MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 4/PUU-X/2012
PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2009 TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN SAKSI/AHLI DARI PEMOHON DAN PEMERINTAH (V)
JAKARTA RABU, 11 APRIL 2012
MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA -------------RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 4/PUU-X/2012 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan [Pasal 57 huruf c dan d] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. 2. 3. 4. 5.
Forum Kajian Hukum dan Konstitusi Ryan Muhammad Bervilia Sari Erwin Agustian Eko Santoso
ACARA Mendengarkan Keterangan Saksi/Ahli dari Pemohon dan Pemerintah (V) Rabu, 11 April 2012, Pukul 11.18 – 12.21 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8)
Moh. Mahfud MD. Anwar Usman Hamdan Zoelva Muhammad Alim Maria Farida Indrati Ahmad Fadlil Sumadi M. Akil Mochtar Harjono
Mardian Wibowo
(Ketua) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) (Anggota) Panitera Pengganti i
Pihak Yang Hadir: A. Pemohon: 1. Victor Santoso Tandiasa 2. Ryan Muhammad 3. Eko Santoso
(Forum Kajian Hukum dan Konstitusi)
B. Ahli Pemohon: 1. Asvi Warman Adam C. Pemerintah: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Mualimin Abdi Hendarman Andi Pangerang Ibrahim Musa Bambang Heriyadi Wolter Siringgo Dadang Gandi Budiyono
(Kementerian (Kementerian (Kementerian (Kementerian
Hukum dan HAM) Pendidikan dan Kebudayaan) Pendidikan dan Kebudayaan) Pendidikan dan Kebudayaan)
D. Ahli Pemerintah: 1. Udin S. Winataputra 2. Kaelan
ii
SIDANG DIBUKA PUKUL 11.18 WIB 1.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Sidang Mahkamah Konstitusi untuk mendengar keterangan Ahli, baik yang diajukan oleh Pemohon maupun oleh Pemerintah dalam Perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 4/PUU-X/2012, dinyatakan dibuka dan terbuka untuk umum. KETUK PALU 3X Pemohon, silakan perkenalkan diri dulu.
2.
PEMOHON: VICTOR SANTOSO TANDIASA Terima kasih, Yang Mulia. Saya Victor Santoso Tandiasa dari Forum Kajian Hukum dan Konstitusi. Dan kemudian, di samping saya Ryan Muhammad sebagai Pemohon II dan di samping saya juga Eko Santoso sebagai Pemohon III. Dan pada kesempatan hari ini, kami menghadirkan Ahli Prof. Asvi Warman Adam sebagai Sejarah Politik Indonesia dan juga ada satu Ahli yang kita juga coba hadirkan, Ibu Ratna Sarumpaet dari budayawan. Namun karena kendala teknis waktu, beliau jadi tidak bisa hadir pada hari ini. Terima kasih, Yang Mulia.
3.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Ya. Baik, Pemerintah?
4.
PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Terima kasih, Yang Mulia. Assalamualaikum wr. wb. Selamat siang, salam sejahtera untuk kita semua. Pemerintah hadir, Yang Mulia, saya Mualimin Abdi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Di sebelah kiri saya Pak Hendarman dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kemudian di sebelah kirinya ada Pak Andi Pangerang, sama dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kemudian, di sebelah kiri lagi ada Pak Ibrahim Musa, sama dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kemudian di belakang, Yang Mulia, ada Pak Bambang Heriyadi, Pak Wolter Siringgo, Dadang Gandi, Budiyono dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Kemudian, Yang Mulia, sebagaimana surat yang Pemerintah kirimkan kepada Yang Mulia. Sejatinya Pemerintah akan menghadirkan ahli, lima ahli, tapi hari ini hadir di hadapan Yang Mulia, satu Prof. Dr. Udin S. 1
Winataputra sudah hadir. Kemudian Prof. Kaelan, M.S. sudah hadir. Kemudian satu lagi, Yang Mulia, Prof. Dr. Ismail Ariyanto berhalangan hadir, tetapi yang bersangkutan telah me … memberikan … apa … keahlian secara tertulis yang sudah disampaikan melalui Kepaniteraan juga, Yang Mulia. Terima kasih. 5.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik. Kita langsungkan saja untuk mendengar keterangan Ahli dengan terlebih dahulu mohon maju ke depan untuk mengambil sumpah. Prof. Dr. Udin, Prof. Kaelan, M.S., kemudian Prof. Asvi Warman Adam. Bapak beragama Islam semua? Islam? Pak Asvi disumpah dengan agama apa, Bapak? Islam, baik. Silakan, Pak Alim.
6.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Pak.
Ikuti lafal sumpah yang akan saya tuntunkan! Luruskan tangannya,
“Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah, sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.” 7.
SEMUA AHLI YANG BERAGAMA ISLAM: Bismillahirrahmaanirrahiim. Demi Allah saya bersumpah, sebagai Ahli akan memberikan keterangan yang sebenarnya sesuai dengan keahlian saya.
8.
HAKIM ANGGOTA: MUHAMMAD ALIM Terima kasih.
9.
KETUA: MOH. MAHFUD MD. Silakan duduk, Pak. Baik, kita mulai dulu dari Ahli yang diajukan oleh Pemohon, yaitu Prof. Dr. Asvi Warman Adam. Silakan, Pak, ke podium saja, Pak.
