MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 93/PUU-X/2012
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN SAKSI/AHLI DARI PEMOHON SERTA PEMERINTAH (IV)
JAKARTA KAMIS, 20 DESEMBER 2012
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 93/PUU-X/2012 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah [Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON Dadang Achmad ACARA Mendengarkan Keterangan Saksi/Ahli dari Pemohon serta Pemerintah (IV) Kamis, 20 Desember 2012, Pukul 10.30 – 11.30 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
Achmad Sodiki Ahmad Fadlil Sumadi Anwar Usman M. Akil Mochtar Muhammad Alim Harjono Hamdan Zoelva
Hani Adhani
(Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti
i
Pihak yang Hadir: A. Pemohon: 1. Dadang Achmad B. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Rudi Hernawan 2. E. Sophan Irawan C. Pendamping Pemohon: 1. 2. 3. 4.
Utang Rosidin Saripudin Muhammad Ikbal Muhammad Fadli
D. Ahli dari Pemohon: 1. Ija Suntana 2. Dedi Ismatullah E. Pemerintah: 1. 2. 3. 4. 5.
Agus Hariadi (Kementerian Hukum dan HAM) Budijono (Kementerian Hukum dan HAM) Dewi Sri (Kemeterian Keuangan) Ceceh Haryanto (Kemeterian Keuangan) Mufli Asmawidjaya (Kemeterian Keuangan)
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 10.30 WIB 1.
KETUA: ACHMAD SODIKI Sidang Perkara Nomor 93/PUU-X/2012 dengan ini saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Baik, assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semua. Saya persilakan pada Pemohon, siapa yang hadir saat ini?
2.
PEMOHON: DADANG ACHMAD Assalamualaikum wr. wb.
3.
KETUA: ACHMAD SODIKI Waalaikumsalam.
4.
PEMOHON: DADANG ACHMAD Yang hadir pada hari ini adalah saya sendiri Dadang Achmad sebagai Pemohon. Kemudian Penasihat Hukum Saudara Rudi Hermawan, kemudian Penasihat Hukum juga Saudara Irawan. Kemudian kami menghadirkan Saksi/Ahli Prof. Dr. H. Dedi Ismatullah, S.H. Kemudian Saksi/Ahli juga Dr. Ija Suntana dari Universitas Islam Negeri Bandung. Kemudian ada peserta lain, yaitu Pak Utang Rosidin, S.H., M.H., Saripudin, Muhammad Ikbal, S.E., dan Muhammad Fadli. Demikian, Yang Mulia.
5.
KETUA: ACHMAD SODIKI Baik, saya persilakan dari Pemerintah?
6.
PEMERINTAH: AGUS HARIADI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera untuk kita semua. Dari Pemerintah yang hadir saya sendiri Agus Hariadi dari Kementerian Hukum dan HAM, di sebelah saya Saudara Budijono dari Kementerian Hukum dan HAM, di sebelah kiri saya Saudara Mufli Asmawidjaya dari Kementerian Keuangan, terus sebelah kirinya lagi Saudara Ceceh Haryanto dari Kementerian Keuangan, dan yang paling ujung Saudara Dewi dari Kementerian
1
Keuangan. Di belakang kami staf dari Kementerian Hukum dan HAM dan Kementerian Keuangan. Terima kasih. 7.
KETUA: ACHMAD SODIKI Baik, ini dari DPR tidak hadir ya? Baiklah. Hari ini kita akan mendengarkan keterangan Ahli, yaitu Saudara Dr. Ija Suntana dan Prof. Dr. H. Dedi Ismatullah, S.H., M.Hum. Saya persilakan untuk maju ke depan untuk disumpah terlebih dahulu. Ya, maju ke depan, silakan.
8.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Ikuti lafal sumpah yang akan saya tuntunkan. “Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.”
9.
SELURUH AHLI YANG BERAGAMA ISLAM BERSUMPAH: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya, sesuai dengan keahlian saya.
10.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih.
11.
KETUA: ACHMAD SODIKI Silakan duduk kembali. Baiklah, saya persilakan pada Dr. Ija Suntana untuk memberikan keterangan ahlinya. Bisa di podium, silakan saja.
12.
AHLI DARI PEMOHON: IJA SUNTANA Assalamualaikum wr. wb. Yang Terhormat Yang Mulia Para Hakim Konstitusi dan Hadirin sekalian yang hadir. Pada pagi ini saya akan menyampaikan beberapa pokok-pokok pemikiran yang terkait dengan uji materiil terhadap Pasal 55 ayat (2) dan (3) dalam Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008. Yang pertama, yang saya akan sampaikan dalam pokok-pokok pemikiran saksi ahli adalah secara filosofis sub dan sifkum perbankan syariah didominasi oleh istilah-istilah bisnis Islam, seperti murabahah, hudaibiyah, musyarakah, mudarabah, qardh, hawalah, ijarah, dan kafalah.
