrik atau perumahan.
B. Keadaan Gegrafis
Kabupaten Tangerang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Banten, terletak dibagian Timur dengan luas wilayah sekitar 959,6 km2(9,93 persen dari luas wilayah Provinsi Banten). Letak Kabupaten Tangerang secara astronomi antara 106020’–106043’ Bujur Timur dan 6000’ – 6020’ Lintang Selatan. Wilayah Administrasi Pemerintahan Kabupaten Tangerang, terdiri dari 29 kecamatan, 28 kelurahan dan 246 desa.22 Kondisi topografi wilayah Kabupaten Tangerang merupakan wilayah dataran dengan ketinggian antara 0 – 85 m diatas permukaan laut. Dataran rendah sebagian besar berada di wilayah utara yang berbatasan dengan laut jawa, sedangkan dataran tinggi berada di wilayah bagian tengah ke arah selatan. Batas wilayah Secara Administrasi sebagai berikut: 1. Utara: Laut Jawa 2. Timur: Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan 3. Selatan: Kabupaten bogor 4. Barat: Kabupaten Serang dan Lebak Secara administratif, Kabupaten Tangerang terdiri dari 29 Kecamatan, Kelurahan dan desa.
22
Ibid
Luas Daerah No Kecamatan
Keterangan (Km2)
1. Tigaraksa
48.74
2. Cisoka
55.99
3. Solear
Pemekaran dari kec. Cisoka
4. Jambe
26.02
5. Cikupa
42.68
6. Panongan
34.93
7. Curug
40.97
8. Kelapa Dua
Pemekaran dari kec. Curug
9. Legok
41.06
10. Pagedangan
50.57
11. Cisauk
43.38
12. Pasar Kemis
60.53
13. Sindang Jaya
Pemekaran dari kec. Pasar Kemis
14. Rajeg 15. Mekarbaru 16. Balaraja
Pemekaran dari kec. Kronjo 57.48
17. Sukamulya
Pemekaran dari kec. Balaraja
18. Jayanti
26.91
19. Kresek
55.60
20. Gunungkaler
Pemekaran dari kec. Kresek
21. Kronjo
68.05
22. Mauk
51.42
23. Kemiri
32.70
24. Sukadiri
24.14
25. Sepatan
56.24
26. Sepatan Timur
35.59
27. Pakuhaji
51.87
28. Teluknaga
40.58
29. Kosambi
29.76
Pemekaran dari kec. Sepatan
C. Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk Kabupaten Tangerang diperkirakan meningkat sekitar 4,5 persen atau 2,6 juta jiwa. Peningkatan ini dibandingkan tahun lalu dimana penduduk berjumlah 2,5 juta jiwa. Perkiraan tersebut berdasarkan sejumlah indikator diantaranya jumlah kelahiran penduduk dan pendatang baru dari luar daerah pasca lebaran. Penambahan angka penduduk tahun ini mencapai 2,6 juta jiwa.
23
Angka pertambahan
penduduk di Kabupaten Tangerang mulai terasa dan didominasi dengan gelombang para pendatang dari kota-kota lainnya seperti dari Sumatera, Jawa yang mencari pekerjaan dan menetap di Kabupaten Tangerang pasca lebaran. Pertambahan penduduk didominasi oleh para pendatang. 23
Joniansyah. Keadaan Penduduk Kabupaten Tangerang. Tempo Interaktip 02 September 2012. yang
bersumber dari Dinas kependudukan Kabupaten Tangerang.
Kepala Bidang Pendaftaran Penduduk Dinas Kependudukan Catatan Sipil Kabupaten Tangerang menambahkan untuk operasi kependudukan akan dilaksanakan dilima titik yang merupakan kantongkantong industri di Kabupaten Tangerang yaitu Cikupa, Balaraja, Curug, Pasar Kemis dan Tigaraksa. Titik-titik ini menjadi pusat para pendatang yang ingin mencari kerja. Bagi pendatang yang sama sekali tidak memiliki identitas diri diancam denda Rp 5 juta. ini sesuai dengan Perda No 2/2006 tentang Kependudukan dan Undang Undang nomor 23 tahun 2006 tentang Penyelenggaraan Pendataan Kependudukan. Dinas Kependudukan Catatan Sipil Kabupaten Tangerang memperkirakan jumlah pendatang baru yang tiba kewilayah itu pasca lebaran tahun ini meninkat 20 persen dari tahun lalu yang mencapai 1.520 orang.
B. Pengaruh Sampah di Kabupaten Tangerang
Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Jatiwaringin berada di desa Jatiwaringin Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang. Keberadaannya yang sudah hampir lima belas tahun, ternyata semakin memperparah keadan lingkungan di sekitar. Sebagai warga masyarakat yang tinggal di Jatiwaringin, Saya sangat prihatin sekaligus kecewa dengan keberadaan TPA Jatiwaringin. Sebagai warga masyarakat yang daerahnya hanya dijadikan tempat membuang sampah, Maka dengan tegas warga yang ekonominya menengah ke atas menolak keberadaan TPA Jatiwaringin untuk terus berada dilingkungannya. Keberadaan TPA Jatiwaringin sangat mengganggu ketentraman warga, khususnya Desa jatiwaringin, juga beberapa desa lainnya, yaitu Desa
Buaranjati, Desa Gintung, dan Desa Rajeg Mulya hampir tiga kecamatan, karena berada tidak jauh dari kawasan TPA tersebut. Pihak pengelola, yakni Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Tangerang, tidak mengelola sampah di lokasi TPA secara baik dan benar. Sampah hanya diangkut kelokasi, kemudian hanya ditumpuk saja (open dumping), tanpa ada pengelolaan lebih lanjut yang lebih ramah lingkungan. Akibatnya, bau busuk sampah yang menyengat dan juga kerumunan lalat, sudah masuk kerumah warga yang ada di sekitar TPA tersebut, hal ini tentunya sangat berbahaya bagi kesehatan warga disekitar. Yang lebih berbahaya, rembesan air sampah (Lindi) yang mencemari bagian dalam tanah, sehingga mencemari sumur warga yang notabenenya menjadi konsumsi warga sekitar. Pencemaran lingkungan baik pencemaran Udara, pencemaran Air, juga pencemaran Tanah yang ditimbulkan akan sangat merugikan bagi kehidupan warga untuk sekarang dan masa yang akan datang. Fakta yang lebih mengejutkan, bahwa TPA Jatiwaringin yang sudah beroperasi lebih dari lima belas tahun, perhatian Pemerintah Kabupaten Tangerang dan intansi terkait, terhadap warga masyarakat yang wilayahnya terkena dampak langsung keberadaan TPA tersebut, masih sangat minim sekali. Kalaupun ada, kemungkinan hanya dirasakan oleh segelintir oknum saja, Tentu saja hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap amanat Undang-undang No. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah. Adanya rencana Pemerintah Kabupaten Tangerang untuk mengelola sampah TPA Jatiwaringin menjadi tenaga listrik, mungkin saja baik. Tapi melihat sebuah langkah yang sangat lambat. Sangat terlambat karena hal itu baru akan dilakukan ketika dampak kerusakan lingkungan sudah sedemikian
parahnya. Dan tidak produktif, karena berbicara kebutuhan listrik, di kecamatan kemiri baru beroperasi PLTU (Pusat Listrik Tenaga Uap) baru yang mampu menghasilkan daya 10.000 Mega watt.