10. AHLI DARI PEMOHON: ASVI WARMAN ADAM Majelis Hakim yang saya muliakan. Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera bagi kita semua. Saya diminta oleh Pemohon menjadi Ahli di dalam gugatan terhadap pasal di dalam Undang-Undang mengenai Lambang Negara. Saya juga ingin menyampaikan bahwa sebelumnya saya juga pernah menjadi saksi/ahli untuk kasus gugatan terhadap Tim 2
Nasional PSSI yang memakai lambang Garuda Pancasila di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Saya juga pernah menjadi saksi/ahli untuk gugatan terhadap dua orang buruh di Purwakarta yang menggunakan lambang garuda di dalam stempel mereka. Berdasarkan … pengalaman berdasarkan apa yang saya baca, saya melihat bahwa di dalam undang-undang ini terdapat kelemahankelemahan yang justru membahayakan masyarakat. Kita lihat misalnya ketika terjadi pertandingan antara Timnas PSSI melawan Malaysia pada beberapa waktu yang lalu dan ini menimbulkan gugatan, apakah timnas itu sudah menyalahi hukum karena di dalam undang-undang ini dikatakan bahwa menggunakan lambang negara untuk keperluan selain yang diatur undang-undang, itu dilarang dan dikenakan pidana. Saya melihat bahwa ayat ini sangat membahayakan bagi Tim Nasional Indonesia maupun juga bagi para suporter, bagi orang-orang yang mendukung tim nasional karena mereka juga memakai lambang negara Garuda Pancasila di dalam kaus mereka. Saya melihat bahwa penggunaan lambang negara Pancasila ini sudah digunakan sejak beberapa tahun sebelum atau sesudah Indonesia merdeka. Bahkan ketika terjadi pertandingan antara PSSI melawan Rusia di dalam Olimpiade Melbourne misalnya, PSSI juga sudah menggunakan lambang Garuda Pancasila ini di dalam kaus mereka. Nah, jadi saya melihat bahwa penggunaan lambang negara ini sahsah saja dipakai oleh masyarakat. Jadi bukan hanya pejabat yang berhak menggunakan lambang negara, tetapi masyarakat pun juga boleh karena ini lagi-lagi demi kepentingan nasional kita. Nah, saya juga membaca dan sudah mengatakan beberapa kali di berbagai kesempatan bahwa kecintaan masyarakat terhadap lambang negara ini menyebabkan mereka juga terancam dipidana. Saya memperlihatkan di sini ada sebuah buku, Mencari Telur Garuda yang ditulis oleh Nanang Hidayat. Ini merupakan tesis pascasarjana di ISI Yogyakarta yang melakukan survei terhadap lambang Garuda, lambang Garuda yang ada di daerah Istimewa Yogyakarta. Dan Nanang Hidayat itu menghitung terdapat 170 spesies garuda yang ada di gapura-gapura di berbagai kampung di Daerah Istimewa Yogyakarta. Ada 170 macam dan semuanya itu tidak berdasarkan ketentuan yang ada di dalam undangundang. Semuanya mereka memperlihatkan kecintaan mereka, mereka bangun gapura yang di situ ada Garuda Pancasila. Ini meskipun … ya lagilagi apakah … apa namanya ... catnya maupun bentuknya tidak persis dengan sesuatu yang ditetapkan di dalam undang-undang ini. Dan saya ingat kepada pidato Presiden Soekarno pada tahun 1958 ketika diadakan sosialisasi tentang peraturan mengenai lambang Garuda ini di Istana. Dan Presiden Soekarno lagi-lagi menjelaskan bahwa lihatlah di mana-mana di seluruh Indonesia, di kampung-kampung, di mana-mana mereka membuat … mereka membuat lambang Garuda Pancasila, mereka tulis di tembok, mereka cantumkan atau tempelkan di gapura. Ini lagi-lagi memperlihatkan kecintaan mereka terhadap Garuda Pancasila, dan pada 3
hakikatnya kecintaan mereka kepada Republik Indonesia. Jadi, lagi-lagi Presiden Soekarno pun juga menganggap bahwa pemakaian lambang Garuda ini sebagaimana yang dilakukan oleh masyarakat, sesuatu yang malah justru bermanfaat, lagi-lagi memperlihatkan kecintaan mereka. Jadi, saya melihat bahwa di sini seakan-akan dilarang orang untuk perorangan … secara perorangan untuk memperlihatkan kecintaan mereka terhadap lambang negara Pancasila. Sesuatu lambang yang seharusnya disosialisasikan, suatu lambang yang seharusnya diperlihatkan oleh masyarakat Indonesia. Jadi, saya melihat bahwa pasal yang mengatakan bahwa pemakaian di luar undang-undang … di luar yang diatur di dalam undang-undang ini harus dikenakan pidana, menurut hemat saya ini sangat membahayakan masyarakat, sangat membahayakan perorangan yang kapan saja mereka bisa ditangkap. Dan yang lebih … menurut hemat saya, bukan hanya itu, tetapi juga ini menyangkut juga kriminalisasi yang dilakukan oleh lawan politik terhadap orang yang menggunakan lambang Garuda Pancasila. Saya ingin mengatakan bahwa di dalam kasus di Purwakarta misalnya, ketika dua orang buruh itu diajukan ke pengadilan, ketika mereka ditangkap oleh polisi, itu karena diadukan oleh ormas yang lain, oleh saingan mereka, oleh ormas yang bertentangan dengan mereka. Ini kan lagi-lagi bahwa persoalan Garuda Pancasila ini juga digunakan untuk kepentingan politik, untuk kepentingan menyingkirkan, menindas, atau menentang lawan politik, gitu. Nah, lagi-lagi saya kira karena ketidakjelasan, ketidakcermatan pembuat undang-undang ini karena tidak akuratnya … bukan tidak akurat, tidak secara tegas pencantuman ketentuan-ketentuan yang ada di dalam undang-undang ini yang menyebabkan lagi-lagi undang-undang ini mempunyai potensi dan selalu mempunyai potensi untuk merugikan masyarakat untuk menyebabkan masyarakat itu bisa dihukum. Di dalam kasus, misalnya gugatan terhadap timnas yang memakai lambang Garuda, keputusannya sudah dikeluarkan oleh pengadilan negeri, tetapi keputusan itu tidak menyangkut substansi dari perkara itu karena keputusannya hanya mengatakan bahwa legal standing dari pihak penuntut itu, itu yang tidak memenuhi. Jadi, lagi-lagi menurut hemat saya, ini harus diputuskan secara bijaksana oleh Hakim Yang Mulia. Sekian dulu, terima kasih. Assalamualaikum wr. wb. 11. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Terima kasih, Pak Asvi. Bapak silakan duduk dulu, biar nanti sekaligus kalau ada tanya-jawab, sekaligus ketiga Ahli. Biar semua didengar dulu. Kemudian Prof. Udin.