2
Oleh sebab itu, merupakan hal yang benar dan tepat apabila penyelesaian perkara perbankan syariah dilakukan dalam lingkungan peradilan yang secara substantif membidangi hal-hal yang terkait dengan nilai-nilai syariat Islam. Apabila diserahkan pada sistem peradilan yang tidak menerapkan aturan-aturan syariah, yang akan muncul adalah ketidaksinkronan antara praktik akad dengan penyelesaian sengketanya. Akad dilakukan di dalam sistem syariah, sementara penyelesaiannya dilakukan dalam lingkungan peradilan yang tidak menggunakan aturan dan asas-asas syariah. Kemudian yang kedua, yang termasuk pemikiran saya yang terkait dengan undang-undang tersebut, secara tertulis, secara eksplisit dikatakan bahwa Peradilan Agama dalam Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 yang mengubah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama dikatakan secara langsung bahwa salah satu kompetensi absolut peradilan agama adalah menyelesaikan perkaraperkara ekonomi … sengketa ekonomi syariah. Perbankan syariah masuk dalam bagian dari ekonomi syariah. Oleh sebab itu, pelemparan kompetensi absolut kepada selain lembaga yang tertulis secara langsung, itu di ... menurut penilaian saya, itu adalah penyimpangan dari asas kepastian hukum yang diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Pasal 28D Bab 10A tentang Hak Asasi Manusia yang Menjamin tentang Kepastian Hukum bagi Warganya. Sebab ketika peradilan ... ada dua peradilan, kemudian diberikan kesempatan untuk dipilih oleh para pihak yang bersengketa, itu akan menimbulkan choice of forum yang dalam … apa ... perkara yang substansinya sama juga, objeknya sama, kemudian diberikan kebebasan memilih, itu akan menimbulkan legal disorder (kekacauan hukum). Selain itu, akan menimbulkan disparitas keputusan, kemungkinan juga akan terjadi keanehan. Sebab mungkin ketika putusan a lahir dari peradilan agama, sementara putusan b lahir dari pengadilan umum untuk kasus yang sama ibaratnya, atau ada dua kasus yang memiliki kemiripan sama atau bahkan sama, maka akan terjadi keanehan bagi para pihak yang menerima. Kok, di pengadilan agama ini putusannya? Di pengadilan negeri kok ini putusannya, itu yang akan muncul akibat adanya choice of forum. Kemudian selanjutnya, mengenai ayat (2) dan ayat (3) Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dalam istilah hukum Islam, itu akan menimbulkan yang disebut dengan ta’arudh al-adillah, pertentangan dua aturan ketika ayat (2) dan ayat (3) nya masih tetap ada, saya pikir begitu. Kemudian selanjutnya, terkait dengan Pasal 2 dan ... masih Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, itu akan bertentangan sebetulnya apabila masih tetap ditetapkan dalam undang-undang tersebut, yaitu dengan Pasal 1 ayat (3) yang menyebutkan dalam 3
Undang-Undang Dasar 1945 bahwa negara Indonesia adalah negara hukum. Salah satu karakter negara hukum adalah adanya kepastian hukum, itu bertentangan dengan itu. Kemudian kedua, juga tadi dikatakan bertentangan dengan Pasal 28D yang menyebutkan bahwa salah satu hak asasi manusia, termasuk di dalamnya adalah para nasabah, itu adalah dijamin kepastian hukum. Kemudian secara ... ini tidak tertulis dalam pokok-pokok pemikiran saya, tapi saya sampaikan bahwa apabila ada pilihan forum untuk penyelesaian perkara, sementara orang diberikan kebebasan, ibaratnya untuk memilih, tidak ditunjuk langsung oleh undang-undang, itu akan menimbulkan choice ... eh, maaf, chaos, chaos ya. Chaos sebelum atau dalam praktik akad kemungkinan. Sebab mungkin saja ketika orang mau menandatangani akad di banknya yang itu masuk ke bank syariah, orang ... nasabah yang masuk bank syariah, sementara pihak bank menginginkan bahwa penyelesaian sengketa itu ada di pengadilan negeri, sementara nasabah menginginkan diselesaikan di pengadilan agama, itu akan menimbulkan masalah dalam masalah akad itu. Sebelum masuk kepada urusan hukum, dalam penentuan akad pun akan menjadi masalah karena akan jadi peribut ... perdebatan antara “Saya ingin di pengadilan agama,” kata nasabah, sementara kata pihak bank, “Saya ingin di pengadilan negeri,” itu tidak akan ditemukan titik temu, maka harus ada kepastian hukum, ini di mana dipastikannya? Ketika diberikan kesempatan choice of forum itu adalah membahayakan terhadap hal semacam itu. Kemudian selanjutnya, ini juga di dalam lisan saya, secara lisan tidak tertulis dalam pokok-pokok pemikiran saya. Bahwa apabila ada ungkapan bahwa orang yang masuk ke bank syariah itu tidak orang muslim saja, tapi ada nonmuslim. Dalam teori hukum ketika orang nonmuslim masuk kepada peradilan atau perbankan syariah, dia telah melakukan choice of law (telah memilih hukum). Ketika dia telah memilih hukum, maka secara langsung dia siap dan ikut diatur dengan aturan dan asas yang ada di lembaga yang dia masuki, yaitu hal-hal yang terkait dengan syariah. Nah, ketika bank syariah menerapkan aturan-aturan syariah, maka ketika nonmuslim masuk ke dalam bank syariah, dia telah menyiapkan diri dan siap juga menerima terhadap aturan yang diterapkan oleh bank syariah. Sehingga dari urusan asas, aturan, dan sampai penyelesaian sengketanya harus disesuaikan dengan syariah. Oleh sebab itu, dikatakan bahwa si nonmuslim yang telah masuk ke dalam bank syariah itu telah melakukan choice of law. Kenapa dikatakan telah memilih choice atau … apa ... choice of law (memilih hukum) karena ada bank konvensional yang bisa dia lakukan atau dia pilih kenapa masuk ke bank syariah. Sementara di bank syariah itu telah dijelaskan secara nyata bahwa aturan dan asas yang telah dilaksanakan ... yang akan diterapkan dari urusan mulai akad sampai penyelesaian sengketa sesuai dengan aturan syariah. 4
Oleh sebab itu, tidak dikatakan bahwa difokuskannya penyelesaian sengketa perbankan syariah di peradilan agama, itu bertentangan dengan asas rahmatan lil’alamin karena ada orang-orang nonmuslim yang masuk ke sana. Saya pikir karena orang-orang nonmuslim ketika sudah masuk kepada perbankan syariah, dia telah melakukan choice of law, telah memilih hukum. Ketika telah memilih hukum, maka aturan segala rupanya dia harus menerima karena dia secara langsung telah masuk ke dalam sistem yang telah melaksanakan dan telah mengaturnya dengan syariah. Oleh sebab itu, penyelesaiannya pun dia harus menerima di lingkungan peradilan yang melaksanakan dan menerapkan aturanaturan syariah. Itu, Yang Mulia, yang saya … beberapa pokok pikiran tentang Undang-Undang Perbankan ini yang saya akan sampaikan. Terima kasih. 13.
KETUA: ACHMAD SODIKI Baik, saya persilakan duduk kembali. Selanjutnya, saya persilakan Prof. Dr. Dedi Ismatullah, S.H., M.Hum.
14.
AHLI DARI PEMOHON: DEDI ISMATULLAH Assalammualaikum wr.wb.
15.
KETUA: ACHMAD SODIKI Waalaikumsalam wr.wb.
16.
AHLI DARI PEMOHON: DEDI ISMATULLAH Yang Mulia Para Hakim Konstitusi, Bapak dan Ibu sekalian. Saya ingin menjelaskan beberapa saja yang terkait dengan Pasal 55 yang ayat (2) dan ayat (3)-nya yang dianggap ini bertentangan dengan konstitusi yang ada. Yang pertama, pemikiran saya kembali kepada Pasal 1 ayat (3), Negara Indonesia adalah negara hukum yang di dalamnya itu ada dua, ada supreme of law dan equality before the law. Penafsiran terhadap supreme of law, yaitu salah satunya adalah kepastian hukum, rechtsstaat itu kan kepastian hukum. Maka dengan diberikannya pilihan hukum bagi orang yang masuk di peradilan, ini menimbulkan confuse, kebingungan hukum nantinya. Oleh karena itulah, maka saya melihat Pasal 2 dan Pasal 1 … ayat (2) dan ayat (3)-nya ini tidak rasional, sebab bertentangan dengan ayat (1)-nya. Salah satunya itu adalah dilaksanakan peradilan di peradilan agama diberikan pilihan di peradilan yang lain.