C. Lingkungan di Kabupaten Tangerang
Untuk menilai keadaan lingkungan dan upaya yang dilakukan untuk menciptakan lingkungan sehat telah dipilih empat indikator, yaitu persentase keluarga yang memiliki akses air bersih, presentase rumah sehat, keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar, Tempat Umum dan Pengolahan Makanan (TUPM). Beberapa upaya untuk memperkecil resiko turunnya kualitas lingkungan telah dilaksanakan oleh berbagai instansi terkait seperti pembangunan sarana sanitasi dasar, pemantauan dan penataan lingkungan, pengukuran dan pengendalian kualitas lingkungan. Pembangunan sarana Sanitasi (usaha untuk membina dan menciptakan suatu keadaan yg baik di bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat) dasar bagi masyarakat yang berkaitan langsung dengan masalah kesehatan meliputi penyediaan air bersih, jamban sehat, perumahan sehat yang biasanya ditangani secara lintas sektor. Sedangkan dijajaran Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang kegiatan yang dilaksanakan meliputi pemantauan kualitas air minum, pemantauan sanitasi rumah sakit, pembinaan dan pemantauan sanitasi tempat-tempat umum (Perumahan, Ruko-ruko dan Terminal), tempat pengolahan makanan, tempat pengolahan pestisida dan sebagainya.
1. Penggunaan Air Limbah
Sistem pengolahan air limbah yang dioperasikan, saat ini oleh Kabupaten Tangerang meliputi sistem setempat (on-site) dan sistem terpusat (off-site). Sistem setempat berupa jamban pribadi atau jamban umum yang dilengkapi dengan tangki septik dengan bidang rembesan. Apabila tangki septik sudah penuh, lumpur disedot atau dikuras oleh Truk Tinja dan dibuang ke IPLT (Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja). Saat ini Pemerintah Kabupaten Tangerang menyediakan 7 unit Truk Tinja dan I unit IPLT di Kecamatan Pasar kemis. Pembuangan lumpur septik dengan sistem terpusat yaitu pengelolaan air limbah di lokasi IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) Tanah Tinggi yang melayani Kelurahan Sukasari dan Babakan sebanyak/sekitar 3.000 KK. IPAL ini dibangun oleh Pemerintah Pusat pada tahun 1981/1982 dengan panjang 22,7 Km dan pengelolaannya baru diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang kepada Pemerintah Kota Tangerang pada tahun 2000. Di samping lokasi IPAL Tanah Tinggi, lokasi lain Pengolahan Air Limbah secara terpusat yaitu di kawasan Perumnas Karawaci, dilayani dengan sistem pengolahan kolam oksidasi, (Oxidation Pond) sebanyak 2 lokasi (Jalan Pandan dan Jalan Karang) dan 6 lokasi lainnya masih berupa Laggon. Penyaluran air limbah dilakukan dengan menggunakan sistem perpipaan skala kawasan dengan kondisi baik dan penyaluran dilakukan secara gravitasi. Cakupan pelayanan dengan sistem perpipaan sekitar 10.000 KK.
Proses pengolahan pada lagoon terjadi secara biologis dengan melalui proses dan pada saat ini kolam sudah mengalami pendangkalan sehingga pengolahan atau reduksi air limbah tidak optimal. Akibat operasional yang tidak sempurna, maka timbul pencemaran terhadap badan air di sekitar LPA dan air tanah akibat limbah serta timbulnya kebakaran karena terbakarnya gas methan. Untuk mengatasi hal ini Dinas Kebersihan dan Pertamanan telah melakukan kegiatan-kegiatan antara lain : a. Menambah fasilitas Unit Pengolahan Limbah dan meningkatkan efisiensi pengolahan sehingga kualitas limbah memenuhi persyaratan untuk dibuang. b. Meningkatkan/memperbaiki penanganan sampah sesuai dengan prosedur “sanitary landfill”. c. Membantu masyarakat sekitar LPA dengan menyediakan air bersih, Puskesmas dan ambulance. d. Mengatur para pemulung agar tidak mengganggu operasional LPA.
Besarnya beban sampah tidak terlepas dari minimnya pengelolaan sampah dari sumber penghasil dan di tempat pembuangan sementara (TPS) sampah. Baru sekitar 75 m3 yang didaur ulang atau dibuat kompos. Sementara itu, sisanya sekitar 60% dibuang begitu saja tanpa pengolahan ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Dan, 30% dibiarkan di TPS. Tak heran bila sampah akan menumpuk di TPA. Akibatnya, daya tampung TPA akan menjadi cepat terpenuhi. Besarnya volume sampah di TPA juga mempengaruhi biaya pengelolaan. Tahun 2005, sedikitnya dibutuhkan Rp
8 milyar untuk mengelola sampah. Tanpa adanya kebijakan penanganan sampah terpadu, sampah akan terus menjadi masalah24.
2. Rumah Sehat Bagi sebagian besar masyarakat, rumah merupakan tempat berkumpul bagi semua anggota keluarga dan menghabiskan sebagian besar waktunya, sehingga kondisi kesehatan perumahan dapat berperan sebagai media penularan penyakit diantara anggota keluarga atau tetangga sekitarnya. Sampai dengan tahun 2011 telah dilakukan inspeksi sanitasi (IS) di 47 wilayah Puskesmas di Kabupaten Tangerang, dari hasil inspeksi terhadap 201.021 rumah didapat 68,38 % dinyatakan sehat. Untuk tahun 2009, terjadi pemekaran wilayah dengan Kota Tangerang Selatan, dimana berimplikasi pada jumlah rumah yang diperiksa di 29 Kecamatan di Kabupaten Tangerang. Dari hasil inspeksi terhadap 112.257 rumah didapat rumah yang dinyatakan sehat sebanyak 74.928 (66,75 %).