4
12. AHLI DARI PEMERINTAH: UDIN S. WINATAPUTRA Assalamualaikum wr. wb. Salam sejahtera bagi kita semuanya, selamat siang. Terima kasih, Yang Mulia Majelis Hakim atas berkenan untuk menyampaikan pandangan saya selaku ahli pendidikan. Untuk itu, izinkanlah saya untuk melihat persoalan ini dari sisi pedagogi ilmu pendidikan, khususnya Pendidikan Kewarganegaraan. Karena itu saya akan mencoba melihat persoalan ini dalam kacamata konsistensi dan koherensinya terkait penggunaan lambang negara Garuda Pancasila ini dengan upaya komitmen untuk mencerdaskan bangsa. Yang Mulia Majelis Hakim, ilmu pendidikan yang menjadi dasar pandangan saya merupakan sebuah ilmu terapan applied sciencemultidiciplinary, yang secara filosofis bersifat normatif, deskriptif, dan futuristik. Bersifat normatif karena pendidikan berkaitan dengan pewarisan nilai (inculcation a values and acculturation), pembangunan karakter (moral and character development), pengembangan potensi (individual development). Bersifat deskriptif karena pendidikan berlangsung here and now dan berlangsung secara kontekstual. Bersifat futuristik karena pendidikan bertujuan mengembangkan potensi peserta didik yang bersifat laten menjadi potensi aktual yang pada gilirannya akan memberi dampak pada perkembangan masyarakat di masa depan, sesuai dengan filsafat pendidikan Socioreconstructionism. Dalam perpektif ilmu pendidikan, sistem pendidikan termasuk di dalamnya pendidikan kewarganegaraan, merupakan salah satu dimensi ontologi dan sasaran aksiologi keilmuan yang koheren dengan keseluruhan proses pembudayaan dan pemberdayaan. Pendidikan kewarganegaraan sebagai bidang kajian keilmuan terpadu memiliki fungsi psikopedadogis (mendidik dan mencerdaskan anak usia sekolah dan pemuda). Dan fungsi sosioandragogis (memperkuat wawasan dan sikap orang dewasa untuk memperkuat keadabannya (civility) sebagai warga negara yang cerdas dan bijak dalam menyikapi kebijakan publik, bangsa, dan negaranya). Oleh karena itu, refleksi dan personifikasi kehidupan dalam konteks bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia secara imperatif tersurat dan tersirat dalam seluruh ketentuan perundang-undangan harus selalu dilihat dalam konteks proses sosioedukasi menuju pencapaian keadaban warga negara yang secara filosofis, ideologis terkandung dalam Pancasila. Dalam konteks itu, setiap warga negara harus dikembangkan menjadi individu yang memiliki civic intelligence agar mampu mewujudkan civic engagement dan civic responsibility yang utuh. Dalam konteks itu, konsepsi dan persoalan lambang negara Garuda Pancasila beserta tiga hal lain yang diatur dalam undang-undang itu, secara epistemologis ilmu pendidikan dan Pendidikan Kewarganegaraan, harus didudukkan secara koheren. 5
Majelis Hakim Yang Mulia, izinkanlah saya untuk menyampaikan pendapat terhadap argumen yang diajukan Pemohon dari sudut pandang konstruksi keilmuan dan filsafat pendidikan, pendidikan kewarganegaraan (civic citizenship education) sebagai berikut. Apakah benar keberadaan pasal a quo Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 … membatasi atau merusak tatanan demokrasi nasionalisme masyarakat dalam melindungi hak-hak warga negaranya. Majelis Hakim Yang Mulia, secara epistimologis, perwujudan demokrasi secara penuh memerlukan … memerlukan upaya untuk membangun budaya kewarganegaraan yang demokratis. Pendidikan demokrasi menuntut suatu kerangka konseptual yang utuh, education about democracy, education through democracy, education for democracy. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 merupakan salah satu muatan dan wahana demokrasi terkait kedudukan fungsi dan makna bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan dalam konteks kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Sebagai muatan demokrasi, undang-undang itu harus dipahami oleh seluruh warga negara dalam rangka education about democracy. Sebagai wahana demokrasi, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 harus dihayati dan dimaknai oleh seluruh warga negara dalam rangka education through democracy. Sebagai muatan dan wahana demokrasi, Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 harus dilaksanakan oleh seluruh warga negara dalam rangka education for democracy. Oleh karena itu, adanya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, bukan hanya merupakan imperatif yang memaksa, tetapi juga mengusung nilai dan moral Pancasila, justru merupakan energi dan wahana pengembangan demokrasi di Indonesia dalam arti seutuhnya. Pemahaman dan penghayatan yang utuh terhadap ketentuan perundang-undangan, merupakan prasyarat psikologis untuk menumbuhkan rasa kebangsaan dalam diri setiap warga negara, bukan sebaliknya, dianggap merusak tatanan demokrasi seperti dipahami oleh Pemohon. Yang kedua, apakah benar Pasal 57 mulai dari frasa dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan seterusnya, tidak sesuai dengan Pancasila, padahal Pancasila sebagai pandangan hidup harus dimasyarakatkan? Majelis Hakim Yang Mulia, pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, termasuk rumusan sila-sila Pancasila yang termaktub di dalamnya, seperti ditegaskan oleh Bung Karno merupakan bagian dari staat fundamental norm dan sebagai landasan filosofis, memang harus menjadi pandangan hidup dan seluruh … dari seluruh komponen bangsa. Untuk menjadi pandangan hidup, maka nilai-nilai dan moral Pancasila harus menjadi bagian utuh dari sistem keabadan … keadaban (civility system) dalam diri setiap warga negara. Salah satu bentuk keadaban adalah lawfulness (ketaatan pada hukum yang berlaku yang 6