5
Juga saya melihat ketika ini dilakukan, akan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang Kompetensi Peradilan Agama. Kompetensi peradilan agama ini adalah merupakan kepastian hukum bagi orang yang ingin berperkara di dalam masalah bank ekonomi Islam. Kemudian yang kedua, saya juga melihat adanya Pasal 29 ayat (2), “Negara menjamin kemerdekaan tiap penduduk pemeluk agamanya untuk melaksanakan syariatnya.” Saya kira melaksanakan ekonomi syariah di peradilan agama, itu adalah merupakan bentuk daripada implementasi Pasal 29 ayat (2) ini, maka negara mempunyai kewajiban melindungi hak-hak hukum bagi setiap warga negaranya. Kemudian yang ketiga, Pasal 28 ayat (1), saya kira sudah jelas di situ tentang kepastian hukum, kemudian setiap orang berhak atas pengakuan jaminan perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum. Jadi saya ingin menyampaikan bahwa equality before the law itu adalah samanya kedudukan antara pengadilan agama dan pengadilan negeri. Tapi pengadilan agama telah dijustifikasi oleh undang-undang tersendiri, sehingga ini adalah merupakan kompetensi absolut bagi peradilan agama. Saya kira hal-hal yang lain, saya sependapat dengan Saksi/Ahli yang tadi. Terima kasih. Wassalamualaikum wr.wb. 17.
KETUA: ACHMAD SODIKI Waalaikumsalam wr.wb. Baik terima kasih, Prof. Saya persilakan, mungkin ada hal-hal yang perlu didalami dari Pemohon lebih dahulu?
18.
PEMOHON: DADANG ACHMAD Terima kasih, Yang Mulia. Memang ini adalah merupakan tambahan informasi kepada Yang Mulia bahwa dengan pelaksanaan eksekusi terhadap perselisihan kami antara perbankan syariah dengan saya, jadi ada beberapa tahap yang dilewati, yaitu tidak melalui arbitrase dan sebagainya, sehingga kami merasa seperti dikejar, seperti dihadapkan kepada sesuatu yang sebetulnya bisa kami atasi, asal diberi waktu. Sehingga pengadilan umum yang sedang kami hadapi sekarang ini seolah-olah kami sudah tidak ada lagi waktu untuk bergeser lagi. Dan kami berpikir ini sudah keluar daripada prinsip syariah, dimana apabila kami mendapat kerugian atau tidak mendapat pembayaran daripada owner pekerjaan, ini adalah merupakan masalah bersama. Tapi dalam kenyataannya, ini adalah merupakan masalah yang hanya kami sendiri yang dibebankan.
6
19.
KETUA: ACHMAD SODIKI Ya, kalau itu, Saudara tuangkan saja dalam kesimpulan. Sekarang kesempatan Anda diberi kesempatan untuk bertanya, memperdalam apa yang telah dikemukakan Ahli. Ya, silakan, Bapak, kalau mau tanya.
20.
PEMOHON: DADANG ACHMAD Jadi, saya ingin bertanya mengenai bagaimana komitmen perbankan syariah ini dalam melaksanakan perselisihan ini, Pak. Sehingga perselisihan ini saya ingin mendapat suatu perlakuan aturan yang seadil-adilnya kepada kami. Karena terus terang, kami … seluruh aset kami, termasuk tempat tinggal dan sebagainya adalah aset kami yang terakhir, tidak ada lagi dan itu sudah melebihi daripada kewajiban kami terhadap perbankan.
21.
KETUA: ACHMAD SODIKI Ya, itu ditujukan kepada siapa ini dari 2 Ahli ini?
22.
PEMOHON: DADANG ACHMAD Ke staf Ahli.
23.
KETUA: ACHMAD SODIKI Ke siapa?
24.
PEMOHON: DADANG ACHMAD Ke staf Ahli … ke Saksi/Ahli.
25.
KETUA: ACHMAD SODIKI Ahli, saya silakan. Ada hal yang … pandangan-pandangan tentang perbankan.
26.
AHLI DARI PEMOHON: IJA SUNTANA Terkait dengan komitmen penyelesaian sengketa yang dikatakan oleh Pemohon tadi bahwa harus dipahami di bank syariah itu kalau antara nasabah dengan bank, posisinya adalah pihak yang saling bekerja sama. Karena akad-akadnya juga menandakan ke arah sana, semacam mudharabah, murabahah, dan lain-lain, itu menandakan adanya proses kerja sama. Sehingga kerja sama itu ketika akan memilih apa pun, penyelesaiannya di mana, itu harus disesuaikan dengan kesepakatan bersama. Ketika dilakukan kesepakatan bersama, berarti 7
nasabah harus dihargai keinginannya, begitu juga bank dihargai keinginan juga oleh pihak nasabah. Tapi ketika … apa … ada pilihan yang diberikan ibaratnya oleh bank bahwa penyelesaian sengketa akan dilakukan di pengadilan negeri, maka ketika nasabah menginginkan di pengadilan agama, kita harus dikembalikan kepada undang-undang dan undang-undang yang menyebut secara langsung, itu harus dijadikan pegangan. Oleh sebab itu, pengadilan, maaf … perbankan syariah, semuanya harus mencantumkan akad atau penyelesaian sengketa itu sesuai dengan undang-undang, tidak disesuaikan dengan perintah dari pusatnya, dari banknya yang memerintahkan atau bank pusatnya. Sebab, mungkin ada seorang notaris ketika ditanya, “Kenapa ini dalam klausul akad dikatakan diselesaikan di pengadilan negeri? Padahal undang-undang secara langsung nomor … apa … Nomor 21 Tahun 2008 menyebut pengadilan agama sebagai tempat yang dinyatakan secara legal untuk menyelesaikan masalah sengketa syariah?” Maka jawabannya karena kami diperintahkan oleh pusat bahwa untuk menyelesaikannya di pengadilan negeri. Itu kan tidak menandakan bahwa akad tersebut disesuaikan dengan aturan yang berlaku. Sementara ketika nasabah menerima terhadap pilihan bank yang memilih dengan pengadilan negeri untuk menyelesaikan sengketa, pasti akan menerima karena posisinya, Yang Mulia, itu adalah sebagai orang yang akan nganyik atau yang akan berutang. Orang yang akan berutang pasti tertekan, Pak. Itu akan mengikuti itu apa yang diinginkan oleh pihak yang memintanya. Saya pikir itu kan tidak menandakan adanya kepastian gitu, sehingga masih ada orang yang terlanggar hak asasinya. Hak asasi yang dilindungi oleh Undang-Undang Dasar 1945 dalam Bab XA, secara khusus dalam Pasal 28D, itu jelas-jelas terlanggar saya pikir. Sebab yang jelas dinyatakan bahwa nasabah boleh mengajukan keinginannya di pengadilan agama, sementara secara langsung dikatakan bahwa kami diperintahkan di pengadilan negeri. Saya pikir … jadi, komitmen penyelesaiannya harus disesuaikan dengan undang-undang yang berlaku. Terima kasih. 27.