3. Keluarga Dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar Keluarga dengan kepemilikan sarana sanitasi dasar meliputi persediaan air bersih, kepemilikan jamban keluarga, tempat sampah dan pengelolaan air limbah keluarga keseluruhan hal tersebut sangat diperlukan didalam peningkatan kesehatan lingkungan. Dari hasil inspeksi sanitasi tahun 2011 terhadap 125.414 KK yang diperiksa, ternyata yang memiliki jamban yang memenuhi syarat adalah 72.480 KK . Untuk KK
24
http://tangerangnews.com/baca/2011/01/24/4173/pemkot-tuding-bandara-kirim-
sampah-ke-kota-tangerang. Diakses tanggal 2 April 2011
yang memiliki jamban sehat sebanyak 48.875 KK (67,43 %). Untuk KK yang memiliki tempat sampah berdasarkan hasil inspeksi dari 124.414 KK yang diperiksa, KK yang memiliki tempat sampah adalah sebanyak 71.254 KK dimana yang termasuk dalam kriteria tempat sampah sehat adalah sebesar 43.781 KK (61,44 %).Untuk pengolahan air limbah,dari 125.414 KK yang diperiksa didapat 44.603 KK (65,81 %) yang memiliki pengolahan air limbah sehat.Hasil pendataan yang dilakukan oleh Petugas Sanitasi Puskesmas sampai tahun 2011 menunjukkan adanya penurunan. Dari data diatas menunjukkan bahwqa tahun 2011 kepemilikan sarana sanitasi dasar, serta penggunaan dan akses air bersih di Kabupaten Tangerang terjadi penurunan dibandingkan tahun 2010, hal ini disebabkan terjadinya pemekaran wilayah di Kabupaten Tangerang dimana 10 Kecamatan menjadi Kota Tangerang.25
4. Tempat Pengelolaan Makanan Upaya
penyehatan
makanan
ditujukan
untuk
melindungi
masyarakat dan konsumen terhadap penyakit-penyakit yang ditularkan melalui makanandan mencegah masyarakat dari keracunan makanan. Upaya tersebut meliputi orang yang menangani makanan,tempat pengolahan makanan dan proses pengolahan makanannya. Sosialisasi Peraturan Daerah No 13 tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) tentang tata cara memperoleh Sertifikasi kursus TPM, hak dan kewajiban TPM, sanksi yang berlaku bagi pelanggaran TPM serta perlindungan bagi masyarakat 25
Hasil wawancara langsung dengan kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, Ibu.
Hj Naniek Isnaini, tanggal 03 September 2011
terhadap keamanan pangan. Kegiatan lainnya
adalah melakukan
koordinasi tentang keamanan pangan antar instansi terkait/terpadu yaitu dengan Dinas Perindustrian, Dinas Pendidikan, Departemen Agama, Dinas Ketahanan Pangan, Dinas Peternakan, Satpol PP dan PKK Kabupaten Tangerang.
D. Sikap Pemerintah Kabupaten Tangerang Tentang TPA
Pemerintah Kabupaten Tangerang akan mengoptimalkan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah Jatiwaringin di Kecamatan Mauk sebagai tempat pembuangan dan pengolahan sampah di wilayah tersebut. Selama ini TPA seluas 12 hektare tersebut hanya difungsikan sebagai tempat pembuangan sampah. Persiapan sedang dilakukan 2011 sudah menjadi tempat pengelolaan sampah. Optimalisasi TPA Jatiwaringin merupakan langkah serius pemerintah menangani sampah yang merupakan tuntutan UndangUndang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengolahan Sampah. Dalam aturan itu disebutkan setiap kota/kabupaten wajib mengolah sampahnya sendiri. Kabupaten Tangerang telah memulai langkah percepatan optimalisasi TPA Jatiwaringin dengan membangun infrastruktur di sekitar TPA satusatunya milik Pemerintah Kabupaten Tangerang. Tahun ini dari dinas pertamanan targetkan infrastruktur seperti jalan, saluran air sudah dibenahi, akhir Tahun 2012 Kabupaten Tangerang akan melakukan kajian mendalam untuk penggunaan teknologi
di TPA tersebut. Kajian akan langsung
dilakukan oleh konsultan persampahan Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Kabupaten Tangerang. Dari pihak Petamanan sudah menyiapkan
lahan seluas 300 meter di dalam TPA Jatiwaringin untuk membangun area composting sampah.26 Pemerintah Kota Tangerang tengah menjajaki kerja sama dengan swasta untuk membangun tempat pengolahan sampah terpadu di wilayah itu. Teknologi yang akan diterapkan dari Korea Pengolahan sampah itu disiapkan untuk penanganan sampah jangka panjang di wilayah itu. Sekarang sedang dalam tahap pembicaraan dan pembahasan dengan pihak ketiga. Sistem pengolahan sampah menggunakan tungku yang dibuat dari bahan baku baja itu mampu mengolah sampah sebanyak 4. 000 sampai 5. 000 meter kubik per hari. Semua sampah dari truk dituang ke dalam bak penampung, kemudian dilakukan proses pembakaran hingga tak meninggalkan sisa. Selanjutnya asap dari pembakaran itu terbuang ke atas melalui cerobong sehingga tidak menimbulkan
polusi
udara.
Dengan
pengolahan
sampah
tersebut,
permasalahan sampah yang mencapai 500-600 kubik per hari di wilayah itu akan teratasi.27 Begitu pula dengan sampah, dapat membuat hidup jadi tidak sehat. Karena itu sampah harus dapat diolah dengan baik agar tidak menimbulkan berbagai penyakit. Langkah Pertama, faktor penyebab secara Internal. Dilihat dari sudut pandang internal, faktor penyebab mencuatnya masalah sampah antara lain adalah minimnya kesadaran warga untuk bertanggung jawab terhadap permasalahan sampah di lingkungan rumah tangganya sendiri.