mengikat). Karena itu, penyimpangan terhadap ketentuan penggunaan lambang negara, justru bertentangan dengan upaya pemanfaatan ketentuan perundang-undangan untuk membantu mengembangkan lawful society. Harus diakui, memang untuk itu diperlukan proses sosialisasi dan edukasi hukum, serta upaya personal dari setiap warga negara untuk memaknai ketentuan itu bukan hanya dilihat dari rumusan secara positivistik, tapi dari suasana kebatinan dari ketentuan itu. Yang ketiga, apakah benar Pasal 57 ayat … huruf c memuat lambang negara untuk perseorangan/partai, tidak sesuai dengan semangat kebebasan berpikir, berkehendak, serta berserikat dan berkumpul? Yang Mulia Majelis Hakim, saya khawatir bila kebebasan berpikir, berkehendak, serta berserikat dan berkumpul diartikan secara tanpa batas, sehingga setiap orang boleh melanggar ketentuan yang berlaku, hanya untuk kebebasan. Demokrasi yang dikandung, dimaknai oleh nilainilai moral Pancasila bukanlah tanpa batas, tetapi demokrasi yang menuntut kebebasan yang berkeadaban (civilized freedom). Democratic society sebagaimana telah di … menjadi komitmen semua bangsa di dunia, bukanlah lawless freedom, tetapi lawful freedom yang tidak lain adalah kebebasan yang terbingkai dengan keadaban (freedom with civility). Demikian juga terkait lambang negara yang notebene merupakan embedding values and moral symbol negara yang kita yakini merupakan organisasi tertinggi yang memiliki coercive instruments, tentu tidak etis untuk mendegradasikannya dengan cara mengotak-atik tampilan simboliknya itu. Yang keempat, apakah benar Pasal 57 huruf d menggunakan lambang negara untuk keperluan selain yang diatur tidak sesuai dengan Pancasila dan pandangan hidup bangsa Indonesia? Majelis Hakim Yang Mulia, sudah saya kemukakan bahwa lambang negara Garuda Pancasila mengandung makna nilai dan moral Pancasila yang menuntut setiap warga negara untuk menempatkannya secara eksklusif, tidak sama dengan gambar-gambar yang lain. Hal itu bukan dimaksudkan untuk mengultuskan atau menyakralkan, melainkan memberikan penghargaan yang tinggi dalam keadaban demokrasi (democratic civility) diperlukan upaya untuk membangun respect and responsibility yang merupakan karakter yang embedded di dalam sila-sila Pancasila. Memberikan respek dan menunjukkan responsibility terhadap lambang negara, merupakan wujud keadaban setiap warga negara. Oleh karena itu, salah besar bila penggunaan lambang negara diserahkan sepenuhnya kepada publik hanya demi untuk kebebasan. Keadaban dalam bermasyarakat Indonesia, haruslah diletakkan dalam koherensi keadaban dalam berbangsa dan bernegara Indonesia yang mengusung nilai moral Pancasila. Oleh karena itu, pengaturan penggunaan lambang negara Garuda Pancasila harus dimaknai dan diterima dengan keutuhan proses psikologis (characterization by a value or a value complex) yang merupakan integrasi 7
dari dimensi-dimensi moral listening, moral feeling, dan moral action dari setiap warga negara. Yang kelima, apakah benar dengan diberlakunya … diberlakukannya Undang-Undang Nomor 24 justru membuat Pancasila kaku dan jauh dari pemahaman masyarakat? Majelis Hakim Yang Mulia, saya harus katakan sangatlah prematur dan simplistis bila dikatakan pengaturan penggunaan lambang negara Garuda Pancasila telah membuat Pancasila kaku dan jauh dari pemahaman masyarakat. Secara psikososial, pemahaman sangat tergantung pada cognitive developmental process, yaitu proses asimilasi, akomodasi, dan ekuilibrasi dalam bahasa (suara tidak terdengar jelas). Dari dalam diri individu dan akses informasi yang sengaja dibangun oleh lingkungan. Karena itu, yang bisa membatasi pemahaman publik terhadap nilai dan moral Pancasila yang secara simbolik digambarkan dalam Garuda Pancasila, bukanlah ketentuannya, melainkan proses sosialisasinya dan edukasinya secara benar, yakni memaknai lambang negara secara utuh, bukan hanya peripheral-positivistik, melainkan secara holistic-semiotik. Dengan demikian, undang-undang dapat dipahami secara bermakna dan mendalam. Apakah benar, diberlakukannya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 mengekang rakyat untuk mengekspresikan kecintaannya terhadap negara dengan menggunakan media berupa lambang negara? Yang Mulia Majelis Hakim, berbicara tentang kecintaan rakyat terhadap negara, tampaknya harus dilihat dari cara pandang demokrasi dalam konteks social contract theory tentang the origin of the state. Undang-undang yang dibentuk oleh negara, secara filosofis merupakan leges fundamentalis, kesepakatan yang dibangun untuk dibangunnya tata aturan yang mengendalikan ketertiban dan kedamaian yang merupakan kontrak sosial tahap ketiga. Setelah adanya pactum unions, sepakat untuk bersatu di sebuah Negara dan tahap pertama adalah pactum subjectionis, sepakat untuk mempunyai pemerintahan. Dengan kata lain, memang secara filosofis hidup bermasyarakat, berbangsa, bernegara adalah memang hidup yang sengaja terkekang, dalam arti hidup dengan tertib hukum, lawful, bukan lawless. karena bukanlah hidup solitaire dengan aturan sendiri, seperti kita baca dalam cerita Robinson Crusoe. Keterkekangan itu harus dimaknai lawfulness, yakni kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara yang berasaskan hukum (rule of law). Sedangkan kecintaan terhadap lambang negara harus dimaknai psikopersonal yang ada dalam lubuk hati yang sangat dalam (deep hearted feeling), yang dalam bahasa psikologis dikenal dalam characterisation by a value or a value complex. Seperti telah saya kupas sebelumnya. Kecintaan itu, haruslah diwujudkan justru dengan menerima dan menempatkan lambang negara Garuda Pancasila, sesuai dengan yang telah diatur oleh Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, 8
Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu kebangsaan. Kata kunci cinta negara, dan lambang negara adalah keadaban yang berkarakter respect and responsibility. Yang Mulia Majelis Hakim, sebagai kesimpulan akhir, saya harus katakan bahwa secara filosofis dilihat dari filsafat dan ilmu pendidikan, dan pendidikan kewarganegaraan, serta suasana kebatinan dari pasal … Pasal 57 huruf c dan d Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara, dan Lagu kebangsaan, tidak bertentangan dengan idealisme, nilai, dan moral, dan instrumentasi yang terkandung dalam pembukaan, serta pasal-pasal yang dirujuk oleh Para Pemohon. Majelis Hakim Yang Mulia, demikianlah pandangan saya selaku Ahli Pendidikan dalam Sidang Mahkamah Konstitusi pada hari ini, Rabu, 11 April 2012. Mohon maaf apabila ada hal-hal yang kurang pada tempatnya. Terima kasih atas perhatian Majelis Hakim Yang Mulia dan seluruh Hadirin. Wabillahitaufik walhidayah, wassalamualaikum wr. wb. Terima kasih. 13. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Terima kasih Prof. Udin S. Winataputra. Berikutnya, Prof. Kaelan. 