KETUA: ACHMAD SODIKI Masih ada pertanyaan lagi?
28.
KUASA HUKUM PEMOHON: RUDI HERMAWAN Terima kasih, Yang Mulia. Ada beberapa pertanyaan yang kami akan mintakan dari Prof. Dedi. Di dalam pandangan Saudara pada waktu tadi utarakan, mengenai adanya akad, mohon pandangannya. Akad adalah satu orang dengan satu … satu orang dengan salah satu orang dalam akad itu. Mohon pandangannya karena dalam UndangUndang Hukum Perdata, perjanjian yang dibuat oleh mereka … 8
perjanjian yang dibuat sebagaimana pasal … Pasal 1338 yang menyatakan, “Kesepakatan yang dibuat mereka … bagi mereka yang membuatnya.” Mohon pandangan dari Undang-Undang Perbankan Syariah yang notabenenya memilih akad dengan pandangan hukum perdata yang lazim selalu digunakan oleh A dan B menjadi kesepakatan. Mohon penjelasannya. Terima kasih. 29.
KETUA: ACHMAD SODIKI Saya persilakan. Yang satu dimatikan.
30.
AHLI DARI PEMOHON: DEDI ISMATULLAH Terima kasih. Saya ingin menjawab sesuai dengan komitmen bank syariah, tidak dibangun dalam perspektif lain. Jadi, akad yang dibangun di dalam prinsip bank ekonomi syariah itu adalah prinsip mudarabah dan musyarakah. Sehingga di dalam melaksanakan komitmen perjanjiannya, tentu ini dengan landasan kebersamaan. Maksudnya kebersamaan itu orang yang punya utang dan yang diutangi, apakah itu individu ataukah corporate perusahaan, itu harus tetap melandaskan bagi kebersamaan, tidak di dalam kerangka tekanan masing-masing. Hanya persoalannya, tadi karena adanya ayat (2) dan ayat (3), sehingga ini dipalingkan aspek hukumnya, maka di dalam pendapat saya harus dikembalikan kepada yang awal, akadnya itu adalah di dalam komitmen syariah. Jadi prinsip mudarabah dan musyarakah, itu harus dipakai di dalam hal ini, jadi tidak kepada yang lain. Maka sekarang itu kan terjadi confuse law (kebingungan) keputusan itu karena adanya pemalingan dari ayat (2) dan ayat (3) ini. Ini yang menjadi persoalan pokok bagi saya. Terima kasih.
31.
KETUA: ACHMAD SODIKI Baik, masih? Cukup?
32.
KUASA HUKUM PEMOHON: E. SOPHAN IRAWAN Ada lagi.
33.
KETUA: ACHMAD SODIKI Silakan.
34.
KUASA HUKUM PEMOHON: E. SOPHAN IRAWAN Terima kasih, Yang Mulia. Kami ingin menanyakan bahwa dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, secara tegas menyebutkan, “Jika terjadi perselisihan, itu diselesaikan di ruang 9
lingkup peradilan agama.” Sedangkan ayat (2), itu boleh memilih sesuai akad. Sedangkan ayat (3)-nya, dimana ayat (2) itu harus memberikan … harus diberi persyaratan bahwa yang dilaksanakan atau yang dipilih oleh nasabah dan perbankan, itu harus tidak boleh keluar dari prinsipprinsip syariah. Apakah dalam hal ini, mohon dijelaskan oleh Ahli … apakah dalam hal ini, untuk supaya tidak keluar dari forum of choice, jadi maksudnya yang dipilih tetap peradilan agama, cuma barangkali tempatnya. Umpamanya begini, jaminannya di Sukabumi, akadnya terjadi di Jakarta atau di Bogor, maka mereka keduanya boleh memilih apakah mau diselesaikan di Peradilan Agama Bogor atau di Peradilan Agama Sukabumi. Sebab dengan ditegaskannya melalui ayat (3), itu tidak boleh keluar dari prinsip-prinsip syariah. Mohon dijelaskan. 35.
KETUA: ACHMAD SODIKI Silakan.
36.
AHLI DARI PEMOHON: IJA SUNTANA Secara prinsip, choice of forum itu untuk si … apa … asas, kemudian aturan, sistem, dan hukum substantif yang sama, bisa dilakukan apabila pra … lingkungan peradilannya sama. Nah oleh sebab itu, ketika tadi contoh memilih mau di Pengadilan Sukabumi atau di Peradilan Jakarta, pengadilan agama yang saya maksud, itu tidak ada masalah. Tapi ketika sudah berbeda dari sisi substansi aturan yang dipakai, maka choice of forum itu tidak bisa lagi dilakukan. Oleh sebab itu, ketika aturan-aturan yang dipakai ketika akad syariah adalah aturan syariah, maka lingkungan peradilan yang menyelesaikannya adalah peradilan yang melaksanakan aturan-aturan syariah. Dan sebetulnya tidak bisa dipilih-pilih lagi dengan penawaran bahwa apabila dilakukan di lingkungan yang lain, maka dilakukannya harus sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Itu dalam bahasa Hukum Islam … teori Hukum Islam, dikatakannya adalah masyakah … menimbulkan masyakah, dipaksa-paksakan. Sebab orang ketika tidak paham aturan syariah, kemudian diminta untuk menyelesaikan secara syariah, maka dia akan kerepotan dan itu menimbulkan yang disebut dengan beban dalam penyelesaian masalah nanti. Dalam hukum Islam atau teori-teori hukum Islam dikatakan itu adalah mela … melanggar terhadap kepastian syariah. Itu, Pak, terima kasih.
37.
KETUA: ACHMAD SODIKI Terima kasih. Cukup?
10
38.
KUASA HUKUM PEMOHON: E. SOPHAN IRAWAN Cukup.
39.
KETUA: ACHMAD SODIKI Baik, dari … cukup ya? Dari Pemerintah?
40.
HAKIM ANGGOTA: M. AKIL MOCHTAR Sebentar, Pak! Oke.
41.
KETUA: ACHMAD SODIKI Pemerintah, ada?
42.
PEMERINTAH: AGUS HARIADI Terima kasih, Yang Mulia. Tanggapan Pemerintah nanti akan disampaikan di dalam keterangan Pemerintah. Terima kasih.
43.
KETUA: ACHMAD SODIKI Ya, baik.
44.