26
Taufik, Jatiwaringin Menjadi Tempat Pengelolaan Sampah Tangerang, Tempo
interaktif, di akses pada tanggal 25 maret 2012/ 10.37 WIB. hal: 6 27
Ibid
Banyak warga yang merasa bahwa dengan membayar retribusi sampah berarti tanggung jawab sampah menjadi tanggung jawab PD Kebersihan.28 Faktor internal yang tidak kalah pentingnya adalah masalah minimnya kualitas SDM yang berakibat fatal pada buruknya teknologi pengelolaan sampah yang saat ini terbukti sudah tidak lagi mampu menampung kuantitas sampah yang semakin besar. Penyebab utamanya adalah selama ini pengelolaan sampah cenderung menggunakan pendekatan end of pipe solution, bukan mengacu pada pendekatan sumber. Kedua, faktor penyebab secara eksternal. Faktor penyebab eksternal yang paling klasik terdengar adalah minimnya lahan TPA yang hingga saat ini memang menjadi kendala umum bagi kota-kota besar. Akibatnya, sampah dari kota-kota besar ini sering dialokasikan ke daerah-daerah satelitnya seperti TPA Jakarta yang berada di daerah Bekasi, Depok, dan Tangerang serta TPA Bandung yang berada di Cimahi atau di Kabupaten Bandung. Alasan eksternal lainnya yang kini santer terdengar di media massa adalah aksi penolakan keras dari warga sekitar TPA yang merasa sangat dirugikan dengan keberadaan TPA di wilayahnya. Faktor lain adalah tidak adanya AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) melalui kajian geologi, hidrogeologi, transportasi, sosialekonomi, dan lain-lain dimana dengan tidak adanya Amdal membuat pemerintah tidak dapat memantau perkembangan yang terjadi akibat kerusakan lingkungan. yang mendukung masalah Amdal sehingga seringkali kita temui TPA yang berada di tempat tinggi meskipun struktur tanah di sebagian besar Jawa Barat bersifat labil. Faktor eksternal dominan lainnya 28
Harjasumantri Kusnadi, Hukum Tata Lingkungan, Edisi.7, Cet.15, (Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press, 2000)20-37
adalah pengelolaan sampah / kebersihan kota yang belum dimasukkan ke dalam prioritas pembangunan perkotaan sehingga alokasi anggaran yang ada sama sekali kurang. Salah satu kelemahan pengelolaan sampah di TPA adalah masalah minimnya kualitas SDM yang berakibat fatal pada buruknya teknologi pengelolaan sampah yang saat ini terbukti sudah tidak lagi mampu menampung kuantitas sampah yang semakin besar. Penyebab utamanya adalah selama ini pengelolaan sampah cenderung menggunakan pendekatan bukan mengacu pada pendekatan sumber. Secara umum, pemerintah daerah dalam menanggulangi masalah sampah seharusnya mempunyai rencana pengelolaan lingkungan hidup yang baik bagi warga sekitar. Dimana dalam menyusun pengelolaan lingkungan ada 3 faktor yang perlu diperhatikan dan tidak dapat dipisahkam yaitu: a. Siapa yang akan melakukan pengelolaan lingkungan dan pengelolaan lingkungan apa yang harus dilakukan b. Sesuai dengan dampak yang diduga akan terjadi, maka akan ditetapkan cara pengelolaan yang bagaimana yang akan dilakukan atau teknologi apa yang akan digunakan agar hasilnya sesuai dengan baku mutu yang telah ditetapkan pemerintah c. Karena berbagai institusi termasuk pemilik proyek yang akan melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu, maka teknologi yang akan digunakan tergantung pada kemampuan biaya yang akan dikeluarkan, terutama kemampuan dari pemilik proyek sebagai sumber pencemar.
Permasalahan umum yang terjadi pada pengelolaan sampah kota di TPA, khususnya kota-kota besar adalah adanya keterbatasan lahan, polusi, masalah sosial dan lain-lain. Karena itu pengelolaan sampah di TPA harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut: Memanfaatkan lahan yang terbatas dengan efektif, Memilih teknologi yang mudah, dan aman terhadap lingkungan, Memilih teknologi yang memberikan produk yang bisa dijual dan memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat, Produk harus dapat terjual habis. Sebanarnya
untuk
menanggulangi
permasalahan-permasalahan
tersebut, pemerintah melalui PP No. 16 tentang Air Minum dan Sanitasi dan Perda Kota Tangerang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Pengelolaan Sampah, salah satunya menegaskan bahwa Pemerintah Daerah dibenarkan menerbitkan Perda tentang persampahan. Perda ini menjelaskan tata cara masyarakat dalam upaya mengurangi volume sampah sejak dari sumbernya. Pengurangan sampah juga dapat dilakukan dengan cara inovasi teknologi dalam komposting misalnya, pemanfaatan limbah dan gas hasil pembakaran untuk berbagai keperluan, dalam upaya yang menerapkan perlu disosialisasikan kepada masyarakat. Penanganan sampah tidak memerlukan teknologi tinggi, melainkan kepedulian semua pihak. Dengan adanya pengaturan yang dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun daerah, dari segala bentuk pelanggaran dan kejahatan, bagi pelaku baik yang dilakukan oleh perorangan maupun badan hokum yang berlaku.
BAB IV KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA JATIWARINGIN TANGERANG A. Permasalahan TPA di Jatiwaringin Tangerang Permasahan sampah yang terjadi di Kabupaten Tangerang mengenai Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Jatiwaringin tidak berjalan dengan baik, akan tetapi banyak hal yang negatif dan positif. Hal yang positif mengenani adanya Tempat Pembuangan Sampah Akhir, yaitu lingkungan yang bersih dan sehat, sehingga memberikan kenyamanan kepada masyarakat dalam hal kebersihan. Kemudian adanya lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar, sehingga masyarakat bisa meraup rejeki dari Tempat Pembuangan Sampah Akhir tersebut. Pandangan secara negatif, adanya beberapa pihak yang merasa dirugikan baik secara
non material contohnya adanya aroma (bau) yang kurang sedap. Di
Kabupaten Tangerang ada empat Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) yaitu kecamatan Sepatan, Belaraja, Pasar kemis, Keronjo, sedangkan
Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Jatiwaringin yang paling terbesar berada di desa Jatiwaringin Kecamatan Mauk Kabupaten Tangerang. Melihat dari berbagai aspek yang ada, problem kebersihan di Indonesia khususnya di daerah Kabupaten Tangerang menjadi sebuah masalah yang berkepanjangan, hal ini menjadi salah satu permasalahan perkotaan yang sampai saat ini merupakan tantangan bagi pemerintah Kabupaten Tangerang. Salah satu yang menjadi penyebabnya adalah bertambahnya penduduk dan peningkatan aktivitas yang demikian pesat di kota-kota besar. Diprakirakan paling banyak hanya sekitar
40 60% 70 % yang dapat terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) oleh institusi yang bertanggung jawab atas masalah sampah dan kebersihan.