14. AHLI DARI PEMERINTAH: KAELAN Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Yang Mulia Majelis Hakim dan Hadirin yang saya hormati, perkenankan saya mengungkapkan bahwa baik Pemohon maupun Termohon, itu memiliki hati nurani yang positif. Ingin mengaktualisasikan dan ingin mengembangkan nilai-nilai Pancasila, yang saya kira dirumuskan dalam suatu lambang negara. Kami mohon untuk bisa ditampilkan. Yang pertama bahwa untuk memahami permohonan dari Pemohon. Berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Dasar Tahun 1945 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3), Pasal 28I ayat (2), kiranya terlalu singkat atau terlalu sedikit kalau hanya dikonfrontir dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 57 huruf c dan d, yaitu tentang Pembatasan Penggunaan. Nah, oleh karena itu, untuk memahami bagaimana lambang Negara, itu perkenankan saya mengkaji dari keahlian saya, yaitu filsafat analitik, semiotik, lalu filsafat bahasa, dan filsafat Pancasila. Yang pertama hukum, itu adalah sebagai tanda dan sebagai sesuatu sistem tanda itu mengacu kepada sesuatu. Makna itu ada pada acuannya. Nah, oleh karena itu, kalau kita pahami Pasal 36A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, yang kaidahnya berbunyi, “Lambang negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.” Nah, di situ secara semiotik, Garuda Pancasila dengan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” itu adalah lambang negara Republik Indonesia. 9
Menurut Paham Persian … nah, saya kira di Transylvania-Amerika sudah banyak berkembang ini ya, dalam kaitan dengan semiotika hukum. Bahwa hubungan antara tanda dengan acuannya, itu ada tiga, yang pertama, yaitu hubungan kemiripan atau icon ... iconic. Nah, lambang negara Garuda Pancasila dengan semboyan “Bhineka Tunggal Ika” itu memiliki hubungan iconic dengan negara. Oleh karena itu, menggunakan, berarti yang pertama adalah menggunakan otoritas negara. Yang kedua, menggunakan legitimasi negara. Yang ketiga, menggunakan kekuasaan negara. Dan yang keempat, merepresentasikan negara. Yang kedua, hubungannya adalah hubungan eksistensi, realitas, objektivitas. Lambang negara itu sudah ada sebagai local wisdom bangsa Indonesia sejak dahulu. Seloka “Bhineka Tunggal Ika” itu sudah ada pada Sutasoma. Nah, kemudian tanda itu mengacu pada negara sebagai lambang, simbol konfensi yang oleh founding fathers kita ditentukan, yaitu dalam panitia negara yang antara lain salah satunya duduk Muhammad Yamin, memilih bahwa itu sebagai Lambang Negara Republik Indonesia. Nah, di dalam ilmu negara, negara itu tersusun atas unsur-unsur, yang pertama adalah wilayah, yang kedua rakyat penduduk, yang ketiga pemerintah, dan yang keempat adalah kedaulatan. Nah, empat unsur yang ada di dalam negara ada perbedaan, namun baik oleh Leski, Mac Iver, dan kalau Indonesia misalnya Miriam Budiardjo, dan sebagainya, saya kira itu … itu satu hal yang bisa kita perhatikan. Nah, oleh karena itu, menggunakan lambang negara sesuai dengan Pasal 36A kalau kita hubungkan dengan hak asasi warga negara yang terumuskan oleh Pemohon pada Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3), Pasal 28I ayat (2), tidak bisa berdiri sendiri. Oleh karena itu, harus dihubungkan dengan Pasal 36A tentang Lambang Garuda Pancasila, itu adalah lambang negara. Nah, sedangkan yang diatur pada hak asasi tadi adalah hak warga negara. Warga negara dalam hal ini unsur dari negara, rakyat, dan dieksplisitkan jikalau hal itu digunakan oleh individu, kelompok, kemudian perusahaan, organisasi, lembaga masyarakat, partai politik, dan lain sebagainya, maka itu sama halnya dengan menggunakan otoritas, legitimasi, kekuasaan, dan representasi negara. Jadi saya kira kalau pertandingan sepak bola, misalnya PSSI melawan Malaysia, merepresentasikan negara tidak masalah. Karena ini merepresentasikan negara. Tetapi sebaliknya, andai kata Pasal 57 huruf c, d Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, itu lalu dihapuskan, lalu semua diberi kebebasan, saya kira akan terjadi kekacauan simbol negara, bahkan bisa ke arah kekacauan juga di dalam legitimasi kekuasaan, serta … apa ... otoritas negara.
10
Nah, oleh karena itu, beberapa hal dapat kita simpulkan, Majelis Hakim Yang Mulia. Yang pertama, dalam melaksanakan hak berdasarkan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C ayat (2), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28E ayat (3), Pasal 28I ayat (2), harus juga dalam hubungannya dengan Pasal 28C ayat (2) yang intinya adalah juga harus memenuhi wajib. Yang kedua, dalam menggunakan haknya, kiranya warga negara dalam hubungan dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, itu harus diperhitungkan juga dari sumber hukum Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia bahwa lambang itu adalah lambang negara Republik Indonesia. Yang kedua, menurut logika bahasa bahwa hak setiap warga negara seperti yang disebutkan di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, dalam hubungannya dengan Pasal 57 huruf c dan d UndangUndang Nomor 24 Tahun 2009, tidak relevan dalam hubungan dengan menggunakan lambang negara “pada sembarang event”. Karena lambang negara itu merepresentasikan legitimasi, kekuasaan, dan otoritas negara. Sedangkan rakyat, apalagi individu, keluarga, kelompok, organisasi sosial, lembaga masyarakat, perusahaan, unsur dari rakyat. Sedangkan rakyat unsur dari negara. Nah, ini saya kira tidak relevan. Dan kalau itu dipaksakan, maka yang ketiga berarti bertentangan dengan tertib hukum Indonesia. Karena kaidah pada Pasal 36A bahwa lambang itu adalah lambang negara Republik Indonesia. Sedangkan kalau itu secara bebas digunakan, maka itu bukan lagi lambang negara, berarti itu lambang individu, lambang partai politik, perkumpulan organisasi, dan perusahaan. Kemudian yang terakhir, yang keempat. Penggunaan lambang negara secara bebas, dalam arti menghilangkan Pasal 57 huruf c dan huruf d Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009, yang memiliki konsekuensi penggunaan kekuasaan legitimasi, otoritas, serta representasi negara, maka konsekuensinya akan terjadi kerancuan sistem dan birokrasi di dalam negara. Oleh karena itu, hal ini harus menjadi suatu pertimbangan. Adapun dalam hal kebebasan mengaktualisasikan, kalau dulu diistilahkan pengamalan, itu justru yang paling substansial adalah pada core values. Jadi, dari nilai-nilai yang terkandung di dalam Pancasila. Nah,oleh karena itu, Majelis Hakim Yang Mulia, ini sebagai suatu pemasukan dari apa yang saya tekuni di dalam perguruan tinggi, mudahmudahan menjadi suatu pertimbangan yang objektif. Wabillahitaufik walhidayah wassalamualaikum wr. wb. 15. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Terima kasih, Prof. Kaelan. Berikutnya adalah pendalaman kalau diperlukan. Majelis Hakim? Pak Akil?