HAKIM ANGGOTA: M. AKIL MOCHTAR Ya, kepada Ahli ya, dua-duanyalah. Kalau kita memerhatikan Pasal 55 yang diuji ini ayat (2) dan ayat (3), itu tentu dari sisi pembacaan pasalnya kan tidak bisa dilepaskan dari ayat (1), pasti. Oleh karena … tanpa ayat (1) itu tidak mungkin ayat (2) itu bisa berjalan juga gitu karena ada … ada batasan yang harus disampaikan di sana. Kenapa? Pada prinsipnya sengketa perbankan syariah itu diselesaikan di peradilan agama. Kemudian di ayat yang kedua itu, selain ya … selain di ayat (1) itu, kalau dia memperjanjikan … kan ayat (2) nya jelas itu penyelesaian sengketa ya, memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana di ayat (1) itu, itu dilaksanakan sesuai dengan isi akad. Nah pertanyaannya, apakah Pemohon pada saat itu isi akadnya memilihnya apa? Kan begitu. Kalau dilihat dari bukti yang ada yang sementara ini di persidangan ini, problemnya bukan problem sengketa antara Pemohon dan bank syariah, tetapi adalah pelaksanaan dari Grosse Akte yang dibuat di hadapan notaris sebagai jaminan dari pelaksanaan akad antara Pemohon dan Bank Syariah yang kemudian Grosse Akte itu dilaksanakan oleh pengadilan negeri karena hipotik, kan itu tidak di peradilan syariah. Sehingga kalau dilihat dari (suara tidak terdengar jelas) sengketa itu tidak masuk kepada posisi norma di dalam 11
undang-undang itu, bukan sengketa bank syariah dan Pemohon, tetapi pelaksanaan daripada eksekusi Grosse Akte itu yang di dalam akad itu menjadi pilihan antara bank syariah dan Pemohon. Walaupun kemudian dilakukan sesuai dengan isi akad, kan begitu, Pak. Prinsipnya harus ke pengadilan agama, boleh kalau selain itu, ya, mau menyelesaikan sengketa selain sebagaimana yang di pengadilan agama itu, ya, dilakukan dengan sesuai isi akad. Nah, apa pilihan akad pada saat itu? Ya, dan itu pun dibatasi juga oleh ayat (3), sesuai dengan prinsip syariah. Tadi saya sudah mengatakan lalu penjelasannya ada empat tahapan, tahapan terakhir itu lalu ke pengadilan negeri. Nah, kalau dilihat dari bukti sementara, misalnya yang dibaca tentang adanya dispute ini, itu ada ketetapan pengadilan negeri tentang pelaksanaan Grosse Akte yang berkepala, “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,” dalam proses akad itu tadi, bukan perjanjiannya. Nah, ini gimana menurut ... ya, jadi pembebanan hipotik yang menjadi tanggungan itu yang memang eksekusinya kan melalui pengadilan negeri, ya akadnya di ... mengikuti ketentuan syariah. Nah, ini apakah kalau dilihat dari posisi yang seperti itu, apakah memang kekuranglengkapan dari norma yang diatur di dalam UndangUndang Nomor 21 ini, khususnya 55 ayat (2) atau itu memang sebuah praktik yang memang di luar dari ketentuan, sebagaimana yang dicakup dari 52 ini ... maaf, Pasal 55 ayat (2) dan ayat (3) itu, mohon pendapat Ahli. 45.
KETUA: ACHMAD SODIKI Pak Alim, silakan.
46.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Ya. Terima kasih, Pak Ketua. Kepada Ahli, tadi oleh Pemohon dikatakan bahwa dengan menyetir Pasal 1338B atau KUH Perdata, itu bahwa perjanjian merupakan undang-undang bagi yang membuatnya. Akan tetapi, yang harus diingat bahwa suatu perjanjian ada tiga yang tidak boleh dia langgar. Tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, itu KUH Perdata mengatakan itu, tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, satu. Tidak boleh bertentangan dengan ketertiban umum, dua. Dan tidak boleh bertentangan dengan kesusilaan. Semua perjanjian yang bertentangan dengan salah satu di antaranya, apalagi tiga-tiganya, itu tidak sah karena itu ketentuan KUH Perdata sendiri, itu satu. Nah, sekarang ini di ayat (2) dikatakan dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang diselesaikan oleh Peradilan Agama, ini dikatakan di sini bahwa penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad, lalu di penjelasan ayat (2) ini, Pasal 55 ayat (2) dikatakan begini, yang 12
dimaksud dengan penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad adalah upaya sebagai berikut. a. Musyawarah. Kalau dia musyawarah, apakah dia itu tidak boleh juga, misalnya. Kemudian mediasi perbankan, ini undang-undangnya. Yang ketiga, melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional. Kalau itu dia pilih, apakah ini masih ... ini pertanyaan kepada Ahli, apakah ini masih tidak dianggap sebagai melaksanakan perjanjian yang boleh dilakukan, gitu? b. Kemudian huruf d-nya itu melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum. Bolehkah suatu kompetensi absolut diperjanjikan untuk disimpangi karena itu (suara tidak terdengar jelas) perbankan syariah itu adalah kompetensi absolutnya peradilan agama, sebagaimana yang Saudara Ahli katakan tadi. Pertanyaannya, bolehkah suatu kompetensi absolut diperjanjikan lain daripada yang ditentukan di situ? Misalnya begini, saya perjanjikan saja untuk tindak pidana korupsi biar diadili di pengadilan agama saja, padahal itu wewenangnya peradilan umum. Nah, itu misalnya begitu, itu pertanyaannya. Jadi dua pertanyaan saya. 1. Apakah musyawarah mediasi perbankan atau melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional yang a, b, c, itu dalam penjelasan itu tidak boleh? Artinya dianggap melanggar juga ketentuan … ayat (1) yang dilakukan ayat (3) (suara tidak terdengar jelas). 2. Tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah, artinya maksud saya, apakah musyawarah mediasi perbankan dan melalui Arbitrase Syariah Nasional itu juga tidak ... itu bertentangan dengan ayat (3) ini? Bahwa dia masih ber … tetap dalam semangat syariah. Kemudian, Dedi, melalui peradilan umum … itu yang saya tanyakan tadi, apakah sesuatu kompetensi absolut masih bisa diperjanjikan lain? Ini misalnya huruf d-nya ini. Terima kasih, Pak. 47.
KETUA: ACHMAD SODIKI Baik, cukup ya? Saya persilakan pada Ahli.
48.