Langkah Pertama, faktor penyebab secara internal dilihat dari sudut pandang internal, faktor penyebab mencuatnya masalah sampah antara lain adalah minimnya kesadaran warga untuk bertanggung jawab terhadap permasalahan sampah di lingkungan rumah tangganya sendiri. Banyak warga yang merasa bahwa dengan membayar retribusi sampah berarti tanggung jawab sampah menjadi tanggung jawab Kebersihan. Faktor internal lain adalah munculnya pola pikir atau paradigma yang salah tentang sampah seperti: Pertama : Masalah sampah adalah masalah kecil yang tidak perlu mendapat prioritas perhatian. Kedua : Sampah adalah barang yang tidak berguna, bukan sebagai sumber energi atau pendapatan. Ketiga : Sindrom “not in my backyard” atau Urusan sampah “bukan urusan gue”. Keempat: Filosofi pengelolaan sampah : dikumpulkan → ditampung → dibuang di tempat akhir. Faktor internal yang tidak kalah pentingnya adalah masalah minimnya kualitas SDM yang berakibat fatal pada buruknya teknologi pengelolaan sampah yang saat ini terbukti sudah tidak lagi mampu menampung kuantitas sampah yang semakin besar.
Faktor penyebab eksternal yang paling klasik terdengar adalah minimnya lahan TPA yang hingga saat ini memang menjadi kendala umum bagi kota-kota besar. Akibatnya, sampah dari kota-kota besar ini sering dialokasikan ke daerah-daerah satelitnya seperti TPA Jakarta yang berada di daerah Bekasi, Depok, dan Tangerang serta TPA Bandung yang berada di Cimahi atau di Kabupaten Bandung.
Alasan eksternal lainnya yang kini santer terdengar di media massa adalah aksi penolakan keras dari warga sekitar TPA yang merasa sangat dirugikan dengan keberadaan TPA di wilayahnya. Faktor lain adalah tidak adanya AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) melalui kajian geologi, transportasi, sosial-ekonomi, dan lain-lain dimana dengan tidak adanya amdal membuat pemerintah tidak dapat memantau perkembangan yang terjadi akibat kerusakan lingkungan. yang mendukung masalah amdal sehingga seringkali kita temui TPA yang berada di tempat tinggi meskipun struktur tanah di sebagian besar Jawa Barat bersifat labil. Faktor eksternal dominan lainnya adalah pengelolaan sampah / kebersihan kota yang belum dimasukkan ke dalam prioritas pembangunan perkotaan sehingga alokasi anggaran yang ada sama sekali kurang.29 Salah satu kelemahan pengelolaan sampah di TPA adalah masalah minimnya kualitas SDM yang berakibat fatal pada buruknya teknologi pengelolaan sampah yang saat ini terbukti sudah tidak lagi mampu menampung kuantitas sampah yang semakin besar. Dasar Hukum dan kebijakan publik menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang mengatur tentang prinsip-prinsip pemerintahan yang merupakan fungsi-fungsi pemerintahan sesungguhnya saling terkait satu dengan yang lainnya. Bahkan pada bidang ini juga akan terlihat bahwa hubungan hukum dan kebijakan pemerintah tidak sekedar terdapatnya kedua hal itu dibicarakan dalam satu topik atau pembicaraan, keduannya dapat saling mengisi dan melengkapi namun lebih dari itu antara hukum dan kebijakan publik pada dasarnya saling tergantung satu sama lainnya, kedua terminologi diartikan sebagai hukum positif yang berlaku pada
29
Dikutip dari harian KOMPAS, 15 Mei 2012 yang bersumber dari PD Kebersihan kabupaten Tangerang beserta keterangan singkat dari tim Litbang KOMPAS yang tercantum di bawah data
sebuah Negara dan ketika penerapan hukum dihubungkan dengan kebijakan pemerintah maka keduanya pada dasarnya saling tergantung. Keterkaitan secara mendasar adalah nampak pada kenyataan bahwa pada dasarnya penerapan hukum itu sangat memerlukan kebijakan publik untuk mengaktualisasikan hukum tersebut di masyarakat, sebab umumnya produk-produk hukum yang ada itu pada umumnya hanya mengatur hal-hal yang bersifat umum dan karena cakupannya yang luas dan bersifat nasional maka tidak jarang produk-produk hukum atau undang-undang yang ada itu tidak mampu mengcover seluruh dinamika masyarakat yang amat beragam di daerah tertentu.30 Dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang kebijakan pemerintah mengatasi permasalahan penduduk tentang
pengelolaan sampah sudah menjadi
tanggung jawab pemerintah termasuk masalah pembiayaannya. Sedangkan manusia hidup di dunia menentukan lingkunganya atau ditentukan oleh lingkunganya. Perubahan lingkungan sangat ditentukan oleh sikap maupun perlindungan manusia pada lingkungannya. Alam secara fisik dapat dimanfaatkan untuk kepentingan manusia dalam mengupayakan kehidupan yang lebih baik dan sehat menjadi tidak baik dan tidak sehat dan dapat pula sebaliknya, apabila pemanfaatanya tidak sesuai dengan kemampuan serta melihat situasinya31
B. Langkah Pemerintah Terhadap TPA
Langkah-langkah
mengatasi
masalahan
yang
dihadapi
oleh
pemerintah, dan masyarakat dalam menangani sampah terkait penanganan sampah serta pelaksanaan yang belum maksimal terhadap regulasi-regulasi
30
Muchsin, Hukum Dan Kebijakan Publik,(Yogyakarta: Media Aneroes Press, 2002 ) 57-58 P.Joko Subagyo, Hukum Lingkungan Masalah penanggulanganya cet.3, (Jakarta: Rineka Cipta,2002) 1. 31
mengenai penanganan sampah.32 Dalam hal ini perlu adanya sebuah komitmen yang kuat dan terobosan yang bersifat kreatif-inovatif dari semua pihak untuk mengoptimalkan perangkat regulasi mengenai penanganan dan pembagunan sampah yang berwawasan lingkungan serta merubah paradigma yang sudah tidak mempunyai relavansi dalam konteks membagun kesadaran pemerintah terkait, dan masyarakat dalam menghadapi problematika sampah di negeri ini. Ada beberapa prinsip umum yang bisa dijadikan landasan dalam rangka optimalisasi kebijakan pengelolaan dan pembagunan sampah yang berwawasan lingkungan. Beberapa langkah strategis dalam mengoptimalkan kebijakan dan merubah pengelolaan dan pembagunan sampah dapat dilakukan melalui beberapa langkah berikut ini terhitung ada beberapa konsep diantaranya: 1. Konsep layanan persampahan sebagai sarana pendekatan terhadap penyelenggaraan pelayanan masyarakat dengan cara pengurangan sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya dan megedepankan peran dan partisipasi aktif dari seluruh komponen masyarakat sebagai mitra dalam pengelolaan sampah. 2. Megembangkan pola kemitraan strategis dengan pihak swasta melalui penyederhanaan jalur birokrasi bagi pihak swasta yang berminat untuk berinvestasi dalam pengelolaan sampah. 3. Meningkatkan pembinaan dan pemahaman masyarakat secara intensif dan berkelanjutan (sustainable) akan upaya 5R (reduce, reuse, recycle, recovery, replace) terkait dengan pengelolaan dan pembangunan 32
Enri Damanhuri, ibid, hal. 394 – 400.