11
16. HAKIM ANGGOTA: M. AKIL MOCHTAR Saya mau ke Prof. Kaelan ya. Kalau saya melihat pas Bab VII dari undang-undang ini, mengenai Hak dan Kewajiban Warga Negara, Bab VII. Khususnya Pasal 65, Pak. Pasal 65 saya bacakan, “Warga Negara Indonesia berhak dan wajib memelihara, menjaga, dan menggunakan bendera negara, Bahasa Indonesia, lambang negara, serta lagu kebangsaan untuk kehormatan dan kedaulatan bangsa dan negara sesuai dengan undang-undang ini.” Pertanyaan saya, kalau ini dihubungkan dengan Pasal 57 huruf c dan huruf d, itu kan dilarang membuat lambang untuk perorangan. Jadi, membuat saja, tukang stempel enggak boleh, untuk kepentingan perorangan, untuk partai politik, untuk perkumpulan, ini untuk yang membuat ini sebenarnya. Organisasi atau perusahaan yang sama atau menyerupai lambang negara. Kemudian huruf d-nya menggunakan untuk keperluan selain yang diatur dalam undang-undang ini. Satu pelarangan di dalam Pasal 57 dihubungkan dengan hak dan kewajiban warga negara di dalam Pasal 65 ini, bagaimana misalnya negara merepresentasikan kedaulatan rakyatnya dalam rangka sosialisasi atau rasa memiliki atau rasa kebanggaan terhadap lambang negara ini. Saya kok agak melihat ada confuse, gitu lho. Di satu … ada kewajiban ya. Hak dan kewajiban, tapi di sisi lain ada pelarangan. Bagaimana melihat soal itu? Terima kasih, Pak Ketua. 17. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Pak Hamdan? 18. HAKIM ANGGOTA: HAMDAN ZOELVA Ya, terima kasih. Juga kepada Prof. Kaelan. Kalau kita membaca seluruh undang-undang ini yang terkait dengan lambang negara. Di sana secara restriktif sedemikian rupa bahwa penggunaan lambang negara itu hanya berdasarkan undang-undang ini. Nah, ini agak berbeda dengan penjelasan Prof. Kaelan tadi yang memungkinkan penggunaan lambang negara dalam hubungannya dengan representasi negara. Sedangkan dalam undang-undang ini kalau dibaca, ada hal-hal yang memang tidak dimungkinkan, ini di Pasal yang huruf d itu, Pasal 57 ayat (d), menggunakan lambang negara untuk keperluan selain yang diatur dalam undang-undang ini. Di pasal-pasal sebelumnya secara rinci dan restriktif, diatur dalam hal, dan dalam keadaan apa saja, dan di mana saja penggunaan lambang negara itu di … bisa dipergunakan? Nah, setelah dibuka, saya tidak melihat di sini dimungkinkannya penggunaan lambang negara untuk pakaian, misalnya untuk olahraga, 12
pertandingan olahraga (suara tidak terdengar jelas) negara. Atau di mana ini bisa ditemukan di sini atau bagaimana … apa .. original intent atau menjelaskan itu dengan ketentuan undang-undang ini? Nah, ini kan penggunaan lambang negara sangat variasi sekali. Orang mau bikin pulpen di sini ditempel lembaga … lambang negara, kita pakai, apakah itu juga termasuk dilarang? Dalam bolpoin, ada lambang negaranya. Atau dalam baju kaus di sebelah kiri di dada, dibuat lambang garuda. Apakah itu jadi masalah? Misalnya contoh yang konkret tadi disampaikan oleh Pak Asvi, Garuda di Dadaku dalam … dalam … bagi suporter olahraga, bukan pemain, bagi suporter. Ini … ini bagaimana mengakomodasi masalah-masalah ini dalam kaitan dengan undangundang ini? Terima kasih. 19. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Pak Fadlil? 20. HAKIM ANGGOTA: AHMAD FADLIL SUMADI Ini saya tujukan kepada keduanya, Prof. Udin juga Prof. Kaelan. Pertanyaan itu muncul dari larangan yang terdapat di dalam Pasal 57, fokusnya mengenai penggunaan. Kalau tadi, Pak Akil kan tentang membuat itu malah ada … apa … agak canda sedikit. Lha kalau membuat saja enggak boleh, bagaimana itu menggunakannya? Apa ada barang itu … membuat saja enggak boleh, apa menggunakan mungkin, ya? Tapi bukan itu pertanyaan saya. Pertanyaan saya adalah menggunakan lambang negara untuk keperluan selain yang diatur dalam undang-undang ini. Ini kan larangan ini mengunci. Mengunci penggunaan lambang negara hanya untuk yang dibolehkan itu … hanya untuk yang diizinkan menurut undang-undang ini. Kalau tidak diizinkan menurut undang-undang ini, dilarang. Nah, saya ingin mengaitkan dengan konsideran undang-undang ini, pada menimbang huruf b. Bahwa bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan manifestasi kebudayaan bla, bla, bla yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa. Dan ini seterusnya untuk … atau dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan negara kesatuan Republik Indonesia. Ini … ini kan, ke belakang kita melihat ini manifestasi kebudayaan, kemudian ke depan lambang itu sebagai juga basis dalam rangka mencapai terwujudnya cita-cita bangsa dan negara ini. Kalau ini sudah dikunci penggunaannya, kaitannya dengan penggunaan ke depan setelah lambang negara ini lalu dikunci, apa lalu berhenti hanya pada negara? Begitu. Pada … apa namanya … sektor kebudayaan yang lain, lalu menjadi tidak perlu dikembangkan? Ini digali dari sejarah, setelah digali dari sejarah, lalu ditetapkan di dalam … apa namanya … penggunaannya di dalam bernegara, lalu setelah digunakan 13