AHLI DARI PEMOHON: DEDI ISMATULLAH Terima kasih, Yang Mulia. Yang pertama, di dalam prinsip syariah, itu ditegaskan tentang musyawarah. Musyawarah dan mediasi itu adalah merupakan bagian daripada hukum … bagian daripada hukum Islam yang walaupun mediasi itu di dalam pandangan para Ahli ada yang mengatakan itu mengganggu kepada kepastian hukum, begitu. Tetapi saya melihat, prinsip syariah justru mengedepankan persoalan mediasi dan musyawarah, karena itu digariskan. Seperti washawirkum bin amr. Kemudian yang kedua, tentang kompetensi absolut yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 50, justru saya melihat ini adalah 13
merupakan kompetensi yang bersifat … yang harus dipakai, yang harus dilakukan. Artinya bahwa kompetensi absolut yang diberikan oleh negara sebagai kewenangan peradilan agama, ini saya kira merupakan hal yang harus dipakai oleh kita. Kemudian yang kedua, justru adanya ayat (2) dan ayat (3), itu menimbulkan confuse, kebingungan, orang diberikan pilihan. Saya ingin mengatakan begini, mohon maaf, pengadilan negeri saat ini belum siap dan tidak banyak ahlinya, berdasarkan penelitian, untuk berbicara tentang hukum syariah. Maka ketika diadili di situ, dikhawatirkan adanya … apa namanya … paradoks hukum. Maka untuk itulah, tetap peradilan agama harus menjadi pemutus daripada persoalan-persoalan ekonomi syariah. Jadi, dengan adanya pilihan yang dibangun di dalam ayat (2) ini, saya melihat adanya ambivalence hukum. Kecuali kalau peradilan negeri ini sudah siap. Tapi dilihat dari segi kurikulum yang dipelajari, di S1, S2, S3-nya itu tidak memungkinkan saat ini untuk memutuskan masalah hukum syariah. Saya kira, inilah pandangan kami. Terima kasih, Yang Mulia. 49.
AHLI DARI PEMOHON: IJA SUNTANA Tentang musyawarah, kemudian … apa … mediasi di Basyarnas, saya menganggap bahwa itu adalah nonlitigasi hasilnya. Oleh sebab itu, supaya tidak panjang dalam hierarki penyelesaian dalam suatu akad atau sengketa akad, maka harus segera dipastikan bahwa penyelesaiannya tidak bisa di luar sistem peradilan yang telah ditentukan oleh undang-undang itu. Oleh sebab itu, saya menganggap bahwa apabila diselesaikan di luar peradilan agama yang disebut secara langsung dalam UndangUndang Nomor 21 Tahun 2008, maka itu adalah proses nonlitigasi. Yang melitigasinya ada di peradilan agama. Kenapa dikatakan semacam itu? Sebab Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 yang mengubah Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama, menyebut secara langsung bahwa kompetensi absolut peradilan agama itu adalah menyelesaikan sengketa ekonomi syariah. Dan dalam teori scanning reading, dalam pembacaan undang-undang, apabila disebut secara langsung, maka kompetensi absolut tersebut tidak bisa dipindahkan kepada pemilik kompetensi yang lain. Oleh sebab itu, pengambilalihan kompetensi absolut tentang penyelesaian sengketa ekonomi syariah oleh pengadilan nonperadilan agama, maka itu bertentangan salah satunya dengan doktrin scanning reading itu. Dalam scanning reading, apabila telah disebut secara langsung, itu jelas-jelas liriknya adalah itu. Oleh sebab itu, setiap akad dan apa pun klausul yang menyangkut tentang kerja … apa … tentang kesepakatan yang terkait dengan materi hukumnya, maka tidak boleh bertentangan lagi dan itu harus tertulis
14
secara langsung bahwa penyelesainya adalah peradilan anu yang disebut langsung oleh undang-undang. Ada salah satu teori yang dikembangkan dalam teori Hukum Islam ada … ini karena menyangkut perbankan hukum syariah, ada teori yang menyebutkan bahwa latifaqo ma arujudinnas, tidak boleh ada kesepakatan-kesepakatan lagi ketika ada tertera teks langsung penyebutan suatu undang-undang di badannya. Sudah disebutkan itu tidak boleh ada lagi kesepakatan-kesepakatan lain. Itu adalah doktrin Hukum Islam yang dikembangkan oleh Ali Haidar. Dia menyebutkannya semacam itu. Oleh sebab itu, enggak bisa dialih-alihkan lagi, termasuk juga dalam doktrin hukum yang sering sebetulnya kita dengar, suatu kompetensi absolut tidak boleh diambil alih oleh kompetensi absolut yang lain. Itu jelas-jelas. Kemudian tadi yang … pertanyaan Yang Mulia yang satu lagi, yang tentang hipotiknya itu, saya pikir kan, urusan ekonomi syariah itu dilihat dari segi asas, kemudian pola akad, kemudian juga aturan-aturannya, itu jelas secara langsung terkait sekali dengan asas syariah. Oleh sebab itu, penyelesaiannya harus terkait juga dengan peradilan yang menerapkan aturan-aturan syariah. Adapun di dalamnya ada … apa … kesepakatan, kemudian bahwa diselesaikannya adalah di ini, di ini, saya pikir tadi harus memerhatikan kepada undang-undang. Sebab akad yang dibuat, klausul-klausulnya yang dibuat sementara bertentangan dengan undang-undang, itu adalah akad batak. Terima kasih, Yang Mulia. 50.
KETUA: ACHMAD SODIKI Baik.
51.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Saya ingin penegasan dari Ahli. Ini kan dalam ayat (2), ”Dalam hal para pihak telah memperjanjikan penyelesaikan sengketa selain sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) yang ... oleh enam agama itu, penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan akad ... akad.” Nah, tadi di sini di dalam penjelasannya ayat (2) itu, “Penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad itu, di antaranya musyawarah.” tadi ada Ahli mengatakan, ”Oke, boleh.” Mediasi perbankan dan melalui Badan Arbitrase ... ini kan nonlitigasi, saya paham. Apakah itu juga dilarang atau hanya d-nya yang dilarang ini karena mengalihkan kepada peradilan umum? Itu lho pertanyaannya. Coba!
15
52.
AHLI DARI PEMOHON: IJA SUNTANA Kalau menurut saya, saya tegaskan bahwa itu jelas dilarang. Ada undang-undangnya telah senyata menyatakan penyelesaiannya itu peradilan agama. Adapun di dalamnya ketika sudah masuk ke peradilan agama, proses musyawarah, kemudian mediasi, itu bisa dilakukan.
53.
KETUA: ACHMAD SODIKI Jadi, tidak seluruh keterangan ayat (2) itu salah itunya ... penjelasan?
54.
AHLI DARI PEMOHON: IJA SUNTANA Menurut saya, penjelasan ayat (2) apabila dilihat ... kemudian apabila dilihat juga kalimat hukumnya di dalam ayat (2) itu kan akad ... bagi para pihak yang telah, bahasa telah itu apakah itu setelah ada undang-undang ini dilakukannya atau sebelum ada undang-undang ini, kan tidak ada kejelasan juga. Sebab yang bahasa telah itu, apakah batas waktu setelah undang-undang datang atau sebelum?
55.
KETUA: ACHMAD SODIKI Enggak, enggak gitu. Yang dimaksud penyelesaian sengketa dilakukan sesuai dengan isi akad adalah upaya melalui sebagai berikut. Musyawarah. Ini termasuk penjelasan ayat (2) yang ingin dibatalkan tadi, yang dimasalahkan tadi, mediasi, perbankan, Badan Arbitrase Nasional. Kemudian, d ... yang d ini melalui pengadilan dalam lingkungan peradilan umum, yang tiga melalui musyawarah arbitrase perbankan yang nonlitigasi itu (...)