persampahan serta mengembangkan dan menerapakan sistem insentif dan disinsentif dalam pelaksanaan 5R. 4. Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan dengan memaksimalkan pemanfaatan sarana maupun prasarana persampahan. 5. Pengembangan kelembagaan, peraturan dan perundangan dengan cara meningkatkan status dan kapasitas institusi pengelola, meningkatkan kinerja institusi pengelola persampahan, memisahkan fungsi/unit regulator dan operator, serta mendorong penerapan sistem pengawasan dan penerapan sanksi hukum secara konsisten dalam rangka pembinaan aparat, masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya. Dengan adanya tempat pembuangan sampah di suatu daerah, biasanya akan mempengaruhi kesehatan dan lingkungan bagi warga sekitarnya. Seperti contoh yang terjadi di TPA Jatiwaringin, dengan adanya TPA maka warga sekitarnya TPA menuai derita yang tiada berujung. Dampak, seperti Penyakit Infeksi kulit, Kulit alergi, Asma, Rheumatik, Hipertensi, dan lain-lain Dengan adanya TPA tersebut juga dapat merusak lingkungan dan ekologi disekitarnya. beberapa kerusakan lingkungan yang hingga kini tidak bisa ditanggulangi akibat sebuah kawasan ekologi dijadikan TPA antara lain: pencemaran tanah dimana Kegiatan penimbunan sampah akan berdampak terhadap kualitas tanah yang berada di lokasi dan sekitarnya. Tanah yang semula bersih dari sampah akan menjadi tanah yang bercampur dengan limbah/sampah, baik organik maupun anorganik baik sampah rumah tangga maupun limbah industri dan limbah rumah sakit. Tidak ada solusi yang konkrit dalam pengelolaannya, maka potensi pencemaran tanah secara fisik akan berlangsung dalam kurun waktu sangat lama.
Akibat lain yang dapat ditimbulkan adanya TPA adalah terjadinya pencemaran air, dimana hal tersebut dapat mempengaruhi kualitas air dan tanah sawah akibat limbah sampah yang akan meresap ke tanah dan akan terkumpulnya berbagai macam penyakit di sekitar wilayah. Potensi tercemarnya air tanah oleh limbah pun tidak dapat dihindari, akibat adanya limbah indstri dan limbah rumah sakit. Sedangkan akibat yang selanjutnya dengan adanya TPA tersebut adalah tercemarnya udara disekitar TPA dengan bau yang tidak sedap yang dapat menimbulkan berbagai penyakit yang antaranya adalah TBC.
C. Tanggapan Warga terhadap Kebijakan Pemerintah
Belakangan ini warga sudah tidak nyaman tinggal di sekitar TPA itu, karena semakin hari sampah terus bertambah. Warga mengizinkan keberadaan TPA itu sebelumnya karena dijanjikan dikelola secara profesional, artinya sampah tersebut tidak mengandung aroma busuk dan dapat dijadikan pupuk kompos. Selain itu, warga setempat yang belum memiliki pekerjaan tetap dipekerjakan oleh pengelola TPA Pemkab Tangerang dengan imbalan memadai. Sementara itu, Bupati Tangerang. Menurut kepala TPA Jatiwaringin bahwa Bupati Kabupaten Tangerang pernah mengatakan bahwa keberadaan TPA Jatiwaringin mendatangkan manfaat bagi warga setempat karena diberikan pupuk kompos untuk menyuburkan aneka tanaman. Namun mengenai adanya aspirasi warga tentang pemindahan TPA itu tentunya harus melakukan koordinasi dengan DPRD setempat. TPA diizinkan di Jatiwaringin telah disetujui oleh warga dan DPRD, maka hal itu harus dibicarakan kembali.
Seringkali wartawan dari berbagai media menulis dan memberitakan bahkan para LSM sering mengkordinasikan kepada pihak yang terkait untuk meninjau ulang masalah TPA di Jatiwaringin namun belum juga terselesaikan, hingga pada awal Maret masyarakat Jatiwaringin dan sekitarnya yang merasa terkena imbas dari pembuangan sampah tersebut megadakan unjuk rasa ketempat dimana pembuangan sampah tersebut. Namun disisi lain dengan adanya pembuangan sampah tersebut sekelompok warga yang terdiri dari beberapa kepala keluarga sangat bergantung dari hasil penjualan barang bekas yang mereka pungut dari tumpukan sampah tersebut. Hingga pada awal maret 2010 sekelompok warga (pemulung) tersebut terjadi bentrok dengan para pengunjuk rasa yang menyebabkan beberapa orang terluka. entah sampai kapan permasalahan sampah tersebut bisa teratasi, sementara warga Jatiwaringin dan sekitarnya sudah sangat resah mereka mengkhawatirkan dampak (penyakit) yang akan timbul karena setiap hari harus menghirup udara yang tercemar oleh bau busuk yang ditimbulkan oleh tumpukan sampah yang sudah menggunung itu. Yang lebih berbahaya, rembesan air sampah (Lindi) yang mencemari bagian dalam tanah, sehingga mencemari sumur warga yang notabenenya menjadi konsumsi warga sekitar. Pencemaran lingkungan baik pencemaran Udara, pencemaran Air, juga pencemaran Tanah yang ditimbulkan akan sangat merugikan bagi kehidupan warga untuk sekarang dan masa yang akan datang. Fakta yang lebih mengejutkan, bahwa TPA Jatiwaringin yang sudah beroperasi lebih dari lima belas tahun, perhatian Pemerintah Kabupaten Tangerang dan intansi terkait, terhadap warga masyarakat yang wilayahnya
terkena dampak langsung keberadaan TPA tersebut, masih sangat minim sekali. Kalaupun ada, kemungkinan hanya dirasakan oleh segelintir oknum saja, Tentu sajahal tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap amanat UU No. 18 tahun 2008 tentang pengelolaan sampah.