dalam … sebagai lambang dalam bernegara ini ke depan, lalu hanya untuk Negara. Untuk soal kebudayaan lalu menjadi dikunci, hanya yang ada di dalam Undang-Undang Dasar ini. Ini penjelasannya bagaimana, Pak? Mohon kedua Guru Besar ini dapat menjernihkan soal ini. Kalau perlu, malah Pak Asvi … Prof. Asvi disilakan barangkali ada kontribusi yang baik untuk mengilhami soal ini. Terima kasih. 21. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik. Saya juga tanya, Pak. Apakah Pak Kaelan dan Pak Udin, itu akan bersikap hal yang sama kalau itu dilakukan terhadap bendera dan lagu kebangsaan? Yang juga merupakan lambang dan atribut-atribut resmi. Apakah tidak boleh menyanyi lagu Indonesia Raya di tepi sungai karena senang atau kita me … apa … sambil lari-lari pakai bendera karena bangga gitu, kan sama sembarangan juga, nih sama-sama atribut gitu. Kalau juga dikaitkan dengan … apa … ilmu tentang corporate culture gitu ya, kebanggaan itu kan ditimbulkan atau diperkuat oleh penggunaan simbol-simbol, atribut-atribut. Orang menjadi bangga dengan Astra itu simbolnya dipakai terus, dengan AC Milan, dengan Barcelona, itu kan simbol-simbolnya. Nah kalau kita mau membanggakan Indonesia dengan menggunakan simbol-simbol itu, apa tidak boleh? Apa ni … apa ini dasarnya? Commonsense yang kita lihat, kalau kita pergi ke Amerika atau ke mana pun, malah lambang-lambang negara itu dijadikan korek, stiker, yang bisa dijual di mana-mana, kaus, malah … malah kita disuruh bawa oleh-oleh situ, dari berbagai negara. Masa di sini dilarang? Ini logikanya apa ini? Kalau dalam rangka penguatan nasionalisme gitu? Apakah itu memang layak aturan seperti itu? Memang, kalau digunakan sembarangan yang menimbulkan penghinaan, itu tindak pidana sendiri sebenarnya. Tidak perlu rasanya terlalu jauh begitu. Seumpama, Pak Kaelan dan Pak Udin itu menjadi hakim di peradilan negeri, sep … lalu menangani kasus seperti dikatakan Pak Warman tadi … Pak Asvi Warman Adam. Tadi kan perkaranya belum diperiksa pokok perkaranya karena yang memohon tidak li … tidak punya legal standing ya, belum dipertimbangkan. Apa Bapak seumpama jadi hakim gitu, dengan kedudukan bukan sebagai Ahli Hukum, tapi sebagai Ahli Pendidikan dan Ahli Filsafat, itu akan setuju melarang orang menggunakan bendera dan simbol-simbol demi kebanggaan yang bukan untuk menghina, tapi untuk … apa namanya … yang untuk membesarkan karena kita bangga dengan Indonesia ini, misalnya. Terima kasih, Pak. Silakan. Mulai dari Pak Asvi dulu.
14
22. AHLI DARI PEMOHON: ASVI WARMAN ADAM Undang-undang ini di … diterapkan, kalau pasal d … pasal … ayat (d) … Pasal 57 itu diterapkan, ya akan demikian banyak orang yang menjadi korban, akan demikian banyak lembaga yang juga bisa dipidanakan. Dan saya ingin mengatakan bahwa Mahkmahah Konstitusi pun sebetulnya bisa digugat karena sa … tadi saya diperlihatkan ada gantungan kunci atau apa … yang ada Mahkamah Konstitusi dan itu kan ada gambar Garuda Pancasila. Nah, ini Mahkamah Konstitusi … dan itu dijual, tidak gratis, Pak. Nah itu artinya, Mahkamah Konstitusi mengkomersialisasikan lambang negara, gitu. Tapi, ya saya tidak tahu siapa yang berani menggugat. Tapi, yang ingin saya sampaikan di sini, itu menurut saya tidak ada salahnya bahwa justru ya tadi, membangkitkan kebanggaan. Jadi bukan perorangan saja, lembaga juga. Ya mereka bangga dengan lambang Garuda Pancasila itu. Jadi, ya … ya janganlah di … di … di … di … apa namanya itu … orang di … atau kelompok di … dijebak. Saya setuju dengan apa yang dikatakan oleh Pak Akil Mochtar tadi. Ma … masyarakat Indonesia, warga negara Indonesia diwajibkan untuk … untuk menjaga, untuk memelihara, dan menggunakan lambang negara. Tetapi kemudian ketika mereka memakai, mereka malah dipidanakan, dihukum, gitu. Jadi kan ini serba salah gitu. Di satu sisi disuruh menggunakan, di sisi yang lain mereka bisa … bisa dikriminalkan. Dan saya juga melihat, misalnya ketika kaus timnas itu di … dipakai, itu memang ada perusahaan Nike yang di … di … ditunjuk oleh PSSI ya, tetapi itu diikuti juga oleh perusahaan-perusahaan kecil di Tanah Abang. Mereka semua juga membuat gitu dan menurut saya tidak ada salahnya, itu untuk memajukan UKM kita, gitu. Sekalian juga untuk ya ikut merasa … apa ya … solidaritas dengan … dengan perjuangan dari suatu kelompok yang ada di masyarakat kita untuk mengangkat … apa namanya … derajat bangsa ini. Jadi ya, lagi-lagi saya mengatakan ya pasal atau ayat (c) dan (d) itu berbahaya gitu, a … pasal … ayat (c) misalnya yang menyangkut perorangan gitu dan juga ayat (d) yang di luar keperluan itu dilarang gitu. Nah, memang pasal ini … pasal … ayat (d) ini tidak … tidak mempertimbangkan masa depan, tidak mempertimbangkan ruang dan waktu pada masa yang akan datang. Karena setelah diberikan daftar yang … yang pasti tidak akan rinci, pasti ada yang terlewat, dan pada masa yang akan datang, mungkin saja lambang Garuda itu ada di internet atau yang lain-lain, mungkin yang tidak diatur di dalam undang-undang. Tetapi apakah itu juga melanggar? Jadi menurut hemat saya, kunci ini harus dicopot, dilepaskan. Jadi menurut saya, ayat (c) dan (d) itu ya seyogianya dihapuskan gitu, supaya tidak membahayakan bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Terima kasih.