56.
AHLI DARI PEMOHON: IJA SUNTANA Tidak dilarang saya pikir kalau terkait (...)
57.
KETUA: ACHMAD SODIKI Jadi, tidak seluruhnya kalau begitu?
58.
AHLI DARI PEMOHON: IJA SUNTANA Ya, tidak ... tidak dilarang kalau (...)
59.
KETUA: ACHMAD SODIKI Baik.
16
60.
AHLI DARI PEMOHON: IJA SUNTANA Sudah tiga saya pikir sepakat.
61.
KETUA: ACHMAD SODIKI Baik. Pak Hamdah, cukup? Silakan.
62.
HAKIM ANGGOTA: HAMDAN ZOELVA Ya, saya sedikit. Kalau dilihat dalam kasus ini yang dipersoalkan ini, Pemohon itu mengatakan ini akad pemberian musyarakah, ya? Nah, ini sudah ada pilihan forumnya. Pilihan forumnya adalah Basyarnas, jadi ... Badan Arbitrase Syariah. Dari sisi penguasaan syariah, saya kira kan tidak ... tidak jadi ... tidak ... bukan persoalan ... tidak ... tidak diragukan ya karena Basyarnas. Ya, keahliannya samalah pengadilan agama, gitu lho. Mungkin karena pilihan juga, mungkin lebih ... justru lebih ... penguasaan syariahnya lebih dari itu. Tapi bukan itu persoalannya. Persoalannya di sini adalah pelaksanaan Grosse Akte berdasarkan Pasal 224 HIR. Pelaksanaan Grosse Akte itu kan memang (suara tidak terdengar jelas) pengadilan umum menurut Pasal 224 HIR. Diamankan dulu, kemudian eksekusi di sana kan oleh pengadilan umum. Nah, Basyarnas tidak mungkin melaksanakan itu. Nah, sementara tidak ada undang-undang yang membolehkan ... itu dilakukan oleh pengadilan agama, Grosse Akte itu tidak bisa dilaksanakan oleh pengadilan agama dan pengadilan umum. Jadi, persoalannya Grosse Akte. Jadi, bukan persoalan di pasal ini. Bagaimana membacanya itu, Saudara ... anu ... Ahli melihat persoalan ini? Saya ... saya melihat kalau dalam kasus yang dibahas ini persoalan di Grosse Akte, bukan persoalan pilihan forum. Tapi masalah eksekusinya, bukan masalah putusannya. Demikian, terima kasih.
63.
AHLI DARI PEMOHON: IJA SUNTANA Kalau dilihat bahwa Mahkamah Agung RI itu, Pak, mengeluarkan Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2008 tahun ... tanggal 10 Oktober 2008 itu, yang menyatakan bahwa eksekusi putusan Badan Arbitrase Syariah dilaksanakan atas perintah ketua pengadilan agama. Itu edaran surat Mahkamah Agung, secara tegas menyebutkan itu.
64.
HAKIM ANGGOTA: HAMDAN ZOELVA Surat apa? Surat edaran?
17
65.
AHLI DARI PEMOHON: IJA SUNTANA Surat edaran, Pak. Surat Edaran Nomor 8 Tahun 2008 tahun ... tanggal 10 Oktober 2008, yang menyatakan bahwa eksekusi putusan Badan Arbitrase Syariah dilaksanakan atas perintah ketua pengadilan agama.
66.
HAKIM ANGGOTA: HAMDAN ZOELVA Ya, ya. Tapi bukan Eksekusi Grosse Akte kan?
67.
AHLI DARI PEMOHON: IJA SUNTANA Kalau sengketa (suara tidak terdengar jelas) setelah ada hasil arbitrase di Badan Arbitrase Syariah, saya pikir itu kan telah ada ... apa ... hasil ya, saya pikir itu. Telah ada hasil, saya pikir. Telah ada hasil. Kemudian, ini ... ini (suara tidak terdengar jelas).
68.
KETUA: ACHMAD SODIKI Ya, baiklah, cukup ya? Oh, silakan, masih.
69.
HAKIM ANGGOTA: ANWAR USMAN Memang ada hal yang ... bagi saya ya, ada hal yang menarik tadi dari Prof. Dedi. Dari keterangan Prof tadi timbul pertanyaan dari saya, dari pilihan hukum atau pilihan masalah kompetensi absolut ya apakah diragukan kemampuan hakim peradilan umum, itu memang kalau kita lihat ada prinsip iza musyidal amri ila ghairi anhar fatambirikhsaha. Tetapi begini, Prof, ada prinsip bahwa hakim dianggap tahu hukum, bahkan di dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 itu mewajibkan hakim untuk … jadi semua hakim, termasuk Hakim Konstitusi. Hakim umum, peradilan agama, militer, dan TUN untuk menggali, mengikuti, dan memahami. Jadi ada kewajiban, wajib hakim itu untuk menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang tinggi di dalam … dalam masyarakat dan tentu saja termasuk masalah syariah tentunya. Atau memang Prof berpendapat bahwa memang ini masalah kompetensi absolut (suara tidak terdengar jelas). Jadi supaya ada kepastian apakah karena kompetensi (suara tidak terdengar jelas) atau karena ketidakmampuan hukum umum diragukan (suara tidak terdengar jelas) tadi. Kemudian hal lain, tadi juga disetir mengenai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama. Kita lihat memang betul Pasal 49 sudah secara limitatif menyebutkan kewenangan peradilan agama, tetapi di Pasal 50 ada hal-hal lain yang memang harus menunggu dulu putusan peradilan umum itu misalnya dalam hal terjadi 18
sengketa hak milik, artinya kalau ada menyangkut hak milik atau sengketa lain dalam perkara sebagaimana dimaksud dengan Pasal 49, khusus mengenai objek sengketa tersebut harus diputus terlebih dahulu oleh pengadilan dan lingkungan peradilan umum itu. Artinya ada mungkin ya ada yang dipermasalahkan itu misalnya barang jaminan, ada yang mengaku bahwa itu pihak ketiga si A misalnya bahwa milik dia hasilnya harus menunggu dulu putusan peradilan. Ya dua hal itu, terima kasih. 70.
KETUA: ACHMAD SODIKI Saya coba ya, sekarang hanya pertanyaan saya terakhir ya. Ini kan ada akad ini, akad, akad yang kredit sesuai dengan perbankan syariah, tapi kemudian untuk menjamin pelunasan akad itu, ada pembeban namanya hipotek. Ada benda yang dijaminkan untuk itu yang ini tunduk pada ketentuan-ketentuan hipotek, yang itu menjadi wewenang pengadilan biro umum. Apakah ada pilihan dalam hukum perbankan syariah untuk pembebanan itu tidak usah hipotek? Gitu lho. Lah kalau ini ada, tentunya menjadi wewenang peradilan agama. Tapi kalau tidak, undang-undangnya masih begitu, apakah ini tidak tetap menjadi wewenang peradilan umum. Andai kata utangnya tidak bisa dilunasi, jaminan inilah yang kemudian dijadikan dieksekusi oleh peradilan umum, gitu lho anunya. Nah, kalau ada pembebanan pelunasan utang itu sesuai dengan ketentuan syariah yang sepadan dengan cara-cara hipotek, lah itu saya kira itu menjadi alternatif untuk tidak melakukan pembebanan secara hipotek, lah caranya apa? Kan ini mestinya harus ada, saya kira begitu. Silakan.