D. Titik Temu tentang Sampah di TPA Jatiwaringin Tangerang
Dari tahun ketahun permasalahan sampah di TPA Jatiwaringin menjadi permasalahan yang belum terselesaikan dan terus menjadi problema yang memang harus segera ditindaklanjuti oleh pihak yang terkait. Karena TPA jatiwaringin menampung sampah tiga kota yaitu Kota Tangerang Selatan. Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang, untuk sekarang TPA hanya menampung sampah dari Kabupaten Tangerang. Permasalahan sampah TPA Jatiwaringin Mauk itu juga sudah disampaikan kepada Bupati kabupaten Tangerang Bapak Ismet Iskandar dan anggota DPRD Kabupaten Tangerang jadi TPA tersebut tidak bisa ditutup, karena lahan kosong yang ada di wilayah Kabupaten Tangerang itu sudah dikontrak oleh para inpestor untuk dibuat perumahan, pabrik dan ruko karena dari situ pemasukan otonomi daerah kabupaten Tangerang Pertambah dari hasil perusahaan. Adapun di wilayah sekitar TPA tersebut banyak sawah hampir 20 hektar yang sudah tidak produktif akibat terkena air limbah, maka yang mempunyai sawah tersebut menjual tanahnya kepada investor untuk digali tanahnya dan dijual, sedangkan sampah yang bertumpuk di TPA tinggi sampah sampai 9,5 meter akan dibuang ke tanah yang sudah digali. Karena dari pihak dinas kebersihan dan pertamanan sudah ada perjanjian dengan
investor untuk membuang sampah ke tanah yang sudah digali. Jadi sampah yang sudah bertumpuk akan teratasi dan warga pun jauh dari penyakit TBC.33
33
langsung Dengan Bapak. Tutin Ketua TPA Jatiwaringin Kabupaten Tangerang pada tanggal 20 Januari 2013
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kebijakan Pemerintah tentang Sampah Impelmentasi kebijakan pemerintah tentang sampah, tidak terlepas dari faktor internal maupun eksternal. Faktor internal dimana minimnya kesadaran warga untuk bertanggung jawab terhadap permasalahan sampah di lingkungan rumah tangganya sendiri, rendahnya SDM. Sedangkan yang mempengaruhi faktor eksternal adalah minimnya lahan pembuangan sampah serta tidak ketatnya pemerintah baik pusat maupun daerah membuat aturan masalah sampah. Hal mendasar berikutnya adalah perlunya sebuah kebijakan yang bersifat menyeluruh dan konsisten dalam penanganan sampah, sehingga arah penanganan sampah tidak bersifat temporer semata. Dalam kasus semacam ini, maka peran swasta perlu diperhitungkan dalam penanganan sampah jangka panjang, termasuk partisipasinya dalam upaya daur-ulang, pengolahan dan pemusnahan sampah. Pengembangan teknologi yang sesuai dengan kondisi Indonesia perlu digalakkan, khususnya yang mudah beradaptasi dengan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia. Teknologi yang berbasis pada peran serta masyarakat tampaknya perlu mendapat prioritas, agar keterlibatan mereka menjadi lebih berarti dan terarah dalam penanganana sampah. Namun pengenalan teknologi yang relatif canggih, padat modal, dan dikenal sangat mampu memusnahkan sampah, sudah waktunya juga dikaji khusunya bagi kota-kota yang sudah mampu.
1. Berdasarkan Study Kasus
50
Berdasarkan penelitian, Pihak pengelola yakni Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Tangerang, sampai hari ini tidak mengelola
sampah di lokasi TPA secara baik dan benar. Sampah hanya diangkut kelokasi, kemudian hanya ditumpuk saja (open dumping), tanpa ada pengelolaan lebih lanjut yang lebih ramah lingkungan. Akibatnya, bau busuk sampah yang menyengat dan juga kerumunan lalat, sudah masuk kerumah warga, hal ini tentunya sangat berbahaya bagi kesehatan warga disekitar. Yang lebih berbahaya, rembesan air sampah (Lindi) yang mencemari bagian dalam tanah, sehingga mencemari sumur warga yang notabene menjadi konsumsi warga sekitar. Pencemaran lingkungan baik pencemaran Udara, pencemaran Air, juga pencemaran Tanah yang ditimbulkan akan sangat merugikan bagi kehidupan warga untuk sekarang dan masa yang akan datang. Tahun ini dari dinas pertamanan menargetkan infrastruktur seperti jalan, saluran air sudah dibenahi, akhir Tahun 2013 Kabupaten Tangerang akan melakukan kajian mendalam untuk penggunaan teknologi di TPA tersebut. Kajian akan langsung dilakukan oleh konsultan persampahan Dinas Kebersihan Pertamanan dan Pemakaman Kabupaten Tangerang. Dari pihak petamanan sudah menyiapkan lahan seluas 300 meter di dalam TPA Jatiwaringin untuk membangun area sampah yaitu menjadikannya tempat pembuatan pupuk kompos.