15
23. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Prof. Udin? 24. AHLI DARI PEMERINTAH: UDIN S. WINATAPUTRA Saya ingin melihat dari dimensi pendidikan itu, saya kira ada dua dimensi yang bisa kita gunakan. Pertama adalah undang-undang sebagai content of education dan sebagai proses, gitu. Bahaya besar kalau peserta didik diberi peluang, “Pokoknya tentang saja undang-undang itu ya, ubah saja!” Tugas pendidik adalah menerima content itu sepanjang memang belum terjadi perubahan. Jadi salah besar kalau guru, apalagi dosen kadang, “Sudah, langgar saja undang-undang!” Jadi pendidikan tidak melihat itu sebagai hal yang bagus, ya. Nah, di dalam pendidikan selalu ada content itu dua dimensi. Satu adalah yang namanya the great (suara tidak terdengar jelas), content yang dengan sendirinya punya kebenaran dan harus diterima. Yang kedua, ada controversial issues, gitu. Dan di dalam pendidikan sosial selalu ada itu, ada kebenaran yang sudah harus diterima, ada … ada kontroversi yang ada di dalamnya. Untuk materi yang masih ada sisi kontroversinya, nah ini digunakan dalam pendidikan untuk membangun rasa critical thinking. Tugasnya apa? Bukan mendorong anak untuk melanggar aturan, tetapi untuk mencari jalan keluar melalui jalur-jalur yang benar. Di dalam pendidikan kewarganegaraan ada satu strategi namanya project citizen, sebagai citizen (warga negara) bisa mencari mana-mana yang kurang dari penyelenggara negara ini. Dengan cara itu, dia, mereka bisa mengajukan perbaikannya lewat jalur-jalur yang benar. Satu contoh saya pernah berkunjung ke Kroasia ada perbaikan kebijakan Walikota Dubrovnik waktu itu dan ternyata diangkat dari project citizen-nya anak gimnasium, anak SMA, yang melihat bahwa di Kota Dubrovnik itu jalannya sempit, tidak ada untuk pejalan kaki, kemudian para siswa melakukan penelitian tentang aturan itu, akhirnya diajukan dan walikota membuat jalan sempit itu dipatok dengan patok besi, ada untuk mobil, ada. Nah, itu satu contoh bahwa Walikota Dubrovnik itu ternyata bisa memberikan respek terhadap kajian para siswa. Nah, dalam hal ini bukan hanya untuk lambang negara, saya kira dalam banyak hal, termasuk untuk Undang-Undang Dasar juga. Banyak hal yang kontroversial yang bisa digunakan sebagai content dalam proses pendidikan. Nah, saya selaku orang pendidikan tentu akan mengatakan bahwa sepanjang undang-undangnya seperti itu tidak berubah, maka tugas kita mendidik respect and responsibility terhadap itu, tetapi kalau ada pemikiran-pemikiran baru yang lebih kreatif, ajukanlah lewat prosedur yang betul.
16
Nah, tentang apa yang akan saya lakukan apabila jadi hakim, saya belum berani berempati kalau saya menjadi yuris ya. Karena saya bukan seorang yuris, tapi saya seorang educationist karena itu cara pandang saya adalah cara pandang seorang educationist, ya. Terima kasih. 25. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Prof. Kaelan? 26. AHLI DARI PEMERINTAH: KAELAN Baik. Assalamualaikum wr. wb. Suatu lambang itu memang harus kita letakkan pada konteks dan fungsi lambang, tapi saya kira sangat sulit sekali tadi pertanyaan Yang Mulia Ketua Bapak Prof. Mahfud, seandainya saya jadi Hakim, lah itu yang sulitnya. Sebagai suatu lambang negara dalam hal penggunaan yang diatur, saya memahami dalam konteks kekuasaan legitimasi, otoritas, dan … apa.. representasi negara. Tapi ada pula yang diatur Pasal 52 misalnya, di rumah warga negara, ya dalam buku majalah yang diterbitkan. Jadi saya kira ada hal-hal yang memang suatu lambang itu tidak bisa ditafsirkan begitu saja pada konteks gambar, serta bentuk dari lambang tersebut, tapi konteks penggunaannya. Nah, saya kira sekali lagi, misalnya seperti pendukung sepak bola itu merepresentasikan bangsa Indonesia, tetapi kalau kita lihat, sebaliknya andai kata pasal itu dicabut begitu saja Pasal 57 huruf c dan d, saya kira penggunaan itu akan menjadi … apa ... bias, ya. Jadi penggunaan sebagai otoritas negara, legitimasi negara, dan penggunaan oleh organisasi masyarakat, dimana itu unsur-unsur dari negara, yaitu golongan, individu, rakyat, atau mungkin perusahaan, dan lain sebagainya. Nah, kemudian berkaitan dengan pertanyaan Yang Mulia Bapak Mochtar, ya betul ya? Saya kira betul Pak Mochtar bahwa dalam hubungannya dengan hak warga negara juga harus memenuhi wajib, tapi dalam hal penggunaan lambang negara, nah saya hubungkan dengan pertanyaan Yang Mulia Bapak Ketua tadi, kita perlu menafsirkan penggunaan itu dalam konteks apa? Saya kira kalau hanya menggunakan dalam konteks kebanggaan, kemudian dituntut di … apa … di pengadilan, itu saya kira sangat berlebihan. Mungkin diistilahkan ya, maaf saya awam di bidang hukum. Mungkin diistilahkan juga harus ditafsirkan konteks dari bangsa dan negara secara penafsiran progresif. Nah, oleh karena itu, lambang negara itu ada di dalam suatu peraturan hukum. Jadi ada quote, ada norma. Nah, sehingga norma itu memang mengikat, berbeda dengan lambang, misalnya lambang Keraton Yogjakarta, lambang Harley Davidson, lambang organisasi OSIS misalnya, dan lain sebagainya. Nah, itu … itu konteks pemahaman terhadap sistem
17
semiotik lambang itu menjadi penting sekali. Saya kembalikan bahwa seperti pertanyaan Yang Mulia Ketua tadi, untuk menafsirkan hal tersebut. Nah, saya kira demikian yang bisa saya sampaikan, terima kasih. 27. KETUA: MOH. MAHFUD MD. Baik, pemeriksaan saya kira menurut Majelis Hakim sudah cukup lengkap untuk dipertimbangkan sampai lahirnya keputusan atau vonis. Kecuali kalau Pemohon maupun Pemerintah merasa perlu mengajukan saksi atau ahli lain. Kalau kami menganggap semua sudah cukup, tinggal nanti Majelis Hakim akan menyiapkan vonis. Bagaimana Pemohon cukup? Cukup. Pemerintah? Cukup. Baik, sidang berikutnya adalah pengucapan vonis, tetapi sebelum itu selambat-lambatnya Selasa, 24 April 2012, jam 16.00 Pemohon maupun Pemerintah dan DPR diberi kesempatan untuk menyampaikan kesimpulan dari seluruh fakta-fakta hukum yang muncul di persidangan ini untuk memberi masukan dalam pembuatan vonis. Jadwal sidang akan ditentukan sesudah Majelis Hakim melakukan permusyawaratan berdasar kesimpulan-kesimpulan yang Saudara sampaikan. Sidang hari ini dinyatakan selesai dan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL 12.21 WIB Jakarta, 11 April 2012 Kepala Sub Bagian Pelayanan Risalah, t.t.d Paiyo NIP. 19601210 198502 100 1
Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.
18