71.
AHLI DARI PEMOHON: DEDI ISMATULLAH Terima kasih, Yang Mulia. Saya kira pandangan-pandangan yang tadi ini merupakan reasoning PR dari kita bahwa seorang hakim itu harus mempunyai pemahaman yang komprehensif dan integral terhadap ilmu hukum di kita, tidak ada Hukum Islam atau hukum positif. Karena melihat kenyataan bahwa hukum Islam sekarang sudah menjadi sistem hukum nasional dengan adanya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2006 maupun Undang-Undang Nomor 50. Dua belas kewenangan yang diserahkan kepada peradilan agama. Saya sependapat, tentu ini akan mengakibatkan perubahan kurikulum di fakultas hukum pada umumnya. Jadi tidak boleh ada hakim yang … seperti kenyataan, Yang Mulia, saya pernah berhadapan dengan pengacara di peradilan agama yang tidak paham Hukum Islam, sehingga keputusan-keputusannya itu menjadi sangat aneh analisisnya. Nah, ini saya kira ketidaklengkapan kurikulum kita dalam rangka melahirkan seorang sarjana hukum yang kapabel untuk ke depan memang begitu. Jadi tidak boleh ada lagi 19
dibagi-bagi, sebab di negara republik itu kan, tiga sistem hukum yang berkembang saat ini, Eropa Kontinental, Hukum Islam, dan Hukum Adat. Yang dikaitkan dengan state law itu kan, dibangun oleh The People Law, Hukum Rakyat, dan The Professional, dan Hukum (suara tidak terdengar jelas), itu tidak bisa dipisahkan. Berkaitan dengan itu, saya tidak … mohon maaf, tidak mengatakan melecehkan para hakim di pengadilan negeri. Namun, berdasarkan fakta, ketika berhadapan dengan hukum syariat, ini menjadi kebingungan. Dan ada satu keraguan kalau pengadilan negeri itu diberikan kewenangan untuk memutuskan persoalan ekonomi syariah, begitu. Karena tidak ada ilmunya di situ. Jadi, saya sependapat dengan kadiah usul fikih yang dibangun oleh Yang Mulia, apabila diserahkan sebuah masalah kepada yang bukan ahlinya, maka itu akan menjadi kerusakan. Kemudian, komentar saya tentang kompetensi peradilan negeri itu memang tidak bisa dipindahkan ke peradilan yang lain karena itu disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 50 itu. Jadi, prinsip dasar dari equality before the law pada lembaga yudikatif ini, saya kira kita hormati bersama antara pengadilan agama dengan pengadilan negeri. Itu saya kira pandangan saya. Terima kasih, Yang Mulia. 72.
AHLI DARI PEMOHON: IJA SUNTANA Yang Mulia Para Hakim Konstitusi, tadi terkait dengan hipotik … pembebanan hipotiknya, apakah memungkinkan untuk … maaf, bahasanya, apakah ada ketentuan lain sehingga pengadilan agama bisa untuk melakukannyalah dalam hal mengeksekusi, kira-kira. Saya pikir, kalau melihat teori lex specialis dalam teori hukum, itu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008, itu bisa dianggap sebagai lex specialis terhadap lex generalis-nya, ketentuan tentang hipotik itu. Sebab undang-undang itu kan, lebih akhir datangnya, sehingga bisa untuk sebagai pembatas makna dari ketentuan tentang hipotik itu. Sebab, kalau dilihat, itu memiliki rezim hukum yang sama. Hipotik tadi terkait dengan perdata, perbankan syariah juga dengan perdata. Itu memiliki kesamaan. Tapi lex specialis derogat lex generalis itu tidak bisa berlaku dalam rezim hukum yang berbeda. Contoh, apabila UndangUndang Nomor 21 Tahun 2008 dianggap sebagai lex specialis terhadap Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2008 tentang Kompetensi Peradilan Agama dalam Sengketa Ekonomi Syariah, itu tidak bisa karena rezim hukum yang berbeda. Kenapa dikatakan rezim hukum yang berbeda? Sebab UndangUndang Nomor 50 Tahun 2008 itu adalah lex specialis dari perbankan … maaf, Undang-Undang Nomor 50 itu lex specialis dari Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman. Sementara Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 itu adalah lex specialis dari Undang-Undang Perbankan. Jadi, beda rezim. Tapi kalau dalam rezim yang sama, semuanya tadi seperti ketentuan hipotik, kemudian di-lex specialis oleh Undang-Undang 20
Nomor 21 Tahun 2008 itu adalah bisa karena dalam rezim hukum yang sama. Saya pikir itu. Terima kasih, Yang Mulia. 73.
KETUA: ACHMAD SODIKI Ya, baiklah. Saya ingin mengesahkan bukti-bukti dulu. Bukti yang diserahkan oleh Pemohon, bukti P-1 sampai dengan P-8, ya? Masih ada tambahan?
74.
KUASA HUKUM PEMOHON: RUDI HERMAWAN Betul, Majelis, P-1 sampai P-8, untuk sementara kami belum menambahkan. Untuk sementara.
75.
KETUA: ACHMAD SODIKI Oke, baik. KETUK PALU 1X Baiklah. Kalau demikian, apakah Saudara Pemohon masih menginginkan ada sidang lagi untuk mendengarkan saksi atau ahli?
76.
KUASA HUKUM PEMOHON: RUDI HERMAWAN Terima kasih, Yang Mulia. Pemohon, sampai hari ini, baru bisa menghadirkan Ahli yang tentunya mohon dibuka kembali untuk menghadirkan saksi.
77.
KETUA: ACHMAD SODIKI Baik. Ini Majelis sesungguhnya juga ingin menghadirkan atas inisiatif Majelis, Prof. Quraish Shihab, tapi masih berhalangan. Jadi, Saudara masih menginginkan persidangan lagi, ini akan dibuka hari Kamis, tanggal 24 Januari 2013, pukul 11.00 WIB.
21
Jadi, kalau dari pihak Pemerintah atau masih juga ingin mengajukan Ahli, masih bisa mengajukan Ahli untuk hari itu, ya. Saya ulang, Kamis, tanggal 24 Januari 2013, pukul 11.00 WIB. Dengan demikian, sidang saya nyatakan selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 11.30 WIB
Jakarta, 20 Desember 2012 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP. 19730601 200604 1 004
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
22