2. Tanggapan masyarakat
Sebagaian warga masyarakat yang tinggal di Jatiwaringin, sangat prihatin sekaligus kecewa dengan keberadaan TPA Jatiwaringin. Karena kehadirannya selama ini tidak memberikan keuntungan apapun bagi
warga. Memang ada kompensasi berupa uang sebesar Rp. 100.000,- per bulan untuk para kepala keluarga yang ada disekitar TPA tersebut, tapi setiap pergantian Kepala TPA terkadang kompensasi tidak turun, dan setiap ditanya sedang proses. Sampai sekarang kompensasi itu tidak ada. Sebagai warga masyarakat yang daerahnya hanya dijadikan tempat membuang sampah, maka dengan tegas warga menolak keberadaan TPA Jatiwaringin untuk terus berada dilingkungan jatiwaringin. Pertanyaan warga sederhana saja, apakah para pejabat pemerintah Kabupaten Tangerang juga mau, kalau di dekat lokasi tempat tinggalnya juga dijadikan Tempat Pembuangan Akhir. Keberadaan TPA Jatiwaringin sangat mengganggu ketentraman warga, khususnya Desa Jatiwaringin, juga beberapa desa lainnya, yaitu Desa Buaranjati, Desa Gintung, dan Desa Rajeg Mulya hampir tiga kecamatan, karena berada tidak jauh dari kawasan TPA tersebut.34 Pengelolaan sampah yang amburadul dan tidak adanya kompensasi bagi warga sekitar, adalah sebuah fakta betapa lemahnya usaha Pemerintah Kabupaten Tangerang untuk mengelola lingkungan dan menyejahterakan warganya dengan baik. Ketika hanya bau busuk sampah dan kerumunan lalat di meja makan, dan kerusakan lingkungan yang semakin parah yang kami dapati. Maka pilihannya hanya satu, tutup TPA Jatiwaringin sekarang juga. Dari uraian yang disampaikan diatas, maka dapat diambil kesimpulan masyarakat Kabupaten Tangerang harus memperhatikan kegiatan penanganan sampah sebagai berikut: 34
Wawancara langsung dengan warga yang ada di sekitar TPA tersebut yaitu: Kepala Desa Bapak Drs. Pendi Ruhiyat dan Bapak RT. Muhayar, pada tanggal 20 Agustus 2011
a. Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, atau sifat sampah yang bisa di daur ulang. b. Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu. c. Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir. d. Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah. e.
Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.
B. Saran-Saran
Sebagai saran penulis, berkenaan dengan selesainya penulisan skripsi tentang
“Kebijakan
Pemerintah
Kabupaten
Tangerang
Tentang
Pengelolaan Sampah TPA Jatiwaringin Tangerang” maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Dengan adanya Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) di suatu daerah, biasanya akan mempengaruhi kesehatan dan lingkungan bagi warga sekitarnya, disamping itu juga mempengaruhi atau merusak ekologi disekitarnya yang diantaranya adalah terjadinya pencemaran air, udara, tanah. Dan akibat dari pencemaran tersebut warga sekitar mudah terserang penyakit. 2. Sistem pengelolaan sampah yang digunakan ini sudah ketinggalan zaman yang salah satunya menggunakan landfill yaitu sistem dimana dalam
sistem tersebut membutuhkan lahan yang luas untuk sampah. Disamping itu pemerintah harus dapat membuat kebijakan baik internal maupun eksternal. Faktor Internal dimana minimnya kesadaran warga untuk bertanggung jawab terhadap permasalahan sampah di lingkungan rumah tangganya sendiri, rendahnya SDM. Sedangkan yang mempengaruhi faktor eksternal adalah minimnya lahan pembuangan sampah serta tidak ketatnya pemerintah baik pusat maupun daerah membuat aturan masalah sampah.
DAFTAR PUSTAKA
Abu, Ahmad Ilmu Sosial Dasar. (Jakarta: Rineke Cipta: 2003) Arikunto, Suharismi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. (Jakarta: PT Rieneka Cipta, 2002) Damanhuri, Enri, Permasalahan Dan Alternatif Teknologi Pengelolaan Sampah Kota Di Indonesia, Departemen Teknik Lingkungan (FTSP ITB, Vol. I. 2011) Kusnadi, Harjasumantri, Hukum Tata Lingkungan, Edisi.7 (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2000) Edisi 7. Cet. 15 Irawan, Prasetya, penelitian Kualitatif dan Kuantitatif (Jakarta: DIA FISIP UI, 2006). James, Anderson, Public Policy Making: An, Introuction (Boston: Houghton Mufflin Company, 2006) Muchsin, Hukum Dan Kebijakan Publik, (Malang: Averose Press Pressindo,2007) Nugroho Riant D, Understanding Public Policy.( Yogyakarta: Media Presindo, 2004). Subagyo, Joko, Hukum Lingkungan Masalah penanggulanganya. Jakarta: Rineka Cipta, 2002) cet. 3 Subana dan Sudrajat, Dasar- Dasar Penelitian Ilmiah. (Bandung : Pustaka Setia. 2001).
Sudrajat H.R, Solusi Mengatasi masalah Sampah kota Dengan Manajemen Terpadu dan Mengolahnya Menjadi Energi Listrik dan Kompos. Cet.1. (Jakarta: Penebar Swadaya, 2006).
Zuliansyah
Rangga,
Harjasumantri
Kusnadi,
Hukum
Tata
Lingkungan,
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2000). Edisi 7. Cet. 15 Winarno, Budi, Kebijakan Publik, Teori dan Proses, (Yogyakarta: Media Presindo, 2007)
WAWANCARA Wawancara langsung dengan Bapak Rum Naat
Ketua TPA Jatiwaringin
Kabupaten Tangerang pada tanggal 14 Februari 2011 Wawancara langsung dengan kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tangerang, Ibu. Hj Naniek Isnaini, tanggal 03 April 2012 Wawancara langsung dengan warga yang ada di sekitar TPA 1. Bapak. H. Mukdin 2. Bapak. Acang 3. Ibu. Nuramah 4. Ibu. Kokom Wawancara langsung dengan Kepala Desa, Bapak Drs. Pendi Ruhiyat Wawancara langsung dengan ketua Rukun Tetangga (RT).Bapak Muhayar, pada tanggal 20 Agustus 2011
MEDIA CETAK
Artikel diakses pada media cetak Radar Banten, 21 januari 2011. Artikel diakses pada media cetak Tempo interaktif, maret 2012/ 10.37 WIB Artikel diakses pada media cetak Tempo Interaktip 02 januari 2012. yang bersumber dari Dinas kependudukan Kabupaten Tangerang. Artikel diakses pada media cetak Harian Kompas, 15 Mei 2012 yang bersumber dari PD Kebersihan kabupaten Tangerang Artikel diakses pada media cetak Tempo Interaktif. 30 Januari 2012 | 12:12 WIB Artikel diakses pada media cetak Harian Kompas. Hidup dari sampah belajar dari prof.html ( 14 Maret 2011). Damanhuri Enri, Sampah Organik, Kotoran Kerbau Sumber Energi Alternatif, Sumber (Media Indonesia: 2011).
INTERNET
http://www.kabtangerang.go.id pada tanggal 3 mei 2011. http://tangerangnews.com/Diakses pada tanggal 2 April 2012. http://en. Wikipedia.org/wiki/Pople Power Revolution pada tanggal 03 juni 2012.